PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM MENIKAHKAN JANDA HAMIL (Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh Zainul Arifin NIM 21110018
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM MENIKAHKAN JANDA HAMIL (Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh Zainul Arifin NIM 21110018
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
i
NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (Empat) Eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Disampaikan Dengan Hormat, Setelah Dilaksanakan Bimbingan, Arahan Dan Koreksi, Maka Naskah Skripsi Mahasiswa: Nama
: Zainul Arifin
NIM
: 21110018
Judul
:PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DAlAM MENIKAHKAN JANDA HAMIL (Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen)
Dapat diajukan kepada fakultas syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam siding munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salatiga, Maret 2015 Pembimbing
Drs. Badwan, M.Ag NIP. 19561202 198003 1005
ii
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa V No.9 Telp (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722 Website: http//www.iainsalatiga.ac.id e-mail:
[email protected]
PENGESAHAN Skripsi Berjudul: PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM MENIKAHKAN JANDA HAMIL (STUDI KASUS DI KUA KUWARASAN KABUPATEN KEBUMEN) Oleh: Zainul Arifin NIM 21110018 Telah dipertahankan dalam Sidang Munaqasyah Skripsi Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada 25 Maret 2015 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang
: Dra. Siti Zumrotun, M. Ag.
Sekretaris Sidang
: Drs. Badwan, M.Ag.
Penguji I
: Dr. Adang Kuswaya, M. Ag.
Penguji II
: Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Zainul Arifin
NIM
: 21110018
Jurusan
: Ahwal Al Syahsiyyah
Fakultas
: Syariah
Judul
: PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM MENIKAHKAN JANDA HAMIL (STUDI KASUS
DI
KUA
KUWARASAN
KABUPATEN
KEBUMEN)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 05 Maret 2015 Yang menyatakan
Zainul Arifin NIM 21110018
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
َمَنْ جَدَّ وَجَد “barangsiapa yang bersungguh-sungguh, maka pasti akan mendapatkan” PERSEMBAHAN
Bapak Dan Ibu Tercinta Yang Selalu Memberikan Kasih Sayang Dan Do’a Untuk Keberhasilanku. Saudara saya Yang Selalu Mensuport dan memberi motivasi. Para Dosen yang selalu sabar dalam membagi ilmu Kekasih tersayang Terbaikku Layla Yang Selalu Ada Disetiap KeluhKesahku dan selalu menjadi penyemangatku. Teman-Teman seperjuangan AHS 2010 Yang Akan Selalu terkenang. Sahabat-sahabati PMII Kota Salatiga yang telah berjuang bersama.
v
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا هللا
بسم
Assalamu’alaikum wr. wb. Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafaatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan, dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Dra. Siti Zumrotun, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga. 3. Drs. Badwan, M.Ag., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiranya guna membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. 4. Sukron Ma’mun, S.HI., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah. 5. Moh Khusen, M.Ag.,MA, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam perkuliahan. 6. Seluruh dosen
dan staff IAIN Salatiga, terimakasih atas ilmu yang
diberikan.
vi
7. Orang tuaku tersayang dan saudaraku yang telah turut serta membantu dan memberikan dukungan baik materi maupun non-materi. 8. Sahabat-sahabati PMII yang tak lelah memberikan supportnya hingga terselesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman AHS 2010 yang penulis sayangi 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Akhirnya penulis menyadari atas keterbatasan yang dimiliki dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, sehingga masih banyak ditemui kekurangan dan ketidak sempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan. Namun demikian sekecil apapun karya ini, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi ilmu yang berkah. Teriring doa dan harapan semoga amal baik dan jasa semua pihak tersebut di atas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT. Amin. Wassalamu’alaikum wr. wb.
Penulis
vii
ABSTRAK
Arifin, Zainul. 2015. Penolakan Kantor Urusan Agama (Kua) Dalam Menikahkan Janda Hamil (Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen). Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan, M.Ag.
Kata Kunci: Penolakan , KUA, Menikahkan, Janda Hamil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan dan dasar hukum yang digunakan Kantor Urusan Agama (KUA) Kuwarasan menolak menikahkan janda hamil. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah (1) bagaimana penyelesaian kasuskasus pernikahan janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen ? (2) bagaimana tata administrasi yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen terhadap laporan nikah janda hamil? (3)bagaimana peran KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen dalam sosialisasi ketentuan pernikahan wanita hamil? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif sosiologis. dengan mengambil lokasi penelitian di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Data-data yang diperoleh dicek keabsahannya dengan metode triangulasi. Selama pengumpulan data, data sudah mulai dianalisis. Data yang terkumpul, dipaparkan berdasarkan klasifikasi sehingga tergambar pola atau struktur dari fokus masalah yang dikaji kemudian diinterpretasikan sehingga mendapatkan jawaban dari fokus penelitian tersebut. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa alasan penolakan pelaksanaan pernikahan janda hamil, KUA Kuwarasan bersandar pada pendapat ulama golongan syafiíyah yang berpendapat masa kandungan terlama adalah empat tahun. Kemudian diasumsikan bahwa iddah wanita hamil adalah sampai melahirkan. Adapun tata administrasi yang dilakukan KUA Kuwarasan terhadap laporan pernikahan janda hamil, prosedur penolakannya adalah dengan menyampaikan secara langsung kepada pihak pemohon kehendak nikah, dengan menjelasakan bahwa permohonannya ditolak sampai anak dalam kandungan lahir. KUA juga selalu berperan aktif melakukan sosialisasi terkait ketentuan pernikahan wanita hamil melalui perkumpulan dengan Muspika dan P3N (Pegawai Pembantu Pencatat Nikah) yang dilakukan sebulan sekali setiap hari Rabu Pon di kantor KUA Kuwarasan. Dalam melakukan sosialisasi juga melalui penyuluhun dan bimbingan catin pra nikah. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan pegawai KUA dalam menetapkan hukum. Selain itu dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu membuka paradigma baru tentang pernikahan wanita janda hamil.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... .... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... .... ii PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................. .... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... .... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. .... v KATA PENGANTAR ................................................................................. .... vi ABSTRAK ................................................................................................. .... viii DAFTAR ISI ............................................................................................... .... ix DAFTAR TABEL ....................................................................................... .... xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................. .... xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... .... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................. .... 1 B. Fokus Penelitian .......................................................................... .... 6 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ .... 6 D. Kegunaan Penelitian.................................................................... .... 7 E. Penegasan Istilah ......................................................................... .... 8 F. Telaah Pustaka ............................................................................ .... 8 G. Metode Penelitian........................................................................ .... 9 H. Sistematika Penulisan ................................................................. .... 14
ix
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pernikahan .............................................. 16 B. Tinjauan Fiqh Tentang Menikahi Wanita Hamil ............................. 40 C. Ketentuan
Menikahi
Wanita
Hamil
dalam
Undang-Undang
Perkawinan dan KHI ........................................................................ 45 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kuwarasan ........ 47 B. Temuan Penelitian ............................................................................ 58 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Penolakan KUA Menikahakan Janda Hamil ..................... 60 B. Prosedur Penolakan Permohonan Nikah Janda Hamil dan Peran KUA Dalam Sosialisasi Ketentuan Pernikahan Wanita Hamil........ 63 BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan .............................................................................. .... 65
B.
Saran ......................................................................................... .... 66
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Jumlah Penduduk Kecamatan Kuwarasan.................................... 48 Tabel 4.1 Data Permohonan Pernikahan Janda Hamil .......................................... 63
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Organisasi KUA Kuwarasan
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Surat Tugas Pembimbing Lampiran 3 Lembar Konsultasi Lampiran 4 Daftar Nilai SKK Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian Lampiran 6 Surat Bukti Penelitian Lampiran 7 Daftar Pertanyaan Lampiran 8 Rencana Progam Kerja KUA Kuwarasan Tahun 2014 Lampiran 9 Daftar Pegawai KUA Lampiran 10 Transkip Wawancara
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah “Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah” (KHI,1991). Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menjelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, karena perkawinan sebagai didefenisikan dalam pasal 1, adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian pada pasal 2 (ayat 1) menyatakan bahwa: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya itu, kemudian dilanjutkan dengan: tiap - tiap perkawinan dicatat menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (ayat 2). Terkait dengan perkawinan, Sayyid Sabiq (1980:7) menyatakan bahwa: Perkawinan suatu cara yang dipilih alloh sebagai jalan manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.
1
Untuk menjamin tercapainya tujuan perkawinan banyak undangundang yang mengatur perkawinan, salah satunya adalah aturan mengenai pernikahan wanita hamil. Tentang hamil diluar nikah sudah kita ketahui sebagai perbuatan zina dan itu merupakan dosa besar. Persoalannya adalah bolehkah menikahkan wanita yang hamil karena zina. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, ada yang secara ketat tidak memperbolehkan, ada pula yang menekankan pada penyelesaian masalah tanpa mengurangi kehati-hatian mereka. Sejalan dengan sikap para ulama itu, ketentuan hukum Islam menjaga batas-batas pergaulan masyarakat yang sopan dan memberikan ketenangan dan rasa aman. Patuh terhadap ketentuan hukum Islam, insyaAllah akan bisa mewujudkan kemaslahatan dalam masyarakat. Dalam Impres No. 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bab VIII Kawin Hamil sama dengan persoalan menikahkan wanita hamil. Pasal 53 dari BAB tersebut berisi tiga (3) ayat , yaitu : 1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya. 2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dulu kelahiran anaknya. 3. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
2
Penyelesaian persoalan pernikahkan wanita hamil apabila dilihat dari KHI, telah jelas dan sederhana cukup dengan satu pasal dan tiga ayat.Yang menikahi wanita hamil adalah pria yang menghamilinya, hal ini termasuk penangkalan terhadap terjadinya pergaulan bebas, juga dalam pertunangan. Asas pembolehan pernikahan wanita hamil ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepastian hukum kepada anak yang ada dalam kandungan, dan logikanya untuk mengakhiri status anak zina. Dalam kasus wanita hamil yang akan menikah dengan laki-laki yang menghamilinya, ada dua pendapat yaitu : Imam Malik menyatakan harus menunggu sampai kelahiran anak yang dikandung wanita tersebut. Abu Hanafah dan Syafi’i berpendapat boleh mengawini perempuan zina tanpa menunggu masa iddah habis. Kemudian Syafi’i juga membolehkan kawin dengan perempuan zina sekalipun di waktu hamil, sebab hamil semacam ini tidak menyebabkan haramnya dikawini (Sabiq, 1981: 150). Pada kasus yang terjadi di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen, seorang janda yang telah lama bercerai dan telah habis masa iddah dengan mantan suaminya kemudian hamil dengan kekasihnya dan hendak menikah tetapi ditolak oleh KUA. KUA berpendapat bahwa yang bersangkutan harus menunggu sampai melahirkan anak yang ada dalam kandungan dengan alasan bahwa bayi terlama dalam kandungan adalah 4 tahun. Ini pendapat Imam Syafi’i kata pegawai KUA. Padahal dalam undang-undang tidak ada yang mengatur pernikahan janda hamil harus menunggu kelahiran anak.
3
Seharusnya kasus seperti ini disikapi serius oleh kepala KUA selaku PPN, karena PPN berkewajiban memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat serta menyelesaikan masalah perkawinan yang terjadi di masyarakat berdasarkan peraturan yang berlaku. Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai unit kerja terdepan Kementrian Agama melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang agama Islam, di wilayah kecamatan (KMA No.517/2001 dan PMA No. 11/2007). Dikatakan sebagai unit kerja terdepan, karena KUA secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Karena itu wajar apabila keberadaan KUA sangat urgen seiring keberadaan Kementrian Agama. Konsekuensi peran itu, aparat KUA harus mampu mengurus rumah tangga
sendiri
dengan
menyelenggarakan
manajemen
kearsipan,
administrasi surat-menyuratdan statistik serta dokumentasi yang mandiri. Selain itu, KUA juga di tuntut betul-betul mampu menjalankan tugas di bidang pencatatan nikah dan rujuk (NR) secara benar. Kantor Urusan Agama Kecamatan sesuai KMA 517 tahun 2001 pasal 2 mempunyai tugas di Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan. Fungsi KUA berdasarkan pasal 3 KMA 517 tahun 2001, adalah: 1. Menyelenggarakan Statistik dan Dokumentasi (berdayakan Penyuluh dan Pengawas). 2. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga (PMA No. 1 Tahun 1996 ).
4
3. Pencatatan NR, mengurus dan membina Masjid, Zakat, Wakaf, Ibadah Sosial, Pengembangan Keluarga Sakinah, Kependudukan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Dirjen Bimas Islam dan Perpu yang berlaku (KMA No. 517 Tahun 2001 Pasal 3). KUA
merupakan
satu-satunya
lembaga
pemerintah
yang
berwenang melakukan pencatatan pernikahan dikalangan umat Islam. Eksistensi KUA tidak semata karena pemenuhan tuntutan birokrasi saja tetapi secara substansial juga bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan keabsahan sebuah pernikahan. Dewasa ini persoalanpersoalan perkawinan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. KUA sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keabsahan pernikahan diharuskan mampu menyelesaikan permasalahan pernikahan yang terjadi di masyarakat. KUA Kecamatan Kuwarasan adalah salah satu KUA yang juga menghadapi permasalahan yang kompleks, seperti kasus janda yang hamil di luar pernikahan dan bermaksud menikah. Ternyata KUA Kecamatan Kuwarasan tidak serta merta menerima dan menikahkan janda hamil tersebut. Agaknya ada kesenjangan antara peraturan hukum dengan praktek yang terjadi, yang menarik untuk diteliti. Selain itu penulis juga ingin meneliti lebih lanjut populasi kasus penolakan menikahkan janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen setelah berlakuknya UUP No.1 tahun 1974. Penulis akan membahas hal tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Penolakan Kantor Urusan Agama
5
(KUA) Dalam Menikahkan Janda Hamil (Study Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen)”. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, dengan demikian fokus penelitian dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana penyelesaian kasus-kasus pernikahan janda hamil di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen ? 2. Bagaimana tata administrasi yang dilakukan oleh KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen terhadap laporan nikah janda hamil? 3. Bagaimana peran KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen dalam sosialisasi ketentuan pernikahan janda hamil? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi target skripsi ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara penyelesaian kasus pernikahan janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen. 2. Mengetahui tata administrasi terhadap laporan nikah janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen. 3. Mengetahui peran KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen dalam sosialisasi ketentuan pernikahan wanita hamil.
6
D. Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritik a. Untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan guna memperole gelar Sarjana Hukum Islam pada Fakultas Syari’ah Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah IAIN Salatiga. b. Sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan tentang munakahat dan memperkaya khazanah keislaman khususnya yang berhubungan dengan pernikahan wanita hamil. 2. Secara Praktis a. Bagi KUA Untuk menjadikan masukan agar KUA lebih selektif dan berhatihati dalam melaksanakan tugasnya sebagai Pegawai Pencatat Nikah dan sebagai dasar pengembangan dalam memperbaiki pemahaman masyarakat tentang sistem perkawinan yang ada, norma agama dan sosial yang berlaku. b. Bagi Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berfikir kritis serta pemenuhan prasyarat dalam menyelesaikan pembelajaran Ilmu Hukum Islam dalam bidang hukum keluarga.
7
E.
Penegasan Istilah Sebelum memulai menyusun skripsi ini perlu penulis sampaikan bahwa judul skripsi adalah “Penolakan Kantor Urusan Agama (KUA) Menikahkan Janda Hamil (Study Kasus di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen)”. Untuk menghindari kesalahpahaman pengertian, maka penulis kemukakan pengertian serta sekaligus penegasan judul skripsi ini sebagai berikut: 1. Penolakan: perbuatan menolak; pencegahan 2. Kantor Urusan Agama (disingkat: KUA) adalah kantor yang melaksanakan sebagian tugas kantor Kementerian Agama Indonesia di kabupaten dan kotamadya di bidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan. 3. Nikah: perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri. Menikahkan: mengawinkan; melakukan upacara nikah; 4. Janda : wanita yang tidak bersuami lagi karena bercerai ataupun karena ditinggal mati suaminya. 5. Hamil: orang yang mengandung.
F.
Telaah Pustaka Sebagaimana deskripsi dalam latar belakang masalah, penelitian ini fokus pada pembahasan mengenai perkawinan janda hamil. Ada beberapa skripsi yang telah membahas tentang perkawinan wanita hamil. Skripsi
8
tersebut melakukan penelitian tentang perkawinan wanita hamil dengan pendekatan yang berbeda. Skripsi Abdul Hamid yang berjudul Menikahi Wanita Hamil Dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, 2005. Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana hukum menikahi wanita hamil dan bagaimana pandangan hukum islam. Sedang yang dibahas disini adalah mengenai penolakan menikahkan janda hamil oleh KUA. Persoalan kawin hamil diantaranya dibahas oleh siti sa’adah, yang menjelaskan tentang pasal dalam KHI yaitu pasal 53 tentang kawin hamil (ditinjau dari teori maslahah mursalah), dalam skripsinya Siti Sa’adah menerangkan tentang bagaimana penyelesaian kasus dalam KHI mengenai kawin hamil, serta menekankan segi positif dan segi negative yang ditimbulkan, serta pemecahanya, tetapi belum ditemukan pembahasan tentang penolakan pernikahan janda hamil, untuk itu penulis tegaskan bahwa penelitian ini membahas dari segi yang berbeda. G.
Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian lapangan
(field research) yaitu penelitian dengan terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang akan dibahas. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Dalam hal ini KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen yang menjadi objek
9
penelitian, untuk memperoleh data yang berhubungan dengan alasan melakukan pernikahan hamil zina, alasan KUA tersebut menolak menikahkan janda hamil. 2. Kehadiran Peneliti Dalam hal ini kehadiran peneliti merupakan hal yang utama karena peneliti secara langsung mengumpulkan data di lapangan. Status peneliti dalam pengumpulan data diketahui oleh informan secara jelas guna menghindari kesalahpahaman antara peneliti dan informan. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen yang beralamat di Jl. Den Endro 150 m Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen. 4. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Sumber data primer; yaitu hasil temuan data di lapangan melalui wawancara dengan pegawai KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen. b. Sumber data sekunder; yaitu data yang diperoleh dari literatur bukubuku, perundang-undangan tentang perkawinan dan kepustakaan ilmiah lain yang menjadi referensi maupun sumber pelengkap penelitian. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara
10
Wawancara sebagai salah satu teknik dalam penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan atau data (Daymon & Holloway, 2002: 259). Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara terhadap para pegawai KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen. b. Observasi Observasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung di lapangan mengenai obyek penelitian. Metode ini penulis gunakan sebagai langkah awal mengetahui kondisi objektif objek penelitian. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistic atau menyeluruh (Sugiyono,2013:228). Objek yang diteliti adalah KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung di KUA Kecamatan Kuwarasan. c. Dokumentasi Adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2004:23).
11
6. Analisis Data Data yang diperoleh, baik dari studi lapangan maupun studi pustaka pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu data yang terkumpul dituangkan diuraikan secara logis dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dan ditarik kesimpulan. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono,2013:244). 7. Pengecekan keabsahan Data Data-data yang diperoleh dicek keabsahannya dengan metode triangulasi,
yaitu
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330). Pengecekan keabsahan data dilakukan karena dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau kekeliruan yang terlewati oleh penulis. Pengecekan dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan
informan
satu
dengan
informan
lain,
maupun
membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Dalam hal triangulasi, Susan Stainback (1988) menyatakan bahwa tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang
12
beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono,2013:241). 8. Tahap-tahap penelitian Adapun Tahap-tahap penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut: a.
Sebelum melakukan penelitian penulis menentukan ide atau tema yang akan diteliti yaitu penolakan KUA menikahkan janda hamil.
b.
Mengajukan permohonan izin observasi dari IAIN kepada KUA Kecamatan Kuwarasan.
c.
Penulis mencari informasi dari pegawai KUA yang bertugas di KUA Kecamatan Kuwarasan.
d.
Berdasar informasi yang didapatkan ada beberapa kasus penolakan pernikahan janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan.
e.
Penulis terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.
f.
Melakukan analisis data sejak pengumpulan data dimulai sampai seluruh data terkumpul.
g.
Analisis data dilakukan dengan cara: pertama, membuat rekap data berdasar klasifikasi. Kedua, penulis menjelaskan terlebih dahulu berbagai hal tentang konsep dasar perkawinan, alasan-alasan penolakan
menikahkan
menginterpretasikan
janda
hasil
hamil
penelitian
kesimpulan hasil dari fokus penelitian.
13
oleh untuk
KUA.
Ketiga,
mendapatkan
h. H.
Penyusunan laporan penelitian.
Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disajikan secara keseluruhan dibagi menjadi lima bab, yaitu: BAB I pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka, metode penelitian yang meliputi; jenis penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, dan sistematika Penulisan. BAB II penulis menyajikan pandangan secara garis besar tentang konsep perkawinan menurut hukum islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, sebagai patokan dalam menganalisa data-data yang terkumpul, yaitu anjuran perkawinan dan larangan zina, tujuan perkawinan, hukum
dan
hikmah perkawinan, prinsip-prinsip
menikahi wanita hamil menurut pendapat ulama,
menurut UUP dan KHI. Bab III merupakan paparan data yang terdiri dari deskripsi objek penelitian yaitu mengenai gambaran umum KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen, yang berisi tentang sejarah dan latar belakang lembaga,
visi
misi,
kepengurusan,
tugas
dan
fungsi,
program
lembaga,kinerja lembaga dan mengenai peranan KUA terkait penolakan pernikahan janda hamil.
14
Bab IV yaitu pembahasan tentang analisis mengenai pernikahan janda hamil karena zina serta alasan penolakan KUA Kecamatan Kuwarasan menikahkan janda hamil. Bab V yaitu penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran.
15
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pernikahan 1. Pengertian pernikahan Perkawinan atau pernikahan menurut hukum Islam adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara lakilaki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridloi Allah. (Basyir 1996: 11). Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Demikian menurut Dr. Anwar Haryono, SH. Jadi perkawinan itu adalah suatu aqad (perjanjian) yang suci untuk hidup sebagai suami istri yang sah, membentuk keluarga bahagia dan kekal, yang unsur umumnya adalah sebagai berikut: a. Perjanjian yang suci antara seorang pria dengan seorang wanita. b. Membentuk keluarga bahagia dan sejahtera (makruf, sakinah, mawaddah dan rahmah). c. Kebagiaan yang kekal abadi penuh kesempurnaan baik moral materiil maupun spiritual. (Ramulyo, 1996: 45) Firman Alloh:
16
Artinya:“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.( Adz Dzariyaat: 49) Menurut Imam Syafi’i, pengertian nikah ialah suatu akad yang denganya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita sedangkan menurut arti majazi nikah artinya hubungan seksual. Prof. Mahmud Yunus mengatakan, nikah itu artinya hubungan seksual atau setubuh (Ramulyo, 1996: 02). Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan beranak dimana masing-masing pasangan harus melakukan peranannya demi terwujudnya tujuan perkawinan. Perkawinan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an merupakan bukti dari kemahabijaksanaan Allah Swt dalam mengatur makhluk-Nya. Firman allah:
Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
17
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(ar ruum: 21). 2. Hukum Melaksanakan Pernikahan Menurut pendapat para ulama Syafi’iyah, hukum melaksanakan perkawinan atau pernikahan adalah mubah. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa hukum melaksankan perkawinan ialah sunnah, sedangkan golongan Dzahiriyah mengatakan bahwa perkawinan ialah suatu hal yang wajib dilakukan bagi orang yang telah mampu tanpa dikaitkan adanya kekhawatiran akan berbuat zina apabila tidak kawin. (Daradjat dkk, 1982: 59) Namun demikian
kalau dilihat dari segi kondisi orang yang
melakukan dan tujuan, melaksankan perkawinan adalah wajib, tetapi hanya bagi sebagian orang, sunnah bagi sebagian yang lain, haram bagi sebagian yang lain, makruh bagi sebagian yang lain dan mubah bagi sebagaian yang lain lagi. Ada beberapa pembagian hukum melaksanakan perkawinan, yaitu sebagai berikut: a.
Wajib Menikah hukumnya wajib bagi orang yang mampu mewujudkan
sarananya, yang dengan itu akan terpelihara dari perbuatan zina. Menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib. Apabila seseorang tertentu penjagaan dirinya hanya akan terjamin dengan kawin,
maka
melakukan perkawinan perkawinan hukumnya adalah wajib. Jadi,
18
perkawinanan merupakan sarana memelihara diri dari maksiat. (Azam dan Hawwas, 2009: 45) b.
Sunnah Menikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu
menikah dan kuat nafsunya, tetapi masih mampu mengendalikan diri dari perbuatan haram. Dalam kondisi seperti ini, perkawinan lebih baik dari pada membujang karena membujang (tabattul) tidak dibenarkan dalam Islam. c. Haram Menikah
haram
hukumnya
bagi
orang
yang
tidak
menginginkannya karena tidak mampu memberi nafkah, baik nafkah lahir maupun nafkah batin kepada isterinya kelak, serta nafsunya tidak mendesak, atau dia mempunyai keyakinan bahwa apabila menikah, ia akan keluar dari agama Islam. Al-Qurtubi, salah seorang ulama madhab Maliki berpendapat bahwa apabila calon suami menyadari tidak akan mampu menafkahi istrinya kelak dan tidak mampu membayar mahar untuk istrinya, atau kewajiban lain yang menjadi hak istri, haram mengawini seseorang dan harus bersabar sampai ia mampu memenuhi hak-hak istrinya, barulah ia boleh menikah. (Basyir, 2007: 15)
d. Makruh Perkawinan hukumnya makruh bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja istrinya, walaupun tidak
19
merugikan calon istri karena calon istri tergolong orang kaya. Imam Ghazali berpendapat bahwa apabila suatu perkawinan dikhawatirkan akan berakibat mengurangi semangat beribadah kepada allah dan semangat bekerja dalam bidang ilmiah, hukumnya lebih makruh dari pada yang telah disebutkan di atas. (Basyir, 2007: 16) e. Mubah Bagi orang yang mampu untuk melaksanakan perkawinan, tetapi apabila tidak melaksanakannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melaksankan tidak akan menelantarkan istri, maka hukumnya mubah. (Sabiq, 1980: 26) Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:
صل في ْال ْشياء ْالباحة ْ ا ْل Artinya: “Hukum asal segala sesuatu ialah boleh (mubah)”. (Washil dan Azzam, 2009:5) 3. Syarat- syarat dan Rukun Pernikahan Berbicara
mengenai
hukum
pernikahan
sebenarnya
kita
membicarakan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Bahwa bentuk masyarakat ditentukan atau sekurang-kurangnya banyak dipengaruhi oleh bentuk dan sistem perkawinan. Sebelum kita membicarakan tentang syarat dan rukun perkawinan tersebut alangkah lebih baik jika kita melihat bahwa perkawinan menurut islam dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu: Pertama, dipandang dari segi hukum, pernikahan itu merupakan suatu perjanjian. Menurut Saleh (2008: 298) dalam buku Kajian Fiqh
20
Nabawi dan Fiqh Kontemporer, pernikahan sebagai perjanjian mempunyai tiga sifat, yaitu: a. Tidak dapat dilangsungkan tanpa persetujuan kedua belah pihak. b. Ditentukan tata cara pelaksanaan dan pemutusannya jika perjanjian itu tidak dapat terus dilangsungkan. c. Ditentukan pula akibat-akibat perjanjian tersebut bagi kedua belah, berupa hak dan kewajiban masing-masing. Dalam Al Qur’an surat An Nissa’ ayat 21, dinyatakan perkawinan adalah perjanjian yang sangat kuat, disebut juga miitsaaghan ghaliizhan. Firman allah:
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat”. (An Nissa’: 21) Kedua, dari segi sosial, bahwa orang-orang yang telah menikah atau berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin. Ketiga, dari segi agama perkawinan itu dianggap sebagai suatu lembaga yang suci dimana antara suami dan istri agar dapat hidup tentram, saling cinta mencintai, santun menyantuni dan kasih mengasihi antara satu terhadap yang lain dengan tujuan mengembangkan keturunan (Ramulyo, 1996: 18).
21
Seseorang
dapat
melangsungkan
pernikahan
apabila
telah
terpenuhi syarat dan rukun nikah. Terkait syarat sah nikah, Sabiq (1980:86) menjelaskan bahwa syarat sah nikah yaitu pertama perempuan yang akan di nikahi bukan perempuan yang haram untuk dinikahi, kedua dalam prosesi aqad atau ijab qabul nikah dihadiri dua orang saksi. Dalam Pasal 6 sampai dengan pasal 12 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 telah diatur mengenai
syarat-syarat
perkawinan, diantaranya sebagai berikut: 1.
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai Pasal
6
ayat
(1)
Undang-Undang
Perkawinan
menetapkan perkawinan harus didasarkan atas persetujuan calon mempelai. Oleh karena maksud perkawinan ialah supaya suami dan isteri hidup bersama selama mungkin, maka sudah selayaknya bahwa syarat penting untuk perkawinan itu adalah persetujuan yang bersifat sukarela. 2.
Adanya izin dari orang tua/wali calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun.
3.
Umur calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16 tahun.
4.
Antara kedua mempelai tidak ada hubungan darah atau keluarga yang dilarang kawin.
22
Dalam Pasal 8 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menentukan
beberapa
larangan
untuk
melangsungkan
perkawinan yaitu antara orang-orang yang: a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas. b.
Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri. d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan. e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang. f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
5. Tidak terikat hubungan perkawinan dengan orang lain Syarat ini disebutkan dalam pasal 9 Undang-Undang Perkawinan yang menetapkan bahwa “Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin
23
lagi, kecuali dalam hal tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 undang-undang ini”. Pengecualian yang diberikan oleh Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Perkawinan adalah kemungkinan seorang suami untuk melakukan poligami karena hukum agama dari yang bersangkutan mengizinkannya. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu, dan diputuskan oleh pengadilan. 6.
Tidak bercerai untuk yang kedua kalinya Syarat perkawinan ini diatur dalam Pasal 10 UndangUndang No. 1 Tahun 1974 yang intinya bahwa suami isteri yang telah bercerai untuk kedua kalinya maka keduanya tidak boleh melangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing
agama
dan
keepercayaan
dari
yang
bersangkutan tidak menentukan lain. Ketentuan
tersebut
dimaksudkan
supaya
segala
tindakan yang dapat mengakibatkan putusnya perkawinan harus benar-benar dapat dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak untuk mencegah kawin cerai berulang kali, sehingga suami maupun isteri benar-benar menghargai satu sama lain.
24
7.
Bagi seorang wanita (janda) tidak dapat kawin lagi sebelum lewat waktu tunggu Dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 ditentukan bahwa seorang wanita yang putus perkawinannya tidak dapat langsung kawin lagi sebelum lewat waktu tunggu.
8.
Memenuhi tata cara perkawinan Dalam Pasal 12 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa tata cara pelaksanaan perkawinan akan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Selanjutnya mengenai tata cara perkawinan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pada Bab III memuat tentang Tatacara Perkawinan, antara lain adalah: Pasal 10 berbunyi (1) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah ini. (2) Tatacara perkawinan dilaksanakan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. (3)
Dengan
mengindahkan
tatacara
perkawinanmenurut
masing-masing hokum agamanya dan kepercayaannya itu,
25
perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi. Pasal 11 berbunyi (1) Sesaat sesudah dilangsungkan perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh pegawai pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku. (2) Akta perkawinan yang telah di tandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan
perkawinan
menurut
agama
Islam,
ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya. (3)
Dengan
penandatanganan
akta
perkawinan,
maka
perkawinan telah tercatat secara resmi. Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun perkawinan ada lima
dan masing-masing rukun memiliki syarat-syarat
tertentu. Untuk memudahkan pembahasan maka uraian rukun perkawinan akan disamakan dengan uraian syarat-syarat dari rukun tersebut. (Nuruddin dan Tarigan, 2006: 62) Berikut ini adalah rukun perkawinan menurut jumhur ulama: a. Calon suami, syarat-syaratnya: 1) Beragama Islam.
26
2) Laki-laki. 3) Jelas orangnya. 4) Dapat memberikan persetujuan. 5) Tidak terdapat halangan perkawinan. b. Calon istri, syarat-syaratnya: 1) Beragama, meskipun Yahudi atau Nasrani. 2) Perempuan. 3) Jelas orangnya. 4) Dapat dimintai persetujuannya. 5) Tidak terdapat halangan perkawinan c. Wali nikah, syarat-syaratnya: 1) Laki-laki. 2) Dewasa. 3) Mempunyai hak perwalian. 4) Tidak terdapat halangan perwaliannya. d. Saksi nikah 1) Minimal dua orang laki-laki. 2) Hadir dalam ijab qabul. 3) Dapat mengerti maksdu akad. 4) Islam. 5) Dewasa. e. Ijab Qabul, syarat-syaratnya: 1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali.
27
2) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai. 3) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut. 4) Antara ijab dan qabul bersambungan. 5) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya. 6) Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umrah. 7) Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi. 4. Akibat Hukum Dari Suatu Perkawinan Yang Sah Akibat dari suatu perkawinan yang sah antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Menjadi halal melakukan hubungan seksual dan bersenangsenang antara suami istri tersebut. b. Mahar (mas kawin) yang diberikan menjadi hak sang istri. c. Timbulnya hak-hak dan kewajiban antara suami istri, suami menjadi kepala rumah tangga dan isteri menjadi ibu rumah tangga. d. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu menjadi anak yang sah.
28
e. Timbul kewajiban suami untuk membiayai dan mendidik anakanak dan istri serta mengusahakan tempat tinggal bersama. f. Berhak saling waris-mewarisi antara suami isteri dan anakanak dengan orang tua. g. Timbulnya larangan perkawinan karena hubungan semenda. h. Bapak berhak menjadi wali nikah bagi anak perempuannya. i.
Bila diantara suami atau isteri meninggal salah satunya, maka yang lainnya berhak menjadi wali pengawas terhadap anakanak dan hartanya. (Ramulyo, 1996: 49).
5. Prinsip-Prinsip Pernikahan Perkawinan menurut ajaran islam ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a.
Pilihan jodoh yang tepat.
b. Pernikahan didahului dengan peminangan. c. Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan perempuan. d. Perkawinan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak yang bersangkutan. e. Ada persaksian dalam akad nikah. f. Perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu.
29
g. Ada kewajiban membayar maskawin atas suami. h. Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah. i. Tanggung jawab pimpinan keluarga pada suami. j. Ada kewajiban bergaul dengan baik dalam kehidupan rumah tangga. Sedangkan menurut M. Yahya Harahap asas-asas yang dipandang cukup prinsip dalam UU perkawinan adalah: a. Menampung segala kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat bangsa Indonesia dewasa ini. Undang-undang perkawinan menampung didalamnya segala
unsure-unsur
ketentuan hokum agama dan kepercayaan masing-masing. b. Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Yaitu terpenuinya aspirasi wanita yang menuntut emansipasi. c. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. d. Kesadaran akan hokum agama dan keyakinan masing-masing warga Negara bangsa Indonesia yaitu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hokum agama dan kepercayaan masingmasing.
30
e. Undang-undang perkawinan menganut asas monogami akan tetapi tetap terbuka peluang untuk poligami selama hukum agamanya mengizinkannya. f.
Perkawinan dan pembentukan keluarga dilakukan oleh pribadipribadi yang telah matang jiwanya.
g. Kedudukan suami istri dalam rumah tangga adalah seimbang baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat. Dalam perspektif lain, Musdah Mulia menjelaskan bahwa prinsip perkawinan ada empat yaitu: a. Prinsip kebebasan dalam memilih jodoh b. Prinsip mawaddah wa rahmah. c. Prinsip saling melengkapi dan melindungi. Prinsip tersebut tersebut berdasarkan firman Allah SWT. Yang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 187 yang menjelaskan bahwa istri-istri adalah pakaian sebagaimana layaknya dengan laki-laki juga sebagai pakaian untuk wanita. Dimaksudkan
bahwa
perkawinan
melengkapi. d. Prinsip Mu’asarah bi al-ma’ruf
31
adalah
untuk
saling
Prinsip tersbut memiliki pesan utama yaitu pengayoman dan penghargaan kepada wanita. 6. Tujuan dan Hikmah Pernikahan Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memenui tuntutan naluriah hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya. Selain itu tujuan pernikahan juga untuk memelihara keturunan dalam menjalani hidup di dunia, juga mencegah perzinaan agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan. Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar pada pemenuhan kebutuhan nafsu biologis saja tetapi memiliki tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologis dan agama. Dalam buku fiqh munakahat karya Azzam dan Hawwas disebutkan tujuan nikah diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut: 1. Memelihara keturunan dan regenerasi dari masa kemasa dalam rangka memperbanyak umat rasul. Dengan pernikahan manusia akan dapat memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah dari allah. 2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh. AlGhazali menjelaskan beberapa faedah nukah, diantaranya dapat menyegarkan jiwa, hati menjadi tenang, dan memperkuat ibadah. 3. Nikah sebagai perisai manusia dari perbuatan yang diharamkan oleh agama. Karena dengan menikah manusia diperbolehkan
32
melakukan hajat bilogisnya secara halal. Karena tujuan pernikahan yang begitu mulia inilah manusi dianjurkan menikah. 4. Melawan hawa nafsu. Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak-anak dan mendidik mereka. Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri dengan usaha yang optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama.
Selain itu dari definisi perkawinan menurut pasal 1 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1994 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari keterangan di atas jelas bahwa tujuan perkawinan dalam syariat islam sangat tinggi, yakni sebagai salah satu indikasi ketinggian derajat manusia untuk mencapai derajat yang sempurna. 7. Tata Cara Pernikahan Untuk melaksankan pernikahan harus dilaksanakan menurut tata cara yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun tata cara atau prosedur melaksanakan perkawinan menurut Nurudin dan tarigan dalam Hukum Perdata Islam di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Pemberitahuan Dalam pasal 3 PP No. 9 tahun 1975 ditetapkan, bahwa setiap orang yang akan melangsungkan pernikahan memberitahukan kehendaknya kepada pegawai pencatat nikah. Bagi orang
33
beragama Islam, pemberitahuan disampaikan kepada Kantor Urusan Agama, sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 1954 tentang pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. b. Penelitian Setelah adanya pemberitahuan akan adanya pernikahan, prosedur selanjutnya diadakan penelitian yang dilakukan oleh pegawai pencatat nikah. c. Pengumuman Setela diadakan penelitian dan dipenuhi tata cara serta syaratsyarat dan tiada suatu halangan pernikahan, maka pegawai pencatat nikah menyelenggarakan pengumuman adanya kehendak nikah. d. Pelaksanaan Sesuai ketentuan pemberitahuan tentang kehendak nikah calon mempelai untuk melangsungkan perkawinan, maka perkawinan itu dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman di atas dilakukan. 8. Larangan Pernikahan Dalam hokum perkawinan Islam dikenal sebuah asas yang disebut dengan asas selekstivitas. Maksud dari asas tersebut adalah seorang yang hendak menikah harus terlebih dahulu menyeleksi dengan siapa ia boleh menikah dan dengan siapa ia terlarang untuk menikah. (Nurudin dan Tarigan, 2004: 144)
34
Dalam perspektif hukum Islam juga mengenal adanya larangan perkawinan yang dalam fikih disebut mahram (orang yang haram dinikahi). Ulama fikih telah membagi mahram kepada dua macam yaitu mahram mu’aqqat (larangan untuk waktu tertentu) dan mahram mu’abad ( haram untuk selamanya). Wanita yang haram dinikahi selamanya terbagi dalam tiga kelompok yaitu, wanita-wanita seketurunan (al-muharramat min an-nasab), wanita sepersusuan (al-muharramat min ar-rada’ah), dan wanita yang haram dinikahi karena hubungan semenda (al-muharramat min al-musaharah). Dijelaskan dalam surah An-Nisa’ ayat 22-23:
35
Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anakanakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudarasaudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
9. Anjuran Pernikahan dan Larangan Zina Hidup berpasang-pasang merupakan pembawaan naluriah manusia dan makluk hidup lainya bahkan segala sesuatu diciptakan berpasangpasang. Dalam Al-Qur’an Surat Yasin: 36 dinyatakan, “Mahasuci tuhan yang telah mencipakan pasang-pasangan semuanya, baik apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan diri mereka, maupun dari apa yang mereka
36
tidak ketahui”. Dengan hidup berpasang-pasang keturunan manusia dapat berlangsung, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl: 72
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" Islam
menganjurkan
agar
orang-orang
menempuh
hidup
perkawinan dan tidak dibenarkan membujang atau berzina. QS An-Nur: 32 memerintahkan, ”Dan kawinlah orang-orang yang sendirian laki-laki yang tidak beristri dan perempuan yang tidak bersuami diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki maupun perempuan; bila mereka miskin Allah akan memberi kecukupan dengan karunia-Nya dan Dia Maha Mengetahui peri keadaan hamba-hamba-Nya.” Perintah mengawinkan perempuan tak bersuami dan laki-laki tak beristri tersebut tertuju kepada seluruh umat Islam. Dari ayatayat Al-Qur’an tersebut dapat kita peroleh bahwa Islam menganjurkan perkawinan. Islam memandang perkawinan memiliki nilai keagamaan sebagai ibadah kepada Allah dan mengikuti sunah Nabi. Dari segi lain, perkawinan dipandang mempunyai nilai kemanusiaan untuk memenuhi
37
naluri hidupnya dan dan menumbuhkan serta memupuk rasa kasih sayang dalam kehidupan bermasyarakat.(Basyir,2000:13) Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. Islam menutup rapat-rapat semua celah yang dapat mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan kebinasaan. Atas dasar ini Allah melarang perbuatan zina, maka Allah melarang semua perantara yang mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 32:
Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. Dari ayat tersebut dengan jelas Allah melarang perbuatan zina. Islam telah melarang kita untuk melakukan perbuatan zina. Jangankan melakukannya, mendekati saja kita sudah tidak boleh. Tentunya perintah untuk tidak mendekati dan melakukan perbuatan zina bukanlah tanpa sebab. Perbuatan zina merupakan sebuah perbuatan yang keji, yang dapat mendatangkan kemudharatan bukan hanya kepada pelakunya, namun juga kepada orang lain. Dalam Al-Qur’an Surat An-Nuur ayat 2 juga ditegaskan mengenai hukuman bagi orang yang berzina. Firman Allah:
38
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Dari dalil-dalil tersebut, penulis menyimpulkan tentang larangan zina dalam Islam. Zina adalah seburuk-buruk jalan dan sejelek-jelek perbuatan. Terkumpul padanya seluruh bentuk kejelekan yakni kurangnya agama, rusaknya muru’ah (kehormatan) dan tipisnya rasa cemburu.Yang ada hanyalah tipu daya, kedustaan, khianat, tidak memiliki rasa malu, tidak muraqabah, tidak menjauhi perkara haram, dan telah hilang kecemburuan dalam hatinya dari cabang-cabang dan perkara-perkara yang memperbaikinya.
39
B. Tinjauan Fiqh Tentang Menikahi Wanita Hamil Perkawinan telah di atur secara jelas oleh ketentuan – ketentuan hukum Islam yang digali dari sumber-sumbernya baik dari Al-Quran, As sunnah dan hasil ijtiad para ulama. Kehidupan dan peradapan manusia tidak akan berlanjut tanpa adanya kesinambungan perkawinan dari setiap generasi manusia. Perkawinan dalam Islam juga merupakan Sunnah Rasul.(Saleh,2008:297) Sebagaimana sabda Nabi Saw, dalam hadisnya menyatakan:
وعن أنس بن مالك رضي هللا عنه ( أن النبي ملسو هيلع هللا ىلص حمد ه وقال, وأثنى عليه, اَّلل فم ْن رغب ع ْن سنهتي, وأتز هوج النساء, وأصوم وأ ْفطر, لكني أنا أصلي وأنام: فليْس مني ) متهف ٌق عليْه Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku." Muttafaq Alaihi. (Riwayat Al Bukhari, 5/1949, hadits no: 4776, dan Muslim, 2/1020, hadits no: 1401) Seorang wanita tentu tidak akan hamil tanpa didahului dengan pernikahan dengan seorang laki-laki. Namun yang menjadi persoalan ketika seorang wanita hamil di luar pernikahan yang sah. Ini bisa dikatakan sebagai perzinaan yang di dalam nash telah jelas keharamannya. Para ulama berbeda pendapat tentang perkawinan yang terjadi terhadap wanita yang sedang hamil akibat zina. Tentu yang menjadi pertanyaan tentang persoalan ini menyangkut kebolehan atau keharaman terjadinya
40
perkawinan terhadap wanita yang hamil di luar nikah menurut syariat Islam. Istilah perkawinan wanita hamil adalah perkawinan seorang wanita yang sedang hamil dengan laki-laki sedangkan dia tidak dalam status nikah atau masa iddah karena perkawinan yang sah dengan laki-laki yang mengakibatkan kehamilannya.(Ali,2006:45) Dalam hal pelaksanaan perkawinan wanita hamil akibat zina, ulama berbeda pendapat terkait boleh atau tidaknya dilangsungkan perkawinan, namun kebanyakan fuqaha berpendapat bahwa perkawinan laki-laki dengan wanita zina dibolehkan sebab ia tidak tersangkut kepada orang lain, bukan istri dan bukan pula orang yang sedang menjalani iddah. (Basyir,1996:31) Perbedaan yang terjadi yaitu mengenai ketentuan – ketentuan hukum perkawinan wanita hamil. Pendapat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu: 1.
Imam Hanafi dan Imam Syafi’i Mereka mengatakan wanita hamil akibat zina boleh melangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang menghamilinya atau dengan laki-laki lain. Menurut Imam Hanafi: Wanita hamil karena zina itu tidak ada iddahnya, bahkan boleh mengawininya, tetapi tidak boleh melakukan hubungan seks hingga dia melahirkan kandungannya. (Mughniyah: 1994: 202) Menurut Imam Syafi’i: Hubungan seks karena zina itu tidak ada iddahnya, sebab sperma laki-laki yang menzinainya tidak perlu
41
dihormati. Dengan demikian Wanita yang hamil karena zina itu boleh dikawini, dan boleh melakukan hubungan seks sekalipun dalam keadaan hamil. Menurut mereka wanita zina itu tidak dikenakan ketentuanketentuan hukum perkawinan sebagaimana yang ditetapkan dalam nikah. Bagi mereka iddah hanya ditentukan untuk menghargai sperma yang ada dalam kandungan istri dalam perkawinan yang sah, namun sperma hasil hubungan seks di luar nikah tidak ditetapkan oleh hukum dengan alasan tidak ditetapkan keturunan anak zina kepada ayah. Menurut Imam Hanafi meskipun perkawinan wanita hamil dapat dilangsungkan dengan dengan laki-laki tetapi dia tidak boleh disetubuhi, sehingga bayi yang dalam kandungan itu lahir. Ini didasarkan kepada sabda Nabi saw:
، ع ْن أبي ْالودهاك،ب ٍ ع ْن قيْس بْن وه، ٌ أ ْخب ْرنا شر ْيك،حدثنا ع ْمرو بْن ع ْو ٍن ”لت ْوطأحامل حتهى: ورفعه أنهه قال في سباياأ ْوطاس،ع ْن أبي سع ْي ٍد ْالخدْري ٌ
ً ول غيْر ذات ح ْم ٍل حتهى تحيْض حيْضة،تضع
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang tawanan wanita Authas: "Tidak boleh bercampur dengan wanita yang hamil hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil hingga datang haidnya sekali." (Sunan Abu Dawud jus 2 halaman 248 hadist nomor 2157) Menurut Imam Syafi’i perkawinan wanita hamil itu dapat dilangsungkan dan dapat pula dilakukan persetubuhan dengannya.
42
Ini di dasarkan pada Hadist ‘Aisyah, ketika Rasululloh SAW ditanya tentang seorang lelaki yang berzina dengan seorang perempuan, kemudian lelaki itu berniat mengawininya, Nabi SAW. bersabda:
واخره نكاح ل با ْس به, اوله سفا ٌح:وعن ابن عباس قال Dari Ibnu Abbas: “permulaannya berzina, akhirnya menikah itu tidak apa-apa. (Baihaqi dalam As-Sunan al-Qubra 7:155) Memperhatikan pendapat Imam Syafi’i, maka seorang wanita hamil karena hasil melakukan hubungan seks di luar nikah jika dia melangsungkan kehamilannya
pernikahan tersebut
dengan
tidak
seorang
mempengaruhi
laki-laki,
maka
pernikahannya
(Sabiq,1980:150) Tetapi melihat pendapat Imam Hanafi, meskipun boleh wanita hamil melangsungkan pernikahan dengan seorang laki-laki, tetapi
dia
dilarang
melakukan
hubungan
seksual.
Berarti
kehamilannya mempengaruhi terhadap kelangsungan kehidupan rumah tangga. 2. Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal Mereka mengatakan tidak boleh melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki lain sampai dia melahirkan kandungannya. Imam Malik berpendapat sama halnya dengan yang dikawini dalam bentuk zina atau syubhat atau kawin pasid, dia harus mensucikan diri dalam waktu yang sama dengan iddah. Dengan alasan sabda Nabi Saw:
43
:وعن رويفع بن ثابت رضي هللا عنه عن النبي ملسو هيلع هللا ىلص قال ) ئ يؤْ من با هَّلل و ْالي ْوم ا ْْلخر أ ْن يسْقي ماءه ز ْرع غيْره ٍ ( ل يح ُّل ل ْمر وع ْن.سنه ا ْلب هزار وح ه, وص هححه ابْن حبهان,ي ُّ أ ْخرجه أبو داود والت ْرمذ ُّ ث هم ت ْعتد, تربهص أ ْربع سنين-عمر رضي هللا عنه( في ا ْمرأة ا ْلم ْفقود والشافعي,أ ْربعة أ ْشه ٍر وع ْش ًرا ) أخرجه مالك Dari Ruwaifi' Ibnu Tsabit Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan hasan menurut al-Bazzar. Dari Umar Radliyallaahu 'anhu tentang seorang istri yang ditinggal suaminya tanpa berita: Ia menunggu empat tahun dan menghitung iddahnya empat bulan sepuluh hari. Riwayat Malik dan Syafi'i. (Sunan Abu Dawud jus 2 halaman 248 hadist nomor 2158) Dari hadits di atas, Imam Malik dan Imam Ahmad berkesimpulan bahwa wanita hamil tidak boleh dikawini, karena dia perlu iddah. Mereka memberlakukan secara umum, termasuk wanita hamil dari perkawinan yang sah, juga wanita hamil dari akibat perbuatan zina. Bahkan menurut Imam Ahmad, wanita hamil karena zina harus bertaubat dan wajib menjalani iddah sebagaimana halnya pada orang yang ditalak baru dapat melangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang mengawininya. C. Ketentuan
Menikahi
Wanita
Perkawinan dan KHI
44
Hamil
dalam
Undang-Undang
Di Indonesia masalah kawin hamil di luar nikah memang tidak diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, namun diatur secara khusus dalam Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam. Pasal tersebut menjelaskan tentang kebolehan melangsungkan perkawinan bagi wanita hamil diluar nikah. Meskipun demikian ada aturan khusus yang harus dipenuhi dalam perkawinan tersebut. Diantaranya: (1) Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. (2)
Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut dalam ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3)
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang
wanita yang hamil di luar ikatan perkawinan yang sah dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya tanpa menunggu kelahiran anak dalam kandungannya. Dalam KHI perkawinan wanita hamil akibat zina tidak mengenal iddah, oleh karena itu tidak mengakibatkan adanya iddah. Namun perkawinan wanita hamil seperti pasal 53 ayat 1, hanya boleh dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surat An Nuur ayat 3:
45
Artinya: laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.( An Nuur ayat: 3) Ayat Al Qur’an di atas menunjukan bahwa kebolehan kawin dengan perempuan hamil bagi laki-laki yang menghamilinya adalah merupakan pengecualian. Karena laki-laki yang menghamili itulah yang tepat menjadi jodoh mereka. Selaian itu, pengidentifikasian dengan lakilaki musyrik menunjukan keharaman wanita yang hamil tadi adalah isyarat larangan bagi laki-laki baik untuk mengawini mereka. Jadi bagi selain laki-laki yang menghamili perempuan yang hamil tersebut diharamkan untuk menikahinya. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga kehormatan laki-laki yang beriman.(Rofiq, 1998: 164)
46
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kuwarasan 1. Kondisi Umum Kementrian Agama adalah instansi yang menyelenggarakan tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang agama. Kaitannya dengan tugas Kementerian Agama, dalam hal keluarga maupun dalam bermasyarakat
yang
bertujuan
mencipatakan
manusia
yang
berkepribadian luhur, berkualitas tinggi, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kementerian Agama memerintahkan kepada Kantor Urusan Agama (KUA) yang merupakan bagian dari struktur Kementerian Agama untuk menyelenggarakan
sebagian tugas umum
pemerintahan dan pembangunan di bidang agama. Kantor
Urusan
Agama merupakan bagian paling bawah dari
struktur Kementerian Agama yang masyarakat dalam satu wilayah
berhubungan langsung dengan kecamatan,
sebagaimana
yang
ditegaskan dalam Keputusan Menteri Agama No. 517/2001 bahwa Kantor Urusan Agama bertugas melaksanakan sebagian tugas kantor Kementerian Agama kabupaten di bidang wilayah
kecamatan.
urusan Agama Islam
di
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
47
Kuwarasan mempunyai
wilayah kerja di Kecamatan Kuwarasan yang
luas wilayahnya kurang lebih 4.877.887 Ha dengan batas-batas: a. Sebelah utara
: Kecamatan Gombong
b. Sebelah selatan
: Kecamatan Puring
c. Sebelah barat
: Kecamatan Buayan
d. Sebelah timur
: Kecamatan Adimulyo
Kecamatan Kuwarasan terdiri dari 22 desa yang masing - masing dipimpin oleh seorang kepala desa. Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kuwarasan telah menempati gedung tersendiri yang terletak di Jalan Den Endro Nomor 150 M Kuwarasan Kebumen 54366. Dari 22 desa tersebut jumlah penduduk sebesar 45.882 jiwa, 44.597 jiwa beragama Islam, 73 jiwa Katolik, 681 jiwa Protestan, 20 jiwa Hindu dan 511 jiwa beragama Budha. Dengan prosentase sebagai berikut: Tabel 3.1 Data Jumlah Penduduk Kecamatan Kuwarasan No
Agama
Jumlah
Prosentase
44.597
97,19 %
1
Islam
2
Katolik
73
0,16 %
3
Protestan
681
1,48 %
4
Hindu
20
0,04 %
5
Budha
511
1,1 %
48
2. Tugas dan fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kuwarasan Secara
garis
besar,
tugas
dan
fungsi
KUA
Kecamatan
Kuwarasan berpedoman pada KMA 45/1981 dan KMA Nomor 517 tahun 2001 yakni membantu dan melaksanakan sebagian tugas umum pemerintah
dengan
memberikan bimbingan dan pelayanan pada
masyarakat di bidang agama pada tingkat kecamatan. Di samping tugas tersebut, KUA dalam melaksanakan tugasnya menerapkan prinsip koordinasi, integritas dan sinkronisasi dengan Kandepag kota maupun antar unsur KUA kecamatan di samping juga dengan instansi terkait dalam wilayah kecamatan Kecamatan Kuwarasan. Adapun fungsi KUA kecamatan adalah sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan Statistik dan Dokumentasi (berdayakan Penyuluh dan Pengawas) 2.
Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga (PMA No. 1 Tahunh 1996 – Tata Persuratan)
3. Pencatatan NR, mengurus dan membina Masjid, Zakat, Wakaf, Ibadah Sosial, Pengembangan Keluarga Sakinah, Kependudukan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Dirjen Bimas Islam dan Perpu yang berlaku (KMA No. 517 Tahun 2001 Pasal 3). 3. Visi dan Misi KUA Kecamatan Kuwarasan a. Visi
49
Terwujudnya pelayanan di bidang urusan Agama Islam yang prima dan berkualiatas di KUA Kecamatan Kuwarasan. b. Misi 1. Meningkatkan kualitas pelayanan administrasi NR. 2. Meningkatkan pelayanan teknis administrasi kependudukan dan keluarga sakinah. 3. Meningkatkan pelayanan teknis administrasi kemasjidan. 4. Meningkatkan pelayanan dan administrasi zakat, wakaf, sodakoh, dan ibadah sosial. 5. Meningkatkan pelayanan teknis informasi haji. 4. Struktur organisasi KUA Kecamatan Kuwarasan Berikut ini adalah struktur organisasi KUA Kecamatan Kuwarasan: Gambar 3.1 Struktur Organisasi KUA Kecamatan Kuwarasan
50
Berikut ini adalah tugas dan wewenang masing-masing pegawai KUA: a. Nama
: Dalmin, S.Pd.I
NIP
: 19630330 198503 1 005
Pangkat
: PENATA (III/c)
Jabatan
: Kepala
Uraian Tugas: 1) Menyusun rencana kerja tahunan 2) Membagi tugas 3) Membimbing bawahan 4) Memeriksa hasil pekerjaan 5) Melayani dan membina N/R 6) Melaksanakan pelayanan perwakafan 7) Melaksanakan bimbingan keluarga sakinah 8) Mengkoordinasikan kegiatan 9) Mengevaluasi hasil kegiatan 10) Melaporkan hasil kegiatan 11) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan b. Nama
: Miftahudin S,HI
NIP
: 1978112429009 1 008
Pangkat
: Penata Muda Tk.1 (III/b)
Jabatan
: Penghulu
Uraian Tugas 1) Membuat rencana kerja tahunan kepenghuluan
51
2) Membuat rencana kerja operasional kepenghuluan 3) Mendaftar dan meneliti kehendak nikah/ rujuk 4) Mengolah dan memverivikasi data calon pengantin 5) Menyiapkan bukti pendaftaran nikah/rujuk 6) Membuat daftar dan mengumumkan pernikahan 7) Memandu pelalaksanaan nikah 8) Menerima taukil wali dan tauliyah 9) Mendata kasus pernikahan 10) Mengidentifikasi keluarga sakinah 11) Melaksanakan tugas lain dari atasan c. Nama
: Nur Khamadah
NIP
: 19640831 198503 2 003
Pangkat
: Penata Muda Tk.1 (III/b)
Jabatan
: Pegawai
Uraian Tugas 1) Membuat rencana anggaran belanja 2) Menerima dan mencatat biaya N/ R 3) Membukukan keluar dan masuknya keuangan 4) Menyetorkan biaya N/R via BRI 5) Menyiapkan bahan/ peralatan untuk mengkonsep SPJ dan laporan 6) Mengetik, menyusun serta menyajikan SPJ dan laporan ke KANKEMENAG 7) Mengoreksi hasil pekerjaan
52
8) Melaksanakan tugas lain yang diberi oleh atasan d. Nama
: Sriyatun, S.Ag
NIP
: 19710618200701 2 022
Pangkat
: Penata Muda Tk.1 (III/b)
Jabatan
: Pegawai
Uraian Tugas 1) Mengagendakan surat masuk dan surat keluar 2) Menyiapkan bahan, peralatan dan mengkonsep surat/ laporan 3) Mengetik, menyusun, menyajikan statistik surat/ laporan 4) Mengoreksi hasil pekerjaan 5) Mengantar surat dan laporan 6) Menulis cerai talak cerai gugat 7) Mengupayakan penyeragaman waktu sholat 8) Melaksanakan tugas lain dari atasan e. Nama
: Sukron Abdul Khaqi
NIP
:-
Pangkat
:-
Jabatan
: PTT
Uraian Tugas 1) Menyiapakan bahan dan peralatan kantor 2) Melayani permohonan duplikat NR dan T/C 3) Membantu tugas-tugas Administrasi Ketatausahaan 4) Penulisan Model NA
53
5) Penanggungjawab Pembendelan NB 6) Penanggungjawab Laporan Data Inventarisasi Kantor 7) Pengetikan Administrasi Persuratan 8) Melaporkan Pelaksanaan tugas kepada Kepala KUA 5. Progam Kerja Berikut adalah program kerja KUA kecamatan Kuwarasan tahun 2014: a. Tertib administrasi Kegiatan Pokok 1) Menata kembali semua pembukuan sesuai dengan aturan. 2) Menata kembali arsip yang ada agar mudah dalam mengontrol b. Jibzawaibsos Kegiatan Pokok 1) Mengadakan LKM (latihan kepemimpinan masjid). 2) Meningkatkan status tanah wakaf dan kesertifikatannya. 3) Membinaan fungsi zakat dari konsumtif menjadi produktif. c. Listas sektoral Kegiatan Pokok 1) Menghadiri undangan muspika & terkait. 2) Mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat secara berkala. d. Penerangan Agama Islam Kegiatan Pokok 1) Mengadakan phbi 2) Mengkoordinasi para Jupen 3) Menyelenggarakan MTQ
54
4) Pembinaan para guru TPQ e. Bimwin /BP4 Kegiatan Pokok 1) Penyuluhan UUP NO. 1/74. 2) Sosialisasi Hukum Islam. f. Pembangunan Kegiatan Pokok 1) Mengecat gedung KUA 2) Membuat taman 6. Tantangan, Kendala Dan Peluang KUA Kuwarasan a. Tantangan Tantangan KUA adalah merupakan seni dan hikmah dalam menapak romantika pelaksanaan tugas, seni disini mengandung arti bahwa dengan adanya tantangan merupakan bumbu yang menambah keindahan dan kenikmatan dalam pelaksanaan tugas. Sedangkan hikmah disini mengandung arti bahwa dengan adanya tantangan merupakan pengalaman yang paling berharga yang akan menambah wawasan dan kedewasaan para petugas, baik secara pribadi maupun secara kedinasan. Adapun tantangan KUA dalam melaksankan tugas antara lain: 1) Waktu malam Di wilayah KUA Kecamatan Kuwarasan hampir mencapai 95 % untuk peristiwa nikah bedolan. Dari prosentase
55
itu 40 % adalah minta dilayani untuk waktu malam, sehingga dari para petugas sering kewalahan. 2) Penerangan agama terbatas Hal ini merupakan tantangan KUA, baik yang berhubungan dengan dakwah masyarakat mengenai penanaman syar’at serta aqidah Islam maupaun yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab KUA dalam melayani masyarakat tentang perkawinan. b. Kendala Berat sama dipikul ringan sama dijinjing, sesuai dengan pepatah tersebut, seberat apapun para petugas melaksanakan tugas di Kantor Urusan Agama (KUA), karena dorongan hati yang ikhlas dan mantap untuk membuktikan tanggungjawab sebagai abdi masyarakat. Dari sinilah para petugas berpijak, bahwa sudah hal biasa setiap pekerjaan ada kendalanya. Demikian pula keberadaan para petugas dalam melaksanakan tugas juga tidak terlepas dari kendala-kendala yang timbul. Namun demikian justru dengan adanya kendala sebagai acuan untuk kesuksesan. Adapun kendala yang petugas hadapi dalam pelaksanaan tugas, yaitu antara lain: 1) Padatnya acara dalam nikah bedolan Sebagai petugas pencatat nikah dituntut untuk melayani masyarakat sebagus mungkin dan sesuai dengan harapan
56
masyarakat. Namun demikian kenyataannya terkadang petugas pencatat nikah membuat kecewa masyarakat yakni antara lain keterlambatan petugas dalam mendatangi nikah bedolan. 2) Sulitnya pemeriksaan catin Sesuai aturan bahwa setiap calon pengantin harus datang ke Kantor Urusan Agama (KUA) untuk diperiksa. Namun karena suatu alasan dan terkadang calon pengantin masih diperantauan menjadi kendala bagi petugas. Hal tersebut menjadi dampak negatif bagi petugas sehingga terkadang terjadi kekeliruan data. c. Peluang Untuk menuju keberhasilan dalam pelaksanaan tugas, maka petugas melihat celah-celah peluang di wilayah kerja, antara lain: 1) Masyarakat yang religius Kondisi masyarakat yang di wilayah Kantor Urusan Agama
(KUA)
Kecamatan
Kuwarasan
yang
mayoritas
penduduknya beragama Islam dan taat beribadah mempermuda petugas menyampaikan pesan-pesan pembangunan baik dalam bidang agama pada khususnya maupun dibidang pemerintahan secara umum.
2) Kepercayaan Toma/ Toga
57
Dengan adanya kepercayaan tokoh masyarakat dan tokoh agama karena satu arahnya visi maupun misi, hal tersebut yang membuat KUA dengan mereka saling membutuhkan. Dengan begitu mempermudah KUA untuk bekerja sama guna menyampaikan progam. B. Temuan Penelitian Berikut ini adalah data hasil penilitian lapangan yang peneliti lakukan dengan tema “Penolakan KUA dalam menikahkan janda hamil studi analisis di KUA kecamatan Kuwarasan. Untuk memudahkan pengolahan dan analisis data, penulis mengelompokan kedalam bebrapa bagian sesuai dengan fokus penelitian. Dalam mengumpulkan data, penulis melakukan wawancara dengan Kepala KUA Kuwarasan Bapak Dalmin ,S.Pd.I, Penghulu KUA Kuwarasan Bapak Miftahudin, S.HI dan pegawai KUA Kuwarasan. Berikut ini adalah hasil wawancara yang telah penulis lakukan: a. Kasus pernikahan janda hamil di KUA Kuwarasan Dari hasil wawancara , bahwa di KUA Kuwarasan ada kasus janda hamil mengajukan permohonan pernikahan. Yaitu pada tahun 2013 terdapat 3 permohonan kehendak nikah dan tahun 2014 terdapat 4 permohonan dari janda yang tengah hamil. Dari semua kasus tersebut KUA Kuwarasan belum pernah menikahkan janda yang sedang hamil. Dalam menolak kehendak nikah, KUA Kuwarasan berdasarkan pada pendapat bahwa masa kandungan
58
terlama adalah empat tahun kemudian diasumsikan bahwa iddah wanita hamil sampai melahirkan. Jadi janda yang sedang hamil harus menunggu sampai anak dalam kandungan lahir ketika akan menikah. b. Prosedur penolakan permohonan nikah janda hamil Prosedur yang dilakukan oleh KUA dalam menolak permohonan kehendak nikah adalah dengan menyampaikan secara langsung kepada pihak pemohon bahwa kehendaknya ditolak dalam arti ditunda sampai anak dalam kandungan lahir. c. Peran KUA
Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen dalam
sosialisasi ketentuan pernikahan wanita hamil Untuk menekan terjadinya kasus berikutnya, Temuan peneliti: hasil wawancara di atas menunjukkan kalau KUA melakukan
sosialisasi
melalui
pertemuan-pertemuan
dengan
muspika, para pegawai desa dan para mudin. KUA juga melakukan pertemuan rutin dikantor KUA dengan para P3N mudin, takmir untuk melakukan sosialisasi perihal tersebut. Selain itu KUA Kuwarasan juga melakukan sosialisasi prosedur permohonan pernikahan janda hamil dengan bekerja sama dengan P3N,muspika dan pejabat-pejabat desa. Serta sosialisasi langsung kepada calon perihal tata cara pengajuan kehendak nikah.
59
BAB IV ANALISIS DATA
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang diperoleh didapatkan dari observasi dan wawancara. Kepada informan tentang Penolakan KUA Menikahkan Janda Hamil. C. Analisis Penolakan KUA Menikahakan Janda Hamil Perkawinan telah di atur secara jelas oleh ketentuan – ketentuan hukum Islam yang digali dari sumber-sumbernya baik dari Al-Quran, As sunnah dan hasil ijtiad para ulama. Kehidupan dan peradapan manusia tidak akan berlanjut tanpa adanya kesinambungan perkawinan dari setiap generasi manusia. Perkawinan dalam Islam juga merupakan Sunnah Rasul. Meskipun demikian tetap saja ada masalah baru yang muncul dan belum diatur dalam undang-undang serta masih menjadi perdebatan dikalangan ulama. Salah satunya adalah penolakan menikahkan janda hamil yang penulis temukan kasusnya di KUA Kecamatan Kuwarasan dimana KUA Kuwarasan menolak menikahkan janda yang tengah hamil dan harus menunggu sampai anak dalam kandungan tersebut lahir jika hendak melaksanakan pernikahan. Dari hasil wawancara dengan PPN, diketahui bahwa alasan penolakan pelaksanaan pernikahan janda hamil, KUA Kuwarasan bersandar pada
pendapat ulama golongan syafiíyah yang berpendapat
masa kandungan terlama adalah empat tahun. Meskipun iddah
60
perceraiannya sudah selesai akan tetapi dari hasil test kehamilan diketahui tengah hamil, maka pernikahannya ditunda sampai melahirkan. Berikut dasar alasan yang digunakan :
والعلماء،أما أكثر أمد الحمل فلم يرد في تحديده شيء من كتاب ول سنة فذهب. وكلهم يقول بحسب ما ظهر له من أحوال النساء،مختلفون فيه وهو إحدى، أربع سنين: والشافعي إلى أن أقصى أمد الحمل،اإلمام أحمد : والرواية المشهورة الخرى عن مالك،الروايتين المشهورتين عن مالك وهو رواية، سنتان: وذهب اإلمام أبو حنيفة إلى أن أقصاه،خمس سنين وعن، وبه قالت عائشة رضي هللا عنها، وهو مذهب الثوري،عن أحمد سنة: وعن دمحم بن الحكم، وسبع، ست: وعن الزهري، ثالث سنين:الليث تسعة أشهر: وعن داود،ل أكثر Artinya: “Adapun lama waktu maksimal kehamilan maka tidak ada batasannya dalam Al-Quran dan Sunnah, ulama juga berselisih dalam hal ini, masing-masing berpendapat sesuai dengan apa yang nampak bagi mereka pada keadaaan wanita (di zaman mereka).Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berpendapat waktu terlama adalah empat tahun dan salah satu riwayat pendapat yang masyhur dari Imam Malik, sedangkan riwayat masyhur yang lain adalah lima tahun. Imam Abu Hanifah berpendapat dua tahun, ini riwayat dari Ahmad, madzhabnya Ats-Tasuri dan perkataan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Pendapat Laits tiga tahun, pendapat Az-Zuhri enam tahun dan tujuh tahun dan pendapat Muhammad bin Al-Hakim satu tahun tidak lebih dan pendapat Dawud yaitu sembilan bulan”.( Adhwa’ul Bayan 2/227, Darul Fikr, Libanon, 1415 H, syamilah)
61
Menurut penulis, ketika KUA menolak pelaksanaan pernikahan janda hamil, hal itu menunjukan kurang konsistennya KUA dalam menentukan hukum dan banyak kelemahan yang muncul diantaranya: 1. Alasan umur kandungan yang disandarkan pada pendapat ulama madhab Syafi’i yaitu masa kandungan terlama adalah empat tahun, tentu harus dipahami secara mendalam dan lebih teliti. Karena di era modern ini untuk mengetahui sejak kapan seorang hamil bisa dilakukan dengan teknologi kedokteran. Sehingga dengan mudah kita bisa mengetahui umur kandungan seseorang.
2. KUA secara tidak langsung memberikan kesimpulan nasab anak yang ada dalam kandungan adalah kepada suami terdahulu. Padahal kehamilan janda tersebut terjadi setelah satu atau dua tahun lebih setelah masa iddah. Tentunya hal tersebut bisa menimbulkan masalah baru.
3. Penerapan iddah dobel pada satu kasus perceraian tentu kurang tepat, dimana seorang wanita yang sudah menjalani iddah peceraian harus melanjutkan iddah hamil ketika diketahui wanita tersebut tengah hamil karena zina dan berstatus janda. Dibawah ini adalah permohonan pernikahan janda hamil yang terjadi di KUA kecamatan Kuwarasan.
62
Tabel 4.1 Data Permohonan Pernikahan Janda Hamil No
Jumlah kasus
Tahun
1
3 kasus permohonan
2013
2
4 kasus permohonan
2014
Tabel tersebut diatas menjelaskan jumlah dan keberadaan permohonan menikahkan janda hamil yang terjadi di KUA Kecamatan Kuwarasan D. Prosedur Penolakan Permohonan Nikah Janda Hamil dan Peran KUA Dalam Sosialisasi Ketentuan Pernikahan Wanita Hamil Dari data yang penulis himpun mengenai penolakan permohonan nikah janda hamil, prosedur penolakan oleh KUA disampaikan secara langsung kepada pihak pemohon kehendak nikah, dengan menjelasakan bahwa permohonannya ditolak sampai anak dalam kandungan lahir. Hal tersebut merujuk pada Al Qur’an surat At Thalaq ayat 4.
Artinya: dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu raguragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak
63
haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. Dari observasi dan wawancara yang penulis lakukan di lapangan, dalam melaksankan sosialisasi permohonan pernikahan janda hamil, KUA Kuwarasan melakukan sosialisasi melalui perkumpulan dengan Muspika dan P3N (Pegawai Pembantu Pencatat Nikah) yang dilakukan sebulan sekali setiap hari Rabu Pon di kantor KUA Kecamatan Kuwarasan. Selain itu KUA dalam melakukan sosialisasi juga melalui penyuluhun dan bimbingan catin pra nikah.
64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang mengacu pada rumusan masalah yang telah ditetapkan, serta berdasarkan analisis data yang diuraikan secara deskriptif pada bab IV. Maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Bahwa KUA Kecamatan Kuwarasan menolak menikahkan janda hamil karena zina. Pada tahun 2013 terdapat 3 kasus dan pada tahun 2014 terdapat 4 kasus permohonan kehendak nikah dari janda hamil yang ditolak kehendaknya. Menolak dalam artian menunda sampai anak dalam kandungan lahir. Hal tersebut berdasarkan pada
pendapat ulama golongan syafiíyah yang
berpendapat bahwa masa kandungan terlama adalah empat tahun. Kemudian diasumsikan bahwa iddah wanita hamil adalah sampai melahirkan Meskipun iddah perceraian dengan mantan suaminya sudah selesai akan tetapi dari hasil test kehamilan diketahui tengah hamil, maka pernikahannya ditunda. 2. KUA Kuwarasan dalam menolak permohonan pernikahan dari janda hamil dengan menyampaikan secara langsung kepada pemohohon bahwa permohonan kehendak nikahnya ditolak dan menunggu sampai anak dalam kandungan lahir.
65
3. Dalam melakukan sosialisasi ketentuan pengajuan pernikahan wanita hamil, KUA Kuwarasan berkerja sama dengan Muspika, Pegawai Desa, P3N melalui rapat bulanan yang diadakan KUA maupun ketika ada undangan rapat lainnya. B. Saran Sebagai PPN atau penghulu, harus lebih jeli dan teliti dalam memutuskan suatu permasalahan hukum. Jangan sampai keputusan hukum yang diambil bertentangan dengan aturan undang-undang yang ada, karena tujuan hukum itu sendiri adalah untuk kemaslahatan.
66
DAFTAR PUSTAKA
Adhwa’ul Bayan 2/227, Darul Fikr, Libanon, 1415 H, syamilah. Ali, Zainudin. 2009. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 'Asqalani, Ibnu Hajar al-. Bulughul Maram. Penerjemah A. Hassan, cet.XXIII. Bandung: CV Diponegoro,1999. Azzam, Abdul Aziz Muhammad & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Fiqh Munakahat. Terjemahan Oleh Abdul Majid Khon. 2009,Jakarta: AMZAH. Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubro 7/155. Basyir, Ahmad Azhar. 1999. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press
Bukhari, Imam. Sahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, t.t Daradjat, Zakiyah. 1984. Ilmu Fiqh II. Jakarta: Departemen Agama. Dawud, Abu,Sunan Abu Dawod, Beirut-Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah Daymon, Christine & Immy Holloway. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif. Dalam Public Relation dan Marketing Communications. Terjemahan Oleh Cahya Wiratama. Yogyakarta; Bentang. Departemen Agama RI. 1995. Al-Quran Dan Terjemahan. Bandung: CV Penerbit Diponegoro. Departemen Agama RI. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Jakarta: Depatemen Agama RI, 2004 Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kuwarasan. Laporan Kerja Tahun 2013. Kebumen: KUA Kuwarasan,2013 Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 517 Tahun 2001 Tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan. Kompilasi Hukum Islam,2007 cet-2 Bandung: Focus Media Moloeng, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.
Mughniyah, Muhammad Jawad. 1994. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta:Basrie Press. Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan UU No 1/1974 sampai KHI. Jakarta: Kencana. Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Putusan Menteri Agama (PMA) Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah. Qardhawi, Yusuf. Halal Haram dalam Islam. Terjemahan oleh. Wahid Ahmadi dkk. 2000. Solo. Era Intermedia. Ramulyo, Mohd Idris .1996. Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara. Rofiq, Ahmad. 1995. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sabiq, Sayyid. 1980. Fikih Sunnah 6. Bandung: PT Alma’arif. Saleh, Hassan H.E dkk. 2008. Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Yogyakarta: UII Press. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D cetakan ke18. Bandung: Alfabeta Undang-undang No. 32 tahun 1954 tentang pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Washil, Nashr Farid Muhammad & Abdul Aziz Muhammad Azzam. 2009. Qawa’id Fiqhiyah. Jakarta: AMZAH.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Zainul Arifin
TTL
: Kebumen, 17 Januari 1992
Alamat
: Kabupaten Kebumen, Kecamatan Petanahan, Desa Kewangunan Rt 03 Rw 01 Kode Pos 54382
Riwayat Pendidikan : 1. TK Dharma Wanita lulus tahun 2001 2. SD N Kewangunan 01 lulus tahun 2006 3. MTSN 1 Klirong Kebumen lulus tahun 2008 4. MA ALI MAKSUM Krapyak Yogyakarta lulus tahun 2010 Pengalaman Organisasi : 1. PMII Cabang Salatiga 2. DEMA STAIN Salatiga 3. HMJ Syari’ah STAIN Salatiga Motto
: Man Jadda Wa Jada
(Zainul Arifin)
DAFTAR NILAI SKK
Nama Nim Jurusan PA No 1 2
3
4
5
6
7 8
9
: Zainul Arifin : 21110018 : Syari’ah/ Ahwal Al Syakhshiyyah : Moh. Khusen, M.Ag., M.A. Nama kegiatan Pelaksanaan
Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) User Education (Pendidikan Pemakai) Oleh UPT Perpustakaan STAIN Salatiga Public Hearing “Optimalisasi Demokrasi Kampus Sebagai Upaya Integrity Oriented” Seminar Korupsi “Pilar-Pilar Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Perspekstif Agama, Budaya, dan Negara” Oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Syariah Malam Keakraban Mahasiswa Syariah “Semalam Sehati” Oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Syariah Seminar Regional “Negara Islam dalam Tinjauan Islam Indonesia dan NKRI” oleh IPNU Kab. Semarang dan PMII Kota Salatiga SK Pengurus Dewan Mahasiswa STAIN Salatiga 2012 SK Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Syariah tahun 20112012 Workshop Leadership “Menumbuhkan Jiwa Kepemimpinan Yang Ideal dan Demokratis” Oleh DEMA
Keterangan
25 s.d 27 Peserta Agustus 2010 20-25 Peserta September 2010 09 Maret Peserta 2011 27 Juni 2011
Nilai 3 3
2
Panitia 2
08-09 Panitia Oktober 2011
22 November Panitia 2011
03 Januari Peserta 2012 24 Januari Peserta 2012 06-08 2012
3
4
3 3
April Panitia 3
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19 20
21
Pelatihan Advokasi “Anggaran Percepatan Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat Kota Salatiga” Oleh DEMA dan HMJ Syariah Seminar Nasional “Mewaspadai Gerakan Islam Garis Keras di Perguruan Tinggi” Oleh DEMA SK Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) Jurusan Syariah Tahun 2012 OPAK STAIN Salatiga 2012 “Progesifitas Kaum Muda, Kunci Perubahan Indonesia” Oleh DEMA Orientasi Mahasiswa Syariah (ORMAS) “Membangun Pribadi Mahasiswa Melalui Analisa Sosial Ke-Syari’ah-an” Oleh HMJ Syariah. MAPABA PMII Joko Tingkir Salatiga 2012 “Membentuk Militansi Kader Menuju Mahasiswa yang Ideal” Semalam Sehati “Satu Malam Meningkatkan Integritas Mahasiswa Syariah” Oleh HMJ Syariah Dialog Publik dan Silaturahim Nasional “Kemanakah Arah Kebijakan BBM? Mendorong Subsidi BBM Untuk Rakyat” Oleh PMII dan ASWAJA TENGAH Seminar Nasional “Peran Lembaga Perbankan Syariah dengan Adanya Otoritas Jasa Keuangan (UU No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK)” Oleh HMJ Syariah SK Pengurus Dewan Mahasiswa STAIN Salatiga 2013 Seminar Nasional “Nikah Siri dalam Perspektif Agama dan Hukum” Oleh MUI Salatiga Seminar Nasional “Ahlussunnah
09-10 2012
Mei Panitia 3
23 Juni 2012
Panitia 6
08 September Peserta 2012 05-07 September 2012 08-09 September 2012
3
Panitia 3 Panitia 3
05-07 Panitia Oktober 2012
3
13-14 Panitia Oktober 2012
3
10 November Panitia 2012 3
29 November Peserta 2012 6
31 januari Peserta 2013 23 Maret Peserta 2013 26
Maret Panitia
3 3 2
22
23
24
25 26
27
28
29
30 31
Waljamaah dalam Perspektif Islam Indonesia” Oleh DEMA Seminar Nasional “Minimnya Pasokan Energi Dalam Negeri; Pembatasan Subsidi BBM dan Peran Masyarakat dalam Penghematan Energi” Oleh HMJ Tarbiyah dan Syariah Seminar Nasional “Norma Hukum Serta Kebijakan Pemerintah dalam Mengendalikan Harga BBM Bersubsidi” Oleh DEMA Seminar Nasional dan Dialog Publik “Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi” Oleh HMJ Syariah SK Panitia OPAK STAIN Salatiga 2013 Pelatihan Agen Anti Korupsi “Revitalisasi Kader Anti Korupsi Untuk Membangun Masyarakat Indonesia Yang Jujur dan Bersih” Oleh HMJ Syariah dan Gerakan Mahasiswa Anti Korupsi (GEMAK) Seminar Nasional “Guru Kreatif dalam Implementasi Kurikulum 2013” Oleh HMJ Tarbiyah Lomba Peradilan Semu Bidang Peradilan Agama Tingkat Nasional 2013 “Optimalisasi Peran Penegak Hukum Demi Terciptanya Hukum yang Komprehensif” Oleh BEMJ-S STAIN Purwokerto Praktikum Mediasi “Upaya Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan” Oleh Progam Studi Ahwal Al- Syakhsiyyah (AS) SK Pengurus DEMA 2014
2013 20 2013
April Peserta 6
27 Mei 2013
Panitia 6
27 Juni 2013
Peserta 6
01 Agustus Panitia 2013 16-17 Peserta November 2013
18 November Peserta 2013 26-27 November 2013
3
3
6
peserta
12 Desember Peserta 2013
17 Februari Peserta 2014 Pelatihan Advikasi “Membangun 23-24 Mei Peserta Mahasiswa Cerdas, Peduli dan Sadar 2014
4
3
3 3
Sebagai Agent Of Change” Oleh HMJ Syariah 32 SK Panitia OPAK STAIN Salatiga 2014 33 OPAK STAIN Salatiga 2014 “Aktualisasi Gerakan Mahasiswa yang Beretika, Displin dan Berfikir Terbuka” Oleh DEMA 34 Seminar Nasional “Peran Mahasiswa Dalam Mengawal Masa Depan Indonesia Pasca Pilpres 2014” Oleh DEMA 35 Seminar Nasional “Perbaikan Mutu Pendidikan Melalui Profesionalisme Pendidikan” Oleh HMJ Tarbiyah Jumlah
06 Agustus Panitia 2014 18-19 Panitia Agustus 2014
29 September Panitia 2014
13 November Peserta 2014
3
3
6
6 128
TRANSKIP WAWANCARA
Wawancara 1 Nama responden
: Dalmin, S.Pd.I
NIP
: 19630330 198503 1 005
Pangkat
: PENATA (III/c)
Jabatan
: Kepala
Kode
: Wwcr1
Hasil wawancara 1. Apakah di KUA Kuwarasan pernah ada permohonan kehendak nikah dari janda hamil pak? Wwcr1:”Kalau kehendak nikah janda yang hamil ada mas.,Cuma kalo untuk di KUA Kuwarasan sedikit mas”. 2. Ada berapa kasus permohonan nikah janda yang sedang hamil? Wwcr1: ”Untuk kehendak nikah dari janda ya mas, yang terbaru tahun 2013 ada 3 permohonan tahun 2014 ada 4 permohonan mas”. 3. Apakah di KUA Kecamatan kuwarasan ini pernah menikahkan janda hamil? Wwcr1: ”Kalo yang hamil gadis pernah mas. Tapi kalo janda yang sedang hamil yang mengajukan kehendak nikah belum pernah mas.kita tolak mas”. 4. Apa landasan hukum yang dipakai untuk menolak permohonan janda hamil mengajukan pernikahan?
Wwcr 1: ”Kalau untuk janda hamil kita tolak kehendaknya dengan dasar masa kandungan terlama menurut ulama syafi’i kan 4 tahun mas. Jadi walopun sudah menjanda lama dan masa iddah dengan suami lama sudah habis dan hamil dengan pacarnya, janda tersebut harus menunggu sampai anak dalam kandungan lahir mas”. 5. Bagaimana prosedur penolakan permohonan kehendak nikah di KUA? Wwcr1: ”Ya tentunya kita menolak dengan baik-baik mas. Begitu berkas masuk dari mudin kita cek dan biasanya mudin jg datang dengan pihak yang akan mengajukan kehendak nikah. Kita cek surat dokternya . Ketika terbukti hamil dan itu seorang janda kita menolaknya. Menolak disini maksudnya menunda pernikahan sampai anak dalam kandungan lahir mas”. 6. Apakah ada usaha dari pihak KUA untuk menekan terjadinya kasus berikutnya? Wwcr 1: ”Ada mas.kalau itu biasanya kita lakukan ketika ada bedolan nikah kita selalu menyampaikan kepada bapak dan ibu undangan. Dan juga ketika ada undangan2 dan pertemuan dengan tokoh masyarakat, mudin, untuk bekerjasama mencegah hal tersebut”. 7. Apakah ada juga sosialisasi ketentuan permohonan pernikahan hamil? Wwcr 1: ” Kalau itu kita lewat mudin-mudin yang ada didesa mas. kalau orang mau nikah datang ketempat mudin untuk meminta formulir nikah sekalian diberi arahan dan prosedur pengajuan kehendak nikah mas. Dan juga ketika ada pertemuan dengan pejabat pejabat desa kita selalu mensosialisasikan progam progam baru terkait pernikahan dan ketentuannya mas”.
TRANSKIP WAWANCARA
Wawancara 2 Nama
: Miftahudin S,HI
NIP
: 1978112429009 1 008
Pangkat
: Penata Muda Tk.1 (III/b)
Jabatan
: Penghulu
Kode
: Wwcr2
Hasil wawancara 1. Apakah di KUA Kuwarasan pernah ada permohonan kehendak nikah dari janda hamil pak? Wwcr 2: ”Pernah mas”.
2. Ada berapa kasus permohonan nikah janda yang sedang hamil? Wwcr2: ”Kalo yang paling baru atau data yang terbaru dari tahun 2013 sekitar 7 permohonan mas. Tahun 2013 ada 3 dan tahun 2014 ada 4 kasus mas”. 3. Apakah di KUA Kecamatan kuwarasan ini pernah menikahkan janda hamil? Wwcr2: ”Dari permohonan nikah dari janda yang sedang hamil belum ada yang pernah kita nikahkan mas.kita tolak permohonannya”. 4. Apa landasan hukum yang dipakai untuk menolak permohonan janda hamil mengajukan pernikahan? Wwcr2: ”Kalo dasar hukum yang dipakai itu masa kandungan terlama adalah 4 tahun kemudian diasumsikan bahwa iddah wanita hamil adalah sampai melahirkan. Karena
sedang hamil jadi harus menunggu sampai melahirkan. Walaupun ya mas janda tersebut hamil bukan dengan mantan suaminya”. 5. Bagaimana prosedur penolakan permohonan kehendak nikah di KUA? Wwcr2: ” Kalo untuk prosedur penolakannya dari KUA secara langsung. Ketika mudin dan pemohon datang ke KUA beserta berkasnya langsung kita cek. Dari berkas kan ada hasil test dokter, dan juga keterangan janda atau perawan. Kalo terbukti hamil dan itu janda kita tolak mas. Menolak dengan maksud menunda sampai anak dalam kandungan lahir. Jadi gag selamanya ditolak mas”. 6. Apakah ada usaha dari pihak KUA untuk menekan terjadinya kasus berikutnya? Wwcr2: ”Kalo untuk itu ya ada mas..kita ada agenda bersama muspika dan ada undangan dari desa kita sosialisasikan..Kita juga menyampaikan lewat mudinmudin”. Dari KUA juga sudah ada progam kerja terkait penyuluhan dan bimbingan nikah mas. 7. Apakah ada juga sosialisasi ketentuan permohonan pernikahan hamil? Wwcr2: ” Setiap sebulan sekali pada Rabu pon di KUA ada agenda rapat dengan pegawai pembantu pencatat nikah (P3N) satu kecamatan. Disitu kita sosialisasikan progamprogam KUA dan juga perihal pernikahan mas. Jadi ketika ada perubahan prosedur dan tatacara pengajuan kehendak nikah atau ada peraturan baru kita selalu sosialisasikan melaui P3N mas.
TRANSKIP WAWANCARA
Wawancara 3 Nama
: Nur Khamadah
NIP
: 19640831 198503 2 003
Pangkat
: Penata Muda Tk.1 (III/b)
Jabatan
: Pegawai
Kode
: Wwcr3
Hasil wawancara 1. Apakah di KUA Kuwarasan pernah ada permohonan kehendak nikah dari janda hamil pak? Wwcr 3: ”Pernah mas beberapa kali mas”. 2. Ada berapa kasus permohonan nikah janda yang sedang hamil? Wwcr3: “Dari data yang ada disini tahun 2013 ada 3 permohonan. tahun 2014 ada 4 mas. Ya itu yang paling baru mas”. 3. Apakah di KUA Kecamatan kuwarasan ini pernah menikahkan janda hamil? Wwcr3: ”Setahu saya dari berkas berkas tidak pernah mas. Biasanya kalo janda hamil ditolak kehendaknya”. 4. Apa landasan hukum yang dipakai untuk menolak permohonan janda hamil mengajukan pernikahan? Wwcr3: ”Dasar hukumnya ya kan janda tersebut sedang hamil jadi harus menunggu sampai melahirkan.setahu saya begitu mas”.
5. Bagaimana prosedur penolakan permohonan kehendak nikah di KUA? Wwcr3: ”Prosedurnya ya langsung disampaikan kepada pemohon kalo kehendaknya ditolak”. 6. Apakah ada usaha dari pihak KUA untuk menekan terjadinya kasus berikutnya? Wwcr3: ” Kalo usaha menekan kasus ya kita lewat sosialisasi kalo ada pertemuan2 dengan pamong desa dan Muspika mas”. 7. Apakah ada juga sosialisasi ketentuan permohonan pernikahan hamil? Wwcr3: ” Ada mas untuk sosialisasi dan ketentuan itu juga kita lakukan lewat pamong-pamong desa dan mudin. Terkadang juga kita sampaikan lewat pemohon perihal tata cara pengajuan kehendak nikah”.
PERNYATAAN PUBLIKASI SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
NAMA
: ZAINUL ARIFIN
NIM
: 21110018
FAKULTAS
: SYARI’AH
JURUSAN
: AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya sendiri dan tidak berkeberatan untuk dipublikasikan oleh pihak perpustakaan iain salatiga tanpa menuntut konsekuensi apapun. Demikian surat pernyataan ini saya buat dan jika dikemudian hari terbukti karya saya ini bukan karya sendiri, maka saya sanggup untuk menanggung semua konsekuensinya.
Salatiga, Hormat saya
Zainul Arifin