Artikel Penelitian
Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga mengenai Arthritis Gout di Kelurahan Rawasari, Jakarta Pusat
Zakiah Haris K, Eldra Felisia M, Miftahudin, Meita Primiarti, Bayu Lesmono, M Nurrizki H, Dwi Darmanto, Ridwan Siswanto Lembaga Afiliasi Program Pendidikan Integrasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” (UPN), Jakarta
Abstrak: Arthritis gout adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh deposisi kristal monosodium urat yang dicetuskan oleh seringnya seseorang mengkonsumsi makanan tinggi protein. Telah dilakukan penelitian cross sectional terhadap 107 ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di RT 09 dan RT 11, RW 02, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan perilaku ibu rumah tangga tentang arthritis gout, khususnya pola makan dan minum obat yang berisiko terkena arthritis gout. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terpimpin menggunakan kuesioner. Hasil penelitian memperlihatkan sebanyak 38,3% responden berumur 31-40 tahun. Sebagian besar responden tidak bekerja (85%), berpendapatan rendah (64,5%), dan berpendidikan rendah (71%). Enam puluh lima persen responden tidak memiliki riwayat arthritis gout dalam keluarga, dan tetangga merupakan sumber informasi terbanyak. Mayoritas responden berpengetahuan rendah (96,3%) dan berperilaku makan dan minum obat yang berisiko sedang terkena arthritis gout (63,6%). Didapatkan hubungan yang bermakna antara usia dan perilaku (x2=9,981, p=0,001). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, sumber informasi, riwayat pribadi dan keluarga arthritis gout dengan pengetahuan dan perilaku makan dan minum obat. Kata kunci: arthritis gout, ibu rumah tangga, pengetahuan, perilaku, konsumsi makanan minum obat
Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 1, Januari 2005
9
Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Mengenai Arthritis Gout
Knowledge and Behaviour of Gouty Arthritis in Housewives in Kelurahan Rawasari, Jakarta Pusat Zakiah Haris K, Eldra Felisia M, Miftahudin, Meita Primiarti, Bayu Lesmono, M Nurrizki H, Dwi Darmanto, Ridwan Siswanto Afiliation Institute of Integration Study Programme Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, and Department of Public Health, National Development University “Veteran” (UPN), Jakarta
Abstract: Gouty arthritis is a chronic illness that is caused by a crystal monosodium uric deposition in body tissue especially in joint. It is induced by frequent consumption of high protein dietary. A cross sectional study was conducted to identify the level of knowledge and behavior, especially on food and drugs consumption that could be a risk to suffer from gouty arthritis and the related factors in 107 housewives in Kelurahan Rawasari Cempaka Putih Barat, Central Jakarta. Respondents were interviewed using guided questionnaire. The result of this study showed that 38.3% respondents were between 31-40 years old, most of the respondents did not work (85%), had low income (64.5%), and had low education level (71%). Sixty-five percent respondents did not have personal and family history of gouty arthritis. Most of respondents (69.6%) chose their neighbour as important source of information. The majority of respondents had low level of knowledge (96.3%) and middle risk behavior of gouty arthritis based on their food and drugs consumption pattern (63.6%). There was significant relationship between age and behavior (x2=9.981, p=0.001). Though, there was no significant relationship between age, education level, income level, source of information, personal and family history of gout arthritis with knowledge and behavior on food and drugs consumption related to gouty arthritis. Key words: gouty arthritis, housewives, knowledge, behaviour food and drugs consumption
Pendahuluan Insidens dan prevalensi arthritis gout di Indonesia masih belum diketahui secara pasti. Penelitian Darmawan di Bandungan, Jawa Tengah 1999 mendapatkan 8% orang dewasa di atas 15 tahun menderita arthritis gout. Arthritis gout merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada laki-laki dewasa dengan puncak insiden pada dekade keempat dan ke-lima. Menurut hasil penelitian Hermansyah di Subbagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI Palembang didapatkan laki-laki 88,2% dan perempuan 11,8%.1 Arthritis gout mempunyai gejala yang khas berupa nyeri hebat, sendi yang terkena merah, bengkak, dan panas secara tiba-tiba, terutama menjelang pagi. Jadi jika hanya pegal linu pada otot dan sendi tanpa nyeri yang hebat kemungkinan bukan arthritis gout. Arthritis gout tidak selalu identik dengan hiperurisemia, artinya tidak selalu arthritis gout disertai dengan peninggian asam urat darah. Banyak orang
10
dengan peninggian asam urat, namun tidak pernah menderita serangan arthritis gout. Menurut Rodnan dan Healey, arthritis gout dan hiperurisemia secara genetik ditentukan oleh gen yang berbeda. Wallace mengatakan bahwa hiperurisemia dan arthritis gout secara klinis berbeda, dan should not be placed under the same therapeutic umbrella. Fluktuasi kadar asam urat dapat mencetuskan serangan artritis gout.2 Serangan pertama cepat sembuh dan jarak serangan ke-dua biasanya sangat jauh, bisa bertahun-tahun. Dalam fase bebas serangan tidak dijumpai serangan pada sendi. Seringkali orang tidak menduga terkena gout tapi mengira keseleo atau terkena infeksi. Pada serangan ke-dua dan ketiga penderita merasa nyeri setiap hari. Fase ini disebut fase kambuhan. Pada tahap lanjut, yaitu lebih dari sepuluh tahun, timbul benjolan keras berisi kristal asam urat berbentuk jarum di beberapa sendi. Fase ini disebut fase gout kronis. Sendi yang terkena adalah yang sering mendapat tekanan, seperti
Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 1, Januari 2005
Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Mengenai Arthritis Gout ibu jari kaki, pergelangan kaki, lutut, sendi siku, dan jari tangan. Biasanya penderita arthritis gout berbadan gemuk.2 Arthritis gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Arthritis gout primer adalah akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Artritis gout sekunder disebabkan pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.3 Faktor yang berhubungan dengan timbulnya arthritis gout antara lain trauma, alkohol, tindakan bedah, asupan makanan, diuresis, pendarahan, terapi protein, infeksi, radiasi, beberapa obat seperti insulin, penisilin, merkuri, diuretik tiazid, suntikan vitamin B12, probenecid, dan allopurinol. Dari penelitian Hermansyah juga didapatkan bahwa hiperlipidemia dan hipertrigliseridemia berpengaruh, sedangkan proses lipid lain yang berperan pada saat serangan arthritis gout antara lain kolesterol total, trigliserida, HDL, dan LDL.1 Pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan ditentukan antara lain oleh pola makan. Makanan yang tidak diperbolehkan antara lain sarden, jerohan, (jantung, hati, ginjal, usus, limpa, paru), otak, ekstrak daging (kaldu), bebek, burung, angsa, kerang, udang, cumi-cumi, minuman yang beralkohol, serta minuman yang bersoda. Makanan yang perlu dibatasi bagi penderita arthritis gout antara lain daging, ayam, ikan (tongkol, tenggiri, bawal, bandeng) maksimal 50 gr/hari, kacang-kacangan kering maksimal 25 gr/hari, tahu, tempe, oncom maksimal 50 gr/hari, dan beberapa jenis sayuran (kembang kol, bayam, jamur, asparagus, kacang buncis, kacang polong maksimal 50 gr/hari).4 Pola makan terutama dalam hal pengaturan menu makan setiap hari lebih ditentukan oleh ibu rumah tangga. Untuk itu kami memilih untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan dan perilaku ibu rumah tangga mengenai arthritis gout, khususnya pola makan dan minum obat yang berisiko terkena arthritis gout. Metodologi Penelitian dilakukan pada tanggal 3-9 Mei 2004 dan menggunakan disain penelitian deskriptif dengan metode cross sectional. Populasi yang diteliti adalah ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat. Pemilihan responden dilakukan dengan cara cluster random sampling. Kriteria eksklusi yang digunakan adalah ibu rumah tangga yang menolak untuk diwawancarai, tidak dapat ditemui dalam 2 kali kunjungan, atau bukan istri kepala keluarga (bila dalam satu rumah terdapat lebih dari satu ibu rumah tangga). Data penelitian merupakan data primer yang diperoleh melalui wawancara terpimpin dengan kuesioner yang telah diuji coba dan divalidasi. Data yang dikumpulkan meliputi data sosiodemografi, serta pengetahuan dan perilaku responden tentang asam urat dalam hubungannya dengan pola makan dan minum obat. Batasan riwayat penyakit arthritis gout adalah jika responden atau keluarga pernah mengalami sakit pada
Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 1, Januari 2005
persendian, terutama pada sendi ibu jari kaki. Secara klinis di tempat keluhan terdapat tanda inflamasi (merah, panas, bengkak, nyeri, dan berkurangnya fungsi), dengan keluhan sakit dan bengkak bila ada faktor pencetus seperti makanan atau obat-obatan. Penilaian pengetahuan responden tentang asam urat dilakukan dengan memberikan 10 pertanyaan beserta 4 pilihan untuk tiap pertanyaan. Seluruh skor pertanyaan dijumlahkan sehingga didapatkan skor total yang kemudian diklasifikasikan menjadi pengetahuan baik, sedang, dan kurang. Penilaian perilaku makan secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan tabel kuesioner frekuensi konsumsi bahan makanan dan minuman yang berisiko terhadap asam urat dalam seminggu. Setiap bahan makanan diberi skor sesuai dengan frekuensi konsumsi per minggu (daging, seafood, sayuran, buah, kopi, teh, dan alkohol) dan diklasifikasikan menjadi risiko rendah, sedang, dan tinggi. Batasan frekuensi yang kami gunakan untuk penilaian terhadap perilaku minum obat adalah tidak pernah, jarang (mengkonsumsi makanan/ minuman/obat kurang dari 1 kali/minggu), sering (mengkonsumsi makanan/ minuman/obat lebih dari 1 kali/minggu) dan setiap hari. Hasil Penelitian Seluruh ibu rumah tangga di RT 09 dan RT 11 RW 02 Kelurahan Rawasari, berjumlah 107 orang, bersedia menjadi responden penelitian. Angka ini memenuhi jumlah minimal responden, yaitu 106, dengan batas kepercayaan 0,05 dan derajat kesalahan 10%. Tabel 1 memperlihatkan 38,3% responden berusia antara 31-40 tahun. Terdapat 64,5% responden yang tingkat pendapatannya rendah dan 85% berstatus tak bekerja. Tabel 1.
Sebaran Responden Berdasarkan Kategori Usia, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, dan Status Pekerjaan pada Responden
Variabel
Kategori
Usia
> 50 41 - 50 31 - 40 21 - 30 < 20 Tinggi Sedang Rendah Sedang Rendah Bekerja Tidak Bekerja Pernah Tidak pernah Ada Tidak ada Tidak tahu
Tingkat pendidikan
Tingkat pendapatan Status pekerjaan Riwayat gout Riwayat gout
Total
penyakit pribadi penyakit keluarga
Frekuensi
(%)
16 26 41 22 2 2 29 76 38 69 16 91 34 66 37 66 4
15,0 24,3 38,3 20,6 1,9 1,9 27,1 71,0 35,5 64,5 15 85 31,7 68,3 34,6 61,7 3,7
107
100
11
Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Mengenai Arthritis Gout Tabel 2.
Tabel Rekapitulasi Jawaban Pengetahuan tentang Asam Urat (n=107)
Pengetahuan
Frekuensi
1. Bagian tubuh mana yang sering mengalami penyakit asam urat. a. Sendi b. Ginjal c. Jaringan lemak d. Tidak tahu 2. Apa saja gejala penyakit asam urat itu? a. Nyeri sendi, merah, terasa panas b. Nyeri seluruh tubuh c. Tidak bisa menggerakan kaki dan tangan d. Tidak tahu 3. Apa penyebab penyakit asam urat itu? (Jawaban boleh lebih dari satu) a. Terlalu banyak konsumsi makanan mengandung protein b. Terlalu banyak aktivitas fisik c. Kurang makanan yang begizi d. Tidak tahu 4. Siapa yang paling banyak menderita penyakit asam urat? a. Laki - laki dewasa b. Perempuan dewasa c. Anak - anak d. Tidak tahu 5. Makanan apa yang berhubungan dengan penyakit asam urat? (Jawaban boleh lebih dari satu) a. Jerohan b. Tempe c. Nasi d. Tidak tahu 6. Minuman apa yang berhubungan dengan penyakit asam urat? (Jawaban boleh lebih dari satu) a. Alkohol b. Kopi c. Minum manis d. Tidak tahu 7. Apa yang dilakukan untuk mencegah penyakit asam urat? (Jawaban boleh lebih dari satu) a. Menghindari makan jerohan b. Mengurangi makan daging sapi c. Makan ikan laut d. Tidak tahu 8. Apa yang dapat dilakukan jika terkena penyakit asam urat? (Jawaban boleh lebih dari satu) a. Memantang makanan b. Minum obat penghilang nyeri c. Dikompres air hangat d. Tidak tahu 9. Apakah komplikasi penyakit asam urat? (Jawaban boleh lebih dari satu) a. Kerusakan ginjal b. Tidak bisa berjalan c. Penyakit jantung d. Tidak tahu 10. Umur berapa yang sering terkena asam urat? a. Lebih dari 40 tahun b. 20 sampai 40 tahun c. Di bawah 20 tahun d. Tidak tahu
12
%
Terdapat 79 ibu rumah tangga dari 107 responden yang pernah mendapat sumber informasi tentang arthritis gout. Sumber informasi yang diperoleh responden bervariasi, antara lain dari televisi (12,7%), majalah (2,5%), tetangga (69,6%), radio (5,1%), dokter (8,9%), dan puskesmas (1,3%). Dari 107 responden, sebanyak 3,7% berpengetahuan sedang, dan 96,3% berpengetahuan kurang tentang arthritis gout. Rekapitulasi jawaban pengetahuan responden dapat dilihat di Tabel 2.
80 1 1 25
74,8 0,9 0,9 23,4
70 7 10
65,4 6,5 9,3
20
18,7
Perilaku konsumsi makanan, minuman, dan obat yang berisiko menimbulkan arthritis gout, menunjukkan 0,9% responden berisiko rendah, 63,6% sedang dan 35,5% tinggi. Rekapitulasi jawaban perilaku responden tersebut dapat dilihat di Tabel 3 dan Tabel 4.
51
47,7
Tabel 3.
32 18 27
29,9 16,8 25,2
Jenis Makanan dan Minuman
Tidak pernah f (%)
Jarang f (%)
48 55 0 4
44,9 51,4 0 3,7
50 87 16 3
46,7 81,3 15,0 2,8
32 52 10 41
29,9 48,6 9,3 38,3
Daging sapi Daging kambing Jeroan Emping Udang Toge Buncis Kangkung Kol Kacang-kacangan Jengkol Pete Durian Kopi Te h Alkohol
13 (12,1) 65 (57,9) 52 (48,6) 17 (15,9) 28 (26,2) 12 (11,2) 22 (20,6) 11 (10,3) 31 (29) 6 (5,6) 53 (49,5) 42 (39,3) 60 (56,1) 44 (41,1) 10 (9,3) 105 (98,1)
78 (72,9) 42 (39,3) 48 (44,9) 55 (51,4) 48 (44,9) 61 (57) 51 (47,7) 39 (36,4) 51 (47,7) 45 (42,1) 44 (41,1) 54 (50,5) 43 (40,2) 23 (21,5) 23 (21,5) 2 (1,9)
89 33 6 13
83,2 30,8 5,6 12,1
50 87 16 3
46,7 81,3 15,0 2,8
12 61 7 40
11,2 57,9 6,5 37,4
82 20 0 5
76,6 18,7 0 4,7
Tabel Rekapitulasi Jawaban Perilaku Makan dan Minum yang Berhubungan dengan Arthritis Gout Sering f (%)
Setiap hari f (%)
16 (15,0) 3 (2,8) 7 (6,5) 31 (29,0) 30 (28,0) 33 (30,8) 33 (30,8) 55 (51,4) 24 (22,4) 52 (48,6) 9 (8,4) 10 (9,3) 4 (3,7) 21 (19,6) 34 (31,8) 0 (0)
0 (0) 0 (0) 0 (0) 4 (3,7) 1 (0,9) 1 (0,9) 1 (0,9) 2 (1,9) 1 (0,9) 4 (3,7) 1 (0,9) 1 (0,9) 0 (0) 19 (17,8) 40 (37,4) 0 (0)
Dari 34 orang responden yang pernah mengalami arthritis gout, 15 orang (44,1%) diantaranya berobat ke dokter, 17 (50 %) orang mengobati sendiri dan 2 (5,9%) orang mencari pengobatan alternatif. Dua puluh enam orang dari responden yang pernah mengalami arthritis gout mengubah pola makan dengan menghindari makan jerohan (100%) dan kacangkacangan (64,5%). Tabel 4.
Jenis obat
Aspirin Bodrex Panadol Ponstan
Tabel Rekapitulasi Jawaban Perilaku Minum Obat yang Berhubungan dengan Arthritis Gout Tidak pernah f (%)
93 69 49 68
(86,9) (64,5) (45,8) (63,6)
Jarang f (%)
Sering f (%)
12 23 37 29
2 (1,9) 15 (14) 21 (19,6) 10 (9,3)
(1,2) (21,5) (34,6) (27,1)
Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 1, Januari 2005
Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Mengenai Arthritis Gout Pembahasan Persentase terbesar responden adalah berusia antara 31- 40 tahun, tidak bekerja, serta memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah. Hal itu sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif et al di kelurahan Rawasari, yang menyebutkan bahwa sebagian besar ibu rumah tangga berusia di bawah 40 tahun (64,5%), tidak bekerja (76,3%), tingkat pendidikannya rendah (71,0%), dan berpendapatan per kapita rendah (64,5%).5 Sebagian besar responden berpengetahuan kurang (96,3%) dan berperilaku berisiko sedang terkena arthritis gout sebesar 63,3%. Terdapat dua pengetahuan yang diajukan dalam penelitian ini yang dapat dijawab dengan baik, yaitu pengetahuan tentang makanan apa yang berhubungan dengan penyakit arthritis gout serta bagian tubuh mana yang sering berhubungan dengan penyakit arthritis gout.
Dari 37 responden yang memiliki riwayat keluarga artritis gout, 20 (54,1%) diantaranya mempunyai ibu artritis gout, 15 (40,5%) orang mempunyai bapak dengan artritis gout, dan 2 (5,4%) orang mempunyai saudara perempuan dengan arthritis gout. Sebanyak 25 (67,6%) orang mengubah perilaku makan dengan menghindari jerohan dan kacang-kacangan (52%). Pada penelitian ini tidak dilakukan uji kemaknaan antara usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status pekerjaan, riwayat penyakit arthritis gout pribadi dan riwayat penyakit arthritis gout keluarga dengan pengetahuan karena hanya 4 (3,7%) responden yang memiliki kategori pengetahuan sedang, sementara sisanya memiliki kategori pengetahuan kurang. Hubungan kemaknaan antara faktorfaktor tersebut dengan perilaku dapat dilihat di Tabel 5. Hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 5.
Hubungan antara Usia, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, dan Status Pekerjaan dengan Perilaku Responden
Variabel
Kategori Risiko z rendah f (%)
Usia
Tingkat pendidikan
Tingkat pendapatan
Perilaku Risiko z sedang f (%)
Risiko tinggi f (%)
> 50* 41 - 50*
0 0
6 (37,5) 13 (50)
10 (62,5) 13 (50)
31 - 40* 21 - 30# < 20# Sedang
1 (2,0) 0 0 0
27 (66,0) 20 (91,0) 2 18 (44,0)
13 (32,0) 2 (9,00) 0 23 (56,0)
Rendah
1 (1,0)
50 (66,0)
25 (33,0)
Sedang
1 (3,0)
24 (63,0)
13 (34,0)
Rendah
0
44 (64,0)
25 (36,0)
Uji kemaknaan
Keterangan
Chi-square X2 = 9,981 p = 0,001
Bermakna
Fisher p=0,383
Tidak bermakna
Fisher p=1,000
Tidak bermakna
Status pekerjaan
Bekerja Tidak
0 1 (2,00)
13 (82,0) 55 (60,0)
3 (18,0) 35 (38,0)
Fisher p=0,163
Tidak bermakna
Riwayat penyakit gout pribadi Riwayat penyakit gout keluarga
Pernah Tidak pernah Ada Tidak ada* Tidak tahu*
1 (3,0) 0 0 1 (1,0) 0
18 50 29 37 2
15 (44,0) 23 (32,0) 8 (23,0) 28 (44,0) 2
Fisher p=0,278 Fisher p=0,248
Tidak bermakna
(53,0) (68,0) (77,0) (56,0)
Tidak Bermakna
*,#,z digabung dalam uji statistik
Tabel 6. Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Responden
Risiko rendah f (%)
Pengetahuan
Sedang (n=4)
0
Kurang (n=103)
1 (0,1)
Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 1, Januari 2005
Perilaku Risiko sedang f (%)
4 64 (62,1)
Risiko tinggi f (%)
0 38 (37,8)
13
Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Mengenai Arthritis Gout Sebanyak 75% responden mengetahui bahwa jerohan berhubungan dengan penyakit arthritis gout dan lokasi gout tersering adalah sendi. Hampir separuh responden juga mengetahui bahwa terlalu banyak konsumsi makanan mengandung protein dapat menyebabkan arthritis gout. Separuh responden tidak pernah makan jerohan, tetapi separuh responden sering makan kangkung dan kacang-kacangan. Hal tersebut menunjukkan belum diketahuinya makanan tersebut dapat menyebabkan arthritis gout. Demikian halnya dengan obat-obatan seperti aspirin , Bodrex, Panadol yang masih belum diketahui menyebabkan arthritis gout. Bodrex, Panadol, Ponstan adalah beberapa obat yang mengandung derivat salisilat (paraaminosalisilat) yang banyak beredar di pasaran. Dalam farmakologi banyak senyawa yang secara alami mempengaruhi absorbsi dan sekresi natrium urat pada ginjal seperti aspirin yang di dalamnya terkandung salisilat. Pemberian dosis >2 gram/hari secara kompetitif akan menghambat ekskresi maupun reabsorbsi natrium urat yang menyebabkan penyakit asam urat.6 Hal yang menarik adalah sumber informasi terbanyak tentang arthritis gout justru diperoleh dari tetangga (69,6%), sementara dari petugas kesehatan hanya 8,9% dan puskesmas 3%. Petugas kesehatan sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat seharusnya berperan banyak dalam memberikan informasi tentang penyakit degeneratif, termasuk arthritis gout dan komplikasinya. Seperti tampak dari jawaban pertanyaan pengetahuan komplikasi arthritis gout belum banyak diketahui. Hanya 11,2% dan 6,5% responden yang mengetahui kerusakan ginjal dan penyakit jantung sebagai komplikasi arthritis gout. Beberapa minuman yang berisiko menimbulkan arthritis gout antara lain alkohol. Menurut Choi yang telah meneliti hubungan alkohol dengan arthritis gout selama 12 tahun mendapatkan bahwa konsumsi alkohol 5 gram/hari mempunyai risiko 2,53 kali terkena arthritis gout.7 Dalam penelitian kami 98,1% responden menyatakan tidak pernah minum alkohol. Hal itu mungkin disebabkan kebiasaan minum alkohol bukan merupakan suatu budaya. Hal lain yang mungkin mendukung minum alkohol bukan merupakan suatu budaya adalah faktor agama. Sebagai contoh alkohol merupakan minuman yang haram untuk dikonsumsi oleh penganut agama Islam. Teh dan kopi juga berhubungan dengan arthritis gout, sebab kopi dan teh merupakan tanaman derivat xantin termetilisasi. Kopi mengandung kafein atau 1,3,7-trimetil xantin, teh mengandung teofilin atau 1,3-dimetil xantin dan kakao mengandung teobromin atau 3,7-dimetilxantin. Xantin sendiri diproses menjadi asam urat melalui proses oksidasi dengan bantuan xantin-oksidase. Oleh karena kopi dan teh termasuk metil xantin yang ada dalam makanan, maka proses kerja asam urat sama dengan proses tersebut. Garam asam urat (senyawa urat) relatif larut dalam pH netral, sehingga kopi dan teh yang bersifat asam sendiri dapat mengganggu proses ekskresi asam urat. pH urin yang cenderung asam
14
dapat membuat xantin menjadi konstituen batu traktus urinarius.8 Dari penelitian kami didapat hampir 40% responden minum teh setiap hari mungkin disebabkan mereka belum mengetahui hubungannya dengan arthritis gout. Sebanyak 48,6% responden mengetahui bahwa kopi berhubungan dengan artritis gout. Hal itu cukup berimbang dengan yang berperilaku tidak pernah minum kopi sebanyak 41,1%. Didapatkan hubungan bermakna antara usia dengan perilaku. Ternyata makin tua responden, perilaku makan dan minum makin berisiko tinggi terkena artritis gout dengan asumsi bahwa responden yang makin tua makin sulit mengubah perilaku, khususnya makan dan minum. Secara umum hampir seluruh responden memiliki tingkat pengetahuan kurang dan perilaku yang berisiko sedang sampai tinggi terkena arthritis gout. Meskipun tidak diuji statistik, tampak bahwa responden yang berpengetahuan rendah memiliki perilaku yang berisiko sedang sampai tinggi. Hanya terdapat 1% responden yang berpengetahuan rendah mempunyai perilaku risiko rendah dalam perilaku pola makan dan minum obat. Kelemahan penelitian ini adalah populasi yang diambil hanya berasal dari satu strata ekonomi yaitu menengah ke bawah. Selain itu tidak adanya responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dan hanya satu responden yang berperilaku risiko rendah, membuat sulit untuk melihat ada tidaknya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan sebaran sampel yang lebih luas. Kesimpulan dan Saran Dari penelitian ini disimpulkan bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan kurang dan berperilaku makan dan minum yang berisiko sedang sampai tinggi untuk terkena arthritis gout. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status pekerjaan dengan pengetahuan dan perilaku. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan perilaku. Pada penelitian ini didapatkan data bahwa sebagian besar informasi tentang arthritis gout didapatkan dari tetangga, maka diharapkan peran tenaga kesehatan, terutama dari puskesmas, lebih aktif dalam pemberian informasi tentang arthritis gout. Selain itu pemerintah diharapkan memperbanyak iklan layanan masyarakat tentang informasi arthritis gout dan komplikasinya melalui media massa (televisi, radio, dan majalah). Ucapan Terima Kasih Pada kesempatan ini kami menghaturkan terima kasih kepada dr. Eva Suarthana, Msc selaku pembimbing teknis dalam penelitian ini, dan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 1, Januari 2005
Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Mengenai Arthritis Gout Daftar Pustaka 1. 2.
3.
4. 5.
Hermansyah. Hubungan lama sakit dengan perubahan hiperlipidemia pada artritis gout akut. MKS April 2000;47-51. Tehupeiory E. Artritis pirai (artritis gout) Dalam: Waspadji S, Rahman MA, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husobo BU (penyunting). Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi ke-3 Jakarta: FKUI;1996.h.85-9. Setiyohadi B. Hiperurisemia dan gout. Dalam: Sudoyo WA, Setiati S, Alwi I, Bawazier LA, Mansjoer A (penyuning). Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu penyakit Dalam FKUI;1999. Wood JJA. Drug therapy. New York: Massachusset Medical Society; 1999. Arif M, Setyowati H, Arif PA, Purgianti T, Pancasari V, Rinaningsih YS. Pengetahuan dan perilaku ibu rumah tangga mengenai diabetes melitus dan faktor-faktor yang berhubungan di Kelurahan Rawasari Cempaka, Putih Timur Kecamatan Cempaka Putih Maret-April 2004. Jakarta: Kepaniteraan Junior Ilmu Kesehatan Masyarakat UPN Veteran. Jakarta; 2004.
Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 1, Januari 2005
6.
7.
8.
Kelly NW. Disorder of nucleic acid metabolism. In: Peterdrof RG, Adams DR, Braunw Cald E, Isselbacher JK, Martin BJ, Wilson DJ (eds). Harrison’s principle of internal medicine. 10th ed. New York: McGraw-Hill;1994.p.517-23. Choi HK, Atkinson K, Karlson EW, Willet W, Curhan G. Alcohol intake and risk of incident gout in men: a prospective study. Lancet 2004;363(9417):1277-81. Murray RK, Granner DK, Mayesh PA, Rodwell VW. Biokimia Harper. Jakarta: EGC;1995.h.401-11.
NMD
15