PENGEMBANGAN KREATIVITAS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN Mohamad Yahya (STAIN Jember, Email:
[email protected])
Abstract: This study is conducted on these following: (1) the learning process at school is overemphasis on the cognitive aspects that lead to the convergent thinking patterns and processes, while the process of creative thinking, affective and psychomotor aspects received less attention, (2) the increasing advances in technology, population and a shortage of natural resources that are very demanding on the creative adaptation and expertise finding creative solutions, (3) the finding of less creative person in Indonesia that causes so many unemployed who relies heavily on existing jobs, while they are not able to create their own jobs. This study uses a qualitative approach with the Madrasah Aliyah Ma'arif Ambulu Jember as the area of the study.. Keywords: multicultural, respect to diversity, and tolerance.
Pendahuluan Indonesia adalah salah satu bangsa di dunia yang tidak dapat terlepas dari pengaruh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengaruh itu menuntut kemajuan dan kecanggihan cara berfikir manusia Indonesia sebagai pelaku pembangunan di tanah air. Krisis multidimensional yang telah melanda Indonesia selama lima tahun terakhir mengakibatkan banyak masalah yang timbul yang memerlukan pemecahan dalam upaya mempertahankan eksistensi Indonesia dalam percaturan dunia. Upaya ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dalam upaya meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang mampu
Mohamad Yahya berperan aktif menjadi agen pembaharuan dan pengembangan kehidupan nasional dan internasional. Dalam GBHN 1999-2004 dinyatakan bahwa "pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya".1 Realisasi tujuan pendidikan nasional tersebut dituangkan ke dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.2 Salah satu barometer keberhasilan mewujudkan sumber daya manusia ditandai dengan meningkatnya kualitas pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang lebih dinamis dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan tuntutan kehidupan yang serba seimbang dan selaras dalam tatanan nasional dan internasional. Implikasi dari tujuan itu menuntut manusia berkualitas untuk senantiasa mampu memecahkan masalah hidupnya secara mandiri, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam mewujudkan terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera. Strategi untuk membawa manusia mampu menapaki kualitas hidupnya dapat dilaMajelis Permusyawaratan Rakyat RI Nomor IV/MPR/1999. 1999. GBHN 1999-2004. Jakarta: PT Pabelan Jayakarta, 79. 2Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 (Jakarta: Fokus Media, 2003), 6-7 1Ketetapan
39 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran kukan dengan pendekatan pembinaan secara simultan dan profesional. Meningkatnya kemajuan teknologi dan meningkatnya jumlah penduduk serta berkurangnya persediaan sumber-sumber alam, yang diperparah oleh timbulnya berbagai bencana alam dan krisis moneter di negara-negara Asia sejak tahun 1997, sangat menuntut kemampuan adaptasi bangsa ini secara kreatif dan kepiawaian mencari pemecahan secara kreatif. Alfian dalam tulisannya yang berjudul "Segi Sosial Budaya dari Kreativitas dan Inovasi dalam Pembangunan" menyatakan bahwa "melalui kreativitas manusia atau masyarakat akan mampu melahirkan gagasan-gagasan tentang kualitas kehidupan yang lebih baik. Kreativitas memungkinkan manusia memiliki visi yang lebih jauh serta cakrawala lebih luas tentang berbagai aspek kehidupan yang lebih bermutu."3 Davis mengemukakan bahwa "kreativitas dapat diajarkan dan dilatih kepada setiap orang dan ada beberapa factor yang dapat meningkatkan kreativitas seseorang melebihi tingkat yang sudah ada sebelumnya."4 Conny Semiawan mengatakan bahwa "belajar kreatif berlaku untuk semua siswa, bukan hanya siswa yang berbakat saja. Semua siswa memiliki suatu potensi kreatif. Memang, kepemilikan potensi kreatif berbeda dari orang ke orang. Ada yang memilikinya banyak, ada yang sedikit. Meskipun terdapat perbedaan tingkat pemilikan dari potensi kreatif, harus diakui bahwa semua siswa memiliki suatu potensi untuk belajar kreatif".5 Bakat kreatif ini memerlukan pemupukan sedini mungkin, tepatnya sejak masa kanak-kanak. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan berbagai kegiatan kreatif kepada anak yang dapat mengembangkan kreativitasnya. Anak adalah potensi sumber daya manusia yang merupakan penerus dan pemilik masa depan bangsa. Me3Alfian,
1991. "Segi Sosial Budaya dari Kreativitas dan Inovasi dalam Pembangunan", Femina, XIX, 17, Mei, 32. 4G.A. Davis. 1981. Creativity is Forever. USA: Badger Press Cross Plans. 65. 5Conny Semiawan, et.al. 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia. 35-36.
|
40
Mohamad Yahya rupakan hal yang wajar bila sejak kecil seorang anak diberikan kesempatan untuk dapat mengembangkan bakat kreatifnya, sehingga menjadi pola yang menetap dalam kehidupannya. Pada kenyataannya, dewasa ini pendidikan formal di Indonesia lebih menekankan kepada pola dan proses berfikir yang konvergen, yaitu dalam memecahkan suatu masalah seseorang hanya menggunakan satu cara saja untuk memperoleh satu jawaban yang benar. Proses pemikiran yang tinggi termasuk berfikir kreatif tampaknya jarang dilatihkan. Sartono Kartodirdjo dalam Simposium Pendidikan Nasional di Jakarta menyatakan bahwa "pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Indonesia telah menyapu semua daya kritis dan kreativitas anak sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena situasi pengajaran yang mencekam dan mencekik anak didik, di samping adanya kecenderungan memompa otak dan memori anak-anak dengan pendidikan verbalistis, yaitu menimbun otak dengan kata-kata, bukan pengertian".6 Realisasi langkah selanjutnya perlu dikembangkan suatu konsep proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas siswa di lingkungan sekolah sehingga dapat membentuk kepribadian yang kreatif. Dan pada akhirnya masalah pengangguran, kenakalan remaja, tawuran pelajar, dekadensi moral, narkoba dan pergaulan bebas seperti yang terjadi sekarang ini dapat diminimalisasi di masa mendatang. Di samping itu, aspek ini diambil sebagai fokus pembahasan karena sebagian besar dari manuskrip yang muncul sekarang ini lebih banyak membahas hubungan proses pembelajaran dengan hasil belajar yang terutama mengukur kemampuan kognitif siswa. Sedangkan proses pembelajaran yang dihubungkan dengan pengembangan kreativitas, khususnya di sekolah belum banyak dijamah oleh peneliti lain. Ada beberapa hal yang melatar belakangi peneliti mengambil di lembaga ini, di antaranya adalah siswa mempunyai keunggulan 6Sartono
Kartodirdjo, Kompas (Jakarta), 23 Desember 2009, 23
41 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran dalam berkreatifitas seperti halnya mengkonversi bensin ke gas elpiji yang dibimbing oleh para guru, selain itu madrasah ini menjadi salah satu perwakilan kabupaten Jember dalam mengikuti Expo Madrasah MEDP 2012 yang dilaksanakan di Bandung. Pengembangan Kreativitas a. Pengertian Kreativitas Istilah kreativitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu to create yang berarti menciptakan, menimbulkan, dan membuat. Dari kata to create terbentuk kata benda creativity yang berarti daya cipta.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kreativitas diartikan dengan kemampuan untuk mencipta, daya cipta, perihal berkreasi, dan kekreatifan.8 Muhammad Abdul Jawwad mengartikan kreativitas secara etimologis dengan memunculkan sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebelumnya.9 Secara terminologis kreativitas memiliki banyak pengertian seperti yang dikemukakan para tokoh berikut ini: 1) Sudarsono mengartikan kreativitas adalah kemampuan mencipta atau kemampuan mencapai pemecahan/jalan keluar yang sama sekali baru, asli, dan imajinatif terhadap masalah yang bersifat pemahaman, filosofis, estetis ataupun yang lainnya.10 2) S.C. Utami Munandar mengartikan kreativitas adalah kemampuan membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada.11 3) John W. Haefele dalam Creativity and Innovation mengartikan kreativitas Mohamad Yahya adalah kemampunan membuat kombinasi-kombinasi baru yang bernilai sosial.12 M. Echols dan Hassan Shadily, 2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia, 154. 8Lukman Ali, et.al. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 530 9Muhammad Abdul Jawwad. 2000. Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir, Terj. Fachruddin. Bandung: Asy-Syamil. 3. 10Sudarsono. 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta:Rineka Cipta. 133. 11S.C. Utami Munandar. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Grasindo. 47. 7John
|
42
Mohamad Yahya 4) George J. Seidel dalam The Crisis of Creativity mengatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghubungkan dan mengaitkan, kadang-kadang dengan cara yang ganjil, namun mengesankan, dan ini merupakan dasar pendayagunaan kreatif dari daya rohani manusia dalam bidang manapun. 5) Jacques Hadamard dalam An Essay on The Psychology of Invention in The Mathematical Field mengatakan: "Jelaslah bahwa penemuan atau kreasi, baik dalam matematika maupun dalam bidang lain terjadi dengan menggabungkan ide-ide." Hasil karya atau ide-ide baru itu sebelumnya tidak dikenal oleh pembuatnya maupun orang lain. Kemampuan ini merupakan aktivitas imajinatif yang hasilnya merupakan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal baru, berarti, dan bermanfaat. Berpikir kreatif atau berpikir divergen diartikan dengan kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepat gunaan dan keragaman jawaban. Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah, makin kreatiflah seseorang. Tentu saja jawaban-jawaban itu harus sesuai dengan masalah-masalahnya. Jadi tidak semata-mata banyaknya jawaban yang dapat diberikan, tetapi juga kualitas atau mutu dari jawaban itu.13 Secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, dan memerinci) suatu gagasan. Kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu objek atau situasi juga mencerminkan kreativitas, jika dalam penilaiannya seseorang mampu melihat objek, situasi, atau masalahnya dari Chandra. 1994. Kreativitas: Bagaimana Menanam, Membangun, dan Mengembangkannya. Jakarta: Kanisius. 15. 13Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Grasindo 48. 12Julius
43 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran sudut pandang yang berbeda-beda. Misalnya anak diberi gambar atau uraian mengenai suatu objek atau keadaan dan ia diminta mengatakan apa saja yang kurang atau tidak cocok pada gambar atau uraian tersebut. Joyce Wycoff mengartikan kreativitas dengan melihat hal-hal yang juga dilihat orang lain di sekitar kita, tetapi membuat keterkaitan–keterkaitan yang tak terpikirkan oleh orang lain.14 Kreatif berarti mampu menemukan solusi yang baru dan bermanfaat. Orang yang kreatif membawa makna atau tujuan baru dalam suatu tugas, menemukan penggunaan baru, menyelesaikan masalah, atau memberikan nilai tambah atau keindahan. Oleh karena itu, baik menjadi ibu rumah tangga maupun penulis, orang bisa kreatif. Kreativitas bermanfaat, baik bagi orang tua yang mengurus anaknya, seorang seniman yang sedang melukis, maupun pengusaha yang sedang menciptakan produk baru. Mengembangkan kreativitas anak didik meliputi segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pengembangan kognitif antara lain dilakukan dengan merangsang kelancaran, kelenturan, dan keaslian dalam berpikir. Pengembangan afektif, dilakukan dengan memupuk sikap dan minat untuk bersibuk diri secara kreatif. Pengembangan psikomotorik, dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif dan inovatif Ciri-Ciri Kepribadian Kreatif Salah satu hal yang menentukan sejauh mana seseorang itu kreatif adalah kemampuannya untuk dapat membuat kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada. Orang yang kreatif dapat membuat aneka ragam benda dengan menggunakan bahan-bahan yang sudah ada, baik bahan itu masih terpakai atau sudah bekas. Karya-karya unggul hasil pemikiran para ilmuwan dan penemu pada dasarnya bukan me-
Wycoff. 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj. Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa. 43.
14Joyce
|
44
Mohamad Yahya rupakan sesuatu yang baru sama sekali, tetapi merupakan kombinasi dari gagasan-gagasan atau unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Kreativitas mereka terletak pada keberhasilan membentuk kombinasi-kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya menjadi sesuatu yang bermakna dan bermanfaat. Itu semua karena orang yang kreatif memiliki kebebasan berpikir dan bertindak. Kebebasan itu berasal dari diri sendiri, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengendalikan diri dalam mencari alternatif yang memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimilikinya. Joyce Wycoff,15 menyatakan sebagian besar penelitian menunjukkan empat ciri khas orang kreatif, yaitu:
1) 2) 3) 4)
Keberanian Ekspresif Humor
Intuisi Berdasarkan ciri-ciri orang kreatif di atas dapat dipahami bahwa apabila seseorang telah menemukan kreativitasnya, mereka cenderung menjadi mandiri karena memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu, percaya diri, berani mengambil risiko, memiliki kemauan yang tinggi dalam mencapai sesuatu, antusias/bersemangat, spontan, suka berpetualang, cermat, selalu ingin tahu, humoris, suka bermain, dan polos seperti anak-anak. Ciri-ciri orang kreatif juga dapat dilihat dari kemampuannya dalam berpikir. Orang yang kreatif mampu untuk berpikir kreatif. Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam,16 mengemukakan ada beberapa ciri dari kemampuan berpikir kreatif, yaitu : Pertama Kelancaran berpikir (fluency of thinking), Kedua Keluwesan (flexibility), Ketiga Elaborasi (elaboration), Keempat, Keaslian (originality)
Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj. Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa. 19-50 16Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam. 2002. Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus. 44-49. 15Wycoff,
45 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Ciri psikologis lain yang umumnya dimiliki orang kreatif yang diidentifikasikan David N. Perkins. Wakil Direktur Project Zero Universitas Harvard, adalah: 1) Dorongan untuk menemukan keteraturan dalam keadaan kacau-balau. 2) Minat menemukan masalah yang tidak umum, juga penyelesaiannya. 3) Kemampuan membentuk kaitan-kaitan baru, menentang anggapan tradisional. 4) Kemampuan menyeimbangkan kreasi gagasan dengan pengujian dan penilaian. 5) Hasrat untuk melenyapkan berbagai hal yang membatasi kemampuan mereka. 6) Termotivasi oleh masalah atau tugas sendiri, bukannya oleh keuntungan lain seperti uang, jabatan atau popularitas.17 Csikszentmihalyi yang dikutip oleh Munandar mengemukakan sepuluh pasang ciri-ciri kepribadian kreatif yang seakan-akan paradoksal tetapi saling terpadu secara dialektis. 1) Pribadi kreatif mempunyai kekuatan energi fisik yang memungkinkan mereka bekerja berjam-jam dengan konsenterasi penuh, tenang dan rileks, bergantung pada situasinya. 2) Pribadi kreatif cerdas dan cerdik. 3) Ciri-ciri ketiga berkaitan dengan kombinasi antara sikap bermain dan disiplin. kreativitas memerlukan kerja keras, keuletan dan ketekunan untuk menyelesaikan suatu gagasan atau karya baru dengan mengatasi rintangan yang sering dihadapi. 4) Pribadi kreatif dapat berselang-seling antara imajinasi dan fantasi, namun tetap bertumpu pada realitas. 5) Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introversi maupun ekstroversi. Seseorang perlu dapat bekerja sendiri un-
Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj. Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa, 51
17Wycoff,
|
46
Mohamad Yahya
6) 7)
8)
9)
10)
tuk dapat “berkreasi”, menulis, melukis, melakukan eksperimen, tapi penting juga baginya untuk bertemu dengan orang lain, bertukar pikiran dan mengenal karya-karya orang lain. Orang kreatif dapat bersifat rendah diri dan bangga pada karyanya pada saat yang sama. Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan androgini psikologis, yaitu mereka dapat melepaskan diri dari strereotip gender (maskulin-feminin). Orang kreatif cenderung mandiri bahkan suka menentang, tetapi di lain pihak mereka tetap bisa tradisional dan konservatif. Kebanyakan orang kreatif sangat bersemangat bila menyangkut karya mereka, tapi juga sangat obyektif dalam penilaian karyanya. Sikap keterbukaan dan sensitivitas orang kreatif sering membuatnya menderita jika mendapat banyak kritik dan serangan terhadap hasil jerih payahnya, namun di saat yang sama ia juga merasakan kegembiraan yang luar biasa.18
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, mempunyai kegemaran dan menyukai aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya, artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting dan disukai, mereka tidak terlalu menghiraukan kritik dan ejekan orang lain. Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Treffinger dalam Munandar,19 menyatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisir dalam tindakan, dan rencana inovatif serta produk orisinalnya telah dipikirkan matang-matang Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Grasindo, 51. 19Ibid, 54. 18Munandar,
47 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya. Tingkat energi, spontanitas, dan berpetualang yang luar biasa sering tampak pada orang kreatif. Juga, keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang baru dan mengasyikkan. Pribadi kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjau dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep atau kemungkinankemungkinan yang dihayalkan, yang kemudian terwujud menjadi karya seni, sastra atau penemuan baru. Ciri kreatif lainnya adalah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal yang rumit dan misterius. Minat untuk seni dan keindahan juga lebih kuat daripada rata-rata orang. Walaupun tidak semua orang berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka mempunyai minat yang cukup besar terhadap seni, sastra, musik dan teater. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga (orang tua), sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan tersebut berpengaruh dalam perkembangan anak, termasuk dalam hal kreativitas. A. Lingkungan Sekolah Dengan memasuki lingkungan pendidikan sekolah, seorang anak akan mengalami berbagai perubahan. Ia harus patuh pada tuntutan tokoh otoritas baru, yaitu guru. Ia banyak berkenalan dan berhubungan dengan banyak anak seusia. Untuk sementara waktu ia harus terpisah dari keluargaya. Semua itu akan membawa dampak yang besar terhadap sikap dan perilaku seorang anak. Guru di sekolah memiliki peran yang sangat penting terhadap perkembangan intelektual, emosional dan sosial siswa. Guru membantu pembentukan nilai-nilai pada siswa, misalnya nilai hidup, nilai moral, dan nilai sosial. Guru juga berperan dalam menentukan tujuan belajar, memilihkan pengalaman belajar, menentukan metode, dan
|
48
Mohamad Yahya strategi mengajar dan yang paling penting menjadi model perilaku bagi siswa. Peranan guru tersebut tidak hanya berdampak pada prestasi belajar siswa, tetapi juga berdampak pada sikap siswa terhadap sekolah dan belajar pada umumnya. Guru dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, motivasi, harga diri, dan kreativitas dalam diri seorang siswa. Bahkan guru dapat berpengaruh lebih besar daripada orang tua karena guru mempunyai tugas mengevaluasi pekerjaan, sikap, dan perilaku siswa. B. Lingkungan Keluarga Keluarga sebagai lingkungan terkecil dalam suatu masyarakat dan merupakan lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan manusia tidak bisa diabaikan peranannya dalam mempengaruhi perkembangan fisik dan mental seseorang. Dalam interaksi sehari-hari seorang anak dengan orang tuanya akan membawa dampak yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangannya di masa mendatang. Utami Munandar,20 mengemukakan ada beberapa sikap orang tua yang dapat memupuk kreativitas anak, yaitu: 1. Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya 2. Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal 3. Membolehkan anak mengambil keputusan sendiri 4. Mendorong kemelitan (keingintahuan) anak untuk menjajaki dan mempertanyakan hal-hal 5. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan dan apa yang dihasilkan 6. Menunjang dan mendorong kegiatan anak 7. Menikmati keberadaannya bersama anak 8. Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak 9. Mendorong kemandirian anak dalam bekerja
S.C. Munandar. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif Dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 137.
20Utami
49 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran 10. Menilai hubungan kerjasama yang baik dengan anak C. Lingkungan masyarakat Di samping lingkungan sekolah dan keluarga, kreativitas seseorang juga dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat karena setiap individu selaku makhluk sosial tidak dapat melepaskan dirinya dari pergaulan di masyarakat. Sebagai lingkungan yang terbesar, masyarakat membentuk satu kebudayaan yang dihasilkan dari berbagai pandangan dan cara hidup para anggotanya. Kebudayaan itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam diri setiap individu dalam masyarakat itu. Arieti sebagaimana dikutip Utami Munandar mengemukakan ada sembilan faktor sosiokultural yang dapat menunjang pengembangan kreativitas, yaitu: 1. Tersedianya sarana dan prasarana kebudayaan 2. Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan 3. penekanan pada becoming (menjadi, tumbuh), tidak sematamata pada being (sekadar berada) 4. Kesempatan bebas terhadap media kebudayaan bagi semua warga, tanpa diskriminasi 5. Kebebasan dengan pengalaman tekanan dan rintangan sebagai tantangan 6. Menghargai dan dapat memadukan rangsangan dari kebudayaan lain yang berbeda, bahkan yang kontras sekalipun 7. Toleransi dan minat terhadap pandangan yang berbeda (divergen) 8. Interaksi antar pribadi yang berarti dalam pengembangan bakat 9. Adanya insentif, penghargaan, dan penguatan.21 Selanjutya, hal yang paling penting yang harus disadari oleh orang tua dan guru ialah bahwa setiap orang memiliki potensi kreatif,
Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Grasindo, 176-178.
21Munandar,
|
50
Mohamad Yahya sayangnya banyak orang tua dan guru yang kurang menyadari atau kurang dapat menghargai kreativitas anak. Mereka lebih menginginkan anak yang selalu patuh dan melakukan hal-hal yang diinginkan orang tua atau melakukan hal-hal yang sama seperti anak lain. Orisinalitas kurang dapat diterima, dianggap menyulitkan, dan bahkan dapat berbahaya. Dengan meningkatnya tekanan-tekanan dari luar, lingkungan anak menjadi tertutup, spontanitas dan inisiatifnya berkurang, mereka menjadi kehilangan minat terhadap hal-hal dalam lingkungan mereka, kehilangan kemilitan dan kreativitas untuk menjajaki lingkungan mereka. Tanpa menyadarinya, orang dewasa bermaksud baik, dengan dalih menanamkan disiplin dan kepatuhan, tidak memberi kesempatan benih-benih kreativitas anak tumbuh dan berkembang.22 Bagaimana seseorang tahu? Setiap orang terlahir kreatif dan kreativitas tetap menunggunya.23 Sering guru lebih menginginkan murid-murid yang duduk diam, dan kadang-kadang mereka kurang menyukai anak-anak yang terlalu banyak bertanya. Seyogyanya pendidik memahami cara-cara untuk mendorong kreativitas itu.24 Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Utami Munandar terdiri atas aspek kognitif dan aspek kepribadian. Faktor kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan keterampilan. Dikatakan bahwa walaupun inteligensi merupakan salah satu komponen kreativitas namun peningkatan inteligensi tidak selalu diikuti oleh meningkatnya kreativitas. Faktor kepribadian terdiri dari rasa ingin tahu, harga diri, dan kepercayaan diri, sifat mandiri dan berani mengambil resiko. Menurut Rogers, faktor individu yang mendukung berkembangnya kreativitas adalah keterbukaan individu terhadap pengalaFreeman dan Utami Munandar. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 249. 23Wycoff, Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj. Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa, 53-54. 24Freeman, Joan dan Munandar, Utami. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 250. 22Joan
51 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran man sekitarnya, kemampuan untuk mengevaluasi hasil yang diciptakan dan kemampuan menggunakan elemen dan konsep yang ada. Roger mengatakan bahwa faktor internal individu yang memungkinkan terjadinya kreativitas adalah:25 Pertama, keterbukaan terhadap pengalaman, terhadap rangsangan-rangsangan dari luar maupun dari dalam. Kedua, evaluasi internal yaitu pada dasarnya penilaian terhadap produk karya seseorang terutama ditentukan oleh diri sendiri bukan kritik dan pujian dari orang lain. Ketiga, kemampuan bermain dan bereksplorasi dengan unsurunsur, bentuk-bentuk dan konsep-konsep. Kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Disamping aspek internal di atas, aspek eksternal juga mempengaruhi kreativitas seseorang. Aspek eksternal yang dimaksud ialah lingkungan kebudayaan yang mengandung keamanan dan kebebasan psikologis. Faktor lingkungan yang terpenting adalah lingkungan yang memberikan dukungan atas kebebasan bagi individu. Filosof Yunani Plato, mengungkapkan bahwa “apa yang mendapatkan penghargaan dari lingkungan itulah yang akan berkembang”.26 Upaya Pengembangan Kreativitas James J. Mapes mengatakan bahwa setiap orang adalah kreatif karena potensi kreatif merupakan sifat manusia.27 Setiap orang memilki keahlian kreatif lebih dibandingkan yang lain, beberapa diantaranya tidak melihat diri mereka sebagai jenis manusia kreatif . Maka dari itu seseorang perlu mengenal diri mereka sendiri dan memahami kemampuannya sehingga dapat mengembangkan potensi kreatif yang dimiliki dan dapat memunculkan kreativitas. Nashori dan Rachmy Diana Muharam. 2002. Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus. 56. 26Nashori, Fuad dan Muharam, Rachmy Diana. 2002. Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus 58. 27James J. Mapes. 2003. Quantum Leap Thinking: Pedoman Lengkap Cara Berpikir, Terj. Basuki Heri Winarno. Surabaya: Ikon Teralitera. 24. 25Fuad
|
52
Mohamad Yahya Dalam upaya membangkitkan dan mengembangkan kreativitas dalam dunia pendidikan, seorang guru mempunyai dampak yang besar tidak hanya pada prestasi pendidikan anak tetapi pada sikap anak terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Guru dapat melumpuhkan kemilitan (rasa ingin tahu) alamiah, merusak motivasi, harga diri dan kreativitas anak. Bahkan guru-guru yang sangat baik (atau yang sangat buruk) dapat mempengaruhi anak lebih kuat daripada orang tua karena guru punya lebih banyak kesempatan untuk merangsang atau menghambat kreativitas anak daripada orang tua. Harus diakui bahwa guru tidak dapat mengajarkan kreativitas tetapi ia dapat memungkinkan kreativitas muncul, memupuknya dan merangsang pertumbuhannya.28 Cara yang paling baik bagi guru untuk mengembangkan kreativitas peserta didik adalah dengan mendorong motivasi intrinstik. Semua peserta didik harus belajar semua bidang keterampilan di sekolah, dan banyak peserta didik memperoleh keterampilan kreatif melalui model-model berfikir dan bekerja kreatif, tetapi sedikit sekali anak yang dapat mempertahankan motivasi intrinsik di sekolah jika sistem yang diterapkan tidak sesuai. Dengan kata lain, pendekatan yang terbaik tampaknya adalah dimana peserta didik diarahkan ke tujuan keseluruhan, tetapi didorong untuk belajar dengan cara yang menurut mereka terbaik bagi mereka. Penekanannya selalu pada belajar dan tidak pada penilaian. Joan Freeman dan Utami Munandar mengusulkan pendekatan empat P untuk memahami konsep kreativitas sebagai strategi untuk mengembangkan kreativitas peserta didik. Kreativitas dapat ditinjau dari empat aspek (4P), yaitu: 1) Kreativitas dari aspek pribadi, 2) Kreativitas ditinjau dari aspek pendorong 3) Kreativitas sebagai proses.
28Munandar,
Kreativitas dan Keberbakatan, 155.
53 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran 4) Kreativitas sebagai produk29 Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya kreatif, tidak diam pasif. Abdullah Gymnastiar dalam tabloidnya mengungkap bahwa untuk menumbuhkan kreativitas anak, ada beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu: 1) Dibutuhkan kreativitas orang tua. 2) Memfasilitasi anak dengan alat-alat penunjang. 3) Menghargai kreativitas anak.30 Model Pembelajaran Yang Mengembangkan Kreativitas Falsafah mengajar yang mendorong kreativitas anak, secara keseluruhan menurut Utami Munandar adalah sebagai berikut: 1) Belajar sangat penting dan sangat menyenangkan 2) Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik 3) Anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif. Mereka perlu didorong untuk membawa pengalaman, gagasan, minat dan bahan mereka di kelas. Mereka dimungkinkan untuk membicarakan bersama dengan guru mengenai tujuan bekerja/belajar setiap hari, dan perlu diberi otonomi dalam menentukan bagaimana mencapainya. 4) Anak perlu merasa nyaman dan dirangsang di dalam kelas. Hendaknya tidak ada tekanan dan ketegangan. 5) Anak harus mempunyai rasa memiliki dan kebanggaan di dalam kelas. Mereka perlu dilibatkan dalam merancang kegiatan belajar dan boleh membawa bahan-bahan dari rumah. 6) Guru merupakan narasumber, bukan polisi atau dewa. Anak harus menghormati guru, tetapi merasa aman dan nyaman dengan guru 7) Guru memang kompeten tetapi tidak perlu sempurna.
Joan dan Munandar, Utami. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 251. 30Abdullah Gymnastiar. 2006. Merangsang Kreativitas Anak. Bandung: Tabloid Manajemen Qalbu. 11. 29Freeman,
|
54
Mohamad Yahya 8) Anak perlu merasa bebas untuk mendiskusikan masalah secara terbuka baik dengan guru maupun dengan teman sebaya. Ruang kelas adalah milik mereka juga dan mereka bertanggung jawab untuk mengaturnya. 9) Kerjasama selalu lebih baik daripada kompetisi. 10) Pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.31 Proses Pembelajaran Pengertian Proses Pembelajaran Konsep belajar (learning) dan pembelajaran (instruction) merupakan dua buah konsep kependidikan yang saling berkaitan. Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik (guru) dan keduanya bisa berdiri sendiri dan juga menyatu, tergantung kepada situasi dari kedua kegiatan itu terjadi. Pembelajaran biasanya terjadi dalam situasi formal yang secara sengaja diprogramkan oleh guru dalam usahanya mentransformasikan ilmu kepada peserta didik, berdasarkan kurikulum dan tujuan yang hendak dicapai.32 Melalui pembelajaran peserta didik melakukan proses belajar sesuai dengan rencana pengajaran yang telah diprogramkan. Dengan demikian, unsur kesengajaan melalui perencanaan oleh pihak guru merupakan ciri utama pembelajaran. Upaya pembelajaran yang berakar pada pihak guru dilaksanakan secara sistematis yaitu dilakukan dengan langkah-langkah teratur dan terarah secara sistematik. yaitu secara utuh dengan memperhatikan berbagai aspek. Maka konsep belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang berproses dalam suatu sistem.33
Utami S.C. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 159. 32Aminuddin Rasyad. 2002. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Muhammadiyah.1. 33Rasyad, Aminuddin, 2002. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Muhammadiyah 3-4. 31Munandar,
55 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Jadi, dapat disimpulkan bahwa fungsi pembelajaran adalah merangsang dan menyukseskan proses belajar dan untuk mencapai tujuan, sedangkan fungsi belajar adalah dapat memanfaatkan semaksimal mungkin sumber belajar untuk mencapai tujuan belajar, yaitu terjadinya perubahan dalam diri peserta didik. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai konsep belajar dan pembelajaran, berikut dipaparkan kedua konsep itu. Pengertian Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengemukakan tentang pengertian belajar. Menurut Kimble dan Garmezi sebagaimana dikutip Nana Sudjana bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Garry dan Kingsley menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinil melalui pengalaman dan latihan.34 James O. Wittaker menyatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.35 Sedangkan Winkel mengartikan belajar adalah suatu proses mental yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan atau skill, kebiasaan, atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan, dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku yang progresif dan adaptif.36 Menurut Ilmu Jiwa Daya, belajar adalah usaha melatih dayadaya agar berkembang sehingga dapat berpikir, mengingat, dan sebagainya. Menurut teori ini jiwa manusia terdiri dari berbagai daya seperti daya berpikir, mengingat, perasaan, mengenal, kemauan, dan
Sudjana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. 5. 35James O. Whittaker. 1970. Introduction to Psychology.Tokyo: Toppan Company Limited. 15. 36W.S. Winkel. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia. 150. 34Nana
|
56
Mohamad Yahya sebagainya. Daya–daya tersebut berkembang dan berfungsi jika dilatih dengan bahan-bahan dan cara-cara tertentu.37 Menurut teori Ilmu Jiwa Asosiasi, belajar berarti membentuk hubungan-hubungan stimulus respon dan melatih hubunganhubungan tersebut agar bertalian dengan erat. Pandangan teori ini dilatarbelakangi oleh pendapat bahwa jiwa manusia terdiri dari asosiasi berbagai tanggapan yang masuk ke dalam jiwa. Asosiasi tersebut dapat terbentuk karena adanya hubungan antara stimulus dan respon. Menurut teori Ilmu Jiwa Gestalt, belajar ialah mengalami, berbuat, bereaksi, dan berpikir secara kritis. Pandangan ini dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa jiwa manusia bukan terdiri dari elemenelemen, tetapi merupakan satu sistem yang bulat dan berstruktur. Jiwa manusia hidup dan di dalamnya terdapat prinsip aktif di mana individu selalu cenderung untuk beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya.38 Dari beberapa definisi belajar di atas, nampak adanya beberapa perbedaan, namun pada substansinya ada kesamaan pandangan tentang bagaimana usaha mengaktifkan berpikir, bereaksi, dan berbuat terhadap suatu objek yang dipelajari melalui berbagai aktivitas sehingga timbul suatu pengalaman baru dalam diri seseorang. Pengertian Mengajar Menurut Nana Sudjana mengajar adalah membimbing kegiatan siswa belajar, mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar.39 Sedangkan menurut Sardiman AM mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dapat Basyiruddin Usman. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Pers.21-22. 38Usman, Metodologi Pembelajaran, 22 39Sudjana, Nana, 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. 7. 37M.
57 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran membawa perubahan tingkah laku dan kesadaran diri sebagai pribadi.40 Dari definisi mengajar di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi pokok dalam mengajar adalah menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan banyak melakukan kegiatan adalah siswanya, dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah. Konsep mengajar ini memberikan indikator bahwa pengajaran lebih bersifat pupil centered sehingga tercapailah suatu hasil yang optimal. Dengan kata lain, tercapainya hasil pembelajaran sangat dipengaruhi oleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran harus terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Interaksi itu dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah interaksi edukatif. Menurut Syaiful Bahri Djamarah,41 interaksi edukatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) Mempunyai tujuan b) Mempunyai prosedur yang direncanakan c) Ditandai dengan penggarapan materi khusus d) Ditandai dengan aktivitas siswa e) Membutuhkan disiplin f) Mempunyai batas waktu g) Diakhiri dengan evaluasi Fungsi Guru Dalam Proses Pembelajaran Proses dan hasil pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Anggapan bahwa guru adalah satu-satunya sumber belajar, di lain pihak siswa hanya menyimak dan mendengarkan informasi atau pengetahuan yang diberikan gurunya sehingga guru AM. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 3. 41Syaiful Bahri Djamarah. 2000 Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif .Jakarta: Rineka Cipta. 15. 40Sardiman
|
58
Mohamad Yahya mendominasi proses pembelajaran dari awal sampai akhir adalah anggapan yang salah. Bahkan kadang-kadang masih ada anggapan yang keliru bahwa siswa dipandangnya sebagai objek sehingga siswa kurang dapat dikembangkan potensinya. Dalam konsep belajar mengajar siswa adalah subjek belajar, bukan objek. Siswa sebagai unsur pokok dan sentral, bukan unsur pendukung dan tambahan. Yang penting dalam proses pembelajaran guru hanya membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya ke arah yang baik. Diharapkan dengan pola pembelajaran seperti itu akan terbentuk manusiamanusia yang aktif dan kreatif. Peranan dan kompetensi guru dalam proses pembelajaran meliputi banyak hal, yaitu guru sebagai pengajar, pengelola kelas, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, demonstrator, supervisor, motivator, dan konselor.42 Yang akan dikemukakan di sini adalah peranan yang dianggap paling dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Guru sebagai demonstrator Sebagai demonstrator guru dituntut mampu memperagakan materi yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya agar materi yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh siswa. 2) Guru sebagai pengelola kelas Dalam hal ini guru dituntut untuk menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan pembelajaran agar mencapai hasil yang baik. Guru juga bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses intelektual dan social di dalam kelasnya. Guru hendaknya mampu memimpin kegiatan belajar yang efektif dan efisien dengan hasil optimal.
42Mohammad
karya. 9.
Uzer Usman. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda-
59 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran
3) Guru sebagai mediator dan fasilitator Sebagai mediator guru hendaknya menciptakan kualitas lingkungan yang interaktif secara maksimal, mengatur arus kegiatan siswa, menampung semua persoalan yang diajukan siswa dan mengembalikan lagi persoalan tersebut kepada siswa yang lain untuk dijawab dan dipecahkannnya, lalu guru bersama siswa harus menarik kesimpulan atas jawaban masalah sebagai hasil belajar. Untuk itu guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Sedangkan sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, maupun surat kabar. Guru juga harus memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses pembelajaran, misalnya dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa sehingga interaksi edukatif akan berlangsung secara efektif. 4) Guru sebagai motivator Sebagai motivator guru berperan dalam meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta penguatan untuk mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas dan kreativitas sehingga terjadi dinamika dalam proses pembelajaran. 5) Guru sebagai evaluator Sebagai evaluator guru hendaknya terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Hasil evaluasi ini akan menjadi umpan balik (feed back) terhadap proses pembelajaran. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian, proses pembelajaran akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
|
60
Mohamad Yahya Perbedaan fungsi guru sebagai fasilitator dan sebagai pengarah terletak baik dalam orientasi maupun dalam perilaku. Seorang pengarah berdiri di depan anak dan menekankan tujuan, keinginan, dan kebutuhannya kepada anak. Seorang fasilitator berada di belakang anak, membimbing mereka untuk mencapai tujuan, keinginan dan kebutuhannya. Pengarah memberikan tugas, menentukan persyaratan, dan menilai hasil belajar. Seorang fasilitator membantu anak dalam belajar mandiri, dalam menentukan tujuan sendiri, dan dalam memberi umpan balik terhadap penilaian diri.43 Seorang guru dapat mencari keseimbangan antara perannya untuk berada di depan anak, di belakang anak, atau di samping/di antara anak-anak, sesuai dengan ciri khas (karakteristik anak). Untuk anak berbakat sebaiknya seorang guru lebih banyak berada di belakang anak daripada di depan anak. Jadi, dalam perannya sebagai fasilitator seorang guru harus: 1) Mendorong belajar mandiri sebanyak mungkin 2) Dapat menerima gagasan-gagasan dari semua siswa 3) Memupuk siswa untuk memberikan kritik secara konstruktif dan untuk memberikan penilaian diri sendiri. 4) Berusaha menghindari pemberian hukuman atau celaan terhadap ide-ide yang tidak biasa 5) Dapat menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan antar siswa dalam kemampuan memikirkan ide-ide baru. Menurut Gagne sebagaimana dikutip Muhibbin Syah,44 setiap guru berfungsi sebagai: 1) Designer of instruction (perancang pembelajaran) Sebagai perancang pengajaran guru harus mampu dan siap merancang kegiatan pembelajaran yang berhasil guna dan berdaya guna. Rancangan kegiatan pembelajaran tersebut sekurang-kurangnya meliputi: memilih dan menentukan bahan pelajaUtami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Grasindo 64 44Muhibbin Syah. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 250-252 43Munandar,
61 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran ran, merumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran, memilih metode penyajian bahan pelajaran yang tepat, dan menyelenggarakan kegiatan evaluasi prestasi belajar. 2) Manager of instruction (pengelola pembelajaran) Sebagai pengelola pengajaran guru harus mampu mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses pembelajaran, di antaranya adalah menciptakan kondisi dan situasi yang sebaik-baiknya agar para siswa dapat belajar dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdaya guna dan berhasil guna. 3) Evaluator of student learning achievement (penilai prestasi belajar siswa) Sebagai penilai prestasi belajar guru harus selalu mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran. Hasil evaluasi hendaknya dijadikan feed back (umpan balik) untuk melakukan penindaklanjutan proses pembelajaran. Dengan demikian, proses pembelajaran tidak statis, tetapi terus meningkat kualitasnya. Fungsi Siswa Dalam Proses Pembelajaran Siswa adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi penting dalam proses pembelajaran karena siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optinmal. Jadi, dalam proses pembelajaran yang diperhatikan pertama kali adalah siswa, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lainnya. Komponen–komponen pendidikan yang lain sangat bergantung kepada kondisi siswa. Materi yang diperlukan, metode yang akan digunakan, media yang akan dipakai, semua itu harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa menjadi subjek dalam proses pembelajaran. Memang dalam berbagai pernyataan dinyatakan bahwa siswa sebagai kelompok yang belum dewasa, baik secara jasmani maupun
|
62
Mohamad Yahya rohani. Oleh karena itu, siswa memerlukan bimbingan dan latihan serta usaha orang lain yang sudah dewasa agar ia dapat mencapai kedewasaannya. Pernyataan bahwa siswa adalah manusia yang belum dewasa bukan berarti bahwa siswa itu makhluk yang lemah. Siswa secara kodrati memiliki potensi tertentu. Hanya saja ia belum mencapai tingkat optimal dalam mengembangkan potensinya itu. Oleh karena itu, lebih tepat jika siswa dikatakan sebagai subjek dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengorganisasikan setiap kegiatan pembelajaran dan menghargai anak didiknya sebagai subjek yang memiliki potensi. Dengan demikian, siswa diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud di sini adalah aktivitas jasmaniah maupun aktivitas mental. Aktivitas belajar siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, yaitu: 1) Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi 2) Aktiviatas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi dan menyanyi 3) Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan 4) Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis 5) Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.45 Setiap jenis aktivitas tersebut di atas memiliki kadar atau bobot yang berbeda bergantung pada segi tujuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Yang jelas, aktivitas belajar siswa hendaknya memiliki kadar atau bobot yang lebih tinggi. Aktivitas belajar siswa dapat dilakukan secara individual dalam arti siswa di kelas dituntut untuk melakukan kegiatan belajar masing-masing, dapat dilakukan secara klasikal artinya setiap siswa 45Usman,
Uzer, 2003, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 22
63 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran mempelajari hal yang sama dalam waktu yang sama dan cara yang sama dan dapat dilakukan secara kelompok artinya siswa dihimpun dalam satu kelompok dan setiap kelompok diberi masalah oleh guru untuk dipecahkan bersama-sama. Manajemen Pembelajaran Dimyati dan Mudjiono yang dikutip Sagala, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.46 Sedangkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.47 Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran pada hakekatnya mempunyai dua karakteristik yaitu, pertama dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa dalam proses berpikir. Kedua dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
dan Mudjiono. 2002.Belajar Dan Pembelajaran .Jakarta: PT Rineka Cipta. 62. 47Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional RI No 20 tahun 2003 (Bandung: Fokus Media), 5. 46Dimyati
|
64
Mohamad Yahya Sedangkan menurut Harefa, proses pembelajaran adalah suatu proses pendidikan yang memungkinkan seseorang menjadi lebih manusiawi (being humanize) sehingga disebut dewasa dan mandiri.48 Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwasannya tujuan dari proses pembelajaran adalah menjadikan manusia lebih manusiawi, dewasa dan mandiri. Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Guru adalah salah satu diantaranya faktor pendidikan yang memiliki peranan yang paling strategis, sebab gurulah sebetulnya pemain yang paling menentukan di dalam menentukan proses belajar mengajar.49 Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Knirk dan Gustafson yang dikutip oleh sagala pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.50 Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perencanaan pembelajaran. Berikut akan dijelaskan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. a. Perencanaan pembelajaran Pada prinsipnya perencanaan pembelajaran menurut Sagala meliputi: 1) Menetapkan apa yang mau dilakukan oleh guru, kapan dan bagaimana cara melakukannya dalam implementasi pembelajaran
Harefa. 2002. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: PT kompas Media Nusantara. 37 49Haidar Daulay Putra, 2004.Pendidikan Islam Dan Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 75. 50Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta, 64. 48Andrias
65 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran 2) Membatasi sasaran atas dasar tujuan instruksional khusus dan menetapkan pelaksanaan kerja untuk mencapai hasil yang maksimal melalui proses penentuan target pembelajaran 3) Mengembangkan alternatif-alternatif yang sesuai dengan strategi pembelajaran 4) Mengumpulkan dan menganalisis informasi yang penting untuk mendukung kegiatan pembelajaran 5) Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran kepada pihak-pihak yang berkepentingan.51 Perencanaan dapat bermanfaat bagi guru sebagai kontrol terhadap diri sendiri agar dapat memperbaiki cara pembelajarannya.52 Mendukung pendapat tersebut, Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik/Kurikulum IKIP Surabaya dikutip oleh Suryosubroto menyatakan bahwa dengan perencanaan maka pelaksanaan pembelajaran menjadi baik dan efektif yaitu murid harus dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan mengajar.53. Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran sangat penting agar guru dalam melaksanakan proses pembelajaran bisa lebih terarah dan sistematis sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. b. Pelaksanaan Pembelajaran Dalam pelaksanaan pembelajaran selayaknya berpegang pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan program pembelajarannya mempunyai pengaruh besar dalam proses belajar mengajar itu sendiri. Oleh karena itu, guru sepatutnya peka terhadap berbagai situasi yang dihadapi, sehingga ia mampu menyesuaikan pola tingkah lakunya dalam mengajar dengan situasi yang dihadapi. 51Ibid,
142-143.
52Suryosubroto.
28. 53Ibid 28.
1997.Proses Belajar Mengajar di Sekolah . Jakarta: PT Rineka Cipta.
|
66
Mohamad Yahya Usman berpendapat “bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pembelajaran yang dilaksanakannya.54 Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dituntut mampu mengolah proses belajar mengajar diantaranya dengan menguasai metode mengajar dan mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai dengan optimal. Hal di atas sesuai dengan pendapat Sagala yang menyatakan bahwa guru sebagai sumber belajar, penentu metode belajar, meminta para pendidik untuk menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.55 c. Evaluasi Pembelajaran Djamarah mengemukakan bahwa rumusan penilaian atau evaluasi (Evaluation) berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu.56 Sedangkan menurut Chabib Thoha, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.57 Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan atau tindakan untuk menentukan nilai sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Sebagai alat penilai hasil pencapaian tujuan dalam pembelajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya sekedar untuk menentukan angka keberhasilan belajar yang paling penting adalah sebagai dasar untuk umpan balik (feed back) dari proses belajar mengajar yang dilaksanakan.58 Usman. 2003. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 21 Syaiful, 2003, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: CV. Alfabeta. 65. 56Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta. 207. 57Chabib Thoha. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada. 1. 58Ali, Muhamad, 2004, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo 113. 54Uzer
55Sagala,
67 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Dalam kaitan ini ada dua istilah yang hampir sama tetapi berbeda, yaitu “penilaian” dan “pengukuran”. Djamarah menjelaskan bahwa “penilaian terarah pada penentuan kualitas atau nilai sesuatu sedangkan pengukuran terarah kepada tindakan atau proses untuk menentukan kuantitas sesuatu”.59 Walaupun terdapat perbedaan, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena berhubungan erat. Pelaksanaan penilaian terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran-pengukuran. Sebaliknya, pengukuran tidak akan berarti jika tidak dihubungkan dengan penilaian. Lebih lanjut, Djamarah menjelaskan bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan untuk menjelaskan tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran yang disampaikannya sudah dikuasai atau belum oleh anak didik, dan apakah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.60 Selain itu, menurut Poerwanto evaluasi juga berfungsi di antaranya untuk: 1) Mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu 2) Mengetahui tingkat keberhasilan program pembelajaran 3) Keperluan bimbingan dan konseling (BK) 4) Keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.61 Pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat sangat besar. Manfaat ini dapat ditinjau dari pelaksanaanya. Adapun jenis dan manfaat evaluasi menurut Ali adalah sebagai berikut: Evaluasi formatif. Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai dipelajari suatu unit pelajaran tertentu. Manfaatnya sebagai Bahri, Syaiful, 2000, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta. 208. 60Ibid. 208. 61Ngalim Purwanto. 2001. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 5-6. 59Djamarah,
|
68
Mohamad Yahya alat penilai proses belajar mengajar suatu unit bahan pelajaran tertentu. Evaluasi Sumatif. Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir pembelajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran tertentu. Evaluasi ini mempunyai manfaat untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap tujuan suatu program pelajaran dalam suatu periode tertentu, seperti semester atau akhir tahun pelajaran. Evaluasi Diagnostik. Yakni evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana diagnose. Evaluasi ini bermanfaat untuk meneliti atau mencari sebab kelemahan siswa dalam mempelajari suatu atau sejumlah unit pelajaran tertentu. Evaluasi Penempatan. Yakni evaluasi yang dilaksanakan untuk menempatkan siswa pada suatu program pendidikan atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan (baik potensial maupun actual) dan minatnya. Evaluasi ini bermanfaat dalam rangka proses penentuan jurusan di sekolah.62 Selanjutnya dalam mengadakan kegiatan evaluasi seorang guru perlu memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kegiatan evaluasi tersebut. Menurut Dimyati dan Mudjiono menyebutkan syarat-syarat umum yang harus selalu dipenuhi oleh guru dalam melakukan kegiatan evaluasi, yaitu: 1) Kesahihan (Validity), diartikan sebagai ketepatan, evaluasi, mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan yaitu: a) Faktor instumen evaluasi itu sendiri. b) Faktor administrasi evaluasi dan penskoran, juga merupakan faktor-faktor yang mempunyai suatu pengaruh yang mengganggu kesahihan interpretasi hasil evaluasi. c) Faktor respon-respon siswa yang dievaluasi.
Muhamad, 2004, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 113-114.
62Ali,
69 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran 2) Keterandalan evaluasi berhubungan dengan tingkat kepercayaan bahwa suatu instrumen evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat. Sedangkan faktor yang mempengaruhi yang dikutip dari Gronlund yaitu: a) Panjang tes (length of test). b) Sebaran skor (spread of skores). c) Tingkat kesulitan tes (difficulty of test). d) Obyektivitas (obyektivity). 3) Kepraktisan yaitu sebagai kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi atau memperoleh hasil, atau kemudahan dalam menyimpannya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu: a) Kemudahan mengadministrasi. b) Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi. c) Kemudahan untuk menskor. d) Kemudahan interpretasi dan aplikasi. e) Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen atau sebanding.63 Penutup Madrasah Aliyah Ma’arif Ambulu Jember sudah melaksanakan beberapa program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa guna mengembangkan kreativitas siswa yaitu: Pertama perencanaan proses pembelajaran yang meliputi tujaan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Kedua pelaksanaan proses pembelajaran, meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Ketiga evaluasi hasil pembelajaran sampai pada pengawasan dan evaluasi. Selain itu, program pengembangan diri juga menjadi salah satu perhatian khusus di MA Ma’arif Ambulu Jember, yang difokuskan pada empat aspek yaitu,
63Dimyati,
194-199
dan Mudjiono, 2002, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta.
|
70
Mohamad Yahya aspek pembinaan sikap ilmiah, aspek mental spiritual, aspek kemandirian dan kesamaptaan, dan aspek life skill atau kecakapan kerja Upaya-upaya yang dilaksanakan guru dalam mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran di antaranya: memberi kebebasan penuh kepada siswa dalam belajar, menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan, penampilan guru yang demokratis, ramah, sabar, adil, konsisten, fleksibel, ceria, penuh humor, akrab, dan selalu memberi perhatian kepada semua siswa, guru selalu memotivasi siswa untuk aktif dalam belajar dan membantu mereka yang mengalami kesulitan belajar, sering menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran, dan menggunakan berbagai media pembelajaran sehingga materi yang disampaikan mudah dipahami siswa dan dapat merangsang siswa secara visual. Penerapan metode pembelajaran dalam rangka mengembangkan kreativitas siswa di Madrasah Aliyah Ma’arif Ambulu Jember dilakukan secara variatif-kolaboratif. Pemilihan metode yang variatif bertujuan agar siswa tidak jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga materi akan mudah tersampaikan dan diserap. Sedangkan kolaboratif dipilih untuk mengantisipasi kendala-kendala yang mungkin terjadi di waktu proses pembelajaran berlangsung. Evaluasi hasil belajar untuk mengembangkan kreativitas siswa di Madrasah Aliyah Ma’arif Ambulu Jember setidaknya meliputi beberapa tahap berikut: 1) observasi atau pengamatan, dilakukan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. 2) Penyebaran angket, berisi sejumlah pertanyaan tertulis kepada siswa mengenai ciri perilaku mereka pada saat mereka melakukan aktivitas belajar. Angket ini diberikan kepada siswa setelah mereka selesai mengikuti pelajaran. Bentuk angket ini bisa tertutup, artinya kemungkinan jawaban telah disediakan oleh guru. Di samping itu dapat pula dibuat terbuka, artinya pertanyaan angket tidak disediakan kemungkinan jawabannya, tetapi terbuka, diserahkan kepada siswa untuk mengisinya secara bebas. 3) wawancara, dilakukan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada siswa secara lisan. Aspek yang ditanyakan adalah ciri
71 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran perilaku siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Wawancara dilakukan setelah siswa selesai mengikuti pelajaran dan jawaban siswa dicatat langsung oleh guru. Guru menilai pengetahuan dan kemajuan siswa melalui interaksi yang terus menerus dengan siswa. Guru juga melibatkan siswa dalam menilai pekerjaan mereka sendiri. Daftar Pustaka Ahmadi, Abu, dan Prasetya, Tri Joko, 1997, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia. Ahmadi, Abu, dan Prasetya. 1997. Joko Tri, Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Alfian, 1991. Segi Sosial Budaya dari Kreativitas dan Inovasi dalam Pembangunan, Jurnal Femina, XIX. Ali, Lukman. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ali, Muhamad, 2004, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo. Aqib, Zaenal, 2002, Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran, Surabaya: Insan Cendekia. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi. Jakarta: Renika Cipta. Ayyan, Jordan, 2003. Bengkel Kreativitas, terjemahan Ibnu setiawan, Bandung: Kaifa. Aziz, Rahmat. 2010. Psikologi Pendidikan:Model Pengembangan Kreatifitas dalam Praktik Pembelajaran. Malang: UIN Maliki Pers. Chandra, Julius, 1994. Kreativitas: Bagaimana Menanam, Membangun, dan Mengembangkannya. Jakarta: Kanisius. Craft, Anna, 2003. Membangun Kreativitas Anak, terjemahan M. Chairul Annam, Depok: Inisiasi Press. Daulay Putra, Haidar, 2004, Pendidikan Islam Dan Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
|
72
Mohamad Yahya Davis, Ivor, 2003. Pengelolaan Belajar, terjemahan Sudarsono Sudirjo, et.al., Jakarta: CV Rajawali. Depag RI. 1994. Al Quran dan Terjemahnya. Semarang: PT. Kumudasmoro Grafindo. Dimyati, dan Mudjiono, 2002, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta. Djamarah, Bahri, Syaiful, 2000, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta. Djamarah, Bahri, Syaiful, dan Zain, Aswan, 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta. Echols, John M. dan Hassan Shadily, 2000. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia. Freeman, Joan dan Munandar, Utami. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. G.A. Davis, 1981. Creativity is Forever. USA: Badger Press Cross Plans Gymnastiar, Abdullah. 2006. Merangsang Kreativitas Anak, Bandung: Tabloid Manajemen Qalbu. Harefa, Andrias, 2002, Menjadi Manusia Pembelajar, Jakarta: PT kompas Media Nusantara. Hasibuan, dan Moedjiono, 1988. Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Karya. Jamaluddin, 2002. Pembelajaran yang Efektif, Jakarta: Gramedia. Jawwad, Muhammad Abdul, 2000. Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir, Terj. Fachruddin. Bandung: Asy-Syamil. Johnson, Louanne, 2009. Pengajaran yang kreatif dan menarik: cara membangkitkan minat siswa melalui pemikiran. Terj. Dani Dharyani. Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang. M. Echols, John dan Shadily, Hassan. 2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia, Mapes, James. 2003. Quantum Leap Thinking, Pedoman Lengkap Cara Berfikir. Terj. Basuki Heri Winarno. Surabaya: Ikon Teralitera. Marhijanto, Bambang, 1995, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer, Surabaya: Bintang Timur.
73 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Miles, Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Jakarta; UI Press. Mulyasa, 2005, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Munandar, Utami S.C. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Grasindo. Nashori, Fuad dan Mucharam, Rachmy Diana, 2002. Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus. Nashori, Fuad dan Muharam, Rachmy Diana. 2002. Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus. Nasution. S, 2010. Berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standart Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Purwanto, Ngalim, 2001, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rasyad, Aminuddin, 2002. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Muhammadiyah. Sagala, Syaiful, 2003, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: CV. Alfabeta. Sardiman AM, 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Semiawan, Conny. 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia. Sudarsono, 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana, 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
|
74
Mohamad Yahya Sudjana, Nana, 2005, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih, 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suryosubroto,1997, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: PT Rineka Cipta. Syah, Muhibbin, 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Thoha, Chabib, 2003, Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Gravindo Persada. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003. Jakarta: Fokus Media. Usman, M. Basyiruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Pers. Usman, Uzer, 2003, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. W.S. Winkel, 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia. Wena, Made, 2010. Strategi pembelajaran inovatif kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. Wycoff, Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj. Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa.
75 | Volume 5. No. 01. Maret 2013