KELIMPAHAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT BANGKA S. Firman.1, R. Elvyra2, R. Mahatma2 1
Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2 Bidang Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia
[email protected] ABSTRACT This study aims to determine the abundance of zooplankton which in Bangka Sea Waters. This study is part of a collaboration of the Directorate General of Higher Education (DITJEN DIKTI) of the Ministry of National Education and the Directorate of Institutional Research Center for Oceanography Indonesian Institute of Sciences (P2O-LIPI). Sampling for this study was conducted during the Sailing Nationality for Young Scientists Program (PKIM) Batch II 2010 on boat RV. Baruna Jaya VIII on 22th September - 4 October 2010. Sampling for zooplankton was conducted on 20 stations which were divided into 3 locations: south, east and north. Zooplankton sampling method performed by the method of vertical using Plankton nets (Norpac). The amount of zooplankton which were found in Bangka Sea Waters is 4052 individuals. This consist of 6 phyla (Annelida, Arthropoda, Coelenterata, Chaetognatha, Echinodermata and Mollusca), these 6 phyla contain classes of zooplankton which consisting of Polychaeta, Crustacea, Scypozoa, Sagittoidea, Ophiuroidea, and Gastropoda. The most dominant class zooplankton in Bangka Sea Waters is crustaceans at 86,13 %. Abundance mean of zooplankton in Bangka Sea Waters ranges between 8,583-24,662 ind/m3. Keywords: Zooplankton, Bangka Sea Waters. PENDAHULUAN Zooplankton merupakan plankton hewani yang hidupnya mengapung, mengambang atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya sangat terbatas hingga keberadaannya sangat ditentukan kemana arus membawanya (Nybakken 1992). Zooplankton bersifat heterotrofik. Oleh karena itu, untuk kelangsungan hidupnya zooplankton memanfaatkan bahan organik yang dihasilkan oleh organisme fitoplanktonik (plankton nabati). Pada umumnya zooplankton berukuran 0,2-2 mm (Sidabutar 2010). Zooplankton sangat beranekaragam dan terdiri dari berbagai macam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan (Davis 1955). Zooplankton merupakan komponen penting dalam ekosistem perairan (Thoha 2007). Di perairan, zooplankton memiliki fungsi dan manfaat yang besar. Beberapa kegunaan zooplankton secara ekologis diantaranya adalah (1) Sebagai mata rantai antara produsen primer dengan karnivora besar dan kecil yang dapat mempengaruhi rantai 1
makanan dalam ekosistem perairan (Nybakken 1992). (2) Sebagai sumber makanan bagi semua jenis larva ikan pelagis (Arinardi et al. 1997). (3) Zooplankton juga berperan sebagai indikator biologis suatu perairan (Newell et al. 1977). (4) Banyaknya zooplankton (khususnya meroplankton) di perairan tertentu dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa perairan tersebut merupakan tempat asuhan atau pemijahan bagi biota (Basmi 1995). (5) Di dalam kelompok Copepoda dikenal jenis indikator untuk air naik (upwelling indicator species) yaitu Calanoides philippinensis untuk Perairan Laut Banda (Sidabutar 2010). Selain berperan secara ekologis, zooplankton dapat bermanfaat secara ekonomis. Berbagai jenis zooplankton dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia seperti larva ikan dan udang yang dapat digunakan sebagai sumber protein (Nybakken 1992). Pentingnya peranan dan manfaat zooplankton di perairan, maka sudah selayaknya perlu dilakukan kajian tentang kelimpahan zooplankton. Zooplankton dapat dijumpai hampir di semua habitat air, mulai dari air tawar, payau sampai dengan laut (Davis 1955). Perairan Laut Bangka merupakan perairan yang berada di antara Laut Cina Selatan, Selat Bangka dan Laut Jawa (Aqobah 2009). Perairan Laut Bangka yang diapit oleh ke tiga perairan tersebut menyebabkan perairan ini memiliki karakteristik yang dinamis. Arus di Perairan Laut Bangka berasal dari sirkulasi antara Laut Jawa dan Laut Cina Selatan yang mengaliri perairan laut yang menghubungkan antara pulau-pulau. Dengan demikian, di perairan tersebut mengandung banyak nutrien dan airnya jernih karena terlindung dari ombak dan arus deras (Anonim 2010). Namun demikian, di bagian selatan Pulau Bangka yang berbatasan dengan Pulau Belitung terdapat Penambangan timah. Pulau Bangka bersama dengan Pulau Belitung terkenal sejak dahulu sebagai penghasil timah terbanyak. Limbah yang berasal dari buangan penambangan timah ini berbahaya bagi ekosistem laut (Hadikusuma 2010). Masuknya bahan-bahan kimia yang berbahaya dapat menyebabkan kematian bagi organisme terutama zooplankton (Thoha 2004). Perubahan lingkungan dan ketersediaan makanan yang terjadi pada suatu perairan akan mempengaruhi kelimpahan zooplankton. Apabila kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan zooplankton maka akan terjadi proses pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton. Jika kondisi lingkungan dan ketersediaan fitoplankton tidak sesuai dengan kebutuhan zooplankton maka zooplankton tidak dapat bertahan hidup dan akan mencari kondisi lingkungan yang sesuai (Thoha 2004). Hal ini dapat mempengaruhi rantai makanan dalam ekosistem perairan (Nybakken 1992). Perairan Laut Bangka mempunyai peranan penting sebagai sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Bangka. Penelitian terpadu telah dilakukan oleh Thoha (2004) bersama Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Kawasan Perairan Bangka–Belitung. Penelitian tersebut baru mengamati kelimpahan plankton di bagian utara Bangka-Belitung, sehingga secara keseluruhan kelimpahan zooplankton di Perairan Laut Bangka belum diketahui. Tersedianya data dan informasi yang lengkap sangat diperlukan untuk Kawasan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Laut (KAPPEL) sebagai sumberdaya perikanan di Perairan Laut Bangka ke depan. Pentingnya peranan zooplankton di perairan maka penelitian tentang kelimpahan zooplankton di Perairan Laut Bangka perlu dilakukan.
2
METODE PENELITIAN a.
Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2010 – Oktober 2012. Pengambilan sampel dilaksanakan selama program Pelayaran Kebangsaan bagi Ilmuwan Muda (PKIM) Batch II 2010 pada tanggal 22 September – 4 Oktober 2010. Sampel diambil selama lima hari, yaitu pada tanggal 23–28 September 2010 dengan menggunakan kapal KR. Baruna Jaya VIII. Lokasi pengambilan sampel zooplankton dilaksanakan di Perairan Laut Bangka. Secara geografis Pulau Bangka terletak pada koordinat 1.33° LS – 3.1167° LS dan 105° BT – 107° BT. Penetuan lokasi penelitian dibatasi dari Bujur Timur: 105.16° BT – 107.16° BT dan Lintang Selatan: 3.33° LS – 1.16° LS yang mewakili perairan Pulau Bangka yakni di sebelah utara Pulau Belitung atau perairan Selat Karimata dan Selat Gaspar di bagian barat di kawasan Perairan Laut Bangka. Analisis sampel zooplankton dilakukan di Laboratorium Zoologi dan Studio Mikrografi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. b. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: aquades dan formalin 4 % untuk pengawetan zooplankton. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Plankton net (Norpac), flow meter, botol sampel, kertas label, pipet tetes, gelas objek (object glass), gelas penutup (cover glass) dan mikroskop compound (Olympus CX 41). c. Deskripsi Lokasi Penelitian Pulau Bangka terletak di sebelah timur Sumatra Selatan, memiliki luas teritorial 81.582 km2, luas daratan sebesar 16.281 km2 dan luas perairan 65.301 km2 dengan jumlah pulau ±950 dan panjang garis pantai ±1200 km. Sebagian besar kondisi geografis pulau terdiri dari dataran rendah, rawa-rawa, bukit-bukit kecil, pantai yang indah, ladang lada putih dan tambang timah. Pulau Bangka memiliki pantai yang sangat indah dengan kondisi pasir yang berwarna putih sehingga menjadikan wilayah ini memiliki potensi pariwisata yang sangat baik (Aqobah 2009). Laut Bangka memiliki sumber daya alam yang melimpah, 13.060,2 km2 merupakan perairan karang yang menjadi tempat potensial ikan laut dangkal. Perairan Pulau Bangka selalu tergenang air pada saat surut terendah (Thoha 2004). Pulau Bangka berada diantara Laut Cina Selatan, Selat Bangka dan Laut Jawa. Letak dari pulau ini yang diapit oleh ketiga perairan tersebut menyebabkan wilayah ini memiliki karakteristik yang dinamis. Di bagian selatan Pulau Bangka berbatasan dengan Pulau Belitung. Perairan Laut Bangka di sebelah barat, berbatasan dengan Selat Bangka, di sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan di sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa, (Anonim 2010). Di bagian timur Bangka, ekosistem pesisir terdiri dari ekosistem padang lamun (seagrass bed) dan ekosistem terumbu karang (coral reef). Daerah ini didominasi oleh ekosistem padang lamun yang cukup luas dan merata (Ambalika 2009). Di bagian selatan Bangka, terdapat pulau besar yaitu Pulau Lepar dan Pulau Liat dan beberapa pulau kecil. Pulau ini memiliki ekosistem terumbu karang dan hamparan padang lamun 3
yang luas (Ambalika et al. 2008). Bagian utara Bangka, terdapat teluk yang dinamakan Teluk Kalabat. Teluk ini memiliki perairan yang jernih dengan pulau pulau kecil di bagian depannya, yaitu Pulau Penyusuk, dan Pulau PKE (Anonim 2010). d. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yaitu berupa pengamatan langsung ke lapangan untuk mendapatkan data primer biologi perairan. Selain itu juga dilakukan pencatatan keadaan sekitar laut dan pulau tempat lokasi penelitian. Waktu pengambilan sampel dilakukan pada pagi (pukul 08.00-11.00 WIB), siang (pukul 12.00-14.00 WIB), sore (pukul 15.00-18.00 WIB) dan malam (pukul 18.30-20.00 WIB). e.
Penentuan Stasiun Metode penentuan titik lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive sampling, yaitu penentuan stasiun dilakukan dengan tujuan untuk mempertimbangkan jarak antar lokasi atau stasiun penelitian serta waktu yang terbatas. Pengambilan sampel zooplankton dilakukan pada 20 stasiun yang terbagi kedalam 3 lokasi yaitu utara, timur dan selatan Pulau Bangka.
Peta Indonesia
Peta Pulau Bangka
Keterangan: : Stasiun Pengambilan Sampel Sumber : KR. Baruna Jaya VIII (2010)
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel zooplankton di bagian selatan, timur dan utara Pulau Bangka. Pemilihan 3 lokasi penelitian berdasarkan bentuk dari topografi dan adanya aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka. Lokasi I meliputi stasiun 1–6 merupakan bagian 4
paling selatan yang berbatasan langsung dengan bagian barat Laut Jawa. Lokasi II terdiri dari stasiun 7–13 merupakan perairan timur Bangka, sedangkan Lokasi III terdiri dari stasiun 14-20 merupakan perairan utara Bangka. Posisi (Lintang–Bujur) masingmasing stasiun ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). f.
Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel zooplankton dilakukan dengan metode vertikal menggunakan KR. Baruna Jaya VIII. Pengambilan secara vertikal ini merupakan cara termudah untuk mengambil plankton dari seluruh kolom air (composite sample). Ketika kapal berhenti, jaring diturunkan pada kedalaman yang diinginkan dengan pemberat diikat di bawahnya. Setelah itu jaring ditarik dengan kecepatan konstan yaitu 1.0 m/detik (Sidabutar 2010). Sampel zooplankton diambil dari 20 stasiun sebaran secara vertikal mulai dari dekat dasar perairan sampai permukaan. Air laut disaring menggunakan Plankton net (Norpac) no. 25, dengan diameter mulut 45 cm, besar mata jaring 0,33 mm (300 µm) dan panjang 180 cm. Pada mulut jaring dipasang alat pencatat air masuk (flow meter). Volume air laut yang tersaring dicari melalui persamaan berikut: V=Rxaxp Dimana: V R a p
= Volume air tersaring (m3) = Jumlah rotasi baling-baling flow meter = Luas mulut jaring (m2) = Panjang kolom air yang ditempuh untuk satu kali putaran
Segera setelah penyaringan zooplankton selesai, bagian luar plankton net disemprot dengan air laut dari lokasi pengambilan sampel. Hal ini ditujukan supaya zooplankton yang masih menempel pada jarring dapat terkumpul dalam botol pengumpul. Sebanyak 250 ml dari volume tersebut ditampung dalam botol sampel, diberi bahan pengawet formalin 4 %. Selanjutnya pada botol diberi label yang berisi data nomor stasiun, lokasi pengambilan, tipe alat, hari dan waktu pengambilan sampel. Semua sampel disimpan pada tempat sejuk dan terhindar dari pancaran cahaya langsung agar tidak terjadi perubahan warna pada larutan yang dapat merusak sampel. Selanjutnya sampel zooplankton diamati dibawah mikroskop compound (Olympus CX 41). g.
Identifikasi Zooplankton Identifikasi zooplankton berpedoman pada buku identifikasi plankton Newel, G.E., & R.C. Newel (1977), Yamaji (1966), Davis (1955) dan Sachlan (1982).
5
h. Analisis Data Kelimpahan zooplankton Jumlah jenis zooplankton/m3 pada sampel dapat dihitung berdasarkan formula (Sidabutar 2010) dengan rumus:
D
=
Dimana : D C V
C V kelimpahan zooplankton/m3 dalam sampel Jumlah sel/individu suatu jenis dalam sampel Volume air laut yang tersaring
= = =
HASIL DAN PEMBAHASAN a.
Komposisi Zooplankton Zooplankton yang ditemukan di Perairan Laut Bangka adalah 4052 individu yang terdiri dari 6 filum (Annelida, Arthropoda, Coelenterata, Chaetognatha, Echinodermata dan Mollusca), dari ke-enam filum ini terdapat 6 kelas zooplankton yang terdiri dari Polychaeta, Crustacea, Scypozoa, Sagittoidea, Ophiuroidea, dan Gastropoda (Tabel 1). Tabel 1. Zooplankton yang ditemukan di Perairan Laut Bangka. No 1 2 3 4 5 6
Filum
Kelas Polychaeta Crustacea Scypozoa Sagittoidea Ophiuroidea Gastropoda
Annelida Arthropoda Coelenterata Chaetognatha Echinodermata Mollusca
Dari hasil penelitian ini, jika dilihat dari komposisi taksa, maka masing-masing dari taksa zooplankton yang ditemukan di Perairan Laut Bangka memiliki komposisi yang berbeda. Taksa zooplankton yang paling mendominasi di Perairan Laut Bangka adalah Crustacea sebesar 86,13%, diikuti oleh Ophiuroidea sebesar 8,56% dan Sagittoidea sebesar 2,94%. Taksa terendah yang ditemukan di Perairan Laut Bangka ialah Polychaeta sebesar 1,41%, Gastropoda sebesar 0,74% dan Scypozoa sebesar 0,22% yang merupakan taksa paling rendah (Gambar 2).
6
2,94% 0,22%
0,74%
1,41% 8,56%
Polychaeta Crustacea Scypozoa 86,13%
Sagittoidea Ophiuroidea Gastropoda
Gambar 2. Total komposisi zooplankton di Perairan Laut Bangka (%). Jumlah komposisi zooplankton terbanyak yang ditemukan adalah taksa Crustacea (86,13%). Dari taksa Crustacea ini, didominasi oleh ordo Copepoda yang terdiri dari 3 sub ordo yaitu Calanoid, Harpacticoida dan Ostracoda. Menurut Thoha (2004), Pada tingkatan makroplankton, kelompok Copepoda selalu dominan di setiap lokasi, yang merupakan kondisi umum terjadi di perairan pesisir dan laut. Oleh karena itu, Copepoda merupakan Microcrustacea planktonic yang berperan sebagai jembatan dalam perpindahan materi organik dari tingkatan trofik paling bawah (produser primer atau mikroplankton) ke tingkatan tropik yang lebih tinggi (Davis 1955). Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian kelimpahan plankton yang dilakukan oleh Thoha (2004) di Perairan Bangka-Belitung dan Laut Cina Selatan, Sumatera. Struktur komunitas makroplankton adalah 1249-5448 ind/m3 yang didominasi oleh kelompok Copepoda sebesar 50–89% dan kelompok larva berkisar antara 10–30%. Tingginya kelimpahan Copepoda diikuti oleh kelimpahan Chaetognatha yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan Chaetognatha sebagai predator terhadap Copepoda masih lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan biomassa Copepoda. b. Kelimpahan Zooplankton Kualitas suatu perairan baik di permukaan maupun di dasar perairan berpengaruh terhadap kelimpahan zooplankton (Davis 1955). Kelimpahan zooplankton di perairan berguna untuk mengetahui keberadaan organisme zooplankton pada perairan tersebut, mengingat arti pentingnya keberadaan zooplankton di dalam suatu perairan yang berperan sebagai pakan alami bagi organisme perairan lainya (Sachlan 1982). Perhitungan nilai kelimpahan zooplankton ini berguna untuk mengetahui jumlah individu zooplankton persatuan volume air di Perairan Laut Bangka. Berdasarkan hasil analisis kelimpahan zooplankton, diperoleh bahwa rata-rata kelimpahan zooplankton di Perairan Laut Bangka berkisar antara 8,583-24,662 ind/m3. Kelimpahan zooplankton tertinggi terdapat pada Lokasi 3 (bagian utara Pulau Bangka) yaitu 24,662 ind/m3 sedangkan kelimpahan zooplankton terendah terdapat pada lokasi 2
7
(bagian timur Pulau Bangka) yaitu 8,583 ind/m3. Rata-rata kelimpahan zooplankton pada tiap lokasi disajikan pada Gambar 3. 30 24.662
Kelimpahan (ind/m3)
25
20
15 10.161 8.583
10
5
0 Selatan
Timur
Utara
Lokasi
Gambar 3. Rata-rata kelimpahan zooplankton di Perairan Laut Bangka (ind/m3). Kelimpahan tertinggi pada Lokasi 3 (bagian utara Pulau Bangka) diduga karena faktor pengambilan sampel yang dilakukan pada saat sore hari, adanya rangsangan dari organisme tersebut (migrasi vertikal harian) dan ditunjang oleh faktor lingkungan yang sesuai. Menurut Davis (1955) faktor perangsang migrasi vertikal harian adalah cahaya. Peningkatan intensitas cahaya akan mengakibatkan zooplankton bergerak menjauhi permukaan dan mempertahankan posisinya pada kedalaman dengan intensitas cahaya tertentu. Saat siang atau ketika intensitas cahaya matahari maksimal, zooplankton berada pada kedalaman paling jauh. Hal ini disebabkan oleh perilaku zooplankton dalam menghindari pemangsaan yang mendeteksi mangsa secara visual, mengubah posisi dalam kolom air dan mekanisme dalam meningkatkan produksi dan menghemat energi. Hal lain yang diduga juga mempengaruhi kelimpahan zooplankton adalah kondisi lingkungan. Lokasi 3 (bagian utara Pulau Bangka) merupakan wilayah sangat terbuka dengan pinggiran berupa hutan mangrove seluas 100 m dari garis pantai. Kondisinya relatif baik dan didominasi oleh Rhizophora mucronata sehingga harus dipertahankan menjadi areal ekowisata hutan mangrove. Kondisi rumput laut (sea weed) dan terumbu karang juga masih bagus dan bervariasi oleh karena itu perlu dilestarikan (Thoha 2004). Selain itu, kedalaman suatu perairan juga menjadi faktor penyebab melimpahnya zooplankton disuatu perairan. Di laut dangkal (shallow water), semakin dalam suatu perairan maka kelimpahannya akan semakin tinggi (Nybakken 1992). Lokasi 3 (bagian utara Pulau Bangka) merupakan perairan dangkal sehingga kelimpahannya tinggi. Kelimpahan terendah di Lokasi 2 (bagian timur Pulau Bangka) diduga karena Lokasi 2 (bagian selatan Pulau Bangka) terdapat palung yang pada saat pengambilan sampel tidak terjadi pengadukan sehingga miskin nutrisi. Hal lain diduga terkait dengan rusaknya kondisi fisik perairan dan tingginya aktivitas penambangan timah di bagian timur Pulau Bangka. Buangan limbah penambangan timah yang mengandung zat kimia 8
berbahaya yang dialiri ke perairan diduga dapat mempengaruhi kelimpahan zooplankton. Disamping itu, Lokasi 2 (bagian timur Pulau Bangka) merupakan perairan relatif dalam. Menurut Nybakken (1992), di laut dalam (deep sea) semakin dalam suatu perairan maka kelimpahannya semakin rendah, tetapi diversitasnya akan semakin tinggi. Davis (1955) menyimpulkan bahwa meledaknya kelimpahan populasi zooplankton suatu spesies disebabkan oleh adanya rangsangan dari organisme tersebut dan ditunjang oleh faktor lingkungan yang sesuai. Faktor lain yang mempengaruhi kelimpahan zooplankton ialah turbulensi (gerakan ombak) yang dapat mempengaruhi dasar perairan, salinitas, suhu, penetrasi cahaya, ketersediaan makanan dan predator (Nybakken 1992). Di perairan Laut Bangka, Crustacea merupakan taksa yang memiliki kelimpahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan taksa lainnya dengan kelimpahan 12,71 ind/m3 (Gambar 4). Organisme dari taksa ini merupakan organisme yang intoleran, yaitu organisme yang tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan kualitas. Tingginya kelimpahan dari taksa ini diasumsikan karena kondisi perairan, baik itu dari ketersediaan makanan, predator, sifat fisika-kimia perairan, maupun kondisi lingkungan yang masih baik.
14
12.71
Kelimpahan (ind/m3)
12 10 8 6 4 2
0.211
0.032
0.429
1.187 0.114
0
Taksa
Gambar 4. Rata-rata kelimpahan taksa zooplankton di Perairan Laut Bangka (ind/m3). Tingginya kelimpahan taksa Crustacea diduga karena beberapa organisme dari taksa ini mempunyai adaptasi yang baik dibandingkan dengan taksa lainnya seperti pada Copepoda, Ampipoda, Cyclopoida, dan Calanoida. Crustacea memiliki dada beruas yang terbagi dalam beberapa ruas yang dapat digerak-gerakkan sehingga memungkinkan untuk lebih bebas begerak sehingga dapat menghindari predator, mencari tempat berlindung dan mencari makan (Nybbaken 1992). Sementara itu, kelas yang paling sedikit di temukan ialah Scypozoa dengan kelimpahan 0,032 ind/m3, diduga karena merupakan organisme yang rentan terhadap perubahan lingkungan dan mereka 9
sangat di pengaruhi oleh gelombang sehingga sering ditemukan dalam keadaan terbalik. Hanya sedikit diantaranya yang mampu membalikkan diri kearah cahaya sehingga jarang ditemukan polyp yang hidup pada sisa jaringannya. Hal ini disebabkan oleh kemiripan cara hidup di perairan terbuka dan ketidakmampuan membentuk koloni melalui reproduksi aseksual (Sidabutar 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thoha (2004), dilihat dari sisi nutrisi air laut bagi kebutuhan organisme didalamnya, perairan Bangka-Belitung dan Laut Cina Selatan Sumatera, masih baik kualitasnya. Kadar unsur zat hara di perairan dekat daratan Pulau Bangka umumnya lebih tinggi dari pada perairan Laut Natuna bagian tengahnya. Hal ini didukung oleh data kelimpahan fitoplankton, zooplankton dan bakteri yang mempunyai kelimpahan yang tinggi. Tingkat kesuburan suatu perairan umumnya dikaitkan dengan kelimpahan fitoplankton, zooplankton dan bakteri yang merupakan unsur terpenting dalam rantai makanan di perairan. Sementara itu, hasil penelitan yang dilakukan oleh Fitriya (2003) mengenai kelimpahan zooplankton di Perairan Riau Kepulauan menemukan total kelimpahan zooplankton berkisar antara 476–8113 ind/m3. Kelompok taksa Crustacea mendominasi komunitas zooplankton (4590%) terutama kelompok Copepoda. Begitu juga dengan hasil penelitian kelimpahan plankton yang dilakukan oleh Thoha (2007) di ekosistem Perairan Teluk Gilimanuk, Taman Nasional, Bali Barat menemukan 23938 ind/m3 (67,73%) zooplankton. Struktur makroplankton didominasi oleh kelompok taksa Crustacea (Copepoda) terutama Calanoida, Cyclopoida dan Nauplius copepoda dengan kepadatan tinggi yaitu lebih dari 50%. Pada umumnya komposisi zooplankton terdiri dari Copepoda terutama Calanoida, Cyclopoida dan Nauplius copepoda dengan kepadatan tinggi yaitu lebih dari 50%. Taksa zooplankton lainnya yaitu, Chaetognata, Polychaeta, Oikopleura, Gastropoda, Bivalva, telur ikan, larva ikan. Sementara itu, hasil penelitian variasi kelimpahan zooplankton dalam kaitannya dengan produktivitas Perairan Laut Banda yang dilakukan oleh Wiadnyana (1998) menemukan bahwa kelimpahan zooplankton relatif lebih padat pada waktu berakhirnya musim upwelling (rata-rata 452 ind/m3) dibandingkan pada saat berlangsungnya upwelling (rata-rata 283 ind/m3) yang didominasi oleh taksa Crustacea (Copepoda) dari jumlah total zooplankton (54,0–89,2%) pada kedua musim. Kelimpahan Crustacea selalu mendominasi diseluruh perairan yang merupakan komponen utama zooplankton predominan, mengindikasikan bahwa perairan tersebut cukup potensial untuk mendukung kehidupan biota laut pelagis (Thoha 2007). Hal ini didukung oleh penelitian para pakar, yang menyatakan bahwa ikan-ikan pelagis seperti teri, kembung, lemuru, tembang dan bahkan cakalang berpotensi sebagai pemangsa Copepoda dan larva decapoda. Wiadnyana (1998) menyatakan harus disadari bahwa di dalam lingkungan yang kondisinya normal, bergerombolnya biota laut hampir selalu berkaitan erat dengan banyaknya mangsa pakan disuatu perairan. KESIMPULAN Zooplankton yang ditemukan di Perairan Laut Bangka berjumlah 4052 individu terdiri dari 6 filum (Annelida, Arthropoda, Coelenterata, Chaetognatha, Echinodermata dan Mollusca) dan 6 kelas (Polychaeta, Crustacea, Scypozoa, Sagittoidea, Ophiuroidea, dan Gastropoda). Taksa zooplankton yang paling mendominasi di Perairan Laut Bangka adalah Crustacea 86,13%, Ophiuroidea sebesar 8,56%, dan Sagittoidea sebesar 2,94%. 10
Taksa terendah yang ditemukan ialah Polychaeta (1,41%), Gastropoda (0,74%) dan Scypozoa (0,22%). Rata-rata kelimpahan zooplankton di Perairan Laut Bangka berkisar antara 8,583-24,662 ind/m3. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Ibu Dr. Roza Elvyra, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. rer.nat. Radith Mahatma, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, bantuan, saran dan ilmu yang sangat bermanfaat demi kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pembimbing Lapangan Ibu Hikmah Thoha, M.Si dan Bapak Musweri Muchtar, M.Sc (P2O-LIPI) yang telah memberikan bimbingan serta ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis selama melakukan penelitian di lapangan. Direktorat Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DITJEN DIKTI) Kementerian Pendidikan Nasional dan Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI) sebagai pelaksana program Pelayaran Kebangsaan bagi Ilmuwan Muda (PKIM) Batch II 2010 yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ambalika I. 2009. Pantai Penyusuk. http://www.ubb.ac.id/indexfoto.php? id_foto = pantai_penyusuk. [Diakses pada 18 November 2010]. Ambalika 1, Sodikin H, Maesyaputra R, Herpin. 2008. Kondisi Terumbu Karang Perairan Bangka. http://www.ubb.ac.id/ indexkarang. php_karang=15. [Diakses pada 18 November 2010]. Aqobah J. 2009. Ekspedisi Pulau-pulau Kecil di Propinsi Kepulauan Bangka-Janek Expedition Team UBB, Penelitian Arah Pengembangan Pulau-pulau Kecil di PropinsiKepulauanBangkaBelitung(Bagian1).http://www.ubb.ac.id/menulengka p.phptartikel=396. [Diakses pada18 November 2010]. Arinardi, O.H.,A.B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trimaningsih, E. Asnaryanti dan S.H.Riyono. 1997. Kisaran kelimpahan dan komposisi plankton predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan OseanologiLIPI, Jakarta: 140 hal. Anonim. 2010. Letak geografi. http://www.visitbangkabelitung.com/letak geografi. [Diakses pada18 November 2010]. Basmi, S. 1995. Ekologi Plankton. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Davis, C.C. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State University Press. United States of America.
11
Fitriya, Nurul. 2003. Kelimpahan Zooplankton di Perairan Riau Kepulauan. Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. Jakarta. Hadikusumah, 2010. Modul Pelatihan Pelayaran Kebangsaan Bagi Ilmuwan Muda: Fisika, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Newel, G.E., & R.C. Newel. 1977. Marine Plankton. Hutchinson & Co Ltd. 3 Fitzroy Square. London. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sachlan. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang. Sidabutar, T. 2010. Modul Pelatihan Pelayaran Kebangsaan Bagi Ilmuan Muda, Plankton. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Thoha, Hikmah. 2004. Kelimpahan Plankton di Perairan Bangka-Belitung dan Laut Cina Selatan, Sumatera, Mei - Juni 2002. Pusat Penelitian Oseanografi,Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 14430, Indonesia. Thoha, Hikmah. 2007. Kelimpahan Plankton di Ekosistem Perairan Teluk Gilimanuk, Taman Nasional, Bali Barat. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 14430, Indonesia. Wiadnyana, N.N. 1998. Kesuburan dan komunitas plankton di Perairan Pesisir Maluku dan sekitarnya. Irian Jaya. Yamaji, I. 1966. Ilustration of the Marine Plankton of Japan. Hoikusha Publishing Co. Osaka Japan.
12