Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN PERSEDIAAN OBAT TERINTEGRASI ANTAR GUDANG FARMASI KESEHATAN DAN PUSKESMAS DI KABUPATEN SIDOARJO Lea Anumerta a, Mahendrawathi Er b a Manajemen Teknologi Informasi Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl.Cokroaminoto 12A, Surabaya, 60264
[email protected], b Jurusan Sistem Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS, Keputih Sukolilo
[email protected] ABSTRAK Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten (GFK) Sidoarjo merupakan salah satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo yang melaksanakan pengendalian obat dan pendistribusian obat untuk kebutuhan Puskesmas seKabupaten Sidoarjo. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam proses pengendalian obat yang diterapkan oleh GFK dan Puskesmas saat ini. Pengendalian persediaan yang terpisah - pisah dan masih manual (ratusan item obat belum dipantau secara up to date) sehingga rawan terjadinya human error pada akhirnya berdampak terhadap ketidakakuratan informasi yang tersedia. Makalah ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi GFK dengan mengembangkan sistem manajemen persediaan yang terintegrasi. Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah metode waterfall, dimana setelah kebutuhan diperoleh dengan cara wawancara maka dilakukan perancangan dan pengembangan sistem melalui beberapa tahap yaitu analisis, perancangan, implementasi dan pengujian Hasil yang diperoleh dari tesis ini adalah sebuah sistem yang dapat diakses oleh user dan dituangkan dalam platform dekstop dengan database tunggal. Dengan adanya database tunggal ini maka data akan terekam satu kali dan diakses oleh pihak yang membutuhkan sesuai dengan hak aksesnya. Adanya sistem manajemen terintegrasi dapat memberikan informasi yang up to date tentang persediaan yang tersisa dan permintaan kebutuhan dari waktu ke waktu sehingga membantu dalam evaluasi dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Penggunaan sistem tersebut diperkirakan dapat membantu pengelolaan persediaan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan sistem yang ada saat ini karena mampu menurunkan rata - rata persediaan hingga 93 %. Kata kunci: sistem manajemen persediaan, integrasi, kesehatan, waterfall.
PENDAHULUAN Salah satu unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo yang melaksanakan pengelolaan obat untuk kebutuhan Puskesmas se-Kabupaten Sidoarjo adalah Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten (GFK). Fungsi dari Gudang farmasi ini adalah sebagai tempat berlangsungnya pekerjaan kefarmasian dan bertanggung jawab atas pengelolaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian obat ke Puskesmas - Puskesmas yang berada pada ruang lingkup layanannya. GFK menyimpan rata - rata 398 item obat per ISBN : 978-602-97491-7-5 C-7-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
tahunnya dan distribusikan ke 26 Puskesmas yang berada didalam naungannya dimana setiap Puskesmas rata - rata menangani sebanyak 378 item obat. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam manajemen persediaan obat yang diterapkan oleh GFK dan Puskesmas saat ini. Manajemen persediaan yang terpisah - pisah dan masih manual (ratusan item obat belum dipantau secara up to date) sehingga rawan terjadinya human error pada akhirnya berdampak terhadap ketidakakuratan informasi yang tersedia. Menurut Lee dkk (1997) distorsi informasi dalam rantai pasok dapat menyebabkan inefisiensi seperti jumlah inventori yang terlalu banyak atau sedikit, tingkat layanan yang rendah, pemborosan, transportasi yang tidak efektif. Hal ini menyebabkan GFK kesulitan dalam menentukan persediaan yang optimal untuk memenuhi pasokan ke semua puskesmas sehingga kebijakan manajemen persediaan yang diambilpun menjadi sederhana. Beberapa item obat yang umum (dalam hal ini obat yang sering dipakai), GFK menyamakan stok pengaman (safety stok) sebesar 10 - 30 % akibatnya item obat tersebut selalu berlebih (overstock) sehingga jika disimpan dalam jangka waktu yang lama menyebabkan banyaknya obat yang kadaluarsa dan berdampak pada kerugian biaya. Disisi lain ada item obat khusus yang tidak ditentukan besar safety stock, yaitu obat yang penggunaannya jarang dan hanya untuk penyakit tertentu,. Untuk item ini pembagian ke puskesmas sesuai permintaan yang diajukan tanpa ada stok pengaman. Jika obat jenis ini habis, maka GFK kesulitan memenuhi permintaan puskesmas karena mereka tidak memiliki stok persediaan obat tersebut. Sebenarnya masalah ini dapat diatasi dengan mencarikan di puskesmas lain yang persediaannya berlebih namun GFK sulit menemukan mana puskesmas yang memiliki item tersebut sehingga harus ditanyakan satu persatu sehingga memakan waktu yang lama. Hal ini tentunya bisa berpengaruh terhadap pelayanan kepada pasien. Secara singkat masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaan antar elemen rantai pasok di sektor kesehatan yaitu antara GFK dan Puskesmas seperti diuraikan di atas adalah: 1) sistem pengelolaan persediaan yang digunakan masih manual sehingga mengakibatkan tingginya human error, rendahnya akurasi informasi dan lambatnya penyediaan informasi 2) kurangnya visibilitas terhadap informasi yang ada di GFK dan puskesmas dan 3) belum adanya integrasi perencanaan dan manajemen persediaan. Masalah - masalah ini dapat diatasi dengan menerapkan berbagai konsep dalam manajemen rantai pasok terutama terkait dengan sektor kesehatan. Menurut Cheng dan Whittemorre (2008) yang meneliti tentang manajemen rantai pasok di rumah sakit, sistem yang masih manual merupakan salah satu penyebab dari kelebihan pemesanan yang akhirnya menimbulkan inventory yang berlebih. Menurut LeRouge, Mantzana dan Vance Wilson (2007) teknologi informasi tidak dapat dianggap sebagai alat pendukung tetapi telah menjadi kebutuhan strategis untuk membangun infrastruktur teknologi informasi layanan kesehatan yang terintegrasi yang dapat meningkatkan pelayanan dan mengurangi kesalahan-kesalahan medis. Tung (2008) menambahkan bahwa sektor medis adalah sektor yang padat modal, padat karya dan padat informasi, sehingga pertukaran informasi yang sangat besar telah menarik perhatian para pelaku industri kesehatan. Menurut mereka rumah sakit yang tidak mengaplikasikan sistem dan teknologi informasi akan menjadi kurang efisien dan kehilangan kepercayaan dari pasiennya. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan hasil-hasil penelitian yang sebelumnya maka diperlukan sistem yang dapat membantu pihak GFK dan Puskesmas untuk melakukan manajemen persediaan secara terintegrasi. Sistem ini harus mampu meningkatkan visibilitas dan kecepatan penyediaan informasi terkait dengan manajemen persediaan sehingga GFK bisa berperan lebih besar dalam mengatur alokasi persediaan di masing-masing Puskesmas. Selain ISBN : 978-602-97491-7-5 C-7-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
itu sistem harus dapat membantu menentukan persediaan yang optimal, memberikan alert untuk mengingatkan saat item obat di Puskesmas harus dipesan dan menentukan report detil harian dan bulanan. Dengan adanya sistem ini diharapkan dapat membantu permasalahan yang dihadapi oleh bagian logistik GFK maupun Puskesmas dalam manajemen persediaan obat agar lebih baik dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan tingkat layanan yang diberikan oleh Puskesmas. METODA PENELITIAN Rancangan pengembangan sistem yang dilakukan menggunakan metode waterfall dengan model sekuensial linier. Pressman (1997) menyebutkan model ini terbagi dalam beberapa tahap yaitu analisis, perancangan, implementasi dan pengujian. Tahapan dari metoda ini akan disajikan dalam bentuk bagan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan Arus Metoda Waterfall
Penelitian ini diawali dengan melakukan studi literatur, kemudian dilanjutkan dengan tahap diskusi dan wawancara yang dilakukan dengan pihak pihak yang terkait yaitu: pihak manajemen GFK dan unit pelayanan obat Puskesmas. Tahap selanjutnya adalah tahap analisis mengenai kebutuhan sistem. Pada tahap ini dilakukan penggalian kebutuhan user sebagai dasar dalam membangun perancangan sistem. Setelah tahap analisis selesai, dilanjutkan dengan tahap perancangan sistem. Perancangan sistem ini meliputi pembuatan DFD (data flow diagram), Pemodelan Basis Data dan desain antar muka sistem. Tahap selanjutnya adalah tahap implementasi sistem, yaitu tahapan dimana dilakukan penerapan rancangan berupa penulisan kode program sehingga menjadi suatu sistem yang sesuai. Tahap berikutnya yaitu tahap pengujian atau testing sistem, dimana pada tahapan ini dilakukan pengujian dan evaluasi terhadap hasil sistem yang telah dikerjakan. ANALISIS SISTEM Pada bagian ini akan dilakukan penjelasan proses bisnis secara umum yang berjalan saat ini dan hasilnya digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai kelemahan, permasalahan, kebutuhan dan hambatan yang terdapat pada sistem konvensional yang sedang berlaku di GFK dan Puskesmas. Analisis terhadap sistem yang berlangsung saat ini akan menghasilkan saran perbaikan yang kemudian dijadikan dasar dalam merancang sistem yang akan dibangun. Data mengenai kebutuhan yang diperlukan pada tahap ini ISBN : 978-602-97491-7-5 C-7-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
diantaranya data administrasi obat, data anggaran pengadaan dan keuangan, Standard Operasional Procedure (SOP) dan kebijakan - kebijakan. Dalam tahap ini juga dilakukan pendefinisian ruang lingkup, tujuan bisnis, sasaran bisnis, profil organisasi, struktur organisasi, identifikasi stakeholder serta memetakan semua strategi yang akan dilakukan. Selain itu didefinisikan kebutuhan teknologi yang akan digunakan meliputi perangkat lunak dan perangkat keras sistem. Alur Proses Distribusi Obat Alur proses distribusi obat yang berjalan saat ini diawali dari penerimaan obat dari Supplier yang dilakukan setiap satu tahun sekali berdasarkan perencanaan periode sebelumnya. Obat yang diterima dari supplier di simpan di gudang farmasi kesehatan untuk melayani permintaan obat di 26 Puskesmas dalam naungannya. Proses distribusi dilakukan setiap 6 bulan sekali. Obat yang berada di Puskesmas pada akhirnya diserahkan ke pasien untuk keperluan pengobatan. Pemakaian obat oleh pasien direkap dan dilakukan pencatatan sebagai bahan laporan perencanaan obat untuk periode selanjutnya. Alur distribusi obat dapat ditunjukkan sesuai Gambar 2 berikut ini :
Gambar 2 Alur distribusi obat
Kebutuhan Fungsional Kebutuhan fungsional adalah kebutuhan yang berisi proses-proses apa saja yang nantinya dilakukan oleh sistem. Pada proses ini, ditentukan fungsionalitas apa saja yang diinginkan oleh para stakeholder dengan mendeskripsikan fungsi, fasilitas dan aktivitas yang dihasilkan oleh sistem agar tercapai sasaran sistem yang diinginkan. Kebutuhan fungsional ini adalah bagian dari saran dan perbaikan yang akan menjawab permasalahan yang terjadi pada sistem saat ini. Adapun fungsionalitas yang diinginkan dari sistem inventory GFK dan Puskesmas adalah: Sistem dapat menentukan persedian yang optimal dengan memperhitungkan besar safety stock di GFK. Sistem memberikan peringatan (alert) pada GFK dan Puskesmas untuk mengingatkan saat item obat di Puskesmas dalam keadaan habis dan GFK harus memasok kebutuhan obat tersebut ke Puskesmas terkait. Sistem dapat menentukan perkiraan titik pemesanan ulang dan kapan obat akan habis. Sistem menyediakan sebuah daftar warning list untuk obat di Puskesmas yang telah mencapai titik pemesanan ulang (reorder point). Sistem dapat menentukan detil persediaan dan transaksi tiap ada pemakaian obat oleh pasien di GFK dan Puskesmas. Sistem dapat menentukan laporan persediaan obat bulananan dan tahunan di GFK serta laporan Perencanaan untuk periode tahun berikutnya. ISBN : 978-602-97491-7-5 C-7-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Sistem dapat memberikan informasi mengenai data jenis obat, data supplier yang terkait dan data Puskesmas yang berada dalam naungan GFK. Sistem dapat memberikan informasi obat yang akan expired.
Alur Integrasi Sistem Yang Diusulkan Alur proses manajemen persediaan terintegrasi diawali ketika salah satu item obat Puskesmas tertentu mencapai titik pemesanan ulang (ROP). Dengan terpakainya obat oleh pasien maka warning list obat pada sistem GFK akan memberikan peringatan disertai daftar Puskesmas dan obat yang harus segera diisi. Selanjutnya pihak GFK melakukan pengisian obat ke Puskesmas berdasarkan kuantitas optimal perngisian (EOQ). Perhitungan ROP dan EOQ mengacu pada rumus yang diusulkan oleh Chopra & Meindl (2007) sebagai berikut : Rumus ROP : ROP = d x l + SS (1) Dengan diketahui: SS : Safety Stock d : rata-rata permintaan perhari l : rata-rata leadtime Rumus EOQ :
(2)
Dengan diketahui: Q : besar pemesanan optimal (EOQ) D : permintaan tahunan Cb : biaya order per order h : biaya simpan per unit per tahun Adapun transaksi penerimaan obat dan pengeluaran obat akan dicatat pada report persediaan yang hasilnya dapat di cetak dalam bentuk dokumen report. PERANCANGAN SISTEM SECARA UMUM Sistem yang dibuat bertujuan untuk menggantikan proses yang masih manual menjadi otomatis. Fitur Manajemen Persediaan yang dibuat diharapkan dapat membantu manajemen GFK dalam mengelola persediaan dan memenuhi pasokan obat ke Puskesmas sehingga Puskesmas dapat meningkatkan pelayanan terhadap pasien. Garis besar sistem yang dibangun memiliki masukan, proses dan output. data masukan terdiri dari data pemakaian obat Puskesmas, data service level dan data lead time baik lead time GFK maupun lead time Puskesmas. Sementara tahap proses sistem terdiri dari penghitungan safety stock, reoder point, EOQ dan perhitungan konsumsi normal selama lead time. Hasil keluaran dari sistem dibedakan menjadi 2 sisi yaitu di sisi GFK dan sisi Puskesmas. Pada sisi GFK keluaran berupa safety stock, perkiraan stok habis dan laporan (reporting). Sedangkan di sisi Puskesmas keluaran berupa ROP, EOQ, perkiraan reorder dan perkiraan stok habis. Untuk lebih jelasnya perancangan sistem secara umum dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini. ‐
ISBN : 978-602-97491-7-5 C-7-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Gambar 3 Gambaran Sistem Secara Umum
Dari gambaran sistem secara umum yang dibuat maka langkah perancangan selanjutnya adalah membuat DFD (data flow diagram), kemudian memodelkan basis data dan selanjutnya membuat desain antar muka sistem. IMPLEMENTASI SISTEM Sistem ini merupakan aplikasi berbasis dekstop yang dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman VB.NET. Sedangkan database yang digunakan adalah MySQL. Dari fitur - fitur yang ada diatas akan dilakukan proses implementasi yaitu tahapan dimana keseluruhan perancangan diubah menjadi kode-kode program yang selanjutnya akan diintegrasikan menjadi sistem yang lengkap. Gambar 4 menunjukkan hasil implementasi dari fitur manajemen persediaan Puskesmas seperti fitur ROP, EOQ, safety stock, perkiraan reorder dan perkiraan stok habis pada halaman persediaan obat Puskesmas.
Gambar 4 Implemetasi Fitur Manajemen Persediaan Obat di Puskesmas (ROP, Alert, Perkiraan Reorder Perkiraan Stok Habis, EOQ)
UJI COBA INTEGRASI DETIL PERSEDIAAN PUSKESMAS DI SISTEM GFK Tahap uji coba akan dilakukan dengan mengambil beberapa contoh data obat GFK dan Puskesmas yang sudah ada histori permintaan minimal 1 tahun. Adapun data obat yang digunakan antara lain Amoxicillin 500 mg Tab, Antalgin 500 mg Tab, Asam Mefenamat 500 mg dan Dexamethason 0,5 mg Tab pada tahun 2011. Skenario uji coba yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk menguji integrasi antara sistem GFK dan sistem Puskesmas serta melihat apakah detil persediaan Puskesmas dapat di pantau pada Sistem GFK. Tahapan scenario uji coba adalah sebagai berikut. Langkah pertama user berada di halaman form persediaan Puskesmas pada sistem GFK, selanjutnya user menginputkan kode Puskesmas ISBN : 978-602-97491-7-5 C-7-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
yang ingin dilihat kemudian diisikan range periode tanggal persediaan. Hasilnya Fitur detil transaksi di Puskesmas berhasil dilihat dan dapat di pantau oleh Sistem di GFK.Hal ini sesuai yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Form Persediaan Puskesmas Pada Sistem GFK
HASIL PENGGUNAAN SISTEM Mengingat sistem yang baru belum diterapkan dalam secara langsung di GFK dan Puskesmas maka hasil penggunaan sistem belum dapat diperoleh. Oleh karena itu, manfaat penggunaan sistem ditinjau dengan memperkirakan proses manajemen persediaan jika menggunakan sistem yang baru dibandingkan dengan kondisi saat ini. Percobaan dilakukan terhadap item Amoxicillin 500 mg Tab selama tahun 2011 terjadi 293 transaksi keluar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas, rata-rata item obat yang digunakan adalah 378 unit/hari. Dengan sistem yang ada tidak terjadi stockout namun rata-rata persediaan cukup tinggi yaitu 27423,35 unit. Jika sistem baru diterapkan dalam situasi yang sama maka didapat perhitungan EOQ sebesar 6760 unit dan ROP sebesar 838,41 unit dengan service level 90%, berarti sistem baru akan memberikan toleransi sampai 29 kali stock out. Ternyata dengan sistem baru ini juga tidak mengalami stock out bahkan rata-rata persediaan sangat rendah yaitu 4049,70 unit. Dengan menerapkan sistem baru maka rata - rata persediaan dapat ditekan hingga 93%. Adapun grafik perbandingan antara sistem lama tanpa aplikasi dan sistem baru dengan menggunakan aplikasi dapat dilihat pada Gambar 6. 80000 60000 40000
sistem baru
20000
sistem lama 1 22 43 64 85 106 127 148 169 190 211 232 253 274
0
Gambar 6 Grafik Perbandingan Persediaan item obat Amoxicillin 500 mg
KESIMPULAN 1. Untuk memenuhi kebutuhan GFK dan Puskesmas maka dirancang sebuah sistem berbasis desktop dengan satu basis data sehingga perubahan terhadap data di masing-masing pihak akan terekam 1 kali dan dipakai oleh seluruh pihak terkait. 2. Sesuai dengan rancangan telah dikembangkan maka dibangun sebuah sistem dengan bahasa pemrograman visual basic yang memiliki fitur Safety Stock, Warning List Obat, ISBN : 978-602-97491-7-5 C-7-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
3.
4.
5.
6.
Stock Out, ROP (Reorder Point), EOQ, Perkirangan Reorder, dan Perkiraan Stok Habis serta Reporting Dengan adanya sistem warning (Alert ROP) yang berfungsi memberi peringatan jika terjadi kehabisan obat maka GFK akan mengetahuinya dan bisa menyiapkan pasokan lebih awal sehingga pelayanan pasokan dan pelayanan ke pasien lebih terjamin. Fitur EOQ (Economic Order Quantity), ROP(Reorder Point ) dan SS untuk masing masing obat dapat digunakan untuk pengambilan keputusan sebagai berikut: kuantitas pengisian paling ekonomis yang harus dikirimkan oleh GFK ke Puskesmas, kapan dilakukan pengisian obat, sisa persediaan obat dan dalam jumlah obat yang harus ada di GFK dan Puskesmas supaya tidak kehabisan obat. Dibangunnya sistem manajemen terintegrasi dapat memberikan informasi yang up to date tentang persediaan yang tersisa dan permintaan dari waktu ke waktu sehingga membantu dalam evaluasi dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Penggunaan sistem manajemen persediaan terintegrasi memberikan hasil lebih efektif dan efisien dari sistem yang ada saat ini (sistem lama) karena diperkirakan dapat menurunkan rata - rata persediaan hingga 93 %.
DAFTAR PUSTAKA Chopra,S. dan Meindl, P. (2007), “Supply Chain Management: Strategy,Planning and Operation,Third Edition”, Pearson Education Inc. Cheng and Whittemore, 2008, ” An Engineering Approach to Improving Hospital Supply Chains”. LeRouge, Mantzana dan Vance Wilson (2007) ini belum terdaftar di daftar pustaka Lee,H.L.,Padmanabhan,V.,Whang,S.,1997,” Information distortion in a supply chain : The Bull Whip Effect ”, ManagementScience43(4),546–558. Tung, F-C., Changa, S-C, Chou, C-M. (2008) An extension of trust and TAM model with IDT in the adoption of the electronic logistics information system in HIS in the medical industry, International Journal of Medical Informatics 77, 324–335. Pressman R.S.,1997, Software Engineering : A Practitioner's Approach, New York : McGrawHill
ISBN : 978-602-97491-7-5 C-7-8