PENGKAJIAN PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH PADA LAHAN USAHATANI BERBASIS TANAMAN SAYURAN DI SENTRA TEMBAKAU H. Suganda dan Ai Dariah ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penerapan teknik konservasi tanah dalam usahatani sayuran di daerah sentra tembakau, Kabupaten Temanggung. Penelitian dilaksanakan tepatnya di tengah lokasi demontrasi plot penerapan teknologi konservasi tanah dengan luas lahan 2,85 ha di Desa Batursari dengan 13 orang petani kooperator, dan 2,53 ha di Desa Kledung dengan 10 orang petani kooperator. Pengamatan berlangsung mulai musim hujan (MH) 2006/07 sampai dengan MH 2007/08. Tanah di dua lokasi tersebut tergolong Andisol. Teknik konservasi tanah yang diterapkan adalah cara mekanik dengan tambahan rumput penguat teras. Dalam rangka memanfaatkan hasil hijauan rumput penguat teras masing-masing petani kooperator mendapat bantuan ternak domba. Luas plot pengamatan erosi, masing-masing lokasi tiga ulangan yaitu: I = 1100 m2; II = 1150 m2 dan III = 900 m2 di Desa Batursari, dan I = 928 m2; II = 1490 m2; III = 1078 m2 di Desa Kledung. Prediksi erosi digunakan Universal Soil Loss Equation (USLE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan teknik konservasi tanah ternyata erosi pada lahan sayuran di sentra tembakau dapat diturunkan sebanyak 38,4 % - 66,2 %, bahkan kehilangan tanah akibat erosi dapat ditekan menjadi < 6,0 t/ha. Rumput penguat teras (paspah) dengan luasan 1 m2, dapat menghasilkan hijauan 3,6-4,0 kg, cukup untuk kebutuhan sehari pakan domba yang bobotnya sekitar 20 kg. Penerapan konservasi tanah dapat mengurangi laju kehilangan hara akibat erosi dan mempertahankan kesuburan tanah. Petani kooperator di Desa Kledung yang sudah menerapkan teknik konservasi tanah, lahannya relatif lebih subur dibanding dengan lahan petani kooperator di Desa Batursari, sehingga rata-rata pendapatannya per tahun lebih tinggi dari Rp. 3.100.000,-, PENDAHULUAN Kecamatan Kledung merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Temanggung yang terletak diantara kaki Gunung Sindoro (+ 3151 m dpl.) dan Gunung Sumbing (+ 3260 m dpl.) dengan ketinggian tempat >1400 m dpl. Wilayah ini merupakan sentra pertanaman tembakau di Jawa Tengah (BPS, 2006). Dengan kepemilikan lahan yang sempit (rata-rata < 0,25 ha), petani di daerah ini bertahun-tahun secara turun temurun mengusahakan tembakau di lahan kering yang miring tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah yang tepat sehingga produktivitas makin menurun. 243
H. Suganda dan Ai Dariah
Produktivitas dan kualitas tembakau semakin menurun menyebabkan menurunnya pendapatan petani. Untuk memperbaiki pendapatannya sebagian petani di lokasi penelitian pada awal musim hujan tahun 2005 mulai mencoba berusahatani tanaman sayuran dataran tinggi (kubis, wortel, bawang putih, kentang, dll), sedangkan tanaman tembakau dijadikan sebagai tanaman kedua (menjelang kemarau). Komoditas hortikultura dominan diusahakan di daerah dataran tinggi. Lahan di daerah dataran tinggi didominasi oleh lahan berlereng relatif curam (>15%), sedangkan jenis tanahnya didominasi oleh tanah yang mempunyai sifat andik (Balai Penelitian Tanah, 2004), tanah seperti ini umumnya mempunyai porositas tinggi (Kurnia et al., 2005), sehingga peresapan air ke dalam tanah dapat berjalan dengan baik. Namun demikian, karena tekstur tanahnya didominasi oleh fraksi ringan (debu) yang sangat mudah diangkut oleh aliran permukaan, maka begitu tanah jenuh dan terjadi aliran permukaan, tanah menjadi sangat mudah tererosi (Agus et al., 2006). Oleh karena itu bila teknologi konservasi tanah yang diterapkan tidak cukup memadai, usahatani sayur menjadi sangat beresiko tinggi dipandang dari segi bahaya erosi, terutama pada kondisi curah hujan tinggi. Penerapan teknologi konservasi tanah pada lahan sayuran di daerah Temanggung dinilai belum cukup memadai (Balai Penelitian Tanah, 2004), beberapa petani sudah mulai melakukan penterasan namun bentuk terasnya sebagian besar masih miring keluar, sehingga perlu ada tambahan inovasi agar teras yang telah dibangun lebih efektif menahan erosi, misalnya dengan menambah tanaman penguat teras atau memperbaiki arah bedengan tanaman (Haryati dan Kurnia, 2001). Kondisi yang lebih riskan terjadi pada areal sayur tanpa penerapan teknik konservasi tanah, bedengan yang di buat searah lereng membuat resiko terjadinya erosi semakin tinggi. Hal ini bukan hanya berdampak pada hilangnya lapisan atas tanah yang subur, namun dapat pula menyebabkan usahatani menjadi tidak efisien karena input pertanian utamanya pupuk banyak akan hilang terbawa erosi. Aplikasi teknologi pada lahan sayuran bersifat spesifik, yakni selain efektif menahan erosi juga harus tetap menciptakan kondisi drainase yang baik, karena pada kondisi drainase yang buruk tanaman sayuran menjadi rentan terhadap penyakit, oleh karena itu petani sayuran lebih menyukai bentuk bedengan searah lereng. Beberapa peneliti telah mengembangkan teknik konservasi tanah spesifik untuk lahan usahatani berbasis sayuran. Teknik konservasi tanah yang dikembangkan memiliki keunggulan serta mudah diaplikasikan karena
244
Pengkajian Penerapan Teknik Konservasi Tanah
merupakan penyempurnaan atau pengembangan cara-cara yang biasa dilakukan petani pada lahan usahataninya. Pada lahan sayuran yang belum dilakukan penterasan, Suganda et al. (1997) mencoba untuk menyempurnakan cara-cara yang biasa dilakukan petani, yakni dengan membiarkan bedengan tetap searah lereng, namun setiap 4,5 m dipotong guludan searah kontur. Dengan perbaikan tersebut, erosi dapat ditekan sampai 2,5 kali lebih kecil dibanding cara petani, tingkat erosi yang dicapai tidak terlalu jauh berbeda dengan perlakuan bedengan searah kontur. Pada TA. 2006 dan TA 2007, Badan Litbang Pertanian dengan Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (P4MI) memotivasi petani pemilik lahan sempit untuk berpartisipasi dalam menerapkan teknik konservasi tanah pada lahan usahatani berbasis sayuran, dengan komoditas pendukung ternak domba diberikan pada tahun ke-2. Makalah ini bertujuan menyajikan informasi tentang pentingnya penerapan teknik konservasi tanah dalam budidaya sayuran di sentra tembakau Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung dilihat dari aspek biofisik dan ekonomi dalam rangka mempertahankan produktivitas lahan dan pendapatan petani setempat. BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di dua lokasi demonstrasi plot (demplot) penerapan teknik konservasi tanah : (1) pada lahan milik 10 orang petani kooperator yaitu di Desa Kledung (kaki gunung Sindoro) dengan luas 2,53 ha, pada lahan ini telah diterapkan teknik konservasi tanah namum masih sederhana, dan (2) di Desa Batursari (kaki gunung Sumbing) seluas 2,85 ha, yaitu pada lahan milik 13 orang petani yang belum menerapkan teknik konservasi, dua-duanya termasuk wilayah Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung. Tanah di kedua lokasi tersebut tergolong Andisol. Penelitian berlangsung pada MH 2006/2007 dan MH 2007/2008. Perlakuan penerapan teknik konservasi tanah Perlakuan teknik konservasi tanah yang diterapkan di dua lokasi lahan demplot tersebut yaitu teknik konservasi tanah secara mekanik berupa pembuatan guludan/bedengan disertai selokan yang memotong lereng yang bidang tampingannya ditanami rumput penguat teras, hasil pangkasan
245
H. Suganda dan Ai Dariah
hijauannya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Phaspalum sp, Setaria, rumput gajah, paspah, dan Arachis pintoii). Untuk memanfaatkan hasil pangkasan rumput penguat teras sekaligus dalam rangka menambah kegiatan dan pendapatan masing-masing petani kooperator, pada September 2007 masing-masing petani diberi satu ekor bibit domba betina dan satu ekor pejantan untuk masing-masing kelompok. Komoditas sayuran yang ditanam pada bidang olah pada awal musim hujan (Nopember-Desember) umumnya; kubis, wortel dan bawang putih ditambah tanaman palawija (jagung), dan tembakau. Pengamatan Curah hujan dan erosi Pada masing-masing lokasi dipasang satu buah penakar hujan sederhana (ombrometer) untuk mengetahui curah hujan harian. Pengamatan curah hujan dilakukan setiap PK 7.00 WIB, setelah kejadian hujan. Jumlah tanah tererosi secara kumulatif, diperoleh dari hasil pengukuran pada masing-masing bak penampung erosi. Bak penampung erosi dibuat berupa lubang yang diperkuat batu berukuran panjang x lebar x dalam: 1,5 m x 1 m x 1 m, teletak pada lereng bawah daerah tangkapan/pertanaman. Pengukuran tanah tererosi dilakukan, jika bak penampung hampir penuh terisi tanah tererosi. Petak pengamatan erosi atau lahan pertanaman untuk masing-masing lokasi dibuat 3 (tiga) ulangan dengan luasan sebagai berikut: I = 1100 m2; II = 1150 m2 dan III = 900 m2 di Desa Batursari, dan I = 928 m2; II = 1490 m2; III = 1078 m2 di Desa Kledung. Kemiringan lahan (lereng) pada plot pengamatan erosi di Batusari berkisar antara 15-25% sedangkan di Kledung 10-15%. Rumput penguat teras, ternak dan hasil panen Data hasil rumput penguat teras diperoleh dari rata-rata luas contoh 1 m2, Rumput dipangkas menggunakan arit. Di pangkas kurang lebih 5 cm di atas permukaan tanah. Pemangkasan dilakukan setiap sebulan sekali atau tergantung pertumbuhan rumput. Data yang disajikan adalah hasil pangkasan kesatu pada awal musim hujan. Sebulan sebelum pengamatan keseluruhan rumput penguat teras dipangkas tetapi tidak dilakukan penimbangan, hal tersebut dilakukan agar diperoleh kondisi seragam pada kondisi awal.
246
Pengkajian Penerapan Teknik Konservasi Tanah
Pengukuran bobot ternak dilakukan dua bulan sekali pada semua ternak yang ada pada petani kooperator. Penimbangan di lakukan pagi hari sebelum diberi pakan. Komponen hasil panen sayuran berupa krop kubis, umbi wortel dan bawang putih. Penimbangan langsung di lapangan dalam keadaan segar. Sedangkan untuk jagung berupa janggal jagung rebus, dan tembakau berupa bobot daun tua. Hasil panen umumnya langsung dijual kepada pengumpul dengan harga ditentukan pasar. Harga yang dicacat pada saat penjualan hasil. Hasil penjualan yang diterima petani masih berupa pendapatan kotor belum dikurangi biaya usahatani. Analisis data Untuk menduga kehilangan tanah akibat erosi sebelum dilakukan pengukuran langsung di lapangan digunakan Universal Soil Loss Equation (USLE) Wichmeier and Smith, 1978. Untuk menilai erosi yang dapat diabaikan mengikuti kelas penilaian laju erosi yang dibolehkan (Thompson,1957). Sedangkan tingkat bahaya erosi (TBE) didasarkan pada jumlah tanah tererosi dan solum tanah (Ditjen,RRL-Dephut. 1986). Kedalaman solum tanah kedua lokasi tersebut tergolong dangkal yaitu berkisar antara 60-90 cm. Perbandingan dan prosentase digunakan untuk membandingkan hasil rumput, bobot ternak dan hasil panen sayuran. HASIL DAN PEMBAHASAN Erosi Hasil prediksi (metode USLE) sebelum penerapan dan hasil pengukuran tanah erosi setelah penerapan teknik konservasi tanah disajikan pada Tabel 1 dan 2. Setelah penerapan teknik konservasi tanah pada tahun pertama (2006/2007), terbukti erosi yang terjadi di kedua lokasi tersebut menurun, baik jumlah tanah yang hilang karena erosi maupun tingkat bahayanya. Erosi tertinggi terjadi pada pertanaman sayuran ketika total dan intensitas hujan tinggi, sedangkan pada periode periode pertanaman kedua (tembakau) kecil. Pada lahan di Kledung yang sebelumnya sudah ada teknik konservasi tanah sederhana, dengan dilakukan penyempurnaan, yaitu dengan penanaman rumput penguat teras tanah tererosi dapat turun sampai 66,2 % dengan tingkat bahaya
247
H. Suganda dan Ai Dariah
erosi tergolong sedang. Penurunan erosi, di Batursari karena tanah belum stabil serta lereng yang lebih curam (15-25%) berkisar hanya 38,4 % (Tabel 1). Tabel 1.
Erosi pada tahun pertama (2006/07) setelah penerapan teknik konservasi tanah
Lokasi
Prediksi Erosi (t/ha/tahun )
Batursari Kledung
59,3 s.d. 63,1 (B-SB) 28,1 s.d. 35,7 (B)
Tanah erosi selama periode sayuran (MH 2006/07) (t/ha) 36,5 (B) 9,5 (S) *
Penurunan tanah tererosi setelah penerapan (%) 38,4 66,2
** Tingkat Bahaya Erosi (TBE) : S = Sedang B = Berat; SB = Sangat Berat Tanah yang hilang akibat erosi pada musim tanam sayuran ke-2 (MH 2007/2008) ternyata semakin menurun dibanding MH 2006/2007, hal ini akibat dari teknik konservasi tanah yang diterapkan sudah semakin membaik. Tanah bedengan sudah stabil maupun rumput penguat teras sudah tumbuh subur. Erosi yang terjadi pada musim hujan di kedua lokasi ini < 6,0 t/ha, tergolong laju erosi yang dapat diabaikan karena < 11,21 t/ha/thn (Thompson, 1957). Total curah hujan tercatat relatif tinggi mencapai maksimum 1940 mm (Tabel 2). Tabel 2. Rata-rata berat tanah tererosi selama periode pertanaman sayuran di Batursari dan Kledung pada MH 2007/2008 Lokasi pengamatan
Kemiringan lahan Curah hujan % mm Batursari 15-25 1940 Kledung 10-15 1735 * Periode pengamatan erosi 1 Oktober 2007 s.d 18 Maret 2008
Tanah erosi * t/ha 5,51 2,19
Rumput Penguat Teras Setiap petani menanam tampingan teras atau guludannya dengan rumput penguat teras sekaligus juga hijauan hasil pangkasannya dapat digunakan sebagai pakan ternak. Berdasar wawancara dengan peneliti Balai Penelitian Ternak, Bogor bahwa kebutuhan ternak per hari untuk pakan rumput rata-rata 20 % dari bobot ternaknya. Pada Tabel 3 disajikan rata-rata hasil hijauan pangkasan rumput penguat teras pada awal musim hujan (November 2007). Paspah masih tergolong species Phaspalum, sp yang sudah dikembangkan petani Kledung untuk pakan ternak menghasilkan hijauan antara 3,6 – 4,0 kg m-2, berarti sekali pangkas untuk periode satu bulan cukup untuk pakan sehari domba dengan
248
Pengkajian Penerapan Teknik Konservasi Tanah
bobot 20 kg. Dengan memiliki luas tampingan 30 m2 yang ditanami rumput paspah diperkirakan cukup untuk sumber pakan seekor domba selamanya. Petani di Batursari menanam rumput pada tampingan teras/gulud beragam. Hasil hijauan tertinggi King grass (14.8 kg m-2), rumput gajah (8,0 kg m2 ) dan Setaria (6,0 kg m-2). Rumput hasil pangkasan dicacah terlebih dahulu sebelum diberikan. Sekali pangkas cukup untuk pakan 2 sampai 3 ekor ternak domba, jika kebutuhan pakan 3-4 kg/hari. Manfaat menanami tampingan teras dengan rumput penguat teras, selain memperkuat tampingan menjadi stabil dan tidak mudah longsor, juga dapat menambah kegiatan dan pendapatan petani kooperator. Tabel 3.
Perbandingan rata-rata hasil hijauan pangkasan rumput penguat pada tampingan teras di Kledung dan Batursari
Lokasi No. Petani
Jenis rumput
Berat hijauan -2 (kg m )
Kledung 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Paspah Paspah Paspah Paspah Paspah Paspah
3,9 4,0 4,0 4,0 3,6 3,7
Lokasi No. Petani Batursari 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis rumput
Phaspalum,sp. Phaspalum,sp.+Arachis P Rumput Paspah Rumput Setaria Rumput Gajah King grass
Berat hijauan -2 (kg m ) 3,2 2,8 3,2 6,0 8,0 14,8
Catatan: Tanam rumput: 20-12-2006. Tanggal pemangkasan 27-11- 2007.
Pertumbuhan dan Perkembangan Ternak Model penerapan teknik konservasi tanah dengan integrasi ternak sudah banyak berhasil di beberapa daerah penelitian. Integrasi konservasi-ternak tersebut bermanfaat antara lain lahan usahatani terkonservasi dengan baik, sedangkan jumlah ternak di lokasi tersebut menjadi makin bertambah. Pada Tabel 4 disajikan perubahan bobot bibit domba selama pemeliharaan petani kooperator. Dengan memanfaatkan sebagian besar hasil pangkasan rumput pada tampingan sebagai pakan, kenaikan bobot domba selama dua bulan pemeliharaan rata-rata 2,4 kg di Batursari dan 2,0 kg di Kledung. Sedang untuk domba pejantan di Batursari dapat mencapai 4 kg. Pertumbuhan domba pejantan di Kledung relatif lebih kecil, hanya 1 kg per dua bulan, hal ini diduga antara lain pertumbuhan bobotnya sudah mendekati maksimal atau sudah siap kawin.
249
H. Suganda dan Ai Dariah
Tabel 4. Rata-rata perubahan bobot bibit domba betina selama 2 bulan pemeliharan Lokasi (Bibit domba / jumlah ) Batursari Betina (13 ekor) Jantan (1 ekor) Kledung Betina (10 ekor) - Jantan (1 ekor)
Rata-rata bobot per ekor 21-9-2007 21-11-2008 .......................... kg ........................
Kenaikan bobot (kg)
24.8 27,0
27,2 31,0
2,4 4,0
24,7 31,0
26,7 32,0
2,0 1,0
Induk domba betina di Batursari maupun di Kledung beberapa ekor sudah melahirkan anak. Pada periode Oktober-Desember 2007 di Batursari dari 13 ekor induk domba ada dua yang beranak, masing-masing 2 dan 1 ekor, sedang di Kledung dari 10 ekor sudah ada 4 ekor betina yang beranak masing-masing satu ekor. Perkembangan ternak yang relatif cepat ini diharapkan meningkatkan gairah petani dalam menerapkan teknik konservasi tanah pada lahan budidayanya disamping terus memelihara ternaknya. Hasil sampingan lainnya dari pemeliharan ternak tersebut, yaitu kotorannya dikembalikan ke lahan untuk mempertahankan kesuburan tanahnya. Hasil panen dan pendapatan petani Produksi sayuran dan penghasilan petani selama satu tahun pada plot pengamatan erosi di Desa Batursari dan Kledung disajikan pada Tabel 5. Komoditas utama sayuran yang ditanam petani kooperator pada plot percobaan di dua lokasi tersebut adalah berturut-turut kubis dan bawang putih. Tanaman kedua dan andalan daerah ini setelah sayuran dipanen adalah tembakau. Hasil kubis di Kledung lebih tinggi dibanding di Batursari bisa menghasilkan 10 – 15 t/ha, sekitar 1,5-2 kali dibanding di Batusari yang hanya mencapai 6,0 t /ha. Demikian juga halnya hasil daun tembakau di Kledung dapat mencapai 0,931,05 t/ha, sekitar 1,5 kali di Batursari yang hanya berkisar antara 0,6-0,66 t/ha. Kondisi ini disebabkan antara lain tanah di Kledung relalif lebih subur, karena petaninya antara lain, sudah menerapkan teknologi konservasi tanah lebih awal meskipun masih sederhana. Penerapan teknik konservasi tanah tersebut diduga dapat mengurangi laju kehilangan hara akibat erosi, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan.
250
Pengkajian Penerapan Teknik Konservasi Tanah
Tabel 5.
Produksi sayuran dan penghasilan petani pada plot pengamatan erosi di Desa Batursari dan Kledung, Kec.Kledung Temanggung MT 2007/08
Lokasi No. Petani Batursari 1. 2.
Luas Plot Pengamatan m2
Jenis sayuran
1150
Bwg Putih + Wortel Tembakau Bwg Putih + Kubis Tembakau
900
Rata-rata (1 dan 2) Kledung 1490 1. 2. 1078
Produksi t/ha
KubisTembakuJagung KubisTembakauJagung
Harga /kg *)
Penghasilan/ha
................... Rp .....................
2,00 1,00 0,60 2,25 6,00 0,66
3.500 1.000 17.500 2.500 500 18.000
7.000.000 1.000.000 10.500.000 5.625.000 3.000.000 11.880.000 19.502.500
15,00 1,05 1,00 10,00 0,93 0,57
500 15.000 150 1.000 12.500 350
7.500.000 15.750.000 150.000 10.000.000 11.625.000 199.500 22.612.500
Rata-rata (1 dan 2) *) Harga sayuran pada saat penjualan di kebun
Pada Tabel 5 terlihat bahwa kontribusi hasil sayuran terhadap pendapatan kotor petani, baik di Batursari maupun di Kledung rata-rata lebih dari 40%, sisanya 60% diperoleh dari penjualan daun tembakau. Dengan kata lain bahwa pendapatan petani meningkat lebih dari 66 % dibanding hanya jika mengusahakan tanaman tembakau saja. Dengan perhitungan harga ril saat penjualan hasil panen, maka rata-rata pendapatan kotor petani kooperator di Kledung lebih tinggi Rp. 3.100.000,- per tahun dibanding dari petani kooperator di Batursari, hal ini sejalan dengan kondisi kesuburan tanah dan penerapan teknik konservasi tanah yang lebih awal di Kledung dibanding Batursari. KESIMPULAN 1.
Tanpa tindakan konservasi tanah yang memadai, tanah tererosi pada lahan di Desa Batursari diprediksi berkisar dari 59,3 sampai 63,1 t/ha/th, sedang di Desa Kledung 28,1 sampai 35,7 t/ha/th.
2.
Kehilangan tanah akibat erosi pada lahan sayuran di sentra tembakau di ke-dua desa tersebut dapat diturunkan secara drastis melalui penerapan teknik konservasi tanah secara mekanik yang diperkuat rumput pakan ternak. Penurunan laju erosi untuk tahun pertama dapat mencapai 38,4 %
251
H. Suganda dan Ai Dariah
di Batursari sampai 66,2 % di Kledung, bahkan pada MH 2007/2008 (periode pertanaman sayuran) erosi dapat ditekan menjadi < 6,0 t/ha. 3.
Penerapan konservasi tanah dapat mengurangi laju kehilangan hara akibat erosi dan mempertahankan kesuburan tanah, sehingga lahan petani kooperator di Kledung yang menerapkan teknik konservasi lebih awal relatif lebih subur dibanding lahan petani kooperator di Batursari.
4.
Hasil pangkasan rumput penguat teras (rumput paspah) pada luasan 1 m2, dapat menghasilkan hijauan 3,6-4,0 kg, cukup untuk kebutuhan sehari pakan domba yang bobotnya sekitar 20 kg. Hijauan hasil pangkasan rumput setaria, rumput gajah dan King grass lebih tinggi dibanding paspah, bisa mencapai 6,0 kg m-2 sampai 14,8 kg m-2.
5.
Penerapan teknik konservasi tanah diintegrasikan dengan pemeliharaan ternak domba pada tahun ke-2 ternyata dapat menambah kegiatan dan pendapatan petani kooperator melalui penambahan bobot ternak dan anakan ternak.
6.
Usahatani sayuran di sentra tembakau antara lain; dapat menambah pendapatan petani sekitar 66 % dibanding hanya mengusahakan tembakau saja.
7.
Petani kooperator di Kledung yang lahannya relatif lebih subur di banding dengan lahan petani kooperator di Batursari, rata-rata pendapatannya lebih tinggi Rp. 3.100.000,-, DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., Irawan, N.L. Nurida, A. Dariah, dan E. Husen. Optimazing Multifunctionality of Agriculture Through Land Management Practices Land Use and Management Advocacies. Indonesian Soil Research Institute. Bogor. Balittanah. 2004. Laporan Akhir. Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zone Agro-Ekologi skala 1:50.000 di Kabupaten Temanggung. Provinsi Jawa Tengah. Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Tanah dan Poor Farmers’ Income Improvement Through Innovation Project. Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. BPS. 2006. Temanggung Dalam Angka 2006. Kerjasama Pemerintah Daerah dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung. BPS-Temanggung.
252
Pengkajian Penerapan Teknik Konservasi Tanah
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1986. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Ditjen RRL. Departemen Kehutanan. Jakarta. Haryati, U. dan U. Kurnia. 2001. Pengaruh teknik konservasi terhadap erosi dan hasil kentang (Solanum tuberosum) pada lahan budi daya sayuran di dataran tinggi Dieng dalam Prosiding Seminar Nasional Reorientasi Pendayagunaan Sumberdaya Tanah, Iklim, dan Pupuk: Buku II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, CipayungBogor, 31 Oktober-2 November 2000. Hal. 439-460. Suganda, H., M. S. Djunaedi, D. Santoso, dan S. Sukmana. 1997. Pengaruh cara pengendalian erosi terhadap aliran permukaan, tanah tererosi, dan produksi sayuran pada Andisols. Jurnal Tanah dan Iklim 15: 38-50. Thompson,L.M., 1957. Soil and Soil Fertility. Mc Graw-Hill Book Company Inc. New York. Undang Kurnia, H. Suganda, D. Erfandi, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi Konservasi Tanah pada Budidaya Sayuran Dataran Tinggi dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Pertanian Berlereng. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal.133-150. Wischmeier, W.H., and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses – A Guide to Conservation Planning. USDA Agric. Handbook. No. 537.
253