PENGKAYAAN SENiYAWA NITROGEN DI PERAIRAN LAUT KALIMANTAN SELATAN
Oleh Hanif Budi Prayitno1) dan Fonny J. L. Risamasu2) ABSTRACT Dissolved inorganic nitrogen (DIN) compounds play an important role in supporting primary and secondary production in the aquatic environments. However, if the concentrations are too high, they can cause eutrophication which may result in a decrease of biological diversity even in extreme level it can lead to large fish kills. It is possible that eutrophication by DIN enrichment will occur in the South Kalimantan waters because of its adjacent location to River Barito mouth as it is widely known that river discharge is the major source of DIN. Therefore, a research to investigate the level of DIN in the South Kalimantan waters was conducted in November 2010. The results show that nitrogen enrichment has occured in South Kalimantan waters with the largest contribution comes from nitrate. The average concentration of nitrate was 0.035 mg N-NO3/l, this concentration is two times larger than in October 2003 measured by Murtini & Aji (2005) and four times greater than the standard quality of marine waters for marine animals issued by the Indonesian Ministry of Environtment. Keywords : Nutrient enrichment, River Barito, DIN. ABSTRAK Senyawa nitrogen anorganik terlarut (DIN) berperan penting dalam mendukung produksi primer dan sekunder di lingkungan perairan. Namun apabila konsentrasinya terlalu tinggi dapat menyebabkan eutrofikasi yang berakibat pada penurunan biodiversitas bahkan pada tingkatan yang lebih ekstrim dapat mengakibatkan kematian masal ikan. Oleh karena itu, pada Bulan November 2010 telah dilakukan penelitian mengenai konsentrasi DIN di perairan laut Kalimantan Selatan. Posisi perairan laut Kalimantan Selatan yang berdekatan dengan Sungai Barito memungkinkan perairan ini mengalami pengkayaan DIN karena sungai merupakan sumber utama pemasok DIN. Hasilnya menunjukkan bahwa perairan Kalimantan Selatan telah mengalami pengkayaan senyawa nitrogen dengan sumbangan terbesar berasal dari nitrat. Konsentrasi rata-rata nitrat yang terukur adalah 0,035 mg N-NO3/l, konsentrasi ini dua kali lebih besar dari hasil pengukuran Murtini & Aji (2005) pada Bulan Oktober 2003 dan empat kali lebih besar dari baku mutu yang dikeluarkan oleh kementerian Lingkungan Hidup RI. Kata Kunci: Pengkayaan nitrogen, Sungai Barito, DIN
1). Staf Peneliti Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI 2). Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Undana
1319
Pendahuluan Sungai dikenal sebagai salah satu sumber utama pemasok senyawa Nitrogen anorganik terlarut (DIN) bagi perairan pesisir (Singh & Ramesh, 2011). Dari berbagai studi yang telah dilakukan, jumlah nitrogen yang berpindah dari daratan ke wilayah pesisir melalui sungai diperkirakan mencapai 66 Tg N per tahun (Voss et al., 2011). Di perairan, DIN umumnya terdapat dalam bentuk ion Ammonium (NH4+), Nitrit (NO2-) dan Nitrat (NO3-) (Camargo et al., 2005). Secara umum sebaran DIN sangat beragam, konsentrasi senyawa Nitrogen di perairan pesisir akan semakin tinggi apabila aktivitas pertanian dan urbanisasi di sekitarnya juga tinggi (Howart & Marino, 2006). Dengan panjang mencapai 900 km dan lebar antara 650 m hingga mencapai 1000 m (Baritobasin, 2008), Sungai Barito sangat potensial menyumbang DIN ke perairan laut Kalimantan Selatan melalui pasokan airnya yang besar. Dalam jangka waktu yang lama tentunya hal ini dapat menyebabkan terjadinya pengkayaan DIN di perairan laut Kalimantan Selatan. Pengkayaan unsur hara di ekosistem laut berada di persimpangan antara dua tema besar ekologi laut, yaitu produktivitas dan pencemaran (Oczkowski & Nixon, 2007). Pengkayaan nitrogen dalam tingkatan tertentu dapat bermanfaat untuk menstimulasi peningkatan produktivitas primer serta jumlah produksi ikan dan kerang (Nixon & Buckley, 2002). Namun demikian pengkayaan Nitrogen yang berlebih ternyata juga bisa berdampak negatif. Saat ini ada konsensus ilmiah yang muncul dari beberapa penelitian bahwa pengkayaan Nitrogen merupakan masalah pencemaran terbesar di perairan pesisir yang mengancaman fungsi ekologinya (Nixon, 1995; Howart et al. 2000; NRC, 2000). Permasalahan akibat pengkayaan Nitrogen yang akhir-akhir ini mendapatkan perhatian khusus adalah ledakan populasi alga berbahaya (Harmful algal blooms / HABs) yang kejadiannya semakin meluas (Smith et al., 1999; Voss et al., 2011) dan di wilayah tertentu telah menyebabkan kematian masal ikan (Howart et al., 2000). Senyawa Nitrogen juga dapat bersifat racun bagi biota air terutama di habitat dengan kepadatan populasi yang tinggi (Rodrigues et al., 2007). Sifat racun dari DIN memiliki mekanisme yang serupa, yaitu melalui konversi pigmen pembawa molekul oksigen (hemoglobin) menjadi pigmen yang tidak mampu membawa oksigen (methemoglobin) sehingga menyebabkan anoxia pada ikan dan organisme air lainnya (Lewis & Morris, 1986; Camargo et al. 2005). Dari ketiga bentuk DIN yang terdapat di lingkungan perairan, Ammonia merupakan senyawa yang paling beracun dan Nitrat adalah yang paling rendah sifat racunnya terutama terhadap udang (Chen et al., 1990). Perairan laut Kalimantan Selatan memiliki potensi perikanan yang cukup besar. Pada tahun 2010, perairan yang termasuk ke dalam wilayah Laut Jawa dan bersinggungan dengan muara Sungai Barito ini produksi ikan lautnya mencapai 98.681,7 ton (BKPMD Provinsi Kalimantan Selatan, 2011). Hasil penelitian tahun 2003 menunjukkan bahwa unsur hara di perairan Banjarmasin (Kalimantan Selatan) masih cukup baik dan jenis planktonnya cukup banyak namun kelimpahannya rendah. Selain itu, di beberapa stasiun penelitian ditemukan fitoplankton jenis dinoflagellata yaitu Dinophysis sp dan Protoperidinium sp walaupun kelimpahannya masih rendah (Murtini & Aji, 2005). Apabila perairan Kalimantan Selatan mengalami pengkayaan senyawa nitrogen tentunya berpotensi meracuni biota air yang ada dan dapat memicu ledakan populasi alga atau fitoplakton dari jenis Dinoflagellata yang mampu menghasilkan toksin, sehingga dapat megancam potensi perairan ini sebagai penghasil komoditas perikanan daerah setempat. Oleh karena itu, pada bulan November 2010 telah dilakukan penelitian tentang tingkat konsentrasi DIN yaitu Nitrat, Nitrit dan total Ammonia untuk mengetahui kemungkinan terjadinya pengkayaan senyawa Nitrogen di perairan laut Kalimantan Selatan berdasarkan perbandingan dengan hasil penelitian unsur hara pada Bulan Oktober tahun 2003 yang dilakukan oleh Murtini & Aji (2005) dan juga berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004. Materi dan Metode Penelitian mengenai potensi terjadinya pengkayaan senyawa Nitrogen anorganik terlarut (Dissolved Inorganic Nitrogen/DIN) yaitu Nitrit, Nitrat dan total Ammonia dilakukan pada Bulan November 2010 di perairan laut Kalimantan Selatan (untuk selanjutnya dalam tulisan ini hanya akan disingkat dengan perairan Kalimantan Selatan) dalam suatu kegiatan penelitian bersama antara Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Kementerian Pendidikan 1). Staf Peneliti Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI 2). Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Undana
1319
nasional dan Pusat Penelitian Oseanogafi-LIPI. Data penelitian yang akan dipaparkan dalam tulisan ini diambil dari 12 stasiun penelitian (Gambar 1). Sampel air laut permukaan diambil dari kedalaman 1 m menggunakan botol Niskin berkapasitas 10 L yang diturunkan bersama dengan sensor CTD dari atas kapal riset RV. Baruna Jaya VIII milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sampel air laut untuk keperluan analisis total ammonia ditempatkan sebanyak 10 ml ke dalam tabung vial tanpa disaring terlebih dahulu, sedangkan sampel air laut untuk analisis nitrat dan nitrit terlebih dahulu disaring menggunakan kertas saring nitroselulosa dengan ukuran pori 0,45 µm dan diameter 47 mm. Sampel air laut yang telah disaring tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik dengan volume 500 ml terbuat dari bahan polyethylene. Baik tabung vial mupun botol plastik polyethylene disimpan dalam freezer dan sample dibiarkan beku hingga dilakukan analisis. Gambar 1.
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Peta lokasi pengambilan sampel penelitian
Titik Koordinat Lokasi 040 00,971 ’LS;1140 219,178’BT 040 08,546 ’LS;1140 19,552’BT 040 16,288 ’LS;1140 19,699’BT 040 27,439 ’LS;1140 05,001’BT 040 27,541’LS;1140 14,630’BT 040 27,540’LS;1140 24,970’BT 040 27,531 ’LS;1140 34,958’BT 040 27,553 ’LS;1160 45,008’BT 040 27,538 ’LS;1140 54,991’BT 040 34,427 ’LS;1140 41,553’BT 040 39,234 ’LS;1140 53,051’BT 040 44,222 ’LS;1150 05,045’BT
Analisis senyawa DIN mengikuti petunjuk IOC (1993). Total Ammonia dianalisis dengan metode Indophenol yang dikembangkan oleh Solozarno (1969) dan Parson et al.(1984), sedangkan Nitrat dan Nitrit dianalisis menggunakan metode Diazo yang semula diperkenalkan oleh Morris & Riley (1963). Instrument laboratorium yang digunakan untuk analisis senyawa-senyawa Nitrogen tersebut adalah spektrofotometer tipe Shimadzu UV-1201V. Sebagai data pendukung diukur juga pH dan konsentrasi Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) masing-masing menggunakan pH meter tipe Methrom pH mobile 826 dan DO meter tipe Martini Mi 605. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya pengkayaan senyawa Nitrogen di perairan Kalimantan Selatan, selanjutnya data hasil penelitian ini dibandingkan dengan baku mutu KLH No. 51 tahun 2004 dan hasil penelitian Murtini & Aji (2005) pada Bulan Oktober tahun 2003. Hasil dan Pembahasan Data penelitian yang diambil dari publikasi Murtini & Aji (2005) untuk dibandingkan dengan hasil penelitian kali ini hanyalah data pada Bulan Oktober saja, meskipun dalam publikasi tersebut dipaparkan juga data untuk Bulan Juni dan Agustus. Pemilihan data ini dilakukan selain karena waktu pengambilan sampel yang hampir sama juga dikarenakan data pada bulan tersebut mayoritas menunjukkan konsentrasi tertinggi, sehingga jika dalam penelitian kali ini didapatkan konsentrasi yang lebih tinggi lagi berarti memang telah terjadi pengkayaan senyawa nitrogen dan bukan karena fluktuasi musiman. Hasil pengukuran senyawa DIN di perairan Kalimantan Selatan disajikan dalam Tabel 2. 1). Staf Peneliti Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI 2). Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Undana
1319
Tabel 2. Data pH, konsentrasi Oksigen terlarut (DO) dan senyawa Nitrogen anorganik terlarut (DIN) di perairan Kalimantan Selatan, November 2010.
Catatan : ttd (tidak terdeteksi)Nitrit Menurut Lewis & Morris (1986) Nitrit merupakan bentuk senyawa antara (intermediate) pada proses oksidasireduksi antara Ammonium (bentuk terionisasi senyawa Ammonia) dan Nitrat, sehingga konsentrasinya di perairan sangat kecil. Konsentrasi Nitrit di perairan dengan konsentrasi Oksigen yang melimpah umumnya kurang dari 0,005 mg/l (0,002 mg N-NO2/l). Konsentrasi rata-rata Nitrit di perairan Kalimantan Selatan adalah 0,002 mg N-NO2/l, konsentrasi sebesar ini menunjukkan karakteristik perairan yang kaya akan Oksigen. Hal ini terbukti dari hasil pengukuran Oksigen terlarut (DO) di lapangan yang menunjukkan konsentrasi sebesar 6,01 mg/l. Konsentrasi Oksigen terlarut di perairan Kalimantan Selatan lebih besar dari baku mutu untuk biota laut sebesar minimal 5 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perairan ini masih terbilang baik dalam mendukung kehidupan biota laut yang ada. Rentang konsentrasi Nitrit sangat kecil yaitu antara 0,001 - 0,003 mg N-NO2/l, sehingga sebarannya dapat dianggap homogen. Dalam penelitian ini juga didapatkan konsentrasi tidak terdeteksi, hasil ini menandakan bahwa konsentrasi Nitrit di stasiun penelitian tersebut sangat kecil dan berada di bawah limit deteksi alat. Penelitian tahun 2003 yang dilakukan Murtini & Aji (2005) menunjukkan bahwa rentang konsetrasi Nitrit yang terukur di depan muara Sungai Barito adalah 0-0,24 mg NO2/l ( 0-0,07 mg N-NO2/l) dengan rata-rata 0,08 mg NO2/l (0,03 mg N-NO2/l). Konsentrasi rata-rata tersebut jauh lebih tinggi dari penelitian kali ini. Fakta ini dimungkinkan karena faktor lokasi penelitian tahun 2003 yang jauh lebih dekat dengan muara Sungai Barito sehingga lebih banyak mendapatkan input senyawa Nitrogen baik Nitrat maupun Ammonia dari air sungai sebagai sumber utama senyawa Nitrogen. Kementerian Lingkungan hidup tidak menetapkan baku mutu untuk Nitrit. Namun demikian, dalam review yang dipublikasikan Camargo & Alonso (2006) disebutkan bahwa kisaran konsentrasi yang disarankan untuk melindungi biota air yang sensitif terhadap toksisitas Nitrit adalah 0,008-0,350 mg N-NO2/l. Jika informasi ini dijadikan acuan maka konsentrasi Nitrit di perairan Kalimantan Selatan berada dalam tingkatan yang aman(Tabel 3).
Tabel 3. Perbandingan data hasil penelitian dengan data publikasi Murtini & Aji (2005) dan Baku Mutu KLH.
1). Staf Peneliti Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI 2). Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Undana
1319
Nitrat Rentang konsentrasi Nitrat sangat bervariasi antara 0,022-0,051 mg N-NO3/l. Pola sebarannya menunjukkan bahwa semakin dekat dengan muara sungai maka konsentrasi nNitrat semakin besar (Tabel 2 dan Gambar 1). Literatur menyebutkan bahwa senyawa Nitrogen yang paling dominan terdapat dalam air sungai yang masuk ke perairan pesisir adalah Nitrat (Mitsch et al., 2001). Logikanya, perairan yang terdekat dengan muara sungai akan mengalami penambahan nitrat paling besar dari air sungai, sehingga konsentrasi Nitrat menjadi paling tinggi. Nitrat kemudian akan berdifusi ke perairan yang lebih jauh dari muara, namun dalam perjalanannya akan mengalami pengenceran dan juga reaksi kimia menjadi bentuk senyawa lain sehingga penambahan konsentrasi nitrat di perairan yang jauh dari muara sungai menjadi lebih sedikit dan pada akhirnya konsentrasi nitrat di perairan ini tidak sebesar di wilayah yang berdekatan dengan muara sungai. Konsentrasi rata-rata Nitrat sesuai hasil penelitian sebesar 0,035 mg N-NO3/l lebih tinggi dari data Nitrat yang terukur pada tahun 2003 sebesar 0,10 mg NO3/l (0,02 mg N-NO3/l). Seharusnya kosentrasi Nitrat pada penelitian tahun 2003 jauh lebih tinggi karena lokasi stasiun penelitiannya lebih dekat dengan muara sungai (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa dalam 7 tahun telah terjadi peningkatan senyawa Nitrat di perairan Kalimantan Selatan sebesar lebih dari dua kali lipat.
Gambar 3. Perbandingan lokasi penelitian unsur hara di perairan Kalimantan Selatan pada Bulan Oktober 2003 dan November 2010 Selain telah melampaui konsentrasi Nitrat yang terukur pada tahun 2003, konsentrasi Nitrat pada penelitian ini juga telah melampui baku mutu KLH sebesar 0,008 mg N-NO3/l atau 4 kali lebih besar dari yang disarankan. Dari kedua sumber tersebut dapat diperkirakan bahwa perairan Kalimantan Selatan telah mengalami pengkayaan senyawa Nitrogen khususnya Nitrat. Kondisi ini tentunya dapat menimbulkan potensi terjadinya blooming alga. Namun demikian pengkayaan senyawa Nitrogen ini belum bersifat toksik bagi biota laut khususnya ikan, dimana toksisitas Nitrat untuk biota laut adalah 20 mg N-NO3/l (Camargo et al., 2005). Ammonia Rentang konsentrasi Ammonia di perairan Kalimantan Selatan pada bulan November 2010 sebesar 0,002-0,018 mg N-NH3/l dengan rata-rata 0,011 mg N-NH3/l. Konsentrasi tersebut masih memenuhi syarat baku mutu KLH sebesar maksimal 0,3 mg N-NH3/l. Selain itu juga masih berada di bawah konsentrasi yang dapat menimbulkan efek toksik bagi spesies ikan air laut yang disarankan USEPA (1989) sebesar 1,86 mg NH3/l (1,53 mg N-NH3/l). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian tahun 2003 dengan konsentrasi Ammonia rata-rata sebesar 0,14 mg/l (0,11 mg N-NH3/l), hasil penelitian kali ini memang jauh lebih rendah. Perbedaan supply air tawar karena perbedaan jarak lokasi penelitian dengan muara Sungai Barito sekali lagi menjadi dugaan terkuat yang mempengaruhi jauhnya perbedaan hasil. Ammonia yang terlarut di air laut berada dalam bentuk terionisasi sebagai ion Ammonium (NH4+) dan dalam bentuk tak terionisasi sebagai molekul bebas Ammonia (NH3). Data Ammonia yang disajikan dalam tulisan ini adalah total Ammonia yaitu gabungan antara Ammonia dalam bentuk terionisasi dan dalam bentuk tak terionisasi. Ammonia dalam bentuk terionisasi memiliki toksisitas yang lebih rendah dibandingkan bentuk yang tak terionisasi. Kelimpahan kedua bentuk senyawa ini di perairan bergantung pada pH, makin tinggi pH (makin basa), maka makin banyak senyawa Ammonia berada dalam bentuk tak terionisasi relatif terhadap bentuk terionisasi (Chien, 1992). Meskipun pH yang rendah dapat mengurangi toksisitas Ammonia terhadap biota laut, namun juga dapat meningkatkan toksisitas nitrit terhadap ikan dan udang (Chien, 1992; Wedemeyer & Yasutake, 1978). Derajat keasaman (pH) yang terukur pada bulan November 2010 berada pada rentang 7,935-8,140 seperti halnya pH yang terukur pada Bulan Oktober 2003 sebesar 7,9-8,1. Rentang pH ini memenuhi baku mutu KLH sebesar 7,01). Staf Peneliti Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI 2). Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Undana
1319
8,5 dan pH optimum yang direkomendasikan oleh Law (1988) bagi budidaya udang laut sebesar 7,5-8,5 khususnya untuk spesies Penaeus monodon. Konsentrasi ammonia yang rendah dan didukung kondisi pH yang normal menjadikan perairan Kalimantan Selatan aman dari bahaya toksik ammonia. Secara umum hasil penelitian memperlihatkan bahwa di antara ke 3 senyawa Nitrogen inorganik terlarut (DIN), kelimpahan Nitrat adalah yang paling besar. Hal ini dikarenakan struktur molekul Nitrat merupakan yang paling stabil dibandingkan Nitrit dan Ammonia. Ammonia dan Nitrit akan mengalami reaksi oksidasi menjadi Nitrat meskipun konsentrasi Oksigen di wilayah tersebut rendah bahkan hingga konsentrasi 1 ppm (Camargo et al., 2005) Konsentrasi Nitrit dan Ammonia masih dalam batasan yang aman dan belum berpotensi menimbulkan dampak toksik bagi biota perairan Kalimantan Selatan. Konsentrasi Nitrat yang tinggi dapat mendukung pertumbuhan alga atau fitoplankton sebagai komponen dasar rantai makanan di perairan. Secara tidak langsung hal ini juga akan mempengaruhi kelimpahan ikan. Namun demikian, apabila kondisi lingkungan yang lain mendukung, konsentrasi nitrat yang tinggi juga dapat menimbulkan potensi blooming alga. Blooming ini dapat menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen di perairan secara drastis dan dapat menyebabkan kematian masal ikan. Terlebih lagi apabila blooming tersebut didominasi oleh spesies yang menghasilkan toksin maka dampaknya akan lebih besar lagi.
Pada suatu saat apabila pengkayaan senyawa Nitrogen terutama nitrat di perairan Kalimantan Selatan terus berlangsung tentunya dapat mengancam produksi perikanan laut yang selama ini cukup besar menyumbang pendapatan daerah setempat. Simpulan Konsentrasi rata-rata Nitrat di perairan Kalimantan Selatan pada penelitian Bulan November 2010 terukur sebesar 0,035 mg N-NO3/l. Konsentrasi ini dua kali lebih besar dibandingkan hasil penelitian serupa pada bulan Oktober tahun 2003 dan empat kali lebih besar dari baku mutu KLH untuk biota laut. Sementara itu, konsentrasi rata-rata Nitrit dan Ammonia masih berada dalam batas yang direkomendasikan KLH dan jauh di bawah konsentrasi hasil penelitian tahun 2003. Pola sebaran Nitrat di perairan Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa semakin mendekati muara Sungai Barito, maka konsentrasi Nitrat semakin tinggi. Data ini menunjukkan bahwa telah terjadi pengkayaan senyawa Nitrogen di perairan Kalimantan Selatan yang disumbang oleh senyawa Nitrat yang bersumber dari Sungai Barito.
1). Staf Peneliti Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI 2). Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Undana
1319
DAFTAR PUSTAKA Baritobasin. 2008. Sungai Barito: Induk sungai di Kalimantan Selatan. http://baritobasin.wordpress.com/2008/05/26/barito-induk-sungai/. Diakses tanggal 21 September 2011. BKPMD Provinsi Kalimantan Selatan. 2011. Besarnya kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2010. http://bkpmd.kalselprov.go.id/potensi-daerah/perikanan. diakses tanggal 21 september 2011. Camargo, J. A. & A. Alonso. 2006. Ecological and toxicological effects of inorganic nitrogen pollution in aquatic ecosystems: A global assessment. Environtment International 32: 831-849. Camargo, J. A., A. Alonso, & A. Salamanca. 2005. Nitrate toxicity to aquatic animals: a review with new data for freshwater invertebrates. Chemosphere 58: 1255-1267. Chen, J. C., Y. Y. Ting, J. N. Lin, & M. N. Lin. 1990. Lethal effects of ammonia and nitrite on Penaeus chinensis juveniles. Marine Biology 107: 427-431. Chien, Y-H. 1992. Water quality requirements and management for marine shrimp culture. In: J. Wyban (Eds.) Proceedings of the special session on shrimp farming. World Aquaculture Society, Baton Rouge, LA USA. 144-156. Howart, R., D. Anderson, J. Cloern, C. Elfring, C. Hopkinson, B. Lapointe, T. Malone, N. Marcus, K. McGlathery, A. Sharpley, & D. Walker. 2000. Nutrient pollution of coastal rivers, bays, and seas. Issues Ecol. 7: 1-15. Howarth, R. W., & R. Marino. 2006. Nitrogen as the limiting nutrient for eutrophication in coastal marine ecoytems: Evolving views over three decades. Limnol. Oceanogr. 51 (1, part 2): 364-376. IOC (Intergovermental Oceanographic Commission of UNESCO). 1993. Nutrient Analysis in tropical marine waters: practical guidance and safety notes for the performance of dissolved micronutrient analysis in sea water with particular reference to tropical waters. (IOC manuals and guides, 28) 24 pp. Paris: UNESCO. KLH (Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia). 2004. Baku mutu air laut untuk biota laut. Dalam: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta: KLH. 32 hal. Law, A. T. 1988. Water quality requirements for Penaeus monodon culture. In: Proceeding of the seminar on marine prawn farming in Malaysia. Malaysia Fisheries Society, 5th March 1988, Serdang, Malaysia. Hal. 53-66. 1). Staf Peneliti Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI 2). Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Undana
1319
Lewis, W. M., & D. P. Morris. 1986. Toxicity of nitrite to fish: A review. Trasactions of the american fisheries society 115: 183-195. Mitsch, W. J., J. W. Day, JR., J. W. Gilliam, P. M. Groffman, D. L. Hey, G. W. Randall, & N. Wang. 2001. Reducing nitrogen loading to the Gulf of Mexico from the Mississippi River basin: Strategies to counter a persistent ecological problem. BioScience 51(5): 373-388. Murtini, J. T., & N. Aji. 2005. Observasi Biota Penghasil Biotoxin Dan Kualitas Air Di Perairan Banjarmasin. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Vol.11. No. 8: 1-9. Nixon, S. W. 1995. Coastal marine eutrophication: A definition, social causes, and future concerns. Ophelia 41: 199-219. Nixon, S. W. & B. A. Buckley. 2002. “A Strikingly Rich Zone”-Nutrient enrichment and secondary production in coastal marine ecosystems. Estuaries 25 (4b): 782-796. NRC (National Research Council). 2000. Clean coastal waters: understanding and reducing the effects of nutrient pollution. Washington, DC. : National Academy Press. 300 pp. Oczkowski A., & S. Nixon. 2007. Increasing nutrient concentrations and the rise and fall of a coastal fishery; a review of data from the Nile Delta, Egypt. Estuarine, Coastal and Shelf Science 77: 309-319. Rodrigues, R. V., M. H. Schwarz, B. C. Delbos, & L. A. Sampaio. 2007. Acute toxicity and sublethal effects of ammonia and nitrite for juvenile cobia Rachycentron canadum. Aquaculture 271: 553-557. Singh A., & R. Ramesh. 2011. Contribution of riverine dissolved inorganic nitrogen flux to new production in the coastal northern indian ocean: an assessmemt. International Journal of Oceanography. Vol. 2011, Article ID 983561, 7 pages, doi: 10.1155/2011/983561. Smith, V. H., G. D. Tilman, & J. C. Nekola. 1999. Eutrophication: Impact of excess nutrient input on freshwater, marine and terrestrial ecosystems. Environtmental Pollution, 100: 179-196. USEPA. 1989. Ambient water quality criteria for ammonia (saltwater). National Technical Information Service, Springfield, VA. 59 pp. Voss, M., A. Baker, H. W. Bange, D. Conley, S. Cornell, B. Deutsch, A. Engel, R. Ganeshram, J. Garnier, A-S. Heiskanen, T. Jickells, C. Lancelot, A. McQuatters-Gollop, J. Middelburg, D. Schiedek, C. P. Slomp, & D. P. Conley. 2011. Nitrogen Processes in Coastal and Marine Ecosystems. In: M. A Sutton, C. M. Howard, J. W. Erisman, G. Billen, A. Bleeker, P.Grennfelt, H. V. Grinsven, and B. Grizzetti (Eds.), The European Nitrogen Assessment. Cambridge: Cambridge University Press. 664 pp. 1). Staf Peneliti Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI 2). Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Undana
1319
Wedemeyer, G. A. & W. T. Yasutake. 1978. Prevention and treatment of nitrite toxicity in juvenile steelhead trout (Salmo gairdneri). Journal of Fisheries Research Board Canada, 35: 822-827.
1). Staf Peneliti Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI 2). Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Undana
1319