PENINGKATAN DAYA SAING USAHA KECIL DAN MENENGAH MELALUI PEMANFATAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Dr. Triyanto, SH. MHum.*) Itok Dwi Kurniawan, SH. MH FKIP Universtas SebelasMaret, *)
[email protected]
ABSTRACT Utilization of Intellectual Property Right (IPR) for Small and Medium Enterprises (SMEs) plays an important role in business development. IPR is not only a characteristic of a business but also can improve the competitiveness of SMEs. IPR is also a valuable asset in business. Entrepreneurs can compete well if they have registered IPRs. Keywords: Competitiveness, SMEs, IPR SARIPATI Pemanfaatan HKI bagi UKM memegang peranan penting dalam pengembangan usaha. HKI bukan sekedar ciri khas suatu usaha tetapi juga dapat meningkatkan daya saing UKM. HKI juga merupakan suatu aset berharga dalam usaha. Pelaku usaha dapat bersaing dengan baik apabila memiliki HKI yang sudah didaftarkan. Kata kunci : Daya Saing, UKM, HKI
PENDAHULUAN Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memegang peranan penting dalam dunia bisnis. Akan tetapi masih banyak kalangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang belum sadar akan pentingnya HKI. Banyak UKM meremehkan arti penting HKI yang berakibat merugikan bisnis mereka. Banyak sengketa perebutan HKI karena kesadaran UKM terhadap perlindungan HKI masih rendah. Salah satu sengketa HKI yang sering muncul adalah sengketa merek antar pengusaha. Sengketa merek terjadi karena ada pihak yang ingin mencari keuntungan dengan mendompleng merek orang lain yang sudah terkenal tanpa ijin. Pelanggaran merek dapat berupa pemalsuan merek maupun membuat merek yang mirip dengan merek yang sudah terkenal. Sengketa juga dapat terjadi disebabkan adanya pihak tertentu yang mengambil kesempatan untuk mencari kompensasi/uang ganti rugi dikemudian hari, dengan cara mendaftarkan merek-merek yang sudah dikenal umum masyarakat. Dengan mengetahui adanya merek yang sudah dikenal umum dan menghasilkan keuntungan, tetapi pemiliknya belum mendaftarkan mereknya di Ditjen HKI, pihak beritikad tidak baik segera mendahului mendaftarkan merek tersebut. Setelah merek tersebut terkenal dan meraih keuntungan maka pendaftar tadi menuntut ganti rugi dengan alasan dialah pemilik merek berdasar sertifikat. Padahal pendaftar hanya mengambil keuntungan semata dengan itikad tidak baik. Pendaftar 1
menyalahgunakan hak perlindungan merek yang diberikan Undang-Undang untuk melakukan manuver tertentu sehingga pemilik asli/ pengguna pertama merek itu terpaksa membayar kompensasi/ganti rugi kepada si pendaftar beritikad tidak baik itu. Contoh kasus perkara sengketa merek yakni PT. Puri Intirasa pemilik restoran ”Waroeng Podjok” yang telah lama beroperasi sejak 1998 di mal Pondok Indah, Pacific Place, Plaza Semanggi dan beberapa mal lainnya. Menurut Pengacara PT. Puri Intirasa, sengketa merek kliennya dengan pihak Rusmin Soepadhi diawali dengan adanya somasi kepada kliennya serta peringatan terbuka di harian umum oleh pihak Rusmin sebagai pendaftar merek ”warung pojok”. Atas dasar itu serta hasil penelitian bahwa pihak Rusmin baru melakukan pendaftaran tahun 2002 setelah ”Waroeng Podjok” dikenal umum dan terindikasi adanya pendaftaran tanpa itikad baik. Dari kasus di atas jelas terlihat keteledoran PT Puri Intirasa karena tidak segara mendaftaran merek “Waroeng Podjok” sehingga justru didaftarkan pihak lain yang beritikad tidak baik. Pelajaran dari kasus ini adalah jangan meremehkan HKI karena dapat menimbulkan kerugian di kemudian hari. Tulisan ini membahas tentang pentingnya HKI bagi UKM untuk meningkatkan daya saing mereka dalam industri modern. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan daya saing UKM melalui pemanfaatan HKI? Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk mendorong agar UKM dapat memanfaatkan HKI. Pemanfaatan HKI oleh UKM diharapkan dapat meningkatkan daya saing UKM agar nilai jual produknya naik dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan UKM dan masyarakat pada umumnya.
KAJIAN PUSTAKA Peranan HKI dalam pembangunan ekonomi tidak dapat diragukan lagi, karena berdasarkan data, negara-negara yang memiliki modal aset nonfisik (modal intelektual) atau modal yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi menyumbangkan kekayaan yang jauh melebihi kekayaan yang berbasis fisik atau sumber daya alam (SDA). Sebagai contoh negaranegara besar seperti Amerika Serikat pada tahun 1980 memiliki aset pendapatan dari modal intelektual yang berbasis pengetahuan sebesar 36,5 % dari GNP (Gross National Product), begitu juga dengan Jepang, Korea, dan Singapura. Mereka lebih maju dari Indonesia yang kaya akan SDA (Junus, 2003: 3). Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HKI untuk pembangunan ekonomi, yaitu (Junus, 2003: 17; Priharniwati, 2004: 32): 1. Menciptakan iklim yang kondusif bagi investor. 2. Peningkatan dan perlindungan HKI akan mempercepat pertumbuhan industri, menciptakan lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas hidup manusia yang memberikan kebutuhan masyarakat secara luas. 3. Memberikan perlindungan hukum dan sekaligus sebagai pendorong kreativitas bagi masyarakat. 4. Mengangkat harkat dan martabat manusia dan masyarakat Indonesia. 5. Meningkatkan produktivitas, mutu, dan daya saing produk ekonomi Indonesia. 2
6. Meningkatkan posisi perdagangan dan investasi. 7. Mengembangkan teknologi. 8. Mendorong perusahaan untuk bersaing secara internasional. 9. Membantu komersialisasi dari suatu invensi (temuan). 10. Menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor. Pemanfaatan HKI bagi UKM memegang peranan penting dalam pengembangan usaha. Hal ini sejalan dengan pendapat Kepala Divisi HKI ITB I Nyoman Pugeg Aryatha yang mengatakan bahwa sebenarnya banyak keuntungan apabila pelaku UKM mendaftarkan HKI produknya, seperti adanya perlindungan sehingga tidak dapat dimanfaatkan pihak lain tanpa izin pemilik hak. Selain itu, lanjutnya, paten produk akan berefek peningkatan harga jual produk. Pendaftaran HKI juga berperan untuk melindungi dari tindakan pembajakan yang dapat menghambat perkembangan UKM (BisnisJabar.com, 12 April 2011). Sebagaimana dirilis oleh http://bisnisukm.com, pemanfaatan HKI bagi UKM sangat penting dalam pengembangan usahanya. Dengan adanya rezim HKI, terdapat lebih dari 60 juta teknologi yang bisa diakses free. Jadi, pengusaha dapat mempelajari, memanfaatkan, lalu mengembangkan. Secara global, potensi HKI yang ada dalam kegiatan usaha UKM diantaranya Hak Cipta, Merek Dagang/Jasa, Desain Industri bahkan paten ataupun paten sederhana. Sebagai contoh untuk UKM yang bergerak dalam bidang industri sepatu, potensi HKI yang ada diantaranya Hak Cipta Gambar untuk gambar-gambar dari desain sepatusepatu, perlindungan Desain industri untuk desain sepatu tersebut, perlindungan merek dagang untuk merek yang digunakan pada produk sepatu tersebut. Sudah sejak dahulu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mengambil peranan aktif dalam perekonomian di Indonesia. Pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia sekitar tahun 1997, UKM tetap bertahan bahkan peranannya semakin meningkat dan terlihat sangat jelas dalam perekonomian Indonesia. Pada saat itu bentuk usaha inilah yang paling cepat pulih dari krisis ekonomi dibandingkan dengan usaha-usaha skala besar yang banyak terpuruk pada saat itu. Dari data-data menunjukan bahwa sektor UKM memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian dan dalam mengatasi masalah pengangguran dan tenaga kerja di Indonesia. Selain itu, UKM juga memberikan kontribusi yang besar pada Produk Domestik Bruto (PDB), dimana lebih dari separuh ekonomi kita didukung oleh produksi dari UKM sebanyak 59,3%. Dari sekian banyak UKM yang berkembang di Indonesia dan tidak hanya terbatas pada bidang-bidang usaha yang telah disebutkan sebelumnya tersebut, keberadaan UKM tidak terlepas dari keterkaitannya dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Dimulai dari produk yang dihasilkan dari kegiatan usaha UKM, teknologi yang digunakan, desain dari setiap produk yang dihasilkan, maupun penggunaan merek dagang ataupun merek jasa untuk kepentingan pemasaran Pemerintah mencoba meningkatkan kesadaran usaha kecil menengah (UKM) terhadap pentingnya masalah hak kekayaan intelektual (HKI). Apalagi, UKM yang bergerak dalam industri kreatif. Ini dimaksudkan untuk melindungi UKM sehingga bisa berkembang pesat. Sangat penting bagi UKM maupun perusahaan lain untuk memanfaatkan HKI dalam pengembangan usahanya. Saat ini, dengan adanya rezim HKI, ada lebih dari 60 juta teknologi yang bisa diakses free. Jadi, pengusaha dapat mempelajari, memanfaatkan, lalu mengembangkan. Setelah itu, daftarkan patennya. Pada 2008 jumlah hak paten di Indonesia sekitar 7,5 persen. Masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang mematenkan hasil penelitiannya, seperti Thailand 20 persen dan Tiongkok 50 persen. Untuk mengetahui apakah diperlukannya perlindungan HKI terhadap UKM yang ada, maka kita perlu terlebih dahulu memahami apa saja potensi yang ada dalam suatu kegiatan 3
usaha UKM. Secara global, potensi HKI yang ada dalam kegiatan usaha UKM diantaranya Hak Cipta, Merek Dagang/Jasa, Desain Industri bahkan paten ataupun paten sederhana. Sebagai contoh untuk UKM yang bergerak dalam bidang industri sepatu, potensi HKI yang ada diantaranya Hak Cipta Gambar untuk gambar-gambar dari desain sepatu-sepatu, perlindungan Desain industri untuk desain sepatu tersebut, perlindungan merek dagang untuk merek yang digunakan pada produk sepatu tersebut. Bahkan paten apabila dalam produksinya menggunakan teknologi dan alat-alat baru yang tidak pernah dipergunakan oleh industri lainnya. Tentunya perlindungan HKI ini tidak selalu sama untuk setiap kegiatan usaha UKM. METODA PENELITIAN Artikel ini adalah hasil penelitian dokumen deskriptif kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan penelusuran dokumen. Analisis data menggunakan analisis data interaktif yang terdiri dari reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi, sebagai mana dideskripsikan dalam bagan berikut:
(Sumber: Miles & Huberman, 1984: 23) PEMBAHASAN Tanpa kita sadari, produk-produk yang diproduksi oleh UKM-UKM di Indonesia banyak yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki keunikan terutama apabila sudah masuk dalam pasar luar negeri (bisnisukm.com). Karena kita kurang peka dan tidak memberikan perlindungan terhadap produk yang kita miliki, pada akhirnya banyak dari produk-produk Indonesia khususnya produk-produk yang memiliki nilai tradisional yang ide-ide dan desainnya ‘dicuri’ oleh pihak luar. Mungkin kita tidak menyadari bahwa perlindungan HKI membawa nilai ekonomi yang tinggi apabila sudah masuk dalam dunia perdagangan. Suatu produk yang dilindungi HKI hanya dapat diproduksi oleh si Pemilik atau Pemegang Hak atas produk tersebut (eksklusif). Apabila ada pihak lain yang ingin memproduksinya tentunya harus dengan seijin Pemegang Hak-nya, disinilah letak nilai ekonomi dari produk yang telah dilindungi HKI. Dimana pihak lain yang ingin memproduksi barang yang sama berkewajiban mendapatkan lisensi terlebih dahulu dari si Pemegang Hak dan membayar royalti atas penggunaan tersebut. Tindakan produksi atas suatu produk yang telah dilindungi HKI tanpa seijin Pemegang Hak merupakan pelanggaran dan pembajakan yang dapat membawa akibat hukum. Menurut Penelitian Triyanto tentang Pemanfataan HKI bagi Industri tenun Lurik Tradisional yang dimuat dalam Journal of Business and Economics (2015), setidaknya ada 4
tiga jenis HKI yang dapat dimanfaatkan oleh UKM yaitu: Merek, Hak Cipta dan Desain Industri. Penggunaan Merek Pemanfaatan sistem HKI untuk UKM dapat dimulai dengan mendaftarkan merek. Para UKM dapat menggunakan merek untuk memberi karakteristik para produk mereka. Pengunaan merek sangat penting untuk meningkatkan daya saing dan membedakan dengan produk yang lain. Merek merupakan suatu tanda. Dalam bahasa jawa disebut tenger. Tanda sangat penting karena berfungsi untuk membedakan suatu barang/jasa dengan barang/jasa yang lain. Merek tidak hanya menjadi tanda pengenal tetapi juga menjadi ciri kualitas suatu produk. Contohnya ketika kita membeli bakpia Jogja akan memperhatikan mereknya apakah bakpia 25, bakpia 27 atau yang lain. Bakpia dengan nomer tertentu digemari karena sudah terkenal dengan kualitas dan kelezatannya. Menurut Pasal 1 butir 1 UU No.15/2001, Merek adalah: “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Merek sangat penting karena akhir-akhir ini banyak sengketa kepemilikan merek. Sengketa terjadi biasanya disebabkan karena ada suatu pihak yang beritikad tidak baik ingin meniru atau menjiplak merek orang lain yang sudah terkenal dengan harapan memperoleh keuntungan secara melanggar hukum. Penggunaan Hak Cipta Penggunaan Hak Cipta dapat digunakan para pengusaha UKM yang sering menciptakan kreasi produknya. Misalnya para pengusaha Batik atau Pakaian yang menggunakan motif tertentu. Motif batik maupun pakaian atau kreasi produk-produk UKM merupakan Hak Cipta yang harus mendapat perlindungan agar tidak dibajak orang lain. Hak cipta merupakan istilah hukum untuk menyebut atau menamakan hasil kreasi atau karya cipta manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Definisi hak cipta menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU No. 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta, adalah: “Hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” Ketentuan Pasal 1 ayat (1) diperkuat dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan: “Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta maupun pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannnya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.” Berdasarkan dua ketentuan di atas, maka hak cipta dapat didefinisikan sebagai suatu hak monopoli untuk memperbanyak atau mengumumkan ciptaan yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang ciptaan lainnya yang dalam implementasinya memperhatikan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Riswandi & Syamsudin, 2005: 3). 5
Penggunaan Desain Industri Banyak UKM hanya menjual produk atau bahan mentah. Misalnya para penenun Lurik Tradisional hanya menjual produknya dalam bentuk lembaran kain sehingga harga jualnya rendah. Desain perlu dikembangkan bekerjasama dengan dengan desainer yang menghasilkan produk-produk kreatif. Produk UKM harus dikembangkan dalam beraneka macam desain produk kreatif sehingga dapat menarik minat konsumen untuk membeli. Pengembangan desain tidak hanya dapat dilakukan dalam bentuk produk tetapi juga kemasan. Menurut Pasal 1 UU No.30 Tahun 2000, Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Setiap industri wajib memiliki desain industri agar memiliki daya tarik sehingga konsumen bersedia membeli. Ketiadaan desain industri dapat menyebabkan konsumen bosan dan jenuh sehingga produk menjadi tidak laku.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI Simpulan HKI sangat penting dalam mendukung suksesnya suatu usaha. Tanpa HKI usaha dapat terancam oleh berbagai pembajakan dan penjiplakan oleh pelaku usaha lain. Oleh karenanya kami menyarankan kepada pelaku usaha untuk memiliki HKI dan mendaftarkannya ke Dirjen HKI untuk menghindari sengketa dan kerugian di kemudian hari. Implikasi UKM perlu ditingkatkan kesadarannya akan pentingnya HKI bagi kesuksesan usaha mereka. Peningkatan kesadaran HKI pada UKM harus dilakukan secara terus menerus mengingat HKI masih merupakan hal asing bagi UKM. Pemerintah juga perlu turun tangan untuk membantu meningkatkan kesadaran HKI bagi UKM
DAFTAR PUSTAKA
Idris, K. 2004. Intellectual Property A Power Tool for Economic Growt. USA: WIPO Publishing, Junus, E. , .2003. Aspek Hukum dalam Sengketa Hak Kekayaan Intelektual Teori dan Praktek. Website: umum.kompasiana.com/...hki. Matthew B Miles and A Micheal Huberman. 1984. Qualitative Data Analysis, A Sourcebook of New Methods: Beverly Hills CA Sage Publications Inc, Priharniwati. 2004. “Peranan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) dalam Pembangunan Ekonomi”. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional
6
Hubungan antara Penegakan Hukum HKI dan Pembangunan Ekonomi, tanggal 28 September, di Hotel Sheratom Bandung. Riswandi, B.A dan Syamsudin, M. 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tapscott, D. et al. 1998. . Blueprint to the Digital Economy - Creating Wealth in the Era of EBusiness. New York: McGraw-Hill The Washington Post. 2001. Special Report: Business and the Economy Section. Website:http://www.washingtonpost.com, 28 April 2001. Triyanto. 2011. Pemanfaatan HKI bagi UMKM di Kabupaten Karanganyar. Surakarta: Puslitbang HKI LPPM UNS Triyanto. 2012. “Revitalisasi Industri Tenun Lurik Tradisional melalui Pemanfaatan Sistem HKI”, Chapter Book Pesona Lurik. Surakarta: Institut Javanologi LPPM UNS Triyanto. “Improving Competitiveness of Traditional Textile Industry of Lurik through the Utilization of Intellectual Property Rights”. Journal of Business and Economics (ISSN 2155-7950). Volume 6, Number 3, March 2015 Tulus Tambunan. 2010. “Apakah Kebijakan Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah Di Indonesia Selama Ini Efektif”, Makalah Workshop, BPPT, 8 April 2010. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta Undang-Undang No.30 Tahun 2000 tentang Desain Industri Saidin. 1995. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property right). Jakarta: Raja Grafindo Persada Saidin. 2003. Aspek-Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pemilihan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Website: http://arifh.blogdetik.com/mengembangkan-pakaian-berbasis-kain-tenun-lurik/ http://bisnisukm.com/pentingnya-hki-bagi-ukm.html http://infopatentmerek.blogspot.com/2010/08/kasus-sengketa-merek-waroeng-podjok-vs.html
7