PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENELITIAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN JURUSAN USAHA JASA PARIWISATA DI YOGYAKARTA
DISERTASI Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret dalam Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Doktor Linguistik Peminatan Utama Pengajaran Bahasa
Imam Ghozali T. 1205002
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI LINGUISTIK S3 UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF: PENELITIAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN JURUSAN USAHA JASA PARIWISATA DI YOGYAKARTA
DISERTASI UNTUK MEMPEROLEH GELAR DOKTOR DALAM BIDANG LINGUISTIK MINAT UTAMA: PENGAJARAN BAHASA PADA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
DIPERTAHANKAN DI HADAPAN DEWAN PENGUJI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET PADA TANGGAL 15 JUNI 2011
OLEH IMAM GHOZALI LAHIR DI TULUNGAGUNG 1954
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI LINGUISTIK S3 UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2011
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama
: Imam Ghozali
NIM
: T. 1205002
Program
: Pascasarjana S3 UNS
Program Studi
: Linguistik
Tempat & Tanggal Lahir
: Tulungagung, 5-9-1954
Alamat
: Perum. Sukoharjo Indah. C. 31 Ngaglik, Sleman
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa disertasi yang berjudul: “PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF: PENELITIAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN JURUSAN USAHA JASA PARIWISATA DI YOGYAKARTA” adalah asli, bukan jiplakan dan belum pernah diajukan oleh penulis lain untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Semua temuan, pendapat atau gagasan orang lain yang dikutip dalam disertasi ini ditempuh melalui tradisi akademik yang berlaku dan dicantumkan dalam sumber rujukan dan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian terbukti pernyataan ini tidak benar, saya sanggup menerima sanksi yang berlaku.
Surakarta, 15 Juni 2011 Yang membuat pernyataan
Imam Ghozali
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas ridhoNYA penulis mampu menyelesaikan penyusunan disertasi ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Moch. Syamsul Hadi. Sp.KJ., Rektor UNS periode 2007-2011, Prof. Dr. Ravik Karsidi. MS., Rektor UNS periode 20112015, dan Direktur Program Pascasarjana UNS, Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D, yang telah memberi kesempatan penulis menempuh program doktor di UNS. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Prof. Dr. H. D. Edi Subroto sebagai Ketua Pogram Studi Linguistik S3 UNS dan segenap staf Program Pascasarjana UNS yang memberikan segala bentuk layanan dan dukungan demi selesainya penyusunan disertasi ini baik dalam bentuk kesempatan belajar, beasiswa dan bantuan penyelesaian penyusunan disertasi. Penulis menyadari bahwa tanpa fasilitas dan bantuan tersebut disertasi ini tidak akan pernah terwujud. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan Kepada Prof. Dr. H. Joko Nurkamto, M. Pd. dan Dr. H. Sujoko, M.A selaku komisi promotor yang telah memberikan bimbingan penyusunan disertasi ini dari awal sampai selesai. Penulis juga berterima kasih kepada Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana, Prof. Dr. Soepomo Prodjosoedarmo, Prof. Dr. Syamsi Haryanto, M. Pd., dan Dr. Tri Wiratno, M.A. yang telah berkenan memberi masukan serta dorongan dalam menyelesaikan penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan Kepada: Prof. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto–Koordinator Kopertis Wilayah V periode 2005-2010 dan Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES., DEA.– Koordinator Kopertis Wilayah V periode 2010-2015 yang telah memberi izin belajar, Prof.Dr. Djohar, M.S–Rektor UST, Prof. Dr. Supriyoko, M. Pd. –Direktur Pascasarjana UST, Drs. Tarto, ST, M. Pd.— Dekan FKIP UST, serta T.M.A. Kristanto, M. Hum.—Ketua Prodi PBI-UST atas izin dan berbagai bentuk bantuan yang diberikan kepada penulis untuk meneyelsaikan program Doktor di UNS ini. Penulis menyadari bahwa sebaga bantuan dan dorongan tersebut telah memberikan kekuatan batin yang sangat berguna untuk menyelesaikan program ini.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala SMKN 4 Yogyakarta yang telah mengizinkannya melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. Terima kasih penulis sampaikan kepada para guru dan siswa Jurusan Usaha Jasa Usaha Pariwisata yang terlibat langsung dalam rangkaian kegiatan penelitian yang menjadi dasar penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada semua nara sumber, baik dari Kepala SMK di DIY, guru bahasa Inggris SMK, Widayaiswara, maupun pengawas yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan berbagai data yang penulis perlukan dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis berikan khusus kepada Ayu M. Rahayu, isteri tercinta, beserta Eva dan Dewi, kedua puteri penulis yang tanpa lelah selalu memberi dorongan agar penulis menyelesaikan program Doktor ini. Doa dan dorongan yang terus menerus yang diberikan telah memberi kekuatan penulis menyelesaikan program ini. Akhirnya, penulis berdoa semoga segala bantuan dan pengorbanan semua yang penulis sebutkan di atas menjadi amal kebaikan; dan semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang setimpal. Amiin. Surakarta, 15 Juni 2011 IG
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Imam Ghozali: T. 1205002. 2011. Pengembangan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk Sekolah Menengah Kejuruan: Penelitian Pengembangan Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan Jurusan Usaha Jasa Pariwisata di Yogyakarta. Disertasi. Program Pascasarjana Program Studi Linguistik S3, Universitas Sebelas Maret. Pembimbing Utama: Prof. Dr. H. Joko Nurkamto, M. Pd. Pembimbing Pendamping: Dr. H. Sujoko, M.A. Belum adanya buku teks bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Kejuruan ¶ (SMK) yang secara integratif mengakomodasi tuntutan kurikuler dan dunia kerja membuat proses pengajarannya kurang efektif. Kondisi tersebut dapat dijembatani dengan penyusunan buku teks yang memenuhi kriteria tersebut melalui penelitian pengembangan pendidikan atau educational research and development (R & D). Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan prosedur R & D (Borg dan Gall, 1983) yang diterapkan dalam tiga tahap. Tahap pertama—penelitian eksplorasi— dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2006-2007 dan melibatkan 14 SMK dan 27 stakeholder pengajaran bahasa Inggris di DIY dengan beragam latar belakang. Data yang berupa informasi tentang buku teks bahasa Inggris dan pemakaiannya dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan analisis dokumen. Penelitian tahap kedua—penelitian pengembangan —dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran 2007-2008 dan melibatkan empat orang narasumber, dua orang guru dan satu kelas siswa Usaha Jasa Pariwisata (UJP) SMKN 4 Yogyakarta yang terdiri dari 32 siswa. Data yang berupa fitur kelemahan dan kekuatan prototipe buku teks yang digunakan dalam tahap pengembangan dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Tahap ketiga—penelitian eksperimen—dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2007-2008 dan melibatkan dua kelas siswa UJP SMKN 4 Yogyakarta dan dua guru kolaborator. Data yang berupa skor efektifitas pembelajaran dikumpulkan melalui pre- dan postes. Data penelitian eksplorasi dan PT dianalisis dengan analysis data Model Miles dan Huberman (1994) yang terdiri dari tiga langkah yang saling terkait. Model tersebut dikombinasikan dengan content analysis model Mayring (2000). Inti pemakaian model ini adalah pertama, data yang diperoleh disaring dan disederhanakan berdasarkan permasalahan yang diteliti (reduction), disajikan (display) dalam format tertentu. Data penelitian eksperimen dianalisis dengan t-test. Temuan penelitian eksplorasi menunjukkan bahwa para guru menggunakan beberapa bahan ajar cetak yang beragam baik dari segi kualitas maupun penyusunnya. Pemilihan buku tersebut didasarkan atas cakupan kompetensi sasaran. Sebagian guru menggunakan buku teks apa adanya dan mengikuti alur sajian yang ada. Sebagian lain hanya memilih bagian-bagian yang dinilai sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan. Temuan tahap pengembangan adalah bahwa buku teks bahasa Inggris yang baik perlu mencakup Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang tertuang dalam KTSP serta cakupan TOEIC test; dan beragam tema dan task sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa. Temuan penelitian eksperimen menunjukkan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan buku teks integratif yang dikembangkan melalui R & D ini commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menunjukkan prestasi yang lebih tinggi dari kelas lain yang menggunakan LKS yang biasa digunakan guru. Kondisi ini ditunjukkan dengah hasil uji t. Sebesar –3,365 dan berada dalam taraf signifikasi dua ekor Sig. (2-tailed) sebesar 0,001. Artinya bahwa perbedaan tersebut sangat meyakinkan. Kesimpulan penelitian ini adalah upaya peningkatkan prestasi pembelajaran bahasa Inggris siswa SMK dapat dilakukan, antara lain, melalui pemakaian buku teks yang memenuhi tuntutan kurikulum dan tuntutan dunia kerja secara integratif. Buku teks— Bahasa Inggris Integratif untuk SMK—yang disusun berdasarkan atas rambu-rambu tersebut mampu meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris siswa lebih tinggi dari mereka yang belajar dengan menggunakan bahan LKS. Berdasarkan temuan tersebut para guru bahasa Inggris di SMK disarankan untuk menggunakan buku teks memuat fitur seperti yang diterapkan dalam Bahasa Inggris Integratif untuk SMK agar mereka dapat mengembangkan proses pembelajaran yang efektif. Karena belum tersedianya buku teks seperti itu, mereka yang mengajar di UJP disarankan untuk menggunakan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK yang telah terbukti kinerjanya dalam mengembangkan pengalaman belajar yang efektif di jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta.
commit to user ix
ABSTRACT perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Imam Ghozali: T. 1205002. 2011. Pengembangan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk Sekolah Menengah Kejuruan: Penelitian Pengembangan Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan Jurusan Usaha Jasa Pariwisata di Yogyakarta.. Dissertation. Program Pascasarjana Program Studi Linguistik S3, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Promoter: Prof. Dr. H. Joko Nurkamto, M. Pd. Copromoter: Dr. H. Sujoko, M.A. The present study reports an attempt of developing an integrative English textbook for the students of vocational school or SMK to enhance the efficacy of the teaching-learning processes to achieve the curricular and job demands. The study belongs to an educational research and development or R & D (Borg and Gall, 1983) which aims at: describing fetures of text books used in teaching English in SMKs in Yogyakarta province, using these features to design a text book that accommodates the curricular as well as the job-market demands integratively, and revealing the efficacy of the newly designed text book compared to that of the ordinarily used by teachers called LKS, the short form for Lembar Kerja Siswa. The study was conducted in SMKs in Yogyakarta province for three semesters, from the even semester of 2006-2007 to the even semester of 2007-2008 academic year. The study involved 14 SMKs and 27 stakeholders of education in SMK to cover the principals, English teachers, textbook writers, test constructors, teacher supervisors, and students of the Tourism Industry Department or Jurusan Usaha Jasa Pariwisata (UJP) of SMK N 4 Yogyakarta. Data on English texbooks and their usage in SMKs and the strengths and weaknesses of the newly constructed text book were collected by means of interviews, observation, questionnaires and document analysis. These data were analyzed by means of Miles and Huberman’s (1994) Interactive model combined with Mayring’s (2000) model of Content Analysis. Data on the students’ learning achivement were collected by means of an objective test with 60 items and were analyzed by means of t-test for independent sample. Findings show that teachers use varieties of text books of their preference to fulfill their varieties of needs. Two of the main indicators for the selection are the curricular and job-market demands. These were, then, used as the bases for constructing a new model of a text book accomplished through a classroom action research. Compared to LKS, the newly designed text book, called Bahasa Inggris Integratif untuk SMK is significantly more effective in enhacing students’ achievement in learning English. This is shown by the obtained value of t-test of –3.365 which lies in the significance level of 2-tailed of 0.001. Based on the findings, the researcher draws the conclusions that enhancing the quality of the teaching of English in SMK could be conducted through improving the quality of the text book. The text book which bears features of effective text books is more effective in building classroom activities which, further, contributes to the better learning achievements of the students compared to those learning using the LKS. Therefore, teachers teaching English to SMK students are sugested to use text books having similar features as those used in Bahasa Inggris Integratif untuk SMK. As such books are scarce, this text book is highly recommended to use because through the R & D it has proven its efficacy in developing effective classroom activities.
x commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF: PENELITIAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN JURUSAN USAHA JASA PARIWISATA DI YOGYAKARTA DAFTAR ISI Halaman JUDUL
i
PEMERTAHANAN DISERTASI
ii
PENGESAHAN
iii
PERNYATAAN
v
PRAKATA
vi
ABSTRAK
viii
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xvii
DAFTAR BAGAN
xix
DAFTAR SINGKATAN
xx
DAFTAR LAMPIRAN
xxii
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
11
C. Pembatasan Masalah
13
D. Tujuan Penelitian
13
E. Manfaat Penelitian
15
F. Tata Organisasi Pemikiran dalam Disertasi
16
BAB II LANDASAN TEORI KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
18
A. Landasan Teori
18
1. Pembelajaran Bahasa commit to user
18
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Model Behaviorist
19
b. Model Innatist
23
c. Model Interactionist
25
2. Sekolah Menengah Kejuruan
29
a. Hakekat Pendidikan SMK
29
b. Sistim Pendidikan SMK
30
c. Pola Penyelenggaraan Pendidikan SMK
31
d. Tujuan Pendidikan SMK
33
e. Struktur Kurikulum
34
f. Evaluasi
36
g. Pengajaran Bahasa Inggris di SMK
38
3. Beberapa Metode Pengajaran Bahasa Inggris di SMK
40
a. Grammar Translation Method
42
b. Direct Methods
43
c. Audiolingual Method
46
d. Total Physical Response
49
e. Communicative Language Teaching
51
f. Competency Based Language Teaching
55
4. Buku Teks
59
a. Pengertian Buku Teks
62
b. Peran Buku Teks
64
c. Penyusunan Buku Teks
70
d. Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris untuk SMK
75
5. Buku Teks Bahasa Inggris Integratif
81
B. Kajian Pustaka
83
C. Kerangka Berpikir
87
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian
commit to user xii
89 89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Prosedur Penelitian
90
1. Tahap Eksplorasi
94
a. Jenis Penelitian
94
b. Tempat dan Waktu Penelitian
94
c. Subjek Penelitian
95
d. Data dan Sumber Data
96
e. Teknik Pengumpulan Data
97
f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
98
g. Teknik Analisis Data
100
2. Tahap Pengembangan
101
a. Prosedur Penelitian
101
b. Tempat dan Waktu Penelitian
105
c. Data dan Sumber Data
107
d. Teknik Pengumpulan Data
107
e. Teknik Analisis Data
108
f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
109
g. Subjek Penelitian dan Peran Peneliti
110
3. Tahap Pengujian
113
a. Jenis Penelitian
113
b. Tempat dan Waktu Penelitian
114
c. Variabel Penelitian
115
d. Rancangan Penelitian
116
e. Populasi, Sampel, dan Teknik Penentuan Sampel
117
f. Instrumen Penelitian
118
1) Tes
118
2) Bahan Ajar Bahasa Inggris
137
g. Pengendalian Extraneous Variable
137
1) Pengendalian Validitas Internal
137
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Pengendalian Validitas Eksternal
148
BAB IV BUKU TEKS BAHASA INGGRIS di SMK
152
A. Buku Teks yang Digunakan di SMK
152
B. Penilaian Buku Teks
154
1. Penilaian Impressionistic Overview
155
a. Global Access
155
b. English for Vocational School
155
c. Interchange
156
2. Penilaian In-depth Analysis Evaluation
157
a. Global Access
158
b. English for Vocational School
160
c. Interchange
163
3 Rangkuman Penilaian Buku Teks C. Penilaian Buku Teks oleh Praktisi 1. Buku Teks Bahasa Inggris yang Digunakan di SMK
166 170 170
a. Jenis Buku Teks
170
b. Pemilihan Bahan Ajar Cetak
172
c. Bahan Ajar Non-cetak
177
d. Persepsi Keragaman Buku teks
178
2. Muatan Buku Teks
179
3. Penyajian Muatan Buku Teks
182
a. Sistematika dan Penyajian Muatan Buku Teks
183
b. Penyajian Muatan Bahan Ajar dalam EVS
185
c. Penyajian Muatan Bahan Ajar dalam Interchange
187
4. Pemakaian Buku Teks di SMK
190
5. Keunggulan dan Kelemahan Buku Teks
192
6. Kelebihan dan Kekurangan Pemakaian BukuTeks
195
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Peran BukuTeks dalam Mendukung Pencapaian Tujuan Kurikuler
199
a. Interchange
200
b. Global Access
201
c. English for Vocational School
202
D. Pembahasan
206
1. Alasan Pemilihan Buku Teks
206
2. Kriteria Pemilihan BukuTeks
208
3. Sistematika Penyajian Muatan BukuTeks
217
4. Pemakaian Buku Teks di SMK
220
E. Rekomendasi Penyusunan BukuTeks Integratif
222
1. Tujuan dan Pendekatan
222
2. Sistematika Penyajian Muatan
223
3. Kegiatan Pembelajaran
223
4. Bahasa
224
5. Tampilan
224
BAB V PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF UNTUK SMK
225
A. Draf Buku Teks
225
B. Hasil Uji Coba
227
C. Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
234
D. Deskripsi Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
235
E. Catatan Peneliti
246
BAB VI KEEFEKTIFAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF UNTUK SMK
248
A. Hipotesis Penelitian B. Deskripsi Data
248
commit to user xv
249
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Uji Persyaratan
252
D. Pengujian Hipotesis
254
E. Pembahasan
257
F. Keterbatasan Penelitian
266
BAB VII SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
270
A. Simpulan
270
B. Implikasi
273
C. Manfaat Teoritis
278
D. Saran
281
DAFTAR PUSTAKA
284
LAMPIRAN
289
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Lampiran 2
Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK Contoh Draf Unit dari Buku Teks Bahasa Inggris
1-122 123-128
Integratif a. Contoh Transkrip Wawancara dengan Kepala SMK
129 - 137
b. Focus Group Discussion dengan peserta MGMP
138 - 150
c. Focus Group Discussion dengan siswa
151 - 152
d. Contoh Transkrip interaksi guru-siswa
153 - 163
Lampiran 4
Naskah Tes
163 - 172
Lampiran 5
Lembar Pengamatan
173 - 174
Lampiran 3
Lampiran 6
Data Siswa SMKN 4 Yogyakarta Tahun Pelajaran
175
2007 – 2008 Lampiran 7
Hasil Analisis Butir Tes
176 - 178
Lampiran 8
Hasil Analisis Statistik dengan SPSS
179 - 184
commit to user xxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN ALM
= AudioLingual Method
AP
= Administrasi Perhotelan
BSE
= Buku Sekolah Elektronik
BSNP
= Badan Standisasi Nasional Pendidikan
CBLT
= Compentency Based Language Teaching
CC
= Communicative Competence
CLT
= Communicative Language Teaching
Diklat
= Pendidikan dan Pelatihan
Dikmenjur = Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan DIY
= Daerah Istimewa Yogyakarta
DUDI
= Dunia Usaha/ Dunia Industri
ESP
= English for Specific Purposes
EVS
= English for Vocational Schools Based on the 2006 KTSP Model
GA
= Global Access to the World of Work
GTM
= Grammar Translation Method
KD
= Kompetensi Dasar
Kemendiknas= Kementerian Pendidikan Nasional KP
= Kegiatan Pembelajaran
KTSP
= Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
LKS
= Lembar Kerja Siswa
LPMP
= Lembaga Penjaminan Mutu Pendikan
LPTK
= Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
MGMP
= Musyawawah Guru Mata Pelajaran
PPL
= Praktik Pengalaman Lapangan
Prakerin
= Praktik Kerja Industri
PSG
= Pola Pendidikan Sistem Ganda
R&D
= Educational Research and Development
RPP
= Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
commit to user xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SK
= Standar Kompetensi
SKL
= Standar Kompetensi Lulusan
SKKNI
= Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
SMK
= Sekolah Menengah Kejuruan
SPN
= Sistem Pendidikan Nasional
SPSS
= Statistical Package for Social Science
TEFL
= Teaching English as a Foreign Language
TKI
= Tenaga Kerja Indonesia
TOEIC
= Test of English for International Communication
UN
= Ujian Nasional
UJP
= Usaha Jasa Pariwisata
commit to user xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman 1.1 Analisis Tiga Buku Teks Berdasarkan atas Kandungannya
8
1.2 Rumusan Masalah Penelitian berdasarkan Tahapan Penelitian
15
1.3 Rumusan Tujuan Penelitian berdasarkan Tahapan Penelitian
17
3.1 Perbandingan Tahapan R & D antara Borg dan Gall dan Sukmadinata 97 3.2 Kegiatan, Tempat dan Waktu Penelitian Tahap Eksplorasi
100
3.3 Subjek Penelitian berdasarkan Sekolah dan Statusnya
101
3.4 Narasumber Wawancara dalam Penelitian Tahap Eksplorasi
103
3.5 Waktu Pelaksanaan Uji Coba Buku Teks
112
3.6 Jumlah Siswa UJP SMKN 4 Yogyakarta Th. 2007-2008
123
3.7 Perbandingan Jumlah dan Komposisi Butir Tes Bahasa Inggris UN SMK dengan Instrumen Penelitian
126
3.8 Ringkasan Hasil Analisis Kesukaran Butir
130
3.9 Perbandingan Komposisi tes berdasarkan Item Facility
132
3.10 Korelasi antara Instrumen dengan Unit dalam Buku Teks
138
3.11 Data Statistik Deskriptif
141
3.12 Hasil Analisis Reliabilitas Instrumen
142
4.1 Daftar Buku dan Sekolah Pemakai
159
4.2 Hasil Penilaian Selintas Buku Teks
164
4.3 Ringkasan Hasil Analisis Buku Teks
166
4.4 Hasil Analisis Buku Teks berdasarkan Model Cunningsworths 1995
176
4.5 Buku Teks Bahasa Inggris yang Diperoleh Sekolah
183
4.6 Sistematika Penyajian Cakupan Tiga Buku Teks
190
4.7 Sistematika Penyajian Tiap Unit Interchange
191
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.8 Contoh Kegiatan Pembelajaran Tiap Unit dalam Interchange
196
4.9 Kelebihan dan Kekurangan Pemakaian Buku Teks di SMK
206
4. 10 Ringkasan Kegiatan Belajar Siswa dalam Tiga Kelas
212
4.11 Perbedaan Bahasa dalam Intechange dan EVS
219
4.12 Kriteria Pemilihan Buku Teks oleh Cunningsworth dan Guru
222
4.13 Perbandingan Interchange, GA dan EVS berdasarkan Kriteria Pemilihan Buku Teks
225
4.14 Perbedaan Penyajian Bahan Ajar dalam Interchange dan EVS
227
5.1 Fitur Draf Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
234
5.2 Perkembangan Prestasi Siswa dalam Proses Pembelajaran
241
5.3 Daftar Isi Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
245
5.3 Halaman Pembuka Unit 8
246
5.4 Perbandingan Fitur Draft dengan Versi PenyempurnaanBahasa Inggris Integratif untuk SMK
254
6.1 Hasil Pretes dan Postes Kelompok Kontrol dan Eksperimen
258
6.2 Ringkasan Deskripsi Data Hasil Pretes
259
6.3 . Ringkasan Deskripsi Data Hasil Postes
261
6.4. Hasil Uji Normalitas Data Pretes
262
6.5. Hasil Uji Normalitas Data Postes
262
6.6 Hasil Perhitungan t-test
265
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN Halaman
2.1 Proses Pembelajaran
63
2.2. Analisis Komponen Pengajaran menurut Dunkin dan Biddle
64
2.3 Kerangka Pikir
92
3.1 Langkah Penelitian Pengembangan Model Sukmadinata
95
3.2 Tahapan Pelaksanaan R & D Model Samsudi
96
3.3. Langkah-langkah Penelitian dan Hasil Akhir tiap Langkah
98
3.4 Bagan Alur Analisis Data dalam Content Analysis
106
3.5 Rancangan Penelitian Pretest-Posttest Control Group
122
3.6 Rancangan Penelitian yang Diterapkan
122
commit to user xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompetensi bahasa Inggris bagi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dinilai sangat penting untuk mendukung kompetensi kejuruan mereka. Berbekal kedua kompetensi tersebut, para lulusan SMK diharapkan tidak hanya mampu memperoleh pekerjaan yang lebih baik di perusahaan-perusahaan nasional dalam negeri, tetapi juga mampu bersaing untuk memperoleh kesempatan bekerja di perusahaan multinasional dan bahkan di perusahaan luar negeri. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah telah menyusun berbagai program peningkatan mutu pendidikan SMK agar lulusannya mempunyai daya saing lebih tinggi. Salah satu programnya adalah penyempurnaan kurikulum tahun 2006 yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Implementasi KTSP dengan baik diharapkan mampu mengembangkan keragaman potensi dan keunggulan tiap satuan pendidikan demi perkembangan kompetensi peserta didik. Program pendidikan dan pelatihan (diklat) di SMK dirancang untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk siap bekerja dan mampu menempatkan diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia (P3GK, 2004: i). Dalam struktur ketenagakerjaan, lulusan SMK diharapkan dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja pada tingkat tukang dan teknisi yang disebut sebagai tenaga semi skilled (Sukamto, 1988: 42). Dengan terus berkembangnya perusahaan multinasional di Indonesia, kesempatan lulusan SMK yang memiliki kualifikasi semi-skilled untuk memperoleh pekerjaan yang lebih layak cukup terbuka. Pemerintah menilai kesempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) semi-skilled untuk memperebutkan pekerjaan di pasar kerja tingkat regional masih sangat terbuka.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Direktorat Pendidikan Menengah Kejujuran (Dikmenjur) menjawab peluang ini dengan upaya peningkatan mutu pendidikan SMK dan merancang program pengembangan institusi SMK sebagai salah satu pusat pembudayaan kompetensi berstandar internasional (P3GK, 2004). Jika kondisi ini tercapai, lulusan SMK diharapkan memiliki daya saing tinggi yang tidak hanya terserap di pasaran kerja dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Sejarah perkembangan pendidikan SMK menunjukkan bahwa pada awalnya kompetensi berbahasa Inggris tidak dianggap sebagai kebutuhan utama siswa SMK. Kondisi tersebut dapat diamati dari relatif kurang intensifnya upaya pengembangan bahasa Inggris dibandingkan dengan pengembangan mata diklat kejuruan. Pada masa lalu, siswa SMK, yang terdiri dari Sekolah Menengah Teknik (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), dan sekolah lain yang sejenis kurang mampu melihat relevansi mata pelajaran bahasa Inggris dengan masa depan mereka. Hal tersebut dapat dimaklumi karena wacana lulusan SMK pada masa lalu adalah mencari pekerjaan di perusahaan dalam negeri. Berbekal kompetensi kejuruan saja, tanpa bahasa Inggris, saat itu mereka merasa mampu memperoleh pekerjaan yang dianggap layak serta mampu mengembangkan profesi mereka. Kondisi tersebut berubah seiring dengan berkembangnya kondisi sosial dan perekonomian. Pada saat ini banyak perusahaan nasional utamanya multinasional menawarkan posisi yang memerlukan kompetensi bahasa Inggris yang memadai. Jika tenaga kerja dalam negeri tidak memenuhi persyaratan, posisi tersebut akan disisi pekerja asing atau expatriate. Peluang kerja yang menuntut kompetensi semacam itu juga ditawarkan di luar negeri melalui program pengiriman TKI ke luar negeri yang diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Ketenagakerjaan. Karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
perusahaan internasional dan multinasional menawarkan imbalan dan masa depan yang relatif lebih baik dari yang ditawarkan perusahaan lokal atau nasional, banyak lulusan SMK berkompetisi untuk bekerja di perusahaan tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka dituntut untuk memiliki bekal kompetensi Inggris yang tinggi di samping kompetensi kejuruan atau professional yang memadai. Relatif rendahnya motivasi siswa SMK dalam mempelajari bahasa Inggris pada masa lalu dapat dilihat dari buku teks yang ada. Dapat diamati bahwa jumlah buku teks bahasa Inggris untuk SMK baik yang diterbitkan oleh pemerintah maupun yang beredar di pasaran relatif lebih sedikit dibandingkan dengan buku teks bahasa Inggris untuk sekolah menengah umum. Banyaknya jurusan yang ada di SMK juga berkontribusi terhadap sedikitnya penerbitan buku teks karena dinilai kurang menguntungkan dunia bisnis. Relatif sedikitnya buku teks bahasa Inggris berbasis kejuruan juga terjadi di Inggris seperti yang digambarkan Tomlinson dan Masuhara (2008: 159) “ because of the comparatively small number of these learners there is little incentive for the major UK publishers to produce course materials specially aimed at satisfying their needs”. Dengan kata lain, karena jumlah pembelajar (bahasa Inggris keteknikan) relatif sedikit, kebanyakan penerbit di Inggris hanya memperoleh insentif kecil untuk memenuhi kebutuhan (bahan ajar) mereka. Karenanya, kebanyakan penerbit enggan menerbitkan buku teks yang oplahnya kecil. Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan KTSP diharapkan mampu memperbaiki pencapaian tujuan pendidikan SMK yang berupa pengembangan seperangkat kompetensi yang diperlukan oleh lulusan SMK, termasuk kompetensi berbahasa Inggris. Rambu-rambu dalam KTSP meyebutkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
bahwa BSNP merumuskan tujuan minimal pembelajaran yang harus dicapai yang berupa serangkaian kompetensi tertentu dalam bentuk pengembangan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dalam tingkatan tertentu. Ihwal pemilihan metodologi pencapaian termasuk penyusunan dan pemilihan buku teks diserahkan kepada (kelompok) guru dan sekolah (BSNP, 2006). Kebijakan tersebut dirancang untuk memberikan ruang gerak dan mendorong potensi dan kreativitas guru dan sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang lebih baik. Panduan Penyusunan KTSP menyebutkan bahwa tiap sekolah dapat memasukkan potensi dan kebutuhan lokal ke dalam cakupan kurikulum operasional, termasuk tuntutan dunia kerja (BSNP, 2006: 6). Termasuk dalam kategori ini adalah tuntutan pencapaian skor TOEIC test sebagai bukti tingkat kompetensi bahasa Inggris yang diakui secara internasional. Harapan Dikmenjur agar lulusan SMK mencapai skor TOEIC test antara 500-600 sebagai bagian dari bekal mereka terjun ke dunia kerja (Hendraswari, Wijana, dan Riskanda; 2000: i) merupakan hal yang perlu diterapkan dalam pengembangan silabus bahasa Inggris. Tuntutan pencapaian skor TOEIC test bagi para lulusan SMK secara langsung mempengaruhi lingkup tujuan pengajaran bahasa Inggris di SMK. Paling tidak, rumusan yang tercantum dalam kurikulum perlu dimaknai lebih luas bahwa pengembangan seperangkat kompetensi bahasa Inggris yang diperlukan para lulusan tidak hanya untuk melaksanakan tindak komunikasi sehari-hari dan dalam lingkungan kerja dalam bahasa Inggris, tetapi juga untuk mengembangkan kemampuan mengerjakan soal-soal TOEIC test dengan baik. Dengan demikian pengalaman belajar yang perlu dikembangkan di kelas perlu mencakup pengembangan kompetensi untuk melaksanakan kedua macam tujuan tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
Kegiatan pembelajaran ini dapat berkembang dengan lebih baik dengan adanya buku teks yang dirancang khusus untuk mencapai tujuan tersebut. Rambu-rambu pelaksanaan KTSP menyebutkan bahwa guru dapat menggunakan cara maupun bahan ajar apapun untuk mencapai kedua tujuan tersebut. Berdasarkan pengamatan awal terungkap bahwa sebagian besar guru menghendaki disediakannya buku teks untuk menerapkan KTSP. Paling tidak, ada kebijakan yang tegas buku teks mana saja yang menenuhi syarat atau yang direkomendasikan.
Di
kalangan
guru
berkembang
kecenderungan
untuk
menggunakan buku teks tertentu seperti Global Access to the World of Work (GA), English for Vocational Schools (EVS) dan beberapa versi Lembar Kerja Siswa (LKS). Pemakaian berbagai bahan ajar yang tersedia di pasaran sebagai sumber bahan ajar di sekolah merupakan hal yang lazim. Dengan bahan ajar tersebut guru memperoleh pegangan dan arahan pengembangan proses pembelajaran. Lebih lanjut J. Richards menyebutkan “Textbooks and other commercial materials in many situations represent the hidden curriculum of many language courses and this plays a significant part of the process of teaching and learning” (2000: 125). Pada umumnya tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun buku teks yang tersedia di pasaran tidak sama persis dengan tujuan kurikuler suatu program pendidikan (Dat, 2008: 265; Tomlinson dan Masuhara, 2008: 162). Dalam menelaah pemakaian buku teks EFL yang digunakan di ASEAN, Dat mengambarkan temuannya dalam metafora “when a free-size shirt is designed for everyone, it has the potential to suit some and is likely rejected by other” (2008: 265).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
Kondisi yang sama juga dapat diamati di Indonesia. Ada beberapa buku teks bahasa Inggris yang disusun untuk digunakan di SMK. Namun demikian pernyataan tersebut tidak selalu konsisten dengan isi dan cakupan yang ada. Untuk itu perlu dilakukan penilaian yang lebih seksama dan sistimatis untuk mengungkapkan sejauh mana isi, penyajian, dan pengurutan tersebut memenuhi kebutuhan siswa, kemampuan guru, ketersediaan media pendukung serta kesesuaiannya dengan rambu-rambu kurikulum yang diterapkan. Berdasarkan penilaian
ini
keputusan
pemakaian
buku
teks
tertentu
dapat
lebih
dipertanggungjawabkan. Hal ini juga berlaku pada beberapa buku teks seperti GA, EVS dan Interchange. Kenyataan bahwa seringnya buku itu dicantumkan sebagai sumber bahan dalam contoh pengembangan silabus bahasa Inggris untuk SMK berarti bahwa buku tersebut mengandung unsur-unsur yang perlu dan dinilai memadai dipakai sebagai sumber dalam menyusun rencana pembelajaran. Namun demikian, pencantumannya tidak otomatis berarti bahwa buku tersebut tepat digunakan sebagai buku teks yang berdiri sendiri. Analisis sekilas yang dilaksanakan peneliti atas isi ketiga buku teks tersebut berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan pengajaran yang tercantum dalam KTSP Bahasa Inggris untuk SMK serta pengembangan kemampuan menjawab soal TOEIC test menunjukkan bahwa tidak satupun buku tersebut dapat berfungsi sebagai buku teks yang memadai untuk mengembangkan kedua kompetensi tersebut (Periksa Tabel 1.1). Kenyataan menunjukkan bahwa tiap buku mempunyai kontribusi tertentu dalam membangun pengalaman belajar untuk mencapai kompetensi tersebut, namun demikian tak satupun buku tersebut mencukupi untuk memenuhi tuntutan pengembangan kompetensi bahasa Inggris di SMK.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Tabel 1.1 Analisis Tiga Buku Teks Berdasarkan atas Kandungannya (dengan skala 1-5) * Kandungan No Buku teks
Kesesuaian dengan KTSP
Kesesuaian dengan materi TOEIC test
1
Interchange
4
2
2
GA
2
2
3
EVS
4
2
* Model penilaian ini mengikuti model Tomlinson dan Masuhara (2008) dalam menilai buku teks untuk EFL dan ESP di Inggris.
Dari ketiga buku teks tersebut, hanya EVS yang isinya dikembangkan berdasarkan rambu-rambu KTSP. Penilaian ini didasarkan atas analisis cakupan isi buku, khususnya dari halaman daftar isi yang memuat serangkaian SK yang disajikan berdasarkan sistimatika yang ada dalam KTSP. Namun demikian kegiatan pembelajaran yang dikembangkan belum sepenuhnya mengacu pada pengembangan SK dan KD dalam KTSP. Dengan demikian EVS dinilai 4 berdasarkan kesesuaian dengan KTSP. Berdasarkan indikator ini, Interchange juga dinilai 4 karena meskipun buku teks tersebut sama sekali tidak mencantumkan SK dan KD yang ada dalam KTSP, kandungan dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dinilai tepat untuk mengembangkan SK tersebut. GA dinilai paling rendah, 2, karena buku ini menggunakan acuan kurikulum 1999. Meskipun demikian ada beberapa materi pembelajaran yang masih relevan dengan KTSP. Dari aspek kesesuaian dengan kandungan TOEIC test, Interchange dinilai 2. Meskipun penyusun Interchange sama sekali tidak bermaksud untuk menjadikannya sebagai tuntunan untuk mengerjakan TOEIC test, kegiatan pembelajaran yang dikembangkan sangat mendukung pengembangan kemampuan siswa mengerjakan soal-soal TOEIC test khususnya soal-soal listening, baik picture description, question and answer dan short talk. GA dinilai 2 karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
meskipun
beberapa
kegiatan
pembelajaran
dirancang
mengacu
pada
pengembangan kemampuan mengerjakan soal dalam TOEIC test, kegiatan tersebut hanya berupa kegiatan sisipan dalam tiap unit dan bukan merupakan bagian utama dalam proses pembelajaran dalam buku tersebut. Kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam buku-buku teks di atas merupakan masukan yang diakomodasi dalam penelitian disertasi ini. Dalam model buku teks yang dikembangkan melalui penelitian ini, unsur-unsur TOEIC test yang diakomodasi tidak hanya disesuaikan dengan isi tiap unit buku tersebut, namun juga dirancang untuk memperkaya pemajanan fungsi bahasa, tema atau topik yang menjadi sajian utama dalam unit tersebut. Dengan buku teks yang mengacu pada pencapaian SK dan KD dalam KTSP dan diperkaya dengan unsur TOEIC test secara integratif, siswa akan dapat mengembangkan kompetensi komunikatif bahasa Inggris mereka dengan lebih lengkap. Dengan kompetensi tersebut mereka akan mampu melakukan tindak komunikasi dalam bahasa Inggris lisan dan tertulis sebagaimana tuntutan SKL SMK, maupun menyelesaikan soalsoal TOEIC test dalam satu bentuk pengalaman belajar yang terintegrasi. Penelitian ini dirancang untuk menawarkan alternatif jalan keluar tentang penyusunan buku teks yang diuraikan di atas. Hasil nyata penelitian ini adalah tersusunnya buku teks bahasa Inggris untuk SMK yang dapat secara efektif dipakai untuk mengembangkan kompetensi berbahasa yang dirumuskan dalam KTSP serta efektif untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menempuh TOEIC test. Penelitian ini juga dimotivasi oleh hasil telaah Jack Richards bahwa … that improvement in the quality of teaching will come about through the use of instructional materials that are based on findings of current theory and research…Good teaching will then result from the use of scientifically based textbooks developed by experts (2000: 128).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Artinya bahwa peningkatan mutu pengajaran dapat dihasilkan dari pemakaian bahan ajar yang dihasilkan dari penerapan teori terkini dan hasil penelitian. Pemakaian buku teks yang dikembangkan para ahli secara ilmiah berkontribusi pada tersusunnya pengajaran yang efektif. Mengingat sampai selesainya pelaksanaan penelitian ini peneliti belum menemukan buku teks bahasa Inggris untuk SMK seperti yang memenuhi kriteria di atas, buku teks yang dikembangkan melalui penelitian ini akan menjadi buku teks alternatif yang dapat meningkatkan kualitas diklat bahasa Inggris di SMK. Seandainya, karena keterbatasan peneliti ternyata telah ada bahan seperti itu, diharapkan buku teks yang disusun ini sangat berguna sebagai pilihan dan pelengkap buku teks yang telah ada di lingkungan SMK. Dengan adanya pilihan buku
teks
yang
bervariasi,
guru
memperoleh
alternatif
media
untuk
mengembangkan kegiatan pembelajaran yang bervariasi. Pelaksanaan penelitian ini dimotivasi oleh beberapa masalah yang berkaitan dengan kondisi diklat bahasa Inggris di SMK. Pertama, penelitian tentang penyusunan buku teks bahasa Inggris di SMK masih sangat terbatas. Selama ini telah ada beberapa buku teks bahasa Inggris untuk SMK yang telah diterbitkan dan beredar di pasar. Buku tersebut ada yang ditulis oleh penulis tunggal dan ada yang disusun oleh tim penulis yang kesemuanya berlatar belakang guru bahasa Inggris di SMK. Buku tersebut disusun berdasarkan pengalaman mereka mengajar namun bukan sebagai hasil penelitian yang objektif dengan informasi tentang tingkat keefektifan dan atau kelemahan buku tersebut. Selain itu, pada tahun 2000 Dikmenjur pernah mengadakan workshop Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris dengan melibatkan beberapa guru bahasa Inggris SMK se-Indonesia yang terpilih. Hasilnya adalah tersusunnya tiga julid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
buku teks oleh Dikmenjur pada tahun 2000 dengan judul Global Access to the World of Work. Buku teks tersebut telah dicetak dua kali dan dibagikan ke seluruh SMK di Indonesia. Dari telaah awal yang telah peneliti laksanakan pada buku teks ini, terdapat beberapa unsur yang perlu disempurnakan agar buku itu menjadi buku teks yang lebih memadai untuk digunakan sebagai buku teks utama di SMK, khususnya pada penyesuaikan isi buku dengan tuntutan KTSP, lingkup kebahasaan, format penyajian, serta penambahan materi TOEIC test yang padu. Dari bukti ini, peneliti menarik kesimpulan bahwa penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan buku teks bahasa Inggris untuk SMK yang mencoba mengakomodasi tuntutan pengembangan seperangkat kompetensi bahasa Inggris seperti yang tertuang dalam KTSP dan materi TOEIC test belum pernah dilakukan. Dari paparan di atas dapat dirumuskan tiga rumusan alasan pokok yang mendasari pengajuan usulan penelitian ini. (1) Pertama, pada saat ini sudah ada beberapa buku teks, khususnya yang berbentuk buku teks, LKS dan handout bahasa Inggris, yang digunakan para guru bahasa Inggris di SMK. Namun menurut telaah peneliti, bahan tersebut kurang atau belum memadai karena adanya beberapa kelemahan berikut: (a) tidak atau kurang sesuai dengan tujuan kurikuler pengajaran bahasa Inggris di SMK, dan (b) muatan isi kurang atau tidak menunjang pencapaian tujuan kurikuler bahasa Inggris. (2) Kedua, buku teks yang tersedia di pasaran disusun oleh guru atau penyusun berdasarkan pengalaman individu di kelas mereka masing-masing. Buku tersebut belum pernah ditelaah bersama, dievaluasi secara sistematis atau diuji coba secara empirik dan terbuka untuk mengetahui keunggulan dan kelemahannya secara empiriscommit dan objektif. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
(3) Ketiga, mungkin ada sebagian guru yang menilai bahwa buku teks yang mereka gunakan selama ini sudah memadai untuk konteks kelasnya. Jika hal ini benar, usulan penyusunan buku teks bahasa Inggris integratif yang peneliti laksanakan dapat digunakan sebagai variasi atau alternatif buku teks yang sudah ada. Menurut penilaian peneliti, tiga alasan tersebut cukup kuat untuk meyakinkan berbagai pihak yang terkait untuk mendukung terlaksananya penelitian ini. Sebaliknya, jika penelitian ini dan yang semacam ini tidak dilaksanakan, tidak akan ada upaya untuk memperbaiki penyusunan buku teks yang dapat mendukung pengembangan pengajaran bahasa Inggris di SMK lebih jauh. Paling tidak dengan tersedianya tambahan variasi buku teks yang tersedia, guru memperoleh tambahan sumber bahan untuk dapat mengembangkan pengalaman belajar bahasa Inggris yang lebih kaya bagi siswa dan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. B. Rumusan Masalah Masalah pokok penelitian ini adalah pengembangan buku teks bahasa Inggris untuk SMK yang secara efektif untuk mengembangkan seperangkat kompetensi berbahasa siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum serta dunia kerja. Penelitian ini menggunakan prinsip educational research and development (Borg dan Gall, 1983) atau penelitian pengembangan pendidikan yang dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penelaahan atau eksplorasi temuan-temuan penelitian yang terkait dengan buku teks bahasa Inggris untuk SMK. Tahap kedua adalah pengembangan prototipe buku teks, dan yang ketiga adalah pengujian buku teks di lapangan. Mengingat kegiatan dan tujuan tiap tahap penelitian berbeda, permasalahan penelitian ini dikelompokkan sesuai dengan ketiga tahapan pelaksanaan R & D seperti yang tercantum dalam tabel 1.2 berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Tabel 1.2 Rumusan Masalah Penelitian berdasarkan Tahapan Penelitian Tahapan Penelitian 1. Eksplorasi
Permasalahan Penelitian 1. Buku teks apa saja yang digunakan untuk mengajarkan bahasa Inggris di SMK? 2. Apa saja muatan isi tiap buku teks? 3. Bagaimana pengurutan dan pengaturan muatan buku teks tersebut? 4. Bagaimana pemakaian buku teks bahasa Inggris di SMK? 5. Apa keunggulan dan kelemahan buku teks yang digunakan? 6. Apa kelebihan dan kekurangan pemakaian buku teks yang dilakukan para guru? 7. Sejauh mana buku teks yang digunakan mencapai tuntutan pengembangan kompetensi bahasa Inggris di SMK?
2. Pengembangan
1. Apa saja muatan isi prototipe buku teks bahasa Inggris untuk SMK yang sesuai dengan tuntutan kurikulum? 2. Bagaimana rancangan pengembangan muatan isi prototipe buku teks sampai dengan penuangannya ke dalam bentuk buku teks? 3. Bagaimana rancangan pengembangan pengalaman pembelajaran melalui prototipe buku teks tersebut? 4. Sejauh manakah prototipe buku teks yang dikembangkan dapat diterapkan di kelas? 5. Apakah kekurangan yang ditemui dalam uji coba? 6. Bagian atau fitur mana saja yang perlu diperbaiki berdasarkan masukan dari penerapan di kelas tersebut? 7. Sejauh mana protipe buku teks yang dihasilkan membantu siswa mengembangkan kompetensi bahasa Inggris yang dituntut di SMK?
3. Pengujian
Apakah buku teks tersebut lebih unggul dibandingkan dengan LKS yang biasa digunakan para guru sebelumnya?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
C. Pembatasan Masalah Lingkup pemahaman istilah buku teks cukup luas. Buku teks sering kali tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari bahan berseri. Buku teks bahasa Inggris yang lengkap, terutama yang ditebitkan oleh penulis dan penerbit yang ternama, sering kali disertai beberapa materi pendukung seperti 1. buku petunjuk untuk guru atau teachers’ guide, 2. buku latihan atau workbook yang dapat dikerjakan siswa secara mandiri sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran secara mandiri, 3. bahan rekaman baik yang berbentuk audio dan atau video, dan 4. poster yang menunjukkan gambaran visual isi buku tersebut. Bahan ajar yang mengiringi buku teks tersebut merupakan materi pelengkap yang berfungsi sebagai pendukung buku teks tersebut. Dalam penelitian ini, produk yang dikembangkan berupa buku teks yang efektif dipakai baik oleh guru maupun siswa dalam proses diklat bahasa Inggris di SMK Jurusan Usaha Jasa Pariwisata (UJP) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam
proses
pengembangannya
rambu-rambu
penerapan,
kemungkinan
modifikasi kegiatan yang dapat dilakukan guru sesuai dengan kondisi kelas, skenario pembelajaran beserta perkiraan alokasi waktu tiap kegiatan disediakan. Penjelasan seperti ini tidak dicantumkan dalam versi akhir buku teks yang dikembangkan. Materi lainnya yang terkait dengan buku teks ini adalah rekaman audio. Karena keterbatasan teknis, rekaman ini disiapkan secara terpisah. D. Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian ini adalah tersusunnya buku teks bahasa Inggris integratif untuk SMK yang diharapkan dapat mengembangkan kualitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
pembelajaran bahasa Inggris di SMK. Secara rinci tujuan tersebut disajikan dalam tabel 1.3. Tabel 1.3 Rumusan Tujuan Penelitian berdasarkan Tahap Penelitian Tahap Penelitian 1. Eksplorasi
Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan berbagai bahan ajar bahasa Inggris yang digunakan di SMK. 2. Mendeskripsikan muatan isi yang ada dalam tiap bahan ajar. 3. Mendeskripsikan pengurutan dan pengaturan muatan dalam bahan ajar tersebut. 4. Mendeskripsikan ihwal pemakaian buku teks bahasa Inggris di SMK. 5. Mendeskripsikan keunggulan dan kelemahan buku teks yang digunakan. 6. Mendeskripsikan kelebihan dan kelemahan pemakaian buku teks oleh para guru. 7. Mengevaluasi efektifitas buku teks yang ada dalam pencapaian tuntutan kompetensi bahasa Inggris di SMK.
2. Pengembangan
1. Menentukan lingkup muatan isi prototipe buku teks bahasa Inggris yang sesuai dengan tuntutan di SMK. 2. Merancang pengembangan isi prototipe sampai dengan penuangannya ke dalam bentuk buku teks. 3. Merancang pengalaman pembelajaran yang dapat dikembangkan melalui prototipe buku teks tersebut. 4. Mengungkapkan hasil pemakaian prototipe buku teks di kelas. 5. Mendeskripsikan berbagai kekurangan prototipe buku teks tersebut yang ditemui dalam uji coba 6. Merevisi prototipe buku teks berdasarkan masukan dari penerapan di kelas. 7. Mengevaluasi efektifitas prototipe buku teks yang dihasilkan dalam mengembangkan kompetensi bahasa Inggris sesuai tuntutan SMK.
3. Pengujian
Mengungkapkan keunggulan buku teks integratif yang dikembangkan inicommit dibandingkan to userdengan LKS yang digunakan guru.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Diharapkan produk yang dihasilkan melalui penelitian ini adalah buku teks yang siap pakai di kelas dan yang terbukti mempunyai keunggulan atau efektifitas dalam mendukung proses pembelajaran bahasa Inggris di SMK.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini mencakup manfaat teoretis dan manfaat praktis yang jabaran singkatnya adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis. Hasil penelitian ini memperkaya khasanah kajian buku teks yang berbasis ESP, khususnya bahasa Inggris di lingkungan SMK yang mengintegrasikan ramburambu kurikulum yang berlaku dengan materi TOEIC test. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai model pengembangan buku teks yang sesuai dengan kondisi sekolah atau jurusan tertentu. 2. Manfaat Praktis. Manfaaat praktis penelitian ini mencakup manfaat bagi guru, siswa serta institusi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang masing-masing dijabarkan berikut. a. Bagi Guru. Penelitian ini dibangun berdasarkan atas pengalaman serta permasalahan yang dihadapi guru bahasa Inggris di SMK dalam memilih dan menggunakan buku teks untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran secara efektif. Prosedur penyusunan tersebut dapat diterapkan oleh guru untuk mengembangkan buku teks serupa. Selain itu, buku teks ini dapat digunakan sebagai sarana pengembangkan proses belajar-mengajar bahasa Inggris yang efektif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
b. Bagi Siswa Siswa yang belajar bahasa Inggris dengan menggunakan buku teks ini dapat langsung memperoleh kentungan karena mereka mengikuti pengalaman belajar yang efektif untuk mengembangkan kompetensi komunikatif bahasa Inggris mereka sekaligus dapat menyiapkan diri untuk menempuh TOEIC test dengan lebih baik. c. Bagi LPTK. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai contoh kajian akademis di LPTK jurusan atau program studi pendidikan bahasa Inggris. Hasil penelitian ini sangat relevan dengan beberapa matakuliah yang ada dalam kurikulum seperti Kajian
Kurikulum
dan
Pengembangan
Kurikulum
dan
Bahan
Ajar
(Curriculum and Materials Development).
F. Tata Organisasi Pemikiran dalam Disertasi Penyajian disertasi yang berjudul Pengembangan Model Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK ini mengikuti sistematika berikut. Bab 1, PENDAHULUAN, menyajikan masih sedikitnya buku teks bahasa Inggris yang memenuhi tuntutan kurikuler SMK dan dunia kerja. Bab 2 menyajikan beberapa teori yang relevan dengan permasalahan tersebut yang meliputi teori pembelajaran bahasa, pengajaran bahasa Inggris di SMK dan penyusunan buku teks bahasa Inggris integratif. Bab 3, METODOLOGI, menyajikan ihwal teori dan pelaksanaan R & D yang dilaksanakan dalam tiga tahap penelitian; eksplorasi, pengembangan, dan pengujian yang hasil tiap tahapnya disajikan dalam satu bab tersendiri. Bab 4 menyajikan
temuan
penelitian
tahap
eksplorasi
bahwa
guru
cenderung
menggunakan beberapa buku teks yang pemilihan serta pemakaiannya ditentukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
oleh kondisi sekolah, siswa dan guru. Bab 5 menyajikan hasil tahap pengembangan yang mencakup deskripsi draf buku teks, proses pengembangan melalui uji coba di kelas, hasilnya dan deskripsi versi penyempurnaan buku teks setelah diujicoba. Bab 6 menyajikan hasil pengujian buku teks melalui eksperimen; bahwa kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan buku teks yang dikembangkan melalui R & D ini menunjukkan prestasi pembelajaran yang lebih tinggi dari mereka yang menggunakan LKS yang biasa digunakan guru. Bab 7 menyajikan kesimpulan bahwa rangkaian proses R & D yang telah dilaksanakan menghasilkan buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK yang terbukti lebih unggul dibanding LKS yang biasa digunakan guru. Dengan demikan disarankan agar guru menggunakan buku teks bahasa Inggris yang mempunyai fitur seperti yang diterapkan dalam pengembangan buku teks ini. Khusus para guru yang mengajar bahasa Inggris di jurusan Usaha Jasa Pariwisata disarankan untuk menggunakan buku teks ini untuk mengembangkan kompetensi bahasa Inggris siswanya utntuk memenuhi tututan kurikuler dan dunia kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA BERPIKIR Bab II—Landasan Teori, Kajian Pustaka dan Kerangka Berpikir— menyajikan teori-teori yang relevan dengan buku teks bahasa Inggris yang digunakan di SMK. Termasuk di dalamnya adalah teori tentang hakikat pembelajaran bahasa, berbagai metode pengajaran bahasa Inggris yang digunakan di ¶ SMK, kurikulum, silabus, buku teks serta perannya dalam proses pembelajaran. Sub-bab berikutnya menyajikan beberapa penelitian yang relevan dan ditutup dengan subbab kerangka berpikir. A. Landasan Teori Topik utama penelitian ini adalah pengembangan buku teks bahasa Inggris integratif untuk SMK. Beberapa teori yang menjadi landasan pembahasan masalah tersebut mencakup perihal pembelajaran bahasa, khususnya pembelajaran bahasa Inggris di SMK, pengembangan buku teks integratif serta tahapan-tahapan yang harus dilakukan. 1. Pembelajaran Bahasa Konsep pembelajaran bahasa bervariasi berdasarkan teori hakikat bahasa yang diakui. Konsep hakikat bahasa juga bervariasi berdasarkan konsep approach yang didefinisikan Edward Anthony (1963: 64) sebagai “... a set of correlative assumptions dealing with the nature of language and teaching and learning”, yaitu seperangkat asumsi teoritis yang saling terkait tentang hakikat bahasa, hakikat pengajaran dan pembelajaran. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu komponen pokok pembentuk konsep approach yang menjadi dasar teoritis kajian teaching English as a foreign language (TEFL).
commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Dalam kajian psikolinguistik, berkembang beberapa teori tentang hakikat bahasa yang menjadi dasar berkembangnya konsepsi proses pembelajaran bahasa. Larsen-Freeman dan Long (1991: 220-229), Goh dan Silver (2004: 17-24), dan Brown (2007: 24-49) menyebutkan adanya tiga teori utama tentang hakekat bahasa dalam konsepsi approach. Ketiga model tersebut adalah behaviorist, nativist dan interactionist. Brown (2007: 33) menggunakan istilah functional approah untuk merujuk model yang terakhir. a. Model Behaviorist Teori behaviorist meyakini bahwa hakikat bahasa adalah “... a subset of learned behavior” (Goh dan Silver 2004: 17) yaitu sebagai bagian dari perilaku yang terbentuk dari proses pembelajaran. Pendapat ini menganggap bahwa kemampuan berbahasa adalah sebagai bagian dari kebiasaan manusia sebagai hasil dari suatu proses pembelajaran. Konsep ini tercermin dalam model pembelajaran yang dikembangkan yang pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan suatu kebiasaan baru. Kebiasaan ini dapat dibangun melalui serangkaian operasi pemberian model, menciptakan kondisi agar pembelajar memperhatikan, menirukan, berlatih dan akhirnya mempraktikkan kebiasaan tersebut. Mekanisme yang diciptakan memberi penekanan pada pengulangan dalam proses pembelajaran sampai pembelajar menguasai bentuk-bentuk bahasa yang sesuai dengan kaidah. Hakikat pengulangan yang berfokus pada bentuk bahasa ini diyakini sebagai mekanisme efektif untuk menanamkan kebiasaan atau habit formation dalam berbahasa yang baru dipelajari. Model pembelajaran menurut teori behaviorist bersifat umum dan dapat diterapkan pada setiap konteks. Dipercaya bahwa semua proses pembelajaran terjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
melalui prosedur dan mekanisme yang sama. Hal ini dinyatakan Goh dan Silver (2004: 32) “Language learning, like other learning, is learned through imitation, practice, reinforcement/feedback and habit formation following a stimulus–respond model”. Teori ini menganggap semua bentuk pembelajaran berlangsung melalui kegiatan menirukan, berlatih dan mendapatkan masukan atau penguatan untuk membangun kebiasaan baru berbasis pola stimulus-respon. Tujuan penerapan mekanisme ini adalah untuk membangun hubungan (bond) antara stimulus dan respon sehingga terjadi otomatisasi yang dianggap penting dalam proses pemakaian bahasa. Teori behaviorist membatasi pembahasan pada hal-hal yang dapat diamati (observable phenomena) yang lebih mementingkan aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati. Prinsip tersebut dinyatakan Larsen-Freeman dan Long (1991: 227) bahwa “learning was seen as behaviour change through habit formation conditioned by the presense of stimuli and strengthened through practices and selected reinforcement”. Kutipan tersebut menyebutkan bahwa indikator terjadinya pembelajaran adalah adanya perubahan perilaku dalam diri pembelajar melalui mekanisme pananaman kebiasaan yang disebut habit formation. Proses ini akan berjalan dengan baik jika pembelajar diberi rangsangan untuk direspon dan diperkuat melalui serangkaian latihan dan penguatan. Dinyatakan bahwa anak telah mengalami pembelajaran jika terjadi perubahan perilaku berbahasa setelah anak mengikuti kegitan pembelajaran dibandingkan dengan kemampuan sebelumnya. Berdasarkan mekanisme di atas, Larsen-Freeman dan Long (1991: 227) merumuskan bahwa efektifitas proses pembelajaran sebagai “learning is held to consist of the strengthening and weakening of connections in complex neural network as a function of the frequency commitoftostimuli user in the input,” bahwa efektifitas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
proses belajar dapat dilihat dari tingkatan penguatan dan pelemahan hubungan yang terjalin dalam jaringan otak sebagai hasil dari tingkat frekuensi stimulus yang diberikan dalam input. Semakin tinggi frekuensi input semakin kuat hubungan yang terjalin jaringan otak. Demikian pula sebaliknya. Dalam proses pembelajaran, model behaviorist ini meyakini bahwa peran lingkungan sangat penting. Larsen-Freeman dan Long (1991: 249) menyebutkan “
an organism’s nurture, or experience, are of more importance to development
than its nature, or innate contributions”. Menurut model ini, hakikat pembelajaran atau pengalaman yang diperoleh dari lingkungan mempunyai peran yang lebih penting dari bakat yang dimiliki anak dalam proses pembelajaran bahasa. Bahkan, anak digambarkan sebagai tabula rasa (Brown, 2007: 26), yaitu kondisi yang sangat peka dalam menerima pengaruh dari lingkungan luar terdekat. Kondisi sumber input yang ada di lingkungan anak diyakini menentukan perkembangan kondisi kebahasaan anak karena lingkunganlah yang menjadi sumber stimulus yang berfungsi untuk menggerakkan respon dari anak. Peran pembelajaran, khususnya kualitas input sangat menentukan. Oleh sebab itu banyak lembaga pengajaran bahasa Inggris yang menggunakan laboratorium bahasa untuk dapat memberikan kualitas input yang baik melalui rekaman suara penutur asli yang harus ditiru oleh pembelajar. Selanjutnya, kualitas stimulus ini sangat menentukan kualitas hasil pembelajaran. Teori pembelajaran bahasa menurut behaviorist yang paling terkenal dirumuskan berdasarkan prinsip operant conditioning hasil eksperimen Skinner tahun 1957 (Brown, 2007: 26-27). Goh dan Silver (2004: 17) menggambarkan teori ini sebagai
“language acquisition as a form of operant conditioning directly
resulting from adult modelling and reinforcement, commit to user immitation practice and habit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
formation on the part of the child”. Artinya, pembelajaran bahasa dipandang sebagai proses operant conditioning yang merupakan akibat dari pemberian contoh dan penguatan dari orang dewasa dan kegiatan anak dalam bentuk menirukan, mempraktikkan dan mengembangkan kebiasaan. Alur ini sering digambarkan sebagai SÆ RÆ R, yaitu proses pembelajaran bermula dari adanya rangsangan atau stimulus (S) yang datang dari luar diri anak pembelajar. Fungsi rangsangan tersebut adalah agar anak membuat respon (R) yang relevan atau sesuai dengan maksud S yang diberikan. Jika respon anak benar atau sesuai dengan maksud S maka pengajar hendaknya memberikan penguatan (R). Pemberian R yang tepat akan membantu anak mengembangkan sistim hubungan atau bond antara S dengan R menjadi kuat dan otomatis. Dari teori tersebut dinyatakan bahwa “... that learning is based on the processing of input, (which results in)...the strengthening and weaking of connection in complex neural networks as a function of the frequency of stimuli in the input” (Larsen-Freeman dan Long 1991: 250). Menurut teori ini, esensi pembelajaran tertelak pada bagaimana anak mengolah input yang diperoleh yang menghasilkan penguatan atau pelemahan hubungan jejaring syaraf yang rumit sebagai akibat dari tingkat seringnya stimulus dalam input. Penerapan teori ini dalam proses pengajaran bahasa asing dapat dilihat dalam metode Audiolingual (Richards, 2002). Metode pengajaran bahasa ini dirancang khusus
untuk
mengembangkan
keterampilan
berbahasa
lisan
sebelum
mengembangkan keterampilan berbahasa tulis dengan cara mengkondisikan anak mendengarkan serangkaian ujaran yang dijadikan sebagai model yang perlu ditirukan dan dipraktikkan dalam berbahasa. Kegiatan pembelajaran ini biasanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
dilaksanakan di laboratorium bahasa sehingga guru dapat menggunakan rekaman ujaran penutur asli atau native speaker seagai model bahasa yang menjadi sasaran pembelajaran serta melakukan pengulangan (drill) model ujaran tersebut dengan intensitas yang cukup untuk membantu pembelajar mengembangkan kebiasaan baru berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang benar. b. Model Innatist Teori kedua disebut innatist yang menganggap pada dasarnya proses pembelajaran bahasa adalah aktualisasi potensi kebahasaan yang dibawa anak ketika lahir. Berbeda dengan pandangan behaviorist yang menganggap hakikat semua bentuk pembelajaran sama, teori ini memandang proses pembelajaran bahasa berbeda jika dibandingkan dengan proses pembelajaran bidang lain karena anak memiliki potensi khusus yang dilengkapi dengan perangkat yang khusus untuk memproses bahasa. Menurut teori innatist, bawaan ini sangat berperan dan menentukan proses pembelajaran bahasa. Hal ini digambarkan Larsen-Freeman dan Long (1991: 227) sebagai “an innate biological endowment that makes learning possible”, yaitu potensi atau bakat yang dibawa anak sejak lahirlah yang memungkinkan proses pembelajaran terjadi. Perangkat khusus tersebut digambarkan sebagai language acquisition device (LAD) yang berarti perangkat yang berfungsi khusus untuk memproses bahasa (Brown, 2007: 28-29). Perangkat ini digambarkan berisi “abstract representation of universal rules” yaitu semacam embrio potensi kaidah-kaidah bahasa yang semesta yang disebut universal grammar (UG) dan menjadi modal dasar dalam proses pembelajaran bahasa. Dengan perangkat ini, semua bentuk pemajanan bahasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
(language exposure) dan masukan kebahasaan (linguistic input) menjadi komponen utama dalam membentuk kompetensi berbahasa anak. Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya hakikat bahasa adalah rulegoverned creativity (Brown, 2007: 219) atau seperangkat sistem kreativitas yang diatur oleh kaidah. Pada tataran kebahasaan ada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana yang masing-masing mempunyai kaidah tersendiri. Pada tataran pragmatik, tiap ranah pemakaian bahasa diterapkan secara integratif untuk mendukung tercapainya komunikasi. Proses pembelajarannya digambarkan Goh dan Silver (2004: 34) sebagai “discovering the underlying abstract representations (or rules) of the specific language from among all possible rules of languages universally”, yaitu upaya anak mencoba menemukan kaidah bahasa yang telah mereka miliki tersebut melalui serangkaian uji-coba atau hypothesis testing tentang bentuk apa yang tepat digunakan dalam konteks berbahasa tertentu. Pemakaian istilah discovering di atas mengisyaratkan bahwa dalam proses tersebut anak berperan aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Orang-orang yang lebih dewasa yang tinggal di lingkungannya berperan sebagai faktor pendukung untuk memperoleh masukan atau linguistic input. Teori ini dinamakan innatist karena faktor bawaan anak dinilai sebagai penentu dalam proses pembelajaran bahasa. Penerapan teori ini dalam proses pengajaran bahasa asing dapat dilihat dalam metode Natural Approach (Richards, 2002; Krashen, 1981; dan Krashen dan Terrel, 1983). Metode pengajaran bahasa ini mengutamakan pengembangan kemampuan berbahasa sebagaimana yang terjadi pada anak kecil ketika belajar bahasa ibu dalam konteks yang kehidupan sehari-hari. Dalam proses tersebut pembelajar dihadapkan pada berbagai input kebahasaan dalam konteks berbahasa yang sesungguhnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Secara bertahap pembelajar dituntun dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan memahami ujaran lawan tutur serta kesempatan untuk membuat ujaranujaran yang dapat difahami oleh lawan tutur. Melalui serangkaian kegiatan uji-coba pembelajar diharapkan mampu mengenali dan akhirnya menguasai bentuk-bentuk bahasa yang sesuai dengan konteks. c. Model Interactionist Teori interactionist mamandang hakikat bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Pandangan ini berkembang karena pengaruh teori sosiolinguistik serta pemakaian bahasa yang mengutamakan perilaku pemakaian bahasa di kalangan masyarakat penutur. Pandangan ini mewarnai konsep pembelajaran yang dikembangkan. Goh dan Silver (2004: 41) menggambarkan proses pembelajaran bahasa menurut teori interaktionisme sebagai “language learning evolves out of communication”, bahwa pembelajaran bahasa terjadi atau merupakan hasil dari proses komunikasi. Teori ini mengadopsi hal-hal yang biasa terjadi dalam proses komunikasi ke dalam proses pembelajaran. Proses komunikasi tidak hanya dipandang sebagai pemicu proses pembelajaran, melainkan juga sebagai wahana pembelajaran. Menurut teori ini, faktor bawaan anak beserta lingkungan dianggap sebagai dua faktor yang sama-sama menentukan keberhasilan proses pembelajaran bahasa. Larsen-Freeman dan Long menegaskan bahwa dalam proses itu, “...they invoke both innate and environmental factor to explain language learning” (1991: 266). Berbeda dengan teori pembelajaran yang lain yang hanya bertumpu atau mengandalkan fungsi satu komponen pembelajaran tertentu; faktor lingkungan dalam model behaviorist atau faktor bawaan dalam model innatist, model interacsionist mengakui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
kedua faktor tersebut mempunyai peran masing-masing yang sama pentingnya dalam proses pembelajaran. Faktor bawaan ditempatkan pada urutan pertama namun faktor lingkungan dianggap sebagai faktor pendukung yang sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Lebih khusus lagi, Goh dan Silver menyatakan bahwa kualitas lingkungan kebahasaan atau linguistic environment dalam bentuk peristiwa dan atau kondisi pemakaian bahasa yang ditemui anak dalam berbahasa seperti input negotiation, output, dan interactional feedback (2004: 42) memegang peran penting dalam proses pembelajaran. Penerapan teori ini dalam proses pengajaran bahasa asing dapat dilihat dalam metode Communicative Language Teaching (CLT) (Richards dan Rogers, 2002; Goh dan Silver, 2004: 45). Lebih jauh Goh dan Silver (2004: 45) menyebutkan beberapa fitur metode CLT ini sebagai metode yang lebih memihak pada kepentingan pembelajar dari pada guru atau “more learner centered and less teacher-centered”,
tidak
mengandalkan
atau
menekankan
pada
aktifitas
pengulangan, menghafal, dan mempelajari kaidah bahasa atau “little reliance on drill work, memorization and
rule-based learning”,
menggunakan kerja
berpasangan dan kelompok, menggunakan konteks dalam mengajarkan kosakata dan grammar, mengutamakan pemakaian bahasa dalam kegiatan komunikasi, dan berusaha untuk menampilkan aspek pemakaian bahasa dalam konteks yang sesungguhnya. Prinsip di atas dirumuskan berdasarkan fenomena beragamnya praktik pengajaran yang dapat dikelompokkan ke dalam CLT. Beragamnya kondisi kelas tersebut disebabkan oleh beragamnya tuntutan dan kebutuhan konteks lokal yang menuntut bentuk penerapan prinsip yang berbeda untuk mengembangkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
kompetensi komunikatif peserta didik. Prinsip tersebut menjadi nilai pengajaran yang bersifat terbuka yang penerapannya tidak mutlak dan tidak bersifat mengikat atau prescriptive. Bersamaan dengan kesadaran beragamnya tuntutan lokal, prinsipprinsip tersebut dijadikan sebagai indikator praktik pembelajaran yang dapat dikategorikan ke dalam CLT. Senada dengan ketiga teori di atas, dalam konteks pembelajaran bahasa asing, Spratt, dkk (2005: 41) menyimpulkan beberapa penelitian para ahli dan merumuskan tiga jenis proses pembelajaran; aquisition, interaction dan focus on form sebagai berikut. (1) “Acquisition … to really learn a foreign language we need exposure to lots of examples of it and that we learn from the language in our surroundings, … which is rich in variety, interesting to us and just difficult enough for us…”, bahwa proses pemerolehan bahasa memerlukan banyak pemajanan bahasa di lingkungan pembelajar yang bervariasi, menarik serta menantang tetapi tidak terlalu sulit bagi anak. (2) “Interaction …. to learn language we need to use it in interaction with other people… to express ourselves and make our meanings clear to other people, and to understand them. If they have not, we need to try again using other language, until we manage to communicate successfully..”, bahwa pembelajaran bahasa memerlukan pembelajar untuk berinteraksi dengan masyarakat penutur untuk belajar mengungkapkan pikiran dan perasaan secara efektif serta memperoleh masukan dari proses pembelajaran tersebut. (3) “Focus on form … foreign language learners also need to focus on form… they need to pay attention to language, e.g. by identifying, working with and practicing the language ....”, bahwa konteks pembelajaran bahasa asing, commitdalam to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
pembelajar perlu memperhatikan bentukan bahasa serta berlatih berkomunikasi dengan menggunakan bentukan tersebut. Dari ketiga jenis proses di atas, Spratt, et al. menyimpulkan bahwa tak satupun yang diterapkan secara sendiri-sendiri. Mereka melihat bahwa kebanyakan kasus pembelajaran bahasa asing melibatkan campuran ketiga proses tersebut. Ada saatnya ketika pembelajar memperhatikan pemajanan bahasa dalam konteks, menggunakannya dalam kegiatan berkomunikasi serta mempelajari bentuk-bentuk yang efektif untuk berkomunikasi. Selanjutnya Spratt, et al. (2005: 41) menyimpulkan …we do not learn a foreign language best through learning grammar and translating. Nor do we learn by constantly practicing until we form habits. We learn by picking up language, interacting and communicating and focusing on form. Kenyataan di kelas menunjukkan bahwa para pembelajar terlibat dalam berbagai kegiatan antara lain pemerolehan, berinteraksi dan berkomunikasi serta mempelajari bentukan bahasa. Kesimpulan serupa juga dirumuskan Tomlinson (2008: 4) bahwa dalam proses pembelajaran bahasa asing ada lima butir komponen proses yang terjadi: (1) “rich experience of language in use” atau kaya pengalaman tentang bagaimana bahasa itu digunakan. (2) “the learner need to be motivated, relaxed, positive and engaged”, bahwa pembelajar perlu diberi dorongan, diupayakan untuk tidak dalam kondisi tertekan dan dilibatkan dalam proses berbahasa. (3) “the language experience need to be contextualized and comprehensible”, bahwa pengalaman kebahasaan tersebut perlu dihubungkan dengan konteks dan dapat difahami.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
(4) “the language and discourse features available for potential aquisition need to be salient, meaningful and frequently encountered”, bahwa fitur kebahasaan dan wacana yang mungkin dikuasai perlu jelas, bermakna serta sering dihadapi. (5) “the learners need to achieve deep and multi-dimensional processing of the language”, bahwa pembelajar perlu melakukan berbagai proses pembelajaran yang mendalam . Tomlinson menegaskan bahwa kelima jenis kegiatan tersebut memerlukan bahan ajar yang mendukung agar proses tersebut dapat terlaksana dengan efektif. 2. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar bangsa Indonesia yang dipercaya dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai kehidupan yang lebih bermartabat. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilaksanakan berdasarkan serangkaian peraturan. Salah satunya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang telah dilengkapi dengan beberapa
ketetapan
ikutannya.
UU
tersebut
dijadikan
asas
legalitas
penyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang terencana dan terarah dengan baik yang dibutuhkan oleh segenap bangsa. a. Hakekat Pendidikan SMK Pendidikan yang disediakan pemerintah beragam berdasar jenis dan jenjang. Menurut jenjangnya, pendidikan formal dapat dikategorikan ke dalam tiga: pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama dan menengah atas, dan pendidikan tinggi. Dalam jenjang pendidikan menengah atas ada beberapa jenis pendidikan seperti Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), SMK, Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) dan bentuk-bentuk lain yang sederajat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Hakikat dan tujuan pendidikan SMK berbeda dibandingkan dengan jenis sekolah lain dalam jenjangnya. Salah satu perbedaan yang sangat prinsip yang disebutkan dalam pasal 15 UU-SPN adalah bahwa SMK merupakan pendidikan pada
jenjang
pendidikan
menengah
yang
mengutamakan
pengembangan
kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja dan mengembangkan diri di kemudian hari. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, kurikulum SMK disusun dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaian dengan jenis pekerjaan, lingkungan sosial, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. b. Sistem Pendidikan SMK Penerapan kurikulum SMK tersebut pada prinsipnya sama dengan yang diterapkan di tingkat menengah atas lainnya. Dengan mempertimbangkan keluasan dan jumlah kompetensi yang harus dipelajari, kurikulum tersebut dirancang dapat diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) tahun. Namun ada beberapa pihak seperti SKKNI yang menuntut masa pendidikan diperpanjang dua semester untuk meningkatkan tingkat kompetensi mereka sesuai dengan tuntutan DUDI. Beberapa prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Learning by doing atau belajar melalui aktivitas atau kegiatan nyata. Prinsip ini diterapkan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi kehidupan siswa nanti setelah mereka lulus. Prinsip ini dikembangkan lebih jauh menjadi pembelajaran berbasis produksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
(2) Individualized learning atau pembelajaran dengan memperhatikan keunikan setiap individu. Prinsip belajar ini dilaksanakan dengan sistem modular yang memungkinkan tiap siswa menguasai kompetensi tertentu dengan irama dan kecepatan berbeda sesuai potensinya. Mengingat lulusan SMK disiapkan untuk menjadi wiraswastawan yang mempunyai jenis usaha sendiri atau pegawai pada unit usaha orang lain, pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan tersebut di atas dilakukan melalui alternatif jalur berikut: (a) jalur kelas industri atau employee, yaitu peserta didik belajar di sekolah dan berlatih di dunia industri. (b) jalur kelas wiraswasta/mandiri atau self-employed, yaitu dengan memberi peserta didik wahana belajar dan berlatih berwiraswasta di sekolah dan berusaha menerapkannya di luar sekolah secara mandiri. Pemilihan kedua model tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan minat dan kemampuan peserta didik serta kondisi sekolah, industri serta dunia kerja sekitar sekolah. Dari kedua model tersebut, jalur kelas industri paling banyak diterapkan. c. Pola Penyelenggaraan Pendidikan SMK Pola pendidikan SMK dapat diterapkan melalui tiga jenis pendidikan; pendidikan sistem ganda, multi entry-multi exit dan pendidikan jarak jauh. 1) Pola pendidikan sistem ganda (PSG) PSG adalah pola penyelenggaraan diklat yang dikelola bersama antara SMK dengan industri/ asosiasi profesi sebagai institusi pasangan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga tahap evaluasi dan sertifikasi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
merupakan satu kesatuan program. Berbagai bentuk alternatif pelaksanaan yang dapat diterapkan adalah day release, block release, dsb. Jangka waktu pelatihan di industri dilaksanakan selama 4 (empat) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun pada industri dalam dan atau luar negeri. Pola pendidikan sistem ganda diterapkan dalam proses penyelenggaraan SMK dalam rangka lebih mendekatkan mutu lulusan dengan kemampuan yang dituntut DUDI. 2). Pola Multi Entry-Multi Exit (MEME) Pola MEME merupakan perwujudan konsep pendidikan dengan sistem terbuka. Pola ini diterapkan agar peserta didik dapat memperoleh layanan secara fleksibel dalam menyelesaikan pendidikannya. Dengan pola ini, peserta didik SMK dapat mengikuti pendidikan secara paruh waktu karena ketika mereka menyelesaikan diklat di SMK mereka dapat bekerja atau mengambil program/kompetensi di berbagai institusi pendidikan antara lain lembaga kursus, diklat industri, politeknik. 3) Pendidikan Jarak Jauh Pendidikan jarak jauh disediakan bagi peserta didik SMK untuk dapat menyelesaikan pendidikannya tanpa perlu hadir secara fisik di sekolah karena kondisi lingkungan sekolah yang jauh dari pemukiman peserta didik. Pola ini akan diterapkan secara terbatas hanya bagi mata diklat atau kompetensi yang memungkinkan untuk dilaksanakan sepenuhnya secara mandiri. Dari ketiga pola tersebut, pola pertama paling banyak diterapkan karena pelaksanaannya sederhana dan paling sesuai dengan kondisi sekarang. Dalam pola PSG, dunia industri/asosiasi profesi berperan sebagai institusi pasangan dalam menyusun serangkaian kompetensi yang perlu dikembangkan serta pasangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
dalam menyediakan kesempatan serta mendampingi siswa SMK melaksanakan praktik lapangan yang disebut Praktik Kerja Industri (Prakerin) atau Praktik Kerja Lapangan (PPL). d. Tujuan Pendidikan SMK Bersasarkan rumusan UU SPN, tujuan pendidikan SMK dirumuskan ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus. Rincian tujuan yang dituangkan dalam Materi Sosialisasi Kurikulum SMK tahun 2004 (P3GK, 2004) adalah sebagai berikut. 1). Tujuan Umum Tujuan umum pendidikan SMK adalah sebagai berikut: a) meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa; b) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab; c) mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebang-saan, memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia; d) mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
2) Tujuan Khusus Penjabaran tujuan umum ke dalam tujuan khusus adalah sebagai berikut: a)
menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya;
b)
menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam
berkompetisi,
beradaptasi
di
lingkungan
kerja,
dan
mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya; c)
membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi
d)
membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan program keahlian yang dipilih.
e. Struktur Kurikulum SMK Kurikulum
merupakan
bentuk
rancangan
menyeluruh
kegiatan
pendidikan untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai pengembangkan peserta didik dengan kualitas di atas kurikulum SMK disusun dalam bentuk serangkaian mata diklat yang dikelompokkan dan diorganisasikan menjadi program normatif, adaptif dan produktif. 1) Program normatif Program normatif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik menjadi pribadi yang utuh, pribadi yang memiliki norma-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
norma kehidupan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial (anggota masyarakat), sebagai warga negara Indonesia maupun sebagai warga dunia. Program normatif diberikan agar peserta didik mampu hidup dan berkembang selaras dalam kehidupan pribadi, sosial dan bernegara. Program ini berisi mata diklat yang lebih menitikberatkan pada norma, sikap, dan perilaku yang harus diajarkan, ditanamkan, dan dilatihkan pada peserta didik. Mata diklat pada kelompok normatif berlaku sama untuk semua program keahlian. 2) Program Adaptif Program adaptif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu
mengembangkan diri sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Bahasa Inggris, contohnya, dirancang untuk memberi bekal dan dasar peserta didik untuk mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai kebutuhan lingkungan kehidupan mereka. Program adaptif diberikan agar peserta didik tidak hanya memahami dan menguasai ‘apa’ dan ‘bagaimana’ suatu pekerjaan dilakukan, tetapi memberi juga pemahaman dan penguasaan tentang ‘mengapa’ hal tersebut harus dilakukan. Program adaptif terdiri dari kelompok mata diklat yang berlaku sama bagi semua program keahlian dan mata diklat yang hanya berlaku bagi program keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing program keahlian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
3) Program Produktif Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja, sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Dalam hal SKKNI belum ada, maka digunakan standar kompetensi yang disepakati oleh forum yang dianggap mewakili dunia usaha/industri atau asosiasi profesi. Program produktif bersifat melayani permintaan pasar kerja, karena itu lebih banyak ditentukan oleh DUDI atau asosiasi profesi. Program produktif diajarkan secara spesifik sesuai kebutuhan tiap program keahlian f. Evaluasi Kegiatan evaluasi hasil belajar merupakan bagian integral dari proses pembelajaran yang diarahkan untuk menilai kinerja peserta didik dengan memantau
proses,
kemajuan,
dan
perbaikan
hasil
belajar
secara
berkesinambungan. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan secara langsung pada saat peserta didik melakukan aktivitas belajar, maupun secara tidak langsung melalui bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria kinerja (performance criteria). Konsisten dengan pendekatan kompetensi yang diterapkan dalam kurikulum bahasa Inggris SMK Tahun 2004 (P3GK, 2004) dan KTSP sistem penilaian yang diterapkan menitikberatkan pada penilaian hasil belajar berbasis kompetensi (competency based assessment) dengan ciri sebagai berikut. (1) Menggunakan Penilaian Acuan Patokan (Criterion Reference Assesment). (2) Diberlakukan secara perseorangan (Individualized). (3) Keberhasilan peserta didik hanya dikategorikan dalam bentuk kompeten dan belum kompeten.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
(4) Dilaksanakan secara berkelanjutan. Dalam rangka pengakuan terhadap kompetensi yang telah dikuasai oleh peserta diklat, perlu dikembangkan mekanisme pengakuan sebagai berikut. (1)
Verifikasi terhadap hasil penilaian pihak internal SMK oleh pihak eksternal, agar apa yang telah dicapai peserta didik dapat disertifikasi oleh dunia kerja oleh pemakai lulusan yaitu dunia usaha/industri.
(2)
Recognition of Prior Learning (RPL) atau Recognition of Current Competency (RCC) untuk mendukung pelaksanaan sistem MEME. Dalam pelaksanaannya, ada dua pendekatan penilaian hasil belajar peserta
didik yang diterapkan: penilaian berbasis kelas (classroom-based assessment) dan penilaian kompetensi (competency-based assessment). 1) Penilaian Berbasis Kelas Penilaian berbasis kelas yang merupakan bagian integral dari proses pembelajaran adalah penilaian yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Penilaian ini dilaksanakan untuk: a) memantau kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik sebagai bahan masukan untuk perbaikan pembelajaran lebih lanjut. b) menetapkan sistem pembimbingan guna membantu kelancaran dan keberhasilan belajar peserta didik. c) menetapkan penyelesaian suatu tahap pembelajaran sebagai dasar untuk memutuskan kelanjutan pembelajaran tahap berikutnya.
commit to user
-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
2) Penilaian Kompetensi Penilaian kompetensi yang berguna untuk mengukur tingkat penguasaan suatu kompetensi atau suatu tahap pembelajaran merupakan penilaian sumatif terhadap ketuntasan pencapaian hasil belajar peserta didik, setelah menyelesaikan satu unit kompetensi. Penilaian tersebut bertujuan untuk menetapkan tingkat keberhasilan peserta didik dalam,menguasai satu unit kompetensi. Penilaian ini dilakukan oleh lembaga sertifikasi independen sesuai dengan keahliannya. Bila lembaga ini belum tersedia, sekolah dapat bekerja sama dengan DUDI terkait yang mempunyai kredibilitas, untuk berperan sebagai pengganti lembaga sertifikasi. g. Pengajaran Bahasa Inggris di SMK Pengajaran bahasa Inggris di SMK saat ini dilaksanakan berdasarkan KTSP. KTSP dirancang fleksibel yang memungkinkan terjadinya variasi pelaksanaannya tergantung pada kondisi satuan pendidikan (BSNP, 2006: 4). Pada umumnya tiap jurusan SMK mengalokasikan mata pelajaran bahasa Inggris selama 4 jam pelajaran atau 4 X 45 menit setiap minggunya. Namun demikian rambu-rambu KTSP memungkinkan variasi alokasi waktu tersebut berdasarkan bobot kompetensi bahasa Inggris dalam jurusan tersebut sehingga ada beberapa jurusan tertentu yang mengalokasikan waktu pelajaran bahasa Inggris lebih dari 4 jam. Bahkan ada beberapa sekolah yang mampu memberi beragam pengayaan seperti pemberian kelas tambahan pada sore hari, kegiatan ekstra kurikuler seperti speaking club, debate, pelatihan mengerjakan soal-soal TOEIC test, dsb. Kegiatan tersebut diharapkan dapat memperkaya pengembangan kompetensi yang dilakukan dalam program yang terstruktur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Rambu-rambu pelaksanaan KTSP SMK menyebutkan bahasa Inggris termasuk program adaptif. Karenanya pendekatan pembelajaran dirancang ‘berbasis kompetensi’ yang menganut prinsip pembelajaran tuntas atau mastery learning untuk menguasai sikap atau attitude, ilmu pengetahuan dan keterampilan agar dapat bekerja sesuai dengan profesinya seperti yang dituntut suatu kompetensi. Sesuai dengan prinsip ini pengajaran bahasa Inggris dirancang dengan menerapkan dua prinsip; learning by doing dan individualized learning (P3GK, 2004). Prinsip
pertama—learning
by
doing—merupakan
cerminan
model
pengajaran yang memberi penekanan pada aspek pragmatik yang mengutamakan kegiatan praktik berbahasa dalam proses pembelajaran seperti yang terjadi dalam konteks pemakaian bahasa yang sesungguhnya. Dengan demikian pembelajaran diarahkan pada pengembangan kompetensi komunikatif untuk berunjuk kerja dalam berbagai bentuk pemakaian bahasa. Prinsip kedua—individualized learning— diterapkan dengan mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan tingkatan kemampuan peserta didik. Penerapan prinsip kedua ini memerlukan bahan ajar berbentuk modul sehingga setiap peserta didik dapat mempelajari secara lebih mandiri sesuai dengan tingkat kemampuannya. Prinsip tersebut juga masih dipertahankan dan bahkan dikembangkan lebih lanjut dalam KTSP. Kurikulum ini memberi keleluasan masing-masing satuan pendidikan menentukan kompetensi yang benar-benar relevan dengan tuntutan pihak DUDI serta upaya pencapaiannya. Dengan demikian satuan pendidikan dapat menerapkan kedua prinsip pembelajaran dengan lebih leluasa berdasarkan potensi dan kondisi sekolah demi tercapainya kompetensi yang dituntut. Sistim diklat bahasa Inggris di SMK juga didukung oleh sistim evaluasi yang mencakup penerapan model penilaian berbasis kelas atau classroom based
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
assessment dengan memantau kegiatan dan kemajuan belajar melalui berbagai bentuk tes, tugas dan unjuk kerja. Hasilnya divalidasi dan diverifikasi oleh pihak eksternal dalam bentuk uji kompetensi atau sertifikasi yang diakui pihak DUDI. Pelaksanaan sertifikasi bahasa Inggris dilakukan melalui uji kompetensi oleh lembaga diklat yang memiliki kredibilitas dalam bidangnya yang diakui oleh DUDI dalam bentuk skor TOEIC test. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini ada palng tidak satu SMK di tingkat propinsi yang dinilai mampu telah ditunjuk sebagai pusat pelaksanaan sertifikasi atau disebut test center. Lembaga ini diberi kewenangan untuk memberi sertifikasi kompetensi bahasa Inggris sesuai dengan standar TOEIC test. 3. Beberapa Metode Pengajaran Bahasa Inggris di SMK Sejarah pengajaran bahasa Inggris di SMK menunjukkan bahwa dalam rangka mencapai tujuan yang dirumuskan kurikulum, para guru berusaha menerapkan metode mengajar (methods of language teaching) yang mereka anggap paling baik. Methods yang pada hakikatnya adalah serangkaian cara pengajaran bahasa yang sistimatis berdasarkan teori kebahasaan dan teori pembelajaran tertentu yang kalau diterapkan dapat menjadikan kelas menjadi lebih efektif (Richards dan Rogers 2002: 1) dianggap sebagai kunci keberhasilan mereka. Kondisi ini mencerminan perkembangan TEFL yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Salah satu fitur yang menonjol adalah berkembangnya kecenderungan di kalangan guru untuk mencari dan menerapkan metode yang mereka anggap terbaik yang dapat dipakai sebagai dasar perancangan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif di kelas mereka. Brown (2001: 14) menggambarkan fenemona ini sebagai upaya pencarian “...a single method, generalizable across widely varying audiences that
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
would successfully teach students a foreign language in the classroom”, yaitu sebagai satu cara atau perosedur mengajar bahasa yang dapat diterapkan pada beragam kondisi siswa atau kelas sehingga mereka dapat mengajar bahasa asing dengan berhasil. Beragam methods dalam kajian TEFL yang dapat dipilih guru berdasarkan kompetensi sasaran dan kondisi yang dihadapi. Munculnya berbagai method baru biasanya dimotivasi oleh kebutuhan yang dirasakan saat itu dan ditandai dengan aspek pembaharuan yang didasarkan pada kelemahan method sebelumnya dengan tetap mempertahankan keunggulannya, atau menawarkan perspektif yang berbeda dengan yang pernah dirumuskan. Brown (2001: 16-18) mengungkapkan fenomena tersebut sebagai “Each new method broke from the old but took with it some of the positive aspects of the previous practices”. Mengingat begitu banyaknya methods yang pernah diterapkan di kelas, banyak pula aspek pengajaran yang dianggap baik dan perlu dilanjutkan. Dengan demikian ada kecenderungan methods yang baru juga mengandung unsur-unsur pengajaran yang pernah ditawarkan pada masa lalu. Fenomena ini digambarkan sebagai perkembangan yang mengikuti a cyclical pattern (Brown, 2001: 16). Perkembangan disiplin methods tidak selalu bersifat progresif dengan batas atau pemisah yang jelas antara methods yang lama dengan yang baru. Perkembangan itu lebih bersifat cyclic, yaitu ada sebagian ranah perkembangan tersebut yang merupakan pemakaian unsur lama yang pernah digunakan sehingga terkesan mengulang apa yang pernah digunakan pada masa lampau. Beberapa methods yang terkenal dan mempengaruhi pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, khususnya di SMK dapat disajikan berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
a. Grammar Translation Method (GTM) GTM adalah metode pengajaran bahasa asing yang tercatat pertama kali dirumuskan berdasarkan embrio metode pengajaran bahasa Latin yang disebut the Classical Method. Metode ini mengutamakan pengajaran tata bahasa, kosa kata, penerjemahan dan telaah bahasa tertulis, khususnya bahasa Latin. Brown (2001: 18) menggambarkan arah pengajaran GTM sebagai “...focus on grammatical rules, memorization of vocabulary and of various declensions and conjugations, translations of texts, doing written exercises,” yaitu metode yang menekankan pada penguasaan tata bahasa, menghafalkan kosa kata dan mengenal berbagai perubahan bentuk kata, penerjemahan teks serta mengerjakan latihan tertulis. Sama dengan paradigma the Classical Method, prinsip GTM dalam pengajaran bahasa asing mengutamakan pengembangan penguasaan tata bahasa serta penerjemahan. Ciri-ciri khusus metode ini yang digambarkan Prator dan CelceMurcia (dalam Brown, 2001: 18-19) meliputi hal-hal berikut. (1) Siswa diajar bahasa sasaran dengan menggunakan bahasa ibu. Bahasa sasaran hanya dipakai komunikasi dalam lingkup terbatas. (2) Sejumlah kosa kata diajarkan dalam bentuk daftar kata yang terpisah dari konteks pemakaiannya untuk dihafalkan dan nantinya digunakan. (3) Pengajaran tata bahasa diarahkan pada pemahaman siswa untuk menyusun serangkaian kata menjadi kalimat serta mengenal berbagai pembentukan dan perubahan kata-kata. (4) Sejak dini, siswa dilatih membaca teks klasik yang berjenjang dengan tingkat kesulitan yang tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
(5) Pengajaran kurang memperhatikan kontek teks yang ada. Teks yang dihadapi dianggap sebagai latihan analisis tata bahasa. (6) Sering kali latihan-latihan yang diberikan kepada siswa berupa menerjemahkan kalimat-kalimat bahasa sasaran yang terpisah ke dalam bahasa ibu. (7) Pengajaran kurang memperhatikan pengembangan pelafalan kata. Prinsip pengajaran ini masih banyak diterapkan di kelas bahasa asing sampai sekarang. Sebelum diterapkannya KBK dan KTSP, banyak guru mengembangkan kegiatan pembelajaran bahasa Inggris yang mengikuti prinsip-prinsip di atas. Meskipun kurikulum yang kini diterapkan mengutamakan pemakaian bahasa sasaran dalam konteks komunikasi yang terjadi sehari-hari, baik di lingkungan kehidupan nyata maupun antisipasi lingkungan tempat kerja nanti, beberapa kegiatan pembelajaran yang merupakan ciri GTM masih sering dipraktikkan guru, khususnya butir 1-3 di atas. Banyaknya kritik dan kelemahan yang terdapat GTM, tidak membuat para guru meninggalkan metode ini. Salah satu penyebabnya adalah bahwa model pengajaran seperti ini lebih mudah diterapkan di kelas karena guru tidak dituntut untuk memiliki kompetensi bahasa sasaran yang tinggi, khususnya kompetensi berbahasa lisan. b. Direct Method (DM) DM adalah metode pengajaran bahasa asing yang pada awalnya dirumuskan sebagai reaksi atas kelemahan GTM yang mengabaikan pengembangan keterampilan berbahasa lisan. DM dirancang sebagai metode yang menerapkan prinsip pembelajaran bahasa asing sebagaimana yang dialami oleh anak ketika mereka belajar bahasa ibu mereka. Dalam konteks ini kegiatan pembelajaran dirahkan pada pengembangan kemampuan berkomunikasi lisan dengan cara melibatkan anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
dalam berbagai kegiatan berkomunikasi lisan. Karenanya metode ini juga disebut Naturalistic Method. Embrio metode ini berasal dari the Series Method yang dirumuskan Gouin yang menyatakan bahwa mengajarkan bahasa asing seharusnya dilakukan secara langsung mengajak pembelajar berkomunikasi. Guru tidak perlu menjelaskan tata bahasa yang dipakai tetapi mengajarkan bagaimana menggunakan bahasa dalam tindak komunikasi. Prinsip tersebut digambarkan Brown (2001: 20) sebagai berikut “...that taught the learner directly (without translation) and conceptually (without grammatical rules and explanation) (through ) a series of conncected sentences that are easy to perceive”, yaitu metode pengajaran bahasa yang mengajari pembelajar langsung tanpa melalui penerjemahan dan secara konseptual tanpa menjelaskan kaidah-kaidah bahasa melalui serangkaian ujaran yang mudah difahami. Praktik dan prosedur pembelajaran DM ini tidak banyak berbeda dengan metode Gouin. Brown (2001: 21) menggambarkan prinsip metode DM sebagai “...that second language learning should be more like the first language learning— lots of oral interaction, spontaneous use of the language, no translation between first and second langauge and little or no analysis of grammatial rules”, bahwa pembelajaran bahasa asing seharusnya dirancang seperti proses pembelajaran bahasa ibu yang menekankan pada pengembangan interaksi lisan, pemakaian bahasa secara langsung, tidak menggunakan terjemahan ke dalam bahasa ibu dan tidak atau sedikit melibatkan siswa dalam menganalisis kaidah bahasa. Beberapa ciri utama DM yang dirumuskan Richards and Rogers (dalam Brown 2001: 21) adalah sebagai berikut. (1)
Interaksi guru-siswa dilakukan semuanya dalam bahasa sasaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
(2)
Hanya kosa kata yang dipakai sehari-hari yang diajarkan.
(3)
Keterampilan berbahasa lisan dikembangkan dengan intensif dan seksama berbasis tanya-jawab antara guru dan siswa dalam kelas kecil yang intensif.
(4)
Grammar diajarkan secara induktif
(5)
Butir pengajaran baru diajarkan melalui pemberian contoh dan pelatihan.
(6)
Kosa kata yang konkrit diajarkan melalui demonstrasi, benda dan gambar; sedangkan kosakata abstrak diajarkan melalui asosiasi konsep.
(7)
Keterampilan wicara dan menyimak dikembangkan.
(8)
Pelafalan yang benar dan pemakaian grammar yang tepat ditekankan. Pada awalnya, metode ini sangat terkenal khususnya di kelas-kelas yang
dirancang untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi lisan pembelajar. Namun demikian karena sulit dan rumit penerapannya, sedikit sekali guru atau kelas yang menerapkan metode ini sebagai metode tunggal. Hambatan utama yang dihadapi adalah terbatasnya lingkup penerapannya serta terbatasnya guru yang memiliki kemampuan berbahasa sasaran yang tinggi untuk dapat menerapkannya dengan baik. Dalam konteks pengajaran bahasa Inggris di SMK, guru hampir tidak pernah menerapkan metode ini secara eksklusif atau sebagai metode tunggal. Hal ini mungkin karena rata-rata jumlah siswa setiap kelas di SMK mencapai 30-40 siswa. Selain itu langkanya guru yang memiliki kompetensi berbahasa Inggris yang memadai khususnya keterampilan berbahasa lisan yang dipakai sebagai modal untuk menerapkan metode ini. Berdasarkan rambu-rambu kurikulum bahasa Inggris yang lalu, guru jarang sekali menggunakan unsur kegiatan seperti di atas karena pengajaran lebih menekankan pada penguasaan bahasa tertulis. Berdasarkan KTSP, kompetensi berbahasa lisan termasuk ranah lingkup SKL untuk SMK. commitdalam to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Pencapaian SKL ini menuntut guru mampu mengadopsi beberapa unsur kegiatan seperti yang dirancang dalam DM sebagai teknik penyajian materi seperti pemakaian bahasa Inggris dalam menyajikan materi di kelas, penahapan dalam pengembangan keterampilan bahasa lisan, dan penyajian unsur tata bahasa secara induktif. Perubahan orientasi pembelajaran ini karena kurikulum yang diterapkan di SMK sekarang memberi perhatian yang cukup proporsional dalam pengembangan kemampuan siswa dalam unjuk kerja berkomunikasi lisan dalam bahasa Inggris. c. AudioLingual Method (ALM) ALM adalah metode mengajar bahasa asing yang menekankan pada pengembangan penguasaan bahasa lisan, seperti DM. Metode ini pertama kali dirancang untuk merespon tingginya kebutuhan masyarakat Amerika untuk mengirim personil dan tentara ke luar negeri setelah menang dalam Perang Dunia kedua. Sebagai salah satu negara pemenang, Amerika menerapkan politik luar negeri yang menuntut mereka untuk berkomunikasi langsung dengan bangsa-bangsa lain, baik sebagai koloni atau mitra dalam menghadapi lawan. Menyadari pemerlunya kemampuan berkomunikasi dengan orang asing secara lisan dan langsung, mereka mendirikan Army Specialized Teaching Program, yaitu semacam lembaga program pelatihan bahasa untuk para tentara dan personel yang akan ditugaskan ke luar negeri yang penduduknya tidak menggunakan bahasa Inggris dalam berkomunikasi. Lembaga ini menggunakan the Army Method, yaitu metode pengajaran bahasa bagi para tentara yang mengutamakan pengembangan keterampilan menggunakan bahasa lisan tanpa harus belajar kaidahnya secara eksplisit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Pada tahun 1950-an metode mengajar tersebut disempurnakan menjadi ALM. Metode ini didukung oleh teori linguistik struktural dan teori pembelajaran behaviorisme sehingga diterima sebagai metode alternatif yang sangat terkenal ke seluruh dunia. Menurut ALM, pembelajaran bahasa harus dirancang dengan menggunakan alur atau prosedur S Æ R Æ R. (Periksa pembahasan model behaviorist pada halaman 21-25). Beberapa prinsip pembelajaran metode ALM yang dirumuskan Prator dan Celce-Murcia (dalam Brown, 2001: 23) adalah sebagai berikut. (1)
Bahan ajar baru disajikan dalam bentuk dialog.
(2)
Penerapan tiga kegiatan yang saling terkait: menirukan, menghafalkan dan mengulang-ulang.
(3)
Bentuk bahasa disusun berdasarkan konsep contrastive analysis dan diajarkan bertahap.
(4)
Pola kalimat diajarjan dengan latihan yang berulang-ulang.
(5)
Penjelasan grammar dikurangi sebanyak mungkin. Pengajarannya melalui analogi induktif dan bukan penjelasan deduktif.
(6)
Pengajaran kosa kata dibatasi dan dilaksanakan dalam konteks.
(7)
Memaksimalkan pemakaian media rekaman, lab bahasa dan visual aids.
(8)
Mengutamakan pelatihan pelafalan.
(9)
Guru hanya diperkenankan menggunakan bahasa ibu sedikit saja.
(10) Respon siswa yang benar perlu segera diberi reinforcement. (11) Guru selalu berusaha agar siswa tidak membuat kesalahan berbahasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
(12) Ada kecenderungan mengutamakan bentukan bahasa dan mengesampingkan makna. Metode ini telah banyak diterima dan diterapkan di kelas-kelas bahasa asing di seluruh penjuru dunia. Dukungan media pembelajaran, khususnya laboratorium bahasa dengan kelengkapannya, telah banyak membantu guru mengajarkan bahasa asing dengan menggunakan rekaman ujaran penutur asli. Model pengajaran ini telah banyak menarik perhatian banyak lembaga dan institusi pengajaran bahasa asing karena dinilai sangat tepat dan efektif. Di Eropa berkembang metode pengajaran dengan prinsip yang mirip dengan ALM yang disebut Situational Language Teaching atau SLT. Metode ini mengandalkan pada penciptaan situasi komunikasi sebagai wahana untuk menciptakan situasi pembelajaran yang menyerupai situasi komunikasi yang sesungguhnya. Situasi ini sangat berguna sebagai media penyajian bahan ajar untuk memudahkan proses pembelajaran. Berdasarkan kurikulum yang pernah diterapkan di SMK, metode mengajar ini sangat jarang diterapkan oleh para guru. Selain tidak dicantumkannya dalam kurikulum, pada masa lalu kemampuan berbahasa Inggris lisan bukan merupakan tujuan utama pengajaran Inggris di SMK. Masa kini, ketika semua siswa dituntut untuk memiliki kompetensi berbahasa Inggris lisan semakin tinggi di samping kompetensi berbahasa tulis, masih sedikit sekali guru yang menerapkan metode ini. Saat ini, jumlah SMK yang mampu membeli atau membangun laboratorium bahasa semakin
banyak,
namun
laboratorium
tersebut
hanya
digunakan
untuk
mengembangkan keterampilan menyimak atau listening karena tuntutan dalam evaluasi belajar dan bukan sebagai media untuk menerapkan prosedur pembelajaran S Æ R Æ R.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
d. Total Physical Responses (TPR) TPR adalah metode pengajaran bahasa asing yang dirumuskan oleh James Asher (dalam Brown, 2001: 29-30; dan Richards dan Rogers, 2002: 73) berdasarkan pengamatannya terhadap proses pembelajaran bahasa ibu yang dilakukan anak. Dalam pengamatan Asher, pada tahap awal pembelajaran anak lebih banyak mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dengan belajar mendengarkan dan mengamati ujaran-ujaran orang di lingkungannya. Biasanya, ujaran yang ditujukan pada anak disertai oleh berbagai gerak atau benda-benda konkret yang ada disekitar anak untuk membantunya memahami ujaran tersebut. Menurut Asher, hadirnya unsur penyerta linguistik (extralinguistic components) tersebut membantu sel-sel otak kanan mengolah bahasa sehingga anak mudah memahami ujaran tersebut. Sebagaimana DM dan ALM, metode ini mengutamakan pengembangan keterampilan berbahasa lisan yang dimulai dengan tahapan pengembangan kemampuan pemahaman atau reseptif dan berkembang pada ranah pengembangan bahasa produktif. Pada tahapan awal pengembangan ranah reseptif, siswa hanya dituntut untuk mengungkapkan pemahaman mereka dalam bentuk gerak fisik sehingga metode ini disebut TPR. Gerakan aktivitas motorik yang dikontrol sel otak kanan ini diyakini mampu membantu mengaktifkan sel otak kiri untuk memproses bahasa (Brown, 2001:30). Setelah bahasa lisan berkembang dengan cukup, proses pemahaman bahasa tulis dalam bentuk keterampilan membaca dan menulis mulai dikembangkan berdasarkan apa yang telah dikuasai anak selama ini. Richards dan Rogers (2002) merumuskan prosedur pembelajaran menurut TPR sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
(1) “The teacher speaks the language, usually in the form of command. While speaking s/he uses body movement to help students understand the command … start(ing) from the simple one and moves to more and more difficult ones”. Artinya, guru menggunakan bahasa sasaran dalam berkomunikasi lisan, biasanya dalam bentuk kalimat perintah. Ketika berbicara guru menggunakan gerak tubuh untuk membantu siswa memahaminya. Kalimat yang dibuat mulai dari yang sederhana dan berkembang menjadi lebih rumit. (2) “Students are asked to do/perform the activity/ies as stated in the teacher’ utterances. The responds starts from mere physical activity, therefore called physical response, and develop into a more linguistic related forms”. Artinya, pada permulaan proses pembelajaran para pembelajar diminta untuk memperagakan kegiatan fisik berdasarkan ujaran guru. Respon yang diharapkan muncul dari siswa pertama kali berupa gerak tubuh secara fisik dan selanjutnya berkembang ke dalam respon berbentuk bahasa. Kegiatan berbahasa tersebut terus dikembangkan dengan melibatkan aktivitas yang berbasis linguistik. Pola interaksi di kelas yang semula hanya hanya berporos pada guru-siswa dikembangkan menjadi interaksi antar siswa. Dengan demikian kemampuan siswa berbahasa akan terus meningkat. Di lingkungan SMK, metode pengajaran ini jarang dipakai. Meskipun tingkat penguasaan bahasa Inggris siswa SMK belum tinggi, secara psikologis mereka bukan termasuk anak-anak yang senang bermain. Kondisi tersebut juga dikuatkan dengan faktor guru yang kurang berminat mengembangkan permainan model TPR. Dalam konteks yang sangat terbatas, ada beberapa guru yang menyuruh siswa melakukan gerak fisik sesuai dengan ujaran guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
e. Communicative Language Teaching (CLT) CLT adalah metode pengajaran yang dinilai sebagai perwujudan era atau fenomena baru dalam bidang pengajaran bahasa asing. Sebelum berkembanganya CLT, ada kecenderungan di kalangan para praktisi untuk menerapkan prinsip-prinsip satu metode pengajararan tertentu secara tertutup atau eksklusif. Dalam era CLT ini prinsip pengajaran yang diterapkan lebih bersifat terbuka (Brown, 2001: 43) dengan mengakomodasi berbagai prinsip pembelajaran yang dinilai menguntungkan dan efektif. Lebih spesifik lagi Brown (2007: 18) menyebut CLT sebagai “an eclectic blend of the contributions of previous methods into the best of what a teacher can provide in authentic uses of the second language in the classroom”. Karenanya CLT tidak lagi dianggap sebagai sebuah metode pengajaran melainkan sebagai suatu pendekatan atau approach. CLT pertama kali dirumuskan sebagi jawaban permasalahan kebutuhan untuk mengembangkan kompetensi untuk berkomunikasi langsung dengan orang asing tanpa harus memerlukan waktu lama belajar (Richards dan Rogers, 2002: 153154). Dari satu sisi, metode ini dinilai sebagai perumusan kembali metode SLT yang mengutamakan pengembangan berkomunikasi lisan berdasarkan atas konteks yang dihadapi melalui serangkaian latihan pemakaian pola-pola kalimat dasar dalam kegiatan yang bermakna berbasis pada situasi dan konteks yang dihadapi. Persamaannya dengan CLT dapat dilihat pada tujuan pembelajaran yaitu agar pembelajar mampu berbahasa dengan tepat berdasarkan konteks yang dihadapi. Perbedaannya terletak pada proses pembelajaran. Jika SLT bertumpu pada pelatihan pola-pola kalimat yang biasanya dipakai dalam konteks yang dipelajari, CLT lebih mengutamakan kualitas kegiatan interaksi berbahasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Awal pengembangan metode ini adalah tersusunnya Notional Funtional Syllabus oleh pakar dari Council of Europe, sebuah badan kerjasama regional organisasi negara-negara di benua Eropa yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Silabus ini mengutamakan penguasaan nosi dan fungsi bahasa sebagai materi yang perlu dicakup dalam rencana pembelajaran bahasa asing. Kedua cakupan sibalus ini sesuai dengan konsep Dell Hymes tentang communicative competence (CC), yakni apa yang seharusnya dimiliki seseorang untuk dapat berkomunikasi. Rancangan silabus ini telah memberi jalan penerapan teori CC (Hymes, 1972) dalam proses pembelajaran. Dalam teori ini Hymes berargumentasi bahwa pengetahuan kebahasaan yang dikuasai pembelajar tidak akan berarti jika mereka tidak mampu menggunakannya dalam tindak komunikatif berdasarkan atas kondisi yang ada. Dengan mengembangkan kedua unsur tersebut; fungsi dan nosi bahasa pembelajar dinilai akan mampu menggunakan apa yang mereka pelajari di kelas ke dalam tindak komunikasi yang sesungguhnya. Karena prinsip pembelajaran yang dikembangkan CLT bersifat terbuka para praktisi cenderung memodifikasi langkah pembelajaran berdasarkan atas persepsi serta konteks pembelajaran yang dihadapinya. Hasilnya banyaknya tumbuh variasi metode pengajaran yang dapat dikelompokkan ke dalam CLT. Richards dan Rogers (2002: 155) dan Brown (2001:43) merumuskan ciri-ciri pembelajaran yang dikembangkan dalam CLT ini sebagai berikut. (1) Menjadikan kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa. Teori CC ini kemudian dikembangkan lebih lanjut antara lain oleh Canale dan Swain (1980) yang menguraikannya ke dalam empat komponen yaitu grammatical competence meliputi penguasaan pengetahuan tentang kebahasaan seperti penguasaan kosa kata, grammar, dsb., sociolinguistic competence meliputi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
pengetahuan kapan bentukan-bentukan lingual tertentu digunakan dalam berkomunikasi, discourse competence yaitu kompetensi mengembangkan wacana
dalam
berinteraksi
seperti
bagaimana
memulai,
menjaga
keberlangsungan, dan mengakhiri interaksi, dan strategic competence yaitu kompetensi untuk dapat mencari jalan keluar atau berkompensasi jika ada masalah dalam berkomunikasi. (2) Mengembangkan prosedur pengajaran keempat keterampilan berbahasa yang menciptakan ketergantungan antara bahasa dan komunikasi. Pada kenyataannya, setiap pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari selalu melibatkan lebih dari satu keterampilan berbahasa. Fenomena tersebut diakomodasi ke dalam proses pembelajaran dengan menuangkannya ke dalam rancangan pembelajaran dan bahan ajar; peran guru dan perilaku pembelajar demi berkembangnya kompetensi berbahasa mereka. (3) Kegiatan pembelajaran menurut CLT harus lebih memihak pada kepentingan pembelajaran siswa dari pada kepentingan guru dalam mengajar. CLT mengupayakan berfungsi aktifnya pembelajar dalam proses pembelajaran melalui berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan kompetensi komunikatif. Semakin banyak kesempatan itu diberikan kepada siswa semakin tinggi kemungkinan peningkatan kompetensi mereka. (4) Untuk
mendorong
pengembangan
kompetensi
komunikatif,
kegiatan
pembelajaran yang berpihak pada pengembangan keterampilan berbahasa siswa dibangun berdasarkan atas tiga axioma berikut. (a) Kegiatan yang melibatkan komunikasi yang sesungguhnya mendorong pembelajaran;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
(b) Kegiatan yang menggunakan bahasa untuk melakukan kegiatan yang bermakna meningkatkan pembelajaran; dan (c) Bahasa yang bermakna bagi pembelajar mendukung proses pembelajaran. Berdasarkan axioma tersebut kegiatan pembelajaran dapat disusun dengan lebih terfokus pada pengembangan CC. Rambu-rambu
pembelajaran
menurut
CLT
dirumuskan
untuk
mengembangkan berbagai kegiatan yang mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Mengingat luasnya lingkup prinsip yang dianut, berkembang kecenderungan di kalangan praktisi untuk tidak mengadopsi semua prinsip tersebut, melainkan memilih prinsip mana yang dapat diterapkan yang sesuai dengan kondisi yang ada untuk dapat mengembangkan CC para pembelajar. Di lain pihak. para praktisi merasa bebas memodifikasi prinsip pengajaran yang ada dengan apa yang mereka nilai tepat diterapkan dalam lingkungan mereka. Prinsip ini banyak diterapkan di kelas-kelas bahasa, tidak terkecuali di lingkungan pendidikan formal di Indonesia. Berdasarkan kajian kurikulum bahasa Inggris untuk SMK tahun 1999, 2004 dan 2006, dapat diketahui bahwa rambu-rambu pembelajaran bahasa Inggris yang dikembangkan mengacu pada penerapan prinsip pembelajaran menurut CLT. Secara eksplisit kurikulum bahasa Inggris untuk SMK tahun 1999 dengan tegas menyebutkan rambu-rambu pengajaran yang perlu diterapkan mengacu pada prinsip-prinsip CLT seperti yang dirumuskan Richards & Rogers dan Brown di atas. Meskipun kurikulum 2006—KTSP— tidak secara eksplisit menyebutkan metode pengajaran yang harus digunakan, arah dan model pembelajaran yang diterapkan mengacu pada apa yang dikembangkan dalam kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 2004 dan 1999. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa penerapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
KTSP lebih menegaskan akan pengembangan dan pemakaian bahasa sasaran dalam berinteraksi di kelas dalam kegiatan yang bermakna bagi siswa. Artinya, ciri-ciri pembelajaran
yang
dikembangkan
menurut
CLT
juga
diterapkan
dalam
pembelajaran bahasa Inggris di SMK. f. Compentency Based Language Teaching (CBLT) CBLT adalah suatu metode pengajaran bahasa asing yang dikembangkan berdasarkan prinsip the Competency Based Education (CBE) (Richards dan Rogers, 2002: 141), yaitu suatu metode pengajaran yang mengutamakan pengembangan seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil proses pembelajaran. Asumsi dasar penyusunan metode ini adalah bahwa pembelajaran yang efektif dapat diciptakan dengan menyempurnakan silabus, bahan ajar dan kegiatan pembelajaran serta memodifikasi peran pembelajar dan guru. Dalam pengajaran bahasa, yang dimaksudkan dengan learning goal menurut CBLT adalah “...precise measurable descriptions of the knowledge, skills, and behaviors students should possess at the end of a course of study” (Richards dan Rogers, 2002:141). Artinya adalah bahwa tujuan pembelajaran adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang seharusnya dimiliki pembelajar secara tepat dan terukur pada akhir suatu masa pembelajaran. CBLT
khusus
dirancang
sebagai
suatu
metode
pengajaran
yang
mengutamakan pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa tertentu yang dinilai perlu dikuasai siswa agar mereka mampu untuk mandiri berfungsi di masyarakat. Lebih khusus Grognet dan Crandall (dalam Richards dan Rogers, 2002: 142) mendefinisikan CBLT sebagai “ a performance outline of language tasks that lead to a demonstrated mastery of language associated with specific skills that are
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
necessary for individuals to function proficiently in the society in which they live”, yaitu suatu kerangka unjuk kerja tugas berbahasa yang dapat menunjukkan penguasaan bahasa yang terkait dengan keterampilan khusus yang penting bagi pembelajar agar dapat berfugsi dengan baik di masyarakat. Dalam definisi ini kompetensi berbahasa dirumuskan secara khusus menyangkut peran khusus apa yang akan atau dapat mereka lakukan nanti dalam kehidupan sesungguhnya di masyarakat. Dari gambaran di atas, diyakini bahwa CBLT sangat tepat diterapkan pada situasi kelas bahasa asing yang siswanya ditutut untuk mempunyai kompetensi dan peran khusus di lingkungan tertentu. Dari deskripsi peran yang nantinya diharapkan siswa mampu melakukannya, aspek dan keterampilan berbahasa yang benar-benar sesuai untuk melaksanakan peran tersebut dapat dirancang sebelumnya dengan akurat. Selanjutnya bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan tersebut, baik yang menyangkut kaidah bahasa, kosa kata serta aspek bahasa tertentu seperti jenis text tertentu dapat disiapkan sebagai bahan pembelajaran. Bahan-bahan tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk tasks atau tugas komunikatif. Jika siswa mampu melaksanakan tugas-tugas tersebut mereka dinilai berhasil mengembangkan aspek kebahasaan khusus yang dituangkan dalam unit bahan ajar tersebut. Hal ini juga perlu didukung oleh sistem assessment yang mengutamakan pengembangan kompetensi
tertentu
yang
disebut
criterion-based
assessment
procedures.
Sistimatika ini yang dituangkan ke dalam kurikulum pembelajaran (Docking dalam Richards dan Rogers, 2002: 144). Auerback (dalam Richards dan Rogers, 2002:145-146) dan Richards (2006: 13) merumuskan delapan fitur CBLT sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
(1) Mengutamakan keberhasilan anak didik untuk dapat berfungsi di masyarakatnya dengan berhasil. Tujuan utama penyusunan CBLT adalah sebagai sarana untuk menyiapkan anak didik atau pembelajar agar mereka memiliki seperangkat kompetensi yang dibutuhkan di masyarakat sehingga mereka mampu dan berhasil bermasyarakat secara aktif dan produktif. Dengan demikian anak akan menjadi pribadi yang mandiri karena mampu mengatasi permasalahan dan memenuhi tuntutan di dunia mereka. (2) Mengutamakan pengembangan kecakapan hidup, khususnya melalui bahasa. Prinsip pengajaran melalui CBLT menitik beratkan pada pengembangan kompetensi berbahasa yang diperlukan untuk mampu bermasyarakat dengan efektif. Kompetensi berbahasa ini terkait dengan tugas-tugas konkrit dalam menjawab berbagai permasalahan dalam kehidupan mereka nantinya. (3) Kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk melalukan tugas unjuk kerja. Dalam CBLT, kegiatan pembelajaran disusun dalam bentuk tugas unjuk kerja berkomunikasi.
Dengan
melakukan
tugas
tersebut
pembelajar
belajar
mengembangkan kompetensi sasaran yang direncanakan sebagai jalan untuk mencapai tujuan pengajaran secara keseluruhan. Dalam CBLT kegiatan pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan yang bersifat perilaku dan bukan sekedar pengetahuan. (4) Pengajaran berdasarkan bahan ajar yang disusun berbentuk modul. Dalam bentuk ini tiap unit dan sub unit bahan ajar dirancang sebagai suatu kesatuan yang dapat diselesaikan oleh anak sebagai prasarat untuk mengerjakan bahan berikutnya. Format ini dinilai memudahkan siswa mempelajari tiap tugas dan memudahkan guru memonitor perkembangan siswa berdasarkan sub-kompetisi yang telah dikembangkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
(5) Hasil pembelajaran dibuat nyata dan dapat dibandingkan dengan tujuan yang direncanakan semula. Hasil pembelajaran dinilai sebagai kemampuan yang dapat diamati atau transparan bagi publik, pembelajar dan guru. Karena tujuan itu dapat diamati, siswa harus menyadari apa yang diharapkan dapat mereka kuasai. (6) Penilaian proses pembelajaran dilakukan terus menerus. Setiap saat guru perlu mengamati dan mengidentifikasi tingkat penguasaan atau kemajuan belajar siswa. Ini dilakukan berdasarkan unit tugas yang diselesaikannya yang mencerminkan kompetensi khusus yang telah dikuasainya. Penilaian biasanya menggunakan tes objectif dan kuantitatif. (7) Mengutamakan agar tujuan pembelajaran diungkapkan dalam bentuk unjuk kerja atau performance. Prinsip ini sesuai dengan prinsip-prinsip yang lain yang menuntut agar hasil pembelajaran dirumuskan dalam bentuk unjuk kerja yang sesuai dengan tuntutan kehidupan mereka nanti. (8) Pengajaran yang bersifat individual dan berpihak pada kepentingan siswa. Sesuai dengan karakteristik bahan dan hakikat pembelajaran, pengajaran hendaknya dirancang lebih bersifat individu sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa. Kemajuan siswa sangat ditentukan oleh kemampuan diri sendiri yang dapat diamati melalui komptensi apa saja yang telah mereka kuasai berdasarkan bahan modul yang disusun. Berdasarkan prinsip-prinsip di atas dapat difahami bahwa orientasi CBLT dalam pengajaran bahasa Inggris mengutamakan perkembangan kompetensi komunikatif serta berpihak pada kepentingan pembelajar atau learner-centered sebagaimana yang dirancang CLT. Perbedaan antara CBLT dengan CLT adalah bahwa kompetensi yang dikembangkan dalam CBLT lebih khusus dan sangat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
memperhatikan kebutuhan komunikatif pembelajar nantinya ketika mereka harus terjun ke masyarakat. Perbedaan yang lain adalah CBLT secara eksplisit menyebutkan format bahan ajar yang berbentuk modul sehingga memudahkan proses pembelajaran dan assessment. Berdasarkan deskripsi teoritis di atas, CBLT sangat tepat diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris di SMK. Penilaian ini didasarkan atas persamaan sistim pembelajaran di SMK dengan hakikat pembelajaran menurut CBLT. Kenyataan menunjukkan bahwa para guru bahasa Inggris di SMK merasa lebih mengenal istilah pendekatan komunikatif dari pada CBLT. Meskipun demikian, beberapa prinsip yang dikembangkan CBLT sebenarnya telah diterapkan dalam sistim diklat di SMK yang mengutamakan tercapainya kompetensi tertentu dalam proses pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dan kualitas diklat para siswa diharuskan menempuh uji kompetensi untuk tiap mata diklat yang ditempuh di SMK. Pada tataran praktik kelas, guru cenderung menggunakan istilah tahapan pembelajaran bukannya metode pengajaran. Model yang lazim diterapkan adalah pre- while- dan post-teaching activities. Model pembelajan ini dapat dikenali dari model pembelajaran yang disebut Presentation Practice and Production (PPP) (Richards dan Rogers; 2002: 47; Spratt, et al. 2005: 61-62; Tomlinson, 1990: 30; Tomlinson dan Masuhara, 2008: 176). Model pembelajaran ini menekankan pada kegiatan pembelajaran yang disusun dalam ketiga prosedur atau tahapan tersebut.
4. Buku Teks Proses pendidikan yang dikembangkan dalam Kurikulum SMK 2004 mengikuti model input-output yang terdiri dari tiga komponen: input, proses, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
output (Diknas, 2004). Hubungan ketiga komponen tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut. Input Lulusan SMP
Proses Proses Pembelajaran
Output Lulusan yang kompeten
Bagan 2.1 Proses Pendidikan Bagan di atas menunjukkan bahwa proses diklat bermula dari seleksi lulusan SMP dan yang sederajat yang mengikuti rangkaian proses diklat di SMK dengan tuntas. Proses pendidikan berakhir ketika mereka menjadi lulusan yang kompeten. Model tersebut dinilai terlalu sederhana karena tidak mencantumkan komponen proses atau variabel proses yang perannya sangat penting. Karenanya, model tersebut dinilai kurang mencerminkan hakikat rumitnya proses yang terjadi, termasuk berbagai komponen yang mempengaruhi tingkat pencapaian hasil akhir proses pendidikan. Dunkin dan Biddle menawarkan model analisis proses pengajaran yang memperhitungkan variabel yang lebih lengkap. Model ini terdiri dari empat kelompok komponen atau variabel; yaitu presage, context, process dan output variables. Model ini dapat disajikan dalam Bagan 2.2. Menurut Dunkin dan Biddle kualitas hasil pembelajaran atau product variables yang diinginkan sangat tergantung pada kualitas variabel proses yang berbentuk interaksi guru-siswa dan siswa-siswa di kelas. Variabel proses ini terbentuk dari interaksi kelompok variabel presage dan variabel konteks. Termasuk dalam variabel terakhir adalah buku teks atau textbook. Mengingat pentingnya peran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
variabel proses dalam menentukan kualitas produk yang, guru perlu memperhatikan semua komponen atau variabel yang berkontribusi terhadap kualitas variabel proses.
(Dunkin dan Biddle dalam Chaudron, 1990: 3) Bagan 2.2. Analisis Komponen Pengajaran Menurut Dunkin dan Biddle Tiap variabel dalam bagan di atas digambarkan saling terkait, melengkapi dan bersama-sama berkontribusi dalam mengembangkan kualitas variabel proses. Setiap variabel yang terkait, baik itu yang bersumber dari faktor guru, siswa atau konteks memainkan peran masing-masing dalam membentuk kualitas variabel proses. Dengan sifat hubungan tersebut, kelemahan suatu variabel akan mempengaruhi keseluruhan proses, dan keunggulan satu atau beberapa variabel akan dapat menutup sebagian kekurangan variabel yang lain. Mengingat topik penenelitian ini berkenaan dengan penyusunan buku teks, komponen buku teks memperoleh perhatian utama dalam pembahasan upaya peningkatan efektifitas proses pembelajaran tanpa mengabaikan pentingnya peran variabel lainnya. Gambaran kondisi yang diharapkan adalah bahwa proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
pembelajaran bahasa Inggris akan berjalan dengan lebih efektif jika semua variabel yang terkait berkontribusi terhadap pengembangan variabel proses. Dalam kondisi tersebut tersedianya buku teks yang disusun dengan memenuhi rambu-rambu dan kriteria buku teks yang baik akan memberikan sumbangan yang berarti bagi kualitas variabel proses yang dikembangkan. a. Pengertian Buku Teks Bagan 2.2 di atas menunjukkan peran buku teks sebagai salah satu komponen dalam variabel konteks dalam proses pembelajaran. Pembahasan buku teks bersinggungan dengan beberapa istilah lain seperti bahan ajar, part of language, language input, materials, dan instructional materials (Depdiknas, 2004; Dick, Carey dan Carey, 2005: 7; Nasution, 2005; dan BSNP, 2006). Dick, Carey dan Carey (2005, 241) menggunakan istilah instructional material yang pada hakikatnya berisi bahan yang dipakai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Mereka menyatakan “The instructional materials contain the content—either written, mediated, or facilitated by an instructor—that students will use to achieve the objective”. Artinya bahwa bahan ajar berisi substansi yang perlu dipelajari oleh siswa baik berbentuk cetak atau yang difasilitasi oleh pengajar untuk mencapai tujuan tertentu. Kutipan tersebut membahas ihwal hakikat, dan hubungan bahan ajar dengan kurikulum, ruang lingkup serta perannya. Dalam konteks pembahasan kurikulum pengajaran bahasa, David Wilkin menggunakan istilah part of language yang makna harfiahnya adalah bagian bahasa. Konsepnya tentang bahan ajar adalah “…parts of language are taught separately … acquisition is a process of gradual accumulation of parts untill the whole structure of language has been built…” (Wilkin, 1976: 2). Dalam kutipan di atas, Wilkin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
menyebutkan istilah bagian-bagian dari struktur bahasa yang terdiri dari unsur fonem, morfem, sintaksis, serta unsur makna yang dapat dipelajari secara bertahap. Sejalan dengan Wilkin, dalam konteks pembelajaran bahasa ibu Chomsky (dalam Larsen–Freeman dan Long, 1991: 115) menggunakan istilah linguistic input yang didefinisikan sebagai “ the linguistic input for first language acquisition—that is, language addressed to children …”, yaitu . suatu bentuk atau variasi bahasa yang sengaja dikomunikasikan atau digunakan untuk berkomunikasi dengan anak. Bahan ini berupa suatu variasi bahasa tertentu dengan berbagai fitur kebahasaan (language features) yang sengaja dipilih sesuai dengan kondisi anak. Dengan demikian istilah linguistic input menurut Chomsky merujuk pada lingkup bahan ajar dalam pembelajaran bahasa yang tersedia atau sengaja disediakan untuk anak agar mereka menguasai bahasa ibunya. Dalam konteks TEFL, Tomlinson (2003: 2) menggunakan istilah languagelearning materials sebagai berikut ...people associate the term ‘language-learning materials’ with the coursebooks... . However, ... the term is used to refer to anything which is used by teachers or learners to facilitate the learning of a language. ... In other words they can be anything which is deliberately used to increase the learners’ knowledge and/or experience of the language. Meskipun bahan ajar biasanya berbentuk buku teks, Tomlinson menyebutkan bahan ajar kebahasaan sebagai bahan apapun yang digunakan guru maupun siswa untuk mendukung proses pembelajaran bahasa atau yang dapat dengan sengaja dimanfaatkan untuk meningkatkan pengetahuan atau pengalaman berbahasa. Tiga kutipan terakhir membahas bahan ajar dalam proses pembelajaran bahasa dengan penekanan yang berbeda. Jika Wilkin melihat bahan ajar sebagai bagian struktur bahasa yang dapat dipelajari secara bertahap dan terpisah, Chomsky
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
memandangnya sebagai kebulatan suatu variasi bahasa tertentu dengan fitur yang sesuai dengan kondisi anak–pembelajar. Tomlinson melihat hakikat bahan ajar dari fungsinya sebagai alat pendukung proses pembelajaran bahasa serta bentuk bahan ajar yang sering digunakan adalah buku teks. Dokumen penataran guru dalam rangka diseminasi dan penerapan kurikulum bahasa Inggris 2004 menyebutkan istilah buku teks sebagai “seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar” (Depdiknas, 2004). Adapun kelengkapan buku teks yang dikembangkan menurut kurikulum 2004 mencakup (1) petunjuk belajar, (2) kompetensi yang akan dicapai, (3) informasi pendukung, (4) latihan-latihan, (5) petunjuk kerja, dan (6) evaluasi. Format buku teks ini dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan guru mengembangkan proses pembelajaran di kelas sehingga siswa dapat mengembangkan kompetensi yang dituju. Berdasarkan kajian di atas, istilah buku teks yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu bentuk kumpulan bahan ajar tertulis pilihan yang sengaja disusun untuk mendukung pencapaian tujuan program pembelajaran bahasa Inggris di SMK sehingga pengalaman belajar yang dilakukan oleh siswa efektif dalam mengembangkan kompetensi sasaran. Unsur yang tercakup dalam buku teks ini meliputi fungsi bahasa, lexicogrammar, jenis teks (genre), dan topik yang berkaitan dengan kompetensi yang akan dikembangkan dalam tiap unit. b. Peran Buku Teks Salah satu komponen pendukung proses pembelajaran dalam bagan 2.2 adalah buku teks yang berperan sebagai salah satu pendukung pengembangan kualitas variabel proses yang hakikatnya adalah interaksi guru siswa di kelas. Dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
proses tersebut buku teks berfungsi sebagai dasar pengembangan kegiatan pembelajaran atau pengalaman belajar (Tomlinson, 2008: 5). Dengan adanya buku teks yang memadai proses pembelajaran dapat dikembangkan terarah pada pencapaian tujuan pembelajaran. Argumentasi tersebut selaras dengan pendapat Richards (2000; 129-130) bahwa “For teachers and learners, the textbook provides a map that lays out the general content of lessons and a sense of structure that gives coherence to both individual lessons as well as an entire course”. Artinya bahwa bagi guru dan siswa, buku teks menyediakan peta yang memberi gambaran tentang isi pelajaran secara umum serta pola pembelajaran yang menyelaraskan kegiatan tiap pelajaran dengan keseluruhan proses pembelajaran. Dengan demikian keberadaan buku teks yang baik akan sangat wewarnai pengembangan proses pembelajaran yang efektif. Dengan menggunakan istilah coursebook, Cunningsworth (1995: 25) menyatakan bahwa fungsi bahan tersebut adalah “ as a resource in achieving aims and objectives that have already been set in terms of learners’ needs”, yaitu sebagai sumber dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirancang untuk keperluan para pembelajar. Senada dengan Richards dan Cunningsworth, Tomlinson (2008: 4) menekankan pentingnya buku teks yang disebutnya sebagai materials sebagai “…that materials for learners at all levels (must) provide exposure to authentic use of English through spoken and written texts with the potential to engage learners cognitively and affectively” bahwa bahan ajar menyediakan pemajanan pemakaian bahasa Inggris yang autentik melalui teks lisan dan tertulis yang dapat dipakai untuk melibatkan pembelajar secara kognitif dan afektif. Argumentasi ini ditekankan Tomlinson karena kegiatan tersebut yang dapat membantu pembelajar menguasai bahasa sasaran dengan efektif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
Brown (2001: 136). menyebutkan fungsi utama buku teks, yang disebut materials, sebagai pendukung pengembangan kegiatan dalam proses pembelajaran. Dikatakan “...much of the richness of language instruction is derived from supporting materials” yang artinya kebanyakan pengajaran bahasa yang kaya dikembangkan dari bahan ajar pendukung. Ada kalanya guru mampu mengajar dengan teknik tertentu tanpa buku teks. Namun, dengan dukungan buku teks yang memadai guru akan mampu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang lebih baik sehingga pengalaman itu dapat berfungsi lebih efektif. Pentingnya buku teks dalam proses pengajaran bahasa juga disampaikan Jack Richards (2002: 251) sebagai “Teaching materials are a key component in most language program. ... instructional materials generally serve as the basis for much of the language input learners receive and language practice that occurs in the classroom”. Kutipan tersebut menyatakan bahwa buku teks (bahan ajar) merupakan fungsi utama dalam proses pembelajaran bahasa. Bahan ajar biasanya berfungsi sebagai sumber language input yang dipelajari siswa di kelas. Dengan bahan ajar yang tersedia, siswa dapat melakukan serangkaian latihan berbahasa di kelas, baik secara mandiri, berpasangan atau berkelompok. Diharapkan dengan masukan yang cukup dan terstruktur, serta tersedianya bahan ajar upaya pengembangan kompetensi pembelajar melalui proses pembelajaran akan berjalan dengan lebih efektif. Lebih lanjut Richards dan Rogers (2002: 30) juga menyatakan pentingnya peran bahan ajar dalam proses pembelajaran bahasa sebagai: The role of instructional materials within a method or instructional system will reflect decisions concerning the primary goals of materials (e.g. to present content, to practice content, to facilitate communication between learners, or to enable learners to practice contents without help of teachers).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
Artinya bahwa peran bahan ajar adalah sebagai wahana untuk menyajikan isi atau unsur-unsur bahasa yang dipelajari serta wahana untuk mengembangkan aktifitas pembelajaran bahasa di kelas. Selain berfungsi sebagai sumber kegiatan pembelajaran, bahan ajar juga menginformasikan hakikat utama tujuan atau fokus bahan ajar itu disusun seperti memberi kesempatan pembelajar untuk berlatih dan mempraktikkan unsur-unsur tersebut dalam bentuk komunikasi baik dalam kegiatan yang terbimbing (oleh guru) maupun dengan teman sekelas. Bagi guru yang pengalaman mengajarnya belum banyak, buku teks memberi tuntunan yang sangat berguna. Richards (2000: 130) mengatakan “Another view of the value of textbooks is that textbooks and teachers’ manuals can help inexperienced teachers develop skills in teaching… and also serve as teacher training manuals for inexperienced teachers”. Dengan adanya buku teks yang baik, guru yang belum berpengalaman dapat mengembangkan keterampilan mengajarnya serta dapat berfungsi sebagai pedoman dalam meningkatkan dirinya. Senada dengan Richards, Tomlinson (2008: 4) menyatakan bahwa satu di antara beberapa peran buku teks adalah sebagai kurikulum tersembunyi yang memberi arah proses pembelajaran. Tidak semua buku teks memberi mendukung proses pembelajaran. Richards (2000: 125-140) menunjukkan bahwa buku teks dapat membantu atau menganggu proses pembelajaran. Contoh yang diberikan Tomlinson (2008: 3) adalah bahwa buku teks yang isinya tidak sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran dapat menyebabkan gagalnya pembelajaran. Buku teks yang baik dapat diidentifikasi dari beberapa fitur yang dikandung (Richards, 1999: 15; Tomlinson, 2003: 7-22). Dua di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
antara delapan ciri buku teks yang baik yang dirumuskan Tomlinson adalah bahwa buku teks seharusnya: (1) “...provide the learners with opportunities to use the target language to achieve communicative purposes”, yaitu memberi kesempatan pembelajar untuk belajar menggunakan bahasa sasaran untuk mencapai tujuan komunikasi. (2) “...maximize learning potentials and provide opportunities for outcome feedback”, yaitu memaksimalkan potensi pembelajaran serta memberi kesempatan pada pembelajar untuk memperoleh masukan atas pengalaman belajarnya. Inti dari kedua ciri di atas adalah bahwa tanpa latihan berkomunikasi yang cukup pembelajar akan menghadapi kesulitan jika dihadapkan pada situasi ketika dia harus berkomunikasi dalam konteks pemakaian bahasa yang sesungguhnya. Dalam latihan tersebut, pembelajar perlu memperoleh masukan mana di antara bentuk yang mereka buat efektif dan mana yang tidak efektif. Dengan pengalaman tersebut pembelajar akan memperoleh pengalaman yang sesuai dengan kenyataan dalam berbahasa. Relatif pentingnya bahan ajar terletak pada konteks pembelajaran. Dalam konteks pengembangan kompetensi wicara atau oracy dalam pembelajaran bahasa ibu misalnya, bahan ajar yang terstruktur mungkin tidak atau kurang diperlukan, sedangkan pada pengembangan keterampilan bahasa tulis atau literacy tersedianya bahan ajar dengan kualitas yang memadai sangat mutlak diperlukan. Model pengajaran dan atau metode pengajaran yang dikembangkan juga menentukan. Pengajaran yang menggunakan model pembelajaran berdasarkan tugas atau “taskbased learning-teaching” (Nunan, 2006) mutlak memerlukan bahan ajar yang dirancang secara teliti, namun berbeda kondisinya dalam pengajaran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
menerapkan metode direct method yang dapat memaksimalkan lingkungan yang ada di sekitar proses pembelajaran. Dengan demikian meskipun peran bahan ajar dalam konteks
pembelajaran
bahasa
sangat
penting,
keragaman
konteks
pembelajaran yang terbentuk menentukan keragaman tuntutan atau ketergantungan terhadap bahan ajar yang ada. Lingkup, fungsi serta karakteristik bahan ajar di atas merupakan rambu-rambu untuk merancang dan mengembangkan bahan ajar yang baik demi pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan. Selain tersedianya bahan ajar yang baik pencapaian tujuan tersebut perlu didukung dengan pemilihan metodologi yang tepat. Hal ini ditegaskan Clark (dalam Nunan, 1994:15) “certain ends have to be reached through specification of content and methodology”, bahwa beberapa tujuan pembelajaran tertentu harus, atau hanya dapat, dicapai melalui pemilihan bahan ajar dan metode pengajaran. Senada dengan ini, Richards dan Rogers menempatkan peran bahan ajar yang disebut dengan text book berada dalam dalam payung procedure (Richards dan Rogers, 2002: 33) sehingga pembahasannya seharusnya dikaitkan dengan kurikulum. Jika dianalisis secara lebih jauh, pernyataan Clark (dalam Nunan, 1994), Richards dan Rogers (2002), dan Richards (2002) melengkapi apa yang diperlukan dalam upaya menciptakan situasi interaksi antara guru, pembelajar serta buku teks. Tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum hanya dapat dicapai melalui serangkaian pengalaman belajar yang dilakukan oleh pembelajar. Jika tujuan tersebut berbentuk seperangkat kompetensi, pengalaman belajar yang perlu dilakukan adalah semua kegiatan yang dilakukan pembelajar, baik dengan atau tanpa pendampingan guru, untuk mengembangkan kompetensi tersebut tergantung kondisi pembelajaran yang ada. Perbedaan ini berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan buku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
teks. Sebagai contoh, konteks pembelajaran bahasa terstruktur atau instructed language learning context mutlak memerlukan buku teks yang baik, sedangkan konteks pembelajaran bahasa alamiah atau naturally occuring language acquisition relatif tidak tergantung pada ketersediaan buku teks. Konteks pengembangan membaca mutlak memerlukan buku teks yang tersusun sistimatis, sedangkan pengembangan keterampilan wicara tidak. Demikian juga proses pembelajaran yang terstruktur; bukan proses pemerolehan bahasa secara alamiah, perlu dirancang dan dikembangkan agar kegiatan yang dikembangkan lebih efektif mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dalam proses tersebut pemilihan dan penyusunan buku teks yang baik akan mendukung pengembangan pengalaman belajar yang berkontribusi terhadap tingkat pencapaian tujuan yang ingin dicapai. c. Penyusunan Buku Teks Pembahasan buku teks di sub-bagian II A.3 menunjukkan bahwa buku teks berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum melalui serangkaian pengalaman belajar yang dilakukan siswa. Hubungan antara buku teks dan kurikulum dapat ditunjukkan melalui hakikat bahan ajar yang merupakan isi buku teks. Hamalik menilai bahan ajar yang menjadi isi substansi buku teks sebagai bagian integral dan merupakan inti kurikulum (2003:132). Pernyataan ini juga dikuatkan oleh Nunan (1994: 14) yang menegaskan bahwa bahan ajar atau materials dianggap sebagai inti kurikulum atau “the what of the curriculum”. Dengan demikian penyusunan buku teks berkaitan erat dengan atau harus merujuk pada kurikulum karena buku teks harus mencerminkan isi kurikulum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
Pada praktiknya, penyusunan buku teks tidak dapat diturunkan atau dipilih langsung dari kurikulum. Hal ini karena hakikat kurikulum adalah ungkapan atau rencana yang umum dan abstrak. Gambaran ini dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut. Dubin dan Olshtain (1992: 3, 40) menyebutkan fungsi kurikulum sebagai “ the broadest contexts in which planning for language instruction takes place, either in the national level or for a community’s school”. Pernyataan ini menjelaskan bahwa hakikat kurikulum adalah suatu perencanaan pengajaran bahasa baik dalam skala nasional atau masyarakat yang cakupannya sangat luas. Perencanaan ini juga merupakan pernyataan politis umum yang masih abstrak tentang tujuan pendidikan yang akan dicapai. Senada dengan Dubin dan Olshtain, K. Johnson (1990: xi, 1) menyebutkan pemakaian istilah curriculum yang biasa digunakan di negara Inggris secara garis besar merujuk pada “all the relevant decision making processes of all the participants...the factors which contribute to the teaching and learning situation”. Dua kutipan di atas menunjukkan bahwa kurikulum merupakan suatu keputusan atau rancangan pengajaran yang cakupannya luas meliputi semua faktor yang mempengaruhi atau mendukung proses pengajaran. Cakupan kurikulum meliputi semua hal yang seharusnya diajarkan dalam suatu kurun waktu, serta semua komponen yang mendukung proses pembelajaran. Nunan (1988: 1) menyebut konsep tradisional kurikulum sebagai “a statement or statements of intent—the ‘what should be’ of a course of study”. Pada dasarnya cakupan kurikulum adalah suatu pernyataan tentang tujuan yaitu apa yang seharusnya dilakukan dalam satu kurun waktu pembelajaran. Hal ini juga ditegaskan Richards dan Rogers (2002: 39) dalam konteks pendidikan formal bahwa cakupan kurikulum adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
...all those activities in which children engage under the auspices of the school This includes not only what pupils learn, but how they learn it, how teacher helps them learn, using what supporting materials, styles and methods of assesment, and in what kind of facilities. Dari kutipan di atas, lingkup kurikulum dapat digambarkan sebagai semua aktifitas dan pembelajaran siswa di sekolah, cara kegiatan tersebut dikembangkan, bentuk dukungan yang diberikan serta bentuk evaluasi yang tepat digunakan untuk mengukur kinerja semua proses tersebut. Untuk menuangkan butir-butir dalam kurikulum ke dalam buku teks diperlukan perencanaan yang lebih spesifik dan lebih konkrit dalam bentuk silabus. Silabus disusun untuk menuangkan rencana pembelajaran yang lebih sempit atau lebih khusus dibandingkan dengan kurikulum. Dengan lain kata, silabus adalah bagian dari, atau salah satu produk olahan dari kurikulum. Hal ini dinyatakan Dubin dan Olshtain (1992: 40) yang menyebutkan silabus sebagai “... syllabus, or the instructional plan, guides teachers and learners in everyday concern... a more circumscribed document, usually one which has been prepared for a particular program of learners”. Menurut mereka, silabus merupakan rencana pembelajaran tingkat berikutnya yang berbentuk naskah yang lebih khusus dan konkrit yang dirancang sebagai acuan, petunjuk apa yang dilakukan guru-siswa, atau rencana pembelajaran dalam suatu program pembelajaran tertentu dan dalam kurun waktu tertentu Johnson sependapat bahwa hakikat silabus adalah hasil pengolahan kurikulum pada tahapan yang lebih konkrit lagi. Silabus, bagi K. Johnson (1990: 1) adalah “the product of the decision making processes generally exists in some concrete form and can be observed and described...”. Dengan demikian pengertian silabus adalah perencanaan yang lebih spesifik dibandingkan dengan kurikulum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Dalam menjelaskan istilah silabus, Jack Richards merujuk pada aktifitas yang lebih konkrit. Richards (2002: 2) mendefinisikannya sebagai “a specification of the content of a course of instruction and lists what will be taught and tested”, artinya bahwa silabus merupakan pemilihan isi serangkaian pengajaran yang lebih rinci dan (dengan) mencantumkan butir-butir buku teks yang akan diajarkan dan dievalusi. Lebih rinci lagi, Richards (1999: 8) juga menjelaskan hakikat penyusunan silabus sebagai bagian dari lingkup penyusunan kurikulum. Mengikuti langkahlangkah penyusunan kurikulum model Taba, dikatakan bahwa langkah ketiga dan keempat dari model ini adalah “ selection of content” dan “organization of content’ sebagai inti penyusunan silabus. Dari kutipan ini dapat difahami bahwa isi silabus adalah kumpulan isi atau bahan ajar yang tersusun sedemikian rupa yang harus diajarkan dan dicakup dalam evaluasi. Dubin dan Olshtain (1992: 28) menempatkan silabus sejajar dengan rancangan pengajaran sebagai “course outline” dan juga “the instructional plan”. Sejalan dengan yang diutarakan Richards, dan Dubin dan Olshtain, Cunningsworth (1995: 54) mendefinisikan silabus sebagai
“a specification of the work to be
covered over a period of time, with a starting point and a final goal”, bahwa silabus adalah rincian pekerjaan atau aktifitas pembelajaran yang harus dicakup dalam suatu masa tertentu yang perlu mencantumkan titik awal dan titik akhir atau tujuan suatu proses pengajaran. Searah dengan itu, Johnson juga menyatakan bahwa silabus harus memuat apa yang perlu diajarkan. Secara lebih rinci, K. Johnson (1990: 28) juga menyebutkan cakupan silabus sebagai “ the selection and organization of linguistic content to be taught…to include not only vocabulary and grammar but notions that
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
the learner needs to communicate about and functions that the learners need to communicate within”. Cakupan silabus berisi kosa kata, tata bahasa, nosi dan fungsi bahasa yang disusun dalam sistim pembelajaran yang dibutuhkan pembelajar untuk mengembangkan kompetensi komunikatifnya. Selain materials, Dubin dan Olshtain (1992: 28) juga memasukkan tujuan pembelajaran, metode atau cara pembelajaran dan evaluasi ke dalam lingkup silabus. Menurut mereka, silabus perlu mencakup hal-hal berikut. (1) Tujuan program pembelajaran secara operasional. (2) Materi yang perlu dicakup selama program pembelajaran. (3) Waktu pembelajaran yang diperlukan. (4) Metode, teknik dan materi pengajaran. (5) Bentuk dan mekanisme evaluasi yang diterapkan. Dengan demikian dapat difahami bahwa hakikat silabus adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang mencantumkan serangkaian materials yang harus dicakup dalam suatu periode tertentu, kapan dan bagaimana penerapannya dalam proses pembelajaran termasuk bagaimana bentuk evaluasi yang cocok diterapkan. Rancangan tersebut berisi materi yang akan diajarkan seperti kosa kata, tata bahasa, fungsi dan nosi bahasa, model dan prosedur pembelajaran dan evaluasi. Konsep yang sama juga dinyatakan dalam KTSP. Dokumen ini menegaskan bahwa
silabus
merupakan
penjabaran
SK
dan
KD
ke
dalam
materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (BSNP, 2006: 4). Selain lingkup kompetensi minimal yang harus dicapai, KTSP juga menyebutkan rambu-rambu pencapaian serta evaluasinya..
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
Dari beberapa kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyusunan buku teks harus didasarkan atas bahan ajar sebagai isi kurikulum dan rambu-rambu penerapannya karena buku teks adalah wahana untuk mencapai tujuan yang dicantumkan dalam kurikulum. Karena kurikulum masih berupa perencanan yang abstrak, penyusunan buku teks harus melalui penyusunan silabus sebagai ramburambu penuangan kurikulum ke dalam kegiatan yang lebih konkrit. Fokus pembahasan silabus adalah “on what is taught and in what order it is taught” (Cunningsworth, 1995: 54), yaitu apa saja yang harus dicakup dalam suatu proses pengajaran dan bagaimana urutannya atau sistim pengaturan buku teks tersebut. Beberapa model pengaturan buku teks dalam kurikulum dibahas dalam bagian berikut. d. Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris untuk SMK Penyusunan buku teks melibatkan beberapa tahapan. Dua tahapan utama yang harus ditempuh adalah penentuan jenis silabus dan menentukan cakupan serta model pengaturan language content. Tugas utama yang melekat dalam pemilihan model silabus adalah menentukan kriteria bahan yang akan dicakup dan menentukan butir-butir mana yang akan dimasukkan ke dalam daftar buku teks. Tugas tahapan kedua adalah menentukan model pengurutan dan penyusunannya (sequencing and grading). Subbab terdahulu telah disajikan berbagai jenis silabus yang sering digunakan dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua/asing. Bagian tersebut juga menyebutkan bahwa pemilihan jenis silabus dapat ditentukan oleh fokus buku teks yang dikembangkan dan cara pengaturannya dalam upaya mencapai tujuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
Penyusunan buku teks bahasa Inggris untuk SMK juga dinyatakan harus mengacu pada isi kurikulum yang berlaku serta rambu-rambunya yaitu KTSP. Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan, KTSP menganut model pengajaran komunikatif. Arah ini dapat dianalisis dari tujuan utama kegiatan pembelajarannya, yaitu pengembangan seperangkat kompetensi bahasa tertentu. Sebagai konsekuensi metodologisnya, model silabus yang sesuai dengan KTSP adalah silabus yang memberi penekanan pada pengembangan kompetensi berbahasa. Dalam konteks pengajaran komunikatif, Richards (2004: 11) menyarankan untuk menggunakan model silabus yang sesuai. Dua di antaranya adalah skill-based syllabus dan functional syllabus. Richards mendefinisikan skill-based sylabus sebagai silabus yang “focuses on the four skills of reading, writing, listening, and speaking, and breaks each skill down into its components microskills”, yaitu silabus yang mengutamakan pengembangan keempat keterampilan berbahasa, membaca, menulis, menyimak dan wicara ini dilakukan dengan menjabarkan tiap keterampilan berbahasa ke dalam beberapa keterampilan mikro yang dapat diajarkan secara bertahap. Definisi functional syllabus, menurut Richards, adalah silabus yang “...is organized according to the functions the learner should be able to carry out in English, such as expressing likes and dislikes, offering and accepting apologies, introducing someone and giving explanation” yaitu yang dirancang berdasarkan fungsi bahasa yang harus dapat dilakukan oleh pembelajar. Beberapa contoh fungsi bahasa yang biasa dicakup ke dalam silabus adalah “expressing like and dislike, making and responding to offer, accepting apology, introducing someone, atau providing clarification”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
Lebih lanjut, Richards berargumen bahwa kedua model silabus tersebut dikategorikan sebagai silabus komunikatif (communicative syllabus) karena keduanya mengarah dan memberi prioritas pada pengembangan kompetensi komunikatif, yaitu kompetensi pemakaian bahasa dalam kondisi yang sesungguhnya melalui keempat keterampilan berbahasa yang dikembangkan secara integratif dan proporsional. Rambu-rambu yang dikeluarkan BSNP dalam penyusunan silabus yang disarankan dalam dokumen KTSP lebih condong pada pemakaian functional syllabus tanpa meninggalkan nuansa skill-based silabus. Prioritas pada pemakaian functional syllabus dapat dilihat dari hakikat tujuan utama yang ingin dicapai yang diungkapkan dengan istilah SK dan KD yang dipakai sebagai acuan pengembangan buku teks. Unsur skill-based syllabus dapat dilihat dari ungkapan instruksi kegiatan pembelajaran yang dikembangkan yang harus dilaksanakan siswa berupa keempat keterampilan berbahasa secara integratif dan proporsional. Kompetensi berbahasa Inggris yang diperlukan lulusan SMK berbeda dengan yang diperlukan oleh lulusan SMA. Jika lulusan SMA diperkirakan lebih banyak yang akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, lulusan SMK diprediksikan dan diarahkan untuk memasuki dunia kerja (Kasiyanto, 2006: 2; P3GK. 2004). Perbedaan ini mencerminkan kebutuhan (students’ needs) berbahasa Inggris yang berbeda. Mengingat relatif beragamnya kebutuhan berbahasa Inggris yang akan dihadapi para lulusan SMK dengan berbagai latar profesi dan kejuruan dan lapangan pekerjaan yang akan dihadapi kebutuhan tersebut perlu diidentifikasi melalui langkah analisis kebutuhan (needs analysis) (Richards, 2004: 12). Lebih jauh Richards juga menjelaskan bahwa langkah needs analysis merupakan prosedur awal untuk mengidentifikasi kebutuhan berbahasa Inggris untuk tujuan khusus atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
English for Specific Purposes (ESP). Dalam mengembangkan buku teks yang sesuai dengan ESP, langkah needs analysis mutlak dilakukan agar lingkup pembelajaran betul-betul relevan dengan kebutuhan komunikatif para siswa di masa mendatang. Hasil langkah ini menjadi dasar penyusunan buku teks untuk memenuhi kebutuhan berbahasa Inggris yang dihadapinya nanti. Dalam konteks pemilihan bahan dalam ESP, Cunningsworth (1995: 132) mengatakan “…that ESP materials meet learners’ needs and that the language taught matches the language that the students will use…as they were perceived to have specific needs which could not be met fully by general materials”. Maksudnya bahwa buku teks ESP perlu dipilih dan disusun sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan komunikatif siswa di masa mendatang dalam bidang atau perofesi yang ditekuninya. Penyusunan tersebut dilakukan karena kebutuhan khusus siswa dalam berbahasa tersebut tidak dapat terpenuhi dengan memadai jika pengajaran yang dilaksanakan menggunakan buku teks yang umum. Buku teks ini dikembangkan untuk mendukung upaya pengembangan kompetensi berbahasa Inggris tertentu dalam bidang keahlian yang mereka ditekuni. Model penyusunan program pembelajaran yang biasa dikembangkan dalam konteks ESP adalah model pembelajaran yang menekankan pengembangan keterampilan atau skill-based activities
dan
kegiatan
yang
berbasis
tugas
atau
task-based
acivities
(Cunningsworth, 1995: 134). Model rancangan pembelajaran ini sering diterapkan karena lebih sesuai dengan hakekat materi serta topik yang dikembangkan dalam rancangan program pembelajaran yang lebih bersifat konkrit dan nyata. Dengan demikian program yang dikembangkan sesuai dan mendukung upaya pengembangan seperangkat kompetensi bahasa yang realistik yaitu bahasa yang betul-betul dibutuhkan dalam konteks mereka bekerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
Masalah utama dalam proses penyusunan buku teks adalah pemilihan dan pengurutan materi secara keseluruhan dalam silabus. Hal ini dikemukakan Richards (2001: 5) dalam konteks penyusunan silabus model konvensional sebagai “Initial steps in this direction centered on approaches to determining the vocabulary and grammatical content of a language course…that were known as selection and gradation”. Pada tahap awal penyusunan silabus konvensional, upaya pemilihan buku teks yang terdiri dari vocabulary dan grammar yang sering dikatakan sebagai pemilihan dan pengurutan bahan. Dalam konteks perencanaan ESP, beberapa unsur yang biasanya dicakup adalah teks atau wacana yang sering digunakan (texts), fungsi bahasa, dan kebutuhan keterampilan khusus lainnya (Richards, 2004: 12). Meskipun masalah pemilihan isi silabus seperti di atas sangat penting, proses penyusunan dan pengurutannya tidak boleh dinomorduakan. Pemilihan perlu dilakukan karena tidak semua unsur bahasa itu relevan dan perlu dipelajari, sedangkan pengurutan berkaitan dengan “grouping and sequencing of teaching items in a syllabus” (Richards, 2001: 14). Selanjutnya Richards juga membahas berbagai model pemilihan (selection) dan pengurutan (grading) unsur-unsur buku teks seperti kosa kata, grammar, fungsi bahasa, topik dan tema. Dengan menerapkan rambu-rambu tersebut pengalaman belajar yang dikembangkan berdasarkan buku teks tersebut dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang lebih efektif. Dalam ESP, beberapa model penyusunan silabus telah dikembangkan dan banyak diterapkan di lapangan. Tahapan yang biasa diterapkan mulai dari needs analysis, penentuan dan perumusan tujuan (determination of goals and objectives), perumusan isi (content conceptualization), pemilihan dan pengembangan buku teks dan kegiatan pebelajaran (selection and development of materials and activities),
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
penyusunan buku teks dan kegiatan pembelajaran (organization of content and activities), dan penilaian (assessment and evaluation) (Dudley-Evans dan St John dalam Askar, 2005:15). Pada praktiknya, banyak proses penyusunan buku teks tidak mengikuti satu model
atau
prosedur
tertentu
karena
dianggap
terlalu
membatasi.
Ada
kecenderungan di kalangan praktisi untuk menggunakan model-model lain yang dinilai memperkaya pemakaian satu model saja. Dubin dan Olshtain (1992: 38) menyatakan Course designers who are carefully cosider the various approaches to syllabus designs may arrive at the conclusion that a number of different ones are needed and are best combined in an eclectic manner in order to bring about positive result. ... Such solution may be suitable for a foreign language setting. Para perancang program pembelajaran sering kali dihadapkan pada banyak pilihan model silabus yang baik. Mereka dapat mengabungkan berbagai model tersebut yang mereka nilai baik menjadi model kombinasi yang dinamakan campuran atau eclectic Model ini dianggap yang terbaik karena mempunyai keunggulan dari yang lain. Dengan cara eclectic, yaitu dengan mengakomodasi unsur-unsur positif tiap model, penyusunan silabus akan lebih sesuai dan memenuhi kebutuhan pembelajar. Rambu-rambu pemilihan dan penyusunan bahan ajar dalam penerapan KTSP juga disusun sangat longgar. Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum, satuan pendidikan, dalam hal ini (kelompok) guru pada tiap satuan pendidikan disarankan untuk memilih buku teks sendiri. Sebagai rambu-rambu, buku teks yang dikembangkan harus diselaraskan atau diturunkan dari SK dan KD yang ditentukan dalam KTSP. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya unsur yang tercakup dalam tiap unit buku teks dalam KTSP adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
pilihan fungsi dan nosi bahasa, beberapa susunan, baik dalam tataran pembentukan kata, frasa maupun klosa atau disebut juga kategori leksiko-gramatikal.
5. Buku Teks Bahasa Inggris Integratif Istilah buku teks dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang dicantumkan pada halaman 64. Dengan demikian istilah buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK yang dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada suatu kumpulan bahan ajar bahasa Inggris tertulis pilihan yang sengaja disusun untuk mendukung pencapaian tujuan program pembelajaran bahasa Inggris di SMK. Pembahasan teori pada Bab II menyinggung isi buku teks yang terdiri dari serangkaian bahan ajar yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Dengan spesifikasi ini, cakupan isinya mengacu pada butir-butir bahan ajar yang tercantum dalam KTSP, yaitu sejumlah fungsi bahasa pilihan berdasarkan KD dan SK yang ditentukan dan lexicogrammar pendukung yang sesuai dengan tema atau topik yang kembangkan. Bahan ajar tersebut disajikan dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan keempat keterampilan bahasa; menyimak, wicara, membaca dan menulis. Selain berisi muatan bahan ajar yang ada dalam KTSP, buku teks ini juga mencakup bahan pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk mengerjakan TOEIC test dalam bentuk test taking skills. Keterampilan ini perlu dilatihkan bersamaan dengan pengembangan SK dan KD di atas karena bukti sertifikasi tingkat kompetensi bahasa Inggris yang diakui DUDI perlu terungkap dalam bentuk skor TOEIC test. Mengingat tujuan pendidikan SMK adalah untuk mempersiapkan lulusan SMK untuk memasuki dunia kerja, sertifikasi keahlian yang mereka miliki merupakan senjata yang sangat berguna dalam berkompetisi mencari pekerjaan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
lebih layak. Dengan demikian istilah integratif dalam nama buku teks ini digunakan untuk mengungkapkan upaya untuk mengakomodasi tuntutan kurikuler serta tuntutan DUDI sebagai dua komponen bahan ajar yang sering kali diajarkan secara terpisah.. Bahasa Inggris Integratif untuk SMK dirancang untuk mengembangkan seperangkat kompetensi yang dirumuskan dalam bentuk KD dan SK yang tertera dalam KTSP SMK serta tuntutan dunia kerja. Cakupan buku teks ini dapat diperiksa di Bab V, pada tabel 5.2 (hal 237). Pembahasan fitur buku teks ini secara lengkap disajikan pada Bab V. D. Buku teks ini dikembangkan melalui R & D yang dilaksanakan di SMKN 4 Yogyakarta di jurusan UJP pada tahun pelajaran 2007-2008. R & D dilaksanakan dalam tiga tahap penelitian; eksplorasi, pengembangan dan pengujian. Tata cara pelaksanaannya secara rinci disajikan dalam Bab III Metodologi Penelitian. Subjek yang dilibatkan dalam tahapan pengembangan dan pengujian R & D ini adalah jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta. Kelompok siswa ini menjadi pemakai sasaran utama buku teks ini. Alasan dilibatnya kelompok ini disajikan dalam Bab III B.2.c. Pengembangan buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK ini dilaksanakan bersasarkan prosedur penelitian R & D. Hasil yang diharapkan adalah tersusunnya buku teks yang sesuai dengan siswa sasaran dan yang menawarkan keunggulan dari buku teks atau LKS yang lain. Diharapkan dengan tersusunnya buku teks ini pengembangan pengalaman belajar bahasa Inggris di kelas dapat dilaksanakan dengan lebih mengarah pada pengembangan kompetensi yang dibutuhkan lulusan SMK. Pemakaian buku teks ini dengan memperhatikan rambu-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
rambu yang ada dapat membawa perbaikan dalam pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris di SMK, khususnya jurusan UJP.
B. Kajian Pustaka Upaya untuk penyusunan buku teks bahasa Inggris untuk SMK masih dinilai sangat sedikit. Fenomena tersebut diamati dengan membandingkan jumlah buku teks untuk SMK dengan buku teks untuk sekolah menengah umum lainnya, seperti SMP dan SMA. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya komitmen penerbit menerbitkan buku untuk SMK karena keuntungan yang diperoleh kecil. Fenomena sama yang terjadi di Inggris diamati Tomlinson dan Masuhara (2008: 159) yang menyatakan bahwa kebanyakan penerbit enggan menerbitkan buku yang berbasis ESP karena relatif kecilnya jumlah konsumen sehingga mereka tidak dapat memperoleh keuntungan yang layak. Penyebab lain adalah sedikitnya penyusun buku teks bahasa Inggris untuk SMK. Bahkan program pengadaan buku sekolah elektronik (BSE) yang diluncurkan Kemendiknas pun belum mampu secara signifikan meningkatkan jumlah buku teks bahasa Inggris untuk SMK. Dalam suatu studi untuk bahan penyusunan disertasinya, Kusni Askar, mengadakan survey tentang buku teks ESP di tiga perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. Penelitian ini dirancang untuk mengungkapkan berbagai masalah penyusunan rancangan program pengajaran atau ‘course design’ ESP di perguruan tinggi (Askar, 2005). Temuan penelitian ini adalah bahwa selama ini penyusunan program tersebut dilaksanakan kurang sistematis. Kondisi tersebut muncul akibat dari lemahnya pemahaman pengampu tentang konsep ESP. Adapun usulan untuk penyusunan buku teks adalah (1) pemakaian prosedur yang biasa diterapkan dalam ESP juga (2) pemakaian model commit Collective Collaboration yang melibatkan pakar to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
dalam bidang profesi dalam penyusunan program, selain penyusun program atau course designer. Rumitnya penyusunan buku teks berbasis ESP juga dialami Maria Spiropoulou ketika ditugaskan mengembangkan materi ESP untuk beberapa jurusan keteknikan dan kejuruan di lingkungan State Pedagogical Institute, Yunani (Spiropoulou, 1996: 70). Tantangan yang dihadapi peneliti adalah penggabungan unsur kebahasaan dengan materi keteknikan dan kejuruan (contents) ke dalam buku teks tersebut. Dalam perumusan buku teks, teori tentang hakekat bahasa menentukan bentuk bahan yang disusun dan pada akhirnya akan mempengaruhi jenis tujuan yang ingin
dicapai.
Ketika
tim
penyusun
menyepakati
dasar
penyusunannya
menggunakan kaidah sintaksis dengan kosa kata atau lexicogrammar components, program pengajaran yang dihasilkan berbentuk bahan berbasis teks. Hasilnya adalah buku teks yang mengutamakan pengembangan keterampilan mahasiswa membaca teks yang berhubungan dengan pekerjaan mereka atau to read job-otriented texts. Kelemahan program yang ditemukenali adalah bahwa para lulusan program itu tidak mampu berkomunikasi lisan dengan bahasa Inggris. Revisi dilaksanakan untuk mengubahnya menjadi program yang berbasis komunikatif yang menekankan pengajaran bentuk dan fungsi bahasa atau form-function of language (1996: 71). Permasalahan yang sama juga dihadapi Deborah Mason (1994: 19) ketika menyusun program pembelajaran bahasa Inggris untuk mahasiswa jurusan perawatan kesehatan atau health care di pusat bahasa Universitas Helsinki di Finnlandia. Berdasarkan analisis kebutuhan dan misi universitas bahwa lulusan jurusan ini diharapkan mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris di tempat kerja tentang profesi berhubungan dengan kliennya dan mampu berpartisipasi dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
seminar internasional dengan bahasa Inggris, penguasaan kompetensi berbahasa Inggris yang umum saja dirasa belum cukup. Karenanya institusi menghendaki agar program yang disusun lebih berorientasi pada substansi. Solusi yang diambil Mason adalah mengintegrasikan unsur genre bidang perawatan kesehatan dan bidang komunikasi dalam seminar dalam program ESP. Kondisi serupa juga dihadapi penyusun buku teks berbasis ESP di Indonesia. Dimotivasi oleh kurang cocoknya buku teks yang ada di pasaran dengan kebutuhan Lembaga Indonesia-Amerika (LIA), Els Herman (2001) menelaah buku teks yang ada di LIA. Hasilnya menunjukkan bahwa buku teks yang ada tidak ada yang sesuai persis dengan visi pengajaran bahasa Inggris di LIA. Peneliti menyarankan para guru dan institusi untuk menyusun buku teks sendiri sehingga visi, misi institusi serta berbagai kepentingan lain dapat diakomodasi dalam buku teks. Di lingkungan SMK, program penyusunan buku teks yang terdokumentasi adalah yang diprakarsai oleh Dikmenjur pada bulan Juli tahun 2000 di Jakarta Hendraswari, dkk (2000). Program ini melibatkan sekitar 40 guru bahasa Inggris pilihan dari seluruh propinsi di Indonesia. Program yang dinamakan Workshop Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris ini dilaksanakan secara kerja tim. Target tiga jilid buku masing-masing untuk kelas 1, 2 dan 3 SMK tercapai karena setiap jilid dikerjakan oleh tim penulis yang beranggotakan 13-15 guru. Tiap tim didampingi beberapa tenaga editor, konsultan bahasa dan tim teknis sehingga hasilnya layak terbit. Pendekatan yang diterapkan dalam tim ini adalah diskusi kelompok, eskplorasi serta prentasi kelompok. Berkat pengalaman para guru, penyusunan buku teks tersebut berjalan dengan lancar. Buku teks yang dihasilkan terdiri dari tiga jilid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
dan diberi nama Global Access to the World of Work. Cetakan kedua buku tersebut untuk kelas 1, 2 dan 3 SMK didistribusikan ke semua SMK di Indonesia. Dari segi objek penelitian, Penelitian Askar (2005), Spiropoulou (1996), Mason (1994) dan Els Herman (2001) mempunyai kesamaan dengan desertasi R & D ini karena semua meneliti buku teks atau bahan ajar berbasis ESP; pengajaran bahasa Inggris untuk tujuan khusus. Semua penelitian mengikuti prinsip pengembangan materi menurut ESP yaitu mulai dengan needs analysis kemudian dilanjutkan dengan tahapan pengembangan. Program yang dilaksanakan Dikmenjur adalah proyek pengembangan buku teks, dan bukan penelitian. Beberapa perbedaan penelitian di atas dengan disertasi ini adalah pada tingkatan subjek yang diteliti dan pendekatan penelitian yang dipakai. Tiga peneliti pertama melibatkan mahasiswa perguruan tinggi; peneliti keempat melibatkan peserta program pendidikan nonformal; program Dikmenjur hanya melibatkan guru bahasa Inggris SMK; sedangkan disertasi R & D ini melibatkan siswa SMK dan gurunya. Perbedaan kedua adalah pada jenis penelitian yang dipakai. Program Dikmenjur hanya program penyusunan buku teks dan bukan penelitian. Jika keempat peneliti pertama di atas menggunakan survey dan pengembangan berbasis ESP, disertasi ini menggunakan R & D. Meskipun tujuannya sama, yaitu pengembangan atau penyusunan buku teks berbasis ESP, disertasi ini menerapkan tiga tahapan penelitian; eksplorasi, pengembangan dan pengujian. Rangkaian tahapan penelitian R & D ini menghasilkan buku teks yang tidak saja lebih unggul dibandingkan dengan bahan ajar yang biasa dipakai guru, tetapi juga sesuai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
digunakan di kelas. Pelaksanaan R & D yang melibatkan banyak fihak secara aktif, khususnya guru kelas, sekaligus melibatkan mereka dalam proses penguatan kompetensi profesional mereka sebagai guru bidang studi bahasa Inggris.
C. Kerangka Berpikir Tujuan pembelajaran bahasa Inggris di SMK adalah pengembangan seperangkat KD dan SK yang dirumuskan dalam KTSP. Kompetensi tersebut diperlukan sebagai bekal mereka mengembangkan profesi mereka. Sesuai dengan tuntutan dunia kerja, kompetensi tersebut perlu dibuktikan dalam bentuk unjuk kerja dan sertifikasi, yaitu skor TOEIC® test yang memadai. Skor tersebut diasumsikan sebagai
tingkat
kompetensi
lulusan
untuk
menggunakan
bahasa
Inggris
berkomunikasi di tempat kerja. KTSP telah menentukan SK dan KD minimal yang perlu dikembangkan, namun tidak mencantumkan ihwal sertifikasinya. Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut diperlukan buku teks yang disusun dengan memasukkan unsur TOEIC® test. Dengan buku teks yang mengintegrasikan unsur TOEIC® test ke dalam rambu-rambu KTSP, pengalaman belajar dapat diarahkan untuk mengembangkan kompetensi komunikatif yang mencakup lingkup SKL yang ditetapkan dan kompetensi mengerjakan TOEIC® test. Dengan model ini pencapaian kedua jenis rujuan pembelajaran bahasa Inggris dapat dilakukan dalam suatu proses pembelajaran yang terintegrasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
Alur pikir tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut.
Tuntutan DUDI Kondisi SDM Guru
Kondisi Siswa
TOEIC
Buku Teks Bhs Inggris Integratif
PBM
Buku Teks BI yang Ada KD & SK
Bagan 2. 3 Kerangka Pikir Keterangan :
PBM
: Proses Belajar Mengajar
KD & SK
: Kompetensi Dasar & Standar Kompetensi
SKL :
: Standar Kompetensi Lulusan
DUDI
: Dunia Usaha/Dunia Industri
commit to user
SKL SMK
Tuntutan Kurikuler
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab
ini
menyajikan
ihwal
penerapan
educational
research
and
development dalam pengembangan buku teks bahasa Inggris integratif untuk SMK. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap; penelitian pendahuluan, pengembangan dan pengujian. Tiap tahap disajikan berdasarkan jenis penelitian; data, sumber data, teknik pengumpulan dan analisisnya; subjek yang terlibat serta alokasi waktu penelitian yang digunakan. A. Metode Penelitian Topik penelitian ini adalah Pengembangan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK: Penelitian Pengembangan Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan Jurusan Usaha Jasa Pariwisata di Yogyakarta. Berdasarkan objeknya, yaitu pengembangan buku teks yang erat kaitannya dengan kurikulum dan proses pembelajaran, penelitian ini termasuk Penelitian Pendidikan (Sukmadinata, 2005: 23). Dilihat lebih khusus lagi dari hakekat kegiatan, yakni pengembangan buku teks berdasarkan atas kekuatan dan kelemahan buku teks yang sudah ada serta prinsip keilmuan yang relevan sebagai upaya untuk menghasilkan buku teks yang unggul dan sesuai dengan konteks pemakainya, penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian pengembangan atau research and development’ (hal. 57). Borg dan Gall (1983), dan Gall, dkk. (2003) mengelompokkan penelitian semacam ini sebagai “educational research and development” dan disingkat R & D yang didefinisikan sebagai “a process used to develop and validate educational products ... that are ready for operational use in the schools” (Borg dan Gall, 1983: 772), yaitu suatu model penelitian untuk mengembangkan dan mengecek berbagai
commit to user 89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
produk yang siap pakai di sekolah. Beberapa contoh R & D adalah disertasi Dan Issacson tentang penyusunan buku teks mandiri (self-instructional course) tentang pemakaian komputer di kelas (Borg dan Gall, 1983: 797), dan disertasi Lawrence Cunningham tentang proyek penyusunan buku teks sejarah suku Chamoros purba yang hidup di pulau Guam, Amerika Gall, dkk. (2003: 573-575). Di Indonesia, satu contoh R & D dalam bidang pendidikan adalah Model Pengembangan Model-Model Kurikulum dan Pengajaran pada Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi (Sukmadinata, 2005: 183). Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa produk yang lazim dikembangkan dalam R & D adalah berbagai piranti pengajaran seperti kurikulum, silabus, dan modul pembelajaran. Dengan demikian, disertasi tentang pengembangan buku teks bahasa Inggris ini juga termasuk dalam R & D. B. Prosedur Penelitian Gall, et al. (2003: 569) menyebutkan tujuan R & D sebagai “… to design new products and procedures, which then are systematically field tested, evaluated and refined until they meet specified criteria of effectiveness, quality, or similar standard” Rumusan tujuan tersebut juga menyiratkan prosedur penelitian yang meliputi perancangan (design), pengujian lapangan (field-tested) dan penyempurnaan (evaluated and refined) sehingga produk yang dihasilkan memenuhi kriteria efektifitas, kualitas atau standar tertentu. Borg dan Gall (1983: 771) menawarkan prosedur serupa “…a cycle in which a version of the product is developed, fieldtested, and revised on the basis of field-tested data”, yaitu suatu siklus yang meliputi pengembangan suatu jenis produk, uji coba produk tersebut di lapangan, dan kemudian perbaikan produk berdasarkan hasil uji coba lapangan. Prosedur baku yang dikembangkan Borg dan Gall (1983: 775) terdiri dari sepuluh langkah mulai dari pengumpulan sampai pada diseminasi produk seperti commitdata to user 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
yang disajikan dalam tabel 3.1. Namun demikian, Borg dan Gall juga menyatakan bahwa penerapannya dapat disesuaikan (scaled down) dengan kondisi yang ada (halaman 778). Sukmadinata, contohnya, menerapkannya ke dalam tiga tahap; pendahuluan, pengembangan, dan pengujian seperti yang disajikan dalam bagan 3.1. Tabel 3.1 Perbandingan Tahapan R & D Rancangan Borg & Gall dan Rancangan Sukmadinata Borg dan Gall (1983: 775)
Sukmadinata (2005; 182:189) Studi Pendahuluan 1. Studi pustaka
1. Research and information collecting 2. Planning 3. Develop preliminary form of product
2. Survei lapangan 3. Penyusunan draf produk Pengembangan 4. Uji Coba terbatas
4. Prelimiary field-testing 5. Main product revision 6. 7. 8. 9.
5. Uji coba lebih luas Pengujian
Main field-testing Operational product revision Operational field testing Final product revision
6 Pretes 7. Perlakuan 8. Postes
10. Dissemination and implementation Sukmadinata menggambarkan alur kegiatan ketiga tahap R & D tersebut sebagai berikut. STUDI PENDAHULUAN
PENGEMBANGAN
PENGUJIAN
Pre tes
Studi pustaka Penyusunan draf produk
Uji coba terbatas
Uji coba lebih luas
Survei lapangan
Perlakuan Pos tes
(Sukmadinata, 2005: 189)
commitSukmadinata to user Bagan 3.1 Alur Kegiatan R & D Model 91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
Peneliti lain, Samsudi (2010), menerjemahkannya ke dalam dua langkah; prelimiary study dan development & field testing seperti yang disajikan pada bagan 3.2 yang disebutnya sebagai prosedur ringkas penelitian R & D.
(Samsudi, 2010 :4) Bagan 3.2 Prosedur Ringkas Pelaksanaan R & D Model Samsudi Kedua model penerapan R & D di atas merupakan contoh berbagai kemungkinan bentuk implementasi model Borg dan Gall (1983). Ketiga rancangan R & D di atas; rancangan Borg dan Gall, Sukmadinata dan Samsudi digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian Pengembangan Buku Teks Integratif Bahasa Inggris untuk SMK dengan beberapa modifikasi sebagai berikut. Pertama, rangkaian kegiatan penelitian dilaksakanan dalam tiga tahap yang terdiri dari penelitian tahap eksplorasi, pengembangan dan pengujian. Kedua, kegiatan penelitian tahap eksplorasi mencakup kajian pustaka dan analisis dokumen yang dilengkapi dengan wawancara dan observasi kelas. Tahap ini dirancang untuk
commit to user 92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
merumuskan rambu-rambu penyusunan buku teks yang diinginkan. Ketiga, kegiatan penelitian tahap pengembangan meliputi penyusunan prototipe buku teks, uji coba di kelas, dan revisi produk berdasarkan masukan yang diterima. Keempat, kegiatan tahap pengujian dilakukan melalui penelitian eksperimen dengan membandingkan pemakaian buku teks yang dihasilkan dengan LKS. Kegiatan ini mencakup pemberian pretes kepada subjek, pelaksanaan proses pembelajaran dengan kedua bahan ajar tersebut dan postes. Hasil akhir tahap tiga ini adalah produk akhir yang keunggulannya dapat dipertanggungjawabkan secara empiris sehingga siap untuk dipakai di kelas. Kelima, kegiatan diseminasi dilakukan dalam bentuk penyajian karya tulis dalam forum seminar ilmiah dan penerbitan karya tulis di jurnal ilmiah. Ringkasan ketiga tahap pelaksanaan R & D berserta kegiatan penelitian yang penting untuk tiap tahap dapat disajikan dalam bagan berikut. STUDI EKSPLORASI Studi pustaka & Analisis dokumen
PENGEMBANGAN
Perancangan Prototype BT
Perbaikan
Rambu-rambu Penyusunan Buku teks bhs. Inggris untuk SMK
Pre tes
Perlakuan
Wawancara
Observasi Kelas
PENGUJIAN
Evaluasi & Refleksi
Ujicoba di Kelas
Prototipe buku teks bhs Inggris untuk SMK
Pos tes
Model buku teks bhs Ing. Integratif untuk SMK yang unggul
Bagan 3.3 Langkah-langkah Penelitian dan Hasil Akhir Setiap Langkah Deskripsi rinci prosedur penelitian tiap tahap penelitian yang mencakup rambu-rambu penelitian, serta pelaksanaannya disajikan dalam tiga subbab berikut.
commit to user 93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
1. Tahap Eksplorasi a. Jenis Penelitian Tahap eksplorasi dilaksanakan untuk memperoleh gambaran lebih seksama tentang buku teks bahasa Inggris, fitur yang dipakai, pemilihan serta efektivitas pemakaiannya di SMK. Tujuan khusus tahap ini adalah untuk medeskripsikan hal-hal berikut: 1) buku teks yang digunakan untuk mengajarkan bahasa Inggris di SMK, 2) muatan isi yang ada dalam tiap buku teks dan penyajiannya, 3) pemakaian buku teks di SMK, 4) keunggulan dan kelemahan buku teks yang digunakan, 5) kelebihan dan kekurangan pemakaian buku teks yang dilakukan guru, dan 6) sejauh mana buku teks yang digunakan mendukung upaya pencapaian tujuan kurikuler bahasa Inggris di SMK.
b. Tempat dan Waktu Penelitian Tahap eksplorasi ini dilaksanakan di SMK se DIY. Mengingat kegiatan penelitian pada tahap ini sangat bervariasi, tempat penelitiannya menyesuaikan kegiatan penelitian. Secara khusus kegiatan, tempat dan waktu penelitian dapat disajikan dalam tabel 3.2. Waktu penelitian eksplorasi efektif mulai bulan Mei sampai September tahun 2007. Namun demikian, persiapan pelaksanaan penelitian ini telah dilakukan sejak penyusunan proposal penelitian.
commit to user 94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
Tabel 3.2 Kegiatan, Tempat dan Waktu Penelitian Tahap Eksplorasi No 1
Kegiatan Penelitian
Tempat
Waktu
Wawancara: Siswa dan Guru (termasuk penyusun
- 6 SMK di Kota Madya, 2 di Bantul, 4 di Sleman, 1 di
buku teks, tes UN) SMK
Gunungkidul dan 1 di Kulonprogo
Kepala SMK Widyaiswara Pengawas
Mei – Juli 2007
- Tempat workshop MGMP. SMK negeri dan swasta di Kodya, Gunung Kidul, dan Sleman LPMP- Prov. D. I. Yogyakarta
Juni – Juli 2007 Tgl. 5, 12 Juni dan 18 Juli 2007
Kantor Kanwil Diknas Kota
13 dan 15 Juni
Madya
2007
SMK Muh. Pakem, SMK PIRI, 2
Observasi Kelas
3
Analisis Dokumen
4
Penyusunan Laporan
SMKN 2 Depok, SMKN 2 Gunungkidul, dan SMKN 4 YK.
Juni – Juli 2007
Perpustakaan, Sekolah dan rumah
Juni – Agustus
peneliti di Sleman
2007
Perpustakaan, rumah
Juli– Sept. 2007
c. Subjek Penelitian Tahap eksplorasi ini melibatkan stakeholder pendidikan SMK di DIY sebagai subjek penelitian yang ditentukan secara “purposive and strategic” (Johnson, 1990: 27-28; McMillan dan Schumacher, 2001: 400 - 401). Pada prinsipnya peneliti sengaja memilih mereka yang dapat memberikan informasi tentang objek penelitian yang mencukupi (information-rich key informans). Penerapannya adalah sebagai berikut. Dari 192 SMK negeri dan swasta yang ada di lima kabupaten/kota di Propinsi DIY, peneliti secara sengaja memilih 14 SMK sebagai sampel. Pemilihannya didasarkan atas potensi key-informan yang ada dengan memperhatikan status sekolah, jurusan,
to user reputasi dalam bidang akademis, commit lokasi serta potensi informasi yang dapat peneliti 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
peroleh (lihat tabel 3.3). Keragaman sumber data ini dirancang untuk menjaring informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian tahap ini. Tabel 3.3 Subjek Penelitian berdasarkan Sekolah dan Statusnya Kabupaten/Kota
Lokasi SMK
Jumlah
Kriteria
Kodya
Sleman
Bantul
Status Sekolah
N
S
N
S
N
S
N
S
N
S
Jumlah SMK*
9
24
8
61
13
23
13
30
0
11
192
SMK Sampel
4
2
2
2
1
1
1
1
14
Kepala SMK Sampel
1
1
1
Guru Sampel**
6
3
2
Pengurus MGMP
3
1
1
Penyusun Buku Teks
1
1
1
Penyusun Soal UN***
1
1
1 2
2
Gn.Kidul Kl.Progo
5
1 1
2
1
1
19 6 3 2
Pengawas
2
Widyaiswara B.Ingg.
1
Keterangan: N = Negeri S = Swasta * Sumber data dari Dirjen PMK tahun 2009. ** Enam orang dari guru ini dilibatkan dalam focus group discussion. *** Penyusun soal UN ini juga penyusun benerapa buku teks bahasa Inggris untuk SMK.
Tahap eksplorasi ini juga melibatkan dua guru pengawas bahasa Inggris dari Dinas Pendidikan Propinsi DIY dan seorang Widyaiswara bahasa Inggris dari LPMP Propinsi DIY sebagai narasumber. d. Data dan Sumber Data Data tahap eksplorasi ini adalah informasi tentang ihwal buku teks bahasa Inggris yang digunakan di SMK, fitur-fitur yang ada serta efektifitasnya dalam mencapai tujuan pengajaran. Data ini dikumpulkan dari berbagai sumber berikut.
commit to user 96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
1) Stakeholder diklat Inggris di SMK seperti yang disajikan pada tabel 3.3. 2) Kegiatan belajar mengajar bahasa Inggris di SMKN 2 Depok, SMKN 2 Wonosari, dan SMKN 4 Yogyakarta yang dipilih berdasarkan atas keragaman buku teks yang dipakai guru. 3) Dokumen, meliputi kurikulum, silabi, buku teks, latihan atau tugas, media pembelajaran, alat evaluasi, rencana pelajaran, dan naskah UN bahasa Inggris tahun 2006 dan tahun 2007. e. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan menggunakan beberapa teknik berikut. 1) Wawancara Wawancara difokuskan pada lingkup tema eksplorasi untuk mengungkap masalah yang berkaitan dengan buku teks bahasa Inggris dan pemakaiannya dalam proses pembelajaran di SMK. Wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber yang disajikan pada tabel 3.3. Wawancara dikembangkan berdasarkan panduan wawancara. Waktu pelaksanaan dan tempat wawancara ditentukan berdasarkan atas kesepakatan peneliti dan para narasumber. Di antara narasumber tersebut ada yang diwawancarai dua hingga empat kali sebagai upaya pendalaman materi dan klarifikasi informasi yang diperoleh peneliti. Selain wawancara individu, dilakukan juga wawancara mendalam dalam bentuk focus group discussion yang dilakukan tiga kali; pertama dengan enam guru yang mewakili peserta Workshop Penyerapan dan Bedah Materi UN yang diselenggarakan oleh MGMP SMK di Yogyakarta, kedua dengan tim guru bahasa Inggris di SMKN 2 Wonosari, dan ketiga dengan tim guru bahasa Inggris SMKN 4 Yogyakarta.
commit to user 97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
2) Pengamatan Kelas Bahasa Inggris Pengamatan kelas dilakukan secara passive participant observation untuk dapat memahami pengembangan pengalaman belajar berdasarkan buku teks yang digunakan. Pengamatan juga dilakukan untuk mengetahui kersesuaian dan kesenjangan antara apa yang terungkap dalam wawancara dan apa yang dilakukan di kelas (espoused theory VS theory in use) dalam pemakaian buku teks. Pengamatan kelas dilakukan tiga kali, di SMKN 2 Depok ketika guru menggunakan materi dari Interchange, di SMKN 2 Wonosari ketika guru menyajikan materi dari Global Access, dan di SMKN 4 Yogyakarta ketika guru menggunakan LKS. 3) Analisis Dokumen Analisis dokumen dilakukan pada berbagai dokumen baik yang bersifat formal dan nonformal. Contoh dokumen formal adalah undang-undang, peraturan pemerintah, naskah kurikulum, dan naskah ujian nasional. Contoh dokumen nonformal adalah buku teks, LKS, handout, bahan ajar bukan cetak, tugas-tugas, dan buku catatan siswa. Analisis dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih lengkap tentang penggunaan buku teks dalam mengembangkan kompetensi yang dituntut. f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Pertanggungjawaban keabsahan data dilakukan dengan teknik berikut. 1) Triangulasi Konpsep triangulasi adalah “ a means of checking the integrity of the inferences one draws ...involving the use of multiple data sources, multiple investigators, multiple theoretical perspectives, multiple methods...” (Schwandt, 1997: 163). Diantara empat macam triangulasi model Lincoln dan Guba (1985: 305-307),
commit to user 98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
dua yang digunakan adalah triangulasi sumber data, dan teknik pengumpulan data. Pelaksanaan penelitian ini melibatkan berbagai stakeholder pendidikan SMK sebagai sumber data (lihat B.1.d). Tujuan pemakaian triangulasi adalah untuk memperoleh kelengkapan pemahaman tentang buku teks bahasa Inggris di SMK. Selain itu peneliti dapat memeriksa ulang atau cross check informasi yang beragam untuk memperoleh kejelasan informasi. 2) Pemilihan dan pencakupan berbagai sumber data yang memiliki data yang kaya, kompeten dan kolaboratif. Secara teoritis banyak sumber data yang dapat diakses. Kenyatannya tidak semuanya dapat diakses dengan mudah. Untuk itu peneliti memilih narasumber yang dapat diakses atau accessible seperti Wakil/Kepala Sekolah, Pengawas, Pengurus MGMP, atau Widyaiswara LPMP tanpa mengabaikan kualitas dan kuantitas informasi yang dapat diperoleh. (Periksa pembahasan B.1.c di halaman 95) 3) Alokasi waktu yang cukup untuk pengumpulan data. Peneliti mengalokasikan waktu dan upaya yang cukup untuk memperoleh berbagai informasi yang relevan untuk dapat mengungkap permasalahan yang menjadi tujuan penelitian eksplorasi ini. Untuk itu peneliti seringkali melakukan wawancara beberapa narasumber untuk memperoleh penjelasan atau klarifikasi pada beberapa masalah yang dirasa perlu. 4) Pemakaian alat dokumentasi yang sesuai dan memadai. Mengingat pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan analisis dokumen, peneliti melengkapi diri dengan peralatan perekaman yang sesuai dengan kegiatannya. Alat dokumentasi pendukung yang digunakan adalah perekam suara atau digital voice recorder. Perekam suara digunakan untuk merekam jalannya
commit to user 99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
wawancara. Dokumentasi dilakukan dengan membuat salinan atau copy dokumen yang dibutuhkan. Pemakaian alat pendukung dokumentasi ini penting untuk memperoleh data yang kualitasnya terandal. 5) Member checking Konsep member checking adalah upaya untuk mencocokkan data dan atau pemahamannya kepada narasumber yang menjadi informan kunci. Peneliti melakukan teknik ini untuk memahami permasalahan dari sudut pandang pelaku yang terlibat dalam pengajaran bahasa Inggris di SMK. Dengan demikian informasi dari berbagai sumber diperlukan untuk memperoleh data yang sesuai dengan pemahaman pelaku (insider’s voice). g. Teknik Analisis Data Mengingat data yang terkumpul berupa informasi non-numerik baik yang berbentuk perilaku, bahasa lisan maupun tertulis, analisis dilaksanakan dengan teknik content analysis. Teknik yang dipakai mengikuti teknik inductive dalam Mayring (2000). Prosedur analysis dapat digambarkan dalam bagan 3.4. Bagan 3.4 menunjukkan bahwa analisis berangkat dari permasalahan penelitian (research questions) dan definisi konsep aspek yang dianalisis berserta kategori dan subkategori yang ada. Data yang diperoleh dari triangulasi dikelompokkan ke dalam kategori dan subkategori yang ada. Keterandalan hasil langkah ini dicek berdasarkan research question dan konsep teoritis yang ada. Hasilnya dilanjutkan dengan pemahaman atau interpretasi data yang ada. Hasil akhir ini kemudian dicocokkan dengan research question apakah hasil tersebut telah menjawab pertanyaan tersebut.
commit to user 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
(Mayring, 2000:14) Bagan 3.4 Bagan Alur Analisis Data dalam Content Analysis
2. Tahap Pengembangan a. Prosedur Penelitian Tahap pengembangan dilaksanakan dengan mengadaptasi prosedur Penelitian Tindakan untuk menyusun dan memperbaiki kualitas buku teks bahasa Inggris. Pemilihan ini didasarkan atas argumen Will Carr (dalam McNiff, 1992: 2) tentang tujuan action research “...bringing improvement in social life such as in education setting”, yaitu mengusahakan perbaikan dalam kehidupan sosial seperti dalam konteks pendidikan. Termasuk dalam upaya ini adalah memperbaiki kualitas buku teks bahasa Inggris. Tahap pengembangan dilaksanakan dengan mencobakan prototipe buku teks yang dimodifikasi dari LKS yang digunakan guru. Untuk keperluan pengembangan, tiga unit prototipe buku teks dikembangkan dengan menerapkan fitur-fitur buku teks unggulan hasil tahap eksplorasi. Uji coba di kelas ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan prototipe buku teks
commit to user 101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
bahasa Inggris integratif. Temuan tahap ini digunakan untuk penyusunan akhir dan penyempurnaan prototipe buku teks integratif yang menjadi tujuan R & D ini. Tahap pengembangan ini dilaksanakan dalam empat langkah berikut: 1) penyusunan prototipe buku teks berdasarkan tema yang diambil dari LKS. 2) penyajian buku teks di kelas 3) pencermatan hasil penyajian buku teks, dan 4) perbaikan prototipe buku teks berdasarkan temuan ujicoba di kelas. Penerapan keempat langkah ini dirancang sebagai mekanisme untuk dapat mencermati efektifitas dan memperoleh masukan peakaian buku teks sesuai dengan kondisi siswa dan guru sehingga tujuan pengembangan kompetensi sasaran dapat dicapai dengan efektif. Adapun rincian pelaksanaan tiap langkah adalah sebagai berikut. 1) Penyunan Prototipe Buku Teks Kegiatan awal tahap pengembangan ini berupa penyusunan draf awal prototipe buku teks. Langkah ini dilaksanakan dengan menyusun silabus dan mengidentifikasi dan memilih lingkup bahan ajar, merancang semua prosedur dan kegiatan pembelajaran (KP), latihan serta media pembelajaran yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan ini juga meliputi telaah kondisi guru dan siswa serta buku teks yang biasa digunakan dalam pengembangan KP. Rambu-rambu perancangan ini merupakan hasil penelitian eksploratif dan disajikan pada sub-bab IV.C. Teknik pembelajaran yang diterapkan adalah “three-phase technique” (Tomlinson, 1990) yang meliputi pre-, while- dan post-activities. Teknik ini dapat
commit to user 102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
disejajarkan dengan Presentation Practice and Production atau PPP (Harmer, 2002: 82-83; Spratt, dkk. 2005: 41; Tomlinson dan Masuhara, 2008: 176). Teknik yang pertama kali dikembangkan dalam konteks penerapan kurikulum bahasa Inggris 1994 ini dinilai sederhana sehingga mudah difahami para guru. Pemilihan three-phase technique ini untuk memudahkan guru dalam mengembangkan KP. Dalam tahap pengembangan ini dikembangkan 3 unit bahan ajar yang dirancang sebagai embrio prototipe buku teks. Tema ketiga unit tersebut dipilih oleh YY—guru SMKN 4 Yogyakarta—dari LKS yang dipakainya di kelas 2 UJP 2 pada semester gasal tahun pelajaran 2007-2008. Tema ketiga unit tersebut adalah Leaving and Taking Phone Messages, Invitation dan Suggestion. 2) Penyajian Buku Teks di Kelas Langkah kedua adalah pelaksanaan uji coba dengan mengembangkan proses pembelajaran berdasarkan buku teks yang telah disiapkan. Penyajiannya dilakukan oleh salah satu guru kelas yang bersedia menjadi kolaborator dalam tahap ini. Sesuai dengan waktu yang tersedia bagi peneliti serta program semesteran, ada tiga unit prototipe buku teks yang diujicobakan di kelas. Untuk pelaksanaan ujicoba, tiap unit yang disajikan disertai skenario pembelajaran yang menjadi rambu-rambu pengembangan KP bagi guru kolaborator. Pada awalnya, tiap unit dirancang untuk satu kali penyajian selama 2 X 45 menit atau dua jam belajar yang dilaksanakan dalam satu pertemuan. Karena ada beberapa kegiatan yang dinilai kurang maksimal, penyajian unit ketiga dilaksanakan dalam 2 X 2 X 45 menit atau empat jam belajar yang disajikan dalam dua kali sesi pembelajaran. Sesi pertama dialokasikan untuk pengembangan kompetensi oracy, sedangkan sesi kedua dirancang untuk mengembangkan kompetensi literacy.
commit to user 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
3) Pencermatan Hasil Penyajian Buku Teks Percermatan penyajian ketiga unit prototipe buku teks dilakukan oleh dua orang pengamat (observer), peneliti dan YY guru SMKN 4 Yogyakarta yang juga mengajar di kelas tersebut. Kedua observer memerankan peran partisipasi pasif. Pengamatan dilakukan dengan membuat catatan tentang pelaksanaan KP terutama tentang kelebihan dan kelemahan ketiga unit yang disajikan di kelas. Untuk memudahkan pemberian masukan, observer dilengkapi dengan satu set bahan ajar dan format isian untuk mencatat jenis kegiatan (task) yang perlu diberi masukan. Dengan demikian, observer dapat memberi masukan yang lebih menyeluruh. Untuk melengkapi data dan keperluan dokumentasi, peneliti juga membuat rekaman audio dengan menggunakan MP4 yang diletakkan di meja guru. Dari rekaman tersebut dibuat transkripsi interaksi guru-siswa yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mencermati ulang apa yang terjadi di kelas. Peneliti juga merekam beberapa bagian PBM dengan kamera digital sebagai bahan diskusi dan dokumentasi. Berdasarkan observasi, transkripsi, catatan observasi, maupun penjelasan guru penyaji, peneliti mencermati penerapan bahan ajar tersebut dalam pengembangan pengalaman belajar di kelas. Pemahaman tersebut juga dicocokkan dengan beberapa teori relevan serta pengalaman penyusunan buku teks yang baik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. 4) Penyempurnaan Draf Buku Teks Masukan yang diperoleh, baik yang berupa kelemahan maupun kekuatan KP, digunakan untuk menyempurnakan unit prototipe buku teks yang telah disajikan. Pelaksanaan penyempurnaan juga melibatkan commit to usernarasumber dan guru kolaborator 104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
melalui serangkaian diskusi. Dalam diskusi ini peneliti menyampaikan rancangan penyempurnaan berdasarkan hasil observasi dan refleksi yang peneliti peroleh kepada narasumber sebagai bahan pertimbangan penyempurnaan prototipe buku teks. b. Tempat dan Waktu Penelitian 1) Tempat Penelitian Kegiatan tahap pengembangan dilaksanakan di SMKN 4 Yogyakarta yang terletak di Kota Madya Yogyakarta. Tempat ini dipilih berdasarkan teknik purposif dengan mempertimbangkan faktor kondisi akademik, administrasi dan kondisi dan kesediaan guru dan sekolah (accessibility dan availability). a) Kondisi Akademik SMKN 4 Yogyakarta termasuk SMK yang besar di wilayah Popinsi DIY dilihat dari jumlah jurusan serta jumlah siswa (student body). Pada tahun pelajaran 2007-2008 jumlah siswa tercatat 1459 yang tersebar dalam 8 jurusan. Rincian jumlah siswa untuk tiap jurusan dan kelas disajikan dalam lampiran. Di antara jurusan yang ada, jurusan UJP dipilih menjadi setting penelitian karena relevansi dan kebutuhan bahasa Inggris bagi siswa jurusan ini lebih tinggi dibandingkan dengan jurusan lain. Lulusan jurusan ini diproyeksikan akan bekerja di biro perjalanan, agen pariwisata atau perusahaan-perusahaan yang terkait dengan torism industry. Dalam konteks pekerjaan tersebut, banyak posisi yang memerlukan kompetensi berbahasa Inggris aktif, baik lisan maupun tertulis. Kondisi akademik ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan pembelajaran bahasa Inggris di UJP tidak hanya sangat relevan dengan kebutuhan siswa jurusan tersebut tetapi juga sangat strategis untuk diterapkan pada jurusan lain yang mempunyai kedekatan karakteristik jurusannya.
commit to user 105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
b) Faktor Perizinan SMKN 4 Yogyakarta dipilih karena sekolah ini adalah salah satu sekolah mitra FKIP-UST untuk pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) bagi mahasiswa dan beberapa kegiatan akademik lainnya. Hubungan baik antar kedua institusi ini membantu peneliti memperoleh izin penelitian dengan mudah. Selain itu, peneliti juga mengenal hampir semua guru bahasa Inggris di sekolah ini dari kegiatan PPL serta kegiatan akademik lain. Dua orang guru bahasa Inggris di sekolah ini adalah teman peneliti ketika menempuh pendidikan S1 di Universitas Negeri Yogyakarta; dan empat orang guru bahasa Inggris adalah alumni PBI-UST. Secara keseluruhan, kondisi sekolah sangat mendukung pelaksanaan penelitian ini. Kegiatan utama tahap pengembangan adalah menguji-coba tiga unit buku teks di kelas XI jurusan UJP di SMKN 4 Yogyakarta. Kegiatan lain yang dilaksanakan di sekolah ini adalah pengamatan penyajian tiga unit protipe buku teks serta diskusi dengan guru maupun siswa. Adapun kegiatan-kegiatan lain yang menyertainya seperti perancangan draf bahan ajar dan penyempurnaannya dilaksakan di luar sekolah. 2) Waktu Penelitian Tahap pengembangan ini berlangsung dalam semester gasal tahun 2007-2008. Adapun waktu efektif di sekolah adalah mulai akhir Agustus sampai pertengahan November 2007. Kegiatan pelaksanaan uji coba ketiga unit prototipe buku teks tersebut dapat disajikan dalam tabel berikut. Tabel 3.4 Waktu Pelaksanaan Uji Coba Buku Teks No
Unit yang Disajikan
Waktu Penyajian
1
Leaving and Taking Phone Messages
14 September 2007
2
Invitation
28 September 2007
3
Suggestion
5 dan 8 Oktober 2007
commit to user 106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
Pelaksanaan uji coba baru dapat dimulai pada pertengahan September 2007 karena peneliti memerlukan pengamatan kelas beberapa kali. Selain itu, peneliti memerlukan waktu untuk berdiskusi dengan guru kolaborator untuk mencapai kesepakatan draf materi yang akan diuji cobakan. Wawancara dan diskusi dengan guru kolaborator dilakukan disela-sela uji coba. Sedangkan wawancara dengan siswa dilakukan setelah uji coba ketiga unit protipe buku teks tersebut selesai. c. Data dan Sumber Data Data penelitian tahap pengembangan ini berupa informasi empiris kualitas kinerja penerapan prototipe buku teks di kelas. Adapun sumber datanya adalah proses pembelajaran dengan menggunakan tiga unit prototipe buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK (Periksa tabel 3.5). d. Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa teknik pengumpulan data yang peneliti terapkan. Pertama adalah pengamatan, kedua dokumentasi, dan ketiga wawancara. 1) Pengamatan Pengamatan dilakukan secara passive participation dan dilakukan oleh dua orang; peneliti dan YY, guru kolaborator yang juga mengajar kelas tersebut di luar tahap pengembangan ini. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh pemahaman langsung dalam konteks pembelajaran untuk mengetahui efektifitas serta kelemahan propotipe buku teks yang dirancang sebelumnya dengan menyeluruh. Dengan memperhatikan situasi kelas, guru dan siswa, peneliti memperoleh pemahaman lebih dalam tentang penerapan buku teks tersebut di kelas.
commit to user 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
2) Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan merekam suara interaksi guru-siswa menggunakan MP4, alat kecil perekam suara digital berukuran 4 X 6 x 1 cm. Rekaman ini digunakan untuk membuat transkripsi interaksi guru-siswa di kelas untuk mengecek dan melengkapi informasi yang diperoleh melalui pengamatan. Selain itu peneliti juga mengambil gambar beberapa peristiwa interaksi guru-siswa dengan tanpa mengganggu situasi kelas. Pengambilan gambar dengan kamera digital dilakukan peneliti sendiri, sedangkan rekaman video dilakukan guru yang biasa membuat dokumentasi untuk sekolah. 3) Wawancara Wawancara terhadap guru penyaji dilakukan segera setelah selesai penyajian tiap unit prototipe buku teks. Wawancara dimulai dengan memberi kesempatan kepada guru untuk mengungkapkan kesan-kesan dalam penyajiannya. Dari kesan yang umum, peneliti mencoba mengembangkan pertanyaan pada hal-hal khusus dalam proses interaksi yang terjadi di kelas yang belum begitu jelas bagi peneliti dari pandangan guru penyaji. Wawancara juga dilakukan dengan siswa peserta uji coba secara berkelompok. Wawancara ini dilakukan dua kali dengan melibatkan dua kelompok siswa yang berbeda dan membahas siklus yang berbeda. e. Teknik Analisis Data Data analisis dilakukan dengan triangulasi yaitu menggabungkan informasi yang diperoleh dari ketiga teknik pengumpulan data. Sesuai dengan karakteristik data dan tujuan yang akan dicapai, teknik analisis yang digunakan adalah model interaktif (Miles dan Huberman, 1994: 72-75). Model ini terdiri dari tiga langkah yang saling
commit user terkait; dari data collection, dilakukan datatoreduction, data display dan conclusions: 108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
drawing/verifying. Mengingat pelaksanaan ujicoba berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama dan data yang diperoleh berasal dari berbagai sumber secara bersamaan pemakaian model interaktif sangat tepat. Selama pelaksanaan tahap pengembangan, peneliti mencermati semua data yang diperoleh dari berbagai sumber data dan teknik pengumpulan data. Data yang relevan mulai dipilih berdasarkan tema-tema atau permasalahan penelitian untuk menyederhanakan data yang ada. Dari langkah ini beberapa abstraksi pemahaman tema-tema penelitian dapat dibuat dan dituangkan dalam catatan-catatan. Dari kumpulan catatan tersebut beberapa kesimpulan sementara dapat dirumuskan berdasarkan permasalahan penelitian yang dinilai penting dalam perjalanan penelitian. Ketiga proses ini terus berjalan seiring dengan berjalannya kegiatan penelitian ini. Semakin bertambahnya data, reduksi data dengan mengelompokkan data yang relevan terus dilakukan untuk mempertajam pemahaman permasalahan yang diteliti berdasarkan atas data yang dikumpulkan. Pemahaman tersebut penting untuk menyempurnakan kesimpulan-kesimpulan sementara untuk selanjutnya membangun pemahaman yang lebih luas dan mendalam. f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Pertanggungjawaban
keabsahan
data
yang
diperoleh
dalam
tahap
pengembangan dilakukan melalui hal-hal berikut. 1) Triangulasi Salah satu teknik pengecekan keabsahan data dilakukan dengan menerapkan teknik triangulasi, yaitu pemakaian beberapa teknik pengumpulan data yang saling melengkapi dan melibatkan berbagai sumber data untuk memperoleh data yang terandal. (Lihat pembahasan sub-bab B.1.f halaman 98)
commit to user 109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
2) Pemilihan Guru dan Kelas untuk Pelaksanaan Uji Coba. Dalam tahap pengembangan ini kualitas kerjasama antara peneliti dan guru kolaborator sangat menentukan kualitas data yang diperoleh. Dengan kerjasama yang baik selama berjalannya tahap pengembangan ini guru mampu menyajikan unit buku teks sesuai dengan skenario yang dibuat serta berhasil menciptakan kondisi pembelajaran yang alamiah dan kondusif untuk mengembangkan proses pembelajaran di kelas. Untuk kelancaran pelaksanaan ujicoba, pemilihan kelas pun didiskusikan dan diserahkan kepada guru karena guru memegang peran penting dalam pengembangan proses pembelajaran. 3) Pemakaian Alat Dokumentasi yang Memadai Peneliti merekam jalannya proses pembelajaran dengan menggunakan alat yang sederhana namun sudah memadai untuk merekam proses tersebut. Alat perekam yang digunakan adalah MP 4 untuk merekam suara dan camera untuk merekam gambar. (Lihat pembahasan sub-bab B.1.f.3.) 4) Member Check Dalam upaya untuk memperoleh pemahaman yang sesuai dengan aspirasi pelaku proses pembelajaran peneliti meminta masukan pemahaman yang peneliti peroleh kepada guru-mitra, kolaborator, siswa dan pakar dalam memaknai data yang diperoleh dari penyajian. Schwandt (1977: 88) menggunakan istilah respondent validation untuk merujuk pada pemakaian berbagai cara untuk mengecek (validasi) pemahaman yang diperoleh peneliti kepada para pelaku dalam kegiatan pembelajaran. g. Subjek Penelitian dan Peran Peneliti Subjek utama yang dilibatkan dalam tahap pengembangan ini adalah siswa
commit to user kelas XI Jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta. Dalam pelaksanaannya, dua orang guru 110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
kolaborator serta dua narasumber lain yang memainkan peran yang berbeda dalam proses pengembangan buku teks bahasa Inggris dan penyajiannya di kelas. 1) Siswa Kelas XI UJP 2 Pelaksanaan ujicoba ini melibatkan satu kelas 2 atau XI UJP SMKN 4 Yogyakarta. Kelas ini terdiri dari dua paralel; 2 UJP 1, dan 2 UJP 2. Peneliti memilih kelas 2 UJP 2 karena mengikuti saran BH, guru kolaborator yang bersedia menyajikan bahan ajat dalam tahapan uji coba. Kelas ini terdiri dari 32 siswa, 23 peremuan dan 9 laki-laki yang berusia antara 15 sampai 18 tahun yang kebanyakan dari pinggiran kota Yogyakarta. Ada beberapa siswa dari Kabupaten Gunung Kidul serta empat dari Kabupaten Bantul 2). Guru Kolaborator Penelitian tahap ini melibatkan tiga guru kolaborator. Dua di antara mereka adalah guru senior di SMKN 4 Yogyakarta lulusan program S1 Pendidikan Bahasa Inggris yang mengajar dua kelas 2 atau XI UJP. Dengan berbagai pertimbangan, peneliti memilih BH sebagai guru penyaji di kelas berdasarkan atas kesediaannya serta tingkat kompetensi pedagogis dan profesionalnya yang memadai dalam pelaksanaan ujicoba ini. Meskipun statusnya di SMKN 4 Yogya ini sebagai guru tidak tetap, BH memiliki kemampuan mengembangkan kegiatan pembelajaran yang mencakup oracy dan literacy yang memadai untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang peneliti susun khusus untuk tahap pengembangan ini. Kompetensi tersebut juga didukung oleh kompetensinya mengoperasikan media pembelajaran berupa mini compo dengan CD player yang digunakan dalam pemajanan bahan menyimak dalam proses pengembangan oracy sehingga kegiatan
commit to user 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
pembelajaran berjalan lebih lancar dan menarik. Guru kolaborator ke tiga adalah YP yang meneruskan peran BH karena yang bersangkutan berhalangan. Sementara itu, peneliti meminta YY berperan sebagai kolaborator dengan melakukan pengamatan dan memberikan masukan untuk memperbaiki prototipe buku teks ketika diterapkan dalam proses pembelajaran. Pada penyajian ke-3, peran BH digantikan oleh YP, guru sebuah SMP Negeri di Kabupaten Sleman yang peneliti anggap mampu mengaktualisasikan skenario pembelajaran yang peneliti susun dengan lebih interaktif. 3) Narasumber Dua orang narasumber yang peneliti nilai mempunyai keahlian dalam bidang penyusunan bahan ajar dilibatkan secara intensif dalam proses penyusunan ketiga unit buku teks yang diujicobakan. Narasumber pertama adalah RH, dosen PBI-UST yang menekuni bidang curriculum and material development dan TEFL. Selain itu RH juga narasumber kegiatan MGMP bahasa Inggris baik di tingkat propinsi maupun kabupaten di DIY. Narasumber kedua adalah BTW, guru senior SMKN Depok, Sleman, penyusun beberapa buku teks bahasa Inggris untuk SMK dan penyusun naskan UN bahasa Inggris. Peran narasumber ini adalah memberi masukan dan saran terhadap skenario dan bahan ajar yang peneliti susun berdasarkan rambu-rambu yang diperoleh dalam tahap eksplorasi. Dalam pelaksanaannya, RH lebih banyak dilibatkan pada proses perancangan awal prototipe buku teks, sedangkan BTW dilibatkan dalam proses penelaahan penerapannya di kelas. Sebelum penyajian dilaksanakan, peneliti mendiskusikannya dengan BH untuk mencapai kesepahaman keleluruhan unit skenario pembalajran beserta kemungkinan realisasinya dalam tahap penyajian. Proses konsultasi ini
commit to user 112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
dilakukan untuk mengantisipasi kelemahan-kelemahan yang ada dalam rancangan pembelajaran dan solusi perbaikannya. Selain kedua narasumber tersebut ada dua dosen senior LPTK di Yogyakarta yang bersedia memberi beberapa masukan draf buku teks yang peneliti susun. Proses ini terjadi di akhir tahapan penyusunan dan sekaligus menjadi polesan akhir buku teks. 4) Peran Peneliti Selama berlangsungnya uji coba di kelas, peneliti berperan sebagai perancang materi pembelajaran lengkap dengan skenario dan media pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Pada hakikatnya materi tersebut merupakan embrio unit-unit prototipe buku teks integratif yang dikembangkan. Pada saat yang sama peneliti menjadi pengamat proses pembelajaran. 3. Tahap Pengujian a. Jenis Penelitian Tahap pengujian model buku teks dilaksanakan dengan menerapkan prosedur penelitian experiment. Model pelaksanaan tersebut dipilih untuk dapat mengungkap pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Borg dan Gall (1983) menyebutkan hakikat penelitian experiment adalah “… attempts to manipulate one or one set of variables -- known as the independent variable(s) -- in an attempt to cause a change in another variable or set of variables -- known as the dependent variable(s)”, yaitu upaya memanipulasi atau memodifikasi suatu atau serangkaian variabel yang disebut variabel bebas untuk mengungkap akibat perlakukan tersebut terhadap variabel lain yang disebut variabel terikat. Kutipan di atas menunjukkan bahwa melalui eksperimen peneliti dapat mengungkap hubungan antara pemakaian jenis buku teks, sebagai variabel bebas, dengan prestasi pembelajaran bahasa Inggris, sebagai variabel terikat.
commituntuk to user Pengujian ini dirancang sebagai upaya mengungkapkan efektifitas buku teks 113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
yang dikembangkan terhadap peningkatan prestasi belajar bahasa Inggris siswa dibandingkan dengan pemakaian LKS. b. Tempat dan Waktu Penelitian 1) Tempat Penelitian Kegiatan eksperimen dilaksanakan di SMKN 4 Yogyakarta. Deskripsi kondisi sekolah dan alasan pemilihannya sama dengan yang telah disajikan dalam sub-bab 2.b tentang tempat dan waktu pelaksanaan tahap pengembangan. (Lihat halaman 105.) 2) Waktu Penelitian Rangkaian kegiatan penelitian eksperimen dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2007-2008. Semester tersebut merupakan waktu ideal karena pada semester sebelumnya, semester gasal 2007-2008, prototipe buku teks yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini selesai dikembangan. Adapun pelaksanaanya berlangsung mulai minggu keempat bulan Januari 2008 dengan dilaksanakannya pretes sampai minggu ketiga bulan Maret 2008 setelah selesai pelaksanaan postes. Dari pelaksanaan pre- sampai postes, eksperimen ini dapat dilaksanakan dalam durasi waktu 8 minggu efektif. Meskipun demikian ada beberapa kegiatan yang mengiringinya, baik sebelum dan setelahnya. Durasi waktu pengujian tersebut menyesuaikan dengan penerapan tiga unit rancangan buku teks yang disiapkan. Peneliti berkeyakinan bahwa waktu pembelajaran
bahasa
Inggris
selama
delapan
minggu
berturut-turut
memungkinkannya mengamati pengaruh perlakuan pembelajaran yang dirancang. Selain itu durasi tersebut dinilai cukup baik untuk mengendalikan beberapa extraneous variable yang berpotensi mengancam internal validity eksperimen (Periksa sajian halaman 138-148). Pada praktiknya rancangan waktu tersebut juga
commitditosekolah user dengan adanya kegiatan UN yang dibatasi oleh jadwal waktu pembelajaran 114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
dimulai pada minggu keempat bulan Maret. Kegiatan pembelajaran untuk kelas X dan XI ditiadakan selama berlangsungnya UN. c. Variabel Penelitian Pelaksanaan experiment melibatkan, paling tidak, dua variabel, yakni variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bahan ajar bahasa Inggris sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi pembelajaran bahasa Inggris siswa setelah mengikuti serangkaian perlakuan atau treatment. Ada dua model bahan ajar yang digunakan; bahan ajar yang diambilkan dari LKS yang digunakan guru dan tiga unit prototipe buku teks integratif yang dikembangkan. Kedua model bahan ajar tersebut sama temanya namun berbeda model penyusunannya. Tiga unit buku teks integratif yang digunakan adalah bentuk modifikasi dari unit yang sama yang diambilkan dari LKS. Modifikasi dilakukan dengan mengakomodasi beberapa fitur bahan ajar yang dinilai unggul dan memperbaiki kelemahannya. Dengan modifikasi tersebut, stuktur dan kandungan buku teks tersebut menjadi berbeda dengan bahan ajar aslinya meskipun tema, SK dan KD sasarannya sama. Keseluruhan proses modifikasi buku teks tersebut dirancang untuk menghasilkan buku teks yang dinilai memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan ajar yang biasa digunakan seperti yang telah dibahas dalam tahap pengembangan. Variabel terikat penelitian ini adalah prestasi belajar bahasa Inggris. Variabel ini diperoleh melalui pengukuran kompetensi berbahasa Inggris subjek setelah memperoleh perlakuan pembelajaran. Hasil ini diungkapkan dalam bentuk skor tes yang besarannya berkisar antara 0 – 60.
commit to user 115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
d. Rancangan Penelitian Eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan rancangan Pretest-Posttest Control Group Design (McMillan dan Schumacher, 2001: 335; dan Borg dan Gall, 1983: 664). McMillan dan Schumacher menggambarkan rancangan tersebut dalam bentuk bagan sebagai berikut. Random Assignment
R
Group
Pretest
A
O
B
O
Treatment
X
Posttest
O O
Time
(McMillan dan Schumacher, 2001: 335) Bagan 3.5 Rancangan Penelitian Pretest-Posttest Control Group Pembentukan rangangan ini dimulai dengan menetapkan kelompok eksperimen, dalam koteks ini kelas A, dan kelompok kontrol, yaitu kelas B, secara acak. Kedua kelompok dirancang memperoleh perlakuan beda. Hasil perlakuan tersebut diamati setelah masa perlakuan yang direncanakan selesai. Dalam bagan 3.5 di atas McMillan dan Schumacher memberi tanda perlakuan untuk kelompok eksperimen dengan ( X ) yang melambangkan adanya suatu perlakuan yang diberikan kepada kelompok tersebut, sedangkan memberi tanda kosong (
) dalam baris kelompok kontrol yang melambangkan tidak diberinya
perlakuan sama sekali terhadap kelompok ini. Dalam penelitian ini kedua kelompok memperoleh perlakuan yang serupa yang berbentuk serangkaian proses pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan fasilitas, kondisi serta rambu-rambu yang serupa. Kondisi yang sengaja dirancang berbeda adalah perlakuan yang diterima oleh kedua kelompok tersebut melalui pemakaian dua model buku teks yang fiturnya
todalam user bagan berikut. berbeda. Rancangan tersebut dapatcommit disajikan 116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
R
Kelompok Experimen
O1
Kelompok Kontrol
O3
1
O2
X
O4
X
Kurun waktu pelaksanaan eksperimen Bagan 3.6 Rancangan Penelitian Pretest-Posttest Control Group yang diterapkan Perbedaan antara bagan 3.5 dengan 3.6 terletak pada lambang perlakuan yang diterima kedua kelompok. Dalam bagan 3.6, X digunakan untuk melambangkan perlakuan yang biasa diterima kelompok kontrol, sedangkan X1 melambangkan perlakuan yang sengaja dirancang khusus untuk kelompok eksperimen. O1 dan O3 melambangkan pelaksanaan observasi awal untuk kedua kelompok, sedangkan O2 dan O4 melambangkan observasi purna setelah selesai perlakuan eksperimen untuk mengungkapkan prestasi belajar kedua kelompok. e. Populasi, Sampel dan Teknik Penentuan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua siswa SMK Jurusan UJP di DIY. Adapun sampel penelitian ditentukan secara purposif, yaitu siswa UJP di SMKN 4 Yogya. Ada dua SMK negeri di DIY yang membuka jurusan yang berbasis Jasa Pariwisata. Selain SMKN 4, SMK N Kalasan I juga membukan jurusan UJP. Namun jurusan UJP ini baru terlaksana selama dua tahun ketika penelitian ini dilaksanakan. Dengan berbagai pertimbangan, SMKN 4 Yogyakarta dipilih karena SMK ini dinilai telah mapan dalam mengembangkan jurusan tersebut selama lima tahun terakhir. Jumlah siswa UJP di SMKN 4 Yogya tahun ajaran 2007-2008 adalah 202 yang terdiri dari tiga tingkat kelas yang rinciannya adalah sebagai berikut.
commit to user 117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118
Tabel 3.5 Jumlah siswa UJP SMKN 4 Yogyakarta Tahun 2007-2008 Kelas
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
X A / 1 UJP 1
3
31
34
X B / 1 UJP 2
3
31
34
XI A / 2 UJP 1
3
31
34
XI B / 2 UJP 2
5
27
32
XII A / 3 UJP 1
5
27
32
XII B / 3 UJP 2
4
29
33
(Sumber, SMKN 4, 2008) Dari jumlah tersebut, kelas X yang dikelompokkan ke dalam dua kelas paralel dipilih secara purposif sebagai sampel eksperimen. Pemilihan ini dilandasi atas kenyataan bahwa kelas XII atau kelas 3 tidak mungkin dilibatkan karena tidak diperkenankan oleh kepala sekolah. Kebijakan sekolah untuk kelas XII adalah mengikuti program pembelajaran intensif untuk persiapan menghadapi UN. Kelas XI tidak mungkin dipilih sebagai sampel karena pada semester sebelumnya, semester gasal 2007-2008, mereka telah dilibatkan dalam tahap pengembangan. Dengan demikian hanya kelas X yang terdiri dari 1 UJP 1 dan 1 UJP 2 yang paling tepat dipilih menjadi sampel. (Lihat tabel 3.6 di atas). f. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) macam instrumen; pertama adalah tes bahasa Inggris dan kedua adalah buku teks. 1) Tes Tes yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan khusus untuk mengukur tingkat kompetensi berbahasa Inggris subjek. Tes diberikan sebelum dan
commit to user setelah mereka selesai mengikuti treatment. 118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119
a) Penyusunan Tes Penyusunan tes dilakukan berdasarkan rambu-rambu penyusunan tes yang baik. Demi runtutnya, penyusunan tes mengadopsi lima langkah yang disarankan Brown sebagai berikut. (1) Mengembangkan sejumlah butir tes yang cukup yang mencakup berragam tipe tes yang diinginkan. (2) Menganalisis butir tes dengan hati-hati menggunakan format analisis utuk memastikan bahwa butir-butir tes tersebut baik dan jelas. (3) Mencobakan tes tersebut pada sekelompok siswa yang kondisinya setara dengan kelompok yang nantinya akan mengerjakan tes tersebut. Meskipun kondisi ujicoba tersebut tidak ideal, ujicoba tersebut merupakan pemakaian tes yang pertama. (4) Menganalisis hasil ujicoba dengan teknik item analysis. (5) Memilih butir-butir yang efektif untuk mendapatkan jumlah butir yang diinginkan setelah direvisi. (Brown, 2003: 16) Penerapan skenario penyusunan tes tersebut adalah sebagai berikut. (a) Langkah pertama adalah penyusunan seperangkat tes. Penyusunan tes dilakukan berdasarkan ancangan yang disusun dalam bentuk blue-print tes. Ancangan ini meliputi pemilihan format, penentuan cakupan tes, serta jumlah butir soal yang dikembangkan. Berdasarkan masukan guru kolaborator, dua ancangan yang digunakan adalah naskah tes TOEIC dan naskah UN bahasa Inggris untuk SMK. Kedua perangkat tes ini sebenarnya mengunakan model yang sama
commitmodel to usertes TOEIC. Dipilihnya tes TOEIC karena perangkat tes UN mengadopsi 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120
sebagai acuan pengembangan instrumen penelitian ini adalah karena tes ini dirancang untuk mengungkap kompetensi berbahasa Inggris mereka yang bukan penutur asli dalam tindak komunikasi, baik lisan atau tertulis dalam situasi rekaan. Lingkup tes ini mencakup penguasaan aspek kompetensi kebahasaan khususnya penguasaan vocabulary, grammar, listening dan reading. Format tes TOEIC yang juga digunakan dalam soal UN adalah tes objektif dengan pilihan ganda. Selain itu, aspek dan lingkup pertanyaan yang dicakup juga mengikuti format yang ada dalam tes TOEIC yang telah sering dipraktikkan dalam proses pembelajaran. Sedangkan cakupan isi instrumen ini disusun berdasarkan lingkup buku teks yang digunakan dalam treatment. Dengan demikian siswa sudah tidak merasa asing dengan jenis pertanyaan yang dihadapi. Jumlah butir soal ditentukan berdasarkan model naskah soal bahasa Inggris yang digunakan dalam UN serta alokasi waktu yang tersedia. Waktu yang dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan tes ini adalah satu sesi pembelajaran, yaitu 2 X 45 menit, sama dengan waktu yang dialokasikan untuk menjawab 50 butir soal dalam UN. Berdasarkan pencermatan atas pelaksanaan beberapa kali UN bahwa banyak waktu yang tidak efektif, ditentukan jumlah tes yang digunakan sebanyak 60 butir dengan rincian dalam tabel 3.7 berikut. Berdasarkan analisis di atas pelaksanaan try out dan pemakaian instrumen (test administration) dapat dilaksanakan dengan hemat waktu.
commit to user 120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121
Tabel 3.6 Perbandingan Jumlah dan Komposisi Butir Tes Bahasa Inggris UN SMK dengan Instrumen Penelitian Ujian Akhir Nasional Bagian
Topik
Instrumen Penelitian ∑ soal
Bagian
Topik
∑ soal
1
Picture description
10
1
Picture description
10
2
Question & Answer
5
2
Question & Answer
10
3
Short conversation
5
3
Short conversation
5
4
Short Talk
5
4
Short Talk
5
5
Incomplete Sentences
5
5
Incomplete Sentences
10
6
Error Recognition
10
6
Error Recognition
10
7
Reading
10
7
Reading
10
Jumlah butir soal
50
Jumlah butir soal
60
(Lihat lampiran 4 Naskah Tes ). (b) Langkah kedua adalah pencermatan terhadap tes yang telah dikembangkan. Percermatan selain dilakukan peneliti, juga dilakukan para pakar dengan teknik expert judgment. Tenik ini diterapkan dengan meminta penilaian pakar serta narasumber yang dinilai memiliki kompetensi tinggi dalam menyusun tes bahasa Inggris untuk SMK untuk tujuan asesmen formal. Seorang pakar language testing yang dilibatkan dalam perencanaan pengembangan tes ini adalah RH yang merupakan dosen yang mendalami bidang dan pengampu mata kuliah language testing di PBIUST, perguruan tinggi tempat peneliti mengajar, serta beberapa perguruan tinggi swasta di Jawa Tengah. Keterlibatan pakar ini menyangkut pemberian masukan perancangan dan pengembangan awal bentuk tes meliputi lingkup dan penyusunan pertanyaan
(lead),
penyusunan
pengecoh
(distractors),
kesetaraannya, serta penempatan jawaban yang benar.
commit to user 121
homoginitas
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
Dua narasumber yang dilibatkan adalah YK, guru bahasa Inggris SMKN 6 Yogkyakarta dan BTW, guru bahasa Inggris SMKN 2 Depok yang juga telah dilibatkan dalam tahap eksplorasi dan pengembangan. Pemilihan kedua narasumber ini didasarkan atas penilaian kompetensi mereka serta berdasarkan rekam jejak mereka dalam bentuk penugasan oleh Departemen Pendidikan Nasional sebagai anggota tim penyusun naskah UN untuk mata uji bahasa Inggris untuk SMK dari DIY pada tiga tahun terakhir. Pada tahapan ini peneliti meminta kedua narasumber untuk mencermati naskah tes yang telah peniliti kembangkan dengan memberi masukan sebagai bahan perbaikan. Masukan dari kedua narasumber ini berupa beberapa saran untuk memodifikasi penyusunan beberapa pertanyaan dalam bagian reading yang dinilai terlalu panjang dan terlalu sulit bagi siswa. Termasuk di dalamnya penggantian beberapa kosa kata yang lebih sesuai dengan kondisi siswa. Sedangkan bagian listening diterima adanya karena bahan tersebut diambilkan dari satu seri tes TOEIC yang tingkat kesulitannya masih sesuai dengan tingkat kompetensi bahasa Inggris siswa SMK. (c) Langkah ketiga adalah melakukan try out. Try out dilaksanakan dengan melibatkan siswa kelas XI jurusan Administrasi Perhotelan (AP) SMKN 4 Yogyakarta. Dipilihnya siswa kelas ini sebagai subjek try out adalah karena mereka dinilai mempunyai kesetaraan tingkat kompetensi berbahasa Inggris dengan siswa UJP yang dipilih sebagai sampel penelitian. Meskipun berbeda, kedua jurusan merupakan rumpun bidang yang berdekatan yang tingkat tuntutan kompetensi bahasa Inggrisnya tidak jauh berbeda. Di SMKN 4 Yogyakarta, siswa di kedua jurusan memperoleh commit to user porsi jam belajar bahasa Inggris 122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123
yang sama. Ketika menghadapi UN, mereka akan memperoleh soal yang sama, demikian juga ketika mereka menempuh tes TOEIC. Perbedaan jurusan lah yang membedakan pemilihan tema dan topik yang paling sesuai dengan relevansi kebutuhan siswa oleh guru di kedua jurusan tersebut. Dari perbedaan topik, juga terlihat perbedaan cara guru mengejawantahkan aspek adaptif pelajaran bahasa Inggris ke aspek produktif kompetensi kejuruannya. Alasan lain pemilihan siswa kelas XI AP sebagai subjek try-out adalah segi kepraktisan yaitu karena proses pembelajaran siswa kedua jurusan ini berlangsung di kompleks sekolah yang sama. Di SMKN 4 Yogyakarta, proses pembelajaran siswa jurusan AP berlangsung di gedung yang berbeda dari siswa UJP. Kondisi ini sangat membantu pelaksanaan eksperimen karena perbedaan lokasi ini dapat menekan kemungkinan terjadinya upaya siswa UJP mencari tahu materi apa yang dikerjakan di kelas bahasa Inggris siswa AP, khususnya dalam mengerjakan tes try out. Hakikat try out ini adalah validasi tes secara empirik melalu uji coba dengan siswa yang sepadan dengan kondisi atau kemampuan sampel penelitian yang sesungguhnya. Tujuan pelaksanaan try-out tes adalah untuk mengungkap kualitas tes sebagai alat ukur kompetensi bahasa Inggris siswa melalui analisis butir yang ada serta hubungan tiap butir terhadap keseluruhan tes. (d) Langkah keempat adalah melakukan analisis butir hasil try-out dengan menggunakan teknik analisis butir. Lingkup pembahasan hasil try-out mencakup indeks kesukaran atau item facility serta daya beda atau discrimination index. (e) Langkah kelima adalah menghitung Indeks Kesukaran. Indeks kesukaran butir tes menunjukkan tingkat kesulitan tes tersebut bagi
commit to user sekelompok penempuh tes. Brown mendefinisikan indeks kesukaran dengan 123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124
menggunakan istilah item facility. Konsep tersebut adalah “the proportion of the students who answered a particular item correctly”, yaitu proporsi siswa yang mampu menjawab butir tes tertentu dengan benar (2003: 17). Indeks ini diungkapkan dengan angka yang menunjukkan tingkat kesulitan atau kemudahan suatu soal sehingga disebut indeks kesukaran butir. Cara pengukurannya adalah dengan membagi jumlah jawaban benar untuk tiap butir soial dibagi dengan jumlah penempuh tes. Arikunto menawarkan cara penghitungan indeks kesukaran dengan memakai rumus sederhana berikut.
P=
B JS
Keterangan: 1. P melambangkan taraf kesulitan butir soal 2. B jumlah siswa yang menjawab benar
3. JS jumlah siswa yang menempuh tes (Arikunto, 2003) Brown (2003: 17) menawarkan model perhitungan dengan menggunakan aplikasi program Exell ® spereadsheet yang dinilai lebih mudah dan praktis. Karenanya, perhitungan indeks kesukaran dalam penelitian ini mengikuti saran Brown yang hasil perhitungannya ada di lampiran 7). Hasil perhitungannya dapat disajikan dalam tabel 3.7 berikut.
commit to user 124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125
Tabel 3.7 Ringkasan Hasil Analisis Kesukaran Butir No
Bagian
1
PICTURE DESCRIPTION
2
QUESTION AND ANSWER
3
SHORT CONVERSATION
4
SHORT TALK
5
INCOMPLETE SENTENCES
6
EROR RECOGNITION
7
READING
Indeks Kesukaran Tiap Butir Tes 1 0,8 11 0,35 21 0,35 26 0,2 31 0,5 41 0,75 51 0,5
2 0,5 12 0,4 22 0,35 27 0,2 32 0,45 42 0,55 52 0,55
3 0,6 13 0,4 23 0,3 28 0,2 33 0,5 43 0,5 53 0,4
4 0,6 14 0,35 24 0,35 29 0,15 34 0,65 44 0,45 54 0,45
5 0,6 15 0,55 25 0,2 30 0,15 35 0,8 45 0,35 55 0,45
6 0,4 16 0,3
7 0,6 17 0,4
8 0,7 18 0,45
9 0,5 19 0,45
10 0,55 20 0,4
36 0,75 46 0,6 56 0,55
37 0,7 47 0,4 57 0,2
38 0,7 48 0,6 58 0,6
39 0,45 49 0,95 59 0,2
40 0,2 50 0,85 60 0,55
Hasil analisis di atas dapat digolongkan ke dalam tiga kategori indeks kesukaran sebagai berikut: 1. Pertama, jika hasil perhitungan menunjukkan harga lebih kecil dari 0,30 (< 0,30), butir soal tesebut dikategorikan ke dalam butir soal sukar. 2. Kedua, jika hasil perhitungan menunjukkan harga antara 0,30 sampai dengan 0,70 butir soal tesebut dikategorikan ke dalam butir soal sedang. 3. Ketiga, jika hasil perhitungan menunjukkan harga 0,71 atau lebih besar (> 0.70), butir soal tesebut dikategorikan ke dalam butir soal mudah. (sopo Berdasarkan kriteria pengelompokan di atas, hasil try out instrumen ini adalah sebagai berikut. Dari jumlah keseluruhan 60 soal, 8 soal atau 18 % masuk ke dalam rentang besaran < 0,30, yaitu soal yang termasuk kategori sukar, 45 butir soal atau 75 % masuk ke dalam rentang 0,30 sampai 0,70, yaitu soal yang termasuk kategori sedang, dan 7 butir soal atau 12 % masuk ke dalam rentang > 0,70, yaitu soal yang termasuk kategori mudah. Pencermatan lebih lanjut menunjukkan bahwa butir soal dalam bagian picture description, incomplete sentences dan error recognition
commit to user 125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126
termasuk butir soal yang dinilai cukup mudah bagi para siswa dibanding dengan bagian yang lain dengan rerata indeks kesukaran masing-masing 0,55; 0,57; dan 0,60. Bagian short talk dan short conversation dianggap paling sulit bagi siswa dengan rerata indeks kesukaran 0,18 dan 0,31. Sedangkan bagian question and answer dan reading merupakan butir yang dianggap sedang dengan rerata indek masing-masing 0,41 dan 0,445. Hasil tersebut berkorelasi dengan tingkat kesulitan soal tes TOEIC. Tes listening bagian pertama, picture description, yang hanya menuntut penempuh tes untuk mengenali gambar yang ada dan memilih satu dari pernyataan yang didengar yang paling sesuai dengan gambar yang ada dianggap tes listening yang paling mudah. Dalam tes bagian ini permasalahan yang dihadapi oleh penempuh tes hanya menjodohkan pernyataan yang didengar dengan gambar yang dihadapi sehingga permasalahan yang dihadapi penempuh tes tidaklah sangat menantang atau academically demanding. Bagian kelima, short talk, merupakan soal yang paling sulit karena penempuh tes harus mendengarkan serangkaian penjelasan atau talk yang diikuti oleh beberapa pertanyaan. Dalam menjawab pertanyaan ini penempuh tes dituntut mampu menyimak serangkaian informasi yang disampaikan dalam talk tersebut dengan baik. Tingkat kesulitan yang dihadapi penempuh tes dalam mengerjakan bagian ini sangat tinggi karena selain bahasanya semakin sulit, talk sendiri relatif lebih panjang dari bagian picture description dan short conversation. Dibanding dengan bagian tes listening yang lain, permasalahan yang dihadapi penempuh tes dalam mengerjakan bagian short talk menuntut kompetensi akademik penempuh tes yang sangat tinggi. Bagian keenam, error recognition, adalah bagian yang paling mudah. Hal ini karena selain soalnya berbentuk tertulis, permasalahan yang diangkat menyangkut pengenalan bentuk gramatika dalam konteks yang ada dalam kalimat tersebut.
commit to user 126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127
Untuk lebih memahami makna temuan di atas, peneliti menggunakan paradigma yang digunakan Fernandes (1984) dan Masrun (1978) dalam membuat kriteria komposisi tes yang baik berdasarkan indeks kesukaran. Berikut tabel perbandingan kriteria komposisi mereka dengan hasil analis item facility tes yang dikembangkan untuk penelitian ini. Tabel. 3.8 Perbandingan Komposisi tes berdasarkan item facility Fernandes (1984) dan Masrun (1978)
Kondisi Instrumen Penelitian ini
Kriteria (p)
Komposisi
Kriteria
Komposisi
0,00 – 0,30 (Sukar)
±25 %
0,00 – 0,30 (Sukar)
±12 %
0,31 – 0,70 (Sedang)
±50 %
0,31 – 0,70 (Sedang)
±75 %
0,71 – 1,0 (Sulit)
±25 %
0,71 – 1,0 (Sulit)
±13 %
Dari perbandingan di atas dapat dilihat adanya perbedaan dan persamaan antar keduanya. Hasil analisis item facility instrumen ini menunjukkan bahwa jumlah butir yang dianggap sukar dan butir yang mudah bagi siswa relatif lebih kecil dari komposisi yang ditawarkan Fernandes dan Masrun’ yaitu ±12 % dan ±13 % dibandingkan dengan ±25 % dan ±25 %. Namun demikian ada kecenderungan persamaan proposinya tingkat kesulitan butir tes instrumen ini dengan komposisi Fernandes dan Masrun; jumlah butir yang dianggap sulit dan mudah seimbang. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa komposisi butir dalam instrumen yang digunakan dalam try-out ini dapat disejajarkan dengan komposisi tes yang baik. (f) Langkah keenam adalah menghitung Daya Beda Salah satu ciri tes yang baik adalah tes tersebut mempunyai daya pembeda (item discrimination). Daya pembeda ini toadalah commit user kemampuan tes ini membedakan 127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128
variasi tingkat kompetensi penempuh tes, antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dan siswa yang kurang pandai atau siswa berkemampuan rendah. Tes yang mempunyai kapasitas seperti ini disebut mempunyai discriminating power (Harris, 1974). Brown menyebut daya pembeda dengan istilah item discrimination yang dijelaskannya sebagai “the item facility on the particular item for the upper group (usually the top 33% or so based on the total test scores) minus the item facility for the lower group (usually the lower 33% or so based on the total test scores)” (2003: 18), yaitu tingkat kesukaran tiap butir tes yang dikerjakan oleh sekitar 33 % siswa yang pandai dikurangi dengan tingkat kesulitan tes yang dikerjakan oleh sekitar 33% siswa yang kurang pandai. Untuk menghitung daya beda, Brown (2003) menawarkan teknik dengan menggunakan program Exell ® spreadsheet sebagai kelanjutan penghitungan item facility. Dari perhitungan ini, angka yang diperoleh disebut indeks diskriminasi. Dengan pertimbangan segi kepraktisan peneliti menggunakan penghitungan seperti saran Brown. (Perhitungan lengkap disajikan di lampiran 8.) Untuk membaca hasil perhitungan tersebut digunakan klasifikasi indeks pembeda soal adalah sebagai berikut. Jika hasil perhitungan indeks diskriminasi menunjukkan nilai: (1)
di bawah angka 0,20 (< 0,20), butir soal tersebut termasuk kategori daya beda soal jelek atau poor,
(2)
antara angka 0,20 sampai dengan 0,39, butir soal tersebut dikategorikan mempunyai daya beda soal sedang atau satisfactory.
(3)
antara angka 0,40 sampai 0,69, butir soal tersebut mempunyai daya beda soal baik atau good, dan
commit to user 128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129
(4)
antara angka 0,70 sampai dengan 1,00; butir soal tersebut dikatagorikan ke dalam soal yang memiliki daya bedanya baik sekali atau excellent. Dari hasil perhitungan yang disajikan dalam lampiran 8 dapat dijumpai adanya
beberapa butir tes yang indeks item discrimination-nya sangat rendah < 0,20, namun sebaliknya tidak dijumpai butir soal yang memperoleh angka > 0,70. Butir-butir soal yang terbukti memperoleh indeks rendah yang berarti lemahnya butir tes tersebut dalam membedakan tingkat kompetensi sampel penelitian ini menjadi bahan perbaikan instrumen pada langkah berikutnya. (g) Langkah ketuju adalah penyusunan ulang. Langkah terakhir penyusunan instrumen adalah penyususunan ulang dengan memperbaiki beberapa butir tes yang terbukti kurang efektif. Penyusunan ini dimaksudkan untuk menghasilkan kualitas instumen yang handal yang hasilnya akan menentukan kualitas penelitian eksperimen ini. Selain pencermatan dan analisis butir yang dilakukan berdasarkan hasil try out, peneliti juga memperhatikan beberapa masukan dari guru yang mereka peroleh ketika mereka berdialog dengan para siswa. Dari pengakuan siswa tentang adanya beberapa kesulitan yang mereka temui ketika mengerjakan try-out, peneliti mencermati ulang butir-butir yang menjadi perhatian siswa dan guru. b) Validitas dan Reliabilitas Tes Kualitas hasil penelitian sangat tergantung pada kalibrasi instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang baik adalah yang berkontribusi pada tercapainya tujuan penelitian. Karenanya instrumen yang baik perlu memiliki serangkaian kualitas seperti validitas, reliabilitas, objectivitas, (Borg dan Gall, 1983;
commit to user 129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130
McMillan dan Schumacher, 2001; Frankel dan Whallen, 1990). Dalam konteks tes bahasa, Palmer (2008: 65) menyebutkan bahwa tes yang baik memiliki empat kualitas, yaitu validity, reliability, authenticity dan beneficial impact. Setiap ranah kualitas tersebut memberi kontribusi tertentu dalam penyusunan instrumen sesuai dengan ranahnya. Untuk memperoleh data yang baik, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan mengikuti lima langkah yang disarankan Brown (2003). Selain itu penyusunannya juga mengindahkan terpenuhinya kualitas penyusunan instrumen bahasa yang baik, khususnya ranah validitas dan reliabilitas tanpa mengabaikan kualitas yang lain. (1) Validitas Secara umum konsep validitas atau validity dalam alat ukur psikometrik merujuk pada sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya yaitu mengukur fenomena yang sedang diteliti sehingga alat tersebut menghasilkan informasi yang benar. Seperangkat instrumen dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila instrumen tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya, yaitu memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut dengan cermat. Jika fungsi ini tidak dipenuhi, instrument tersebut dinyatakan tidak valid. Konsep dasar validity menurut Borg dan Gall adalah “the degree to which a test measures what it purpotes to measure” (1983: 275), yaitu tingkatan atau sejauh mana kemampuan suatu alat ukur dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Definisi serupa juga dikemukakan para ahli seperti Harris (1974) dan Frankel dan Whallen (1990). Jika hasil pengukurannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan, tes
commit to user 130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131
tersebut disebut memiliki validitas yang tinggi. Sebaliknya tes dikatakan jelek atau tidak valid jika tes itu menghasilkan pengukuran yang salah. Validitas instrumen sangat penting dalam suatu penelitian karena jika alat ukurnya tidak valid, hasil yang diperoleh dapat melenceng dari tujuan yang telah dirumuskan. Lebih jauh McMillan dan Schumacher (2001: 239) merumuskan validity sebagai “the extent to which inferences made on the basis of numerical scores are appropriate, meaningful, and useful”. Menurut mereka konsep validitas ini tidak hanya mengacu pada ketepatan hasil pengukuran, namun juga informasi dari skor yang diperoleh dapat menjadi kesimpulan yang berarti dan bermanfaat dalam menjelaskan hakekat fenomena yang diukur. Konsekuensi pemakaian tes yang tidak valid, seperti yang dinyatakan Borg dan Gall, adalah “…can lead to erroneous research conclusion” (1983: 275), yaitu dapat menjurus pada tercapainya kesimpulan penelitian yang salah. Validitas mencakup beberapa ranah. Beberapa literatur menyebutkan ranah tersebut mencakup, criterion validity, content validity, concurrent validity, predictive validity dan construct validity (Borg dan Gall, 1983; McMillan dan Schumacher, 2001; Lissitz dan Samuelsen, 2007). Dalam penelitian pendidikan, dua diantaranya content validity dan construct validity diangap sangat penting (McMillan dan Schumacher, 2001: 240). Dalam penelitian ini, peneliti juga memberi perhatian yang besar pada terpenuhinya ranah validitas isi atau content validity dan validitas konstruk atau construct validity tanpa mengabaikan ranah yang lain Validitas isi atau content validity menyangkut sejauh mana tes tersebut mencerminkan lingkup yang perlu dicakup di dalam rancangan permasalahan yang diteliti. Borg dan Gall (1983: 276) mendefinisikan content validity sebagai “the
commit to user 131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132
degree to which the sample of test item represents the the content that the test is designed to measure”. Senada dengan Borg dan Gall, McMillan dan Schumacher (2001: 240) menggambarkan content validity sebagai …“how well the content of the test or other assessment represents a larger domain of content or task”. Kedua kutipan di atas menunjukkan bahwa validitas isi mempermasalahkan keterkaitan antara butir-butir tes dengan hakikat isi substansi atau content yang diteliti. Jika suatu tes dirancang sebagai alat untuk mengukur prestasi pembelajaran, tes tersebut harus secara reperesentatif mencerminkan lingkup materi atau isi pembelajaran tersebut. Dalam kaitan penelitian pendidikan, Borg dan Gall menjelaskan cara mengungkap content validity adalah “… is appraised usually by an objective comparison of test items with curriculum content” (1983: 276), yaitu dinilai dengan membuat perbandingan secara objektif terhadap butir-butir tes tersebut dengan isi kurikulum. Mengikuti prosedur tersebut, peneliti membandingkan butir tes dalam instrumen ini dengan isi kurikulum yang tertuang dalam buku teks yang dipakai. (Periksa tabel 3.9 berikut). Dari perbandingan tersebut dapat diungkapkan bahwa butir-butir soal yang dicakup dalam instrumen ini benar-benar dikembangkan dari lingkup materi yang diajarkan dalam proses perlakuan pembelajaran. Kesesuaian ini tidak hanya tercermin melalui butir-butirnya, tetapi pemilihan jenis tes yang digunakan juga didasarkan atas kegiatan pembelajaran dan latihan yang dilakukan di kelas. Dari perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa butir butir tes yang dikembangkan sangat terkait dengan cakupan kegiatan pembelajaran di kelas yang tercermin dalam cakupan tiap unit dalam buku teks yang dikembangkan.
commit to user 132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133
Tabel 3.9 Korelasi antara Instrumen Penelitian dengan Unit dalam Buku Teks Butir Instrumen Penelitian Bagian
Topik
Persamaannya dengan Unit dalam Buku Teks Topik dan task
1
Picture Description
Preactivities (task 1-6, 8-9)
2
Question & Answer
While-teaching Activities
3
Short conversation
Task 3-5 (listening)
4
Short Talk
Task 6 -7 Grammar Focus
5
Incomp. Sentences
Task 10 & 11-ttg. Grammar dan Vocabulary
6
Error Recognition
Error Recognition
7
Reading
Reading
Jumlah butir soal
Jumlah butir soal 60
Construct Validity menyangkut masalah sejauh mana butir tes yang dicakup dalam instrumen mencerminkan aspek penting yang membentuk keseluruhan konsep kompetensi berbahasa Inggris serta proses pengembangannya. Richards dan Schmidts (2002: 112) mendefinisikan validitas konstruk sebagai “… the extent to which the items in a test reflect the essential aspects of the theory on which the test is based”. Senada dengan itu Borg dan Gall (1983: 280) menjelaskan construct validity sebagai “the extent to which a particular test can be shown to measure a hypothetical construct”. Sementara itu dalam mendefinisikan construct validity, Palmer (2008) lebih menekankan pentingnya fungsi alat ukur sebagai berikut "The meaningfulness of the interpretations that we make on the basis of test scores" (2008: 10). Tiga kutipan di atas menunjukkan bahwa construct validity berkait dengan sejauh mana hakikat butir-butir yang tercakup dalam instrumen tersebut dapat bermakna dalam mencerminkan hakekat teori atau construct yang diteliti. Sebagaimana yang telah disebutkan pada halaman 119 bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan untuk mengukur kompetensi berbahasa
commit to user 133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134
Inggris siswa dalam tindak komunikasi. Acuan penyusunannya adalah format yang dipakai dalam naskah tes TOEIC dan UN bahasa Inggris SMK. Penyusunannya dilakukan melalui pengembangan butir-butir tes yang mencerminkan lingkup kompetensi berbahasa Inggris. Cakupan ini meliputi penguasaan pengetahuan kebahasaan serta kemampuan mereka dalam menggunakannya dalam situasi rekaan (simulated situation) dengan melibatkan keempat keterampilan berbahasa dalam tindak komunikasi. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa keseluruhan tes ini benar-benar mengukur pengetahuan dan kompetensi siswa dalam menggunakan bahasa Inggris dalam berkomunikasi. Asumsi validitas ini dibangun berdasarkan argumentasi Moritoshi (2001) tentang validitas tes TOEIC sebagai alat ukur keempat keterampilan berbahasa meskipun tes TOEIC hanya melibatkan tes listening dan reading saja. Mengingat format dan cakupan tes ini dikembangkan berdasarkan acuan tes TOEIC yang telah diakui secara internasional sebagai alat ukur kompetensi berbahasa Inggris bagi penutur bukan asli atau non-native speakers, argumentasi ini dapat diterapkan dalam pemenuhan aspek construct validity instrumen ini. Dengan demikian tes ini juga memenuhi construct validity. Dengan terpenuhinya aspek content dan construct validity, tes ini dapat dinilai telah memenuhi rambu-rambu penyusunan instrumen yang baik untuk kepentingan penelitian ini. (2) Reliabilitas Reliabilitas tes menunjukkan keajegan hasil yang diperoleh dari setiap kali pemberian tes atau test administration. Hal tersebut ditegaskan Borg dan Gall bahwa reliabilitas instrumen harus mencerminkan “the level of internal consistency or stability of measuring device over time” (1983: 281), yaitu tingkat konsistensi atau
commit to user 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135
keajegan kinerja internal instrumen kapanpun tes tersebut dipakai. Lebih lanjut Frankel dan Wallen menyebutkan konsep reliability sebagai “the consistency of the scores obtained—how consistent they are for each individual from one administration of an instrument to another and from one set of item to another” (1990: 133). Keajegan atau konsistensi tesebut ditunjukkan melalui keseluruhan perangkat tes kapanpun digunakannya. Berbagai teknik untuk mengukur indeks reliabilitas tes telah ditawarkan dalam literatur seperti test-retest, equivalent forms, equivalent forms plus test-retest dan internal consistency. Dari berbagai teknik di atas internal consistency dipilih dalam menentukan relibilitas instrument penelitian ini karena praktis penerapannya. Dari beberapa teknik yang dapat diterapkan, peneliti memilih teknik belah dua (split half) (Frankel dan Wallen, 1990: 135-136) karena sederhana dan praktis. Penghitungan reliabilitas dengan teknik belah dua dilakukan dengan mengelompokkan jawaban siswa ke dalam dua kelompok berdasarkan nomor ganjil dan nomor genap. Selanjutnya model Spearman’s rho digunakan untuk menghitung koefisien korelasi setengah tes yang bernomor ganjil terhadap setengah yang lainnya yang bernomor genap. Hasil hitungan coefficient correlation ini berupa tingkatan sejauh mana kedua bagian tes tersebut mencerminkan kinerja yang sama atau mirip. Coefficient (angka perolehan) correlation setengah yang lain diasumsikan sama. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan piranti lunak SPSS versi 17 untuk memperoleh perhitungan yang akurat, cepat dan mudah. Adapun ringkasan hasilnya dapat ditampilkan dalam tabel 3.10 dan 3.11 berikut. Pertama ditampilkan hasil hitungan statistik deskriptif kemudian penghitungan korelasinya. Tabel ……….. Statistik Deskriptif
commit to user 135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136
Tabel 3.10 Data Statistik Deskriptif Butir Tes Ganjil dan Genap Mean
Std. Deviation
N
Nilai Tes Ganjil
9,6333
3,24285
30
Nilai Tes Genap
9,1667
3,92238
30
Tabel di atas menyebutkan bahwa jumlah butir tes keseluruhan adalah 60 yang dikelompokkan menjadi dua; 30 ganjil dan 30 genap. Nilai rerata tes ganjil adalah 9,63 dengan standar deviasi sebesar 3,24. Sedangkan nilai rerata tes genap adalah 9,16 dengan standar deviasi sebesar 3,92. Adapun hasil perhitungan korelasinya adalah sebagai berikut. Tabel 3.11 Hasil Analisis Reliabilitas Instrumen Hasil Komputasi Split Half dengan Spearman’s rho Correlations Nilai Tes Ganjil Spearman's rho
Correlation Coefficient Nilai Tes Ganjil
Correlation Coefficient Nilai Tes Genap
1.000
.497**
.
.005
30
30
**
1.000
.005
.
30
30
Sig. (2-tailed) N
Sig. (2-tailed) N
Nilai Tes Genap
.497
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil penghitungan reliabilitas instrumen yang disajikan dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa besaran koefisient korelasi antara butir genap dengan butir ganjil sangat tinggi yaitu 0,49. Harga koefisient tersebut ditunjukkan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi mencapai 0,01 atau 1 %. Dari perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan instrumen ini memiliki internal konsistensi yang tinggi sehingga dapat dinilai sebagai commit instrumen to user yang reliable. 136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137
2). Bahan Ajar Bahasa Inggris Instrumen kedua yang digunakan adalah bahan ajar bahasa Inggris untuk SMK. Bahan ajar yang digunakan dalam pelaksanaan treatment dalam eksperimen ini ada dua macam; satu adalah bahan ajar dari LKS dan yang kedua adalah prototipe buku teks bahasa Inggris integratif untuk SMK. Tiga unit dari buku teks tersebut yang temanya diambil dari LKS dipilih sebagai wakil semua isi buku teks yang disusun. Tema ketiga unit tersebut adalah ‘Leaving and Taking Phone Messages, Invitation dan Suggestion’ digunakan sebagai materi dalam treatment. g. Pengendalian Extraneous Variable Tingkat pencapaian tujuan penelitian eksperimen ditentukan oleh rancangan penelitian yang diterapkan. Dalam pelaksanaannya timbul berbagai kejadian atau kondisi yang tidak mendukung atau mengganggu terciptanya kondisi seperti yang diungkapkan dalam rancangan penelitian. Kondisi dan kejadian tersebut sering disebut sebagai ancaman (McMillan dan Schumacher, 2001: 186) terhadap pengamatan pengaruh perlakuan pembelajaran dalam eksperimen. Untuk itu peneliti melakukan segala upaya untuk mengendalikan beberapa variabel yang berpotensi mengganggu atau mengacaukan kondisi yang dirancang yang disebut pengendalian extraneous variables. Berdasarkan penelaahan konsep Campbell dan Stanley, McMillan dan Schumacher mengelompokkan langkah tersebut menjadi dua kategori. Pertama pengendalian validitas internal dan kedua pengendalian validitas eksternal. 1). Pengendalian Validitas Internal Validitas internal dalam konteks penelitian eksperimen adalah hasil penilaian
commit to user yang dapat meyakinkan pembaca terhadap semua kondisi dan kegiatan penelitian 137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138
bahwa keseluruhan rangkaian eksperimen yang dilaksanakan ini benar secara metodologis. Kondisi ini dapat tercipta jika berbagai gangguan terhadap terciptanya kondisi dan terlaksananya kegiatan penelitian yang direncanakan dapat dikendalikan. McMillan dan Schumacher (2001: 326) mendefinisikan validitas internal sebagai “a judgment that is made concerning the confidence with the plausible rival hypotheses can be ruled out as plausible explanation for the result”. Artinya bahwa validitas internal adalah suatu penilaian yang dibuat terhadap keyakinan bahwa kondisi yang terjadi itu bukan karena akibat kondisi tandingan yang ada di luar kendali peneliti. Untuk mencapai kondisi tersebut, peneliti berusaha untuk menekan terjadinya gangguan tersebut sekecil mungkin untuk meyakinkan bahwa perbedaan prestasi pembelajaran yang ditunjukkan kedua kelompok belajar yang dilibatkan dalam penelitian ini disebabkan oleh perbedaan pemakaian buku teks dan bukan karena kondisi atau aktivitas lain yang tidak direncanakan. Lebih lanjut McMillan dan Schumacher (2001: 326) menjelaskan jika ancaman tersebut dapat ditekan dengan baik, peneliti boleh merasa yakin bahwa hubungan antar variabel yang diteliti yang terlihat merupakan kausalitas; yaitu perbedaan kondisi atau hakekat perlakukan yang diberikan menyebabkan terjadinya hasil yang diamati. Dengan demikian keberhasilan pengendalian extraneous variable tersebut merupakan salah satu persyaratan sah atau terterimanya prosedur penelitian yang digunakan sebagai dasar yang benar bahwa penelitian eksperimen yang dilaksanakan sesuai rambu yang digariskan. Dengan langkah-langkah pengendalian ini, peneliti berharap bahwa jika ada perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara kedua kelompok belajar yang dilibatkan dalam penelitian ini perbedaan tersebut merupakan akibat perbedaan buku teks yang digunakan.
commit to user 138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139
Lebih jauh McMillan dan Schumacher (2001: 186-193) menguraikan lingkup pengendalian validitas internal yang meliputi ranah “history, selection, statistical regression, pretesting, instrumentation, subject attrition, maturation, diffusion treatment, experimenter effects, treatment replications, subject effects, dan statistical conclusion”. Secara ringkas, konsep ranah yang berpotensi mengancam internal validity dan langkah-langkah untuk menghindari terjadinya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a) History History diartikan sebagai pengendalian kondisi subjek penelitian. McMillan dan Schumacher mendefinisikannya sebagai “…extraneous incidents or events affecting the results that occur during the research” (2001: 186), artinya beberapa kejadian atau peristiwa yang mempengaruhi hasil perlakuan yang berlangsung selama penelitian. Selama subjek memperoleh perlakuan penelitian (treatment), banyak kegiatan dan kondisi lain baik yang terjadi dalam konteks persekolahan atau di luar sekolah yang berkontribusi dalam menciptakan perubahan atau perkembangan pada subjek. Dalam penelitian eksperimen yang dilaksanakan dalam konteks pendidikan formal ini peneliti harus mengakui tidak mampu mengendalikan semua kejadian tersebut, kecuali pengendalian kondisi perlakuan pembelajaran yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini. Sejauh yang peneliti lakukan adalah memilahkan dan mendefinisikan perbedaan perlakuan kepada kedua kelompok tersebut dalam bentuk bahan ajar yang berbeda yang konsekwensinya menuntut beberapa perbedaan kegiatan pembelajaran di kelas. Faktor lain seperti jadwal pelajaran, lama waktu
commit to user 139
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140
pembelajaran, media pembelajaran serta guru dijaga agar semua berlangsung seperti biasanya. Selain itu, peneliti telah menjadwalkan durasi waktu perlakuan secukupnya. Segera setelah perlakuan tersebut dapat diamati pengaruhnya, dilakukan observasi dalam bentuk postes untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fakor-faktor lain yang mengganggu proses observasi pengaruh perlakuan yang diberikan. b) Selection Selection diartikan sebagai pengendalian pemilihan subjek penelitian. McMillan dan Schumacher (2001: 188) menjelaskan masalah selection terkait dengan “…the manner in which the researcher chooses a sample”, yaitu cara bagaimana peneliti memilih sampel. Penelitian eksperimen ini melibatkan dua kelompok belajar, yaitu kelas X UJP A dan B SMKN 4 Yogyakarta yang dari awal mereka masuk sekolah ini telah dikelompokkan menjadi dua kelas yang berbeda. Penentuan siswa menjadi kelas X UJP A dan kelas X UJP B bukan berdasarkan kemampuan mereka atau ranking, melainkan secara acak murni dari nomor urut hasil tes masuk. Mengingat faktor etika penelitian pendidikan dan keterbatasan peneliti untuk benar-benar mengacak tiap siswa ke dalam kedua kelompok yang sama, penentuan kelompok eksperimental dan kelompok kontrol didasarkan atas kelas yang ada dan dilakukan secara acak dan bukan karena kondisi kelas tertentu. Dengan demikian, kesalahan dalam pelaksanaan eksperimen yang disebabkan karena penentuan subjek dapat dihindari. Hasil yang diharapkan adalah bahwa jika ada perbedaan hasil pembelajaran yang ditunjukkan kedua kelompok tersebut dalam tes purna bukan karena pemilihan sampel tetapi betul-betul karena perbedaan perlakuan pembelajaran dengan buku teks yang berbeda.
commit to user 140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141
c) Statistical Regression Statistical regression adalah fenomena perubahan kondisi subjek pada saat sebelum dan setelah pelaksanaan perlakuan. McMillan dan Schumacher (2001: 188) mendefinisikannya sebagai “the tendency of subjets who score very high or low in a pretest to score closer to the mean (”regress” to the mean) on the posttes, regardless of the effect of the treatment”, artinya kecenderungan subjek yang memperoleh skor sangat tinggi atau sangat rendah dalam pretes untuk memperoleh skor mendekati rerata pada postes, apapun pengaruh perlakuannya. Lebih lanjut McMillan dan Schumacher mengatakan kondisi tersebut cenderung terjadi jika peneliti memilih subjek yang termasuk ranking tertinggi dan terrendah. Dikatakannya “regression is a problem wherenver the researcher purposely chooses groups on the basis of exteremely high or low scores” (hal 189) yang artinya bahwa ancaman regresi ini menjadi masalah (terutama) ketika peneliti sengaja memilih kelompok atas dasar kemampuannya yang sangat tinggi dan sangat rendah. Dalam eksperimen ini peneliti melibatkan semua anggota siswa kedua kelas 1 UJP sebagai subjek dan tidak memilih yang paling pandai dan yang paling bodoh saja. Dengan demikian potensi ancaman pada ranah statistical regression dapat ditekan. d) Pretesting Pemakaian tes awal berpotensi mendatangkan ancaman pada internal validity. McMillan dan Schumacher mengatakan “…it is possible that the tets itself will have an impact on the subjects” (hal 189) artinya bahwa ada kemungkinan subjek penelitian mengalami perubahan hanya karena pengalamannya mengerjakan pretes. Mereka mungkin masih mengenali jenis pertanyaan dalam tes, atau bahkan ada beberapa butir pertanyaan yang melekat dalam ingatan mereka. Dengan demikian
commit to user 141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142
mereka akan lebih terbiasa ketika mereka akan mengerjakan postes. Kondisi yang disebut
Borg dan Gall (1983: 635) sebagai “test-wise” ini berupa tumbuhnya
kemampuan siswa yang disebabkan oleh pengalaman mereka ketika mengerjakan tes awal. Dengan demikian ada kemungkinan kemampuan subjek mengerjakan postes itu bukan saja karena hasil belajar yang dilakukan, tetapi karena pengalamannya mengerjakan pretes. Pengendalian berkembangnya kondisi tersebut dalam penelitian ini adalah dengan pemakaian beragam jenis aktifitas yang harus dilakukan siswa dalam pemberian
perlakuan
proses
pembelajaran.
Untuk
memperkuat,
perlakuan
dilaksanakan dalam durasi waktu yang cukup lama sehingga subjek tidak mengingatingat atau terpancang pada pengalaman mereka mengerjakan pretes. Pengendalian juga dilakukan dengan menggunakan butir tes yang cukup banyak; 60 butir soal, sehingga tidak memungkinkan siswa untuk menghafal semua butir-butir tes yang mereka kerjakan. e) Instrumentation McMillan dan Schumacher mendefinisikan ancaman instrumentation sebagai “a threat to internal validity that is related to testing” (hal 189), yaitu ancaman internal validity yang berkaitan dengan pemakaian alat ukur dalam testing. Ancaman ini terjadi jika adanya perubahan alat instrumen yang digunakan atau pelaku yang menggunakan instrumen tersebut. Dengan perubahan tersebut objektivitas observasi kondisi subjek akan terganggu. Dalam penelitian ini hanya digunakan dua instrumen yang telah benar-benar dirancang dari awal. Instrumen pertama berupa buku teks adalah hasil pengembangan pada tahapan penelitian sebelumnya. Instrumen kedua berupa tes bahasa Inggris
commit to user 142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143
dirancang dari awal dan dipakai untuk tes awal dan tes purna. Dengan demikian tidak terjadi perubahan instrumen dalam pelaksanaan eksperimen. Rancangan ini juga dikuatkan dengan dilibatkannya guru kelas yang biasa mengajar mereka sesuai dengan jadwalnya. Dengan demikian kemungkinan ketidakmampuan guru dalam menggunakan instrumen yang ada, baik buku teks maupun perangkat tes dapat dikendalikan. Dengan demikian ancaman berupa instrumentation dapat dihindari. f) Subject Attrition Konsep subject attrition yang juga disebut subject mortality adalah ancaman penelitian “…when subjects systematically drop out or are lost during the investigation” (halaman 190), yaitu ketika secara sistimatis para subjek berhenti atau menghilang ketika penelitian sedang berlangsung. Ancaman ini cenderung terjadi jika penelitiannya berlangsung secara lama. Untuk mengendalikan ancaman seperti di atas, penelitian ini direncanakan tidak lebih dari satu semester. Dengan rancangan ini diharapkan tidak terjadi perubahan jumlah dan komposisi siswa untuk tiap kelompok baik yang disebabkan karena mutasi siswa secara besar-besaran antar sekolah atau hilangnya sebagian subjek karena lulus atau drop out pada akhir semester. g) Maturation Maturation adalah “the changes in the subjects of a study over time that affect the dependent variable” (McMillan dan Schumacher, 2001: 190), yaitu perubahanberubahan pada diri subjek yang terjadi pada kurun waktu tertentu yang mempengaruhi variabel terikat. Perubahan tersebut sangat mungkin terjadi terutama jika penelitiannya berlangsung dalam konteks proses pendidikan karena selain
commit to user 143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144
memperoleh perlakuan yang direncanakan, subjek akan terlibat dengan berbagai kegiatan dan pengalaman yang berpotensi membuat dirinya berubah. Dalam penelitian ini pengendalian ancaman yang muncul dari ranah maturation dilakukan dengan perancangan lama waktu pemberian perlakuan atau treatment yang tidak terlalu lama namun cukup untuk dapat melihat pengaruh perlakuan yang diberikan dalam eksperimen. Rancangan alokasi waktu tersebut diharapkan mampu menghindari pengaruh perkembangan biologis maupun psikologis siswa yang secara alamiah terus berlangsung seiring dengan banyaknya kegiatan di selolah maupun di luar sekolah yang mereka ikuti. h) Diffusion Treatment Diffusion treatment berarti tercampurnya perlakuan yang seharusnya hanya diberikan kepada kelompok eksperimental dengan perlakuan yang diberikan kepada kelompok kontrol. Jika hal ini terjadi, pengaruh yang nantinya muncul tidak dapat dikatakan bersumber dari perbedaan perlakuan yang diterima oleh kedua kelompok. Pengendalian terjadinya ancaman dalam bentuk diffusion treatmen dalam penelitian ini adalah dengan menjaga agar kondisi kedua kelas yang dilibatkan berjalan seperti biasanya. Dalam konteks ini peran guru sangat menentukan. Mereka tidak memberi tahu siswanya bahwa mereka menjadi subjek penelitian sehingga apapun perbedaan yang terjadi diterima wajar karena guru yang mengajar berbeda. Meskipun guru kelompok kontrol menyadari perbedaan perlakuan, beliau sudah diminta untuk tidak memodifikasi kegiatan pembelajarannya mengikuti buku teks yang digunakan di kelas eksperimen. Pengendalian tersebut dilakukan untuk meningkatkan tingkat validitas internal yang menentukan tingkat atau kualitas eksperimen. Dengan langkah commitkeberhasilan to user 144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
145
pengendalian tersebut peneliti dapat meyakinkan bahwa jika ada perbedaan prestasi pengembangan kompetensi berbahasa Inggris subjek penelitian perbedaan tersebut mencerminkan pemakaian buku teks yang berbeda dan bukan karena faktor lain. i) Experimenter Effects Konsep experimenter effects merujuk pada “..both deliberate and untentional influences that the researcher has on the subjects” (McMillan dan Schumacher, 2001: 191), yaitu berbagai pengaruh baik yang disengaja atau tidak yang disebabkan oleh peneliti pada subjek. Pengaruh ini cenderung terjadi jika peneliti langsung berinteraksi dengan kedua kelompok sehingga peneliti terbawa emosi untuk menciptakan perbedaan perlakuan di luar yang direncanakan baik secara sadar atupun di luar kesadarannya. Pengendaliannya dalam penelitian ini adalah dengan melibatkan guru yang berbeda untuk kedua kelompok sesuai dengan tugas yang diberikan kepala sekolah. Dengan deskripsi yang jelas pada awal perlakuan, kedua guru dapat mengendalikan perilaku dan sikap mereka yang wajar terhadap siswanya sebagaimana tuntutan jenis buku teks yang dipakai. j) Treatment Replication Konsep treatment replication digunakan untuk merujuk pada pengulangan perlakuan yang diberikan kepada subjek. McMillan dan Schumacher (2001:191) menyebutkan “In an experiment the treatment is supposed to be repeated so that each of the members of one group receives the same treatment separately and independently of the other members of the group” artinya bahwa dalam eksperimen, perlakuan yang diberikan dirancang untuk diterapkan beberapa kali sehingga setiap
commit to user 145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
146
anggota kelompok menerima perlakuan itu secara terpisah dari kelompok lain. Ancaman yang muncul adalah peneliti tidak dapat memberikan kalibrasi perlakuan yang sama persis pada semua subjek yang dilibatkan, khususnya jika peneliti melibatkan lebih dari satu kelompok eksperimental. Potensi terjadinya ancaman adalah ketika peneliti harus memberikan perlakuan berulang-ulang, kalibrasi dan spesifikasi perlakuan pertama, dan seterusnya cenderung tidak sama. Dalam penelitian ini, pengendalian ancaman yang muncul dari ranah treatment replication adalah dengan menyusun buku teks yang jelas dan rinci. Karena buku teks tersebut disajikan guru, peneliti membuat beberapa catatan yang penting untuk tiap bagian dan kegiatan yang tercakup dalam tiap unit buku teks. Bahkah, ketika menyerahkan buku teks tersebut kepada guru, peneliti mendiskusikan berbagai kemungkinan penerapannya di kelas. Guru masih diberi ruang gerak untuk membuat variasi, modifikasi, atau improvisasi selama tidak keluar dari rambu-rambu penyampaian yang disepakati sebelumnya. Dengan langkah ini, pengulangan proses pembelajaran untuk tiap unit buku teks dapat dijaga keajegannya. k) Subject Effect Konsep subject effect merujuk pada perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh subjek penelitian. McMillan dan Schumacher mendefinisikannya sebagai “…the subject changes in behavior simply because they understand they are ‘subjects’, and sometimes these changes affect the result” (2001:192) artinya bahwa perubahan yang terjadi pada subjek hanya karena mereka menyadari kelau mereka menjadi subjek dalam penelitian dan kadang-kadang perubahan ini mempengaruhi hasil eksperimen Fenomena ini terjadi jika para subjek memahami bahwa mereka dilibatkan dalam suatu eksperimen sebagai ‘kelinci percobaan’. Pemahaman ini dapat menjurus pada
commit to user 146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
147
reaksi yang berlebihan, tidak perlu dan yang tidak diinginkan dalam konteks eksperimen. Reaksi seperti ini, yang juga disebut The John Henry Effect (Borg dan Gall, 1983: 637) berpotensi mengacaukan observasi akibat perlakuan yang direncanakan. Dalam penelitian ini peneliti, juga guru, tidak memberitahu siswa dari kedua kelompok bahwa mereka menjadi subjek penelitian. Seperti yang dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa guru melaksanakan rangkaian proses pembelajaran seolah sebagai rencana guru untuk mengajarkan buku teks yang dipilih. Perlakuan ini dimaksudkan agar semua siswa berperilaku wajar dalam proses perlakuan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aktivitas yang dikembangkan guru di kelas. Pengendalian kondisi ini diharapkan dapat mencegah atau menghindari terjadinya siswa yang melakukan berbagai bentuk perilaku kompensasi karena menjadi kelompok eksperiental atau kontrol. Pengendalian ini dirancang untuk menciptakan situasi seperti yang dikembangkan guru berdasarkan rancangan eksperimen yang telah disusun. l) Statistical Conclusion Setiap penelitian kuantitatif selalu melibatkan pemakaian model statistik untuk menganalisis data yang hasilnya digunakan sebagai dasar pengambilan kesimpulan. Ancaman pemakaian paket statistik dinyatakan McMillan dan Schumacher “There are several principles, if violated, can affect the incferences made from results as well as subsequent conclusions of the research” (2001: 192), artinya bahwa pelanggaran dalam pemakaian paket statistik akan mempengaruhi pemahaman serta kesimpulan yang diambil dari penelitian tersebut. Untuk menghindarinya, peneliti menggunakan
commit to user 147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
148
jenis paket statistic SPSS yang terandal serta memperhatikan rambu-rambu pelaksanaannya. 2) Pengendalian Validitas Eksternal Validitas eksternal adalah tingkat generalisasi hasil suatu eksperimen yang dapat diterapkan pada kondisi di luar cakupan daerah penelitian. McMillan dan Schumacher (2001: 327) mendefinisikannya sebagai “the extent to which the result of an experiment can be generalized to people and environmental conditions outside the context of the experiment”. Artinya, validitas eksternal adalah suatu kondisi sejauh mana hasil suatu eksperimen dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada orang atau kondisi lingkungan di luar konteks cakupan penelitian. Langkah pengendalian kualitas validitas external dapat dibedakan menjadi dua; pengendalian orang, subjek atau populasi dan pengendalian kondisi atau ekologi. Hal ini juga dinyatakan McMillan dan Schumacher (2001: 193-200) bahwa dua langkah penting untuk menjaga validitas eksternal adalah dengan mengendalikan population validity dan ecological external validity. Konsep kedua ranah pengendalian dan penerapan pengendalian validitas ekternal dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut. a) Validitas Populasi Validitas populasi atau yang disebut Borg dan Gall sebagai population validity adalah “ the extent to which the result of an experiment can be generalized from the specific sample that was studied to a larger group of subjects” (1983: 639) yang artinya tingkatan sejauh mana hasil suatu eksperimen dapat digeneralisasikan dari sampel tertentu yang dilibatkan dalam penelitian pada kelompok subjek yang lebih
commit to user 148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
149
besar. Lebih lanjut Borg dan Gall memberi saran bahwa generalisasi pada cakupan di luar sampel penelitian dapat dilakukan hanya jika ada kesamaan beberapa kondisi penting yang terdapat pada target populasi dengan yang ada dalam populasi yang diteliti. Penerapannya dalam penelitian ini adalah melalui pemilihan populasi yang mengindahkan rambu-rambu sampling yang baik. Pemilihan siswa jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta sebagai subjek penelitian ini dilakukan berdasarkan atas kondisinya yang tidak mencerminkan kondisi ekstrem tinggi atau rendah kemampuan siswa SMK. Dengan kondisi tersebut hasil penelitian ini tidak akan sulit diterapkan di SMK lain asal kondisi siswa sekolah tersebut tidak sangat rendah kemampuannya. Sesuai dengan gambaran pada sub-bab 2 B.2.6, kondisi pembelajaran bahasa Inggris di SMKN 4 Yogyakarta ini dapat dinilai sebagai kondusif, khususnya dari dari segi latar belakang dan kondisi siswanya. Meskipun SMK ini negeri dan terletak di wilayah Kota Madya, SMK ini bukan termasuk sekolah elit yang kondisi pembelajarannya sulit ditiru atau diterapkan di SMK lain. Dengan kriteria pemilihan sampel tersebut diharapkan temuan penelitian ini dapat juga diterapkan di SMK lain tanpa harus melakukan modifikasi banyak. b) Ecological External Validity Validitas ekologi adalah “the conditions of the research and the extent to which generalizing the result is limited to similar conditions”, (McMillan dan Schumacher; 2001: 193), yaitu kondisi pelaksanaan penelitian dan sejauh mana hasil penelitian ini dapat diterapkan pada kondisi-kondisi serupa yang terjadi atau diciptakan dalam penelitian. Borg dan Gall (1983: 640-643) menyebutkan adanya berbagai jenis
commit to user 149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
150
kondisi yang berpotensi mengganggu ekologi eksperimen sehingga hasilnya tidak dapat diterapkan pada kasus lain. Kondisi - kondisi tersebut adalah sebagai berikut. (1)
Penjelasan perlakuan eksperimen secara jelas .
(2)
Hawthorne effect (placebo) atau pengaruh perlakuan yang bersifat semu.
(3)
Novelty and disruption effects atau kebaharuan perlakuan dan perbedaannya dengan kondisi perlakuan yang biasa diterima.
(4)
Pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh peneliti.
(5)
Sensitifitas pengaruh pretes dan postes.
(6)
Interaksi antara rekam jejak dan pengaruh perlakuan.
(7)
Pengukuran variabel terikat.
(8)
Interaksi antara lama waktu pengukuran dan pengaruh perlakuan. Untuk membuka kesempatan bagi peneliti lain mencermati hasil penelitian ini
atau mereplikasi penelitian untuk verifikasi hasilnya, peneliti memberikan gambaran hakikat dan prosedur penelitian secara rinci dalam laporan penelitian ini sehingga semua langkah penelitian termasuk hakikat peberian perlakuan eksperimen sampai dengan buku teks lengkap yang digunakan. Agar dapat bersikap netral dan adil terhadap semua kelompok, peneliti melibatkan dua guru untuk melaksanakan dua perlakuan yang berbeda dengan cara yang biasanya terjadi di kelas mereka berdasarkan dengan rancangan eksperimen. Untuk menciptakan situasi yang ajeg, tiap perlakuan yang dikembangkan dalam penelitian dirancang dengan jelas dan penerapannya selalu dimonitor. Gambaran dan rancangan tersebut diperlukan agar tidak menimbulkan kesan yang salah baik dalam bentuk reaksi yang berlebihan (overreaction) atau minim-reaksi (under-reaction).
commit to user 150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
151
Peneliti juga memberikan tes awal dan tes purna untuk mengukur tingkat kompetensi awal dan akhir bahasa Inggris para subjek penelitian degan menggunakan instrumen yang khusus dikembangkan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memanfaatkan kesempatan mengerjakan tes tersebut dalam mengikuti proses pembelajaran dan dalam mengerjakan tes purna. Di sisi lain peneliti juga menjaga agar penggunaan alat ukur tadi tidak mempengaruhinya dalam upaya mengungkapkan pengaruh perlakuan yang menjadi sasaran penelitian. Semua pengendalian di atas dimaksudkan untuk meningkatkan atau menjaga validitas ekternal penelitian ini. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat diterapkan pada kondisi di luar yang dilibatkan dalam penelitian ini dengan memperhatikan batasan-batasan yang ada.
commit to user 151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV BUKU TEKS BAHASA INGGRIS YANG DIGUNAKAN DI SMK Bab ini menyajikan temuan tahap eksplorasi dalam R & D. Deskripsi metodologis dan pelaksanaan penelitian tahap ini telah disajikan dalam Bab III halaman 94 sampai 101. Temuan penelitian ini berupa deskripsi objektif perihal buku teks bahasa Inggris yang digunakan di SMK berdasarkan kajian teoritis dan pendapat afektif praktisi di lapangan. Temuan pertama berupa hasil kajian teoritis buku teks bahasa Inggris berdasarkan model Cunningsworth 1995. Temuan kedua berupa temuan lapangan yang disajikan ke dalam beberapa subtema berikut: (1) berbagai bahan ajar yang digunakan di SMK, (2) muatan isi yang tercakup, (3) penyajian muatan buku teks, (4) pemakaian buku teks di kelas, (5) keunggulan dan kelemahan buku teks, (6) pemakaian buku teks yang dilakukan para guru, dan (7) peran buku teks dalam pencapaian tujuan kurikuler bahasa Inggris di SMK. Serangkaian rekomendasi tentang fitur yang perlu diperhatikan dalam menyusun buku teks bahasa Inggris untuk SMK disajikan sebagai penutup bab ini. A. Buku Teks yang Digunakan di SMK Buku teks yang digunakan di SMK sangat bervariasi. Berdasarkan wawancara para guru dan kepala SMK serta observasi, beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penentuan buku teks yang digunakan antara lain kondisi sekolah, siswa serta guru. Fenomena tersebut terugkap, pertama, dari hasil angket yang peneliti berikan kepada anggota MGMP bahasa Inggris SMK se-D.I. Yogyakarta dalam workshop Bedah Materi dan Hasil UN Tahun 2007. Dalam angket ini para guru diminta mencantumkan lima buku teks yang paling sering mereka gunakan dan alasannya. Dari sekitar 50 guru peserta workshop yang lebih dari 65% pesertanya adalah guru swasta, mengungkapkan lebih dari 90% diantara mereka menggunakan buku EVS dan
to user GA. Alasan pemakaian kedua bukucommit teks di atas adalah karena: 152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
153
1. tersedia di perpustakaan, 2. isinya masih sesuai dengan kurikulum, sehingga 3. dinilai layak untuk menyiapkan siswa menghadapi UN. Pencermatan lebih jauh menunjukkan bahwa meskipun buku teks yang digunakan tiap guru cenderung berbeda, ada beberapa buku teks yang dipakai di hampir semua SMK. Demikian juga sebaliknya, ada beberapa buku teks yang hanya dipakai di SMK tertentu. Daftar buku teks tersebut dan sekolah tempat buku tersebut dipakai disajikan dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 Daftar Buku Teks dan Sekolah Pemakai No
Nama Buku Teks
Sekolah
Penyusun 1
2
1
English for Vocational School
Dra. Yiyis Krisnani.
√
√
2
Global Access to The World of Work
Hendraswari, A. M dkk
√
√
3
Pelajaran Bahasa Inggris untuk SMK
Tri Suko B.W, dkk
√
√
4
Interchange
Jack Richards, et al.
5
Getaway
Jim Morison
7
TOEIC Preparation*
Lin Lougheed
3
√
4
5 6
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
Keterangan: Kode Sekolah 1
SMK Piri Sleman
4
SMKN IV Yogyakarta
2
SMK Muhammadiyah Pakem
5
SMK Taman Karya
3
SMKN I Bantul
6
SMKN VI Yogyakarta
* Buku ini dipakai di kelas 3 atau kelas XII di semua SMK sebagai persiapan menghadapi tes TOEIC dan UN.
Selain menggunakan GA dan EVS, kebanyakan guru juga mengaku menggunakan buku TOEIC test Preparation hanya untuk mempersiapkan peserta didik menempuh TOEIC test yang biasanya dilaksanakan pada semester 6. Hanya commit to user ii
153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
154
para guru di SMKN 4 Yogyakarta saja yang menyatakan menggunakan buku itu sebagai TOEIC test Preparation untuk mengembangkan keterampilan menyimak. B. Penilaian Buku Teks Penilaian buku teks ini dilakukan berdasarkan model Cunningsworth yang terdiri dari dua jenis penilaian. Model pertama adalah penilaian selintas yang disebut “impressionistic overview” dan kedua penilaian berdasarkan analisis mendalam yang disebut “in-depth analysis evaluation” (1995:1-2). Kedua model tersebut diterapkan secara bertahap sebagai satu kesatuan. 1. Penilaian Impressionistic Overview. Cunningsworth (1995: 1) menjelaskan bahwa model penilaian selintas adalah model yang diterapkan pada tahap awal penilaian dengan mengamati secara sekilas keseluruhan buku teks tersebut dan mencoba memperoleh gambaran sekilas tentang kelebihan dan kekurangannya serta mengidentifikasi beberapa fitur yang menonjol. Pada tahapan penilaian ini perhatian diarahkan pada hal-hal yang mudah diamati seperti sampul, tata letak atau lay out, tampilan, gambar atau ilustrasi lain, bentuk dan jumlah latihan kebahasaan. Penilaian awal ini menghasilkan kesan awal yang dapat dijadikan dasar perlunya atau tidaknya melakukan penilaian lanjutan. Penerapan model ini ke dalam tahap eksplorasi adalah pertama dengan menilai tiga buku; GA, EVS dan Interchange secara selintas. Buku pertama dan kedua dipilih berdasarkan atas tingginya tingkat pemakaian oleh guru, sedangkan ketiga karena hanya dipakai di satu sekolah (lihat tabel 4.1). Hasil penilaian selintas ketiga buku teks tersebut adalah sebagai berikut.
commit to user ii
154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
155
a. Global Access (GA) GA diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) sebagai hasil workshop penyusunan buku teks dengan melibatkan guru-guru bahasa Inggris dari berbagai propinsi se Indonesia. Tiga jilid buku disusun oleh tiga kelompok guru yang masing-masing beranggotakan antara 10 sampai 15 guru dan didampingi tiga Widyaiswara sebagai tim editor dan sejumlah native speaker sebagai penasihat bahasa. Buku cetakan kedua hasil revisi cetakan pertama diedarkan ke seluruh SMK se Indonesia. Pada awalnya, banyak guru menggunakan GA karena topik, tema serta butir kebahasaan kandungannya sesuai dengan tuntutan kurikuler. Hal ini juga didukung dengan tampilan fisik GA yang tidak mengecewakan karena dukungan dan fasilitas Dikmenjur mencukupi. Pergantian kurikulum pada tahun 2006 menjadi KTSP membuat cakupan dan arah GA menjadi kurang relevan. Meskipun demikian, GA tetap dipakai di banyak SMK karena belum adanya buku teks alternatif yang lebih baik dan aspek kebahasaannya yang masih dinilai relevan. b. English for Vocational Schools (EVS) EVS adalah karya tim penyusun yang terdiri dari tiga orang guru bahasa Inggris di SMK di DIY. Buku ini disusun berdasarkan rambu-rambu KTSP tahun 2006. Cakupan buku berisi serangkaian kompetensi yang perlu dikembangkan berdasarkan KTSP dan dituangkan ke dalam enam jilid buku, masing-masing untuk bahan pembelajaran satu semester. Setiap jilid buku berisi antara 13 sampai 15 unit. Tiap unit menyajikan program pengembangan satu kompetensi tersendiri melalui berbagai bahan kegiatan belajar baik yang berbentuk latihan berkomunikasi lisan dan tertulis, pembelajaran unsur kebahasaan serta pelatihan mengerjakan soal-soal UN. commit to user ii
155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
156
Kesederhanaan lay out, bahan baku, tampilan fisik serta managemen pemasaran dirancang sedemikian rupa sehingga harga buku itu terjangkau oleh mayoritas orang tua siswa dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Berkat komitmen tim penyusun untuk selalu melakukan revisi, beberapa kelemahan baik dalam lay out serta isinya secara bertahap kualitasnya meningkat. c. Interchange Buku ini disusun Jack C. Richards, J. Hull dan S. Proctor yang telah diakui sebagai penyusun buku teks profesional dan bertaraf internasional. Tujuan penyusunannya adalah sebagai bahan untuk pengembangan kompetensi berbahasa Inggris secara umum melalui pengembangan keempat keterampilan berbahasa secara integratif berdasarkan prinsip pengajaran komunikatif. Interchange disusun dalam tiga jilid buku dan masing-masing dilengkapi dengan buku petunjuk untuk guru atau Teacher’s Book serta Compact Disk yang berisi rekaman yang digunakan dalam buku tersebut. Nama besar, rekam jejak, prestasi dan kepakaran Jack C. Richards dalam bidang TEFL serta dukungan penerbit yang berkaliber internasional menghasilkan buku yang tidak hanya menarik dari segi fisik, dari sampul, bahan baku, ilustrasi, tetapi juga cakupan bahan, variasi kegiatan pembelajaran, penyajian fungsi dan nosi bahasa yang sedernaha namun mudah disajikan menjadikan setiap guru bahasa Inggris dalam konteks EFL ingin memilikinya.
commit to user ii
156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
157
Ringkasan penilaian ketiga buku teks terebut dapat dilihat dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Penilaian Selintas Buku Teks Aspek Penilaian
GA
EVS
Interchange
Sampul
- Cukup Menarik - Penerbit Dikmenjur
- Kurang Menarik - Disusun Tim Guru
- Sangat Menarik - Disusun pakar terkenal
Cakupan Isi
- Agak bervariasi - Isi sangat ringkas - Sesuai kurikulum Æ empat language skills - Ada latihan tes seperti di TOEIC test.
- Mencakup semua KD dalam KTSP - Cukup bervariasi dan cukup banyak - Banyak latihan dan tes seperti UN
- Sangat bervariasi - Banyak latihan untuk berkomunikasi dalam empat language skills. - Tidak ada latihan atau soal ala TOEIC/UN - Memenuhi tuntutan KTSP
- Monoton, pola yang dipakai sama
- Agak bervariasi - Banyak bahan yang sesuai untuk belajar mandiri
- Sangat bervariasi -Banyak latihan berbahasa dalam semua skills yang menarik, dan kontekstual.
- Kurang tertata Pengorganisasian - Prinsip progressi kurang jelas
- Pengurutan KD sangat membantu pembelajaran
- Pengurutan dari yang sederhana ke yang lebih sulit tampak jelas
- Kurang menarik - Proporsi gambar terlalu banyak
- Membosankan - Cetakan kurang jelas - Gambar sedikit
- Sangat menarik dan bervariasi - Ilustrasi menarik dan proporsional
Agak mencukupi
Cukup
Sangat baik.
Kegiatan Belajar yang dapat dikembangkan
Tata Letak Simpulan
Hasil penilaian ini adalah bahwa ketiga buku teks; GA, EVS dan Interchange layak untuk dianalisis lebih lanjut. 2. Penilaian In-depth Analysis Evaluation Penilaian kedua—in-depth analysis evaluation—dilakukan dengan menelaah bagian-bagian tertentu dari tiap buku teks untuk dianalisis secara lebih mendalam. Cunningsworth (1995: 2) menyarankan langkah praktis pelaksanaannya dengan memilih satu atau dua unit buku teks tersebut yang mewakili isi buku secara keseluruhan. Berdasarkan saran ini, dua bab yang mewakili isi buku teks tersebut commit to user ii
157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
158
dipilih dari ketiga buku teks di atas untuk dinilai dengan menggunakan tujuh indikator yang disarankan Cunningsworth. Langkah pertama dalam penilaian ini adalah meringkas butir-butir tersebut berdasarkan beberapa aspek yang paling penting dan dominan dalam konteks penilaian buku teks. Butir-butir tersebut dikelompokkan ke dalam empat subkategori berikut: tujuan atau aims and objectives, rancangan dan organisasi unsur bahasa dan isi atau design and organization of language and content, keterampilan berbahasa atau skills, dan pertimbangan praktis atau practical consideration. Rangkuman hasil analisis disajikan dalam tabel 4.3. a. Global Access 1). Tujuan GA adalah buku teks yang resmi diterbitkan oleh Dikmenjur. Tujuan penerbitannya adalah sebagai bahan pegangan dalam mengembangkan kompetensi komunikatif bahasa Inggris siswa SMK sesuai dengan kebutuhan berkomunikasi dengan sederhana di dunia pekerjaan serta komunikasi secara umum (Hendraswari, et al., 2000: ii). Dalam kata pengantar disebutkan bahwa buku yang diterbitkan dalam tiga jilid tersebut dirancang berdasarkan tingkatan kompetensi bahasa Inggris internasional yang diukur dengan skor TOEIC test. Buku jilid I dirancang bagi siswa yang tingkat kompetensi bahasa Inggrisnya setara dengan skor 300 pada TOEIC test, buku II 400, dan buku III 500. Jika tujuan ini dicapai, lulusan SMK diharapkan mampu mengembangkan kompetensi mereka untuk mampu menduduki jabatan tertentu dalam struktur tenaga kerja yang menjadi tujuan pendidikan dan latihan di SMK.
commit to user ii
158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
159
Untuk mencapai tujuan tersebut buku ini menyajikan bahan pembelajaran dan pelatihan kegiatan berkomunikasi melalui pengembangan keempat keterampilan bahasa sesuai dengan tuntutan dunia kerja, khususnya keterampilan wicara dan menyimak, termasuk latihan mengerjakan soal-soal TOEIC test. 2). Rancangan dan Organisasi Sajian muatan GA disusun berdasarkan pendekatan fungsional yang mengutamakan penguasaan fungsi bahasa dalam tindak komunikasi yang melibatkan keempat keterampilan berbahasa. Sajian ini dilakukan secara deduktif melalui berbagai kegiatan pembelajaran. Setiap unit dirancang untuk menyajikan satu fungsi bahasa tertentu dengan berbagai kegiatan pembelajaran dengan mengangkat tema sekitar situasi yang biasa mereka hadapi atau kondisi di dunia kerja yang mereka harapkan. Pemilihan materi dalam GA baik yang berupa fungsi bahasa ataupun lexicogrammar pendukung disusun berdasarkan tingkatan kesulitan yang diturunkan dari tingkatan skor TOEIC test. Sebagai kelengkapan pembelajaran, tiap unit disertai dengan pemajanan grammar yang digunakan dalam unit tersebut, termasuk latihan yang biasa digunakan dalam TOEIC test. Cakupan GA sangat ringkas. Tiap jilid yang terdiri dari sekitar 130 halaman berisi 11 unit yang dialokasikan untuk materi diklat selama satu tahun. Selain jumlah halaman untuk tiap unit tidak banyak, ada beberapa unit yang berisi cukup banyak gambar yang digunakan sebagai latihan mengembangkan keterampilan menyimak ala tes TOEIC yang membuat cakupan tiap unit menjadi lebih sempit. Dengan demikian dapat dimaklumi jika GA hanya menyajikan bahan ajar diklat di kelas dan tidak disediakannya bahan untuk belajar mandiri.
commit to user ii
159
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
160
3). Keterampilan Berbahasa GA menyajikan bahan belajar untuk mengembangkan keempat keterampilan berbahasa yang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya dalam interaksi siswa SMK sehari-hari atau di lingkungan tempat kerja yang mungkin mereka hadapi. Pencermatan terhadap jenis pembelajaran di tiap unit menunjukkan bahwa kegiatan diklat yang dirancang hanya melibatkan keterampilan berbahasa tertentu dan kurang integratif dengan keterampilan bahasa yang lain. Meskipun dalam pengantar disebutkan bahwa pengembangan keterampilan menyimak menjadi salah satu yang diutamakan, bahan yang mendukung untuk pengembangan keterampilan menyimak sangat kurang. Kualitas bahasa yang digunakan masih kurang baik. Di beberapa bagian buku terdapat banyak pemakaian bentuk bahasa yang kurang tepat. Yang paling menonjol adalah pemakaian genre bahasa tulis ke dalam genre bahasa lisan. Di samping itu, terdapat cukup banyak konteks pemakaian bahasa yang kurang tepat. 4). Pertimbangan Praktis Buku ini disediakan untuk semua SMK baik negeri mapupun swasta oleh Dikmenjur secara gratis. Meskipun tidak dijual di toko buku secara bebas, tiap sekolah memperolehnya dalam jumlah yang cukup, paling tidak sebanyak 50 eksemplar untuk digunakan oleh siswa satu kelas. b. English for Vocational School (EVS) 1). Tujuan EVS dirancang sebagai modul bahasa Inggris untuk siswa SMK. Dalam halaman prakata disebutkan bahwa buku ini dirancang sebagai panduan belajar
commit to user ii
160
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
161
sehingga mereka mampu mengembangkan seperangkat kompetensi yang dicantumkan dalam kurikulum yang berlaku, yaitu KTSP 2006, serta siap menempuh UN (Krisnani, 2007: i). Untuk mencapai pengembangan kompetensi tersebut EVS memuat berbagai bahan belajar serta latihan atau praktik berbahasa, termasuk latihan mengerjakan soal-soal yang mirip dengan soal yang dipakai dalam UN. 2). Rancangan dan Organisasi EVS disusun sebagai bahan ajar utama dalam proses diklat di berbagai jurusan SMK. Buku ini dicetak dalam 6 (enam) jilid yang masing-masing digunakan untuk bahan belajar satu semester. Pemilihan sajian untuk tiap jilid didasarkan pada urutan KD yang ada dalam KTSP. KD yang sering dijumpai dan yang melibatkan unsur kebahasaan yang sederhana disajikan dalam jilid awal, sedangkan KD yang memerlukan unsur kebahasaan yang lebih rumit disajikan di jilid akhir. Buku ini mencakup hampir semua unsur yang harus dikuasai siswa, seperti grammar, vocabulary, kegiatan pengembangan keempat keterampilan berbahasa melalui topik-topik yang biasa dihadapi siswa SMK. Materi yang disediakan dengan porsi cukup adalah kosa kata, tata bahasa, latihan membaca, dan latihan wicara. Materi untuk mengembangkan keterampilan menyimak dan menulis belum seimbang dengan materi yang lain, dan materi untuk latihan pelafalan tidak tersedia. Ancangan penyajian materi menggunakan pendekatan deduktif. Sajian tiap unit diawali dengan pemajanan bentuk bahasa yang bervariasi antara genre bahasa lisan dan genre bahasa tulis dengan penjelasannya dan dilanjutkan dengan latihan atau praktik pemakaian bentuk tersebut. Pengembangan keterampilan wicara dilakukan setelah pemajanan pola kalimat atau bentukan tertentu. Kemudian siswa diminta untuk mempraktikkannya dalam interaksi yang dirancang sebagai kerja berpasangan.
commit to user ii
161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
162
Pengembangan keterampilan berbahasa tulis, khususnya membaca, latihan yang disediakan adalah menjawab pertanyaan berdasarkan teks, baik yang bentuk tes objektif atau esei. Termasuk di dalamnya adalah latihan memahami konstruksikonstruksi bahasa yang digunakan, serta menerjemahkan. 3). Keterampilan Berbahasa EVS menyajikan bahan belajar untuk mengembangkan keempat keterampilan berbahasa. Materi untuk pengembangan keterampilan wicara dan membaca memperoleh perhatian lebih besar dari bahan untuk mengembangkan keterampilan lainnya. Selain porsi keempat keterampilan tersebut kurang seimbang, setiap kegiatan pembelajaran dirancang terfokus pada satu keterampilan bahasa tententu, atau tidak integratif dan kurang mencerminkan konteks sosial terjadinya komunikasi yang nyata (authentic). Dalam kegiatan wicara, misalnya, siswa hanya diminta untuk mempraktikkan pola kalimat, ekspresi atau gambit yang dipajankan tanpa disertai situasi komunikatif rekaan atau simulasi yang dapat membantu siswa bermain peran dalam situasi tersebut. 4). Pertimbangan Praktis EVS tidak dijual di toko buku, melainkan langsung dipasarkan oleh penerbit— LPPIP Yogyakarta—kepada guru, sekolah atau pemakai langsung, baik perseorangan maupun kelompok. Strategi tersebut dimaksudkan untuk menekan harga buku agar terjangkau oleh orang tua siswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Dengan sampul dari kertas manila warna tipis dan halaman isinya menggunakan kertas buram harga tiap jilid pada tahun 2010 mencapai sekitar Rp. 7.000; jika membeli lebih dari 30 ekspemplar dan Rp. 8.000; jika membeli satuan.
commit to user ii
162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
163
c. Interchange 1). Tujuan Interchange disusun sebagai bahan untuk mengembangkan kompetensi komunikatif bahasa Inggris para pembelajar dewasa yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris (Richards, Hull dan Proctor, 2006: x). Langkah tersebut ditempuh dengan menyediakan berbagai bahan pembelajaran dan latihan yang dirancang untuk mengembangkan keempat keterampilan berbahasa yang integratif. Termasuk di dalamnya adalah unsur kosa kata, pelafalan. Semua bahan tersebut disajikan dalam bingkai fungsi bahasa dan dilengkapi dengan komponen leksikogramatika yang dibutuhkan untuk mengungkapkan fungsi bahasa tersebut. Fungsi bahasa disajikan dalam topik atau tema yang biasa digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari. Cakupan
Interchange
memuat
unsur-unsur
yang
diperlukan
untuk
mengembangkan kompetensi berbahasa Inggris secara umum. Sebagian cakupan tersebut relevan dengan tuntutan kurikuler bahasa Inggris di SMK. Karena penyusunannya berbasis keperluan komunikasi dalam konteks internasional, pemakaiannya di SMK perlu pencermatan lebih teliti bagian mana yang paling tepat dengan tuntutan kurikulum SMK. Buku panduan untuk guru atau Teachers’ Book disediakan untuk menyediakan berbagai kemungkinan pengembangan kegiatankegiatan pembelajaran yang lebih interaktif dan variatif. 2). Rancangan dan Sistimatika Buku Butir-butir kebahasaan yang merupakan bahan ajar dalam Interchange disajikan bervariasi dari induktif, deduktif dan campuran. Sajian tiap unit dimulai dengan pemajanan bentukan bahasa dalam fungsi bahasa tertentu. Kegiatan pembelajaran tersebut diikuti oleh latihan pemakaian bentuk tersebut dalam tindak
commit to user ii
163
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
164
komunikasi yang dikembangkan berdasarkan fungsi bahasa yang sesuai dengan konteks yang (mendekati) sesungguhnya. Pemilihan dan penyajian bahan tiap unit didasarkan pada tingkat kompleksitas fungsi bahasa yang tercemin dari kompleksitas lexicogrammar yang digunakan untuk mengungkapkan fungsi bahasa tersebut. Sub-unit yang disebut language focus disajikan untuk membantu siswa memahami bentukan yang digunakan dalam kegiatan interaksi tersebut. Kosa kata baru serta beberapa bentuk ekspresi yang diperlukan dalam konteks tersebut disediakan dalam bagian word power yang diikuti dengan kegiatan pembelajaran untuk menggunakan kosa kata tersebut dalam tindak komunikasi. Untuk meyakinkan pembelajar mampu mengucapkan dengan benar disediakan bagian pronunciation. 3) Keterampilan Berbahasa Interchange menyajikan bahan untuk mengembangkan keempat keterampilan berbahasa yang proporsional dan terintegrasi. Bahan ajar untuk pengembangan listening, contohnya, dikembangkan lebih lanjut ke dalam speaking dan atau writing dalam konteks komunikasi yang nyata yang sering dihadapi pembelajar. Model tersebut mendorong pembelajar melakukannya dengan lebih serius. 4) Pertimbangan Praktis Interchange hanya dipasarkan di toko buku besar dan langsung dari agen penerbit yang ada dikota-kota propinsi atau kota pelajar yang dianggap besar. Karena buku ini termasuk barang impor, kualitas kertas dan cetakan yang sangat prima, serta penilaian tersendiri di kalangan guru, harganya sangat mahal. Harga satu set buku yang terdiri dari tiga jilid termasuk CD mencapai Rp. 750.000;. Bagi sebuah institusi, harga terebut relatif terjangkau. Namun demikian buku ini tidak terbeli oleh
commit toindividu. user kebanyakan orang tua siswa dan guru secara ii
164
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
165
Tabel 4.3 Hasil Analisis Tiga Buku Teks berdasarkan Prinsip Cunningsworth Indikator Penilaian
GA
Tujuan dan Pendekatan
EVS
Interchange
- Keselarasan tujuan buku teks dengan tujuan kurikulum.
Tidak
Ya, KTSP
Ya, relevan.
-Kesesuaian buku teks dengan situasi pembelajaran.
Cukup
Cukup
Sangat cukup
-Keluasan cakupan buku sebagai sumber bagi guru dan siswa.
Agak cukup
Cukup
Sangat Cukup
-Kelenturan buku pembelajaran.
Cukup
Cukup
- Pengaturan isi.
Kurang
Cukup
Sangat cukup
- Ada tidaknya subbab rujukan untuk grammar.
Ada
Ada
Ada
-Ada tidaknya bahan untuk belajar mandiri.
Tidak
Ada
Ada, Cukup
-Ada tidaknya bagian grammar yang dibutuhkan
Ya
Ya
Ya
- Kecukupan bahan kosa-kata bagi pembelajar.
Kurang
Cukup
Sangat cukup
- Ada tidaknya bahan untuk melatih pelafalan.
Tidak ada
Tidak ada
Ada
- Ada tidaknya sajian pemakaian bahasa dalam konteks.
Ya
Kurang
Banyak
-Adaya pembahasan gaya bahasa dan ketepatan berhasa.
Kurang
Kurang
Sangat sesuai
Seberapa jauh ke-4 keterampilan dicakup dengan cukup
Kurang
Kurang
Ya proporsional
Adanya bahan untuk latihan keterampilan terintegrasi.
Kurang jelas
Tidak
Integrated
Kesesuaian teks reading dan kegiatan yang terkait dengan tingkatan siswa
Ya
Ya
Ya
Apakah bahan listening direkam dengan baik, autentik, dilengkapi dengan informasi latar, pertanyaan serta kegiatan yang membantu pemahaman.
Tidak
Kurang
Ya
Apakah bahan untuk keterampilan wicara dirancang dengan baik untuk memberi bekal siswa dalam kehidupan nyata.
Kurang
Kurang
Ya
Apakah kegiatan keterampilan menulis sesuai dalam bentuk jumlah, kontrol, tingkat ketepatan, organisasi, pemakaian gaya bahasa yang tepat.
Kurang
Sangat Kurang
Proporsional
Adakah bahan yang cukup untuk melakukan percakapan yang sesungguhnya
Kurang
Kurang
Sangat Cukup
Gratis
Rp. 8.000;
Rp. 750.000;
Disediakan
Mudah dipesan
mengakomodasi
beragam
gaya
Sangat Feksible
Rancangan dan organisasi bahasa dan isi
Keterampilan Berbahasa
Pertimbangan Praktis Berapa harga buku tersebut dan apakah layak. Apakah mudah diperoleh Kesimpulan
Cukup
Baik
Agak sulit dipesan
Baik Sekali
commit to user ii
165
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
166
3. Rangkuman Hasil Penilaian a. Tujuan Ketiga buku teks mempunyai tujuan jangka panjang (aims) yang sama yaitu menjadi bahan pengembangan kompetensi komunikatif bahasa Inggris dengan melibatkan keempat keterampilan bahasa dan komponen kebahasaan lainnya. Namun demikian penjabarannya dalam bentuk tujuan jangka pendek (objectives) berbeda karena konteks penyusunan dan target pemakainya berbeda. Perbedaan pokok antara GA dan EVS adalah acuan kurikulum yang dipakai. EVS merujuk pada rumusan SKL dan KD yang dalam KTSP, sedangkan GA mengacu pada kurikulum tahun 2004. Hal yang sama juga terjadi dalam Interchange. Karena target pamakainya adalah pembelajar bahasa Inggris pada konteks internasional, buku tersebut mengutamakan pengembangan kompetensi berbahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari yang berbeda dengan konteks yang dihadapi siswa SMK. b. Ancangan dan Organisasi Penyajian muatan ketiga buku teks berbeda dari sudut ancangan. GA dan EVS cenderung menggunakan pendekatan deduktif, mulai dari pemajanan bentuk bahasa dengan penjelasannya kemudian diikuti dengan latihan bagaimana menggunakannya. Tomlinson (2008: 319) menilai pola penyajian ini karena penyusun terlalu terikat pada pola PPP approach. Interchange menggunakan pola sajian yang bervarisi, yaitu menggunakan campuran antara deduktif dan induktif. Perbedaan kedua adalah pada rancangan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dalam GA dan EVS cenderung terfokus pada satu keterampilan berbahasa tertentu, sedangkan dalam Interchange kegiatan dirancang integratif yang melibatkan lebih dari satu keterampilan berbahasa tertentu. Selain kegiatan pembelajarannya yang lebih
commit to user ii
166
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
167
bervariasi, Interchange juga menyediakan bahan belajar mandiri yang mencukupi untuk memperkaya pengalaman belajar. Interchange disusun untuk mengembangkan kompetensi bahasa Inggris bagi para pembelajar bahasa Inggris dalam tataran intenasional dan bukan hanya khusus untuk pembelajaran di program pendidikan formal tertentu. Dengan demikian, buku teks ini tidak menyediakan kegiatan pembelajaran untuk menempuh ujian atau tes. GA dan EVS disusun untuk bahan pembelajaran di SMK sehingga rambu-rambu kurikulum selalu diikuti, termasuk penyediaan latihan mengerjakan soal UN dan atau TOEIC test. c. Keterampilan Bahasa Penyusun ketiga buku teks di atas menyatakan bahwa buku mereka dirancang untuk
mengembangkan
keempat
keterampilan
berbahasa.
Namun
demikian
realisasinya berbeda. GA lebih mengutamakan pengembangan keterampilan wicara dan menyimak, sedangkan EVS memberi penekanan pada pengembangan keterampilan membaca dan wicara dan ihwal kemampuan mengerjakan soal-soal UN. Interchange dirancang untuk mengembangkan keempat keterampilan tersebut secara integratif dan proporsional. Konteks komunikasi yang digunakan dalam EVS dan GA terfokus pada kondisi siswa SMK dan kondisi tempat kerja yang nanti mereka hadapi. Interchange menyajikan konteks pembelajar bahasa Inggris secara umum. Dengan demikian konteks yang digunakan dalam penyajian bahan ajar berbeda. d. Pertimbangan Praktis Dari berbagai pertimbangan di atas, GA dinilai paling mudah diperoleh karena disediakan secara gratis. EVS juga mudah diperoleh karena harganya sangat terjangkau
commit to user ii
167
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
168
dengan kualitas kertas dan cetakan yang sepadan. Interchange dinilai paling sulit diperoleh karena selain sangat mahal untuk ukuran kemampuan rata-rata guru SMK, buku ini hanya dipasarkan di kalangan tertentu. Ringkasan hasil penilaian ketiga buku teks di atas disajikan dalam tabel 4.5 berikut. Dari perbandingan ketiga penilaian buku teks di atas dapat dilihat bahwa tiap buku teks mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan-keunggulan tersebut perlu dicermati dan diadopsi untuk menekan atau menyusun bentuk kompensasi kelemahan yang ada. Selanjutnya temuan ini sangat berguna sebagai rambu-rambu untuk memilih atau menyusun buku teks untuk SMK.
commit to user ii
168
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
169
Tabel 4.4 Ringkasan Hasil Analisis Buku Teks berdasarkan Model Cunningsworths 1995
Aspek
Aims
Objectives
GA
EVS
Interchange
Pengembangan
Pengembangan
Pengembangan Kompe-
Kompetensi
Kompetensi
tensi Komunikasi &
Komunikasi &
Komunikasi &
Keterampilan Bahasa
Keterampilan Bahasa
Keterampilan Bahasa
-Pengembangan
-Pengembangan SKL,
-Pengembangan
languange functions
KD, SK dalam KTSP.
language functions &
-Kesiapan menempuh
-Kesiapan menempuh
pemakaiannya dalam
TOEIC test
UN
komunikasi sehari-hari
-DeduktifÆpemajanan -DeduktifÆpemajanan -InduktifÆpemajanan bentuk bahasa dan
bentuk bahasa dan
bentuk bahasa dalam
penjelasannya diikuti
penjelasannya diikuti
konteks dan penjelasan
latihan pemakaiannya.
latihan pemakaiannya.
bentuk yang dipakai.
Organisation -Pemilihan dan pengu-
-Pemilihan dan pengu-
Pemilihan dan
rutan sajian materi
rutan sajian materi di-
pengurutan sajian materi
berdasarkan ting-katan
dasarkan atas rumusan
didasarkan atas tingkat
skor TOEIC test
KD dalam KTSP
kesulitan fungsi bahasa.
Keempat keterampilan
Keempat keterampilan
Keempat keterampilan
bahasa dengan
bahasa terutama
bahasa secara
pengutamaan pada
reading termasuk
proporsional dan
Design &
Skills
speaking dan listening. vocabulary dan
integratif
speaking Practical Consideration
Paling praktis Æ gratis Sangat praktisÆ harga
Sangat mahalÆ kualitas
disediakan Dikmenjur
buku dan karya bertaraf
sangat terjangkau
internasional
commit to user ii
169
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
170
C. Penilaian Buku Teks oleh Praktisi Sub-bab berikut menyajikan temuan lapangan ihwal pemilihan dan pemakaian buku teks oleh para praktisi maupun pejabat terkait. Temuan ini diharapkan melengkapi hasil penilaian buku teks yang disajikan pada bagian IV B di atas. 1. Buku Teks Bahasa Inggris yang Digunakan di SMK (temuan lapangan) Pelaksanaan diklat bahasa Inggris di SMK memerlukan dukungan bahan ajar, baik yang berbentuk bahan cetak seperti berbagai buku teks, perangkat elektronik, materi digital serta realia. Sebagian bahan ajar tersebut diproduksi atau terbitan lokal dan sebagian terbitan luar negeri. Hasil pengamatan, angket dan wawancara yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa para guru se-DIY dan sekitarnya menggunakan berbagai macam bahan ajar sebagai dasar pengembangan kegiatan diklat di kelas. Khusus yang berupa buku teks, jumlah dan ragam yang dipakai tergantung pada aspirasi dan kondisi guru, kondisi siswa dan kebutuhan jurusan. Kondisi tersebut dapat terungkap melalui informasi yang dikumpulkan dari kepala sekolah, penyusun buku teks, guru, maupun pengamatan di lapangan. a. Jenis Buku Teks Buku teks yang digunakan guru beragam. Kondisi ini terjadi di sekolah negeri maupun swasta. AR, kepala sekolah sebuah SMK Negeri ternama di Wonosari, Gunung Kidul yang juga guru bahasa Inggris di sekolah tersebut, menjelaskan buku teks yang digunakan di sekolah tersebut dalam kutipan wawancara sebagai berikut AR
…. rekan-rekan guru bahasa Inggris di sini menggunakan berbagai sumber. …. kami sediakan banyak buku di perpustakaan yang dapat digunakan guru,... Global Access, Vocational English…. banyak…sampai TOEIC itu juga saya minta diperbanyak untuk siswa… (W: 2).
commit to user ii
170
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
171
Kondisi penyediaan buku teks yang hampir sama juga terdapat di SMKN lain. Meskipun rata-rata kemampuan SMK swasta dalam menyediakan fasilitas diklat khususnya dalam bentuk bahan ajar, tidak sebesar SMK negeri, sekolah ini juga berusaha semampu mereka untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. Selain itu, banyak sekolah baik negeri maupun swasta yang telah menjalin kerjasama dengan Higher Learning (HL)—perusahaan swasta yang menawarkan pengadaan peralatan dan paket pembelajaran bahasa Inggris berbasis multimedia. Kerjasama tersebut bertujuan untuk menambah dan atau melengkapi media pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi bahasa Inggris siswa. Penentuan jumlah dan ragam bahan ajar yang digunakan oleh guru biasanya didasarkan atas kebijakan sekolah yang didukung Komite Sekolah, aspirasi guru serta kebutuhan siswa. Selain ketersediaannya, variasi bahan ajar pun menjadi masalah penting. Dalam penerapan KTSP, guru diberi kebebasan memilih bahan ajar yang mereka nilai efektif untuk meancapai tujuan yang dirumuskan kurikulum. Peluang mereka mamanfaatkan untuk memilih beragam bahan ajar sesuai dengan kondisi mereka. Hal ini dinyatakan oleh YK, guru senior di sebuah SMK Negeri di Kota Madya Yogyakarta, penulis buku teks dan juga penyusun soal UN bahasa Inggris untuk SMK, dalam wawancara sebagai berikut Yiyis Kalau di sini … buku teks itu banyak, ya… Khususnya di Yogya ini banyak orang pintar sehingga mereka mempunyai (pilihan) bahan sendirisendiri. Ada yang menggunakan Interchange..ada yang menggunakan Follow Me.., Tell Me More... (W 7: 2). Pengakuan guru senior tersebut memperkuat legalitas keragaman pemakaian bahan ajar oleh guru yang mencerminkan dan selaras dengan rambu-rambu penerapan KTSP. Fenomena tersebut terjadi di SMK negeri dan swasta. Perbedaan kondisi dan pengelolaan sekolah membedakan keragaman buku teks yang dipakai. Beragamnya
commit to user ii
171
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
172
buku teks yang digunakan guru juga dapat menjadi indikator tumbuhnya dinamika pengelolaan sekolah dan merupakan bagian dari bentuk upaya para pemangku kepentingan untuk meningkatkan mutu diklat di sekolah tersebut. Penyediaan bahan ajar tidak hanya menjadi permasalahan bagi guru dan siswa. Kepala sekolah dan Komite Sekolah pun telah memberikan perhatian dan berperan aktif dalam upaya penyediaan bahan ajar tersebut. Keragaman bahan ajar yang digunakan guru tidak selalu berarti bahwa guru mempunyai wewenang penuh untuk memilihnya. Pada praktiknya, semua stakeholder sekolah berkontribusi dalam pengadaan bahan ajar yang dibutuhkan. b. Pemilihan Bahan Ajar Cetak Telaah lebih jauh mengungkap adanya beberapa kecenderungan pemilihan bahan ajar cetak di SMK yang terbentuk oleh berbagai faktor yang saling terkait, terutama kondisi dan aspirasi guru, kebutuhan dan kondisi siswa dan kondisi sekolah. Kecenderungan pertama adalah pemilihan bahan ajar yang berbentuk buku terbitan luar negeri atau impor yang telah memperoleh reputasi internasional yang disebut Tomlinson dan Masuhara (2008: 161) sebagai EFL global coursebooks. Fenomena ini berkembang di beberapa SMK negeri yang mempunyai reputasi akademik yang cukup baik. Dalam wawancara, TBW, guru senior di SMKN unggulan di Depok, Sleman yang juga penulis
beberapa buku teks
menyatakan “Kami
menggunakan
Interchange...New Interchange...buku Interchange itu juga mengacu ke..dua target, .target UN sama target TOEIC” (W 3: 2, 5,9). Berdasarkan kajian yang dilaksanakan oleh tim guru di sekolahnya, TBW menyatakan
keyakinannya
bahwa
tuntutan
kurikuler
berupa
pengembangan
seperangkat kompetensi berbahasa Inggris melalui keempat keterampilan bahasa serta
commit to user ii
172
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
173
kebutuhan siswa untuk memperoleh sertifikasi kompetensi bahasa Inggris dalam bentuk skor tes TOEIC dapat dicapai dengan menggunakan Interchange. Berdasarkan observasi di kelas yang menggunakan Interchange, kondisi pembelajaran tersebut memang dapat dikembangkan di kelas dengan memadai. (Periksa sinopsis kegiatan pembelajaran dengan Interchange di halaman 200). Dari serangkaian wawancara dengan beberapa narasumber terungkap bahwa Interchange digunakan di beberapa SMKN di wilayah Kabupaten Sleman, dan di wilayah Kota Madya Yogyakarta. Alasan mereka memakai buku teks ini seperti yang disampaikan TBW adalah karena mereka menilai bahwa kualitas dan lingkup materi yang tercakup dianggap sesuai dan memenuhi kebutuhan siswa dan memenuhi tuntutan kurikuler seperti yang dicantumkan dalam KTSP. Kebanyakan guru senior di beberapa SMK negeri memilih menggunakan buku teks seperti Interchange, Breakthrough, dsb. karena kualitas bahasa, lingkup materinya serta alur penyajian materinya lebih terstruktur dan lebih runtut sehingga mudah diterapkan dalam meningkatkan kompetensi bahasa siswa. Model tersebut dirasa tepat dan mudah bagi guru untuk mengembangkan pengalaman belajar siswa di kelas. Kecenderungan ini tumbuh dari keyakinan mereka akan keunggulan buku tersebut dari sudut pandang pengembangan kompetensi berbahasa tertentu. Kecenderungan kedua adalah pemilihan buku teks yang diterbitkan penerbit lokal dengan harga yang terjangkau. Fenomena ini berkembang di kalangan sekolah swasta yang sebagian besar siswanya dinyatakan dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Dalam konteks ini, pemilihan buku teks oleh guru sangat dipengaruhi oleh kebijakan sekolah tentang persepsi daya beli buku orang tua siswa. Guru dituntut untuk mampu membuat pilihan yang bijaksana agar proses diklat
commit to user ii
173
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
174
berjalan dengan efektif tanpa harus memaksa siswa membeli buku teks tertentu. Kebijakan mewajibkan siswa memberi buku teks di sekolah swasta sering kali mendapat reaksi negatif dari siswa atau orang tua siswa yang dapat berakibat rusaknya situasi ketenteraman sekolah. Kondisi ini lazim dijumpai di beberapa sekolah swasta. Ketika menjawab pertanyaan tentang kepemilikan buku teks oleh siswa, guru senior di SMK swasta di pinggiran utara kota Yogyakarta yang mempunyai prestasi akademis dalam bidang kejuruan ini memberi penjelasan dalam wawancara sebagai berikut “ ... memang anak sini ini sebagian besar ’kan dari ekonomi menengah ke bawah.... sehingga tidak berani mewajibkan anak membeli buku..... jadi mestinya sekolah memikirkan pengadaan buku itu”.. (W 10: 25). Pernyataan tersebut sesuai dengan kebijakan beberapa kepala sekolah SMK swasta yang rata-rata kondisi ekonomi orang tua siswanya dianggap kurang mampu. Guru di sekolah seperti ini tidak berani memaksa siswa memberi buku teks tertentu. Sebagai jalan keluar, sekolah mengusahakan penyediaan buku teks di perpustakaan sebagai upaya peningkatan mutu proses diklat tanpa menambah beban pembiayaan pada orang tua siswa. Tujuan ini dinilai sangat strategis karena kenyataan bahwa rata-rata motivasi siswa SMK swasta untuk mempelajari bahasa Inggris kurang tinggi. Karenanya Kepala Sekolah bekerja sama dengan guru dan Komite Sekolah mengambil kebijaksanaan yang dapat mereka pikul bersama. Kondisi rendahnya motivasi belajar bahasa Inggris tersebut terrekam dalam suatu observasi proses diklat di lab bahasa yang disewabeli atau dibeli secara leasing di salah satu SMK swasta di Yogya utara, tempat EY mengajar. Berikut catatan lapangan peneliti.
commit to user ii
174
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
175
Seperti yang dijanjikan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, saya diizinkan mengobservasi kelas yang diajar instruktur HL pagi itu. Ruang laboratorium bahasa yang berukuran 8 X 6 meter tersebut dilengkapi dengan satu meja panjang dengan satu unit komputer tempat instruktur mengatur kegiatan pembelajaran. Ruang tersebut diisi 10 bangku panjang yang masing-masing dipasang satu unit komputer. Tiap unit komputer dipasang dua headset untuk dua siswa. Saat itu kegiatan pembelajaran berlangsung dengan jadwal tes penjajakan kemampuan bahasa Inggris dengan mengerjakan soal TOEIC bagian kedua yaitu question and answer. Saya hanya melihat kertas lembar jawab dan pensil di meja di hadapan tiap siswa. Setelah selesai, instruktur meminta mereka untuk meninggalkan lembar jawab dan pensil di atas meja. Ketika para siswa keluar, saya melihat tak satupun siswa membawa bahan ajar. Rata-rata mereka hanya membawa satu buku tulis tipis yang dilipat dan diselipkan di saku belakang celana mereka. (CL:25) Kegiatan pembelajaran di atas menguatkan penjelasan EY tentang rendahnya motivasi siswanya belajar bahasa Inggris yang dapat diamati dari rendahnya keterlibatan siswa dalam proses diklat. EY memberi contoh lebih rinci kalau para siswa tidak mau mencatat pelajaran jika tidak ada pemeriksaan dan penilaian dari guru. Dengan demikian dapat difahami jika mereka tidak merasa membutuhkan buku teks. Jalan keluar dari kondisi ini yang diambil guru di sekolah dengan kondisi demikian adalah menggunakan buku teks yang terdapat di perpustakaan. Dari beberapa wawancara guru dan observasi, paling tidak ada tiga buku teks yang disumbangkan oleh beberapa institusi pemerintah melalui program pengadaan buku teks. Beberapa bahan ajar yang diterima sekolah adalah sebagai berikut.
commit to user ii
175
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
176
Tabel 4.5 Buku Teks Bahasa Inggris yang Diperoleh Sekolah No
Buku Teks
Penerbit
Donatur
Keterangan
1
Global Access to the World of Work
DikmenjurJakarta
Dirjen PMK
Semua SMK
2
English for Vocational School based on the Recent Curriculum, the KTSP Model 2006
LPPPSYogyakarta
Pemerintah Kota Madya Yogyakarta
SMK di Kodya Yogyakarta
3
Pelajaran Bahasa Inggris untuk SMK
KanisiusYogyakarta
Dinas Pend Kabupaten.
SMK di Kab. Sleman
Selain itu, ada beberapa SMK yang memperoleh bantuan buku teks dari institusi mitra. Dalam kegiatan observasi di beberapa perpustakaan SMK di Yogyakarta, peneliti memperoleh bukti-bukti pemakaian ketiga buku teks tersebut. Ketika melakukan observasi di salah satu SMK swasta di Kabupaten Sleman, peneliti berdialog dengan beberapa mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris dari suatu LPTK swasta di Yogyakarta yang sedang melaksanakan PPL di SMK tersebut. Ketika mendiskusikan buku teks yang biasa digunakan di sekolah tersebut, seorang mahasiswi praktikan mengambil tiga buku dari rak yang berbeda tempatnya, menunjukkan buku EVS, GA dan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SMK di atas meja dan menjelaskan pemakaiannya. Berikut catatan peneliti. Obs erv
Sambil mendengarkan penjelasannya, saya membuka-buka ketiga buku itu bergantian. Saya mengamati kondisi fisik ketiga buku tersebut berbeda bukan karena tahun penerbitannya namun tingkat pemakaiannya. EVS tampak paling ‘lusuh’ dibandingkan dengan buku teks lainnya. Beberapa bagian pojok halaman-halaman depan buku EVS yang dijilid dengan kertas manila tipis terdapat banyak lipatan (nglunthung- Jawa). Selain itu di dalam buku ini terdapat banyak coretan, tanda serta tulisan tangan dengan ball point siswa ketika mereka menjawab latihan-latihan yang ada di dalamnya. (CL. 8)
commit to user ii
176
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
177
Catatan tersebut menegaskan dua hal. Pertama adalah bervariasinya tingkat pemakaian buku teks yang ada. Kedua adalah rendahnya motivasi siswa belajar bahasa Inggris dilihat dari kepemilikan buku teks oleh siswa. Karena siswa tidak memiliki buku teks, mereka mengerjakan latihan yang diberikan guru di buku milik perpustakaan tersebut bukannya menyalin latihan itu di buku tulis masing-masing. c. Bahan Ajar Non-cetak Selain menggunakan bahan ajar cetak yang berbentuk buku teks, beberapa guru sering juga menggunakan bahan ajar autentik seperti bahan yang diambil atau digunting dari majalah, surat kabar, iklan, atau brosur. Ada beberapa sekolah negeri dan swasta tertentu yang telah mampu menyediakan media pembelajaran dalam bentuk rekaman audio dan atau video serta ruang khusus tempat alat-alat tersebut dipasang. Selain itu tidak sedikit guru yang memperkaya materi yang diunduh dari internet baik yang dilakukan guru maupun oleh siswa sebagai bagian dari tugas mandiri. Bahan ajar ini berfungsi sebagai pendukung atau pelengkap buku teks. Salah satu media pembelajaran yang sedang diminati di kalangan SMK berupa perangkat keras komputer dan perangkat lunak pembelajaran yang ditawarkan oleh perusahaan swasta HL. Perusahaan ini menawarkan paket model pembelajaran bahasa Inggris yang mereka nilai interaktif. Termasuk dalam paket leasing ini adalah disediakannya
sejumlah
instruktur
yang
harus
mendampingi
para
guru
mengoperasikan peralatan dan model pembelajaran yang ditawarkan selama masa kontrak. Layanan purna jual tersebut diterapkan karena HL memberikan jaminan kepada kepala sekolah bahwa paket diklat yang ditawarkan benar-benar memberikan keunggulan, khususnya dalam pengembangan keterampilan berbahasa lisan yang sangat dibutuhkan dalam menempuh tes listening dalam UN dan tes TOEIC. Selain
commit to user ii
177
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
178
itu, ada beberapa SMK Negeri yang telah mampu menyediakan fasilitas pembelajaran yang dapat diakses sendiri oleh siswa yang dinamakan self access center dan beberapa bahan ajar yang berupa realia. d. Persepsi terhadap Keragaman Buku Teks Beragamnya buku teks menimbulkan penilaian berbeda di kalangan guru. Beberapa narasumber menilai kondisi tersebut sebagai bukti kurang seriusnya pemerintah dalam merancang peningkatan kualitas pengajaran bahasa Inggris di SMK. Namun demikian ada yang menilai fenomena ini sebagai sisi positif dalam penerapan KTSP. Kebebasan ini diberikan agar satuan pendidikan dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik berdasarkan kondisi dan potensi yang ada. Ihwal metodologi pencapaiannya termasuk buku teks yang dipakai diserahkan pada guru. Bagi guru yang masih memerlukan tuntunan untuk mengembangkan ramburambu tersebut ke dalam kegiatan pembelajaran, tidak tersedianya buku teks yang resmi dikeluarkan oleh Depdiknas merupakan terputusnya mata rantai penyusunan kurikulum dengan proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian tidak adanya buku teks yang melengkapi KTSP dapat dinilai sebagai kurang tuntasnya perencanaan penyempurnaan kurikulum oleh Diknas. Pendapat berikut dihimpun dari beberapa narasumber, termasuk beberapa guru dan Widyaiswara LPMP DIY yang memberikan penilaian seakan perencanaannya kurang menyeluruh dan kurang terarah. Penilaian bahwa perencanaan kurang menyeluruh dinyatakan karena Diknas dan atau BSNP tidak menyediakan seluruh perangkat yang dibutuhkan untuk menerapkan kurikulum baru. Perangkat yang paling utama bagi pelaksana adalah buku teks resmi yang dapat digunakan guru menerapkan kurikulum tersebut pada tataran kelas. Dengan tidak adanya buku teks yang resmi juga digunakan alasan sebagian guru untuk
commit to user ii
178
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
179
tidak atau belum menerapkan KTSP. Dengan demikian upaya peningkatan mutu pendidikan melalui penyempurnaan kurikulum belum efektif. TBW juga menilai bahwa pemberian keleluasaan bagi guru untuk menentukan buku teks yang sesuai dengan pencapaian tujuan kurikuler serta kondisi setempat sangat dilematis. Dalam wawancara, TBW menyatakan bahwa pemerintah nampaknya tidak siap menyediakan buku teks. Pengadaan buku teks yang diserahkan kepada guru atau penerbit akan menimbulkan banyak masalah. Hal ini, pertama, karena kebanyakan guru dinilai belum mampu menyusun buku teks yang baik, dan kedua, penerbit sering kali menggunakan paradigma yang berbeda dengan rambu yang dirumuskan kurikulum dan guru. Namun demikian beberapa guru memandang bahwa pemakaian buku teks yang beragam ini positif. AR, guru dan kepala sekolah salah satu SMKN di Wonosari, dan YK guru, penulis buku teks dan penyusun tes UN mata uji bahasa Inggris untuk SMK, menilai kebebasan itu memberikan kesempatan kepada guru untuk benar-benar memilih buku teks yang sesuai dengan kondisi setempat sehingga guru merasa leluasa mengembangkan kegiatan pembelajaran. 2. Muatan Buku Teks Ketersediaan buku teks dalam proses pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dinilai sangat penting karena muatan isinya menjadi dasar pengembangan kegiatan pembelajaran. Unsur muatan ini menjadi kriteria utama pemilihan buku teks khususnya yang menyangkut kandungannya untuk mendukung pencapaian tujuan kurikuler yang ditentukan. Rambu-rambu penyusunan KTSP menyebutkan bahwa keseluruhan muatan tersebut harus memenuhi standar isi yang secara keseluruhan membentuk SKL. Untuk
commit to user ii
179
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
180
mencapainya, rumusan SKL perlu dijabarkan ke dalam serangkaian KD dan SK. Materi pembelajaran yang mendukung tercapainya SKL tersebut terdiri dari serangkaian fungsi bahasa beserta unsur leksikogramatika pendukung, tema yang disesuaikan dengan konteks kebutuhan serta beragam jenis tidak komunikasi dalam keempat keterampilan bahasa. Alur pemikiran tersebut diterapkan TBW dalam memilih Interchange sebagai buku teks di sekolahnya. Berikut penjelasannya dalam wawancara “...SKL itu kami perhatikan…lalu kami cari-cari…materi yang paling lengkap…sehingga kami memilih buku ini…” (W: 11). Pernyataan yang sama diungkapkan semua guru yang diwawancarai bahwa pemilihan buku teks seharusnya didasarkan atas rumusan SKL yang merupakan perumusan tujuan kurikuler. Pada praktiknya, guru cenderung memilih langkah yang lebih praktis dalam memilih buku teks melalui pencermatan kompetensi sasaran berdasarkan rumusan kurikulum.
Berdasarkan
kompetensi
ini
dipilih
materi
yang
mendukung
berlangsungnya proses pembelajaran yang mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran sesuai dengan rumusan kurikulum. Alur pemikiran tersebut diterapkan banyak guru dalam proses penyusunan bahan ajar. YK, penyusun buku teks yang kebanyakan dipakai di berbagai SMK di Yogyakarta dan sekitarnya, menyatakan bahwa proses penyusunan buku teks yang diterapkan bermula dari pencermatan rambu-rambu kurikulum yang berlaku. Rambu utama—yakni tuntutan kompetensi yang harus dicakup dalam proses diklat—dijadikan kerangka dasar buku teks yang diisi dengan unsur leksikogramatika dan topik yang diperlukan. Temuan di atas menunjukkan bahwa guru menyadari peran kurikulum dalam pemilihan buku teks, bahwa kurikulum menjadi acuan pemilihan buku teks. Dengan rambu-rambu tersebut pemilihan buku teks harus memperhatikan potensi kegiatan pembelajaran yang dapat dikembangkan mencapai tujuan pembelajaran seperti commituntuk to user ii
180
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
181
yang dituntut kurikulum. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak sedikit guru yang menerjemahkannya dengan cara memberi penekanan pada pengembangan unsur bahasa dan atau keterampilan bahasa tertentu dari pada pengembangan kompetensi komunikasi. Pemahaman ini mempengaruhi pemilihan buku teks yang menempatkan kedua tujuan tersebut—pengembangan keterampilan berbahasa dan pengembangan unsur kebahasaan—sebagai indikator. Fenomena tersebut dikuatkan oleh TBW. Dalam menanggapi kenyataan masih banyaknya guru yang menggunakan GA, beliau menyebutkan bahwa selain karena buku teks tersebut disediakan oleh Dikmenjur untuk semua SMK, muatan vocabulary dan grammar yang ada masih relevan dipakai sebagai materi pembelajaran. Disamping penguasaan unsur kebahasaan, guru juga menilai pengembangan keterampilan berbahasa penting. Fenomena tersebut menjadi suatu kecenderungan yang berkembang diantara para guru SMK. LS, guru senior di SMKN Wilayah Bantul mengatakan dalam wawancara “... guru menggunakan campuran, dengan berbagai bahan sumber yang dirasa sesuai. Misalnya kalau speaking, diambilkan dari satu sumber dan kalau grammar diambilkan dari sumber yang lain” (W:1: 9). Praktik tersebut juga diakui oleh KLS karena tugas yang dibebankan untuk mengajar keterampilan bahasa lisan akan efektif jika menggunakan buku teks tertentu. Kecenderungan pengembangan keterampilan bahasa lisan telah menjadi suatu kebutuhan yang berkembang di kalangan SMK. Fenomena ini terkait dengan model evaluasi pembelajaran yang diterapkan yang menuntut siswa berunjuk kerja dalam bentuk mendengarkan teks atau dialog dalam tes listening. Selain dalam TOEIC test, listening juga menjadi salah satu bagian UN. Mengingat penyebab utama rendahnya prestasi siswa dalam tes bahasa Inggris adalah lemahnya listening siswa, banyak kepala sekolah meminta guru untuk meningkatkan pengembangan listening skills commit to user ii
181
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
182
siswa. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru berupaya memilih buku teks yang tepat agar siswa mencapai tujuan pembelajaran yang dituntut. Dalam wawancara TBW lebih lanjut menyatakan “...siswa SMK itu juga diukur kompetensinya melalui TOEIC…karena buku Interchange itu juga mengacu…ke sana ….jadi kami ada satu buku untuk dua target. Target UN sama target TOEIC” (W: 3.9). Pengembangan kompetensi tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan pembelajaran unsur-unsur leksikogramatika, fungsi bahasa serta tema yang terkait untuk mengungkapkan kompetensi tersebut. Dengan demikian, proses pembelajaran unsur-unsur kebahasaan di atas dapat dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman ini tercermin dalam pemilihan buku teks yang memungkinkan mereka mencapai tujuan tersebut. Bukti di atas menunjukkan bahwa kriteria utama pemilihan buku teks adalah kesesuaiannya
dengan
tututan
kurikulum
yang
dinyatakan
dalam
bentuk
pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa yang diperlukan. Penerapannya yang dilakukan sebagian guru adalah melalui pengembangan keempat keterampilan berbahasa, serta pengembangan penguasaan grammar dan vocabulary secara terpisah. Sebagian guru lain berusaha untuk mengembangkan kompetensi berbahasa melalui pembelajaran semua unsur kebahasaan di atas secara terpadu dalam bingkai pengajaran fungsi bahasa. 3. Penyajian Muatan Buku Teks Pemilihan buku teks perlu memperhatikan model sajian muatan yang digunakan. Cuningsworth (1995:2) menyarankan … what is prominent and obvious in a coursebook, we need to examine how specific items are dealt with , particularly those which relate to students’
commit to user ii
182
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
183
learning needs, syllabus requirements, how different aspects of language are dealt with, etc.. Dalam pemilihan buku teks, kita perlu memeriksa bagaimana butir-butir bahan ajar itu disajikan, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan siswa untuk belajar, tuntutan silabus, bagaimana berbagai aspek kebahasaan yang beragam itu disajikan. a. Sistematika dan Penyajian Muatan Buku Teks Informasi tentang cakupan buku teks biasanya disajikan di halaman depan atau halaman daftar isi. Dari cara penuangannya dapat diketahui sistematika penyajian yang diterapkan. Berikut contoh penyajian muatan tiga buku teks. EVS dan GA dipilih karena paling banyak dipakai di kalangan guru, sedangkan Interchange dipilih karena sistematika sajian dan kualitas isinya dinilai sangat berbeda dari keduanya. Tabel 4.6 Sistematika Penyajian Cakupan Tiga Buku Teks EVS KD2.1 B1. Daily Activities B2 Guest Handling KD 2.3 B.3 Telephoning B.4 Making Arrangement B.5 Confirming or Cancelling Arrangement dst.
GA Unit 1 What do you usually do Unit 2 My memorable experience Unit 3 Who’s speaking, please? Unit 4. Reservation Unit 5. Good morning! Can I help you? dst.
Interchange Unit 1 Please Call me Beth Introduction and Greeting Unit 2 How do you spend your day? Job, workplace, and school Unit 3 How much is it? Shopping and prices, clothing dst.
Tabel di atas menyajikan perbandingan model sajian dan cakupan buku teks dalam halaman daftar isi. Model pertama adalah dengan mencantumkan jenis KD yang ada dalam KTSP dan menyebutkan jenis kegiatan komunikasi yang akan dikembangkan dalam KD tersebut. Model ini diterapkan dalam EVS. Berdasarkan wawancara dengan penyusunnya, penggunaan label KD tertentu dari KTSP dalam
commit to user ii
183
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
184
EVS sengaja dilakukan sebagai upaya untuk menunjukkan relevansi buku teks ini dengan kurikulum yang sedang berlaku di SMK. Relevansi ini juga dituangkan dengan penyusunan jenis kegiatan pembelajaran yang menyerupai soal yang dipakai dalam UN. Model kedua adalah dengan mencantumkan tema dan jenis kegiatan komunikasi dan lingkupnya. Model ini dapat dilihat dari sistimatika Interchange. Sistematika penyajian Interchange sangat rinci yang disajikan melalui tema dan konteks pemakaiannya dalam keempat keterampilan berbahasa dan kegiatan berbahasa. Setiap subbagian kegiatan pengembangan keterampilan berbahasa juga dikemas dalam tema tertentu. Salah satu contoh dalam Student’s Book 1 dapat dilihat bahwa setiap subbagian juga dilengkapi dengan daftar unsur leksikogramatika pokok yang akan digunakan dalam bagian tersebut. Hal ini dapat lebih jelas diamati dari model tampilan dalam halaman isi sebagai berikut dari Unit 1 Buku 1. Tabel 4.7 Sistematika Penyajian Tiap Unit Interchange Unit 1
Speaking
Grammar
That’s what friends are for!
Describing personalities; expressing likes and dislikes; agreeing and disagreeing; complaining
Relative Pronouns as subjects and objects; clauses with it + adverbial clauses with when
Personality types and qualities; relationships; turns on and offs
(Richards, dkk. 2006: vi) Penyajian rinci ini sangat membantu guru atau pihak yang berwewenang memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan sistimatis tentang buku teks tersebut untuk memudahkan mereka memilih buku teks yang sesuai dengan kebutuhannya. GA menggunakan campuran antara tema dan fungsi bahasa. Model penyajian ini mirip dengan yang diterapkan dalam Interchange, namun tampilannya lebih
commit to user ii
184
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
185
ringkas karena unsur kebahasaan yang dipakai tidak dicantumkan dalam halaman daftar isi. Daftar isi GA menampilkan tema pemakaian bahasa yang dijadikan label nama unit. Format ini ringkas, mirip seperti yang digunakan dalam EVS. Penyajian muatan bahan ajar berkait dengan format atau alur penyajian substansi pembelajaran. Dalam subbab berikut ini akan dibahas penyajian muatan bahan ajar dalam EVS dan Interchange karena keduanya berbeda. Muatan GA tidak didiskusikan karena mirip dengan penyajian muatan Interchange. b. Penyajian Muatan Bahan Ajar dalam EVS EVS dirancang sebagai buku teks atau untuk siswa SMK. Sesuai dengan sistem dan masa belajar di SMK, buku ini diterbitkan dalam enam seri (jilid). Dengan demikian tiap jilid buku diharapkan selesai untuk masa pembelajaran satu semester. Tiap unit buku rata-rata berisi 9-10 unit yang masing-masing dirancang untuk mengembangkan satu KD tertentu (lihat tabel 4.6). Penyajian tiap unit yang berisi satu KD dilakukan dengan 13 sampai 21 jenis kegiatan pembelajaran yang diberi judul task. Sistematika penyajian task dalam tiap unit dapat dikelompokkan ke dalam empat subbagian yang masing-masing dirancang untuk mengembangkan keterampilan wicara, membaca, dan menambah penguasaan kosa kata dan tata bahasa, dan assesmen. 1) Subbagian pengembangan keterampilan wicara disajikan melalui beberapa tugas komunikasi lisan. Materi untuk subbagian ini berupa dialog sederhana, berbagai bentuk ungkapan yang biasa digunakan untuk mengungkapkan fungsi bahasa dan konteks tertentu. Bagian ini dirancang sebagai kegiatan interaktif yang memerlukan lawan tutur untuk mempraktikkan kegiatan tersebut. Hal ini dapat diamati dari perintah yang digunakan seperti “Work in Pair”, “Practice the Dialogue with Your
commit to user ii
185
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
186
Friend”, dsb (Krisnani, 2007). Meskipun demikian ada beberapa task yang hanya menuntut siswa untuk mengenali atau melatih bentuk ujaran yang dipajankan. Bagianbagian ini dapat dilihat dari perintah yang digunakan seperti “Finish the Sentence…” atau “Complete the Sentence…” dsb. Penyajian materi ini diharapkan dapat memberi pajanan input bahasa agar para siswa mengenali dan mampu mempraktikkan bentukbentuk ujaran untuk mengungkapkan fungsi bahasa tertentu. Dalam satu buku, terdapat beberapa unit kegiatan yang memuat bahan pengembangan keterampilan menyimak yang dikaitkan dengan pengembangan keterampilan wicara. 2) Subbagian pengembangan keterampilan membaca terdiri dari beberapa kegiatan pembelajaran bahasa tulis, khususnya membaca pemahaman dan menjawab pertanyaan atau merespon kegiatan berdasarkan teks yang disajikan. Kegiatan merespon teks dapat berupa mengisi format atau isian atau memberi komentar tertulis terhadap teks. Sebagai contoh dari buku IIA tentang KD 2.6 yang ada di unit 1, setelah siswa membaca text Teeth Care pada task 12 mereka diminta menjawab pertanyaan berdasar pemahaman isi teks. Dalam task 13 siswa diberi serangkaian pernyataan dan diminta mengidentifikasi apakah pernyataan tersebut benar atau salah menurut text. Dalam task 14 siswa dituntut untuk memperagakan dialog yang biasa terjadi ketika seseorang membuat janji-temu atau appointment dengan dokter gigi (Krisnani, 2007: 178-180). Dari kegiatan yang disediakan, diharapkan kemampuan siswa memahami teks dapat dikembangkan ke dalam kegiatan yang melibatkan keterampilan berbahasa yang lain. 3) Subbagian pengembangan kosa kata dan tata bahasa disajikan beriringan dengan subbagian pengembangan keterampilan membaca. Beberapa jenis kegiatan yang dikembangkan mulai dari mengenali bentukan yang terterima atau yang takterterima sampai pada pemahaman makna dan pemakaian kosa kata. Hal ini dapat dilihat dari instruksi yang digunakan dalam kegiatan ini seperti “Find the Error on Every
commit to user ii
186
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
187
Sentence below”, “Find the Meaning of the Following Words…”, “Learn the Sentence Pattern below”, dll. (Krisnani, 2007). Beberapa latihan dalam bagian grammar focus menggunakan format pilihan ganda yang biasa digunakan dalam UN. Dari rangkaian kegiatan subbagian ini dapat diketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah pengembangan kompetensi linguistik. 4) Subbagian asesmen berisi satu sampai tiga macam kegiatan atau latihan untuk membantu siswa mengulangi beberapa permasalahan yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran. Inti kegiatan subbagian ini adalah melatih siswa mengungkapkan fungsi bahasa dan leksikogramatika yang menjadi substansi dalam dalam unit ini. Dari gambaran ringkas di atas dapat ditarik beberapa simpulan berikut. Kegiatan diklat yang dirancang dalam tiap unit mencakup kegiatan yang bersifat pemajanan bahasa sampai pada latihan penggunaannya baik dalam keterampilan berbahasa lisan maupun tertulis. Substansi pembelajaran juga bervariasi dari kosa kata, susunan bahasa baik dalam tataran frasa maupun kalimat sampai pada bentukan ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam konteks fungsi bahasa dan tema tertentu sebagaimana yang dikehendaki dalam KTSP. Latihan kebahasaan yang dikembangkan juga mengadopsi bentuk-bentuk soal yang digunakan dalam UN. Latihan pengenalan susunan kalimat yang sering digunakan adalah error recognition yang merupakan salah satu bagian dalam UN. Penyusun berharap model pembelajaran tersebut membantu siswa mengenali permasalahan yang akan mereka hadapi dalam UN. c. Penyajian Muatan bahan Ajar dalam Interchange Interchange terdiri dari tiga jilid buku yang dirancang untuk pembelajar belia yang bahasa Inggrisnya masih pada tataran dasar sampai menengah (Richards, dkk. 2006: x). Karenanya muatan serta susunannya dirancang untuk memenuhi selera dan
commit to user ii
187
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
188
kondisi mereka. Cakupan ini dikomunikasikan dalam lembaran khusus yang dinamakan Plan of Book (Richards, dkk. 2006:vi) di halaman depan. Tiap unit dalam Interchange mencakup beberapa sub-unit atau kegiatan seperti yang disajikan dalam tabel 4.8 berikut. Muatan isi buku teks dan penyajiannya dalam Interchange dirancang sedemikian beragam untuk menarik perhatian pembelajar agar mereka mau melibatkan diri ke dalam kegiatan pembelajaran secara maksimal untuk memperoleh input kebahasaan yang kaya. Semua kegiatan pembelajaran dirancang dalam bentuk tindak komunikasi tentang kondisi atau kegiatan yang mungkin dihadapi pembelajar tanpa mengabaikan pembelajaran unsur pendukung seperti tata bahasa, kosa kata, dan pelafalan kata. Penyajian muatan ini juga diadaptasi di EVS. Persamaan yang terdapat di antara keduanya dapat diamati dari tujuan pembelajaran; yaitu untuk mengembangkan keempat keterampilan berbahasa secara terpadu dengan unsur leksikogramatika yang mendukung. Perbedaannya terletak pada variasi kegiatan yang disediakan dan model integrasi kegiatan. Interchange menawarkan variasi kegiatan yang lebih kaya dari pada EVS. Dari segi model integrasi kegiatan berbahasa, Jack Richards, dkk. mampu menyusun semua kegiatan pembelajaran dalam Interchange saling terkait secara fungsional dengan kegiatan sebelumnya. Dalam EVS banyak kegiatan pembelajaran tidak terkait dengan kegiatan lainnya, khususnya pada bagian language focus. Penyajian language focus dalam EVS cenderung berakhir hanya sampai pada pemahaman bentuk tersebut sedangkan penyajiannya dalam Interchange mengalir sampai pada kegiatan pembelajar menggunakan atau mengekspresikan fungsi bahasa tersebut.
commit to user ii
188
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
189
Tabel 4.8 Contoh Kegiatan Pembelajaran Tiap Unit dalam Interchange Subunit
Substansi Pembelajaran
Snapshot
Informasi tentang kehidupan sehari-hari pembelajar disajikan untuk mengaktifkan background knowledge sehingga mereka akan lebih siap mempelajari topik pembelajaran dalam unit tersebut.
Word Power
Kosakata baru yang penting dalam unit tersebut disajikan tersendiri agar pembelajar mampu mengenali dan kemudian menggunakannya dalam proses pembelajaran.
3
Perspectives
Masalah yang biasa ditemui di lingkungan siswa yang terkait dengan topik pembelajaran disajikan untuk menjembatani topik pembelajaran dengan masalah kehidupan nyata sehari-hari di luar kelas.
4
Conversation
Dialog dan ujaran pendek disajikan agar pembelajar mampu mengamati dan mempraktikkannya dalam tindak komunikasi lisan.
5
Grammar Focus
Beberapa kaidah bahasa disajikan tersendiri dalam konteks yang realistis agar pembelajar mampu mengenali dan menggunakannya dalam kegiatan berbahasa.
6
Pronunciation
Pelafalan beberapa kosa kata baru disajikan agar pembelajar dapat berlatih melafalkannya yang benar dalam konteks kalimat.
7
Listening
Dialog sederhana disajikan untuk melatih pembelajar dan mengembangkan berbagai keterampilan menyimak melalui rekaman.
8
Speaking
Dialog pendek dan bentuk ungkapan kunci disajikan agar pembelajar dapat berlatih menggunakan susunan dan kosa kata baru untuk mengembangkan keterampilan wicara.
9
Interchange Activities
Beberapa bentuk tugas komunikatif, baik yang berbentuk lisan maupun tertulis, disajikan untuk melatih pembelajar menerapkan hal-hal yang dipelajari dalam unit tersebut dalam konteks baru.
Writing
Contoh karangan sederhana disajikan agar pembelajar mampu mengenali dan berlatih mengembangkan keterampilan menulis dengan menggunakan kosakata dan tatabahasa yang dipelajari dalam unit ini.
Reading
Beragam teks disajikan untuk mengembangkan keterampilan membaca sebagai pendukung dan kelengkapan kegiatan berbahasa lainnya
No 1
2
10
11
commit to user ii
189
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
190
4. Pemakaian Buku Teks di SMK Buku teks biasanya dipakai sebagai sumber dan atau rujukan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran. Temuan lebih lanjut menunjukkan adanya variasi pemakiannya. Pencermatan fenomena tersebut lebih rinci menunjukan adanya dua kecenderungan pemakaian buku teks. Kecenderungan pertama adalah pemakaian buku teks sebagai sumber tunggal substansi dan skenario pengembangan kegiatan pembelajaran. Dalam konteks ini guru menggunakan buku teks sebagai panduan apa yang dilaksanakannya di kelas. Dalam praktik ini guru biasanya tidak mengubah materi maupun urutan sajiannya. Strategi yang dilakukan hanyalah menyusun prioritas materi dan kegiatan berdasarkan alokasi waktu. Jika muatan dalam unitnya terlalu banyak dibandingkan dengan alokasi waktu yang tersedia, guru memilih beberapa bagian dari unit tersebut yang dinilai sangat penting sebagai bahan proses pembelajaran di kelas untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Bagian yang tidak disajikan atau didiskusikan di kelas dapat dilewati, digunakan sebagai tugas rumah atau sebagai bahan belajar mandiri/kelompok. Kegiatan diklat dan alurnya mengalir mengikuti isi dan penyajian materi yang tertuang dalam buku teks tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa bukti berikut. Ketika diwawancarai tentang pemakaian buku teks pilihannya, TBW menjelaskan bahwa Interchange terdiri dari Student’s Book, Teacher’s Book juga materi noncetak berupa rekaman untuk kegiatan menyimak serta beberapa kegiatan komunikasi dalam bentuk video. Dalam praktiknya, TBW mengikuti alur yang ada dan memperkaya dengan kegiatan menyimak dan materi dari video. Tentang alur,
commit to user ii
190
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
191
TBW menjelaskan bahwa penyajian materi diklat yang biasa dilakukan dengan mengikuti Plan of Book. Hal ini disampaikan dalam petikan wawancara berikut. T B W
materi utama Interchange…tapi kami..me..menambah dengan video…video.. tapi itu juga video Interchange … oh ya ini urut ini ..(sambil menunjukkan daftar isi di halaman depan buku Interchange)…. jadi ini urutannya sudah seperti ini dan urutan dalam chapternya. Pokoknya kita fully following the book… (W: 11)
Pola pemakaian buku teks seperti ini juga diterapkan oleh beberapa guru lain, khususnya yang menggunakan buku impor seperti TOEIC, dan Getaway. Alasan mereka mengikuti alur tersebut karena skenario penyajian yang ada dalam buku teks tersebut dinilai sesuai dengan rencana pembelajaran yang mereka kehendaki. Dengan langkah tersebut mereka juga berharap agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif. Guru yang menggunakan buku teks secara keseluruhan berasumsi bahwa setiap kegiatan pembelajaran yang disusun dalam tiap unit buku teks telah dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan menerapkan apa adanya, dan disesuaikan dengan kondisi dan alokasi waktu yang ada, tujuan diklat tersebut akan dapat dicapai dengan baik. Kecenderungan kedua adalah pemakaian beberapa buku teks berdasarkan aspirasi guru. Dalam proses pemilihan bahan ajar, mereka mengidentifikasi beberapa bagian dari buku teks tersebut yang dapat digunakan untuk mengajarkan hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan dan skenarionya. Mengingat tidak semua materi yang diperlukan ada dalam buku teks tersebut, mereka melengkapinya dengan mengambil bahan ajar dari buku teks lain. Ada sebagian guru yang menilai tidak semua kegiatan pembelajaran dalam satu buku teks tertentu relevan, sesuai atau penting untuk mencapai suatu tujuan diklat. Didukung oleh kebebasan dalam memilih buku teks,
commit to user ii
191
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
192
guru cenderung menerapkan teknik eclectic, yaitu memilih bagian-bagian dari beberapa buku teks yang dinilai sesuai atau tepat untuk mencapai tujuan diklat tertentu dengan lebih efektif. Kecenderungan tersebut dapat dilihat dalam pernyataan AR, kepala sekolah suatu SMKN di Wonosari (periksa kutipan IV.G.1.e). EY, guru tidak tetap di SMK swasta di Yogya utara, mengatakan dalam petikan wawancara sebagai berikut “ Jadi saya dalam memilih materi di kelas memang comot sana comot sini…. Saya maunya mencoba menerapkan yang ini pak, saya maunya tidak lepas dari rambu-rambu kurikulum” (W: 22). Praktik seperti ini sering diterapkan oleh para guru baru. Tumbuhnya fenomena ini, antara lain, adalah karena tidak adanya buku teks resmi yang dinyatakan sebagai pendamping atau pendukung penerapan KTSP di kelas. Didukung oleh kebebasan dalam memilih buku teks, guru merasa memperoleh kebebasan dengan menerapkan teknik eclectic, yaitu memilih bagian mana yang dinilai sesuai, dalam menggunakan buku teks. 5. Keunggulan dan Kelemahan Buku Teks Dari proses triangulasi terungkap bahwa kriteria yang digunakan untuk memilih buku teks adalah kesesuaian dengan kurikulum, kualitas bahasa, muatan isi dan ketersediaannya. Berdasarkan kriteria tersebut sub-bagian berikut akan menyajikan perbandingan tiga buku teks di atas untuk mengungkap keunggulan dan kelemahan masing-masing. Berdasarkan hasil serangkaian wawancara dengan guru, peneliti dapat menyimpulkan bahwa secara keseluruhan Interchange dinilai sebagai buku teks yang mempunyai kualitas sangat baik. Pendapat tersebut tidak hanya dinyatakan guru yang telah menggunakannya, tetapi juga mereka yang hanya melakukan penilaian secara
commit to user ii
192
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
193
selintas (Cunningsworth, 1995: 1). Lebih khusus, berdasarkan pengalamannya menggunakan Interchange TBW menilai kualitas bahasanya sebagai hal yang tidak hanya layak dipelajari oleh siswa, namun oleh guru juga. Selama menggunakan Interchange, beliau mengaku kompternsi bahasa Inggrisnya terus berkembang karena menjumpai beberapa kosa kata serta susunan bahasa baru dalam pemakaian konteks yang tepat dalam tiap unit yang akan diajarkan. Dengan menggunakan Interchange sebagai buku teks guru juga akan memperoleh keuntungan ganda; mengajarkan kualitas bahasa yang tepat, dan memperdalam kompetensi berbahasa Inggris mereka. Pendapat yang dirangkum dari focus group discussion dengan enam orang guru peserta workshop yang diselenggarakan MGMP Bahasa Inggris SMK Provinsi DIY menunjukkan kecenderungan guru di SMK yang pengajaran bahasa Inggrisnya mapan memilih menggunakan buku teks impor dan tidak menggunakan buku teks terbitan lokal dengan alasan kualitas bahasa yang dinilai kurang memadai. Dalam menilai GA mereka berpendapat bahwa hasil kerja kelompok dalam proses penyusunan GA dinilai kurang padu dan kurang cermat, meskipun semua anggota tim penyusun adalah guru bahasa Inggris senior pilihan dari SMK se Indonesia. Meskipun setiap tim penyusun diberi fasilitas dan didampingi oleh narasumber yang kompenten, termasuk sejumlah penutur asli bahasa Inggris yang berperan sebagai penasihat kebahasaan, masih terdapat banyak kelemahan dalam pemakaian bahasa dan rangkaian penyajian materi. Penilaian serupa juga diberikan pada buku teks terbitan lokal yang lain. Selain kualitas bahasa, pemilihan buku teks juga dikaitkan dengan alur penyajian materi pembelajaran. Alur dianggap penting karena dengan alur yang dirancang lebih baik, skenario pembelajaran akan mengalir dengan lancar dalam mengembangkan proses pembelajaran. Hal to iniuser disampaikan KLS, guru SMK Negeri di commit ii
193
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
194
Kalasan ketika menjelaskan alasannya memilih buku teks impor dalam diskusi fokus group sebagai berikut “ Saya untuk mengajar listening untuk kelas satu , dua, dan tiga, pakai Basic Listening… karena mudah…step-nya jenjang dari awal itu
tidak
melompat jauh.. well graded.... kami pakai yang sudah branded” (W:25.). Pendapat yang sama diberikan TBW yang menggunakan Interchange apa adanya berdasarkan pengkajian Student’s Book dan Teacher’s Book dengan seksama oleh tim guru dari sekolahnya. Kajian seksama ini yang membuat mereka lebih memahami kualitas dan potensi Interchange sebagai buku teks, tidak saja terbatas pada kualitas bahasanya tapi juga dari skenario pembelajaran yang dapat dikembangkan. Pemakaian Interchange dinilai menguntungkan para guru karena mereka dapat belajar banyak hal, tidak hanya jenis dan kegiatan pembelajaran, konsep penyajian, penjenjangan kegiatan pembelajaran serta bahasa Inggris sendiri. Lebih khusus, TBW menilai bahwa untuk menggunakan Interchange dengan baik, guru perlu memiliki modal kompetensi bahasa Inggris yang cukup. Selain penguasaan metodologi pengajaran bahasa yang cukup, guru dituntut untuk memiliki kompetensi berbahasa yang cukup termasuk keterampilan wicara dan menyimak untuk dapat menggunakan Interchange sebagai buku teks yang efektif. Jika masih mempunyai masalah dengan modal dasar tersebut, guru dapat menggunakan panduan dari Teacher’s Book yang dinilai memberikan berbagai penjelasan pemakaian Interchange dengan cukup serta berbagai kemungkinan untuk memodifikasi atau mengembangkan kegiatan yang lebih sesuai dengan kondisi pembelajar di kelas. Selain kondisi siswa dan sekolah, penyebab guru tidak menggunakan Interchange adalah karena kurangnya kompetensi bahasa Inggris yang dimiliki guru. Para guru yang memilih buku teks yang memiliki reputasi internasional menilai kualitas bahasa yang dipakai dalam buku teks tersebut sangat tepat untuk commit to user ii
194
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
195
dipajankan kepada siswa. Selain kesesuaian muatan isinya dengan tuntutan kurikulum dua kriteria lain yang digunakan adalah keruntutan penyajian materi. Dalam hal kualitas bahasa, sebagian guru menilai kualitas bahasa buku teks terbitan lokal yang disusun oleh bukan penutur asli kurang memadai untuk dipajankan kepada siswa karena adanya bentuk-bentuk yang kurang tepat, salah atau janggal. Hal tersebut disampaikan TBW ketika menjelaskan alasan pemakaian Interchange dalam wawancara sebagai berikut. (dengan) Interchange itu tidak hanya mengajar tapi kita juga belajar..kita para guru juga mendapat banyak input dari sana ... kalau Global Access... TBW materi itu kurang kaya…maklum itu kan buku proyek… buku proyek.... Saya tidak pernah pakai… English for Vocational School…(W. 9: 8) Para guru menilai kualitas bahasa yang digunakan dalam Interchange betul-betul mencerminkan kualitas bahasa yang seharusnya dikuasai tidak hanya bagi para siswa tetapi juga para guru. Mereka mengaku ketika menggunakan Interchange, mereka merasa telah belajar beberapa kosa-kata baru serta susunan bahasa baru dalam pemakaian konteks yang tepat. Dengan menggunakan Interchange sebagai buku teks mereka merasa memperoleh keuntungan ganda; mengajarkan kualitas bahasa yang tepat dan memperdalam kompetensi berbahasa Inggris mereka. 6. Kelebihan dan Kekurangan Pemakaian Buku Teks Subbab IV G. 2 menyajikan ihwal pemakaian buku teks oleh guru bahasa Inggris SMK di Yogyakarta. Berdasarkan pengamatan dan wawancara, terungkap adanya dua kecenderungan; pemakaian buku teks secara menyeluruh dan pemakaian buku teks secara bagian-bagian atau eclectic. Dalam praktik pertama, sejumlah guru tidak hanya menggunakan semua materi yang tertuang dalam tiap unit bukucommit teks tersebut, namun juga mengikuti alur penyajian to user ii
195
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
196
materinya. BTW, KS, dan LS yang kesemuanya guru senior SMKN yang mempunyai reputasi di lingkungannya, merasa yakin dengan buku teks pilihannya. Dalam wawancara mereka menyatakan keyakinan mereka bahwa dengan mengikuti alur penyajian buku teks pilihan mereka tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan efektif. Karenanya mereka menggunakan buku teks tersebut secara keseluruhan yang mencakup muatan isi serta alur penyajiannya. Fenomena ini juga menjadi perhatian Richards (2000: 125) karena selain menjadi sumber kegiatan pembelajaran, buku teks menjadi kurikulum yang tersembunyi yang selalu diterapkan guru. Alur penyusunan buku teks dimulai dari identifikasi tujuan pembelajaran yang dijadikan pedoman pengembangan kegiatan belajar dan unsur bahasa yang mendukung pencapaiannya. Dari sudut pandang ini, dapat diamati bahwa hakikat penyusunan buku teks sama dengan penyusunan rancangan pencapaian tujuan pembelajaran. Jika guru menggunakan buku teks tersebut secara keseluruhan, mereka secara langsung menerapkan rancangan pencapaian tujuan tersebut sepenuhnya. Dengan mengikuti skenario yang telah disusun dengan seksama pembelajaran akan dapat mencapai tujuan seperti yang dirancang penyusun. Selain itu tugas guru dalam menyiapkan pembelajaran menjadi lebih ringan. Kecenderungan kedua adalah pemakaian buku teks dengan memilih bagian bagiannya yang dinilai relevan atau tepat untuk kondisi kelas dan tujuan pembelajaran tertentu. Karena tidak semua jenis tugas yang ada dalam buku teks yang dipilih itu dianggap sesuai atau penting dengan upaya pencapaian tujuan pembelajaran tertentu, guru cenderung mengambil beberapa bagian yang dinilai sesuai dengan tujuan pembelajaran menerapkan teknik eclectic. Keuntungan yang diperoleh dengan penerapan teknik ini adalah bahwa guru dapat memilih kegiatan belajar atau bahan yang sesuai, menarik dan sesuai dengan kondisi siswa dan guru. Kegiatan ini dapat mendorong kreativitas guru dengan commit to user ii
196
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
197
merancang skenario pembelajaran berdasarkan berbagai sumber bahan ajar yang ada disesuaikan dengan konteks dan kemampuan guru. Selain memberi kesempatan bagi guru untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan aspirasinya, praktik ini akan semakin mendorong upaya peningkatan profesionalitas guru dalam bidangnya. Fenomena eclecticism ini berkembang seiring dengan tuntutan KTSP untuk mengembangkan kompetensi berbahasa tertentu yang melibatkan pengembangan keempat keterampilan berbahasa yang saling terkait. Karena tidak adanya buku teks resmi yang sesuai dengan tuntutan KTSP, guru dituntut untuk mencari bahan-bahan yang mereka nilai sesuai. Berdasarkan persepsi metodologis yang dimilikinya, guru menyusun skenario pembelajaran meskipun tidak dirumuskan dengan eksplisit dan hanya dalam bentuk rancangan abstrak. Pengungkapan rancangan tersebut dapat diamati dari rangkaian jenis kegiatan pembelajaran yang disusun sendiri dengan memilih beberapa buku teks yang ditemuinya. Dengan cara demikian guru mendapatkan kumpulan bahan ajar yang mereka nilai tepat dalam rangka penerapan KTSP. Kelemahan utama penerapan teknik eclectic ini adalah biasanya guru tidak pernah mendokumentasikan kumpulan bahan ajar tersebut dalam bentuk unit-unit bahan ajar yang tersusun secara sistimatis berdasarkan tema atau subkompetensi tertentu. Pada umumnya guru merasa cukup dengan megetahui buku teks atau sumber tertentu untuk mengajarkan suatu kompetensi tertentu. Ketika akan mengajarkan kompetensi yang sama pada periode atau tahun pembelajaran berikutnya mereka akan kembali mencari berbagai bahan ajar sumber untuk mengambil atau memilih yang dibutuhkan. Perubahan hanya akan dilakukan ketika guru menemukan sumber bahan lain yang dinilai lebih sesuai.
commit to user ii
197
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
198
Dari perbandingan kedua model pemakaian buku teks di atas beberapa keunggulan dan kelemahan yang dapat dituangkan ke dalam tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9 Kelebihan dan Kekurangan Pemakaian Buku Teks di SMK Mode
Total/ Keseluruhan
Penilaian
+
Partial/ Eclectic
1. Pencapaian tujuan pembelajaran dapat dilakukan seperti yang dirancang penyusun buku teks.
1. Pengambilan bagian-bagian yang
2. Pemakaian buku teks tersebut memungkinan penerapan pembelajaran integratif
dan guru. Kondisi ini memungkinkan
3. Guru dapat menelaah kekurangan dan kelebihan setiap selesai mengajar untuk kepentingan pembelajaran berikut.
2. Lingkup bahan dapat disesuaikan
4. Guru tidak memerlukan waktu lama dan tenaga untuk menyusun bahan ajar.
SK dan KD lainnya dengan waktu yang
dinilai relevan, menarik dan sesuai dengan kemampuan dan minat siswa guru mengembangkan kegiatan yang menarik dan penting di kelas. dengan kondisi kelas sehingga memungkinkan guru mengembangkan cukup.
5. Karena siswa dapat memilikinya, mereka akan dapat mengulangi bahan secara keseluruhan secara mandiri.
-
1. Ada kemungkinan guru menemui beberapa bagian bahan yang tidak atau kurang sesuai dengan aspirasinya. 2. Rangkaian buku teks yang panjang memerlukan waktu lama dan dapat mengurangi waktu untuk pengembangan SK dan KD lain.
1. Bahan ajar yang terpotong-potong dari sumber berbeda dapat mengakibatkan pembelajaran yang tidak runtut dan tidak integratif. 2. Guru memerlukan waktu dan pikiran untuk mengumpulkan bahan-bahan tersebut dalam satu unit pembelajaran. 3. Karena tidak terdokumentasi dengan rapi atau teratur guru harus selalu mencari lagi rancangan bahan ajar setiap kali mengajar kompetensi yang sama. 4. Biasanya siswa tidak mempunyai salinan satuan bahan ajar yang dapat digunakan di kelas untuk belajar mandiri.
Keterangan: + = Keunggulan - = Kelemahan
commit to user ii
198
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
199
Tabel 4.9 meyajikan kelebihan dan kekurangan kedua praktik pemakaian buku teks pada tataran konsepsi. Tampak ada korelasi antara moda pemakaian buku teks pertama dengan kondisi SMK kualitas guru. Beberapa guru yang dinilai kompeten dan berkomitmen tinggi yang mengajar di SMK yang iklim pengajaran bahasa Inggrisnya mapan dan motivasi belajar siswanya tinggi cenderung menggunakan buku teks apa adanya. Sedangkan di kebanyakan SMK yang iklim pembelajaran bahasa Inggrisnya kurang mapan serta siswanya yang kurang termotivasi untuk menguasai bahasa Inggris, guru cenderung menggunakan berbagai buku teks dengan cara eclectic. Mereka mempunyai alasan masing-masing dalam memilihnya. Mereka juga mempunyai argumen tersendiri untuk menjelaskan cara menggunakan buku teks pilihan mereka. Mereka percaya bahwa pilihan mereka itu efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dituntut kurikulum. 7. Peran Buku Teks dalam Mendukung Pencapaian Tujuan Kurikuler Sebagaimana yang telah disajikan dalam pembahasan subbagian terdahulu, buku teks memainkan peran penting dalam mengembangkan pengalaman belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tingkat kualitas buku teks serta cara pemanfaatannya berkontribusi terhadap pencapaian tujuan tersebut. Tujuan pengajaran bahasa Inggris di SMK seperti yang dituangkan dalam KTSP (BSNP, 2006) hanya dapat dicapai melalui serangkaian pengalaman belajar yang didukung oleh pemakaian bahan ajar yang tepat. Pembahasan berikut menyajikan bagaimana ketiga buku teks di atas digunakan untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Data ini diperoleh melalui pengamatan proses diklat di tiga kelas berbeda dengan pemakaian ketiga buku teks tersebut. Data disajikan dalam bentuk sinopsis proses pembelajaran yang menyajikan
commit to user ii
199
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
200
salah satu sisi yang menonjol yang menggambarkan peran bahan ajar dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pendalaman pemahamannya dilakukan dengan mewawancarai guru dan siswa. a. Interchange Pagi itu Bapak guru melaksanakan program pengajaran di Self Access Room yang ruangnya berseberangan dengan ruang Laboratorium Bahasa. Ruang ini dipilih karena guru memerlukan peralatan audio-video yang ada di sana. Kegiatan berjalan seperti biasa, meskipun ada pengamat yang hadir di kelas tersebut. Setelah memberi salam dan mengenalkan pengamat, guru membuka pelajaran dengan memberi beberapa pertanyaan tentang apa yang telah dilaksanakan para siswa serta apa yang harus dikerjakan siswa dalam diklat hari itu. Materi diklat pagi itu diambilkan dari video Interchange tentang bagaimana meminta informasi (getting information) dan seperti mengungkapkan rasa terima kasih (expressing thanks). Pada awal proses pembelajaran, guru mulai dengan mengembangkan tanya-jawab singkat dengan siswa tentang hal-hal yang mereka alami dan rasakan dan dilanjutkan dengan memberi ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari. Setelah memutar rekaman video, guru mengembangkan tanya jawab tentang isi video, serta sesekali melakukan latihan (drill) pelafalan kalimatkalimat kunci. Di akhir pelajaran, guru memberi tugas kelompok untuk membuat teks berdasarkan materi yang dibahas. Hasil pekerjaan mereka ditayangkan melalui OHP satu persatu dan dibahas bersama dengan singkat. Pada kesempatan itu guru juga memberi kesempatan pada semua siswa untuk memberi komentar pekerjaan kelompok lain sebelum beliau sendiri memberikan komentar dan masukan untuk siswa. Semua interaksi dilaksanakan dalam bahasa Inggris, meskipun terkadang guru membantu mereka dengan terjemahan beberapa kosa kata yang sulit. Siswa juga menjawab dengan bahasa Inggris, meskipun singkat dan terkadang membuat kesalahan tata bahasa. (CL:32 ) Sinopsis di atas menggambarkan bagaimana peran Interchange dalam pengembangan kegiatan diklat yang mampu mendorong kelibatan siswa dalam proses diklat yang cukup intensif. Dari kualitas interaksi yang terbangun, dapat diamati bahwa siswa mampu tidak hanya memahami penyajian guru yang dilakukan dalam
commit to userdalam bahasa Inggris pula dengan bahasa Inggris tapi juga merespon pertanyaan ii 200
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
201
menggunakan bentuk kalimat yang menjadi topik diklat hari itu dalam bentuk lisan dan tertulis. Dari perilaku ini dapat dilihat bahwa siswa mampu melaksanakan kegiatan berbahasa seperti yang ditentukan penyusun bahan ajar terebut. b. Global Access Ibu guru menulis ‘Page 64’ di papan tulis, dan meminta siswa untuk membuka buku Global Access halaman tersebut. Setelah semua siswa siap, guru menanyakan jika siswa mengenal kalimat pengandaian. Guru memberi beberapa contoh kalimat pengandaian, termasuk yang ada dalam materi hari itu, penjelasan singkat dan ilustrasi kapan bentuk tersebut dipakai. Untuk meyakinkan pemahaman siswa, guru menuliskan kalimat-kalimat tersebut di papan tulis dan menjelaskan susunan kalimat pengandaian dan unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam membentuk kalimat pengandaian. Sepanjang pelajaran guru banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam menjelaskan materi kepada siswa. Sesekali guru juga menggunakan bahasa Inggris dalam mengenalkan task baru, ketika menyuruh siswa untuk menjawab serta untuk mengatur kelas secara umum. Guru kemudian meminta dua orang siswa untuk membaca dialog secara bergantian dengan sering kali membenarkan pelafalan (pronunciation) mereka. Setelah dibaca dua kali guru menanyakan jika siswa telah memahami isi dialog tersebut dan membantu siswa mengartikan beberapa kalimat yang dirasa sulit. Setelah dirasa cukup, siswa diminta untuk mengerjakan latihan-latihan yang ada dalam kelompok kecil. Guru mendiskusikan jawaban siswa di kelas untuk memberi klarifikasi jawaban yang benar. Setelah guru menilai tujuan diklat hari itu tercapai, guru membuat rangkuman bahan yang telah dipelajari dengan merujuk contoh-contoh yang tadi ditulis di papan tulis (CL: 36). Sinopsis di atas mencerminkan proses pembelajaran yang pengembangannya berbasis GA. Berbagai bahan yang ada, baik yang berbentuk pengembangan keterampilan bahasa atau pemahaman unsur bahasa sendiri, disajikan oleh guru dengan baik. Karena hanya mengikuti alur penyajian unit tersebut, guru sering terlihat harus memulai kegiatan baru dalam pelajaran tersebut. Hal tersebut terjadi karena commit to user ii
201
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
202
kegiatan pembelajarannya tidak terintegrasi. Sinopsis ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran tidak hanya tergantung guru, tetapi juga buku teks yang digunakan sebagai dasar pengembangannya. c. English for Vocational School Selelah memberi salam dan memberi tahu topik yang akan diajarkan siang itu, guru melakukan langkah warming up dengan bertanya-jawab dalam bahasa Inggris dengan menggunakan pola kalimat dari tema yang akan dibicarakan. Seperti biasanya beliau harus mengulang-ulang pertanyaan dan bahkan tidak jarang harus menjelaskan makna atau menerjemahkan pertanyaan tersebut dalam bahasa Indonesia agar siswa yang ditunjuk mampu menjawabnya. Siang itu materi yang akan diajarkan adalah ‘taking phone messages’. Guru membuka dengan menanyakan pengalaman siswa dalam menelpon sampai pada kondisi ketika orang yang ditelpon tidak ada. Pertanyaan tersebut semua diekspresikan dalam bahasa Inggris namun ketika siswa tidak kunjung menjawab, guru menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Guru juga menjelaskan berbagai situasi yang mungkin ditemui siswa ketika nanti akan praktik lapangan, etika bertelpon, apa saja yang harus disebutkan oleh seorang petugas dan berbagai kemungkinan yang terjadi dalam percakapan telepon, termasuk bagaimana mencatat pesan (taking telephone messages). Setiap kali memasuki kegiatan baru guru selalu menjelaskan hakikat tugas yang harus dikerjakan siswa, pertama dalam bahasa Inggris dan kemudian mengulangi penjelasan tersebut dalam bahasa Indonesia. Beberapa kosa kata yang dianggap sulit ditanyakan kepada siswa dan kalau mereka tidak tahu, guru menerjemahkannya. Semua tugas dikembangkan seperti perintah pada tiap bagian (section). Pada akhir pelajaran, guru menunjuk beberapa pasang siswa diminta maju ke depan kelas untuk memperagakan bagaimana mereka bercakap-cakap melalui telpon, dan bagaimana meninggalkan dan mencatat pesan telepon. Meskipun siswa telah diberi waktu untuk mempersiapkannya, kebanyakan mereka masih melihat teks—catatan tentang apa yang akan dikatakan dalam ‘percakapan’ yang akan dipraktikkan. Sebelum menutup pelajaran, membuat rangkuman materi yang telah commitguru to user ii
202
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
203
diajarkan dengan memberi penekanan pada pola-pola kalimat request dan statement dalam bahasa Indonesia. Sambil mengikuti penjelasan guru, siswa diminta bersama-sama menyebutkan beberapa istilah yang digunakan guru dalam menjelaskan topik hari itu. (CL: 25.). Sinopsis di atas menggambarkan proses pembelajaran yang cukup dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, meskipun situasi kelas terasa bising karena luas ruangan yang terlalu kecil untuk 34 siswa. Dari interaksi yang dibangun, terlihat siswa masih menemui banyak kesulitan dalam menangkap ujaran guru dalam bahasa Inggris meskipun guru mengucapkannya dengan suara keras, pelan dan berhati-hati dalam melafalkan tiap suku kata (careful speech). Tampak ada kecenderungan guru untuk menjelaskan pola kalimat yang beliau temui secara terlulis di papan tulis. Tidak lupa guru bertanya kepada siswa jika masih ada yang belum faham materi hari itu. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan meminta siswa memepragakan dialog di depan kelas. Hasil unjuk kerja tersebut tampaknya digunakan sebagai indikator tercapainya tujuan pembelajaran unit tersebut. Ketiga sinopsis yang menggambarkan tiga model proses diklat berdasarkan tiga buku teks di atas menunjukkan bahwa nilai efektifitas ketiga kelas tersebut berjenjang dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan pandangan Dunkin dan Biddle (dalam Chaudron, 1990: 3), hasil pembelajaran dapat difahami melalui pencermatan proses yang terjadi di kelas. Dalam menganalisis proses tersebut, indikator pencapaian tujuan pembelajaran adalah tuntutan kurikulum yang berlaku, yakni pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa. Karena hakikat kompetensi tersebut berbentuk kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik (BSNP, 2006), hasil pembelajaran yang menggunakan ketiga buku teks tersebut
commit to user ii
203
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
204
berbeda tingkat keberhasilannya. Secara ringkas perbandingan kegiatan pembelajaran melalui ketiga buku teks di atas dapat dituangkan dalam tabel berikut. Tabel 4.10 Ringkasan Kegiatan Belajar Siswa dalam Tiga Kelas No
Unjuk Kemampuan siswa berbahasa Inggris di kelas
Interchange
GA
EVS
1
Menyimak dialog dalam video
+
―
―
2
Menyimak dialog dari rekaman audio
+
―
√
3
Menyimak penjelasan lisan guru
+
√
√
4
Menjawab pertanyaan lisan guru
+
√
√
5
Membaca teks
+
+
√
6
Menjawab pertanyaan tertulis tentang isi teks
+
―
√
7
Menjawab pertanyaan tertulis
+
+
√
8
Menjawab latihan tentang grammar
―
+
√
9
Membuat/merespon teks tertulis secara mandiri
+
―
―
Keterangan
+ = unjuk kerja berbahasa secara intensive √ = unjuk kerja berbahasa secara sedang ― = tidak melakukan unjuk kerja bahasa
Tabel di atas menyajikan jenis dan intensitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa di tiga kelompok belajar di atas. Kelas yang kegiatan belajarnya menggunakan Interchange dan EVS menunjukkan kegiatan yang lebih bervariasi dibandingkan dengan kelas dengan siswa yang belajar dengan GA. Dari jumlah dan variasi kegiatan berbahasa yang dilakukan, siswa yang menggunakan Interchange dan EVS hampir sama. Perbedaan keduanya terlihat pada tingkat intensitas kegiatan. Dalam kegiatan menyimak penjelasan lisan guru dan menjawabnya secara lisan, misalnya, siswa di kelas yang menggunakan Interchange melakukannya lebih intensif dari pada siswa di kelas yang menggunakan EVS. Sinopsis di atas memperlihatkan bahwa dalam proses pembelajaran yang menggunakan Interchange, guru commit mampu to mengembangkan interaksi di kelas dalam user ii 204
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
205
bahasa Inggris dan mendorong siswa berbahasa Inggris semampu mereka. Hal ini juga dapat diamati dari kemampuan mereka menjawab pertanyaan lisan guru dalam bahasa Inggris meskipun dalam bentuk singkat. Di kelas lain yang menggunakan EVS, dapat diamati bahwa siswa masih menghadapi kesulitan dalam menyimak penjelasan lisan guru sehingga guru sering harus menerjemahkannya agar para siswa memahaminya. Guru masih sering menuntun dan memancing jawaban siswa secara lisan dan ini bisanya dilakukan bersama-sama. Perbedaan menyolok dari kedua kelas adalah, siswa yang menggunakan Interchange mampu menyusun teks sebagai respon terhadap teks yang dibaca, sedangkan siswa yang menggunakan EVS hanya mampu menjawab pertanyaan tertulis berdasarkan masalah yang sangat khusus. Perbedaan kedua adalah di kelas Interchange siswa mampu bekerja berkelompok dalam menyusun teks tertulis, sedangkan kerja kelompok yang dilakukan siswa EVS baru sebatas menjawab pertanyaan yang disediakan dan menyusun dialog yang akan diperagakan di kelas. Penjelasan di atas dapat menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan guru di kelas beragam tergantung konteks dan kondisinya. Guru kedua kelas tersebut dapat mengaku keberhasilan mereka dalam mengembangkan kegiatan belajar. Namun karena konsep kompetensi dalam KTSP mencakup tidak saja pengetahuan, namun juga sikap, dan keterampilan berbahasa digunakan sebagai indikator pencapaian, dapat dinyatakan bahwa kelas yang menggunakan Interchange menunjukkan unjuk kebahasaan yang lebih tinggi dan lebih memenuhi indikator kompetensi seperti yang dimaksudkan KTSP dari kelas yang menggunakan EVS. Gambaran tersebut menjadi bukti bahwa Interchange dapat digunakan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dapat mencapai pengembangan kompetensi berbahasa lebih tuntas dari EVS.
commit to user ii
205
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
206
D. Pembahasan Buku teks merupakan unsur pendukung penting dalam proses pendidikan. Dalam konteks pengajaran bahasa Inggris, J.C. Richards (2002: 1) menegaskan pentingnya buku teks tersebut sebagai unsur pendukung penting dalam kebanyakan program pengajaran bahasa. Khusus dalam konteks pendidikan formal, Dunkin dan Biddle (dalam Chaudron, 1990: 3) menggambarkan pentingnya peran textbook, bersama variabel lain, dalam mendukung pengembangan kualitas proses pembelajaran di kelas yang menentukan tingkat kinerja proses tersebut. Sejalan dengan Richardas dan Dunkin dan Biddle, Tomlinson (2008: 4) juga menggambarkan fungsi buku teks yang secara diungkapkan sebagai pajanan bahasa dalam konteks pemakaian yang tepat serta menyediakan sarana agar pembelajar dapat melibatkan diri dalam kegiatan tersebut dengan rasa senang. Pentingnya peran buku teks tersebut difahami oleh semua stakeholders pendidikan di SMK. Sesuai dengan kapasitasnya, para stakeholder pendidikan di SMK sedikit banyak telah memberi sumbangan dalam pengadaan buku teks. Kenyataan bahwa semua guru di SMK DIY dan sekitarnya menggunakan beragam buku teks menunjukkan kinerja yang sinergis dari upaya stakeholders. 1. Alasan Pemilihan Buku Teks Temuan tahapan eksplorasi menunjukkan bahwa rata-rata guru menggunakan lebih dari satu buku teks yang dipilih berdasarkan kondisi sekolah dan komitmen para stakeholder. Keragaman buku teks yang dipilih berdampingan dengan tersedianya keragaman kualitasnya. Kondisi tersebut terbentuk oleh beberapa faktor sebagai berikut.
commit to user ii
206
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
207
a. Tidak Adanya Buku Teks Resmi Proses diklat bahasa Inggris di SMK sekarang dilaksanakan berdasarkan kurikulum 2006 yang disebut KTSP. BSNP sebagai perencana KTSP tidak menentukan buku teks resmi sebagai kelengkapan rambu-rambu penerapan kurikulum di tingkat kelas. Sebagai jalan keluar, guru diberi kebebasan untuk menggunakan berbagai cara dan media untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tidak adanya buku teks resmi dan adanya kebebasan bagi guru untuk memilihnya membuat guru mencari buku teks yang mereka nilai sesuai dengan kondisi kelasnya dalam mencapai tujuan yang dituntut kurikulum. Karena berbedanya kondisi sekolah, dan kondisi dan aspirasi guru, buku teks yang dipilihpun bervariasi. b. Pemahaman Guru terhadap Tuntutan Kurikuler Tujuan diklat bahasa Inggris di SMK yang dicantumkan dalam KTSP adalah pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa yang dirumuskan dalam SKL. Standar ini dijabarkan lebih rinci lagi ke dalam beberapa KD dan SK. Hakikat kompetensi tersebut adalah kemampuan siswa menggunakan bahasa Inggris dalam keempat keterampilan berbahasa sesuai dengan konteks pemakaian. Tuntutan tersebut diterjemahkan oleh sebagian guru dengan memberikan penekanan pada pengembangan komponen bahasa, seperti penguasan grammar dan vocabulary, atau pengembangan keterampilan berbahasa tertentu, seperti reading, speaking, atau listening. Praktik pengajaran ini secara kebetulan sejalan dengan pola pembagian tugas mengajar bahasa Inggris di beberapa SMK negeri yang jumlah kelas dan siswanya besar. Dalam kondisi seperti itu pembagian tugas mengajar sering dikaitkan dengan aspek pembelajaran tertentu. Misalnya seorang guru diberi tugas untuk mengajar reading dan structure atau mengajar listening dan speaking di kelas
commit to user ii
207
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
208
tertentu. Kebijakan ini sejalan dengan keragaman tingkat kompetensi guru dalam mengembangkan pembelajaran sehingga mereka cenderung memilih tugas yang lebih sesuai dengan aspirasi dan kompetensi mereka. Kondisi tersebut diperkuat dengan pemahaman bahwa pembelajaran yang terinci akan dapat mencapai tujuan dengan lebih efektif. Dengan demikian strategi ini diyakini dapat membantu siswa mengembangkan kompetensi berbahasa seperti yang dituntut kurikulum. Sebagian guru menilai tuntutan kurikuler tersebut dapat dipenuhi melalui pengembangan kompetensi siswa dalam mengekspresikan fungsi-fungsi bahasa seperti introducing, dan greeting yang dituangkan ke dalam tema-tema seperti shopping and prices, clothing, dsb. Pengembangan kompetensi tersebut seharusnya mencakup penguasaan fungsi-fungsi bahasa yang didukung unsur bahasa yang cukup dan dimanifestasikan dalam keempat keterampilan berbahasa. Pengembangan unsur-unsur tersebut secara sendiri-sendiri tidak menjamin berkengembanganya kompetensi berbahasa seperti yang dituntut kurikulum, kecuali jika dilaksanakan secara terpadu dan dibingkai dengan fungsi-fungsi bahasa sesuai dengan konteks dan kebutuhan siswa. Keragaman persepsi ini mempengaruhi pemilihan buku teks. Kondisi ini dipertegas dengan beragamnya kondisi sekolah, siswa, dan guru. 2. Kriteria Pemilihan Buku Teks Pada praktiknya pemilihan beragam buku teks dilakukan guru berdasarkan aspirasi dan kompetensi mereka dalam pengembangan kompetensi berbahasa. Aspirasi ini terbentuk dari pengalaman mengajar, tingkat kompetensi serta pemahaman terhadap kondisi sekolah dan siswa sangat menentukan pemilihan bahan ajar. Beberapa kriteria pemilihannya adalah sebagai berikut.
commit to user ii
208
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
209
a. Isi Salah satu kriteria utama pemilihan buku teks adalah muatan isi. Isi buku teks merupakan butir-butir kebahasaan (Dubin and Fraida, 1992: 88) yang menjadi substansi pembelajaran dan dasar pengembangan (potensi) aktivitas pembelajaran bahasa. Dalam kurikulum, butir-butir bahasa ini biasanya disajikan secara singkat. Sebagai contoh, sajian materi KTSP untuk tingkat novice yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi dasar 1.1 “Memahami ungkapan-ungkapan dasar pada interaksi sosial untuk kepentingan kehidupan” mencakup butir-butir bahasa sebagai berikut: 1) Greetings and leave takings − Good morning. − How are you? 2) Introducing − May I introduce myself. I am Budi. − Nice to meet you. .. 3) Grammar Review − Personal Pronoun (Subject & possessive) I – my You – your − Simple Present Tense : to be & Verb 1 dst.
(BSNP, 2006: 1)
Dari informasi yang ada guru dapat menentukan bagian tertentu yang akan digunakan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran. Selanjutnya keputusan tersebut akan menentukan pemilihan buku teks. Dalam pemilihan buku teks, sebagian guru menggunakan cakupan isi seperti ini sebagai tolok ukur utama. Daftar isi tiga buku teks yang dipakai di SMK seperti yang tertera dalam tabel 4.5 menunjukkan bahwa isi ketiga buku teks tersebut mengacu pada pengembangan kompetensi komunikatif yang dirumuskan berdasar
commit to user ii
209
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
210
pada analisis kebutuhan siswa dalam konteks tertentu. Acuan kebutuhan yang digunakan GA adalah kurikulum bahasa Inggris tahun 1999, EVS mengacu pada KTSP tahun 2006, sedangkan Interchange mengacu pada tuntutan kompetensi komunikatif pembelajar bahasa Inggris secara umum. Dengan demikian meskipun penyusun ketiga buku teks tersebut menyatakan bahwa penyusunannya mengacu pada pengembangan konsep kompetensi komunikatif, manifestasinya dalam buku teks berbeda. Sebagian guru melihat lingkup isi buku teks sebagai unsur-unsur yang dapat diajarkan secara terpisah. Rasionalnya adalah bahwa setelah semua komponen diajarkan, diharapkan siswa mampu merangkum pengalaman belajarnya dalam tindak komunikasi yang sesungguhnya. Sebagian yang lain memandang bahwa pembelajaran perlu melibatkan siswa secara bertahap dalam pemakaian fungsi-fungsi bahasa dalam tindak komunikatif yang menuntut dukungan lexicogrammar yang memadai. Sudut pandang yang berbeda ini menyebabkan pemilihan buku teks yang dilakukan guru bervariasi meskipun tolok ukur yang digunakan sama, yaitu tuntutan kurikulum. b. Kualitas Bahasa Selain isi, kualitas bahasa juga dijadikan tolok ukur pemilihan buku teks. Berdasarkan kualitas bahasa, buku teks dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori; buku teks yang disusun native speaker dan buku teks yang disusun guru bahasa Inggris non-native speaker. Kategori pertama adalah bahan-bahan ajar yang disusun native speaker seperti Interchange, Breakthrough atau TOEIC Preparation. Kualitas bahasa yang digunakan dalam buku teks ini dinilai layak dipajankan dalam pembelajaran. Idealnya bahasa yang digunakan mencerminkan bahasa otentik atau authentic language sehingga buku teks tersebut layak dijadikan bahan pembelajaran
commit to user ii
210
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
211
(Richards, 2005). Kualitas tersebut tercermin dalam pemakaian susunan bahasa dalambentuk ungkapan-ungkapan yang terterima, idiomatik dan mudah difahami. Kategori kedua adalah buku teks terbitan lokal, seperti EVS dan GA, yang biasanya disusun guru yang bukan penutur asli. Bahasa yang digunakan dalam buku terbitan lokal biasanya mengandung bentuk-bentuk bahasa yang berbeda dengan bahasa native speaker. Karenanya kualitas bahasa buku teks tersebut dinilai kurang memadai sebagai bahan pembelajaran. Kualitas buku teks seperti ini sering dikhawatirkan dapat menjadi input yang kurang mendukung. Dalam wawancara Richards menyebutkan bahwa bahasa yang ideosyncratic berpotensi merusak isi atau “distort the content” yang dapat mewarnai hasil akir pembelajaran (Richards, 2005). Sebagai ilustrasi berikut perbedaan kualitas bahasa yang digunakan dalam Interchange dan EVS. Tabel 4.11 Perbedaan Bahasa dalam Interchange dan EVS Interchange
EVS
Nick. How do you like your new apartment?
X : Is that Holil Sulaiman?
Pam: I love it. It’s downtown, so it’s very convenient.
X : Are you free for lunch tomorrow?
Nick: Is there much crime? Pam: No, it’s pretty safe. Hold on. That’s my car alarm! I’ll call you back later. Interchange I : 53
Y : Yes, It is. Y : Of course I am. What time? X : Can you make it at one o’clock at the hotel president? Y : Yes, that’s fine, I’ll see you then. EVS 2: 64
Kedua dialog di atas menunjukkan perbedaan kualitas pemakaian bahasa. Dialog dalam Interchange mencerminkan pemakaian bahasa Inggris autentik. Jawaban Pam “I love it” terhadap pertanyaan “How do you like…” sangat alamiah dan tidak harus dengan “I like it very much”. Juga pemakaian kata downtown dan pretty safe memberi nuansa makna yang tepat yang menggambarkan kondisi setting terjadinya commit to user ii 211
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
212
percakapan. Sebaliknya pemakaian bahasa dalam EVS yang bernuansa interlanguage dapat dilihat dalam pemakaian kata the dalam susunan dan penulisa noun phrase “the hotel president”. Pertanyaan “Is that Holil Sulaiman?” dalam percakapan telpon terasa tidak lazim, dan seharusnya Is this…. Demikian juga, jawaban pertanyaan tersebut lazimnya Yes, it’s him dalam situasi resmi, bukannya yes, it is. Kualitas bahasa yang digunakan EVS seperti ini menjadikan beberapa guru memilih untuk tidak menggunakan buku teks yang disusun oleh rekan-rekan mereka. Mereka mencermati kualitas bahasa yang menjadi inti bahan yang akan dipelajari siswa. Jalan keluar yang diambil para guru adalah memilih bahan ajar impor yang disusun penutur jati (natïve speaker) karena kualitas bahasanya dinilai lebih sesuai dengan konteks yang ada. Fenomena ini biasanya berkembang di antara guru SMK Negeri yang reputasi pembelajaran bahasa Inggris dinilai baik. Agustien (2008) juga mencermati rata-rata kualitas bahasa buku teks yang disusun penyusun dalam negeri yang mayoritas berprofesi sebagai guru bahasa Inggris terletak pada kelemahan aspek pragmatiknya. Aspek ini membedakan kualitas bahasa native speaker dengan pemakai bahasa pembelajar bahasa yang merasa mampu untuk menyusun bahan ajar. Agustien menunjukkan contoh perbedaan ini dalam pemakaian genre bahasa yang sangat terasa dalam dialog. Dialog yang biasa dikembangkan dalam buku teks susunan orang Indonesia tidak menggunakan vernacular language sehingga bahasanya terasa kurang tepat. Dialog yang ada dalam tabel 4.11 menunjukkan perbedaan pemakaian genre bahasa yang tepat dan yang kurang tepat. Jack Richards menyatakan bahwa idealnya kualitas bahasa buku teks harus baik. Richards juga mengakui kemampuan berbahasa non-native speaker tidak sama dengan native speaker yang dapat mendeteksi semua kesalahan berbahasa yang digunakan dalam menyusun buku commit teks. Jalan keluar yang disarankan Richards bahwa to user ii
212
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
213
untuk memproduksi buku teks yang baik, semua pihak—penerbit, pengarang dan penyelia—bertanggungjawab terhadap kualitas bahasa yang diproduksinya. Salah satu bentuk tangung jawab ini adalah melibatkan native speaker sebagai penasihat bahasa atau linguistic advisor untuk memperbaiki kualitas bahasanya (Richards, 2005). Selain itu, kondisi pembelajaran bahasa Inggris di SMK mencerminkan suatu kondisi kebutuhan bahasa yang spesifik. Berdasarkan tuntutan kurikulum, kondisi guru, siswa dan sekolah, pembelajaran bahasa Inggris di SMK berbeda dengan konteks yang lain. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat diterima jika pemilihan buku teks juga mempertimbangkan saran Richards “.. that for many learners native-speaker usage is not necessarily the target for learning and is not necessarily relevant as the source for learning items” (Richards, 2005:17), bahwa target kompetensi yang perlu dicapai siswa bukanlah kompetensi berbahasa sebagaimana native speaker. Dengan demikian buku teks yang dipakai rujukan pembelajar pun tidak perlu harus susunan native speaker. Keempat kriteria yang diterapkan guru dalam pemilihan buku teks sesuai dengan kriteria yang dirumuskan Cunningsworth (1995: 15-17) dan yang disarankan Richards (2006:258). Kesesuaian tersebut dapat diperiksa dalam tabel 4.12 berikut. Kriteria pertama pemilihan buku teks oleh guru adalah kesesuaian dengan tuntutan KTSP yang dirumuskan dalam bentuk SKL. Pemenuhan SKL mencerminkan pemenuhan kebutuhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Dengan demikian kriteria ini sama dengan kriteria pertama Cunningsworth. Kompetensi berbahasa yang dirumuskan dalam SKL merupakan hasil analisis kebutuhan kebahasaan yang dihadapi siswa di tempat kerja nanti setelah mereka lulus SMK. Dengan demikian kriteria kedua Cunningsworth tercakup dalam ranah kriteria ini.
commit to user ii
213
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
214
Tabel 4.12 Kriteria Pemilihan Buku Teks oleh Cunningsworth dan Guru Cunningsworth (1995) dan Richards, (2006)
Pendapat Guru
Correspondence to learner needs (Sesuai dengan keperluan atau tuntutan siswa) Reflecting the uses that the learners will make of Kesesuaian dengan tuntutan KTSP the language. (Mencerminkan kebutuhan pemakaian bahasa setelah tamat sekolah) Taking account of students’ needs as learners and facilitating their learning process. (Mempertimbangkan dan memenuhi kebutuhan siswa dalam proses belajar bahasa) Model sajian Having a clear role as a support for learning. (Memiliki peran jelas sebagai dukungan dalam pembelajaran) Kualitas bahasa
Quality of language
Mencukupi untuk menyiapkan siswa menghadapi ujian akhir.
Kriteria kedua pemilihan buku teks yang digunakan guru adalah kualitas bahasa. Meskipun Cunningsworth tidak mencantumkan kualitas bahasa sebagai kriteria, Richards menyinggungnya sebagai suatu fitur bahan ajar yang layak dipakai sebagai sumber input pembelajaran (Richards, 2005). Sebagaimana yang terjadi dalam skala internasional, guru bahasa Inggris di SMK juga mempunyai penilaian berbeda terhadap kualitas bahasa buku teks. Jika kondisinya menungkinkan guru memilih kualitas bahasa buku teks yang authentic, jika tidak mungkin mereka akan menggunakan bahan apapun yang tersedia. Kriteria ketiga yang digunakan sebagian guru dalam memilih buku teks adalah model sajian isinya. Hakikat kriteria ini adalah bahwa buku teks hendaknya mudah diterapkan di kelas oleh guru untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran.
commit to user ii
214
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
215
Penerapan ini didasarkan pada model sajian lingkup materi yang ada pada tiap unit serta penjenjangannya untuk semua unit. Kriteria ini berkaitan dengan pemakaian buku teks dalam pengembangan kegiatan pembelajaran di kelas. Jika dalam wawancara guru hanya mengungkapkan bahwa “buku teks hendaknya mudah diterapkan”, pernyataan ini mungkin berarti bahwa buku tersebut mudah digunakan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran siswa. Kriteria ini selaras dengan kriteria ketiga Cunningsworth tentang keperluan kegiatan pembelajaran siswa, guru dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran tersebut. Kriteria keempat yang digunakan Cunningsworth adalah peran buku teks yang jelas dalam proses pembelajaran. Artinya ada beberapa bagian buku teks yang seharusnya disediakan agar siswa belajar mandiri. Kriteria ini tidak terungkap dalam wawancara maupun angket. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kriteria tersebut tidak penting. Kenyataan menunjukkan masih sedikit guru SMK yang memberikan tugas-tugas mandiri dan rutin kepada siswa untuk belajar berkaitan dengan topik yang dipelajari di kelas secara terstruktur. Memang ada beberapa guru yang memberikan pekerjan rumah atau tugas baik itu kelompok maupun mandiri, namun tugas tersebut sebatas sebagai variasi atau kelengkapan dari suatu rangkaian pembelajaran yang tidak dapat dilaksanakan di kelas, biasanya, karena kendala alokasi waktu. Pemberian tugas mandiri yang terencana atau terstruktur tampak kurang dikembangkan dengan terencana. Kriteria terakir pemilihan buku teks oleh sebagian guru, yang tidak disebutkan Cunningworth, adalah kecukupannya dalam menyiapkan siswa mengikuti ujian akhir. Kriteria ini merupakan bentuk kekhawatiran guru maupun kepala sekolah tentang prestasi siswanya dalam ujian akhir, baik itu berupa UN maupun TOEIC test.
commit to user ii
215
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
216
Meskipun dari lingkup materi, kriteria ini masuk dalam ranah kriteria pertama, kesesuaian dengan kurikulum, pengungkapan kriteria ini dipertegas dengan keperluan penyiapan ujian. Konsekwensi kondisi tersebut adalah guru cenderung memilih buku teks yang mengandung kegiatan pembelajaran yang mirip dengan permasalahan yang dihadapi siswa dalam tes-tes di atas. Fenomena ini memang diakui Richards sebagai suatu keniscayaan di lingkungan pendidikan formal sebagai berikut “high school English courses focus mainly on grammar and reading and on preparing students for a university entrance test” (Richards, et al, 2006). Tes masuk perguruan tinggi yang disebutkan Richards sebagai salah satu tujuan penyusunan buku teks dapat disamakan dengan ‘ujian akhir’ atau tes TOEIC untuk siswa SMK. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rumusan kriteria pemilihan buku teks yang disarankan Cunningsworth dan dilengkapi Richards dengan kriteria yang dirumuskan
guru
berbeda
hanya
pada
tataran
perumusan.
Cunningsworth
memandangnya dari kepentingan pembelajaran yang dilakukan siswa, sedangkan guru melihatnya dari perspektif mereka sendiri sebagai sosok yang mengembangkan kegiatan pembelajaran. Mengingat semua kriteria relevan dengan pemilihan buku, pemamakain semua menjadi satu kesatuan akan saling melengkapi. Rangkuman kriteria pemilihan buku dari gabungan kriteria Cunningsworth, Richards dan para guru dan penerapannya pada ketiga buku teks dapat disajikan dalam tabel 4.13 berikut. .
commit to user ii
216
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
217
Tabel 4.13 Perbandingan Interchange, GA dan EVS berdasarkan Kriteria Pemilihan Buku Teks No
Kriteria
1
Kesesuaian dengan Kurikulum (KTSP)
2
Kualitas Bahasa
3
Alur Penyajian
4
Kecukupan persiapan ujian akhir
Buku Teks Interchange
GA
EVS
-Memuat semua kompetensi bahasa yang termuat dalam KTSP meskipun dengan perumusan berbeda
- Beberapa kompetensi dalam KTSP yang tidak tercakup
- Mengikuti dan mengembangkan daftar SK dan KD dalam KTSP
- Autentik dan idiomatic
- Diwarnai dengan pemakaian bentukbentuk interlanguage
-Diwarnai dng pemakaian bentukinterlanguage
Runtut dan mencerminkan alur pembelajaran komunikatif dan integratif
- Kurang runtut, kurang mencerminkan alur pembelajaran komunikatif dan integratif
- Kurang runtut dan kurang mencerminkan alur pembelajaran komunikatif dan integratif
Tidak dirancang untuk persiapan ujian namun materinya relevan.
Tidak dirancang untuk persiapan ujian namun ada relevansinya.
Dirancang juga untuk menyiapkan ujian akhir
3. Sistematika Penyajian Muatan Buku Teks Salah satu fungsi buku teks adalah sebagai panduan pengembangan kegiatan pembelajaran. Hakikat dan cakupan substansi yang terkandung serta model penyajiannya mencerminkan rencana atau silabus pembelajaran (Richards, 2000: 215). Silabus ini menginformasikan rangkaian pengalaman belajar dengan model dan dalam kurun waktu tertentu untuk mengembangkan kompetensi tertentu. Penentuan ketegori isi butir kebahasaan yang menjadi substansi pembelajaran mencerminkan teori hakikat bahasa, sedangkan model sajiannya yang menyiratkan
commit to user ii
217
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
218
skenario pembelajaran dipengaruhi oleh teori pembelajaran yang digunakan penulis sebagai landasan penyusunannya. Perpaduan kedua unsur merupakan cerminan hakikat approach (Anthony, 1967; Richards dan Rogers, 2002: 20) yang berfungsi sebagai media pendukung percapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian berbagai model muatan buku teks serta penyajiannya mengisyaratkan beragam model dan skenario pembelajaran yang ditawarkan oleh (penyusun) buku teks tersebut. Tabel 4.7 menunjukkan gambaran muatan EVS yang mencakup sejumlah kompetensi berbahasa yang diambil dari KTSP. Urutan penyajian muatan tersebut didasarkan pada frekuensi pemakaian serta kompleksitas KD dan SK yang diungkapkan dalam bentuk peta kedudukan modul (Krisnani, 2007: iv). Pemetaan tersebut diharapkan memberi gambaran urutan pembelajaran atau penyajian tiap SK, hubungan antara satu SK dengan yang lain serta hubungan keseluruhan SK dalam muatan buku teks tersebut. Sebagai contoh SK dan KD yang paling sering digunakan dan yang menuntut konsep yang sederhana, serta yang melibatkan susunan atau lexicogrammar sederhana seperti daily activities dan telephoning ditempatkan pada awal proses pembelajaran. Sebaliknya kompetensi yang lebih rumit dan melibatkan susunan dan leksikogramatika yang lebih rumit sepeti giving suggestion atau giving and responding to compliments diletakkan di bagian akhir. ‘tabel peta modul’ Rincian model penyajian tersebut juga dapat diperiksa pada tabel 4.12 yang menyajikan perbandingan penyajian isi EVS dan Interchange. Dalam tabel tersebut dapat diamati bahwa Interchange menyajikan semua unsur pembelajaran secara rinci meskipun singkat, sedangkan EVS hanya mencantumkan cakupan KD pada halaman isi. Meskipun di halaman isi EVS hanya nomor KD dan sub-kompetensi sasaran, tampilan pada halaman awal tiap unit menyajikan indikator pencapaian pembelajaran yang mencerminkan kemampuan berbahasa seperti yang dimaksudkan dalam fungsi
commit to user ii
218
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
219
bahasa yang menjadi tema unit tersebut. Meskipun tampilan ini berbeda dengan tampilan Interchange, EVS memasukkan hampir semua unsur kebahasaan dalam cakupan tiap unit bahan pembelajaran seperti yang yang digunakan dalam Interchange. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua buku teks tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebagai rancangan untuk mengembangkan kompetensi komunikatif dalam bahasa Inggris. Perbedaannya terletak pada kualitas perancangan dan kegiatan pembelajaran yang dicakup dalam setiap unit. Tabel 4.14 Perbedaan Penyajian Muatan Bahan Ajar dalam Interchange dan EVS Interchange Unit 3 How much is it? Shopping and prices, clothing and personal items; color and materials Speaking Talking about prices; giving opinions, discussing preferences; making comparisons, buying and selling things Grammar Demonstratives, this, that, these.. questions; how much and which; comparatives with adjectives Pronunciation/Listening Sentence Stress Writing/Reading Writing comparison of prices in different countries Interchange Activities ‘Flea Market’ Buying and Selling Things
EVS KD 2.5. Mengungkapkan berbagai macam maksud hati. Materi Pembelajaran: Ungkapanungkapan untuk melakukan tawarmenawar Modul B.8 Shopping and Bargaining Performance criteria : After practicing this unit you should be able to: 1. use expressions used in shopping. 2. use expressions used in bargaining. EVS 2A: 99
Kedua buku teks menyajikan kegiatan yang berfokus pada penguasaan kebahasaan. Interchange menyajikan sub-bagian ini dengan menekankan aspek pragmatik atau pemakaian kaidah tersebut dalam tindak komunikasi. Dalam bagian speaking disebutkan kegiatan pembelajaran seperti talking about prices, giving opinions sehingga hasil akhir pembelajaran adalah kompetensi menggunakan bentukbentuk tersebut dalam kegiatan berbahasa commit toyang usersesungguhnya. Hakikat tujuan akhir ii 219
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
220
pembelajaran yang dirancang EVS sama dengan yang dimaksudkan Interchange dilihat dari rumusan tujuan yang dicantumkan dalam performance kriteria. Kegiatan pembelajaran dalam keempat keterampilan berbahasa secara singkat dicantumkan dalam daftar isi Interchange, tetapi EVS tidak mencantumkan deskripsi serupa. 4. Pemakaian Buku Teks di SMK Dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris, buku teks memegang peran penting dalam pengembangan kegiatan pembelajaran yang efektif. Peran tersebut dinilai menjadi sangat menentukan dalam konteks pendidikan formal seperti SMK. Dalam pembelajaran bahasa asing, J. C. Richards menjelaskan pentingnya peran buku teks sebagai “They (textbooks) serve as the basis for much of the language input learners receive and language practice that occurs in classroom” (2005: 1), yaitu pertama sebagai sumber materi atau substansi pembelajaran dan yang kedua adalah sebagai dasar latihan praktik berbahasa di kelas yang merupakan inti proses pembelajaran di kelas. Tomlinson (2008: 3-4) juga menjelaskan bahwa peran utama buku teks adalah untuk menyediakan pajanan bahasa yang menjadi acuan kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian eksplorasi menunjukkan adanya dua pola pemakaian buku teks. Pertama pemakaian secara keseluruhan dan kedua pemakaian secara eclectic. Dalam pola pertama, sebagian guru menggunakan cakupan unit buku teks yang dipilih secara keseluruhan sebagai dasar pengembangan kegiatan pembelajaran. Dalam model ini guru tidak hanya menggunakan semua cakupan materi yang tertuang dalam unitunit buku teks tersebut tetapi juga kegiatan dan skenario pembelajaran yang ditawarkan. Praktik ini mengarah pada terbentuknya pembelajaran bahasa yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi berbahasa yang terpadu. Praktik ini
commit to user ii
220
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
221
terjadi di beberapa SMK yang telah berhasil membangun iklim pembelajaran bahasa Inggris yang baik, seperti di beberapa SMK negeri. Sebagian yang lain menggunakan buku teks dengan memilih bagian-bagian yang dibutuhkan atau yang dinilai relevan dengan pencapaian tuntutan kurikuler. Dengan cara ini biasanya guru menggunakan beberapa bagian buku teks. Karena sumber kegiatan pembelajaran unsur-unsur bahasa tersebut berbeda, pembelajaran cenderung berfokus pada aspek-aspek kebahasaan tertentu sehingga kurang atau tidak terpadu. Pemakaian seperti ini juga disebut eclectic. Rambu-rambu penerapan KTSP tidak melarang guru mengajarkan grammar, listening atau komponen bahasa tertentu secara terpisah selama pembelajaran tersebut relevan dengan tuntutan KTSP. Namun demikian, praktik tersebut cenderung menghasilkan pembelajaran yang tidak menjamin berkembangnya kompetensi bahasa seperti yang dituntut KTSP. Kecenderungan seperti ini berkembang di sejumlah SMK swasta yang iklim pembelajaran bahasa Inggrisnya belum mapan. Berkembangnya kedua kecenderungan tesebut berpola yang disebabkan oleh interaksi berbagai faktor yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di tiap sekolah. Kondisi tersebut mencerminkan dinamika unsur-unsur yang berkembang di sekolah tersebut. Karenanya tiap model pemakaian buku teks mempunyai potensi kelebihan dan kelemahan. Pemakaian buku teks secara menyeluruh biasanya lebih rumit dari pada model eclectic. Selain karena guru harus menyiapkan banyak hal dalam satu tatap muka, mereka pun harus memberikan perhatian dan upaya yang lebih seksama dalam pelaksanaanya di kelas. Pemakaian bahan seperti ini cenderung menuntut kompetensi guru yang memadai dalam setiap aspek pembelajaran, seperti pemakaian bahasa lisan dalam
mengembangkan
interaksi pembelajaran commit to user ii
dengan
siswa,
keterampilan 221
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
222
menerapkan teknologi informasi yang mendukung, serta kemampuan untuk mendorong siswa aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Jika guru mampu memenuhi tuntutan tersebut, kualitas pembelajaran di kelas dapat berkembang ke arah pengembangan kompetensi berbahasa yang integratif. Sebaliknya, pemakaian bahan ajar eclectic cenderung lebih sederhana. Meskipun buku teks yang digunakan beragam, biasanya guru hanya bertumpu pada pengembangan suatu atau beberapa aspek kebahasaan tertentu. Kesederhanaan model ini dapat dilihat dari relatif sedikitnya persiapan yang harus dilaksanakan, tuntutan kemampuan guru, serta jenis kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Namun demikian
siswa
akan
dihadapkan
pada
permasalahan
yang
rumit
dalam
mengintegrasikan apa yang dipelajari dalam suatu proses pemakaian bahasa yang integratif. E. Rekomendasi Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif Berdasarkan temuan yang dipaparkan pada subbab IV A, B, C serta pembahasannya pada IV D rekomendasi penyusunan buku teks bahasa Inggris yang diperlukan di SMK adalah sebagai berikut. Rekomendasi ini disajikan dengan menggunakan paradigma Cunningsworth (1995) dalam penilaian buku teks. 1. Tujuan dan Pendekatan Buku teks bahasa Inggris yang dibutuhkan di SMK adalah yang berisi materi pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan kompetensi yang menjadi tuntutan kurikuler dan dunia kerja. Untuk itu buku teks perlu mencakup hal-hal berikut. a. Seperangkat KD dan SK yang dirumuskan dalam KTSP bahasa Inggris SMK.
commit to user ii
222
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
223
b. Unsur lexicogrammar yang diperlukan untuk mengungkapkan kompetensi tersebut mencakup tiga komponen utama berikut. 1) Kosa kata yang berhubungan dengan tema dan topik yang digunakan. 2) Kaidah susunan bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan kompetensi tersebut. 3) Ungkapan-ungkapan dan language chunks yang biasanya digunakan dalam konteks kebahasaan yang digunakan. c. Seperangkat lingkup materi dan jenis kegiatan yang digunakan dalam TOEIC test. 2. Sistematika Penyajian Muatan a. Lingkup isi kompetensi berbahasa perlu dijabarkan dengan lebih rinci untuk memudahkan
guru
mengembangkan
pembelajaran
yang
mengacu
pada
pengembangan kompetensi tersebut. b. Penyajian dan pengurutan target kompetensi perlu dituangkan sesuai dengan prinsip pembelajaran, yaitu mulai dari yang sederhana menuju yang lebih sulit, dari yang paling sering dipakai ke yang lebih jarang dipakai. c. Penyajian muatan ini perlu dituangkan dengan rinci namun singkat untuk mengomunikasikan rencana pembelajaran yang dapat dikembangkan dari unit-unit dalam buku teks tersebut kepada guru. 3. Kegiatan Pembelajaran a. Mencakup kegiatan pembelajaran yang bervariasi dalam keempat keterampilan berbahasa yang terpadu, proporsional dan didukung oleh pengembangan unsur lexicogrammar yang memadai.
commit to user ii
223
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
224
b. Kegiatan pengembangan keterampilan berbahasa diarahkan untuk pengembangan kompetensi berbahasa sebagai bentuk pengembangan diri siswa untuk menghadapi tugas-tugas dalam proses diklat seperti, tes baik yang berupa sisipan, akhir semester, tes standar seperti ujian akhir dan TOEIC test serta tugas dalam menempuh praktik lapangan. c. Jumlah dan variasi kegiatan belajar yang disediakan cukup, baik sebagai sarana pembelajaran di kelas maupun untuk belajar mandiri. 4. Bahasa Kualitas bahasa perlu diusahakan sebaik mungkin dengan menghindari terjadinya kesalahan dan kekurangtepatan pemakaian. Konsultan linguistik yang mumpuni sebagai penyelia sangat diperlukan agar bahasanya mendekati kualitas bahasa yang authentic. 5. Tampilan Tampilan diupayakan yang menarik dan tidak senada. Untuk ini perlu beberapa ilustrasi atau gambar diperlukan sebagai media untuk menyampaikan konsep, untuk menarik perhatian siswa serta menghubungkan situasi pembelajaran dengan kondisi kehidupan dan lingkungan siswa. Rekomendasi ini berfungsi sebagai rambu-rambu penyusunan buku teks yang memenuhi kebutuhan.
commit to user ii
224
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INGGRIS INTEGRATIF UNTUK SMK
Bab V ini menyajikan temuan tahap pengembangan, tahap kedua dalam R & D, yang ihwal metodologi dan pelaksanaannya telah disajikan dalam Bab III halaman 101-113. Masalah utama dalam penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK yang dapat diterapkan secara efektif untuk mengembangkan kompetensi sasaran. Temuan yang disajikan dalam bab ini mencakup penyusunan draf buku teks, uji coba, dan deskripsi buku teks yang disempurnakan melalui uji coba. A. Penyusunan Draf Buku Teks Penyusunan draf buku teks ini dilakukan berdasarkan program pengajaran semester gasal yang dijadikan silabus pembelajaran untuk semester 3. Silabus ini terdiri dari sepuluh tema yang merupakan penjabaran dari SK bahasa Inggris SMK untuk semester 3 dan serangkaian KD yang terkait untuk level novice. Kesepuluh tema ini dikembangkan dari LKS yang biasa dipakai untuk kelas 2 UJP SMKN 4 Yogyakarta. Namun demikian, cakupan tema dalam buku teks berbeda dengan cakupan LKS karena berbedanya model penyusunan serta fitur buku teks yang diterapkan. Untuk kepentingan uji coba, tiga unit rancangan buku teks ini dikembangkan menjadi bahan ajar (Periksa tabel 3.5) dan masing-masing unit dirancang untuk bahan pengajaran selama 2 X 45 menit. Pengembangannya dilakukan dengan menerapkan rambu-rambu penyusunan buku teks hasil tahap eksplorasi (lihat pembahasan Bab IV.E). Hasil penyusunan pada tahap ini dapat dilihat dalam lampiran 2, dan fitur yang dikembangkan dalam ketiga unit tersebut disajikan dalam tabel 5.1 berikut.
commit to user 225
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
226
Tabel 5.1 Fitur Draf Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK
Kategori 1. Tujuan
2. Lingkup Materi
Fitur 1. Memenuhi tuntutan KTSP. 2 Memenuhi tuntutan dunia kerja. 1. SK dan KD dalam KTSP bahasa Inggris SMK untuk tingkat novice. 2. Tema dan topik yang sesuai dengan minat dan kondisi siswa berdasarkan SK dan KD yang ditentukan. 3. Kegiatan dan materi dalam TOEIC test, kecuali bagian short talk. 4. Genre/text type yang sesuai dengan KD dan tema 5. Mencakup unsur lexicogrammar pendukung berupa: a. vocabulary yang sesuai dengan tema dan topik b.grammatical items yang diperlukan untuk mengungkapkan kompetensi tsb. c. expressions/language chunks yang biasa digunakan dalam konteks kebahasaan yang dipakai
3. Sistimatika Penyajian
1. Penyajian dan pengurutan target kompetensi berdasar atas prinsip pembelajaran; dari kompetensi yang lebih mudah ke yang lebih sulit, yang sering dipakai ke yang jarang dipakai. 2. Jabaran lingkup kompetensi berbahasa dirumuskan dengan singkat dan jelas. 3. Pengembangan oracy sebelum literacy.
4.Keterampilan Bahasa
1. Mencakup kegiatan pembelajaran dalam keempat keterampilan berbahasa yang terpadu, bervariasi dan proporsional.
5.Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan pengembangan keempat keterampilan berbahasa yang mendukung pemenuhan kebutuhan bahasa Inggris siswa baik reseptif maupun produktif secara proporsional. 2. Jumlah dan variasi kegiatan pembelajaran yang mencukupi untuk mengembangkan kompetensi sasaran
6. Bahasa
1. Menggunakan bahasa yang autentik dan menghindari pemakaian bentukan yang ideosyncratic.
7. Tampilan
1. Pemakaian media pembelajaran yang sesuai dan mendukung proses pembelajaran.
commit to user 175
226
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
227 Penjelasan hasil penyusunan ketiga unit buku teks tersebut adalah sebagai berikut. Setiap unit yang dirancang untuk bahan pembelajaran selama dua jam pelajaran terdiri dari 10 sampai 12 kegiatan pembelajaran yang dinamakan task. Variasi task yang dikembangkan mencakup task untuk keempat keterampilan berbahasa secara terpadu dan proporsional. Penyajian task ini dimulai dari task yang dirancang untuk pengembangan keterampilan berbahasa lisan (oracy) dan dilanjutkan dengan pengembangan keterampilan berbahasa tulis (literacy). Task tentang language focus yang dirancang untuk pembelajaran bentuk-bentuk tertentu disajikan setelah pengembangan oracy. Latihan mengerjakan tes TOEIC disajikan setelah sajian language focus. B. Uji Coba Kegiatan kedua dalam tahap pengembangan adalah uji coba buku teks di kelas. Ihwal pelaksanaan uji coba telah disajikan pada Bab III halaman 101-113. Deskripsi pelaksanaan uji coba di kelas adalah sebagai berikut. Uji coba dilaksanakan sesuai jadwal mata diklat bahasa Inggris untuk kelas XI UJP 2 pada semester gasal tahun pelajaran 2007-2008. Jadwal diklat bahasa Inggris untuk kelas XI UJP 2 adalah hari Selasa jam ke 5 dan 6 untuk YY, dan pada hari Jum’at jam ke 3 dan 4 atau jam 8.40 sampai 10.10 WIB untuk BH. Pembelajaran hari Jum’at biasanya dilaksanaan di ruang 209, kelas XI UJP yang terletak di lantai 2. Karena sistem pemakaian sarana dan prasarana di SMKN 4 Yogyakarta menerapkan sistem resource sharing yang cukup tinggi, pemakaian ruang kelas yang terjadwal dapat berubah jika ada kelas lain yang lebih membutuhkan ruang tersebut atau ada kegiatan lain.
commit to user 175
227
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
228 Pelaksanaan uji coba dengan materi dari prototipe buku teks bahasa Inggris integratif dilaksanakan berdasarkan skenario pembelajaran yang disusun peneliti yang telah didiskusikan dengan guru penyaji. Pada waktu penyajian, guru memegang satu set bahan lengkap dengan skenario pembelajaran dan bahan rekaman utuk listening. Pada penyajian ketiga, bahan ajar tersebut juga disertai alat peraga berupa seperangkat gambar berwarna ukuran kertas kwarto yang digunakan untuk mengembangkan kegiatan warming-up dan pengembangan oracy. Setiap siswa diberi potongan bagian dari bahan ajar yang berisi tasks yang disajikan agar mereka dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Bahan ini mencakup semua task yang harus dikerjakan siswa termasuk teks reading dan transkrip dialog yang menjadi bahan pembelajaran. Untuk mendukung terciptanya pembelajaran seperti yang direncanakan, bagian-bagian bahan tersebut dibagikan bertahap sesaat sebelum pelaksanaan task tersebut. Dengan demikian alur KP dapat berkembang seperti yang direncanakan. Adapun hasil uji coba yang diperoleh adalah sebagai berikut. 1. Efektifitas Kegiatan Pre-activities Rancangan kegiatan pembelajaran mulai dengan kegiatan warming-up untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal siswa pada tema pokok yang akan disajikan serta untuk melakukan pemajanan awal topik yang akan disajikan. Hammond (dalam Agustin, 2005) menyebut kegiatan tersebut sebagai building knowledge of the field (BKOF). Langkah ini dirancang sebagai dasar pengembangan kegiatan pembelajaran dan upaya melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dalam uji coba unit pertama dan kedua kegiatan BKOF ini belum berfungsi secara maksimal. Salah satu penyebabnya adalah karena arah dan isi kegiatan ini diserahkan kepada kreativitas dan spontanitas guru yang kurang sesuai dengan inti topik yang akan disajikan. commit to user 175
228
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
229 Perbaikan yang dilaksanakan adalah dengan merumuskan sejumlah pertanyaan yang disajikan serta langkah-langkah penyajiannya. Langkah ini didukung oleh pemakaian media pembelajaran berupa gambar yang sesuai dengan tema unit tersebut. Dengan media ini interaksi guru-siswa dalam BKOF berjalan dengan lebih terstruktur sehingga dapat berfungsi sebagai lead-in tahap penyajian materi utama. 2. Keterpaduan Kegiatan Pembelajaran Secara keseluruhan, semua kegiatan pembelajaran dapat terlaksana sesuai dengan rancangan. Pencermatan lebih lanjut menunjukkan bahwa ada beberapa task yang hasilnya belum berfungsi sebagai tahapan untuk mengembangkan task berikutnya. Dengan demikian teridentifikasi adanya kekurangpaduan antar task. Perbaikan yang dilaksanakan adalah dengan memodifikasi dan mencermati ulang setiap task serta dilakukan penataan ulang urutan sajiannya sehingga kegiatan pembelajaran dapat mengalir dengan baik sehingga kesenjangan antar task dapat dijembatani. Skenario ini juga didiskusikan dengan guru penyaji untuk mencapai kesamaan pandangan terhadap hakikat suatu task dan hubungannya dengan task lain dan bagaimana membangun keterpaduan antar kegiatan pembelajaran dalam satu unit pelajaran. 3. Kurangnya Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan pencermatan penyajian unit pertama dan kedua, progresi kegiatan pembelajaran dinilai berlangsung terlalu cepat. BTW, narasumber dari SMK 1 Depok, menilai ketika siswa masih menikmati keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan pembelajaran, mereka dipaksa harus berganti kegiatan yang lain. Terlalu cepatnya pergantian kegiatan pembelajaran ini menyebabkan kurang berkembangnya
commit to user 175
229
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
230 kompetensi sasaran untuk kegiatan tersebut. Saran yang diberikan adalah menambah materi pembelajaran dan menambah alokasi waktu pembelajaran untuk memberi kesempatan siswa menuntaskan pengembangan kompetensi sasaran. Saran ini ditindaklanjuti dengan menambah materi dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, alokasi waktunya juga ditambah. Pada awalnya, satu unit pelajaran dirancang untuk bahan pembelajaran selama 2 X 45 menit atau dua jam pelajaran. Dengan penambahan materi, alokasi waktu utuk satu unit menjadi 2 X 2 X 45 menit atau empat jam pelajaran. Dengan perbaikan ini, penyajian unit ketiga dilakukan selama dua kali pertemuan atau dua minggu. 4. Kurangnya Kegiatan Pembelajaran Bentuk Bahasa Telaah penyajian unit pertama dan kedua menunjukkan bahwa kegiatan pengembangan kompetensi berbahasa lisan dan tertulis kurang diimbangi dengan kegiatan pengembangan penguasaan lexicogrammar. Perbaikan yang ditempuh adalah menambah kegiatan pembelajaran yang berfokus pada pengembangan unsur lexicogrammar dalam bentuk language focus beserta latihan mengerjakan soal atau test-taking skills. Selain itu dikembangkan juga task bagi siswa untuk bahan belajar mandiri. 5. Kurang Tersedianya Media Pembelajaran dan Pemanfaatannya Telaah penyajian unit pertama dan kedua dalam uji coba menunjukkan bahwa media pembelajaran yang mendukung masih sangat sedikit. Selain itu media yang ada ini belum dimanfatkan dengan maksimal. Perbaikan kelemahan ini adalah dengan menambah gambar atau ilustrasi serta memaksimalkan pemakaiannya dengan merancang kegiatan pembelajaran yang sesuai.
commit to user 175
230
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
231 Sebagai contoh, pada awal penyajian unit 3 disiapkan serangkaian gambar berdasarkan topik tourism untuk mengembangkan keterampilan bahasa lisan (oracy). Dalam
penyajiannya,
rangkaian
media
gambar
tersebut
digunakan
untuk
mengembangkan permainan tebak gambar (guessing game). Permainan ini terbukti sangat efektif untuk meningkatkan oracy mereka serta meningkatkan tingkat dan kualitas keterlibatan mereka dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran ini juga sangat efektif untuk mengembangkan keterampilan mengerjakan tes TOEIC khususnya dalam mengerjakan bagian picture description, dan question and answer. Dengan demikian media gambar yang ada dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam proses pembelajaran. Upaya-upaya perbaikan yang dilaksanakan juga dimaknai sangat positif oleh guru penyaji serta siswa. Dalam wawancara setelah presentasi, guru penyaji menggambarkan bahwa rancangan materi sangat efektif untuk melibatkan siswa ke dalam kegiatan pembelajaran. Tingginya partisipasi ini mempengaruhi efektifitas kegiatan pengembangan kompetensi bahasa siswa. Hasil tersebut juga dikuatkan oleh hasil focus group disucssion dengan lima siswi. Mereka mengatakan senang dengan model pengalaman belajar yang telah mereka alami karena kegiatan pembelajaran tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Hasil
tersebut
juga
tercermin
dalam prestasi
pembelajaran
dengan
menggunakan ketiga unit buku teks tersebut yang selalu meningkat. Indikator perbaikan yang lain adalah meningkatnya kompetensi siswa dalam melakukan unjuk kerja berdialog di depan kelas. Dalam kegiatan ini siswa mampu membuat teks dengan memodifikasi beberapa informasi dari dialog yang mereka dengan sesuai dengan kondisi dan konteks yang dialami atau ditemui siswa. Meskipun ada beberapa
commit to user 175
231
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
232 siswa yang terkadang masih melihat catatan dalam berunjuk kerja, tak seorang pun yang melakukannya dengan membaca teks. Lancarnya pengembangan oracy membuka jalan pengembangan kompetensi literacy menjadi lebih efektif. Sesuai dengan prinsip yang diterapkan, kegiatan pengembangan
kemampuan
oracy
dirancang
sebagai
dasar
pengembangan
kemampuan literacy. Berdasarkan tema yang dikembangkan dalam oracy, beberapa task yang dikembangkan dalam literacy tidak membuat beban belajar sulit karena mereka telah mengenali bagian dari tema tersebut. Hal tersebut juga dikuatkan dengan perancangan kegiatan pre-reading dalam task 1 dari Unit ke tiga, suggestion, yang berfungsi untuk menuntun siswa mengenali bentuk dan pemakaian susunan atau ungkapan suggestion. Pengenalan yang lebih dalam dan luas dilakukan melalui penelahan teks dalam kegiatan pengembangan reading sampai dengan kegiatan membuat laporan (report) yang berisi saran dalam task 6 . Kemajuan juga dapat dilihat dari kemampuan mengerjakan soal objektif berbasis TOEIC test dan UN. Sebagai kelengkapan pengembangan kompetensi berbahasa, beberapa task dirancang untuk mengembangkan test-taking skills. Format serta lingkup materi untuk kegiatan ini dikembangkan dari lingkup TOEIC test yang bersinggungan dengan lingkup KD yang dikembangkan sebagai tema pokok. Testtaking skill dikembangkan dalam kaitan dengan pengembangan keterampilan berbahasa. Pada langkah warming up penyajian unit ke 3, contohnya, guru menggunakan beberapa gambar untuk menggali pemahaman siswa tentang tema tourism yang akan disajikan melalui serangkaian tanya-jawab dalam bahasa Inggris. Kegiatan yang dirangang untuk mengembangkan listening dan speaking ini juga membantu siswa mengenali dan berlatih lebih lanjut soal UN dan TOEIC test khususnya soal picture description dan short conversation. Latihan mengidentifikasi
commit to user 175
232
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
233 pemakaian unsur lexicogrammar yang salah (error recognition) yang menjadi salah satu bagian dalam TOEIC test maupun UN juga dirancang berdasarkan cakupan tema dan atau kompetensi sasaran. Model yang sama juga diterapkan dalam pengembangan reading. Dengan latihan yang terpadu ini, siswa lebih siap menghadapi tes UN maupun TOEIC test pada akhir kelas XII. Diagram 5.1 menunjukkan kemajuan siswa dalam melakukan latihan selama uji coba dengan tiga unit prototipe buku teks yang dikembangkan pada tahap ini. Materi latihan terdiri dari listening, error recognition dan reading yang masingmasing terdiri dari 10 butir tes.
Perkembangan Belajar Siswa 3
Unit
reading
error r
2
listening 1 0
2
4
6
8
10
Prestasi Belajar
Keterangan: Unit 1 = Leaving and Taking Phone Messages Unit 2 = Invitation Unit 3 = Suggestion
Diagram 5.1 Perkembangan Prestasi Siswa dalam Proses Pembelajaran Secara keseluruhan, hasil dan masukan dari uji coba ini menjadi masukan untuk menyempurnakan prototipe buku teks bahasa Inggris sehingga dapat dengan efektif mengembangkan keempat keterampilan berbahasa dengan terpadu serta dapat menjadi wahana untuk mempersiapkan siswa menempuh UN maupun tes TOEIC test.
commit to user 175
233
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
234 C. Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK Berdasarkan hasil refleksi yang dihasilkan dari uji coba ketiga unit prototipe buku teks di kelas, penyempurnaan draf buku teks bahasa Inggris untuk SMK adalah sebagai berikut. 1. Penelaahan ulang penyusunan silabus yang mencakup serangkaian KD untuk semester 3 serta tema dan topik yang sesuai dengan kondisi dan minat siswa. Penelaahan ini dilakukan untuk pengurutan yang lebih tepat. 2. Penelaahan dan penyusunan ulang jenis dan urutan task yang ada pada tiap unit sehingga setiap task terkait dengan keseluruhan kegiatan pembelajaran dalam unit tersebut. 3. Pengembangan kompetensi berbahasa dalam tiap unit dilakukan dengan runtut dan berjenjang, mulai dari yang paling sederhana atau yang paling sering dihadapi siswa dan menuju ke ranah yang lebih rumit. Penyajiannya dilakukan dari pengembangan oracy ke literacy. 4. Pengembangan setiap keterampilan berbahasa didukung oleh pembelajaran unsur lexicogrammar yang cukup dengan teknik yang tepat. 5. Mengingat pentingnya peran lexicogrammar dalam berbahasa, pemajanan dan cakupan lexicogrammar disajikan dengan singkat tetapi jelas sehingga mudah diidentifikasi dengan seksama. 6. Penyusunan task dilakukan dengan bervariasi dengan mempertimbangkan model-model pemakaian bahasa dalam interaksi yang biasa ditemui siswa. Variasi tersebut juga mencakup pengembangan keempat keterampilan berbahasa termasuk latihan-latihan yang dijumpai dalam UN dan TOEIC test berdasarkan atas KD dan atau subkompetensi sasaran.
commit to user 175
234
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
235 7. Setiap KP yang menuntut siswa berunjuk kerja secara mandiri dirancang sedemikian rupa sehingga mereka merasa siap baik secara linguistik maupun psikologis untuk melaksanakan unjuk kerja tersebut. 8. Jenis dan jumlah taks untuk mengembangkan kompetensi literacy dirancang terpadu
dan
proporsional
dengan
pengembangan
kompetensi
oracy.
Pengembangan kompetensi ini mendukung pengembangan KD dan SK sasaran yang secara keseluruhan membentuk SKL. Rumusan ini digunakan sebagai penyempurnaan fitur yang diterapkan dalam penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK. D. Deskripsi Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK Sebagai tidak lanjut serangkaian uji coba adalah penyempurnaan draf buku teks dengan mengakomodasi hasil dan temuan tahap uji coba. Hasil penerapannya adalah tersusunnya versi penyempurnaan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK. Berikut deskripsi singkat profil buku tersebut berdasarkan sistimatika Cunningsworth 1995. 1. Tujuan Buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK 2 A untuk UJP ini disusun sebagai bahan ajar (bagi guru dan siswa) untuk mengembangkan serangkaian pengalaman belajar bahasa Inggris siswa kelas XI SMK pada semester gasal. Buku ini khusus dirancang untuk memungkinkan berkembangnya seperangkat kompetensi bahasa Inggris sesuai dengan rumusan SK dan KD dalam KTSP serta tuntutan dunia kerja. Buku teks ini menyediakan sejumlah task dengan tema dan topik yang sesuai dengan tuntutan siswa SMK. Skenario pembelajaran yang menerapkan model
commit to user 175
235
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
236 pembelajaran komunikatif melibatkan beragam kegiatan komunikasi dalam keempat keterampilan berbahasa yang terpadu. Skenario dan materi ini dirancang untuk mengembangkan kompetensi yang dituntut dalam KTSP bahasa Inggris SMK, baik kompetensi berbahasa lisan dan tertulis maupun keterampilan mengerjakan tes bahasa Inggris yang biasa dihadapi siswa SMK, baik UN maupun TOEIC test. 2. Cakupan Isi Buku Bahasa Inggris Integratif untuk SMK 2 A ini merupakan satu dari enam jilid yang dipersiapkan sebagai buku teks bahasa Inggris selama enam semester di SMK. Buku jilid 2 A ini berisi 10 unit bahan ajar untuk semester gasal kelas XI yang tiap unitnya dikembangkan berdasarkan serangkaian KD yang dikembangkan dari SK untuk kelas XI SMK yang berbunyi ‘Berkomunikasi dengan Bahasa Inggris setara Level Elementary’ (BSNP: 2006: 19). Keseluruhan cakupan isi buku tersebut dapat dilihat dari tampilan Table of Contents yang tersaji dalam tabel 5.2. Task yang dikembangkan dalam tiap unit bervariasi sifatnya; mulai dari kegiatan pemajanan bahasa di kelas yang diprakarsai guru (teacher-led activities), kegiatan berbahasa berpasangan (pair work interaction), kegiatan berbahasa dalam kelompok kecil (small group interaction) sampai pada kegiatan berkomunikasi mandiri. Bersamaan dengan pengembangan kompetensi bahasa, kemampuan dan keterampilan mengerjakan tes TOEIC (test-taking skills) juga dikembangkan secara bertahap. Tujuan pelaksanaan tiap task adalah mengembangkan sub-kompetensi atau micro skill tertentu secara bertahap. Meskipun demikian, pelaksanaan tiap kegiatannya selalu terkait dengan kegiatan dalam task yang mendahului atau yang mengikutinya.
commit to user 175
236
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
237 Tabel 5.2 Daftar Isi Buku Teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK TABLE OF CONTENTS Page FOREWORD
i
TABLE OF CONTENTS
ii
UNIT 1 Describing School Conditions
1
UNIT 2 Describing Routines
12
UNIT 3 Describing Past Activities and Experiences
24
UNIT 4 How Much Changes
35
UNIT 5 Expressing Opinion
49
UNIT 6 Expressing Argument
60
UNIT 7 Handling Guests in the Reception Office
71
UNIT 8 Making and Responding to Invitation
83
UNIT 9 Leaving and Taking Phone Messages
96
UNIT 10 Asking and Giving Suggestions
109
REFERENCES
123
3. Sistimatika Penyajian Isi Bahasa Inggris Integratif untuk SMK Tiap unit buku teks di atas berisi serangkaian bahan ajar untuk mengembangkan kompetensi yang tercakup dalam KD yang diperkaya dengan materi dari TOEIC test yang sesuai dengan lingkup KD yang dikembangkan. Rumusan subkompetensi
beserta
nomor
kodenya
dari
KTSP
dipakai
sebagai
rujukan
pengembangan dan cakupan bahan ajar untuk tiap unit. Rincian isi tersebut disajikan di halaman pembuka tiap unit berserta informasi pendukung lingkup unit tersebut. Berikut contoh yang diambilkan dari Unit 8 dengan tema Making and Responding to Invitation.
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa bahan ajar yang disajikan dalam tiap unit bervariasi dan mencakup keempat commit keterampilan berbahasa yang dikembangkan secara to user 175
237
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
238 terintegrasi. Kegiatan ini semaksimal mungkin dikemas dalam bentuk komunikasi sederhana, baik lisan maupun tertulis, yang melibatkan siswa dalam belajar berbahasa melalui pelaksanaan task tersebut. Tabel 5.3 Halaman Pembuka Unit 8 Standar Kompetensi
Berkomunikasi dengan Bahasa Inggris setara Level Elementary
Kompetensi Dasar
2.1 Memahami percakapan sederhana sehari-hari baik dalam konteks profesional maupun pribadi dengan orang bukan penutur asli 2.2 Memahami instruksi-instruksi sederhana 2.6 Membuat pesan-pesan pendek, petunjuk dan daftar dengan pilihan kata, ejaan dan tata tulis yang berterima.
Bahan Ajar
Making and Responding to Invitation 1. Picture Description: Describing Entertaining Events 2. Listening: Inviting to a music concert 3. Speaking a. Describing Entertaining Events b. Accepting and Rejecting Invitation 4. Reading a. Invitation to Pizza Party b Invitation to Birthday Party c. The Advancement of Technology 5. Writing: a. Making Own Birthday Invitation b. Rejecting an Invitation 6. Language Focus: Forms of sending and responding to invitation 7. Review Æ TOEIC-Like Test
Kegiatan tiap unit dirancang mulai dari pengembangan kompetensi berbahasa lisan atau oracy yang selanjutnya dikembangkan lebih lanjut dalam keterampilan berbahasa tulis atau literacy secara berkesinambungan. Sebagai contoh, kegiatan
commit to user 175
238
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
239 pertama dalam picture description dirancang untuk membangkitkan minat siswa mengikuti proses pebelajaran serta menyiapkan siswa pada tema yang akan disajikan pada tahap kedua, listening. Topik yang disajikan dan komponen leksiko gramatika yang digunakan dalam tahap kedua ini menggunakan materi yang telah digunakan dalam tahap pertama sehingga siswa mudah mengikutinya. Setelah mengembangkan keterampilan receptive, langkah ketiga dirancang untuk mendorong siswa melakukan tindak komunikasi produktif lisan dengan menerapkan apa yang dipelajari sebelumnya dalam tahap speaking. Dari gambaran tersebut, fitur utama buku teks tersebut adalah sebagai berikut. a. Tema Tema berfungsi sebagai kerangka untuk mengembangkan serangkaian task dalam tiap unit. Pemilihan task didasarkan atas rumusan KD dan dikaitkan dengan kondisi dan atau pengalaman yang relevan dengan yang telah dan atau yang perlu dimiliki siswa. Sebagai contoh, tema unit 1 “Describing School Conditions” diangkat untuk mengembangkan KD nomor 2.1 “Memahami percakapan sederhana seharihari baik dalam konteks profesional maupun pribadi dengan orang bukan penutur asli” dan 2.5 “Mengungkapkan berbagai macam maksud hati” karena dalam kegiatan menggambarkan kondisi dan kegiatan yang terjadi di sekolah, paling tidak siswa memerlukan penguasaan kedua KD di atas. Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa penyajian tema-tema mulai dari tema yang relatif lebih mudah karena pengungkapannya memerlukan bentukan linguistik yang relatif sederhana. Tema-tema tersebut juga lebih sering dihadapi atau dialami siswa seperti tema yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari dan di sekolah. Penyajian tema tersebut berkembang pada tema yang terkait dengan profesi yang relatif lebih
commit to user 175
239
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
240 jarang dilakukan dan yang menuntut bentukan linguistik yang relatif lebih rumit. Dengan penyajian demikian tema seperti “describing school conditions”, “describing routines”, dan “describing past and present experience” disajikan pada unit-unit awal, sedangkan tema “making and responding to invitation”, “expressing argument”, “handling guests in the reception office” disajikan di unit-unit akhir. b. Fungsi Bahasa Selain tema, fungsi bahasa juga merupakan bangunan utama dalam mengembangkan
bahan
ajar
tiap
unit.
Karenanya
pemilihan
komponen
lexicogrammar pendukung menyesuaikan dengan tema dan fungsi bahasa yang telah ditetapkan. Contohnya, pengungkapan tema “Handling Guests in the Reception Office”, unit 8, memerlukan penguasaan beberapa fungsi bahasa seperti making request, providing short explanation, describing procedures dan polite vs standard forms. Dalam mengungkapkan fungsi-fungsi tersebut diperlukan dukungan unsur lexicogrammar yang sesuai. c. Lexicogrammar Komponen
lexicogrammar
dibutuhkan
sebagai
pendukung
untuk
mengungkapkan language functions serta tema. Unsur grammar disajikan mulai dari yang lebih mudah ke yang lebih rumit. Pada dasarnya pemilihan unsur ini juga disesuaikan dengan tema dan language functions. Sebagai contoh, fungsi bahasa yang terkait dengan tema “kondisi sekolah dan kegiatan sehari-hari” disajikan di unit pertama karena tema tersebut memerlukan dukungan komponen grammar seperti bentukan present tense, past tense, dan present continuous tense. Bentukan tenses ini relatif lebih sederhana dari pada bentukan yang digunakan untuk mendukung fungsi
commit to user 175
240
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
241 yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi seperti “handling guests” yang memerlukan bentukan request dan pemakaian polite forms. Demikian juga pemilihan diksi atau vocabulary dilakukan berdasarkan tema dan fungsi bahasa yang disajikan. d. Speaking Pengembangan keterampilan wicara (speaking) dalam buku teks ini mendapatkan perhatian yang cukup besar. Arah pengembangannya adalah peningkatan kompetensi siswa dalam melakukan tindak komunikasi lisan secara alamiah tentang hal-hal yang mereka hadapi. Pelaksanaannya dimulai dari tahap awal pelajaran ketika guru melaksanakan pemajanan beberapa bentukan bahasa serta vocabulary yang akan digunakan dalam kegiatan belajar tahap berikutnya. Kegiatan ini dikembangkan dengan bantuan media gambar dalam bentuk tanya jawab yang sederhana untuk melibatkan siswa siswa dalam proses berkomunikasi. Kegiatan ini dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk interaksi berpasangan atau pair work dan nantinya berkomunikasi secara mandiri dengan sesama siswa. e. Listening Pengembangan
keterampilan
menyimak
(listening)
mulai
dilakukan
bersamaan dengan pengembangan speaking di awal tahap pelajaran. Pada awalnya siswa hanya diminta untuk menyimak ujaran-ujaran guru tentang topik dan nosi yang diangkat dari gambar dalam dialog sederhana dan merespon pertanyaan guru secara lisan sebagai indikator tingkat pemahaman siswa. Pada tahap selanjutnya siswa dilibatkan dalam menyimak teks-teks pendek yang biasanya berbentuk dialog, dan meresponnya dengan menjawab beberapa pertanyaan baik dalam bentuk pilihan ganda atau dalam bentuk pengungkapan makna produktif dalam bentuk tertulis.
commit to user 175
241
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
242 f. Reading Pengembangan
keterampilan
membaca
(reading)
dilakukan
dengan
melibatkan siswa membaca dan merespon teks-teks pendek dengan berbagai genre seperti announcement, advertisement, invitation dan sebagainya. Kegiatan siswa dalam pengembangan keterampilan reading berupa menjawab berbagai pertanyaan baik dengan memilih opsi jawaban yang disediakan, mengisi atau melengkapi informasi, ataupun membuat uraian singkat sampai berbentuk paragraf. Respon siswa terhadap teks yang dihadapi dirancang sebagai bentuk komunikasi tertulis dengan bahasa yang berterima. g. Writing Pengembangan keterampilan menulis (writing) dilakukan beriringan dengan kegiatan pengembangan reading. Kegiatan writing dilakukan dengan melengkapi atau mengisi informasi yang diperlukan atau menyusun teks sebagai bentuk respon dari kegiatan berbahasa sebelumnya. Pengembangan writing dilakukan dengan melakukan bentuk komunikasi tertulis dengan menggunakan beberapa fungsi bahasa, grammar dan atau vocabulary yang telah dipelajari sebelumnya dalam kegiatan pengembangan listening, speaking dan, atau reading. Dengan demikian kegiatan keempat keterampilan berbahasa saling terkait. h. Test-Taking Skills Salah satu tujuan diklat bahasa Inggris di SMK adalah agar siswa siap dan mampu menempuh TOEIC test untuk memperoleh skor minimal seperti yang ditentukan kurikulum sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut model dan penyajian bahan ajar yang dikembangkan dalam buku ini mengadaptasi fitur-fitur TOEIC test.
commit to user 175
242
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
243 Selain itu, skenario pembelajaran komunikatif yang dikembangkan dalam buku teks ini dirancang untuk mendukung pengembangan kompetensi di atas. Hal ini dapat dilihat bahwa pada tahap awal pelajaran, dialog pendek yang dikembangkan bersama dengan siswa melalui gambar dirancang untuk mengembangkan keterampilan menceritakan gambar atau picture description dan kompetensi melakukan dialog pendek atau short conversation. Kedua kompetensi tersebut terkait dengan tes bagian pertama dan kedua dalam TOEIC test. KP selanjutnya yang dikembangkan melalui listening, reading dan writing berfungsi untuk mengembangkan kompetensi bahasa yang sangat dibutuhkan siswa dalam mengerjakan bagian-bagian TOEIC test yang lain. i. Integrasi Istilah integratif dalam konteks buku teks bahasa Inggris yang dikembangkan dalam disertasi ini merujuk pada integrasi antara pelaksanaan pengembangan serangkaian KD dalam KTSP dengan peningkatan kemampuan dan keterampilan siswa mengerjakan TOEIC test. Penerapan konsep tersebut dapat lihat dari pemakaian KD dalam KTSP sebagai payung dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran dalam tiap unit, sedangkan sebagian jenis kegiatan serta lingkup lexicogrammar yang digunakan mengembangkan KD tersebut diambilkan dari materi TOEIC test. j. Pendekatan Penyusunan Pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan buku teks ini adalah “Presentation of models or explanation of rules followed by Practice and Production” (PPP) (Masuhara dan Tomlinson, 2008: 25; Mol dan Tin, 2008: 88-89). Penerapannya dalam penyusunan buku teks ini adalah dengan memberi pemajanan bentukbentuk bahasa yang digunakan dalam konteks fungsi bahasa serta tema yang
commit to user 175
243
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
244 dikembangkan pada awal tiap unit. Langkah ini disebut presentation of models. Langkah berikutnya adalah menyediakan berbagai task yang dirancang agar siswa dapat mempraktikkan bentuk-bentuk tersebut dalam konteks yang serupa. Kegiatan pembelajaran task ini juga dirancang sebagai latihan mengerjakan tes UN dan TOEIC test. Langkah ini disebut practice. Untuk mendukung pemahaman bentuk tersebut, disediakan penjelasan baik langsung atau tidak dalam task yang berjudul language focus. Di akhir unit, beberapa task dirancang untuk memberi kesempatan siswa menggunakan bentuk yang dipelajari dalam tindak komunikasi dalam konteks yang ditentukan. Langkah ini disebut production. Model pengembangan ini diharapkan memudahkan siswa mengenali focus pembelajaran yang menjadi target unit tersebut. k. Media Pembelajaran Buku teks ini menggunakan banyak gambar yang kesemuanya diambilkan dari berbagai situs gratis di internet. Gambar-gambar tersebut berfungsi ganda. Pertama, gambar digunakan sebagai media untuk menyampaikan makna agar lebih mudah difahami dan diingat siswa. Dalam konteks ini, gambar berfungsi untuk mengaktifkan schemata atau background knowledge yang berguna dalam membangkitkan minat dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran melalui kegiatan berbahasa nyata yang dapat mereka fahami dan lakukan. Kedua, rangkaian gambar tersebut dirancang sebagai media untuk menciptakan situasi kebahasaan yang menjadi tema pembelajaran yang dikembangkan dalam unit tersebut. Kegiatan yang dibangun melalui serangkaian gambar tersebut juga dirancang sebagai menjadi pintu masuk (lead-in) KP sesuai dengan tema yang ditentukan. Fitur-fitur tersebut membedakan Buku Teks Integratif Bahasa Inggris untuk SMK dengan protipenya. Secara ringkas perbandingan fitur kedua buku teks tersebut
.
disajikan dalam tabel 5.4 berikut commit to user 175
244
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
245 Tabel 5.4 Perbandingan Fitur Draf dengan Versi Penyempurnaan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK Aspek Fitur
Versi Penyempurnaan
Draf Buku Teks
1. Tema
-Pemilihannya didasarkan atas rumusan KD dalam KTSP dan kebutuhan siswa. -Tema berfungsi sebagai kerangka pengembangan bahan ajar.
-Pemilihannya didasarkan atas rumusan KD dalam KTSP dan kebutuhan siswa. -Tema berfungsi sebagai kerangka pengembangan bahan ajar.
2. Fungsi Bahasa
- Bersama dengan tema berperan sebagai kerangka dasar pengembangan bahan ajar.
- Bersama dengan tema berperan sebagai kerangka dasar pengembangan bahan ajar.
3. Lexicogrammar
Dipilih berdasarkan tema dan fungsi bahasa yang digunakan.
Dipilih berdasarkan tema dan fungsi bahasa yang digunakan.
-Merupakan salah satu ranah keterampilan berbahasa yang dikembangkan, namun belum integratif dengan task lain.
-Menjadi keterampilan utama yang berfungsi sebagai dasar pengembangan keterampilan lain secara integratif. - Speaking berfungsi sebagai sarana pengembangan ’active vocabulary’ dalam berkomunikasi lisan.
4. Speaking
sda
5. Listening
- Sda - Untuk mengembangkan testtaking skill.
6. Reading
-Merupakan salah satu ranah keterampilan berbahasa yang dikembangkan, namun belum integratif dengan task lain. -Untuk mengembangkan testtaking skil
Berfungsi untuk mengembangkan (extending) kompetensi berbahasa yang telah dicapai dalam pengembangan oracy, termasuk pengembangan penguasaan lexicogrammar.
Bukan menjadi keterampilan utama yang dikembangkan.
Berfungsi untuk mengembangkan (extending) kompetensi berbahasa yang telah dicapai dalam pengembangan oracy, khususnya pengembangan penguasaan lexicogrammar aktif.
skills
Dikembangkan menggunakan bentuk tes objektif mencakup reading, vocabulary dan grammar.
Dikembangkan bersamaan dengan pengembangan kompetensi bahasa sasaran. -Menggunakan model TOEIC test, Mencakup semua unsur TOEIC test.
9. Integrasi
Kurang terintegrasi.
Mengintegrasikan semua KP dan bahan ajar.
10. Pemakaian
- Sangat sedikit dipakai dan hanya untuk memajankan makna.
7. Writing
8. Test-taking
Media Gambar
commit to 175
-Berfungsi untuk memajankan makna, memotivasi siswa, menciptakan situasi dan useralur pembelajaran yang efektif
245
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
246 k. Rancangan Pemakaian Buku Teks di Kelas Buku teks ini dirancang sebagai tuntunan dalam mengembangkan proses pembelajaran yang efektif mengembangkan kompetensi sasaran seperti yang dimaksudkan dalam KTSP bahasa Inggris SMK. Idealnya tiap unit diselesaikan dalam waktu 3 X 2X 45 menit atau tiga pertemuan. Biasanya mata diklat bahasa Inggris di SMK dijadwalkan dengan alokasi dua jam berturut-turut, sehingga satu pertemuan berlangsung selama 2 X 45 menit. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut. Pertemuan pertama dialokasikan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan. Pertemuan kedua dialokasikan untuk mengembangkan apa yang telah dikuasai siswa dalam tahap pembelajaran kompetensi oracy ke dalam pengembangan keterampilan berbahasa tertulis. Pertemuan terakhir, ketiga, digunakan untuk membahas mengembangkan kegiatan komunikasi produktif, tugas rumah serta pengembangan test taking skills.
E. Catatan Peneliti Ada empat faktor utama yang berkontribusi dalam penyelesaian rangkaian kegiatan ketiga tahapan uji coba: buku teks, guru, siswa, kondisi sekolah. 1. Faktor Buku Teks Buku teks memegang peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Buku teks yang disusun secara seksama berdasarkan rambu-rambu yang ada mencerminkan perencanaan yang dapat menjadi pedoman pengembangan KP. Jika buku teks yang digunakan sesuai dengan kebutuhan siswa, disusun dengan bervariasi, dituangkan dengan jelas dan diterapkan dalam proses pembelajaran, proses pembelajaran akan berljalan seperti yang direncanakan.
commit to user 175
246
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
247 2. Faktor Guru Guru merupakan aktor yang mewarnai KP. Guru yang arif dan kompeten akan selalu mengikuti perencanaan atau yang dibuat. Mengingat bahan ajar merupakan cerminan dari perencanaan yang matang, penerapannya dengan baik merupakan cerminan konsistensinya pada tapah perencanaan. 3. Faktor Siswa Siswa merupakan pelaku dalam proses pembelajaran. Jika siswa dilibatkan dalam proses pembelajaran berdasarkan materi dan kegiatan yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan mereka, keterlibatannya dalam proses akan tinggi. Tingkat keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran ini menentukan prestasi pembelajaran yang mereka capai. 4. Faktor Sekolah Kondisi sekolah merupakan faktor yang berkontribusi terhadap jalannya proses pembelajaran di kelas. Sekolah yang menyediakan fasilitas yang mencukupi untuk berlangsungnya peroses pembelajaran akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Secara keseluruhan, semua faktor tersebut berperan dalam berlangsungnya proses pembelajaran di kelas. Setiap faktor memiliki kontribusi yang spesifik dan saling melengkapi. Gambaran tersebut merupakan bukti atau cerminan paradigma Dunkin dan Biddle yang dituangkan ke dalam konsep analisis pembelajaran.
commit to user 175
247
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KEEFEKTIFAN BAHASA INGGRIS INTEGRATIF UNTUK SMK
Bab ini menyajikan hasil pengujian yang merupakan tahap terakhir dalam rangkaian R & D. Pengujian dilakukan dengan menerapkan prosedur penelitian eksperimen yang metodologinya disajikan di Bab III halaman 113-151. Penyajian bab ini dimulai dengan pengajuan hipotesis penelitian dilanjutkan dengan sajian data deskriptif, uji prasarat dan uji hipotesis serta hasilnya. Sub-bab pembahasan menyajikan beberapa temuan penting dari hasil uji hipotesis. Setelah beberapa keterbatasan penelitian ini, sajian ditutup dengan kesimpulan dan saran.
A. Hipotesis Penelitian Tujuan penelitian tahapan ini adalah mengungkap pengaruh penggunaan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK terhadap pengembangan kompetensi berbahasa Inggris siswa SMK. Dalam bentuk hipotesis, tujuan tersebut dapat dirumuskan ke dalam bentuk hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternative (Ha) sebagai berikut. Ho: Tidak ada perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara siswa yang belajar dengan menggunanakan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK dengan siswa yang belajar menggunakan LKS. Ha: Ada perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara siswa yang belajar dengan menggunakan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK dengan siswa yang belajar menggunakan LKS.
commit to user 248
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
249
B. Deskripsi Data Banyaknya data yang diperoleh dalam tahap ini dipengaruhi oleh tingkat kehadiran siswa. Dalam masa pelaksanaan treatment, jumlah kehadiran siswa di kelas selalu tidak sama. Dengan demikian, jumlah data yang diperoleh dalam pre- dan postes tidak sama dengan jumlah siswa yang secara resmi terdaftar dalam kelas tersebut. Jumlah tersebut dapat dilihat dari ringkasan data dan sebaran skor yang diperoleh dari pelaksanaan pre- dan pos tes untuk kedua kelompok berikut. Tabel 6.1 Hasil Pretes dan Pos Tes Kelompok Kontrol dan Eksperimen No
Interval
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Pre-tes
Pos-tes
Pre-tes
1
51 – 55
2
46 – 50
3
41 – 45
2
12
4
36- 40
13
7
12
5
31 – 35
10
4
13
6
26- 30
2
Pos-tes 3
3
1
8 13 9
4
N=
28
26
31
32
⎬=
35,54
40,92
35,58
44,06
Tabel di atas menyajikan bahwa jumlah siswa yang mengikuti pre- dan postes tiap kelompok belajar berbeda. Jumlah siswa kelompok kontrol yang mengikuti predan postes cenderung lebih sedikit dari siswa kelompok eksperimen. Peneliti tidak mampu mengendalikan kehadiran siswa dengan mengharuskan semua siswa hadir pada pelajaran bahasa Inggris agar data yang peneliti peroleh lengkap. Jika ini dilakukan, hal tersebut dapat mengancam tingkat validitas internal tes tersebut. Dengan demikian tes dilaksanakan sesuai dengan rencana penelitian dan jadwal pelajaran, meskipun tidak semua siswa mengikutinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
250
Tabel di atas juga menginformasikan perbedaan rerata skor pretes antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen hanya berbeda sedikit; 35, 54 untuk kelompok kontrol dan 35,58 untuk kelompok eksperiment dengan perbedaan 0,04. Hal ini berbeda dengan hasil postes. Retara skor postes kelompok kontrol 40,92 sedangkan prestasi kelompok eksperimen adalah 44,06. Dengan demikian ada perbedaan sebesar 3,48. Berikut penjelasan lebih rinci dari data di atas. 1. Kemampuan Awal Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen Pretes dilakukan untuk mengungkap kemampuan awal kedua kelompok. Tes yang dilaksanakan pada kelompok kontrol diikuti oleh 28 orang siswa atau 88 % dari jumlah siswa di kelas tersebut. Dari 28 peserta, perolehan skor rerata sebesar 35,54 menunjukkan bahwa rata-rata siswa mampu mengerjakan lebih dari separoh soal dengan benar. Dari jumlah itu sebanyak dua orang siswa atau 7,1 % memperoleh rentang skor terendah dalam rentang nilai 26-30, dan sejumlah yang sama memperoleh rentang skor tertinggi dalam rentang nilai 41-45. Dua puluh empat siswa yang lain atau 82 % memperoleh skor yang berada di sekitar skor rerata. Pretes yang dilaksanakan pada kelompok eksperimen diikuti oleh 31 orang siswa atau 94 % dari jumlah siswa di kelas tersebut. Dari 31 peserta, empat siswa atau 13 % memperoleh rentang skor terendah dengan rentang 26 – 30, satu orang siswa atau 3,2 % memperoleh skor tertinggi dalam rentang 46 – 50. Lainnya 25 orang atau 81 % memperoleh skor mendekati rerata 35,58. Secara keseluruhan, prestasi ini dapat disajikan dalam tabel berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
251
Tabel 6.2 Ringkasan Deskripsi Data Hasil Pretes
Gambaran ini menunjukkan rerata kemampuan awal bahasa Inggris kelompok kontrol tidak jauh berbeda banyak dari kemampuan awal kelompok eksperimen. 2. Prestasi Belajar Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen Postes dilakukan untuk mengungkap prestasi siswa setelah mengikuti perlakuan pembelajaran. Tes yang dilaksanakan pada kelompok kontrol diikuti oleh 26 orang siswa atau 81 % jumlah siswa di kelas tersebut. Dari 26 peserta, diperoleh skor rerata 40,58. Ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan dibandingkan dengan skor yang mereka peroleh dalam pretes yaitu 35,54 atau ada kenaikan sebesar 14 %. Diantara kelompok tersebut ada 4 orang atau 7,1 % memperoleh skor terendah dalam rentang nilai 31-35, dan ada tiga orang siswa memperoleh skor tertinggi dalam rentang nilai 46-50. Kebanyakan siswa yang berjumlah 12 atau sekitar 46 % orang berada dalam rentang 41–45. Postes yang dilakukan oleh kelompok eksperimen diikuti oleh 32 orang siswa atau 98% jumlah siswa di kelas tersebut. Dari 32 peserta, diperoleh skor rerata 44,06. Ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan dibandingkan dengan skor yang mereka peroleh dalam pretes yaitu 35,58 atau sebesar 25,3 %. Diantaranya ada 9 orang siswa dari kelompok ini atau 7,1 % memperoleh skor terendah dalam rentang nilai 36-40, dan ada tiga orang siswa memperoleh skor tertinggi dalam rentang nilai 51-55. Kebanyakan siswa yang berjumlah 13 orang berada dalam rentang 41–45.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
252
Moda ini sama dengan moda yang terjadi pada kelompok kontrol. Secara keseluruhan, prestasi ini dapat disajikan dalam tabel berikut. Tabel 6.3 Ringkasan Deskripsi Data Hasil Postes
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Skor Pos-tes Kel. Kontrol
28
32
48
40.92
3.918
Skor Pos-tes Kel Exp.
31
36
56
44.06
5.111
Valid N (listwise)
26
Gambaran ini menunjukkan rerata kemampuan purna bahasa Inggris kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang lebih besar dari perbedaan kemampuan awal mereka. Skor rerata kelompok kontrol 44,06 yang relatif lebih tinggi dari rerata skor kelompok kontrol yang memperoleh skor 40,92. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kelompok eksperimen memperoleh kemajuan belajar lebih besar dari kelompok kontrol.
C. Uji Prasyarat Sebelum penghitungan uji beda atau t-test dilaksanakan, dilakukan uji linearitas data sebagai prasyarat pemakaian t-test. Penghitungan uji prasyarat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas data. Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data yang terkumpul dalam penelitian ini diperoleh dari polulasi yang berdistribusi normal atau tidak. Penghitungan indeks normalitas dilakukan menggunakan software SPSS. Hasil uji normalitas data untuk skor pretes untuk kedua kelompok dapat disajikan dalam tabel berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
253
Tabel 6.4 Hasil Uji Normalitas Data Pretes
Tabel 6.4 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan teknik KolmogorovSmirnov menunjukkan harga 0,101. Harga ini berada pada taraf signifikansi 0,200 yang menunjukkan jauh lebih tinggi dari 0,05 sebagai batas prasarat uji normalitas data. Berdasarkan hasil penghitungan ini dapat dinyatakan bahwa skor pretes untuk kedua kelompok berdistribusi normal. Demikian juga dengan hasil uji Shapiro-Wilk. Hasil uji normalitas data postes untuk kedua kelompok dapat diperiksa dalam tabel berikut. Tabel 6.5 Hasil Uji Normalitas Data Postes
Tabel 6.5 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan teknik KolmogorovSmirnov menunjukkan harga 0,101. Harga ini berada pada taraf signifikansi 0,200 yang menunjukkan jauh lebih tinggi dari 0,05 sebagai batas prasarat uji normalitas data. Berdasarkan hasil penghitungan ini dapat dinyatakan bahwa skor postes untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
254
kedua kelompok berdistribusi normal. Demikian juga dengan hasil uji Shapiro-Wilk. Berdasarkan hasil penghitungan di atas dapat dinyatakan bahwa data pre- dan postes yang diperoleh dari kedua kelompok berdistributsi normal sehingga uji beda dapat dilaksanakan. Temuan penelitian pengujian ini didasarkan atas hasil analisis data kuantitatif yang diperoleh. Tujuan penelitian tahapan ini adalah mengungkapkan perbedaan pemakaian buku teks terhadap prestasi pembelajaran bahasa Inggris siswa jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta. Untuk mengungkapkan perbedaan tersebut digunakan uji beda atau t-test, tes yang dirancang untuk mengungkapkan perbedaan rerata prestasi dua kelompok. Mengingat penelitian ini melibatkan dua kelompok subjek yang berbeda, peneliti menggunakan t-test untuk independent sample.
D. Pengujian Hipotesis Tujuan pengujian hipotesis dalam eksperimen ini adalah mengungkapkan perbedaan rerata prestasi belajar bahasa Inggris kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen sebagai akibat dari perlakuan yang berbeda. Teknik analisis data yang sesuai dengan tujuan tersebut adalah t-test. Fitz-Gibbon dan Morris (1987: 41) menyebutkan “the t-test is a test to see if there was a statistically significant difference between the means of scores of two groups-say an experimental (E) group and a control (C) group”, artinya t-test adalah suatu alat tes untuk mengungkapkan jika ada perbedaan yang berarti secara statistik antara rerata skor atau prestasi dua kelompok; yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Permasalahan penelitian eksperimen ini adalah perbedaan rerata prestasi pembelajaran bahasa Inggris kedua kelompok. Penghitungannya menggunakan perangkat Statistical Package for Social Science (SPSS)commit versi 17. perangkat ini didasarkan pada to Pemilihan user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
255
aspek ketepatan (akurasi), kecepatan dan kemudahan dalam melakukan penghitungan besaran perbedaan yang dihasilkan dari t-test. Penghitungan uji beda dengan t-test dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan antara kedua kelompok. Uji hipotesis ini dilakukan untuk mencari bukti statistik diterima atau ditolaknya hipotesis yang dirumuskan, yaitu tentang perbedaan pengaruh pemakaian bahan ajar yang berbeda terhadap prestasi belajar bahasa Inggris kedua kelompok yang dilibatkan dalam penelitian ini. Mengingat subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah dua kelompok yang berbeda, variasi t-test yang digunakan adalah t-test dengan sampel mandiri atau independent sample. Jika hasil penghitungan dalam uji t menunjukkan harga t hitung lebih kecil dari harga t dalam tabel (t.o < t. t pada p = 5%) maka Ho diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar bahasa Inggris antar kedua kelompok tersebut. Namun jika harga t yang diperoleh dari penghitungan lebih besar dari harga t dalam tabel ( t.o > t. t pada p = 5%) maka Ho ditolak. Kondisi ini sama dengan menerima Ha. yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar kedua kelompok. Hasil penghitungan disajikan dalam tabel berikut. Tabel 6.6 Hasil Penghitungan t-test Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Skor Pretes Equal variances assumed Equal variances not assumed Skor Postes Equal variances assumed Equal variances not assumed
,016
,006
Sig.
t-test for Equality of Means
t
,899
,938
Mean Std. Error Sig. (2-tailed) Difference Difference
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-,102
55
,919
-,11911
1,16966 -2,46317
2,22495
-,102
53,395
,919
-,11911
1,16904 -2,46349
2,22528
-3,365
55
,001
-3,49007
1,03719 -5,56865 -1,41150
-3,360
52,978
,001
-3,49007
1,03868 -5,57342 -1,40673
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
256
Kolom kedua dari kiri tabel di atas menunjukkan hasil tes Levene untuk pre dan postes. Hasil Lavene test untuk skor prests menunjukkan kondisi kesamaan atau homoginitas data kedua kelompok. Kondisi ini ditunjukkan dengan harga F = 0,016 yang berada pada taraf signifikasi 0,988. Harga ini menunjukkan harga yang jauh lebih tinggi dari 0,05 sebagai taraf signifikasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh dari postes memenuhi syarat pengujian dengan asumsi variasi data seimbang atau equal variances assumed. Demikian juga dengan hasil penghitungan Lavene test pada data pos-tes kedua kelompok. Berdasarkan hasil penghitungan yang disajikan dalam tabel di atas diketahui bahwa pada perbandingan skor pretes kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti atau signifikan di antara keduanya. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penghitungan t-test sebesar -0,102. Harga t. ini ternyata berada dalam taraf signifikasi dua ekor Sig. (2-tailed) sebesar 0,919. Artinya bahwa harga ini lebih besar dari taraf signifikasi 5 % (> 0,05). Hasil ini juga membuktikan bahwa pada saat sebelum perlakuan dimulai, kondisi kedua kelompok tersebut tidak berbeda secara signifikan atau dapat dikatakan sama. Perbandingan skor postes untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang berarti atau signifikan antara prestasi belajar kedua kelompok setelah selesai mengikuti perlakuan. Hal ini ditunjukkan oleh harga t sebesar –3,365. Harga t. ini ternyata berada dalam taraf signifikasi dua ekor Sig. (2-tailed) sebesar 0,001. Artinya bahwa harga ini lebih besar dari taraf signifikasi 5 % (> 0,05). Hasil penghitungan ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan antara prestasi belajar bahasa Inggris kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
257
Berdasarkan penghitungan di atas dapat dinyatakan bahwa karena harga t hitung lebih besar dari harga t kritik dalam tarap signifikasi lebih besar dari 5 % (> 0,05) maka hipotesis nihil (Ho) ditolak. Ini berarti bahwa hipotesis tidak ada perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara siswa yang belajar dengan menggunakan buku teks integratif dengan siswa yang belajar menggunakan LKS yang biasa digunakan guru ditolak. Sebagai konsekwensinya hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan ada perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris antara siswa yang belajar dengan menggunanakan bahan ajar integratif dengan siswa yang belajar menggunakan LKS yang biasa digunakan guru diterima. Dari penghitungan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemakaian buku teks bahasa Inggris yang berbeda memberikan pengaruh terhadap skor siswa jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta. Dari besaran rata-rata skor yang diperoleh, kelompok eksperimen—44,06—menunjukkan kemajuan belajar bahasa Inggris lebih tinggi dari rerata kelompok kontrol—40,92. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa kelompok eksperimen yang belajar bahasa Inggris dengan menggunakan buku teks integratif menunjukkan kemajuan belajar yang lebih tinggi dari kelompok kontrol yang belajar dengan menggunakan LKS, bahan ajar yang biasa digunakan.
E. Pembahasan Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah efektifitas pemakaian buku teks integratif terhadap peningkatan kompetensi berbahasa Inggris siswa jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta. Untuk mengungkapkan efektifitas tersebut dilakukan eksperimen untuk mengetahui kalibrasi pengaruh pemakaian bahan ajar bahasa Inggris yang berbeda terhadap prestasi belajar dua kelompok siswa jurusan UJP SMK. Kelompok kontrol belajar menggunakan commit tobuku user teks yang biasa digunakan guru,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
258
sedangkan kelompok eksperimen menggunakan buku teks integratif yang secara khusus dikembangkan untuk eksperimen ini. Efektifitas buku teks dalam penelitian ini dilihat dari prestasi pembelajaran yang merupakan pengaruh dari suatu sistem pembelajaran. Dalam konteks ini Dick, Carey dan Carey (2005: 1) mendefinisikan sistem sebagai ”a set of interrelated parts, all of which work together toward a defined goal” artinya bahwa sistem adalah satu rangkaian kegiatan atau bagian yang saling terkait yang semuanya berfungsi atau bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam sistem tersebut, kondisi tiap komponen mempunyai potensi dan kontribusi tertentu dalam menentukan pencapaian tujuannya sehingga tiap komponen saling mempengaruhi pencapaian akhir sistem secara keseluruhan. Dalam sistem pendidikan, Dick, Carey dan Carey (2005: 2) selanjutnya menyebutkan adanya empat komponen yang berkontribusi dalam pencapaian tujuan pendidikan. Empat komponen tersebut adalah the learner, the instructor, the learning environment dan the instructional material yang dalam penelitian ini disebut buku teks. Menurut paradigma ini jika pelajar mempunyai cukup kemauan dan atau termotivasi untuk belajar, guru memiliki cukup komitmen dan kompetensi untuk mengorganisasi pembelajaran dengan baik, dan didukung dengan terciptanya lingkungan yang mendukung serta tersedianya buku teks yang baik, tujuan pembelajaran akan berhasil dengan baik. Kondisi satu komponen yang kurang berfungsi baik akan dapat mempengaruhi kalibrasi pencapaian tujuan tersebut. Namun, kondisi komponen tertentu yang baik dapat menutupi kekurangan komponen yang lain. Secara keseluruhan dinamika dan interaksi semua komponen tersebut menentukan tercapainya besaran tujuan pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
259
Dalam penelitian ini, siswa yang dilibatkan adalah dua kelompok belajar jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta. Kedua kelompok ini pertama kali diasumsikan memiliki kemampuan akademik setara karena kenyatannya kedua kelompok tersebut dibentuk ketika mereka pertama kali masuk SMK secara acak. Pada saat itu mereka dianggap mempunyai kemampuan yang kurang lebih setara berdasarkan kriteria seleksi masuk. Ketika ada pembagian kelas, penentuan siswa menjadi kelas A atau B tidak didasarkan atas ranking prestasi akademik siswa atau prestasi yang lain. Mereka juga tidak dibedakan (segregrated) berdasarkan jenis kelamin, asal sekolah serta latar belakang siswa. Tim seleksi pada saat itu hanya menyusun komposisi siswa berdasarkan jenis kelaminnya sehingga terbentuk dua kelas dengan komposisi lakilaki dan perempuan yang seimbang di kedua kelas tersebut. Dengan demikian, dari segi kondisi latar siswa, khususnya kemampuan akademik, pencapaian hasil pembelajaran dinilai netral. Dengan asumsi kondisi rata-rata kedua kelas tersebut sama, kedua kelas memiliki kesempatan sama untuk mencapai prestasi yang sama. Asumsi tersebut juga dikuatkan dengan bukti empirik. Dari perbandingan kemampuan awal yang tercermin dari besaran skor pretes yang diperoleh datasebagai berikut; 35,54 untuk rerata skor kelompok kontrol dan 35,58 untuk rerata skor kelompok eksperimen. Meskipun secara fisik rerata prestasi kelompok ekeperimen 0,04, lebih tinggi dari rerata kelompok kontrol perbedaan tersebut tidak berarti secara statistik atau tidak signifikan karena dari hasil uji beda dengan t-tes, besarannya lebih kecil dari besaran taraf signifikasi 5%. ( t.o = -0,102 pada p= 0,919 pada dua ekor). Dengan ini, dapat dinyatakan bahwa perbedaan prestasi pembelajaran bahasa Inggris dalam eksperimen ini bukan disebabkan karena pengelompokan siswa ke dalam kelas A atau kelas kontrol dan B atau kelas eksperimen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
260
Dari sudut guru, seperti yang digambarkan pada bab IV bahwa kedua guru kelas tersebut dianggap memiliki kualifikasi yang sama. Penilaian tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan berikut. Semua adalah guru senior, dengan usia yang sebaya, sekitar 50 tahun, dan semua lulusan LPTK jurusan pendidikan bahasa Inggris. Meskipun jenis kelaminnya berbeda, tak seorang pun diantara mereka yang memperoleh penilaian negatif dari para siswanya (Lihat Lampiran 3d). Meskipun status kepegawaiannya berbeda, YY sebagai guru tetap sedangkan BH sebagai guru tidak tetap, keduanya saling menghormati keprofesionalitas mereka, dan keduanya sama-sama mendapat kehormatan sama di mata siswanya. Dari sudut pengalaman guru, mereka juga telah lebih dari 15 tahun mengajar bahasa Inggris di sekolah lanjutan. Dari komponen guru, khususnya dari tingkat keprofesionalitas mereka sebagai guru bahasa Inggris, memang tidak ada perbedaan yang mencolok yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kegiatan pembelajaran dalam tahap treatment di kedua kelas ini berbeda. Kegiatan kedua kelas ini memang dirancang berbeda, karena tuntutan buku teks yang digunakan dalam mengembangkan pengalaman belajar di kelas berbeda. Namun perbedaan ini terjadi dalam rangka perumusan bentuk treatment pembelajaran yang berbeda melalui modifikasi buku teks yang merupakan fokus penelitian ini. Sejak dari awal
eksperimen
perbedaan
perilaku
guru
dalam pengembangan
kegiatan
pembelajaran di kelas masing-masing dikendalikan oleh rancangan penelitian dan yang merupakan salah satu fungsi eksperimen yang ingin diungkap pengaruhnya. Dari sudut fasilitas pembelajaran, kedua kelas ini menempati sekolah, kompleks belajar dan gedung yang sama. Yang berbeda adalah ruang kelas yang biasa digunakan. Kebijakan sekolah tidak membedakan status guru dalam pemakaian
commit to usersiswa. Dengan demikian guru dapat fasilitias pembelajaran yang ada untuk kemajuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
261
menggunakan semua peralatan pembelajaran yang disediakan. Meskipun ada laboratorium bahasa yang baru dibeli dari HL, kedua guru ini tidak pernah menggunakannya dalam kaitan penelitian ini. Keduanya hanya menggunakan peralatan yang ada dikelas dan yang mereka bawa dikelas khususnya peralatan audio sederhana untuk memperdengarkan bahan ajar rekaman (recorded materials). Dengan demikian dari sudut fasilitas yang digunakan, kedua kelompok mendapatkan fasilitas pembelajaran yang sama sehingga dapat dinyatakan bahwa faktor lingkungan belajar kedua kelompok tersebut sama. Jika ada perbedaan pertasi belajar antara kedua kelompok tersebut, perbedaan tersebut bukan semata-mata karena fasilitas pembelajaran untuk kedua kelompok tersebut berbeda. Dari segi bahan ajar, kedua kelompok ini menggunakan buku teks bahasa Inggris yang berbeda dalam pelaksanaan treatment yang berlangsung selama 8 minggu berturut-turut. Kelas X UJP 1, kelompok kontrol, menggunakan LKS yaitu bahan ajar yang biasa digunakan guru, sedangkan kelompok eksperimen menggunakan buku teks yang berbeda. Dari bahan yang tercakup dalam LKS yang digunakan guru, ada tiga unit bahan ajar pilihan guru yang dimodifikasi sedemikian rupa dengan mangakomodasi beberapa unsur pragmatik serta materi dari TOEIC test. Modifikasi ini membuat kalibarsi bahan ajar berbeda dengan versi aslinya meski tema dan cakupan leksikogrammar yang pokok dipertahankan. Dari keempat komponen sistem pembelajaran di atas dapat dilihat bahwa yang sengaja dimanipulasi atau dirancang berbeda adalah komponen buku teks, sedangkan perilaku kedua guru dalam prosedur pengembangan kegiatan kelas hanya merupakan konsekwensi dari rancangan buku teks. Berdasarkan paradigna Dick, Carey dan Carey (2005), kondisi komponen yang sengaja dirancang berbeda ini berpotensi
to user menghasilkan hasil pemebelajarancommit siswa yang berbeda. Kalibrasi komponen ini (buku
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
262
teks) dapat digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan adanya perbedaan prestasi belajar bahasa Inggris antara kedua kelompok tersebut setelah mereka selesai mengikuti perlakuan. Dan karena perbedaan itu berasal dari perbedaan buku teks yang menjadi variabel bebas dalam eksperimen ini, penelitian ini dapat dinilai telah memenuhi validitas internal. Berdasarkan penjelasan dalam Bab IV tentang pengembangan buku teks, dapat dilihat bahwa dari tema yang sama, kedua model bahan ajar kelihatan mirip tidak saja dari penampakan luar atau surface level tetapi juga dapat dilihat dari tema dan rumusan instruksi yang dipakai. Hampir semua bagian dari tiap unit selalu didahului oleh perintah ”Task .n..” dan diikuti oleh perintah untuk mengerjakan sesuatu berdasarkan isi bagian tersebut. Perbedaan yang mencolok adalah pada skenario pembelajaran, alur pengembangan kegiatan belajar, komposisi bahan ajar serta hakikat kegiatan yang dikembangkan. Skenario yang dikembangkan di LKS adalah memberikan serangkaian kegiatan pembelajaran dengan melibatkan siswa mengerjakan tugas-tugas dalam bahan ajar tersebut. Meskipun isi tiap unit bahan ajar dikatakan terkait, hubungan yang ada antar bagian bersifat tematik dan linguistik belaka. Struktur pengembangan yang dipakai adalah pencakupan keempat keterampilan bahasa dalam tiap unit dengan urutan
reading,
speaking,
listening,
dan
writing.
Namun
demikian
alur
pengembangannya baru tercermin pada tataran formal belum mencerminkan kondisi pemakaian bahasa yang alamiah. Skenario yang dikembangkan dalam buku teks integratif ini didasarkan atas fungsi bahasa melalui alur pengembangan kompetensi bahasa lisan (oracy) menuju pada pengembangan keterampilan berbahasa tulis (literacy). Pada tahapan pertama,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
263
pengembangan keterampilan menyimak (listening) diteruskan dengan pengembangan keterampilan wicara (speaking). Berdasarkan hasil pembelajaran ini, pegembangan keterampilan bahasa tulis yang mencakup membaca (reading) dan menulis (writing) dilakukan. Dalam rangka pengembangan keempat keterampilan berbahasa, beberapa kegiatan yang ada dalam TOEIC test diakomodasi secara integratif ke dalam materi. Perbedaan kedua bahan tersebut juga tercermin dalam kegiatan pembelajaran dikelas. Berdasarkan pembahasan Bab V tentang tahap pengembangan, dapat diamati bahwa secara garis besar kegiatan pembelajaran dalam kelas kontrol diarahkan pada upaya guru membantu siswa mengenali dan memahami jenis task pada tiap bagian dan bagaimana menyelesaikannya. Di kelas eksperimen, guru mengembangkan kompetensi berbahasa melalui serangkaian pengembangan keterampilan berbahasa yang saling terkait melalui bahan ajar yang ada. Jadi siswa tidak hanya belajar untuk memahami dan mampu mengerjakan tugas yang ada dalam buku teks, namun juga mampu menggunakannya dalam tindak komunikasi dalam konteks terbatas. Dari perbandingan ini dapat dilihat bahwa kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen tidak hanya diarahkan mampu memahami task yang dihadapi, termasuk tugas yang sesuai dengan yang ada dalam TOEIC test, tetapi belajar berbahasa dengan bahan-bahan tersebut. Berdasarkan transkrip proses pembelajaran di kelas dan dengan mencermati rekaman video pembelajaran dapat dilihat bahwa porsi pengembangan unsur pragmatik yang diterapkan di kelas eksperimen lebih banyak dari pada yang diberikan kepada kelompok kontrol. Sejak langkah pertama, siswa di kelas eksperimen selalu dilibatkan dalam proses komunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris semaksimal mungkin dengan menghadirkan konteks pemakaian bahasa yang sesuai butir-butir
commit to user bahasa yang dilatihkan. Semua tugas dalam bahan ajar dirancang sebagai bentuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
264
interaksi antara guru dengan siswa serta antar siswa dengan menerapkan unsur CLT ke dalam tiap bagian bahan ajar integratif. Di akhir pembelajaran, baik dalam tahap pengembangan kompetensi berbahasa lisan maupun tertulis, siswa dihadapkan pada suatu situasi untuk menggunakan materi-materi yang baru dipelajari dalam berbahasa dengan konteks terbatas. Langkah terakhir di atas merupakan upaya guru memberi kesempatan siswa untuk berlatih melakukan tindak komunikasi yang lebih kontekstual. Dengan demikian kemampuan mereka untuk meningkatkan keterampilan berbahasa produktif, baik speaking atau writing tampak berkembang pesat. Unsur lain digunakan untuk memperkaya buku teks integratif adalah materimateri dan kegiatan yang biasanya dijumpai dalam TOEIC test. Sajian Bab IV dan Bab V menunjukkan bahwa hampir semua unsur yang tercakup dalam TOEIC test dimasukkan ke dalam berbagai task dalam buku teks. Mulai dari pertama kali guru membuka pelajaran, guru menggunakan berbagai media untuk melakukan tanya jawab dalam bahasa Inggris secara lisan. Guru juga menggunakan serangkaian media gambar untuk memancing agar siswa mau melakukan percakapan lisan dalam bahasa Inggris meskipun dalam bentuk sederhana. Kegiatan ini sangat membantu siswa dalam mengerjakan soal-soal bagian 1 dan 2 yaitu tentang picture description dan short conversation. Bagian 5 dan 6 ketika kegiatan difokuskan pada pengembangan kompetensi gramatika (grammatical competence) melalui tema language focus, siswa secara langsung belajar bagaimana menjawab pertanyaan tentang vocabulary dan error correction dalam TOEIC test. Demikian juga bagian terakhir yaitu reading. Bahan bacaan yang diambil, latihan-latihan yang dikembangkan juga mengikuti model TOEIC test. Dengan demikian siswa dari kelompok eksperimen merasa lebih terbiasa mengerjakan task yang dikemas seperti TOEIC test sehingga test-taking skills mereka berkembang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
265
Selain itu suasana pembelajaran pun juga tampak berbeda. Secara umum, kelas eksperimen tampak lebih serius dalam belajar. Sepanjang sesi pelajaran siswa selalu disibukkan dengan kegiatan pembelajaran. Mereka tampak antusias dari ketika mendengarkan pajanan dari guru, sampai pada ketika melakukan latihan-latihan. Ketika diminta untuk melakukan praktik berdialog, mereka tampak lebih siap dan tanpa ragu-ragu atau segan untuk melakukannya baik dari bangku mereka maupun ketika mereka diminta maju ke depan kelas untuk mempraktikkan tindak komunikasi. Secara keseluruhan siswa kelihatan menikmati pembelajaran yang dikembangkan guru. Suasana pembelajaran di kelompok kontrol berbeda. Sejak awal guru selalu menggunakan suara yang keras untuk memperoleh perhatian siswa dan untuk melawan suara siswa yang sering kali berbicara sendiri dengan teman sebelahnya. Untuk membantunya, guru sering menjelaskan masalah yang ada di buku dengan menulis dan membuat beberapa contoh kalimat di papan tulis. Tidak jarang guru menjelaskan struktur kalimat dalam bahasa Indonesia. Guru di kelompok kontrol juga meminta siswa untuk mempraktikkan tindak komunikasi. Ini dilakukan hanya di akhir pelajaran. Beberapa siswa yang ditunjuk untuk maju ke depan tampak segan melakukannya. Hanya dengan upaya guru untuk terus mendorong mereka, akhirnya mereka bersedia maju ke depan kelas. Hal yang sama juga dapat dilihat ketika guru menyuruh siswa mengerjakan latihan dari buku. Tidak jarang, siswa membawa bahan yang dipraktikkan di depan kelas seperti mendemonstrasikan tindak komunikasi dengan membaca teks. Dari perbandingan konsidi ini dapat dilihat bahwa buku teks yang dikembangkan dalam R & D ini lebih menarik bagi siswa. Dari segi pengembangan kompetensi bahasa dan pemajanan pada materi
commitdari to user TOEIC test, dapat dikatakan siswa kelompok eksperimen lebih unggul
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
266
dibandingkan dengan siswa dari kelompok kontrol. Dengan demikian pemakaian buku teks integratif ini benar-benar mampu membantu siswa meningkatkan kompetensi berbahasa Inggris mereka yang dibuktikan dengan lancarnya interaksi guru dan siswa di kelas, baik lisan maupun tertulis, dengan menggungkan bahasa Inggris. Selain itu keunggulan skor postes yang dirancang mengikuti format TOEIC test menunjukkan bahwa mereka lebih siap mengerjakan TOEIC test dibanding dengan siswa dari kelompok kontrol. Pencapaian kedua unggulan di atas adalah tujuan yang ingin dibangun dengan memodifikasi bahan ajar yang diambilkan dari LKS menjadi buku teks integratif. Dari perbandingan tersebut, dapat dijelaskan bahwa komponen bahan ajar yang sama dikembangkan dengan tema serta kasus-kasus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa menjadi lebih menarik. Bahan yang menarik ini akan meningkatkan motivasi siswa mempelajarinya sehingga menyebabkan berbedanya peretasi belajar kedua kelompok tersebut. Seperti yang tertera dalam tabel analisis t-test di atas, rerata skor postes atau prestasi kelompok eksperimen adalah sebesar 44,06, sedangkan rerata prestasi belajar kelompok kontrol adalah sebesar 35,58. Dalam penghitungan uji beda atau t.test, perbedaan prestasi kedua kelompok tersebut dituangkan ke dalam harga t yang besarannya –3,365. Dalam ujibeda, angka ini menunjukkan bahwa perbedaan prestasi keduanya sangat berarti atau signifikan dalam taraf signifikasi dua ekor Sig. (2-tailed) sebesar 0,001.
F. Keterbatasan Penelitian Tujuan tahap pengujian ini adalah mengungkap perbedaan prestasi belajar bahasa Inggris dua kelompok siswa kelas toX user jurusan UJP SMK yang menggunakan commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
267
buku teks yang berbeda. Tujuan tersebut tercapai melalui serangkaian treatment dalam bentuk kegiatan proses pembelajaran yang dirancang secara khusus. Hasil treatment membuktikan pengaruh perbedaan buku teks yang digunakan dalam treatment terhadap prestasi belajar bahasa Inggris. Berdasarkan penghitungan uji beda dengan t-test diketahui bahwa kelompok siswa yang belajar bahasa Inggris dengan menggunakan buku teks yang sengaja dimanipulasi dengan mengakomodasi tuntutan pembelajaran menunjukkan rerata prestasi belajar yang lebih tinggi dari mereka yang belajar dengan menggunakan bahan biasa; yaitu dari LKS. Pernyataan tersebut dibuat berdasarkan besaran harga t hasil uji yang lebih besar dari harga t kritis yang menegaskan bahwa memang benar prestasi kedua kelompok belajar tersebut berbeda secara meyakinkan. Salah satu fitur kualitas penelitian uji coba ini adalah validitas eksternal disamping validitas internalnya. Kadar validitas eksternal menyangkut tingkat kemungkinan penerapan hasil uji coba ini di luar jangkauan populasi penelitian ini. Ini berarti bahwa penerapan hasil uji coba ini pada kasus siswa lain dapat dilakukan dengan memperhatikan berbagai rambu-rambu penting yang sepadan dengan kondisi dan populasi yang diteliti (Borg dan Gall, 1983). Beberapa keterbatasan penerapan hasil uji coba ini pada populasi lebih luas adalah sebagai berikut. 1. Penelitian ini dilakukan pada siswa jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta yang hasilnya dapat diterapkan di jurusan UJP di SMK lain dengan syarat kondisi siswa, guru dan lingkungan pembelajaran yang ada tidak jauh berbeda dengan yang digambarkan dalam penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
268
2. Penerapan hasil penelitian ini pada siswa jurusan lain perlu pengkajian dan penyesuaian lebih lanjut. Ada beberapa ranah yang secara umum dapat diterapkan seperti persesuaian antara kondisi bahan ajar dengan kebutuhan siswa, baik untuk keperluan proses pembelajaran maupun keperluan praktis di luar itu. Jika buku teks itu sesuai dengan kebutuhan siswa, mereka akan tertarik mempelajarinya. Selanjutnya, jika motivasi belajar siswa sudah tumbuh, guru harus mampu mengendalikannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. 3. Buku teks hanyalah merupakan satu dari, paling tidak, empat komponen dalam sistem pendidikan. Keberhasilan proses pembelajaran mencapai tujuan suatu sistem tidak hanya tergantung pada satu komponen saja. Penerapan buku teks seperti ini di kelas lain juga harus mengindahkan skenario pengembangannya ke dalam kegiatan kelas. Skenario dalam bahan ajar yang secara khusus dirancang untuk penelitian ini tidak bersifat mutlak. Ada beberapa kemungkinan memodifikasi yang dapat dilakukan selama masih mengikuti prinsip-prinsip pengajaran bahasa komunikatif atau CLT. 4. Buku teks yang memiliki fitur serupa dengan yang ada dalam buku teks yang digunakan dalam uji coba ini memerlukan dukungan guru yang memiliki tingkat kompetensi atau profesionalitas yang memadai selain komitmen untuk berbuat yang terbaik untuk siswanya. Guru harus mampu berbahasa Inggris lisan atau oracy dan tertulis atau literacy dengan baik dan lancar untuk mampu mengembangkan kegiatan kelas. Kompetensi ini mutlak diperlukan karena tuntutan pengembangan kompetensi komunikatif siswa di kelas hanya dapat dilakukan dengan bimbingan atau scaffolding dan contoh atau exposure yang baik dan tepat dari guru. Guru juga perlu menguasai pemakaian media, khususnya
to useryang sesuai dengan media bahan pemutar rekaman suara atau commit audio player
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
269
rekaman yang ada. Tidak kalah pentingnya adalah guru harus memiliki komitmen dan dinamika tinggi karena semua unsur dan bagian dari buku teks ini menuntut siswa aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran secara kognitif dan afektif yang tinggi. Keterlibatan siswa secara maksimal perlu selalu dijaga dengan cara guru selalu memantau dan mengarahkan perhatian siswa pada proses pembelajaran. 5. Penelitian ini dilakukan dalam kelas yang besarannya kurang dari 40 siswa. Untuk itu jika hasil ini diterapkan pada kelas yang lebih besar, guru perlu menyusun skenario pembelajaran lebih teliti dengan menggunakan media lebih banyak untuk membuat kompensasi perbandingan guru siswa yang lebih tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VII SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Bab ini menyajikan Simpulan, Implikasi dan Saran. Dalam bab ini juga disajikan manfaat teoretik yang diperoleh dalam pelaksanaan penelitian R & D ini.
A. Simpulan Berdasarkan temuan dari tiga tahapan R & D tentang penyusunan model buku teks bahasa Inggris integratif di SMK N 4 Yogyakarta yang telah dilakukan, beberapa simpulan yang dapat peneliti rumuskan adalah sebagai berikut. Pertama tentang buku teks. Temuan dari tahapan eksplorasi menunjukkan bahwa semua guru bahasa Inggris menggunakan lebih dari satu bahan ajar dalam mengembangkan proses pembelajaran. Buku teks yang digunakan bervariasi. Kondisi sekolah, siswa, aspirasi guru berkorelasi dalam menentukan jenis dan jumlah buku teks yang dipakai. Ada kecenderungan semakin tinggi peringkat suatu sekolah semakin tinggi tuntutan kualitas dan variasi buku teks yang dipilih guru. SMK Negeri yang mempunyai reputasi akademik baik biasanya mampu mengembangkan pengajaran bahasa Inggris yang baik dan menuntut siswanya membeli buku teks yang berkualitas memadai. Di beberapa sekolah seperti SMKN 2 Depok, SMKN 1 Yogya dan SMKN 2 Wonosari, dengan seijin Kepala Sekolah dan melalui program sekolah, guru dapat mewajibkan siswa membeli buku teks yang dinilai mendukung pengembangan kompetensi bahasa Inggris siswa seperti yang dituntut KTSP serta dunia kerja. Dalam kondisi demikian, keputusan tersebut biasanya tidak mendapatkan reaksi negatif dari orang tua siswa. Hal yang sangat berbeda terjadi
commit to user 270
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
271
di kebanyakan sekolah swasta. Dengan alasan kondisi latar belakang keuangan orang tua yang dinilai kurang mampu, guru tidak berani mewajibkan siswa membeli buku teks yang mereka nilai memadai. Dalam kondisi seperti ini guru di SMK swasta sangat tergantung pada kebijakan Kepala Sekolah. Guru dapat mengusulkan pengadaan buku teks secara mandiri dengan mengkoordinir pembelian buku teks agar harganya lebih terjangkau. Selain itu, sekolah juga memperoleh sumbangan buku yang kemudian menjadi koleksi perpustakaan. Dengan kondisi seperti ini, buku teks yang dipakai bukanlah buku pilihan guru, melainkan tergantung daya beli buku teks oleh orang tua siswa. Dari buku teks yang digunakan baik di SMK negeri maupun swasta, belum ada buku teks yang secara proporsional dan integratif mengakomodasi dua tuntutan pokok; tuntutan kurikuler dan dan tuntutan sertifikasi kompetensi bahasa yang diakui di lapangan pekerjaan, dalam satu buku teks. Untuk memenuhi kedua tuntutan tersebut biasanya guru menggunakan lebih dari satu bahan ajar. Untuk memenuhi tuntutan kedua—sertifikasi kompetensi bahasa Inggris yang diakui DUDI berupa perolehan skor TOEIC test, guru biasanya menggunakan buku panduan menempuh TOEIC test seperti TOEIC Preparation (Lougheed, 2005). Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pertama, mereka menggunakan buku teks yang bervariasi. Kedua tentang penyusunan buku teks integratif. Kebutuhan buku teks yang memenuhi kedua macam tuntutan di atas dapat dirancang dengan mengakomodasi model-model kegiatan yang digunakan dalam TOEIC test ke dalam kegiatan belajar berbasis rumusan SKL, SK dan KD yang tercantum dalam KTSP. Task yang biasa digunakan dalam TOEIC test seperti picture description, question and
commit to user answer, umpamanya, dapat dirancang untuk pengembangan keterampilan 201 271
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
272
menyimak, wicara sedangkan error recognition untuk peningkatan penguasaan lexicogrammar. Dengan demikian jenis kegiatan pembelajaran menjadi lebih bervariasi dan terintegrasi. Model integrasi kedua adalah dengan menggunakan rambu-rambu pengembangan butir tes dalam TOEIC test ke dalam buku teks. Pola pengajuan masalah (question lead) yang diterapkan dalam mengembangkan tes reading dalam TOEIC test dapat digunakan dalam menyusun pertanyaan terkait task yang berhububungan dengan kegiatan reading. Bentuk integrasi kegiatan dan unsur yang ada dalam TOEIC test ke dalam bahan ajar juga harus menyesuaikan dengan rumusan SK dan KD yang menjadi tujuan pembelajaran. Dalam tahap pengembangan yang dilaksanakan di kelas XI Jurusan UJP SMKN 4 Yogyakarta, buku teks yang mengintegrasikan tuntutan kurikuler dan unsur TOEIC test ke dalam kegiatan pembelajaran berhasil disusun serta diujicobakan di kelas untuk mengungkap kekurangan dan kelebihannya. Dari tahap pengembangan yang dilaksanakan dalam tiga siklus dapat diamati bahwa buku teks tersebut dapat berfungsi seperti yang diharapkan, yaitu untuk mengembangkan kedua unsur kompetensi bahasa Inggris yang dituntut dalam KTSP dan TOEIC test secara integratif. Ketiga tentang efektifitas buku teks integratif. Buku teks bahasa Inggris yang berhasil dikembangkan melalui tahap pengembangan dan yang diuji coba di kelas terbukti memiliki keunggulan dari LKS yang biasa digunakan guru. Keunggulan ini terungkap melalui penelitian eksperimen yang dilakukan dengan membandingkan rerata prestasi belajar bahasa Inggris kelompok siswa yang menggunakan kedua bahan yang berbeda tersebut. Berdasarkan hasil uji beda (t-
commit to user 201 272
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
273
test) terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa yang menggunakan Bahasa Inggris Integratif untuk SMK dengan yang menggunakan LKS.
B. Implikasi Belum adanya buku teks bahasa Inggris yang mencakup kedua jenis tuntutan—kurikuler dan dunia kerja—secara proporsional dan integratif dalam satu buku teks menyebabkan para guru harus menggunakan lebih dari satu buku teks. Selain tidak praktis, kelemahan praktik ini adalah bahwa penyajian kedua bahan tersebut cenderung tidak terintegrasi. Biasanya pembelajaran untuk memenuhi tuntutan kurikuler dilaksanakan secara bertahap mulai dari semester 1 sampai semester 5, sedangkan pemenuhan tuntutan sertifikasi dilakukan dengan pelatihan intensif di semester 6 dan atau semester 5. Cara belajar seperti ini membuat siswa merasa mempunyai dua beban belajar yang berbeda, meskipun kenyataannya mereka menghadapi tugas yang sama yaitu mengembangkan kompetensi bahasa Inggris. Kenyataan menunjukkan bahwa model pelatihan untuk mengerjakan tes TOEIC atau test-taking skills secara intensif dapat membuat para siswa merasa jenuh dengan cara belajar yang senada dan sangat membosankan. Kondisi ini yang disebut Krashen (1983) sebagai kondisi kelas yang cenderung meningkatkan affective filter yang menjadi penghalang proses pembelajaran. Tidak jarang sikap guru yang selalu menuntut siswa untuk meningkatkan skor perolehannya menyebabkan siswa tidak dapat belajar dengan efektif. Beban belajar siswa dapat jauh lebih ringan ketika kedua tuntutan tersebut diintegrasikan dalam satu buku teks. Dengan satu buku teks tersebut guru dapat menyajikan kedua tujuan tersebut dalam satu langkah pembelajaran yang commit to user 201 273
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
274
integratif. Salah satu keuntungan integrasi ini adalah menghemat waktu karena sekolah tidak perlu mengalokasikan waktu satu atau dua semester penuh khusus untuk memberikan pelatihan intensif untuk mengembangkan test-taking skills dengan mengerjakan TOEIC test. Waktu tersebut dapat digunakan untuk memperluas pengembangan kompetensi bahasa tanpa mengabaikan pelatihan mengerjakan TOEIC test. Ketika kedua tuntutan tujuan pembelajaran tersebut dapat diintegrasikan dalam satu buku teks, siswa dapat mempelajarinya dengan lebih baik. Dalam mempelajari unsur yang tercakup dalam TOEIC test, siswa dapat mempelajarinya secara bertahap dengan seiring dengan pengembangan KD yang menjadi tujuan pembelajaran. Selain hemat waktu, pengintegrasian yang tepat terbukti dapat memperkaya dan meningkatkan mutu bahan ajar yang tercermin dalam kualitas interaksi guru-siswa. Sebagai contoh, serangkaian media gambar yang sering kali terdapat di permulaan tiap unit bahan ajar biasanya hanya dipakai sebagai langkah pemanasan (warming-up) dan atau langkah untuk mengenalkan siswa pada topik yang akan dipelajari hari itu (lead-in function). Dalam
tahap
penelitian
pengembangan
yang
dilaksanakan
untuk
mengembangkan buku teks integratif yang mempunyai keunggulan dapat diamati bahwa serangkaian media gambar yang digunakan dalam proses pembelajaran terbukti sangat efektif melibatkan siswa dalam proses pembelajaran secara kognitif dan afektif. Kegiatan pembuka yang telah menarik perhatian siswa ini ternyata sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam keterampilan mendeskripsikan gambar (picture description) serta kemampuan siswa untuk belajar berbahasa dengan cara melakukan tanya-jawab secara lisan. Melalui
commit to user transkrip yang ada dapat diamati bahwa kedua kompetensi tersebut dapat 201 274
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
275
dikembangkan dengan baik melalui teknik tebak gambar (guessing game) yang dikembangkan guru secara komunikatif dan integratif. (Lihat Lampiran D.3.e). Bukti lain yang dapat diungkapkan dalam proses penelitian pengembangan adalah bahwa siswa terlihat lebih terlibat (engaged) ke dalam proses pembelajaran dengan buku teks integratif ini. Siswa kelihatan lebih bersungguh-sungguh dan serius mengikuti setiap task dalam proses pembelajaran. Kondisi serupa semakin tampak nyata dalam pelaksanaan uji coba terbuka dengan membandingkan kondisi dua kelompok belajar yang menggunakan buku teks yang berbeda. Siswa yang belajar dengan menggunakan buku teks integratif tampak lebih tekun dan serius dalam mengikuti pelajaran dari pada siswa yang belajar dengan menggunakan LKS. Jika siswa dalam kelas kontrol masih ada yang sibuk dengan kegiatannya sendiri selain berinteraksi dengan buku teks seperti berinteraksi dengan teman yang duduk di sebelahnya, atau masih sering guru harus mengulang-ulang perintah untuk melakukan tugas tertentu, kejadian serupa tidak ditemui di kelas eksperimen. Kualitas interaksi dalam proses pembelajaran ini juga tercermin pada prestasi pembelajaran bahwa siswa dari kelompok eksperimen mampu berunjuk kemampuan berdialog di depan kelas dengan lebih siap dan percaya diri dibandingkan mereka yang menggunakan LKS. Berdasarkan paradigma Dunkin dan Biddle (lihat halaman 62), perbedaan ini dijelaskan sebagai konsekwensi kualitas proses pembelajaran atau variable process yang berkembang di kelas. Dari sudut pandang ini, kualitas kegiatan belajar yang terjadi di kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda karena kedua kelas tersebut menggunakan buku teks yang berbeda. Perbedaan buku teks ini menyebabkan berbedanya kualitas interaksi guru-siswa dan interaksi antar siswa di
to user menggunakan buku teks integratif kedua kelas tersebut. Siswa yangcommit belajar dengan 201 275
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
276
ini tampak lebih termotivasi dan serius mengikuti pelajaran bahasa Inggris dan melakukan tugas pembelajaran baik yang berbentuk latihan-latihan berkomunikasi maupun latihan yang bertujuan menguasai unsur kebahasaan dibandingkan dengan siswa dari kelompok yang menggunakan LKS biasa. Selain unsur buku teks, faktor siswa dan guru berkontribusi dalam pengembangan interaksi kelas yang efektif dalam rangka pengembangan kompetensi bahasa yang dituntut. Dari sudut siswa, perhatian mereka terhadap kegiatan pembelajaran tumbuh karena buku teks yang dipakai menarik, sesuai dengan kebutuhan mereka, bervariasi kegiatannya dan interaktif. Buku teks tersebut dapat meningkatkan motivasi mereka belajar bahasa Inggris. Siswa menyadari bahwa kegiatan pembelajaran yang dikemas dalam buku teks integratif tersebut relevan dengan kebutuhan mereka baik dalam menyelesaikan studi di SMK maupun memperoleh skor tinggi dalam TOEIC test. Salah satu mata diklat adalah mengikuti program PKL di perusahaan Industri Pariwisata. Beberapa kegiatan yang sering dilaksanakan adalah praktik guiding di tujuan wisata dan menjadi receptionist (penerima tamu) ataupun ticketing (mengurusi masalah tiket) di kantor perusahaan tersebut. Pelaksanakan berbagai kegiatan atau tugas dalam PKL tersebut memerlukan kompetensi bahasa Inggris yang memadai. Siswa yang kompetensi bahasa Inggrisnya rendah akan sulit menempuh PKL ini dengan baik. Pendidikan
di
SMK
dibangun
berbasis
kompetensi.
Sebagai
konsekwensinya assessment hasil diklat juga dilakukan dengan menguji kompetensi mata diklat yang ditempuh untuk memperoleh sertifikasi kompetensi yang diperoleh. Berkaitan penilaian ini, siswa dihadapkan pada dua jenis ujian di
commit to user 201 276
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
277
akhir masa belajar. Pertama adalah UN dan kedua adalah uji praktik atau sertifikasi. Dalam konteks diklat bahasa Inggris, sertifikasi yang dituntut adalah dengan mengikuti TOEIC test di tempat-tempat atau test centers yang ditunjuk. Siswa akan bangga jika memperoleh nilai TOEIC test yang tinggi karena selain kompetensinya tersertifikasi, sertifikasi ini dapat dipakai untuk mencari pekerjaan di perusahaan-perusahaan besar, biasanya perusahaan multinasional. Buku teks yang baik tidak dapat meningkatkan kompetensi bahasa Inggris siswa secara otomatis. Meskipun secara teoritis siswa dapat meningkatkan kompetensi bahasa Inggris mereka secara mandiri dengan buku teks yang baik, kenyataan menunjukkan bahwa buku teks hanyalah berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran di kelas. Untuk itu diperlukan guru yang berkompetensi tinggi untuk menyajikan buku teks tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan kompetensi tersebut melalui berbagai pengalaman belajar di kelas sesuai dengan SK dan KD yang menjadi sasaran pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang memihak siswa, atau student centered, menuntut guru untuk mampu membuat berbagai persiapan seperti persiapan mengajar yang baik, menyiapkan berbagai media pembelajaran yang mendukung, serta
mampu
menggunakan
model penyajian
yang lebih dari sekedar
menyampaikan apa yang ada dalam buku teks. Kegiatan pembelajaran tersebut menuntut komitmen dan dedikasi guru untuk betul-betul meluangkan waktunya untuk pengembangan kompetensi siswa. Kualitas diklat yang maksimal merupakan hasil dari upaya guru yang maksimal.
C. Manfaat Teoritis
commit to user 201 277
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
278
Penelitian dalam disertasi ini dilaksanakan dengan menerapkan prinsip R & D (Borg dan Gall, 1983) yang tujuan utamanya adalah menghasilkan produk unggulan untuk meningkatkan efektifitas program pendidikan. Produk yang dihasilkan—buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK—dikembangkan berdasarkan LKS yang biasa digunakan guru. Pengembangannya dilakukan dengan menerapkan rambu-rambu KTSP dan diperkaya dengan unsur yang tercakup dalam TOEIC test. Pemenuhan rambu-rambu KTSP berarti memenuhi tuntutan kurikuler, sedangkan pengintegrasian unsur TOEIC test melengkapi tuntutan dunia kerja. Rambu-rambu KTSP menegaskan pentingnya pengembangan kompetensi komunikatif bahasa Inggris melalui pengembangan serangkaian KD dan SK. Pada hakikatnya pengembangan serangkaian kompetensi ini adalah pengembangan beberapa fungsi bahasa (language functions) pilihan beserta lexicogrammar pendukung. Pemenuhan rambu-rambu KTSP merupakan bentuk pengembangan kompetensi siswa untuk dapat berbahasa Inggris dalam konteks dan peran tertentu sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum SMK. Hakikat materi TOEIC test adalah alat ukur penguasaan bahasa Inggris. Di SMK,
materi
tersebut
digunakan
untuk
mengembangkan
keterampilan
mengerjakan tes atau test taking skills. Pengintegrasian materi TOEIC test ke dalam buku teks ini dirancang untuk menambah volume materi yang memenuhi kebutuhan pembelajaran serta untuk memperkaya ragam kegiatan pembelajaran (Tomlinson, 2008). Kondisi ini mencerminkan upaya untuk menciptakan input bahasa yang kaya atau rich language input. Terkait dengan kondisi tersebut, Krashen (1983) meyatakan bahwa kuantitas dan kualitas input bahasa yang dapat diakses pembelajar berkontribusi terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa.
commit to user 201 278
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
279
Pengintegrasian unsur TOEIC test ke dalam cakupan buku teks tidak berarti menambah beban belajar (learning load) siswa menjadi lebih berat. Perancangan volume dan kualitas input yang terintegrasi, proporsional dan sesuai dengan kebutuhan pembelajar telah terbukti memperkaya pengalaman belajar di dalam kelas sehingga menciptakan kondisi yang kondusif bagi proses pembelajaran. Sebagai bukti, bagian pertama TOEIC test yang berupa picture description dapat dirancang sebagai media untuk menciptakan konteks situasi pemakaian bahasa Inggris yang autentik dan sangat efektif mengembangkan keterampilan berbahasa lisan (oracy). Rangkaian media gambar yang tersedia yang semula hanya berfungsi sebagai bahan untuk mengembangkan pertanyaan dalam tes, dapat difungsikan untuk
mengembangkan
keterampilan
mendengar
serta
wicara
dengan
mengembangkan dialog, baik yang bersifat interpersonal maupun transactional. pengembangan dialog yang dilakukan dengan melibatkan siswa secara langsung berarti melibatkan siswa dalam praktik berkomunikasi yang authentic. Pengalaman belajar seperti ini sangat berguna dalam proses pembelajaran. Tes reading dalam TOEIC menggunakan teks fungsional pendek dengan topik dan tema yang relevan dengan minat dan kondisi siswa. Selain untuk mengembangkan keterampilan mambaca seperti fungsi aslinya, bahan ajar ini sangat efektif untuk mengembangkan keterampilan menulis berdasarkan topik yang diangkat dalam teks. Misalnya, berdasarkan teks reading dengan topik ‘invitation’ atau ‘announcement’, siswa dapat diminta untuk merespon teks tersebut dengan meminta mereka membuat undangan atau pengumuman untuk kegiatan tertentu dan kemudian didiskusikan di kelas. Dengan demikian teks tersebut tidak hanya untuk mengembangkan keterampilan membaca saja, tetapi juga menulis dan wicara dalam commit kegiatantoyang userterpadu. Bagian lain, seperti error 201 279
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
280
recognition juga dapat difungsikan sebagai kegiatan pembelajaran untuk memperkaya penguasaan lexicogrammar serta pemakaiannya dalam konteks sederhana. Dengan demikian pengintegrasian materi TOEIC test ke dalam buku teks ini sangat mendukung terciptanya kegiatan pembelajaran yang efektif. Sementara itu pemakaian unsur-unsur TOEIC test dalam buku teks sebagai media pembelajaran tidak mengubah fungsi utama bahan tersebut sebagai bahan untuk mengembangkan test-taking skills, yaitu melatih keterampilan mengerjakan tes TOEIC. Mata diklat bahasa Iggris di SMK termasuk dalam kelompok mata diklat adaptif (Depdiknas, 2004). Dengan belajar bahasa Inggris, diharapkan lulusan SMK mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja serta mampu mengembangan diri dalam lingkungannya dengan kompetensi bahasa Inggrisnya. Tujuan ini selaras dengan sifat kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dalam buku teks ini. Berdasarkan penjelasan di atas, berbagai materi TOEIC test dapat diintegrasikan ke dalam cakupan buku teks dalam bentuk kegiatan pembelajaran serta konteks pemakaian bahasa yang autentik seperti guessing game atau birthday-party invitation dan yang lain. Seperti yang dinyatakan Johnson (2002) dalam konsep CTL, bahwa perancangan materi serta kegiatan pembelajaran yang dapat menghubungkannya dengan minat atau kondisi siswa sangat membantu dalam menciptakan kegiatan pembelajaran yang efektif. Tahap kedua penelitian R & D ini dirancang untuk adalah mengembangkan bahan ajar menjadi Bahasa Inggris Integratif untuk SMK yang dilaksanana dalam tiga siklus. Dari pelaksanaan tahap pengembangan dapat dirumuskan bahwa penerapan
prosedur
Penelitian
Tindakan
memungkinkan
peneliti
untuk
commit usermaupun kekuatannya berdasarkan mengungkap berbagai kelemahan buku toteks 201 280
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
281
konteks penerapannya di kelas yang sesungguhnya untuk diperbaiki. Upaya tersebut berhasil tidak saja berkat penerapan prinsip dan prosedur penelitian dalam tahap pengembangan, tetapi juga berkat kolaborasi dengan guru serta pakar. Kolaborasi dengan pakar memberikan masukan kualitas buku teks dalam proses perancangan, sedangkan kolabrasi dengan guru memberikan gambaran kualitas empirik penerapannya di kelas. Dengan menggabungkan masukan dari kolaborator, hasil pengembangan buku teks berjalan dengan baik.
D. Saran Berdasarkan telaah pelaksanaan penyusunan buku teks Bahasa Inggris Integratif untuk SMK ini beberapa saran untuk peneliti lain adalah sebagai berikut. 1. Pada tahap persiapan, peran kolaborasi sangat menentukan. Tantangan pertama dalam melaksanakan R & D di lembaga pendidikan lain adalah membangun kolaborasi yang baik dengan pejabat institusi serta para guru. Jika yang diperlukan dari pejabat adalah izin pelaksanaan yang relatif lebih mudah diselesaikan, kolaborasi dengan guru memerlukan pendekatan yang lebih hati-hati dan sering kali memerlukan kesabaran yang tinggi. Mengingat peran guru kolaborator, khususnya guru penyaji bahan ajar, sangat menentukan. Dengan demikian pemilihan guru kolaborator harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Selain pendekatan resmi melaui izin pendekatan secara pribadi lebih menentukan. Dengan demikian pemilihan guru kolaborator perlu memperhatikan kompetensi akademik, pedagogik serta sosialnya. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek maka peneliti dapat membangun komunikasi yang baik tentang apa yang terjadi dalam masa penyusunan dan ujicoba buku commit toteks. user 201 281
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
282
2. Pemilihan institusi pendidikan perlu dilaksanakan dengan hati-hati. Meskipun status bahasa Inggris untuk semua jurusan di SMK sama, suasana pembelajaran yang terjadi sangat berbeda tergantung jurusan serta kondisi sekolah. Tingkat kebutuhan bahasa Inggris siswa jurusan UJP sangat berbeda dengan siswa lain dari jurusan Tata Kecantikan, atau AP. Tingkat kebutuhan tersebut berkontribusi terhadap dinamika kegiatan pembelajaran di kelas. minat dan antusias siswa mengikuti diklat bahasa Inggris. 3. Dalam proses penyusunan buku teks, peneliti perlu mencermati ramburambu kurikulum, peraturan dan sumber-sumber yang terkait serta kebutuhan (needs) yang dihadapi siswa. Pemahaman yang mendalam ini diperlukan untuk dapat merumuskan tujuan, cakupan, materi serta kegiatan pembelajaran yang sesuai. Buku teks yang mengakomodasi unsur-unsur di atas dapat membantu membangun kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikuler serta menarik bagi siswa. 4. Mengingat
buku
teks
dipakai
sebagai
sumber
pegangan
dalam
pengembangan kegiatan pembelajaran, kualitas bahasa sasaran yang harus diperhatikan. Jika memungkinkan penyusun dapat mencari penasihat linguistik untuk meningkatkan mutu bahasa Inggrisnya. Jika tidak, penyusun harus betul-betul mencermati pemakaian komponen lexicogrammatical serta gaya bahasanya. 5. Tampilan buku teks juga perlu diperhatikan. Selain substansi pembelajaran yang dipilih dengan cermat, pemakaian media serta tata letak atau lay out yang tepat akan membuat siswa tertarik menggunakannya.
commit to user 201 282
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
283
6. Tersedianya buku teks yang baik bukan satu-satunya jaminan lancarnya proses pembelajaran yang efektif (Dunkin dan Biddle, 1974; Richards, 2000, dan Tomlinson, 2008). Penyusun buku teks perlu memberi penjelasan kepada para pemakai, khususnya guru, tentang saran pemakaian serta kemungkinan memodifikasi bahan ajar sesuai dengan kebutuhan kelas yang ada. Penyelarasan persepsi antara penyusun buku teks dengan guru perlu dibangun agar bahan ajar yang dikembangkan dalam buku teks dapat digunakan sesuai dengan skenario penyusun.
commit to user 201 283