PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH I. PENJELASAN UMUM Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berkualitas dan efektif khususnya untuk menyediakan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat Sulawesi Selatan, maka pemerintah daerah membutuhkan dana yang memadai dan diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang selama ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dirasakan belum mampu menghasilkan pengelolaan pajak dan retribusi daerah yang memadai untuk menjawab kebutuhan pengelolaan pemerintahan daerah di era otonomi daerah, sehingga kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang yang baru ini memberikan harapan yang lebih baik bagi pemerintah daerah karena adanya diskresi dalam penetapan tarif, adanya penambahan obyek pajak dan juga adanya sumber pajak yang baru. Namun demikian tetap dilakukan pengkajian yang cermat dalam rangka pembentukan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum untuk penerapannya secara efektif di Daerah. Dengan kebijakan baru di bidang perpajakan, diharapkan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak daerah akan meningkat dibandingkan dengan penerimaan pada tahun-tahun sebelumnya sehingga ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber-sumber penerimaan dari pemerintah pusat dapat dikurangi demi menciptakan pemerintahan daerah yang lebih mandiri, khususnya dalam pengelolaan keuangan daerah. Pemungutan Pajak Daerah merupakan salah satu bagian yang terpenting bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya. Pajak tidak semata-mata berfungsi budgetair yaitu untuk mengisi kas pemerintah daerah, namun lebih dari itu, pajak juga berfungsi regulered yaitu untuk membentuk perilaku atau tujuan tertentu, dan befungsi controller yaitu sebagai sarana pengendalian bagi masyarakat tertentu untuk melindungi kepentingan umum. Yang terkhir, pajak berfungsi distribution, yaitu sebagai sarana pemerataan kesejahteraan rakyat dengan menarik iuran tertentu kepada masyarakat yang lebih mampu untuk membiayai pelayanan umum dan pembangunan sumber daya manusia di Daerah. Bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, pajak daerah merupakan sumber pembiayaan yang utama dalam pembangunan dengan kotribusi rata-rata sebesar 85% per tahun terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena pentingnya peranan pajak dalam kehidupan bernegara, maka undang-undang menetapkan pajak daerah sebagai pungutan yang bersifat memaksa walaupun tidak memberi teken prestasi langsung kepada wajib pajaknya.
PDF Editor
-2Pemungutan pajak daerah membawa konsekuensi bagi Pemerintah Daerah untuk secara terus menerus mendorong pengembangan sistem pengelolaan keuangan daerah yang transparan, partisipatif dan akuntabel. Pemerintah Daerah juga berkewajiban untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pembayar pajak dengan menciptakan sebanyak-banyaknya dan sevariatif mungkin akses pelayanan pajak, serta dengan mekanisme dan prosedur yang sesederhana mungkin. Dari sisi pemungut pajak, Pemerintah harus melakukan pembinaan dengan menegakkan sanksi dan memberikan insentif kepada petugas pajak sesuai kinerjanya. Performa, kejujuran, dedikasi dan profesionalitas fiskus ikut berperan penting dalam meningkatkan motivasi masyarakat untuk membayar pajak tepat waktu. Peraturan Daerah tentang Pajak yang diatur dalam Peraturan Daerah ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, bahwa kewenangan pemungutan pajak untuk Pemerintah Provinsi ada 5 (lima) jenis, yaitu masing-masing Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Pajak Rokok merupakan jenis sumber pajak daerah yang baru, sedangkan 4 (empat) yang lainnya merupakan jenis pajak yang telah dikelola oleh Pemerintah Provinsi sejak lama. Berdasarkan undang-undang ini, provinsi juga kehilangan satu sumber pajak, yaitu Pajak Air Bawah Tanah yang telah dialihkan menjadi kewenangan kabupaten/kota. Beberapa perubahan yang mendasar yang diatur dalam Peraturan Daerah ini sebagai tindak lanjut dan penerapan efektif Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut diantaranya adalah: 1. perluasan obyek pajak daerah, yaitu obyek PKB dan BBNKB meliputi kendaraan milik pemerintah, dan TNI/POLRI yang bukan digunakan untuk kegiatan pertahanan keamanan. 2. Penyederhanaan peraturan pajak dengan: Menggabungkan seluruh jenis pajak daerah dalam satu peraturan daerah kecuali pajak rokok karena berlaku efektif pada tanggal 1 januari 2014; 3. Melakukan restrukturisasi dan rasionalisasi tarif, yaitu: a. memberlakukan tarif PKB progresif untuk kendaraan bermotor pribadi khusus roda empat ke atas, tetapi tidak berlaku untuk kendaraan roda dua dan tiga kecuali yang memiliki kapasitas 500 CC keatas; b. menetapkan tarif kendaraan bermotor umum dan milik pemerintah lebih rendah dari pada kendaraan bermotor pribadi; c. menetapkan tarif BBNKB yang lebih rendah terhadap kendaraan alat berat yang tidak dioperasikan di jalan umum. 4. Mengatur tentang insentif pemungutan pajak daerah. 5. Mengatur alokasi penggunaan sebagian dari penerimaan pajak untuk tujuan tertentu (earmarking), yaitu 10% (sepuluh persen) penerimaan PKB untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi.
PDF Editor
-3Sekalipun Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberi diskresi tarif dan memberi peluang kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan tarif pajak daerah sampai ke batas maksimal yang diperbolehkan, namun Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tidak memanfaatkan peluang tersebut secara serta merta. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kewenangan pemungutan pajak yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi pada umumnya bersifat dinamis dan mobile, kecuali Pajak Air Permukaan. Tarif pada suatu daerah akan sangat berpengaruh terhadap mobilitas obyek pajak dalam jangka panjang. Tarif yang tinggi dapat menyebabkan arus keluar obyek pajak daerah dan juga berpotensi menimbulkan gejolak antar-daerah. Oleh karena itu, dalam Peraturan Daerah ini, hanya Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan BBNKB yang mengalami, kenaikan dari 5% (lima persen) bedasarkan ketentuan tarif, menjadi 7,5% (tujuh koma lima persen) sebelum Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan aturan yang baru ini. Selain dari peningkatan tarif pajak tertentu, Pemerintah Daerah juga berharap peningkatan pendapatan dari perluasan obyek pajak dan pemberlakuan pajak progresif yang dimaksudkan untuk meningkatkan akurasi data kepemilikan kendaraan bermotor serta pengendalian pertumbuhan kendaraan bermotor.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor untuk keperluan pertahanan dan keamanan Negara antara lain : Tank, Panser, water canon, Truck pengangkut pasukan, pick up pengangkut pasukan dll. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.
PDF Editor
-4-
Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Nilai jual kendaraan bermotor adalah nilai jual kendaraan bermotor yang diperoleh berdasarkan harga pasaran umum sebagaimana yang tercantum dalam Tabel Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang berlaku. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Harga pasaran umum diperoleh dari sumber data yang akurat, antara lain, Agen Tunggal Pemegang Merek dan Asosiasi Penjual Kendaraan Bermotor. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Angka 1 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pajak pogresif untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan menjadi kendaraan roda kurang dari 4 (empat) dan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih. Contoh: Orang pribadi atau badan yang memiliki satu kendaraan bermotor roda 2 (dua), satu kendaraan roda 3 (tiga), dan satu kendaraan bermotor roda 4 (empat) masing-masing diperlakukan sebagai kepemilikan pertama sehingga tidak dikenakan pajak progresif. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Kendaraan Pemerintah yaitu semua kendaraan pemerintah, baik yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
PDF Editor
-5Kabupaten/Kota, maupun yang dimiliki oleh lembaga Negara/Daerah. Kendaraan Pemerintah TNI/ Polri adalah kendaraan yang dipergunakan bukan untuk perang atau pengamanan masyarakat, termasuk kendaraan pemadam kebakaran. Angka 4 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kepemilikan kendaraan bermotor berdasarkan nama dan alamat yang sama ditambahkan persyaratan Kartu Keluarga. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “keadaan kahar (Force Majeure)” yaitu suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak atau kekuasaan wajib pajak, misalnya Kendaraan Bermotor rusak dan tidak dapat digunakan lagi karena bencana alam. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.
PDF Editor
-6Huruf d Wajib pajak PKB diwajibkan melaporkan apabila terjadi perubahan spesifikasi mesin maupun rangka kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasainya untuk diperhitungkan kembali besar pajaknya pada masa pajak yang bersangkutan. Huruf e Kendaraan bermotor yang secara akumulatif berada di Daerah selama 90 (sembilan puluh) hari atau lebih diwajibkan membayar PKB di Daerah. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Penguasaan kendaraan bermotor yang melebihi 12 (dua belas) bulan dianggap sebagai penyerahan, kecuali penyerahan itu akibat perjanjian tertentu seperti sewa beli, sewa, kontrak, leasing, pemanfaatan kendaraan Dinas dan lain-lain. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam hal Wajib Pajak badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Penyerahan pertama yaitu penyerahan kendaraan bermotor dari penjual/importir/dealer kepada pemilik pertama.
PDF Editor
-7-
Huruf b Penyerahan kedua dan selanjutnya yaitu penyerahan kendaraan bermotor dari pemilik pertama kepada pemilik kedua, dan seterusnya. Termasuk penyerahan di dalam ayat ini adalah penyerahan karena hibah atau hadiah. Huruf c Ketentuan tidak berlaku terhadap kendaraan bermotor yang umur penggunaannya belum mencapai 5 (lima) tahun pada saat didaftarkan di Daerah, dihitung sejak Tahun Pembuatan. Ayat (2) Termasuk pengertian Kendaraan alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak berjalan di jalan umum yaitu kendaraan bermotor yang digunakan di semua jenis jalan darat di kawasan Bandara, pelabuhan laut, perkebunan, kehutanan, pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, sarana olah raga, rekreasi yang tidak serta merta berjalan di jalan umum. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pajak BBN-KB hanya dibayar sekali dalam setiap kali masa kepemilikan. Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Laporan secara tertulis tersebut, antara lain berisi : − Nama dan alamat orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan; − Tanggal, bulan, dan tahun penyerahan; − Nomor Polisi kendaraan Bermotor; − Lampiran foto copy Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK). Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas.
PDF Editor
-8-
Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pemungutan PBBKB oleh produsen dan/atau importir, atau nama lain sejenis, atas bahan bakar yang disalurkan atau dijual kepada: a. Lembaga penyalur antara lain, stasiun pengisian Bahan bakar untuk umum (SPBU), stasiun pengisian bahan bakar untuk TNI/POLRI, agen Premium dan Minyak Solar (APMS), Premium Solar Packed Dealer (PSPD), Stasiun pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB), stasiun pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang menjual BBM kepada konsumen akhir (konsumen langsung); b. konsumen langsung, yaitu pengguna bahan bakar kendaraan bermotor. Dalam hal bahan bakar tersebut digunakan sendiri maka produsen dan/atau importir atau nama lain sejenis wajib menanggung Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang digunakan sendiri untuk kendaraan bermotornya. Produsen dan/atau importir atau nama lain sejenis tidak mengenakan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor atas penjualan bahan bakar minyak untuk usaha industri . Dalam hal pembelian bahan bakar kendaraan bermotor dilakukan antar penyedia bahan bakar kendaraan bermotor, baik untuk dijual kembali kepada lembaga penyalur dan/atau konsumen langsung, maka yang wajib mengenakan pajak bahan kendaraan bermotor yaitu penyedia yang menyalurkan bahan bakar kendaraan bermotor kepada lembaga penyalur dan/atau konsumen langsung. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas.
PDF Editor
-9-
Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Laporan rincian hasil penjualan adalah laporan berdasarkan data penjualan per transaksi sesuai jenis bahan bakar dan sektor penggunaannya. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ” tidak dapat diborongkan “ yaitu bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan pajak, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena profesionalitasnya layak diperecaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan pajak jenis tertentu secara efisien. Kegiatan pemungutan pajak yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak.
PDF Editor
- 10 Ayat (2) Ketentuan ini mengatur tata cara pengenaan pajak yaitu ditetapkan oleh Gubernur atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Cara pertama, pajak dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Gubernur melalui SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan. Cara Kedua, pajak dibayar sendiri yaitu pengenaan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Ketentuan ini mengatur penerbitan surat ketetapan pajak atas pajak yang dibayar sendiri. Penerbitan surat ketetapan pajak ditujukan kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidak benaran dalam pengisian SPTPD atau karena ditemukannya data fiskal tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Ayat (1) Ketentuan ini memberi kewenangan kepada Gubernur untuk dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT atau SKPDN hanya terhadap kasuskasus tertentu, dengan perkataan lain hanya terhadap wajib pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban Formal dan/atau kewajiban material. Contoh : 1. Seorang wajib pajak tidak menyampaikan SPTPD pada tahun pajak 2009. setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu juga belum menyampaikan SPTPD, maka dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun Gubernur dapat menerbitkan SKPDKB atas pajak yang terutang. 2. Seorang wajib pajak menyampaikan SPTPD pada tahun pajak 2009. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, ternyata dari hasil pemeriksaan SPTPD yang disampaikan tidak benar. Atas pajak yang terutang yang kurang bayar tersebut, Gubernur dapat menerbitkan SKPDKB ditambah dengan sanksi administratif. 3. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam contoh yang telah diterbitkan SKPDKB, apabila dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sesudah pajak yang terutang ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, Gubernur dapat menerbitkan SKPDKBT.
PDF Editor
- 11 4. Wajib pajak berdasarkan hasil pemeriksaan Gubernur ternyata jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak, Gubernur dapat menerbitkan SKPDN. Huruf a Angka 1) Cukup jelas. Angka 2) Cukup jelas. Angka 3) Yang dimaksud dengan ”penetapan pajak secara jabatan” yaitu penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ini mengatur sanksi terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu : mengenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan atas pajak yang tidak atau terlambat dibayar. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB. Ayat (3) Dalam hal wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu dengan ditemukannya data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga pajak yang terutang bertambah, maka terhadap wajib pajak dikenakan sansi administratif berupa kenaikan 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak. Sanksi administratif ini tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkannya sebelum diadakan tindakan pemeriksaan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Dalam hal wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3), yaitu wajib pajak tidak mengisi SPTPD yang seharusnya dilakukannya, dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang.
PDF Editor
- 12 Dalam kasus ini, Gubernur menetapkan Pajak yang terutang secara jabatan melalui penerbitan SKPDKB. Selain sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang juga dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Sanksi administratif berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKKB. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan “kondisi tertentu obyek Pajak” antara lain, lahan pertanian yang sangat terbatas, bangunan ditempati sendiri yang dikuasai atau dimiliki oleh golongan Wajib Pajak tertentu. Ayat (3) Cukup jelas.
PDF Editor
- 13 -
Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “instansi/SKPD yang melaksanakan pemungutan” yaitu dinas/badan/lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan pajak. Ayat (2) Pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang membidangi masalah keuangan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Ayat (1) Yang dimaksud dengan keringanan yaitu pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur, atau menunda pembayaran pajak sampai dengan batas waktu tertentu. Pengurangan yaitu pemberian pengurangan/penurunan jumlah pajak yang seharusnya dibayar oleh wajib pajak. Pembekuan yaitu pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk tidak melakukan pembayaran pajak dalam suatu waktu tertentu karena kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasainya rusak atau karena sebab lain sehingga tidak dipergunakan dalam lalu lintas bebas. Pembebasan yaitu penghapusan pajak yang terutang. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”peruntukannya” dalam ayat ini yaitu tujuan penggunaan kendaraan yang bersangkutan, misalnya kendaraan milik lembaga sosial, keagamaan, dan lain-lain.
PDF Editor
- 14 Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (1) Pengenaan Pidana Kurungan dan pidana denda kepada pejabat tenaga ahli yang ditunjuk oleh Gubernur dimaksudkan untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan daerah tidak akan diberitahukan kepada pihak lain, juga agar wajib pajak dalam memberikan data dan keterangan kepada pejabat mengenai perpajakan daerah tidak ragu-ragu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kevakuman hukum menyangkut petunjuk teknis dan tata cara pemungutan pajak daerah sampai dengan ditetapkannya Peraturan Gubernur yang mengatur tentang hal-hal yang diperintahkan pengaturannya lebih lanjut oleh Gubernur dalam Peraturan Daerah ini Pasal 81 Cukup jelas.
Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 256
PDF Editor