PENGENALAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAN STRUKTUR RANGKA KAPUR KARANG 1. Pembentukan Terumbu Karang Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal reef building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan non–reef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986). Pembentukan terumbu karang hermatipik dimulai adanya individu karang (polip) yang dapat hidup berkelompok (koloni) ataupun menyendiri (soliter). Karang yang hidup berkoloni membangun rangka kapur dengan berbagai bentuk, sedangkan karang yang hidup sendiri hanya membangun satu bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur tersebut disebut terumbu. 2. Formasi Terumbu Karang Formasi terumbu karang mengikuti topografi yang dibentuk oleh proses geologi alam. Pemahaman mengenai formasi terumbu karang memberikan informasi kecenderungan bentuk pertumbuhan yang mendominasi suatu zona dengan memperhatikan faktor jarak ekosistem terhadap daratan (pulau) ataupun terhadap laut lepas. Charles Darwin (1842) mengemukakan tiga perbedaaan formasi yang dikenal dengan teori penenggelaman (Subsidence Theory) : a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di sepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka.
b. Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs), berada jauh dari pantai yang dipisahkan oleh goba (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70 meter. Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai
c. Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari perairan yang dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak. Gambar tersebut dikutip dari White, 1987 dalam Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat
Darwin mengemukakan bahwa formasi awal merupakan fringing reefs yang terbentuk di sekitar pulau. Jika pulau tersebut mengalami penurunan permukaan secara tektonik, fringing reefs akan berubah menjadi barrier Reefs. Apabila proses terus berlanjut, maka atolls akan terbentuk. Namun sebagai bahan pemikiran, Daly juga mengemukakan teory bahwa proses penurunan permukaan pulau tidak terjadi melainkan yang terjadi adalah penaikan permukaan. Pada proses penaikan permukaan terus terjadi sehingga daratan (pulau) lambat laun akan menghilang sehingga pada akhirnya membentuk atoll. 3. Bentuk Pertumbuhan Karang Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik. Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-Acropora (English et.al., 1994). Perbedaan Acropora dengan nonAcropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit.
Skeleton Acropora
Skeleton non-Acropora
Bentuk Pertumbuhan Karang non-Acropora terdiri atas : A. Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang daripada diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.
B. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.
C. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.
D. Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaranlembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
E. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
F. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil
G. Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh
H. Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada rangkanya
Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut : A. Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), bentuk bercabang seperti ranting pohon.
B. Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
C. Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk merayap, biasanya terjadi pada Acropora yang belum sempurna.
D. Acropora Submasif (Submassive Acropora), percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh.
E. Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan
4. Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Pertumbuhan Jenis karang yang dominan di suatu habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis karang yang hidup dapat didominasi oleh suatu jenis karang tertentu. Pada daerah rataan terumbu biasanya didominasi karang-karang kecil yang umumnya berbentuk masif dan submasif. Lereng terumbu biasanya ditumbuhi oleh karang-karang bercabang. Karang masif lebih banyak tumbuh di terumbu terluar dengan perairan berarus.
Gelombang berpengaruh terhadap perubahan bentuk koloni terumbu. Karang yang hidup di daerah terlindung dari gelombang (leeward zones) memiliki bentuk percabangan ramping dan memanjang, berbeda pada gelombang yang kuat (windward zones) kecenderungan pertumbuhan berbentuk percabangan pendek, kuat, merayap atau submasif. Secara umum ada empat faktor dominan yang mempengaruhi bentuk pertumbuhan, yaitu cahaya, tekanan hidrodinamis (gelombang dan arus), sedimen dan subareal exposure.
Perbedaan bentuk pertumbuhan karang tersebut pada akhirnya dijadikan suatu acuan untuk melihat penutupan karang di satu wilayah. Telah dikembangkan beberapa metode pengamatan terumbu karang yang didasarkan pada bentuk pertumbuhan seperti transek menyinggung (Line Intercept Transect), Point Transect dan lain-lain. 5.
Struktur Rangka Kapur
Bagian-bagian tersebut didefenisikan sebagai berikut : ¾Koralit, merupakan keseluruhan rangka kapur yang terbentuk dari satu polip. ¾Septa, lempeng vertikel yang tersusun secara radial dari tengah tabung, seri septa berbentuk daun dan tajam yang keluar dari dasar dengan pola berbeda pada tiap spesies sehingga menjadi dasar pembagian (klasifikasi) spesies karang. Dalam satu koralit terdapat beberapa lempeng vertikel septa. ¾Konesteum, suatu lempeng horisontal yang menghubungkan antar koralit. ¾Kosta, bagian septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit ¾Kalik, bagian diameter koralit yang diukur dari bagian atas septa yang berbentuk lekukan mengikuti bentuk bibir koralit ¾Kolumela, struktur yang berada di tengah koralit. Terdapat empat bentuk kolumela yang sering dijumpai yaitu padat, berpori, memanjang dan tanpa kolumela. ¾Pali, bagian dalam sebelah bawah dari septa yang melebar membentuk tonjolan sekitar kolumela. Membentuk struktur yang disebut paliform. ¾Koralum, merupakan keseluruhan rangka kapur yang dibentuk oleh keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni. ¾Lempeng dasar, merupakan bagian dasar atau fondasi dari septa yang muncul membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding. 6. Bentuk-bentuk Koralit Hewan Karang Suatu koralit karang baru dapat terbentuk dari proses budding (percabangan) dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-beda, ukuran koralit juga berbedabeda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut memberi dugaan tentang habitat serta cara
menyesuaikan
diri
terhadap
lingkungan,
namun
faktor
dominan
yang
menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis hewan karang (polip) yang berbeda-beda. Pembagian bentuk koralit sebagai berikut :
Placoid, masing-masing koralit memiliki dindingnya masing-masing dan dipisahkan oleh konesteum
Cerioid, apabila dinding koralit saling menyatu dan membentuk permukaan yang datar.
Phaceloid, apabila koralit memanjang membentuk tabung dan juga mempunyai koralit dengan dinding masing-masing
Meandroid, apabila koloni mempunyai koralit yang membentuk lembah dan koralit disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu dan membentuk alur-alur seperti sungai.
Flabello-meandroid, seperti meandroid, membentuk lembah-lembah memanjang, namun koralit tidak memiliki dinding bersama.
Dendroid, yaitu bentuk pertumbuhan dimana koloni hampir menyerupai pohon yang dijumpai cabang-cabang dan di ujung cabang biasanya dijumpai kalik utama. Hydnophoroid, koralit terbentuk seperti bukit tersebar pada seluruh permukaan sehingga sangat mudah untuk dikenal.
7. Beberapa Jenis yang Umum di Pulau Seribu
A. Famili Acroporidae Hidup berkoloni, hermatipik, Keberadaannya masih melimpah. Hampir semua bentuk koloni yang ditemukan pada karang hermatipik dimiliki oleh famili ini. Koralit berukuran kecil dengan dua siklus septa atau kurang. Kolumella tidak jelas. Genus dari famili ini adalah : Montipora, Anacropora, Acropora, dan Astreopora Acropora sp Koloni sangat umum dijumpai dalam bentuk bercabang, meja dan semak-semak. Bentuk mengerak (encrusting) dan submasif jarang ditemukan. Memiliki dua tipe koralit yaitu axial koralit dan radial koralit. Tidak memiliki kolumella. Dinding koralit terpisah dengan konesteum (koralit memiliki dinding masing-masing). Polip hanya muncul dimalam hari. Montipora sp Umumnya ditemukan dengan bentuk koloni yang submassive, laminar, foliaceous, encrusting, atau branching. Memiliki koralit yang sangat kecil. Tidak memiliki kolumella. Septa menuju kedalam dengan dinding koralit terpisah dengan konesteum tapi juga kadang-kadang menyatu. Koloni memiliki warna coklat keabu-abuan, kadang-kadang warnanya lebih muda disepanjang tepinya. Umumnya terdapat pada daerah intertidal terutama di puncak karang.
B. Famili Pocilloporidae Hidup berkoloni dengan tipe terumbu hermatipik. Koloninya adalah submassive dan bercabang. Koralit terbenam, berukuran kecil, memiliki kolemella dan septa tersusun dengan rapi yang selalu menyatu dengan kolumella. Konesteum ditutupi oleh tonjolantonjolan. Pocillopora sp Bercabang tipis, kebanyakan cabangnya saling menyilang dan membentuk lingkaran (melingkar). Verrucae jarang ditemukan atau tidak berkembang. Karang ini biasa ditemukan diatas tubir sehingga pocillopora merupakan karang yang mudah terlihat. Spesies ini ditemukan di seluruh Indo-Pasifik. Jenis ini memiliki koralit yang tenggelam atau struktur internal yang tersembunyi. Kolumella padat yang rendah dengan 2 lingkaran septa yang tidak sama. Konesteum ditutupi oleh granula. Hewan karang (polip) bisa ditemukan pada malam hari. Seriatopora sp Koloni menyerupai semak-semak. Cabang-cabangnya memiliki ketebalan 1,5-4,5 mm dibawah ujungnya, dan 2,5-8 mm didekat dasar dari koloni yang berkembang baik. Cabang-cabang tersebut memiliki besar sudut 30o-90o. Bentuk cabang lancip atau memiliki bagian belakang yang kasar. Ujung cabang tajam atau tumpul. Konesteum ditutupi oleh tonjolan-tonjolan. Karang hidup memiliki warna dari coklat muda hingga kuning. Karang ini ditemukan diseluruh Indo-Pasifik. PUSTAKA Birkeland, C., 1997. Life and Death of Coral Reef. Universital of Guam. International Thomson Publishing. Singapore. English, S., Wilkinson, C., Baker,V,. 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources. ASEAN – Australia Marine Science Project Living Coastal Resources. Australia. Mapstone, G.M 1990. Reef Corals and Sponges of Indonesia: a Video Based Learning Module. Division of Marine Science. United nation Educational Scientific and Cultural Organization. Nedherlands Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi (alih bahasa dari Marine Biology : An Ecologycal Approach, Oleh : M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M.Hutomo, dan S. Sukardjo). PT Gramedia. Jakarta. Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang Oseanologi – LIPI. Jakarta. Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. Tomascik, T., Mah, J.A., Nontji, A., Moosa, K.M., Indonesian Seas Part II. Periplus Edition. Veron. J.E.N. 1986. Australia.
1997.
The Ecologycal of the
Coral of Australia and The Indofasific.
Angus & Robertos.