Jurnal At-Tajdid
PENGUATAN IDEOLOGI SEKTARIAN PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA DALAM RIVALITAS GOLONGAN Ahmad Yani * Abstract: At the beginning of the 19 there are at least three orientations of education in Indonesia. Namely (1) schools, (2) madrasah and (3) schools. The Indonesian nation with its diversity as well as the orientation of Indonesian Islamic movement in the early 19th century influenced the Islamic educational institutions at that time. Because we realize it or not, the desire to maintain the organization’s ideology faction greatly affect the outcome of their efforts and their work. but the spirit of the independence of Indonesia as a form of resistance against the policy of the Dutch government (in education in particular) that beat the spirit of faction. Group interests rather than the interests of further highlight the exis tence of the nation even though only a unifying ontology. This happened after the fight merebutkan and maintain the independence of Indonesia and is still continuing to this day. Keywords: ideology, education, group
PENDAHULUAN Di awal abad ke-19 terjadi perubahan pendidikan yang cukup signifikan di Indonesia. Pemerintahan Belanda mulai memperkenalkan sekolah-sekolah kepada penduduk pribumi. Mereka berusaha memi sahkan ilmu agama dari kurikulum sekolah sehingga di masa itu pendidikan agama tidak diajarkan sama sekali di sekolah. Sehingga dalam perkembangannya sebagai respon sosial dari kebijakan tersebut, muncullah berbagai gerakan konservatif dari pemikir Islam bangsa Indonesia di masa itu. * Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan 45
Penguatan Ideologi Sektarian Pendidikan Islam Indonesia dalam Rivalitas Golongan
Di awal abad ke-19 setidaknya terdapat tiga orientasi pendidikan di Indonesia. Yaitu (1) pesantren, (2) madrasah dan (3) sekolah.1 Pesantren dan Sekolah bersifat tradisional konservatif yang dipelopori oleh NU di Jawa dan PERTI di Sumatera. Gerakan pendidikan ini berorientasi ke Mekkah dengan kitab kuningnya. Sementara Muhammadiyah di Jawa dan Thawalib Diniyah di Suma tera Barat lebih bersifat modern ortodoks yang berorientasi pada pem baharuan seperti M. Abduh yang berkiblat ke Mesir dengan madrasah cara klasikal. Sedangkan sekolah merupakan model lembaga pendidikan yang berorientasi dari ke barat dan bersifat sekuler yang dipelopori oleh Belanda. Ketiga lembaga pendidikan tersebut terus berkembang di Indonesia dengan beragam perkembangannya. Bangsa Indonesia dengan kemajemukannya serta orientasi pergerakan Islam Indonesia di awal abad ke-19 banyak mempengaruhi lembaga pendidikan Islam di masa itu. Karena disadari atau tidak, keinginan mempertahankan ideologi organisasi golongannya sangat mempengaruhi hasil upaya dan karya mereka. Sehingga pada prinsipnya, pembaharuan organisasi Islam di awal abad ke-19 di Indonesia sangat mempengaruhi corak pendidikan formal maupun informal yang berkembang. Sehingga muncullah beragam tipologi organisasi pendidikan Islam dengan tujuannya masing-masing.
SUATU TIPOLOGI UNTUK PEMBAHARUAN BENTUK ORGANISASI ISLAM INDONESIA Manusia merupakan makhluk yang pandai berorganisasi mereka mempunyai bakat dan potensi untuk hidup berorganisasi. Dari bakat itulah mampu membuat rencana pengembangan untuk kualitas yang lebih baik, melaksakan tanggungjawabnya sesuai tugas dan posisi ma sing-masing dan mencanangkan pola organisasi yang baru. Keberagaman organisasi yang berkembang di Indonesia, erat ka itannya dengan model organisasi pendidikan Islam di Indonesia. Pem baharuan organisasi pendidikan Islam Indonesia di awal abad ke-19 sa ngat berkaitan erat dengan kegiatan organisasi Islam Indonesia pada masa
46
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
Ahmad Yani
itu, berbagai jalan yang di tempuh, mengantarkan pada suatu tujuan. Sehingga menimbulkan keberagaman model organisasi di Indonesia. setidaknya terdapat enam tipologi untuk mendiskripsikannya.2 Pertama, bertitik tolak melalui jalur pendidikan. Semula organi sasi yang hanya bergerak di bidang pendidikan, kemudian melebarkan diri menjadi organisasi yang meliputi bidang tabligh, kegiatan sosial untuk anak yatim-piatu, pendidikan umum yang ditambah pendidikan agama maupun menerbitkan publikasi lainnya dalam bahasa Indonesia.3 Contoh yang paling menonjol adalah organisasi Muhammadiyah4 dan Jamiatul Washliyah. Kedua, kegiatan yang dimulai dari tabligh dan publikasi kemudian menyelenggarakan sekolah, kegiatan sosial dan kesehatan. Contoh yang paling menonjol adalah organisasi Persis. Ketiga, kegiatan mengumpulkan zakat yang mendorong pendirian organisasi baru yang bergerak di berbagai bidang. Contoh perkumpul an yang bergerak di bidang sosial-ekonomi seperti Sarekat Islam dan Persatuan Ulama Majalengka. Keempat, dari pergerakan politik kemudian berkembang mendi rikan organisasi pendidikan, sosial dan lainnya. Sebagai contoh, pada tahun 1970-an empat parpol yang terpenting: Perti, NU, Parmusi dan PSII. PSII dianggap sebagai organisasi sosial ekonomi pertama kali yang dianggap sebagai pelopor gerakan politik nasional. Parmusi merupakan perkembangan dari Masyumi. Sedangkan kedua parpol lainnya, yakni Perti dan NU merupakan partai politik yang bertitik tolak dari bidang pendidikan. Kelima, bertitik tolak dari usaha pengelolaan administrasi pendidik an yang ada, kemudian memberikan dorongan besar pengembangan pendidikan Islam. Sehingga muncullah lembaga pendidikan Islam yang baru sebagai hasil dari pengembangan pendidikan Islam sebelumnya. Sebagaimana yang dilakukan oleh Departemen Agama. Keenam, bertitik tolak dari bidang dakwah, yang kemudian melebarkan diri pada kegiatan mengumpulkan zakat, pemeliharaan fakir miskin, usaha koperasi dan lain sebagainya. Sebagaimana yang dilakukan oleh Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
47
Penguatan Ideologi Sektarian Pendidikan Islam Indonesia dalam Rivalitas Golongan
M. Natsir setelah mundur dari gelanggang politik aktif memimpin organisasi Dewan Dakwah Islam Indonesia.3 Yang menarik dari pemikiran karel A Steenbrink tentang tipologi tersebut adalah masing-masing organisasi mendirikan organisasi pendidikan yang lebih mengakomodir ideologi masing-masing. Kenapa harus berbeda-beda tidak dengan satu nama sekolah Islam atau yang lain. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang ini. Setiap organisasi memiliki lembaga pendidikan Islam sendiri. Seolah umat Islam terkurung dalam organisasinya masing-masing, enggan menerima yang lain (selain kelompoknya). Ataukah hal itu merupakan upaya menjaga eksistensi organisasinya? Dari keenam tipologi tersebut, mendeskripsikan kepada kita bahwasannya untuk eksistensi suatu golongan maupun kepentingan setiap kelompok akan selalu berusaha memperbarui kegiatan maupun model organisasinya. Suatu model organisasi akan selalu berubah sistemnya sesuai dengan kepentingan penggerak organisasi tersebut, maupun menyesuaikan visi-misi organisasi dengan keadaan yang ada. Sistem tersebut bersifat fleksibel, tidak kaku guna memberi kelonggaran dalam situasi yang selalu berubah.4 Dari sudut tahapan strategi budaya, stidaknya ada tiga tahapan budaya. Yaitu mitis, ontologis dan fungsionil.5 Dalam tahapan mitis dimana setiap anggota organisasi terkekang untuk berorganisasi sesuai dengan cita organisasi tersebut. Mempertahankan eksistensi golongan dan kepentingan. Yang terkadang justru mengorbankan idealita dan realita. Dalam tahapan ontologis, walaupun individu lebih bebas tidak terkekang dengan suatu keadaan. Namun, mereka berusaha mengembangkan organisasi sesuai hakikat dari tujuannya. Menerima model baru untuk mempertahankan keberlanjutan organisasinya dengan menyesuaikannya. Sedangkan dalam tahapan fungsionil, setiap organisasi menuntut adanya policy suatu strategi termasuk strategi kebudayaan untuk mengembangkan lembaga pendidikan sesuai cita organisasinya.
48
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
Ahmad Yani
PENUTUP Upaya menjaga eksistensi sebuah organisasi merupakan suatu keharusan bagi anggotanya. Hal ini juga sangat berpengaruh pada orga nisasi Islam di Indonesia pada awal abad 19 hingga saat ini. Setelah menelaah review pemikiran Karel Stenbrink tentang tipologi organisasi Islam di Indonesia sebagaimana tersebut diatas penulis menyimpulkan: Visi pembaharuan lembaga pendidikan awal abad ke-19 sejak lahirnya memiliki visi dan ideologi masing-masing, akan tetapi semangat memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan pemerintah belanda (di bidang pendidikan khususnya) sehingga mengalahkan semangat golongannya. Pasca perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia, kepentingan kelompok semakin menonjolkan eksistensinya daripada kepentingan mempersatukan bangsa walaupun hanya sebatas ontologi. Namun, pada tahapan fungsionilnya juga sangat berpengaruh dalam kebijakan maupun model pengelolaan pendidikannya. Dan hal itu masih terus berlanjut hingga sekarang. Penulis menyadari, upaya tersebut tidak mungkin hilang dengan begitu saja. Akan tetapi, menurut penulis justru hal itu menjadi pemicu semangat dalam memajukan pendidikan Islam Indonesia dengan sema ngat menghormati perbedaan dan mengutamakan kemajuan peradaban bangsa daripada golongan masing-masing. [ ]
Endnotes 1
2
3 4
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: Perubahan Konsep, Filsafat dan Meto dologi dan era Nabi Saw. sampai Ulama Nusantara ( Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm.436. Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah ( Jakarta: LP3S, 1986), hlm. 155. Ibid. Muhammadiyah didirikan oleh Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H, yang sebelumnya beliau mendirikan Mad rasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah pada tanggal 1 Desember 1911.
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
49
Penguatan Ideologi Sektarian Pendidikan Islam Indonesia dalam Rivalitas Golongan
DAFTAR PUSTAKA Anam, Choirul, Pertumbuhan dan perkembangan Nahdlatul Ulama, Ja tayu: Sala, 1985. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Per tumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996. http://dakir.wordpress.com/2009/10/22/sejarah/ http://dakwahislamindonesia-online.wordpress.com http://id.wikipedia.org /wiki/Sarekat_Islam http://nasrikurnialloh.blogspot.com/2011/02/kelahiran-pendidikanagamahttp://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/31/sejarah-persatuan-islam/. http://www.muhammadiyah.or.id/id/-sejarah-berdiri.html. Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretati untuk Aksi, Cet.v, Bandung: Mizan, 1993. Peursen, Van, Strategi Kebudayaan, (erj.) Dick Hartoko, penerbit, Yog yakarta: Kanisius, 1988. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: perubahan konsep, filsafat dan metodologi dan era Nabi Saw. Sampai Ulama Nusantara, Jakarta: Kalam Mulia, 2011. Rukiati, Enung dan Fenti Himawati, Sejarah Pendidikan Islam di In donesia, cet.x, Kalam Mulia: Pustaka Setia, 2008 Steenbrink, Karel A. Pesantren madrasah Sekolah, LP3S, Jakarta, 1986. -----------, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, Ja karta: PT.Bulan Bintang, 1984
50
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013