UNIVERSITAS INDONESIA
PENGELOLAAN RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PROVINSI DKI JAKARTA
SKRIPSI
GABRIELA DIANDRA LARASATI 0706287385
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK JANUARI 2012
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGELOLAAN RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PROVINSI DKI JAKARTA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi dalam bidang Ilmu Administrasi Fiskal
GABRIELA DIANDRA LARASATI 0706287385
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK JANUARI 2012
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Gabriela Diandra Larasati
NPM
: 0706287385
Tandatangan :
…………………………….. Tanggal
: 5 Januari 2012
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: Gabriela Diandra Larasati : 0706287385 : Ilmu Administrasi Fiskal : Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi pada Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
: Umanto Eko Prasetyo, S.Sos, M.Si (…………………….)
Sekretaris Sidang
: Wisamodro Jati, S.Sos, M.Int.Tax (…………………….)
Pembimbing
: Achmad Lutfi, S.Sos, M.Si
(…………………….)
Penguji Ahli
: Dra. Inayati, M.Si
(…………………….)
Ditetapkan di Tanggal
: Depok : 5 Januari 2012
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas segala berkat dan karunia yang tak henti-hentinya diberikan dalam setiap langkah yang penulis tempuh dalam penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Administrasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia; 2. Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc., selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI; 3. Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si., selaku Ketua Program Sarjana Reguler Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia; 4. Dra. Inayati, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI; 5. Achmad Lutfi, S.Sos., M.Si., selaku pembimbing penulis yang telah memberikan masukan, saran, dan literatur-literatur yang berguna bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini; 6. Segenap Dosen Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, khususnya Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal yang telah memberikan ilmunya kepada peneliti; 7. Terima kasih kepada seluruh karyawan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta, khususnya kepada Bapak Abdul Karim yang dengan tulus memperkenankan dan membimbing penulis untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini, serta kepada Bapak Risanto Hutapea, Bapak Jon Vendri, Bapak Darwin Ali, Ibu Muslaemah, Bapak Edward dan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
karyawan lain yang telah membantu dalam memberikan informasi disela kesibukannya; 8. Kedua orang tua penulis, terima kasih bapak dan ibu yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Tanpa doa dari bapak dan ibu, tidak mungkin penulis bisa meraih ini semua. Terima kasih bapak dan ibu. Semoga penulis dapat membanggakan bapak dan ibu kelak; 9. Kakak-kakak penulis, Mas Ardi, Mas Gita, dan Mbak Agnes, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Kalian akan selalu menjadi panutan penulis dalam meraih mimpi; 10. William Eiffel Mawengkang, atas dukungan yang diberikan kepada penulis, dalam doa maupun dorongan semangat serta teman berbagi rasa selama perjalanan skripsi ini; 11. Ayu, Ajeng, Chui, Desby, dan Niken, juga teman-teman selama kuliah. Terima kasih atas beberapa tahun bersama yang indah ini. Terima kasih atas canda dan tawa yang akan selalu menjadi kisah klasik untuk masa depan; 12. Desy, Nuri, Kak Vivi, Kak Ully, Kak Yus, Mbak Ika, Mbak Jog, temanteman kos Pondok Rafflessia yang selalu memberikan dukungan dan dorongan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini; 13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namun telah memberikan kontribusi yang berarti dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini penulis mohon maaf dan harap dimaklumi.
Depok, 27 Desember 2011
Peneliti
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
HALAMAN PERSYARATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama
: Gabriela Diandra Larasati
NPM
: 0706287385
Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal Departemen
: Ilmu Administrasi
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul “Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada
: 5 Januari 2012
Yang menyatakan
(Gabriela Diandra Larasati)
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
ABSTRAK
: Gabriela Diandra Larasati Nama Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal Judul : Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta Penelitian ini membahas pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis latar belakang pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan teori administrasi pendapatan daerah yang dikemukakan McMaster, serta menganalisis permasalahan yang timbul dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode pengumpulan data secara studi lapangan dan studi literatur dengan teknik analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilatarbelakangi oleh dorongan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam antisipasi bencana kebakaran dan kontribusi penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran bagi PAD Provinsi DKI Jakarta. Pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran Provinsi DKI Jakarta antara lain kurangnya kesadaran dari pemilik/pengelola gedung akan pentingnya proteksi kebakaran, kurangnya jumlah sumber daya manusia, sarana yang belum memadai, serta prosedur pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kata Kunci : Pengelolaan retribusi, Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Provinsi DKI Jakarta
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Gabriela Diandra Larasati : Fiscal Administration : Management of Fire Protection’s Inspection Charge As A Part of DKI Jakarta’s Province Local Own Revenue
The focus of this study is to analyze the management of fire protection’s inspection charge in DKI Jakarta Province. Recently, fire disaster is becoming one of urban’s serious problem. This is related with rapid increase of urban population. The synergy system between local government and population nearby is needed to overcome this problem and upgrade fire protection’s inspection service that could be financed from fire protection’s inspection charge. The purpose of this study are to analyze the background of fire protection’s inspection charge, the management of fire protection’s inspection in DKI Jakarta Province based on theory of local tax and charge management by Mc.Master, and also analyze set of problems on fire protection’s inspection charge management. The research’s approach is the quantitative approach, the method data’s collection is field research and literature research, the analyze data is qualitative. The result of this study suggest that there are two arguments of fire protection’s inspection charge. First, providing an encouragement to residents to anticipate fire disaster and second, the need for contributions to DKI Jakarta’s province local own revenue. The management system is not accordance with enforce government rule. The problems on fire protection’s inspection charge are careless of fire protection system, lack of human resources, limited amount of facilities, and also different procedure of payment which is not accordance with government rule.
Keyword
: charge management, fire protection’s inspection charge, DKI Jakarta Province
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................ii LEMBAR PENGESAHAAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ............................................................................................iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...............................vi ABSTRAK .............................................................................................................vii DAFTAR ISI ...........................................................................................................ix DAFTAR TABEL ..................................................................................................xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 1.2. Permasalahan ..................................................................................... 11 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 12 1.4. Signifikansi Penelitian ....................................................................... 12 1.5. Sistematika Penulisan ........................................................................ 13 BAB 2 KERANGKA TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 15 2.2. Kerangka Teori .................................................................................. 21 2.2.1. Retribusi .................................................................................. 21 2.2.2. Retribusi Jasa Umum .............................................................. 26 2.2.3. Pelayanan Retribusi ................................................................ 29 2.2.4. Administrasi Pendapatan Asli Daerah .................................... 30 2.3. Operasionalisasi Konsep .................................................................... 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 38 3.2. Jenis Penelitian .................................................................................. 38 3.2.1 Berdasarkan Tujuan Penelitian ............................................... 39 3.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian ............................................. 39 3.2.3 Jenis Penelitian Berdasarkan Dimensi Waktu ........................ 40 3.2.4 Jenis Penelitian Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data ....... 40 3.3 Teknik Analisis Data ......................................................................... 41 3.4 Narasumber ........................................................................................ 41 3.5 Penetuan Site Penelitian ..................................................................... 43 3.6 Proses Penelitian ................................................................................ 43 3.7 Keterbatasan Penelitian...................................................................... 44 3.8 Batasan Penelitian .............................................................................. 44
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB 4 GAMBARAN UMUM DINAS PEMADAM KEBAKARAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI DKI JAKARTA, BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA, DAN KETENTUAN UMUM RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DI PROVINSI DKI JAKARTA 4.1 Gambaran Umum Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta ........................................ 45 4.2 Gambaran Umum Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta ......................................................................... 50 4.3 Ketentuan Umum Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta .................................................................... 53 4.3.1 Subjek dan Objek Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran ................................................................................ 54 4.3.2 Penetapan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran . 56 4.3.3 Mekanisme Pemungutan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran ............................................................... 59 BAB 5 ANALISIS PENGELOLAAN RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PROVINSI DKI JAKARTA 5.1. Latar Belakang Pemungutan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta ................................................... 62 5.1.1. Dorongan Terhadap Upaya Peningkatan Kesiapan Masyarakat Dalam Antisipasi Bencana Kebakaran ................ 63 5.1.2. Kontribusi Penerimaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta ............................................................... 69 5.2. Analisis Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta ...................................................... 73 5.2.1 Analisis Dimensi Identifikasi (Identification) .......................... 73 5.2.2 Analisis Dimensi Penetapan (Assessment) ............................... 86 5.2.3 Analisis Dimensi Pemungutan (Collection) ............................ 97 5.3. Kendala-Kendala Dalam Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta ................................ 115 5.3.1 Kurangnya Kesadaran Dari Pemilik Atau Pengelola Bangunan Gedung Akan Pentingnya Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung ......................................................... 115 5.3.2 Kurangnya Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Yang Melaksanakan Tugas Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran .............................................................................. 118 5.3.3 Sarana Untuk Melakukan Pengujian Mutu Komponen Pada Peralatan Proteksi Aktif dan Pasif Belum Memadai .............. 120 5.3.4 Tidak Terdapat Ketentuan Yang Mengatur Mengenai Pemungutan Retribusi Atas Pemeriksaan Sewaktu-waktu .... 123 5.3.5 Prosedur Pembayaran Retribusi Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Yang Berlaku ........................................................ 126
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
5.3.6 Kendala Teknis Berupa Penentuan Waktu Pemberian Layanan Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran ................. 129 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan .......................................................................................... 132 6.2. Saran ................................................................................................ 133 DAFTAR REFERENSI DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta ............................................... 2 Tabel 1.2 Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta Periode 2006-2010 ................................................................................ 3 Tabel 1.3 Data Kebakaran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2006-2010 .................... 5 Tabel 1.4 Potret Kondisi Keselamatan Kebakaran Bangunan Tinggi di DKI Jakarta Periode 30 Juni 2011 ................................................................ 7 Tabel 1.5 Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta Periode 2006-2010 .......... 8 Tabel 2.1 Perbandingan Antarpenelitian ............................................................. 19 Tabel 2.2 Operasionalisasi Konsep ..................................................................... 37 Tabel 4.1 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran ........................................................................................... 57 Tabel 5.1 Data Penyebab Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta Periode 2006-2010 ........................................................................................... 63 Tabel 5.2 Kontribusi Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Terhadap Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta............................... 72 Tabel 5.3 Persentase Gedung Kurang Terawat di Provinsi DKI Jakarta Periode 30 Juni 2011 ......................................................................... 116
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta ......................................... 49 Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta......................................................................... 52 Gambar 5.1 Prosedur Pembayaran Retribusi Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Berlaku ............................................................................................ 127
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13
Lampiran 14 Lampiran 15
Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18
Pedoman Wawancara Wawancara dengan Bapak Pramuji Wawancara dengan Bapak Risanto Hutapea Wawancara dengan Bapak Jon Vendri Wawancara dengan Bapak Darwin Ali Wawancara dengan Ibu Muslaemah Angryana Wawancara dengan Bapak Edward Wawancara dengan Bapak Devi Wawancara dengan Bapak Dicky Wawancara dengan Bapak Dr. Machfud Sidik Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran Contoh Sertifikat Keselamatan Kebakaran Contoh Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Sewaktu-waktu Oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta Contoh Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkala Oleh Pengelola Bangunan Gedung kepada Pengguna Bangunan Gedung Contoh Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) Contoh Surat Tagihan Retribusi
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan pola hubungan yang terjadi antara pusat dan daerah sejak diberlakukannya otonomi daerah memberikan implikasi yang cukup siginifikan, antara lain dalam pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh daerah otonom akibat dijalankannya desentralisasi fiskal. Kebijakan desentralisasi fiskal tersebut membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD). Dalam rangka memaksimalkan pendapatan asli daerah ini, pemerintah daerah berupaya keras untuk mencari sumber-sumber pendapatan yang potensial seraya mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang telah dipungut selama ini. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah daerah adalah memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah (Lutfi, 2006, p.1). DKI Jakarta sebagai ibukota negara serta pusat pemerintahan Indonesia merupakan salah satu daerah yang tentunya mempunyai potensi besar dalam meningkatkan PAD. Sejalan dengan fungsi DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan, timbul konsekuensi yang menjadikan DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan, jasa, kegiatan sosial, dan budaya dengan berbagai sarana terbaik di Indonesia. Hal ini menyebabkan tingginya laju pertumbuhan penduduk karena banyaknya migran masuk dari daerah lain, sedangkan penduduk yang keluar DKI Jakarta relatif lebih sedikit. Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan tabel jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta berdasarkan hasil sensus penduduk (www.bappedajakarta.go.id).
Universitas Indonesia
1 Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta Uraian Satuan Jumlah Penduduk Jiwa Laki-Laki Jiwa Perempuan Jiwa Pertumbuhan Penduduk % Kepadatan penduduk Jiwa/Km2 Sex Ratio % Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta 2010
SP2000 8.347,08 4.223,12 4.123,96 0,14 12.603 102,00
SP2010 9.588,20 4.859,27 4.728,93 1,40 14.476 103,00
Berdasarkan tabel 1.1 jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 adalah sebanyak 9.588,2 ribu jiwa, terdiri dari laki-laki 4.859,27 ribu orang dan perempuan 4.728,93 ribu orang. Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta tahun 2000-2010 adalah 1,40 persen. Angka ini meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan laju pertumbuhan penduduk 1990/2000 yang hanya 0,14 persen. Tingginya laju pertumbuhan penduduk ini berpengaruh terhadap kondisi perekonomian DKI Jakarta. Perkembangan kota Jakarta sebagai kota jasa mulai bangkit sejalan dengan mulai membaiknya perekonomian setelah terjadinya krisis ekonomi. Berbagai pembangunan kembali dilaksanakan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota jasa yang sejajar dengan kota-kota besar negara maju. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, pada tahun 2010, hampir seluruh sektor perekonomian di DKI Jakarta mengalami pertumbuhan lebih cepat dari yang dicapai pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta mencapai 6,51 persen. Salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan paling pesat adalah sektor jasa. Hal ini menuntut berbagai kebutuhan sarana dan prasarana bagi kota Jakarta (www.bappedajakarta.go.id). Pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta. Pada kenyataannya, realisasi penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta selalu meningkat dari tahun ke tahun. Seperti yang terlihat pada tabel 1.2 (di halaman 3), dalam periode tahun 20062010, pencapaian penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan setiap tahunnya. Salah satu komponen yang berkontribusi dalam PAD tersebut
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
3
adalah retribusi daerah Provinsi DKI Jakarta. Besarnya kontribusi retribusi daerah terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta ditunjukkan dalam tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta Periode 2006-2010 Tahun
Realisasi Retribusi Daerah
Realisasi PAD Provinsi DKI Jakarta
444.246.390.913,00 8.457.213.596.714,81 2006 668.364.475.079,64 9.151.619.370.912,39 2007 395.639.557.901,00 19.221.763.281.794,00 2008 418.930.556.650,50 19.264.780.560.785,00 2009 441.174.739.145,00 23.025.061.717.516,00 2010 Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta (sudah diolah peneliti)
Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta (%) 5,25 7,30 2,06 2,17 1,92
Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa retribusi daerah memberikan kontribusi secara nyata terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta. Dalam periode tahun 2006-2010, besarnya kontribusi retribusi daerah terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta mengalami fluktuasi dan mencapai tingkat persentase tertinggi pada tahun 2007 yaitu sebesar 7,30%. Akan tetapi, pada tahun-tahun berikutnya tampak terjadi penurunan kontribusi sampai dengan persentase sebesar 1,92% di tahun 2010. Meningkatnya realisasi penerimaan retribusi daerah yang berdampak pada peningkatan kontribusi yang terjadi selama tahun 2006 sampai dengan 2007 menunjukkan upaya pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang sangat baik dalam penggalian potensi PAD yang berasal dari retribusi daerah. Realisasi penerimaan retribusi daerah pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 memang tetap mengalami peningkatan, tetapi kontribusinya terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta tampak menurun dan ini dapat memunculkan indikasi melemahnya peran retribusi daerah terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta. Penurunan kontribusi tersebut sewajarnya tidak menjadikan retribusi daerah menjadi komponen PAD yang dapat dikesampingkan, sebaliknya perlu upaya yang lebih giat lagi untuk menggali potensi retribusi daerah tersebut dalam rangka pengoptimalan penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta. Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di DKI Jakarta selain membawa pengaruh positif berupa meningkatnya kemakmuran masyarakat, akan tetapi juga menimbulkan permasalahan tersendiri yang salah satunya adalah Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
4
munculnya pemukiman padat seiring dengan perjalanan waktu. Seorang ahli arsitektur lanskap, Nirwono Joga, menyatakan bahwa kota Jakarta tidak lepas dari berbagai macam bencana, yaitu banjir, kemacetan, kekeringan, dan kebakaran. Penduduk terus bertambah, sementara daya ekonomi tidak mendukung; pemukiman kumuh pun muncul. Ditambah dengan keterbatasan ekonomi dan pendidikan menyebabkan penghuni permukiman padat hanya terfokus pada upaya menyambung hidup tanpa mempedulikan keamanan, termasuk dari bahaya kebakaran (www.bisniskeuangan.kompas.com). Pernyataan ahli arsitektur lanskap tersebut memperlihatkan bahwa kondisi Jakarta
sebagai pusat perekonomian
yang tanpa pengawasan dalam beberapa puluh tahun terakhir menimbulkan permasalahan tersendiri, salah satunya adalah bahaya kebakaran yang sering terjadi di lingkungan permukiman penduduk yang padat. Di lain pihak, kondisi lahan yang semakin terbatas menyebabkan pembangunan mengarah ke atas, sehingga muncul bangunan-bangunan pencakar langit dengan berbagai arsitekturnya. Bangunan pencakar langit dengan berbagai macam fungsi dan aktifitas tidak akan mempunyai kualitas yang baik jika mengabaikan segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi penghuni, pengguna, serta pengunjung. Keselamatan penghuni dari berbagai ancaman bahaya harus menjadi perhatian, salah satunya adalah bahaya kebakaran. Bahaya kebakaran merupakan bahaya yang tidak dapat diduga kapan akan datang. Aktifitas-aktifitas penghuni bangunan dan berbagai peralatan yang digunakan dapat menjadi penyebab kebakaran. Bangunan perlu dilengkapi proteksi kebakaran, sarana penanggulangan kebakaran, dan fasilitas penyelamatan jiwa. Fasilitas tersebut tidak hanya harus disiapkan, tetapi juga perlu diperhatikan persyaratan teknis dan standar mutu serta perawatannya. Sarana tersebut apabila tidak dirawat dapat tidak berfungsi sama sekali apabila terjadi kebakaran. Berdasarkan fakta yang ada, kasus kebakaran di wilayah DKI Jakarta terbilang cukup tinggi dan menjadi salah satu ancaman serius bagi warga (www.bataviase.co.id). Hal ini seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta, Paimin Napitipulu,
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
5
"Jumlah kasus kebakaran di Jakarta cenderung meningkat tahun 2009 ini dibandingkan tahun 2008 yang cenderung menurun dibandingkan tahun 2007 dengan 855 kasus” (www.gatra.com). Untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai angka kasus kejadian kebakaran di DKI Jakarta berikut disajikan tabel Data Kebakaran Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006 sampai dengan 2010. Tabel 1.3 Data Kebakaran Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006 – 2010 Thn
Frek.
Wilayah Objek Bencana JU JB JS JT BP BU BI KD LN 2006 902 166 209 211 195 394 202 27 61 218 2007 855 178 193 171 184 380 201 30 82 162 2008 818 150 193 204 161 366 175 27 55 196 2009 843 137 214 206 166 368 181 34 58 202 2010 708 95 173 172 163 348 161 24 55 120 Keterangan : JP : Jakarta Pusat BP : Bangunan Perumahan JU : Jakarta Utara BU : Bangunan Umum JB : Jakarta Barat BI : Bangunan Industri JS : Jakarta Selatan KD : Kendaraan JT : Jakarta Timur LN : Lain – lain Sumber: Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta JP 121 129 110 120 105
Tabel di atas menunjukkan frekuensi kasus kebakaran yang terjadi di DKI Jakarta selama periode tahun 2006 sampai tahun 2010. Berdasarkan tabel tersebut, kasus kebakaran seringkali terjadi wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Frekuensi bencana kebakaran paling banyak terjadi pada bangunan perumahan, sedangkan bangunan umum menempati posisi kedua tertinggi. Meskipun frekuensi kasus kebakaran secara keseluruhan mengalami penurunan setiap tahunnya, akan tetapi secara kuantitas jumlah bangunan gedung yang menjadi objek bencana tidaklah sedikit sehingga perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah terkait upaya penanggulangan bencana kebakaran di wilayah DKI Jakarta. Aspek pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung adalah sangat vital, mengingat bangunan gedung harus memiliki suatu sistem yang kompleks dalam pengamanan terhadap kebakaran. Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran yang menggantikan Perda No. 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) DKI Jakarta Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
6
diberikan kewenangan untuk melakukan kontrol proteksi kebakaran berupa pengontrolan pada bangunan gedung menengah (memiliki luas area 5000 meter) dan bangunan tinggi (www.kebakaran.jakarta.go.id). Untuk melihat sejauh mana Dinas Pemadam Kebakaran melakukan kontrol proteksi pada bangunan-bangunan menengah dan tinggi di DKI Jakarta, (di tabel 1.5 pada halaman 7) disajikan data potret keselamatan kebakaran bangunan tinggi di DKI Jakarta. Tabel 1.5 tersebut menunjukkan kondisi keselamatan kebakaran pada gedung-gedung tinggi di DKI Jakarta. Dari hasil pemeriksaan gedung-gedung tinggi yang dilakukan oleh Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta menunjukkan bangunan-bangunan gedung, baik milik pemerintah maupun swasta, memiliki potensi menimbulkan bencana kebakaran. Potensi tersebut diperkuat dengan persentase jumlah bangunan kurang terawat terhadap total bangunan yang mencapai kisaran 20% mengindikasikan lemahnya kepedulian pengelola gedung terhadap keselamatan gedung yang dimilikinya. Hal ini seperti pernyataan yang disampaikan oleh Drs. H. Martono selaku Kepala Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta tahun 2007 “Berdasarkan pantauan kami, bangunan gedung yang ada di Jakarta sebenarnya sudah dilengkapi sarana proteksi kebakaran. Cuma, kadang mereka lalai me-maintance (merawat) perangkat proteksi kebakaran tersebut. Biasanya, kurang pedulinya pihak pengelola gedung untuk merawat instalasi kebakaran yang umumnya kurang memahami fungsi alat-alat pencegah kebakaran”(www.jakartafire.com). Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa sejauh ini, kesadaran para pengelola gedung di DKI Jakarta cenderung sebatas memiliki serta menyediakan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung yang mereka miliki, sedangkan terkait pemeliharaan serta kontol fungsi alat-alat proteksinya masih lemah. Tanggung jawab atas keamanan dan keselamatan bangunan serta penghuninya sewajarnya diemban oleh pemilik, pengelola, maupun penghuni bangunan gedung tersebut. Berawal dari kesadaran akan pentingnya upaya pencegahan terhadap ancaman bencana kebakaran, diperlukan suatu koordinasi yang baik antara pihak pengelola gedung dengan Dinas Pemadam Kebakaran (DPK). Koordinasi ini penting dilakukan mengingat Dinas Pemadam Kebakaran
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
7
(DPK) sebagai satu-satunya instansi yang menjadi ujung tombak dalam penanganan masalah bencana kebakaran. Tabel 1.4 Potret Kondisi Keselamatan Kebakaran Bangunan Tinggi Di DKI Jakarta Periode 30 Juni 2011 Uraian Angka 100 Total Gedung Pemerintahan Sertifikat Gedung Existing 29 Sertifikat Gedung Baru 29 Kurang Terawat 42 Kurang Terawat Terhadap Total Bangunan 645 Total Gedung Swasta Sertifikat Gedung Existing 360 Sertifikat Gedung Baru 177 Kurang terawat 108 Kurang Terawat Terhadap Total Bangunan 745 Total Bangunan Tinggi 595 Total Gedung Bersertifikat 150 Total Gedung Kurang Terawat 1260 Total Jumlah Bangunan Menengah dan Tinggi Total Bangunan Tinggi 745 Total Bangunan Menengah 515 Sumber: Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta
% 13,42 29,00 29,00 42,00 5,64 86,58 55,81 27,44 16,74 14,50 79,87 20,13 59 41
Sesuai dengan misi Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta yang memberikan pelayanan prima dalam bidang pencegahan, pemadaman, dan penyelamatan, dibuatlah program-program khusus terkait masalah pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran, yang salah satunya berupa pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Pemeriksaan dan pengawasan pada bangunan dilakukan terhadap proteksi kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, akses kendaraan dan petugas pemadam termasuk manajemen sistem pemadam kebakaran. Kelengkapan sarana tersebut merupakan satu keharusan dan persyaratan bagi bangunan bertingkat, untuk melindungi jiwa dan harta benda dari kemungkinan terjadinya kebakaran. Upaya pencegahan bencana kebakaran melalui pemeriksaan alat pemadam kebakaran juga diharapkan dapat menekan angka kasus kebakaran pada bangunan-bangunan gedung di DKI Jakarta. Atas layanan pemeriksaan ini dikenakan retribusi seperti yang tertuang dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
8
Daerah (PDRD) dalam pasalnya yang ke 110, dengan nama Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran yang termasuk dalam kategori Retribusi Jasa Umum. Pengenaan retribusi ini terkait dengan layanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Pemadam Kebakaran (DPK), kepada masyarakat atau pemilik/ pengelola gedung. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dipungut apabila terdapat bangunan gedung, baik baru maupun lama, yang harus diberikan layanan pemeriksaan karena memiliki potensi menimbulkan bencana kebakaran. Terhadap bangunan baru, pemeriksaan sistem proteksi kebakaran ini wajib dilakukan karena sebelum gedung dapat digunakan, gedung tersebut harus mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). SLF tersebut diberikan setelah dilakukan pengkajian teknis terhadap pemenuhan persyaratan teknis bangunan yang salah satunya adalah persyaratan kelengkapan sarana proteksi penanggulangan bencana kebakaran. Mengingat pelayanan pemeriksaan terhadap sistem proteksi kebakaran sangat penting dan wajib dilakukan, maka adanya retribusi ini tidak dipungkiri memberikan kontribusi sebagai sumber pendapatan yang memiliki potensi bagi PAD Provinsi DKI Jakarta. Berikut disajikan tabel Penerimaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2006 sampai dengan 2010. Tabel 1.5 Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta Periode 2006-2010 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Realisasi Tahun Target Penerimaan Target Perubahan 2006 830.200.000 973.200.000 978.867.843 2007 1.195.850.000 1.204.898.933 2008 1.295.350.000 1.293.283.703 2009 1.395.850.000 561.539.456 2010 1.000.000.000 554.846.735 Sumber: Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta
% 100,58 100,76 99,84 40,23 55,48
Dari tabel 1.6 tampak bahwa realisasi penerimaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran DKI Jakarta mengalami fluktuasi sepanjang periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Sampai dengan tahun 2007, realisasi penerimaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran DKI Jakarta mampu mencapai Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
9
target yang telah ditetapkan dengan persentase yang memuaskan yaitu sebesar 100,58% pada tahun 2006 dan sebesar 100,76% pada tahun 2007. Akan tetapi di tahun 2008 terjadi penurunan penerimaan dimana realisasi retribusi ini hanya mencapai 99,84% dari target yang telah ditetapkan. Realisasi penerimaan yang paling rendah terjadi pada tahun 2009 dimana pencapaian retribusi hanya 40,23% dari target yang telah ditetapkan. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan ke dinas terkait, penurunan realisasi penerimaan retribusi yang cukup drastis mulai dari tahun 2008 tersebut disebabkan oleh dihapuskannya unsur pemeriksaan berkala dalam pelayanan yang diberikan. Di samping itu, diungkapkan oleh Bapak Abdul Karim selaku Kepala Bagian Partisipasi Masyarakat Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, “pemungutan retribusi ini masih belum efektif. Lemahnya kontrol dari pemerintah, khususnya dari pihak Dinas Pemadam Kebakaran sendiri dalam rangka pemungutan retribusi ini memperlihatkan bahwa pengelolaannya masih belum baik” (wawancara, 15 Juli 2011). Pernyataan tersebut memperlihatkan terdapat indikasi lemahnya pengelolaan terhadap retribusi ini yang menyebabkan penerimaannya menjadi tidak efektif. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta memang telah berupaya dengan maksimal dalam rangka penanggulangan bencana kebakaran. Namun demikian, terdapat beberapa kondisi yang kemungkinan menghambat kinerja Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya. Kendala-kendala tersebut antara lain kurangnya sumber daya manusia, anggaran, dan kesadaran masyarakat
seperti
yang
disampaikan
oleh
Kepala
Badan
Koordinasi
Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta Arfan Akilie berikut ini, “dinas pemadam kebakaran seharusnya memiliki kekuatan 7.000 personel, tetapi saat ini hanya memiliki 3.400 personel. Alat-alat penunjang, seperti hidran, juga banyak yang mati atau rusak” (www. nasional.kompas.com). Fakta lain menyebutkan bahwa Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (PB) DKI Jakarta hanya memiliki 11 unit mobil tangga dan enam mobil penyelamat (www.nasional.jurnas.com). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingginya kasus kebakaran tampaknya tidak diimbangi jumlah armada yang memadai. Data dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
10
DKI Jakarta pun mencatat bahwa saat ini pos kebakaran yang ada hanya berjumlah 96 unit dari idealnya pos kebakaran di Jakarta mencapai 318 unit, mobil tangga untuk proses pemadaman sumber kebakaran dan penyelamatan korban saat ini hanya 11 unit dari kebutuhan ideal 44 unit, begitu pula dengan mobil rescue sebanyak 6 unit dari 47 unit yang diidealkan. Data ini semakin panjang saat ditambah dengan motor pompa yang hanya berjumlah 137 unit dari 534 mobil yang dibutuhkan, kemudian mobil water supply sebanyak 5 unit dari kebutuhan ideal 44 unit yang artinya DKI saat ini kekurangan 38 unit mobil water supply (www.nasional.jurnas.com). Di samping kendala kurangnya jumlah armada yang ada, masalah yang dihadapi oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta adalah kenyataan bahwa tidak seluruh hidran di Jakarta dalam kondisi siap pakai. Dari 1.425 hidran yang ada, 665 hidran diantaranya dalam kondisi rusak. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta, Paimin Napitupulu mengatakan, “masalah keterbatasan dana menghambat proses tersebut. Setidaknya dinas Damkar membutuhkan anggaran sekitar Rp 8 juta hingga Rp 12 juta untuk memperbaiki satu hidran. Dengan begitu, setidaknya perlu Rp 7,98 miliar untuk memperbaiki seluruhnya. Sayangnya, tahun ini untuk perbaikan hidran tidak dianggarkan. Alokasi anggaran akan dibahas di APBD Perubahan 2011” (www.nasional.jurnas.com). Berbagai permasalahan yang timbul dalam lingkup Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta tersebut tentunya membutuhkan solusi yang tepat. Masalah-masalah pokok mulai dari kurangnya sumber daya manusia, armada, serta sarana dan prasarana yang terjadi tampaknya berujung kepada masalah anggaran yang belum memadai. Disinilah perlu suatu upaya yang komprehensif baik dari Pemda DKI Jakarta maupun dinas terkait agar dana APBD mampu digunakan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional dalam rangka penanggulangan bencana kebakaran di DKI Jakarta. Dalam konteks inilah kontribusi dari Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran menjadi penting mengingat retribusi ini sebagai salah satu instrumen yang menjadi pemasukan bagi PAD DKI Jakarta. Meskipun retribusi ini tidak dapat memberikan efek secara langsung bagi pembiayaan operasional dinas, akan tetapi hasil dari pemungutan retribusi ini yang merupakan salah satu komponen dalam PAD DKI Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
11
Jakarta diharapkan akan memberikan dampak yang positif bagi APBD agar mampu memenuhi kebutuhan anggaran Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta. Peran penting pemungutan retribusi ini melandasi peneliti untuk melakukan penelitian yang bertema “Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta”. Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui latar belakang, pengelolaan dan kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran.
1.2 Permasalahan Pencegahan kebakaran merupakan hal yang penting, karena mencegah lebih baik daripada menanggulangi. Pencegahan bencana kebakaran sewajarnya menjadi perhatian serius bukan hanya dari pihak pemerintah, akan tetapi juga dari masyarakat yang mendiami suatu daerah. DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian berkembang menjadi sebuah kota yang sangat padat penduduk dengan arsitektur kota yang tidak terkontrol sehingga menimbulkan permasalahan tersendiri yang salah satunya adalah masalah bahaya kebakaran. Berdasarkan fakta yang ada, angka kasus kebakaran di DKI Jakarta terbilang cukup tinggi. Hal ini tentu saja menjadi fenomena yang memprihatinkan. Oleh sebab itu, pemerintah daerah DKI melalui Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta melaksanakan berbagai upaya yang bertujuan menekan angka kasus kebakaran di DKI Jakarta. Salah satu upaya yang menjadi isu utama saat ini karena merupakan upaya dini yang paling mendasar dalam pencegahan bencana kebakaran adalah pemeriksaan alat proteksi kebakaran, khususnya pada bangunan gedung yang ada di DKI Jakarta. Pemeriksaan dilakukan sebagai salah satu bentuk layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Atas layanan pemeriksaan ini, sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam UU PDRD Pasal 110, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran. Retribusi ini sebagai salah satu sumber pemasukan PAD DKI Jakarta yang diharapkan
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
12
memberikan kontribusi positif bagi perbaikan di segala aspek, khususnya dalam lingkup Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta. Oleh karenanya, pengelolaan retribusi ini menjadi salah satu hal yang patut diperhatikan agar mampu memberikan hasil yang baik. Berdasarkan fakta yang ada, realisasi penerimaan retribusi ini lambat laun semakin jauh dari target yang telah ditetapkan. Mengacu pada hal tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apa yang melatarbelakangi pemungutan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta? 2. Bagaimana pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta? 3. Kendala apa yang dihadapi oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di DKI Jakarta?
1.3 Tujuan Penulisan Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian skripsi ini adalah: 1. Untuk menganalisis latar belakang pemungutan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. 2. Untuk menganalisis pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. 3. Untuk menganalisis kendala yang dihadapi oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta.
1.4 Signifikansi Penelitian Penulisan skripsi ini bermaksud memberikan signifikansi penelitian secara akademis, praktis, dan kebijakan.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
13
1.4.1 Signifikansi akademis Signifikansi Akademis berupaya memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi dunia akademik khususnya mengenai pemahaman tentang Retribusi Daerah, khususnya pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran yang masih sedikit pembahasannya. 1.4.2 Signifikansi Praktis Signifikansi Praktis berupaya memberikan gambaran tentang pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran kepada masyarakat pengguna layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran agar lebih paham lagi pentingnya pungutan retribusi ini. 1.4.3 Signifikansi Kebijakan Signifikansi kebijakan ini berupaya memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran sehingga dapat memberikan pelayanan secara maksimal serta dapat mencapai hasil pemungutan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran yang baik.
1.5 Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai isi dari skripsi, berikut ini adalah sistematika penulisan skripsi BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang penyusunan penelitian dan apa yang menjadi dasar pemilihan tema pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran DKI Jakarta. Pada bab ini disampaikan juga pertanyaan penelitian yang mewakili apa yang hendak dibahas pada penelitian ini, tujuan dan signifikansi penelitian yang dilakukan oleh serta sistematika penulisan.
BAB 2 KERANGKA TEORI Bab ini berisi tentang penelitian-penelitian sebelumnya mengenai retribusi serta berbagai konsep yang dibangun secara sistematis agar relevan dengan tema penelitian dan menunjang penulisan skripsi ini.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
14
BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini membahasa metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yang meliputi pendekatan penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, proses penelitian, penentuan site penelitian, batasan penelitian dan keterbatasan penelitian. BAB 4 GAMBARAN UMUM DINAS PEMADAM KEBAKARAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI DKI JAKARTA, BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA, RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN Bab ini membahas mengenai gambaran umum Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta, serta menggambarkan ketentuan umum retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. BAB 5 ANALISIS PENGELOLAAN RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DKI JAKARTA Pada bab ini peneliti akan menguraikan dan menganalisis hasil temuan yang ada di lapangan. Bab ini akan membahas secara menyeluruh mengenai latar belakang pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta, serta permasalahan yang timbul dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri dari dua sub-bab yaitu simpulan yang merupakan hasil dari penelitian yang telah penelitian yang telah lakukan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB 2 KERANGKA TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran belum pernah dilakukan di Universitas Indonesia khususnya dalam program studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Sebelum penelitian ini dilakukan, beberapa acuan perlu digunakan untuk dijadikan pembanding dalam penulisan skripsi ini. Acuan-acuan tersebut diambil dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh berbagai pihak yang membahas mengenai retribusi seperti tema yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun hasil dari penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi tinjauan pustaka dalam penelitian ini, penulis paparkan di bawah ini. Penelitian pertama yaitu penelitian berupa tesis yang dilakukan oleh T. Harmawan (Program Pascasarjana UI, 1997) dengan judul Administrasi Penerimaan Retribusi Pasar (Studi Kasus Di Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara). Tesis tersebut mengangkat masalah tentang administrasi penerimaan retribusi pasar yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II. Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk memberi gambaran mengenai pelaksanaan administrasi penerimaan retribusi pasar di Daerah Tingkat II Aceh Utara serta mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan administrasi penerimaan retribusi pasar di daerah tingkat II. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualititatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, pengamatan langsung dan studi pustaka. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap administrasi penerimaan retribusi pasar yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Dati II Aceh Utara, yaitu aparat pelaksana, sistem, strategi, struktur organisasi, gaya kepemimpinan dan nilai-nilai bersama.
Universitas Indonesia
15 Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
16
Penelitian kedua yaitu penelitian berupa tesis yang dilakukan oleh Elly Kurniati (Program Pascasarjana UI, 2006) dengan judul Tinjauan Terhadap Retribusi Terminal Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bekasi. Tesis tersebut mengangkat masalah tentang realisasi penerimaan Retribusi Terminal di Kota Bekasi yang dari tahun ke tahun sangat kecil yang menyebabkan kontribusinya terhadap total penerimaan retribusi juga kecil. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi pelaksanaan Retribusi Terminal di Kota Bekasi, mengkaji kendala-kendala yang dihadapi dan mengetahui proyeksi penerimaan Retribusi Terminal di masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan studi pustaka atau literatur. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa kontribusi Retribusi Terminal terhadap penerimaan retribusi daerah saat ini masih relatif kecil, rata-rata sebesar 4,30% per tahunnya. Nilai elasisitas Retribusi Terminal lebih besar dari satu, dan nilai AER yang meningkat pada tahun berikutnya, maka Retribusi Terminal cukup potensial untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai salah satu sumber penerimaan bagi Pemerintah Kota Bekasi. Penelitian ketiga yaitu penelitian berupa tesis yang dilakukan oleh Samsir (Program Pascasarjana UI, 2005) dengan judul Retribusi Sampah di Kota Bengkulu. Tesis tersebut mengangkat masalah kebijakan penentuan tarif retribusi sampah di Kota Bengkulu. Tujuan dari penulisan tesis ini adalah melihat kembali kebijakan penetuan tarif retribusi sampah yang selama ini digunakan di Kota Bengkulu, melihat dampak pengenaan tarif tersebut terhadap aspek kecukupan, serta memberikan alternatif penentuan tarif retribusi sampah berdasarkan prinsipprinsip ekonomi. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa rendahnya tarif retribusi jasa pelayanan persampahan/kebersihan selama ini menyebabkan penerimaan retribusi jasa pelayanan persampahan/kebersihan pada pemerintah Kota Bengkulu juga rendah sehingga penyelenggaraan jasa pelayanan persampahan/kebersihan Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
17
belum dapat dilaksanakan dengan baik dan optimal sesuai dengan harapan masayarakat.
Penentuan
persampahan/kebersihan
besarnya Pemerintah
tarif Kota
retribusi
jasa
Bengkulu
pelayanan
khususnya
Dinas
Kebersihan, harus membedakan antara konsumen pengguna jasa pelayanan persampahan/kebersihan yang menghasilkan sampah lebih banyak dan yang lebih sedikit (benefit principles); dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi (ability to
pay)
wajib
retribusi
karena
sifat
dari
retribusi
jasa
pelayanan
persampahan/kebersihan merupakan jasa pelayanan publik yang artinya pengguna jasa tersebut dapat bersaing dan juga tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian. Penelitian keempat yaitu berupa skripsi yang dilakukan oleh Levi Amos Hasudungan Silalahi (Program Sarjana Reguler Ilmu Administrasi Fiskal UI, 2008) dengan judul Retribusi Terminal Baranangsiang Sebagai Komponen Pendapatan Daerah Kota Bogor (Suatu Studi Terhadap Retribusi Terminal Baranangsiang di Kota Bogor). Skripsi tersebut mengangkat masalah tentang pengelolaan pemungutan retribusi pada Terminal Baranangsiang di Kota Bogor. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mendapatkan suatu gambaran mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi di Terminal Barangnangsiang Kota Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan, wawancara mendalam, serta observasi (pengamatan langsung). Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh bahwa terdapat beberapa kendala terkait pemungutan retribusi di Terminal Baranangsiang Kota Bogor yaitu terbatasnya lahan terminal, rendahnya kesadaran wajib retribusi dalam melaksanakan kewajiban, serta sanksi administrasi dan sanksi pidana bagi wajib retribusi yang melanggar sulit ditegakkan sebab biaya yang ditanggung pemerintah lebih besar dari penerimaan retribusi. Penelitian kelima yaitu berupa skripsi yang dilakukan oleh Agus Dwi Yudha (Program Sarjana Reguler Ilmu Administrasi Fiskal UI, 2008) dengan judul Implementasi Pemungutan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Depok. Skripsi tersebut mengangkat masalah tentang pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang dilakukan oleh
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
18
Pemerintah Kota Depok. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mendapatkan suatu gambaran mengenai keadaan nyata di lapangan mengenai pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang ada di kota Depok. Metode penilitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan, studi kepustakaan, dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh bahwa implementasi pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kota Depok masih belum maksimal. Berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai retribusi daerah, penelitian yang dilakukan peneliti berjudul “Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di DKI Jakarta”. Fokus penelitian ini adalah pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di DKI Jakarta. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan teori manajemen PAD dari James McMaster dijadikan sebagai acuan mendasar. Dengan demikian pertanyaan penelitian dalam skripsi ini dapat diketahui serta memperjelas pemahaman mengenai manajemen PAD. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian sebelumnya disajikan dalam tabel 2.1 berikut ini.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
19
Tabel 2.1 Perbandingan Antarpenelitian
Peneliti
T. Harmawan
Elly Kurniati
Samsir
Tahun Judul
1997 Administrasi Penerimaan Retribusi Pasar (Studi Kasus Di Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara)
2005 Tinjauan Terhadap Retribusi Terminal Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bekasi
2006 Retribusi Sampah di Kota Bengkulu
Tujuan Penelitian
Untuk menggambarkan pelaksanaan administrasi penerimaan retribusi pasar di Daerah Tingkat II Aceh Utara
Untuk mengevaluasi pelaksanaan Retribusi Terminal di Kota Bekasi, mengkaji kendala yang dihadapi dan mengetahui proyeksi penerimaan Retribusi Terminal di masa yang akan datang
Untuk melihat kembali kebijakan penetuan tarif retribusi sampah yang selama ini digunakan di Kota Bengkulu, melihat dampak pengenaan tarif tersebut terhadap aspek kecukupan.
Levi Amos H. Silalahi 2008 Retribusi Terminal Baranangsiang Sebagai Komponen Pendapatan Daerah Kota Bogor (Suatu Studi Terhadap Retribusi Terminal Baranangsiang di Kota Bogor) Untuk menggambarkan mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi di Terminal Barangnangsiang Kota Bogor
Agus Dwi Yudha 2008 Implementasi Pemungutan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Depok Untuk mendapatkan suatu gambaran mengenai keadaan nyata di lapangan mengenai pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang ada di kota Depok
Gabriela Diandra Larasati 2011 Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di DKI Jakarta
Untuk menggambarkan dan menganalisis mengenai pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakarn di DKI Jakarta
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
20
Peneliti
T. Harmawan
Elly Kurniati
Samsir
Deskriptif
Deskriptif
Levi Amos Silalahi 2008 Deskriptif
Tahun Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Teknik Analisa Data Temuan
1997 Deskriptif
2005
2006
H.
Agus Dwi Yudha
Kualitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kualitatatif
Kualitatatif
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap administrasi penerimaan retribusi pasar yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Dati II Aceh Utara, yaitu aparat pelaksana, sistem, strategi, struktur organisasi, gaya kepemimpinan dan nilai-nilai bersama
Kontribusi Retribusi Terminal terhadap penerimaan retribusi daerah saat ini masih relatif kecil, rata-rata sebesar 4,30% per tahunnya. Nilai elasisitas Retribusi Terminal lebih besar dari satu, dan nilai AER yang meningkat pada tahun berikutnya, maka Retribusi Terminal cukup potensial untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai salah satu sumber penerimaan Bekasi.
Penentuan besarnya tarif retribusi jasa pelayanan persampahan/keber sihan Pemerintah Kota Bengkulu, harus membedakan konsumen pengguna jasa pelayanan yang menghasilkan sampah lebih banyak dan lebih sedikit (benefit principles); dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi (ability to pay) wajib retribusi.
Beberapa kendala terkait pemungutan retribusi di Terminal Baranangsiang Kota Bogor yaitu terbatasnya lahan terminal, rendahnya kesadaran wajib retribusi dalam melaksanakan kewajiban, serta sanksi administrasi dan sanksi pidana bagi wajib retribusi yang melanggar sulit ditegakkan.
Implemetasi pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kota Depok masih belum maksimal
2008 Deskriptif
Gabriela Diandra Larasati 2011 Deskriptif
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
21
2.2 Kerangka Teori 2.2.1 Retribusi Salah satu sumber penerimaan daerah adalah penerimaan yang berasal dari retribusi. Dalam literatur-literatur mengenai keuangan negara dan keuangan daerah, terdapat banyak ahli yang mengajukan definisi dan peristilahan yang pada akhirnya merujuk pada suatu konsep yang dikenal sebagai retribusi daerah (Lutfi, 2006, p.4). Satu hal yang sangat jelas dalam membahas masalah retribusi daerah adalah sulitnya kesamaan pandangan mengenai apa yang termasuk dalam cakupan pembahasan mengenai hal ini. Zorn (1991) menegaskan bahwa: One clear thing about user charges and fees is that there is a lack of agreement about what should be includes under rubric user charges and fees. (p.136) Lebih lanjut Zorn (1991) mengatakan bahwa terdapat tiga syarat penting yang harus dipenuhi sebelum retribusi dapat dikenakan atas suatu barang dan jasa: Three necessary condition must be satisfied before user charges can be employed to finance a good or service-benefit separability, chargeability, and voluntarism. First, there must be an identifiable set of individuals or firms, not the whole community, that directly benefits from provision of the good. Second, it must be possible to exclude individuals from consuming the goods if they do not pay. Third, individuals must have the right to choose whether to consume the good. (p. 143) Menurut Zorn, terdapat tiga syarat penting yang harus dipenuhi sebelum retribusi dikenakan untuk membiayai pengadaan barang dan jasa, yaitu pemisahan kenikmatan, dapat dikenakan pungutan, dan sukarela. Ketiga kondisi tersebut tidak terdapat dalam pure public goods tetapi terdapat di pure private goods. Dengan demikian, kelayakan pengenaan retribusi lebih sesuai terhadap private goods daripada public goods. Fisher (1996), seorang ahli keuangan negara dan daerah, juga memberikan definisi mengenai retribusi. User charges, prices charges by government for spesific services or privileges and used to pay for all or part of the cat provides those services. (p.174)
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
22
Berdasarkan definisi tersebut, retribusi merupakan harga yang dibebankan oleh pemerintah untuk suatu layanan yang harus dibayar seluruhnya atau sebagian oleh yang menggunakannya. Secara umum, retribusi diartikan sebagai pungutan yang dilakukan daerah karena adanya fasilitas atau pelayanan jasa yang nyata yang diberikan oleh pemerintah daerah (Mamesah, 1995, p.98). Ada beberapa alasan mengapa retribusi perlu diterapkan di daerah (Waluyo, 1999, p.3), yaitu: •
Adanya isu tentang perbedaan public goods dan private goods. Public goods dibiayai oleh pajak dari masyarakat, dan penggunaannya secara gratis.
Private
goods
dibiayai
oleh
retribusi
masyarakat
yang
menikmatinyalah yang harus membayar. Dalam menetapkan harga dari retribusi, banyak variable yang mempengaruhi, seperti alasan sosial ekonomi. •
Masalah efisiensi-ekonomi. Jika retribusi gratis, maka umur kegiatannya akan menurun bila dibandingkan bila ada charge. Karena charge itu digunakan untuk meningkatkan pelayanan dan juga mengontrol pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
•
Prinsip benefit. Mereka yang mendapat kenikmatan harus membayar.
•
Agar administrasinya mudah dikelola. Prinsip-prinsip dalam penerapan retribusi harus diperhatikan agar retribusi
dapat mencapai tujuannya untuk membiayai pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Empat prinsip umum yang dapat digunakan sebagai indikator dalam pengenaan retribusi menurut Davey (1988), sebagai berikut: 1) Kecukupan (adequacy) Retribusi terhadap pemakaian barang atau jasa perlu diterapkan untuk melakukan rasionalisasi permintaan dari konsumen. Tanpa adanya harga maka permintaan dan penawaran terhadap suatu barang tidak akan mencapai titik keseimbangan yang akibatnya tidak dapat menciptakan alokasi sumber daya yang efisien. Dengan diterapkannya retribusi maka setiap orang memiliki kebebasan untuk mengatur jumlah konsumsinya terhadap barang tersebut agar lebih sesuai dengan kebutuhannya dan kemampuannya untuk membayar.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
23
Dengan adanya retribusi, pemakaian terhadap suatu barang atau jasa dapat dikontrol sedemikian rupa sehingga produsen dapat mengetahui berapa banyak unit atau barang dan/ atau jasa yang harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maka produsen tidak perlu memproduksi suatu barang dan/ atau jasa secara berlebihan yang secara ekonomis merugikan. 2) Keadilan (equity) Kriteria kedua adalah keadilan. Penetapan harga layanan atau tarif retribusi, harus menerapkan prinsip keadilan. Pada prinsipnya beban pengeluaran pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaaan dan kesanggupan masing-masing golongan. Prinsip keadilan ini sejalan dengan salah satu prinsip yang dikemukakan oleh Mc.Master (1991) yaitu ability-to-pay principle: The second and equally valid criterion is known as the “ability-to-pay principle”. Charges based on this principle are related to the financial capacity of households are charged a lower rate per unit of service than higher income groups. (p.23) Penerapan tarif retribusi berdasarkan kemampuan dari wajib retribusi. Semakin rendah kemampuan membayar, maka semakin rendah tarif yang dikenakan dibanding dengan mereka yang memiliki kemampuan membayar lebih besar. 3) Kemudahan Administrasi (administrative feasibility) Secara teoritis retribusi mudah ditaksir dan dipungut, mudah ditaksir karena pertanggungjawaban didasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat diukur, mudah dipungut sebab penduduk hanya mendapatkan apa yang mereka bayar. Hal ini terkait dengan benefit principle pada retribusi yang dikemukakan oleh Mc.Master (1991): The first is the “benefit principle”. Under this principle, those who receive direct benefit from a service pay for it through a consumer charge related to their level of consumption of the service. (p.23) Retribusi dikenakan kepada individu dan/ atau kelompok yang menikmati manfaat barang atau jasa tersebut sesuai dengan pemakaian. Sebaliknya individu dan/ atau kelompok yang tidak menikmati manfaat dibebaskan dari kewajiban membayar.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
24
4) Kesepakatan Politis (political acceptibility) Retribusi daerah merupakan suatu produk politik yang harus diterima oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang akan menjadi wajib retribusi dengan kesadaran yang cukup tinggi, sehingga di dalamnya harus memuat kepastian hukum. Kepastian ini menjamin setiap orang untuk tidak ragu-ragu menjalankan kewajiban perpajakannya, karena segala sesuatunya sudah jelas. Pengenaan retribusi untuk pelayanan yang menurut masyarakat tidak relevan maupun keputusan kenaikan tarif dalam retribusi mengakibatkan keputusan politik tersebut tidak dapat diterima masyarakat. Dengan demikian diperlukan suatu kemampuan politis dalam menetapkan retribusi, struktur tarif, memutuskan siapa yang membayar dan bagaimana memungut retribusinya. Retribusi memiliki peran penting dalam isu penyediaan pelayanan publik, sehingga diperlukan pertimbangan atau analisa sistematis terkait barang dan/ atau jasa yang mungkin dikenakan retribusi. Menurut Zorn (1991) retribusi daerah dapat digolongkan kedalam tiga jenis sesuai dengan obyek retribusi atas pemberian jasa atau pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, yaitu: 1) Utility charges, yaitu biaya yang dibebankan kepada masyarakat yang menggunakan barang-barang publik tertentu yang disediakan pemerintah, yang bertujuan untuk membatasi penggunaan masyarakat akan konsumsi barang publik tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya kelangkaan. Contohnya adalah pengenaan biaya untuk listrik, air bersih, dan sebagainya. 2) User charges and fees, yaitu biaya yang dibebankan kepada masyarakat yang menikmati barang & jasa yang disediakan pemerintah yang tidak sepenuhnya dibebankan kepada pengguna, melainkan ada subsidi dari pemerintah. Contohnya adalah biaya pelaksanaan tera ulang, biaya yang dikenakan pada saat berobat di puskesmas, dan sebagainya. 3) Licence and permit fees, yaitu biaya yang dibebankan pemerintah menyangkut pemberian izin tertentu yang diberikan masyarakat, sehingga penerimaannya digunakan untuk mengurangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
25
Contohnya adalah pembebanan biaya pengujian kendaraan bermotor, izin mendirikan bangunan, dan sebagainya. Penggolongan kedalam tiga jenis sesuai dengan obyek retribusi atas pemberian jasa atau pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah bertujuan untuk menentukan jenis barang dan/ atau jasa apa saja yang sesuai untuk dikenakan pada masing-masing jenis retribusi serta besarnya biaya yang dikenakan atas pemberian pelayanan atau jasa tersebut. Dari definisi mengenai retribusi yang telah disebutkan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa retribusi memiliki beberapa karakteristik, sebagai berikut (Riwukaho, 1995, p.152): 1) Retribusi dipungut oleh negara Retribusi merupakan pungutan sah yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Dalam pemungutannya terdapat paksaan secara ekonomis Hal ini sebagaimana pernyataan Riwukaho dalam Noer Subchan (2003) bahwa retribusi daerah adalah pungutan oleh pemerintah sebagai pengganti (kerugian) atas pelayanan yang diberikan oleh Daerah kepada siapa saja yang membutuhkan pelayanan tersebut. Dengan demikian, terdapat suatu paksaan bagi pengguna jasa layanan untuk membayar retribusi sebagai bentuk penggantian yang setimpal atas pemberian jasa layanan oleh pemerintah daerah. 3) Ada kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk Hal ini berarti bahwa pungutan retribusi didasarkan pada suatu pelayanan yang nyata-nyata dapat dirasakan/ dinikmati secara langsung oleh masyarakat pengguna jasa layanan tersebut. 4) Retribusi dikenakan kepada setiap orang/ badan yang menggunakan/ mengenyam jasa-jasa yang disiapkan oleh negara. Retribusi dikenakan terhadap siapa saja yang telah mengenyam jasa dari pemerintah daerah. Dengan demikian, jika ingin memperoleh jasa atau memakai jasa yang disediakan oleh pemerintah barulah pemakai membayarnya. Selain itu, pungutan retribusi dapat dilakukan berulang kali
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
26
terhadap seseorang sepanjang ia berulang kali menikmati jasa yang disediakan itu (Subchan, 2003).
2.2.2 Retribusi Jasa Umum Jasa umum merupakan jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan masyarakat umum. Retribusi jasa umum merupakan retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan (Azhari, 2005, p.238). Sedangkan menurut Zorn (1991),
retribusi jasa umum merupakan
pembayaran yang dibayarkan secara sukarela atas layanan publik yang disediakan yang memberikan keuntungan bagi individu tertentu, tetapi menunjukkan karakteristik barang publik (public goods) atau terkait erat dengan barang publik (p.137). Barang publik adalah barang yang bila dikonsumsi oleh seseorang/ individu tidak akan mengurangi kesempatan bagi individu lainnya untuk mengkonsumsi barang tersebut. Barang publik memiliki dua sifat utama, yaitu non excludable dan non rivalry. Sifat non ecludable berarti bahwa penyediaan barang-barang tersebut tidak dapat dibatasi hanya kepada orang-orang tertentu yang bersedia membayar saja. Seseorang akan tetap dapat menikmati manfaat barang publik sekalipun ia tidak bersedia membayar sama sekali, dengan kenikmatan yang sama dengan orang yang bersedia membayar. Sifat non rivalry adalah bahwa manfaat barang publik tersebut dapat dinikmati oleh satu orang atau lebih pada saat yang bersamaan. Konsumsi barang tersebut oleh satu orang tidak akan mengurangi ketersediaannya bagi orang lain (Salomo dan Ikhsan, 2002, p.139). Dalam pembahasan mengenai barang publik, dikenal istilah merit goods. Merit goods adalah apabila kegiatan konsumsi atau produksi barang privat mengakibatkan eksternalitas (Musgrave, 1993, p.51). Lebih lanjut Zorn (1991) menegaskan:
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
27
In other words, it is possible to exclude individuals from the consumption of a merit good if they are not willing to pay for the good and the benefits associated with consumption of the good clearly can be linked to an individual or group of individuals. However, there are external benefits associated with the consumption of the good and thus there may be a rationale to subsidize its provision. (p.137) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa ada kemungkinan pengecualian bagi individu untuk membayar retribusi jasa umum jika tidak mengkonsumsi layanan dan tidak memperoleh manfaat dari barang tersebut. Retribusi jasa umum memiliki peran penting dalam isu penyediaan pelayanan publik. Retribusi merupakan metode yang efektif untuk mengurangi konsumsi langka akan sumber daya. Zorn (1991) menegaskan bahwa: … it focuses on distinctly public-sector activities that do not compel individuals to contribute. User charges and fees are payments for voluntarily purchased, publicly provided services that benefit spesific individuals, but exhibit public-good characteristic or are closely associated with public goods. (p.137) Dengan demikian, sifat dari retribusi yang tidak dapat memaksa setiap individu untuk berkontribusi serta yang merupakan suatu pembelian sukarela atas layanan publik yang diberikan oleh pemerintah terkait manfaat yang diterima secara individual, memungkinkan pemerintah sebagai pemberi jasa layanan umum mengenakan biaya layanan kepada individu yang menginginkan layanan tersebut. Kebijakan penetapan harga pada retribusi jasa umum berpangkal pada pengertian efisiensi ekonomi. Menurut Zorn (1991,p.137) penerapan harga pada retribusi jasa umum sama halnya dengan harga pasar, akan tetapi tidak sepenuhnya dibebankan melainkan terdapat subsidi dari pemerintah atas barang dan/atau pelayanan tersebut kepada individu tertentu atau merupakan pembayaran yang dibayarkan secara sukarela. Berikut pendapat Zorn (1991) mengenai hal tersebut: User charges and fees are public prices that are levied on publicly provided goods that possess public-good characteristics; they create direct or indirect external benefits that may argue for subsidization of the good to ensure efficient levels of provision. (p.137) Dari definisi tersebut terlihat bahwa retribusi jasa umum adalah public prices yang dikenakan pada karakteristik barang publik, yang menimbulkan manfaat Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
28
eksternal langsung maupun tidak langsung yang mendapatkan subsidi atas barang tersebut untuk memastikan tingkat efisiensinya. Lebih lanjut, Zorn (1991) mengungkapkan pendapatnya bahwa untuk penyediaan jasa umum, perlu dipertimbangkan mana jasa umum yang mempunyai karakteristik public-good dan mana jasa umum yang disediakan untuk private goods. For those publicly provided services that meet the criteria for pricing, the task is decided which truly are services that possess public-good characteristic and which are publicly provided private goods. If the latter is true, as is the case with municipal utilities, prices should be structured using the same guidelines private utilities use. (p. 150) Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa jika kondisi terakhir yang terjadi, maka seperti halnya layanan perkotaan, harga yang diterapkan haruslah disusun layaknya barang privat (private goods). Berdasarkan hal tersebut, Zorn mencoba membuat suatu rumusan dasar pertimbangan pungutan retribusi jasa umum oleh pemerintah daerah, yaitu: 1) diperlukan dasar pemikiran apakah pelayanan tersebut lebih tepat pembiayaannya melalui retribusi jasa umum atau melalui pajak; 2) mengembangkan pemikiran mendasar terkait pelayanan atas jasa tersebut yang dianggap layak untuk dikenakan retribusi; 3) data operasional, khususnya data biaya, harus dikumpulkan dalam serinci mungkin; 4) penentuan harus dibuat dari aturan harga terbaik untuk digunakan; 5) memperhatikan penerapan harga pasar – berapa harga yang dikenakan para pesaing, pengaruh kenaikan harga terhadap jumlah permintaan pelayanan; 6) memperhatikan pertimbangan efek ekuitas dalam penerapan harga; 7) perumusan dan implementasi dari retribusi dan biaya harus peka terhadap lingkungan politik. (p.150) Melalui pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua jenis pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan pemungutan retribusi jasa umum, akan tetapi hanya jenis pelayanan tertentu yang berdasarkan pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai obyek retribusi jasa umum. Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
29
2.2.3 Pelayanan Retribusi Dalam ruang lingkup yang luas, pelayanan mengandung makna sebagai aktivitas/ manfaat yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen (yang dilayani), yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki (Daviddow dan Uttal, 1989,p.19). Sementara itu yang disebut dengan konsumen adalah masyarakat yang mendapat manfaat aktivitas yang dilakukan oleh organisasi atau petugas tersebut. Definisi pelayanan juga diberikan oleh Kotler dalam sebagai berikut: A service is any act performance that one party can offer to another that is assentially intangible and does not result in the ownership of anything production or may not be tied to physical product. (Subchan, 2003) Kotler mendefinisikan pelayanan sebagai setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat tidak nyata dan tidak menghasilkan kepemilikkan apapun, dan tindakan tersebut dapat disertai barang nyata maupun berdiri sendiri. Pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu tugas yang diselenggarakan oleh administrasi negara (pemerintah). David Osborne (1996, p.192) dalam bukunya mengatakan bahwa pemerintah yang demokratis lahir untuk melayani masyarakatnya, oleh karena itulah tugas pemerintah adalah mencari cara untuk memberikan kenyamanan kepada warga/ pelanggannya. Dalam konteks retribusi daerah, pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat merupakan inti pokok dari dasar pemungutannya. Retribusi daerah diartikan sebagai suatu bentuk pungutan atas penggunaan layanan oleh masyarakat pengguna jasa yang diberikan pemerintah. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah tersebut akan berjalan dengan baik apabila pemerintah daerah mampu menetapkan tujuan organisasi yang memuaskan kebutuhan (David Osborne, 2000, p.169). Berdasarkan hal tersebut, definisi dari keberhasilan organisasi adalah menjaga standar pelayanan dan kepuasan pelanggan. Mutu standar pelayanan dan kepuasan tersebut dapat dijaga apabila telah memenuhi indikator - indikator sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
30
1. Pelanggan dipuaskan dengan produk atau jasa dari unit pelayanan; 2. Konsumen dari suatu unit pelayanan mempunyai kesempatan mengevaluasi pelayanan; 3. Pelayanan dan pemuasan kepada konsumen dalam unit pelayanan terus menerus dimonitor, dievaluasi, diukur, dan digunakan sebagai dasar untuk perbaikan terus-menerus. (David Osborne, 2000, p.202) Apabila indikator-indikator tersebut mampu dipenuhi, maka mutu terhadap pelayanan yang diberikan akan terjaga sehingga masyarakat atau konsumen tidak akan keberatan untuk membayar retribusi terhadap pelayanan tersebut. Keadaan demikian dapat memaksimalkan pemungutan hingga memperbesar penerimaan. Bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, selain dapat dilaksanakan sendiri juga dapat dikerjasamakan dengan pihak swasta. Tujuan diadakannya kerjasama ini adalah pencapaian efisiensi dan efektifitas peningkatan pelayanan. Hal tersebut ditegaskan oleh pernyataan berikut: The need for infrastructure particulary in capittal-starved former socialist countries and developing countries, but also in U.S. state and local government – has outsripped the supply of coventional public funds. Increasingly, therefore, we see private groups designing, building, operating and even owning infrastructure via innovative public-private partnership. (Savas, 2000, p.237) Bentuk kerjasama antara pihak pemerintah dan swasta ini memberikan wewenang kepada pihak swasta untuk mengelola keseluruhan pelaksanaan dan pelayanan infrastruktur.
2.2.4 Administrasi Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan suatu sumbangan nyata yang diberikan oleh masyarakat setempat guna mendukung status otonom yang diberikan kepada daerahnya (Lutfi, 2006, p. 2). Definisi lain menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah merupakan cerminan dari otonomi daerah serta penyerahan otoritas sistem pengendalian dan administrasi keuangan daerah ke pendapatan asli daerah pemerintah daerah (Abdullah, 1984, p.21). Pendapatan
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
31
asli daerah yang diperoleh daerah dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Marihot, 2005, p.15). Pendapatan Asli Daerah merupakan cerminan dari otonomi daerah serta penyerahan otoritas sistem pengendalian dan manajemen keuangan daerah kepada pemerintah daerah (Achmadi, 2005, p.52). Sumber PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber PAD ini terdiri dari: a) Hasil pajak daerah, b) Hasil retribusi daerah, c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, d) Lain-lain PAD yang sah, antara lain hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa giro Upaya untuk meningkatkan PAD adalah mutlak diperlukan dalam mengantisipasi
pelaksanaan
otonomi
daerah
yang
lebih
nyata
dan
bertanggungjawab. Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah otonom adalah meningkatkan pendapatan yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah dengan jalan terus-menerus menyempurnakan administrasi pendapatan daerahnya. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pengadministrasian pajak dan retribusi daerah, pengadministrasian pendapatan ini diharapkan dapat memastikan setiap orang untuk harus membayar pajak dan retribusi sesuai dengan jumlahnya, serta seluruh pendapatan yang diperoleh diadministrasikan dengan baik oleh lembaga di lingkungan pemerintah daerah yang ditugaskan sebagaimana mestinya. Untuk merealisasikan hal tersebut, langkah yang harus ditempuh adalah: •
Melakukan identifikasi yang akurat atas siapa yang harus menanggung atau membayar.
•
Melakukan perhitungan yang tepat.
•
Melakukan pemungutan sesuai dengan perhitungan yang dilakukan.
•
Melakukan pengawasan dan pemberian sanksi yang tepat bagi wajib pajak dan retribusi yang melanggar ketentuan.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
32
•
Melakukan pengawasan terhadap pegawai yang terkait untuk memastikan agar pajak dan retribusi diadministrasikan dengan baik (Lutfi, 2006, p.6)
Administrasi
pendapatan
daerah
akan
sangat
dipengaruhi
oleh
implementasi kebijakan fiskal yang diterapkan. Kebijakan fiskal ini mencakup proses identifikasi dan pendaftaran dari wajib pajak daerah dan retribusi daerah, perhitungan pajak daerah dan retribusi daerah, pemungutan pajak daerah serta retribusi daerah, serta penegakan hukum atas pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah tersebut. Hal ini sesuai pernyataan McMaster (1991) berikut: Revenue administration is concerned with the implementation of fiscal policy-with the process of identification/ registration of taxpayers and consumers, assessment, collection, and enforcement. It is concerned with the administrative feasibility of a local tax source or charge-one of the five general criteria by which levies should be evaluated. (p.35) Menurut McMaster (1991), ada dua hal yang dapat dijadikan sebagai ukuran dari “The Principle of Revenue Adminstration” yaitu dua kriteria yang menjadi acuan dalam menilai kapasitas administratif yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam mengadministrasikan pendapatan daerah. Kedua kriteria tersebut adalah: 1) Realisasi adalah perkiraan penerimaan yang secara potensial dapat diperoleh dari pendapatan asli daerah. Potensi realisasi pendapatan asli daerah dibuat berdasarkan asumsi bahwa setiap orang atau badan yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak daerah dan/atau retribusi daerah membayar sesuai kewajibannya. 2) Biaya adalah akumulasi sumber daya yang dikorbankan terkait dengan upaya pemungutan pajak daerah dan/atau retribusi daerah (p.44) Tujuan dari Revenue Adminstration ini menurut McMaster adalah agar setiap orang yang mendapat kewajiban membayar pajak atau retribusi menjalankan kewajiban membayarnya, agar setiap orang membayar sesuai dengan jumlah yang memang seharusnya dia bayarkan, dan agar setiap penerimaan yang masuk ke kas negara dikumpulkan oleh orang yang berhak untuk memungut.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
33
Dalam proses pengadministrasian pajak daerah dan retribusi daerah, sejumlah kegiatan dapat merujuk pada kemungkinan terjadinya tindak penghindaran, penipuan serta kolusi. McMaster mengidentifikasikan hal tersebut, sebagai berikut: 1. Identification (Identifikasi) - wajib pajak daerah/ retribusi daerah menghindar dari proses identifikasi atau dapat terdeteksi tetapi administrator gagal memnungut retribusi daerah; 2. Assessment (Penetapan) – wajib pajak daerah/ retribusi daerah menghindar kewajiban membayar atau menyuap administrator untuk menetapkan retribusi daerah terutang lebih kecil; 3. Collection (Pemungutan) – wajib pajak daerah/ retribusi daerah tidak dapat membayar, administrator gagal memungut retribusi daerah terutang; atau wajib retribusi daerah membayar tetapi uang hasil pemungutan tidak disetor ke kas daerah oleh administrator (p.150). Perbaikan mekanisme ini diharapkan dapat meminimalisasi resiko terjadinya tindak penghindaran, penipuan, serta kolusi yang akan berdampak pada perolehan
pendapatan.
Improvisasi
sangat
dianjurkan
untuk
dapat
menyesuaikan mekanisme pengadministrasian pendapatan daerah mengingat karakteristik dan tantangan masing-masing komponen pendapatan daerah yang berbeda-beda (Lutfi, 2006, p. 7). Proses pengadministrasian pajak daerah dan retribusi daerah terdiri dari serangkaian kegiatan yang dapat ditempuh (McMaster, 1991, p.45) yaitu: 1. Identification Proses
identifikasi
merupakan
tahap
pertama
dalam
pengadministrasian pendapatan asli daerah. Proses ini memainkan peranan penting untuk menjaring sebanyak mungkin wajib retribusi daerah. Penerapan prosedur yang tepat akan mempersulit
wajib
retribusi
daerah
untuk
memaksa dan menyembunyikan
kemampuannya untuk membayar sekaligus mempermudah pemerintah (Mc Master, 1991,p.45):
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
34
a. Identification is automatic (Identifikasi secara otomatis) Terdapat kriteria wajib pajak daerah/retribusi sehingga setiap orang atau badan serta petugas dapat mengidentifikasi secara langsung apabila memenuhi kriteria sebagai wajib pajak daerah/retribusi; b. There is an inducement to people to identify themselves (penerapan prosedur
identifikasi
wajib
retribusi
yang
tepat
untuk
mengidentifikasi diri sendiri) Penerapan prosedur yang tepat akan memaksa dan mempersulit wajib retribusi untuk menyembunyikan kewajibannya untuk membayar sekaligus mempermudah pemerintah daerah melalui jajarannya untuk melakukan identifikasi; c. Identification can be linked to other source of information (Konfirmasi Identifikasi dengan sumber informasi yang lain) Kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan informasi pembanding sebagai bahan untuk melakukan konfirmasi silang identifikasi wajib pajak daerah/retribusi; d. Liability is obvious (kewajiban wajib retribusi diketahui jelas) Kewajiban wajib pajak daerah/retribusi jelas dan diketahui oleh wajib retribusi sehingga memudahkan pemerintah daerah melalui jajarannya untuk mengajak wajib pajak daerah/retribusi memenuhi kewajibannya; 2. Assessment (penilaian/penetapan) Setelah dilakukan proses identifikasi, administrator pendapatan daerah melakukan proses penilaian/penetapan (assessment). Proses ini hendaknya dapat membuat wajib pajak daerah/retribusi daerah sulit untuk menghindarkan diri dari seluruh kemampuannya dalam membayar
retribusi
daerah
secara
penuh,
sesuai
dengan
kemampuannya. Prosedur penilaian yang tepat akan menjamin pemerintah daerah mampu dengan tepat menilai objek retribusi daerah sesuai parameter yang telah ditetapkan. Prosedur penilaian/penetapan (assessment) akan sangat membantu apabila (Mc Master, 1991, p.45):
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
35
a. Assessment is automatic (penetapan bersifat otomatis) Terdapat peraturan atau standar baku dalam melakukan penetapan yang memuat hal-hal yang dikenakan dan dasar pengenaannya hingga ada kepastian hukum serta membantu pemerintah daerah menilai objek pajak/retribusi daerah sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan.; b. The assessor has little or no discretion (penilai tidak atau sedikit melakukan diskresi) Bila petugas dan wajib pajak daerah/retribusi tidak melakukan diskresi dalam penilaian atau penetapan retribusi terutang; c. The assessment can be checked against other information (konfirmasi penetapan dengan sumber lain) Kemampuan aparat dalam menyediakan informasi pembanding sebagai bahan untuk melakukan konfirmasi silang. Terdapatnya informasi pembanding diharapkan dapat membuat wajib pajak daerah/retribusi sulit untuk menghindari diri dari pemenuhan kewajibannya secara menyeluruh serta menghindari kebocoran penerimaan retribusi oleh petugas 3. Collection (Pemungutan) Tahap akhir dalam administrasi pendapatan asli daerah adalah melakukan
pemungutan.
Proses
pemungutan
retribusi
daerah
diharapkan mampu memastikan bahwa pembayaran atas kewajiban yang dibebankan ke pendapatan asli daerah, orang atau badan dapat dilakukan dengan benar, dalam artian sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat diganjar sesuai dengan sanksi yang ada. Setelah retribusi daerah dipungut, maka perlu dipastikan bahwa seluruh pendapatan yang diperoleh dimasukkan ke dalam rekening terkait dan disetorkan sebanyak seluruh perolehan yang didapat. Prosedur pemungutan yang baik jika proses pemungutan tersebut (Mc Master, 1991, p.45): a. Payment is automatic (pembayaran dilakukan secara otomatis) Instansi yang berwenang melakukan pemungutan retribusi terhutang pada saat pajak/retribusi terhutang.;
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
36
b. Payment can be induced (pembayaran dapat dipaksa) Terdapat dorongan atau paksaan dari petugas untuk membayar pajak/retribusi terhutang tepat waktunya dan sesuai dengan nilai terhutang. Misalnya kupon pembayaran. c. Default is obvious (kelalaian dapat diketahui dengan jelas) Proses pemungutan pajak/retribusi diharapkan mampu memastikan bahwa pembayaran atas kewajiban pajak/retribusi dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan. d. Penalties are really deterrent (penerapan sanksi yang tegas) Dalam
rangka
pemungutan
pajak/retribusi
ini,
hendaknya
pemerintah daerah menetapkan sanksi yang tegas bagi para pelanggar agar pemungutan dapat dilakukan dengan baik dan memperoleh hasil yang optimal; e. Actual receipt are clear to the controllers in central office (bukti penerimaan yang jelas untuk dicermati pihak pemerintah daerah) Terdapat alat bukti penerimaan yang sah sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti untuk memastikan jumlah seluruh perolehan yang didapat masuk ke kas daerah; f. Payment are easy (pembayaran mudah) Untuk memberi kenyamanan bagi para pembayar pajak/retribusi daerah,
hendaknya
pemerintah
daerah
juga
memberikan
kenyamanan yang maksimal bagi mereka dalam membayar.
2.3 Operasionalisasi Konsep Operasionalisasi konsep merupakan jembatan deduksi terpenting yang menghubungkan antara rangkaian penjelasan teoritis dengan instrumennya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan toeri manajemen PAD yang dikemukakan oleh Mc.Master. Masing-masing dimensi diturunkan menjadi beberapa indikator untuk melihat feasibilitas dari masing-masing dimensi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan operasionalisasi konsep sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
37
Konsep Administrasi Pendapatan Asli Daerah
Tabel 2.2 Operasionalisasi Konsep Variabel Dimensi Indikator Pengelolaan 1. Identifikasi 1. Identifikasi secara Retribusi otomatis Daerah 2. Penerapan prosedur identifikasi wajib retribusi yang tepat untuk mengidentifikasi diri sendiri 3. Konfirmasi identifikasi dengan sumber lain 4. Kewajiban wajib retribusi retribusi diketahui dengan jelas 2. Penilaian 1. Penetapan bersifat otomatis 2. Penilai tidak atau sedikit melakukan diskresi 3. Konfirmasi penetapan dengan sumber lain 3. Pembayaran 1. Pembayaran secara otomatis 2. Pembayaran dapat dipaksakan 3. Kelalaian dapat diketahui dengan jelas 4. Sanksi yang tegas 5. Bukti penerimaan yang jelas untuk dicermati pihak pemerintah daerah 6. Pembayaran retribusi dapat dilakukan dengan mudah
Sumber : Teori Mc. Master, 1991. Data diolah peneliti.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan keseluruhan proses berpikir yang dimulai dari menemukan permasalahan, kemudian peneliti menjabarkan dalam suatu kerangka tertentu, serta mengumpulkan data bagi pengujian empiris untuk mendapatkan penjelasan dalam penarikan kesimpulan atas gejala sosial yang diteliti (Iqbal Hasan, 2002, p.21). Dengan adanya metode penelitian maka suatu penelitian dapat dilakukan secara sistematis dan teratur. 3.1 Pendekatan Penelitian Dalam dunia sosial, pendekatan penelitian membantu manusia memahami fenomena yang terjadi di sekitarnya. Cresswell membagi pendekatan penelitian menjadi dua yaitu kuantitatif dan kualitatif (Cresswell, 1994, p.82). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Dalam pendekatan kuantitatif ini, teori menjadi pedoman bagi peneliti untuk merencanakan penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapata yang dikemukakan oleh Cresswell (1994) berikut: “... in quantitaive paradigm of research, in which researchers use accepted and pricase meaning, a theory commonly is understood to have certain characteristic…” (p.82) Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang bersifat deduktif, dimana peneliti menempatkan teori sebagai titik tolak utama dalam kegiatan penggalian informasi dan kebenaran (Neuman, 2003, p.46). Pendekatan kuantitatif ini membantu peneliti dalam penelitian dengan memanfaatkan kajian teori mengenai retribusi daerah, dalam hal ini retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran. 3.2 Jenis Penelitian Penelitian yang akan dilakukan dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi penelitian, dan teknik pengumpulan data.
Universitas Indonesia
38 Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
39
3.2.1 Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa ada perlakuan terhadp obyek yang diteliti (Kountur, 2003, p.53). Pemilihan tipe ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam pembahasan skripsi ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memberikan suatu gambaran mengenai keadaan di lapangan terkait proses, kendala serta upaya dalam pengadministrasian penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. 3.2.2 Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat Penelitian Berdasarkan manfaat penelitian, jenis penelitian dibagi menjadi dua, yaitu penelitian murni dan penelitian terapan. Ditinjau dari segi manfaaat yang digunakan, penelitian ini tergolong dalam penelitian murni (basic research) karena penelitian ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan peneliti sendiri dan dilakukan dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan (Prasetyo dan Jannah, 2005, p.38). Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Neuman (2003) yang mengatakan bahwa: “Basic research advances fundamental knowledge about the social world. It focuses on refuting or supporting theories that explain how the social world operates, what make things happen, why social relations are a certain way, and mhy society changes” (p.21) Penelitian murni memiliki manfaat untuk memajukan pengetahuan mengenai dunia sosial. Selain itu penelitian murni memiliki fokus untuk mendukung teori yang menjelaskan bagaimana dunia sosial bekerja, apa yang menyebabkan sesuatu terjadi, mengapa hubungan - hubungan sosial merupakan sesuatu yang pasti dan mengapa masyarakat berubah. Terkait dengan hal tersebut, penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang perpajakan, khususnya yang terakit dengan pelaksanaan pemungutan retribusi daerah. Dalam penelitian ini, peneliti juga menguji suatu teori yang sudah ada yaitu teori mengenai manajemen retribusi daerah.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
40
3.2.3 Jenis Penelitian Berdasarkan Dimensi Waktu Berdasakan dimensi waktu, penelitian ini bersifat cross-sectional research karena penelitian dilakukan pada satu waktu tertentu dan hanya dilakukan dalam sekali waktu saja sampai peneliti menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian. Penelitian cross-sectional menurut Neuman adalah “in cross sectional research, researcher observe at one time” (Neuman, 2003, p.31). Dalam penelitian yang bersifat cross sectional ini, peneiti melakukan penelitian pada suatu waktu tertentu yaitu pada bulan Agustus – Desember 2011. 3.2.4 Jenis Penelitian Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga cara sebagai berikut: 1. Studi Kepustakaan (library research) Dalam metode ini, penulis mencari data yang mendukung obyek pembahasan dengan mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur seperti Undangundang, Peraturan Daerah, penelitian-penelitian terdahulu, buku-buku, dan jurnal yang terkait dengan retribusi daerah. Data yang diperoleh merupakan data sekunder yang dapat dijadikan tinjauan dan landasan peneliti untuk menganalisis
permasalahan-permasalahan
yang
ada.
Tujuan
studi
kepustakaan ini adalah untuk mengoptimalkan kerangka teori dalam menentukan konsep-konsep dan bahan-bahan teoritis lain yang sesuai konteks permasalahan penelitian (Nazir, 1988, p.112). 2. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara yang memuat hal-hal yang ingin diketahui dan dibutuhkan peneliti terkait dengan permasalahan yang diteliti dengan menggunakan pertanyaan terbuka sehingga informan dapat menjawab secara bebas menurut pengetahuannya. Selain itu, wawancara tidak hanya menangkap pemahaman atau ide, tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki responden yang bersangkutan (Gulo, 2003, p. 199). Informan yang dipilih merupakan orang yang memiliki posisi, pengetahuan, pengalaman khusus, dan kemampuan berkomunikasi (Alwasilah, 2002, p. Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
41
194). Wawancara mendalam ini dilakukan dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta yaitu pegawai/ pejabat Dinas Pemadam Kebakaran dan Penaggulangan Bencana DKI Jakarta, serta wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta sebagai pengguna jasa/ pelayanan.
3.3 Teknik Analisis Data Analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah karena dengan menganalisa, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Selltiz, 1964, p.200). Penganalisisan data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaiman menginterpretasikan data, kemudian menganalisa data hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data (Prasetyo dan Jannah, 2005, p.182). Pada tahap analisa data, data yang terkumpul diorganisasikan dan diurutkan ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moeleong, 2005, p.103). Proses analisis data hasil penelitian dimulai dengan menelaah data yang diperoleh dari berbagai sumber/ informasi. Data yang terkumpul melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam kemudian dianalisis dan ditafsirkan untuk mengetahui maksud serta maknanya dan kemudian dihubungkan dengan masalah penelitian.
3.4 Narasumber Pemilihan narasumber pada penelitian difokuskan pada representasi atas masalah yang diteliti. Oleh karena itu, menurut Neuman (2000, p.394-395) pemilihan narasumber pada penelitian harus berdasarkan beberapa kriteria yakni: pertama, narasumber tersebut mengenal dengan jelas mengenai fenomena yang diangkat; kedua, narasumber tersebut merupakan pihak yang terlibat di lapangan; ketiga, narasumber memiliki waktu untuk wawancara dengan peneliti; dan terakhir, narasumber merupakan individu non-analitis.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
42
Berdasarkan kriteria tersebut maka wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian. Diantaranya adalah pihak-pihak yang terkait pengelolaan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yaitu: 1. Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta, merupakan pihak yang memonitoring seluruh penerimaan retribusi di Provinsi DKI Jakarta. Wawancara dilakukan kepada Bapak Pramuji (Kepala Sub Bidang Retribusi & Lain-lain Bidang Pendapatan Badan Pengelola Keuangan Daerah Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) DKI Jakarta) untuk memperoleh informasi mengenai proses pengajuan target, pembukuan, dan pengawasan penerimaan retribusi. 2. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta merupakan pihak yang mengkoordinasi pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta. Wawancara dilakukan kepada Bapak Risanto Hutapea (Kepala Bidang Pencegahan Kebakaran), Bapak Jon Vendri (Kepala Bina Teknis Pencegahan), Bapak Darwin Ali (Kepala Seksi Inspeksi), Bapak Edward (Kepala Bidang Sarana) serta Ibu Muslaemah Angryana
(Bendahara
Penerimaan
&
Penyetoran
Retribusi)
untuk
memperoleh informasi mengenai mekanisme perhitungan target, pengawasan, penyetoran, pelaporan, kendala serta upaya pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. 3. Wajib Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di DKI Jakarta, merupakan pihak yang menggunakan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta. Pemilihan narasumber berdasarkan pada wajib retribusi sebagai pemilik dan/atau pengelola gedung baru dan pemilik/dan atau gedung eksisting yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Wawancara dilakukan kepada Bapak Devi (wajib retribusi; pengelola gedung eksisting) dan Bapak Dicky (wajib retribusi; pengelola gedung baru) untuk memperoleh informasi mengenai identifikasi, penetapan dan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. 4. Akademisi, wawancara dilakukan untuk mengetahui sudut pandang dari akademisi tentang pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
43
kebakaran DKI Jakarta. Wawancara dilakukan kepada Bapak Dr. Machfud Sidik selaku akademisi yang ahli dalam bidang pajak daerah dan retribusi daerah. 3.5 Penentuan Site Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah mengenai pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta. Peneliti memilih lokasi penelitian di DKI Jakarta karena beberapa alasan sebagai berikut: a) DKI Jakarta sebagai ibukota negara yang menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dengan lahan yang terbatas menyebabkan tata kota DKI Jakarta dipenuhi oleh bangunan gedung-gedung pencakar langit. b) Sejalan dengan tata kota DKI Jakarta yang dipenuhi oleh bangunan gedung-gedung tinggi pencakar langit, DKI Jakarta memiliki potensi bencana kebakaran yang cukup besar. c) Semakin besar kebutuhan akan pencegahan bencana kebakaran pada gedung-gedung tinggi di DKI Jakarta, DKI Jakarta memiliki potensi penerimaan retribusi atas layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang cukup besar. 3.6 Proses Penelitian Proses penelitian menurut Neuman (2007, p.9-10) terdiri dari tujuh tahapan yaitu select topic (menentukan topik), focus question (menentukan permasalahan), design study (menentukan bagaimana penelitian dilakukan), collect data (mengumpulkan data di lapangan), analyze data (menganalisis data), interpret data (menginterpretasikan data), and inform others (menuliskan ke dalam laporan). Setelah menetukan topik mengenai pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta, peneliti selanjutnya menentukan permasalahan yang terkait yaitu apa latar belakang pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, bagaimana pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, serta apa saja kendala dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Peneliti kemudian membuat rencana penelitian atau research design dengan
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
44
menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode kualitatif. Setelah rencana penelitian tersebut disetujui maka peneliti mengumpulkan data di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta sebagai SKPD yang diberi wewenang dalam pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Pengumpulan data tersebut dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi maupun studi dokumen. Data yang telah terkumpul tersebut selanjutnya peneliti analisis berdasarkan teori dari Mc.Master dan peneliti juga melakukan interpretasi data yang hasilnya peneliti uraikan dalam bentuk laporan tertulis. 3.7 Keterbatasan Penelitian Kesulitan yang peneliti temui saat melakukan penelitian ini antara lain kesulitan dalam mewawancarai wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Tidak semua pemilik atau pengelola gedung memahami tentang proses pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran pada perusahaan atau bangunan gedungnya karena seringkali pengurusan terkait pemeriksaan maupun pembayaran retribusi ini diserahkan kepada kontraktor yang membangun atau mengelola bangunan gedungnya.
3.8 Batasan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terbatas membahas mengenai latar belakang pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta, administrasi pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta dengan menggunakan teori manajemen PAD Mc.Master, dan kendala dalam proses pengelolaan pemberian pelayanan dan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran DKI Jakarta.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB 4 GAMBARAN UMUM DINAS PEMADAM KEBAKARAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI DKI JAKARTA, BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA DAN KETENTUAN UMUM RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DI DKI JAKARTA
Pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran Provinsi DKI Jakarta antara lain dilakukan oleh dua instansi yang telah diberikan wewenang oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta yaitu Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta dan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta. Kedua instansi ini memiliki tugas dan fungsi yang berbeda terkait pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana memiliki tugas pada saat penetapan, pemungutan, serta penyetoran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sedangkan BPKD memiliki tugas pembukuan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran pada kas daerah.
4.1 Gambaran Umum Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Bentuk dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 96 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta maka Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, yang selanjutnya disebut dengan DPKPB, adalah perangkat pelaksana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bidang pelaksanaan usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta perlindungan keselamatan jiwa termasuk harta
Universitas Indonesia
45 Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
46
benda dari bahaya kebakaran dan bencana lainnya di wilayah Ibukota Jakarta. Dalam menjalankan fungsinya sebagai perangkat pelaksana tersebut, DPKPB Provinsi DKI Jakarta memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan pencegahan, pemadaman kebakaran dan penanggulangan bencana. Tugas pokok ini dituangkan dalam visi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta yaitu “Terciptanya rasa aman masyarakat dari kebakaran dan bencana lainnya”. Pelaksanaan visi ini dituangkan dalam misi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. Misi DPKPB Provinsi DKI Jakarta, adalah: 1. memberikan pelayanan prima dalam bidang pencegahan, pemadaman, dan penyelamatan jiwa. 2. meningkatkan ketahanan lingkungan bersama masyarakat 3. meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait DPKPB Provinsi DKI Jakarta menjalankan beberapa fungsi khusus sesuai dengan tugas pokoknya, antara lain: 1. menyusun, dan melaksanakan rencana kerja dan anggaran; 2. merumuskan
kebijakan
teknis
pelaksanaan
pencegahan,
pemadaman
kebakaran dan penanggulangan bencana; 3. melaksanakan upaya pencegahan, pemadaman kebakaran dan penanggulangan bencana; 4. monitoring dan evaluasi ketersediaan dan kelaikan sistem proteksi kebakaran dan penyelamatan jiwa pada gedung/kantor pemerintah/swasta/masyarakat; 5. standarisasi prasarana dan sarana pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana baik pemerintah, masyarakat maupun swasta. Disamping menciptakan Jakarta aman dari ancaman bahaya kebakaran, beberapa fungsi khusus tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan oleh DPKPB Provinsi DKI Jakarta. Salah satu fungsi DPKPB adalah fungsi pencegahan bencana kebakaran di wilayah DKI Jakarta. Pelaksanaan fungsi pencegahan kebakaran oleh DPKPB Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan oleh Bidang Pencegahan, Bidang Partisipasi Masyarakat dan Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Kebakaran. Ketiga bagian ini mempunyai bidang masing-masing, sebagai berikut: Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
47
1) Bidang Pencegahan melakukan pembinaan teknis pencegahan dan pengawasan bangunan, serta prasarana fisik lingkungan terhadap ancaman bahaya kebakaran, pengawasan dan pengendalian terhadap peredaran barang dan bahan yang mudah terbakar. 2) Bidang Partisipasi Masyarakat melaksanakan kegiatan penyuluhan kebakaran sebagai pemberdayaan masyarakat. 3) Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Kebakaran melakukan pengawasan mutu
proteksi
kebakaran.
Pengawasan
mutu
dilakukan
terhadap
perusahaan yang memproduksi atau memasarkan proteksi kebakaran di DKI Jakarta melalui pengujian mutu proteksi kebakaran di laboratorium. Organisasi DPKPB memiliki beberapa Bagian, yang meliputi 1 Sekretariat dan 5 Bidang. Dalam rangka lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pada setiap wilayah kota dan kabupaten Kepulauan Seribu dibentuk Suku Dinas (semacam kantor cabang). Secara garis besar, struktur dan organisasi DPKPB Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut: 1. Pimpinan adalah Kepala Dinas, dibantu oleh Sekretaris yang membawahi: a. Sub Bagian Program Dan Anggaran b. Sub Bagian Keuangan c. Sub Bagian Kepegawaian d. Sub Bagian Umum 2. Kepala Bidang Pencegahan Kebakaran membawahi: a. Seksi Bina Teknis Pencegahan b. Seksi Inspeksi c. Seksi Penindakan 3. Kepala Bidang Operasi membawahi: a. Seksi Rencana Operasi b. Seksi Bantuan Operasi c. Seksi Pengendalian Operasi 4. Kepala Bidang Penanggulangan Bencana membawahi: a. Seksi Pra-Bencana b. Seksi Tanggap Darurat c. Seksi Pasca Bencana
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
48
5. Kepala Bidang Sarana a. Seksi Pengadaan b. Seksi Pergudangan & Distribusi c. Seksi Pengendalian Sarana 6. Kepala Bidang Partisipasi Masyarakat a. Seksi Informasi dan Publikasi b. Seksi Lapangan c. Seksi Kerjasama & Korps Musik 7. Kepala UPTD Pusdiklatkar & Bencana 8. Kepala UPTD Laboratorium Kebakaran 9. Kepala UPTD Bengkel Induk Berikut ini disajikan gambar dari struktur organisasi Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
49 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
50
4.2. Gambaran Umum Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 39 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta maka pengelolaan keuangan daerah Provinsi DKI Jakarta dilakukan secara khusus oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta. Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta, yang selanjutnya disebut dengan BPKD, mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengelolaan keuangan dan aset daerah. BPKD Provinsi DKI Jakarta merupakan unsur pendukung Pemerintah Daerah di bidang pengelolaan keuangan dan aset daerah. Untuk menjalankan tugas pokoknya, BPKD Provinsi DKI Jakarta menjalankan berbagai fungsinya, antara lain sebagai berikut: a.
Penyusunan, dan pelaksanaan rencana kerja dan anggaran badan pengelolaan keuangan daerah;
b. Penyusunan dan penyelenggaraan kebijakan pengelolaan keuangan dan asset daerah; c.
Penyusunan kebijakan umum anggaran (KUA) berkoordinasi dengan badan perencanaan pembangunan daerah;
d. Penyusunan prioritas dan plafon anggaran (PPA) berkoordinasi dengan badan
perencanaan pembangunan daerah; e.
Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
f.
Pelaksanaan pemungutan pendapatan daerah;
g. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD; h. Penyusunan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD; i.
Pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah
j.
Pengendalian pelaksanaan APBD;
k. Pemberian petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
51 BPKD Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah dibantu oleh seorang Wakil Kepala Badan. Secara garis besar, struktur organisasi Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut: 1. Kepala Badan membawahi 2. Wakil Kepala Badan membawahi 3. Sekretaris yang membawahi: a. Sub Bagian Umum b. Sub Bagian Kepegawaian c. Sub Bagian Program dan Anggaran d. Sub Bagian Pengelolaan 4. Kepala Bidang Anggaran membawahi: a. Sub Bidang Anggaran Setda, Setwan, dan Wilayah b. Sub Bidang Anggaran Dinas c. Sub Bidang Anggaran Lembaga Teknis Daerah 5. Kepala Bidang Pendapatan Daerah membawahi: a. Sub Bidang Pajak b. Sub Bidang Dana Perimbangan c. Sub Bidang Retribusi Dan Lain-Lain Pendapatan 6. Kepala Bidang Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan membawahi: a. Sub Bidang Akuntansi I b. Sub Bidang Akuntansi II c. Sub Bidang Akuntansi Pelaporan Dan Pertanggungjawaban 7. Kapala Bidang Perbendaharaan dan Kas Daerah membawahi: a. Sub Bidang Perbendaharaan b. Sub Bidang Kas dan Bank c. Sub Bidang Pelaporan Arus Kas 8. Kepala Bidang Pemanfaatan Aset Daerah membawahi: a. Sub Bidang Pemanfaatan & Kebutuhan Aset b. Sub Bidang Kerjasama Pemanfaatan Aset Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
52
c. Sub Bidang Penerimaan Aset Dari Pihak Ketiga 9. Kepala Bidang Pengendalian & Perubahan Status Aset membawahi: a. Sub Bidang Pengendalian & Standardisasi b. Sub Bidang Perubahan Status Aset c. Sub Bidang Inventarisasi Dan Dokumentasi 10. Kepala Bidang Pembinaan membawahi: a. Sub Bidang Pembinaan Keuangan Daerah b. Sub Bidang Penyertaan Modal Daerah c. Sub Bidang Pembinaan BLUD Berikut ini disajikan gambar struktur organisasi Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta. Gambar 4.2 Struktur Organisasi BPKD Provinsi DKI Jakarta
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
53 4.3 Ketentuan Umum Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di DKI Jakarta Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman serta jauh dari ancaman bencana merupakan dambaan setiap orang. Mewujudkan cita-cita Jakarta yang aman dari bencana kebakaran adalah tanggungjawab bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan seluruh warganya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkewajiban untuk memberikan kontrol pengawasan terkait pencegahan bencana kebakaran di wilayah DKI Jakarta. Kontrol tersebut diwujudkan dalam bentuk layanan pemeriksaan proteksi kebakaran dan alat-alat penyelamatan jiwa terhadap gedung – gedung yang dimiliki, dikelola, dan/atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Warga DKI Jakarta sebagai pemilik, pengelola, dan/atau pengguna gedung berkewajiban untuk menyediakan dan menjaga alat-alat proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa serta membayar retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran atas layanan pemeriksaan alat-alat pemadam kebakaran yang diberikan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta. Hal ini berarti retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dipungut terhadap jasa layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang diberikan oleh pemerintah terhadap warganya. Pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran diatur melalui undang-undang yang kemudian diatur melalui Peraturan Daerah. Peraturan terkait mengenai Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta adalah: •
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
•
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah;
•
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran yang menggantikan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
54
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; •
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 126 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksana Retribusi Daerah;
•
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran yang menggantikan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 32 Tahun 2001 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Dinas Pemadam Kebakaran di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
4.3.1 Subjek dan Objek Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memiliki Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah terkait dengan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran. Dalam Pasal 2 ayat (3) Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah menyebutkan bahwa Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran termasuk dalam Retribusi Jasa Umum yang tergolong jenis Retribusi Bidang Pemerintahan. Objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a sampai dengan e Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah adalah sebagai berikut: a. penelitian gambar rencana dan atau pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan persyaratan pencegahan kebakaran pada pelaksanaan pembangunan gedung dalam rangka penggunaan gedung; b. pemeriksaan berkala atas kelengkapan sarana proteksi kebakaran, sarana penyelamatan jiwa dan ancaman bahaya kebakaran yang ada pada bangunan gedung termasuk B3 paling rendah luas 200 (dua ratus) m2; c. pengujian alat pemadam api ringan; d. pengujian peralatan pencegah dan pemadam kebakaran di luar alat pemadam api ringan; e. pengujian perlengkapan pokok pemadam kebakaran.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
55 Objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran seperti yang tertuang dalam Perda No. 1 tahun 2006 tersebut mengalami beberapa perubahan sejak diberlakukannya
Perda
No.
8
tahun
2008
tentang
Pencegahan
dan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Perda ini menggantikan Perda No. 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kabakaran di Wilayah DKI Jakarta. Pada pasal 58 ayat (2) Perda No. 8 Tahun 2008 menjelaskan objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah sebagai berikut: a. penelitian gambar rencana dan/atau pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan instalasi proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa pada pelaksanaan pembangunan gedung dalam rangka penggunaan gedung; b. pengujian peralatan proteksi pasif dan aktif; c. pengujian peralatan penanggulangan kebakaran dan bencana lain. Dengan diberlakukannya Perda No. 8 Tahun 2008 maka unsur pemeriksaan berkala tidak lagi menjadi objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Di samping itu, objek reribusi pengujian alat pemadam api ringan diubah menjadi pengujian peralatan proteksi pasif dan aktif. Dari perubahan tersebut, tampak bahwa upaya pencegahan bencana kebakaran yang dilakukan oleh Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta saat ini lebih menekankan pada pemeriksaan awal bangunan gedung terkait perencanaan serta pemasangan peralatan proteksi pasif dan aktif. Adapun subjek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dijelaskan dalam pasal 23 Perda No. 1 Tahun 2006 adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/ atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e. Pada pasal 24 Perda No. 1 Tahun 2006 tersebut juga menjelaskan bahwa tingkat penggunaan jasa pemeriksaan alat pemadam kebakaran diukur berdasarkan gambar rencana yang diteliti, luas lantai pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan persyaratan pencegahan kebakaran, jenis dan tipe peralatan pencegahan pemadam kebakaran.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
56
4.3.2 Penetapan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Berdasarkan Pasal 25 Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah, prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah dengan memperhatikan biaya penyediaan peralatan, biaya pemeriksaan pengecekan, biaya segel, biaya operasional/ pemeliharaan dan memperhatikan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. Struktur dan besarnya tarif retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Pada tabel 4.1 (pada halaman 61), masih terdapat objek retribusi berupa pemeriksaan berkala. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pemberlakuan Perda No. 8 tahun 2008 menyebabkan pemeriksaan berkala tidak lagi menjadi objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Akan tetapi, sampai saat ini belum terdapat rancangan struktur dan besarnya tarif retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang baru sehingga penetapan retribusi ini masih menggunakan Perda No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
57 Tabel 4.1 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran No. A.
1. 2. 3. a. b. 4. a. b. 5. a. b. 6. 7. a. b. 8. a.
b.
c.
d.
e.
f.
9. a. b. c. d. e. f. g.
Objek Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Penelitian Gambar rencana dan/atau pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan persyaratan pencegahan kebakaran pada pelaksanaan pembangunan gedung dalam rangka penggunaan gedung: Hidran Kebakaran min. 2 (dua) titik Pemercik Alarm Kebakaran: Otomatis Manual min, 2 (dua) titik Fire Dampaer: Dengan motor Sambungan lebur Kipas angin bertekanan: Sampai dengan 7.000 cfm 7.000 cfm - 10.000 cfm Instalasi pemadam khusus Instalasi lain yang belum termasuk dalam butir 1 sampai dengan butir 6: Berdasarkan luas lantai Berdasarkan jumlah peralatan yang dipasang Alat pemadam api ringan: Jenis air bertekanan: 1) sampai dengan 9 liter 2) lebih besar dari 9 liter Jenis busa kimia (chemical): 1) sampai dengan 9 liter 2) lebih besar dari 9 liter Jenis busa mekanik: 1) sampai dengan 9 liter 2) lebih besar dari 9 liter Jenis kimia kering serbaguna (dry chemical): 1) sampai dengan 6 Kg 2) lebih besar dari 6 Kg Jenis non halon (tidak mangandung CFC): 1) sampai dengan 6 Kg 2) lebih besar 6 Kg Jenis CO2 (carbondioxida): 1) sampai dengan 6 Kg 2) lebih besar dari 6 Kg Pemeriksaan gambar dan fisik: Sampai dengan 2.000 m2 2.001 sampai dengan 5.000 m2 5.001 sampai dengan 10.000 m2 10.001 sampai dengan 20.000 m2 20.001 sampai dengan 40.000 m2 Lebih dari 40.001 m2 Bangunan yang menangani bahan-bahan berbahaya: 1) ancaman bahaya ringan 2) ancaman bahaya sedang
Tarif
Rp 10.000,00/titik Rp 50,00/m2 Rp 40,00/m2 Rp 5.000,00/titik Rp 10.000,00/buah Rp 2.000,00/buah Rp 12.000,00/buah Rp 50.000,00/buah Rp 500,00/m2 Rp 500,00/m2 Rp 2.500,00/buah
Rp 500,00/tabung Rp 1.500,00/tabung Rp 750,00/tabung Rp 1.500,00/tabung Rp 500,00/tabung Rp750,00/tabung Rp 750,00/tabung Rp 1.500,00/tabung Rp 750,00/tabung Rp 1.500,00/tabung Rp 750,00/tabung Rp 1.500,00/tabung Rp 60,00/m2 Rp 45,00/m2 Rp 35,00/m2 Rp 30,00/m2 Rp 25,00/m2 Rp 20,00/m2 Rp 500,00/m2 Rp 600,00/m2
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
58
3) ancaman bahaya tinggi h. Pemasangan tanda bahaya: 1) pemasangan labelling pada kemasan 2) pemasangan tanda bahaya pada bangunan/ gedung B.
1. 2. a.
b. 3. a. b. c. d. e. f. 4.
a. b. 5. a. b. 6.
a. b. c. 7. a. b. c. 8.
a.
b.
c.
d.
Pemeriksaan berkala atas kelengkapan sarana proteksi kebakaran, sarana penyelamatan jiwa dan ancaman bahaya kebakaran yang ada pada bangunan gedung termasuk B3 paling rendah dari luas 200 (dua ratus) m2: Hidran kebakaran min. 2 (dua) titik Alarm kebakaran: Otomatis (paling sedikit 200 m2) 1)sampai dengan 2.000 m2 2) 2.001 sampai dengan 5.000 m2 3) 5.001 sampai dengan 10.000 m2 4) 10.001 sampai dengan 20.000 m2 5) 20.001 sampai dengan 40.000 m2 6) Lebih dari 40.001 m2 Manual min. 2 (dua) titik Pemercik (paling sedikit 100 m2): Sampai dengan 2.000 m2 2.001 sampai dengan 5.000 m2 5.001 sampai dengan 10.000 m2 10.001 sampai dengan 20.000 m2 20.001 sampai dengan 40.000 m2 Lebih dari 40.000/m2 Sistem pemadam khusus: Sampai dengan 180 m2 Lebih dari 180 m2 Alat penahan api: Dengan motor Sambungan lebur Kipas angin bertekanan: Sampai dengan 7.000 cfm 7.000 cfm sampai dengan 10.000 cfm Lebih dari 10.000 cfm Bangunan yang menyimpan bahanberbahaya: Ancaman bahaya ringan Ancaman bahaya sedang Ancaman bahaya tinggi Alat pemadam api ringan (berlaku juga untuk pemeriksaan berkala dan persetujuan pada pelaksanaan pembangunan): Jenis air bertekanan: 1) sampai dengan 9 liter 2) lebih besar dari 9 liter Jenis dry chemical: 1) sampai dengan 6 Kg 2) lebih besar dari 6 Kg Jenis halon/alternatif pengganti halon: 1) sampai dengan 14 lbs 2) lebih besar dari 14 lbs Jenis CO2 (carbondioxida): 1) sampai dengan 7 Kg 2) lebih besar dari 7 Kg
Rp 700,00/m2 Rp1.000,00/kmasan Rp 50.000,00/buah
Rp 1.500,00/titik Rp 15,00/m2 Rp 12,00/m2 Rp 10,00/m2 Rp 8,00/m2 Rp 6,00/m2 Rp 4,00/m2 Rp 500,00/titik Rp 22,00/m2 Rp 18,00/m2 Rp 15,00/m2 Rp 12,00/m2 Rp 10,00/m2 Rp 8,00/m2 Rp 18.000,00/m2 Rp 100,00/m2 Rp 2.500,00/buah Rp 500,00/buah Rp 3.750,00/buah Rp 6.250,00/buah Rp 12.000,00/buah Rp 100,00/m2 Rp 200,00/m2 Rp 300,0/m2
Rp 500,00/buah Rp1.500,00/buah Rp 750,00/buah Rp 1.500,00/buah Rp 750,00/buah Rp 1.500,00/buah Rp 750,00/buah Rp 1.500,00/buah
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
59 9. a. b. c. d. e. f. C. 1. a. b. 2. a. b. 3. a. b. D. 1. 2. 3. 4. a. b. 5. a. b. c. 6.
Pemeriksaan gambar dan fisik: Sampai dengan 2.000 m2 2.001 sampai dengan 5.00 m2 5.001 sampai dengan 10.000 m2 10.001 sampai dengan 20.000 m2 20.001 sampai dengan 40.000 m2 Lebih dari 40.001 m2 Pengujian Alat Pemadam Api Ringan: Jenis CO2, dry chemical dan pengganti halon Sampai dengan 7 Kg Lebih besar dari 7 Kg Jenis air bertekanan dan jenis foam/busa: Sampai dengan 9 liter Lebih besar dari 9 liter Tabung alat pemadam api ringan: Sampai dengan 6 Kg Lebih besar dari 6 Kg Pengujian peralatan pencegahan dan pemadaman kebakaran di luar alat pemadam api ringan: Pompa kebakaran dengan penggerak motor diesel Pompa kebakaran dengan penggerak listrik Pintu tahan api berikut perlengkapannya Alat penahan api: Sambungan lebur Motorized Alat pengindera (detektor): Pengindera panas Pengindera asap Pengindera nyala Kepala pemercik
Rp 45,00/m2 Rp 35,00/m2 Rp 30,00/m2 Rp 20,00/m2 Rp 15,00/m2 Rp 10,00/m2
Rp 225.000,00 Rp 450.000,00 Rp 125.000,00 Rp 250.000,00 Rp 7.500,00/rjpe Rp 10.500,00/tjpe
Rp 50.000,00/tjpe Rp 45.000,00/tjpe Rp 30.500,00/rjpe Rp 5.000,00/rjpe Rp 25.000,00/rjpe Rp 20.000,00/tjpe Rp 25.00,00/tjpe Rp 30.00,00/tjpe Rp 20.500,00/tjpe
Pengujian perlengkapan pokok pemadam kebakaran Rp 100.000,00/tjpe slang kebakaran Sumber: Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah E.
4.3.3 Mekanisme Pemungutan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Mekanisme pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta diatur secara khusus dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran yang menggantikan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 32 Tahun 2001 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Dinas Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. Berikut adalah mekanisme pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
60
•
Pendataan Dinas Pemadam Kebakaran, Suku Dinas Pemadam Kebakaran, UPT Laboratorium dan UPT Pusdiklatkar melakukan pendataan obyek dan subyek retribusi pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran sebagai data awal yang disusun dalam bentuk data induk. Data induk bersumber dari pendaftaran pelayanan Wajib Retribusi dan/atau hasil pendataan lapangan. Penyampaian hasil pendataan wajib dilakukan secara periodik setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Berdasarkan data induk selanjutnya ditetapkan potensi penerimaan retribusi Dinas Pemadam Kebakaran. Data induk wajib dilakukan pemutakhiran data secara periodik setiap semester. Hasil pemutakhiran data induk digunakan sebagai dasar perhitungan rencana penerimaan retribusi Dinas Pemadam Kebakaran.
•
Penetapan Penetapan besarnya retribusi dengan menggunakan 3 jenis SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah). a. SKRD, dilakukan dengan cara wajib retribusi terlebih dahulu mengajukan permohonan secaa tertulis kepada Kepala Dinas untuk mendapatkan jasa pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran. Berdasarkan permohonan tersebut, petugas Dinas Pemadam Kebakaran melakukan perhitungan besarnya retribusi terutang menurut tarif dan diatuangkan dalam nota perhitungan. Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui, selanjutnya diterbitkan SKRD. Jatuh tempo pembayaran retribusi terutang yang tertera pada SKRD adalah 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak tangal diterbitkan SKRD. b. SKRD Jabatan, dilakukan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan wajib retribusi ternyata tidak menyampaikan permohonan jasa pelayanan. Perhitungan besarnya retribusi terutang berdasarkan hasil pemeriksaan ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pokok retribusi terutang. c. SKRD Tambahan, dilakukan apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan retribusi terutang menjadi lebih besar dari ditetapkan semula. Perhitungan besarnya retribusi Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
61 terutang ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% dari jumlah pokok retribusi terutang. •
Pembayaran dan Penagihan Pembayaran retribusi dengan menggunakan SKRD/ SKRD Jabatan/ SKRD Tambahan dilakukan pada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk. DPKPB wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran; menyampaikan Surat Peringatan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo apabila wajib retribusi tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi terutang; serta menyampaikan Surat Teguran paling lama 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran apabila wajib retriusi tidak melaksanakan kewajiban setelah disampaikan Surat Peringatan.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB 5 ANALISIS PENGELOLAAN RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PROVINSI DKI JAKARTA
Pada bab ini akan diuraikan hasil temuan penelitian beserta analisa dan pembahasan permasalahan penelitian, yaitu mengenai latar belakang kebijakan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, pengelolaan retribusi pelayanan kebersihan kota Bekasi dengan menggunakan teori Manajemen Pendapatan Daerah oleh Mc. Master, serta kendala dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta. 5.1 Latar Belakang Pemungutan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Di Provinsi DKI Jakarta Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran merupakan salah satu jenis retribusi daerah yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta. Retribusi ini dipungut dengan berlandaskan peraturan perundangundangan yang sah dan berlaku yaitu Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dijelaskan dalam Pasal 118 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) bahwa objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat. Dilihat dari objek retribusinya, maka retribusi ini merupakan bentuk pelayanan secara langsung yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat terkait pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki oleh masyarakat. Retribusi ini muncul tentunya berdasarkan pemikiran tertentu yang mendorong pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan pemungutannya. Berikut ini akan dipaparkan dua faktor utama yang
Universitas Indonesia
62
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
63
melatarbelakangi kebijakan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. 5.1.1 Dorongan Untuk Meningkatkan Kesiapan Masyarakat Dalam Antisipasi Bencana Kebakaran Salah satu gagasan yang mengawali pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah dalam rangka mendorong peningkatan kesiapan masyarakat dalam antisipasi bencana kebakaran. Bencana kebakaran merupakan bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu, secara tiba-tiba, dan dapat mengakibatkan kerugian bagi korban bencana kebakaran tersebut. Kebakaran dapat terjadi dari hal-hal yang kecil yang terkadang tidak mendapat perhatian yang serius dari kita, seperti hubungan pendek arus listrik, kompor, puntung rokok, dan lain sebagainya yang memicu timbulnya api yang menyebabkan bencana kebakaran kecil, sedang, maupun besar. Berdasarkan data yang ada, bencana kebakaran di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar disebabkan oleh beberapa pemicu seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 5.1 Data Penyebab Kebakaran Provinsi DKI Jakarta Periode 2006 - 2010 Tahun
Dugaan Penyebab Kebakaran Kompor Lampu Listrik Rokok Lain-lain 2006 91 31 461 68 251 2007 94 28 469 44 220 2008 80 20 455 51 212 2009 78 15 499 50 201 2010 80 9 474 19 126 Sumber: Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta
Jika diperhatikan dari tabel diatas, bencana kebakaran di DKI Jakarta umumnya disebabkan oleh kompor, lampu, listrik, rokok, dan lain-lain. Beberapa hal tersebut merupakan hal-hal yang erat hubungannya dengan aktivitas sehari-hari masyarakat. Melihat fakta tersebut, bencana kebakaran termasuk bencana yang akan selalu mungkin terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari dan oleh karenanya, tindakan preventif maupun penanggulangan bencana kebakaran sangat penting dilaksanakan oleh seluruh masyarakat yang dalam hal ini adalah masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
64
Kesiapan terhadap bencana kebakaran dapat dilakukan mulai dari upaya pencegahan maupun kesiagaan saat bencana kebakaran tersebut terjadi. Kesiapan untuk mengantisipasi bencana kebakaran inilah yang menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka menciptakan kota Jakarta yang aman dari bahaya kebakaran. Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan kebijakan terkait penanggulangan bencana kebakaran di wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Perda ini mengatur dengan jelas mengenai kewajiban penduduk kota Jakarta untuk ikut serta menciptakan kota Jakarta yang aman dari bahaya kebakaran. Di dalam Perda No. 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran, terdapat dua unsur utama yaitu unsur pencegahan bencana kebakaran dan penanggulangan bencana kebakaran. Terhadap bangunan gedung, dijelaskan bahwa pemilik, pengguna dan/atau pengelola bangunan gedung dan lingkungan gedung yang mempunyai potensi bahaya kebakaran wajib berperan aktif dalam mencegah kebakaran yaitu dengan menyediakan sarana penyelamatan jiwa, akses pemadam kebakaran, proteksi kebakaran, dan manajemen keselamatan kebakaran gedung. Beberapa unsur pencegahan bahaya kebakaran tersebut, selain wajib dimiliki oleh setiap bangunan gedung, juga wajib dijaga, dirawat, dan dipelihara agar selalu dalam keadaan stand by untuk mengantisipasi serta menanggulangi terjadinya bahaya kebakaran. Dalam rangka menjaga, merawat, dan memelihara proteksi kebakaran tersebut maka dibutuhkan pemeriksaan dan pengujian yang benar yang dilakukan secara berkelanjutan. Di sinilah peran pemerintah daerah dalam rangka pencegahan bahaya kebakaran yang diwujudkan dalam bentuk pemberian pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap alat-alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat. Upaya peningkatan kesiapan masyarakat dalam mengantisipasi terjadinya bencana kebakaran dilakukan dengan menyediakan alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang harus dalam kondisi siap dan teruji. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Bapak Pramuji selaku
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
65
Kepala Sub Bidang Retribusi & Lain-lain Bidang Pendapatan BPKD Provinsi DKI Jakarta berikut ini, “kalau dilihat dari bentuk pelayanan retribusinya, seperti pengujian misalnya, itu kan lebih ke pelayanan untuk kesiapan penanggulangan bencana kebakaran. Jadi, masyarakat itu harus siap, makanya dalam retribusi ini ada unsur kewajiban. Jadi, kebakaran itu kan bisa terjadi kapan saja, itu hubungannya dengan instalasi listrik, penataan ruang, seperti itu. Nah, kalau untuk proteksi kebakaran di dalam gedung itu, fungsinya untuk penanggulangannya secara cepat.” (Pramuji, 24 November 2011, Pukul 14.11 WIB) Pernyataan tersebut menegaskan bahwa bentuk pelayanan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran lebih kepada pelayanan untuk kesiapan penanggulangan bencana kebakaran. Untuk meningkatkan kesiapan masyarakat ini, dibutuhkan suatu dorongan sehingga masyarakat selalu peduli dan aktif dalam upaya pengantisipasian bencana kebakaran yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Didukung oleh pentingnya dorongan terhadap upaya peningkatan kesiapan masyarakat dalam pengantisipasian bencana kebakaran tersebut, maka dilaksanakan sebuah sistem yang mengakomodir kebutuhan masyarakat akan penanggulangan bahaya kebakaran dalam bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah terkait pemeriksaan terhadap proteksi kebakaran bangunan gedung yang dimiliki oleh masyarakat. Dorongan ini sewajarnya dilakukan secara intensif karena dampak dari suatu bencana kebakaran tidak hanya merugikan individu (pemilik, pengelola, dan/atau pengguna bangunan gedung) saja, tetapi juga masyarakat umum yang berada di sekitar lingkungan gedung. Mengacu pada pemikiran tersebut, maka muncul argumen yang membenarkan perlunya unsur kewajiban dalam penerapan upaya peningkatan kesiapan masyarakat dalam rangka antisipasi bencana kebakaran. Hal ini disampaikan oleh Bapak Dr. Machfud Sidik dalam sebuah sudut pandang yang terkandung dalam kutipan wawancara berikut ini. “Ada itu yang namanya itu merit goods, semi barang publik. Jadi barang itu mempunyai nilai eksternalitas. Menurut pandangan saya justru itu bagus, didorong orang untuk melakukan konsumsi, baik compulsory maupun persuasif. Nah saya melihat, proteksi dari kebakaran itu termasuk merit goods, jadi bisa dipaksakan. Bukan retribusinya yang dipaksakan, tetapi dia harus memproteksi dirinya supaya kekayaannya tidak habis gara-gara kebakaran.” (Machfud Sidik, 17 Desember 2011, Pukul 11.31 WIB) Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
66
Pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Machfud Sidik tersebut memberikan suatu pemahaman bahwa untuk jenis pelayanan tertentu yang dikenakan retribusi dapat diberikan unsur “paksa”, dalam arti terhadap konsumsinya diberikan unsur kewajiban karena terdapat nilai eksternalitas dari konsumsi pelayanan tersebut. Jika dikaitkan dengan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, hal ini tampaknya tepat untuk dilakukan, karena urgensi dari tujuan pelayanan pemeriksaan yang menjadi objek retribusi pemeriksaan ini adalah untuk menghindari dampak dari bencana kebakaran yang merugikan masyarakat. Oleh sebab itu, sedikit berbeda dengan jenis retribusi jasa umum lainnya, pengkonsumsian jasa pelayanan pada retribusi ini justru harus didorong agar masyarakat mempunyai motivasi yang tinggi untuk memanfaatkannya. Untuk menemukan kesesuaian pandangan tersebut, peneliti mewawancarai Bapak Risanto Hutapea selaku Kepala Bidang Pencegahan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. Dalam wawancara tersebut, diketahui bahwa retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini dilandasi dorongan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat mengantisipasi bencana kebakaran. Berikut kutipan wawancara tersebut. “pertama, keselamatan baru kemudian retribusinya. Kalau tidak diperiksa, kondisi keamanan kebakarannya tidak baik. Ketika tiba-tiba terjadi bencana kebakaran, upaya penanggulangan kebakaran pada gedung tidak maksimal, gedungnya terbakar lalu kerugian akibat kebakaran tersebut menghentikan kegiatan ekonominya. Jadi gampanganya ya, dinas pemadam kebakaran memeriksa, dapat retribusi walaupun tidak besar, disamping pemasukannya, yang paling besar tujuannya adalah gedung itu aman kalau sewaktu-waktu terjadi kebakaran, supaya apa, supaya semua kegiatan di dalam gedung itu dapat terus terjaga stabilitasnya. Jadi, proteksi ini salah satu, salah satu ya, alat untuk menjaga kestabilan ditinjau dari segi keamanan, kenyamanan dari ancaman bahaya kebakaran.”(Risanto Hutapea, 28 November 2011, Pukul 10.36 WIB) Pernyataan tersebut menegaskan bahwa memang benar sasaran yang ingin dicapai oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait pelaksanaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah sebagai bentuk dorongan terhadap upaya peningkatan kesiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana kebakaran. Dorongan ini diwujudkan dalam bentuk pelayanan yang dikenakan retribusi daerah yaitu retribusi pemeriksaan alat pemadam kabakaran. Atas pelayanan Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
67
pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang dipungut retribusi ini, dimasukkan unsur “kewajiban” melalui ketentuan yang mengatur bahwa setiap pemilik, pengelola, dan/atau pengguna bangunan gedung wajib melakukan permintaan pemeriksaan alat pemadam kebakaran ke Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana terkait rekomendasi kelayakan sistem proteksi kebakaran bangunan gedung sebagai salah satu syarat pengurusan Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Latar belakang pentingnya retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini juga dilihat dari segi tujuan jangka panjangnya. Hal ini erat kaitannya dengan faktor keamanan masyarakat dari ancaman bahaya kebakaran yang dapat terjadi sewaktu-waktu, terutama ancaman bahaya kebakaran di lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja masyarakat. Hal tersebut dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Sebenarnya luas itu, retribusinya memang hanya sebagian kecil, tapi dampaknya nanti kalau misalnya gedung itu terbakar, akan berhenti semua, transaksi ekonominya, dampak ke tenaga kerjanya. Coba bayangkan pabrik yang jumlah tenaga kerjanya ribuan, ratusan, kalau pabriknya terbakar jadi pengangguran semua lah itu tenaga kerjanya tadi kan. Kalau kebakaran cepat teratasi kan, maka kerugiannya dapat diperkecil.” (Risanto Hutapea, 28 November 2011, Pukul 10.52 WIB) Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa retribusi ini dianggap penting karena dapat menjadi salah satu unsur pendukung stabilitas kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat dilihat dari kesiapan masyarakat untuk mengantisipasi bencana kebakaran sehingga kerugian akibat bencana kebakaran tersebut diharapkan dapat diminimalisasi sehingga tidak terlalu menghambat kegiatan atau aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Pelaksanaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebagai bentuk dorongan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam antisipasi bencana kebakaran seperti yang telah dipaparkan sebelumnya tampak sebagai wujud nyata peran pemerintah dalam mengakomodir kebutuhan masyarakat. Dorongan ini tentunya akan menjadi efektif dengan didukung oleh kepercayaan dari masyarakat terhadap pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang diberikan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. Namun pada kenyataannya, ada
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
68
kecenderungan dari pihak pemilik atau pengelola bangunan gedung untuk enggan menggunakan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran oleh pemerintah karena merasa kurang puas terhadap layanan pemeriksaan yang diberikan. Hal ini tampak dari pemaparan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Ya mungkin menurut saya cukup memuaskan, kalau memuaskan sih juga belum apa ya, kalau dengan keinginan kita ya belum memenuhi standar yang seharusnya.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 11.40 WIB) Hal senada diungkapkan oleh wajib retribusi yang lain dalam kutipan wawancara berikut ini, ”ya sedang-sedang saja kepuasannya” (Dicky, 16 Desember 2011, Pukul 14.45 WIB) Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, tampak bahwa pada kenyataannya masyarakat merasa kurang puas terhadap pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama ini yang antara lain karena belum sesuai dengan keinginan masyarakat dan belum memenuhi standar yang seharusnya. Kondisi ini tentunya dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan dari masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah terkait pemeriksaan alat pemadam kebakaran pada bangunan gedung. Fakta tersebut dapat memberikan gambaran bahwa tujuan awal dari pelaksanaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebagai pendorong kesiapan masyarakat terhadap antisipasi bencana kebakaran tidak diimbangi dengan pemberian pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat. Hal ini dapat berujung pada anggapan masyarakat bahwa pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang diberikan pemerintah hanya sebagai formalitas belaka yang lebih memberatkan pada kebutuhan untuk mendapatkan surat rekomendasi kelayakan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung daripada pemeriksaan dalam rangka mendorong kesiapan dalam antisipasi bencana kebakaran. Motivasi pengkonsumsian layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang lebih kepada kebutuhan akan surat rekomendasi tersirat dalam kutipan wawancara berikut ini. ”pemeriksaan itu penting ya, untuk mengurus ijin penggunaan gedung tadi. Disamping juga, proteksi kebakaran untuk melindungi pengguna gedung.” (Dicky, 16 Desember 2011, Pukul 14.48 WIB)
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
69
Pelaksanaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebagai bentuk dorongan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam antisipasi bencana kebakaran memang penting untuk dilakukan. Namun melihat kenyataan yang ada, penting diperhatikan bahwa pelaksanaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini sebaiknya diimbangi dengan pemberian layanan pemeriksaan yang memuaskan bagi masyarakat agar tidak menimbulkan keengganan dari masyarakat untuk mengkonsumsi layanan pemeriksaan tersebut serta tidak menjadikan pemberian layanan pemeriksaan ini hanya sebagai formalitas dalam rangka pengurusan IPB. 5.1.2 Kontribusi Penerimaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Bagi Pendapat Asli Daerh (PAD) Provinsi DKI Jakarta Pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebagai sumber PAD Provinsi DKI Jakarta pada dasarnya mengandung dua aspek utama, yaitu aspek layanan dan aspek pungutan. Kedua aspek ini diharapkan dapat berjalan beriringan dan tidak timpang, agar tujuan retribusinya dapat tercapai yaitu pelayanan dari pemerintah daerah yang secara langsung diberikan kepada masyarakat dan pungutan sebagai sumber pendanaan daerah. Hal ini senada dengan yang pernyataan yang dipaparkan oleh Bapak Paramuji selaku Kepala Sub Bidang Retribusi & Lain-lain Bidang Pendapatan BPKD Provinsi DKI Jakarta dalam kutipan wawancara berikut ini. “Jadi gini, yang namanya retribusi itu ada dua, ada tangan kanan, ada tangan kiri. Tangan kanan itu Perda 8 Tahun 2008, untuk melayani, lalu tangan kirinya itu Perda 1 Tahun 2006, untuk ngambil duitnya.” Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa ketika aspek layanan telah dipenuhi dengan baik oleh pemerintah daerah, maka bersamaan dengan itu aspek pungutan pun wajar dilakukan. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan prinsip efisiensi ekonomi yang menjadi landasan pemungutan retribusi jasa umum. Pungutan atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah tersebut wajar karena ada kebutuhan untuk menggantikan biaya pelaksanaan pelayanan tersebut, disamping upaya penggalian potensi sumber pendapatan asli daerah. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dipungut sebagai salah satu upaya pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam menggali potensi PAD yang
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
70
berasal dari retribusi daerah. Pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilaksanakan dengan harapan bahwa hasil penerimaannya dapat memberikan kontribusi secara nyata bagi kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta. Hal ini seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Bapak Risanto Hutapea selaku Kepala Bidang Pencegahan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta berikut ini, “DKI ini kan pasti membutuhan sumber pendanaan untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahannya, oleh karena itu butuh PAD yang mampu mencukupi semua kebutuhan Provinsi DKI Jakarta. APBD ini dari mana sumbernya, ya dari PAD yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah. Kalau ini mandek maka menghambat pembangunan. Ini makanya selalu dijaga stabilitasnya. Jadi boleh dikatakan bahwa retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini ada antara lain sebagai sumber PAD yang berasal dari retribusi daerah untuk pembangunan di Provinsi DKI Jakarta.” (Risanto Hutapea, 28 November 2011, Pukul 10.33 WIB) Pernyataan tersebut memberikan pemahaman bahwa adanya retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini juga dilatarbelakangi oleh kontribusinya yang dibutuhkan sebagai sumber PAD Provinsi DKI Jakarta. Sebagai salah satu sumber PAD Provinsi DKI Jakarta, hasil penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran diharapkan dapat tercapai secara optimal berdasarkan dengan target yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah daerah, dalam hal ini oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, yang selanjutnya disebut dengan DPKPB. DPKPB merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut dengan SKPD, yang secara khusus diberikan wewenang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini. Kedudukan DPKPB sebagai salah satu SKPD Provinsi DKI Jakarta tersebut mendorong DPKPB untuk tidak hanya menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai pelaksana kerja daerah, tetapi juga ikut berpartisipasi dalam upaya penggalian sumber dana bagi pemasukan PAD Provinsi DKI Jakarta yang tentunya demi mendukung kelancaran pembangunan di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Bapak Risanto Hutapea berikut ini, Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
71
“Kita sebagai salah satu instansi yang menjadi pelaksana daerah ini, disamping kita menggunakan anggaran daerah, kita juga ada usaha untuk mencari sumber anggarannya, nah itu salah satunya dari retribusi. Tapi kembali lagi, pemerintah itu kan tidak seperti swasta yang tujuan utamanya untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi juga sebagai pelindung masyarakat.” Pernyataan tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang dilakukan oleh DPKPB Provinsi DKI Jakarta sebagai upaya partisipasi DPKPB dalam menggali potensi PAD yang berasal dari retribusi daerah. Pelaksanaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilandasi akan fakta bahwa pemberian pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran membutuhkan dukungan berupa sarana dan prasarana. Kebutuhan sarana dan prasarana ini dapat direalisasikan dari pembiyaan yang berasal dari APBD Provinsi DKI Jakarta. Dari sinilah muncul argumen bahwa peran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dibutuhkan, ditinjau dari hasil penerimaan retribusi yang memberikan kontribusi terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta yang kemudian diharapkan dapat memenuhi kebutuhan anggaran untuk pembiayaan sarana dan prasarana dalam rangka pemberikan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran kepada masyarakat. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kontribusi penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran diharapkan berdampak positif terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta. Namun pada kenyataannya, realisasi penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran tidak mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penerimaan retribusi daerah yang menjadi salah satu komponen PAD Provinsi DKI Jakarta. Besarnya kontribusi yang diberikan oleh retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat dengan membandingkan realisasi penerimaannya terhadap realisasi penerimaan retribusi daerah Provinsi DKI Jakarta. Berikut ini disajikan tabel kontribusi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhadap retribusi daerah Provinsi DKI Jakarta.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
72
Tabel 5.2 Kontribusi Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Terhadap Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta Realisasi Retribusi Realisasi Retribusi Daerah Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 978.867.843 444.246.390.913,00 2006 1.204.898.933 668.364.475.079,64 2007 1.293.283.703 395.639.557.901,00 2008 561.539.456 418.930.556.650,50 2009 554.846.735 441.174.739.145,00 2010 Sumber: DPKPB Provinsi DKI Jakarta (diolah peneliti) Tahun
Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta (%) 0,22 0,18 0,32 0,13 0,12
Berdasarkan data di atas, tampak bahwa retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran memang berkontribusi secara nyata terhadap penerimaan retribusi daerah Provinsi DKI Jakarta. Kontribusi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhadap retribusi daerah Provinsi DKI Jakarta mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Kontribusi tertinggi terjadi di tahun 2008 dengan persentase sebesar 0,32%. Akan tetapi, selepas tahun 2008, terjadi penurunan kontribusi yang cukup drastis hingga mencapai persentase sebesar 0,12% di tahun 2010. Fakta ini cukup disayangkan, mengingat pencapaian hasil yang semakin memburuk di tahun-tahun belakangan ini. Padahal, DKI Jakarta dilihat dari segi tata ruang memiliki gedung-gedung tinggi dengan jumlah yang tidak sedikit. Seperti data yang telah dipaparkan dalam latar belakang, yaitu data kondisi keselamatan kebakaran bangunan gedung tinggi (tabel dapat dilihat di halaman 7), ada 745 gedung tinggi yang tercatat di wilayah DKI Jakarta sampai dengan tahun 2010. Dari jumlah tersebut, tampak bahwa potensi pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebenarnya cukup besar. Penurunan kontribusi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhadap retribusi daerah yang cukup memprihatinkan sampai dengan tahun 2010 dapat memunculkan indikasi melemahnya pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. Padahal, selain sebagai upaya penggalian potensi PAD Provinsi DKI Jakarta, pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal, dalam arti dapat terus ditingkatkan, demi peningkatan penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
73
5.2 Analisis Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta 5.2.1 Analisis Dimensi Identifikasi (Identification) Prosedur identifikasi wajib retribusi memiliki peranan penting agar pemungutan retribusi tepat sasaran sehingga prosedur identifikasi harus terorganisisr dengan baik, artinya menyulitkan wajib retribusi untuk menghindari kewajibannya
dan
mempermudah
Dinas
Pemadam
Kebakaran
dan
Penanggulangan Bencana dalam proses pemberian layanan dan pemungutan retribusi. Pada dimensi identifikasi digunakan beberapa indikator, yaitu identifikasi secara otomatis (identification is automatic), identifikasi bagi wajib retribusi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi diri sendiri (there is an inducement to people to identify themselves), konfirmasi identifikasi dengan sumber lain (identification can be linked to other source information), dan kewajiban wajib retribusi diketahui dengan jelas (liability is obvious). Prosedur identifikasi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilakukan oleh DPKPB Provinsi DKI Jakarta sebagai SKPD yang diberikan wewenang secara penuh oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Indikator identifikasi secara otomatis terkait pihak yang wajib membayar retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, yaitu wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah, wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran. Pelayanan tersebut terdiri dari penelitian gambar dan pengujian akhir instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan persyaratan pencegahan kebakaran pada pelaksanaan pembangunan gedung dalam rangka penggunaan gedung, pengujian peralatan proteksi aktif dan pasif, serta pengujian peralatan penanggulangan kebakaran dan bencana lain. Hal tersebut sebagaimana yang dipaparkan dalam wawancara sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
74
“jadi wajib retribusi itu sesuai dengan Perda 1 Tahun 2006 yaitu orang pribadi atau badan yang mendapatkan dan/atau menikmati pelayanan berupa pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran oleh pemerintah daerah. Jadi setiap orang atau badan yang mendapatkan pelayanan tersebut dikatakan sebagai wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.00 WIB). Pernyataan tersebut menegaskan bahwa sudah jelas diatur dalam Perda No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah mengenai kriteria subjek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang selanjutnya disebut sebagai wajib retribusi. Bagi pemilik atau pengelola bangunan gedung, prosedur untuk mendapatkan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilakukan dengan cara mengajukan permintaan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran melalui surat permohonan ke DPKPB Provinsi DKI Jakarta. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam wawancara berikut ini. “dari dinas pemadam itu retribusinya, yang pertama, pengelola bangunan gedung baru akan mendaftarkan pelayanan pemberian rekomendasi Izin Penggunaan Bangunan (IPB).” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.10 WIB) Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui juga bahwa permohonan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran mengandung unsur kewajiban, karena hasil pemeriksaan terhadap suatu bangunan gedung menjadi rekomendasi dari DPKPB sebagai salah satu persyaratan pengajuan surat Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Prosedur pengajuan permohonan pelayanan pemeriksaan ini merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan layanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran. Hal ini seperti yang disampaikan dalam kutipan wawancara berikut ini. “jadi masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan mengajukan surat permohonan ke kepala dinas pemadam kebakaran. Setelah surat permohonan masuk, akan diproses dan diterbitkan surat dinas oleh kepala dinas. Kalau surat tugas sudah keluar, baru petugas yang ditunjuk akan memberikan layanan yang ditugaskan kepadanya.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.15 WIB)
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
75
Hal tersebut senada dengan pernyataan yang dipaparkan dalam wawancara berikut ini. “ya prosedurnya kita datang ke DPK, dengan membawa surat permohonan untuk dilakukan pemeriksaan.” (Dicky, 16 Desember 2011, Pukul 14.05 WIB) Dengan melihat pernyataan di atas, maka dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran, pemohon wajib menyampaikan surat permohonan sebagai bukti konkrit permintaan akan pelayanan pemeriksaan tersebut. Setelah surat permohonan tersebut diterima, maka DPKPB akan melakukan konfirmasi dengan menghubungi pemohon pelayanan pemeriksaan, dalam hal ini pemilik atau pengelola gedung, untuk memastikan permohonan pelayanan pemeriksaan tersebut benar dilakukan oleh pemilik atau pengelola gedung yang bersangkutan. Apabila memang benar pemohon mengajukan permohonan pelayanan pemeriksaan, maka petugas dinas akan meminta pemohon untuk melengkapi dokumen-dokumen tertentu sebagai persyaratan pemberian pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Konfirmasi tersebut juga dilakukan untuk membuat kesepakatan mengenai waktu pemeriksaan yang akan dilakukan oleh petugas DPKPB. Hal ini sebagaimana dipaparkan dalam wawancara sebagai berikut: “jadi begini, permohonan masuk, petugas akan menghubungi via telepon, petugas yang ditugaskan dalam surat tugas ya, akan melakukan konfirmasi via telepon ke pemohon, disitu dilakukan verifikasi benar atau tidaknya pemohon mengajukan permohonan yang dimaksud, sekaligus meminta kelengkapan dokumen sebagai persyaratan itu, nah dalam verifikasi itu berarti dia sudah sah kan. Jadi sekalian itu untuk konfirmasi kapan waktu pelayanan akan diberikan.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.20 WIB) Konfirmasi ini penting dilakukan agar terdapat kejelasan mengenai kebenaran surat permohonan yang diajukan oleh pemohon pelayanan pemeriksaan, serta untuk memperlancar proses pemeriksaan yang akan dilakukan setelah ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Dokumen-dokumen yang harus dipenuhi oleh pihak pemohon tersebut antara lain gambar teknis proteksi kebakaran pada bangunan gedung, fotokopi IMB, daftar dan spesifikasi peralatan proteksi kebakaran yang terpasang, sertifikasi alat-alat pemadam kebakaran yang dipasang, Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
76
termasuk NPWP perusahaan tersebut. Disamping itu, perlu dilampirkan juga daftar tim Tenaga Ahli Bangunan Gedung (TABG) serta Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK) untuk kontraktor yang melakukan pekerjaan instalasi proteksi kebakaran pada bangunan gedung. Dokumen-dokumen tersebut harus dilampirkan dalam surat permohonan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Bagi produsen alat pemadam api ringan (APAR), pengajuan permohonan uji mutu komponen dilakukan untuk mendapatkan Sertifikat Uji Mutu dari DPKPB. Sertifikat Uji Mutu tersebut dimiliki sebagai salah satu persyaratan APAR dapat dijual secara umum. Prosedur pengajuan permohonan pengujian APAR tidak berbeda dengan prosedur pengajuan permohonan pemeriksaan alat pemadam kebakaran oleh pemilik atau pengelola bangunan gedung. Produsen alat pemadam api ringan (APAR) tersebut dapat mengajukan permohonan uji mutu komponen melalui surat yang ditujukan ke DPKPB Provinsi DKI Jakarta. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Kemudian perusahaan produsen alat pemadam api ringan (APAR), mereka juga mengajukan permohonan pelayanan pengujian APAR dalam rangka pemberian sertifikat uji mutu. Prosedurnya sama dengan permohonana pemeriksaan bangunan gedung. Itu termasuk alat pemadam api ringan (APAR), serta peralatan proteksi kebakaran lain selain APAR, juga perlengkapan pokok pemadam yang harus diuji, seperti contohnya ya, fire helmet fire glove, pintu tahan api, fire damper, dan lain sebagainya.”(Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.25 WIB) Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan menerima pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran oleh DPKPB, maka secara otomatis menjadikan orang dan/atau badan menjadi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Hal ini sesuai dengan benefit principle dalam konsep retribusi. Indikator kedua pada dimensi identifikasi adalah penerapan prosedur identifikasi wajib retribusi yang tepat untuk mengidentifikasi diri sendiri. Dalam proses identifikasi hendaknya setiap orang memiliki dorongan atau paksaan dari dalam diri wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran itu untuk mengidentifikasi dirinya sendiri. Pihak DPKPB secara periodik melakukan pengecekan data dari Buku Induk Pemeriksaan. Dari Buku Induk Pemeriksaan tersebut, dapat diketahui gedung mana saja yang sudah jatuh tempo, dalam arti
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
77
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap proteksi kebakaran gedungnya. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam wawancara berikut ini. “semua dokumen tiap pemohon tu dimasukkan ke dalam file sendiri. Pembukuannya lengkap, kemudian juga ada buku induknya. Mengenai gedung itu diperbaharui setiap satu tahun sekali, jadi misalnya ada bangunan gedung baru, pada tahun berikutnya itu dia menjadi bangunan eksisting, jadi diperbarui. Kalau untuk uji mutu alat pemadam, dalam tiga tahun diuji ulang, itu diperbarui disitu, jadi setiap tiga tahun.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.30 WIB) Hal ini senada dengan wawancara yang dipaparkan berikut ini. “Buku Induk ya, kita adanya tempat untuk menyimpan file-file bangunan gedung, tu di lemari itu banyak itu file-file gedungnya ada ratusan. Kalau di softcopynya itu ada kita data juga seperti gedung mana saja yang sudah kita periksa, berapa jumlah keseluruhan gedung yang telah diperiksa, itu adanya di file Data Gedung aja.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.25 WIB) Terhadap gedung-gedung eksisting, yaitu gedung-gedung yang sudah digunakan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun, petugas dari DPKPB akan menghubungi pihak pengelola gedung terkait pemeriksaan alat-alat proteksi kebakaran gedung yang sudah saatnya untuk dilakukan kembali. Pemeriksaan terhadap gedung eksisting disebut pemeriksaan sewaktu-waktu. Prosedur tersebut dilakukan dengan pengiriman surat kepada pemilik atau pengelola gedung yang bersangkutan.
Surat
tersebut
berisi
pengumuman
bahwa
gedung yang
bersangkutan sudah harus diperiksa peralatan proteksi kebakarannya sehingga pemilik atau pengelola bangunan gedung tersebut harus segera mengirimkan surat permohonan pelayanan pemeriksaan ke DPKPB. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam wawancara sebagai berikut. “Itu dilakukan secara periodikal, setiap tahun, jadi kalau ada bangunan gedung yang sudah jatuh tempo, misalnya bulan depan itu dia sudah harus dilakukan pemeriksaan sewaktu-waktu, itu terhadap gedungnya, sebulan sebelumnya kita beri pengumuman, kita kirimkan surat pengumuman bahwa gedung ini sudah harus diperiksa lagi, jadi kita tuliskan dalam surat pengumuman itu supaya mereka mengirimkan permohonan untuk uji dilakukan peralatan proteksinya.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.35 WIB) Berdasarkan pemaparan dari Bapak Jon Vendri tersebut, tampak bahwa sejauh ini dari pihak DPKPB sendiri telah berupaya untuk secara aktif melakukan identifikasi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, yaitu dengan Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
78
melakukan pengecekan data dalam file Data Gedung, lalu menghubungi pihak pengelola gedung untuk mengingatkan bahwa pemeriksaan alat pemadam kebakaran sudah harus dilakukan kembali. Namun sedikit berbeda dengan pernyataan tersebut, disampaikan oleh Bapak Darwin Ali selaku Kepala Seksi Inspeksi DPKPB dalam kutipan wawancara berikut. “Untuk pemeriksaan yang sewaktu-waktu ya, saat ini sih sifatnya menunggu, kendalanya ya kita tidak bisa memungut retribusinya karena belum ada perda yang mengatur.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.25) Pernyataan dalam kutipan wawancara tersebut memperlihatkan bahwa ada dua pandangan mengenai pemeriksaan sewaktu-waktu oleh para petugas DPKPB, ada yang mengatakan itu adalah suatu keharusan untuk setiap tahun dilakukan terhadap gedung-gedung eksisting, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa sifatnya tidak wajib untuk dilakukan setiap tahun dan pemeriksaan dilakukan apabila ada permohonan dari pemilik atau pengelola bangunan gedung saja. Sebenarnya ada peraturan yang mengatur mengenai pemeriksaan sewaktu-waktu tersebut, yaitu Perda Provinsi DKI Jakarta No. 8 Tahun 2008 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini akan dijelaskan pada analisis kendala dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta (dapat dilihat pada Bab 5.3 di halaman 127). Dalam praktik, prosedur pengajuan permohonan pemeriksaan alat pemadam kebakaran untuk bangunan eksisting terkadang memang diajukan secara inisiatif oleh pemilik atau pengelola gedung. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam wawancara berikut ini. “kita biasanya tanya via telepon, kan kita ada datanya itu, setiap tahun kita punya surat-surat ijin apa, semacam itu, jatuh temponya kapan. Nah kalau sudah dekat jatuh temponya, kita biasanya nanyain ke mereka. Kita coba-coba tanya ke sana, ini rasa-rasanya kami nggak diperiksa nih, ada apa nih, apa kelewatan atau apa.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 10.30 WIB) Melihat pernyataan tersebut, tampak bahwa wajib retribusi tersebut memang mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap pemeriksaan sistem proteksi kebakaran gedungnya. Terkait dengan kesadaran dari wajib retribusi, apabila wajib retribusi tersebut memiliki inisiatif yang tinggi seperti dalam wawancara Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
79
yang dipaparkan, maka proses identifikasi dapat berjalan dengan lancar dan mudah. Kesadaran dan inisiatif tersebut tentunya akan timbul apabila wajib retribusi menyadari arti pentingnya pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang diberikan oleh DPKPB. Untuk itu, peneliti melakukan wawancara untuk menanyakan sejauh mana kesadaran wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhadap arti penting dari retribusi ini. Berikut hasil wawancara peneliti dengan beberapa wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. “penting, karena menyangkut jiwa kan. Orang biasa kan ya selalu bertanya-tanya aman nggak nih ya gedung ini, kita juga kan selalu melakukan pemeriksaan selain dari pemeriksaan oleh dinas pemadam, kita lakukan pemeriksaan rutin tiga bulan sekali. Kan dalam sistem ini kan ada air, ada peralatannya, sistem komputerisasi, itu ya harus dicobain satu per satu secara rutin untuk memastikan bahwa semuanya dalam kondisi standby.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 10.40 WIB) Wajib retribusi yang lain mengatakan demikian, “pemeriksaannya ya penting, itu kan untuk izin penggunaan bangunan. Disamping itu juga proteksi kebakaran untuk melindungi pengguna gedung.” (Dicky, 16 Desember 2011, Pukul 14.07 WIB) Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran cukup mengerti arti penting dari pemeriksaan yang dilakukan terhadap proteksi kebakaran gedung, yaitu sebagai antisipasi bencana kebakaran yang dapat terjadi sewaktu-waktu serta sebagai tanggung jawab pengelola gedung terhadap proteksi kebakaran bagi para pengguna gedung tersebut. Jika pemahamannya baik, maka kesadaran pun akan muncul dengan sendirinya. Terlebih lagi, dorongan untuk menjadi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini didukung oleh kewajiban akan persyaratan rekomendasi yang diperlukan untuk pengajuan atau perpanjangan surat Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Hal ini seperti pernyataan Bapak Devi dalam kutipan wawancara berikut ini. “iya, jadi karena itu untuk perpanjangan IPB jadi setiap tahun seharusnya ya diperiksa, dan itu sifatnya jadi wajib.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 10.45 WIB) Dorongan ini menjadikan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran mempunyai unsur kewajiban bagi pemilik atau pengelola gedung yang ada di DKI Jakarta. Mengacu pada beberapa fakta tersebut, terdapat dua macam identifikasi
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
80
wajib retribusi terkait pemeriksaan alat pemadam kebakaran pada bangunan gedung eksisting. Pertama, petugas yang secara proaktif melakukan pengecekan data dari Data Gedung mengenai bangunan gedung yang sudah perlu dilakukan pemeriksaan kembali, kemudian mengirimkan surat pemberitahuan kepada pemilik atau pengelola gedung yang bersangkutan. Kedua, petugas menunggu permohonan yang diajukan oleh pemilik atau pengelola gedung untuk melakukan pemeriksaan alat pemadam kebakaran pada bangunan gedung yang dimilik atau dikelola tersebut. Cara identifikasi yang kedua akan menjadi efektif tentunya apabila wajib retribusi benar-benar menyadari arti penting pemeriksaan yang dilakukan terhadap alat proteksi kebakaran gedung. Oleh karenanya, diperlukan sosialisasi dari pihak DPKPB untuk menumbuhkan kesadaran akan peran penting retribusi ini tidak hanya dari segi unsur kewajiban, tetapi karena pentingnya kesiapan proteksi kebakaran gedung untuk mengantisipasi bahaya kebakaran. Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan, tampak bahwa wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran mampu mengidentifikasikan dirinya sendiri sebagai wajib retribusi pemeriksaan alat kebakaran karena adanya suatu dorongan untuk mengajukan permohonan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Hanya saja, dorongan tersebut tampaknya bukan ke arah pentingnya pemeriksaan alat pemadam kebakaran, tetapi lebih kepada kebutuhan surat rekomendasi dari DPKPB sebagai salah satu syarat perpanjangan surat Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Dengan demikian, indikator kedua dalam proses identifikasi ini terpenuhi. Indikator ketiga pada dimensi identifikasi adalah tersedianya sumber informasi lain yang berfungsi untuk konfirmasi silang terkait wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Sumber informasi lain berguna untuk membantu dalam mengidentifikasi para wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang belum melaksanakan kewajibannya. Proses identifikasi oleh DPKPB dalam hal pemeriksaan gedung baru dilakukan dengan bekerjasama dengan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Provinsi DKI Jakarta. Dalam hal ini, kerjasama dilakukan melalui keterlibatan petugas DPKPB dalam Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). Bersama dengan TABG, akan dibahas mengenai gedung-gedung yang akan dibangun di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Pembahasan tersebut dilakukan bentuk sidang Tim Penasehat Instalasi Bangunan
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
81
(TPIB). Melalui pembahasan tersebut, dapat diketahui berapa jumlah bangunan gedung baru yang akan dibangun sehingga diperoleh data untuk menghitung potensi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam wawancara berikut ini. “itu kalau untuk bangunan gedung, kita hanya tergantung pada rencana tahun depannya itu, jadi kerjasamanya dengan Dinas P2B itu. Dinas pemadam kebakaran ini kan terlibat dalam Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG), gambar rancangan bangunan yang akan dibangun tuh, setahun atau dua tahun sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan gambarnya, kerjasama dengan Dinas P2B, itu dalam Sidang TPIB (Tim Penasehat Bangunan Gedung). Jadi itu untuk prediksi bangunan gedung baru di tahun depannya, mungkin itu saja yang bisa diprediksi.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.40 WIB) Hal tersebut senada dengan pernyataan yang dipaparkan dalam wawancara berikut ini. “awalnya dari tata kota dulu memberikan masukan. Misalnya, oke pak di daerah sana, sesuai dengan rencana tata ruang sudah sekian jumlah gedung bertingkat yang akan dibangun, dari situ didata berapa potensinya, kan dari gedung-gedung itu akan membutuhkan surat izin yang nantinya menjadi objek retribusi.” (Risanto Hutapea, 28 November 2011, Pukul 10.18 WIB) Kerjasama dengan Dinas P2B tersebut tepat dilakukan karena data mengenai gedung baru akan mudah diketahui, disamping kerjasama tersebut juga penting untuk merencanakan instalasi bangunan dengan sistem proteksi kebakaran yang baik. Sedangkan untuk kerjasama DPKPB dengan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta tidak menunjukkan bahwa DPKPB dapat memperoleh informasi untuk mengidentifikasi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Kerjasama yang terjadi hanya sebatas keterkaitan dalam hal penyetoran dan pelaporan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “prosedur penetapan target itu usulan dari Dinas. Jadi dari sana dilaporkan potensinya, lalu baru disepakati, berapa perkiraan target penerimaannya.” (Pramuji, 24 November 2011, Pukul 13.30 WIB) Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa dalam proses identifikasi, khusunya identifikasi potensi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, sumber informasi lain tidak mampu didapatkan dari kerjasama DPKPB dengan Dispenda Provinsi DKI Jakarta. Dengan kata lain, satu-satunya sumber informasi dari pihak lain yang membantu DPKPB untuk melakukan identifikasi, khususnya untuk Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
82
bangunan gedung baru, adalah melalui pembahasan dalam sidang TPIB yang dilakukan bersama Dinas P2B. Selain untuk mengetahui potensi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terkait gedung baru, ada kemungkinan sumber informasi lain dalam proses identifikasinya tidak terlalu dianggap perlu oleh pihak DPKPB mengingat pemeriksaan ini akan dibutuhkan oleh pihak pemilik atau pengelola gedung baru untuk memperoleh rekomendasi dari DPKPB dalam rangka pengurusan surat IPB. Fakta tersebut mengindikasikan lemahnya proses identifikasi yang dilakukan oleh DPKPB dipandang dari minimnya sumber informasi lain yang seharusnya dapat dijadikan pendukung dalam proses identifikasi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Berbeda dengan identifikasi bagi produsen alat pemadam api ringan (APAR), pihak DPKPB justru tidak memiliki sumber informasi lain untuk mendeteksi wajib retribusi pengujian APAR. Hal ini dipaparkan dalam wawancara berikut ini, “Kalau untuk uji mutu alat pemadam api, kayaknya nggak ada ya. Kita lihat di, ya kalau dulu ya kita lihat di buku telepon biasanya, buku kuning itu, yellow pages. Kalau sekarang mah liat di internet, kita lihat ada yang baru nggak. Ya jadi itu harus proaktif dari dinasnya.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.45 WIB) Pernyataan tersebut paling tidak menunjukkan berntuk usaha dari pihak DPKPB untuk mengidentifikasi wajib retribusi pengujian APAR yaitu melalui informasi lain yang berupa sumber dari website internet atau buku kuning (yellow pages). Namun demikian, sumber informasi tersebut tampaknya sangat tidak efisien dan tidak memudahkan petugas sendiri dalam pencarian data karena dibutuhkan waktu yang tidak sedikit dan usaha yang tidak mudah untuk menelusuri produsen APAR tersebut. Tidak tersedianya sumber informasi lain yang tepat untuk mengidentifikasi wajib retribusi pengujian APAR ini dapat mengurangi potensi penerimaan serta mengindikasikan kelemahan pengawasan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Padahal sebenarnya, terdapat peraturan yang dapat dijadikan
dasar
pengenaan
kewajiban
bagi
produsen
atau
pengimpor
bahan/komponen proteksi pasif dan aktif, dan peralatan penanggulangan kebakaran yaitu pada Pasal 43 Perda Provinsi DKI Jakarta No. 8 Tahun 2008. Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa setiap orang dan/atau Badan Hukum
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
83
yang memproduksi atau mengimpor bahan/komponen proteksi pasif dan aktif, dan peralatan penanggulangan kebakaran wajib memperoleh sertifikat uji mutu komponen dan bahan dari Dinas, yang berlaku selama tiga (3) tahun dan diatur dalam Peraturan Gubernur. Peraturan ini jelas memberikan peluang besar bagi DPKPB untuk mengawasi peredaran alat-alat proteksi aktif dan pasif tersebut yang akan mempermudah petugas untuk melakukan identifikasi terhadap potensi wajib retribusi pengujian peralatan proteksi aktif dan pasif. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Kalau untuk uji mutu alat pemadam, dalam tiga tahun diuji ulang, itu diperbarui disitu, jadi setiap tiga tahun. Bisa jadi ada perusahaan baru, mengeluarkan merk baru, atau untuk perusahaan yang sama dia mengeluarkan produk baru, itu harus diuji juga itu.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.50 WIB) Akan tetapi pada kenyataannya, pengujian terhadap mutu komponen tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar, terutama untuk pengujian berkala setelah jatuh tempo sesuai dengan Sertifikat Uji Mutu yaitu dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Kalau yang saya tahu itu baru untuk pengujian APAR baru, yang akan dijual ke masyarakat, tetapi kalau untuk APAR-APAR yang sudah terpasang sepertinya belum pernah ada pengujiannya berkalanya ya. Kalau untuk pengawasan sih belum ada ya.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.35 WIB) Berdasarkan fakta tersebut, terlihat bahwa dalam hal pengujian proteksi aktif dan pasif, tampaknya petugas tidak mempunyai akses yang baik untuk mengetahui atau mengidentifikasi wajib retribusi pengujian proteksi aktif dan pasif tersebut. Akses ini mungkin dapat dikembangkan dengan melakukan kerjasama dengan berbagai instansi terkait, seperti instansi yang mengesahkan label produk terhadap peralatan proteksi kebakaran aktif dan pasif tersebut. Kerjasama dengan instansi tersebut dapat menjaring produsen atau pengimpor peralatan proteksi aktif dan pasif untuk melaksanakan kewajiban pengujian untuk mendapatkan Sertifikat Uji Mutu. Peraturan yang telah ada, seperti Perda No. 8 Tahun 2008 serta Peraturan Gubernur yang mengatur mengenai pengujian tersebut selayaknya dapat dijadikan sebagai payung hukum yang menjamin bahwa atas pengujian tersebut memang terdapat unsur kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen atau importir
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
84
peralatan proteksi aktif dan pasif tersebut. Terkait pengawasannya, kerjasama dengan instansi lain yang dapat dijadikan sumber informasi untuk mengidentifkasi wajib retribusi ini sebenarnya sangat perlu dilakukan. Akan tetapi, upaya ini akan lebih baik jika diseimbangkan dengan mutu pelayanan yang diberikan oleh DPKPB apalagi pengujian ini sifatnya harus dilakukan dengan cermat dan benar karena terkait pengecekan mutu komponen dalam peralatan proteksi kebakaran aktif dan pasif tersebut. Agar tujuan suatu organisasi dapat tercapai maka setiap pihak yang terlibat harus mengetahui hak dan kewajibannya. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008, setiap orang dan/atau badan hukum yang mendapatkan pelayanan yang dikelola oleh Dinas, dalam hal ini DPKPB, dikenakan retribusi yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pelayanan tersebut mencakup pemeriksaan serta pengujian alat pemadam kebakaran yang dimiliki oleh masyarakat. Berdasarkan peraturan tersebut maka tampak jelas kewajiban dari pemilik atau pengelola gedung dan produsen APAR untuk membayar retribusi atas pelayanan pemeriksaan yang dinikmatinya. Pemenuhan kewajiban retribusi akan berjalan baik apabila petugas dan wajib retribusi sama-sama mengetahui kewajiban wajib retribusi. Berdasarkan hasil wawancara dengan wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, semua wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran hanya mengetahui bahwa kewajiban mereka adalah membayar retribusi. Hal ini didukung oleh pernyataan sebagai berikut: “Ya prinsipnya sih kami, ya ibaratnya disuruh ini, gedung ini bayar sekian, ya udah terima aja. Cuma paling nggak selama ini untuk memberi penjelasan dari sisi bahwa gedung itu masuk di kelas mana. Dikasih surat ini, cuma mereka aja yang sodorin jumlahnya sekian, kita patuh aja.” (Devi, 29 November 2011, Pukul 10.50 WIB) Hal ini juga dikatakan oleh narasumber lain: “yang saya tahu ya kewajibannya membayar retribusi tepat waktu dan membayar sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.” (Dicky, 16 Desember 2011, Pukul 14.15 WIB) Berdasarkan kutipan wawancara dengan para wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran tersebut, meskipun tidak terdapat sosialisasi kewajiban pembayaran retribusi yang diberikan secara langsung oleh petugas DPKPB, Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
85
ternyata wajib retribusi telah menyadari dengan sendirinya bahwa salah satu kewajiban mereka setelah mendapatkan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah membayar retribusi terutang sesuai dengan jumlah yang ditetapkan oleh petugas DPKPB. Disamping memahami kewajiban untuk membayar retribusi, akan lebih baik jika wajib retribusi juga mengerti dan memahami mengenai kewajiban penyediaan proteksi kebakaran sebagaimana diamanatkan dalam Perda No. 8 Tahun 2008. Hal ini tercermin dari pernyataan Bapak Dicky dalam kutipan wawancara berikut ini. “gedung ini kan digunakan untuk umum, maka memang sangat diperlukan adanya proteksi kebakaran.” (Dicky, 16 Desember 2011, Pukul 14.19 WIB) Dalam kenyataannya, upaya pendekatan melalui sosialisasi telah dilakukan oleh petugas DPKPB dalam proses pemberian pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “saat melakukan pemeriksaan, kita juga berikan arahan kepada pengelola gedungnya, kita berikan pandangan bahwa proteksi itu bukan berarti memboroskan uang. Jadi proteksi ini itu ya seperti asuransi. Kita tidak ingin menggunakan asuransi, tetapi kita perlu ada itu. Jadi bukan pemborosan, tetapi investasi. Itu pada saat meeting sebelum pemeriksaan ya. Kita berikan penjelasan seperti itu ke pengelola gedung yang mengajukan permohonan.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.40 WIB) Dilihat dari bentuk sosialisasi yang diberikan, maka sosialiasi tersebut memang baik untuk memberikan pemahaman kepada pemilik atau pengelola gedung akan pentingnya proteksi kebakaran gedung. Ini juga merupakan bentuk kewajiban pemilik atau pengelola gedung yaitu menyediakan proteksi kebakaran pada bangunan gedung yang dimiliki atau dikelola. Namun demikian, sosialisasi mengenai kewajiban pemilik atau pengelola gedung sebagai wajib retribusi seringkali tidak diterapkan. Apabila sosialisasi yang diberikan tidak lengkap, maka dapat dimungkinkan timbulnya ketidakjelasan dari sisi pemilik atau pengelola gedung sebagai wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
86
“Nah ini yang tidak terlalu jelas. Sebenarnya apa yang dia ingin capai, penting nggaknya bagi perusahaan yang bergerak di bidang apa. Sebenarnya kriterianya itu seperti apa, kalau yang dia tulis itu poinpoinnya seperti tadi seperti luas bangunan seperti itu kan kami tahu, tetapi misalnya ini peruntukannya apa, beda bayarnya ke kantor apa.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 10.55 WIB) Pemberian sosialisai yang kurang dapat menyebabkan ketidakjelasan dari sisi wajib
retribusi
pemeriksaan
alat
pemadam
kebakaran.
Hal
ini
juga
mengindikasikan bahwa selama ini petugas pemeriksaan dari DPKPB kurang melakukan pendekatan dengan wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sehingga yang diketahui oleh wajib retribusi hanya kewajibannya untuk membayar retribusi sesuai dengan jumlah yang harus mereka bayarkan, tanpa mengerti alasan, tujuan, maupun prosedur yang benar dalam pemenuhan kewajiban tersebut. Sosialisasi yang baik akan menciptakan kondisi yang tanpa paksaan bagi wajib retribusi untuk membayar serta kerelaan untuk membayar tepat waktu dan sesuai dengan jumlah ketetapan yang ada.
5.2.2 Analisis Dimensi Penetapan (Assessment) Setelah proses identifikasi dilakukan, maka proses selanjutnya adalah penetapan. Penetapan hendaknya dapat membuat wajib retribusi sulit untuk menghindarkan diri dari seluruh kemampuannya dalam membayar retribusi daerah secara penuh atau sesuai kemampuannya. Terdapat tiga indikator untuk dimensi penetapan nilai retribusi terutang, antara lain penetapan secara otomatis (assessment is automatic), penilai tidak atau sedikit melakukan diskresi (the assessor has little or no discretion), dan konfirmasi penetapan dengan sumber lain (the assessment can be checked against othe information). Untuk indikator pertama, sesuai dengan prinsip kepastian hukum dalam pemungutan retribusi, yaitu terdapat peraturan atau standar baku dalam melakukan penetapan yang memuat dasar pengenaannya, tarif, wilayah pemungutannya dan memberi kesempatan kepada pembayaran untuk mengajukan keberatan. Standardisasi penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah dengan memperhatikan biaya Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
87
penyediaan peralatan, biaya pemeriksaan/pengecekan, biaya segel, biaya operasional/pemeliharaan dan memperhatikan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. Prinsip dan sasaran penetapan target retribusi tersebut sesuai dengan konsep penetapan tarif retribusi jasa umum yang berpangkal pada efisiensi ekonomi. Hal tersebut seperti pernyataan yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Jasa umum, itu harus ada konsepnya. Itu ke cost paling tinggi. Berapa jumlah atau pelayanan pemerintah, itu yang dibayar atau lebih sedikit. Kalau tidak ada semacam pungutan-pungutan itu, maka masyarakat akan excessive, menikmati itu terlalu banyak, ya kan. Nah, untuk penyediaan pelayanan menjadi naik, maka cost nya menjadi tinggi. Itu untuk cost tadi. Kalau untuk didorong, agar masyarakat itu tidak merasa berat, maka paling tidak itu, belanja modalnya, capitalnya atau expenditurenya itu yang digunakan.” (Machfud Sidik, 17 Desember 2011, Pukul 11.45 WIB) Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa dalam penetapan tarif retribusi jasa umum, dalam hal ini khususnya retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, salah satu prinsip yang ideal digunakan adalah berdasarkan biaya yang digunakan untuk memberikan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Seperti yang disebutkan dalam Perda No. 1 Tahun 2006, biaya-biaya itu antara lain biaya penyediaan peralatan, biaya pemeriksaan, biaya segel, serta biaya operasional/pemeliharaan. Akan tetapi, karena sifat retribusi tersebut juga terkait erat dengan pelayanan umum, maka tetap diperhatikan mengenai kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. Disamping konsep mengenai penetapan tarif retribusi jasa umum, Bapak Machfud Sidik juga menyampaikan bahwa pungutan retribusi dengan jumlah tertentu tersebut bertujuan agar masyarakat tidak excessive atau berlebih-lebihan dalam menikmati atau memanfaatkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah karena pada dasarnya sumber daya dalam pemberian suatu pelayanan tentu memiliki jumlah yang terbatas. Ada argumen bahwa prinsip dan sasaran penetapan struktur dan tarif retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran tidak semata-mata untuk menutupi sebagian atau seluruh dari biaya penyelenggaraan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Risanto Hutapea selaku Kepala Bidang Pencegahan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta berikut ini.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
88
“dinas pemadam kebakaran memeriksa, dapat retribusi walaupun tidak besar, disamping pemasukannya, yang paling besar tujuannya adalah gedung itu aman kalau sewaktu-waktu terjadi kebakaran.” (Risanto Hutapea, 28 November 2011, Pukul 10.00 WIB) Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Darwin Ali dalam kutipan wawancara berikut ini. “kalau menurut saya sih, kalau untuk pemasukan PAD itu nggak seberapa sih. cuma biar ada untuk kepedulian masyarakat, maka dipungut retribusinya. Kalau masyarakat itu nggak ada semacam sanksi itu jadi masa bodoh kan, karena ada tadi, ada retribusinya itu untuk itu. Kalau nggak dibuat kayak gitu kan nggak ada yang patuh itu.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.40 WIB) Berdasarkan pernyataan tersebut, tampak bahwa dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan
alat
pemadam
kebakaran,
dikatakan
tidak
semata-mata
mengutamakan pemasukan dari retribusi tersebut, akan tetapi lebih kepada upaya perlindungan masyarakat baik masyarakat secara khusus yaitu pemilik, pengguna, dan/atau pengelola bangunan gedung atau masyarakat secara umum yaitu bagi masyarakat yang tinggal atau beraktivitas di sekitar lingkungan bangunan gedung terhadap ancaman bahaya kebakaran. Penetepan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilakukan dengan cara official assessment. Proses penetapan retribusi secara official assesement dilakukan dengan cara mengalikan tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan perhitungan sebagai berikut:
Retribusi Terutang: Tarif X Tingkat Penggunaan Jasa
Cara mengukur tingkat penggunaan jasa retribusi pemeriksaan alat pemadan kebakaran berdasarkan gambar rencana yang diteliti, luas lantai pengujian akhir pemasangan
instalasi
proteksi
kebakaran
dan
pemeriksaan
persyaratan
pencegahan kebakaran, jenis dan tipe peralatan pencegahan pemadam kebakaran. Cara mengukur tingkat penggunaan jasa tersebut disebutkan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2006. Hal tersebut senada dengan
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
89
yang dipaparkan oleh Bapak Jon Vendri selaku Kepala Seksi Inspeksi DPK-PB Provinsi DKI Jakarta dalam kutipan wawancara sebagai berikut. “Cara mengukur tingkat penggunaan jasa, itu berdasarkan rencana gambar yang diteliti, peralatan pemadam kebakaran yang diuji. Lalu prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif, itu dengan memperhatikan biaya penyediaan peralatan, biaya pemeriksaan, biaya segel, biaya pemeliharaan, kemampuan masayarakat, kemudian biaya keahlian yang dibutuhkan, dan aspek keadilan.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.55 WIB) Tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan, misalnya berapa luas lantai bangunan gedung yang diperiksa, berapa jumlah peralatan proteksi kebakaran yang diperiksa. Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang diterapkan dalam Perda No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Besarnya tarif dapat dinyatakan dalam rupiah per unit tingkat penggunaan jasa. Penetapan tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, aspek keadilan, dan kemampuan masyarakat. Berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2006, diatur mengenai tarif retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang telah terbagi berdasarkan jenis pelayanan pemeriksaan yang diberikan. DPKPB dalam menghitung dan menetapkan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran berpedoman pada Perda tersebut. DPKPB menjalankan dan tidak menyimpang dari ketentuan di dalam Perda No. 1 Tahun 2006. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Jon Vendri selaku Kepala Seksi Bina Teknis Pencegahan DPKPB Provinsi DKI Jakarta dalam kutipan wawancara berikut ini, “Sudah, itu sudah sesuai dengan Perda 1 tahun 2006. Perda 1 itu untuk melihat besaran tarif, kemudian data lapangan untuk melihat besarnya layanan/ jumlah layanan.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09. 57 WIB) Pernyataan tersebut menegaskan bahwa yang menjadi pedoman bagi petugas pemeriksa dari DPKPB untuk melakukan penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah dengan melihat struktur dan besaran tarif yang ada di dalam Perda No. 1 Tahun 2006 lalu kemudian besarnya retribusi terutang Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
90
disesuaikan dengan tingkat penggunaan jasa pada bangunan gedung yang diperiksa. Penetapan besarnya jumlah retribusi terutang atas layanan berupa pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang diberikan oleh pemerintah daerah yang dalam hal ini adalah DPKPB Provinsi DKI Jakarta diawali dengan penghitungan retribusi terutang berdasarkan rumus tarif dikalikan dengan tingkat penggunaan jasa. Tarif tersebut ditentukan dengan berpedoman pada tarif yang diatur dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkat penggunaan jasa dalam kaitannya dengan retribusi ini antara lain berupa gambar rencana gambar rancangan yang diteliti, luas lantai pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan persyaratan pencegahan kebakaran, jenis dan tipe peralatan pencegahan pemadam kebakaran. Prosedur penetapan retribusi diatur dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No.1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Proses penetapan retribusi terutang tersebut secara teknis pun telah diatur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Prosedur penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran diawali dengan pengajuan permohonan dari wajib retribusi secara tertulis kepada Kepala DPKPB Provinsi DKI Jakarta untuk mendapatkan jasa pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran
berupa
pemeriksaan
alat
pemadam
kebakaran.
Berdasarkan
permohonan tersebut, petugas DPKPB melakukan perhitungan besarnya retribusi terutang menurut tarif yang diatur dalam Perda No. 1 Tahun 2006 dan dituangkan dalam nota perhitungan. Nota perhitungan tersebut diajukan kepada Kepala DPKPB untuk mendapatkan persetujuan. Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui oleh Kepala DPKPB maka selanjutnya diterbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut dengan SKRD. Hal itu senada dengan yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
91
“nota perhitungan itu ya, buat ngitung besarnya jumlah retribusi yang harus dibayar oleh si wajib retribusi. Nota perhitungan tidak diberikan ke wajib retribusi, tapi yang diberikan ke wajib retribusi itu SKRDnya. Jadi SKRD itu adalah surat tagihan retribusinya. Jadi sebenarnya isi nota perhitungan itu sama dengan SKRD, isinya ya ada jumlah layanan dikali struktur tarif. Bedanya hanya jika nota perhitungan itu ditandatangani oleh petugas penghitung, sedangkan SKRD itu ditandatangani oleh Kepala SKPD, itu Kepala Dinas atau yang mewakili, itu Kepala Bidang.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.00 WIB) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa proses penetapan retribusi terutang yang dilakukan oleh petugas DPKPB telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam peraturan yang berlaku yaitu Pergub Provinsi DKI Jakarta No. 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran yang merupakan turunan Perda Provinsi DKI Jakarta No. l Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis pemungutan retribusi daerah sebaiknya selalu diperhatikan dan dipahami oleh petugas pemeriksa DPKPB sebagai SKPD yang diberikan wewenang penuh untuk melaksanakan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Peraturan-peraturan yang mengatur mengenai retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebenarnya telah memadai, mengingat retribusi tersebut telah memiliki standard baku dalam penetapan retribusinya yang berupa Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 126 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksana Pemungutan Retribusi Daerah serta Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Berbagai peraturan yang ada terkait dengan penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kabakaran akan memberikan kepastian hukum dan menjamin setiap orang untuk tidak ragu-ragu menjalankan kewajiban retribusinya karena segala sesuatunya sudah jelas. Penetapan yang telah diatur dalam ketentuan yang sah dan berlaku tersebut juga akan membantu pemerintah untuk menilai objek retribusi sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan. Disamping bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, standar atau peraturan baku tersebut juga bertujuan untuk mengurangi peluang penilai melakukan Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
92
diskresi yang berlebihan dalam melakukan penetapan. Penetapan retribusi terutang pada retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini idealnya dilakukan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan yang berlaku. Hal senada dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “penetapan retribusi ya berdasarkan patokan retribusinya. Penetapan retribusi berdasarkan volume layanan dikali tarif satuannya. Perhitungannya berdasarkan data riil yang ada di lapangan, berdasarkan layanan yang kita berikan, misalnya bangunan gedung luasnya berapa gitu, ya kita hitung sesuai kenyataan yang ada.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.05 WIB) Patokan retribusi sebagaimana disebutkan dalam kutipan wawancara di atas maksudnya adalah Perda No. 1 Tahun 2006 yang menjadi pedoman dalam penghitungan dan penetapan retribusi terutang. Pernyataan tersebut juga menegaskan
bahwa
perhitungan
penetapan
retribusi
terutang
dilakukan
berdasarkan data riil yang ada di lapangan sehingga peluang untuk melakukan diskresi sewajarnya mampu diminimalisasi khususnya dalam mekanisme penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Namun demikian, kenyataan di lapangan juga menunjukkan adanya celah dalam penetapan retribusi terutang tersebut. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “pernah liat sih nggak pernah, cuma kalau mereka beritahu bahwa harus sekian, ya sudah kita bayarkan.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 11.00 WIB) Kutipan wawancara kepada wajib retribusi di atas merupakan jawaban saat ditanyakan mengenai adakah sosialiasi petugas mengenai standardisasi tarif retribusi yang diatur dalam Perda No. 1 Tahun 2006. Berdasarkan jawaban dalam kutipan wawancara tersebut, tampak bahwa pada fakta di lapangan, petugas tidak berupaya memberikan pemahaman apapun mengenai dari mana perhitungan besarnya retribusi terutang yang menjadi kewajiban bagi wajib retribusi. Hal ini bisa menjadi celah dalam penetapan retribusi karena yang mempunyai pengetahuan mengenai aturan baku terkait struktur tarif atas jasa pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang diberikan hanyalah petugas pemeriksa DPKPB. Penyimpangan terhadap prosedur penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang dilakukan oleh petugas pemeriksa DPKPB juga tampak dalam
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
93
pernyataan selanjutnya yang disampaikan oleh wajib retribusi tersebut dalam kutipan wawancara berikut ini. “Jadi, kami tahu ada informasi bahwa sudah nggak bayar itu aja. Tetapi, nongol biaya-biaya seperti ini, yaudah kita, kami anggap saja bahwa ah kurang lebih sama, udah. Tetapi resminya udah nggak ada.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 11.05 WIB) Pernyataan tersebut disampaikan oleh wajib retribusi terkait pemeriksaan sewaktu-waktu yang pernah dilakukan pada bangunan gedungnya. Munculnya biaya atas pemeriksaan tersebut mungkin terkesan membingungkan, karena pada awalnya petugas telah memberitahukan bahwa atas layanan pemeriksaan sewaktuwaktu tersebut sudah tidak dipungut bayaran atau retribusi, tetapi kemudian tetap muncul surat dalam bentuk tidak resmi yang memberitahukan bahwa terdapat biaya-biaya tertentu yang harus dibayar oleh si wajib retribusi tersebut. Dalam kondisi seperti ini, wajib retribusi dirugikan karena menjadi pihak yang hanya bisa menerima kebijakan penetapan retribusinya tanpa tahu latar belakang atau standardisasi dari penetapan tersebut. Wajib retribusi lain juga menyampaikan hal yang senada, berikut kutipan wawancaranya. “jadi gini, waktu mengajukan surat permohonan, dari dinas itu langsung mengeluarkan list dari biaya tersebut.” (Dicky, 16 Desember 2011, Pukul 15.03 WIB) Pernyataan tersebut juga mengindikasikan bahwa dalam hal penetapan retribusi terutang, pemberian penjelasan mengenai standardisasi tarif retribusi kepada wajib retribusi dipandang tidak diperlukan oleh petugas DPK-PB. Hal tersebut juga tampak dari kutipan wawancara berikut ini. “tidak, jadi langsung dihitung saja berapa retribusi yang harus dibayar, itu ditagih menggunakan SKRD.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.08 WIB) Berdasarkan pemaparan dari wawancara terhadap kedua wajib retribusi tersebut, terdapat indikasi telah terjadi diskresi dalam penetapan retribusi terutang. Semakin besar wewenang petugas dalam menentukan retribusi terutang, maka semakin besar pula peluang dari petugas untuk melakukan diskresi terkait penetapannya. Pada dasarnya, diskresi dapat dihindari apabila kedua belah pihak, dalam hal ini petugas pemeriksa dan wajib retribusi mengetahui serta memahami Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
94
standardisasi tarif yang berlaku serta dasar pengenaan retribusi seperti yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pemahaman terhadap Perda No. 1 Tahun 2006 dapat diberikan kepada wajib retribusi dengan melakukan sosialisasi dari pihak DPKPB. Sosialisasi ini juga dapat bertujuan untuk menciptakan kepercayaan kepada wajib retribusi akan ketransparanan dalam pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, disamping meminimalisasi terjadinya diskresi oleh petugas yang memberikan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Indikator ketiga adalah terdapat sumber informasi lain yang dapat digunakan untuk membandingkan nilai terutang. Hal ini ditujukan untuk mencegah tindakan penghindaran pembayaran retribusi oleh wajib retribusi dari jumlah yang seharusnya dibayar serta tindakan sewenang-wenang petugas. Sumber informasi penetapan retribusi terutang untuk pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran dikatakan oleh petugas hanya berasal dari ketentuan dalam Perda No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam wawancara berikut ini. “ya hanya Perda 1 Tahun 2006 ini saja, nggak ada informasi lain. Perda 1 itu untuk melihat besaran tarif, kemudian data lapangan untuk melihat besarnya layanan/ jumlah layanan.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.10 WIB) Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa selama ini belum ada sumber informasi lain yang tepat yang dapat digunakan oleh petugas untuk menjadi informasi pembanding dalam membuat wajib retribusi sulit untuk menghindarkan diri dari pemenuhan kewajibannya secara menyeluruh serta kebocoran penerimaan retribusi. Sumber informasi lain dalam hal penetapan retribusi kemungkinan hanya berupa bukti pembayaran SKRD yang diserahkan oleh wajib retribusi kepada petugas yang telah distempel lunas dan divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. Hal itu seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Itu tadi, stempel lunas itu, dari kas daerah. Jadi itu yang disampaikan oleh wajib retribusinya kesini.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.12 WIB) Dalam prosedur tersebut, berarti yang menjadi sumber informasi lain adalah stempel lunas dan validasi yang diberikan oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
95
Daerah untuk membuktikan bahwa wajib retribusi telah memenuhi kewajiban retribusinya dengan baik. Selain itu, tampaknya tidak ada informasi lain yang mendukung petugas untuk memastikan bahwa pemenuhan kewajiban retribusi telah dijalankan dengan baik oleh wajib retribusi. Sumber informasi lain yang tidak tersedia dalam proses penetapan juga menimbulkan kecenderungan penyimpangan yang dilakukan oleh petugas dalam proses penetapan retribusi. Hal ini terbukti dari pernyataan yang disampaikan oleh salah satu wajib retribusi yang mengatakan bahwa pernah terjadi petugas lapangan menyodorkan surat penetapan tidak resmi (bukan berupa SKRD) yang mau tidak mau diterima dan dibayarkan oleh wajib retribusi tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa peluang terjadinya kebocoran penerimaan retribusi oleh petugas DPKPB cukup besar apalagi dengan tidak tersedianya sumber informasi lain sebagai pembanding. Sumber informasi terkait pengawasan pemenuhan kewajiban pembayaran retribusi dalam konteks intern petugas, dapat berupa surat rekomendasi yang menjadi hak wajib retribusi apabila telah memenuhi persyaratan untuk mendapat sertifikat keselamatan kebakaran serta memenuhi kewajiban pembayaran retribusi tersebut. Surat rekomendasi yang dibutuhkan oleh wajib retribusi sebagai salah satu syarat perpanjangan surat IPB tersebut dapat menjadi bukti apakah wajib retribusi telah memenuhi kewajibannya, baik kewajiban pemeriksaan maupun pembayaran retribusi. Di lain pihak, kerjasama DPKPB dengan BPKD dalam pengelolaan retribusi ini tampaknya masih kurang mendukung adanya informasi pembanding, dipandang dari segi pengawasan penetapan target serta penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Hal ini dapat diketahui dari kedua kutipan wawancara berikut ini. “Kalau selama ini ya kita belum pernah menjalani sampai ke yang sejauh itu gitu, paling kita laporkan saja kalau ada yang SKRDnya sudah diterbitkan tapi mereka nggak mau bayar. Selanjutnya nggak tahu juga itu, instansi mana yang ngurusnya itu, belum dipelajari juga itu, belum ada arahan juga dari BPKD atau Dispenda atau apalah ini seperti apa itu.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.13 WIB) Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pengawasan terhadap wajib retribusi yang tidak atau lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran tidak dilakukan secara intensif oleh petugas Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
96
DPKPB. Dari pihak BPKD pun lemah dalam pengawasan penerimaan retribusi ini. Lemahnya pengawasan dari BPKD tersebut dapat dilihat dari pernyataan dalam kutipan wawancaranya berikut: “tidak tahu ya apakah penetapannya sudah optimum atau tidak. Bisa saja kita nggak tahu sudah optimum atau tidak, karena untuk melakukan evaluasinya, kita nggak punya SOP, Standard Operational Procedur. Jadi ya seadanya. Setiap pekerjaan itu kan harus punya patok normalnya, indikatornya. Jadi umpamanya retribusi ini, seharusnya ada dibuat indikatornya, indikator potensinya, indikator penerimaannya, dan setiap pelayanan itu kan beda-beda.” (Pramuji, 24 November 2011, Pukul 13.50 WIB) Melihat kedua pernyataan tersebut, tampak bahwa upaya pengawasan terhadap penetapan dan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran belum berjalan dengan baik. Hal itu mengesankan bahwa baik BPKD maupun DPKPB belum melakukan upaya yang optimal untuk memastikan mekanisme pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemeriksaan, mulai dari penetapan target hingga penerimaan retribusi, dapat diawasi secara berkesinambungan. Hal ini dapat merugikan daerah jika dilihat dari segi penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran karena tanpa adanya pengawasan yang baik dari pihak-pihak yang memiliki wewenang dalam pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, maka kemungkinan wajib retribusi untuk melakukan penghindaran pemenuhan kewajiban pembayaran retribusi sesuai dengan jumlah yang seharusnya dibayarkan maupun kebocoran hasil penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam oleh petugas mempunyai peluang untuk terjadi. Berdasarkan pemaparan proses penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, adanya peraturan atau standar baku dalam melakukan penetapan dan dasar pengenaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, maka indikator penetapan secara otomatis telah terpenuhi. Proses penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran tidak sesuai dengan indikator kedua karena mengindikasikan terdapat diskresi dalam penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terutang, sedangkan untuk indikator ketiga yaitu tersedianya sumber informasi pembanding dalam penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terutang belum terpenuhi karena sumber informasi lain berupa bukti pembayaran SKRD yang telah distempel lunas dan
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
97
divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah masih menciptakan celah untuk adanya penghindaran pemenuhan kewajiban pembayaran retribusi oleh wajib retribusi tertentu. Hal ini karena lemahnya pengawasan dan penyediaan sumber informasi pembanding dalam penetapan dan penerimaan hasil retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran oleh petugas DPKPB serta minimnya koordinasi DPKPB dengan BPKD dalam hal penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
5.2.3 Analisis Dimensi Pemungutan (Collection) Tahap terakhir dalam melakukan pengadministrasian retribusi daerah adalah melakukan pemungutan. Prosedur pemungutan yang baik pada awalnya dihasilkan dari perhitungan retribusi yang harus dibayar secara tepat sehingga tidak terdapat kekurangan atau kelebihan terhadap nilai yang dibayar. Idealnya, proses pemungutan retribusi daerah diharapkan mampu memastikan bahwa pembayaran atas kewajiban yang dibebankan kepada orang atau badan dapat dilakukan dengan benar, dalam arti sesuai dengan ketentuan dan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku dapat diganjar sesuai dengan sanksi yang ada. Indikator untuk dimensi pembayaran terdiri dari pembayaran dilakukan secara otomatis (payment is automatic), pembayaran dapat dipaksa (payment can be induced), kelalaian dapat diketahui dengan jelas (default is obvious), sanksi yang tegas (penalities are really deterrent), bukti penerimaan yang jelas untuk dicermati pihak pemerintah daerah (actual receipt are clear to the controller in central office), dan pembayaran mudah (payment are easy). Pembayaran secara otomatis terkait dengan saat pembayaran retribusi dilakukan. Berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2006, maka pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilakukan di Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD/SKRD Jabatan/ SKRD Tambahan/ STRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Terkait jatuh tempo pembayaran, disebutkan dalam Perda No. 1 Tahun 2006 bahwa hal tersebut ditetapkan oleh Gubernur. Berdasarkan Pergub Provinsi DKI Jakarta No. 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Penanggulangan Bahaya Kebakaran, maka
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
98
jatuh tempo pembayaran retribusi terutang yang tertera pada SKRD adalah 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak tanggal diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan ini dalam pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah setelah ada permohonan yang diajukan oleh wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Hal ini sebagaimana dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “jadi gambarannya gini, saat ada permohonan dari pengelola bangunan gedung, maka kemudian akan disepakati waktu untuk pemeriksaannya, lalu petugas pemeriksa datang ke lokasi. Periksa, selesai periksa dikeluarkan SKRD kepada wajib retribusi sebagai bentuk tagihan bahwa layanan sudah diberikan. Setelah itu, si wajib retribusi tadi yang membayar utang retribusinya dengan menyetorkan sendiri ke kas daerah.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.20 WIB) Pernyataan tersebut menegaskan bahwa penerbitan SKRD sebagai sarana pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terutang dilakukan setelah ada pengajuan permohonan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran oleh pemilik atau pengelola bangunan gedung sebagai wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Selanjutnya mengenai saat retribusi terutang, petugas menyampaikan bahwa retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terutang pada saat layanan sudah diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam kutipan wawancara berikut ini. “pada saat layanan itu sudah diberikan. Jadi pemeriksaan dilakukan, setelah itu baru terutang retribusi yang disahkan dengan penerbitan SKRDnya.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.17 WIB) Di dalam Perda No. 1 Tahun 2006, tidak disebutkan secara jelas mengenai kapan saat retribusi terutang. Namun demikian, sebenarnya dalam peraturan teknis pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yaitu Pergub Provinsi DKI Jakarta No. 86 Tahun 2007, diatur lebih jelas mengenai saat terutang retribusi tersebut. Pada Pasal 12 Pergub No. 86 Tahun 2007, dikatakan bahwa jasa pelayanan diberikan setelah wajib retribusi memperlihatkan SKRD yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Pendaharaan dan Kas Negara. Dengan demikian, dapat diketahui dengan jelas berdasarkan ketentuan yang berlaku bahwa saat terutang retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
99
adalah saat diterbitkannya SKRD sebelum jasa pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilakukan. Hal tersebut dipaparkan oleh salah satu wajib retribusi dalam kutipan wawancara berikut ini. “Jadi berbeda saja perlakuannya, kalau dengan yang ini (menunjuk SKRD) kita bayar dulu ke kas daerah, baru dilakukan pemeriksaan.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 11.10 WIB) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa pelaksanaan prosedur pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran melalui SKRD yang pernah dialami oleh wajib retribusi tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti yang diatur dalam Pergub No. 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Akan tetapi, pernyataan dari petugas sebelumnya mengenai saat terutang pajak yang berbeda dengan pernyataan dari wajib retribusi tersebut mengindikasikan bahwa dalam praktik, prosedur pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan fakta yang ada, maka indikator pembayaran dilakukan secara otomatis tidak dapat dipenuhi karena petugas DPKPB menerapkan pemungutan retribusi terutang tidak pada saat retribusi terutang sebagaimana diatur dalam Pergub No. 86 Tahun 2007. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terutang saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebelum pemberian pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Retribusi terutang tersebut harus dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Prosedur penerimaan uang sewajarnya mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi penyimpangan dalam prosedur penerimaan uang. Indikator yang kedua dalam proses pemungutan (collection) adalah bukti penerimaan yang jelas untuk mengontrol di kantor pusat. Indikator tersebut menegaskan bahwa pada setiap transaksi penerimaan retribusi mulai dari pemungutan, penyetoran, dan pelaporan seharusnya menggunakan tanda bukti penerimaan yang sah dibandingkan dengan tanda bukti berupa eksemplar karbon yang dapat dipalsukan. Tanda bukti penerimaan yang sah bertujuan untuk mempermudah jalannya proses administrasi, mengontrol dan mengawasi penerimaan retribusi. Alat bukti Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
100
penerimaan sebaiknya terdiri dari beberapa salinan yang ditujukan pada pihakpihak yang terlibat dalam transaksi penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran serta telah disahkan penerbitan dan pengadaaanya secara resmi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. Pengawasan terhadap penerimaan retribusi dapat dilihat dari bukti penerimaan yang dipegang oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi penerimaan retribusi. Bukti penerimaan retribusi atas pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terutang berupa SKRD yang telah dicap lunas dan divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. Akan tetapi dalam praktik, hal ini berbeda dengan prosedur yang berlaku. Seperti yang disampaikan oleh beberapa wajib retribusi dalam kutipan wawancara berikut. “Tapi waktu itu, setelah pemeriksaan selesai secara lisan diberitahu, diberitahu bahwa masih ada biaya yang harus dikeluarkan kurang lebih sekian, nah nanti kan waktu selesai sertifikat keluar, disodorin ini rincian biayanya, lalu kita lihat bahwa lebih kurang sama jadi ya udah kita serahin uangnya, tapi tidak ada bukti terima seperti itu. nah saya nggak tahu ini mungkin bisa dijadikan masukan dinas buat perbaikannya, supaya duit ini tidak bolong kemana-mana. Tapi sekarang jadinya kita nggak tahu, masuknya seberapa, kalau kayak gini (menunjuk ke SKRD) kan jelas.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 11.15 WIB) Hal yang senada juga disampaikan oleh wajib retribusi berikut ini. “jadi itu petugasnya datang, mereka langsung survey, pemeriksaan dan pengecekan. Setelah jadi surat sertifkat untuk rekomendasi itu, lalu kita bayar, baru kita pulang. Itu cash ya, berdasarkan list yang tertera dalam surat aja. SKRD, tidak tahu saya.” (Dicky, 16 Desember 2011, Pukul 14.50 WIB) Berdasarkan pemaparan wawancara tersebut, mengindikasikan bahwa telah terjadi kebocoran penerimaan retribusi karena tidak diberikannya alat bukti penerimaan retribusi yang sah sebagai bukti telah terjadi penerimaan uang atas pungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Ketentuan dalam Perda No. 1 Tahun 2006 jelas mengatur bahwa bukti penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang sah seharusnya berupa SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Dokumen lain yang dipersamakan tersebut contohnya berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. Berdasarkan pemaparan wawancara terhadap retribusi tersebut, bukti penerimaan yang diterima oleh kedua wajib retribusi tersebut ternyata hanya berupa surat yang berisi daftar biaya yang dikenakan atas pemeriksaan yang dilakukan. Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
101
Jika dilihat dari bentuk dan fungsinya sebagai sarana pembayaran, yang paling efektif untuk melihat berapa besarnya retribusi yang ditetapkan dan telah dibayar adalah melalui SKRD. Berdasarkan pengamatan peneliti, di dalam SKRD terdapat komponen-komponen penting yang dapat mendorong masyarakat untuk membayar kewajiban pembayaran retribusi dengan jumlah yang benar dan waktu yang cepat. Hal tersebut didukung oleh kevalidan data dalam SKRD yang memuat rinciaan penetapan retribusi terutang sesuai dengan tarif dan tingkat penggunaan jasa, kode account bank yang jelas, informasi jangka waktu pembayaran serta sanksi jika pembayaran melewati jangka waktu yang diberikan, ditandangani oleh pihak-pihak yang berwenang, dan dibubuhi stempel lunas dari Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah apabila pembayaran retribusi telah lunas. Berdasarkan pengamatan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa SKRD merupakan bukti pembayaran yang sah dan paling valid dalam pemungutan retribusi. Hasil penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran kemudian dibukukan oleh petugas DPKPB yang turun ke lapangan dan selanjutnya diserahkan kepada bendahara penerimaan dan penyetoran retribusi DPKPB untuk kemudian disetorkan dan dilaporkan ke BPKD. Penyerahan penerimaan retribusi dari petugas DPKPB yang melakukan pemeriksaan kepada bendahara penerimaan dan penyetoran retribusi DPKPB tidak dilampiri tanda penerimaan. Hal ini diketahui dari wawancara sebagai berikut: “jadi dari petugas bagian pencegahan yang sudah melakukan pemeriksaan diserahkan nota perhitungan, lalu disini dibuat SKRDnya. Setoran ke BPKD berupa uang tunai.” (Muslaemah, 28 November 2011, Pukul 14.14 WIB) Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa mekanisme penyetoran “uang tunai” hasil penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dari petugas DPKPB yang turun ke lapangan kepada bendahara penerimaan dan penyetoran retribusi DPKPB dilakukan secara langsung tanpa adanya bukti penerimaan retribusi, justru uang tersebut diberikan bersamaan dengan nota perhitungan. Tidak tersedianya bukti penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dari pihak petugas lapangan DPKPB kepada bendahara penerimaan dan penyetoran retribusi DPKPB tidak dapat memastikan apakah seluruh uang yang diserahkan ke bendahara penerimaan dan penyetoran retribusi Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
102
DPKPB atau yang dilaporkan oleh bendahara penerimaan dan penyetoran retribusi DPKPB ke kas daerah sesuai dengan uang yang diterima sebenarnya. Penerimaan retribusi yang telah diterima oleh bendahara penerimaan dan penyetoran retribusi DPKPB kemudian disetorkan dan dilaporkan ke kas daerah dengan menggunakan SKRD. Hal ini sebagaimana dipaparkan dalam wawancara sebagai berikut. “Setor langsung ke BPKD (kas umum daerah). Sarananya berupa SKRD, itu Surat Ketetapan Retribusi Daerah.” (Muslaemah, 28 November 2011, Pukul 14.18 WIB) Prosedur penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran belum dapat memastikan apakah seluruh penerimaan retribusi masuk ke kas daerah. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya atau diberikannya alat bukti pembayaran kepada pihak-pihak yang terlibat dalam setiap transaksi penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran menyebabkan sulitnya melakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya tindakan penyelewengan dana penerimaan retribusi. Indikator ketiga pada dimensi pemungutan adalah kelalaian yang dilakukan oleh wajib retribusi serta petugas dapat diketahui dengan jelas. Kelalaian dapat diketahui dengan jelas melalui pengawasan. Pengawasan pelaksanaan Perda No.1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah dilakukan oleh DPKPB Provinsi DKI Jakarta untuk mengetahui keadaan yang sedang berjalan di lapangan apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan yang dilakukan oleh Seksi Inspeksi Bidang Pencegahan DPKPB terkait pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dikatakan oleh petugas adalah dengan membukukan dan merekap SKRD yang telah disampaikan oleh wajib retribusi. Hasil rekapitulasi tersebut kemudian dilaporkan ke BPKD setiap triwulan. Hal tersebut dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “dari SKRD yang telah disampaikan oleh wajib retribusi itu kita bukukan, kita rekap dan kita laporkan ke BPKD itu setiap triwulan, jadi ada evaluasi dan monitoringnya.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.21) Jika dilihat dari bentuk pengawasannya, tampaknya itu bukanlah pengawasan yang dilakukan oleh petugas di Seksi Inspeksi Bidang Pencegahan DPKPB tetapi merupakan kewajiban pembukuan yang dilakukan oleh Bendahara Penerimaan Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
103
dan Penyetoran Retribusi DPKPB. Berikut pemaparan yang senada dengan pernyataan tersebut disampaikan oleh Ibu Muslaemah selaku Bendahara Penerimaan dan Penyetoran Retribusi DPKPB. “jadi tugas saya itu menerima, menyetorkan ke kas daerah/ BPKD, juga mengadakan pembukuan. Pembukuan itu terdiri dari Buku Kas Umum Penerimaan atau BKU Penerimaan dan Buku Per Kodering. Buku Per Kodering itu isinya per ayat, misalnya kode 001 masuk ke dalam buku 001.” (Muslaemah, 28 November 2011, Pukul 14.25 WIB) Kewajiban pembukuan terebut juga dapat dikatakan sebagai salah satu upaya pengawasan penerimaan retribusi, karena dengan pembukuan yang dilakukan maka DPKPB mampu mendata berapa hasil penerimaan retribusi pemeriksaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang dituangkan ke dalam Buku Kas Umum (BKU) Penerimaan dan Buku Per Kodering. Menurut penuturan Ibu Muslaemah, ada juga bentuk pengawasan melalui koordinasi dengan Seksi Inspeksi
Bidang
Pencegahan
DPKPB.
Hal
itu
dilakukan
dengan
mengkonfirmasikan berapa jumlah gedung yang sudah diperiksa oleh petugas Seksi Inspeksi Bidang Pencegahan kemudian dicocokkan dengan jumlah penerimaan retribusi yang tercantum dalam Buku Kas Umum (BKU) Penerimaan maupun Buku Per Kodering. Hal itu sebagaimana dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Kontrol iya ada, jadi kita selalu konfirmasi ke bagian pencegahan berapa jumlah gedung yang sudah diperiksa, kita cocokkan setiap akhir tahun itu jumlah gedung dengan jumlah setoran retribusinya, sudah klop atau masih ada selisih, tapi selama ini sih tidak pernah ada selisih. Jadi misalnya jumlah ada 78 gedung yang diperiksa, lihat di pembukuan sudah setor semua retribusi dari 78 gedung itu, jadi tidak ada yang tidak tertagihkan.” (Muslaemah, 28 November 2011, Pukul 14.27 WIB) Koordinasi tersebut tentunya akan didukung oleh pendataan yang dilakukan oleh petugas Seksi Inspeksi Bidang Pencegahan DPKPB. Berikut pemaparan petugas mengenai mekanisme pendataan wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. “ada, semua dokumen tiap pemohon tu dimasukkan ke dalam file sendiri. Pembukuannya lengkap, kemudian juga ada buku induknya.” (Job Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.24 WIB) Berdasarkan pengamatan peneliti, kumpulan file-file tersebut memang benar terdapat dalam ruang kerja Bidang Pencegahan DPKPB. Kumpulan file tersebut Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
104
disatukan dan disimpan di dalam lemari khusus yang ada di ruang kerja Bidang Pencegahan DPKPB. Di dalam file tersebut terdapat data-data bangunan gedung seperti misalnya rancangan gambar fisik bangunan gedung. Data gedung-gedung yang disimpan di dalam file merupakan data gedung-gedung yang pernah diperiksa atau diberikan rekomendasi oleh petugas DPKPB. Bapak Darwin selaku Kepala Seksi Inspeksi DPKPB mengatakan bahwa data di dalam file-file tersebut biasanya digunakan untuk membuat rencana operasi pemadaman kebakaran. Terkait dengan Buku Induk seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara sebelumnya, berdasarkan pengamatan peneliti, Buku Induk tersebut bukanlah buku yang berbentuk fisik buku tetapi merupakan data rekapitulasi mengenai bangunan gedung dalam bentuk tabel yang disimpan dalam suatu dokumen komputer. Hal ini juga senada dengan yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Buku Induk ya, kita adanya tempat untuk menyimpan file-file bangunan gedung, tu di lemari itu banyak itu file-file gedungnya ada ratusan. Jadi data yang ada disitu baik rekomendasi sudah kita keluarkan, maupun selanjutnya yang merupakan sesuatu yang berkala itu kita punya datanya disitu. Tapi kalau di softcopynya itu ada kita data juga seperti gedung mana yang sudah kita periksa, berapa jumlahnya, itu ada di Data Gedung aja.” (Darwin Ali, 16 Desember 2011, Pukul 12.47 WIB). Melihat pernyataan tersebut, maka dapat diketahui bahwa memang sudah ada upaya dari petugas di Bidang Pencegahan DPKPB untuk melakukan pendataan bangunan gedung yang ada di wilayah DKI Jakarta. Data tersebut dapat dijadikan sumber informasi untuk melakukan kontrol terhadap jumlah gedung di wilayah DKI Jakarta yang telah diperiksa oleh petugas DPKPB. Namun, bentuk pendataan seperti itu belum dapat mendukung mengenai kepastian pemungutan yang dilakukan oleh petugas, seperti sesuaikah dengan yang dilaporkan kepada Seksi Inspeksi Bidang Pencegahan DPKPB, apakah wajib retribusi telah membayar sesuai dengan kewajibannya atau tidak, atau apakah bukti penerimaan telah diberikan sesuai dengan kewajibannya atau tidak. Hal ini mengindikasikan lemahnya pengawasan dari petugas Bidang Pencegahan DPKPB untuk secara transparan mencatat data pemeriksaan terkait pemberian layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhadap bangunan-bangunan gedung yang ada di wilayah DKI Jakarta. Di samping itu, pencatatan yang tidak komprehensif terkait data Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
105
wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran mengindikasikan hanya petugas pemeriksa yang turun ke lapangan yang mengetahui persis penetapan serta penerimaan retribusi sesungguhnya. Pengawasan terkait penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran juga dilakukan bersama dengan BPKD Provinsi DKI Jakarta. Hal ini sebagaimana yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Nah kalau yang rutin itu kita ada pembahasan yang dilakukan dengan BPKD secara rutin. Jadi kita dipanggil untuk ikut dalam rapat bersama BPKD itu setiap triwulan ya..dalam pembahasan itu ada diskusi tentang pencapaian target, jadi dilihat dari laporan yang ada, target yang tercapai itu berapa persen, itu kita bicarakan dengan BPKD. Juga dibahas mengenai realisasi, kendala-kendalanya apa.” (Muslaemah, 28 November 2011, Pukul 14.30 WIB) Pernyataan Ibu Muslaemah tersebut memperlihatkan adanya suatu evaluasi yang dilakukan oleh DPKPB bersama dengan BPKD sebagai salah satu pihak yang berwenang melakukan pengelolaan penerimaan retribusi pemeriksaan alat kebakaran. Pembahasan mengenai pencapaian target serta besar realisasi penerimaan dapat menjadi salah satu cara untuk mengawasi penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta. Akan tetapi, minimnya SOP seperti yang dipaparkan dalam wawancara sebelumnya dengan Bapak Pramuji mengindikasikan bahwa upaya pengawasan terhadap retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran belum optimal, tampak bahwa BPKD selama ini hanya fokus pada tugas penetapan target dan penerimaan retribusinya saja, tanpa penelusuran lebih lanjut untuk memastikan apakah penetapan target sudah optimum, apakah penerimaan telah sesuai dengan potensi yang ada, atau apakah hasil pemungutan yang dilakukan oleh petugas sudah sesuai dengan yang dilaporkan. Disamping evaluasi yang dilakukan bersama BPKD tersebut, pengawasan lain yang telah diterapkan terkait bukti pembayaran retribusi adalah nomor seri/ nomor form SKRD. Di dalam SKRD terdapat nomor seri yang dapat digunakan sebagai sarana pengawasan dari BPKD bahwa seluruh penerimaan retribusi yang dicatat dalam setiap SKRD yang diterbitkan dengan urutan nomor seri tersebut seluruhnya masuk ke dalam kas daerah. Dengan demikian, apabila bukti SKRD yang dilaporkan oleh bendahara penerimaan dan penyetoran retribusi tersebut
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
106
tidak sesuai dengan nomor urut serinya, maka dapat diindikasikan terjadi kebocoran penerimaan retribusi. Oleh sebab itu, selain menggunakan SKRD, maka pemungutan dengan menggunakan sarana lain yang tidak dapat dibuktikan kevalidannya adalah merupakan bentuk penyimpangan yang dapat merugikan daerah. Kegiatan pengawasan yang efektif dapat diwujudkan dengan melakukan pendataan yang lengkap dan transparan agar kelalaian pemenuhan kewajiban pembayaran oleh wajib retribusi serta mencegah kebocoran penerimaan retribusi dapat diketahui. Indikator yang keempat dalam dimensi pemungutan adalah pembayaran dapat dipaksa. Tugas pemeriksaan serta pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah tupoksi dari Seksi Inspeksi pada Bidang Pencegahan DPKPB. Dalam hal ini, masing-masing petugas di Seksi Inspeksi mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugas yang salah satunya adalah melakukan pemeriksaan terhadap proteksi kebakaran yang ada pada bangunan-bangunan gedung di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Disamping melakukan pemeriksaan terhadap bangunan gedung, petugas pemeriksa dari Seksi Inspeksi tersebut dapat dan memang harus melaksanakan tugas pemungutan retribusi terkait pemeriksaan alat pemadam kebakaran pada bangunan gedung. Sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya,
landasan
peraturan
untuk
pemungutan
retribusi
pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebenarnya telah lengkap dan menjamin kepastian hukum sehingga tidak ada alasan petugas untuk enggan melaksanakan pemungutan. Mulai dari UU, Perda, sampai ke Pergub telah ada yang mengatur mengenai pemungutan retribusi ini. Hal itu juga yang menjadi argumenn bahwa sebenarnya petugas pemeriksa dapat memaksa wajib retribusi untuk memenuhi kewajiban retribusinya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Idealnya, upaya yang dilakukan agar wajib retribusi mau melakukan pembayaran adalah dengan melakukan pendekatan, dorongan atau rangsangan. Hal ini seperti yang diungkapkan Machfud Sidik dalam kutipan wawancara berikut ini.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
107
“Menurut pandangan saya justru itu bagus, didorong orang untuk melakukan konsumsi, baik compulsory maupun persuasive. Itu memang cara untuk meyakinkan masyarakat memang harus lewat persuasive dan compulsory, karena masyarakat masih belum tahu betapa pentingnya. Seperti dalam retribusi ini, saya sebut semacam asuransi. Betapa pentingnya keselamatan jiwa. Nah, ada dua cara untuk masyarakat itu bisa melakukannya, sifatnya compulsory atau dipaksakan, sifatnya ada juga persuasive.” (Machfud Sidik, 14 Desember 2011, Pukul 11.47 WIB) Pernyataan Machfud Sidik memberikan pandangan bahwa cara terbaik untuk mendorong masyarakat menerapkan atau melaksanakan sesuatu adalah dengan dua cara, yaitu persuasif dan paksaan. Dalam pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, baik persuasif maupun paksaan perlu digunakan. Cara persuasif perlu dilakukan khususnya untuk menanamkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya proteksi kebakaran untuk mengantisipasi bahaya kebakaran dan untuk keselamatan jiwa. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh petugas DPKPB melalui sosialisasi. Sosialiasi tersebut sebaiknya juga tidak hanya diberikan untuk memberitahu arti penting proteksinya saja, tetapi sosialisasi tentang retribusi yang dipungut dari masyarakat. Sebagai pihak yang secara langsung menanggung beban pungutan retribusi, sewajarnya wajib retribusi diberi hak untuk mengetahui alasan mereka harus memenuhi kewajiban retribusi, prosedur retribusi yang benar sesuai ketentuan yang berlaku, dan juga sanksi apabila tidak memenuhi kewajiban pembayaran retribusi. Melalui sosialiasi yang baik, tanpa paksaan pun masyarakat, dalam hal ini pemilik atau pengelola bangunan gedung akan rela untuk mengorbankan sejumlah biaya untuk pemenuhan kewajibannya sebagai wajib retribusi. Di sisi lain, cara paksaan juga tidak dipungkiri menjadi cara yang efektif untuk mendorong masyarakat memenuhi kewajibannya. Cara paksaan dapat dilakukan tetapi jangan sampai excessive atau berlebih-lebihan, karena ini dapat memunculkan kecederungan “abuse to power” khususnya dari pihak aparat pelaksana. Oleh karena itu, pengenaan sanksi pun harus berimbang, dalam arti baik pihak pemerintah maupun masyarakat yang terindikasi melakukan penyelewangan harus dikenakan sanksi yang sesuai. Pengenaan sanksi merupakan salah satu cara paksaan yang tepat untuk memberikan efek jera yang membuat masyarakat menjadi patuh dan mentaati peraturan yang ada. Ketentuan pengenaan
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
108
sanksi dalam konteks pemungutan retribusi lebih ke arah sanksi administrasi, yang memaksa masyarakat untuk melaksanakan kewajiban karena jika tidak masyarakat sendiri yang akan dirugikan. Sanksi ini biasanya berupa denda administrasi sebesar jumlah tertentu. Pengenaan sanksi berupa denda dalam pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran telah diterapkan. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “itu pernah, jaman waktu masih ada pemeriksaan berkala. Itu karena misalnya perusahaannya tidak ada anggarannya, jadi kan berkala itu dari dinasnya yang datang ke perusahaan, jadi waktu dinas datang dan melakukan pemeriksaan, perusahaan saat itu sedang tidak punya anggaran untuk itu. Kalau sudah begitu jadi harus menunggu lama, akibatnya lewat dari 30 hari tadi, lalu kena sanksi admnistrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, itu sudah tercetak dalam SKRDnya.” (Muslaemah, 28 November 2011, Pukul 14. 34 WIB) Pernyataan Muslaemah selaku bendahara penerimaan dan penyetoran retribusi DPKPB tersebut menunjukkan bahwa pengenaan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% pernah diterapkan bagi wajib retribusi yang membayar retribusi terutang melebihi jatuh tempo pembayaran retribusi yaitu paling lama 30 (tiga puluh). Pengenaan sanksi ini merupakan salah satu contoh penerapan sistem paksa yang tidak menyalahi aturan, karena memang telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan yang mengatur tentang sanksi tersebut ada dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pernyataan “itu sudah tercetak dalam SKRDnya” yang dipaparkan dalam kutipan wawancara tersebut juga menunjukkan bahwa SKRD sebagai sarana pembayaran juga menjadi salah satu instrumen sosialisasi yang informatif untuk menegaskan mengenai pengenaan sanksi bagi wajib retribusi yang melanggar ketentuan. Hal ini juga membuktikan pentingnya sarana pembayaran berupa SKRD yang selain merupakan sarana pembayaran yang sah dan valid, juga sebagai sumber informasi penting bagi wajib retribusi tanpa harus mengalami ketidakjelasan dalam proses pemungutan retribusi. Dalam pengenaan sanksi ini, dari pihak petugas pemeriksa harus tegas. Dalam arti, apabila wajib retribusi memang telah diberikan hak untuk mendapatkan pelayanan berupa pemeriksaan alat pemadam kebakaran, maka dorongan yang bersifat paksaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran retribusi
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
109
juga layak diterapkan. Termasuk di dalamnya, pengenaan sanksi apabila wajib retribusi melakukan pelanggaran, seperti membayar retribusi tidak sesuai dengan ketetapan atau tidak membayar retribusi sampai pada waktu jatuh tempo pembayarannya. Penerapan sanksi yang tegas merupakan indikator kelima dalam proses pemungutan retribusi (collection). Dalam penerapan sanksi terhadap wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran, terdapat indikasi ketidaktegasan dari petugas DPKPB. Hal ini dapat diketahui dari pemaparan dalam kutipan wawancara berikut ini. “mekanismenya itu ada SKRD Teguran, atau apa itu. Itu ada di Pergub ya, untuk pelaksanaan teknis perdanya itu. Kalau selama ini ya kita belum pernah menjalani sampai ke yang sejauh itu gitu, paling kita laporkan saja kalau ada yang SKRDnya sudah diterbitkan tapi mereka nggak mau bayar. Selanjutnya nggak tahu juga itu, instansi mana yang ngurusnya itu, belum dipelajari juga itu, belum ada arahan juga dari BPKD atau Dispenda atau apalah ini seperti apa itu. Tapi yang penting kan pelayanan sudah kita berikan, berarti nanti kita serahkan saja instansi mana yang seharusnya nguber itu gitu, saya juga belum tahu sampai saat ini.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.15 WIB) Dari pernyataan tersebut, tampak bahwa penerapan sanksi yang tegas dalam upaya petugas mendorong wajib retribusi yang melakukan pelanggaran untuk memenuhi kewajiban retribusinya masih lemah. Ada kemungkinan pertimbangan lain bagi petugas untuk tidak menerapkan sanksi kepada wajib retribusi, misalnya terkait kemampuan masyarakat, mempertahankan hubungan baik dengan wajib retribusi, atau mungkin pemahaman tentang arti pelayanan yang sifatnya social welfare. Anggapan atau pandangan seperti itu juga tidak dapat disalahkan, petugas mungkin lemah dalam penerapan sanksinya karena mempertimbangkan aspekaspek tertentu seperti yang telah dijelaskan tadi. Namun demikian, sebuah pemahaman baru mungkin bisa diterima untuk upaya mendorong pemenuhan kewajiban melalui penerapan sanksi atas pelanggaran yang terjadi, yaitu ketika pemberian pelayanan tersebut mampu menjaga mutu standar pelayanan dan kepuasan konsumen, dalam hal ini masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan. Hal itu seperti konsep mutu standar pelayanan dan kepuasan yang diungkapkan oleh David Osborn berikut ini:
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
110
1. Pelanggan dipuaskan dengan produk atau jasa dari unit pelayanan; 2. Konsumen dari suatu unit pelayanan mempunyai kesempatan mengevaluasi pelayanan; 3. Pelayanan dan pemuasan kepada konsumen dalam unit pelayanan terus menerus dimonitor, dievaluasi, diukur, dan digunakan sebagai dasar untuk perbaikan terus-menerus. (David Osborne, 2000, p.202) Apabila indikator-indikator tersebut mampu dipenuhi, maka mutu terhadap pelayanan yang diberikan akan terjaga sehingga konsumen atau wajib retribusi tidak akan keberatan untuk membayar retribusi terutang maupun sanksi jika memang terlambat melakukan pembayaran. Penerapan sanksi yang tegas sebenarnya telah diatur dalam Perda No. 1 Tahun 2006 yaitu mengenai penagihan retribusi apabila wajib retribusi belum atau baru sebagian memenuhi kewajiban retribusinya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jangka waktu pembayaran retribusi yaitu paling lama 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal diterbitkannya SKRD. Dalam ketentuan mengenai penagihan retribusi, disebutkan bahwa dalan waktu 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam SKRD, maka petugas wajib menerbitkan surat pemberitahuan. Kemudian dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam SKRD, maka petugas wajib menerbitkan Surat Teguran Retribusi Daerah (STRD). Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran dalam STRD, maka wajib retribusi harus segera melakukan pembayaran retribusi dengan perhitungan jumlah pokok retribusi terutang ditambah dengan sanksi bunga sebesar 2% per bulan. Jika melebihi waktu tersebut wajib retribusi tetap tidak memenuhi kewajiban pembayaran retribusi, maka ia dianggap telah merugikan keuangan daerah dan akan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai penagihan tersebut tentunya dibuat agar wajib retribusi memenuhi kewajiban retribusinya dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penerapan sanksi bunga sebesar 2% per bulan dalam proses penagihan retribusi dengan menggunakan STRD merupakan wujud penerapan sanksi yang tegas bagi wajib retribusi yang telah melanggar ketentuan pemenuhan kewajiban retribusinya.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
111
Pengenaan sanksi sebaiknya juga tidak dikenakan hanya pada salah satu pihak, sehingga dalam pelaksanaan pemungutan retribusi ini, tidak hanya wajib retribusi yang dikenakan sanksi apabila diketahui melanggar ketentuan yang berlaku tetapi juga dari pihak aparat pelaksana dalam hal ini petugas pemeriksa DPKPB juga sewajarnya dikenakan sanksi apabila melanggar ketentuan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Penerapan sanksi kepada petugas dikatakan oleh Bapak Risanto Hutapea selaku Kepala Bidang Pencegahan DPKPB Provinsi DKI Jakarta bisa saja dilakukan kepada petugas yang memang terbukti melakukan pelanggaran. Hal ini dapat diketahui dala kutipan wawancara berikut ini. “oh ada. Itu makanya ada seksi penindakan, termasuk penindakan untuk petugas yang melanggar. Jadi jika ada dilaporkan petugas misalnya ada yang melakukan tindakan pungli, akan ditindak dari bagian kepegawaian, sesuai dengan peraturan kepegawaian saja, bisa berupa penurunan pangkat.” (Risanto Hutapea, 28 November 2011, Pukul 11.01 WIB) Pernyataan tersebut menegaskan bahwa di dalam intern DPKPB juga terdapat aturan pengenaan sanksi yang tegas apabila terdapat petugas yang melakukan penyimpangan atau penyelewengan perosedur. Hal ini baik diterapkan untuk menyeimbangkan wewenang yang diberikan kepada petugas agar tidak terjadi diskresi atau bahkan “abuse to power”. Baik dengan cara persuasif maupun paksaan, keduanya memiliki peranan penting untuk menjaga agar pemenuhan kewajiban pembayaran retribusi tetap terlaksana dari sisi wajib retribusi, juga untuk mewujudkan pelaksanaan prosedur pemeriksaan serta pemungutan retribusi yang benar dari sisi petugas pemeriksa DPKPB. Pemberian sosialisasi yang efektif maupun penerapan sanksi yang tegas akan mendukung upaya pencapaian penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran secara optimal. Indikator terakhir dalam dimensi pemungutan adalah pembayaran retribusi dapat dilakukan dengan mudah. Artinya, mekanisme yang tidak menyulitkan wajib retribusi sehingga tidak menghambat wajib retribusi dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tepat waktu, tidak menyulitkan petugas dalam melaksanakan pemungutan serta dapat memastikan uang dapat masuk ke kas daerah dengan tepat waktu.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
112
Pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang benar adalah menggunakan sarana pembayaran berupa SKRD dan langsung dibayarkan oleh wajib retribusi yang mengajukan permohonan pemeriksaan ke kas daerh. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “jadi sarana pemungutan retribusinya itu berupa SKRD. Nanti SKRD mereka terima, lalu mereka langsung bayar ke kas daerah.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.22 WIB) Hal senada juga dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “itu prosedurnya ya langsung mereka bayar ke kasda.” (Darwin Ali, 16 Desember 2011, Pukul 12.48 WIB) Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, maka dapat diketahui mekanisme pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang benar adalah dengan menggunakan sarana SKRD dan langsung dibayar oleh wajib retribusi ke kas daerah. Namun faktanya, tidak dapat dipungkiri bahwa penyimpangan prosedur dalam pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran telah terjadi. Hal itu dapat ditunjukkan dengan pemaparan yang diberikan oleh wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran berikut ini. “kalau sudah berupa seperti ini (menunjuk ke SKRD), ada penjelasannya, kita langsung bayar ke kas daerah kan gampang, bisa setor ini kan. Jadi berbeda saja perlakuannya, kalau dengan yang ini (menunjuk SKRD) kita bayar dulu ke kas daerah, baru dilakukan pemeriksaan, sedangkan yang ini (surat tagihan diterbitkan oleh petugas pemeriksa) pemeriksaan dulu, baru keluar ini dan kita bayar langsung ke petugasnya.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 11.23 WIB) Hal serupa disampaikan dalam kutipan wawancara dengan retribusi berikut ini. “pembayarannya ya tergantung mereka siap atau tidak dengan sertifikatnya. Jadi kalau sertifikat sudah ada, baru kita ambil, kita bayar dulu baru kita bisa ambil.” (Dicky, 16 Desember 2011, Pukul 14.34 WIB) Akan tetapi, mekanisme pembayaran yang menyalahi prosedur tersebut juga diakui oleh para petugas DPKPB, seperti dalam kutipan wawancara berikut ini. “ya itu pernah, tapi karena dibantu aja, sebenarnya tidak ada kewajiban seperti itu. Kewajiban membayarkan itu si wajib retribusi sendiri. Jadi kita memberikan layanan, sebagai bentuk tagihannya kita keluarkan SKRD, SKRDnya kita berikan ke si wajib retribusi.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.26 WIB)
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
113
Begitu pula dalam kutipan wawancara berikut ini. “itu ada juga sih, tapi ya itu tidak sesuai prosedur. Yang benar sih mereka langsung bayarkan.” (Darwin Ali, 16 Desember 2011, Pukul 12.48 WIB) Berdasarkan pernyataan yang disampaikan dalam kutipan-kutipan wawancara di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dari sisi wajib retribusi secara umum tidak mengerti mengenai prosedur yang benar terkait pemungutan retribusi atas pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang diterimanya. Sebaliknya, dari sisi petugas yang memberikan pelayanan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, tampak bahwa penyimpangan prosedur tersebut dipahami oleh para petugas, akan tetapi belum ada upaya untuk menjadikan prosedur tersebut kembali pada jalurnya yang benar. Berdasarkan pengakuan dari dua wajib retribusi yang diwawancarai, salah satu dari mereka merasa tidak keberatan atau tidak peduli dengan penyimpangan prosedur tersebut, yang penting baginya adalah hak untuk mendapatkan surat rekomendasi terealisasi. Sedangkan untuk wajib retribusi yang lain, prosedur yang diterapkan oleh petugas DPKPB terkesan menyulitkan bagi wajib retribusi tersebut. Hal ini dapat diketahui dari kutipan wawancara berikut ini. “Ya kalau misalnya memang ada aturan baku, saya nggak perlu datang ditagih, saya bayar lewat Bank, lalu misalnya ini di Bank juga bisa didapetin surat-surat atau ada lembaga yang melakukan penagihan secara terpisah, kan enak. Pemeriksaannya juga tetap jalan, dan pembayarannya juga kan enak jadinya lebih mudah. Kalau misalnya semua ke mereka kan kita juga ga bisa strict. Kalau bayar langsung misalnya, kan bisa langsung bayar tepat sesuai yang tertera dalam tagihan, tapi kalau ke petugasnya ya jadi susah kita menghindari tambahan-tambahannya.” Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa prosedur pembayaran retribusi yang diterapkan oleh petugas pemeriksa DPKPB menyulitkan wajib retribusi. Disebutkan dalam kutipan wawancara di atas, alasan yang membuat wajib retribusi tersebut merasa proses pembayaran retribusi yang seperti itu menimbulkan kesulitan dan memberatkannya sebagai pihak yang membayar retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Di lain pihak, prosedur pembayaran yang dipungut langsung oleh petugas tersebut juga semakin memperpanjang alur pemungutan pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Penyimpangan prosedur pembayaran retribusi tersebut juga Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
114
mengindikasikan bahwa sistem pemungutan retribusi ini tidak mampu menghidarkan kecenderungan timbulnya diskresi oleh petugas dan dapat mengarah kepada peluang kebocoran penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakatan.
Bertambahnya
aktivitas
administrasi
juga
dapat
mengakibatkan pemungutan retribusi menjadi kurang efektif dan efisien sehingga menghambat penerimaan retribusi masuk ke kas daerah. Pembayaran retribusi dapat dilakukan dengan mudah artinya mekanisme yang tidak menyulitkan wajib retribusi, memperhatikan kenyamanan serta prosedur pembayaran yang tidak memberatkan wajib retribusi, serta pembayaran dilakukan di tempat yang benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat menghindarkan penyimpangan dari pihak-pihak yang terkait. Hal tersebut dapat mendorong terciptanya sebuah sistem yang dapat mengakomodir kenyamanan wajib retribusi dalam pemenuhan kewajibannya serta administrasi yang lebih efektif dan efisien. Sistem pembayaran retribusi yang benar yaitu langsung ke kas daerah justru dapat mendorong wajib retribusi untuk memenuhi kewajiban pembayarannya tepat waktu dan dapat memastikan uang tersebut masuk ke kas daerah tepat waktu pula. Mekanisme pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, indikator pembayaran dapat dilakukan dengan mudah belum tercermin dalam mekanisme pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang berlaku sekarang. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, mekanisme pembayaran retribusi selain menimbulkan ketidaknyamanan bagi wajib retribusi serta alur administrasi yang menjadi panjang, hal ini dapat memunculkan peluang kebocoran yang dapat merugikan daerah. Berdasarkan pemaparan dimensi pembayaran, dapat disimpulkan bahwa indikator pembayaran secara otomatis belum dapat terpenuhi karena walaupun telah ada kejelasan saat terutang retribusi seperti yang diatur dalam ketentuan yang berlaku, tetapi pada pelaksanaannya saat terutang retribusi ini ditentukan oleh petugas DPKPB. Indikator kelalaian dalam memenuhi kewajiban retribusi dapat diketahui dengan jelas belum sesuai karena belum dapat mengetahui secara pasti apakah kewajiban pembayaran retribusi telah dipenuhi. Indikator pembayaran dapat dipaksa sudah sesuai karena terdapat usaha-usaha yang
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
115
dilakukan DPKPB dalam usaha penagihan retribusi akan tetapi indikator penerapan sanksi dengan tegas tidak sesuai. Untuk indikator bukti penerimaan yang jelas untuk mengontrol di kantor pusat belum terpenuhi sepenuhnya karena dalam pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, seringkali wajib retribusi tidak diberikan sarana pembayaran yang sah yaitu SKRD. Petugas hanya memberikan sebuah surat dengan list tarif retribusi dan jumlah total retribusi terutang. Sebaliknya, pada saat penyetoran dan pelaporan, bendahara penerimaan dan pelaporan retribusi DPKPB telah melakukan dengan prosedur yang benar yaitu melalui SKRD yang dilaporkan ke BPKD. Terakhir, untuk indikator kemudahan dalam pembayaran belum tercermin dalam pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dimana petugas tidak menerapkan prosedur pembayaran yang benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi wajib retribusi yang mempunyai kewajiban pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
5.3 Kendala-Kendala Dalam Pengelolaan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta Dalam pelaksanan sebuah program, tak dapat dihindari akan timbulnya kendala-kendala atau hambatan-hambatan yang dapat mengganggu kelancaran dan berlangsungnya program-program yang sudah direncanakan. Begitu pula dalam proses pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta yang kewenangannya berada di DPKPB Provinsi DKI Jakarta. Berikut adalah kendala yang dihadapi oleh DPKPB Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran: 5.3.1 Kurangnya kesadaran dari pemilik atau pengelola bangunan gedung akan pentingnya proteksi kebakaran pada bangunan gedung Kesadaran akan pentingnya proteksi kebakaran pada bangunan gedung sangat dibutuhkan karena hanya dengan kesadaran dan kepedulian ini maka kesiapan masyarakat dalam antisipasi bencana kebakaran yang dapat terjadi sewaktu-waktu dapat terwujud. Sampai saat ini, masih terdapat pemilik atau pengelola bangunan gedung yang kurang peduli terhadap
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
116
pentingnya proteksi kebakaran pada bangunan gedungnya. Hal ini ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 5.3 Persentase Gedung Kurang Terawat di Provinsi DKI Jakarta Periode 30 Juni 2011 No.
Jenis Gedung
Jumlah Gedung Kurang Terawat
Jumlah Gedung Tinggi
1.
Gedung 42 100 Pemerintah 2. Gedung 108 645 Swasta Jumlah Total 150 745 Sumber: DPKPB Provinsi DKI Jakarta (diolah peneliti)
Persentase Gedung Kurang Terawat 5,64% 14,50% 20,13%
Data dalam tabel di atas menunjukkan bahwa sampai saat ini masih terdapat gedung-gedung tinggi di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang kurang terawat. Kurang terawat dalam hal ini maksudnya adalah gedunggedung tinggi tersebut tidak memiliki sistem proteksi kebakaran yang baik atau layak pada bangunan gedungnya. Data tersebut merupakan data hasil pemeriksaan gedung-gedung tinggi di wilayah DKI Jakarta yang dilakukan oleh DPKPB Provinsi DKI Jakarta. Dilihat dari persentasenya, gedunggedung swasta yang lebih banyak dalam kondisi kurang terawat dibandingkan
dengan
gedung-gedung
pemerintah.
Hal
ini
mengindikasikan kurangnya kepedulian pihak pemilik atau pengelola bangunan gedung swasta terhadap kondisi sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedungnya. Jumlah total persentase gedung kurang terawat terhadap gedung tinggi sebesar 20,13% menunjukkan tingkat yang cukup tinggi yang membuktikan bahwa selama ini masyarakat masih belum memiliki kesadaran yang baik akan pentingnya sistem proteksi kebakaran bangunan gedung. Tuntutan akan kesadaran dan kepedulian ini juga bukan hanya untuk menyediakan proteksi kebakarannya saja, tetapi juga merawat dan memelihara proteksi kebakaran tersebut sehingga dapat siap digunakan apabila bencana kebakaran itu benar-benar terjadi. Kurangnya kesadaran pemilik atau pengelola gedung terhadap proteksi kebakaran ini disampaikan oleh Bapak Risanto Hutapea selaku Kepala Bidang Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
117
Pencegahan DPKPB Provinsi DKI Jakarta dalam kutipan wawancara berikut ini. “Dari pemilik misalnya, kadang dia tidak mau tahu tentang proteksi kebakarannya. Jadi sudah kita peringatkan tapi tetap tidak mematuhi padahal itu juga untuk keselamatan mereka sendiri.” (Risanto Hutapea, 28 November 2011, Pukul 10.44 WIB) Dari kutipan wawancara tersebut, tampak bahwa masih ada masyarakat, yang dalam hal ini adalah pemilik atau pengelola bangunan gedung yang bersikap tidak mau tahu atau tidak peduli terhadap proteksi kebakaran pada bangunan gedungnya. Hal serupa juga dikatakan oleh Bapak Darwin Ali selaku Kepala Seksi Inspeksi dalam Bidang Pencegahan DPKPB Provinsi DKI Jakarta dalam kutipan wawancara berikut ini. “ya itu yang pertama dari pihak pengelola gedungnya sendiri, kalau mereka misalnya tidak memahami atau tidak perduli pentingnya proteksi itu, kita juga jadi susah. Sebaliknya kalau mereka sudah mengerti arti proteksi, itu kita akan lebih mudah untuk melakukan pemeriksaan.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.15 WIB) Pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak Darwin Ali tersebut juga menegaskan bahwa pemahaman dan kepedulian dari pemilik atau pengelola bangunan gedung terhadap proteksi kebakaran ini masih belum baik. Kedua pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa dalam upaya pencegahan bahaya kebakaran yang dilakukan oleh DPKPB melalui pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini menemui kendala utama yaitu ketika dari pihak pemilik atau pengelola gedung tidak memiliki kesadaran atau kepedulian terhadap proteksi kebakaran bagi bangunan gedungnya sehingga perlu usaha yang lebih intensif untuk meyakinkan mereka bahwa pemeriksaan terhadap proteksi kebakaran ini penting untuk dilakukan. Disamping adanya fakta bahwa masih terdapat pemilik atau pengelola gedung yang kurang peduli terhadap proteksi kebakaran pada bangunan gedungnya, sebagian dari pemilik atau pengelola bangunan gedung di wilayah DKI Jakarta sebenarnya mempunyai kecenderungan untuk aktif melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terhadap proteksi kebakaran bangunan gedungnya secara mandiri dalam rangka antisipasi
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
118
bencana kebakaran. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. ”penting, karena menyangkut jiwa kan. Orang biasa kan ya selalu bertanya-tanya aman nggak nih ya gedung ini, kita juga kan selalu melakukan pemeriksaan selain dari pemeriksaan oleh dinas pemadam, kita lakukan pemeriksaan rutin tiga bulan sekali. Kan dalam sistem ini kan ada air, ada peralatannya, sistem komputerisasi, itu ya harus dicobain satu per satu secara rutin untuk memastikan bahwa semuanya dalam kondisi standby.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 11.29 WIB) Pernyataan tersebut menegaskan bahwa pada dasarnya pemilik atau pengelola bangunan gedung mempunyai kesadaran akan pentingnya proteksi kebakaran pada bangunan gedung. Namun demikian, tidak semua pemilik atau pengelola bangunan gedung mungkin mempunyai konsistensi untuk memeriksa, merawat, dan memelihara proteksi kebakaran bangunan gedungnya secara rutin agar proteksi kebakaran tersebut dalam keadaan stand by apabila sewaktu-waktu bencana kebakaran terjadi. Beberapa fakta yang membuktikan masih adanya pemilik atau pengelola bangunan gedung yang kurang peduli akan pentingnya proteksi kebakaran pada bangunan gedung menjadi salah satu kendala dalam proses pemberian layanan pemeriksaan oleh petugas DPKPB, karena tanpa adanya kesadaran yang tinggi akan pentingnya proteksi kebakaran pada bangunan gedung maka dimungkinkan bahwa pihak pemilik atau pengelola gedung ini enggan atau merasa tidak perlu untuk melakukan pemeriksaan terhadap proteksi kebakaran yang terdapat dalam bangunan gedungnya. 5.3.2 Kurangnya
jumlah
Sumber
Daya
Manusia
(SDM)
yang
Melaksanakan Tugas Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Dalam melaksanakan pemeriksaan alat pemadam kebakaran, faktor terpenting dan utama adalah sumber daya manusia, yaitu petugas DPKPB yang melakukan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Petugas yang turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan proteksi kebakaran pada bangunan gedung harus memiliki keahlian khusus dan telah mendapatkan
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
119
pendidikan dan pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi sebagai Inspektur Kebakaran. Hal ini dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “oh itu ya Inspektur Kebakaran I dan Inspektur Kebakaran II. Itu buktinya ada dalam bentuk sertifikat, Sertifikat Inspektur Kebakaran, hasil dari pendidikan di diklatkar.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.33 WIB) Dengan demikian, tidak semua petugas boleh dan mampu melakukan pemeriksaan selain dari mereka yang telah dibekali pendidikan khusus dan mendapatkan sertifikasi sebagai Inspektur Kebakaran. Ketentuan ini tentu saja memiliki landasan pemikiran tertentu antara lain karena dalam melakukan pemeriksaan, apabila tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan maka bagaimana menjamin pelayanan tersebut diberikan dengan baik dan benar sesuai dengan standar baku yang telah ada. Apalagi jika dikaitkan dengan konsep retribusi, dimana pelayanan harus diutamakan sebelum pungutan itu dapat dilaksanakan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pelaksanaan tugas pemeriksaan alat pemadam kebakaran merupakan tupoksi dari salah satu seksi yang ada di Bidang Pencegahan DPKPB Provinsi DKI Jakarta, yaitu Seksi Inspeksi. Seksi ini juga yang secara langsung melaksanakan tugas pemungutan retribusi dalam pemberian layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran kepada masyarakat. Saat ini, jumlah sumber daya manusia dalam Seksi Inspeksi hanya berjumlah 18 orang saja. Hal ini berdasarkan penuturan dari Bapak Darwin Ali selaku Kepala Seksi Inspeksi DPKPB Provinsi DKI Jakarta dalam kutipan wawancara berikut ini. “untuk yang kelompok ya 16, kan ada 4 kelompok masing-masing 4 orang, ditambah saya berdua sebagai kepala seksi yang juga suka ikut turun ke lapangan untuk memeriksa, jadi total ada 18 orang.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.37 WIB) Jumlah petugas dalam Seksi Inspeksi DPKPB sebanyak 18 orang inilah yang menjadi motor pelaksana tugas pemeriksaan alat pemadam kebakaran pada bangunan gedung yang ada di wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan data jumlah bangunan gedung tinggi yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 745 gedung, dapat diindikasikan Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
120
bahwa jumlah petugas tersebut masih kurang memadai. Perlunya penambahan jumlah personil atau petugas lapangan dalam pemberian layanan pemeriksaan ini juga disampaikan oleh Bapak Darwin Ali dalam kutipan wawancara berikut ini. “iya emang kurang itu. Ini saja yang kelompok-kelompok tadi sering ke luar setiap hari untuk melakukan pemeriksaan. Kalau untuk penambahan ya, berarti itu penambahan personil, ya perlu itu. Jadi misalnya bisa ditambah berapa kelompok lagi itu.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.39 WIB) Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kendala lain yang cukup signifikan berasal dari faktor kuantitas sumber daya manusia (SDM) pemeriksa dalam Seksi Inspeksi DPKPB yang mengakibatkan para petugas yang ada saat ini harus bekerja ekstra untuk memenuhi target pemeriksaan pada gedung-gedung tinggi yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut menjadi kendala yang cukup krusial mengingat pemeriksaan hanya dapat berjalan dengan lancar apabila didukung oleh kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang melaksanakan tugas tersebut. 5.3.3 Sarana Untuk Melakukan Pengujian Mutu Komponen Pada Peralatan Proteksi Aktif dan Pasif Belum Memadai Salah satu objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebagaimana diatur dalam Perda No. 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah pengujian peralatan proteksi aktif dan pasif. Peralatan proteksi aktif tersebut dapat berupa alat pemadam api ringan, atau biasa disingkat dengan APAR, maupun alat-alat penanggulangan bencana kebakaran lainnya. Pengujian peralatan proteksi kebakaran ini dinamakan uji mutu komponen. Pengujian dilakukan bagi peralatan proteksi kebakaran yang akan dijual kepada masyarakat umum oleh produsen atau distributor perusahaan tertentu. Pengujian dilakukan untuk memberikan rekomendasi serta Sertifikat Uji Mutu yang menandakan bahwa APAR atau alat proteksi kebakaran lainnya tersebut layak dan boleh diedarkan ke masyarakat atau konsumen.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
121
Di dalam struktur organisasi DPKPB Provinsi DKI Jakarta, terdapat salah satu bidang yang secara khusus dan diberikan wewenang oleh DPKPB untuk melakukan pengujian peralatan proteksi kebakaran yaitu UPT Laboratorium yang bertempat di Ciracas, Jawa Barat. Selain dilakukan oleh petugas dengan keahlian khusus yang telah dilatih di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kebakaran (Pusdiklatkar), pengujian juga membutuhkan sarana yang memadai, dalam arti mampu memenuhi kebutuhan serta mendukung proses pengujian mutu komponen tersebut. Berdasarkan keterangan dari Bapak Edward selaku Kepala Bidang Sarana DPKPB Provinsi DKI Jakarta, saat ini untuk pengujian mutu komponen masih bekerjasama dengan instansi lain, yaitu Tim Forensik Kepolisian RI. Hal tersebut seperti yang dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Nah kalau untuk pengujian itu, kita masih bekerjasama dengan instansi-instansi lain seperti untuk pengujian APAR berbahan powder, itu kita kerjasama dengan kepolisian, khususnya dengan tim forensik. Jadi karena kita belum ada alat, jadi kita kirim itu kesana.” (Edward, 19 Desember 2011, Pukul 11.31 WIB) Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa kerjasama antara DPKPB dengan Tim Forensik Kepolisian RI secara khusus untuk pengujian APAR berbahan powder. Kerjasama tersebut menunjukkan adanya upaya dari DPKPB untuk tetap berusaha melaksanakan tugasnya dalam pengujian peralatan proteksi kebakaran. Namun demikian, kenyataan bahwa DPKPB belum mempunyai peralatan untuk melakukan pengujian mutu komponen tersebut cukup memprihatinkan, mengingat DPKPB seharusnya menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, yang salah satunya melalui pengujian mutu komponen peralatan proteksi kebakaran tersebut. Pengadaan peralatan untuk pengujian peralatan proteksi aktif dan pasif
sebenarnya
telah
mulai
dilaksanakan
oleh
DPKPB
yang
dikoordinasikan oleh Bidang Sarana. Hal ini seperti yang disampaikan dalam kutipan wawancara berikut ini. “ya itu bertahap, jadi kita setiap tahun usahakan ada penambahan sarana.” (Edward, 19 Desember 2011, Pukul 11.35 WIB) Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
122
Pengadaan sarana tersebut yang walaupun harus dilakukan secara bertahap setiap tahun sudah merupakan tindakan yang tepat untuk dilakukan oleh DPKPB Provinsi DKI Jakarta karena hanya dengan sarana yang memadai dan didukung oleh tenaga yang ahli di bidangnya maka pelaksanaan tugas pengujian peralatan proteksi kebakaran ini dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Kerjasama dengan instansi lain memang baik, tetapi lebih baik lagi apabila DPKPB dapat mengakomodir kebutuhan pengujian mutu komponen tersebut dengan segenap sumber daya yang dimiliki sendiri. Hal tersebut demi mendukung kelancaran proses pengujian serta meningkatkan kualitas pelayanan dari DPKPB kepada masyrakat. Dalam pengadaan sarana ini ternyata juga terkendala oleh masalah dana yang terbatas yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui dana APBD. Hal tersebut disampaikan juga dalam kutipan wawancara berikut ini. “nah itu dia, pada kenyataannya tidak semuanya yang disetujui karena pemda sendiri kan dananya juga tidak banyak. Selain itu, biasanya pemda itu lebih memprioritaskan alokasi dananya untuk pengadaan sarana yang berkaitan dengan masyarakat secara langsung, seperti misalnya pengadaan sarana dan prasarana untuk pemadaman kebakaran. Nah itu biasanya yang jadi fokus perhatiannya, jadi kalau untuk yang di luar itu biasanya tidak begitu diprioritaskan.” (Edward, 19 Desember 2011, Pukul 11.50 WIB) Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat kendala dalam penyerapan dana yang disalurkan pemerintah daerah ke DPKPB karena adanya skala prioritas yang dibuat untuk membedakan kebutuhan mana yang hendak diprioritaskan dan kebutuhan mana yang harus ditunda pemenuhannya. Hal ini karena alokasi dana dari pemerintah untuk pengadaan sarana pada kenyataannya tidak banyak dan tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan pengadaan sarana di DPKPB. Dalam hal pengadaan sarana untuk pengujian APAR dan alat proteksi kebakaran lainnya seringkali menemui hambatan karena sarana tersebut dianggap bukan merupakan kebutuhan yang diprioritaskan dan sebagian besar alokasi dana yang disalurkan oleh pemerintah daerah selama ini hanya
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
123
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengadaan sarana dan prasarana untuk pemadaman kebakaran. Pemberian pelayanan akan berjalan baik apabila pemerintah mampu menetapkan tujuan organisasi yang memuaskan kebutuhan dan menjaga agar pemberian pelayanan dilakukan dengan bertanggung jawab kepada wajib retribusi, salah satunya dengan menjaga mutu dan standar pelayanan. Menjaga mutu dan standar pemberian pelayanan kepada wajib retribusi tidak terlepas ketersediaan sarana, prasarana dan sumber daya manusia yang memadai baik dari kuantitas maupun kualitas. 5.3.4
Tidak
Terdapat
Ketentuan
yang
Mengatur
Mengenai
Pemungutan Retribusi Atas Pemeriksaan Sewaktu-Waktu Diberlakukannya Perda No. 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran membawa konsekuensi yang cukup signifikan terhadap objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Konsekuensi tersebut adalah dihilangkannya unsur pemeriksaan berkala dalam objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang juga menjadikan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran menurun secara drastis. Namun demikian, disampaikan oleh para petugas DPKPB bahwa saat ini tetap ada pemeriksaan yang dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan pemeriksaan bagi gedung-gedung eksisting yang ada di wilayah DKI Jakarta. Berikut pemaparan yang disampaikan dalam kutipan wawancara berikut ini. “untuk pemeriksaan berkala dan pemeriksaan sewaktu-waktu tidak ada pemungutan retribusi, free, karena di Perda 8 tahun 2008 tidak mengamanatkan pemungutan retribusi untuk itu. Untuk keputusan sementara kita, begitu sudah ada Revisi Perda 1 Tahun 2006, yang mengamanatkan pemungutan retribusi untuk pemeriksaan sewaktu-waktu, itu baru kita kenakan retribusi. Selama belum ada Revisi Perda 1 Tahun 2006 itu, kita masih belum memungut. Tapi kalau pemeriksaannya terus berjalan” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 09.19 WIB)
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
124
Hal senada disampaikan pula dalam kutipan wawancara berikut ini. “nah itu, kalau untuk pemeriksaan berkala kan sudah ada itu ya, sudah diatur dalam perda 1 tahun 2006. Yang sewaktu-waktu ini nggak ada. Oleh karena itu untuk revisi perda 1 tahun 2006 ini kita usulkan untuk mengubah pemeriksaan berkala itu ke pemeriksaan sewaktu-waktu. Nah nanti baru bisa kita pungut lagi retribusi dari pemeriksaan sewaktu-waktu itu. Jadi sampai sekarang itu tidak dipungut.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.24 WIB) Kedua pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa belum tersedianya ketentuan yang mengatur tentang pemeriksaan sewaktu-waktu menjadi kendala tersendiri dalam proses pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, karena petugas yang melakukan pemeriksaan tidak mempunyai wewenang yang diatur oleh hukum yang sah dan berlaku untuk melakukan pemungutan atas pemeriksaan sewaktuwaktu tersebut. Hal ini tentu dapat menimbulkan dampak bagi penerimaan retribusi pemeriksaan
alat
pemadam
kebakaran
karena
hilangnya
potensi
pemungutan retribusi atas pemeriksaan swaktu-waktu yang dilakukan oleh petugas DPKPB. Belum tersedianya ketentuan mengenai pemungutan retribusi atas pemeriksaan sewaktu-waktu tersebut juga dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “Dalam lembar target dan realisasi penerimaan retribusi ini, unsur pemeriksaan berkala masih dicantumkan, padahal sesuai dengan Perda baru itu Perda 8 Tahun 2008 sudah tidak ada pemeriksaan berkala lagi, adanya pemeriksaan sewaktu-waktu itu kalau ada permintaan dari pemilik/ pengelola gedung atau kalau gedung itu layak untuk diperiksa menurut petugas dinas pemadam. Tapi untuk pemeriksaan sewaktu-waktu ini belum bisa dipungut retribusinya karena masih menunggu revisi Perda 1 Tahun 2006. Karena unsur pemeriksaan berkala tidak dihilangkan dari lembar target dan realisasi ini sehingga realisasinya terlihat anjlok, jauh dari target yang ditetapkan.” (Muslaemah, 28 November 2011, Pukul 14.02 WIB) Pemeriksaan tersebut diatur dalam Perda No. 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran dengan nama Pemeriksaan Sewaktu-waktu. Pemeriksaan sewaktu-waktu sebenarnya tidak mengandung unsur kewajiban karena dalam Pasal 49 Perda No. 8 Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
125
Tahun 2008 tersebut tidak menjelaskan bahwa pelaksanaannya tersebut wajib untuk dilakukan. Berikut bunyi Pasal 49 Perda No. 8 Tahun 2008. Pasal 49 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran (1) Untuk mengetahui kondisi keselamatan kebakaran pada bangunan gedung eksisting berfungsi dengan baik, harus dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung dengan menunjuk pengkaji teknis. (2) Hasil pemeriksaan berkala yang dilakukan oleh pengkaji teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung kepada Dinas setiap tahun. (3) Apabila dipandang perlu, berdasarkan laporan pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dinas dapat melakukan pemeriksaan ke lapangan. (4) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Dinas dapat melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu dengan atau tanpa pemeberitahuan terlebih dahulu kepada pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan. Dengan demikian, terdapat dua kemungkinan dalam prosedur pelaksanaan pemeriksaan sewaktu-waktu ini jika dilihat dari prosedur pelaksanaannya berdasarkan Pasal 49 khususnya ayat (3) dan (4), yaitu pemeriksaan menunggu laporan dari pemilik, pengguna, dan/atau pengelola gedung atau petugas dinas yang menghubungi pemilik atau pengelola gedung untuk melakukan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Mengenai pemeriksaan sewaktu-waktu disampaikan lagi oleh Bapak Darwin Ali dalam kutipan wawancara berikut ini. “untuk pemeriksaan sewaktu-waktu ini, kita nggak mewajibkan itu nggak juga ya, karena juga kita di perda 8 tahun 2008, tugas kita untuk memeriksa itu, untuk pemeriksaan sewaktu-waktu itu udah nggak ada juga sebenernya. Tapi karena pengalihan ini, yang seharusnya pemeriksaan sewaktu-waktu itu harus dilaksanakan oleh pengkaji teknis. Pengkaji teknis itu nanti dia punya itu sendiri. Makanya tadi, karena pengkaji teknisnya itu tidak ada, jadi yang untuk melaksanakannya itu tidak ada.” Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.30 WIB) Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa alasan pemeriksaan sewaktuwaktu dilakukan oleh petugas dinas karena belum ada pengkaji teknis, seperti yang diatur dalam ayat (1) dan (2) Pasal 49 Perda No. 8 Tahun Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
126
2008. Dikatakan selanjutnya oleh Bapak Darwin bahwa pengkaji tenis itu adalah semacam asosiasi, dan karena asosiasi semacam ini belum diadakan dan belum ada peraturan yang mengatur secara lebih jelas, maka petugas dinas, khususnya Seksi Inspeksi DPK-PB masih tetap berwenang untuk melakukan pemeriksaan, namun setelah ada pengajuan permohonan dari pemilik atau pengelola gedung. Pemeriksaan terhadap gedung eksisting memang biasanya ditujukan untuk pengurusan perpanjangan IPB setiap 5 (lima) tahun sekali. Kendala
yang
dihadapi
dalam
pemungutan
retribusi
atas
pemeriksaan sewaktu-waktu adalah dari sisi regulasi yang belum tersedia untuk melaksanakan pemungutan retribusi. Perda yang mengatur tentang pemungutan retribusi daerah di Provinsi DKI Jakarta adalah Perda No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Perda tersebut tentu saja tidak relevan untuk dipakai setelah pemberlakuan Perda No. 8 Tahun 2008 yang menyempurnakan dan mengubah banyak aspek termasuk objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Tidak tersedianya peraturan yang mengatur secara khusus mengenai pemungutan retribusi atas pemeriksaan sewaktu-waktu ini merupakan kendala yang cukup signifikan dan penting untuk diperhatikan karena apabila tidak ada regulasi yang dapat dijadikan payung hukum dalam pelaksaan pemungutan retribusi atas pemeriksaan sewaktu-waktu ini, maka pemungutan retribusi pemeriksaan sewaktuwaktu tidak dapat dilaksanakan dan hal ini akan terus membuat penerimaan terhadap retribusi ini menjadi tidak optimal. 5.3.5
Prosedur Pembayaran Retribusi yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan yang Berlaku Prosedur
pembayaran
retribusi
pada
praktiknya,
seringkali
diserahkan secara langsung oleh wajib retribusi ke petugas yang turun ke lapangan. Proses pembayaran retribusi yang seperti ini tentu menyimpang dari prosedur yang telah ada, karena menurut prosedur yang benar seperti yang diatur dalam Pergub No. 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran, seharusnya wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
127
membayar retribusi yang telah ditetapkan dalam SKRD langsung ke kas daerah. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 12 Pergub No. 86 Tahun 2007 sebagai berikut. Pasal 12 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Pelayanan Penanggulangan Bencana Kebakaran (1) Pembayaran retribusi dengan menggunakan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan dilakukan pada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk. (2) Jasa pelayanan diberikan setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas daerah. (3) Jasa pelayanan diberikan setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas daerah. (4) Dalam hal pembayaran dilakukan pada tempat lain yang ditunjuk maka jasa pelayanan diberikan setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. Dalam praktik, wajib retribusi seringkali melakukan pembayaran retribusi secara tunai ke petugas yang turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Berikut gambar yang menjelaskan prosedur pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan berlaku tersebut. Gambar 5.1 Prosedur Pembayaran Retribusi Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Berlaku
Pembayaran secara tunai
Penyerahan tanpa bukti
Lapor dalam bentuk SKRD
penerimaan
setor tunai ke Rek. Kas Daerah Sumber: Diolah Peneliti
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
128
Berdasarkan gambar 5.1 dapat dilihat bahwa proses atau alur pembayaran retribusi yang seringkali diterapkan oleh petugas DPKPB berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 12 Pergub No. 86 Tahun 2007 yang mengatur tentang prosedur pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Di dalam gambar 5.1 ditunjukkan bahwa wajib retribusi melakukan pembayaran secara langsung dengan uang tunai kepada petugas pemeriksa yang turun ke lapangan. Uang hasil pembayaran dari wajib retribusi tersebut kemudian diserahkan oleh petugas pemeriksa lapangan ke bendahara penyetoran dan pelaporan DPKPB. Tidak terdapat bukti penerimaan dalam penyerahan uang tunai tersebut dari petugas pemeriksan lapangan ke bendahara DPKPB. Hasil pembayaran tunai lalu disetorkan oleh bendahara DPKPB ke rekening Kas Daerah yang kemudian dilaporkan ke BPKD Provinsi DKI Jakarta dengan tetap menggunakan SKRD. Mengenai prosedur pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut dipaparkan dalam kutipan wawancara berikut ini. “iya, itu ada juga yang seperti itu, tapi itu sebenarnya di luar prosedur. Itu biasanya untuk yang nggak mau repot, biasanya yang mengurus bukan pengelola gedungnya sendiri, tapi pihak lain yang seperti biro itu. Jadi dia seperti nggak peduli itu disetorkan ke kas daerah atau nggak. Ya pernah ada yang minta tolong dibayarkan sekalian, tapi itu kan nggak bagus.” (Jon Vendri, 29 November 2011, Pukul 10.08 WIB) Berdasarkan pernyataan tersebut, tampak bahwa petugas menganggap prosedur pembayaran retribusi ini memudahkan wajib retribusi yang tidak ingin repot dengan masalah pembayaran retribusi yang menjadi kewajibannya. Hal ini memang mungkin saja terjadi, karena belum tentu setiap wajib retribusi mempunyai kesadaran yang baik untuk memahami kewajiban retribusinya serta merelakan waktu dan tenaga untuk membayar retribusi langsung ke kas daerah dengan segala kesibukannya. Terlepas dari anggapan petugas mengenai wajib retribusi yang menginginkan sendiri prosedur pembayaran secara langsung dan tunai, pernyataan yang agak berbeda mengenai hal tersebut dipaparkan dalam kutipan wawancara terhadap salah satu wajib retribusi berikut ini. Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
129
“Kan harusnya kalau sistemnya bener, kalau misalnya sistem combine gitu yang udah bayar mereka udah langsung tahu, oh memang udah bayar. Jadi berbeda saja perlakuannya, kalau dengan yang ini (menunjuk SKRD) kita bayar dulu ke kas daerah, baru dilakukan pemeriksaan, sedangkan yang ini (surat tagihan diterbitkan oleh petugas pemeriksa) pemeriksaan dulu, baru keluar ini dan kita bayar langsung ke petugasnya.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 11.32 WIB) Berdasarkan pernyataan tersebut, tampak bahwa wajib retribusi merasa proses pembayaran secara langsung ke petugas yang turun ke lapangan tersebut menimbulkan ketidakjelasan dan bukan merupakan pilihannya sendiri melainkan prosedur yang dalam kenyataannya seringkali dilakukan oleh petugas yang datang ke lapangan. Prosedur pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku tersebut menimbulkan indikasi bahwa terdapat peluang kebocoran penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran oleh petugas. Pembayaran retribusi yang tidak sesuai prosedur ini menimbulkan kendala, antara lain semakin memperpanjang proses penyetoran dari wajib retribusi hingga ke kas daerah dan mempersulit pengawasan terhadap penerimaan retribusi yang sebenarnya. 5.3.6
Kendala Teknis Berupa Penentuan Waktu Pemberian Layanan Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Kendala teknis yang ditemui pada saat pemberian layanan
pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini adalah dalam hal penentuan waktu
pemeriksaan.
Pelayanan
yang
diberikan
dalam
retribusi
pemeriksaan alat pemadam kebakaran berupa pemeriksaan alat-alat pemadam
kebakaran,
alat
penanggulangan
kebakaran,
serta
alat
penyelamatan jiwa. Untuk melakukan pemeriksaan tersebut, maka petugas pemeriksa dari DPKPB harus turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan proteksi kebakaran tersebut secara langsung pada bangunan gedung yang akan diperiksa. Dalam proses pendaftaran, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses awal setelah pengajuan permohonan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah konfirmasi mengenai
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
130
kelengkapan dokumen yang dibutuhkan dan juga waktu pemeriksaan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu petugas pemeriksa dan pemilik atau pengelola gedung yang mengajukan permohonan. Dalam kenyataannya, proses penentuan waktu pemeriksaan ini terkadang menemui kendala yaitu ketika pemohon menginginkan agar pemeriksaan dilakukan di luar hari kerja, misalnya pada saat akhir pekan, dengan alasan pengguna gedung tidak dapat diganggu kenyamanannya pada hari kerja. Hal ini mungkin terjadi mengingat sebagian besar bangunan gedung di Jakarta berupa gedung perkantoran, apartemen, dan lain sebagainya yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan gedung pada hari kerja. Disampaikan oleh salah satu wajib retribusi yang diwawancarai bahwa untuk penentuan hari pemeriksaan ini terkadang harus benar-benar meminta petugas untuk mau datang di luar hari kerja atau pada saat akhir pekan. Berikut kutipan wawancaranya. “Tapi dari kami selalu minta kalau bisa itu hari Sabtu itu diperiksa. Nah karena merasa mereka terpaksa datang di luar hari kerja yang seharusnya mereka libur, jadi setelah mereka datang periksa ya harus kami jamu.” (Devi, 9 Desember 2011, Pukul 11.23 WIB) Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa terdapat konsekuensi tertentu ketika pemeriksaannya harus dilakukan di luar hari kerja. Konsekuensi tersebut muncul kemungkinan karena merasa tidak enak dengan petugas yang rela datang untuk melakukan pemeriksaan di luar hari kerja. Masalah penentuan waktu pemeriksaan juga disampaikan oleh Bapak Darwin Ali dalam kutipan wawncara berikut ini. “Kalau untuk teknisnya, terkadang untuk waktu pemeriksaan ini, mereka keberatan untuk dilakukan di hari kerja. Karena kan untuk memeriksa maka semua sistem itu harus dites, termasuk alarm kebakarannya. Nah itu mereka keberatan karena faktor pengguna gedungnya. Jadi petugas terpaksa melakukannya di luar hari kerja. Tapi ya kalau semuanya minta kayak gitu kan nggak mungkin, jadi ya tidak semuanya kita terima permohonanan untuk dilakukan pemeriksaan di luar hari kerja itu.” (Darwin Ali, 19 Desember 2011, Pukul 12.19 WIB) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa masalah waktu pemeriksaan ini juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam pemberian Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
131
pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa proses penentuan waktu pemeriksaan juga merupakan salah satu kendala yang harus segera dicari solusinya. Akan menjadi tidak baik jika pemberian layanan dilakukan dengan adanya keterpaksaan, karena dari sisi wajib retribusi harus mencari cara agar petugas yang rela datang di luar hari kerja tersebut merasa tidak terpaksa untuk melakukan pemeriksaan, sebaliknya dari sisi petugas tidak dapat dipungkiri dapat menimbulkan keengganan untuk memberikan layanan pemeriksaan di luar hari kerja.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini berisikan simpulan dari penelitian ini dan saran yang peneliti berikan terkait hasil penelitian.
5.1 Simpulan •
Pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dilaksanakan dengan dua latar belakang pemikiran, yaitu dorongan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam antisipasi bencana kebakaran dan kontribusi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta.
•
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta dalam hal kewajiban wajib retribusi diketahui dengan jelas, penilai tidak atau sedikit melakukan
diskresi,
konfirmasi
penetapan
dengan
sumber
lain,
pembayaran secara otomatis, kelalaian dapat diketahui dengan jelas, sanksi yang tegas, bukti penerimaan yang jelas untuk dicermati pihak pemerintah daerah, dan pembayaran dapat dilakukan dengan mudah tidak sesuai dengan teori Administrasi Pendapatan Daerah menurut Mc. Master. Dalam hal identifikasi secara otomatis, penerapan prosedur identifikasi wajib retribusi yang tepat untuk mengidentifikasi diri sendiri, konfirmasi identifikasi dengan sumber lain, penetapan bersifat otomatis, pembayaran dapat dipaksakan telah sesuai dengan teori Administrasi Pendapatan Asli Daerah Mc. Master. •
Terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di Provinsi DKI Jakarta, yaitu kurangnya kesadaran dari pemilik atau pengelola bangunan gedung akan pentingnya proteksi kebakaran pada bangunan gedung, kurangnya jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat melaksanakan tugas pemeriksaan alat
132 Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
133
pemadam kebakaran, sarana yang digunakan untuk melakukan pengujian mutu komponen pada peralatan proteksi aktif dan pasif belum memadai, tidak terdapat ketentuan yang mengatur mengenai pemungutan retribusi atas pemeriksaan sewaktu-waktu, kendala teknis berupa penentuan waktu pemberian layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran, dan prosedur pembayaran retribusi yang tidak sesuai dengan prosedur yang benar.
5.2 Saran 1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, harus segera merumuskan dan mengeluarkan revisi terhadap Perda No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah, karena seperti pada kasus retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, tidak terdapatnya ketentuan yang mengatur mengenai pemeriksaan sewaktu-waktu (ketentuan dapat dilihat dalam pemaparan di halaman 127) menyebabkan petugas tidak dapat melaksanakan pemungutan retribusi terhadap objek pemeriksaan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan revisi Perda untuk memberikan dasar hukum pemungutan retribusi atas pemeriksaan sewaktu-waktu, disertai penjelasan dan rincian struktur tarif retribusi sebagai dasar penetapan retribusi terutang atas pemeriksaan sewaktu-waktu yang dilakukan oleh petugas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta. Ketentuan tersebut dibutuhkan untuk memberikan payung hukum yang dapat menjamin kepastian hukum agar pemungutan yang dilakukan mempunyai landasan serta tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. 2. Dalam hal pembayaran, perlu diperhatikan mengenai prosedur pembayaran yang benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena prosedur pembayaran yang benar tersebut dapat memastikan kewajiban pembayaran oleh wajib retribusi terpenuhi dengan benar dan tepat waktu, serta memastikan seluruh penerimaan masuk ke dalam kas daerah. Sudah ada ketentuan yang mengatur dengan jelas mengenai prosedur pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yaitu Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
134
Pelayanan Penanggulangan Bencana Kebakaran. Baik petugas maupun wajib retribusi sebaiknya mengikuti alur proses pembayaran yang benar, yaitu pembayaran dilakukan oleh wajib retribusi secara langsung ke Kas Daerah dengan menggunakan sarana pembayaran berupa SKRD. Oleh sebab itu, perlu tindakan atau sanksi yang tegas bagi petugas yang masih menerapkan prosedur pembayaran yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Dengan mengikuti prosedur pembayaran yang benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka praktik-praktik penyimpangan dan kebocoran penerimaan retribusi akan dapat dihindari. 3. Masalah waktu pemeriksaan juga perlu diperhatikan, agar tidak terdapat keterpaksaan, terutama dari sisi petugas yang turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Untuk itu, peneliti memberikan saran agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan waktu yang lebih fleksibel, dalam arti diberikan satu hari tambahan di luar hari kerja pada akhir pekan, hal ini akan memberikan kelonggaran bagi pihak pemilik atau pengelola gedung yang telah mengajukan permohonan pemeriksaan alat pemadam kebakaran pada bangunan gedungnya. Sebaliknya, dari sisi petugas yang melakukan pemeriksaan dan turun ke lapangan di luar hari kerja, perlu diberikan semacam uang lembur atas pelaksanaan pekerjaan yang harus dilakukan di luar hari kerja tersebut. Dengan demikian, proses pemberian pelayanan pun dapat dilakukan dengan baik dan lancar tanpa adanya keterpaksaan atau keberatan dari kedua belah pihak.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Buku : Abdullah (1984). Pajak dan Keuangan Daerah di Indonesia, Jakarta: Gramedia. Alwasilah, A. Chaedar. (2002). Pokoknya Kualitatif: Dasar-Dasar merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Creswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, USA: Sage Publication. Davey, K. J. (1988). Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek-Praktek Internasional dan Relevansinya Bagi Dunia Ketiga. Jakarta: UI Press. Daviddow, William H. and Bro Uttal. (1989). Total Customer Service : The Ultimate Weapon. New York: Harper and Row. Devas, Nick, at all. (1989). Keuangan Pemerintah Daerah: Sebuah Tinjauan Umum, Jakarta: UI Press. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. (2011). Profil Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. Fisher, Ronald C. (1996). State and Local Public Finance (Second Edition). Chicago, USA: Irwin. Gulo, W. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. Iqbal Hasan, M. (2002). Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Kaho, Josef Riwu. (1991). Prospek Otonomi Daerah di Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kountur, Ronny. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: PPM. Mamesah, D. J. (1995). Sitem Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Mardiasmo. (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Anid. McMaster, James. (1991). Urban Financial Management: A Training Manual. Washington: The International Bank For Reconstruction and Development/ The World Bank. Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Mussgrave Richard A and Peggy B. (1993). Public Finance in Theory And Practice. Singapore: Mc Graw Hill. Nazir, Mohammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Neuman, W. Lawrence. (2003). Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approach, 5th edition. USA: Allyn & Bacon. Osborne, David. (2000). Memangkas Birokrasi. Jakarta: PPM. Prasetyo, Bambang dan Lina M. Jannah. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Rozani, Imam .(1992). Retribusi. Jakarta: LPEM FE-UI. Samudra, Azhari A. (2005). Perpajakan di Indonesia: Keuangan, Pajak dan Retribusi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Savas, Emanuel S. (2000). Privatization and Public-Private Pertnership, USA: Bridge Press. Selltiz, CI.et.all. (1964). Research Methods in Social Relations. New York: Holt, Rinehart and Winston. Siahaan, Marihot P. (2005). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta: Raja Grafindo. Waluyo. (2006). Perpajakan Indonesia, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Zorn, C. Kurt. (1991). User Charges and Fees, dalam John F. Patersen dan Dennis F. Strachoto (Eds.), Local Government Finance : Concept and Practices. Chicago, Illinois, USA: Government Finance Officers Association. Lainnya
:
Peraturan Perundang-undangan: Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. --------------. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. --------------. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. --------------. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Pelayanan Penanggulangan Bencana Kebakaran.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Jurnal dan Makalah: Achmadi, Adib. (2005). Panduan Pengawasan Keuangan Daerah: Wawasan dan Instrumen Monitoring Keuangan Daerah, dalam Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta. Lutfi, Achmad, (2006, Januari). Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Suatu Upaya Dalam Optimalisasi Penerimaan PAD, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi: Bisnis & Birokrasi, Volume XIV, Nomor 1, Januari 2006, Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Karya Akademis: Harmawan, T. (1997). Administrasi Penerimaan Retribusi Pasar; Studi Kasus di Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara. Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Kurniati, Erlly. (2006). Tinjauan Terhadap Retribusi Terminal Sebagai Pendapatan Asli Daerah Bekasi. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Samsir. (2005). Retribusi Sampah di Kota Bengkulu. Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Silalahi, Levi Amos Hasudungan. (2008). Retribusi Terminal Baranangsiang Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Subchan, Noer. (2003). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Wajib Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Persepsi Kualitas Pelayanan DI Kantor Perbendaharaan Dan Kas Daerah Propinsi DKI Jakarta. Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Yudha, Agus Dwi. (2008). Implementasi Pemungutan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kota Depok. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Situs Internet : Buletin Media 13 (ed. 14), diunduh dari www.jakartafire.com, tanggal 11 September 2011, pukul 21.16 WIB Kasus Kebakaran di Jakarta Meningkat, diunduh dari www.gatra.com, tanggal 11 Juli 2011, pukul 14.02 WIB Masalah di Jakarta Bukan Hanya Soal Air, diunduh dari www.bisniskeuangan.kompas.com, tanggal 11 Juli 20011, pukul 12.32 WIB. Mengimbangi dan Memenangi Kebakaran, diunduh dari www.kebakaran.jakarta.go.id, tanggal 13 Juli 2011, pukul 15.03 WIB
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Mitigasi Bencana Belum Siap, diunduh dari www.nasional.kompas.com, tanggal 9 September 2011, pukul 16.45 WIB Perlindungan Bangunan Gedung Terhadap Bahaya Kebakaran Mutlak Diperlukan, diunduh dari www. ciptakarya.pu.go.id, tanggal 11 Juli 2011, pukul 11.01 WIB. Provinsi DKI Jakarta, diunduh dari www.bappeda.go.id, tanggal 11 Juli 2011, pukul 09.55 WIB Raport Dinas Damkar DKI Merah, diunduh dari www.nasional.jurnas.com, tanggal 22 Agustus, pukul 17.05 WIB Waspadai Bahaya Kebakaran, diunduh dari www.bataviase.co.id, tanggal 13 Juli 2011, pukul 10.13 WIB
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Gabriela Diandra Larasati
Tempat dan Tanggal Lahir
: Palembang, 1 Juni 1989
Alamat
: Jl. Rustini No. 161 RT. 03 RW. 02 Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sako, Palembang 30164
Nomor Telepon
: 0711-810274/ 082124640077
Surat Elektronik
:
[email protected]
Nama Orang Tua
Ayah : Albert Martinus Suwondo Ibu
: Sri Rahayuni
Riwayat Pendidikan Formal: Tahun 1995-2001
: SD INDRIASANA Palembang
Tahun 2001-2004
: SMP XAVERIUS 1 Palembang
Tahun 2004-2007
: SMA XAVERIUS 1 Palembang
Tahun 2007-sekarang : S1 Reguler Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia, Depok
Universitas Indonesia Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 1 Pedoman Wawancara A. Bidang Pencegahan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta 1. Latar belakang pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 2. Mekanisme identifikasi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 3. Mekanisme penetapan target retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 4. Kendala dalam pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 5. Penerapan sanksi dalam pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 6. Mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran B. Seksi Bina Teknis Pencegahan dalam Bidang Pencegahan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta 1. Mekanisme identifikasi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 2. Identitas untuk mengidentifikasi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 3. Upaya Dinas Pemadam Kebakaran untuk mengetahui wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 4. Kendala dalam mengidentifikasi wajib retribusi 5. Sumber informasi lain dalam mengidentifikasi wajib retribusi 6. Kewajiban wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 7. Mekanisme penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang masing-masing objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 8. Dasar hukum proses penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 9. Permasalahan dalam penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 10. Pemberian Perda No. 1 Tahun 2006 kepada wajib retribusi 11. Sumber informasi dalam penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 12. Saat retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 13. Mekanisme pemungutan retribusi
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
14. Mekanisme pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 15. Mekanisme mengetahui wajib retribusi yang sudah membayar dan belum membayar retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 16. Upaya atau pendekatan kepada wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang belum membayar 17. Penerapan sanksi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 18. Sarana pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 19. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 20. Sarana pemungutan, penyetoran dan pelaporan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 21. Kendala dalam pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 22. Upaya dalam mengatasi kendala pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran C. Seksi Inspeksi dalam Bidang Pencegahan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta 1. Mekanisme identifikasi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 2. Identitas untuk mengidentifikasi wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 3. Upaya Dinas Pemadam Kebakaran untuk mengetahui wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 4. Kendala dalam mengidentifikasi wajib retribusi 5. Sumber informasi lain dalam mengidentifikasi wajib retribusi 6. Kewajiban wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 7. Mekanisme penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang masing-masing objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 8. Dasar hukum proses penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 9. Permasalahan dalam penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 10. Pemberian Perda No. 1 Tahun 2006 kepada wajib retribusi 11. Sumber informasi dalam penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 12. Saat retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 13. Mekanisme pemungutan retribusi 14. Mekanisme pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 15. Mekanisme mengetahui wajib retribusi yang sudah membayar dan belum membayar retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
16. Upaya atau pendekatan kepada wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang belum membayar 17. Penerapan sanksi retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 18. Sarana pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 19. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 20. Sarana pemungutan, penyetoran dan pelaporan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 21. Kendala dalam pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 22. Upaya dalam mengatasi kendala pemungutan D. Bendahara Penyetoran dan Pelaporan (Sub Bagian Keuangan) Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta 1. Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 2. Bukti penerimaan penyetoran dan pelaporan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 3. Mekanisme pengawasan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 4. Kendala dalam pemungutan, penyetoran, dan pelaporan penrimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 5. Upaya dalam mengatasi kendala pemungutan, penyetoran, dan pelaporan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 6. Mekanisme pengadaan alat pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 7. Mekanisme pengawasan alat pemungutan, penyetoran, dan pelaporan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran E. Seksi Pengadaan dalam Bidang Sarana Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta 1. Sumber pendanaan dalam pemeliharaan sarana dan prasarana pemeriksaan 2. Prosedur pengajuan permohonan pendanaan pemeliharaan sarana dan prasarana pemeriksaan 3. Mekanisme pemeliharaan sarana dan prasarana pemeriksaan 4. Hambatan dalam pemeliharaan sarana dan prasarana pemeriksaan 5. Upaya dalam peningkatan kualitas sarana dan prasarana pemeriksaan 6. Dasar pertimbangan jumlah sarana dan prasarana pemeriksaan 7. Mekanisme pengadaan sarana dan prasarana pemeriksaan
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
F. Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta 1. Latar belakang kebijakan pemungutan retribusi atas layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta 2. Prosedur penetapan target retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 3. Dasar penetapan target retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 4. Peran BPKD dalam proses pemungutan, penyetoran, dan pelaporan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 5. Proses pembukuan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran oleh BPKD 6. Evaluasi BPKD terhadap penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran G. Wajib Retribusi 1. Proses pengajuan permohonan penggunaan pelayanan pemeriksaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 2. Memahami identitas sebagai wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 3. Memahami kewajiban sebagai wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 4. Memahami hak sebagai wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 5. Mengetahui tarif retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 6. Memahami penetapan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 7. Mengetahui saat retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran terhutang 8. Kepatuhan pemenuhan kewajiban sebagai wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 9. Mekanisme pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 10. Sarana pembayaran retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 11. Pendapat pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang diberikan oleh Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta H. Akademisi 1. Kesesuaian pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta 2. Pendapat pengelolaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran di DKI Jakarta sebaiknya
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 2
Transkrip Wawancara Waktu : 13.30 WIB Tanggal : 24 November 2011 Tempat : Gedung Balai Kota Provinsi DKI Jakarta Pewawancara : Gabriela Diandra Larasati Terwawancara : Pramuji Posisi Terwawancara: Kepala Sub Bidang Retribusi & Lain-lain Bidang PendapatanBadan Pengelola Keuangan Daerah Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)Provinsi DKI Jakarta G: Apa dasar penetapan target retribusinya pak? P: prosedur penetapan target itu usulan dari Dinas. Jadi dari sana dilaporkan potensinya, lalu baru disepakati, berapa perkiraan target penerimaannya. G: apa peran BPKD dalam proses pemungutan, penyetoran, dan pelaporan retribusi ini pak? P: kalau dalam proses pemungutan peran BPKD itu dari segi administrasi dan juga dasar hukumnya. Pertama itu membuat aturan retribusinya, itu dalam bentuk Perda.Jadi BPKD itu mengkoordinasikan.Setelah itu, kalau dari segi penyetorannya, kita sebagai bendahara penerimaan, yang mengupayakan uang itu masuk ke rekening kas umum daerah.Kan BPKD selaku bendahara umum daerah, nah sebagai bendahara umum daerah BPKD bertugas menerima dan menyimpan uang, dan juga memastikan uang retribusi itu masuk ke rekening kas umum daerah.Dalam administrasi ini, penerimaan retribusinya harus dipastikan masuk ke dalam rekening kas umum daerah.Kalau dalam pelaporan penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran pelaporannya ya harus dalam arti penerimaannya itu masuk ke dalam siklus laporan perbendaharaan, laporan akuntansi, kalau dalam pemerintahan Provinsi DKI Jakarta itu masuk ke dalam Sistim Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD).Itu dari mulai perencanaannya sampai ke realisasi penerimaannya. Perencanaan itu berupa target pendapatan. G: bagaimana mekanisme pembukuannya pak? P: iya kalau pembukuannya, diaturnya kan dalam Pergub 126 tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Daerah. Di Pergub 126 itu diatur, menggunakan SKRD, jadi penetapan besarnya retribusi yang terutang.Pakai nota perhitungan dulu, setelah nota perhitungan disetujui, baru dipindahkan ke Surat Ketetapan Retribusi Daerah sebagai dasar pembayaran retribusinya. G: Bagaimana evaluasi BPKD terhadap penerimaan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran?
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
P: Evaluasinya ya kita melihat volume layanannya, umpamanya gedung-gedung baru tu ada berapa sih, kalau ada gedung baru selesai, itu potensi. Ada juga sarana penanggulangan kebakarannya yang harus diuji. G: lalu perda yang mengatur tentang retribusi ini Perda 1 Tahun 2006 ya pak? P: iya, Perda 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Jadi gini, yang namanya retribusi itu ada dua, ada tangan kanan, ada tangan kiri.Tangan kanan itu Perda 8 Tahun 2008, untuk melayani, lalu tangan kirinya itu Perda 1 Tahun 2006, untuk ngambil duitnya.Tapi kenyataannya, ini jarang berjalan beriringan. Jadi tangan kiri ini mau ngambil duit, harus disetujui oleh dewan kan, DPRD sebagai wakil rakyatnya, nah yang tangan kanan ini adalah kewenangan, batas kewenangan dia. Jadi umpama, kewenangannya dia tu cuma ini aja nih, kewenangannya dia cuma boleh melayani bagian ini aja nih, ntar semua mau diambil lagi. G: bagaimana evaluasi terhadap retribusi ini pak? P: untuk evaluasinya sendiri itu, baiknya itu adalah penetapan target penerimaannya ini sudah optimum, tidak terlalu tinggi, tidak terlalu rendah, tidak boleh pas juga, harus lebih sedikit, jadi bisa menantang kan. Ya kalau dibilang baik atau nggak, tidak tahu ya apakah penetapannya sudah optimum atau tidak.Bisa saja kita nggak tahu sudah optimum atau tidak, karena untuk melakukan evaluasinya, kita nggak punya SOP, Standar Operasional Prosedur.Jadi ya seadanya. Setiap pekerjaan itu kan harus punya patok normalnya, indikatornya. Jadi umpamanya retribusi ini, seharusnya ada dibuat indikatornya, indikator potensinya, indikator penerimaannya, dan ini masingmasing pelayanan pasti beda-beda ya. G: Apa pendapat bapak tentang retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini? P: Ya, retribusi ini penting. Retribusinya sudah ada aturannya kan, jadi misalnya satu gedung dengan luas lantainya sekian, kapasitasnya sekian, sudah harus memperhatikan jalur evakuasi penyelamatannya, sarana penanggulangan kebakarannnya, itu sudah siap, teruji. G: berdasarkan peraturan baru, untuk pemeriksaan berkala itu sudah dihilangkan, itu kenapa ya pak? P: iya, jadi yang sebetulnya ini kan ada pengujian ini, pengujian ini bisa dilakukan oleh tenaga ahli yang tidak harus dari pemda. G: Lalu kalau tidak ada pemeriksaan berkala, bagaimana proteksi untuk gedung lamanya pak? P: iya itu, berarti harus ada partisipasi dari masyarakatnya, jadi kalau misalnya ada peralatan proteksi kebakaran yang tidak berfungsi, lapor ke dinas pemadam kebakaran. G: jadi kalau retribusi ini sebenarnya fokus perhatiannya itu lebih kemana pak? P: kalau dilihat dari bentuk pelayanan retribusinya, seperti pengujian misalnya, itu kan lebih ke pelayanan untuk kesiapan penanggulangan bencana kebakaran.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Jadi, masyarakat itu harus siap, makanya dalam retribusi ini ada unsur kewajiban. Jadi, kebakaran itu kan bisa terjadi kapan saja, itu hubungannya dengan instalasi listrik, penataan ruang, seperti itu. Nah, kalau untuk proteksi kebakaran di dalam gedung itu, fungsinya untuk penanggulangannya secara cepat.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 Transkrip Wawancara Waktu Tanggal Tempat
: 10.30 WIB : 28 November 2011 : Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta Pewawancara : Gabriela Diandra Larasati Terwawancara : Risanto Hutapea Posisi Terwawancara : Kepala Bidang Pencegahan DPKPB Provinsi DKI Jakarta G: mengapa pemeriksaan berkala dihilangkan dari objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ya pak? R: oh ya..dulu memang ada itu pemeriksaan berkala, tapi semenjak diberlakukannya Perda baru itu Perda 8 Tahun 2008, pemeriksaan berkala tidak lagi menjadi objek pemeriksaan. Sebenarnya yang menghilangkan unsur pemeriksaan berkala ini bukan dari Dinas ya, dari dewan dari BPKD sendiri yang mengeluarkan peraturan tersebut.Mungkin ada semacam kepentingankepentingan tertentu yang membuat pemeriksaan berkala ini tidak dijadikan objek lagi.Dikatakan bahwa pihak pengelola gedung merasa keberatan dengan adanya pemeriksaan berkala, padahal pemeriksaan ini justru lebih teratur, lebih dapat diprediksi. Jadi kan sudah ada aturannya bahwa gedung dengan tingkat potensi kebakaran tertentu wajib memeriksakan proteksi kebakarannya secara berkala secara berkala, ada periodenya. Lagipula sebenarnya, walaupun pemeriksaan berkala itu tidak ada lagi, tetapi toh pemilik/ pengelola gedung tetap wajib melaporkan kondisi keselamatan kebakaran gedungnya kepada Dinas setiap tahun, itu harus mereka laporkan ke Dinas, antara lain dalam rangka perpanjangan surat Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Jadi ya sama saja, bedanya hanya kalau dulu yang memeriksa itu harus dari Dinas atau pemerintah, saat ini mereka diperiksa oleh pihak lain, tetapi tetap wajib lapor ke kita. G: jika demikian, apa kelebihan dan kekurangan pemeriksaan berkala pak? R: kelebihan ya, pemeriksaan berkala itu dikatakan dapat diprediksi, ini baik dari perencanaannya maupun retribusinya kan. Jadi kita bisa lebih gampang untuk memprediksi berapa bangunan yang harus diperiksa tahun ini, berapa potensinya retribusinya, semuanya bisa lebih mudah untuk diprediksi.Kalau kelemahannya bisa jadi ada kecenderungan untuk disalahgunakan oleh petugas untuk mencari sesuatu.Tapi itu di luar wewenang kita ya, karena kalau sudah begitu ya sudah melanggar aturan dan dilakukan oleh oknum, kalau ada laporan seperti itu ya harus ditindak.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
G: kalau pemeriksaan berkala sudah tidak dilakukan lagi, bagaimana dengan pemeriksaan proteksi kebakaran untuk gedung eksisting pak? R: untuk gedung eksisting seperti yang saya katakan sebelumnya, pihak pemilik atau pengelola gedung tetap punya kewajiban untuk melaporkan kondisi keselamatan kebakaran gedungnya ke Dinas. Jika memang dalam kondisi yang baik, maka Dinas Pemadam Kebakaran akan memberikan Sertifikat Keselamatan Kebakaran, itu sebagai salah satu rekomendasi untuk perpanjangan IPB. Sampai saat ini juga tetap ada permintaan atau permohonan dari masyarakat ke Dinas Pemadam Kebakaran untuk memeriksa sistem proteksi kebakaran bangunan gedungnya. Nah ini disebut pemeriksaan sewaktu-waktu, jadi tidak secara berkala akan tetapi jika ada permintaan atau permohonan ke Dinas untuk melakukan pemeriksaan ya kita akan periksa, kita datangi gedungnya, lalu kita periksa. Kita berikan rekomendasi jika ada yang harus diperbaiki, lalu kita keluarkan Sertifikat Keselamatan Kebakaran jika sudah sesuai dengan ketentuan keselamatan kebakaran gedung. Jadi walaupun tidak ada pemeriksaan berkala, untuk gedung eksisting, Dinas tetap mempunyai wewenang pemeriksaan lewat pemeriksaan sewaktu-waktu. G: menurut Bapak, seberapa penting pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini dilakukan? R: Oh ya tentu saja sangat penting sekali. Karena ini sebagai unsur kesiapan masyarakat untuk mengantisipasi bencana kebakaran yang dapat terjadi secara tiba-tiba. Kalau terjadi kebakaran itu kan kerugiannya bisa sangat besar, baik dari segi materi maupun keselamatan jiwa, nah kesiapan ini diperlukan untuk paling tidak meminimalisir kerugian tadi. Misalnya suatu waktu terjadi kebakaran di suatu gedung, lalu alat proteksi kebakaran yang ada di gedung itu ada tapi tidak berfungsi, atau ada tapi sudah rusak, maka kebakaran yang terjadi tidak dapat diantisipasi lalu kemudian menjadi tambah besar sampai akhirnya gedungnya ludes dilalap api, bisa jadi muncul korban jiwa dari kebakaran tersebut. Kan butuh waktu untuk menunggu petugas pemadam datang, nah sebelum kebakaran tersebut bertambah besar, sebaiknya ada kesiapan untuk mengantisipasi bencana kebakaran itu dari sistem proteksi kebakaran gedung.Oleh karena itu, pemeriksaan ini penting, untuk memastikan kondisi proteksi kebakaran gedung dalam keadaan baik dan masih bisa difungsikan. G: apa latar belakang retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran pak? R: jadi begini, mulai dari retribusinya. DKI ini kan pasti membutuhan sumber pendanaan untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahannya, oleh karena itu butuh PAD yang mampu mencukupi semua kebutuhan Provinsi DKI Jakarta. Nah DKI sepanjang perjalanannya merupakan kota jasa, artinya berbeda dengan kota-kota lain yang perekonomiannya didukung oleh usaha pertanian, perkebunan, pertambangan, dan lain-lain. Nah sebagai kota jasa, maka yang sangat diperhatikan tentunya adalah sektor jasa yang di dalamnya
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
banyak sumber PAD yang berasal dari pajak daerah dan juga retribusi daerah. Lalu beranjak ke APBD itu Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah.APBD ini dari mana sumbernya, ya dari PAD yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah.Kalau ini mandek maka menghambat pembangunan.Ini makanya selalu dijaga stabilitasnya.Jangan kamu kira APBD itu besarnya segini, udah ada uangnya, itu belum tentu ada, itu hanya prediksi, dengan asumsi pajak meningkat.Oleh karena itu selalu ada revisi anggaran, setiap oktober.Jika ada defisit, maka ada revisi anggaran/ target perubahan, tapi kalau lebih maka jadi ABT (Anggaran Biaya Tambahan). Jadi boleh dikatakan bahwa retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini ada antara lain sebagai sumber PAD yang berasal dari retribusi daerah untuk pembangunan di Provinsi DKI Jakarta. G: Bagaimana peran/ kedudukan retribusi ini pak? R: Kita kan SKPD, Satuan Kerja Pelaksana Daerah, nah pelaksana ini masingmasing peran dan tugasnya. Kita sebagai salah satu instansi yang menjadi pelaksana daerah ini, disamping kita menggunakan anggaran daerah, kita juga ada usaha untuk mencari sumber anggarannya, nah itu salah satunya dari retribusi.Jadi retribusi ini juga ada targetnya, kita bikin targetnya setiap tahun. Tapi kembali lagi, pemerintah itu kan tidak seperti swasta yang tujuan utamanya untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi juga sebagai pelindung masyarakat. Dari dulu, dari jaman Belanda itu sudah ada retribusi seperti ini, Cuma bentuknya itu disesuaikan dengan perkembangan jaman. Dan untuk menentukan besarannya itu harus siding di DPRD sana. G: dari BPKD ada tuntutan mengenai target retribusinya pak? R: Iya, ada targetnya. Dari BPKD sendiri menetapkan target yang diharapkan dapat dipenuhi oleh dinas. G: Lalu bagaimana cara penentuan targetnya pak? R: Jadi gini, nanti kalau dari tingkat walikota diadakan Musyawarah Rencana Pembangunan atau Rapat Koordinasi Pembangunan. Musyawarah ini menampung usulan dari tingkat kelurahan, kecamatan, sampai ke walikota. Kalau mengenai retribusi ini, awalnya dari tata kota dulu memberikan masukan..misalnya, oke pak di daerah sana, sesuai dengan rencana tata ruang sudah sekianjumlah gedung bertingkat yang akan dibangun, dari situ didata berapa potensinya, kan dari gedung-gedung itu akan membutuhkan surat izin yang nantinya menjadi objek retribusi. G: kalau dari dinasnya apakah ada upaya untuk mencapai target retribusinya pak? R: ya ada, makanya ni petugas di bagian pencegahan aktif untuk memeriksa gedung-gedung..diperiksa semuanya, system proteksi kebakarannya sudah baik atau belum, mana yang harus diperbaiki..baru setelah itu masuk retribusi yang disetorkan ke kas daerah. Nah jadi intinya, dinas sendiri tidak hanya menggunakan dana dari anggaran pemerintah, tetapi juga memikirkan cara bagaimana mencari sumber pemasukan untuk kebutuhan anggaran.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
G: Kalau misalnya realisasinya kurang baik itu gimana pak? R: kalau misalnya defisit ya, itu akan menjadi pertimbangan untuk menentukan target tahun depan. Misalnya dinas pemadam kebakaran ditentukan besarnya target, contohnya target 1M, lalu ternyata realisasinya tidak mencapai target, maka akan dibahas nanti..kenapa hasilnya sekian, apa kendalanya. Jadi ada evaluasinya. R: Kalau ada kebakaran suatu gedung, pengusahanya bisa-bisa lari ke luar negeri, pabriknya tutup, kegiatan ekonomi terhenti, baik pajak maupun retribusinya pun jadinya terhambat kan..lalu PADnya ga masuk..jadi itu seperti sistem lah. G: kaitan retribusi dengan control proteksi kebakaran? Retribusi sebagai control proteksi kebakaran oleh pemerintah? R: Ya tentu ada kaitannya, jadi begini..kalo pemerintah bisa melakukan kontrol proteksinya bagus, berarti retribusinya lancar kan ga terganggu. G: kalo pemeriksaannya, tujuannya untuk apa pak? R: pertama, keselamatan baru kemudian retribusinya. Jadi semakin giat pemeriksaannya, semakin aman gedung tersebut dari ancaman bahaya kebakaran, begitu pula semakin besar pemasukan PADnya. Seperti saya bilang sebelumnya, kalau tidak diperiksa, kondisi keamanan kebakarannya tidak baik..ketika tiba-tiba terjadi bencana kebakaran, upaya penanggulangan kebakaran pada gedung tidak maksimal, gedungnya terbakar lalu kerugian akibat kebakaran tersebut menghentikan kegiatan ekonominya. Jadi gampanganya ya, dinas pemadam kebakaran memeriksa, dapat retribusi walaupun tidak besar, disamping pemasukannya, yang paling besar tujuannya adalah gedung itu aman kalau sewaktu-waktu terjadi kebakaran, supaya apa..supaya semua kegiatan di dalam gedung itu dapat terus terjaga stabilitasnya, sehingga tidak menghambat kegiatan ekonominya yang kemudian dapat menjadi pemasukan bagi PAD. Jadi, proteksi ini salah satu, salah satu ya..alat untuk menjaga kestabilan ditinjau dari segi keamanan, kenyamanan dari ancaman bahaya kebakaran. Sebenarnya luas itu, retribusinya memang hanya sebagian kecil, tapi dampaknya nanti kalau misalnya gedung itu terbakar, akan berhenti semua, transaksi ekonominya, dampak ke tenaga kerjanya..coba bayangkan pabrik yang jumlah tenaga kerjanya ribuan, ratusan, kalu pabriknya terbakar jadi pengangguran semua lah itu tenaga kerjanya tadi kan. Kalau kebakaran cepat teratasi kan, maka kerugiannya dapat diperkecil. G: dari gedung-gedung di Jakarta apakah sudah terjamah pemeriksaannya oleh dinas pak? R: kami dari dinas itu proaktif, kita kirim surat bahkan itu melibatkan tidak hanya bagian pencegahan, tetapi juga bagian partimas untuk sosialisasinya. G: ada kendala dalam pemeriksaannya? R: Kendala ya pasti ada saja. Dari pemilik misalnya, kadang dia tidak mau tahu tentang proteksi kebakarannya.Jadi sudah kita peringatkan tapi tetap tidak
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
mematuhi padahal itu juga untuk keselamatan mereka sendiri. Lain lagi misalnya ada oknum yang mengaku sebagai petugas, pernah terjadi itu, jadi dia datang ke suatu perusahaan lalu mengaku kalau dari dinas padahal bukan. Pernah itu ada laporan dari masyarakat.Makanya kemudian kami beritahukan kalau terjadi hal yang mencurigakan, difoto saja itu petugas gadungannya tadi lalu laporkan pada kami.Kalau dari segi SDM ya mungkin memang masih kurang. Untuk melakukan pemeriksaan ini kan dibutuhkan petugas dengan keahlian khusus, yaitu Inspektur Kebakaran 1 dan 2. Saat ini sedang dilakukan pelatihan di diklatkar sekitar 50 orang petugas untuk menjadi Inspektur Kebakaran 1 dan 2. Ini sudah baik peningkatan jumlahnya, tapi ya gedunggedung di Jakarta kan pesat juga pertumbuhannya. G: kalau dari dinas, untuk kegiatan pemeriksaan ini apakah butuh dana operasionalnya pak? R: sebenarnya tidak, karena itu sudah tupoksi, jadi sudah melekat dengan gaji. Jadi kan kita dapat gaji setiap bulan, termasuk di dalamnya ada tunjangan kinerja daerah dari Gubernur, ya sudah itu untuk semuanya, tidak boleh lagi minta-minta, karena sudah tupoksi tadi. G: bagaimana dengan pengawasannya pak? R: Pengawasannya ada dari Inspektorat, jadi kalau ada pengaduan ya kita dipanggil. (ga nyambung bgt yg ini) G: kalau sanksi dari dinas untuk petugas ada tidak pak? R: oh ada. Itu makanya ada seksi penindakan, termasuk penindakan untuk petugas yang melanggar. Jadi jika ada dilaporkan petugas misalnya ada yang melakukan tindakan pungli, akan ditindak dari bagian kepegawaian, sesuai dengan peraturan kepegawaian saja, bisa berupa penurunan pangkat. G: Sarana dan prasarana bagaimana kondisinya pak? R: Sarana dan prasarana kita pasti ada, memadai..hanya saja karena anggaran dana dari APBD sendiri tidak terlalu banyak, maka kita kalah misalnya dari luar negeri yang sistemnya sudah menggunakan komputerisasi, tapi kita ya sampai saat ini masih manual, tapi ya tetap saja masih bisa digunakan. G: ada evaluasi untuk peningkatan kualitas petugas pak? R: ada, berupa diklat yang diadakan rutin setiap tahun.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 4 Transkrip Wawancara Waktu Tanggal Tempat
: 09.00 WIB : 29 November 2011 : Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta Pewawancara : Gabriela Diandra Larasati Terwawancara : Jon Vendri Posisi Terwawancara : Kepala Seksi Bina Teknis Pencegahan DPKPB Provinsi DKI Jakarta G: Wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran itu siapa pak? J: pengelola bangunan gedung, istilahnya wajib retribusi ya..jadi wajib retribusi itu sesuai dengan Perda 1 Tahun 2006 yaitu orang pribadi atau badan yang mendapatkan dan/atau menikmati pelayanan berupa pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran oleh pemerintah daerah. Jadi setiap orang atau badan yang mendapatkan pelayanan tersebut dikatakan sebagai wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. G: bagaimana cara mengidentifikasi wajib retribusi? J: dari dinas pemadam itu retribusinya yang pertama, pengelola bangunan gedung baru akan mendaftarkan pelayanan pemberian rekomendasi Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Kemudian perusahaan produsen alat pemadam api ringan (APAR), mereka mengajukan permohonan pelayanan pengujian APAR dalam rangka pemberian sertifikat uji mutu. Prosedurnya sama dengan permohonana pemeriksaan bangunan gedung. Itu termasuk alat pemadam api ringan (APAR), serta peralatan proteksi kebakaran lain selain APAR, juga perlengkapan pokok pemadam yang harus diuji, seperti contohnya ya, fire helmet fire glove, pintu tahan api, fire damper, dan lain sebagainya. G: bagaimana cara mengidentifikasi potensinya pak? J: Untuk identifikasi potensi itu kalau gedung kita susah ya, kalau untuk gedung yang kena retribusi sekarang kan gedung baru, untuk potensinya kita nggak bisa menghitung, untuk tahun depan berapa gedung yang akan dibangun. Cuma ada, dinas pemadam kebakaran ini kan terlibat dalam Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG), gambar rancangan bangunan yang akan dibangun tuh, setahun atau dua tahun sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan gambarnya, kerjasama dengan Dinas P2B, itu dalam Sidang TPIB (Tim Penasehat Bangunan Gedung), mungkin kita prediksinya dari situ. Jadi itu untuk prediksi bangunan gedung baru di tahun depannya, mungkin itu saja yang bisa diprediksi. Kalau prediksi pengujian alat pemadam api ringan (APAR), itu diprediksi dengan melihat jatuh temponya, dia sertifikat uji mutunya berlaku 3
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
tahun sekali, jadi untuk prediksi tahun depannya kita lihat tahun depan itu yang sudah jatuh tempo, yang sudah waktunya untuk diuji ulang itu ada berapa perusahaan, jadi dari data tahun sebelumnya itu. Hanya itu saja yang bisa kita prediksi. G: lalu hasil prediksinya digunakan untuk apa selanjutnya pak? J: Jadi begini, BPKD secara berkala, setiap triwulan melakukan pendataan potensi retribusi untuk tahun berikutnya. Jadi nanti itulah yang kita laporkan.Itu juga sekaligus evaluasi penerimaan per triwulan, pada tahun berjalan, termasuk juga itu rapat potensi untuk tahun depannya. Kalau untuk target itu itung-itungan kita, jadi pada saat rapat dengan BPKD tidak dilakukan perubahan target. G: lalu untuk pemeriksaan berkala itu sudah tidak dilakukan lagi ya pak? J: pemeriksaan berkala tetap dilakukan, hanya saja nomenklaturnya diganti menjadi pemeriksaan sewaktu-waktu. Itu sudah dilakukan. G: untuk pemeriksaan sewaktu-waktu itu apakah dipungut retribusi dengan ketentuan Perda 1 Tahun 2006 pak? J: untuk pemeriksaan berkala dan pemeriksaan sewaktu-waktu tidak ada pemungutan retribusi, free, karena di Perda 8 tahun 2008 tidak mengamanatkan pemungutan retribusi untuk itu. Untuk keputusan sementara kita, begitu sudah ada Revisi Perda 1 Tahun 2006, yang mengamanatkan pemungutan retribusi untuk pemeriksaan sewaktu-waktu, itu baru kita kenakan retribusi.Selama belum ada Revisi Perda 1 Tahun 2006 itu, kita masih belum memungut.Tapi kalau pemeriksaannya terus berjalan. G: sebenarnya kalau untuk pemeriksaan yang sewaktu-waktu itu berdasarkan apa sih pak? J: itu berdasarkan permohonan dari pihak pengelola bangunan gedung, jadi itu untuk bangunan eksisting. Itu dilakukan secara periodikal, setiap tahun, jadi kalau ada bangunan gedung yang sudah jatuh tempo, misalnya bulan depan itu dia sudah harus dilakukan pemeriksaan sewaktu-waktu, itu terhadap gedungnya, sebulan sebelumnya kita beri pengumuman, kita kirimkan surat pengumuman bahwa gedung ini sudah harus diperiksa lagi, jadi kita tuliskan dalam surat pengumuman itu supaya mereka mengirimkan permohonan untuk uji dilakukan peralatan proteksinya. G: Bagaimana mekanisme permohonan pengajuan permintaan layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran ke dinas pemadam kebakaran? J: jadi masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan mengajukan surat permohonan ke kepala dinas pemadam kebakaran. Setelah surat permohonan masuk, akan diproses dan diterbitkan surat dinas oleh kepala dinas. Kalau surat tugas sudah keluar, baru petugas yang ditunjuk akan memberikan layanan yang ditugaskan kepadanya. G: setelah menjadi wajib retribusi, apa yang dia terima sebagai identifikasi diri sebagai wajib retribusi?
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
J: jadi begini, permohonan masuk, petugas akan menghubungi via telepon, petugas yang ditugaskan dalam surat tugas ya, akan melakukan konfirmasi via telepon ke pemohon, disitu dilakukan verifikasi benar atau tidaknya pemohon mengajukan permohonan yang dimaksud, sekaligus meminta kelengkapan dokumen sebagai persyaratan itu, nah dalam verifikasi itu berarti dia sudah sah kan. Jadi sekalian itu untuk konfirmasi kapan waktu pelayanan akan diberikan. G: Adakah pengkodean untuk wajib retribusi/ Nomor Pokok Wajib Retribusi? J: Oh, nggak ada. G: bagaimana upaya dinas untuk mengetahui wajib retribusi? J: ya itu tadi kan, kita konfirmasi itu, apakah benar pemohon mengajukan permintaan layanan pemeriksaan, kemudian siapa penanggungjawabnya disana, kemudian kita minta kelengkapan dokumennya, itu data yang lebih lengkap mengenai si pemohonnya itu. G: lalu, kewajiban retribusinya jadi apa pak? J: kewajiban si pemohon, wajib retribusinya, ya itu dia harus mengajukan surat permohonan permintaan layanan, kemudian dia harus melengkapi dokumendokumen yang merupakan persyaratan dari permohonan itu, kelengkapan dari permohonan itu. G: dokumen-dokumennya itu apa saja pak? J: untuk layanan pemeriksaan bangunan gedung dalam rangka Izin Penggunaan Bangunan (IPB) itu gambar, gambar teknis proteksi kebakaran pada bangunan gedungnya dia, kemudian fotokopi IMB bangunan gedungnya dia, kemudian brosur peralatan proteksi kebakaran yang terpasang, spesifikasi peralatan yang mereka pasang, kemudian sertifikasi dari alat pemadam yang dipasang. Jadi misalnya pompa, pintu tahan api, dia harus melampirkan sertifikasi pompa, pintu tahan apinya, lalu mereka juga harus melampirkan kelengkapankelengkapan ijin perusahaannya dia. Itu misalnya si pelaksana pekerjaan proteksi kebakarannya itu siapa, tim tenaga ahlinya, jadi dia harus melampirkan sertifikat keahliannya, selain itu juga dari sisi perusahaannya juga, seperti akte perusahaannya, NPWP perusahaannya, sama domisili perusahaannya, termasuk juga Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK) itu untuk kontraktor yang melakukan pekerjaan proteksi kebakaran itu. Untuk kelengkapan dokumen, merupakan lampiran dari permohonan. Nah untuk layanan pemeriksaan uji mutu, ya nggak jauh beda dari itu. Untuk produknya dia harus lampirkan brosur produknya, spesifikasi produknya, kemudian kalau dia impor dia harus melampirkan keterangan dia sebagai importir, kemudian produsen dia harus melampirkan rekomendasi dia sebagai produsen alat proteksi kebakaran, kemudian dia juga harus lampirkan keterangan bahwa merk itu punya dia, itu yang dari kehakiman itu. Nah itu untuk produknya, kalau untuk perusahaannya sama seperti tadi. Nah untuk pemadam api yang menggunakan bahan kimia, mereka juga harus melampirkan lembar daftar keselamatan bahannya, MSDS namanya, “material safety data sheet”
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
G: ada kendala dalam mengidentifikasi wajib retribusinya pak? J: untuk bangunan gedung, kendalanya biasanya manakala si pemohon itu bukan pengelola gedung yang bersangkutan, pokoknya adalah pihak ketiga atau keempat atau semacam biro jasa begitu, kita kesulitan. Seringkali ijinnya itu kan menggunakan calo, biro jasa seperti itu. Biasanya alasannya karena kesibukan. Itu saja sih kendalanya kalau untuk identifikasi, susah menelusuri si pemohon yang sebenarnya. G: untuk identifikasi wajib retribusi, ada pembukuannya pak? J: ada, semua dokumen tiap pemohon tu dimasukkan ke dalam file sendiri. Pembukuannya lengkap, kemudian juga ada buku induknya. G: lalu, bagaimana dan kapan pembukuannya itu diperbaharui? J: mengenai gedung itu diperbaharui setiap satu tahun sekali, jadi misalnya ada bangunan gedung baru, pada tahun berikutnya itu dia menjadi bangunan eksisting, jadi diperbarui. Kalau untuk uji mutu alat pemadam, dalam tiga tahun diuji ulang, itu diperbarui disitu, jadi setiap tiga tahun. G: adakah sumber informasi lain dalam identifikasi wajib retribusi? J: itu kalau untuk bangunan gedung, kita hanya tergantung pada rencana tahun depannya itu, jadi kerjasamanya dengan Dinas P2B itu. Kalau untuk uji mutu alat pemadam api, kayaknya nggak ada ya. G: lalu jika ada produsen yang memproduksi alat pemadam kebakaran tapi tidak memeriksakannya ke dinas pemadam kebakaran itu gimana pak? J: oh itu kita..ya untuk uji mutu alat baru ya, untuk pengujian ya..bisa jadi ada perusahaan baru, mngeluarkan merk baru, atau untuk perusahaan yang sama dia mengeluarkan produk baru, itu harus diuji juga itu. G: nah itu cara mengawasinya bagaimana pak? J: kita lihat di, ya kalau dulu ya kita lihat di buku telepon biasanya, buku kuning itu, yellow pages. Kalau sekarang mah liat di internet, kita lihat ada yang baru nggak.Ya jadi itu harus proaktif dari dinasnya. G: bagaimana mekanisme penetapan retribusi terutang? J: penetapan retribusi ya berdasarkan patokan retribusinya. Penetapan retribusi berdasarkan volume layanan dikali tarif satuannya. G: lalu untuk perhitungannya, berdasarkan apa pak? Apakah ada kesepakatan dengan wajib retribusinya? J: nggak, itu berdasarkan data riil yang ada di lapangan, berdasarkan layanan yang kita berikan, misalnya bangunan gedung luasnya berapa gitu, ya kita hitung sesuai kenyataan yang ada. G: lalu kalau nota perhitungan itu apa ya pak? J: nota perhitungan itu ya, buat ngitung besarnya jumlah retribusi yang harus dibayar oleh si wajib retribusi. Di dalam nota perhitungannya ya itu tadi isinya, besaran layanan dikali tarif layanannya. G: apakah nota perhitungan ini diberikan ke wajib retribusi pak?
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
J: nota perhitungan tidak diberikan ke wajib retribusi, tapi yang diberikan ke wajib retribusi itu SKRDnya. G: jadi nota perhitungannya itu untuk apa pak? J: untuk mengeluarkan SKRDnya. Jadi SKRD itu adalah surat tagihan retribusinya. Jadi sebenarnya isi nota perhitungan itu sama dengan SKRD, isinya ya ada jumlah layanan dikali struktur tarif. Bedanya hanya jika nota perhitungan itu ditandatangani oleh petugas penghitung, sedangkan SKRD itu ditandatangani oleh Kepala SKPD, itu Kepala Dinas atau yang mewakili, itu Kepala Bidang. G: Kalau struktur tarif yang ada di Perda itu dihitung berdasarkan apa pak? J: oh, itu ada itu di Perdanya. Cara mengukur tingkat penggunaan jasa, itu berdasarkan rencana gambar yang diteliti, peralatan pemadam kebakaran yang diuji.Lalu prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif, itu dengan memperhatikan biaya penyediaan peralatan, biaya pemeriksaan, biaya segel, biaya pemeliharaan, kemampuan masayarakat, kemudian biaya keahlian yang dibutuhkan, dan aspek keadilan. G: adakah sumber informasi lain dalam penetapan? J: ya hanya Perda 1 Tahun 2006 ini saja, nggak ada informasi lain. Perda 1 itu untuk melihat besaran tarif, kemudian data lapangan untuk melihat besarnya layanan/ jumlah layanan. G: apakah selama ini penerapan penetapannya sudah sesuai dengan Perda pak? J: Sudah, itu sudah sesuai dengan Perda 1 tahun 2006. G: apakah ada permasalahan dalam penetapan pak? J: tidak ada kendala ya, dalam artian selam ini tidak ada masyarakat yang merasa keberatan. G: kapan saat terutang retribusinya pak? J: pada saat layanan itu sudah diberikan. Jadi pemeriksaan dilakukan, setelah itu baru terutang retribusi yang disahkan dengan penerbitan SKRDnya. G: lalu mengenai peralatan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan pak, apakah sudah memadai? J: untuk peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan itu lengkap tersedia ya, ada yang dalam keadaan baik, tapi ada juga yang tidak. Tapi sebagian besarnya dalam keadaan baik. G: untuk pemeriksaannya, yang menjadi petugas pemeriksa apakah ada persyaratan khususnya pak? J: itu harus dilakukan oleh petugas dengan keahlian khusus dengan pendidikan sendiri. Seperti untuk pemeriksaan bangunan gedung itu petugasnya sudah melalui pendidikan inspektur kebakaran, kalau untuk pengujian mutu komponen, petugasnya harus mendapatkan diklat teknisi laboratorium. G: lalu bagaimana dengan jumlah petugas pemeriksanya pak? J: kalau untuk jumlahnya, saya nggak tahu sudah berapa terakhir, karena ada yang sudah pension, ada yang dididik baru, jadi kita nggak punya data pastinya,
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Cuma kalau di bagian ini saja ada sekitar 25 orang, lalu di setiap wilayah itu rata-ratar ada 10 orang, dikali dengan 5 wilayah jadi ada sekitar 50 orang, jadi totalnya kurang lebih 75 orang. G: apakah jumlah tersebut sudah mencukupi untuk melakukan pemeriksaan terhadap gedung-gedung yang ada di Jakarta pak? J: sudah, itu sudah mencukupi. Jadi sejauh ini dari setiap permintaan layanan itu sudah mampu kita penuhi.Tidak ada permintaan layanan yang tidak bisa kita layani. G: bagaimana pengawasan terhadap gedung-gedung yang sudah atau belum diperiksa pak? J: kalau setahu saya, untuk bangunan tinggi, semuanya sudah dilakukan, pemeriksaan maupun pengawasannya. Sedangkan untuk bangunan menengah didelegasikan ke wilayah kotamadya masing-masing, itu juga sudah jalan. G: bagaimana mekanisme pemungutan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran pak? J: jadi sarana pemungutan retribusinya itu berupa SKRD. Nanti SKRD mereka terima, lalu mereka langsung bayar ke kas daerah. G: pernahkah wajib retribusinya menyerahkan pembayaran retribusinya melalui petugas yang melakukan pemeriksaan? J: ya itu pernah, tapi karena dibantu aja, sebenarnya tidak ada kewajiban seperti itu. Kewajiban membayarkan itu si wajib retribusi sendiri.Jadi kita memberikan layanan, sebagai bentuk tagihannya kita keluarkan SKRD, SKRDnya kita berikan ke si wajib retribusi. G: bagaimana pengawasan terhadap pembayaran retribusi oleh wajib retribusinya pak? J: jadi SKRD itu kan ada beberapa lembar ya, ada yang untuk wajib retribusi, ada untuk SKPD yang memberikan layanan, ada untuk arsip, ada untuk BPKD/ kas daerah itu. Jadi nanti kalau dia udah bayar, dia harus nganterin juga kesini, lembaran yang untuk SKPD kita. G: Bagaimana mekanisme penyetoran dan pelaporan retribusinya pak? J: jadi gambarannya gini, saat ada permohonan dari pengelola bangunan gedung, maka kemudian akan disepakati waktu untuk pemeriksaannya, lalu petugas pemeriksa datang ke lokasi. Periksa, selesai periksa dikeluarkan SKRD kepada wajib retribusi sebagai bentuk tagihan bahwa layanan sudah diberikan.Setelah itu, si wajib retribusi tadi yang membayar utang retribusinya dengan menyetorkan sendiri ke kas daerah. Nah setelah dilakukan pembayaran retribusi tersebut, maka akan diberikan cap lunas dari BPKD/ kas daerah. SKRD yang telah sah dilunasi tersebut disimpan satu lembar oleh wajib retribusinya, lalu satu lembar ada yang harus diserahkan ke kita ke SKPD sebagai pemberi layanan. Itu untuk mereka nanti meminta surat rekomendasi untuk mengurus Sertifikat Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Sedangkan kalau
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
untuk uji mutu komponen juga sama seperti itu mekanismenya, itu untuk mendapatkan Sertifikat Uji Mutu bagi alat proteksi kebakarannya. G: lalu untuk yang menyetorkan langsung ke petugas pemeriksanya itu bagaimana pak? J: iya, itu ada juga yang seperti itu, tapi itu sebenarnya di luar prosedur. Itu biasanya untuk yang nggak mau repot, biasanya yang mengurus bukan pengelola gedungnya sendiri, tapi pihak lain yang seperti biro itu. Jadi dia seperti nggak peduli itu disetorkan ke kas daerah atau nggak. Ya pernah ada yang minta tolong dibayarkan sekalian, tapi itu kan nggak bagus. G: ada kendala dalam pemungutan retribusinya pak? J: kendala itu, ada juga. Ada beberapa bangunan gedung, itu sudah diberikan layanan, ini misalnya ya..memberikan pemeriksaan pada bangunan gedungnya, atau untuk pengujian sudah diuji, manakala dari hasil pemeriksaannya gedung itu tidak layak untuk mendapatkan rekomendasi, atau hasil uji mutunya itu hasilnya kurang oke, jadi dia nggak layak dapat sertifikat uji mutu itu, nah itu mereka biasanya nggak mau bayar itu. Padahal kan SKRD itu sudah diterbitkan karena layanan sudah diberikan. Mereka kan tidak merasa tidak mendapatkan output yang baik dari pemeriksaan ini, oleh karenanya timbul keengganan untuk membayar gitu. Jadi itu menjadi SKRD terutang. G: jadi bagaimana itu penindakannya pak? J: mekanismenya itu ada SKRD Teguran, atau apa itu. Itu ada di Pergub ya, untuk pelaksanaan teknis perdanya itu. Kalau selama ini ya kita belum pernah menjalani sampai ke yang sejauh itu gitu, paling kita laporkan saja kalau ada yang SKRDnya sudah diterbitkan tapi mereka nggak mau bayar. Selanjutnya nggak tahu juga itu, instansi mana yang ngurusnya itu, belum dipelajari juga itu, belum ada arahan juga dari BPKD atau Dispenda atau apalah ini seperti apa itu. Tapi yang penting kan pelayanan sudah kita berikan, berarti nanti kita serahkan saja instansi mana yang seharusnya nguber itu gitu, saya juga belum tahu sampai saat ini. G: bagaimana mengetahui wajib retribusi yang sudah membayar atau belum? J: Itu tadi, stempel lunas itu, dari kas daerah. Jadi itu yang disampaikan oleh wajib retribusinya kesini. G: Bagaimana mekanisme pengawasan terhadap penyetoran dan pelaporan retribusi tersbut pak? J: dari SKRD yang telah disampaikan oleh wajib retribusi itu kita bukukan, kita rekap dan kita laporkan ke BPKD itu setiap triwulan, jadi ada evaluasi dan monitoringnya. G: ada kendala dalam penyetoran dan pelaporan retribusinya pak? J: kendala sepertinya nggak ada ya. G: Penetapan tarif retribusinya masih menggunakan Perda 1 Tahun 2006 dan belum ada perubahan sesuai dengan Perda yang baru pak?
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
J: umm, iya. Untuk penetapan tarif retribusinya masih pakai yang lama, menggunakan Perda 1 Tahun 2006, hanya saja ada layanan yang tidak pakai retribusi, itu yang sewaktu-waktu. G: apakah wajib retribusinya diberikan Perda saat pemungutan retribusinya? J: tidak, jadi langsung dihitung saja berapa retribusi yang harus dibayar, itu ditagih menggunakan SKRD. G: dari bidang pencegahan, itu seksi apa yang melakukan pemungutan retribusinya pak? J: itu dari seksi inspeksi, itu tupoksinya seksi inspeksi.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 5 Transkrip Wawancara Waktu Tanggal Tempat
: 12.15 WIB : 19 Desember 2011 : Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta Pewawancara : Gabriela Diandra Larasati Terwawancara : Darwin Ali Posisi Terwawancara : Kepala Seksi Inpeksi DPKPB Provinsi DKI Jakarta G: kalau menurut Pak Darwin, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini fokus perhatiannya kemana pak, untuk pemasukan PAD DKI atau ada yang lain? D: kalau menurut saya sih kalau untuk pemasukan PAD itu nggak seberapa sih. Ini hanya, makin nggak dipungut, makin bagus kan itu. Cuma biar ada untuk kepedulian masyarakat, maka dipungut retribusinya.Retribusinya masih perlu karena yang tadi itu, untuk meningkatkan rasa kepedulian masyarakat. Karena untuk mencapai target penerimaan PAD itu nggak seberapa kok. Tapi ya menurut saya, kalau masyarakat itu nggak ada sanksi itu jadi masa bodoh kan, karena ada tadi, ada retribusinya itu untuk itu. Kalau nggak dibuat kayak gitu kan nggak ada yang patuh itu. G: jadi menurut bapak retribusi pemeriksaan itu seberapa penting pak? D: justru itu, lebih baik mencegah daripada mengobati, sama dengan lebih baik mencegah daripada memadamkan api. Kalau sudah terjadi ya, itu barangbarangnya bisa lenyap. G: kalau selama ini pernah ada sosialisasi tentang pemeriksaan ini nggak sih pak? D: itu ada ya, oleh bidang Partimas itu, tapi saya nggak tahu persisnya seperti apa sosialisasinya. Tapi kalau saat melakukan pemeriksaan, kita juga berikan arahan kepada pengelola gedungnya, kita berikan pandangan bahwa proteksi itu bukan berarti memboroskan uang.Jadi proteksi ini itu ya seperti asuransi.Kita tidak ingin menggunakan asuransi, tetapi kita perlu ada itu.Jadi bukan pemborosan, tetapi investasi. G: mengenai itu bagaimana cara bapak memberitahu ke pengelola gedungnya? D: itu pada saat meeting sebelum pemeriksaan ya. Kita berikan penjelasan seperti itu ke pengelola gedung yang mengajukan permohonan.Jadi untuk mereka yang sering memeriksakan, setiap tahun misalnya, itu mereka umumnya sudah mengerti itu pentingnya proteksi, tapi banyak juga yang amsih kurang mengerti mengenai pentingnya proteksi itu. G: sebenarnya apa sih bedanya pemeriksaan berkala dan pemeriksaan sewaktuwaktu pak?
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
D: sebenarnya itu sama, hanya namanya saja yang berbeda. Jadi itu karena perda kita unutk berkala sudah tidak ada lagi ya, makanya diubah menjadi pemeriksaan sewaktu-waktu. G: lalu ketentuan mengenai pemeriksaan sewaktu-waktu sendiri itu di peraturan apa pak? D: itu di perda 8 tahun 2008. Jadi disana ada diatur mengenai pemeriksaan sewaktu-waktu. G: kalau untuk pemeriksaan sewaktu-waktu itu pak, apakah pemilik atau pengelola bangunan gedung itu punya kewajiban untuk setiap tahunnya mengajukan permohonan pemeriksaan ke dinas atau boleh memilih untuk menggunakan pelayanan pemeriksaannya atau tidak? D: untuk pemeriksaan sewaktu-waktu ini, kita nggak mewajibkan itu nggak juga ya, karena juga kita di perda 8 tahun 2008, tugas kita untuk memeriksa itu, untuk pemeriksaan sewaktu-waktu itu udah nggak ada juga sebenernya. Tapi karena pengalihan ini, yang seharusnya pemeriksaan sewaktu-waktu itu harus dilaksanakan oleh pengkaji teknis.Pengkaji teknis itu nanti dia punya itu sendiri.Makanya tadi, karena pengkaji teknisnya itu tidak ada, jadi yang untuk melaksanakannya itu tidak ada. G: pengkaji teknis itu memang dari pemda atau swasta pak? D: itu sebenarnya dari asosiasi, contohnya misalnya seperti LPJK itu kan ada ahli semacamnya itu ya, nah tapi untuk pemadam ini, belum ada, belum dibentuk asosiasi seperti itu. Kenapa?Karena belum ada aturan yang bisa mengesahkan tentang asosiasi ini.Jadi ya kita dari seksi inspeksi ini yang tetap melakukannya.Jadi dari pemilik atau pengelola gedung itu mengajukan permohonan kepada kita. G: lalu pemeriksaan sewaktu-waktu itu apa untuk mengakomodir kebutuhan pemilik atau pengelola bangunan gedung dalam rangka perpanjangan IPBnya pak? D: nah itu iya. IPB kan diperpanjang setiap 5 tahun sekali, untuk perpanjangan itu butuh rekomendasi dari dinas pemadam. G: lalu pemeriksaan sewaktu-waktu dalam rangka perpanjangan IPB itu apakah wajib dilaksanakan setiap tahun oleh pengelola gedung pak? D: seharusnya yang IPB itu wajib, yang 5 tahun sekali itu. Kalau yang setiap tahun itu tergantung permintaan dari pengelola gedungnya. Karena sesuai dengan tupoksi kita kan, jadi kita akan selalu siap jika masyarakat membutuhkan kita dalam upaya pencegahan kebakaran. G: apakah ada unsur kewajiban pak bagi pemilik atau pengelola bangunan gedung itu untuk memohon pelayanan pemeriksaan kepada dinas pemadam kebakaran? D: kalau unsur kewajiban mungkin iya kalau dilihat dari segi rekomendasi untuk perpanjangan IPB. Tapi kita ini nggak punya niat untuk memaksakan itu karena untuk pemeriksaannya ini tu nggak diplanning, nggak diplanning.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
G: jadi tidak masalah kalau mereka tidak menghubungi dinas untuk dilakukan pemeriksaan pak? D: oh nggak, jadi tidak ada sanksi itu. Hanya saja untuk perpanjangan IPB yang setiap 5 tahun sekali itu, mereka memang butuh rekomendasi dari kita. G: lalu untuk pemeriksaan sewaktu-waktu dikenakan retribusi pak? D: nah itu, kalau untuk pemeriksaan berkala kan sudah ada itu ya, sudah diatur dalam perda 1 tahun 2006. Yang sewaktu-waktu ini nggak ada.Oleh karena itu untuk revisi perda 1 tahun 2006 ini kita usulkan untuk mengubah pemeriksaan berkala itu ke pemeriksaan sewaktu-waktu.Nah nanti baru bisa kita pungut lagi retribusi dari pemeriksaan sewaktu-waktu itu.Jadi sampai sekarang itu tidak dipungut. G: apakah ada Buku Induk untuk mendata bangunan gedung yang ada di wilayah DKI Jakarta ini pak? D: Buku Induk ya, kita adanya tempat untuk menyimpan file-file bangunan gedung, tu di lemari itu banyak itu file-file gedungnya ada ratusan. Jadi data yang ada disitu baik rekomendasi sudah kita keluarkan, maupun selanjutnya yang merupakan sesuatu yang berkala itu kita punya datanya disitu. G: lalu file-file itu gunanya untuk apa pak? D: digunakannya ya, biasanya kan ya untuk ini kan ada rencana operasi pemadaman, kan kita udah punya datanya dari rancangan gambarnya gimana, aksesnya gimana. G: kalau untuk data bangunan gedung yang sudah atau belum diadakan pemeriksaan bagaimana pak? D: oh iya itu dari data itu. Jadi kita bisa tahu berapa jumlah gedung yang sudah diperiksa, lalu bisa kita targetkan juga tahun depan untuk yang sewaktu-waktu targetnya berapa. G: adakah pengkodean untuk wajib retribusinya pak D: nggak ada. Tapi kalau di softcopynya itu ada kita data juga seperti berapa gedung mana yang sudah kita periksa, berapa jumlahnya, itu ada di Data Gedung aja. G: adakah kendala dalam pemungutan pak? D: untuk pemeriksaan yang sewaktu-waktu ya, saat ini sih sifatnya menunggu, kendalanya ya kita tidak bisa memungut retribusinya karena belum ada perda yang mengatur. G: untuk pemungutan retribusinya, peraturan apa saja yang digunakan pak? D: itu ya hanya Perda 1 tahun 2006 saja ya. G: untuk petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknisnya pak? D: itu kurang tahu ya saya, yang saya tahu Cuma perda 1 tahun 2006 aja. G: pernah tahu Pergud DKI no. 126 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksana Pemungutan Retribusi Daerah? Atau Pergub 86 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah pak?
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
D: mungkin itu di keuangan ya, jadi kalau kita pakainya ya perda 1 tahun 2006 itu aja. G: ohya pak, kalau sekalai memeriksa gedung, satu tim yang turun ke lapangan itu jumlahnya berapa orang ya pak? D: itu sekitar 4 orang, ada ketua kelompok sama anggota. Jadi saya berdua ini kan selaku kepala seksi, nah dibawah kami itu ada 4 kelompok, masing-masing ada ketua kelompok dan anggotanya. G: keahlian apa yang harus dimiliki oleh petugas pemeriksa pak? D: oh itu ya Inspektur Kebakaran I dan Inspektur Kebakaran II. Itu buktinya ada dalam bentuk sertifikat, Sertifikat Inspektur Kebakaran, hasil dari pendidikan di diklatkar. G: berapa jumlah total petugas pemeriksa yang ada disini pak? D: untuk yang kelompok ya 16, kana da 4 kelompok masing-masing 4 orang, ditambah saya berdua sebagai kepala seksi yang juga suka ikut turun ke lapangan untuk memeriksa, jadi total ada 18 orang. G: lalu apakah bapak merasa perlu ada penambahan jumlah tersebut pak? D: kalau untuk penambahan ya, berarti itu penambahan personil, ya perlu itu. Jadi misalnya bisa ditambah berapa kelompok lagi itu. G: dengan jumlah yang sekarang, sudah bisa menghandle gedung-gedung yang ada di Jakarta atau belum pak? D: itu sudah ya. Tapi ya pada akhirnya kita kerja ekstra juga ya. Kita kan, target kita untuk satu tahun itu 200 gedung itu, itu nama gedung ya, bukan massa gedung itu. Jadi misalnya gedung A, itu ada beberapa tower, gedung A itu rasuna misalnya, kan bisa jadi disana tu ada 5 tower itu. G: kalau sebanyak itu jadi kurang dong pak jumlah petugasnya? D: iya emang kurang itu. Ini saja yang kelompok-kelompok tadi sering ke luar setiap hari untuk melakukan pemeriksaan. G: untuk pemeriksaannya, digunakan standar baku tertentu nggak pak? D: ada, itu di SOP, ada SOP. Itu dibuat oleh dinas sendiri, namanya Auditing Keselamatan Kebakaran Gedung. Jadi kalau untuk pemeriksaannya, ini yang menjadi pedoman. G: itu berdasarkan apa SOPnya pak? D: ini yang terbaru ya. Ini berdasarkan perda 8 tahun 2008.Setiap petugas pemeriksa itu wajib menguasai ini. G: ada sarana atau peralatan yang dibawa untuk melakukan pemeriksaan pak? D: peralatan itu ya adalah, tapi sekarang ini belum itu ya. Kalau menurut saya standar peralatan itu belum maksimal yang ada.Peralatannya itu seperti pitot, meteran itu.Itu keadaannya tadi masih belum maksimal. G: sudah pernah dilaporkan ke bidang sarana pak? D: oh itu sudah pernah, kalau nggak salah tahun kemaren kita udah usulkan untuk penambahan alat, tapi realisasinya samapi sekarang belum. Mungkin ada pertimbangan lain, mana yang harus diprioritaskan ya.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
G: kan ada juga pak mengenai retribusi pengujian APAR, yang di UPT Laboratorium Ciracas, itu apakah bapak mengetahui kondisi pemeriksaannya itu bagaimana? D: oh ya itu ada. Kalau yang saya tahu itu baru untuk pengujian APAR baru, yang akan dijual ke masyarakat, tetapi kalau untuk APAR-APAR yang sudah terpasang sepertinya belum pernah ada pengujiannya berkalanya ya. G: lalu untuk APAR yang baru ini, bagaimana pengawasannya pak? D: kalau untuk pengawasan sih belum ada ya. G: jadi ada kemungkinan untuk produsen APAR yang mengeluarkan produk baru itu tidak menguji APARnya ke dinas ya pak? D: ya itu tidak menutup kemungkinan ya. Tapi kalau untuk proyek-proyek pemerintah ya, itu harus diuji. G: ada tidak pak stiker yang diberikan kepada suatu gedung sebagai bukti bahwa gedungnya itu sudah diperiksa oleh dinas pemadam kebakaran? D: stiker dulu ada sih, stiker yang untuk menandakan tingkat bahaya kebakarannya. Tapi, sekarang udah nggak ada.Saya kurang tahu ya itu tahun berapa, tapi sekarang ya buktinya berupa sertifikat saja. Sertifikat Keselamatan Kebakaran. G: selama ini pernah ada wajib retribusi yang nggak mau membayar pak? D: selama ini belum ada ya, kalau untuk yang gedung baru khususnya, kalau untuk yang berkala, sewaktu-waktu karena kita nggak pungut lagi untuk yang sewaktu-waktu, perda retribusi belum mengesahkan. G: bagaimana prosedur pembayarannya pak? D: itu prosedurnya ya langsung mereka bayar ke kasda. G: pernah ada yang menyetorkannya ke petugas pemeriksa pak? D: itu ada juga sih, tapi ya itu tidak sesuai prosedur. Yang benar sih mereka langsung bayarkan. G: untuk sertifikatnya, apakah ada biaya administrasi pak? D: nggak ada, untuk sertifikat tidak dipungut biaya apa-apa. G: adakah pengenaan sanksi bagi pihak pengelola gedung yang melanggar prosedur pak? D: kalau untuk administrasinya nggak ada ya. Jadi adanya itu sanksi berupa kelalaian yaitu adanya unsur kesengajaan, seperti misalnya tidak memasang proteksi kebakaran, itu kan berarti sengaja. Itu diatur dalam perda 8 tahun 2008. G: lalu secara umum, apa kendala-kendala yang ditemui baik dalam pemberian pelayanan maupun pemungutab retribusinya pak? D: ya itu yang pertama dari pihak pengelola gedungnya sendiri, kalau mereka misalnya tidak memahami atau tidak perduli pentingnya proteksi itu, kita juga jadi susah. Sebaliknya kalau mereka sudah megerti arti proteksi, itu kita akan lebih mudah untuk melakukan pemeriksaan. Kalau untuk teknisnya, terkadang untuk waktu pemeriksaan ini, mereka keberatan untuk dilakukan di hari kerja.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Karena kan untuk memeriksa maka semua sistem itu harus dites, termasuk alarm kebakarannya. Nah itu mereka keberatan karena faktor pengguna gedungnya.Jadi petugas terpaksa melakukannya di luar hari kerja. Tapi ya kalau semuanya minta kayak gitu kan nggak mungkin, jadi ya tidak semuanya kita terima permohonanan untuk dilakukan pemeriksaan di luar hari kerja itu. Solusi terbaik paling ya kita tetap lakukan pemeriksaan, tetapi untuk proteksi kebakaran yang mengeluarkan bunyi misalnya, alarm kebakaran, kita coba buka bel nya yang ada suaranya itu, tetapi alarmnya tetap difungsikan. Lalu perlu juga tadi penambahan jumlah personil supaya kerjanya bisa lebih efisien. Jadi kalau kebutuhan untuk Inspektur Kebakaran ini, baik untuk dinas maupun wilayah-wilayah itu masih kurang ya, jadi masih sangat dibutuhkan itu. G: ada koordinasi dengan bagian keuangan pak? D: itu tadi setelah kita melakukan nota perhitungan, dari wajib retribusinya ada juga yang menyetorkan secara tunai ke petugas, kemudian setelah itu kita koordinasikan, kita laporkan itu ke bagian keuangan. Jadi itu apa ya, mereka mau bayar aja udah bagus itu. Mungkin ada pengelola gedung yang sibuk dan tidak punya waktu untuk membayarkan langsung ke kasda, mereka biasanya memilih untuk membayar uang retribusinya ke petugas.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 6 Transkrip Wawancara Waktu Tanggal Tempat
: 14.00 WIB : 28 November 2011 : Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta Pewawancara : Gabriela Diandra Larasati Terwawancara : Muslaemah Angryana Posisi Terwawancara :Bendahara Penyetoran dan Pelaporan pada Bagian Keuangan DPKPB Provinsi DKI Jakarta G: Tugas ibu dalam proses pemungutan, penyetoran, dan pelaporan retribusi ini sebagai apa? M:Saya sebagai bendahara penerimaan, tugasnya sesuai SK itu menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggungjawabnya, menyetor seluruh uang yang diterimanya ke rekening kas umum daerah paling lambat 1 hari kerja terhitung sejak uang kas tersebut diterima, menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara administrasi atas penerimaan uang yang menjadi tanggungjawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna anggaran melalui SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggungjawab dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada BPKD. G: Selain itu bu, apakah ada tugas yang lain lagi? M: jadi tugas saya itu menerima, menyetorkan ke kas daerah/ BPKD, juga mengadakan pembukuan. Pembukuan itu terdiri dari Buku Kas Umum Penerimaan atau BKU Penerimaan dan Buku Per Kodering. Buku Per Kodering itu isinya per ayat, misalnya kode 001 masuk ke dalam buku 001. G: penyetoran ke BPKD itu ibu lakukan pada waktu apa bu? M: ya setiap ada setoran..setiap terima uangnya ya langsung kita setorkan, kalau dikumpulin kita salah, kan sesuai peraturannya itu segera, paling lambat 1 hari kerja, jadi langsung disetorkan pada hari itu juga. Setor langsung ke BPKD (kas umum daerah). G: lalu sarana apa yang digunakan untuk menyetorkan uang retribusinya ke BPKD bu? M: sarananya berupa SKRD, itu Surat Ketetapan Retribusi Daerah. G: Apakah ada evaluasi yang dilakukan secara rutin bu? M: Evaluasi yang pernah dilakukan kalau dalam lingkup dinas berupa pertanyaanpertanyaan mengenai hal yang kurang jelas tentang retribusi kepada petugas
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
bagian pencegahan. Nah kalau yang rutin itu kita ada pembahasan yang dilakukan dengan BPKD secara rutin. Jadi kita dipanggil untuk ikut dalam rapat bersama BPKD itu setiap triwulan ya..dalam pembahasan itu ada diskusi tentang pencapaian target, jadi dilihat dari laporan yang ada, target yang tercapai itu berapa persen, itu kita bicarakan dengan BPKD. Juga dibahas mengenai realisasi, kendala-kendalanya apa. G: Lalu kalau ternyata realisasinya jauh dari target yang ditetapkan bagaimana bu? M: ya itu kembali lagi, kita kan sifatnya berdasarkan permintaan, permohonan masyarakat. Jadi tidak bisa dikendalikan, besarnya ya sesuai dengan permintaan yang ada. G: bagaimana mekanisme penetapan target penerimaan retribusinya bu? M: penetapan targetnya dari BPKD dengan dewan. Jadi setiap tahun secara berkala itu kita bikin potensi.Jadi dari BPKDnya itu setiap tahun minta ke kita, berapa perkiraan potensinya, kita isi ada semacam lembar/blanko isian potensi itu, lalu kita berikan ke BPKD untuk diolah disana bersama dewan, lalu ditetapkan targetnya disana. Jadi misalnya potensi untuk tahun 2012, kita isi blanko potensi yang diminta oleh BPKD, nah dari potensi itu menjadi acuan bagi BPKD untuk menetapkan targetnya, apakah tetap, atau dinaikkan untuk tahun berikutnya. G: bagaimana dengan target perubahan bu, bagaimana mekanismenya? M: Target perubahan ya yang membuat BPKD. Jadi ya pembahasan setiap triwulan itu, nanti dilihat kalau realisasinya tidak mencapai target maka targetnya tidak dinaikkan. Dalam lembar target dan realisasi penerimaan retribusi ini, unsur pemeriksaan berkala masih dicantumkan, padahal sesuai dengan Perda baru itu Perda 8 Tahun 2008 sudah tidak ada pemeriksaan berkala lagi, adanya pemeriksaan sewaktu-waktu itu kalau ada permintaan dari pemilik/ pengelola gedung atau kalau gedung itu layak untuk diperiksa menurut petugas dinas pemadam. Tapi untuk pemeriksaan sewaktu-waktu ini belum bisa dipungut retribusinya karena masih menunggu revisi Perda 1 Tahun 2006.Karena unsur pemeriksaan berkala tidak dihilangkan dari lembar target dan realisasi ini sehingga realisasinya terlihat anjlok, jauh dari target yang ditetapkan. G: Ada kendala dalam proses penerimaan, penyetoran, pelaporan, dan pembukuan retribusi bu? M: sepertinya tidak ada kendala ya, lancar-lancar saja. G: Bagaimana mekanisme penyetoran retribusinya bu? M: jadi dari petugas bagian pencegahan yang sudah melakukan pemeriksaan diserahkan nota perhitungan, lalu disini dibuat SKRDnya. Setoran ke BPKD berupa uang tunai.Tapi kadangkala dulu juga pernah pakai giro, tapi itu dulu sekarang sudah tidak lagi.Untuk penyetorannya sendiri itu sesuai dengan peraturannya ya harus disetorkan paling lambat 30 hari setelah tanggal SKRD
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
ini ditandatangani.Kalau lewat dari 30 hari tidak disetorkan, kena sanksi 2% per bulan.Kalau memang kena denda ya harus tetap disetorkan dendanya. G: pernah kena sanksi berupa denda 2% per bulan itu bu? M: itu pernah, jaman waktu masih ada pemeriksaan berkala. Itu karena misalnya perusahaannya tidak ada anggarannya, jadi kan berkala itu dari dinasnya yang datang ke perusahaan, jadi waktu dinas datang dan melakukan pemeriksaan, perusahaan saat itu sedang tidak punya anggaran untuk itu. Kalau sudah begitu jadi harus menunggu lama, akibatnya lewat dari 30 hari tadi, lalu kena sanksi admnistrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, itu sudah tercetak dalam SKRDnya. Denda itu ya ditanggung oleh perusahaannya yang telat membayar retribusinya. G: untuk melakukan tugas sebagai bendahara penerimaan, penyetoran, pelaporan, dan pembukuan ini ada berapa orang bu? M: saat ini hanya saya sendiri. Ya dulu waktu masih ada pemeriksaan berkala, ada banyak ya karena kan banyak juga yang harus diurus, tetapi semenjak pemeriksaan berkala sudah tidak ada lagi, jadinya sedikit yang diurus, jadi saya sendiri saja cukup. G: ada mekanisme pengawasan dengan petugas di bagian pencegahan bu? M: Kontrol iya ada, jadi kita selalu konfirmasi ke bagian pencegahan berapa jumlah gedung yang sudah diperiksa, kita cocokkan setiap akhir tahun itu jumlah gedung dengan jumlah setoran retribusinya, sudah klop atau masih ada selisih, tapi selama ini sih tidak pernah ada selisih. Jadi misalnya jumlah ada 78 gedung yang diperiksa, lihat di pembukuan sudah setor semua retribusi dari 78 gedung itu, jadi tidak ada yang tidak tertagihkan.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Waktu Tanggal Tempat
: 11.30 WIB : 19 Desember 2011 : Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Provinsi DKI Jakarta Pewawancara : Gabriela Diandra Larasati Terwawancara : Edward Posisi Terwawancara : Kepala Bidang Sarana DPKPB Provinsi DKI Jakarta G: apa saja peralatan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan alat pemadam kebakaran pak? E: kalau untuk pemeriksaan sepertinya tidak ada ya, jadi hanya skill dari petugasnya aja. Paling itu kendaraan untuk operasionalnya, untuk turun periksa ke lapangan, kita ada 3 mobil yang bisa digunakan. G: kalau untuk pengujian APAR, peralatannya bagaimana pak? E: kalau untuk pengujian, kita ada tu, di UPT Laboratorium, itu di Ciracas. Nah kalau untuk pengujian itu, kita masih bekerjasama dengan instansi-instansi lain seperti untuk pengujian APAR berbahan powder, itu kita kerjasama dengan kepolisian, khususnya dengan tim forensik. Jadi karena kita belum ada alat, jadi kita kirim itu kesana. G: Lalu bagaimana untuk pengadaan alatnya yang belum ada tadi pak, apakah sudah ada upaya dari dinas? E: ya itu bertahap, jadi kita setiap tahun usahakan ada penambahan sarana. G: lalu kalau untuk sarana dan prasarana yang ada di sini secara keseluruhan, bagaimana pemeliharaannya pak? E: kalau pemeliharaan sarana dan prasarana ya itu paling kalau ada yang rusak aja, terus diperbaiki. G: adakah upaya untuk membeli peralatan atau sarana yang lebih berteknologi pak? E: oh belum itu, selama ini belum. Jadi untuk peralatan dengan teknologi baru belum tahu tuh, seperti apa. G: lalu bagaimana mempertimbangkan jumlah sarana dan prasarana pak? E: jadi gini, kita di bidang sarana itu menampung usulan dari unit-unit yang ada. Jadi misalnya dari bidang pencegahan, apakah butuh tambahan sarana, atau ada sarana yang rusak dan harus diperbaiki.Jadi kita menunggu laporan dari tiaptiap unit. G: darimana biaya untuk pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarananya pak? E: kalau biayanya ya dari APBD.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
G: bagaimana proses pengajuan biaya pengadaan atau pemeliharaannya pak? E: jadi singkatnya ya, dari kita ajukan ke pemda, lalu turun dananya dari pemda itu. Dana itu sudah dialokasikan sekian untuk dinas oleh pemda, jadi selanjutnya dari dana tersebut kita alokasikan lagi ke unit-unit yang ada. Nah lalu, dari unit-unitnya ini mengajukan permohonan masing-masing sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya dari bidang pencegahan, ada peralatan yang harus diperbaiki, itu didata apa saja, jumlahnya berapa. G: pernahkah mengajukan penambahan dana ke pemda pak? E: pernah. Itu ya misalnya ada kebutuhan yang membutuhkan dana lagi, lalu dana yang sudah dialokasikan sebelumnya sudah terpakai sehingga kita ajukan lagi ke pemda. G: lalu apakah setiap pengajuan permohonan dana tersebut selalu disetujui oleh pemad pak? E: nah itu dia, pada kenyataannya tidak semuanya yang disetujui karena pemda sendiri kan dananya juga tidak banyak. Selain itu, biasanya pemda itu lebih memprioritaskan alokasi dananya untuk pengadaan sarana yang berkaitan dengan masyarakat secara langsung, seperti misalnya pengadaan sarana dan prasarana untuk pemadaman kebakaran.Nah itu biasanya yang jadi fokus perhatiannya, jadi kalau untuk yang di luar itu biasanya tidak begitu diprioritaskan. G: adakah kendala dalam pengadaan sarana dan prasarana yang ada di dinas pak? E: kendalanya itu apa ya, kendalanya itu paling untuk sparepart nya yang sebagian kan masih impor dari luar, jadi ya cukup mahal juga itu, tapi ya mau nggak mau kita harus adakan, karena kalau tidak maka kegiatan operasionalnya sendiri tidak dapat berjalan. G: ohya pak, kalau tentang hydrant yang ada di beberapa titik di DKI Jakarta ini pak, bagaimana kondisinya saat ini? E: untuk hydrant ya, memang kenyataannya ada beberapa titik hydrant yang saat ini sudah kosong airnya, jadi sudah tidak berfungsi. Itu semenjak kerjasama dengan PDAM dihentikan. Selama ini kan PDAM yang men-supply air untuk hydrant tersebut, tetapi sekitar beberapa tahun terakhir PDAM sendiri angkat tangan itu. Mereka bilang kalau supply air yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sendiri masih kurang, apalagi jika digunakan lagi untuk mengisi hydrant-hydrant yang ada di Jakarta. Nah jadi semenjak itu, banyak hydrant sudah tidak berfungsi lagi. Kalau mau diperbaiki juga, sudah biayanya mahal, sumber airnya nggak ada ya sama saja bohong kan. Sekarang kalau ada kebakaran, maka yang objek pengadaan air untuk pemadamannya itu tidak hanya mengandalkan hydrant, tetapi banyak alternative lain seperti kali, waduk, kolam renang, dan lain sebagainya.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 8 Transkrip Wawancara Waktu Tanggal Tempat Pewawancara Terwawancara Posisi Terwawancara
: 10.30 WIB : 9 Desember 2011 : Gedung Perkantoran di Jl. M. T. Haryono : Gabriela Diandra Larasati : Devi : Pengelola Bangunan Gedung
G: apakah perusahaan ini pernah mendapatkan layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran oleh Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta pak? D: pernah, gedung ini pernah mendapatkan layanan pemeriksaan proteksi kebakaran oleh Dinas Pemadam Kebakaran. G: bagaimana proses pengajuan permohonan layanan pemeriksaan tersebut ke dinas pemadam kebakaran pak? D: kita biasanya tanya via telepon, kan kita ada datanya itu, setiap tahun kita punya surat-surat ijin apa, semacam itu, jatuh temponya kapan. Nah kalau sudah dekat jatuh temponya, kita biasanya nanyain ke mereka. Biasanya kalau mereka tidak, pada saat jatuh tempo, misalnya kalau kami ini di bulan Agustus ya, nah misalnya kalau agustus ini lewat, kita coba-coba tanya ke sana, ini rasa-rasanya kami nggak diperiksa nih, ada apa nih, apa kelewatan atau apa. Jadi, mereka biasanya, saya nggak tahu, memang sengaja dilewatin untuk menekan ininya, atau apa ya, mereka mau mincing orang di sana tanggap nggak, orang kita di sini, pngelolanya tahu nggak. Ada kan orang yang udah, biarin aja, diem aja. G: kalau begitu berarti dari pengelola gedung ini aktif dan inisiatif sekali ya pak untuk menanyakan tentang pemeriksaan ini ke dinas? D: Iya, kita memang sudah terbiasa untuk secara teratur mengecek kebutuhan kita, kebutuhan gedung ini setiap tahun. G: pernahkah dari dinas pemadam kebakaran yang menanyakan terlebih dahulu pak? D: pernah. Jadi mereka juga kadang biasanya apa kalau orang-orangnya itu, kan ini kadang orang mereka juga reorganisasi di dinas pemadam. Misalnya, kalau orangnya baru, ada yang biasa dikasih tahu awal atau bisa jadi tidak dikasih tahu, bisa jadi gitu.Tapi biasanya sih kita sempat sampai 3 tahun, 3-4 tahun ketemu mereka-mereka kesana-sananya besok udah ganti lagi.Tapi karena, bisa jadi ada yang pensiun, atau mungkin dimutasi kemana. G: jatuh temponya itu sendiri tiap tahun ya pak? D: iya, tiap tahun. Jadi ya setiap tahun itu ada pemeriksaannya.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
G: apakah Bapak mengetahui apa itu retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran? D: dibilang tahu juga nggak, mau bilang nggak juga sebenarnya ada. Sebenarnya, waktu formal resmi seperti itu tadi, yang 2008 kebawah itu, khususnya yang 2009. Jadi, kami tahu ada informasi bahwa sudah nggak bayar itu aja. Tetapi, nongol biaya-biaya seperti ini, yaudah kita, kami anggap saja bahwa ah kurang lebih sama, udah. Tetapi resminya udah nggak ada. G: dari petugasnya sendiri, sewaktu terjadi perubahan ini pernah menjelaskan kepada bapak? D: iya, dia jelasin bahwa, kan kami bilang, loh tahun lalu rasanya ada resminya pak yang keluar itu, dan kami dapat surat kan. Dari sisi perusahaan kan butuh untuk pegangan resminya seperti itu kan, yang menjadi bukti bahwa kami patuh membayar. Tapi menurut mereka sudah tidak ada pembayaran kan. Yaudah paling mereka harapkan bahwa keluar surat dan stiker itu. Nah itu, kita sebenarnya udah nggak permasalahin sebab mereka kan sebenarnya yang punya gawe kan, mau mereka jelasin ke instansi bahwa udah nggak ada pembayaran lagi yaudah. Artinya, dari tahun ke tahun kan kami kenal mereka. Dan tidak ada, misalnya sewaktu-waktu ada sidak kami juga tidak mau, makanya kami juga harus ada pegangan dong., yang resmi. Tapi kesininya sih nggak ada sidak.Dia cuma butuh waktu memeriksa saat jatuh tempo ijinnya sudah habis, itu mereka datang. G: apakah Bapak mengetahui bahwa perusahaan ini sebagai wajib retribusi? D: secara tidak langsung tahu, wajib retribusi. Karena ya itu, ada hubungannya dengan pemeriksaan setiap tahun itu. Kami menganggap bahwa itu sebagai bagian dari wajib retribusi. G: lalu apakah bapak mengetahui kewajiban perusahaan bapak sebagai wajib retribusi? D: Nah ini yang tidak terlalu jelas. Sebenarnya apa yang dia ingin capai, penting nggaknya bagi perusahaan yang bergerak di bidang apa. G: bagaimana dengan hak Bapak sebagai wajib retribusi? D: seperti yang saya bilang tadi ya antara tahu dengan nggak tahu. Sebenarnya kriterianya itu seperti apa, kalau yang dia tulis itu poin-poinnya seperti tadi seperti luas bangunan seperti itu kan kami tahu, tetapi misalnya ini peruntukannya apa, beda bayarnya ke kantor apa. Ya prinsipnya sih kami, ya ibaratnya disuruh ini, gedung ini bayar sekian, ya udah terima aja. Cuma paling nggak selama ini untuk memberi penjelasan dari sisi bahwa gedung itu masuk di kelas mana. Dikasih surat ini, Cuma mereka aja yang sodorin jumlahnya sekian, kita patuh aja. G: Berapa rata-rata setiap tahun bapak membayar retribusi ini pak? D: yang dia pengen ini, total keseluruhan yang resmi dan tidak resmi. Yang resmi ya yang sesuai ada di dalam surat itu, sekitar itu besarnya, ditambah dengan yang nggak resminya tadi ya kira-kira dua kalinya lah.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
G: apakah bapak sebagai pihak pengelola gedung, mengetahui darimana besarnya retribusi yang harus dibayarkan pak? D: nggak tahu darimana, tapi ya kita bayarkan saja sesuai dengan yang tertera di surat yang diberikan itu. G: apakah bapak pernah ditunjukkan perda 1 tahun 2006 oleh petugas yanag melakukan pemeriksaan? D: pernah liat sih nggak pernah, cuma kalau mereka beritahu bahwa harus sekian, ya sudah kita bayarkan. Ya kalau misalnya memang ada aturan baku, saya nggak perlu datang ditagih, saya bayar lewat Bank, lalu misalnya ini di Bank juga bisa didapetin surat-surat atau ada lembaga yang melakukan penagihan secara terpisah, kan enak. Pemeriksaannya juga tetap jalan, dan pembayarannya juga kan enak jadinya lebih mudah. Kalau misalnya semua ke mereka kan kita juga ga bisa strict. Kalau bayar langsung misalnya, kan bisa langsung bayar tepat sesuai yang tertera dalam tagihan, tapi kalau ke petugasnya ya jadi susah kita menghindari tambahan-tambahannya. G: kapan retribusi terutang ditagih oleh dinas pemadam kebakarannya pak? D: itu pada saat perpanjangan surat. Jadi biasanya, sebelum pemeriksaan itu sudah nongol surat seperti ini, jadi kita bayar dulu baru diperiksa. G: apakah perusahaan ini selalu tepat waktu membayar retribusinya pak? D: kita selama ini sepertinya selalu tepat waktu untuk membayar retribusinya. G: lalu kemana dan bagaimana perusahaan bapak membayar retribusi tersebut? D: itu ke pemerintah daerah. Kan ada tu di surat ini nomer account nya. G: SKRD ini diberikan saat kapan sih pak? D: setelah ada rekomendasi bahwa gedung ini layak dalam kelayakan kelengkapan gedung dalam operasi kan ada persyaratannya itu. Jadi kalau yang bentuknya resmi seperti ini, ini yang dulu, suratnya ini nongol dulu, nah baru kita bayar. Nanti ini misalnya kita punya kondisi gedung ini tidak layak atau segala macam tetap harus retribusinya ini dibayar dulu.Nah nanti rekomendasinya keluar, setelah diperiksa.Rekomendasi itu berupa sertifikat dan juga ada stiker itu, bahwa gedung ini layak itu, itu nanti keluar setelah pemeriksaan lapangan. Tetapi 2009 kesini, ya, ini mereka memberitahu kepada kami bahwa ini jatuh tempo ini tanggal sekian, bulan sekian, kami diberitahu, ada suratnya, nah setelah itu disepakati bahwa oke, pemeriksaannya ditentuin lah, misalnya mau tanggal berapa. Tapi dari kami selalu minta kalau bisa itu hari Sabtu itu diperiksa.Nah setelah mereka datang periksa ya kami jamu, sudah lalu selesai pemeriksaan misalnya ada rekomendasi atau catatan-catatan, bahwa perlu ada perbaikan-perbaikan atau segala macam, udah cash nya harus dilaksanakan.Lalu setelah itu, menunggu ya kira-kira kurang lebih dua minggu sampai tiga minggu, baru sertifikat keluar.Sertifikat keluar itu disodorin lah ini. Tapi waktu itu, setelah pemeriksaan selesai secara lisan diberitahu, diberitahu bahwa masih ada biaya yang harus dikeluarkan kurang lebih sekian, nah nanti kan waktu selesai
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
sertifikat keluar, disodorin ini rincian biayanya, lalu kita lihat bahwa lebih kurang sama jadi ya udah kita serahin uangnya, tapi tidak ada bukti terima seperti itu. nah saya nggak tahu ini mungkin bisa dijadikan masukan dinas buat perbaikannya, supaya duit ini tidak bolong kemana-mana. Ini kan juga sayang loh, bayangin dengan jumlah sekian setiap tahun dari setiap perusahaan kan bisa untuk pemasukan kas daerah. Tapi sekarang jadinya kita nggak tahu, masuknya seberapa, kalau kayak gini (menunjuk ke SKRD) kan jelas. G: Bagaimana proses pembayaran retribusi tersebut menurut Bapak? D: kalau sudah berupa seperti ini (menunjuk ke SKRD), ada penjelasannya, kita langsung bayar ke kas daerah kan gampang, bisa setor ini kan. Dan saya tidak tahu mereka punya pola kerja di dalam itu seperti apa. Setelah saya bayar nih, misalnya para petugas-petugas layanan entah itu di lapangan tahu nggak kalau retribusinya sudah dibayarkan sekian, bisa jadi kas daerahnya tersendiri tahu yang penting masuk, lalu pengawasannya itu seperti apa. Yang kita tahu ya para pemeriksa yang datang itu memang yang sudah biasa memeriksa disini jadi tahu kalau kita memang biasanya sudah bayar. Kan harusnya kalau sistemnya bener, kalau misalnya sistem combine gitu yang udah bayar mereka udah langsung tahu, oh memang udah bayar. Jadi berbeda saja perlakuannya, kalau dengan yang ini (menunjuk SKRD) kita bayar dulu ke kas daerah, baru dilakukan pemeriksaan, sedangkan yang ini (surat tagihan diterbitkan oleh petugas pemeriksa) pemeriksaan dulu, baru keluar ini dan kita bayar langsung ke petugasnya. Karena ya ini kan sifatnya wajib, yang penting jatuh tempo ini kan masalahnya karena jatuh tempo. G: adakah sarana pembayaran yang diberikan petugas pak? D: kalau yang resmi ya mungkin sudah langsung ini saja sarana pembayarannya ya (menunjuk SKRD). Kan ini sudah kita bayarkan dulu, ini kan bagian lampirannya yang diberikan kepada kita, bukti kalau kita sudah membayar retribusinya. Tapi kalau yang ini (menunjuk surat tagihan yang lain) ya hanya ini saja diberikan, lalu tidak ada bukti bahwa kami sudah membayar, petugasnya saja yang tahu kalau kami memang sudah bayar. G: pelayanan pemeriksaan ini dilakukan rutin pak? D: iya, jadi karena itu untuk perpanjangan IPB jadi setiap tahun seharusnya ya diperiksa, dan itu sifatnya jadi wajib. G: apakah menurut Bapak pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas dari dinas itu sudah baik? D: kalau untuk melaksanakan sesuai dengan standard yang baku itu sebenarnya ya nggak, paling biasa mereka..kan gini, di gedung itu pasti ada sekian banyak titik, dia nggak akan diperiksa sehari semua, kalau diperiksa semua, itu nggak bakalan ketemu sehari, nah cuma mungkin system ini secara acak, random dia, pokoknya dia coba aja, jadi nggak bisa misalnya kita bilang, ini coba yang sebelah sini, bisa jadi mau dia, bisa jadi nggak, jadi di random sama dia, saya
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
mau coba yang ini. Tetapi memang ada yang benar-benar itu memang harus diperiksa, misalnya air, jadi air misalnya ada instalasi yang bocor.Lalu juga untuk periksa alarm kebakarannya, jadi nanti itu dites apakah berfungsi dengan baik, nah kalau itu memang wajib untuk dites.Ya jadi mungkin ada prioritasnya yang mana yang benar-benar harus diperiksa, tapi juga bisa jadi ada yang terlewat. G: Bagaimana pendapat Bapak terhadap layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang dilakukan oleh petugas dari dinas pemadam kebakaran? D: Ya mungkin menurut saya cukup memuaskan, kalau memuaskan sih juga belum apa ya, kalau dengan keinginan kita ya belum memenuhi standar yang seharusnya. G: apakah menurut Bapak pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran ini penting untuk dilakukan? D: penting, karena menyangkut jiwa kan. Orang biasa kan ya selalu bertanyatanya aman nggak nih ya gedung ini, kita juga kan selalu melakukan pemeriksaan selain dari pemeriksaan oleh dinas pemadam, kita lakukan pemeriksaan rutin tiga bulan sekali. Kan dalam sistem ini kan ada air, ada peralatannya, sistem komputerisasi, itu ya harus dicobain satu per satu secara rutin untuk memastikan bahwa semuanya dalam kondisi standby. G: adakah saran-saran dari Bapak untuk perbaikan atau peningkatan pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang dilakukan oleh dinas pemadam kebakaran? D: kita sarankan, kira-kira jauh lebih mengarah kepada profesionalisme yang baik, karena memang selama ini mereka itu kan ya mau dibilang karena rutin ya, bisa jadi ada sesuatu yang diabaikan yang bisa berdampak membahayakan gedung itu sendiri bahkan jiwa orang. Nah kalau menurut saya, pemeriksaan itu harus ada standarisasinya, gedung apapun, dengan tipe bangunan seperti apa, kan bisa jadi apartemen bisa berbeda dengan gedung perkantoran biasa, atau mall-mall, dan biasanya sih mereka agak rada-rada kendur ya, apalagi kalau misalnya sudah dikasih ya, tips yang agak banyak. Coba aja kalau tipsnya sedikit, diperiksa bener itu, bisa jadi item per item itu diperiksa.Jadi seharusnya pemeriksaannya itu yang harus diprioritaskan.Ya mudah-mudahan ke depannya, ya lebih baguslah, para petugas di lapangan khususnya.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 9 Transkrip Wawancara Waktu Tanggal Tempat Pewawancara Terwawancara Posisi Terwawancara
: 14.00 WIB : 16 Desember 2011 : Gedung Kantor di Jalan Tanah Abang : Gabriela Diandra Larasati : Dicky : Pengelola Bangunan Gedung
G: Apakah gedung baru ini sudah pernah diperiksa instalasi proteksi kebakarannya oleh dinas pemadam kebakaran pak? D: iya pernah, petugas dari damkar pernah datang kesini untuk melakukan pemeriksaan. Pemeriksaannya itu untuk kelayakan instalasinya dan untuk rekomendasi perizinan IPB.Pemeriksaan ini sifatnya wajib ya, karena kalau tidak diperiksa maka tidak bisa mengurus IPB. G: Bagaimana pengajuan permohonan untuk pemeriksaan ini ke dinas pemadam kebakaran pak? D: prosedurnya ya kita datang ke DPK, dengan membawa surat permohonan untuk diperiksa dan dikeluarkan suatu surat. G: apakah bapak mengetahui apa itu retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran? D: mengetahui, karena saya yang mendapatkan layanan pemeriksaannya. G: lalu apakah bapak mengetahui bahwa perusahaan bapak adalah wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran? D: mengetahui, karena gedung ini kan akan digunakan untuk umum, jadi perlu diprotek, proteksi untuk kebakarannya supaya aman. G: apakah bapak mengetahui kewajiban perusahaan bapak sebagai wajib retribusi tersebut? D: kalau dari segi wajib retribusinya itu apa ya, kewajibannya itu ya membayar retribusinya, tepat waktu dan sejumlah yang ditagih oleh dinas. G: apakah bapak mengetahui hak perusahaan bapak sebagai wajib retribusi tersebut? D: mengetahui, ya seperti itu surat rekomendasi atau surat ijin, lalu dinas harus melakukan pemeriksaan G: bagaimana pendapat bapak tentang biaya retribusinya pak? D: biaya retribusinya wajar-wajar aja ya, itu kan berdasarkan perhitungan standarisasi dari DPK. G: apakah bapak mengetahui darimana besarnya biaya retribusi yang harus perusahaan bapak bayar?
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
D: ya mengetahui, dari surat itu G: surat apa ya pak? D: jadi gini, waktu mengajukan surat permohonan, dari dinas itu langsung mengeluarkan list dari biaya tersebut. G: apakah bapak pernah ditunjukkan perda yang mengatur mengenai besaran tarif retribusinya pak? D: perdanya itu pernah, perda berapa tu ya, yang terbaru pokoknya, saya nggak ngeh itu nomor berapa, tapi di perda itu nggak ada tarif retribusinya, adanya hanya standarisasi untuk itu, sistem proteksi gedung, G: oh, itu Perda No. 8 Tahun 2008 pak. Kalau Perda No. 1 Tahun 2006 pernah tidak pak? D: oh, itu saya nggak tahu ya. Nggak pernah kayaknya. G: kapan retribusi terutang itu ditagih oleh dinas pak? D: oh itu berbarengan dengan waktu menerbitkan sertifikat. G: itu bagaimana prosedurnya pak? D: jadi itu petugasnya datang, mereka langsung survey, pemeriksaan dan pengecekan. Setelah jadi surat sertifkat untuk rekomendasi itu, lalu kita bayar, baru kita pulang. G: sarana pembayaran retribusinya itu menggunakan apa pak? D: oh, itu cash ya, berdasarkan list yang tertera dalam surat aja. G: kalau SKRD, Surat Ketetapan Retribusi Daerah, pernah dengar pak? D: SKRD, tidak tahu saya. G: kalau begitu bagaimana dengan waktu pembayarannya pak? D: pembayarannya ya tergantung mereka siap atau tidak dengan sertifikatnya. Jadi kalau sertifikat sudah ada, baru kita ambil, kita bayar dulu baru kita bisa ambil. G: kemana bapak membayar retribusi atau biaya pemeriksaan itu pak? D: itu ya ke dinas ya, dinas pemadam kebakaran. G: bagaimana dengan prosedur pembayarannya menurut bapak? D: pembayarannya ya gampang ya. Kita butuh, dinas memberikan surat rekomendasinya. G: untuk pemeriksaannya sendiri membutuhkan waktu berapa lama pak? D: itu nggak samapi sehari ya, paling sekitar 5 jam lah. G: pemeriksaannya dilakukan pada hari kerja pak? D: iya, pada hari kerja. G: apakah menurut bapak pemeriksaan terhadap proteksi kebakaran pada bangunan gedung ini penting untuk dilakukan pak? D: pemeriksaan itu penting ya, untuk mengurus ijin penggunaan gedung tadi. Disamping juga, proteksi kebakaran untuk melindungi pengguna gedung. G: lalu bagaimana dengan pelayanan pemeriksaan alat yang diberikan oleh dinas pemadam kebakaran itu menurut bapak? D: ya sedang-sedang saja kepuasannya, mungkin ya tidak ribet.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 10 Transkrip Wawancara Waktu Tanggal Tempat Pewawancara Terwawancara Posisi Terwawancara
: 11.30 WIB : 17 Desember 2011 : Ruko di Jl. Dr. Ratna No. 70, Jatiasih : Gabriela Diandra Larasati : Dr. Machfud Sidik : Akademisi
G: Jadi begini pak, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran itu kan termasuk dalam retribusi jasa umum. Sebagaimana yang saya ketahui, retribusi itu kan seharusnya memiliki sifat voluntary, jadi masyarakat itu mempunyai pilihan untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan pelayanan dari pemerintah. Tapi kalau yang saya lihat dari retribusi ini, tampaknya ada unsur kewajiban di dalamnya, karena untuk pemeriksaannya sendiri itu menjadi suatu keharusan karena merupakan salah satu persayaratan dalam pengurusan surat Ijin Penggunaan Bangunan (IPB). Bagaimana menurut Bapak mengenai hal ini? M: Ada itu yang namanya itu “merit goods”, semi barang publik. Itu barang yang masih dalam kuasi barang publik.Jadi barang itu mempunyai nilai eksternalitas.Menurut pandangan saya justru itu bagus, didorong orang untuk melakukan konsumsi, baik compulsory maupun persuasif.Nah saya melihat, proteksi dari kebakaran itu termasuk merit goods.Jadi bisa dipaksakan.Bukan retribusinya yang dipaksakan, tetapi dia harus memproteksi dirinya supaya kekayaannya tidak habis gara-gara kebakaran. Itu memang cara untuk meyakinkan masyarakat itu memang harus lewat persuasive dan compulsory, karena masyarakat masih belum tahu betapa pentingnya, seperti dalam retribusi ini, saya sebut semacam asuransi. Betapa pentingnya keselamatan jiwa. Nah, ada dua cara untuk masyarakat itu bisa melakukannya, sifatnya compulsory atau dipaksakan, sifatnya ada juga persuasif. Jadi retribusi ini, menurut saya itu ada sifatnya compulsory.Jadi, ada argumen, kenapa harus semacam itu?Karena dia harus menilai sesuatu barang itu terlalu rendah, ini terutama untuk Negara-negara yang belum maju seperti Indonesia.Nah, seperti itu proteksi kebakaran misalnya, kalau dia tidak memasang proteksi kebakaran tadi, lalu tiba-tiba terjadi kebakaran, yang rugi itu bukan dia sendiri, tetapi juga lingkungan di sekitarnya, jadi itu harus sifatnya compulsory.Jadi boleh saja itu compulsory, karena dia menganggap nilai suatu barang itu masih rendah.Ini dibutuhkan untuk di Negara-negara berkembang khususnya. Sehingga ini memunculkan sebuah argument lain, jadi yang seharusnya retribusi itu ada pilihan atau bukan suatu keharusan,
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
tetapi karena adanya kepentingan dari pemerintah untuk memprotek kebakaran tadi, itu menjadi boleh dijadikan sifatnya itu kewajiban. Tetapi tentunya retribusi itu tidak boleh dipaksakan, namun dalam hal ini bisa jadi atau ada argumen lain yang menjadikan sifat retribusinya menjadi suatu keharusan karena itu tadi, pentingnya untuk kalau tiba-tiba terjadi kebakaran. Jadi kepentingan individu itu tidak boleh membawahi kepentingan umum.Kalau kamu tidak punya proteksi, jadinya kamu semaunya sendiri, jadi careless. Itu kan masyarakat umum yang rugi, jadi itu probabilitas bahaya kebakarannya itu sangat tinggi. G: lalu begini pak, prosedur yang ideal itu kan sudah ada, diatur melalu peraturan yang sah dan berlaku seperti UU, Perda, Pergub. Akan tetapi, terkadang di lapangan ditemui praktik-praktik yang menyimpang atau menyalahi prosedur yang telah ada. Seperti dalam pemungutan retribusi ini, prosedur pembayaran retribusinya, yang seharusnya menggunakan SKRD lalu dibayar langsung oleh wajib retribusi ke kas daerah, tetapi faktanya pembayaran tersebut terkadang dilakukan dengan membayarkan retribusi terutangnya secara tunai ke petugas yang turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan proteksi kebakaran. Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai hal tersebut? M: iya, jadi itu sistem yang harus dihindari. Jadi itu dari segi regulatory atau administrasinya, itu banyak penyimpangan.Ini yang saya bilang, aparat itu kalau diberikan celah untuk diskresi, maka ada kecenderungan “abuse to power”.Makanya tidak boleh diberikan kebijakan yang excessive.Terkadang sebuah retribusi itu merugikan wajib retribusi.Jadi kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah, seperti itu.Jadi itu seperti nature dari para pejabat.Jadi seperti sistem pembayaran langsung, itu dapat memunculkan peluang korupsi atau kebocoran.Jadi dia melakukan inspection, lalu juga memungut retribusi, kalau terjadi seperti itu berarti lemah sistemnya.Jadi jauhi system pemungutan oleh petugas itu.Lebih baik kalau yang nerima retribusi itu ya pihak yang menerima, lalu yang melakukan pemeriksaan ya hanya melakukan pemeriksaannya saja.Jadi ya sistemnya sendiri itu harus dibenahi. G: lalu mengenai prinsip dasar penetapan tarif, sebenarnya apa sih konsepnya itu pak? M: Jadi konsep retribusi itu, kalau di Indonesia itu ada tiga: jasa umum, komersial, dan ijin (lisence) ya kan. Kalau komersial itu boleh surplus, itu bisa saja, asal pasar menghendaki, seperti misalnya pesanggrahan, sewa alat berat, jadi daripada idle mending disewain. Nah ini akan mengikuti kehendak pasar, karena komersial tadi kan. Daerah tidak menyediakan, swasta udah.Daerah hanya menambah, supaya persaingan itu menjadi sehat.Jasa umum, itu harus ada konsepnya.Itu ke cost paling tinggi. Berapa jumlah atau pelayanan pemerintah, itu yang dibayar atau lebih sedikit. Kalau tidak ada semacam pungutan-pungutan itu, maka masyarakat akanexcessive, menikmati itu terlalu banyak, ya kan. Nah, untuk penyediaan pelayanan menjadi naik,
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
maka cost nya menjadi tinggi. Itu untuk cost tadi. Kalau untuk didorong, agar masyarakat itu tidak merasa berat, maka paling tidak itu, belanja modalnya, capitalnya atau expenditurenya itu yang digunakan. Pokoknya paling tinggi itu recover cost. Kalau license, untuj ijin ini jangan sampai menciptkan “rent schicking” tadi, itu tergantung pemerintah daerah. Misalnya Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Penggunaan Bangunan (IPB). Ini batasannya adalah jangan sampai menciptkan “rent schikning”. Tetapi adalah tidak wajar ini, kalau penentuan tarifnya ini excessive. Seperti dihitung dari luas bangunannya itu, macem-macem kan. Ini umumnya, untuk ijin-ijin ini masih kurang baik penerapannya, konsepsinya tidak jelas.
Universitas Indonesia
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang : a. bahwa ancaman bahaya kebakaran merupakan suatu bahaya yang dapat membawa bencana yang besar dengan akibat yang luas, baik terhadap keselamatan jiwa maupun harta benda yang secara langsung akan menghambat kelancaran pembangunan, khususnya di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh karena itu perlu ditanggulangi secara lebih berdaya guna dan terus-menerus; b. bahwa Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sudah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, perkembangan dan pertumbuhan penduduk serta kemajuan teknologi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran;
Mengingat:
1. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie Staatsblad 1926 Nomor 226 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Staatsblad 1940 Nomor 450); 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317); 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 10.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 58 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527); 12.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
13.
Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
14.
Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan;
15.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung;
tentang
16.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung;
tentang
17.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung;
tentang
18.
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan;
19.
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1992 Nomor 23);
20.
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23);
Nomor
26/PRT/M/2007 69
Tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
1993
tentang
2 1 . Peraturan Organisasi Perwakilan (Lembaran Nomor 66); 22.
Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau serta penyeberangan di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2003 Nomor 87) ;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN. BAB
PENCEGAHAN
DAN
I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah Gubernur dan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. 3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4. Dinas adalah perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab dalam bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana lain. 5. Kepala Dinas adalah pimpinan perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana lain.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
6. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang b e r f u n g s i s e b a g a i t e m p a t m a n u s i a m e l a k u k a n kegiatannya, baik untuk hunian atau t e m p a t tinggal, kegiatan k e a g a m a a n , kegiatan usaha, kegiatan sosial, b u d a y a , m a u p u n kegiatan k h u s u s . 7. Bangunan Perumahan adalah bangunan gedung yang peruntukannya untuk tempat tinggal orang dalam lingkungan permukiman baik yang tertata maupun tidak tertata. 8. Kendaraan Bermotor Umum adalah moda angkutan diperuntukan untuk melayani masyarakat umum.
penumpang
9. Kendaraan Bermotor Khusus adalah moda angkutan diperuntukkan untuk mengangkut Bahan Berbahaya. 10.
yang
yang
khusus
Bahan Berbahaya adalah setiap zat/elemen, ikatan atau campurannya bersifat mudah menyala/terbakar, korosif dan lain-lain karena penanganan, penyimpanan, pengolahan atau pengemasannya dapat menimbulkan bahaya terhadap manusia, peralatan dan lingkungan.
11. Pencegahan kebakaran adalah mencegah terjadinya kebakaran.
upaya
yang
dilakukan
dalam
rangka
12.
Penanggulangan kebakaran adalah upaya yang dilakukan dalam rangka memadamkan kebakaran.
13.
Potensi Bahaya Kebakaran adalah tingkat kondisi/keadaan bahaya kebakaran yang terdapat pada obyek tertentu tempat manusia beraktivitas.
14.
Bahaya Kebakaran Ringan adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai dan kemudahan terbakar rendah, apabila kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga penjalaran api lambat.
15.
Bahaya Kebakaran Sedang I adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang ; penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 ( dua setengah ) meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang.
16.
Bahaya Kebakaran Sedang II adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 (empat) meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang.
17.
Bahaya Kebakaran Sedang III adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar agak tinggi, menimbulkan panas agak tinggi serta penjalaran api agak cepat apabila terjadi kebakaran.
18.
Bahaya Kebakaran Berat I adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, menimbulkan panas tinggi serta penjalaran api cepat apabila terjadi kebakaran,
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
19.
Bahaya Kebakaran Berat II adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sangat tinggi, menimbulkan panas sangat tinggi serta penjalaran api sangat cepat apabila terjadi kebakaran.
20.
Sarana Penyelamatan Jiwa adalah sarana yang terdapat pada bangunan gedung yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa dari kebakaran dan bencana lain.
2 1 . Akses Pemadam Kebakaran adalah akses/jalan atau sarana lain yang terdapat pada bangunan gedung yang khusus disediakan untuk masuk petugas dan unit pemadam ke dalam bangunan gedung. 22.
Proteksi Kebakaran adalah peralatan sistem perlindungan/pengamanan bangunan gedung dari kebakaran yang di pasang pada bangunan gedung.
23.
Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG) adalah bagian dari manajemen gedung untuk mewujudkan keselamatan penghuni bangunan gedung dari kebakaran dengan mengupayakan kesiapan instalasi proteksi kebakaran agar kinerjanya selalu baik dan siap pakai.
24.
Alat Pemadam Api Ringan adalah alat untuk memadamkan kebakaran yang mencakup alat pemadam api ringan (APAR) dan alat pemadam api berat (APAB) yang menggunakan roda.
25.
Sistem Alarm Kebakaran adalah suatu alat untuk memberitahukan kebakaran tingkat awal yang mencakup alarm kebakaran manual dan/atau alarm kebakaran otomatis.
26.
Sistem Pipa Tegak dan Slang Kebakaran adalah sistem pemadam kebakaran yang berada dalam bangunan gedung, dengan kopling pengeluaran 2,5 ( dua setengah ) inci, 1,5 ( satu setengah ) inci dan kombinasi.
27.
Hidran Halaman adalah hidran yang berada di luar bangunan gedung, dengan kopling pengeluaran ukuran 2,5 ( dua setengah ) inci.
28.
Sistem Sprinkler Otomatis adalah suatu sistem pemancar air yang bekerja secara otomatis bilamana temperatur ruangan mencapai suhu tertentu.
29.
Sistem Pengendalian Asap adalah suatu sistem alami atau mekanis yang berfungsi untuk mengeluarkan asap dari bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sampai batas aman pada saat kebakaran terjadi.
30.
Bencana Lain adalah kejadian yang dapat merugikan jiwa dan/atau harta benda, selain kebakaran, antara lain gedung runtuh, banjir, ketinggian, kecelakaan transportasi dan Bahan Berbahaya.
3 1 . Uji Mutu Bahan/Komponen adalah uji ketahanan api, kinerja bahan/komponen proteksi pasif dan aktif dan peralatan penanggulangan kebakaran. 32.
Badan pengelola adalah badan yang bertugas untuk mengelola rumah susun.
33.
Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
34.
Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB II OBYEK DAN POTENSI BAHAYA KEBAKARAN Bagian kesatu Obyek Pasal 2 Obyek pencegahan dan penanggulangan kebakaran meliputi: a. bangunan gedung; b. bangunan perumahan; c. kendaraan bermotor dan; d. bahan berbahaya.
Bagian Kedua Potensi Paragraf 1 Bangunan Gedung Pasal 3 (1) Potensi bahaya kebakaran pada bangunan gedung didasarkan pada : a. ketinggian; b. fungsi; c. luas bangunan gedung; dan d. isi bangunan gedung. (2) Klasifikasi potensi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. bahaya kebakaran ringan; b. bahaya kebakaran sedang; dan c. bahaya kebakaran berat. (3) Bahaya kebakaran sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri dari: a. sedang I; b. sedang II; dan c. sedang III. (4) Bahaya kebakaran berat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, terdiri dari: a. berat I; b. berat II. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria klasifikasi potensi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 2 Bangunan Perumahan Pasal 4 Bangunan perumahan di lingkungan permukiman yang tertata mempunyai potensi bahaya kebakaran ringan dan bangunan perumahan di lingkungan permukiman yang tidak tertata mempunyai potensi bahaya kebakaran sedang III.
Paragraf 3 Kendaraan Bermotor Pasal 5 (1) Kendaraan bermotor yang diatur dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran terdiri d a r i : a. kendaraan umum; dan b. kendaraan khusus. (2) Kendaraan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mempunyai potenss bahaya kebakaran sedang I. (3) Kendaraan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mempunyai potensi bahaya kebakaran berat II.
Paragraf 4 Bahan Berbahaya Pasal 6 (1) Bahan Berbahaya terdiri d a r i : a. bahan berbahaya mudah meledak (explosives); b. bahan gas bertekanan (compressed gasses); c. bahan cair mudah menyala (flammable liquids); d. bahan padat mudah menyala (flammable solids) dan/atau mudah terbakar jika basah (dangerous when wet); e. bahan oksidator, peroksida organik (oxidizing substances); f. bahan beracun (poison); g. bahan radio aktif (radio actives); h. bahan perusak (corrosives); dan i. bahan berbahaya lain (miscellaneous). (2) Bahan Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai potensi bahaya kebakaran berat II. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis pencegahan dan penanganan insiden Bahan Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf i diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB III PENCEGAHAN KEBAKARAN Bagian Kesatu Bangunan Gedung Paragraf 1 Kewajiban Pemilik, Pengguna dan/atau Badan pengelola Pasal 7 (1) Setiap pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung dan lingkungan gedung yang mempunyai potensi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib berperan aktif dalam mencegah kebakaran. (2) Untuk mencegah kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung wajib menyediakan : a. sarana penyelamatan jiwa; b. akses pemadam kebakaran; c. proteksi kebakaran; dan d. manajemen keselamatan kebakaran gedung.
Paragraf 2 Sarana Penyelamatan Jiwa Pasal 8 (1) Setiap bangunan gedung wajib dilengkapi dengan sarana penyelamatan jiwa. (2) Sarana penyelamatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. sarana jalan ke luar; b. pencahayaan darurat tanda jalan ke luar; c. petunjuk arah jalan ke luar; d. komunikasi darurat; e. pengendali asap; f. tempat berhimpun sementara; dan g. tempat evakuasi. (3) Sarana jalan ke luar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri d a r i : a. tangga kebakaran; b. ramp; c. koridor; d. pintu; e. jalan/pintu penghubung; f.
balkon;
g- saf pemadam kebakaran; dan h. jalur lintas menuju jalan ke luar. (4) Sarana penyelamatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(5) Sarana penyelamatan jiwa yang disediakan pada setiap bangunan gedung, jumlah, ukuran, jarak tempuh dan konstruksi sarana jalan ke luar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada luas lantai, fungsi bangunan, ketinggian bangunan gedung, jumlah penghuni dan ketersediaan sistem springkler otomatis. (6) Selain sarana jalan ke luar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), eskalator dapat difungsikan sebagai sarana jalan ke luar. (7) Tempat berhimpun sementara sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf f harus memenuhi persyaratan dan dapat disediakan pada suatu lantai pada bangunan yang karena ketinggiannya menuntut lebih dari satu tempat berhimpun sementara. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis sarana penyelamatan jiwa dan eskalator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Gubernur. ' Pasal 9 Pada bangunan gedung berderet bertingkat paling tinggi 4 (empat) lantai harus diberi jalan ke luar yang menghubungkan antar unit bangunan gedung yang satu dengan unit bangunan gedung yang lain.
Paragraf 3 Akses Pemadam Kebakaran Pasal 10 (1) Akses pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi: a. akses mencapai bangunan gedung; b. akses masuk kedalam bangunan gedung; dan c. area operasional. (2) Akses mencapai bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada terdiri d a r i :
ayat (1) huruf a
a. akses ke lokasi bangunan gedung; dan b. jalan masuk dalam lingkungan bangunan gedung. (3) Akses masuk ke dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri d a r i : a. pintu masuk ke dalam bangunan gedung melalui lantai dasar; b. pintu masuk melalui bukaan dinding luar; dan c. pintu masuk ke ruang bawah tanah. (4) Area operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri d a r i : a. lebar dan sudut belokan dapat dilalui mobil pemadam kebakaran ; dan b. perkerasan mampu menahan beban mobil pemadam kebakaran. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis akses pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 4 Proteksi Kebakaran Pasal 11 (1) Proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri dari: a. proteksi pasif; dan b. proteksi aktif. (2) Proteksi pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. bahan bangunan gedung; b. konstruksi bangunan gedung ; c. kompartemenisasi dan pemisahan; dan d. penutup pada bukaan. (3) Proteksi aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. alat pemadam api ringan; b. sistem deteksi dan alarm kebakaran; c. sistem pipa tegak dan slang kebakaran serta hidran halaman; d. sistem springkler otomatis; e. sistem pengendali asap; f. lif kebakaran; g. pencahayaan darurat; h. penunjuk arah darurat; i. sistem pasokan daya listrik darurat; j. pusat pengendali kebakaran; dan k. instalasi pemadam khusus.
Pasal 12 (1) Bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a yang digunakan pada konstruksi bangunan gedung harus memperhitungkan sifat bahan terhadap api. (2) Sifat bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penjalaran dan sifat penyalaan bahan.
meliputi
sifat bakar,
sifat
(3) Untuk meningkatkan mutu sifat bahan terhadap api digunakan bahan penghambat api. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sifat bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemakaian bahan bangunan gedung diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(1) Konstruksi bangunan gedung dikaitkan dengan ketahanan dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b terdiri d a r i :
api
sebagaimana
a. tipe A; b. tipe B; dan c. tipe C. (2) Tingkat ketahanan api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ketahanan terhadap keruntuhan struktur, penembusan api dan asap serta mampu menahan peningkatan panas ke permukaan sebelah yang dinyatakan dalam satuan waktu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tingkat ketahanan api sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 14 (1) Kompartemenisasi dan pemisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c harus dari konstruksi tahan api dan disesuaikan dengan fungsi ruangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan kompartemenisasi dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
pemisah
Pasal 15 (1) Penutup pada bukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d baik horisontal maupun vertikal harus dari bahan yang tidak mudah terbakar. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penutup pada bukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 16 (1) Alat pemadam api ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a harus selalu dalam keadaan siap pakai dan dilengkapi dengan petunjuk penggunaan, yang memuat urutan singkat dan jelas tentang cara penggunaan, ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau. (2) Penentuan jenis, daya padam dan penempatan alat pemadam api ringan yang disediakan untuk pemadaman, harus disesuaikan dengan klasifikasi bahaya kebakaran. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penentuan jenis, daya padam, jumlah dan penempatan alat pemadam api sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 17 Setiap orang dan/atau badan hukum dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan dan/atau menggunakan alat pemadam api yang berisi bahan yang membahayakan kesehatan, keselamatan jiwa dan lingkungan hidup.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(1) Sistem deteksi dan alarm kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b harus disesuaikan dengan klasifikasi potensi bahaya kebakaran. (2) Sistem deteksi dan alarm kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tata cara pemasangan sistem deteksi dan alarm kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 19 (1) Sistem pipa tegak dan slang kebakaran serta hidran halaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf c terdiri dari pipa tegak, slang kebakaran, hidran halaman, penyediaan air dan pompa kebakaran. (2) Sistem pipa tegak dan slang kebakaran serta hidran halaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada klasifikasi potensi, bahaya kebakaran. (3) Sistem pipa tegak dan slang kebakaran serta hidran halaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. (4) Ruangan pompa harus ditempatkan di lantai dasar atau bismen satu bangunan gedung dengan memperhatikan akses dan ventilasi serta pemeliharaan. (5) Untuk bangunan gedung yang karena ketinggiannya menuntut penempatan pompa kebakaran tambahan pada lantai yang lebih tinggi ruangan pompa dapat ditempatkan pada lantai yang sesuai dengan memperhatikan akses dan ventilasi serta pemeliharaan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tatacara pemasangan sistem pipa tegak dan slang kebakaran, hidran halaman serta ruangan pompa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 20 (1) Sistem springkler otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf d terdiri dari instalasi pemipaan, penyediaan air dan pompa kebakaran. (2) Sistem springkler otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada klasifikasi potensi bahaya kebakaran terberat. (3) Ruangan pompa harus ditempatkan di lantai dasar atau bismen satu bangunan gedung dengan memperhatikan akses dan ventilasi serta pemeliharaan. (4) Sistem springkler otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. (5) Untuk bangunan gedung yang karena ketinggiannya menuntut penempatan pompa kebakaran tambahan pada lantai yang lebih tinggi ruangan pompa dapat ditempatkan pada lantai yang sesuai dengan memperhatikan akses dan ventilasi serta pemeliharaan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tatacara pemasangan sistem springkler otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(1) Sistem pengendali asap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf e harus didasarkan pada klasifikasi potensi bahaya kebakaran. (2) Sistem pengendali asap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tatacara pemasangan sistem pengendali asap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 22 (1) Lif kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf f wajib dipasang pada bangunan gedung menengah, tinggi dan bismen dengan kedalaman lebih dari 10 (sepuluh) meter di bawah permukaan tanah. (2) Lif penumpang dan Lif barang dapat difungsikan sebagai Lif kebakaran. (3) Lif kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tatacara pemasangan Lif kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 23 (1) Pencahayaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf g harus dipasang pada sarana jalan ke luar, tangga kebakaran dan ruang khusus. (2) Pencahayaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tatacara pemasangan pencahayaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 24 (1) Penunjuk arah darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf h harus dipasang pada sarana jalan ke luar dan tangga kebakaran. (2) Penunjuk arah darurat harus mengarah pada pintu tangga keluar.
kebakaran dan pintu
(3) Penunjuk arah darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tatacara pemasangan penunjuk arah darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
14 Pasal 25 (1) Sistem pasokan daya listrik darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (3) huruf i berasal dari sumber daya utama dan darurat.
11
(2) Sistem pasokan daya listrik darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. mampu mengoperasikan sistem pencahayaan darurat; b. mampu memasok daya untuk sistem penunjuk arah darurat; c. mampu mengoperasikan sarana proteksi aktif; dan d. sumber daya listrik darurat mampu bekerja secara otomatis tanpa terputus. (3) Sistem pasokan daya listrik darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. (4) Kabel listrik untuk Sistem pasokan daya listrik darurat ke sarana proteksi aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus menggunakan kabel tahan api, tahan air dan benturan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tatacara pemasangan Sistem pasokan daya listrik darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 26 (1) Bangunan gedung dengan potensi bahaya kebakaran sedang dan berat harus dilengkapi dengan pusat pengendali kebakaran. (2) Beberapa bangunan gedung yang karena luas dan jumlah massa bangunannya menuntut dilengkapi pusat pengendali kebakaran utama harus ditempatkan pada bangunan dengan potensi bahaya kebakaran terberat. (3) Pusat pengendali kebakaran dan pusat pengendali kebakaran utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mempunyai ketahanan api dan ditempatkan pada lantai dasar. (4) Pusat pengendali kebakaran dan pusat pengendali kebakaran utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis pusat pengendali kebakaran dan pusat pengendali kebakaran utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 27 (1) Setiap ruangan atau bagian bangunan gedung yang berisi barang dan peralatan khusus harus dilindungi dengan instalasi pemadam khusus. (2) Instalasi pemadam khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. sistem pemadaman menyeluruh {total flooding);dan b. sistem pemadaman setempat (local application). (3) Instalasi pemadam khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tata cara pemasangan instalasi pemadam khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur. Paragraf 5 Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung Pasal 28 (1) Pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang mengelola bangunan gedung yang mempunyai potensi bahaya kebakaran ringan dan sedang I dengan jumlah penghuni paling sedikit 500 (lima ratus) orang wajib membentuk Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung. (2) Manajemen keselamatan kebakaran gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala dan wakil kepala manajemen keselamatan kebakaran gedung. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas dan fungsi manajemen penanggulangan kebakaran gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Paragraf 6 Manajemen Keselamatan Kebakaran Lingkungan Pasal 29 (1) Badan pengelola yang mengelola beberapa bangunan dalam satu Lingkungan yang mempunyai potensi bahaya kebakaran sedang II, sedang III dan berat dengan jumlah penghuni paling sedikit 50 (lima puluh) orang wajib membentuk Manajemen Keselamatan Kebakaran Lingkungan. (2) Manajemen keselamatan kebakaran Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala dan wakil kepala manajemen keselamatan kebakaran Lingkungan. (3) Badan pengelola Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan prasarana dan sarana penanggulangan kebakaran sesuai dengan potensi bahaya kebakaran. (4) Prasarana dan sarana penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi antara lain: a. sistem pemadaman; b. akses pemadaman; c. sistem komunikasi; d. sumber daya listrik darurat; e. jalan ke luar; f. proteksi terhadap api, asap, racun, korosif dan ledakan;dan g. pos pemadam dan mobil pemadam. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas dan fungsi manajemen penanggulangan kebakaran Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Bagian Kedua Bangunan Perumahan Pasal 30 (1) Bangunan perumahan yang berada di lingkungan permukiman yang tertata harus dilengkapi dengan prasarana dan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran. (2) Kelengkapan prasarana dan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab pengembang atau Pemerintah atau Pemerintah Daerah. (3) Bangunan perumahan yang berada di lingkungan permukiman yang tidak tertata dan padat hunian harus dilengkapi prasarana dan sarana serta kesiapan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran. (4) Kelengkapan prasarana dan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan prasarana dan sarana serta kesiapan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga Kendaraan Bermotor Pasal 31 Setiap pemilik dan/atau pengelola kendaraan umum dan kendaraan khusus wajib menyediakan alat pemadam api ringan sesuai dengan potensi bahaya kebakaran.
Bagian Keempat Bahan Berbahaya Pasal 32 (1) Setiap orang atau badan usaha yang menyimpan dan/atau memproduksi Bahan Berbahaya wajib : a. menyediakan alat isolasi tumpahan; b. menyediakan sarana penyelamatan jiwa, proteksi pasif, proteksi aktif, manajemen keselamatan kebakaran gedung; c. menginformasikan daftar bahan berbahaya yang disimpan dan/atau diproduksi; dan d. memasang plakat dan/atau label penanggulangan dan penanganan bencana bahan berbahaya.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) S e t i a p pemilik dan/atau p e n g e l o l a k e n d a r a a n k h u s u s y a n g Berbahaya wajib :
mengangkut Bahan
a. menyediakan alat pemadam api ringan dan alat perlindungan awak kendaraan sesuai dengan potensi bahaya kebakaran; b. memasang plakat penanggulangan dan penanganan bencana Bahan Berbahaya ; dan c. menginformasikan jalan yang akan dilalui kepada Dinas. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyimpanan da"n pengangkutan Bahan Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB IV PENANGGULANGAN KEBAKARAN Bagian Kesatu Kesiapan Penanggulangan Pasal 33 (1) Dalam upaya menanggulangi kebakaran dan bencana lainnya di kecamatan dibentuk kantor sektor pemadam kebakaran dan di kelurahan dibentuk pos pemadam kebakaran. (2) Pada setiap kantor sektor dan pos sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilengkapi dengan prasarana dan sarana penanggulangan kebakaran dan bencana lain. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 34 Pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung, pemilik dan/atau pengelola kendaraan bermotor khusus dan orang atau badan usaha yang menyimpan dan/atau memproduksi bahan berbahaya, wajib melaksanakan kesiapan penanggulangan pemadaman kebakaran yang dikoordinasikan oleh Dinas.
Bagian kedua Pada Saat Terjadi Kebakaran Pasal 35 Dalam hal terjadi kebakaran, pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung, pemilik dan/atau pengelola kendaraan bermotor khusus dan orang atau badan usaha yang menyimpan dan/atau memproduksi bahan berbahaya wajib melakukan: a. tindakan awal penyelamatan jiwa, harta benda, pemadaman kebakaran dan pengamanan lokasi; b. menginformasikan kepada Dinas dan instansi terkait.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Sebelum petugas Dinas tiba di tempat terjadinya kebakaran, pengurus rukun tetangga/rukun warga (RT/RW), Barisan Sukarelawan Kebakaran, Lurah/Camat dan instansi terkait segera melakukan tindakan penanggulangan dan pengamanan sesuai tugas dan fungsinya. Pasal 37 (1) Pada waktu terjadi kebakaran siapapun yang berada di daerah kebakaran harus mentaati petunjuk dan/atau perintah yang diberikan oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36. (2) Hal-hal yang terjadi di daerah kebakaran yang disebabkan karena tidak dipatuhinya petunjuk dan/atau perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari yang bersangkutan.
Pasal 38 (1) Dalam mencegah menjalarnya kebakaran, pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung/pekarangan harus memberikan izin kepada petugas pemadam kebakaran untuk: a. memasuki bangunan gedung/pekarangan; b. membantu memindahkan barang/bahan yang mudah terbakar; c. memanfaatkan air dari kolam renang dan hidran halaman yang berada dalam daerah kebakaran; d. merusak/merobohkan sebagian atau seluruh bangunan gedung; dan e. melakukan tindakan penyelamatan.
lain yang diperlukan dalam
operasi
pemadaman dan
(2) Perusakan/perobohan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan berdasarkan situasi dan kondisi di lapangan.
Pasal 39 (1) Penanggulangan kebakaran yang terjadi di perbatasan wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan Kota/Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota/Kabupaten Tangerang, Kota/Kabupaten Bekasi dan di Kawasan Khusus ditanggulangi bersama oleh Kepala Daerah dan Pengelola Kawasan Khusus. (2) Pelaksanaan penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kerjasama antar Kepala Daerah/pengelola kawasan khusus dan ditetapkan dengan keputusan bersama Kepala Daerah.
Pasal 40 Selain penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), Gubernur dalam hal ini Dinas dapat membantu penyelamatan korban bencana yang terjadi di luar wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Bagian Ketiga Pemeriksaan Sebab Kebakaran Pasal 41 (1) Dinas melakukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kebakaran. (2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan pihak Kepolisian. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB V BENCANA LAIN Pasal 42 (1) Dalam hal terjadi bencana lain, Dinas melakukan tindakan penyelamatan jiwa dan harta benda. (2) Dalam melakukan tindakan penyelamatan jiwa dan harta benda dari bencana, pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung/pekarangan harus memberikan izin kepada petugas pemadam kebakaran untuk: a. memasuki dan/atau mengosongkan lokasi bangunan gedung/pekarangan/jalan raya; b. membantu memindahkan barang dan/atau bahan berbahaya; c. merusak/memotong alat transportasi; dan d. melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam operasi penyelamatan. (3) Dalam melakukan tindakan penyelamatan jiwa dan harta benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinas dapat berkoordinasi dengan Instansi terkait.
BAB VI PENGUJIAN Pasal 43 (1) Setiap orang dan/atau Badan Hukum yang memproduksi atau mengimpor bahan/komponen proteksi pasif dan aktif, dan peralatan penanggulangan kebakaran wajib memperoleh sertifikat uji mutu komponen dan bahan dari Dinas. (2) Sertifikat uji mutu komponen dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku selama 3 (tiga) tahun. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tatacara memperoleh sertifikat uji mutu komponen dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB VII PENGENDALIAN KESELAMATAN KEBAKARAN Bagian Kesatu Bangunan Gedung Baru Pasal 44 Gubernur dalam hal ini Dinas bersama Instansi terkait memberikan masukan pada tahap perencanaan dan melakukan pemeriksaan pada tahap perancangan, pelaksanaan, dan penggunaan bangunan gedung baru.
Pasal 45 Pada tahap perencanaan pembangunan gedung baru sebagaimana dimaksud Pasal 44 Dinas memberikan masukan teknis kepada perangkat daerah yang pokok dan fungsinya bertanggung jawab dalam bidang ketatakotaan mengenai mobil pemadam, sumber air untuk pemadaman, pos pemadam kebakaran dijadikan acuan pemberian perizinan blok plan.
dalam tugas akses untuk
Pasal 46 Pada tahap perancangan pembangunan gedung baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Dinas memberikan masukan kepada perangkat daerah yang tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab dalam bidang penataan dan pengawasan bangunan melalui keanggotaannya pada Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) yang meliputi hal-hal sebagai berikut: a. sarana penyelamatan; b. akses pemadam; c. konsep proteksi pasif dan aktif; d. konsep manajemen penyelamatan.
Pasal 47 (1) Pada tahap pelaksanaan pembangunan gedung baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Dinas melaksanakan pengawasan berkala sesuai tugas pokok dan fungsi dan/atau pengawasan bersama perangkat daerah yang tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab dalam bidang penataan dan pengawasan bangunan dan/atau Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) untuk memeriksa kesesuaian antara gambargambar instalasi bangunan yang merupakan lampiran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan pelaksanaan di lapangan. (2) Apabila ada ketidaksesuaian antara gambar-gambar instalasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) d e n g a i pelaksanaan pembangunan di lapangan, Dinas memberikan peringatan kepada pemilik bangunan dan/atau pemborong untuk menyesuaikan dengan IMB.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(1) Pada saat bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 akan digunakan, dilakukan pemeriksaan terhadap kinerja sistem proteksi kebakaran terpasang, akses pemadam kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa. (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi persyaratan, Dinas memberikan persetujuan berupa surat persetujuan sebagai dasar untuk penerbitan Sertifikat Laik Fungsi.
Bagian Kedua Bangunan Gedung Eksisting Pasal 49 (1) Untuk mengetahui kondisi keselamatan kebakaran pada bangunan gedung eksisting berfungsi dengan baik, harus dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung dengan menunjuk pengkaji teknis. (2) Hasil pemeriksaan berkala yang dilakukan oleh pengkaji teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung kepada Dinas setiap tahun. (3) Apabila dipandang perlu, berdasarkan laporan pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dinas dapat melakukan pemeriksaan ke lapangan. (4) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Dinas dapat melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu dengan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan.
Pasal 50 (1) Apabila berdasarkan pemeriksaan ke lapangan, kinerja sistem proteksi kebakaran terpasang, akses pemadam kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Dinas memberikan Sertifikat Keselamatan Kebakaran. (2) Sertifikat Keselamatan Kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan salah satu persyaratan dalam perpanjangan Sertifikat Laik Fungsi. (3) Apabila berdasarkan pemeriksaan ke lapangan, kinerja sistem proteksi kebakaran terpasang, akses pemadam kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Dinas memberikan peringatan tertulis dengan memasang papan peringatan yang bertuliskan "BANGUNAN INI TIDAK MEMENUHI KESELAMATAN KEBAKARAN". (4) Bangunan gedung yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selain dipasang papan peringatan juga diumumkan kepada masyarakat melalui media cetak dan/atau elektronika.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Apabila sewaktu-waktu berdasarkan laporan atau temuan pada bangunan gedung atau bagian bangunan gedung tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) dan ayat (4), kinerja sistem proteksi kebakaran terpasang, akses pemadam kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa tidak memenuhi persyaratan, Dinas melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) dan ayat (4).
Pasal 52 (1) Pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung yang akan mengubah fungsi bangunan gedung atau bagian bangunan gedung tertentu sehingga menimbulkan potensi bahaya kebakaran lebih tinggi wajib melaporkan kepada perangkat daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. (2) Bangunan gedung atau bagian bangunan gedung tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan proteksi kebakaran, akses pemadam kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa sesuai dengan potensi bahaya kebakaran. (3) Dalam hal bangunan gedung atau bagian bangunan gedung tertentu sudah dilengkapi dengan proteksi kebakaran, akses pemadam kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Dinas memberikan persetujuan berupa rekomendasi atas perubahan fungsi.
Bagian Ketiga Jasa di Bidang Keselamatan Kebakaran Pasal 53 (1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang bergerak di bidang perencanaan, pengawasan, pengkaji teknis, pemeliharaan/perawatan di bidang keselamatan kebakaran wajib mendapat sertifikat keahlian keselamatan kebakaran dari Asosiasi Profesi yang terakreditasi dan harus terdaftar pada Dinas. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara mendapatkan sertifikat keahlian keselamatan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 54 (1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, memasang, mendistribusikan, memperdagangkan atau mengedarkan segala jenis alat pencegah dan pemadam kebakaran, wajib mendapat rekomendasi dari Dinas. (2)Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 55 (1) Masyarakat harus berperan aktif dalam : a. melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran dini di lingkungannya; b. membantu melakukan pengawasan, menjaga dan memelihara prasarana dan sarana pemadam kebakaran di lingkungannya; c. melaporkan terjadinya kebakaran; dan d. melaporkan kegiatan yang menimbulkan ancaman kebakaran. (2) Untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di tingkat RW dan Kelurahan dapat dibentuk Sistem Keselamatan Kebakaran Lingkungan (SKKL); (3) SKKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari Balakar, prasarana dan sarana serta Prosedur Tetap; (4) Di Provinsi, Kota/Kabupaten Administrasi dan Kecamatan dapat dibentuk Forum Komunikasi Kebakaran; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pembentukan SKKL, Forum Komunikasi Kebakaran dan Balakar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) di atur dengan Peraturan Gubernur.
BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 56 Gubernur dalam hal ini Kepala Dinas melakukan pembinaan kepada pemilik, pengguna, badan pengelola bangunan gedung; pemilik, pengguna dan pengelola kendaraan bermotor khusus; penyimpan bahan berbahaya; pengkaji teknis dihidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran, kontraktor instalasi proteksi kebakaran, balakar, MKKG, forum komunikasi kebakaran dan masyarakat dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Pasal 57 (1) Gubernur dalam hal ini Kepala Dinas melakukan pengawasan terhadap sarana proteksi kebakaran, akses pemadam kebakaran pada bangunan gedung, sarana penyelamatan jiwa pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan penggunaan bangunan gedung dan unit Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG). (2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Dinas berkoordinasi dengan Instansi terkait di tingkat pusat dan perangkat daerah lainnya.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB X RETRIBUSI Pasal 58 (1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang mendapatkan pelayanan dan memanfaatkan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dikelola oleh Dinas dikenakan retribusi yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Pelayanan dan pemanfaatan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penelitian gambar rencana dan/atau pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan instalasi proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa pada pelaksanaan pembangunan gedung dalam rangka penggunaan gedung; b. pengujian peralatan proktesi pasif dan aktif; c. pengujian peralatan penanggulangan kebakaran dan bencana lain; d. pemakaian mobil pompa; e. pemakaian mobil tangga dan motor pompa; f. pemakaian gedung dan peralatan pada pusat pelatihan keterampilan tenaga kebakaran; dan g. Pemakaian korps musik.
BAB XI SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 59 Setiap orang dan/atau badan hukum sebagai pemilik, pengelola atau penanggung jawab bangunan gedung yang melakukan pelanggaran atas kewajiban yang harus dipenuhi terhadap sarana penyelamatan jiwa, akses pemadam kebakaran, dan proteksi kebakaran atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa : a. peringatan tertulis; b. menunda atau tidak mengeluarkan persetujuan atau rekomendasi; dan c. memerintahkan menutup atau melarang penggunaan bangunan gedung seluruhnya atau sebagian.
BAB XII PENYIDIKAN Pasal 60 (1) Selain pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Pejabat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang :
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
a. menerima, laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang pemeriksaan perkara;
ahli
yang
diperlukan
dalam
hubungannya
dengan
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; dan i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Dalam melakukan tugasnya, dan/atau penahanan.
PPNS tidak berwenang melakukan penangkapan,
(4) PPNS membuat berita acara setiap tindakan tentang : a. pemeriksaan tersangka; b. pemasukan rumah; c. penyitaan barang; d. pemeriksaan surat; e. pemeriksaan saksi; f. pemeriksaan di tempat kejadian ; dan mengirimkan berkasnya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 61 (1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 3 1 , Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 34, Pasal 35, Pasal 43 ayat (1), Pasal 53 ayat (1), Pasal 54 ayat (1) diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). (2) Setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diancam dengan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap pelanggaran dimaksud dapat dibebankan biaya paksaan penegakan hukum seluruhnya atau sebagian. (4) Besarnya biaya paksaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan keputusan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
pada ayat (3)
BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 62 Semua kebijakan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus ditetapkannya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
Ibukota berlaku
Jakarta sebelum sepanjang tidak
BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 63 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku maka Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran Dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 64 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta padatanggai 2 1 O k t o b e r
2008
GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
FAUZI BOWO Diundangkan di Jakarta padatanggal 23 O k t o b e r
2008
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
M U H AYAT NIP 050012362 LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2 0 0 8
NOMOR
8 .
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I.
UMUM Pertumbuhan kota Jakarta yang cukup pesat, yang ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan padatnya wilayah permukiman, hunian, selain menimbulkan dampak positif juga di sisi lain dapat menimbulkan dampak negatif yang dapat menimbulkan kerugian jiwa dan harta benda sebagai akibat bahaya kebakaran. Penyebab timbulnya bahaya kebakaran dimaksud, dilatarbelakangi oleh kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sehingga mempengaruhi pola tingkah laku masyarakat yang hidup di perkotaan, terutama bagi mereka yang kurang paham atau kurang peduli terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan dikarenakan ketidaktahuan atau ketidakpedulian yang bersangkutan, sehingga suatu perbuatan yang seharusnya dalam pelaksanaannya harus memerlukan prosedur keselamatan yang standar tapi diabaikan yang berakibat timbulnya bahaya kebakaran yang tidak dapat dihindarkan. Di samping itu melalui penyempurnaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, diharapkan peran dari petugas Dinas Pemadam Kebakaran dapat lebih dioptimalkan terutama dalam rangka penanggulangan bencana lain di luar bahaya kebakaran. Hal lain yang perlu dimasukkan kedalam penyempurnaan Peraturan Daerah ini adalah meningkatkan peran serta masyarakat untuk ikut berpartisipasi bersama-sama petugas Dinas Pemadam Kebakaran dalam penanggulangan bahaya kebakaran yang terjadi di wilayahnya karena tanpa peran serta masyarakat tersebut sulit bagi petugas Dinas Pemadam Kebakaran dapat secara optimal melaksanakan tugasnya untuk memadamkan api, mengingat sumber daya manusianya yang terbatas. Diharapkan dengan ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran nantinya dapat memperlihatkan peran yang lebih besar dari petugas Dinas Pemadam Kebakaran dalam melaksanakan tugasnya dalam kegiatan pencegahan, penanggulangan bahaya kebakaran dan penanganan bencana lain, pengendalian keselamatan dan lain sebagainya .
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pasal 3 ayat(1) Cukup jelas. ayat(2) huruf a Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran ringan antara lain : tempat ibadah, perkantoran, pendidikan, ruang makan, ruang rawat inap, penginapan, hotel, museum, penjara, perumahan. huruf b Cukup jelas, huruf c Cukup jelas. ayat(3) huruf a Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang I antara lain tempat penjualan dan penampungan susu, restoran, pabrik gelas/kaca, pabrik asbestos, pabrik balok beton, pabrik es, pabrik kaca/cermin, pabrik garam, restoran/kafe, penyepuhan, pabrik pengalengan ikan, daging, buah-buahan dan tempat pembuatan perhiasan. huruf b Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang II antara lain : penggilingan produk biji-bijian, pabrik roti/kue, pabrik minuman, pabrik permen, pabrik destilasi/penyulingan minyak atsiri, pabrik makanan ternak, pabrik pengolahan bahan kulit, pabrik mesin, pabrik baterai, pabrik bir, pabrik susu kental manis, konveksi, pabrik bohlam dan neon, pabrik film/fotografi, pabrik kertas ampelas, laundry dan dry cleaning, penggilingan dan pemanggangan kopi, tempat parkir mobil dan motor, bengkel mobil, pabrik mobil dan motor, pabrik teh, toko bir/anggur dan spiritus, perdagangan retail, pelabuhan, kantor pos, tempat penerbitan dan percetakan, pabrik ban, pabrik rokok, pabrik perakitan kayu, teater dan auditorium, tempat hiburan /diskotik, karaoke, sauna, klab malam. huruf c Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang III antara lain : pabrik yang membuat barang dari karet, pabrik yang membuat barang dari plastik, pabrik karung, pabrik pesawat terbang, pabrik peleburan metal, pabrik sabun, pabrik gula, pabrik lilin, pabrik pakaian, toko dengan pramuniaga lebih dari 50 orang, pabrik tepung terigu, pabrik kertas, pabrik semir sepatu, pabrik sepatu, pabrik karpet, pabrik minyak ikan, pabrik dan perakitan elektronik, pabrik kayu lapis dan papan partikel, tempat penggergajian kayu.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
ayat(4) huruf a Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat I antara lain : bangunan bawah tanah/ bismen, subway, hanggar pesawat terbang, pabrik korek api gas, pabrik pengelasan, pabrik foam plastik, pabrik foam karet, pabrik resin dan terpentin, kilang minyak, pabrik wool kayu, tempat yang menggunakan fluida hidrolik yang mudah terbakar, pabrik pengecoran logam, pabrik yang menggunakan bahan baku yang mempunyai titik nyala 37,9°C (100°F), pabrik tekstil, pabrik benang, pabrik yang menggunakan bahan pelapis dengan foam plastik (upholstering with plastic foams). huruf b Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat II antara lain : pabrik selulosa nitrat, pabrik yang menggunakan dan/atau menyimpan bahan berbahaya. ayat(5) Cukup jelas. Pasal 4 •
Yang dimaksud dengan lingkungan permukiman yang tertata seperti real estate, komplek perumahan.
•
Yang dimaksud dengan lingkungan permukiman yang tidak tertata seperti perkampungan padat hunian yang tidak ada akses mobil pemadam kebakaran.
Pasal 5 ayat(1) huruf a Yang dimaksud dengan kendaraan umum seperti Bus. huruf b Yang dimaksud dengan kendaraan khusus adalah kendaraan yang khusus mengangkut bahan berbahaya. ayat(2) Cukup jelas, ayat(3) Cukup jelas. Pasal 6 ayat(1) Yang dimaksud dengan bahan berbahaya antara lain : bahan padat mudah menyala secara spontan, selulosa, bensin, gas LPG, korek api, bahan peledak, asphalt/residu, kembang api, bahan cair mudah terbakar.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
ayat(2) Cukup jelas. ayat(3) Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 ayat(1) Kewajiban menyediakan sarana penyelamatan jiwa dimaksud tidak termasuk bangunan perumahan. ayat(2) Cukup jelas. ayat(3) huruf a Cukup jelas, huruf b Cukup jelas, huruf c Cukup jelas, huruf d Cukup jelas, huruf e Cukup jelas, huruf f Cukup jelas, huruf g Yang dimaksud dengan saf pemadam kebakaran adalah sumur vertikal pada bangunan gedung yang berisi tangga kebakaran terlindung, lif kebakaran dan lobi penghambat asap setiap lantai. huruf h Cukup jelas. ayat(4) Cukup jelas. ayat(5) Cukup jelas.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
ayat(6) Cukup jelas. ayat(7) Cukup jelas, ayat(8) Cukup jelas. Pasal 9 yang dimaksud jalan keluar pada bangunan berderet bertingkat paling tinggi 4 (empat) lantai adalah jalan yang ditempatkan pada bagian atap atau belakang bangunan berderet. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 ayat(1) huruf a Yang dimaksud dengan proteksi pasif adalah sistim perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanaka'n dengan melakukan pengaturan komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran meliputi antara lain bahan bangunan gedung, konstruksi bangunan gedung, kompartementasi, pintu tahan api, penghenti api (fire stop), pelapis tahan api (fire retardant), dan lain-lain yang berfungsi untuk mencegah dan membatasi penyebaran kebakaran, asap dan keruntuhan sehingga: 1. penghuni bangunan mempunyai cukup waktu untuk melakukan evakuasi secara aman tanpa dihalangi oleh penyebaran api dan asap kebakaran; 2. memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran beroperasi, huruf b Yang dimaksud dengan proteksi aktif adalah sistim perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman, selain itu sistem itu digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran, meliputi sistem pipa tegak dan selang, sprinkler otomatis, pencahayaan darurat, sarana komunikasi darurat, lift kebakaran, sistem deteksi dan alarm kebakaran, alat pengendali asap, ventilasi, pintu tahan api otomatik dan pusat pengendali kebakaran ayat(2)
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
ayat(3) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 ayat(1) huruf a yang dimaksud tipe A adalah konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang mampu mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang bersebelahan sekurang-kurangnya 3 (tiga) jam. huruf b Yang dimaksud tipe B adalah konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar bangunan sekurang-kurangnya 2 (dua) jam. huruf c Yang dimaksud dengan tipe C adalah konstruksi yang komponen struktur bangunannya dari bahan yang tahan api sekurang-kurangnya V* (setengah) jam serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran. ayat(2) Cukup jelas, ayat(3) Cukup jelas. Pasal 14 Kompartemenisasi adalah usaha untuk mencegah penjalaran api dengan membuat pembatas dinding, lantai, kolom, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan potensi bahaya kebakaran yang dilindungi. Pasal 15 ayat(1) Yang dimaksud dengan penutup pada bukaan yaitu bahan tahan api digunakan untuk penutup bukaan seperti jendela, lift, saf pipa, saf kabel dan lain-lain ayat(2)
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 ayat(1) yang dimaksud dengan ruangan atau bagian bangunan yang berisi barang dan peralatan khusus antara lain : ruang arsip, ruang komputer, instalasi listrik, panel listrik, ruang generator, gas turbin, instalasi pembangkit tenaga listrik, ruang khasanah dan bahan kimia. ayat(2) a.
Yang dimaksud dengan sistem pemadaman menyeluruh {total flooding) adalah sistem pemadaman yang dirancang untuk melepaskan bahan pemadam gas ke ruang tertutup sehingga mampu menghasilkan konsentrasi cukup untuk memadamkan api seluruh volume ruang.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b.
Yang dimaksud dengan sistem pemadaman setempat (local application) adalah sistem pemadaman yang dirancang untuk melepaskan bahan pemadam gas langsung terhadap kebakaran yang terjadi di suatu area tertentu yang tidak memiliki penutup ruang atau hanya sebagian tertutup, dan tidak perlu menghasilkan konsentrasi pemadam untuk seluruh volume ruang yang terbakar.
ayat(3) Cukup jelas, ayat(4) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 ayat(1) Cukup jelas, ayat(2) Cukup j e l a s . ayat(3) prasarana dan sarana penanggulangan kebakaran antara lain : hidran halaman, tandon air, pos pemadam kebakaran, mobil pemadam kebakaran, sistem deteksi dini yang dihubungkan dengan Dinas Pemadam Kebakaran. ayat(4) Cukup jelas, ayat(5) Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 ayat(1) huruf a Yang dimaksud dengan alat isolasi tumpahan adalah alat pengisolasi tumpahan bahan apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan tumpahnya bahan-bahan berbahaya. huruf b Cukup jelas, huruf c Cukup jelas.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
huruf d Cukup jelas. ayat(2) Cukup jelas. ayat(3) Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Yang dimaksud dengan daerah kebakaran adalah daerah yang terancam bahaya kebakaran yang mempunyai jarak 50 (lima puluh) meter dari titik api kebakaran terakhir. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 ayat (1) Yang dimaksud dengan kawasan khusus adalah kawasan industri, kawasan berikat, kawasan sentra ekonomi, kawasan otorita, kawasan sentra bisnis distrik. ayat(2) Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 ayat(1) Cukup Jelas. ayat(2) huruf a Cukup Jelas.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
huruf b yang dimaksud dengan bahan berbahaya adalah bahan berbahaya mudah terbakar. huruf c Cukup Jelas. huruf d Cukup Jelas. ayat(3) Cukup Jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 1. Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggararan bagunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan keanggotaannya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut. 2. Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) memberikan pertimbangan teknis dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan untuk kepentingan umum dan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. 3. Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) ditetapkan oleh Gubernur yang terdiri d a r i : a. Bidang arsitektur bangunan gedung dan perkotaan b. Bidang struktur dan konstruksi c. Bidang instalasi dan perlengkapan bangunan gedung Pasal 47 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 48 Ayat(1).
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Ayat (2) Yang dimaksud dengan Sertifikat Laik Fungsi adalah sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung baik secara administratif maupun secara teknis, sebelum pemanfaatannya. Pasal 49 Ayat(1) b
•
Yang dimaksud dengan bangunan gedung eksisting gedung yang telah dimanfaatkan.
adalah
bangunan
Yang dimaksud dengan pengkaji teknis adalah orang perorangan, atau badan hukum yang mempunyai sertifikat keahlian untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 50 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan Sertifikat Keselamatan Kebakaran adalah Sertifikat yang diterbitkan oleh Dinas yang diberikan kepada pemilik, pengguna dan/atau badan pengelola bangunan gedung yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan keselamatan kebakaran berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 ayat(1) Cukup jelas, ayat(2) Yang dimaksud dengan Sistem Keselamatan Kebakaran Lingkungan (SKKL) adalah suatu sistem pengelolaan sumber daya lingkungan dalam rangka mewujudkan keselamatan dan keamanan lingkungan dari bahaya kebakaran. ayat(3) Yang dimaksud dengan Barisan Sukarelawan Kebakaran (Balakar) adalah anggota masyarakat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang telah diberikan keterampilan khusus tentang pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang dengan sukarela membantu melaksanakan tugas pemadaman kebakaran. ayat(4) Yang dimaksud dengan Forum Komunikasi Kebakaran adalah wadah bagi anggota masyarakat yang terdiri dari orang-perorang, tokoh masyarakat, akademisi, praktisi, pemerhati dan pengusaha, yang peduli untuk melakukan upaya-upaya terhadap masalah pencegahan dan penanggulangan kebakaran. ayat(5) Cukup jelas, ayat(6) Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang
:
a. bahwa dengan Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1999 telah ditetapkan pengaturan tentang Retribusi Daerah; b. bahwa dalam rangka mendukung perkembangan Otonomi Daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah dan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, maka Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu disempurnakan kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta pengawasan dan pengendalian perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah.
Mengingat
1. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie Stbl. 1926 Nomor 226); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); 5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); 6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214); Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3299); 9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317); 10. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3318); 11. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 12. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 13. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47/1992, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3479); 14. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 15. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3481); 16. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493); 17. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian di Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502); 18. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 1995, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611); 19. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1996, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647 ); 20. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 246 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048^ Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
21 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1997 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699). 22. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3814); 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 24. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833); 25. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 26. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3878); 27. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152); 28. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Bangun Bangunan (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 29. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 30. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 31. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2003 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 32. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 33. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 34. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati,2004); FISIP UI, 2012 Negara Republik Indonesia Nomor 118 Tahun
35. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 36. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib Pembebasan Untuk Ditera dan atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3283); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3350); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3372); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Unsur Pemerintahan Dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tk. I dan Daerah Tk. II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3410); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 42. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527); 43. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528); 44. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 45. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah oleh Bukan Pemilik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3576); 46. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3795); Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
47. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 187. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3907); 48 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3928); 49. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 50. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 51. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4001); 52. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 53. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227); 54. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1988 tentang Usaha atau Kegiatan Yang Tidak Dikenakan Wajib Daftar Perusahaan; 55. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol; 56. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1978 tentang Pengaturan Tempat dan Usaha Serta pembinaan Pedagang Kali Lima dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1979 Nomor 15); 57. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1986 Nomor 91); 58. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 12 Tahun 1986 tentang Penomoran Bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1987 Nomor 31); 59. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1988 Nomor 31);
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
60. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1989 Nomor 72); 61. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 1989 tentang Pengawasan Pemotongan ternak, Perdagangan ternak dan Daging di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1990 Nomor 2); 62. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1990 tentang Usaha Persusuan di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1991 Nomor 2); 63. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 1991 tentang Rumah Susun di Daerah Khusus ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1992 Nomor 19); 64. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus ibukota Jakarta Tahun 1992 Nomor 23); 65. Peraturan Daerah Daerah Khusus ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 1992 tentang Pemakaman Umum dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1992 Nomor 43); 66. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1992 Nomor 22); 67. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1992 tentang Penampungan dan Pemotongan Unggas serta Peredaran Daging Unggas di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1992 Nomor 75); 68. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies Serta Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1996 Nomor 47); 69. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 13 Tahun 1997 tentang Usaha Perikanan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2000 Nomor 12); 70. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfataan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1998 Nomor 30);
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
71. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 22); 72. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23); 73. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 25); 74. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 26); 75. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sektretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66); 76. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 92); 77. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2002 Nomor 76); 78. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pertambangan Umum, Minyak dan Gas Bumi serta Ketenagalistrikan (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2003 Nomor 83); 79. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau serta Penyeberangan di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2003 Nomor 87); 80. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 50); 81. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2004 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Komoditas Hasil Pertanian di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 62); Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
82. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 65); 83. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 2004 tentang Peredaran Hasil Hutan dan Usaha industri Primer Hasil Hutan Kayu (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 66); 84. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 72; 85. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2005 Nomor 4).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI DAERAH BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 6. Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah adalah Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
7. Badan adalah suatu bentuk Badan usaha yang meliputi Perseroan Komaditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama atau bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk Badan usaha lainnya. 8. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. 9. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian Izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. 10. Golongan retribusi adalah pengelompokan retribusi yang meliputi retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. 11. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. 12. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa usaha yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 13. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian Izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan sumber daya alam, barang, parasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 14. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tertentu. 15. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya. 16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya retribusi yang terutang. 17. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRD Tambahan adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang ditetapkan. 18. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Jabatan yang selanjutnya disingkat SKRD Jabatan adalah surat ketetapan retribusi daerah yang ditetapkan karena jabatan sebagai akibat tidak menyampaikan permohonan. 19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adaiah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Pengelolaan retribusi -..., 9 -Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
20. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 21. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi berdasarkan peraturan perundangundangan retribusi daerah. 22. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan itu membuat terang tindak pidana dihidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II GOLONGAN DAN JENIS RETRIBUSI Pasal 2 (1) Golongan dan Jenis Retribusi adalah sebagai berikut: a. Retribusi Jasa Umum terdiri dari: 1. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Pelayanan Kependudukan datt Catatan Sipil; 2. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Pelayanan Perindustrian dan Perdagangan; 4. Retribusi Pelayanan Tera, Tera Ulang dan Kalibrasi; 5. Retribusi Pengujian Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT); 6. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan; 7. Retribusi Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan; 8. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; 9. Retribusi Pemanfaatan Air Bersih; 10. Retribusi Pemanfaatan Ketenagalistrikan; 11. Retribusi Pelayanan Kesehatan; 12. Retribusi Pelayanan Kebersihan; 13. Retribusi Pemakaian Tempat Pemakaman; 14. Retribusi Pelayanan Pemberian Plat Nomor Bangunan; 15. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; 16. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; 17. Retribusi Jasa Pertanahan, Pemetaan dan Pengukuran; 18. Retribusi Pemeliharaan Data; 19. Retribusi Jasa Peraturan Perusahaan; 20. Retribusi Jasa Rekomendasi;
21. Retribusi Jasa Pendaftaran Perjanjian Kerjasama.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b. Retribusi Jasa Usaha terdiri dari: 1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; 2. Retribusi Rumah Potong Hewan; 3. Retribusi Tempat Pelelangan; 4. Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah; 5. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Vilia; 6. Retribusi Tempat Pendaratan Kapal; 7. Retribusi Tempat Rekreasi; 8. Retribusi Penyedotan Kakus; 9. Retribusi Jasa Terminal; 10. Retribusi Jasa Perhubungan Penyeberangan;
Udara,
Angkutan
Jalan
Rel dan
11. Retribusi Tempat Khusus Parkir. c. Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari: 1.
Retribusi Izin Undang-Undang Gangguan;
2.
Retribusi Perizinan di bidang Perindustrian dan Perdagangan;
3.
Retribusi Perizinan di bidang Peternakan;
4.
Retribusi Perizinan di bidang Perikanan;
5.
Retribusi Perizinan di bidang Pertanian dan Kehutanan;
6.
Retribusi Izin Ketenagalistrikan;
7.
Retribusi Izin Penggalian/Pengurugan Tanah;
8.
Retribusi Izin Pertambangan Umum;
9.
Retribusi Izin Minyak dan Gas Bumi;
10.
Retribusi Izin Pemboran dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah;
11.
Retribusi Izin Operasional Fasilitas Olahraga;
12.
Retribusi Izin Pemakaian Pesawat;
13.
Retribusi Izin Pemakaian Instalasi;
14.
Retribusi Izin Pemakaian Mesin;
15.
Retribusi Izin Pemakaian Peralatan Bejana Tekan;
16.
Retribusi Izin Pemakaian Bahan Kimia Berbahaya;
17.
Retribusi Izin Lembaga Penempatan Tenaga Kerja dan Lembaga Bursa Kerja Khusus;
18.
Retribusi Izin Operasional Penyedia dan Penyalur Pramuwisma;
19.
Retribusi Izin Tempat Penampungan Tenaga Kerja;
20.
Retribusi Izin Mempekerjakan Pekerja Perempuan Malam Hari;
21.
Retribusi Izin Pelayanan Pemakaman;
22.
Retribusi Izin Sarana/fasillitas Kesehatan;
23.
Retribusi Ketetapan Rencana Kota (KRK);
24.
Retribusi Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB); Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
25.
Retribusi Persetujuan Prinsip Penyesuaian Rencana Peruntukan Tanah Rinci; Retribusi Persetujuan Prinsip Penyesuaian Koefisien Lantai Bangunan (KLB);
26. 27.
Retribusi Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT);
28.
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
29.
Retribusi Kelayakan Menggunakan Bangunan;
30.
Retribusi Izin Pelaku Teknis Bangunan;
31.
Retribusi Administrasi Perizinan Bangunan;
32.
Retribusi Pemberian Plat Nomor Bangunan;
33.
Retribusi Izin Trayek;
34.
Retribusi Izin Usaha Angkutan dan Izin Operasi Angkutan;
35.
Retribusi Izin Kepelabuhanan, Kenavigasian dan Perkapalan;
36.
Retribusi Izin Perposan dan Pertelekomunikasian;
37.
Retribusi Izin Perhubungan Laut, Penerbitan Rekomendasi Perhubungan Laut, Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Lingkungan Kepentingan Pelabuhan;
38.
Retribusi Izin Perhubungan Udara, Angkutan Jalan Rel dan Penyeberangan; Retribusi Pelayanan Izin Penyelenggaraan Fasilitas Parkir untuk umum di luar Badan Jalan;
39. 40.
Retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair,
41.
Retribusi Izin Pembuangan Emisi Sumber Tidak Bergerak;
42.
Retribusi Izin Pelengkap;
43.
Retribusi Izin Penebangan Pohon Pelindung.
Penempatan
Jaringan
Utilitas
dan
Bangunan
(2) Golongan dan jenis retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam 4 (empat) bidang terdiri dari: a. Bidang Pemerintahan; b. Bidang Ekonomi; c. Bidang Kesejahteraan Rakyat; d. Bidang Pembangunan. (3) Golongan dan jenis Retribusi Bidang Pemerintahan terdiri dari: a. Retribusi Jasa Umum: 1. Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil; - Retribusi Penggantian Biaya Cetak dan Jasa. 2. Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran; - Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b. Retribusi Jasa Usaha: 1. Pelayanan Pemakaian Fasilitas Bangunan Milik Pemerintah Daerah; - Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 2. Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran; - Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu: Pelayanan Izin Undang-Undang Gangguan; - Retribusi Izin Gangguan. (4)
Golongan dan jenis Retribusi Bidang Ekonomi terdiri dari: a. Retribusi Jasa Umum: 1. Pelayanan Perindustrian dan Perdagangan; - Retribusi Penggantian Biaya Cetak dan Jasa. 2. Pelayanan Peternakan, Perikanan dan Kelautan; - Retribusi Pengujian Kapal Perikanan. 3. Pelayanan Pertanian dan Kehutanan: - Retribusi Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan. 4. Pelayanan Pertambangan dan Energi: a) Retribusi Pengantian Biaya Cetak Peta; b) Retribusi Pemanfaatan Air Bersih; c) Retribusi Pemanfaatan Ketenagalistrikan di Kepulauan Seribu. 5. Pelayanan Perindustrian dan Perdagangan: a) Retribusi Pelayanan Tera, Tera Ulang dan Kalibrasi; b) Retribusi Pengujian Barang dalam Keadaan Tertutup (BDKT). b. Retribusi Jasa Usaha: 1. Pelayanan Perindustrian dan Perdagangan: a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b) Retribusi Pelayanan Tera dan Tera Ulang. 2. Pelayanan Peternakan, Perikanan dan Kelautan: a)
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b) Retribusi Rumah Potong Temak/Unggas; c)
Retribusi Tempat Pelelangan Ikan;
d)
Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah;
e)
Retribusi Tempat Penginapan/PesanggrahanA/illa;
f)
Retribusi Tempat Pendaratan Kapal.
3. Pelayanan Pertanian dan Kehutanan: a)
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b)
Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah;
4. Pelayanan Kepariwisataan: - Retribusi Fasilitas Akomodasi Milik Daerah. - 13Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
5. Pelayanan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah; - Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu: 1. Pelayanan Perindustrian dan Perdagangan: - Retribusi Perizinan di bidang Perindustrian dan Perdagangan. 2. Pelayanan Peternakan, Perikanan dan Kelautan: a) Retribusi Perizinan di bidang Peternakan; b) Retribusi Perizinan di bidang Perikanan. 3. Pelayanan Pertanian dan Kehutanan: - Retribusi Izin Usaha Pertanian dan Kehutanan. 4. Pelayanan Kepariwisataan: - Retribusi Izin Usaha Industri Pariwisata. 5. Pelayanan Pertambangan dan Energi: a) b)
Retribusi Izin Ketenagalistrikan; Retribusi Izin Penggalian/Pengurugan dan Pengangkutan Tanah;
c)
Retribusi Izin Pertambangan Umum;
d)
Retribusi Izin Minyak dan Gas Bumi;
e)
Retribusi Izin Pengeboran dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah.
6. Pelayanan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah: a)
Retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair;
b)
Retribusi Izin Pembuangan Emisi Sumber Tidak Bergerak.
(5) Golongan dan jenis Retribusi Bidang Kesejahteraan Rakyat terdiri dari: a. Retribusi Jasa Umum: 1. Pelayanan Kesehatan: - Retribusi Pelayanan Kesehatan. 2. Pelayanan Kebersihan: - Retribusi Kebersihan. 3. Pelayanan Pemakaman: - Retribusi Pemakaian Tempat Pemakaman. 4. Pelayanan Ketenagakerjaan: a) Retribusi Jasa Pengesahan Peraturan Perusahaan; b) Retribusi Jasa Rekomendasi Antar Kerja Antar Daerah (AKAD dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN); c) Retribusi Jasa Legalisasi Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. b. Retribusi Jasa Usaha: 1. Pelayanan Kesehatan: a) Retribusi Pemakaian Mobil Ambulan;
b)Pengelolaan Retribusi Pemakaian Laboratorium. retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2. Pelayanan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman: a) Retribusi Tempat Rekreasi; b) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 3. Pelayanan Planetarium dan Observatorium: - Retribusi Tempat Rekreasi Planetarium dan Observatorium. 4. Pelayanan Keolahragaan: a) Retribusi Pemakaian Tempat Rekreasi dan Olahraga; b) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 5. Pelayanan Ketenagakerjaan: - Retribusi Jasa Pemakaian Pemerintah Daerah.
Fasilitas
Ketenagakerjaan
Milik
6. Pelayanan Taman Margasatwa Ragunan: a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b) Retribusi Tempat Rekreasi. 7. Pelayanan Kebersihan: a) Retribusi Penyedotan Kakus; b) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 6. Pelayanan Pemakaman: - Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 7. Pelayanan Perumahan: - Retribusi Pemakaian Rumah Susun Sederhana Milik Daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu: 1. Pelayanan Kesehatan: - Retribusi Izin Sarana/fasilitas Kesehatan. 2. Pelayanan Keolahragaan: - Retribusi Izin Operasional Fasilitas Olah raga. 3. Pelayanan Ketenagakerjaan: a) Retribusi Izin Pemakaian Pesawat; b) Retribusi Izin Pemakaian Instalasi; c) Retribusi Izin Pemakaian Mesin; d) Retribusi Izin Pemakaian Peralatan Bejana Tekan; e) Retribusi Izin Pemakaian Bahan Kimia Berbahaya; f) Retribusi Izin Lembaga Penempatan Tenaga Kerja dan Lembaga Bursa Kerja Khusus; g) Retribusi Izin Operasional Penyedia dan Penyalur Pramuwisma; h) Retribusi Izin Tempat Penampungan Tenaga Kerja; i) Retribusi Izin Mempekerjakan Pekerja Perempuan Malam Hari. 4. Pelayanan Pemakaman: - Retribusi Izin Pelayanan Pemakaman. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(6) Golongan dan jenis Retribusi Bidang Pembangunan terdiri dari: a. Retribusi Jasa Umum: 1. Pelayanan Tata Kota: a) Retribusi Ketatakotaan; b) Retribusi Pengantian Biaya Cetak Peta. 2. Pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan: - Retribusi Penggantian Percetakan Plat Nomor Bangunan. 3. Pelayanan Perhubungan: a) Retribusi Terminal; b) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor. 4. Pelayanan Perparkiran: - Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. 5. Pelayanan Pertanahan dan Pemetaan: a)
Retribusi Pemeliharaan Data dan Penggantian Biaya Cetak;
b)
Retribusi Jasa Pemetaan, Pengukuran dan Pertanahan;
c)
Retribusi Retribusi Pemetaan.
Pelayanan
Peralatan
Pengukuran
dan
b. Retribusi Jasa Usaha: 1. Pelayanan Perhubungan: a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b) Retribusi Jasa Perhubungan Udara, Angkutan Jalan Rel dan Penyeberangan; c) Retribusi Jasa Kepelabuhanan, Kenavigasian dan Perkapalan. 2. Pelayanan Perparkiran: - Retribusi Tempat Khusus Parkir. 3. Pelayanan Pekerjaan Umum: - Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 4. Pelayanan Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas: - Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 5. Pelayanan Pengelolaan Lingkungan Hidup: - Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 6. Pelayanan Pertamanan: - Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
c. Retribusi Perizinan Tertentu: 1. Pelayanan Tata Kota: a) Retribusi Ketetapan Rencana Kota (KRK); Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b) Retribusi Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB); c) Retribusi Persetujuan Prinsip Penyesuaian Rencana Peruntukan Tanah Rinci; d) Retribusi Persetujuan Bangunan (KLB);
Prinsip
Penyesuaian
Koefisien
Lantai
e) Retribusi Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT). 2. Pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan: a)
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b)
Retribusi Kelayakan Menggunakan Bangunan;
c)
Retribusi Izin Pelaku Teknis Bangunan;
d)
Retribusi Administrasi Perizinan Bangunan;
e)
Retribusi Pemberian Plat Nomor Bangunan.
3. Pelayanan Perhubungan: a) Retribusi Izin Trayek; b) Retribusi Izin Usaha Angkutan dan Izin Operasi Angkutan; c) Retribusi Jasa Perposan dan Pertelekomunikasian; d) Retribusi Perizinan Perhubungan Laut, Penerbitan Rekomendasi Perhubungan Laut dan Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan; e) Retribusi Perizinan Perhubungan Udara, Angkutan Jalan Rel dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan. 4. Pelayanan Perparkiran: -
Retribusi Izin Penyelenggaraan Fasilitas Parkir untuk Umum di Luar Badan Jalan.
5. Pelayanan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah: a)
Retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair;
b)
Retribusi Izin Pembuangan Emisi Sumber Tidak Bergerak.
6. Pelayanan Penerangan Jalan Umum dan Jaringan Utilitas: Retribusi Izin Penempatan Jaringan Utilitas dan Bangunan Pelengkap. 7. Pelayanan Pertamanan: Retribusi Izin Penebangan pohon Pelindung. 8. Pelayanan Pertanahan dan Pemetaan: Retribusi Surat izin Bekerja Ahli Pengukuran dan Pemetaan Kota (SIBAPPK).
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB III BIDANG PEMERINTAHAN Bagian Kesatu Kependudukan dan Catatan Sipil Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 3 (1) Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil terdiri dari: a. Kartu Tanda Penduduk (KTP); b. Kartu Keluarga (KK); c. Kartu Identitas Pendatang (KIP); d. Pencatatan Kelahiran; e. Pencatatan Kematian; f.
Pencatatan Perkawinan dalam Kantor;
g. Pencatatan Perkawinan luar jam kerja/luar kantor/hari libur; h. Pencatatan Perceraian; i.
Pencatatan Pengakuan Anak;
j.
Pencatatan Pengesahan Anak;
k. Pencatatan Pengangkatan Anak; I. Pencatatan Mutasi Data; m. Pencatatan Perbaikan/Perubahan Akta; n. Pencatatan Surat Pembatalan Akta; o. Duplikat Akta Catatan Sipil; p. Salinan Lengkap Akta; q. Surat Keterangan Pelaporan Akta Catatan Sipil Luar Negeri; r. Keterangan Pengesahan Perjanjian Perkawinan; s. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. (2) Setiap orang pribadi yang memerlukan pelayanan kependudukan dan catatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Keterlambatan pendaftaran/pencatatan/pelaporan kependudukan dan catatan sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, selain tarif retribusi juga dikenakan denda. (4) Untuk mendapatkan pelayanan kependudukan dan catatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 4 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) adalah objek yang dikenakan retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf s dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Penggantian Biaya Cetak dan Jasa.
Pasal 5 (1) Subjek retribusi penggantian biaya cetak dokumen kependudukan dan akte catatan sipil adalah orang pribadi yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). (2) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah wajib retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 6 Tingkat penggunaan jasa penggantian biaya cetak dokumen kependudukan dan akta catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), diukur berdasarkan jumlah akta/salinan akta yang diterbitkan dan jasa yang diberikan.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 7 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi penggantian biaya cetak akta catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya cetak, biaya pengadaan blanko, proses penerbitan, pemeliharaan Dokumen Kependudukan dan Catatan Sipil, dan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan.
Pasal 8 (1) Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) adaiah sebagai berikut:
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil: a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) 1. WNI sebesar
Rp 0,00
2.
Rp 0,00
WNA sebesar
b. Kartu Keluarga (KK) 1.
WNI sebesar
Rp 3.000,00
2.
WNA sebesar
Rp 6.000,00
c. Kartu Identitas Pendatang (KIP) 1. WNI sebesar
Rp 5.000,00
2.
Rp 25.000,00
WNA sebesar
d. Pencatatan Kelahiran 1.
WNI sebesar
Rp 0,00
2.
WNA sebesar
Rp 0,00
e. Pencatatan Kematian
f.
1.
WNI sebesar
Rp 0,00
2.
WNA sebesar
Rp 0,00
Pencatatan Perkawinan dalam kantor 1.
WNI sebesar
2.
WNA sebesar
Rp 75.000,00 Rp 150.000,00
g. Pencatatan Perkawinan luar jam kerja/luar kantor/hari libur 1.
WNI sebesar
Rp 150.000,00
2.
WNA sebesar
Rp 300.000,00
h. Pencatatan Penceraian
i.
j.
1.
WNI sebesar
Rp 100.000,00
2.
WNA sebesar
Rp 200.000,00
Pencatatan Pengakuan Anak 1. WNI sebesar
Rp50.000,00
2.
Rp100.000,00
WNA sebesar
Pencatatan Pengesahan Anak 1.
WNI sebesar
2.
WNA sebesar
Rp 50.000,00 Rp 100.000,00
k. Pencatatan Pengangkatan Anak
I.
1.
WNI sebesar
Rp 50.000,00
2.
WNA sebesar
Rp 100.000,00
Pencatatan Mutasi Data 1.
WNI sebesar
Rp 5.000,00
2.
WNA sebesar
Rp 10.000,00
m. Pencatatan Perbaikan/Perubahan Akta Catatan Sipil
1.
WNI sebesar
Rp 10.000,00
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2.
Rp 20.000,00
WNA sebesar
n. Pencatatan Pembatalan Akta 1.
WNI sebesar
Rp 50.000,00
2.
WNA sebesar
Rp 100.000,00
o. Duplikat Akta Catatan Sipil 1. WNI sebesar
Rp 25.000,00
2.
Rp 50.000,00
WNA sebesar
p. Salinan Lengkap Akta 1.
WNI sebesar
Rp 50.000,00
2.
WNA sebesar
Rp 100.000,00
q. Surat Keterangan Pelaporan Akta Catatan Sipil Luar Negeri
r.
1.
WNI sebesar
Rp 25.000,00
2.
WNA sebesar
Rp 50.000,00
Keterangan Pengesahan Perjanjian Perkawinan 1.
WNI sebesar
Rp50.000,00
2.
WNA sebesar
Rp 100.000,00
s. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil lainnya
Rp5.000,00
(2) Keterlambatan pendaftaran/pencatatan/pelaporan kependudukan dan catatan sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku selain dipungut retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dikenakan denda: 1. WNI sebesar
Rp10.000,00
2.
Rp50.000,00
WNA sebesar
Bagian Kedua Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 9 (1) Pelayanan Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat terdiri dari: a. izin undang-undang gangguan; b. daftar ulang izin undang-undang gangguan; c. balik nama, ganti nama, ganti merk izin undang-undang gangguan.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 10 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) adalah objek yang dikenakan retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Undang-Undang Gangguan. Pasal 11 (1) Subjek Retribusi Izin Undang-Undang Gangguan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). (2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 12 Tingkat penggunaan jasa Izin Undang-Undang Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) diukur berdasarkan perkalian luas areal usaha, indeks gangguan, indeks lokasi dan jenis usaha. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 13 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Izin Undang-Undang Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dengan memperhatikan biaya pengecekan, biaya pengukuran, biaya pemeriksaan, biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian serta biaya pembinaan.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap peiayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Besarnya retribusi Izin Undang-Undang Gangguan dihitung berdasarkan perkalian dari klasifikasi jenis usaha, luas ruangan, klasifikasi indeks lokasi dan klasifikasi indeks gangguan sesuai tabel sebagai berikut: 1. Klasifikasi Jenis Usaha dan Tarif: Industri D sampai dengan 50 m2
Rp 50.000,00
2) 51 sampai dengan 100 m2
Rp 100.000,00
3) 101 sampai dengan 200 m2
Rp 200.000,00
4) 201 sampai dengan 400 m2
Rp400.000,00
5) 401 sampai dengan 1000 m2
Rp 1.000.000,00
6) 1.001 sampai dengan 2.000 m2
Rp2.000.000,00
7) 2.001 sampai dengan 5.000 m2
Rp 5.000.000,00
8) 5.001 sampai dengan 10.000 m2
Rp 10.000.000,00
9) lebih dari 10.001 m2. Non Industri D sampai dengan 50 m2
Rp 37.500,00
2) 51 sampai dengan 100 m2
Rp 75.000,00
3) 101 sampai dengan 200 m2
Rp 150.000,00
4) 201 sampai dengan 400 m2
Rp 300.000,00
5) 401 sampai dengan 1000 m2
Rp 750.000,00
6) 1.001 sampai dengan 2.000 m2
Rp 1.500.000,00
7) 2.001 sampai dengan 5.000 m2
Rp 3.700.000,00
8) 5.001 sampai dengan 10.000 m2
Rp 7.500.000,00
9) Lebih dari 10.001 m2.
Rp 37.500.000,00
2. Klasifikasi Indeks Lokasi: No. 1.
2.
Jenis Usaha Industri
Non Industri
Lokasi
Indeks
a) Jl. Protokol
Yz
b) Jl. Ekonomi
%
c) Jl. Lingkungan
1
a) Jl. Protokol
1
b) Jl. Ekonomi c) Jl. Lingkungan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
%
3. Klasifikasi Indeks Gangguan: No. 1.
2.
Jenis Usaha
Lokasi
Industri
Indeks
a) Berdampak penting
5
b) Berdampak kurang penting
3
c) Tidak berdampak
1
a) Berdampak penting
3
b) Berdampak kurang penting
2
c) Tidak berdampak
1
Non Industri
4. Penentuan lokasi jalan protokol, jalan ekonomi dan jalan lingkungan serta indeks ganggunan berdampak penting dan tidak berdampak serta klasifikasi perusahaan besar, menengah dan kecil ditetapkan oleh Gubernur. 5. Keterlambatan mendaftar izin Undang-Undang Gangguan terhadap permohonan izin baru dikenakan biaya tambahan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah retribusi terutang. b. Daftar ulang Izin Undang-Undang Gangguan: 1. Daftar ulang Izin Undang-Undang Gangguan untuk 5 (lima) tahun: a)
Perusahaan besar
Rp 250.000,00
b)
Perusahaan menengah
Rp 150.000,00
c)
Perusahaan kecil
Rp 100.000,00
2. Keterlambatan mendaftar ulang izin Undang-Undang Gangguan dan dimungkinkan untuk Perpanjangan izin dikenakan retribusi dan sanksi administrasi sebesar 10% (sepuluh persen) setiap bulan keterlambatan dari jumlah retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1. c. Balik nama, ganti nama, ganti merek Izin Undang-Undang Gangguan dikenakan retribusi: 1. Perusahaan besar
Rp200.000,00
2.
Perusahaan menengah
Rp150.000,00
3.
Perusahaan kecil
Rp100.000,00
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Ba par
eti|
Pemakaian Fasilitas Bangunan Milik Pemerintah Daerah Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 15 (1) Pelayanan pemakaian fasilitas bangunan milik Pemerintah Daerah terdiri dari: a. pemakaian ruang serbaguna gedung Nyi Ageng Serang; b. pemakaian ruang serbaguna gedung BIPI; c. pemakaian ruang serbaguna gedung Mitra Praja. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan penggunaan fasilitas bangunan milik Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan pemakaian fasilitas bangunan milik Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 16 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) adalah objek yang dikenakan retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Pasal 17 (1) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1). (2) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 18 Tingkat penggunaan jasa terhadap pemakaian fasilitas bangunan milik Pemerintah Daerah diukur berdasarkan luas ruangan, fasilitas dan waktu pemakaian.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 19 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pemakaian fasilitas bangunan milik Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan bangunan, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa dan bunga pinjaman untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar.
Pasal 20 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) adalah sebagai berikut: a.
Pemakaian ruang serbaguna Gedung Nyi Ageng Serang
Rp2.250.000,00/5jam
b.
Pemakaian ruang serbaguna Gedung BIPI
Rp1.000.000,00/5jam
c.
Pemakaian ruang serbaguna Gedung Mitra Praja
Rp2.000.000.00/5jam
Bagian Keempat Penanggulangan Bahaya Kebakaran Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 21 (1) Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran terdiri dari: a. penelitian gambar rencana dan atau pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan persyaratan pencegahan kebakaran pada pelaksanaan pembangunan gedung dalam rangka penggunaan
gedung; Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b. pemeriksaan berkala atas kelengkapan sarana proteksi kebakaran, sarana penyelamatan jiwa dan ancaman bahaya kebakaran yang ada pada bangunan gedung termasuk B3 paling rendah luas 200 (dua ratus) m ; 3
c. pengujian alat pemadam api ringan; d. pengujian peralatan pencegah dan pemadam kebakaran di luar alat pemadam api ringan; e. pengujian perlengkapan pokok pemadam kebakaran; f. pemakaian mobil pompa dan mobil tangki; g. pemakaian mobil tangga dan motor pompa; h. pemakaian gedung dan peralatan pada pusat pelatihan ketrampilan tenaga kebakaran; i. pemakaian korps musik. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 22 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) adalah objek yang dikenakan retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dipungut retribusi jasa umum dengan nama Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf f sampai dengan huruf i, dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Pasal 23 (1) Subjek Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e. (2) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf f sampai dengan huruf i.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Wajib Retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 24 (1) Tingkat penggunaan jasa pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) diukur berdasarkan gambar rencana yang diteliti, luas lantai pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan persyaratan pencegahan kebakaran, jenis dan tipe peralatan pencegahan pemadam kebakaran. (2) Tingkat penggunaan jasa pemakaian kekayaan daerah fasilitas pencegahan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) diukur berdasarkan volume, frekuensi dan waktu pemakaian.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 25 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya penyediaan peralatan, biaya pemeriksaan/pengecekan, biaya segel, biaya operasional/pemeliharaan dan memperhatikan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Fasilitas Pencegahan Kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/ pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin/periodik yang berkaitan dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa dan bunga pinjaman untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar.
Pasal 26 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Penelitian gambar rencana dan/atau pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan persyaratan pencegahan kebakaran pada pelaksanaan pembangunan gedung dalam rangka penggunaan gedung: 1.
Hidran kebakaran minimal 2 (dua) titik
Rp 10.000,00/titik
2.
Pemercik
Rp50,00/m
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2
3.
Alarm kebakaran: Rp40,00/m
a) Otomatis
2
Rp5.000.00/trtlk
b) manual
Paling sedikit 2 titik 4.
Fire dampaer: Rp10.000.00/buah
a) dengan motor
Rp2.000.00/buah
b) sambungan lebur 5.
Kipas angin bertekanan: Rp12.000.00/buah
a) sampai dengan 7.000 cfm b) 7.000 cfm sampai dengan 10.000 cfm
Rp50.000.00/buah Rp500,00/m
6.
Instalasi pemadam khusus
7.
Instalasi lain yang belum termasuk dalam butir 1
3
sampai dengan butir 6:
8.
2
a) berdasarkan luas lantai
Rp500,00/m
b) berdasarkan jumlah peralatan yang dipasang
Rp2.500.00/buah
Alat pemadam api ringan: a) Jenis air bertekanan: Rp500,00/tabung
1) sampai dengan 9 liter
Rp1.500.00/tabung
2) lebih besar dari 9 liter b) Jenis busa kimia (chemical):
Rp750,007tabung
1) sampai dengan 9 liter
Rp1.500.00/tabung
2) lebih besar dari 9 liter C) Jenis busa mekanik: 1) sampai dengan 9 liter
Rp500,00/tabung
2) lebih besar dari 9 liter
Rp750,00/tabung
d) Jenis kimia kering serbaguna (dry chemical): 1) sampai dengan 6 Kg
Rp750,00/tabung
2) lebih besar dari 6 Kg
Rp1.500.00/tabung
e) Jenis non halon (tidak mengandung CFC): 1) sampai dengan 6 Kg
Rp750,00/tabung
2) lebih besar dari 6 Kg
Rp1.500.00/tabung
f) Jenis C02 (carbondioxida):
9.
1) sampai dengan 6 Kg
Rp750,00/tabung
2) iebih besar dari 6 Kg
Rp1.500.00/tabung
Pemeriksaan gambar dan fisik: a) sampai dengan 2.000 m
2
b) 2.001 sampai dengan 5.000 m
2
c) 5.001 sampai dengan 10.000 m
2
d) 10.001 sampai dengan 20.000 m
2
Rp60,00/m
2
Rp45,00/m
2
Rp35,00/m
2
Rp30,00/m
2
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
e) 20.001 sampai dengan 40.000 m
2
Rp25,00/m
2
Rp20,00/m g) bangunan yang menangani bahan-bahan berbahaya:
2
f) lebih dari 40.001 m
2
1) ancaman bahaya ringan
Rp500,00/m
2
2) ancaman bahaya sedang
Rp600,00/m
2
3) ancaman bahaya tinggi
Rp700,00/m
2
h) Pemasangan tanda bahaya: 1) pemasangan labeling pada kemasan 2) pemasangan tanda bangunan/gudang
bahaya
Rp 1.000,00/kemasan pada
Rp50.000.00/buah
b. Pemeriksaan berkala atas kelengkapan sarana proteksi kebakaran sarana penyelamatan jiwa dan ancaman bahaya kebakaran yang ada pada bangunan gedung termasuk B3 paling rendah dari luas 200 (dua ratus) m : 2
1.
Hidran kebakaran paling sedikit 2 (dua) titik
2.
Alami kebakaran:
Rp1.500,00/rjtik
2
a) otomatis (paling sedikit 200 m ) 1) sampai dengan 2.000 m 2
2) 2.001 sampai dengan 5.000 m
2
3) 5.001 sampai dengan 10.000 m
2
4) 10.001 sampai dengan 20.000 m 5) 20.001 sampai dengan 40.000 m 6) lebih dari 40.001 m
2
2
2
Rp15,00/m
2
Rp12,00/m
2
Rp10,00/m
2
Rp8,00/m
2
Rp6.00/m
2
Rp4,00/m
b) manual
2
Rp500,00/titik paling sedikit 2 titik
3.
2
Pemercik (paling sedikit 100 m ): a) sampai dengan 2.000 m
2
b) 2.001 sampai dengan 5.000 m
Rp22.00/m 2
c) 5.001 sampai dengan 10.000 m
Rp18,00/m 2
Rp15,00/m
d) 10.001 sampai dengan 20.000 m e) 20.001 sampai dengan 40.000 m f) lebih dari 40.000 m 4.
Rp12,00/m Rp10.00/m Rp8.00/m
2
2
2
2
2
Sistem pemadam khusus: b) lebih dari 180 m
6.
2
2
a) sampai dengan 180 m 5.
2
2
3
3
Rp18.000.00 Rp100,00/m
3
Alat penahan api: a) dengan motor
Rp2.500.00/buah
b) sambungan lebur
Rp500,00/buah
Kipas angin bertekanan: a) sampai dengan 7.000 cfm
Rp3.750.00/buah
b) 7.000 cfm sampai dengan 10.000 cfm
Rp6.250.00/buah
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c) lebih dari 10.000 cfm 7.
Rp12.000,00/buah
Bangunan yang menyimpan bahan berbahaya: a) ancaman bahaya
ringan
b) ancaman bahaya sedang
Rp100,00/m Rp200,00/m
c) ancaman bahaya tinggi
Rp300,00/m
2
2
2
8. Alat pemadam api ringan (berlaku juga untuk pemeriksaan berkala dan persetujuan pada pelaksanaan pembangunan): a) Jenis air bertekanan: 1) sampai dengan 9 liter
Rp500,00/buah
2) lebih besar dari 9 liter
Rp1.500,00/buah
b) jenis dry chemical: 1)8ampai
Rp750,00/buah
dengan 6 kg
Rp1.500.00/buah
2) lebih besar dari 6 kg c) jenis halon/aitematif pengganti halon: 1) sampai dengan 14 Ibs
Rp750,00/buah
2) lebih besar 14 Ibs
Rp1.500 00/buah f
d) jenis C 0 (karbondioxida): 2
9.
1) sampai dengan 7 kg
Rp750,00/buah
2) lebih besar dari 7 kg
Rp1.500,00/buah
Pemeriksaan gambar dan fisik: a) sampai dengan 2.000 m
2
b) 2.001 sampai dengan 5.000 m
2
2
c) 5.001 sampai dengan 10.000 m
Rp45,00/m
2
Rp35,00/m
2
Rp30,00/m
2
d) 10.001 sampai dengan 20.000 m
2
Rp20,00/m
2
e) 20.001 sampai dengan 40.000 m
2
Rp15,00/m
2
Rp10,00/m
2
f) lebih dari 40.001 m
2
Pengujian alat pemadam api ringan: 1.
2.
3.
Jenis C 0 , kimia kering (dry chemical) dan pengganti halon: 2
a) sampai dengan 7 kg
Rp 225.000,00
b) lebih besar dari 7 kg
Rp 450.000,00
Jenis air bertekanan dan jenis foam/busa: a) sampai dengan 9 liter
Rp 125.000,00
b) lebih besar dari 9 liter
Rp 250.000,00
Tabung alat pemadam api ringan: a) sampai dengan 6 kg
Rp 7.500,00/rjpe
b) lebih besar dari 6 kg
Rp 10.500,00/tJpe
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d. Pengujian peralatan pencegah dan pemadam kebakaran di luar alat pemadam api ringan: 1.
pompa kebakaran dengan penggerak motor diesel
Rp50.000,00/tipe
2.
pompa kebakaran dengan penggerak listrik
Rp45.000.00/tjpe
3.
pintu tahan api berikut perlengkapannya
Rp30.500.00/rJpe
4.
alat penahan api:
5.
6.
a) sambungan lebur
Rp5.000.00/Upe
b) motorized
Rp25.000.00/rJpe
alat pengindera (detektor): a) pengindera panas
Rp20.000.00/rJpe
b) pengindera asap
Rp25.000.00/tipe
c) pengindera nyala
Rp30.000.00/tipe
kepala pemercik
Rp20.500.00/tipe
e. Pengujian perlengkapan pokok pemadam kebakaran slang kebakaran
Rp100.000.00/tipe
f. Pemakaian mobil pompa dan mobil tangki 1. bantuan khusus penjagaan yang bersifat - komersial oleh swasta selama 24 (dua puluh empat) jam atau kurang.
Rp250.000.00/unit
2. bantuan khusus penjagaan untuk swasta non - komersial dan atau yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah Daerah yang komersial selama 24 (dua puluh empat) jam atau kurang.
Rp150.000.00/unit
3. bantuan memompa pada waktu berlangsungnya - bantuan penjagaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2.
Rp55.000.00/jam
4. bantuan khusus memompa.
Rp125.000.00/jam
5. bantuan khusus memberikan air, dengan mobil tangki
Rp5.000.00/m
3
g. Pemakaian mobil tangga dan motor pompa 1. mobil tangga, resque, breaksquirt, snorkel:
2. 3.
a) bersifat komersial;
Rp125.000.00/jam
b) bersifat non komersial,
Rp25.000.00/jam
motor pompa
Rp40.000.00/iam biaya pemompaan seperti pada angka 1, angka 2 dan angka 3 kurang dari 1 (satu) jam dihitung 1 (satu) jam. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
h. Pemakaian gedung dan peralatan pada pusat pelatihan ketrampilan tenaga kebakaran. 1.
2.
untuk pendidikan ketrampilan tenaga kebakaran paling sedikit 30 (tiga puluh) orang pribadi: a) swasta
Rp 8.000,00/orang/hari
b) instansi pemerintah
Rp 4.000,00/orang/hari
pendidikan di luar ketrampilan tenaga kebakaran: a) ruang kelas
Rp 25.000,00/kelas/hari
b) barak
Rp 100.000,00/barak/hari
c) gedung olah raga
Rp 25.000,00/3 jam
d) gedung pelatihan
Rp 3.000,00/orang/hari
i. Pemakaian Korps Musik: 1.
untuk keperluan swasta yang bersifat komersial: a) satu kali penggunaan sampai dengan 2 (dua) jam
Rp 175.000,00
b) penambahan waktu tiap jam berikutnya untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada angka 1 h u r u f a
2.
Rp50.000,00/jam
untuk keperluan swasta non komersial atau instansi pemerintah: a) satu kali penggunaan sampai dengan 2 (dua) am
i* -
Rp 70.000,00
b) penambahan waktu tiap jam berikutnya untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada angka 1 h u r u f a
-
Rp25.000.00/jam BAB IV BIDANG EKONOMI Bagian Kesatu Perindustrian dan Perdagangan Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 27
(1) Pelayanan Perindustrian dan Perdagangan terdiri dari: a. izin usaha industri melalui tahap persetujuan prinsip; b. izin usaha industri tanpa melalui tahap persetujuan prinsip; c. izin perluasan; d. tanda daftar industri; 6. persetujuan perubahan/penggantian/duplikat; Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
f. pengujian tekstil dan produk tekstil; g. pengujian bahan bangunan; h. pengujian barang-barang kerajinan; i. pemakaian sarana praktek balai tekstil; j. pemakaian sarana praktek dan akomodasi balai bahan dan barang teknik; k. pemakaian sarana praktek dan workshop balai kerajinan; I. surat izin usaha perdagangan; m. surat tanda daftar gudang; n. surat tanda pendaftaran usaha warabala; o. surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol; p. surat keterangan penyelenggaraan pameran, konvensi dan seminar dagang; q. surat izin usaha pasar modem; r. tanda daftar perusahaan; s. tanda daftar keagenan produksi dalam negeri; t. pendaftaran kartu petunjuk manual berbahasa Indonesia dan kartu garansi bagi produk/barang teknologi informasi dan elektronika; u. izin reparasi Ukuran, Takaran, Timbangan dan Perlengkapan (UTTP); v. izin bebas tera ulang; w. izin perpanjangan tanda pabrik; x. pelayanan tera, tera ulang, ukuran takaran timbangan dan perlengkapan serta kalibrasi; y. pengujian Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) perjenis kuantjta nominal. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 28 (1) Pelayanan Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) adalah objek yang dikenakan retribusi. (2) Atas Pelayanan Pemakaian Peralatan Laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf f sampai dengan huruf h dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Atas Pelayanan Pemakaian Ruangan dan Fasilitas Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf i, huruf j dan huruf k dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dan huruf I sampai dengan huruf w dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan Nama Retribusi dihidang Perindustrian dan Perdagangan. (5) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf x dipungut Retribusi Jasa Umum dengan Nama Retribusi Tera, Tera Ulang dan Kalibrasi. (6) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf y dipungut Retribusi Jasa Umum dengan Nama Retribusi Pengujian Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT). Pasal 29 (1) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf f sampai dengan huruf k. (2) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dan huruf I sampai dengan huruf w. (3) Subjek Retribusi Tera, Tera Ulang dan Kalibrasi adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf x. (4) Subjek Retribusi Pengujian Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf y. (5) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 30 (1) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) diukur berdasarkan jenis bahan yang diuji, volume, waktu dan klasifikasi jenis pengujian. (2) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) diukur berdasarkan fasilitas dan waktu pemakaian. (3) Tingkat penggunaan Jasa Tera, Tera Ulang dan Kalibrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) diukur berdasarkan keahlian, karakteristik, jenis, kapasitas dan peralatan pengujian yang digunakan. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(4) Tingkat penggunaan Jasa Pengujian Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) diukur berdasarkan keahlian, karakteristik, jenis, kapasitas dan peralatan pengujian yang digunakan. (5) Tingkat penggunaan Jasa Perizinan Tertentu sebagaimana dalam Pasal 28 ayat (4) diukur berdasarkan jenis kegiatan usaha dan jangka waktu.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 31 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin/periodik yang berkaitan dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa dan bunga pinjaman untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Tera, Tera Ulang dan Kalibrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya operasional, biaya perawatan/pemeliharaan dengan memperhatikan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pengujian Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya operasional, biaya perawatan/pemeliharaan dengan memperhatikan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (4) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya survei, biaya pemeriksaan dan biaya pembinaan dalam rangka pengawasan dan pengendalian. Pasal 32 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) adalah sebagai berikut: a.
b.
Izin Usaha Industri melalui tahap persetujuan prinsip: a) besar
Rp 300.000,00
b) menengah
Rp 200.000,00
c) kecil
Rp 0,00
Izin Usaha Industri tanpa melalui tahap persetujuan prinsip: aj besar
Rp300.000,OO Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c.
d.
e.
f.
b) menengah
Rp200.000,00
c) kecil
RpO.OO
izin perluasan: a) besar
Rp200.000,00
b) menengah
Rp 150.000,00
c) kecil
Rp 0,00
Tanda Daftar Industri: a) menengah
Rp 150.000,00
b) kecil
RpO.OO
Persetujuan perubahan/penggantian/duplikat: a) besar
Rp50.000,00
b) menengah
Rp 50.000,00
c) kecil
Rp 0,00
Pengujian Tekstil dan Produk Tekstil a) Benang 1) Pengujian bersifat fisika per jenis pengujian
Rp 30.000,00
2) Pengujian bersifat kimia per jenis pengujian
Rp 40.000,00
3) Khusus identifikasi serat secara kuantitatif: a)) Dua Jenis Serat
Rp 60.000,00
b)) Penambahan per jenis serat
Rp 35.000,00
4) Pencelupan Skala Labolatorium
Rp 55.000,00
b) Kain 1) Pengujian bersifat fisika per jenis pengujian
Rp 30.000,00
2) Pengujian bersifat kimia per jenis pengujian
Rp40.000,00
3) Khusus identifikasi serat secara kuantitatif: a)) Dua Jenis Serat
Rp 60.000,00
b» Penambahan per jenis serat
Rp 35.000,00
4) Pencelupan skala laboratorium
Rp 55.000,00
5) Uji Merserisasi Kuantitatif (BAN)
Rp 70.000,00
6) Analisa Kualitatif Penyempurnaan
Rp 200.000,00
7) Identifikasi Zat Warna: a)) Serat Tunggal
Rp 50.000,00
b)) Serat Campuran (paling banyak 2 jenis
Rp 75.000,00
serat) 8) Uji Kadar Formaldehid
Rp 90.000,00
9) Komposisi Campuran Zat Warna
Rp 125.000,00
3) Pakaian Jadi Pengujian per jenis pengujian
Rp 25.000,00
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
g.
Pengujian Bahan Bagunan No 1.
Pelayanan Pengujian
SNI
Jumlah Sampel
Tarif
Komoditi non logam: a) batu alam
034)394-1989
50 kg
RpSOO.OOO
b) batu kapur
03-2097-1991
50 kg
Rp300.000
c) marmer
15-0089-1998
50 kg
RpSOO.OOO
d) bata merah pejal
15-2094-2000
50 buah
Rp125.000
e) bata merah berlubang
15-0686-1989
50 buah
Rp 125.000
f)
bata merah berlapis
15-0554-1989
50 buah
Rp125.000
g) bata merah karawang
15-0553-1989
50 buah
Rp125.000
h) genteng keramik
03-2045-1995
50 buah
Rp100.000
i)
genteng keramik bergelasur
03-2134-1996
50 buah
Rp 100.000
j)
ubin dinding keramik
034)054-1987
60 buah
Rp 110.000
k) ubin lantai keramik
03-0106-1987
60 buah
Rp 100.000
I)
034X528-1987
20 buah
Rp 100.000
m) ubin teraso
034)136-1987
20 buah
Rp 100.000
n) kubus beton
03-1974-1990
1 buah
Rp 10.000
o) silinder beton
03-1974-1990
1 buah
Rp 10.000
p) bata beton untuk pasangan dinding
034)349-1989
10 buah
Rp 70.000
q) agregat halus
03-1754-1990
20 kg
Rp 150.000
r)
03-2097-1991
10 buah
Rp 100.000
s) agregat kasar
03-1753-1990
50 kg
Rp200.000
t)
034)445-1989
2 buah
Rp 70.000
u) asbes semen gelombang
03-2950-1990
3 lembar
Rp 70.000
v) asbes semen datar
03-1027-1995
4 lembar
Rp 70.000
w) serat semen
03-1974-1990
4 lembar
Rp 70.000
K) genteng baja berlapis butiran
03-1588-1989
5 lembar
Rp 90.000
f) bata beton untuk lantai
03-0891-1998
20 buah
Rp 100.000
ubin semen
bata transs kapur
pipa beton tanpa tulang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
03-4381-1998
5 buah
Rp70.000
aa) lembaran genteng asbes
03-4358-1998
5 buah
Rp 135.000
bb) beton keras
03-1974-1990
1 buah
a) baja lembaran lapis seng
07-2053-1995
1 buah
Rp 200.000
b) kawat baja lapis seng
03-0090-1987
2x3m
Rp 200.000
c)
07-0040-1987
2x3m
Rp60.000
d) baja tulangan beton
07-2050-1997
2x1,5 m
Rp 80.000
e) jaringan kawat baja las
07-0663-1995
2(1mx1m)
Rp 125.000
f)
03-3750-1998
2x3 m
Rp 350.000
g) pipa pvc saluran air
064)084-1987
2x4 m
Rp450.000
h) pipa pvc saluran air buangan diiuar bangunan
064)162-1987
2x4 m
Rp400.000
i)
jaringan kawat baja las
074)663-1995
2 (1mx1m)
Rp 125.000
j)
jaringan kawat baja las lapis seng
07-1590-1989
1 unit
Rp 400.000
k) baja siku sama kaki
07-0329-1989
1m
Rp 350.000
1) baja bentuk 1
074)052-1992
1m
Rp 350.000
m) baja kanal
07-3760-1995
2x 1 m
Rp 300.000
n) bronjong logam bentang
074)088-1987
2x 1 m
Rp 400.000
o) pipa baja untuk kontruksi umum
07-2053-1995
1 unit
Rp 400.000
p) pipa baja lapis seng
03-3750-1998
2x3m
Rp 350.000
q) bronjong kawat baja lapis
07-4803-1998
1 unit
Rp 200.000
r)
bronjong kawat baja
03-3750-1998
1 unit
Rp 300.000
s)
logam bentang
07-3759-1995
2x 1 m
Rp 125.000
z)
2.
kanstien
Komoditi logam:
kawat baja biasa
kawat bronjong lapis seng
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
07-006-1987
1X1m
Rp 780.000
u) pagar tekuk jaringan kawat baja las
07-4599-1998
1 lembar
Rp 450.000
v) baja tulangan beton hasil reroling
07-0065-1997
2x1 m
Rp 100.000
w) baja tulangan untuk konstruksi beton pratekan
07-1050-1989
3x1,5m
Rp 250.000
x) veldvels
12-1297-1989
2 buah
Rp 100.000
y) kawat baja tanpa lapisan bebas tegangan konsts beton pratekan
07-1155-1989
3 x 1,5 m
Rp 1.500.000
z) jalinan tujuh kawat baja tanpa lapisan bebas tegangan untuk konstruksi beton pratekan
07-1155-1989
3 x 1,5 m
Rp 3.000.000
aa) anyaman kawat baja segi enam
07-0821-1989
2 (1mx1m)
Rp 300.000
bb) kawat bronjong dan bronjong kawat lapis PVC
03-3046-1992
2x3m
Rp 325.000
cc) baja lembaran canai panas
07-0801-1989
0,5 x 0,5 m
Rp 550.000
dd) baja lembaran canai dingin
07-3567-1995
0,5 x 0,5 m
Rp 400.000
ee) kompor minyak tanah
12-0345-1995
2 buah
Rp 200.000
ff) muk aluminium
12-1297-1989
2 buah
Rp 100.000
gg) jaringan kawat baja u tulangan beton
03-0090-1987
2 (1mx 1m)
Rp 300.000
hh) kawat baja karbon rendah
03-0090-1987
2x3 m
Rp 285.000
i) jaringan kawat baja harmonika
07-6503-2001
2 (1mx 1m)
Rp 285.000
j)
07-1051-1989
2x3 m
Rp 100.000
t)
baja lembaran lapis seng yg diberi cat berwarna
kawat baja karbon tinggi untuk
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
konstruksi beton pratekan
3.
kk) baja lembaran lapis paduan ' aluminium seng
07-4086-1989
1 lembar
Rp 200.000
II)
baja tulangan beton canai tulang
07-0065-1987
2x 1 m
Rp 100.000
mm) baja tulangan beton dlm bentuk gulungan
07-0954-1989
2x 1 m
Rp 100.000
nn) baja siku canai . panai hasil canai ulang
07-0070-1987
1 lembar
Rp 350.000
oo) baja lembaran lapis seng tahan lipat
07-0132-1987
1 lembar
Rp 250.000
pp) pipa baja lapis seng
07-2053-1995
1 unit
Rp 550.000
qq) rantang susun
12-1297-1989
2 unit
Rp 350.000
rr) pipa baja konstruksi umum PKB 41
07-0088-1987
2x1 m
Rp 550.000
ss) pipa baja konstr umum PKB 50 konstr mesin
07-0088-1987
2x1 m
Rp 550.000
tt) pipa baja konstr umum PKB 55 konstr mesin
07-0068-1987
2x 1 m
Rp 550.000
uu) pipa baja konstr umum PKB 55
07-0068-1887
2x1 m
Rp 550.000
w) kolom praktis jaring kawat baja las
07-4603-1998
2x1 m
Rp 200.000
ww)semprot kabut garam
0413-1989-A
Paling singkat 150 jam uji
Rp 2.000/jam
Komoditi kimia: a) baja karbon
1 gallon
Rp 500.000
b) cat minyak
08-0469-1989
1 gallon
Rp 250.000
c)
06-3584-1984
1 gallon
Rp 150.000
cat tembok emulsion
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
h. Pengujian barang-barang kerajinan 1.
2.
3.
4.
Kayu dan meubel: a) pengujian kayu (kadar air, kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekerasan kayu).
Rp 80.000,00/contoh
b) kursi belajar
Rp20.000,00/contoh
c) tempat tidur
Rp20.000,00/contoh
Peralatan olahraga: a) pengujian berbagai jenis bola untuk olahraga (dimensi, berat, kekuatan jahitan, penyerapan air, pantulan, ketahanan gosok)
Rp 90.000,00/contoh
b) pengujian jaring untuk olahraga (dimensi, kekuatan tarik)
Rp70.000,00/contoh
Emas dan perak: a) kadar jarum uji
Rp 25.000,00/contoh
b) kadar berat jenis
Rp 25.000,00/contoh
c) kadar tetrasi
Rp 25.000,00/contoh
d) kadar (peleburan)
Rp 125.000,00/contoh
Kulit dan sepatu: a) kulit bor (16 jenis uji)
Rp 300.000,00/contoh
b) kulit sol (14 jenis uji)
Rp 300.000,00/contoh
c) kulit beludru (16 jenis uji)
Rp 300.000,00/contoh
d) kulit lapis domba/kambing (16 jenis uji)
Rp 300.000,00/contoh
e) kulit sol imitasi (14 jenis uji)
Rp 300.000,00/contoh
f) sepatu wanita (9 jenis uji)
Rp200.000.00/contoh
g) sepatu pria (9 jenis uji)
Rp200.000,00/contoh
h) ketahanan bengkap sepatu 60 jam
Rp 120.000,00/contoh
i) ketahanan bengkap kulit 20.000 kali
Rp100.000,00/contoh
j) tali sepatu
Rp20.000,00/contoh
k) mutu bahan (jenis sol, lapis, upper, hak)
Rp 50.000,00/contoh
I) pengerjaan (jahitan,- potongan, openan)
Rp 50.000,00/contoh
sesetan,
Pemakaian Sarana Praktek Balai Tekstil: 1) jenis praktek per orang
Rp 10.000,00/orang
2) industri skala kecil
Rp 75.000,00/8jam
3) industri skala besar
Rp 150.000,00/8jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
j.
Pemakaian sarana praktek dan akomodasi balai bahan dan barang teknik 1) Sarana praktek: a) usaha industri kecil
Rp 5.000,00/hari
b) swasta dan konsultan
Rp 200.000,00/hari
2) Akomodasi a)
peserta pelatihan dan seminar
b) industri skala besar
Rp 5.000,00/hari Rp 15.000,00/hari
3) Pemakaian ruangan fasilitas perindustrian:
k.
a) ruang penginapan
Rp 20.000,00/ hari
b) ruang seminar
Rp100.000,00/hari
c) ruang pelatihan
Rp100.000,00/hari
Pemakaian sarana praktek dan workshop Balai Kerajinan 1.
2.
3.
4.
Pemakaian mesin kayu: a) mesin serut, gergaji, bubut, profil, potong, pengasah pisau, kompresor masing-masing alat
Rp 30.000/hari/8Jam
b) mesin pengering
Rp 100.000/hari/24Jam
Pemakaian mesin batu-batuan: a) mesin bor, poles, potong masing-masing alat
Rp 30.000/hari/8Jam
b) mesin gergaji belah, potong
Rp 75.000/hari/8Jam
Pemakaian mesin dan peralatan logam: a) mesin bubut, skrap, pond, bor, bubut vakum, gurinda, gergaji besi, ples masing-masing alat
Rp 30.000/hari/8Jam
b) centrifugal casting pewter
Rp 50.000/hari/8Jam
Pemakaian mesin dan peralatan bambu: mesin potong, pembelah, penyayat, pembuat lidi, penghilang bulu
5.
Rp 40.000/hari/8Jam
Pemakaian mesin dan peralatan rotan mesin amplas, pembengkok serut roli, dowel, gergaji potong masing-masing alat
Rp 30.000/hari/8Jam
a) mahasiswa
Rp 0,00
b) masyarakat industri
Rp 40.000/hari/8Jam/ hari/orang/paket
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
I.
m.
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP): a) perusahaan kecil
Rp 0,00
b) perusahaan menengah
Rp 100.000,00
c) perusahaan besar
Rp 250.000,00
Surat Tanda Daftar Gudang: 2
a) luas 36m sampai dengan kurang dari 2.500 m b) luas 2.500m 10.000m
i
sampai dengan kurang
2
dari
Rp 100.000,00 Rp250.000,00
2
n.
o.
p.
Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba: a) pemberi waralaba dalam negeri
Rp 100.000,00
b) pemberi waralaba lanjutan
Rp 1.000.000,00
Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol: a) pengecer (toko bebas bea)
Rp 1.250.000,00
b) penjualan langsung (restoran, hotel dan bar)
Rp 2.500.000,00
Surat keterangan penyelenggaraan pameran, konvensi dan seminar dagang: a) nasional
Rp 150.000,00
b) lokal
Rp 100.000,00
q.
Surat Izin Usaha Pasar Modem
Rp 2.500.000,00
r.
Tanda Daftar Perusahaan (TDP): a) perorangan
Rp 100.000,00
b) Koperasi
Rp 100.000,00
c) Persekutuan Komanditer (CV)
Rp 250.000,00
d) Firma
Rp 250.000,00
e) Perseroan Terbatas
Rp 500.000,00
f) bentuk perusahaan lainnya
Rp 250.000,00
g) perusahaan asing
Rp 1.000.000,00
h) salinan resmi
Rp 50.000,00
i) petikan resmi
Rp 25.000,00
j) buku informasi perusahaan hasil olahan resmi
Rp 100.000,00
s.
Tanda Daftar Keagenan Produksi Dalam Negeri
Rp 500.000,00
*-
Pendaftaran kartu petunjuk manual berbahasa Indonesia dan kartu garansi bagi produk/barang teknologi informasi dan elektronika.
Rp 500.000,00
u.
Izin Reparasi Ukuran Takaran Timbangan dan Perlengkapan
Rp 50.000,00/izin
v.
izin bebas tera ulang
Rp 20.000,00/unit
w.
Rp 100.000,00/izin
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
x.
pelayanan tera, tera ulang ukuran, takaran, timbangan dan perlengkapan serta kalibrasi 1) alat ukur massa: a) anak timbangan biasa kelas m2 dan m3
Rp 300,00/buah
b) anak timbangan biasa kelas m1 dan f2
Rp 600,00/buah
2) alat timbang: a) ketelitian sedang & biasa (III & lili) mekanik 1)) sampai dengan kapasitas 100 kg
Rp 3.000,00/buah
2)) lebih dari 100 kg sampai dengan 1.000 kg 3)) lebih dari 1.000 kg, setiap 1.000 kg
Rp 10.000,00/buah Rp 5.000,00/buah
b) ketelitian halus (kelas II) mekanik tarif ditambah 25% (dua puluh lima persen) c) ketelitian sedang dan biasa (III & lili) elektronik 1)) sampai dengan kapasitas 100 kg
Rp 9.000,00/buah
2)) lebih dari 100 kg sampai dengan 1000 kg
Rp 15.000,00/buah
3)) selebihnya dari i.OOOkg, setiap I.OOOkg
Rp 10.000,00/buah
d) Ketelitian halus (kelas II) elektronik tarif ditambah 25 % (dua puluh lima persen) 3) alat ukur panjang: a) meter kayu dan logam
Rp 1.000,00/unit
b) ban ukur, depth tape, counter meter
Rp 15.000,00/unit
c) meter taksi
Rp 10.000,00/unit
4) alat ukur volume: a) tangki ukur tetap Rp 250.000,00/unit
1 sampai dengan 500 kiloliter b) tangki ukur mobil/wagon
Rp 4.000,00/Kiloliter
c) tangki ukur tongkang/tangker
Rp1.000.00/Kiloliter
d) takaran basah/kering
Rp 200,00/unrt
e) pompa ukur BBM, BBG, dan LPG
Rp 20.000,00/Nozle
f) meter arus: Rp 20.000,00/unit
3
1)) sampai dengan 15 m /jam 3
3
2)) lebih dari 15 m /h, setiap m /jam
Rp 1.000,00/unit
g) meter air: 3
1)) sampai dengan 7 m /jam 3
2)) lebih dari 7 m /jam h) alat ukur dari gelas i) bejana ukur
Rp 500,00/unit Rp 5.000,00/unit Rp 5.000,00/unit Rp 10.000,00/unit
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
5) meter listrik (kWh meter) a) kelas 2: 1)) 1 phase
Rp 1.000,00/unit
2)) 3 phase
Rp 3.000,00/unit
b) kelas i dan 0,5 dan elektronik: tarif a) ditambah 50% (lima puluh persen). 6) alat ukur gas (meter gas) 3
a) sampai dengan 50 m /jam
Rp 2.000,00/unit
3
b) lebih dari 50 m /jam
Rp 20.000,00/unit
7) alat ukur waktu: - meter parkir dan stop watch
Rp6.000.00/unit
8) alat ukur lain - alat ukur lain yang tidak tersebut pada huruf a sampai dengan huruf g dihitung berdasarkan lamanya waktu pengujian paling singkat 4 jam, bagian dari jam dihitung 1 jam. 9) biaya tambahan untuk peneraan/pengujian di
Rp 2.500,00/jam
Rp 1.000,00/unit
luar kantor, paling sedikit Rp 10.000,10) sewa peralatan:
y.
a) anak timbangan bidur
Rp 25.000,00/ton/hari
b) bejana ukur standar kerja c) roli tester meter taksi portable
Rp 100.000,00/hari
Pengujian Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) per jenis kuantrta nominal.
Rp 100.000,00/hari Rp 10.000,00/unrt
Bagian Kedua Peternakan, Perikanan dan Kelautan Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 33 (1) Pelayanan Peternakan, Perikanan dan Kelautan terdiri dari: a. pemeriksaan kesehatan ternak potong/unggas di rumah potong hewan; o. pemeriksaan laboratorium kesehatan hewan; c. pemeriksaan laboratorium kesmavet; d. pemakaian fasilitas/peralatan peternakan;
e. pemeriksaan pos/klinik kesehatan hewan; Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
f. perizinan bidang peternakan; g. pengujian kapal perikanan; h. pemakaian fasilitas/sarana dan prasarana perikanan; i. pemakaian fasilitas pengujian mutu hasil perikanan; j.
pemakaian tempat pelelangan ikan;
k. penjualan benih ikan; I. penjualan bibit ternak; m. pemakaian tempat penginapan nelayan; n. pemakaian tempat pendaratan kapal; o. perizinan bidang perikanan. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan peternakan, perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan peternakan, perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 34 (1) Pelayanan peternakan, perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) adalah objek yang dikenakan retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, dipungut retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Rumah Potong Hewan. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf h dan huruf I dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf f dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Perizinan bidang Peternakan. (5) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf g dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Pengujian Kapal Perikanan. (6) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud daiam Pasal 33 ayat (1) huruf j dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Tempat Pelelangan Ikan. (7) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf k dan huruf I dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. (B) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf m dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Tempat Penginapan/PesanggrahaiWilla. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(9) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf n dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Tempat Pendaratan Kapal. (10) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf o dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Perizinan Bidang Perikanan. Pasal 35 (1) Subjek retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a. (2) Subjek retribusi pemakaian kekayaan daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf h dan huruf i. (3) Subjek retribusi Perizinan Bidang Peternakan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf f. (4) Subjek retribusi Pengujian Kapal Perikanan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf g. (5) Subjek retribusi Pemakaian Tempat Pelelangan Ikan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf j. (6) Subjek retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf k dan huruf I. (7) Subjek retribusi Tempat Penginapan/PesanggrahanA/ilta adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf m. (8) Subjek retribusi Tempat Pendaratan Kapal adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf n. (9) Subjek retribusi Perizinan Bidang Perikanan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf o. (10) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) adalah wajib retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 36 (1) Tingkat penggunaan jasa Rumah Potong Hewan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2) diukur berdasarkan jenis, volume dan waktu. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Tingkat penggunaan jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf h diukur berdasarkan volume, klasifikasi/peralatan dan waktu pemakaian. (3) Tingkat penggunaan jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf i diukur berdasarkan volume, klasifikasi/peralatan dan harga media. (4) Tingkat penggunaan jasa Perizinan Bidang Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) diukur berdasarkan klasifikasi, volume dan waktu. (5) Tingkat penggunaan jasa Pengujian Kapal Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) diukur berdasarkan berat kapal (GT), jumlah kapal yang diuji dan waktu. (6) Tingkat penggunaan jasa Pemakaian Tempat Pelelangan Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (6) diukur berdasarkan prosentase volume dan harga transaksi. (7) Tingkat penggunaan jasa Produksi Usaha Daerah Penjualan Benih Ikan dan Bibit Ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (7) diukur berdasarkan jenis, volume dan harga pedoman. (8) Tingkat penggunaan jasa Tempat Penginapan/pesanggrahan/villa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (8) diukur berdasarkan jumlah kamar dan waktu pemakaian. (9) Tingkat penggunaan jasa Tempat Pendaratan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (9) diukur berdasarkan Berat Kapal (GT) dan waktu pemakaian. (10) Tingkat penggunaan jasa Perizinan Bidang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (10) diukur berdasarkan klasifikasi, volume dan waktu. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 37 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Rumah Potong Hewan dan pemakaian kekayaan Daerah fasilitas/peralatan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin/periodik yang berkaitan dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Perizinan tertentu Bidang Peternakan dan retribusi Perizinan tertentu Bidang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) dan ayat (10) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Pengujian Kapal Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya pemeriksaan perlengkapan dan peralatan lainnya, biaya tanda uji dan segel, biaya operasional, biaya pemeliharaan dan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (4) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Pemakaian Tempat Pelelangan Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (6) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (5) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah sebagaimana dimaksud daiam Pasal 34 ayat (7) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (6) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/ Villa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (8) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, angsuran bunga pinjaman, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (7) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Tempat Pendaratan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (9) adalah dengan memperhatikan biaya penyediaan fasilitas pendaratan dan transit, biaya perawatan/ pemeliharaan, biaya pembinaan, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar.
Pasal 38 Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) adalah sebagai berikut: a.
Pemeriksaan kesehatan ternak potong/unggas di Rumah Potong Hewan: 1. sapi, kerbau, kuda Rp4.000,00/ekor 2. babi Rp5.000,00/ekor
3. babi adat
Rp2.5J00,007ekor
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
4. kambing, domba dan hewan kecil lainnya
Rp1.000.00/ekor
5. unggas
Rp25,00/ekor
6. pengandangan/pemeriksaan babi
Rp2.000.00/3hari/ekor
Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Hewan dan Ikan: 1. Unggas/ikan a) pemeriksaan patologi anatomi
Rp5.000,00/contoh/jenis
b) pemeriksaan parasitologi
Rp5.000.00/contoh/jenis
c) pemeriksaan mikrobiologi/bakteriologi
Rp15.000,00/contoh/jenis
d) pemeriksaan serologi
Rp15.000,00/contoh/jenis
e) pemeriksaan histopatologi
Rp15.000.00/contoh/jenis
2. Hewan kecil/besar a) pemeriksaan patologi anatomi
Rp15.000,00/contoh
b) pemeriksaan darah/hematologi
Rp15.000,00/contoh
c) pemeriksaan kimia darah
Rp15.000,00/contoh
d) pemeriksaan parasitologi
Rp15.000.00/contoh
e) pemeriksaan virologi/bakteriologi/mikrologi
Rp25.000,00/contoh
f) pemeriksaan bangkai
Rp 25.000,00/contoh
g) pemeriksaan hispatologi
Rp25.000,00/contoh
h) pemeriksaan tuberculin
Rp 30.000,00/contoh
Pemeriksaan Laboratorium Kesmavet: 1, a) fisik/organoleptik
Rp20.000,00/contoh
b) kualitas telur
Rp25.000,00/contoh
Kimia a) Kadar lemak/protein/air/abu/total solid/Laktosa
Rp20.000,00/contoh/jenis
b) bahan pengawet/bahan tambahan
Rp50.000,00/contoh/jenis
Mikrobiologi a) total kuman/colifomn/E.Coli/Entrococci
Rp20.000,00/contoh/jenis
b) staphylococuus aureus/kapang/kamir
Rp25.000,00/contoh/jenis
c) salmonella spp/clostridium sp/comphylobacter Rp 50.000,00/contoh/jenis Rp 100.000,00/contoh/jenis d) listeria/bacilus antraxis Residu a) Antibiotika
Rp 100.000,00/contoh/jenis
b) penecilin/oxytetracyclin/makrolida/ aminoglikosida
Rp 100.000,00/contoh/jenis
5. Pestisida a) organochlorine
Rp250.000,00/contoh
b) organophosphor
Rp 250.000,00/contoh
6. Hormon
Rp 200.000,00/contoh Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
7. Logam berat
Rp 150.000,00/contoh
8. Pemeriksaan ulang (herkeuring) BAH/HBAH yang masuk ke Wilayah Provinsi DKI Jakarta: a) Pemasukan daging sapi/kerbau lokal b) Pemasukan import
daging
Rp250.000,00/sampel
sapi/kerbau/domba Rp350.000.00/sampel
c) Pemasukan daging unggas lokal
Rp 150.000,00/sampel
d) Pemasukan daging unggas import
Rp300.000,00/sampel
e) Pemasukan daging olahan/jeroan (edible offal)
Rp 300.00,00/sampel
Pemakaian Fasilitas/Peralatan Peternakan 1. Pemakaian Aula Taman Ternak
Rp 100.000,00/hari
2. Pemakaian Asrama Taman Ternak a) non AC
Rp 50.000,00/kamar/hari
b) AC
Rp 120.000,00/kamar/hari
3. Pemakaian Kandang Sapi
Rp 500,00/ekor/hari
4. Pemakaian Rumah Observasi Rabies: a) observasi hewan penular rabies
Rp50.000.00/ekor/10hari
b) pemeliharaan hewan penular rabies yang diadopsi
Rp 10.000,00/ekor/hari
c) biaya eliminasi dan penguburan
Rp50.000,00/ekor
d) pemeliharaan hewan setelah observasi
Rp 10.000,00/ekor/hari
5. Pemakaian Tempat Pemotongan Unggas:
Penampungan
dan
a) pemakaian fasilitas penampungan
Rp400.000.00/kdg/bln
b) pemakaian fasilitas pemotongan
Rp50,00/ekor
Pemeriksaan Pos/Klinik Kesehatan Hewan: 1. pemeriksaan kesehatan hewan
Rp10.000,00/ekor
2. pemeriksaan dan pengobatan
Rp25.000.00/ekor
3. operasi kecil
Rp40.000.00/ekor
4. operasi besar
Rp100.000.00/ekor
Perizinan Bidang Peternakan: 1. Izin/rekomendasi pemasukan/pengeluaran ternak dan daging untuk: a) Pemasukan ternak dari luar kota
Rp50.000.00/rekomendasi
b) Pemasukan daging: 1) Pemasukan daging dari luar kota
Rp 150.000,00/rekomendasi
2) Pemasukan daging dari luar negeri
Rp400.000.00/rekomendasi
c) Pengeluaran daging
Rp250.000.00/rekomendasi
Izin Perusahaan Daging a) distributor daging
Rp300.000.00/izin
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b) toko daging
Rp200.000,00/ izin
c) pasar swalayan
Rp200.000,00/ izin
d) KTBD
Rp 10.000,00/izin
e) usaha pengolahan daging
Rp250.000,00/ izin
f) penampungan daging cold storage
Rp250.000,00/ izin
Izin usaha pemotongan ternak a) sapi, kerbau, kuda
Rp 100.000,00/izin
b) kambing, domba dan hewan lainnya
Rp50.000.00/ izin
4. Izin usaha pengangkutan/kendaraan daging
Rp25.000.00/kendaraan
5. Retribusi izin/rekomendasi unggas a) pemasukan/pengeluaran unggas
Rp 100.000,00/izin
b) pemasukan/pengeluaran daging unggas
Rp100.000.00/izin
c) izin distribusi daging unggas
Rp200.000,00/ izin
d) izin penjualan daging unggas (KTBD)
Rp5.000.00/ izin
8. Rekomendasi/izin usaha persusuan a) pemasok susu
Rp 100.000,00/rekomendasi
b) pengolah susu
Rp 100.000,00/rekomendasi
Rekomendasi/izin berdagang dan berusaha hewan kesayangan: a) hewan yang keluar masuk ke Wilayah Provinsi DKI Jakarta
Rp25.000,00/rekomendasi
b) unggas/kera
Rp50.000.00/rekomendasi
c) izin tempat penampungan hewan
Rp100.000.00/izin
d) izin pet shop dan salon anjing
Rp200.000,00/izin
e) izin klinik hewan
Rp200.000.00/izin
f) izin praktek dokter hewan
Rp100.000,00/izin
g) izin depo obat hewan
Rp5Q.000.00/ izin
h) izin toko obat hewan
Rp40.000,00/ izin
i) suntikan/vaksinasi rabies
Rp5.000,00/ekor
j) izin Rumah Sakit Hewan
Rp350.000.00/ izin
Pengujian Kapal Perikanan: 1. sampai dengan 5 Gross Tonage (GT)
Rp 0,00/kapal/tahun
2. lebih dari 5 GT sampai dengan 10 GT
Rp 10.000.00/kapal/tahun
3. lebih dari 10 GT sampai dengan 30 GT
Rp 50.000,00/kapal/tahun
4. lebih dari 30 GT
Rp 100.000,00/kapal/tahun
Pemakaian Fasilitas/Sarana dan Prasarana Perikanan: 1. Pemakaian kios pengecer di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
kawasan 2
Rp5.000,00/m /bulan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2. Pemakaian kios Pujaseri di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke: a) Pemakaian Kios Pujaseri b) Pemakaian Kios Pujaseri Mirasih 3. Pemakaian kios alat perikanan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke dan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu . 4. Pemakaian kantor di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke. 5. Pemakaian gudang alat perikanan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke. 6. Pemakaian Tempat Pengepakan Ikan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke. 7. Pemakaian gudang garam di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke. 8. Pemakaian fasilitas Tempat Pengolahan Ikan di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke.
2
Rp6.000,00/m /bulan Rp 8.000,00/m /bulan 2
2
Rp7.500,00/m /bulan 2
Rp7.500,00/m /bulan
2
Rp 5.000,00/m /bulan
2
Rp 10.000,00/m /bulan
2
Rp 5.000,00/m /bulan
Rp 50.000,00/unit/bulan
9. Pemakaian fasilitas lahan untuk usaha budidaya perikanan di Balai Benih Ikan (BBI)
RP600,00/m /lahun
10. Pemakaian fasilitas kolam di Balai Benih Ikan (BBI)
Rp150,00/m /bulan
11 .Pemakaian fasilitas tempat penjualan/ penampungan ikan
Rp4.000,00/m /bulan
2
2
2
12. Pemakaian tempat penitipan kendaraan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke Rp1.000,00/hari a) sepeda motor b) bajaj/kancil
Rp1.000.00/hari
c) mobil
Rp2.000.00/hari
d) truk/bis
Rp3.000.00/hari
13. Pemakaian wadah Pelelangan Ikan
ikan/trays
di
Tempat Rp 500,00 /buah/1 kali pakai
14. Pemakaian tanah di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke untuk: a) dock kapal, gudang alat perikanan, pengolahan ikan, bengkel, pabrik es, cool 2
Rp 6.000,00/m /tahun b) bioskop, SPBU, restoran dan depot es
2
Rp 9.000,00/m /tahun
15. Pemakaian alur docking untuk Kapal Perikanan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke:
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
a) sampai dengan 10 GT
Rp20.000,00/kapal/satu kali docking
b) lebih dari 10 GT sampai dengan 20 GT
Rp25.000,00/kapal/satu kali docking
c) lebih dari 20 GT sampai dengan 30 GT
Rp30.000.00/kapal/satu kali docking
d) lebih dari 30 GT sampai dengan 50 GT
Rp50.000,007kapal/satu kali docking
e) lebih dari 50 GT
Rp70.000,00/kapal/satu kali docking
16. Pemakaian alur docking untuk Kapal Bukan Perikanan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke: Rp40.000.00/kapal/satu kali a) sampai dengan 10 GT docking b) lebih dari 10 GT sampai dengan 20 GT
Rp50.000.00/kapal/satu kali docking
c) lebih dari 20 GT sampai dengan 30 GT
Rp60.000.00/kapal/satu kali docking
d) lebih dari 30 GT sampai dengan 50 GT
Rp 100.000,00/kapal/satu kali docking
e) lebih dari 50 GT
Rp 150.000,00/kapal/satu kali docking
17. Pemakaian fasilitas docking kapal untuk Kapal Perikanan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke dan Pulau Seribu berukuran: a) sampai dengan 10 GT
Rp 25.000,00/kapal/satu kali docking
b) lebih dari 10 GT sampai dengan 20 GT
Rp 30 000,00/kapal/satu kali docking
c) lebih dari 20 GT sampai dengan 30 GT
Rp 45 000,00/kapal/satu kali docking
d) lebih dari 30 GT sampai dengan 50 GT
Rp 70 000,00/kapal/satu kali docking
e) lebih dari 50 GT
Rp100.000,00/kapal/satu kali docking
18. Pemakaian fasilitas docking kapal untuk Kapal Bukan Perikanan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke berukuran: a) sampai dengan 20 GT
Rp 60.000,00/kapal/satu kali docking
b) lebih dari 20 GT sampai dengan 30 GT
Rp 85.000,00/kapal/satu
kali docking Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c) lebih dari 30 GT sampai dengan 50 GT
Rp 110.000,00/kapal/satu kali docking
d) lebih dari 50 GT
Rp 150.000,00/kapal/satu kali docking
19. Pemakaian Kios Pengecer Ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pasar Ikan, Kalibaru, Cilincing dan Kamal Muara.
Rp 2.500,00/m /bulan
20. Pemakaian tanah di Taman Promosi Hasil Perikanan (TPHP) Cengkareng.
Rp 5.000,00/m /tahun
2
2
i. Pemakaian Fasilitas Pengujian Mutu Hasil Perikanan: 1. Besar retribusi pemakaian fasilitas pengujian mutu hasil perikanan dihitung berdasarkan perkalian dari volume (ton), harga media pengujian dan Nilai Ekonomis Komoditas (NEK) sebagai berikut: a) udang, lobster
12,5
b) sirip
10
c) paha kodok
5
d) ikan
2,5
e) tuna
5
f) minyak ikan
5
g) olahan teri
5
h) ubur-ubur
2.5
i) tepung ikan, tepung rumput laut
2.5
j) Ikan kaleng
2.5
k) kepiting, rajungan, kerang-kerangan
2.5
1) kulit ikan
2.5
m) kerupuk
1.5
n) ikan kering, asin
0.5
o) rumput laut
0.5
2. Harga media pengujian sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan oleh Gubernur. 3. Pengujian Mikrobiologi: a) Total Plate Count (TPC)
Rp25.000.00/contoh
b) Escherichia coli (E Coli)
Rp75.000,00/contoh
c) Salmonella
Rp100.000,00/contoh
d) Vibro cholerae
Rp150.000,00/contoh
e) Staphylococcus aureus
Rp200.000.00/contoh
f) Listeria Monocytogenesis
Rp200.000.00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
4. Pengujian Kimia a) Garam
Rp30.000,00/contoh
b) Air
Rp20.000,00/contoh
c) Abu
Rp20.000,00/contoh
d) Abu tak larut dalam air
Rp20.000.00/contoh
5. Uji Organoleptik (ikan segar)
Rp25.000.00/contoh
6. Pengujian tambahan: a) Uji antibiotik (metode HPLC)
Rp250.000.00/contoh
b) Uji antibiotik (metode bio assay)
Rp50.000.00/contoh
c) Uji histamin
Rp90.000.00/contoh
d) Uji merkuri
Rp80.000.00/contoh
e) Uji zat warna f) Uji zat pengawet
Rp250.000.00/contoh
g) Uji pestisida
Rp150.000,00/contoh
Rp100.000.00/contoh
Pemeriksaan ulang terhadap Produk Impor Hasil Perikanan: a) Ikan/olahan
Rp50,00/Kg
b) Udang
Rp200,00/Kg
c) Kodok
Rp100,00/Kg
d) Produk perikanan kering
Rp25,00/Kg
j. Pemakaian Tempat Pelelangan Ikan: 1. Ikan segar/beku/hidup/kering produksi lokal dikenakan pada nelayan dan pedagang
5% (lima persen) dari harga transaksi
2. Ikan segar/beku/hidup/kering produksi lokal yang dijual tanpa melalui lelang
5% (lima persen) dari harga pedoman
3. Ikan olahan, asin, kering dan lain-lainnya yang sejenis dari luar daerah
1% (satu persen) dari harga pedoman
4. Ikan segar/beku/hidup dari luar daerah yang masuk/dijual tanpa melalui lelang
1% (satu persen) dari harga pedoman
k. Penjualan Benih Ikan
100% (seratus persen) dari harga pedoman
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
I. Penjualan Bibit Ternak
100% (seratus persen) dari harga pedoman
m. Pemakaian Tempat Penginapan Nelayan
Rp20.000.00/kamar/hari
n. Pemakaian tempat pendaratan kapal di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke. 1. Hari ke 1 .(satu) sampai dengan hari ke 2 (dua): a) sampai dengan 5 GT
Rp500,00/kapal/24 jam
b) lebih dari 5 GT sampai dengan 10 GT
Rp1.000.00/kapal/24 jam
c) lebih dari 10 GT sampai dengan 20 GT
Rp2.000.00/kapal/24 jam
d) lebih dari 20 GT
Rp4.000,00/kapal/24 jam
2. Hari ke 3 (tiga) sampai dengan hari ke 5 (lima): a) sampai dengan 5 GT
Rp500,00/kapal/24 jam
b) lebih dari 5 GT sampai dengan 10 GT
Rp1.100.00/kapal/24 jam
c) lebih dari 10 GT sampai dengan 20 GT
Rp2.200.00/kapal/24 jam
d) lebih dari 20 GT
Rp4.400.00/kapal/24 jam
3. Hari ke 6 (enam) sampai dengan hari ke 9 (sembilan): a) sampai dengan 5 GT
Rp500,00/kapal/24 jam
b) lebih dari 5 GT sampai dengan 10 GT
Rp1.200,00/kapal/24 jam
c) lebih dari 10 GT sampai dengan 20 GT
Rp2.400.00/kapal/24 jam
d) lebih dari 20 GT
Rp4.800.00/kapal/24 jam
Hari ke 10 (sepuluh) keatas a) sampai dengan 5 GT
Rp500,00/kapal/24 jam
b) lebih dari 5 GT sampai dengan 10 GT
Rp1.600,00/kapal/24 jam
c) lebih dari 10 GT sampai dengan 20 GT
Rp2.600.00/kapal/24 jam
d) lebih dari 20 GT
Rp5.200.00/kapal/24 jam
o. Perizinan Bidang Perikanan: 1. Pemberian izin Usaha Perikanan (IUP) bidang Penangkapan Ikan : a) IUP
Rp100.000,00/Izin
b) daftar ulang (perpanjangan)
RpO.OO/tahun
2. Pemberian Tanda Daftar Usaha Perikanan (TDUP) bidang pemasaran, pengolahan dan pengangkutan hasil perikanan: a) usaha pemasaran ikan dan olahan lainnya 1) pengecer
Rp25.000,00/ izin
2) grosir
Rp100.000,00/izin
3) eksportir
Rp250.000,00/ izin
4) jasa pengangkutan
Rp150.000,00/izin
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b) usaha pengolahan ikan: 1) tradisional (pengeringan/pengasinan/ pemindangan dan lain-lain yang sejenis)
Rp25.000.00/ Izin
2) modem (pembekuan/pengalengan dan lain-lain yang sejenis)
Rp250.000.00/ Izin
c) usaha pengangkutan ikan 1) menggunakan kendaraan angkutan Ikan dengan insulasi berukuran: a)) sampai dengan 1 ton
Rp40.000.00/ izin
b)) lebih dari 1 ton sampai dengan 3 ton
Rp75.000.00/ Izin
c)) lebih dari 3 ton sampai dengan 5 ton
Rp100.000,00/ izin
d)) lebih dari 5 ton
Rp150.000,00/ izin
2) menggunakan kendaraan angkutan ikan tanpa insulasi berukuran: a)) sampai dengan 1 ton
Rp25.000,00/ izin
b)) lebih dari 1 ton sampai dengan 3 ton
Rp50.000,00/ izin
c)) lebih dari 3 ton sampai dengan 5 ton
Rp75.000,00/ izin
d)) lebih dari 5 ton
Rp100.000,00/ Izin
3. Rekomendasi pemasukan ikan/pakan/ikan obat-obatan ikan
Rp100.000,00/rekomendasi
4. Pemberian Surat Penangkapan Ikan (SPI), dengan alat: a) Jaring Insang (Gill Nett): 1) kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 GT, dengan mesin berkekuatan: a)) sampai dengan 10 DK (daya kuda)
Rp30.000.00/ Izin
b)) lebih dari 10 DK sampai dengan 30 DK
Rp50.000.00/ izin
2) motor tempel
RpOO.OO/ izin n
b) Jaring Kolor (purse seine): 1) kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 GT, dengan mesin berkekuatan: a)) sampai dengan 10 DK
Rp30.000.00/ izin
b)) lebih dari 10 DK sampai dengan 30 DK
Rp50.000.00/ izin
2) motor tempel
RpOO.OO/ izin
c) Jaring payang: 1) kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 GT, dengan mesin berkekuatan: a)) sampai dengan 10 DK
Rp30.000.00/ izin
b)) lebih dari 10 DK sampai dengan 30 DK
Rp50.000.00/ izin
2) motor tempel
Rp00,00/unit/tahun
d) Jaring muro-ami
Rp30.000.00/izin
e) Jaring ikan hias
Rp30.000.00/izin
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
O Pancing: 1) kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 GT, dengan mesin berkekuatan: a)) sampai dengan 10 DK
Rp30.000,00/izin
b)) lebih dari 10 DK sampai dengan 30 DK
Rp50.000,00/izin
2) motor tempel
Rp00,00/izin
g) B u b u 1) kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 GT, dengan mesin berkekuatan: a)) sampai dengan 10 DK
Rp30.000,00/izin
b)) lebih dari 10 DK sampai dengan 30 DK
Rp50.000.00/izin
2) motor tempel
RpOO.OO/unit/tahun
h) Jaring Cumi (Bouke Ami) 1) kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 GT, dengan mesin berkekuatan: a)) sampai dengan 10 DK
Rp30.000,00/izin
b)) lebih dari 10 DK sampai dengan 30 DK
Rp50.000.00/izin
2) motor tempel
RpOO.OO/izin
i) Jaring Arad 1) kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 GT, dengan mesin berkekuatan: a)) sampai dengan 10 DK
Rp30.000.00/izin
b)) lebih dari 10 DK sampai dengan 30 DK
Rp50.000,00/izln
2) motor tempel
RpOO.OO/izin
j) Kapal Pengangkut Ikan kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 GT, dengan mesin berkekuatan: 1) sampai dengan 10 DK
Rp30.000.00/izin
2) lebih dari 10 DK sampai dengan 30 DK
Rp50.000.00/izin
Bagian Ketiga Pertanian dan Kehutanan Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 39 (1) Pelayanan Pertanian dan Kehutanan terdiri dari: a. pemakaian kios promosi bunga; b. pemakaian los promosi bunga;
c. pemakaian kios terbuka promosi bunga; Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d. pemakaian lahan usaha promosi penangkar bibit; e. pemakaian lahan kebun bibit; f.
pemakaian green house/lath house;
g. pemakaian lahan taman anggrek ragunan; h. pemakaian pusat latihan pertanian klender dan fasilitasnya; i.
pemakaian tempat penimbunan hasil hutan;
j.
pemakaian sarana/fasilitas kehutanan;
k. pemakaian peralatan pengeringan, pengawetan dan pengolahan kayu; i.
pemakaian peralatan untuk pengujian pengawetan dan pengeringan kayu;
m. pemakaian fasilitas kehutanan di kota/hutan wisata; n. pemakaian laboratorium uji mutu pertanian; o. penjualan bibit/hasil kebun; p. pengukuran dan pengujian hasil hutan. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan pertanian dan kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan pertanian dan kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 40 (1) Pelayanan Pertanian dan Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf n dipungut retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1) huruf o dipungut retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1) huruf p dipungut retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan terhadap hasil hutan yang diangkut oleh pribadi atau badan. Pasal 41 (1) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf n. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Subjek Retribusi Penjulan Produksi Usaha Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1) huruf o. (3) Subjek Retribusi Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1) huruf p. (4) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 42 (1) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) diukur berdasarkan penggunaan, luas, jumlah dan waktu pemakaian. (2) Tingkat penggunaan Jasa Penjualan Produksi Usaha Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) diukur berdasarkan jenis, umur dan tinggi tanaman. (3) Tingkat penggunaan Jasa Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4) diukur berdasarkan jenis, ukuran dan volume. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 43 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah fasilitas/peralatan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa dan bunga pinjaman untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya
rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pasal 44 Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) adalah sebagai berikut: 2
a. pemakaian kios promosi bunga
Rp7.500,00/m /bulan
h pemakaian los promosi bunga
Rp500,00/m /hari
2
Rp75.000.00/kios/bulan c pemakaian kios terbuka promosi bunga pemakaian lahan usaha promosi penangkar bibit Rp1.000,00/m /bulan d Rp2.000.000.00/ha/tahun e. pemakaian lahan kebun bibit Rp1.500,00/m /bulan f. pemakaian Green House/lath House 2
2
g. pemakaian lahan Taman Anggrek Ragunan : 1. pemakaian lahan taman anggrek ragunan
Rp185.000.00/kav/bulan
2. masuk kawasan taman anggrek ragunan: a) mobil b) motor c) orang h. Pemakaian pusat latihan pertanian Klender
Rp1.000,00/mobil/skl masuk Rp500,00/motor/skl masuk Rp1.000,00/orang/skl masuk
dan fasilitasnya: 1. pemakaian aula dan ruang makan
Rp150.000.00/hari
2. pemakaian kursi tambahan
Rp500,00/buah/hari
3. pemakaian tempat tidur i. Tempat penimbunan hasil hutan: 1. Kayu gelondongan/dolken 2. Kayu gergajian 3. Rotan j. Pemakaian sarana/fasilitas kehutanan:
Rp4.000.00/orang/hari 3
Rp150,00/M /hari Rp100,00/M /hari Rp200,00/M /hari 3
3
2
1. bangunan
Rp500,00/m /hari
2. gedung pertemuan
Rp150.000.00/hari
Rp200.000.00/hari 3. forklift Rp250,00/m /hari 4. tempat ruang terbuka Pemakaian peralatan pengeringan, pengawetan dan pengolahan kayu: 2
k.
3
1. Pengeringan kayu
Rp100.000,00/m
2. Pengawetan kayu: a) sistem vacuum pressure b) sistem injeksi
Rp150.000,00/m Rp175.000,00/m
3
3
3. Pengolahan kayu: a) penyerutan kayu Rp60.000,00/m b) pembuatan palet Rp35.000.00/rn c) pembuatan kusen Rp130.000,00/m Pemakaian peralatan untuk pengujian pengawetan dan pengeringan kayu: 1. Pengawetan Rp3.000,00/m 3
3
3
I.
3
2. Pengeringan
Rp2.000,00/m
3
3. Jenis/kualitas kayu
Rp3.000,00/m
3
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pemakaian fasilitas kehutanan di kota/hutan wisata/hutan lindung 1.
Masuk hutan kota/hutan wisata: a) mobil
Rp1.000,00/mobil/sekali masuk
b) motor
Rp500,00/motor/sekali masuk
c) orang
Rp500,00/orang/sekali masuk
2. Sewa lapak tanaman hias
2
Rp500,00/m /bulan
Pelayanan pemakaian laboratorium uji mutu pertanian: 1) uji organopoleptik: a) sayur-sayuran segar
Rp20.000 OO/contoh
b) buah-buahan segar
Rp20.000 00/contoh
c) hasil olahan: 1)) dalam kaleng
Rp20.000 OO/contoh
2)) kemasan lain
Rp20.000 00/contoh
2) uji kimia: a) kadar lemak
RpSO.OOO 00/contoh
b) kadar serat
Rp35.000 00/contoh
c) kadar protein
Rp30 000 00/contoh
d)kadar abu
Rp20 000 00/contoh
e) kadar air
Rp35 .000 00/contoh
f) kadar gula
Rp30 000 00/contoh
g) total gula
Rp40 000 00/contoh
h) kadar asam
Rp40 000 00/contoh
i) kadar vitamin c
Rp35 000 00/contoh
j) derajat kekentalan
Rp30 000 00/contoh
3) uji residu pestisida
Rp325.000,00/contoh/golongan
4) uji mikrobiologi: a) escherisia coli
Rp40.000 00/contoh
b) total plate count
Rp40.000 00/contoh
c) salmonella
Rp50.000 00/contoh
d) v pata haemoliticus
Rp40.000 00/contoh
e) stafilococcus
RpSO.OOO 00/contoh
Rp75.000 00/contoh f) clostridium botuiinum Penjualan bibit/hasil kebun 100% (seratus persen) dari harga pedoman yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pengukuran dan pengujian hasil hutan: besaran tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (5) ditetapkan sebagai berikut : 3
1. Kayu Bulat
Rp5.000,00/m
2. Kayu Olahan
Rp10.000,00/m
3. Rotan
3
Rp10.0Q0,007ton Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Rp500,007kg
4. Getah/Damar
Bagian Keempat Pariwisata Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 45 (1) Pelayanan Kepariwisataan terdiri dari: a. pemakaian penginapan Graha Wisata Kuningan; b. pemakaian penginapan Graha Wisata TMII; c. pemakaian penginapan Graha Wisata Ragunan; d. pemakaian tempat ruang pertemuan Graha Wisata Kuningan; e. pemakaian tempat ruang pertemuan Graha Wisata TMII; f. pemakaian tempat ruang pertemuan Graha Wisata Ragunan; g. izin usaha akomodasi; h. izin usaha penyediaan makanan dan minuman; i.
izin usaha jasa pariwisata;
j. izin usaha rekreasi dan hiburan; k. izin usaha kawasan pariwisata. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan kepariwisataaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 46 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) adalah objek yang dikenakan retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Fasilitas Akomodasi Milik Daerah.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf g sampai dengan huruf k dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Usaha Industri Pariwisata. t
Pasal 47 (1) Subjek Retribusi Pelayanan Kepariwisataan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1). (2) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 48 (1) Tingkat penggunaan Jasa Fasilitas Akomodasi Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) diukur berdasarkan jumlah orang, klasifikasi fasilitas tempat, dan waktu pemakaian. (2) Tingkat penggunaan Jasa Izin Usaha Industri Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) diukur berdasarkan jenis dan klasifikasi industri pariwisata, serta jangka waktu.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur, dan Besarnya Tarif Pasal 49 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Fasilitas Akomodasi Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya promosi, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Jasa Pelayanan Izin Usaha Industri Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) adalah dengan memperhatikan jenis dan klasifikasi industri pariwisata yang mencakup biaya pemeriksaan lokasi, biaya promosi, biaya pembinaan, biaya penertiban, biaya pengawasan dan pengendalian. Pasal 50 Struktur dan besarnya tarif retribusi Pelayanan Kepariwisataan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) adalah sebagai berikut: Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
a. Pemakaian penginapan Graha Wisata Kuningan 1) Kamar biasa (standar): a) pelajar/mahasiswa
Rp10.000 00/orang/tempat tidur/hari
b) umum
Rp20.000 00/orang/tempat tidur/hari
2) Kamar ber-AC: a) pelajar/mahasiswa
Rp25.000 00/orang/tempat tidur/hari
b) umum
Rp50.000 00/orang/tempat tidur/hari
b. Pemakaian penginapan Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah: 1) Kamar biasa (standar): a) pelajar/mahasiswa
Rp10.000 00/orang/tempat tidur/hari
b) umum
Rp20.000 00/orang/tempat tidur/hari
2) Kamar ber-AC: a) pelajar/mahasiswa
Rp25.000 00/orang/tempat tidur/hari
b) umum
RpSO.OOO 00/orang/tempat tidur/hari
c. Pemakaian penginapan Graha Wisata Ragunan 1) Kamar biasa (standar): a) pelajar/mahasiswa b) umum
Rp10.000 00/orang/tempat tidur/hari Rp20.000 00/orang/tempat tidur/hari
2) Kamar ber-AC: a) pelajar/mahasiswa
Rp25.000 00/orang/tempat tidur/hari
b) umum
RpSO.OOO 00/orang/tempat tidur/hari
d. Pemakaian tempat/ruang pertemuan Graha Wisata Kuningan: 1) pelajar/mahasiswa 2) umum
Rp200.000,00/8 jam Rp400.000,00/8 jam
3) Kelebihan pemakaian tiap jam berikutnya dikenakan tambahan tarif sebesar 10% (sepuluh persen). e. Pemakaian tempat/ruang pertemuan Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah: 1) pelajar/mahasiswa
Rp200.000,00/8 jam
2) umum
Rp400.000,00/8 jam
3) Kelebihan pemakaian tiap jam berikutnya dikenakan tambahan tarif sebesar 10% (sepuluh persen). f. Pemakaian tempat/ruang pertemuan Graha Wisata Ragunan: 1) pelajar/mahasiswa
Rp200.000,00/8 jam
2) umum
Rp400.000,00/8 jam
3) Kelebihan pemakaian tiap jam berikutnya dikenakan tambahan tarif sebesar 10% (sepuluh persen).
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Izin usaha akomodasi 1. Hotel: a) bintang lima: 1) baru
Rp 20.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) bintang empat: 1) baru
Rp 15.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
c) bintang tiga: 1) baru
Rp 10.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
d) bintang dua: 1) baru
Rp 7 500.000,00
2) daftar ulang
RpO 00/tahun
e) bintang satu: 1) baru
Rp 5 000.000,00
2) daftar ulang
RpO 00/tahun
f) melati 3: 1) baru
Rp 3 000.000,00
2) daftar ulang
RpO 00/tahun
g) melati 2: 1) baru
Rp 2 000.000,00
2) daftar ulang
RpO 00/tahun
h) Melati 1: 1) baru
Rp1 000.000,00
2) daftar ulang
RpO 00/tahun
2. Motel: a) baru
Rp15.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
3. Losmen: a) baru
Rp3 000.000,00
b) daftar ulang
RpO 00/tahun
4. Resort wisata: a) baru
Rp5 000.000,00
b) daftar ulang
RpO 00/tahun
5. Penginapan remaja: a) barp
Rp1 000.000,00
b) daftar ulang
RpO 00/tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
6. Hunian wisata/service apartemen: a) baru
Rp10.000.000,00
b) daftar ulang
Rp0,00/tahun
7. Karavan: a) baru
Rp500.000.00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
8. Pondok wisata/cottage: a) baru b) daftar ulang
Rp10.000.000.00 RpO.OO/tahun
9. Wisma: a) baru b) daftar ulang
Rp500.000.00 RpO.OO/tahun
h. Izin Usaha Penyediaan Makanan dan Minuman: 1. Restoran/Rumah Makan: a) klasifikasi A: 1) baru
Rp5.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) klasifikasi B: 1) baru 2) daftar ulang
Rp2.000.000.00 RpO.OO/tahun
c) klasifikasi C: 1) baru
Rp1.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
2. Bar: a) baru
Rp2.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
3. Pusat jajan: a) baru
Rp1.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
4. Jasa boga: a) baru
Rp 1.000.000,00
b) daftar ulang
RpO, 00/tahun
5. Bakeri: a) baru
Rp1.500.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
i. Izin usaha jasa pariwisata 1. Jasa biro perjalanan wisata: a) baru
b) daftar ulang
Rp7.500.000,00 RpO,00/tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2. Jasa cabang biro perjalanan wisata: a) baru
Rp 5.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
3. Jasa agen perjalanan wisata: a) baru
Rp 3.500.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
4. Jasa gerai jual perjalanan wisata: a) baru
Rp 1.500.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
5. Jasa penyediaan pramuwisata: a) baru
Rp 1.500.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
6. Jasa penyelenggaraan konvensi, perjalanan insentif dan pameran: a) baru
Rp 1.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
7. Jasa impresariat: a) baru
Rp 2.500.000.00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
8. Jasa konsultasi pariwisata: a) baru
Rp 1.000.000.00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
9. Jasa informasi pariwisata: a) baru
Rp 1.000.000.00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
10. Jasa manajemen hotel: a) baru
Rp 1.500.000.00
b) daftar ulang
Rp 0,00/tahun
11. Jasa fasilitas teater: a) baru
Rp 1.000.000.00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
12. Jasa fasilitas konvensi dan pameran: a) klasifikasi A: 1) baru
Rp 5.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) klasifikasi B: 1) baru
Rp 2.000.000,00
2;) daftar ulang
RpO.OO/tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
13. Jasa ruang pertemuan eksekutif: a) baru
Rp 3.000.000,00
b) daftar uiang
RpO.OO/tahun
j. Izin usaha rekreasi dan hiburan 1.
2.
3.
4.
Klab malam: a) baru
Rp 5.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
Diskotik: a) baru
Rp 5.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
Musik hidup: a) baru
Rp 2.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
Karaoke: a) klasifikasi A: 1) baru
Rp 5.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) klasifikasi B:
5.
6.
1) baru
Rp 3.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
Mandi uap: a) baru
Rp 5.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
Griya pijat: a) klasifikasi A: 1) baru
Rp 5.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) klasifikasi B:
7.
1) baru
Rp 3.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
Spa: a) klasifikasi A: 1) baru
Rp 5.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) klasifikasi B: 1) baru
Rp 3.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
8.
Bioskop untuk per layar: a) Bioskop klasifikasi A: 1) baru
Rp 1.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) Bioskop klasifikasi B: 1) baru
Rp 500.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
c) Bioskop klasifikasi C: 1) baru
Rp 250.000,00
2) daftar ulang 9.
RpO.OO/tahun
Bola gelinding: a) baru
Rp 2.500.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
10. Bola sodok: a) klasifikasi A: 1) baru
Rp 3.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) klasifikasi B: 1) baru
Rp 2.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
c) klasifikasi C: 1) baru
Rp 1.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
11. Seluncur: a) baru
Rp 1.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
12. Permainan ketangkasan manual/mekanik/elektronik: a) klasifikasi A (jumlah mesin 50 keatas): 1) baru
Rp 10.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) klasifikasi B (jumlah mesin 20 sampai dengan 49): 1) baru
Rp 7.500.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
c) klasifikasi C (jumlah mesin sampai dengan 19): 1) baru
Rp 5.000.000,00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
13. Pusat olah raga dan kesegaran jasmani: a) baru
b) daftar ulang
Rp 3.000.000,00
RpO.OGYtahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
14. Padang golf: a) kelas A (36 hole): 1) baru
Rp 30.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
b) kelas B (18 hole): 1) baru
Rp 20.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
c) kelas C (9 hole): 1) baru
Rp 15.000.000.00
2) daftar ulang
RpO.OO/tahun
15. Arena latihan golf: a) baru
Rp 10.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
16. Pangkas rambut: a) baru
Rp 250.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
17. Gelanggang renang: a) baru b) daftar ulang
Rp 1.000.000,00 RpO.OO/tahun
18. Taman rekreasi: a) baru
Rp 1.000.000,00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
19. Taman Margasatwa: a) baru
Rp500.000.00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
20. Kolam pemancingan: a) baru
Rp 300.000.00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
21. Pagelaran kesenian: a) baru
Rp 250.000.00
b) daftar ulang
RpO.OO/tahun
22. Pertunjukan temporer: a) dengan menggunakan harga tanda masuk
Rp 1.000.000.00
b) tanpa menggunakan harga tanda masuk
Rp 500.000.00
k. I?in usaha kawasan pariwisata: 1. baru
Rp 5.000.000.00
2. daftar ujang
RpO.OO/tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Bagian Kelima Pertambangan dan Energi Paragraf 1 Jenis pelayanan dan kewajiban Pasal 51 (1) Pelayanan pertambangan terdiri dari: a. izin ketenagalistrikan; b. izin penggalian/pengurugan dan pengangkutan tanah; c. izin pertambangan umum; d. izin pengusahaan minyak dan gas bumi; e. izin pemboran dan pemanfaatan air bawah tanah; f. penggantian biaya cetak peta; g. pemanfaatan air bersih; h. pemanfaatan ketenagalistrikan di Kepulauan Seribu. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang mendapatkan dan memerlukan pelayanan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 52 (1) Pelayanan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Ketenagalistrikan. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Penggalian/Pengurugan dan pengangkutan Tanah. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf c dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi izin Pertambangan Umum. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf d dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(6) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf e dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi izin Pemboran dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah. (7) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf f dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Penggantian Biaya Cetak Peta. (8) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf g dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Pemanfaatan Air Bersih. (9) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf h dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Pemanfaatan Ketenagalistrikan di Kepulauan Seribu.
Pasal 53 (1) Subjek Retribusi Izin Ketenagalistrikan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a. (2) Subjek Retribusi Izin Penggalian/Pengurugan dan Pengangkutan Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b. (3) Subjek Retribusi Izin Pertambangan Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf c. (4) Subjek Retribusi Izin Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi adalah orang, pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf d. (5) Subjek Retribusi Izin Pemboran Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf e. (6) Subjek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf f. (7) Subjek Retribusi Pemanfaatan Air Bersih adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf g. (8) Subjek Retribusi Pemanfaatan Ketenagalistrikan di Kepulauan Seribu adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf h. (9) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) adalah Wajib Retribusi.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 54 (1) Tingkat penggunaan Jasa Izin Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) diukur berdasarkan kapasitas, jenis pemanfaatan, resiko dan waktu. (2) Tingkat penggunaan jasa Izin Penggalian/Pengurugan dan Pengangkutan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) diukur berdasarkan volume, lokasi, resiko, luas area dan waktu. (3) Tingkat penggunaan jasa Izin Pertambangan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) diukur berdasarkan lokasi, volume, jenis bahan tambang, resiko dan waktu. (4) Tingkat penggunaan Jasa Izin Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52. ayat (5) diukur berdasarkan volume, resiko dan waktu. (5) Tingkat penggunaan Jasa Izin Pemboran dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dimaksud dalam Pasal 52 ayat (6) diukur berdasarkan kedalaman pemboran, jenis pemanfaatan air bawah tanah, volume, resiko dan waktu. (6) Tingkat penggunaan Jasa Pengantian Biaya Cetak Peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (7) diukur berdasarkan skala, ukuran, jenis, teknis pencetakan dan jumlah. (7) Tingkat penggunaan Jasa Pemanfaatan Air Bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (8) diukur berdasarkan volume, resiko dan kualitas air. (8) Tingkat penggunaan jasa Pemanfaatan Ketenagalistrikan di Kepulauan Seribu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (9) diukur berdasarkan jenis, kapasitas dan waktu.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 55 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya perencanaan, biaya laboratorium, biaya penyediaan peralatan, biaya pemeriksaan/pengecekan, biaya segel dan biaya penertiban, kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Penggalian/Pengurugan dan Pengangkutan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya perencanaan, biaya analisa laboratorium, biaya pengumpulan dan pemutakhiran data, biaya sosialisasi, biaya pemeriksaan, biaya konservasi dan penertiban serta kemampuan masyarakat serta aspek keadilan.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Pertambangan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya perencanaan, biaya sosialisasi, biaya pengumpulan, pengolahan dan analisa data, biaya pemutakhiran data, biaya pemeriksaan, biaya konservasi dan penertiban kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (4) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Pengusahaan Miyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (5) adalah dengan memperhatikan biaya perencanaan, biaya sosialisasi, biaya pemeriksaan, biaya pengujian, biaya analisa laboratorium, biaya pengumpulan/pengolahan dan analisa data, biaya koordinasi, biaya konservasi dan penertiban, kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (5) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Pemboran dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (6) adalah dengan memperhatikan biaya perencanaan, biaya sosialisasi, biaya pengumpulan/pengolahan dan analisa data hidrogeologi, biaya analisa air, biaya pemeriksaan, biaya meter air, biaya segel, biaya konservasi, biaya penertiban, kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (6) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pengantian Biaya Cetak Peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (7) adalah dengan memperhatikan skala, ukuran, jenis, teknis pencetakan dan jumlah peta. (7) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemanfaatan Air Bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (8) adalah dengan memperhatikan biaya perencanaan, biaya operator, biaya peralatan, biaya pemeriksaan kualitas air, biaya operasional/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya sosialisasi, kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (8) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemanfaatan Ketenagalistrikan di Kepulauan Seribu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (9) adalah dengan memperhatikan biaya perencanaan, biaya operator, biaya peralatan, biaya pemeriksaan/uji laik, biaya operasional/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya bahan bakar, biaya sosialisasi, biaya penertiban kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. Pasal 56 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Izin ketenagalistrikan: 1. izin usaha penyediaan tenaga listrik
Rp2.500.000.00/5tahun
2. perpanjangan izin usaha penyediaan tenaga listrik
Rp1.500.000.00/5tahun
3. izin operasional penyediaan tenaga listrik
Rp500.000.00/5tahun
4. perpanjangan izin operasional penyediaan tenaga
Rp250.000.00/5tahun
listrik
5. tanda daftar penyediaan tenaga listrik
Rp0,00/5tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
6. perpanjangan tanda daftar penyediaan tenaga listrik
Rp0,00/5tahun
7. izin usaha penunjang tenaga listrik
Rp2.500.000,00/5tahun
8. perpanjangan izin usaha penunjang tenaga listrik
Rp1.500.000,00/5tahun
9. pengesahan penanggung jawab teknik
Rp500.000,00/5tahun 10. atas keterlambatan perpanjangan izin ketenagalistrikan dikenakan denda sebesar 100% (seratus persen) dari retribusi perpanjangan izin. b. Izin penggalian/pengurugan dan pengangkutan tanah
Rp1.000.000,00/tahun /lokasi
c. Izin pertambangan umum: 1. izin penyelidikan umum
RplOOO.OOO.OO/tahun
2. perpanjangan izin penyelidikan umum
Rp500.000.00/tahun
3. izin eksplorasi
Rp2.000.000.00/tahun
4. perpanjangan izin eksplorasi
Rp1 000 000 00/tahun
5. izin eksploitasi
Rp1 500 000 00/1 Otahun
6. perpanjangan izin eksploitasi
Rp1 000 000 00/1 Otahun
7. izin pengolahan dan pemurnian
Rp2 000 000 00/1 Otahun
8. perpanjangan izin pengolahan dan pemurnian
Rp1 000 000 00/1 Otahun
9. izin pengangkutan
Rp500.000.00/10tahun
10. perpanjangan izin pengangkutan
Rp250.000.00/10tahun
11. izin penjualan dan/penampungan
Rp100.000,00/1 Otahun
12. perpanjangan izin penjualan dan/penampungan
Rp50.000.00/10tahun
13. atas keterlambatan perpanjangan izin pertambangan umum dikenakan denda sebesar 100% (seratus persen) dari besarnya retribusi perpanjangan izin. d. Izin pengusahaan minyak dan gas bumi: 1. izin pengusahaan SPBU
Rp7.500.000.00/5tahun
2. perpanjangan izin pengusahaan SPBU
Rp5.000.000.00/5tahun
3. izin pengusahaan depo lokal
Rp10.000.000.00/5tahun
4. perpanjangan izin pengusahaan depo lokal
Rp10.000.000.00/5tahun
5. izin pengusahaan minyak tanah: a) pangkalan
Rp250.000.00/5tahun
b) agen
Rp1.000.000.00/5tahun
6. perpanjangan izin pengusahaan minyak tanah: a) pangkalan b) agen
Rp100.000.00/5tahun Rp500.000.00/5tahun
7. izin pengumpulan dan penyaluran minyak pelumas bekas
Rp1.000.000.00/5tahun
8. perpanjangan izin pengumpulan dan penyaluran minyak pelumas bekas 9. izin pemasaran bahan bakar khusus
Rp500.000.00/5tahun Rp2.000.000.00/5tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
10. perpanjangan izin pemasaran bahan bakar khusus
Rp1.000.000.0Q/5tahun
11. izin pembukaan kantor perwakilan perusahaan sub sektor migas
Rp1.000.000.00/2tahun
12. perpanjangan izin pembukaan kantor perwakilan perusahaan sub sektor migas
Rp500.000.00/2tahun
13. rekomendasi penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan migas
Rp2.000.000.00/2tahun
14. perpanjangan rekomendasi penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan migas 15. rekomendasi penggunaan lokasi pendirian kilang
Rp1.000.000.00/2tahun Rp2.000.000.00/2tahun
16. perpanjangan rekomendasi penggunaan lokasi pendirian kilang
Rp1.000.000.00/2tahun
17. izin penggunaan wilayah kuasa penambangan diluar kegiatan migas
Rp1.000.000.00/2tahun
18. perpanjangan izin penggunaan wilayah kuasa penambangan diluar kegiatan migas
Rp500.000.00/2tahun
19. izin pendirian dan penggunaan gudang bahan Rp2.000.000.00/2tahun
peledak 20. perpanjangan izin pendirian dan penggunaan gudang bahan peledak
Rp1.000.000.00/2tahun
21. izin pengusahaan bahan bakar gas
Rp1.000.000.00/5tahun
22. perpanjangan izin pengusahaan bahan bakar gas
Rp500.000.00/5tahun
23. izin usaha jasa penunjang kegiatan migas
Rp2.000.000.00/3tahun
24. perpanjangan izin usaha jasa penunjang
Rp2.000.000.00/3tahun
kegiatan migas 25. atas keterlambatan perpanjangan izin pengusahaan minyak dan gas bumi dikenakan denda sebesar 100% (seratus persen) dari besarnya retribusi perpanjangan izin. e. Izin pemboran dan pemanfaatan air bawah tanah: 1. Izin pemboran air bawah tanah: a) instansi pemerintah dan sosial
RpOO.OO
b) non niaga
Rp1.000.000.00/3bulan
c) niaga kecil
Rp2.500.000.00/3bulan
d) industri kecil
Rp3.000.000.00/3bulan
e) niaga besar
Rp4.000.000.00/3bulan
f) industri besar
Rp5.000.000.00/3bulan
2. Perpanjangan izin pemboran air bawah tanah: a. instansi pemerintah dan sosial
RpOO.OO
b. non niaga
Rp1.000.000.00/3bulan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c. niaga kecil
Rp2.500.000,0073bulan
d. industri kecil
Rp3.000.000,00/3bu!an
e. niaga besar
Rp4.000.000,00/3bulan
f. industri besar
Rp5.000.000,00/3bulan
3. Izin pengambilan atau pemanfaatan: a. SIPA pantek
Rp100.000/3tahun
b. SIPA bor
Rp500.000/3tahun
4. Perpanjangan izin pengambilan atau pemanfaatan Air Bawah Tanah: a. SIPA pantek
Rp100.000/3tahun
b. SIPA bor
Rp500.000/3tahun
5. Izin perusahaan pemboran air bawah tanah (SIPPAT)
Rp500.000,00/3tahun
6. Perpanjangan izin perusahaan pemboran air bawah tanah (SIPPAT)
Rp500.000,0073tahun
7. Izin juru bor air bawah tanah
Rp100.000,00/3tahun
8. Perpanjangan izin juru bor air bawah tanah
Rp100.000,00/3tahun
9. Izin kartu pengenal instalasi bor
Rp500.000,00/3tahun
10. Perpanjangan kartu pengenal instalasi bor
Rp500.000.00/3tahun
11. Atas kelebihan debit dari yang diizinkan dikenakan denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari golongan tarif/m . 3
f.
Penggantian biaya cetak peta Peta digital skala 1: 50.000 ukuran (50x50) cm
Rp100.000,00
g. Pemanfaatan air bersih: 1. masyarakat
Rp25,00/liter
2. komersial
Rp500,00/liter
h. Pemanfaatan Ketenagalistrikan di Kepulauan Seribu besarnya tarif retribusi disesuaikan dengan ketentuan tarif PLN.
Bagian Keenam Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 57 (1) Pelayanan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah terdiri dari: a. pemakaian tempat usaha di lokasi binaan usaha mikro; Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b. pemakaian tempat usaha di lokasi sementara usaha mikro; c. pemakaian tempat usaha di lokasi terjadwal usaha mikro; d. pemakaian tempat usaha di lokasi usaha pedagang tanaman hias, batu alam; e. pemakaian tempat usaha di lokasi promosi dan pusat perdagangan usaha kecil dan menengah; f. pemakaian tempat usaha di lokasi sarana pujasera usaha kecil dan menengah; g. pemakaian sarana produksi/bengkel kerja usaha kecil dan menengah; h. pemakaian tempat usaha di lokasi binaan usaha kecil. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 58 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 ayat (1), dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Pasal 59 (1) Subjek retribusi tempat Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2). (2) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah wajib Retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 60 Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah di Lokasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah diukur berdasarkan luas lahan, intensitas pemakaian lokasi usaha dan jenis lokasi usaha.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 61 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah di Lokasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, dengan orientasi pada kemampuan usaha. Pasal 62 Struktur dan besarnya tarif Retribusi pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) adalah sebagai berikut: 2
a. Pemakaian Tempat Usaha luas sampai dengan 4 m di Lokasi binaan Pedagang Usaha Mikro: 1) Tempat usaha tertutup: a) intensitas rendah
Rp3.000.00/hari
b) intensitas sedang
Rp 5.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 10.000,00/hari
2) Tempat usaha setengah tertutup: a) intensitas rendah
Rp 2.500,00/hari
b) intensitas sedang
Rp4.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 9.000,00/hari
3) Tempat usaha terbuka: a) intensitas rendah
Rp2.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 3.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp6.000.00/hari 2
b. Pemakaian Tempat Usaha luas sampai dengan 4 m di Lokasi Sementara Usaha Mikro: 1)
2)
Tempat usaha tertutup: a) intensitas rendah
Rp 3.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 5.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 10.000,00/hari
Tempat usaha setengah tertutup: a) intensitas rendah
Rp 2.500,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 4.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 9.000,00/hari
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
3)
Tempat usaha terbuka: a) intensitas rendah
Rp 2.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 3.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 6.000,00/hari
c. Pemakaian Tempat Usaha di Lokasi Usaha Terjadwal Usaha Mikro dikenakan retribusi sebesar Rp5.000,00/hari/pedagang. d. Pemakaian Tempat Usaha di Lokasi Usaha Pedagang Tanaman Hias, Batu Alam, dikenakan retribusi sebesar Rp5.000.00/hari dengan paling luas tempat dagang 25 m dikenakan tambahan Rp500,00/m /hari untuk luas yang lebih dari 25 m . 2
2
2
2
e. Pemakaian Tempat Usaha luas sampai dengan 4 m di Lokasi Promosi dan Pusat Perdagangan Usaha Kecil dan Menengah: 1.
2.
3.
Tempat usaha tertutup: a) intensitas rendah
Rp 5.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 10.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 15.000,00/hari
Tempat usaha setengah tertutup: a) intensitas rendah
Rp 4.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 9.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 14.000,00/hari
Tempat usaha terbuka: a) intensitas rendah
Rp 3.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 8.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 12.000,00/hari
Pemakaian Tempat Usaha luas sampai dengan 4 m di Lokasi Sarana Pujasera Usaha Kecil dan Menengah: 2
1.
2.
3.
Tempat usaha tertutup: a) intensitas rendah
Rp 5.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 10.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 15.000,00/hari
Tempat usaha setengah tertutup: a) intensitas rendah
Rp 4.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 9.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 14.000,00/hari
Tempat usaha terbuka: a) intensitas rendah
Rp 3.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 8.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 12.000,00/hari
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
g. Pemakaian Sarana Produksi/Bengkel Kerja Usaha Kecil dan Menengah: 1. Untuk pelatihan per 10 orang/hari
Rp 175.000,00
2
2. Untuk komersial per m
Rp 250.000,00
3. Show room/ruang pertemuan perhari/8 jam
Rp 100.000,00 2
h. Pemakaian Tempat Usaha luas sampai dengan 4 m di Lokasi Binaan Usaha Kecil 1.
2.
Tempat usaha tertutup: a) intensitas rendah
Rp 3.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 5.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 10.000,00/hari
Tempat usaha setengah tertutup:
3.
a) intensitas rendah
Rp 2.500,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 4.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 9.000,00/hari
Tempat usaha terbuka: a) intensitas rendah
Rp 2.000,00/hari
b) intensitas sedang
Rp 3.000,00/hari
c) intensitas tinggi
Rp 6.000,00/hari
BAB V BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT Bagian Kesatu Kesehatan Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 63 (1) Pelayanan kesehatan terdiri dari: a.
pelayanan kesehatan di puskesmas dan penyediaan fasilitas/peralatan kesehatan dasar lainnya milik daerah;
b. pelayanan kesehatan di rumah sakit umum/khusus milik pemerintah daerah; c. pelayanan mobil ambulance; d. pelayanan laboratorium kesehatan daerah; e. izin sarana/fasilitas kesehatan. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 64 (1) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a dan huruf b dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf c dan huruf d dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf e dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Sarana/Fasilitas Kesehatan. Pasal 65 (1) Subjek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a dan huruf b. (2) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf c dan huruf d. (3) Subjek Retribusi Izin Sarana/Fasilitas Kesehatan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf e. (4) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 66 (1) Tingkat penggunaan Jasa Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) diukur berdasarkan jenis pelayanan kesehatan di puskesmas, jenis pelayanan kesehatan dasar, dan jenis pelayanan kesehatan di rumah sakit umum daerah. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) diukur berdasarkan jenis pemeriksaan, jarak tempuh dan jumlah pemakaian. (3) Tingkat penggunaan Jasa Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4) diukur berdasarkan jenis usaha, lokasi, fasilitas, keahlian dan waktu. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 67 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya penginapan dan konsumsi, biaya operasional dan pemeliharaan, kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah fasilitas/peralatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa dengan mempertimbangkan harga pasar. (3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Sarana/Fasilitas Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya perencanaan, biaya pemeriksaan, biaya pengujian, biaya analisa laboratorium, biaya pengawasan dan pengendalian, biaya pembinaan dan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan . Pasal 68 Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 adalah sebagai berikut: a. Pelayanan kesehatan di puskesmas dan penyediaan fasilitas/peralatan kesehatan dasar lainnya milik Pemerintah Daerah; 1.
Rawat jalan kesehatan dasar (pemeriksaan, pengobatan dan obat-obatan): a) poliklinik pagi
Rp 2.000,00/orang/kunJungan
b) poliklinik sore
Rp 5.000,00/orang/kunjungan
c) keur kesehatan
Rp 5.000,00/orang/kunjungan
d) pelayanan UGD/Puskesmas 24 Jam
Rp lO.OOO.OO/orang/kunJungan
Poliklinik rawat jalan semi spesialis atau spesialis yaitu:
a) THT;
Rp 5.000,00/erangflcunjufipri
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Rp 5.000,00/orang/kunjungan
b) anak; c) penyakit dalam; d) kulit/kelamin; e) kebidanan; f) klinik gizi; g) klinik jiwa; h) konsultasi usia lanjut; i) konsultasi remaja; j)
akupuntur;
k) mata; I) neurologi; m) fisioterapi; n) klinik sanitasi; o) paru.
Rp 5.000,00/orang/lcunjungan Rp 5.000,00/onmg/kunjungan Rp 5.000,00/orangrtcunjungan Rp 5.000,00/orang/kunjungan Rp 5.000,00/onsrtg/kunjungan Rp 5.000,00/brang*unjungan Rp 5.000,00/orang/kunjungan Rp 5.000,00/oiang/kunjungan Rp 5.000,00/orang/kunjungan Rp 5.000,00/orang/kunjungan Rp 5.000,00/orangAunjungan Rp 5.000,00/orang/kunjungan Rp 5.000,00/orang/kunjungan Rp 5.000,00/orang/kunjungan
p) spesialis Perawatan tindakan khusus: a) Tindakan khusus gigi dan mulut: 1) kelompok 1 2) kelompok 2 3) kelompok 3 4) kelompok 4 5) kelompok 5 6) kelompok 6 7) kelompok 7
Rp 3.000,00/orang Rp 7.500,00/orang Rp 25.000,00/orang Rp 50.000,00/brang Rp 100.000,00/orang Rp 250.000,00/orang Rp 1.750.000,00/orang
b. Tindakan khusus di Poliklinik/BP: 1) kelompok 1 2) kelompok 2 3) kelompok 3 4) kelompok 4 5) kelompok 5
Rp 3.000,00/orang Rp 7.500,00/orang Rp 25.000,00/orang Rp 50.000,00/brang Rp 100.000,00/orang
c) Tindakan khusus mata: 1) kelompok 1
Rp 5.000,00/0rang
2) kelompok 2
Rp 7.500,00/orang
3) kelompok 3
Rp 10.000,00/brang
4) kelompok 4
Rp 15.000,00/brang
5) kelompok 5
Rp 50.000,00/orang
6) kelompok 6
Rp 100.000,00/orang
7) kelompok 7
Rp 250.000,00/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d) Tindakan khusus keluarga berencana dan KIA:
Rp 5.000,00/orang
1) kelompok 1
Rp 7.500,00/orang
2) kelompok 2
Rp 9.000,00/orang
3) kelompok 3
Rp 50.000,00/brang
4) kelompok 4
Rp 100.000,00/orang
5) kelompok 5 e) Tindakan khusus kulit dan kelamin serta akupuntun 1) kelompok 1
Rp 25.000,00/orang Rp 150.000,00/orang
2) kelompok 2 f) Tindakan khusus kebidanan (rumah bersalin):
Rp 30.000,00/orang
1) kelompok 1
Rp 100.000,00/orang
2) kelompok 2
Rp 200.000,00/orang
3) kelompok 3 g) Tindakan khusus THT:
Rp 7.500,00/orang
1) kelompok 1
Rp 20.000,00/orang
2) kelompok 2
Rp 30.000,00/orang
3) kelompok 3
Rp 75.000,00/orang
4) kelompok 4 h) Tindakan khusus UGD/Puskesmas 24 Jam:
Rp 5.000,00/orang
1) kelompok 1
Rp 10.000,00/orang
2) kelompok 2
Rp 15.000,00/orang
3) kelompok 3
Rp 25.000,00/orang
4) kelompok 4
Rawat jalan penunjang kesehatan sederhana: a) labotarium klinik: 1)
kelompok 1
Rp 1.000,00/orang
2)
kelompok 2
Rp 2.000,00/orang
3)
kelompok 3
Rp 3.000,00/orana
4)
kelompok 4
Rp 9.000,00/orang
5)
kelompok 5
Rp 10.000,007orang
6)
kelompok 6
Rp 20.000,00/orang
7)
kelompok 7
Rp 30.000,00/orang
8)
kelompok 8
Rp 50.000,00/orang
b) Radiodiagnostik: 1) kelompok 1
Rp 15.000,00/orang
2) kelompok 2
Rp 25.000,00/orang
3) kelompok 3
Rp 35.000,00/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
4) kelompok 4
Rp 250.000,00/orang
c) Elekiromedik: 1) kelompok 1
Rp 10.000,00/orang
2) kelompok 2
Rp 25.000,00/brang
3) kelompok 3
Rp 35.000,00/orang
d) Laboratorium kesling pemeriksaan air:
5.
1) air bersih bakteriologi
Rp 25.000,00/contoh
2) air bersih kimia
Rp 25.000,00/contoh
3) air kolam renang
Rp 15.000,00/4 parameter
4) air limbah
Rp 100.000,00/bontoh
Rawat inap rumah bersalin a) perawatan 1 (satu) hari: 1) kelas 3
Rp 10.000,00/brang
2) kelas 2
Rp 15.000,00/Orang
3) kelasi B
Rp 20.000,00/brang
4) kelas 1 A (AC)
Rp 25.000,00/orang
b) pertolongan partus: 1) bidan
Rp 7.500,00/orang
2) dokter umum
Rp 10.000,00/orang
3) konsul dokter spesialis
Rp 15.000,00/orang
4) pertolongan partus oleh dokter Kebidanan
Rp 15.000,00/orang
c) perawatan ibu: 1) visite dokter umum
Rp 10.000,00/orang
2) visite dokter spesialis
Rp 15.000,00/orang
d) perawatan bayi: 1) perawatan bayi tanpa kelainan
Rp 2.500,00/orang
2) perawatan bayi khusus
Rp 5.000,00/orang
3) dokter spesialis anak (konsul)
Rp 15.000,00/orang
e) tindakan rumah persalinan:
6.
1) kelompok 1
Rp 30.000,00/orang
2) kelompok 2
Rp 100.000,00/orang
3) kelompok 3
Rp 350.000,00/orang
4) kelompok 4
Rp 400.000,00/orang
Lain-lain pelayanan kesehatan: a) angkutan mobil pusiing/1 kali pakai
Rp 10.000,00/brang
b) pemeriksaan mayat
Rp 2.000,00/Jenazah
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b. Pelayanan kesehatan di rumah sakit umum/khusus milik Pemerintah Daerah: 1.
Poliklinik spesialis pagi
2.
Kamar gawat darurat (IGD):
3.
Rp 5.000,00/orang
a) kelompok 1
Rp 15.000,00/brang
b) kelompok 2
Rp 25.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 35.000,00/orang
d) kelompok 4
Rp 50.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 75.000,00/orang
f) kelompok 6
RP 100.000,00/orang
g) kelompok 7
Rp 150.000,00/orang
h) kelompok 8
Rp 200.000,00/orang
i) kelompok 9
Rp 250.000,00/orang
j)
Rp 300.000,00/orang
kelompok 10
Perawatan: a) kelas III a per hari
Rp 15.000,00/orang
b) kelas III b per hari
Rp 20.000,00/onmg
4.
Perawatan isolasi per hari
Rp 35.000,00/orang
5.
Perawatan bayi sehat per hari
Rp 30.000,00/orang
6.
Perawatan bayi sakit per hari
Rp 40.000,00/orang
7.
Perawatan dengan blue light per hari
Rp 50.000,00/orang
8.
Pemeriksaan patologi klinik: a) kelompok 1
Rp 5.000,00/orang
b) kelompok 2
Rp 8.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 12.000,00/orang
d) kelompok 4
Rp 18.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 24.000,00/orang
f) kelompok 6
Rp 30.000,00/orang
g) kelompok 7
Rp 35.000,00/orang
h) kelompok 8
Rp 40.000,00/orang
i)
kelompok 9
Rp 50.000,00/orang
j)
kelompok 10
Rp 55.000,00/orang
k) kelompok 11
Rp 60.000,00/orang
I)
kelompok 12
Rp 70.000,00/orang
m) kelompok 13
Rp 75.000,00/orang
n) kelompok 14
Rp 80.000,00/orang
o) kelompok 15
Rp 85.000,00/orang
p) kelompok 16
Rp 90.000,00/orang
q) kelompok 17
Rp 115.000,00/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
r) kelompok 18
Rp 135.000,00/orang
s) kelompok 19
Rp 155.000,00/orang
t) kelompok 20
Rp 165.000,00/orang
kelompok 21
Rp 185.000,00/Orang
U)
v) kelompok 22
R
p
205.000,00/orang
R
p
225.000,00/orang
x) kelompok 24
R
p
240.000,00/orang
y) kelompok 25
R
p
250.000,00/orang
z) kelompok 26
R
p
260.000,00/orang
aa)kelompok27
R
p
270.000.00/orang
bb)kelompok28
R
p
275.000,00/orang
cc)kelompok29
Rp
dd)kelompok30
R
W)
9.
kelompok 23
285.000,00/orang p
300.000.00/orang
Patologi anatomi: a) kelompok 1
Rp 15.000,00/orang
b) kelompok 2
Rp 40.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 65.000,00/orang
d) kelompok 4
Rp 100.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 210.000,00/orang
f) kelompok 6
Rp 250.000,00/orang
g) kelompok 7
Rp 275.000,00/orang
h) kelompok 8
Rp 300.000,00/orang
10. Pemeriksaan radio diagnostik: a) kelompok 1
Rp 26.000,00/orang
b) kelompok 2
Rp 35.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 50.000,00/orang
d) kelompok 4
Rp 75.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 110.000,00/orang
f) kelompok 6
Rp 150.000,00/orang
g) kelompok 7
Rp 225.000,00/orang
h) kelompok 8
Rp 290.000,00/orang
i)
kelompok 9
Rp 375.000,00/orang
kelompok 10
Rp 415.000,00/orang
k) kelompok 11
Rp 465.000,00/orang
i)
kelompok 12
Rp 510.000,00/orang
m) kelompok 13
Rp 600.000,00/orang
n) kelompok 14
Rp 750.000,00/wang
0) kelompok 15
Rp
j)
I.OOO.OOO.OO/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
p) kelompok 16
Rp 1.250.000,00/orang
q) kelompok 17
Rp 1.500.000,00/orang
r) kelompok 18
Rp 1.750.000,00/orang
s) kelompok 19
Rp 2.000.000,00/orang
11. Pemeriksaan elektro medik: a) kelompok 1
Rp 10.000,00/orang
b) kelompok 2
Rp 20.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 40.000,00/orang
d) kelompok 4
Rp 70.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 100.000,00/orang
f) kelompok 6
Rp 150.000,00/orang
g) kelompok 7
Rp 200.000,00/orang
h) kelompok 8
Rp 300.000,00/orang
i) kelompok 9
Rp 350.000,00/orang
j)
kelompok 10
Rp 450.000,00/orang
k) kelompok 11
Rp 500.000,00/orang
I) kelompok 12
Rp 600.000,00/orang
m) kelompok 13
Rp 700.000,00/orang
n) kelompok 14
Rp 800.000,00/orang
0) kelompok 15
Rp 1.000.000,00/brang
12. Tindakan ringan rumah bersalin/RJ/RI: a) kelompok 1
Rp 5.000,00/orang
b) kelompok 2
Rp 10.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 15.000,00/brang
d) kelompok 4
Rp 30.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 45.000,00/orang
f) kelompok 6
Rp 60.000,00/orang
g) kelompok 7
Rp 80.000,00/orang
h) kelompok 8
Rp 110.000,00/orang
1) kelompok 9
Rp 150.000,00/orang
j)
kelompok 10
Rp 175.000,00/orang
k) kelompok 11
Rp 200.000,00/orang
I)
kelompok 12
Rp 225.000,00/orang
m) kelompok 13
Rp 250.000,00/orang
n) kelompok 14
Rp 260.000,00/orang
o) kelompok 15
Rp 275.000,00/orang
p) kelompok 16
Rp 300.000,00/orang
q) kelompok 17
Rp 350.ooo.oo/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
r) kelompok 18
Rp 400.000,00/orang
s) kelompok 19
Rp 450.000,00/orang
t) kelompok 20
Rp 500.000,00/oreng
13. Pelayanan tindakan medik: a) tindakan medik kecil 1
Rp 250.000,00/orang
b) tindakan medik kecil 2
Rp 300.000,00/orang
c) tindakan medik kecil 3
Rp 350.000,00/brang
d) tindakan medik sedang 1
Rp 400.000,00/orang
e) tindakan medik sedang 2
Rp 500.000,00/Orang
f) tindakan medik sedang 3
Rp 600.000,00/orang
g) tindakan medik besar 1
Rp 750.000,00/orang
h) tindakan medik besar 2
Rp 800.000,00/orang
i) tindakan medik besar 3
Rp 850.000,00/orang
j) tindakan medik khusus 1
Rp 900.000,00/orang
k) tindakan medik khusus 2
Rp 1.200.000,00/brang
I) tindakan medik khusus 3
Rp 1.500.000,00/orang
m) tindakan medik cito 2 kali total tindakan medik
Rp-
14. Pelayanan Persalinan Kelas III: a) persalinan normal
Rp 250.000,00/orang
b) persalinan dengan penyulit 1
Rp 350.000,00/orang
c) persalinan dengan penyulit 2
Rp 450.000,00/orang
15. Tindakan gigi dan mulut: a) kelompok 1
Rp 15.000,00/brang
b) kelompok 2
Rp 20.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 25.000,00/brang
d) kelompok 4
Rp 50.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 100.000,00/orang
f) kelompok 6
Rp 200.000,00/orang
g) kelompok 7
Rp 300.000,00/orang
h) kelompok 8
Rp 400.000,00/orang
i) kelompok 9
Rp 500.000,00/orang
j) kelompok 10
Rp 600.000,00/orang
k) kelompok 11
Rp 800.000,00/orang
I) kelompok 12
Rp 1.000.000,00/orang
m) kelompok 13
Rp 1.250.000,00/orang
n) kelompok 14
Rp 1.500.000,00/orang
o) kelompok 15
Rp 1.750.000,00/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
p) kelompok 16
Rp 2.000.000,00/orang
Rehab medik: a) kelompok 1
Rp 12.000,00/orang
b) kelompok 2
Rp 15.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 17.000,00/orang
d) kelompok 4
Rp 20.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 22.000,00/orang
f) kelompok 6
Rp 25.000,00/brang
g) kelompok?
Rp 30.000,00/orang
h) kelompok 8
Rp 34.000,00/orang
i) kelompok 9
Rp 38.000,00/orang
j) kelompok 10
Rp 42.000,00/orang
Perawatan jenazah: a) kelompok 1
Rp 15.000,00/|enazah
b) kelompok 2
Rp 75.000,00/]enazah
c} kelompok 3
Rp 150.000.00/Jena2ah
d) kelompok 4
Rp 450.000,00/Jenazah
e) kelompok 5
Rp 600.000,00/jenazah
f) kelompok 6
Rp 700.000,00/jenazah
g) kelompok 7
Rp 800.000,00/Jenazah
18. Bedah rawat jalan/ ODC
a) kelompok 1
Rp 450.000,00/orang
b) kelompok 2
Rp 800.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 1.200.000,00/orang
d) kelompok 4
Rp 1.800.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 2.000.000,00/orang
19. Tindakan medik khusus /kosmetik:
a) kelompok 1
Rp 1.000.000,00/orang
b) kelompok 2
Rp 2.000.000,00/orang
c) kelompok 3
Rp 3.000.000,00/brang
d) kelompok 4
Rp 4.000.000,00/orang
e) kelompok 5
Rp 5.000.000,00/orang
20. Pelayanan khusus Rumah Sakit Duren Sawit a) Psikiatri dan Napza 1) Tindakan Ringan Rawat Jalan/Rawat Inap Psikiatri/Napza Pendaftaran
Rp 5.000,00/orang/kunjungan
Family Therapi
Rp 45.000,00/orang/kunjungan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Group Therapy
Rp 45.000,00/orang/kunjungan
TAK
Rp 30.000,00/orangAunjungan
Surat Kesehatan Jiwa
Rp 45.000,00/orartg/kunjungan
Psikoterapi I
Rp 15.000,00/orang/kunjungan
Psikoterapi II
Rp 30.000,00/orang/kunjungan
Psikoterapi III
Rp 60.000,00/orang/kunjungan
Rehabilitasi Mental
Rp 80.000,00/orangflojnjungan
Home Visit dalam Wilayah
Rp 60.000,00/orang/kunjungan
Home Visit luar Wilayah
Rp 80.000,00/orang/kunjungan
Home Visit luar DKI
Rp 150.000,00/orang/kunjungan
2) Tindakan Medik Khusus Detox I
Rp 1.000.000,00/orang/paket
Detox II
Rp 1.500.000,00/orang /paket
Rehabilitasi narkoba
Rp 3.000.000,00/orang/paket
Sleep Laboratorium
Rp 2.000.000,00/orang /paket
b) Psikologi Tindakan Ringan Rawat Jalan Psikologi Pendaftaran
Rp 5.000,00/orang
Family Therapi
Rp 45.000,00/orang/kunjungan
Group Therapy
Rp 45.000,00/orang/kunjungan
Surat Kesehatan Jiwa
Rp 45.000,00/orang/kunjungan
Test Minat
Rp 45.000,00/orang/kunjungan
Test IQ
Rp 45.000,00/orang/kunjungan
Test EQ
Rp 60.000,00/orang/kunjungan
Test Bakat
Rp 60.000,00/orang/kunjungan
Test Seleksi Pekerjaan
Rp 80.000,00/orangflcunjungan
Psikoterapi I
Rp 15.000,00/orang/kunJungan
Psikoterapi II
Rp 30.000,00/orangflcunjungan
Psikoterapi III
Rp 60.000,00/orang/kunjungan
c) Rehab medik Pendaftaran
Rp 5.000,00/orang
Exercise tanpa alat /ringan/Pemeriksaan ADL
Rp 15.000,00/orang/kunjungan
Exercise dengan 1 alat/Infra red
Rp 20.000,00/orang/kunjungan
Terapi Inhalasi + Chest Therapy
Rp 20.000,00/orang/kunjungan
Exercise dengan Static Cycle/sedang
Rp 25.000,00/orang/kunjungan
Terapi dengan U. S/8erat/E. S/Parafln/HOT PACK Brain Rehab/latihan IQ -95-
Rp 25.000,00/orangflcunjungan Rp 25.000,00/orang/kunjungan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Toys Terapi / OT
Rp 25.000 00/orang/kunjungan
Terapi Wicara/Behavior/SI
Rp 25.000 00/orang/kunjungan
Terapi Bin Roh
Rp 25 000
Terapi SWD / E.S / Tens / MWD
Rp 25 000 00/orang/kunjungan
00/orang/kunjungan
Terapi inhalasi + Chest Therapy + Infra red
Rp 25 000 00/orang/kunjungan
Terapi Traksi lumbal/cervical
Rp 30 000
Home Program/Touch therapy
Rp 30 000 00/orang/kunjungan
Terapi Snozlen/Terapi relaksasi
Rp 30 000
Ketrampilan / Lukis
Rp 30 000 00/orang/kunjungan
Rehab MTPS dengan lidocain inj
Rp 34 000 00/orang/kunjungan
Biofeedback
Rp 34 000 00/orang/kunjungan
Terapi Laser
Rp 34 000 00/orang/kunjungan
Treadmill exercise
Rp 34 000
00/orang/kunjungan
Terapi Whirpool
Rp 34 000
00/orang/kunjungan
Terapi Ken A
Rp 34 000
00/orang/kunjungan
Terapi 2 alat listrik + Exc.ringan
Rp 34 000 00/orang/kunjungan
00/orang/kunjungan
Terapi dg 3 alat listrik + Exc.Ringan Rp 42 000,00/orang/kunjungan Tarif Khusus Pembuatan Alat Bantu c. Pelayanan Mobil Ambulan 1. Angkutan orang sakit dalam kota satu wilayah 2. Angkutan orang sakit dalam kota lain wilayah 3. Angkutan orang sakit keluar kota 4. Penggunaan mobil jenazah dalam kota 5. Penggunaan mobil jenazah keluar kota
Rp20.000.00/kali Rp50.000.00/kali Rp1.500.00/km Rp100.000.00/kali Rp2.500.00/km
d. Pelayanan laboratorium kesehatan daerah: 1. Pemeriksaan doping atlet: a) kelompok 1
Rp300.000.00/contoh
b) kelompok 2
Rp350.000.00/contoh
c) kelompok 3
Rp450.000.00/contoh
d) kelompok 4
Rp500.000.00/contoh
e) kelompok 5
Rp600.000.00/contoh
f) kelompok 6 g) kelompok 7
Rp700.000.00/contoh Rp1.200.000.00/contoh
h) kelompok 8
Rp1.500.000.00/contoh
i) kelompok 9
Rp1.750.000.00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Penelitian a) Uji kromatografi tanpa preparasi: 1) kelompok 1 2) kelompok 2 3) kelompok 3 4) kelompok 4 5) kelompok 5 6) kelompok 6
Rp120.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp180.000,00/contoh Rp250.000.00/contoh Rp 300.000,00/contoh Rp350.000,00/contoh
b) Uji kromatografi dengan preparasi: 1) kelompok 1
Rp200.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp250.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rp300.000.00/contoh
4) kelompok 4
Rp 300.000,00/contoh
5) kelompok 5 6) kelompok 6
Rp350.000.00/contoh Rp400.000.00/contoh
c) Uji spektrophotometer tanpa preparasi: 1) kelompok 1
Rp30.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp35.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rp40.000.00/contoh
4) kelompok 4
Rp55.000.00/contoh
5) kelompok 5
Rp 65.000,00/contoh
6) kelompok 6
Rp80.000.00/contoh
d) Uji spektrophotometer dengan preparasi: 1) kelompok 1
Rp100.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp120.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rp 150.000,00/contoh
4) kelompok 4
Rp 150.000,00/contoh
5) kelompok 5
Rp180.0GO.00/contoh
6) kelompok 6
Rp210.000.00/contoh
Pemeriksaan mutu obat dan makanan: a) mutu obat: Uji Kadar (Kuantitatif) 1) Uji dengan spektropotometri: a)) kelompok 1
RpiOO.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rpi20.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rpi50.000.00/contoh
2) Uji kadar/disolusi: a)) kelompok 1
Rp300.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b) Mutu makanan: zat adiktif (pewarna, pemanis dan pengawet) 1) Uji dengan kromatografi tapis Dpfc: a)) kelompok 1
Rp 100.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp120.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 150.000,00/contoh
2) Uji kadar dengan •peklrafetomtlri: a)) kelompok 1
Rp 150.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 180.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp220.000.00/contoh
3) Uji dengan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC): a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp300.000,00/contoh Rp350.000,00/contoh Rp400.000.00/contoh
4) Uji kadar gula total: a)) kelompok 1
Rp 100.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 160.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp200.000.00/contoh
5) Uji kadar gula sacharesa: a)) kelompok 1
Rp 100.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 160.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp200.000,00/contoh
6) Kadar gula pereduksi: a)) kelompok 1
Rp50.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp60.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp75.000,00/contoh
7) Uji kadar air. a)) kelompok 1
Rp30.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp35.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp45.000.00/contoh
Pemeriksaan toksikologi choHnertsriie: a) kelompok 1
Rp35.000.00/contoh
b) kelompok 2
Rp40.000.00/contoh
c) kelompok 3
Rp50.000.00/contoh
1) Uji cemaran residu pestisida organoklorin: a)) kelompok 1
Rp750.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp1.000.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp1.250.000.00/contoh
2) Uji cemaran residu pestisida organophosfat a)) kelompok 1 b)) kelompok 2
Rp750.000.00/contoh
Rp1.000.000.00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c)) kelompok 3 Pemeriksaan/ analisis kimia air a). Fisika: 1). Warna: a)) kelompok 1
Rp6.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp7.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp8.000.00/contoh
2). Kekeruhan: a)) kelompok 1
RplO.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp12.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rpi5.000.00/contoh
3). Kecerahan: a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp5.000.00/contoh Rp6.000.00/contoh Rp7.000.00/contoh
4). Suhu: a)) kelompok 1
Rp5.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp6.000.00/contoh
c» kelompok 3
Rp7.000.00/contoh
5). Salinitas: a)) kelompok 1
Rp5.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp6.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp7.000.00/contoh
6). Daya hantar listrik: a)) kelompok 1
Rp7.500.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp9.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp12.000.00/contoh
7). Zat padat terendapkan: a)) kelompok 1
Rp 7.500,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 9.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp12.000.00/contoh
8). Zat padat terlarut (TDS): a)) kelompok 1
Rp 10.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 12.000.00/corrtoh
c)) kelompok 3
Rp 15.000,00/contoh
9). Zat padat tersuspensi (TTS): a)) kelompok 1
Rp 7.500,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 9.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp12.000.00/contoh
10). Zat padat total: a)) kelompok 1
Rp 7.500,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 9.000,00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c)) kelompok 3 b). Kimia: 1). Amonia bebas: a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c» kelompok 3
Rp10.000.00/contoh Rp12.000.00/contoh Rp 15.000,00/contoh
2). Amonia total: a)) kelompok 1
Rp12.500.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 15.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp18.000.00/contoh
3). Karbondioksida/ bikarbonat: a)) kelompok 1
Rp 17.500,00/contoh
b» kelompok 2
Rp 20.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp22.000.00/contoh
4). Klorida: a)) kelompok 1
Rp 17.500,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 20.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp22.000.00/contoh
5). Klorin: a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3 6). Fluorida: a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3 7). Kesadahan calcium: a» kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3 8). Kesadahan magnesium: a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 17.500,00/contoh Rp 20.000,00/contoh Rp22.000.00/contoh Rp 20.000,00/contoh Rp22.000.00/contoh Rp 25.000,00/contoh Rp 57.500,00/contoh Rp 62.500,00/corrtoh Rp70.000.00/contoh Rp 57.500,00/contoh Rp 62.500,00/contoh Rp72.500.00/contoh
9). Kesadahan total: a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 57.500,00/contoh Rp 59.000,00/contoh Rp 62.000,00/contoh
10). Nitrat (sebagai N): a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp30.000.00/contoh Rp 35.000,00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIPRp UI,40.000,00/contoh 2012
11). Nrtrit (sebagai N): a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 17.500,00/contoh Rp 20.000,00/contoh Rp 22.000,00/contoh
12). pH: a)) kelompok 1
Rp5.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 6.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 7.500,00/contoh
13). Sulfat: a)) kelompok 1
Rp 20.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp22.500,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 25.000,00/contoh
14). Sulfida: a)) kelompok 1
Rp10.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp12.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 15.000,00/contoh
c). Khusus 1). BOD (kebutuhan oksigen biologi): a)) kelompok 1
Rp 60.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 65.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 70.000,00/contoh
2). COD (kebutuhan oksigen kimiawi): a)) kelompok 1
Rp 60.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 65.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 70.000,00/contoh
3). Cyanida: a)) kelompok 1
Rp 15.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 17.500,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 20.000,00/contoh
4). Detergent (extract carbon cloroform): a)) kelompok 1
Rp112.500,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 115.000,00/contoh
c)) kelompok 3 5). DO (oksigen terlarut): a)) kelompok 1
Rp 120.000,00/contoh Rp62.500,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 65.000,00/contoh
c)) kelompok 3 6). Minyak dan lemak:
Rp 70.000,00/contoh
a)) kelompok 1 b)) kelompok 2
Rp 19.000,00/contoh Rp23.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 28.000,00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
7). Zat organik (sebagai KMNO4) a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp112.500,00/contoh Rp115.000.00/contoh Rp 120.000,00/contoh
8). Phenol a)) kelompok 1
Rp 62.500,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 65.000,00/contoh
c)) kelompok 3 9). Senyawa aktif biru mettten (surfaktan) a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 68.000,00/contoh Rp 55.000,00/contoh Rp 60.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh
d). Logam: 1). 1 sampai dengan 3 jenis a)) kelompok 1
Rp 300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
2). Air raksa a)) kelompok 1
Rp100.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 125.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 150.000,00/contoh
3). Aluminium a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 75.000,00/contoh Rp 100.000,00/contoh Rp 125.000,00/contoh
4). Arsen a)) kelompok 1
Rp 75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
5). Barium a)) kelompok 1
Rp 75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp125.000.00/contoh
6). Besi a)) kelompok 1
Rp 75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
7). Boron a)) kelompok 1
Rp75.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
8). Cadmium a)) kelompok 1 c)) kelompok 3
Rp 75.000,00/contoh Rp 100.000,00/contoh Rp 125.000,00/contoh
8), CalCiUiHi
a}} kelompok i b)) kelompok 2 c))
[email protected] 3
Rp 75.000,00/contoh Rp 100.000,00/contoh Rp 125.000,00/contoh
10). Chromium a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 75.000,00/contoh Rp100.000.00/cc itoh Rp 125.000,00/contoh
11). Chromium hexavalent (Cre+) a)) kelompok 1
Rp75.000,007contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000 00/contoh
12). Cobalt a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 75.000,00/contoh Rp 100.000,00/contoh Rp 125.000,00/contoh
13). Kalium a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 75.000,00/contoh Rp 100.000,00/contoh Rp125.000,007contoh
14). Magnesium a)) kelompok 1
Rp 75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
15). Mangan a)) kelompok 1
Rp 75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
16). Natrium a)) kelompok 1
Rp 75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp100.000,007cont< i
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
17). Nikel a)) kelompok i
Rp 75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp125.000.00/contoh
18). Selenium a)) kelompok 1 Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 100.000,00/contoh Rp 125.000,00/contoh
19). Seng a)) kelompok 1
Rp 75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
20). Silver a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 75.000,00/contoh Rp 100.000,00/contoh Rp 125.000,00/contoh
21). Strontlum a)) kelompok 1
Rp75.000,00 /contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
22). Tembaga a)) kelompok 1
Rp75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
23). Timbal a)) kelompok 1
Rp75.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp 100.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 125.000,00/contoh
e). Mutu air (kimia) 1). Air bersih a)) kelompok 1
Rp 390.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp430.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp475.000,00/contoh
2). Air minum/ air kemasan a)) kelompok 1
Rp400.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp450.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 500.000,00/contoh
3). Air buangan (limbah) a)) kelompok 1
Rp 500.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp550.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp600.000,00/contoh
4). Air kolam renang a)) kelompok 1
Rp 175.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp200.00C,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 250.000,00/contoh
5). Air badan air/ air sungai a)) kelompok 1
Rp300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000.00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c)) kelompok 3 6). Air pemandian umum a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp350.000,00/contoh Rp400.000.00/contoh Rp500.000,00/contoh
Pemeriksaan Napza (Narkotika, Psikotroplta 4m lat adiktif lainnya) a). Skrining (urin) 1). Amphetamines a)) kelompok 1
Rp35.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp55.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp65.000,00/contoh
2). Opiates a)) kelompok 1
Rp35.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp55.000.00/contoti
c)) kelompok 3
Rp65.000,00/contoh
3). Benzodiazephines a)) kelompok 1
Rp35.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp55.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp65.000,00/contoh
4). Barbiturates a)) kelompok 1
Rp35.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp55.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp65.000,00/contoh
5). Cannabis a)) kelompok 1
Rp35.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp55.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp65.000,00/contoh
6). Cocaine a)) kelompok 1
Rp35.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp55.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp65.000.00/contoh
7). Methadone a)) kelompok 1
Rp55.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp65.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp75.000,00/contoh
8). Phencyclidine a)) kelompok 1
Rp55.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp65.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp75.000.00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
9). Propoxyphene a)) kelompok 1
Rp55.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp65.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp75.000.00/contoh
b). Konfirmasi urin 1). Amphetamines a)) kelompok 1
Rp300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
2). Opiates a)) kelompok 1
Rp300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
3). Benzodiazephines a» kelompok 1
Rp300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000,00/contoh
4). Barbiturates a)) kelompok 1
Rp300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
5). Cannabis a)) kelompok 1
Rp300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000,00/contoh
c» kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
6). Cocaine a)) kelompok 1
Rp300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
7). Methadone a)) kelompok 1
Rp300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
8). Phencyclidine a)) kelompok 1
Rp300.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp350.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
9). Propoxyphene a)) kelompok 1 Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b)) kelompok 2
Rp350.000,00/contoh
c)) kelompok 3
Rp400.000.00/contoh
10). Nicotine a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 300.000,00/contoh Rp350.000,00/contoh Rp400.000,00/contoh
c). Konfirmasi (Darah) 1). Amphetamines a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 350.000,00/contoh Rp400.000,00/contoh Rp500.000,00/contoh
2). Opiates a)) kelompok 1 b)) kelompok 2 c)) kelompok 3
Rp 350.000,00/contoh Rp400.000,00/contoh Rp500.000,00/contoh
3). Benzodiazephines a)) kelompok 1
Rp350.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp400.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp500.000,00/contoh
4). Barbrturates a)) kelompok 1
Rp350.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp400.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp500.000,00/contoh
5). Cannabis a)) kelompok 1
Rp 350.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp400.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp500.000,00/contoh
6). Cocaine a)) kelompok 1
Rp350.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp400.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp 500.000,00/contoh
7). Methadone a)) kelompok 1
Rp350.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp400.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp500.000.00/corrtoh
8). Phencyclidine a)) kelompok 1
Rp350.000.00/contoh
b)) kelompok 2
Rp400.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp500.000,00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
9). Propoxyphene a)) kelompok 1
Rp350.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp400.000.00/corrtoh
c)) kelompok 3
Rp500.000,00/contoh
10). Alkohol a)) kelompok 1
Rp350.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp400.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp500.000,00/contoh
11). Nicotine a)) kelompok 1
Rp350.000,00/contoh
b)) kelompok 2
Rp400.000.00/contoh
c)) kelompok 3
Rp500.000,00/contoh
Pemeriksaan mikrobiologi: a) MPN coliform: 1) kelompok 1
Rp40.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp55.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rp70.000,00/contoh
b) MPN Fecal Coliform 1) kelompok 1
Rp40.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp55.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rp70.000,00/contoh
c). Total Plate Count 1) kelompok 1
Rp60.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp75.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rp 100.000,00/contoh
d). Coli 1) kelompok 1
Rp60.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp75.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rp 150.000,00/contoh
e). Salmonella 1) kelompok 1
Rp60.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp75.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rp 150.000,00/contoh
f). Staphylococcus aureus 1) kelompok 1
Rp 100.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp 120.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rp 150.000,00/contoh
g). Vibrio Sp 1) kelompok 1 Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2) kelompok 2
Rp 120.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rp 150.000,00/contoh
h). Bacillus cereus 1) kelompok 1
Rp60.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp75.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rp 150.000,00/contoh
i). Pewarnaan gram/ zeil nelson 1) kelompok 1
Rp25.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp30.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rp35.000,00/contoh
Pemeriksaan epidemiologi/ penyakit menular a). Demam Berdarah Dengue (DBD) 1) kelompok 1
Rp 100.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp 150.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rp200.000,00/contoh
b). Leptospirosis 1) kelompok 1
Rp75.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp90.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rpi10.000.00/contoh
c). HIV/AIDS 1) kelompok 1
Rp50.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rpi 50.000,00/contoh
3) kelompok 3
Rpl80.000.00/contoh
4) kelompok 4
Rp210.000.00/contoh
d). TPHA 1) kelompok 1
Rp35.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp40.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rp50.000.00/contoh
e). VDLR 1) kelompok 1
Rp35.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp40.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rp50.000,00/contoh
f). Malaria 1) kelompok 1
Rp50.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp60.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rp75.000,00/contoh
g). BTA Direct 1) kelompok 1
Rp25.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp30.000,00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Rp40.000.00/contoh
3) kelompok 3 h). Antibodi Basil TB (Tuberculosis) 1) kelompok 1
Rp75.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp90.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rpl10.000.00/contoh
i). Widal test/salmonella 1) kelompok 1
Rp50.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp60.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rp75.000.00/contoh
j). Hepatitis A Rp150.000,00/contoh
1) kelompok 1
Rp 175.000,00/contoh
2) kelompok 2
Rp200.000.00/contoh
3) kelompok 3 k). Hepatitis B 1) kelompok 1
Rp50.000.00/contoh
2) kelompok 2
Rp60.000.00/contoh
3) kelompok 3
Rp75.000.00/contoh
e. Retribusi izin sarana/fasilitas kesehatan SARANA
WAKTU
RETRIBUSI
JEWStZM
1 FARMASI MAKANAN/MINUMAN:
• ) . APOTEK
tm
Rp
1.000.000,09 SETIAP ADA PBBJBAHAN BERGANTI
b). TOKO OBAT
IZM
«P
200.000,00 [2W KECUALI TOKO OBAT 2 TAHUN
C). MKJSTO KEC&CIATTRADISIONAL
tm
Rp
500.000,00 •GANTI PEMRJK
d). CABANG/SUB PENYALUR ALAT KES.
OM
«P
750.000X0 - GANTI PENANGGUNG JAWAB TEKNB
e). SERTITKAT PENYULUHAN MAK7MW
D»
Rp
f). CABANG PEDAGANG BESAR FARMAS
SM
«P
280.000,00 • GANTI HAMA radJSAHAAN 1.500X00X0 - PERLUASAN PERUSAHAAN TpMDAH ALAMAT PERUSAHAAN SETIAP ADA PERUBAHAN DKEHAKAH TAJBF RETRBJU5I CM DEMROAN HALNYA DENGAN REKOMENDASI
| ) . PABRK OBAT
REKOMENDASI
h). PABRSC OBAT TRADISIONAL
REKOMENDASI
Rp
1.5O0.0O0.M IZM ADA M DEP. KESEHATAN
0. PABRK KOSMETK
REKOMENDASI
«P
1.500.000X0 SETIAP ADA PERUBAHAN DKENAKAN
J). PABRIK ALAT KESEHATAN
REKOMENDASI
Rp
1.500X00X0 TARM* RETRB3U5I REKOMENDASI
k). PABRK PERBEKALAN KE5.RUMAH TANGGA
REKOMENDASI
Rp
1.509X00X0
1). PEDAGANG BESAR FARMASUBUAHH BAKU FARMASI
REKOMENDASI
«P
1.000 OOft.flO
m). USAHA PENYALUR ALAT KESEHATAN
REKOMENDASI
Rp
1X00,000,00
Rp Rp
3.500.009X0
Rp
1.500.090X0
• Utama
Rp
3.500.000,00
• Madya
RP
2.500X08^0
• Pratana
Rp
1.500.000,00
• Utama
RP
3.5OOJ0O.O0
•
Rp
Rp
2. YANKES 5PE5UL5 a). RUMAH SAUT UMUM/KHUSUS 1). OM MENURKAH • Utama - Madya • Pntama
2.soo.ootyw
2). IZM SEMENTARA
I ) . Rekomendasi tdn Tetap
Mft
• Pratama
Rp
1.503.000X0
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b). PKAKTBC BERKELOMPOK DR/DRG SPE5WJS Rp
1). IZM SEMENTARA 2).tnNTETA» C). LABORATORIUM KLMK SWASTA 1). IZM SEMENTARA Z). OM TETAP d). KUNK HEMOSIAUSA 1). IZMMENDNUKAN Z). IZM TETAP
Rp
1.000.008X0
Rp
1.900.003,00 1.500,000,00
Rp Ss»
Rp
509X00,00 750X00X0
o ) . KUNK FISIOTERAPI 1). OM MENDWKAN
Rp
500X00X0
Z). IZM TETAP
Rp
750X00X3
f). KUNK REHARftJTASINAPZA 1). IZM MEHDMKAN
Rp
Z). IZM SEMENTARA
Rp
500X00X0 503X09X3
3). IZM TETAP
Rp
750X00X0
500X00X0
3. YANKES DASAR: i ) . BALAI PENGOBATAN UMUM / GIGI
Rp
b). PRAKTEK BBHELOMPOK DR/DRG UMUM c). RUMAH BERSALM
Rp
300X00X9
Rp
700X00X0
d). OPTK
Rp
150X09X0
• ) . MEDCALCHECK UP
Rp
200,000,00
0. BALAI KESEHATAN MASYARAKAT | ) . BALAI KESEHATAN BU DAN ANAK h).MOBt£KUHK
Rp Rp
M.OflO.OO 50X99X9
Rp Rp
100X09X0 150.000X0 109X00X0
Rp
250X00,03
Rp Rp
103X09,00 150X00X0
0. KUNK GIZI ]). KLMK IMUNEMSI 4. YANKES TRADISIONAL; • ) . PANTI PENGOBATAN TRADISIONAL b). SALON KECANTKAN 1). TYPED ZJ.TYPEC 3).TYPEB
RP
300X00X0
4). TYPEA
Rp
400X00X0
S, KESEHATAN MASYARAKAT: a). LAK SEHAT HOTEL
SERTVKAT
RP
b). PENYEHATAN MAKANAN RESTORAN
satrswAT
RP
303.000X3 250.000,00
c). PENYEHATAN MAKANAN JASA BOGA
SERTVKAT
Rp
250X00,00
d). PESCONTROL: 1). MSECTCONTROL
DM
Rp Rp
150X30X0 150X00,00
Rp
150X00X0 150X09X0 150X09X0 500X00X0
Z). RODENTCONTROL 3). TERMfTE CONTROL
IZM IZM
4). FUMIGASI
IZM
e). DEPOAMMMUU
SERTVKAT
Rp Rp
O- PENGELOLAAN UMBAN CAIR RUMAH SAKIT
SERTVKAT
Rp
4. SUMBER DAYA MANUSA A). PRAKTEK Dr.UMUM /GJGI 1). IZM SEMENTARA
Rp
30X00X0
Z). SVTM/SPTP
Rp
100X09X9
b). PRAKTEK KUM c). PRAKTEK PERAWAT t PERAWAT GIGI
Rp
103X09X9
Rp
59X09X0
J). PRAKTEK Dr4PESUJJS/Dri^t3UUS
Rp Rp Rp Rp
303.000,03
t ) . PRAKTEK FISIOTERAPI F). REFRAKSI OPTISCH | ) . SURAT GEM KERJA ASISTEN APOTEKER k). AKUPUNKTUR )• AHU KECANTKAN 1). TANDA DAFTAR PENGOBAT TRADISIONAL
Rp Rp
100X09X9 109X90X0 50.000X0 50X00X0 50X00,00
Rp
50X00X0
1
Pasal 69 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian kelompok sebagaimana dimaksud pada Pasal 68 diatur dengan Peraturan Gubernur. (2) Ketentuan mengenai tarif layanan Rumah Sakit Umum Daerah kelas I, II dan VIP diatur dengan Peraturan Gubernur atas persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Bagian Kedua Kebudayaan dan Permuseuman Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 70 (1) Pelayanan Kebudayaan dan Permuseuman terdiri dari: a. tempat untuk rekreasi; b. pemakaian lokasi untuk shooting film, rekaman dan sejenisnya; c. pemakaian plaza ruangan dan taman museum; d. pemakaian ruang serba guna museum; e. pemakaian teropong di pelataran puncak monumen nasional; f.
pemakaian plaza taman, jalan silang monumen nasional, areal taman medan merdeka dan taman monumen soekarno-hatta proklamator kemerdekaan ri untuk kegiatan perlombaan, sarasehan, acara ritual dan sejenisnya;
g. Pemakaian Gedung Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki untuk pertunjukan kesenian. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan kebudayaan dan permuseuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan Pelayanan Kebudayaan dan Permuseuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 71 (1) Pelayanan Kebudayaan dan Permuseuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf a dipungut retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Tempat Rekreasi. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dipungut retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Pasal 72 (1) Subjek Retribusi Tempat Rekreasi adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (1) huruf a. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g. (3) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 73 (1) Tingkat penggunaan Jasa Tempat Rekreasi Kebudayaan dan Permuseuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) diukur berdasarkan frekuensi masuk, jenis pemakaian dan jumlah orang. (2) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) diukur berdasarkan lokasi, luas, waktu, jenis pemanfaatan dan pemakaian.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 74 (1) Prinsip penetapan Tarif Retribusi Tempat Rekreasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) adalah untuk memperoleh keuntungan yang layak dengan mempertimbangkan biaya administrasi, biaya pengadaan, biaya perawatan/pemiliharaan dan biaya pembinaan. (2) Prinsip penetapan Tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) adalah untuk memperoleh keuntungan yang layak dengan mempertimbangkan biaya administrasi, biaya pengadaan, biaya perawatan/pemiliharaan, biaya penyusutan dan biaya pembinaan. Pasal 75 Struktur dan besarnya Tarif Retribusi Pelayanan Kebudayaan dan Permuseuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Tempat untuk rekreasi: 1. Museum : a) dewasa / umum
Rp2.000,00/orang
b) rombongan dewasa paling rendah 20 orang Rp1.500,00/orang c) mahasiswa
Rp1.000,00/orang
d) rombongan mahasiswa minimal 20 orang
Rp750,00/orang
e) anak-anak pelajar
Rp600,00/orang
f) rombongan anak-anak/pelajar minimal 20 org Rp500,00/orang Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2. Pelataran Cawan Monumen Nasional: a) Dewasa/umum (17 th keatas)
Rp2.500.00/orang
b) Mahasiswa/Anak-anak Pelajar
Rp1.000,00/orang
c) Rombongan Tamu Negara/Pemerintah
RpO.OO/orang
d) Rombongan dengan jumlah paling sedikit 20 (dua puluh) orang diberikan Keringanan 25 % (dua puluh lima persen). 3. Pelataran Puncak Monumen Nasional: a) Dewasa/umum (17 tahun keatas)
Rp7.500.00/orang
b) Mahasiswa/Anak-anak Pelajar
Rp3.500,00/orang
c) Rombongan Tamu Negara/Pemerintah
RpO.OO/orang
d) Rombongan dengan Jumlah paling sedikit 20 (dua puluh) orang diberikan Keringanan 25% (dua puluh lima persen). b. Pemakaian lokasi untuk shooting film, rekaman dan sejenisnya
Rp1.000.000.00/hari
c. Pemakaian plaza ruangan dan taman untuk: 1. bazar a) taman
Rp150.000.00/hari
b) plaza ruangan
Rp250.000.00/hari
2. pameran, perlombaan dan sarasehan
Rp250.000.00/hari
3. pemotretan untuk iklan, promosi dan pameran Rp350.000,00/hari d. Pemakaian ruang serbaguna e. Pemakaian Teropong di pelataran puncak
Rp250.000.00/hari Rp2.000,00/unit/l ,5menit
f. Pemakaian Plaza Taman, Jalan Silang Monumen Nasional, Areal Taman Medan Merdeka dan Taman Monumen Soekamo-Hatta Proklamator Kemerdekaan RI untuk kegiatan perlombaan, sarasehan, acara ritual dan sejenisnya: 1. Luas sampai dengan 1.000 m
2
Rp350.000.00/hari/lokasi 2
2. Luas 1.001 sampai dengan 5.000 m
Rp750.000.00/hari/lokasi 2
3. Luas 5.001 sampai dengan 10.000 m
4. Luas 10.001 sampai dengan 25.000 m 5. Luas lebih dari 25.000 m 2
Rp900.000.00/hari/lokasi 2
Rp1.000.000.00/hari/lokasi Rp1.500,000,00/hari/lokasi
g. Pemakaian Gedung Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki untuk pertunjukkan kesenian: 1. Gedung Teater Kecil
Rp2.500.000.00/hari
2. Gedung Teater Besar
Rp25.000.000.00/hari
3. Untuk kegiatan pertunjukan kesenian yang bersifat sosial dan mendapat rekomendasi dari pejabat instansi terkait, diberikan keringanan tarif sebesar 50 % (lima puluh persen). 4. Untuk kegiatan pertunjukan kesenian yang mendapat rekomendasi dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan Pemerintah Daerah dibebaskan dari tarif
pelayanan. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Bagian Ketiga Pendidikan Menengah dan Tinggi (Planetarium dan Observatorium) Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 76 (1) Pelayanan Planetarium dan Observatorium terdiri dari: a) pertunjukan planetarium dan observatorium; b) pertunjukan multimedia. (2) Setiap orang pribadi atau rombongan yang memerlukan pelayanan Planetarium dan Observatorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan Planetarium dan Observatorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau rombongan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 77 (1) Pelayanan Planetarium dan Observatorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Tempat Rekreasi Planetarium dan Observatorium. Pasal 78 (1) Subjek Retribusi Tempat Rekreasi Planetarium dan Observatorium fasilitas planetarium dan observatorium adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1). (2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 79 Tingkat penggunaan jasa tempat rekreasi Planetarium dan Observatorium fasilitas Planetarium dan Observatorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 diukur berdasarkan frekuensi masuk, jenis pertunjukkan dan jumlah orang. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 80 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa tempat rekreasi Planetarium dan Observatorium fasilitas Planetarium dan Observatorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, bjaya asuransi, angsuran bunga pinjaman, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa.
Pasal 81 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud Pasal 76 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Pertunjukan planetarium dan observatorium: 1. umum Rp7.000,00/orang
a) dewasa
Rp3.500,00/orang
b) anak-anak /pelajar 2. rombongan (paling sedikit 100 orang): a) pelajar/mahasiswa
Rp3.000,00/orang
b) bukan pelajar dan mahasiswa
Rp5.000,00/orang
b. Pertunjukan multimedia 1. umum a) dewasa
Rp2.500,00/orang
b) anak-anak /pelajar
Rp1.500,00/orang
2. rombongan (paling sedikit 100 orang): a) pelajar
Rp100.000,00/100 orang
b) bukan pelajar dan mahasiswa
Rp150.000,00/100 orang
Bagian Keempat Olah Raga Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 82 (1) Pelayanan keolahragaan terdiri dari: a. pemakaian kolam renang;
b. pemakaian gedung olah raga; Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
• tn •
c. pemakaian stadion olah raga; d. pemakaian lapangan olah raga terbuka; e. pemakaian lokasi tempat usaha pada fasilitas olah raga; f. pemakaian wisma atlet; g. pemakaian gedung olah raga dan gelanggang remaja di luar kegiatan olah raga; h. pemakaian peralatan gedung olah raga dan gelanggang remaja; i. izin operasional fasilitas olah raga. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 83 (1) Pelayanan Keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah raga. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf e sampai dengan huruf h dipungut retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf i dipungut retribusi Perizinan tertentu dengan nama Retribusi Izin Operasional Fasilitas Olah raga. Pasal 84 (1) Subjek Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah raga adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2). (2) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3). (3) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (4). (4) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 85 (1) Tingkat penggunaan Jasa Tempat Rekreasi dan Olah raga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) diukur berdasarkan frekuensi masuk, jumlah orang, jenis olah raga dan jenis organisasi. (2) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3) diukur berdasarkan penggunaan luas ruangan, jenis, dan waktu pemakaian. (3) Tingkat penggunaan Jasa Izin Operasional Fasilitas Olah raga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (4) diukur berdasarkan waktu, luas areal, lokasi, gangguan dan jenis usaha. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 86 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah raga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, angsuran bunga pinjaman biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa dalam rangka pembinaan dan prestasi olah raga serta berusaha untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa dan bunga pinjaman untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Operasional Fasilitas Olah raga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya pengecekan, biaya pengukuran, biaya pemeriksaan, biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian serta biaya pembinaan. Pasal 87 Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 adalah sebagai berikut: a. Pemakaian kolam renang:
1. perorangan: Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
a) hari biasa
Rp1.500,00/orang
b) hari libur c) malam hari 2. rombongan sekolah dan perguruan tinggi empat
Rp2.000,00/orang Rp5.000.00/orang
kali sebulan, setiap rombongan paling sedikit 20 (dua puluh) orang
Rp2.000,00/orang/1,1/2 jam
3. rombongan instansi/kantor/umum empat kali sebulan paling sedikit 20 (dua puluh) orang 4. rombongan PRSi (induk organisasi olah raga) untuk latihan empat kali sebulan 5 untuk pertandingan
Rp4.000,00/orang/1,1/2 jam R p 2 0 . 0 0 0 , 0 0 / r o m b o n g a n / 2 jam
Rp200.000,00/6jam Rp10.000,00/orang/l .1/2 jam
6. langganan perorangan (delapan kali sebulan) 7. kegiatan dengan menggunakan lampu
Rp30.000,00/2 jam
dikenakan biaya tambahan b. Pemakaian gedung olahraga (GOR): 1. Bulu tangkis/sepak takraw: a) induk organisasi olah raga: 1) untuk latihan 2) untuk pertandingan
Rp4.000.00/lapangan/2 jam Rp8.000,00/lapangan/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) untuk latihan 2) untuk pertandingan
Rp3.000.00/lapangan72 jam Rp5.000,00/lapangan/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) untuk latihan 2) untuk pertandingan
Rp5.000,00/lapangan/2 jam Rp10.OOO.OO/lapangan/2 jam
d) setiap pemakaian dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp10.OOO.OO/lapangan/2 jam
2. Tenis meja: a)
induk organisasi olah raga: 1) untuk latihan
Rp3.000,00/meja/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp4.000,00/meja/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) untuk latihan
Rp2.000,00/meja/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp3.000,00/meja/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) untuk latihan
Rp4.000,00/meja/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp8.000,007meja/2 jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d) setiap pemakaian dengan menggunakan iampu dikenakan biaya tambahan
Rp10.000,00/meja/2 jam
3. Bola voli: a) induk organisasi olah raga: 1) untuk latihan
Rp5.000,00/lapangan/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp9.000,00/lapangan/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) untuk latihan 2) untuk pertandingan
Rp4.000,00/lapangan/2 jam Rp7.000,00/lapangan/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) untuk latihan
Rp6.000,00/lapangan/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp11.000,00/lapangan/2 jam
d) setiap pemakaian dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp20.000,00/lapangan/2 jam
4. Bola basket/futsal: a) induk organisasi olah raga: 1) untuk latihan
Rp6.000,00/lapangan72 jam
2) untuk pertandingan
Rp10.OOO.OO/lapangan/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) untuk latihan
Rp5.000,00/Iapangan/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp8.000,00/lapangan/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) untuk latihan
Rp7.000,00/lapangan/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp12.000,00/lapangan/2 jam
d) setiap pemakaian dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp30.000,00/lapangan/2 jam
5. Senam: a) induk organisasi olah raga: paling banyak 20 (dua puluh) orang 1) untuk latihan
Rp5.000.00/ 2 jam
2) untuk pertandingan
Rp8.000.00/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: paling banyak 20 (dua puluh) orang 1) untuk latihan
Rp3.000,00/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp5.000.00/2jam
c) masyarakat/instansi/umum:
paling banyak 20 (dua puluh) orang Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
1) untuk latihan
Rp5.000,00/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp10.000,0072 jam
d) penggunaan piano dan alat-alat senam
Rp7.000,00/2 jam
e) pemakaian oleh sanggar senam
Rp10.000,00/2 jam
f) setiap pemakaian dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp30.000,00/2 jam
6. Karate, judo, pencak silat dan bela diri lainnya: a) induk organisasi olah raga: 1) untuk latihan
Rp5.000.00/ 2 jam
2) untuk pertandingan
Rp8.000.00/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) untuk latihan
Rp3.000,00/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp6.000,00/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) untuk latihan
Rp6.000,00/2 jam
2) untuk pertandingan
Rp10.000,00/2 jam
d) setiap pemakaian dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp15.000,00/2 jam
7. Pemakaian prasarana olah raga air: a) tempat berlabuh: 1) speed boat tujuh meter ke atas
Rp40.000,00/hari
2) speed boat tujuh meter ke bawah
Rp30.000,00/hari
3) sewa dok/galangan
Rp10.000,00/hari
b) gedung induk
Rp150.000,00/6 jam
c) plaza gedung induk
Rp100.000,00/6 jam
d) pembuatan film
Rp200.000,00/hari
e) peluncuran speed boat
Rp40.000,00/1 kali
f) setiap pemakaian dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp10.000,00/2 jam
8. Lapangan menembak: a) smallbore/free pistol b) centre fire pistol c) rapid fire pistol d) big bore
Rp5.000,00/2 jam/orang Rp5.000,00/2 jam/orang Rp5.000,00/2 jam/orang Rp5.000,00/2 jam/orang
e) clay pigeon untuk: 1) 1 orang 2) 2 orang
Rp5.000,00/2 jam Rp7.000,00/2 jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
3) 3 orang
Rp9.000,0072 jam
4) 4 orang
Rp12.000,00/2 jam
5) 5 orang
Rp15.000,00/2 jam
6) 6 orang
Rp17.000,00/2 jam
f) langganan dengan fasilitas lapangan dan sasaran tertentu yang diinginkan maksimal 8 (delapan) kali sebulan tiap-tiap jenis kegiatan Rp25.000,00/latihan g) rombongan tiap jenis paling banyak 20 (dua puluh) orang
Rp60.000,00/6 jam
h) senapan angin perorangan
Rp5.000,00/2 jam
9. Catur: a) untuk 10 (sepuluh) meja paling lama 4 jam: 1) untuk latihan pagi hari
Rp7.500,00/4 jam
2) untuk latihan sore hari
Rp10.000,00/4 jam
b) untuk 10 (sepuluh) meja paling lama 10 jam pertandingan c) pertandingan dua regu (persahabatan)
Rp30.000,00/10 jam Rp20.000,00/10 jam
d) langganan: 1) latihan pagi hari 10 meja empat kali latihan 1 bulan
Rp40.000,00/4 jam
2) latihan sore hari 10 meja empat kali latihan 1 bulan e) setiap pemakaian AC
Rp50.000,00/4 jam Rp50.000,00/4 jam
f) setiap latihan dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan Rp20.000,00/2 jam
10. Bridge: a) untuk 10 meja Paling lama 4 jam: 1) untuk latihan pagi hari
Rp15.000,00/4 jam
2) untuk latihan sore hari
Rp25.000,00/4 jam
b) untuk 10 meja paling lama 10 jam
Rp50.000,00/10 jam
pertandingan c) pertandingan dua regu (persahabatan)
Rp30.000,00/6 jam
d) langganan; 1) latihan pagi hari 10 meja empat kali latihan 1 bulan
Rp30.000,00/4 jam
2) latihan sore hari 10 meja empat kali latihan 1 bulan e) setiap pemakaian AC
Rp40.000,00/4 jam Rp50.000,00/4 jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela - 122-Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
f)
setiap latihan dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp15.000,00/2 jam
11. Tennis indoor (raibond ice): a) induk organisasi olah raga: 1) latihan pagi/siang hari
Rp22.500,00/lapangan/2 jam
2) latihan sore/malam hari
Rp45.000,00/iapangan/2 jam
3) pertandingan
Rp60.000,00/lapangan/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/siang hari
Rp20.000,00/lapangan/2 jam
2) latihan sore/malam hari
Rp40.000,00/lapangan/2 jam
3) pertandingan
Rp50.000,00/lapangan/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) latihan pagi/siang hari
Rp32.500,00/lapangan/2 jam
2) latihan sore/malam hari
Rp65.000,00/lapangan/2 jam
3) untuk pertandingan
Rp100.000,00/lapangan/2 jam
d) setiap latihan dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp20.000,00/lapangan/2 jam
12. Squash: a) induk organisasi olah raga: 1) latihan pagi/siang hari
Rp22.500,00/lapangan/2 jam
2) latihan sore/malam hari
Rp45.000,00/lapangan/2 jam
3) pertandingan
Rp60.000,00/lapangan/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/siang hari
Rp20.000,00/lapangan/2 jam
2) latihan sore/malam hari
Rp40.000,00/lapangan/2 jam
3) pertandingan
Rp50.000,00/lapangan/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) latihan pagi/siang hari
Rp32.500,00/lapangan/2 jam
2) latihan sore/malam hari
Rp65.000,00/lapangan/2 jam
3) pertandingan
Rp100.000,00/lapangan/2 jam
d) setiap latihan dengan menggunakan lampu Rp20.000,00/lapangan/2 jam dikenakan biaya tambahan Pemakaian stadion olah raga: 1. Stadion sepak bola: a) Penggunaan oleh induk organisasi olah raga untuk: 1) latihan pagi/sore
Rp30.000,00/1,5 jam
2) pertandingan
Rp50.000.00/2jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
3) latihan siang hari
Rp20.000,00/1,5 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/sore
Rp25.000,00/1,5 jam
2) pertandingan
Rp40.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp15.000,00/1,5 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) latihan pagi/sore
Rp75.000,00/1,5 jam
2) pertandingan
Rp100.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp25.000,00/1,5 jam
d) setiap pemakaian stadion dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp250.000,00/2 jam
e) Stadion sepak bola lebak bulus: 1) Kegiatan olahraga: a)) pagi/sore
Rp750.000,00/2 jam
b)) malam
Rp1.500.000,00/2 jam
2) Kegiatan non olahraga.
Rp2.000.000.00/jam
2. Stadion soft ball/base ball untuk: a) induk organisasi olah raga: 1) latihan pagi/sore
Rp10.000,00/2 jam
2) pertandingan
Rp20.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp5.000,00/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/sore
Rp7.500,00/2 jam
2) pertandingan
Rp15.000.00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp5.000,00/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) latihan pagi/sore
Rp15.000,00/2 jam
2) pertandingan
Rp25.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp5.000,00/2 jam
d) setiap pemakaian stadion dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan Pemakaian lapangan olah raga terbuka:
Rp50.000,00/2 jam RpO,00
Kecuali pemakaian lapangan olah raga terbuka: Lapangan sepak bola Banteng, Pondok Bambu, Cendrawasih dan lapangan sepak bola Ragunan: 1. lapangan sepak bola: a) induk organisasi olah raga untuk: 1) latihan pagi atau sore
RpS.000,00/2 jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2) pertandingan
Rp10.000,0072 jam
3) latihan siang hari
Rp3.000,00/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi untuk: 1) latihan pagi atau sore
Rp4.000,00/2 jam
2) pertandingan
Rp6.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp2.000,00/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum untuk: 1) latihan pagi atau sore
Rp10.000,00/2 jam
2) pertandingan
Rp20.000,00/2jam
3) latihan siang hari
Rp5.000,00/2 jam
2. Lapangan tenis: a) lapangan keras (hard court): 1) induk organisasi olah raga untuk: a)) latihan pagi atau sore
Rp7.500,007iapangan/2 jam
b)) pertandingan
Rp10.000,00/lapangan/2 jam
c)) latihan siang hari
Rp4.000,00/lapangan/2 jam
2) sekolah/perguruan tinggi untuk: a)) latihan pagi atau sore
Rp7.500,00/lapangan/2 jam
b)) pertandingan
Rp10.OOO.OO/lapangan/2 jam
c)) latihan siang hari
Rp5.000,007lapangan/2 jam
3) masyarakat/instansi/umum untuk: a)) latihan pagi atau sore
Rp12.500,00/lapangan/2 jam
b)) pertandingan
Rp17.500,00/lapangan/2 jam
c)) latihan siang hari
Rp7.500,00/lapangan/2 jam
b) lapangan tenis gravel: 1) induk organisasi olah raga: a)) latihan pagi/sore
Rp10.OOO.OO/lapangan/2 jam
b)) pertandingan
Rp15.000,00/lapangan/2 jam
c» latihan siang hari
Rp5.000,00/lapangan/2 jam
2) sekolah/perguruan tinggi: a)) latihan pagi/sore
Rp7.500,00/lapangan/2 jam
b)) pertandingan
Rp10.000,00/lapangan/2 jam
c)) latihan siang hari
Rp5.000,00/lapangan/2 jam
3) masyarakat/instansi/umum: a)) latihan pagi/sore
Rp17.500,00/lapangan/2 jam
b)) pertandingan
Rp27.500,00/lapangan/2 jam
c)) latihan siang hari
Rp7.500,00/lapangan/2 jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c) setiap pemakaian dengan menggunakan lampu dikenakan biaya tambahan
Rp20.000,00/lapangan/2 jam
3. Lapangan hoki: a) induk organisasi olah raga: 1) latihan pagi/sore
Rp5.000,00/2jam
2) pertandingan
Rp10.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp2.000,00/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/sore
Rp4.000,00/2jam
2) pertandingan
Rp8.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp2.000,00/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) latihan pagi/sore
Rp7.500,00/2 jam
2) pertandingan
Rp15.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp3.000,00/2 jam
4. Lapangan bola voli: a) induk organisasi olah raga: 1) latihan pagi/sore
Rp4.000,00/lapangan/2 jam
2) pertandingan
Rp6.000,00/iapangan/2 jam
3) latihan siang hari
Rp2.000,00/lapangan/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/sore
Rp2.000,007lapangan/2 jam
2) pertandingan
Rp4.000,007lapangan/2 jam
3) latihan siang hari
Rp2.000,00/lapangan/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) latihan pagi/sore
Rp5.000,00/lapangan/2 jam
2) pertandingan
Rp7.500,00/lapangan/2 jam
3) latihan siang hari
Rp3.000,00/lapangan/2 jam
5. Lapangan bola basket: a) induk organisasi olah raga: 1) latihan pagi/sore
Rp3.000,00/!apangart/2 jam
2) pertandingan
Rp5.000,00/lapangan/2 jam
3) latihan siang hari
Rp2.000,00/lapangan/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/sore
Rp2.000,00/lapangan/2 jam
2) pertandingan
Rp4.000,00/lapangan/2 jam
3) latihan siang hari
Rp1.000,00/iapangan/2 jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c) masyarakat/instansi/umum: 1) latihan pagi/sore
Rp4.000,00/iapangan/2 jam
2) pertandingan
Rp7.500,007!apangan/2 jam
3) latihan siang hari
Rp2.000,00/lapangan/2 jam
6. Gelanggang balap sepeda: a) induk organisasi olah raga: 1) latihan pagi/sore
Rp3.000,0072 jam/orang
2) pertandingan
Rp15.000,0072 jam
3) latihan siang hari
Rp1.000,00/2 jam/orang
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/sore
Rp2.000,00/2 jam/orang
2) pertandingan
Rp10.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp1.000,00/2 jam/orang
c) masyarakat/instansl/umum: 1) latihan pagi/sore
Rp4.000,00/2 jam/orang
2) pertandingan
Rp25.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp2.000,00/2 jam/orang
7. Track atletik: a) induk organisasi olah raga: 1) latihan pagi/sore
Rp15.000,00/2 jam
2) pertandingan
Rp20.000,00/2jam
3) latihan siang hari
Rp5.000,00/2 jam
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/sore
Rp15.000,00/40 orang/2 jam
2) pertandingan
Rp20.000,00/2jam
3) .latihan siang hari
Rp3.000,00/40 orang/2 jam
c) masyarakat/instansi/umum: 1) latihan pagi/sore
Rp20.000,00/2jam
2) pertandingan
Rp30.000,00/2 jam
3) latihan siang hari
Rp6.000.00/2jam
d) setiap kegiatan dengan menggunakan lampu di kenakan biaya tambahan
Rp150.000,00/2 jam
e) setiap pemakaian dengan menggunakan TARTANT dikenakan biaya tambahan
Rp50.000,00/2 jam
8. Lapangan panahan: a) induk organisasi olah raga:
1) latihan pagi/sore
Rp4.000,0072 jam/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2) pertandingan 3) latihan siang hari
Rp8.000,00/2 jam/orang Rp2.000,0072 jam/orang
b) sekolah/perguruan tinggi: 1) latihan pagi/sore 2) pertandingan 3) latihan siang hari
Rp3.000,0072 jam/orang Rp5.000,0072 jam/orang Rp1.000,00/2 jam/orang
c) masyarakat/instansi/umum: 1) latihan pagi/sore 2) pertandingan 3) latihan siang hari
Rp5.000,00/2 jam/orang Rp10.000,00/2 jam/orang Rp2.000,00/2 jam/orang
e. Pemakaian lokasi tempat usaha pada fasilitas olahraga: Rp185.000,00/m /tahun 1. dalam gedung olah raga Rp75.000,00/m /tahun 2. di luar gedung olah raga 2
2
f. Pemakaian wisma atlet 1. Wisma atlet Ragunan a), non AC 1) pelajar/mahasiswa 2) atlet 3) umum
Rp15.000,00/Kamar/hari Rp20.000,00/Kamar/hari Rp30.000.00/Kamar/hari
b). AC 1) pelajar/mahasiswa 2) atlet 3) umum
Rp20.000.00/Kamar/hari Rp30.000,00/Kamar7hari Rp50.000.00/Kamar/hari
2. Wisma atlet Bahtera Jaya a), pelajar/mahasiswa b), atlet c), umum
Rp25.000,00/Kamar/hari Rp30.000.00/Kamar/hari Rp50.000.00/Kamar/hari
3. Wisma atlet Kebon Jahe a), pelajar/mahasiswa b), atlet c), umum
Rp25.000.00/Kamar/hari Rp30.000.00/Kamar/hari Rp50.000.00/Kamar/hari
4. Wisma atlet Bulungan a), pelajar/mahasiswa
Rp25.000.00/Kamar/hari
b), atlet
Rp30.000.00/Kamar/hari
c), umum
Rp50.000.00/Kamar/hari
5. Wisma atlet Rawamangun (AC) a), pelajar/mahasiswa
Rp20.000.00/Kamar/hari
b), atlet
Rp30.000.00/Kamar/hari
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c), umum
Rp50.000.00/Kamar/hari
6. Wisma atlet Cendrawasih (AC) a), pelajar/mahasiswa
Rp20.000.00/Kamar/hari
b), atlet
Rp30.000.00/Kamar/hari
c), umum
Rp50.000.00/Kamar/hari
7. Wisma atlet Radin Inten (AC) a), pelajar/mahasiswa
Rp20.000.00/Kamar/hari
b), atlet
Rp30.000.00/Kamar/hari
c), umum
Rp50.000.00/Kamar/hari
g. Pemakaian gedung olahraga dan gelanggang remaja diluar kegiatan olahraga: 1. Pemakaian gedung olahraga: a), gedung catur
RpSOO.OOO 00/5 jam
b), gedung bridge
Rp600 000 00/5 jam
c), gedung tenis meja
Rp400 000 00/5 jam
d), gedung bulu tangkis
RpSOO 000 00/5 jam
e), gedung basket
RpSOO 000 00/5 jam
f), gedung bela diri
Rp400 000 00/5 jam
g), gedung olahraga dan gelanggang remaja
Rp850 000 00/5 jam
h), stadion olahraga
Rp850 000 00/5 jam
i), kolam renang
Rp850 000 00/5 jam
j ) . gedung auditorium
RpSOO 000 00/5 jam
k), gedung serba guna
Rp500 000 00/5 jam
I), gedung teater
Rp1.000.000,00/5 jam
2. Pemakaian gelanggang remaja kecamatan: a), standar lama
Rp250.000,00/5jam
b), standar baru
Rp400.000.00/5jam
3. Setiap pemakaian oleh induk organisasi olahraga/sekolah/perguruan tinggi diberikan keringanan tarif sebesar 25% (dua puluh lima persen). h. Pemakaian peralatan gedung olahraga dan gelanggang remaja: 1. Peralatan gedung olahraga dan gelanggang remaja: a) satu unit sound system
Rp75.000.0075 jam
b) satu buah meja panjang
Rp7.500.00/5jam
c) satu buah panel/sketsel
Rp5.000,00/5 jam
d) panggung auditorium
Rp75.000,00/5 jam
e) satu set tape recorder
Rp20.000,00/5 jam
f) satu set perangkat gamelan
Rp100.000,00/5 jam
g) satu buah meja/lavel
Rp2.000.00/5jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
h) satu set sofa
Rp15.000,00/5 jam
i) satu set karpet
Rp100.000,00/5 jam
j) satu buah kursi pemekel/jok
Rp1.500,00/5 jam
2. Setiap pemakaian oleh induk organisasi olahraga/sekolah/perguruan tinggi diberikan keringanan tarif sebesar 25% (dua puluh lima persen). i.
Izin operasional fasilitas olahraga: 1. kolam renang
Rp150.000.00/tahun
2. lapangan tenis terbuka
Rp75.000.00/lap/tahun
3. lapangan tenis tertutup
Rp100.000,00/lap/tahun
4. lapangan bulu tangkis
Rp15.000,00/lap/tahun
5. lapangan sepak bola
Rp100.000,00/lap/tahun Rp250.000,00/lap/tahun
6. stadion sepak bola
Rp200.000.00/tahun
7. selam
Rp200.000.00/tahun
8. jet ski
Rp100.000,00/lap/tahun
9. lapangan bola basket/futsal
Rp100.000,00/lap/tahun
10. lapangan squash
Bagian Kelima Tenaga Kerja dan Transmigrasi Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 88 (1) Pelayanan Ketenagakerjaan terdiri dari: a. izin pemakaian pesawat; b. izin pemakaian instalasi; c. izin pemakaian mesin; d. izin pemakaian peralatan bejana tekan; e. izin pemakaian bahan kimia berbahaya; f. izin lembaga pelatihan kerja; g. izin lembaga penempatan tenaga kerja dan lembaga bursa kerja khusus; h. izin operasional penyedia dan penyalur pramuwisma; i. izin tempat penampungan tenaga kerja; j. izin mempekerjakan pekerja perempuan malam hari; k. jasa legalisasi pengesahan peraturan perusahaan; I. jasa rekomendasi; m. jasa pendaftaran perjanjian kerja bersama; n. jasa pemakaian fasilitas ketenagakerjaan milik pemerintah daerah. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Setiap orang pribadi atau badan yang memerlukan pelayanan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk. Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 89 (1) Pelayanan Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf a dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pemakaian Pesawat. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf b dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pemakaian Instalasi. (4)
Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf c dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pemakaian Mesin.
(5)
Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf d dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pemakaian Peralatan Bejana Tekan.
(6)
Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf e dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pemakaian Bahan Kimia Berbahaya.
(7)
Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf f dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Lembaga Pelatihan Kerja.
(8)
Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf g dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Lembaga Penempatan Tenaga Kerja dan Lembaga Bursa Kerja Khusus. (9) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf h dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Operasional Penyedia dan Penyalur Pramuwisma. (10) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf i dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Tempat Penampungan Tenaga Kerja. Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf j dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Mempekerjakan Pekerja Perempuan Malam Hari. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(12) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf k dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Jasa Legalisasi Pengesahan Peraturan Perusahaan. (13) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf I dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Jasa Rekomendasi Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN). (14) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf m dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Jasa Legalisasi Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. (15) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf n dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Jasa Pemakaian Fasilitas Ketenagakerjaan Milik Pemerintah Daerah. Pasal 90 (1) Subjek Retribusi Izin Pemakaian Pesawat ditempat kerja adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2). (2) Subjek Retribusi Izin Pemakaian Instalasi ditempat kerja adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3). (3) Subjek Retribusi Izin Pemakaian Mesin ditempat kerja adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (4). (4) Subjek Retribusi Izin Pemakaian Peralatan Bejana Tekan ditempat kerja adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (5). (5) Subjek Retribusi Izin Pemakaian Bahan Kimia Berbahaya ditempat kerja adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (6). (6) Subjek Retribusi Izin Lembaga Pelatihan Kerja adalah Perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (7). (7) Subjek Retribusi Izin Lembaga Penempatan Tenaga Kerja dan Lembaga Bursa Kerja Khusus adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (8). (8) Subjek Retribusi Izin Operasional Penyedia dan Penyalur Pramuwisma adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (9). (9) Subjek Retribusi Izin Tempat Penampungan Tenaga Kerja adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (10). (10) Subjek Retribusi Izin Mempekerjakan Pekerja Perempuan Malam Hari adalah Perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 ayat (11). Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(11) Subjek retribusi Jasa Legalisasi Pengesahan Peraturan Perusahaan adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (12). (12) Subjek retribusi Jasa Rekomendasi Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN) adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (13). (13) Subjek Retribusi Jasa Legalisasi Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (14). (14) Subjek retribusi Jasa Pemakaian Fasilitas Ketenagakerjaan Milik Pemerintah Daerah adalah perusahaan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (15). (15) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) sampai dengan ayat (14) adalah Wajib Retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 91 (1)
Tingkat penggunaan Izin Perpanjangan Pemakaian Pesawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) diukur berdasarkan jenis, kapasitas, jumlah dan waktu.
(2)
Tingkat penggunaan Izin Pemakaian Instalasi ditempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) diukur berdasarkan daya, jenis, resiko dan waktu.
(3)
Tingkat penggunaan Izin Pemakaian Mesin ditempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (4) diukur berdasarkan jenis, jumlah dan waktu.
(4)
Tingkat penggunaan Izin Pemakaian Peralatan Bejana Tekan ditempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (5) diukur berdasarkan kapasitas, jumlah dan waktu.
(5)
Tingkat penggunaan Izin Pemakaian Bahan Kimia Berbahaya ditempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (6) diukur berdasarkan jumlah dan resiko.
(6)
Tingkat penggunaan Izin Lembaga Pelatihan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (7) diukur berdasarkan fasilitas, jumlah dan waktu.
(7)
Tingkat penggunaan Izin Lembaga Penempatan Tenaga Kerja dan Lembaga Bursa Kerja Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (8) diukur berdasarkan fasilitas, jumlah, jenis usaha, kepemilikan dan waktu.
(8)
Tingkat penggunaan Izin Operasional Penyedia dan Penyalur Pramuwisma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (9) diukur berdasarkan fasilitas, jumlah dan waktu.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(9)
Tingkat penggunaan Izin Tempat Penampungan Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (10) diukur berdasarkan fasilitas, jumlah dan waktu.
(10)
Tingkat penggunaan Izin Mempekerjakan Pekerja Perempuan Malam Hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (11) diukur berdasarkan jenis pekerjaan, jumlah pekerja, fasilitas dan waktu.
(11) Tingkat penggunaan Jasa Legalisasi/Pengesahan Peraturan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (12) diukur berdasarkan jenis usaha, jumlah dan waktu. (12) Tingkat penggunaan Jasa Rekomendasi Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (13) diukur berdasarkan kelayakan, fasilitas dan jenis usaha. (13) Tingkat penggunaan Jasa Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (14) diukur berdasarkan jenis usaha, jumlah dan waktu. (14) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Fasilitas Ketenagakerjaan Milik Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (15) diukur berdasarkan jenis barang, volume, resiko, keahlian dan waktu. Paragraf 4 Prinsip Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 92 (1) Prinsip penetapan tarif Izin Pemakaian Pesawat di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya penelitian gambar konstruksi, sertifikat bahan dan perhitungan konstruksi, biaya operasional yang berkaitan dengan pemeriksaan fisik dan percobaan uap serta biaya pengawasan dan pengendalian . (2) Prinsip penetapan tarif Izin Pemakaian Instalasi ditempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya penelitian gambar teknis, biaya perhitungan beban, biaya operasional yang berkaitan dengan pemeriksaan fisik, pengujian alat-alat pengaman, pengujian/pengukuran tahanan sebaran tanah/elektroda dan radius jangkauan penerima serta biaya pengawasan dan pengendalian. (3)
Prinsip penetapan tarif Izin pemakaian Mesin ditempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya penelitian gambar, perhitungan konstruksi, pemeriksaan fisik mesin dan kamar diesel, pengujian suara/kebisingan dan alat-alat pengaman serta biaya pengawasan dan pengendalian.
(4)
Prinsip penetapan tarif Izin pemakaian Peralatan Bejana Tekan ditempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (5) adalah dengan memperhatikan biaya pemeriksaan, penelitian gambar teknis, sertifikat bahan, perhitungan konstruksi peralatan, pemeriksaan fisik las-lasan, ketebalan plat, pengujian hidrostatis test dan pengujian alat-alat pengaman serta biaya pengawasan dan pengendalian.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(5)
Prinsip penetapan tarif Izin pemakaian Bahan Kimia Berbahaya ditempat kerja sebagaimana dimaksud dalam PasaS 89 ayat (6) adalah dengan memperhatikan biaya penelitian dokumen, pemeriksaan fisik barang, volume dan cara penyimpanan serta biaya pengawasan dan pengendalian.
(6) Prinsip penetapan tarif Izin Lembaga Pelatihan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (7) adalah dengan memperhatikan biaya kunjungan lapangan, koordinasi dengan instansi terkait, serta biaya pengawasan dan pengendalian. (7)
Prinsip penetapan tarif Izin Lembaga Penempatan Tenaga Kerja dan Lembaga Bursa Kerja Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (8) adalah dengan meperhatikan biaya kunjungan lapangan, koordinasi dengan instansi terkait, serta biaya pengawasan dan pengendalian.
(8) Prinsip penetapan tarif Izin Operasional Penyedia dan Penyalur Pramuwisma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (9) adalah dengan memperhatikan biaya biaya kunjungan lapangan, koordinasi dengan instansi terkait, serta biaya pengawasan dan pengendalian. (9) Prinsip penetapan tarif Izin Tempat Penampungan Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (10) adalah dengan memperhatikan biaya kunjungan lapangan, koordinasi dengan instansi terkait, serta biaya pengawasan dan pengendalian. (10)
Prinsip penetapan tarif Izin Mempekerjakan Pekerja Perempuan Malam Hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (11) adalah dengan memperhatikan biaya kunjungan lapangan, koordinasi dengan instansi terkait, serta biaya pengawasan dan pengendalian.
(11)
Prinsip penetapan tarif Jasa Legalisasi Pengesahan Peraturan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (12) adalah dengan memperhatikan biaya pengawasan dan pengendalian.
(12)
Prinsip penetapan tarif Jasa Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (13) adalah dengan memperhatikan biaya kunjungan lapangan, koordinasi dengan instansi terkait, serta biaya pengawasan dan pengendalian.
(13)
Prinsip penetapan tarif Jasa Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (14) adalah dengan memperhatikan biaya pemeriksaan adminsitrasi dan pembinaan.
(14)
Prinsip penetapan tarif Izin Pemakian Fasilitas Ketenagakerjaan Milik Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (15) adalah dengan memperhatikan biaya pemakaian bahan, investasi, biaya penyusutan serta biaya pengawasan dan pengendalian. Pasal 93
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) adalah sebagai berikut a. Izin pemakaian pesawat: 1) pesawat uap a)
sampai dengan 5 Ton
Rp0,00/unit/2 tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2)
6 sampai dengan 25 Ton
Rp0,00/unit/2 tahun
c)
lebih dari 25 Ton
RpO.OO/unit/2 tahun
pesawat angkat dan angkut
3) b.
b)
a)
forklift
RpO.OO/unrtVtahun
b)
tower crane
RpO.OO/un'rt/tahun
c)
crane dan hoist
RpO.OO/unit/tahun
pesawat lift
Izin pemakaian instalasi: 1)
instalasi listrik a)
sampai dengan 250 KVA
RpO.OO/unit/5 tahun
b)
251 sampai dengan 750 KVA
Rp0,00/unit/5 tahun
c)
751 sampai dengan 1250 KVA
Rp0,00/unit/5 tahun
d)
1251 sampai dengan 2000 KVA
Rp0,007unrt/5 tahun
e)
2001 sampai dengan 2500 KVA
RpO.OO/unit/5 tahun
f)
2501 sampai dengan 3000 KVA
Rp0,00/unit/5 tahun
g)
lebih dari 3001 KVA
Rp0,00/unit/5 tahun
2) instalasi penyalur petir c.
e.
Rp0,00/unrt/2 tahun
Izin pemakaian mesin : -
d.
RpO.OO/unhVtahun
motor diesel
Rp150.000.00/unrt/tahun
Izin pemakaian peralatan bejana tekan: 1) sampai dengan 25 Liter
RpO.OO/unit/5 tahun
2) 26 sampai dengan 100 Liter
RpO.OO/unit/5 tahun
3) 1.001 sampai dengan 1.500 Liter
Rp0,00/unit/5 tahun
4) 1.501 sampai dengan 5.000 Liter
RpO.OO/un'rt/5 tahun
5) lebih dari 5.001 Liter
RpO.OO/unrt/5 tahun
Izin pemakaian bahan-bahan kimia berbahaya
Rp25.000.00/ton
f.
Izin lembaga pelatihan kerja.
RpO.OO
g.
Izin lembaga penempatan tenaga kerja dan lembaga bursa kerja khusus.
h.
RpO.OO
Izin operasional penyedia dan penyalur pramuwisma.
Rp300.000,00/3 tahun
i.
Izin tempat penampungan tenaga kerja
Rp200.000,00/2 tahun
j.
Izin mempekerjakan pekerja perempuan malam hari.
k.
RpO.OO
Jasa legalisasi pengesahan peraturan perusahaan: 1) perusahaan A
Rp0,0072 tahun,
2) perusahaan B
Rp0,0072 tahun
3) perusahaan C
RpO.00/2 tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
I.
m.
n.
Jasa rekomendasi: 1) antar kerja antar daerah
Rp0,0072 tahun
2) antar kerja antar negara
Rp0,00/2 tahun
Jasa pendaftaran perjanjian kerja bersama: 1) perusahaan A
RpO.00/2 tahun
2) perusahaan B
Rp0,0072 tahun
3) perusahaan C
RpO.00/2 tahun
Izin pemakaian fasilitas ketenagakerjaan milik pemerintah daerah, balai hygiene perusahaan kesehatan dan keselamatan kerja (Balai Hyperkes dan KK): D
Air/limbah cair (fisika dan kimia):
Rp 300.000,00/paket
2) Udara ambin a) NH
3
Rp 75.000,00/contoh
b) S 0
2
Rp 75.000,00/contoh
c) N 0
2
Rp 75.000,00/contoh
d) 0
Rp 75.000,00/contoh
3
e) CO
Rp 75.000,00/contoh
f) Total H-C
Rp 150.000,00/contoh
g) Total partikulat
Rp 90.000,00/contoh
h) P M
1 0
Rp 150.000,00/contoh
2.5
Rp 150.000,00/contoh
0
PM
j)
HS
Rp 75.000,00/contoh
2
k) Pb
Rp 150.000,00/contoh
I)
Rp 50.000,00/contoh
Kebisingan
m) Getaran
Rp 50.000,00/contoh
3) Udara emisi a) Ammonia (NH3)
Rp 325.000,00/contoh
b) Gas Chlorin (Cl )
Rp 325.000,00/contoh
c) Hidrogen Klorida (Hci)
Rp 325.000,00/contoh
d) Hidrogen Fluorida (HF)
Rp 325.000,00/contoh
e) Nitrogen Oksida (N0 )
Rp 325.000,00/contoh
f) Opasitas
Rp 325.000,00/contoh
g) Partikel
Rp 325.000,00/contoh
2
2
h) Sulfur Dioksida (S0 )
Rp 325.000,00/contoh
i) Total Sulfur Tereduksi (H2S)
Rp 325.000,00/contoh
j) Air Raksa (Hg)
Rp 325.000,00/contoh
k) Arsen (As)
Rp 325.000,00/contoh
I) Antimon (Sb)
Rp 325.000,00/contoh
m) Kadmium (Cd)
Rp 325.000,00/contoh
n) Seng (Zn)
Rp 325.000,00/contoh
2
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
4)
Fisik lingkungan kerja Fisika: a) kebisingan
Rp 50.000,00/contoh
b) pencahayaan
Rp 50.000,00/contoh
c) iklim kerja
Rp 50.000,00/contoh
d) radiasi sinar UV
Rp 50.000,00/contoh
e) gelombang elektromagnetik
Rp 50.000,00/contoh
f) getaran 5)
Rp 50.000,00/contoh
Udara lingkungan kerja: a) alkohol b) acrylonitril c) acrylicacid d) asam nitrat e) asam sulfida f) asam sulfat g) asam cianida h) asam ciorida i) ammonia j) alumunium k) arsen I) asbes m) benzene n) besi o) butadien p) butana q) cobalt r) chromium s) chloroform t) cadmium u) debu carbon v) karbon monoksida w) karbon dioksida x) klorin y) mangan z) merkuri aa) nikel
Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 100.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 75.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh Rp 150.000,00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
ab) nitrogen diokasida
Rp 75.000,00/contoh
ac) ozon
Rp 75.000,00/contoh
ad) sulfur dioksida
Rp 75.000,00/contoh
ae) tembaga
Rp 150.000,00/contoh
af)
Rp 150.000,00/contoh
timbal
ag) toluene
Rp 150.000,00/contoh
ah) xylene
Rp 150.000,00/contoh
ai)
Rp 150.000,00/contoh
zink.
6) Pemeriksaaan kesehatan kerja Rp 40.000,00/orang
a) pemeriksaan kehilangan daya dengar b) pemeriksaan fungsi paru
Rp 40.000,00/orang
c) pemeriksaan kesehatan
Rp 40.000,00/orang
umum
Bagian Keenam Taman Margasatwa Ragunan Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 94 (1) Pelayanan Taman Margasatwa Ragunan terdiri dari: a. tempat rekreasi taman margasatwa ragunan; b. pemakaian fasilitas/sarana taman margasatwa ragunan. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan Taman Margasatwa Ragunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan pemanfaatan Taman Margasatwa Ragunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 95 (1) Pelayanan Taman Margasatwa Ragunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Tempat Rekreasi, Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf b, dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. Pasal 96 (1) Subjek Retribusi Tempat Rekreasi adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) hurufa. (2) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf b. (3) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 97 (1) Tingkat penggunaan jasa tempat rekreasi Taman Margasatwa Ragunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) diukur berdasarkan jumlah frekuensi masuk, jumlah orang dan jenis kendaraan. (2) Tingkat penggunaan jasa pemakaian kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) diukur berdasarkan intensitas pemakaian, waktu, jenis alat dan jumlah orang. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 98 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi tempat rekreasi serta fasilitas/sarana Taman Margasatwa Ragunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, angsuran bunga pinjaman, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa. Untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. Pasal 99 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Pelayanan masuk tempat rekreasi Taman Margasatwa Ragunan. 1. dewasa 2. anak-anak
Rp4.000,00/orang Rp3.ooo,oo/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
3. rombongan pelajar/mahasiswa/panti sosial paling sedikit 30 (tiga puluh) orang dikenakan tarif 75% (tujuh puluh lima persen) dari tarif yang berlaku 4. juru foto
Rp10.000.00/orang
b. Pemakaian fasilitas Taman Margasatwa Ragunan. 1. Pemakaian tempat penitipan kendaraan: a) mobil
Rp5.000.00/hari
b) bus/truk
Rp10.000.00/hari
c) sepeda motor
Rp2.500.00/hari
Rp1.000.00/hari d) sepeda 2. Pemakaian sarana/prasarana Taman Margasatwa Ragunan: a) kuda tunggang
Rp3.000.00/orang/3ekali keliling
b) unta tunggang
Rp5.000.00/orang/sekali keliling
c) gajah tunggang
Rp6.000.00/orang/sekali keliling
d) taman satwa anak-anak/pentas
Rp1.500,00/hari
c. Pemakaian kawasan pusat primata untuk menyaksikan gorilla dan primata lainnya: 1. Hari biasa a) dewasa
Rp5.000.00/orang
b) anak-anak
Rp5.000.00/orang
2. Hari Minggu/besar a) dewasa
Rp5.000.00/orang
b) anak-anak
Rp5.000.00/orang
3. Rombongan pelajar/mahasiswa/panti sosial paling sedikit 30 (tiga puluh) orang dikenakan tarif 75% (tujuh puluh lima persen) dari tarif yang berlaku d. Panggung
Rp150.000.00/hari
e. Gedung informasi
Rp200.000.00/hari
f.
Rp500.000.00/hari
Gedung auditorium
g. Sound sistem
Rp100.000.00/hari
h. Pemutaran film satwa
Rp100.000.00/judul
i.
Penyediaan satwa jinak untuk berfoto
Rp2.500.00/foto
j.
Pemakaian lokasi /tempat: 1. untuk berdagang: a) hari minggu/besar
Rp15.000.00/hari
b) hari biasa
Rp10.000.00/hari
2. untuk shooting: a)
film cerita
Rp1.000.000.00/hari
b) film iklan
Rp1.500.000.00/hari
c) film video dokumentasi
Rp500.000.00/hari
d) film video keluarga
Rp250.000.00/hari
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Bagian Ketujuh Kebersihan Paragraf 1 Jenis pelayanan dan kewajiban Pasal 100 (1) Pelayanan kebersihan lingkungan terdiri dari: a.
pengangkutan sampah perumahan/rumah tinggal;
b. pengangkutan sampah toko dan sejenisnya; c.
pengangkutan sampah dari lokasi industri dan sejenisnya;
d. pengangkutan sampah dari rumah sakit, poliklinik dan laboratorium; e.
pengangkutan sampah dari lokasi pedagang kaki lima/usaha sektor informal; f. penyediaan tempat pembuangan/pemusnahan akhir sampah (TPA sampah); g. penyediaan lokasi instalasi pengolahan air buangan (LIPAB); h. penyedotan kakus/tangki septikteng; i.
pemakaian toilet berjalan.
(2) Setiap orang pribadi atau Badan yang mendapatkan dan memerlukan pelayanan kebersihan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 101 (1) Pelayanan kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi persampahan/kebersihan. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf h, dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Penyedotan Kakus. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf i, dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan
Daerah. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
PasaS 102 (1) Subjek Retribusi Persampahan/Kebersihan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g. (2) Subjek Retribusi Penyedotan Kakus adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf h. (3) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf i. (4) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) adalah Wajib Retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 103 (1) Tingkat penggunaan Jasa Persampahan/kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) diukur berdasarkan luas bangunan, volume sampah dan jangka waktu pelayanan. (2) Tingkat penggunaan Jasa Penyedotan Kakus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3) diukur berdasarkan volume penyedotan. (3) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah Fasilitas Kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (4) diukur berdasarkan jumlah toilet dan jangka waktu pemakaian.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 104 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Persampahan/kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya pengumpulan sampah, biaya pengangkutan sampah, biaya penampungan sampah, biaya pemusnahan/pengolahan sampah, biaya penyediaan lokasi tempat pembuangan akhir, biaya operasional dan perawatan, kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Penyedotan Kakus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya penyedotan, biaya pembuangan/pengolahan, biaya pengadaan dan perawatan, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis serta beroperasi secara efisien dengan orientasi
pada harga pasar. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Fasilitas Kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/ pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa. Pasal 105 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Pengangkutan sampah perumahan/rumah tinggal
RpO.OO
2
1. luas bangunan sampai dengan 70 m
RpO.OO
2
2. luas bangunan 71 m sampai dengan 150 m
2
RpO.OO
2
2
RpO.OO
2
2
RpO.OO
3. luas bangunan 151 m sampai dengan 250 m 4. luas bangunan 251 m sampai dengan 300 m 2
5. luas bangunan 301 m keatas b.
RpO.OO
Pengangkutan sampah toko, warung makan, apotik, bengkel, bioskop, tempat hiburan lainnya, penjahit/konpeksi, salon barbershop, panti pijat, bola sodok, binatu dan lain-lain. 3
1. kecil (volume sampah sampai dengan 0,50 m /bulan) Rp10.000.00/bulan 3
2. sedang (volume sampah 0,51 sampai dengan 0,75 m /bulan) Rp12.500,00/bulan 3
3. besar (volume sampah lebih dari 0,76 m /bulan) Rp15.000.00/bulan c.
9
Pengangkutan sampah minimum 2,5 m dari lokasi industri, pusat pertokoan/plaza, pertokoan, pasar swalayan, motel, hotel, penginapan, taman hiburan/ rekreasi, rumah makan/restoran, perbengkelan dll
d.
Rp20.000,00/m
Pengangkutan sampah dari rumah sakit, poliklinik dan 3
laboratorium minimum 1,00 m e.
Rp10.000,00/m 3
Penyediaan tempat pembuangan/pemusnahan akhir Sampah (TPA sampah).
g.
3
Pengangkutan sampah dari lokasi Pedagang Usaha Mikro Rp5.000.00/m
f.
3
Rp10.000,00/m
3
Penyediaan lokasi instalasi pengolahan air buangan (LIPAB) Rp5.000,00/m 3
3
h.
Penyedotan kakus/tangki septikteng paling sedikit 2 m Rp20.000.00/rn
i.
Pemakaian toilet berjalan
3
Rp325.000.00/toilet/hari
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Bagian Kedelapan Pemakaman Umum Paragraf 1 Jenis pelayanan dan kewajiban Pasal 106
(1) Pelayanan Pemakaman Umum terdiri dari: a. pemakaian tempat pemakaman; b. pemakaian peralatan perawatan jenazah ; c. pemakaian kendaraan jenazah dan kelengkapannya; d. pemakaian lokasi taman pemakaman; e. izin pelayanan pemakaman .
(2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan pemakaman umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan pemakaman umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 107 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) huruf a dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Pemakaian Tempat Pemakaman. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d, dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) huruf e dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pelayanan Pemakaman.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(1) Subjek Retribusi Pemakaian Tempat Pemakaman adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) huruf a. (2) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d. (3) Subjek Retribusi Izin Pelayanan Pemakaman adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) huruf e. (4) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) adalah Wajib Retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 109 (1) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Tempat Pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) diukur berdasarkan klasifikasi blok tempat pemakaman dan jangka waktu sewa tempat pemakaman. (2) Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (3) diukur berdasarkan jarak tempuh, peralatan, waktu, lokasi dan jumlah pemakaian. (3) Tingkat penggunaan Jasa Perizinan Pemakaman dalam Pasal 107 ayat (4) diukur berdasarkan tingkat pengendalian dan pengawasan terhadap perizinan pelaksanaan tersebut.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 110 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Jasa Pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan jenazah, biaya penguburan, biaya operasional dan pemeliharaan, kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/ pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela . U6 • Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Pelayanan Pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa, serta biaya cetak formulir. Pasal 111 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 adalah sebagai berikut: a. Pemakaian tempat pemakaman: 1. Sewa tanah makam untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun: a) blok
AA.I
Rp100.000,00
b) blok
AA.II
Rp80.000,00
c) blok
A.
I
Rp60.000,00
d) blok
A.II
Rp40.000,00
e) blok
A.III
RpO.OO
2. Sewa tanah makam tumpangan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari besarnya retribusi sebagaimana tercantum dalam angka 1. 3. Perpanjangan sewa tanah makam adalah: a) Tiga tahun pertama 50% (lima puluh persen) dari besarnya retribusi sebagaimana tercantum dalam angka 1. b) Tiga tahun kedua dan seterusnya 100% (seratus persen) dari besarnya retribusi sebagaimana tercantum dalam angka 1. c) Perpanjangan sewa tanah makam sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b), diajukan paling lama 3 (tiga) tahun setelah sewa tanah makam berakhir dan apabila tidak diperpanjang setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun dapat digunakan untuk pemakaman ulang. b. Pemakaian peralatan perawatan jenazah:
Rp75.000.00/jenazah
c. Pemakaian kendaraan jenazah dan kelengkapannya: 1. untuk dalam kota
Rp100.000.00/sekali pakai
2. untuk luar kota
Rp1.500,00/kilo meter
d. Pemakaian lokasi taman pemakaman untuk shooting film: 1. sampai dengan 2 hari
Rp1.000.000.00/lokasi
2. 3 sampai dengan 4 hari
Rp1.500.000.00/lokasi
3. 5 sampai dengan 8 hari
Rp2.000.000.00/lokasi
4. lebih dari 8 hari dikenakan biaya tambahan
Rp200.000.00/hari/lokasi
e. Izin pelayanan Pemakaman 1. izin pemasangan plaket makam
Rp30.000.00/izin
2. izin mengangkut jenazah keluar negeri
Rp20.000,00/jenazah
3. izin mengangkut jenazah keluar wilayah Provinsi DKI Jakarta 4. izin tahan Jenazah setelah 24 jam
Rp10.000,00/ienazah Rp10.000,00/24 jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Penambahan lebih dari 1 hari
Rp2.000.00/hari
sampai dengan paling lama 5 hari 5. izin pengabuan jenazah/kerangka jenazah
Rp10.000.00/jenazah/kerangka
6. izin penggalian dan pemindahan jenazah/ kerangka jenazah
Rp10.000,00/|enazah/kerangka
7. izin usaha dan daftar ulang izin usaha dihidang pelayanan pemakaman atau pengabuan (kremasi)
Rp250.000.00/tahun
Bagian Kesembilan Perumahan Paragraf 1 Jenis pelayanan dan kewajiban Pasal 112 (1) Pelayanan perumahan adalah pemakaian rumah susun sederhana milik Pemerintah Daerah. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 113 (1) Pelayanan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. Pasal 114 (1) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1). (2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 115 Tingkat penggunaan Jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 diukur berdasarkan lokasi, tipe dan waktu pemakaian. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 116 Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Fasilitas Perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi kebakaran, biaya rutin/periodik dan biaya administrasi yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa. Pasal 117 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Pemakaian rumah susun sederhana di Sukapura untuk PNS: 1. lantai I
Rp152.000,00/bulan
2. lantai II
Rp144.000,007bulan
3. lantai III
Rp137.000.00/bulan
4. lantai IV
Rp131.000.00/bulan
5. lantai V
Rp125.000.00/bulan
6. lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2
b. Pemakaian rumah susun sederhana di Sukapura type 21 untuk NON PNS: 1. lantai I
Rp207.000.00/bulan
2. lantai II
Rp197.000.00/bulan
3. lantai III
Rp187.000.00/bulan
4. lantai IV
Rp178.000,00/bulan
5. lantai V
Rp170.000,00/bulan
6. lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2
c. Pemakaian rumah susun sederhana di Penjaringan Blok Mawar dan Melati type 21: 1 • lantai I
Rp157.000.00/bulan
2. lanta II
Rp149.000.00/bulan
3. lanta III
Rp141.000.00/bulan
4. lanta IV
Rp134.000.00/bulan
5. lanta dasar untuk usaha
Rp15.000,00/m /bulan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2
d. Pemakaian rumah susun sederhana di Penjaringan Blok Cempaka type 24: 1. lantai I
Rp293.000.00/bulan
2. lantai II
Rp279.000.00/bulan
3. lantai III
Rp265.000.00/bulan
4. lantai IV
Rp252.000.00/bulan
5. lantai V
Rp239.000.00/bulan
6. lantai dasar untuk usaha
Rp15.000,00/m /bulan
2
e. Pemakaian rumah susun sederhana di Penjaringan blok Kenanga type 32: 1. lantai I
Rp368.000.00/bulan
2. lantai II
Rp351.000.00/bulan
3. lantai III
Rp334.000.00/bulan
4. lantai IV
Rp318.000.00/bulan
5. lantai V
Rp302.000.00/bulan
6. lantai dasar untuk usaha
Rp15.000,00/m /bulan
2
f. Pemakaian rumah susun sederhana di Tambora IV blok A dan B type 21: 1. lantai I
Rp157.000.00/bulan
2. lantai II
Rp149.000.00/bulan
3. lantai III
Rp141.000.00/bulan
4. lantai IV
Rp134.000.00/bulan
5. lantai V
Rp128.000.00/bulan
6. lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2
g. Pemakaian rumah susun sederhana di Tambora III: 1. type 18: a) lantai I
Rp105.000.00/bulan
b) lantai II
Rp100.000.00/bulan
c) lantai III
Rp95.000.00/bulan
d) lantai IV
Rp91.000.00/bulan
e) lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2
2. type 21: a) lantai I
Rp113.000.00/bulan
b) lantai II
Rp107.000.00/bulan
c) lantai III
Rp101.000.00/bulan
d) lantai IV
Rp96.000.00/bulan
e) lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2
h. Pemakaian rumah susun sederhana di Flamboyan/Bulak Wadon Blok A (Apel) dan B (Belimbing): 1. type 18/Blok A (Apel) dan B (Belimbing): a) lantai I
Rp110.000.00/bulan
b) lantai II
Rp104.000.00/bulan
c) lantai III
Rp99.000.00/bulan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d) lantai IV
Rp95.000.00/bulan
e) lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2. type 21/Blok C (Ceri) dan D (Delima): a) lantai I
2
Rp138.000.00/buian
b) lantai II
Rp131.000.00/bulan
c) lantai III
Rp124.000.00/bulan
d) lantai IV
Rp118.000.00/bulan
e) lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2
3. type 30/Blok E (Enau) dan F (Fiir): a) lantai I
Rp275.000.00/bulan
b) lantai II
Rp262.000.00/bulan
c) lantai III d) lantai IV
Rp249.000.00/bulan Rp237.000.00/bulan
e) lantai V
Rp225.000.00/bulan
f) lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2
. Pemakaian rumah susun sederhana Cipinang Muara Blok Pendidikan dan Pengajaran type 30 untuk PNS: 1.
lantai I
Rp214.000.00/bulan
2.
lantai II
Rp203.000.00/bulan
3.
lantai III
Rp193.000.00/bulan
4.
lantai IV
Rp184.000.00/bulan
5.
lantai V
Rp175.000.00/bulan
6.
lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2
. Pemakaian rumah susun sederhana Cipinang Muara Blok Pendidikan dan Pengajaran type 30 untuk NON PNS: 1.
lantai I
Rp344.000.00/bulan
2.
lantai II
Rp327.000.00/bulan
3.
lantai III
Rp312.000.00/bulan
4.
lantai IV
Rp297.000.00/bulan
5.
lantai V
Rp282.000.00/bulan
6.
lantai dasar untuk usaha
Rp10.000,00/m /bulan
2
k. Pemakaian rumah susun sederhana di Puio Jahe: 1. type 21: a) lantai I
Rp250.000.00/bulan
b) lantai II
Rp230.000.00/bulan
2. type 30: a) lantai I
Rp324.000.00/butan
b) lantai II
Rp304.000.00/bulan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
I.
Pemakaian rumah susun sederhana Tipar Cakung Type 30 untuk PNS dan Buruh: 1. lantai i
Rp345.000.00/bulan
2. lantai II
Rp329.000.00/bulan
3. lantai III
Rp313.000.00/bulan
4. lantai IV
Rp298.000.00/bulan
5. lantai V
Rp283.000.00/bulan
6. lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,00/m /bulan
2
m. Pemakaian rumah susun sederhana Tipar Cakung Type 30 untuk Target Grup: 1 | tai |
Rp110.000,00/bulan
2. lantai II
Rp105.000.00/bulan
3. lantai III
Rp100.000.00/bulan
4. lantai IV
Rp95.000.00/bulan
5. lantai V
Rp90.000.00/bulan
6. lantai dasar untuk usaha
Rp12.500.00/m /bulan
an
2
n. Pemakaian rumah susun sederhana Tipar Cakung Type 30 untuk Umum: 1. lantai I
Rp545.000.00/bulan
2. lantai II
Rp520.000.00/bulan
3. lantai III
Rp496.000.00/bulan
4. lantai IV 5. lantai V
Rp471.000.00/bulan Rp446.000.00/bulan
6. lantai dasar untuk usaha
Rp12.500.00/m /bulan
2
o. Pemakaian rumah susun sederhana Tambora I dan II: Ltype 18: a) lantai I
Rp70.000.00/bulan
b) lantai II
Rp64.000.00/bulan
c) lantai III
Rp58.000.00/bulan
d) lantai IV
Rp53.000.00/bulan
2. type 30: a) lantai I
Rp116.000,00/bulan
b) lantai II
Rp107.000.00/bulan
c) lantai III
Rp97.000.00/bulan
d) lantai IV
Rp87.000.00/bulan
p. Pemakaian rumah susun sederhana Cipinang Besar Utara type 32: 1. Target Grup a) lantai I Rp303.000.00/bulan ) lantai II Rp289.000.00/bulan b
c) lantai lll
Rp275.000.067bulan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d) lantai IV
Rp262.000,007bulan
e) lantai V
Rp249.000.00/bulan
f) lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,00/m /bulan
2
2. Umum a) lantai I
Rp588.000,007bulan
b) lantai II
Rp561.000,00/bulan
c) lantai III
Rp534.000.00/bulan
d) lantai IV
Rp508.000,00/bulan
e) lantai V
Rp482.000,00/bulan
f) lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,00/m /bulan
2
q. Pemakaian rumah susun sederhana Cipinang Besar Utara type 24: 1. Target Group a) lantai I
Rp257.000.00/bulan
b) lantai II
Rp245.000.00/bulan
c) lantai III
Rp233.000.00/bulan
d) lantai IV
Rp222.000.00/bulan
e) lantai V
Rp211.000.00/bulan
f) lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,00/m /bulan
2
2. Umum a) lantai I
Rp399.000 00/bulan
b) lantai II
Rp380.000 00/bulan
c) lantai III
Rp361.000 00/bulan
d) lantai IV
Rp343.000 00/bulan
e) lantai V
Rp325.000 00/bulan
f) lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,007m /bulan
2
r. Pemakaian rumah susun sederhana Pondok Bambu Type 24: 1. Target Grup a) lantai I
Rp257 000.00/bulan
b) lantai II
Rp245 000,00/bulan
c) lantai III
Rp233 000,00/bulan
d)lantai IV
Rp222 000.00/bulan
e) lantai V
Rp211 000,00/bulan
f) lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,00/m /bulan
2
2. Umum a) lantai I
Rp399.000.00/bulan
b) lantai II
Rp380.000.00/bulan
c) lantai III
Rp361.000,00/bulan
d) lantai IV
Rp343.000.00/bulan
e) lantai V
Rp325.000,00/bulan
f) lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,00/m /bulan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
-153
2
s. Pemakaian rumah susun sederhana Jatirawasari type 32: 1. Target Grup a) lantai I
Rp303.000,Q07bulan
b) lantai II
Rp289.000,007bulan
c) lantai III d) lantai IV e) lantai V
Rp275.000,00/bulan Rp262.000.00/bulan Rp249.000.00/bulan 2
f) lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,00/m /bulan
2. Umum a) lantai I
Rp588.000.00/bulan
b) lantai II c) lantai III d) lantai IV e) lantai V
Rp561.000.00/bulan Rp534.000.00/bulan Rp508.000.00/bulan Rp482.000.00/bulan 2
f) lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,00/m /bulan
t. Pemakaian rumah susun sederhana Jatirawasari type 24: 1. Target Grup a) lantai I
Rp257 000 00/bulan
b) lantai II
Rp245 000 00/bulan
c) lantai III
Rp233 000 00/bulan
d) lantai IV
Rp222 000 00/bulan
e) lantai V
Rp211 000 00/bulan Rp12.500,00/m /bulan 2
f) lantai dasar untuk usaha 2. Umum a) lantai I
Rp399.000 00/bulan
b) lantai II
Rp380.000 00/bulan
c) lantai III
Rp361.000 00/bulan
d) lantai IV
Rp343.000 00/bulan
e) lantai V
Rp325.000 00/bulan
f) lantai dasar untuk usaha
Rp12.500,00/m /bulan
2
u. Pemakaian rumah susun sederhana Karang Anyar 1. type 18: a) lantai I
Rp72.000.00/bulan
b) lantai II
Rp66.000.00/bulan
c) lantai III
Rp60.000.00/bulan
d) lantai IV
Rp54.000.00/bulan
2. type 27: a) lantai I
Rp107.000.00/bulan
h) lantai II
Rp99.000.00/bulsn
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c) lantai III
Rp90.000.00/bulan
d) lantai IV
Rp81.000,00/bulan
v. Pemakaian lantai dasar rumah susun sewa beli
2
Rp5.000,00/m /bulan
BAB VI BIDANG PEMBANGUNAN Bagian Kesatu Tata Kota Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 118 (1) Pelayanan Tata Kota terdiri dari: a. pengukuran situasi tanah; b. pencetakan peta tematis ketatakotaan; c. Ketetapan Rencana Kota (KRK); d. Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB); e. pematokan untuk penerapan rencana kota; f. survey dan perencanaan trace jalan-jalur jalan, jembatan, saluran atau utilitas; g. penataan perpetakan pada jalur jalan utama dan jalur jalan sekunder; h. persetujuan prinsip penyesuaian rencana peruntukan tanah rinci; i. persetujuan prinsip penyesuaian Koefisien Lantai Bangunan (KLB); j. Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT). (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan jasa ketatakotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan tehnis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan Tata Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 119 (1) Pelayanan Tata Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) adalah objek yang dikenakan retribusi. (2) Atas. pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf a dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi pengukuran situasi tanah. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf b dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf c dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Ketetapan Rencana Kota (KRK). (5) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf d dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB). (6) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf e dipungut Retribusi jasa umum dengan nama Retribusi pematokan untuk penerapan rencana kota. (7) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf f dipungut Retribusi jasa umum dengan nama Retribusi survei dan perencanan trace jalan jalur jalan, jembatan, saluran atau utilitas. (8) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf g dipungut Retribusi jasa umum dengan nama Retribusi penataan perpetakan pada jalur jalan utama dan jalur jalan sekunder. (9) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf h dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Persetujuan prinsip penyesuaian rencana peruntukan tanah rinci. (10) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf i dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Persetujuan prinsip penyesuaian Koefisien Lantai Bangunan (KLB). (11) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf j dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT).
Pasal 120 (1) Subjek Retribusi pengukuran situasi tanah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) hurufa. (2) Subjek Retribusi penggantian biaya cetak peta adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf b. (3) Subjek Retribusi Ketetapan Rencana Kota (KRK) adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf c. (4) Subjek Retribusi Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB) adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana
dimaKsud data Pasal 116 ayat (1) huruf d, Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(5) Subjek Retribusi pematokan untuk penerapan rencana kota adaiah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf e. (6) Subjek Retribusi survei dan perencanaan prasarana jalan, jembatan, saluran dan utilitas adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf f. (7) Subjek Retribusi penataan perpetakan pada jalur jalan utama dan jalur jalan sekunder adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf g. (8) Subjek Retribusi persetujuan prinsip penyesuaian rencana peruntukan tanah rinci adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf h. (9) Subjek Retribusi persetujuan prinsip penyesuaian Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf i. (10) Subjek Retribusi Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf j. (11) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 121 (1) Tingkat penggunaan jasa umum pengukuran situasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) untuk pelayanan Tata Kota diukur berdasarkan luas tanah, jenis alat yang digunakan, klasifikasi jalan, jembatan, saluran dan utilitas serta nilai manfaat. (2) Tingkat penggunaan jasa penggantian biaya cetak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (3) diukur berdasarkan skala, ukuran dan jumlah peta. (3) Tingkat penggunaan jasa Ketetapan Rencana Kota (KRK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (4) untuk pelayanan ketatakotaan diukur berdasarkan luas tanah, jumlah persil dan perpetakan (4) Tingkat penggunaan jasa Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (5) untuk pelayanan ketatakotaan diukur berdasarkan luas tanah, jenis peruntukan tanah rinci, penggunaan bangunan dan intensitas ruang. (5) Tingkat penggunaan jasa pematokan untuk penerapan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (6) untuk pelayanan ketatakotaan diukur berdasarkan luas tanah, jenis alat yang digunakan, klasifikasi jalan, jembatan, saluran dan utilitas serta nilai manfaat.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(6) Tingkat penggunaan survei dan perencanaan prasarana jalan, jembatan, saluran dan utilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (7) untuk pelayanan ketatakotaan diukur berdasarkan luas tanah, jenis alat yang digunakan, klasifikasi jalan, jembatan, saluran dan utilitas serta nilai manfaat. (7) Tingkat penggunaan jasa penataan perpetakan pada jalur jalan utama dan jalur jalan sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (8) untuk pelayanan ketatakotaan diukur berdasarkan luas tanah, jenis alat yang digunakan, klasifikasi jalan, jembatan, saluran dan utilitas serta nilai manfaat. (8) Tingkat penggunaan jasa persetujuan prinsip penyesuaian rencana peruntukan tanah rinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (9) untuk pelayanan ketatakotaan diukur berdasarkan nilai manfaat dan zona. (9) Tingkat penggunaan jasa Retribusi Persetujuan Prinsip Penyesuaian Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (10) untuk pelayanan ketatakotaan diukur berdasarkan intensitas ruang dan zona. (10) Tingkat penggunaan jasa Retribusi Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (11) untuk pelayanan ketatakotaan diukur berdasarkan luas tanah, jenis peruntukan tanah rinci, penggunaan bangunan dan intensitas ruang.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 122
(1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pengukuran situasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya pengukuran dan pematokan, biaya survei, biaya transportasi, biaya pemetaan, biaya pemutakhiran data, nilai manfaat serta biaya pengawasan dan pengendalian. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi penggantian biaya cetak peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya cetak peta, biaya survei, biaya pengukuran/pematokan dan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Ketetapan Rencana Kota (KRK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya survei, biaya transportasi, biaya pemetaan, biaya ketetapan rencana kota, biaya pemutakhiran data serta biaya pengawasan dan pengendalian. (4) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (5) adalah dengan memperhatikan biaya survei, biaya transportasi, biaya studio gambar, biaya rencana tata letak bangunan, biaya penataan perpetakan, biaya konsultasi, biaya perencanaan Intensitas ruang serta biaya pengawasan dan pengendalian. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(5) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pematokan untuk penerapan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (6) adalah dengan memperhatikan biaya pengukuran dan pematokan, biaya survei, biaya transportasi, biaya pemetaan, biaya pemutakhiran data, nilai manfaat serta biaya pengawasan dan pengendalian. (6) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi survei dan perencanaan prasarana jalan, jembatan, saluran dan utilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (7) adalah dengan memperhatikan biaya pengukuran dan pematokan, biaya survei, biaya transportasi, biaya pemetaan, biaya pemutakhiran data, nilai manfaat serta biaya pengawasan dan pengendalian. (7) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa penataan perpetakan pada jalur jalan utama dan jalur jalan sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (8) adalah dengan memperhatikan biaya pengukuran dan pematokan, biaya survei, biaya transportasi, biaya pemetaan, biaya pemutakhiran data, niiai manfaat serta biaya pengawasan dan pengendalian. (8) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi persetujuan prinsip penyesuaian rencana peruntukan tanah rinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (9) adalah dengan memperhatikan biaya survei, biaya transportasi, biaya pemetaan, biaya penyesuaian peruntukan tanah rinci dan nilai manfaat serta biaya pengawasan dan pengendalian. (9) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi persetujuan prinsip penyesuaian Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (10) adalah dengan memperhatikan biaya survei, biaya transportasi, biaya perencanaan intensitas ruang dan nilai manfaat serta biaya pengawasan dan pengendalian. (10) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (11) adalah dengan memperhatikan biaya survei, biaya transportasi, biaya perencanaanan pemanfaatan ruang, biaya pemberian izin penggunaan tanah serta biaya pengawasan dan pengendalian.
Pasal 123 Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan ketatakotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Pengukuran situasi tanah 1. Pengukuran situasi tanah 2
a) luas sampai dengan 100 m
Rp30.000,00 2
Rp50.000,00
2
Rp150.000,00
2
Rp300.000.00
b) luas lebih dari 100 sampai dengan 200 m c) luas lebih dari 200 sampai dengan 300 m
d) luas lebih dari 300 sampai dengan 400 m
2
e) luas lebih dari 400 sampai dengan 500 m f)
Rp500.000,00 2
luas lebih dari 500 sampai dengan 1000 m
Rp750.000,00
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
g)
2
luas lebih dari 1.000 m , dikenakan retribusi sebesar Rp750.000.00 ditambah setiap kelebihan kelipatan luas sampai dengan 1000 m dikenakan Rp300.000,00 2
h) Pengukuran Water Pass
Rp500.000,00/km
panjang
i) Pengukuran contour/garis tinggi permukaan tanah dengan interval beda tinggi maksimum 0,5 m tiap 100 m dikenakan 2
2
Rp50.000.00 j)
Pengukuran opname jalan, saluran, jembatan dan jaringan utilitas dikenakan retribusi setiap m Rp200,00 2
2. Pengukuran situasi perairan a) luas sampai dengan 1 Ha
Rp5.000.000,00
b) luas lebih dari 1 Ha
Rp5.000.000,00
ditambah setiap kelipatan luas sampai dengan 1 Ha dikenakan Rp3.000.000,00 b. Pencetakan peta tematis ketatakotaan; 1. Skala 1: 1000 dengan ukuran kertas folio dikenakan retribusi Rp1.000,00/lembar Untuk peta/gambar yang lebih besar dinilai dengan ukuran kelipatan kertas folio. 2. Skala 1: 5000 dengan ukuran kertas folio dikenakan Rp15.000,00/lembar.
retribusi
3. Peta situasi terukur tanah atau perairan yang telah diterbitkan sampai dengan satu tahun dan tidak ada perubahan fisik lokasi dari kondisi sebelumnya, atas permintaan pemohon yang sama dapat dicetak ulang dengan dikenakan penggantian biaya pencetakan peta situasi menurut huruf a angka 1 ditambah biaya legalisasi sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif pengukuran pada huruf a sesuai luas tanahnya. 4. Peta situasi terukur tanah atau perairan yang telah diterbitkan lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun dan tidak ada perubahan fisik lokasi atas permintaan pemohon yang sama dapat dicetak ulang dengan dikenakan biaya penggantian pencetakan peta situasi menurut huruf a angka 1 dan angka 2 ditambah biaya legalisasi 25% (dua puluh lima persen) dari tarif pengukuran menurut huruf a sesuai luasnya dan apabila terdapat perubahan secara fisik dilokasi dimaksud harus dilakukan pengukuran ulang dengan pengenaan retribusi sesuai tarif menurut huruf a. 5. Peta situasi terukur tanah atau perairan yang telah diterbitkan lebih dari lima tahun, harus diproses baru dengan dikenakan biaya 100% (seratus persen) dari tarif pengukuran menurut huruf a. c. Ketetapan Rencana Kota (KRK) 1. untuk setiap jenis peruntukan tanah rinci dikenakan tarif sebagaimana tercantum dalam Tabel I. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
TABEL I: TARIF RETRIBUSI KETETAPAN RENCANA KOTA
No. 1
Tarif
Tanah Rinci
Luas Tanah (m )
(Rp)
Kelebihan Luas kolom (3) berlaku tarif
2
3
4
5
Jenis Peruntukan
2
1.
Wisma sangat kecil (Wsk)
sampai dengan 60
2.000,00 per unit hunian
2.
Wisma kecil (Wkc)
61 sampai dengan
5.000,00 per unit hunian
<20C! 3.
Wisma sedang (Wsd)
200 sampai dengan
10.000,00 per unit hunian
400 4.
Wisma besar (Wbs)
401 sampai dengan
15.000,00 kelipatan penuh dari 500 ^
500 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
sampai dengan 2.000
20.000,00 kelipatan penuh dari 2000 m
sampai dengan 100
15.000,00 kelipatan penuh dari 100 m
Wisma susun taman (Wst)
sampai dengan 1000
10.000,00 kelipatan penuh dari 1000 m
Wisma kantor (Wkt)
sampai dengan 100
40.000,00 kelipatan penuh dari 100 m
sampai dengan 100
40.000,00 kelipatan penuh dari 100 m
sampai dengan 500
10.000,00 kelipatan penuh dari 500 m
Wisma susun (Wsn)
Wisma flat (Wfl)
Wisma dagang (Wdg) Wisma taman (Wtrn)
2
2
2
2
2
2
sampai dengan 1000
Karya perwakilan negara asing (Kpa)
sampai dengan 500
50.000,00 kelipatan penuh dari 500 m
Karya kantor/jasa (Kkt)
sampai dengan 100
50.000,00 kelipatan penuh dari 100 m
Karya perdagangan (Kpd)
sampai dengan 100
50.000,00 kelipatan penuh dari 100 m
Karya industri (Kin)
sampai dengan 1000
50.000,00 kelipatan penuh dari 1000 m
sampai dengan 1000
40.000,00 kelipatan penuh dari 1000 m
Karya pergudangan (Kpg)
5.000,00
kelipatan penuh dari 1000 m
Karya pemerintahan (Kpm)
2
2
2
2
2
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2
17. 18. 19. 20.
Karya umum taman (Kut)
sampai dengan 500
40.000,00 kelipatan penuh dari 500 m 2
Suka fasilitas bangunan parkir (Spk)
sampai dengan 1000
5.000,00
Suka fasilitas terminal (Stn)
sampai dengan 1000
5.000,00
Suka pendidikan (Spd)
sampai dengan 500
5.000,00
-
2
0,00
22.
Suka sosial kesehatan (Ssk)
sampai dengan 500
5.000,00
Suka sosial budaya (Ssb)
sampai dengan 400
5.000,00
Suka pelayanan umum (Spu)
sampai dengan 400
5.000,00
Suka rekreasi olah raga (Sro)
sampai dengan 1000
5.000,00
Penyempurnaan hijau rekreasi/olah raga (Phr)
sampai dengan 1000
5.000,00
25. 26.
kelipatan penuh dari 500 m 2
Suka sosial ibadah (Ssi)
24.
kelipatan penuh dari 1000 m 2
21.
23.
kelipatan penuh dari 1000 m
kelipatan penuh dari 500 m 2
kelipatan penuh dari 400 m 2
kelipatan penuh dari 400 m 2
kelipatan penuh dari 1000 m 2
kelipatan penuh dari 1000 m 2
27.
Penyempurna hijau taman (Pht)
-
0,00
-
28.
Penyempurna hijau makam (Phm)
-
0,00
-
29.
Penyempurna hijau umum (Phu)
-
0,00
-
30.
Penyempurna saluran air/waduk (Psw)
-
0,00
-
31.
Penyempurna tegangan tinggi (Ptt)
-
0,00
-
32.
Marga jalan (Mjl)
0,00
a*
33.
Marga jalan kereta api (Mjk)
-
0,00
-
2. untuk permohonan ulang ketetapan rencana kota yang telah diterbitkan kurang atau sampai dengan satu tahun atas permintaan pemohon yang sama, dikenakan retribusi sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif tersebut pada tabel I sesuai dengan jenis peruntukannya tanpa pengukuran kelapangan; 3. untuk permohonan ulang ketetapan rencana kota yang diterbitkan lebih dari satu tahun sampai dengan lima tahun atas permintaan pemohon yang sama, dikenakan retribusi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari tarif tersebut pada tabel I sesuai dengan jenis peruntukannya tanpa pengukuran kelapangan;
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
4. untuk permohonan ulang ketetapan rencana kota yang sudah diterbitkan lebih dari lima tahun harus diproses sebagaimana permohonan baru dan dikenakan retribusi sebesar 100% (seratus persen) sesuai dengan tarif tersebut pada tabel I sesuai dengan jenis peruntukannya; 5. untuk permohonan ulang sebagaimana tersebut pada huruf c angka 2, angka 3 dan angka 4 dalam hal kondisi lapangan dan rencana kota terjadi perubahan pada saat diterbitkan dengan ketetapan rencana kota terdahulu, maka dikenakan retribusi sebesar 100% (seratus persen) sesuai rencana kota yang baru. d. Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB): 1. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Karya kantor/jasa (Kkt) dan Karya perdagangan (Kpd) dengan luas lantai bangunan yang direncanakan sampai dengan 100 m , dikenakan retribusi Rp60.000.00 apabila luas lantai bangunan yang direncanakan lebih dari 100 m , maka berlaku tarif retribusi kelipatan penuh dari 100 m . Untuk jenis peruntukan tanah rinci Wisma kantor (Wkt), Wisma dagang (Wdg) dengan luas lantai bangunan yang direncanakan sampai dengan 100 m , dikenakan retribusi Rp50.000.00, apabila luas lantai bangunan yang direncanakan lebih dari 100 m , maka berlaku tarif retribusi kelipatan penuh dari 100 m . Untuk jenis peruntukan tanah rinci Karya industri (Kin), Karya pergudangan (Kpg) dan Karya umum taman (Kut). dengan luas lantai bangunan yang direncanakan sampai dengan 100 m , dikenakan retribusi Rp40.000.00, Apabila luas lantai bangunan yang direncanakan lebih dari 100 m , maka berlaku tarif retribusi kelipatan penuh dari 100 m . 2
2
2
2
2
2
2
2
2
2. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Wisma susun (Wsn), Wisma flat (Wfl), dengan luas lantai bangunan yang direncanakan sampai dengan 100 m , dikenakan retribusi sebesar Rp30.000,00 apabila luas rantai bangunan yang direncanakan lebih dari 100 m , maka berlaku tarif retribusi kelipatan penuh dari 100 m . Untuk jenis peruntukan tanah rinci Wisma taman (Wtm), Wisma susun taman (Wst) dengan luas lantai bangunan yang direncanakan lebih dari 100 m ,dikenakan retribusi Rp20.000,00, apabila luas lantai bangunan yang direncanakan lebih dari 100 m , maka berlaku tarif retribusi kelipatan penuh dari 100 m . 2
2
2
2
2
2
3. Untuk jenis peruntukan tanah rinci penyempurnaan Suka fasilitas parkir (Spk), Suka terminal (Stn), Suka pendidikan (Spd), Suka sosial ibadah (Ssi), Suka sosial kesehatan (Ssk), Suka sosial budaya (Ssb), Suka pelayanan umum (Spu), Suka rekreasi/olahraga (Sro) dengan luas lantai bangunan yang direncanakan sampai dengan 100 m , dikenakan retribusi sebesar Rp10.000,00 apabila luas lantai bangunan yang direncanakan lebih dari 100 m , maka berlaku tarif retribusi kelipatan penuh 100 m . 2
2
2
4. Untuk jenis peruntukan tanah rinci penyempurnaan Hijau rekreasi/olah raga (Phr) dengan luas lantai bangunan yang direncanakan sampai dengan 100 m , dikenakan retribusi sebesar Rp10.000,00 apabila luas bangunan yang direncanakan lebih dari 100 m , maka berlaku tarif retribusi kelipatan penuh dari 100 m . 2
2
2
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
5. Penyesuaian atau perubahan rencana tata letak bangunan dikenakan retribusi 100% (seratus persen) hanya pada bangunan yang berubah sesuai tarif sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1 sampai dengan angka 4. 6. Cetak ulang rencana tata letak bangunan untuk materi yang sama sampai dengan 5 tahun dikenakan retribusi 10%(sepuluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud pada huruf d pada angka 1 sampai dengan angka 4. 7. Untuk tata letak bangun-bangunan reklame dikenakan retribusi dengan memperhatikan peletakan/penempatan serta luas bidang bangunbangunan reklame sebagai berikut: Rp350.000,00/m a) jalur jalan utama I 2
2
b)
jalur jalan utama II
Rp300.000,00/m
c)
jalur jalan utama III
Rp250.000,00/m
2
d)
jalur jalan sekunder I
Rp125.000,00/m
2
e)
jalur jalan sekunder II
Rp100.000,00/m
f)
jalur jalan sekunder III
Rp75.000,00/m
2
g)
jalur jalan sekunder IV
Rp50.000,00/m
2
2
. Pematokan untuk penerapan rencana kota: 1. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Wisma sangat kecil (Wsk) dikenakan retribusi Rp5.000.00/unit/kavling/petak. 2. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Wisma kecil (Wkc) dikenakan retribusi Rp10.000.00/unit/kavling/petak. 3. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Wisma sedang (Wsd) dikenakan retribusi Rp40.000.00/unit/kavling/petak. 4. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Wisma besar (Wbs) yang luas tanahnya sampai dengan 500 m dikenakan retribusi sebesar Rp50.000.00/unit/kavling/petak apabila luas tanahnya lebih dari 500 m berlaku tarif retribusi sebesar kelipatan penuh dari 500 m . 2
2
2
5. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Wisma taman (Wtm) atau Wisma susun taman (Wst), yang luas tanahnya sampai dengan 500 m dikenakan retribusi sebesar Rp50.000.00/unhVkavling/petak apabila luas tanahnya lebih dari 1.000 m berlaku tarif retribusi sebesar kelipatan penuh dari 500 m . 2
2
2
6. Untuk lebih jelas peruntukan tanah rinci Wisma susun (Wsn) yang luas tanahnya sampai dengan 1.000 m dikenakan retribusi sebesar Rp50.000.00 apabila luas tanahnya lebih dari 1.000 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 1.000 m , dan apabila jumlah unit bangunannya lebih dari jumlah kelipatan penuh tanahnya, maka berlaku tarif retribusi sebesar Rp50.000.00/unit bangunan. 2
2
2
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
7. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Wisma flat (Wfl), Wisma kantor (Wkt), Wisma perdagangan (Wdg), Karya pemerintahan (Kpm), Karya perwakilan negara asing (Kpa), Karya kantor/Jasa (Kkt), Karya perdagangan (Kpd), yang luas tanahnya sampai dengan 200 m dikenakan retribusi sebesar Rp60.000.00 apabila luas tanahnya lebih dari 200 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 200 m , dan apabila jumlah unit bangunannya lebih dari jumlah kelipatan penuh tanahnya, maka berlaku tarif retribusi sebesar Rp60.000,00/unit bangunan. 2
2
2
8. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Karya Industri (Kin), Karya pergudangan (Kpg), yang luas tanahnya sampai dengan 1.000 m dikenakan retribusi sebesar Rp80.000.00 apabila luas tanahnya lebih dari 1.000 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 1.000 m , dan apabila jumlah unit bangunannya lebih dari jumlah kelipatan penuh tanahnya, maka berlaku tarif retribusi sebesar Rp80.000.00/ unit bangunan. 2
2
2
g. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Karya umum taman (Kut) dan Karya perdagangan taman (Kpt) yang luas tanahnya sampai dengan 500 m dikenakan retribusi sebesar Rp100.000,00 apabila luas tanahnya lebih dari 500 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 500 m , dan apabila jumlah unit bangunannya lebih dari jumlah kelipatan penuh tanahnya, maka berlaku tarif retribusi sebesar Rp100.000,00/unlt bangunan. 2
2
2
10. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Suka fasilitas parkir (Spk) dalam bentuk bangunan, yang luas tanahnya sampai dengan 1.000 m dikenakan retribusi sebesar Rp60.000,00 apabila luas tanahnya lebih dari 1.000 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 1.000 m , dan apabila jumlah unit bangunannya lebih dari jumlah kelipatan penuh tanahnya, maka berlaku tarif retribusi sebesar Rp60.000,00/unit bangunan. 2
2
2
11. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Suka pendidikan (Spd), Suka sosial ibadah (Ssi), Suka sosial kesehatan (Ssk), Suka sosial budaya (Ssb), yang luas tanahnya sampai dengan 500 m dikenakan retribusi sebesar Rp5.000,00 apabila luas tanahnya lebih dari 500 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 500 m , dan apabila jumlah unit bangunannya lebih dari jumlah kelipatan penuh tanahnya, maka berlaku tarif retribusi sebesar Rp5.000.00/unit bangunan. 2
2
2
12. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Suka pelayanan umum (Spu), yang luas tanahnya sampai dengan 500 m dikenakan retribusi sebesar Rp10.000,00 apabila luas tanahnya lebih dari 500 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 500 m , dan apabila jumlah unit bangunannya lebih dari jumlah kelipatan penuh tanahnya, maka berlaku tarif retribusi sebesar Rp10.000,00/ unit bangunan. 2
2
2
13. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Suka rekreasi/olah raga (Sro), yang luas tanahnya sampai dengan 1.000 m dikenakan retribusi sebesar Rp30.000,00 apabila luas tanahnya lebih dari 1.000 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 1.000 m , dan apabila jumlah unit 2
2
2
bangunannya lebih dari jumlah kelipatan (teriuh tanahnya, fflatfl bSrMU tarif retribusi sebesar Rp30.000,00/ unit bangunan. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012 • 165-
14. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Suka fasilitas terminal (Stn), yang luas tanahnya sampai dengan 5.000 m dikenakan retribusi sebesar Rp150.000,00 apabila luas tanahnya lebih dari 5.000 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 5.000 m , dan apabila jumlah unit bangunannya lebih besar dari jumlah kelipatan penuh tanahnya, maka berlaku tarif retribusi sebesar Rp150.000,00/unit bangunan. 2
2
2
15. Untuk jenis peruntukan tanah rinci Penyempurna hijau rekreasi/olah raga (Phr), Penyempurna hijau taman (Pht), Penyempurna hijau makam (Phm), Penyempurna hijau umum (Phu), Penyempurnaan saluran air / waduk (Psw), Penyempurna tegangan tinggi (Ptt), yang luas tanahnya sampai dengan 1.000 m dikenakan retribusi sebesar Rp20.000,00 apabila luas tanahnya lebih dari 1.000 m dikenakan retribusi sebesar kelipatan penuh dari 1.000 m . 2
2
2
16. Untuk permohonan pematokan jalur jalan (arteri/kolektor/lokal/ lingkungan), jalur jaringan saluran air (makro/sub makro), jalur utilitas (ducting system atau bukan ducking system) dan pematokan jalur jembatan utilitas dikenakan retribusi sebesar Rp300,00/meter dengan pengenaan retribusi minimal sebesar Rp150.000,00. 17. Untuk jembatan, terowong Rp500.000,00/buah/unit.
dikenakan
retribusi
sebesar
18. Khusus untuk permohonan pematokan dengan menggunakan patok beton dikenakan pungutan sebesar Rp100.000.00/titik. f. Survei dan perencanaan trace jalur jalan, jembatan, saluran etau utilitas. 1. Perencanaan trace jalur jalan, dikenakan retribusi sebagai berikut: a. lebar sampai dengan 10 m
Rp300,00/meter panjang
b. lebar diatas 10 m sampai dengan 20 m
Rp400,00/meter panjang
c. lebar diatas 20 m sampai dengan 30 m
Rp450,007meter panjang
d. lebar diatas 30 m
Rp650,00/meter panjang
2. Perencanaan trace jembatan: a. jembatan jalan raya
Rp250.000.00/unit
b. jembatan jalan masuk (inrit)
Rp250.000.00/unit
c. jembatan penyeberangan orang (JPO)
Rp250.000.00/unit
d. fly over/fly pass
Rp500.000.00/unit
e. under pass
Rp500.000.00/unit
f. under way
Rp450.00/m
g. jembatan utilitas
Rp150.000.00/unit
2
3. Perencanaan sarana penyeberangan multi guna: a. diatas pra sarana jalan (jembatan penyeberangan multi guna): 1) lebar sampai dengan 10 m
Rp1.000.000,00/unit
2) lebar diatas 10 m sampai dengan 20 m
Rp2.000.000,00/unit
3) lebar diatas 20 m sampai dengan 30 m
Rp3.000.000.00/unit
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b. dibawah prasarana jalan (terowongan penyeberangan multi guna): 1) lebar sampai dengan 10 m
Rp1.000.000,00/unit
2) lebar diatas 10 m sampai dengan 20 m
Rp2.000.000,00/unit
3) lebar diatas 20 m sampai dengan 30 m
Rp3.000.000.00/unit
4. Perencanaan trace jalur utilitas termasuk ducting system dikenakan retribusi sebagai berikut: a. lebar lebih kecil dari 0,5 m
Rp200,00/meter panjang
b. lebar 0,5 m sampai dengan 1 m
Rp400,00/meter panjang
c. lebar 1 m sampai dengan 2 m
Rp600,00/meter panjang
d. lebar lebih besar dari 2 m
Rp900,00/meter panjang
5. Perencanaan trace saluran dikenakan retribusi sebagai berikut: a. lebar lebih kecil dari 0,5 m
Rp200,00/meter panjang
b. lebar 0,5 m sampai dengan 1 m
Rp400,00/meter panjang
c. lebar 1 m sampai dengan 2 m
Rp600,00/meter panjang
d. lebar lebih besar dari 2 m
Rp800,00/meter panjang
6. Perencanaan waduk dikenakan retribusi
Rp500.000.00/Ha
Setiap kelebihan luas tanah kurang dari 1 (satu) hektar, dihitung sama dengan 1 (satu) hektar, dengan pungutan paling sedikit sama dengan 1 Ha. 7. Perencanaan dermaga pelabuhan
Rp2.500.000.00/unit
8. Perencanaan tata letak bangun-bangunan menara telekomunikasi: a. menara telekomunikasi seluler
Rp2.000.000.00/unit
b. menara radio/TV
Rp2.000.000,00/unit
c. menara telekomunikasi khusus
Rp2.000.000,00/unit
g. Penataan perpetakan pada jalur jalan utama dan sekunder: 1. Jalur jalan utama terdiri dari: 2
a. jalur jalan utama I
Rp50.000,00/m
b. jalur jalan utama II
Rp40.000,00/m
c. jalur jalan utama III
Rp30.000,00/m
2
a. jalur jalan sekunder I
Rp25.000,00/m
2
b. jalur jalan sekunder II
Rp20.000,00/m
2
2. Jalur jalan sekunder terdiri dari:
c. jalur
jalan
sekunder
III
Rp15.000,00/m
d. jalur
jalan
sekunder
IV
Rp10.000,00/m
2
2
2
3. Penataan perpetakan sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 1 dan 2 hanya dikenakan sekali kecuali hak atas tanah tersebut dialihkan kepada pihak lain/tidak termasuk warisan untuk tanah yang dibangun sesuai dengan rencana kota. 4. Penetapan jalan utama dan sekunder ditetapkan oleh Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
h. Persetujuan prinsip penyesuaian rencana peruntukan tanah rinci: 1. Besarnya retribusi atas persetujuan prinsip/dispensasi penyesuaian rencana peruntukan tanah rinci dihitung berdasarkan luas tanah sesuai dengan rencana kota (peta skala 1:1000) dan dikalikan dengan indeks N pada kolom penyesuaian dari peruntukan lama ke peruntukan baru sebagaimana tercantum dalam tabel II dikalikan dengan retribusi pada zona pembatasan lalu lintas sesuai rencana tata ruang yang terdiri dari:
Tabel II
a. zona I pembatasan sangat ketat
Rp4.000.000/m
b. zona II pembatasan ketat
Rp2.500.000/m
c. zona III pembatasan kurang ketat
Rp1.500.000/m
d. zona IV pembatasan tidak ketat
Rp500.000/m
e. zona Kepulauan Seribu
Rp250.000/m
2
2
2
2
2
: lndex (N) untuk dispensasi penyesuaian rencana peruntukan tanah rinci.
No
Peruntukan Lama
Peruntukan Baru
lndex (N)
1
2
3
4
1. 2. 3.
4.
Karya perkantoran / Karya Karya Industri / Karya pergudangan perdagangan (Kkt/Kpd) (Kin/Kpg) Karya umum taman (Kut) Karya industri / Karya pergudangan (Kin/Kpg), KDB 20% Karya industri / Karya Karya perkantoran / Karya pergudangan (Kin/Kpg) perdagangan (Kkt/Kpd)
0,2 0,1
Wisma kantor / Wisma Karya industri / Karya pergudangan perdagangan (Wkt/Wdg) (Kin/Kpg)
0,2
Karya perkantoran perdagangan (Kkt/Kpd)
Karya
0,2
Wisma susun/Wisma flat Karya industri / Karya pergudangan (Wsn/WfT) (Kin/Kpg)
0,3
Karya perkantoran perdagangan (Kkt/Kpd)
6.
0,2
Wisma kantor / Wisma perdagangan (Wkt/Wdg)
-
5.
0,2
/
/
Karya
0,3
Karya umum taman (Kut)
0,3
Wisma kantor / Wisma perdagangan (Wkt/Wdg)
0,2
Wisma sangat kecil / Wisma Karya industri / Karya pergudangan kecil / Wisma sedang / (KirvKpg) Wisma h a * » • Karya perkantoran / Karya (WskAA/kc/Wsd/Wbs) perdagangan (Kkt/Kpd) Karya umum taman (Kut)
0,3
Wisma kantor / Wisma perdagangan
0,2
(WW/Wdg) Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
0,3 0,3
7.
8.
Wisma susun taman (Wst)
Wisma taman (Wtm)
T Karya industri/Karya pergudangan (Kin/Kpg) KDB 20%
0,5
I Karya umum taman (Kut) I Wisma kantor/Wisma perdagangan j (Wkt/Wdg) KDB 20%
0,3
Karya industri / Karya pergudangan (kin/Kpg) KDB 20% I Karya umum taman (Kut) I Wisma kantor/Wisma perdagangan
9.
10.
J (Wkt/Wdg), KDB 20% I Karya industri/Karya perdagangan sosial kesehatan/Suka (KirvKpg) rekreasi/Suka olahraga | Karya perkantoran/Karya /Suka sosial Ibadah/Suka perdagangan (Kkt/Kpd) sosial budaya / Suka pelayanan umum / Suka I Karya umum taman (Kut) Fasilitas terminal / Suka I Wisma kantor/Wisma perdagangan I (Wkt/Wdg) (Spd/S8k/Sro/S8i/Ssb/Spu/S Wisma susun/Wisma flat (Wsn/W.l) tn/Spk) Wisma sangat kecil /Wisma kecil/ Wisma sedang/ Wisma besar (Wsk/Wkc/Wsd/Wbs)
0,3
0,5 0,3 0,3 0,4 0,3 0,2 0.2 0,2 0,2
Wisma taman/Wisma susun teman (Wtm/Wst)
0,2
Marga jalan lebih dari 12 Karya Industri/Karya pergudangan meter/Marga jalan rel (Kin/Kpg) (Mji/Mjr) Karya perkantoran/Karya perdagangan (Kkt/Kpd)
3,0 3.0
Karya umum taman (Kut)
2,5
Wisma kantor/Wisma perdagangan (Wkt/Wdg)
2,5
Wisma susun/Wisma flat A/vsn/Wff)
2,0
Wisma taman/Wisma susun taman (Wtm/Wst) Wisma kangat kecil/Wisma kecil/ Wisma sedang/Wisma besar (Wsk/ Wkc/WsdA/Vbs) Suka fasilitas parkir / Suka pendidikan /Suka sosial kesehatan/Suka rekreasi/Suka olahraga /Suka sosial ibadah / Suka sosial budaya (Spk/Spd/Ssk/Sro/Ssi/Ssb.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
1,5 2,0
0,5
Penyesuaian peruntukan tanah rinci pada daerah yang dibatasi pengembangan pembangunannya (sebagai daerah resapan di wilayah pengembangan selatan) besarnya retribusi penyesuaian rencana peruntukan tanah sebesar 100% (seratus persen) dari pungutan tersebut pada angka 1 (satu) diatas. Untuk jenis-jenis rencana peruntukan Penyempurna hijau taman (Pht), Penyempurna hijau makam (Phm), Penyempurna hijau umum (Phu), Penyempurna saluran makro/waduk (Psw) dan Penyempurna tegangan tinggi (Ptt) tidak diperkenankan dilakukan penyesuaian rencana peruntukan tanah rinci. i. Persetujuan prinsip penyesuaian Koefisien Lantai Bangunan (KLB): Penyesuaian terhadap tambahan luas total bangunan berdasarkan batasan rencana KLB (Koefisien Lantai Bangunan) termasuk hasil penyesuaian peruntukan tanah dikenakan retribusi sebesar selisih antara usulan KLB dengan batasan rencana KLB dibagi batasan rencana KLB dikalikan dengan luas tanah efektif dikalikan nilai berdasarkan zona pembatasan lalu lintas sesuai rencana tata ruang yang terdiri dari: 1. zona I pembatasan sangat ketat
Rp4.000.000/m
2
2. zona II pembatasan ketat
Rp2.500.000/m
2
3. zona III pembatasan kurang ketat
Rp1.500.000/m
4. zona IV pembatasan tidak ketat
RpSOO.OOO/m
5. Zona Kepulauan Seribu
Rp250.000/m
2
2
2
izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) 1. Setiap izin penunjukan penggunaan tanah (baru/pertama) untuk suatu bidang tanah yang luasnya 5.000 m atau lebih diluar jalur jalan utama dan sekunder dikenakan retribusi sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana tercantum dalam tabel III. Tabel III Tarif Retribusi SIPPT No. Jenis Peruntukan Tanah Rinci Tarif/m 1 2 3 1. Wisma (WskA/VTccVWsd/WbsWsn/Wfl) Rp5.000,00 2. Wisma taman / Susun taman (Wtrn/Wst) Rp4.000,00 3. Wisma dan bangunan umum (Wkt/Wdg) Rp12.000,00 4. Karya pemerintahan, Karya perwakilan negara RpO.OO asing (Kpm/Kpa) 5. Karya bangunan umum (Kkt/Kpd) Rp15.000,00 6. Karya industri pergudangan (Kin/Kpg) Rp10.000,00 7. Karya umum taman (Kut) Rp10.000,00 8. Suka fasilitas terminal, Suka sosial ibadah RpO.OO (Stn/Ssi) 2
2
9.
Suka
pendidikan
(Spd),
Suka
fasilitas Rp3.000,00
bangunan parkir (Spk) Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
• 170-
10..
Suka sosial kesehatan/Suka sosial Rp3.000.00 budaya/Suka pelayanan umum/Suka rekreasi o l a h raga (Ssk/Ssb/Spu/Sro)
11.
Penyempurna hijau (Phl/Php/Pht/Phm/Phu RpO.OO /Phr/Psw/Ptt) Marga jalan darat/Marga rel kereta api / RpO.OO utilitas/Marga drainase dan tata air/Marga penyeberangan (Mjl/Mka/Mut/MdtfPsb)
12.
2. Terhadap bidang tanah yang termasuk sebagai areal kewajiban yang harus diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk kepentingan umum pada semua jenis peruntukan, tidak dikenakan pungutan retribusi. 3. Pengenaan retribusi tersebut pada huruf j angka 1 hanya dilakukan sekali, kecuali hak atas tanah tersebut dialihkan pada pihak lain (tidak termasuk warisan) dengan tidak merubah penggunaan tanah yang ditetapkan dikenakan retribusi sebesar 50% (lima puluh persen) sesuai tabel III. 4. Setiap pembaharuan Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah karena habis masa berlakunya dikenakan retribusi sebesar 50% (lima puluh persen) sesuai tabel III. 5. Setiap Perpanjangan Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah yang dimohon sebelum habis masa berlakunya dikenakan retribusi 25% (dua puluh lima persen) dari tabel III. 6. Setiap penyempurnaan Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) sebagai akibat adanya perubahan penggunaan tanah sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) dikenakan retribusi sebesar 100% (seratus persen) dari tabel III sesuai dengan perubahan penggunaan tanah dimaksud dan Gubernur dapat memberikan keringanan dan pembebasan retribusi berdasarkan kemampuan, fungsi penggunaan tanah dan sesuai ketentuan yang berlaku. 7. Setiap penyempurnaan Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) sebagai akibat adanya penambahan luas tanah sebagaimana tercantum dalam SIPPT dikenakan retribusi sebesar 100% (seratus persen) dari Tabel III sesuai dengan pertambahan luas tanah dimaksud. Pasal 124 Untuk menghitung besarnya retribusi pelayanan dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf g, huruf h, huruf i dan huruf j ditetapkan kategori untuk penggunaan komersial 1 (satu), non komersial % (setengah) dikalikan dengan besarnya retribusi masing-masing jenis pelayanan. Pasal 125 Terhadap pelayanan jasa ketatakotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118
ayat
1,
yang ditonton untuk Kepentingan unit/satuan kerja Pemerintah Daerah
atau Pemerintah Pusat atau perwakilan negara asing tidak dikenakan retribusi. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Bagian Kedua Penataan dan Pengawasan Bangunan Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 126 (1) Jenis pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan terdiri dari: a. b. c. d. e.
izin mendirikan bangunan; kelayakan menggunakan bangunan; izin pelaku teknis bangunan; administrasi perizinan bangunan; pemberian plat nomor bangunan.
(2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan pengajuan secara tertulis kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 127 (1) Pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf a dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. (3) Atas pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf b dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Kelayakan Menggunakan Bangunan. (4) Atas pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf c dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pelaku Teknis Bangunan. (5) Atas pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf d dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Administrasi Perizinan Bangunan. (6) Atas pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf e dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Pemberian Plat Nomor Bangunan.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
F
.'i
(1) Subjek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) hurufa. (2) Subjek Retribusi Kelayakan Menggunakan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasat 126 ayat (1) huruf b. (3) Subjek Retribusi Izin Pelaku Teknis Bangunan adalah orang pribadi yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf c. (4) Subjek Retribusi Administrasi Perizinan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf d. (5) Subjek Retribusi Pemberian Plat Nomor Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud daiam Pasal 126ayat(1) hurufa. (6) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 129 (1) Tingkat penggunaan jasa Pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf d diukur berdasarkan kelompok bangunan, jenis bangunan, luas bangunan, jumlah lantai, luas perkerasan, panjang pagar dan jumlah saluran penghantar atau unit dari bangun-bangunan. (2) Tingkat penggunaan jasa Pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf c diukur berdasarkan klasifikasi dan penggolongan. (3) Tingkat penggunaan jasa Pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf e diukur berdasarkan satuan unit dan/atau satuan bangunan. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 130 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf a adalah dengan memperhatikan biaya pemeriksaan, biaya penelitian teknis dan administrasi,
fefayi peng9Wa§an dan pengendalian. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Kelayakan Menggunakan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf b adalah dengan memperhatikan biaya pemeriksaan, biaya penelitian teknis dan administrasi, biaya pengawasan dan pengendalian. (3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Pelaku Teknis Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf c adalah dengan memperhatikan biaya pemeriksaan administrasi, biaya pengendalian dan pembinaan. (4) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Administrasi Perizinan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf d adalah dengan memperhatikan biaya pemeriksaan, biaya penelitian teknis dan administrasi serta biaya pengendalian. (5) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemberian Plat Nomor Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf e adalah dengan memperhatikan biaya cetak plat nomor bangunan, biaya administrasi umum serta biaya pengawasan dan pengendalian.
Pasal 131 Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) adalah sebagai berikut a. Izin Mendirikan Bangunan terdiri dari: 1. Retribusi Pengawasan Pembangunan (RPP): a) Untuk bangunan rumah tinggal dikenakan RPP berdasarkan luas bangunan dikalikan dengan harga satuan retribusi per meter persegi, sebagaimana tercantum dalam tabel I. Tabel I Janto Bangunan
Luea Bangunan (UI) 0
ia0m*4jb30On S
20na*4Ja40D M* 4
«MaMteMOm* 6
IMOOm*
RpMO.OOAn'
Rp4.000.OnAn*
Rpa.ooo.ooAR*
Rp7.00O.00An'
-
b. Wan sampai dangan 2 U c. Wsdfj/D)
Rp 4.000,0QAn*
Rp 4.000,00*11*
RpO.000.OOAn*
Rp7.000,00An*
-
Rumah flnggal baaar • Wta Rumah Susun Sadamana (RS8), dangan kmana; • TUakadaACoantFal • TUakadaM • Luas maksimal 46 m'/unH • Menggunakan hal tattuka. • FMahkig kitarior dan atau •aertor menggunakan bahan mutu sadafhaM.
Rp B.OOO.OOAn*
Rp7.000.0tMn*
RpS.000.OIMn*
Rp B.OOO.OOAn' RplO.OOO.OOAn'
1 Rumah tinggal kadi a. Rumah kedi b. Rumah aadamana c. Wkc(TVD)
<
S
Rumah tinggal aadang a. Rumah aadang
2
Rp 500.00/m
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b) Untuk bangunan sosial, usaha atau bangunan bersifat sementara dikenakan RPP berdasarkan luas bangunan dikalikan dengan harga satuan retribusi permeter persegi sebagaimana tercantum dalam tabel II. Tabel II: NO
Kelompok Bangunan
Jenis Bangunan
1
2
3
1. 2.
Tarif 4
b. b>Jwi tempat feadah
RpO.oo/m' Rp3.O00,00/m*
a. industri/pergudangan
Rp7.000.00/rn
a. tempat Dadah
Bangunan sosial Bangunan usaha
1
b. perdagangan / perkantoran: 1
3.
Bangunan bersifat sementara
• jumlah lantai *4 lantai
Rp12.0O3.O0An
. S lantai i Jumlah lantai £8 lantai
Rp1S.000.OOAn
• jumlah lantai > 8 lantai
Rp20.000.OOAn
1
2
a. bedeng kerja
Rp5.000.OaW
b. direksi keet
Rp5.0Xra.00An
c gudang bahan bangunan
Rps.ooo.cmn
1
1
c) Untuk bangun-bangunan dikenakan RPP berdasarkan panjang bangunbangunan dikalikan dengan harga satuan permeter panjang atau luas bangun-bangunan dikalikan dengan harga satuan permeter persegi atau jumlah unit/saluran penghantar dari bangun-bangunan dikalikan dengan harga satuan perunhVpersatuan penghantar (sebagaimana tercantum dalam tabel III). Tabel III: No
Jenis Bangun-Bangunan
Tarif
1
2
3 1
1.
Pagar pekarangan dan tanggul / tap.
Rp I.OOO.OOAn
2.
Awning atau atap atrium (tembus cahaya atau yang sejenisnya).
Rp 2.5O0,0OAn
3.
Pertcerasan (tidak termasuk pelataran peti kemas).
Rp I.OOO.OOAn
4.
Kolam renang/kolam pengolahan ah/bak penyimpanan air.
Rp 4.000,00/rn
5.
a. gapura/gardu Jaga dengan luas maksimum 2 meter persegi.
Rp 50.COD.Oa/unlt
b. selebihnya dihitung.
Rp 5.000,00/m*
6.
Pondasi mesin (diluar bangunan).
Rp 50.000.00/untt
7.
Jembatan/Hft (untuk service kendaraan).
Rp 1OO.COO,0O/unR
8.
Jembatan Jalan (kompleks).
Rp 50.0OO.O0Am»
9.
Menara beJou/cerabong asap (tinggi maksimum 5 m)
Rp 25.QQ0.OG/unli
1
1
8
10.
Menara penyimpanan air (kapasites maksimum 1 m')
Rp 20.0D0.00/unlt
11.
Menara antena dan sejenisnya (tinggi maksimum S m)
Rp 1CO.000.00/unS
12.
Menara teJekomunkasi
13.
a. gardu listrik, mang trevo dan panel dengan ruas maksimum 10 m .
Rp 100.000,00/unlt
b. Selebihnya dihitung
Rp 5.000,00/ m
1,75% dari biaya pembustjm/paJng sedBdt Rp 2.C0O.OO0.OOAinK 1
14.
Reklame
15.
a. Monumen dalam perai (pekarangan). b. Monumen d Suar pekarangan.
2
1,75% dari biaya reklame pemasang / paing sadrkt Rp 2.000.000,00Aml Rp200.O00,OCAmit 1,75% dari biaya pembuatan/ paBng ssdBdt
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lapangan olah raga terbuka dengan perkerasan untuk:
16.
B.
2
Rp 4.000,007 m
komersil
b.
Haite,it Bin ....lini »i n 1$
u.
DOSK KomensiE
Rp 0.00/ m*
Lapangan olah raga terbuka tempa perkerasan if) untuk:
17.
18.
a
komersil
Rp 3.000,00/ m*
D.
OGiBK KwiRjfBsi
Rp 0,00/m
1
Rp 1.000.000,00/
Instalasi bahan bakar
Mlur&n ponghsntsV 2
Rp 5.000,00/ m
PaWaran untuk penimbunsn petj kemas
19.
d) Untuk bangunan dan bangun-bangunan yang tidak dapat atau sulit dihitung luasnya dikenakan RPP sebesar 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) dari biaya pembuatan/bangunan sesuai nilai kontrak. e) Untuk pelaksanaan perbaikan bangunan lama baik sebagian atau seluruh luas lantai bangunan tanpa perubahan struktur utama dikenakan RPP sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari RPP bangunan yang diperbaiki. f) Untuk pelaksanaan perbaikan bangunan yang dimaksud pada ayat (2) huruf e yang tidak dapat dihitung bangunannya, seperti antara lain perubahan tampak, modernisasi bagian bangunan, dikenakan RPP sebesar 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) dari biaya perbaikan sesuai nilai kontrak. g) Untuk pembongkaran bangunan dikenakan RPP sebesar 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) dari biaya pembongkaran bangunan sesuai nilai kontrak. 2. Retribusi Pengawasan Bangunan Tambahan (RPBT) a) Untuk pemanfaatan lebih atas kelonggaran dari segi teknis tertentu dapat diberikan izin yang bersifat bersyarat, sementara dan sementara berjangka sebagaimana tercantum dalam tabel IV. Tabel IV Dasar Perhitungan
SOM
Sifat
Persyaratan
Kelompok
Retribusi Pengawasan Bangunan Tambahan (RPBT)
Retribusi Pengawasan Bangunan Tambahan (RPBT)
1
2
3
4
5
1.
fl. Tkf&fc fnomftftuhE jarak bebas
Bttreysnrt/ fadn
Bangunan/ tanah harus disesuaikan menurut rencana kota den peraturan
Uraian /
b. Luas tanah yang dikuasai bertam sesuai ruas satuan kevting /syarat minimum luas setiap Jenis peruntukan tanah 2.
Tidak sesuai perpetakan tanah pemecahan /penyatuan satuan kavling
tzm
RPBT"
LP LT
XRPPxF
bangunan ditempat ku
Izin
Bangunan/ bangunan dibongkar/
bagian harus harus
LP RPBT"
XRPPxF LT
menurut rencana kota dan peraturan menarnKan
DSissufjin itu
ditampil
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
3.
TkJsk mumenuhl persyaratan khusus
bin sementara atau teri
Persyaratan klem 1 dan U di atas
LP RPBT*
XRPPxF LT
b) Untuk pemanfaatan lebih atas bangunan dan perpetakan dikenakan retribusi pengawasan bangunan tambahan berdasarkan perbandingan luas pemanfaatan lebih atas kelonggaran dari segi teknis bangunan dan atau perpetakan (LP) dengan luas total bangunan atau perpetakan yang diajukan (LT) dikalikan RPP dikalikan dengan koefisien pemanfaatan lebih (F) atau dengan rumus:
I
RPBT
p
X RPP X F
c) Pemanfaatan lebih atas pelaksanaan bangunan yang dibangun sobolum ada izin dikenakan RPBT berdasarkan prosentase tahapan pembangunan dikalikan RPP dikalikan koefisien pemanfaatan lebih (F) atau dangan rumus: RPBT = Prosentase tahapan pembangunan X RPP X F d) Untuk menghitung RPBT sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai dengan huruf c) dengan memperhatikan: - LP = Luas bangunan / perpetakan yang melanggar. - LT = Luas total bangunan / perpetakan / batasan minimum luas tanah yang diajukan. - RPP= adalah RPP dalam segala aspeknya, dimana termasuk pula RPP bagi unsur yang hanya dapat dihitung panjangnya dan/atau unitnya - F = Koefisien pemanfaatan lebih = F1 x F2 F1 = Koefisien jenis kelonggaran, dimana untuk semua jenis kelonggaran F1 = 1, kecuali kelonggaran penyatuan kavling F1 = 2 - F2 — Koefisien jenis bangunan dimana besarnya F2 adalah sebagai berikut: - Rumah tinggal kecil
F2 = 1
- Rumah tinggal sedang
F2 = 2
- Rumah tinggal besar
F2 = 3
- Bangunan sosial bukan tempat ibadah - Bangunan usaha
F2 = 2 F2 = 6
- Bangunan bersifat sementara
F2 = 1
- Bangun-bangunan yang dimohon tersendiri
F2 = 1
- Perbaikan/pembahan untuk semua jenis bangunan
F2 = 1
e) Koefisien pemanfaatan lebih (F) sebagaimana dimaksud pada huruf b) dan huruf c) adalah koefisien jenis kelonggaran (F1) dikalikan dengan koefisien |«n» bangunan (F2) sebagaimana tercantum dalam tab§l iv dan huruf d). Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
f) Retribusi paiing sedikit yang dikenakan terhadap pelayanan Izin Mendirikan Bangunan adalah sebagai berikut 1) Bangunan rumah tinggal: a)) Wisma kecil (Wkc)
Rp80.000,00
b)) Wisma sedang (Wsd)
Rp100.000,00
c)) Wisma besar (Wbs)
Rp250.000,00
2) Bangunan sosial bukan tempat ibadah
Rp100.000,00
3) Bangunan usaha: a)) industri/pergudangan
Rp150.000.00
b)) perdagangan/perkantoran
Rp200.000,00
4) Bangunan sementara
Rp80.000,00
5) Bangun-bangunan
Rp80.000,00
b. Kelayakan menggunakan bangunan 1. Untuk semua jenis bangunan bukan rumah tinggal sebesar 10% (sepuluh persen) dari RPP, kecuali bangunan rumah susun sederhana sebesar 5% (lima persen) dari RPP. 2. Retribusi paling sedikit yang dikenakan terhadap pelayanan Kelayakan Menggunakan Bangunan adalah sebagai berikut: a) Bangunan rumah tinggal: 1) Wisma kecil (Wkc)
Rp80.000,00
2) Wisma sedang (Wsd)
Rp100.000,00
3) Wisma besar (Wbs)
Rp250.000.00
b) Bangunan sosial 1) tempat ibadah
RpO.OO
2) bukan tempat ibadah paling sedikit
Rp100.000,00
c) Bangunan usaha: 1) industri/pergudangan
Rp150.000,00
2) perdagangan/perkantoran
Rp200.000,00
d) Bangunan sementara
Rp80.000,00
e) Bangun-bangunan
Rp80.000,00
c. Izin pelaku teknis bangunan 1. Besar retribusi izin pelaku teknis bangunan baru dan kenai:;.::n golongan sebagai berikut: a) golongan A sebesar
Rp300.000,00/3 tahun
b) golongan B sebesar
Rp200.000,00/3 tahun
c) golongan C sebesar
Rp100.000,00/3 tahun
2. Terhadap pelayanan perpanjangan izin bekerja pelaku teknis bangunan dikenakan retribusi sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan sesuai angka 1.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d. Administrasi perizinan bangunan 1. Balik nama atas izin yang telah diterbitkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari RPP: a) Rumah tinggal 1) Wisma kecil (Wkc) paling sedikit
Rp80.000.00
2) Wisma sedang (Wsd) paling sedikit
Rp100.000,00
3) Wisma besar (Wbs) paling sedikit
Rp250.000,00
b) Bangunan sosial 1) tempat ibadah
RpO.OO
2) bukan tempat ibadah paling sedikit
Rp100.000,00
c) Bangunan usaha paling sedikit
Rp250.000,00
2. Pemecahan izin atas izin yang telah diterbitkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari RPP. a) Rumah Tinggal 1) Wisma kecil (Wkc) paling sedikit
Rp80.000,00
2) Wisma sedang (Wsd) paling sedikit
Rp100.000,00
3) Wisma besar (Wbs) paling sedikit
Rp250.000,00
b) Bangunan sosial 1) tempat ibadah
RpO.OO
2) bukan tempat ibadah paling sedikit
Rp100.000,00
c) Bangunan usaha paling sedikit
Rp250.000,00
3. Salinan izin atas izin yang teiah diterbitkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari RPP. a) Rumah Tinggal 1) Wisma kecil (Wkc) paling sedikit
Rp80.000,00
2) Wisma sedang (Wsd) paling sedikit
Rp100.000,00
3) Wisma besar (Wbs) paling sedikit
Rp250.000.00
b) Bangunan sosial 1) tempat ibadah
RpO.OO
2) bukan tempat ibadah paling sedikit
Rp100.000,00
c) Bangunan usaha paling sedikit
Rp250.000,00
4. Pembatalan Izin atas permintaan pemohon yang sedang diproses sebesar 10% (sepuluh persen) dari RPP. a) Rumah tinggal 1) Wisma kecil (Wkc) paling sedikit 2) Wisma sedang (Wsd) paling sedikit 3) Wisma besar (Wbs) paling sedikit
Rp80.000,00 Rp100.000,00 Rp250.000,00
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b) Bangunan sosial 1) tempat ibadah 2) bukan tempat ibadah paling sedikit
RpO.OO Rp100.000,00
c) Bangunan usaha paling sedikit
Rp250.000,00
5. Untuk setiap pembatalan izin atas permintaan pemohon yang telah diproses sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari RPP. a) Rumah Tinggal 1) Wisma kecil (Wkc) paling sedikit 2) Wisma sedang (Wsd) paling sedikit 3) Wisma besar (Wbs) paling sedikit
Rp80.000.00 Rp100.000,00 Rp250.000,00
b) Bangunan sosial 1) tempat ibadah 2) bukan tempat ibadah paling sedikit
RpO.OO Rp100.000,00
c) Bangunan usaha paling sedikit
Rp250.000,00
e. Pemberian plat nomor bangunan 1. pencetakan plat nomor bangunan
Rp15.000.G0/bush.
2. penggantian plat nomor bangunan
Rp10.000.00/buah.
Pasal 132 Setiap pencabutan izin akibat kesalahan pemohon, maka retribusi yang telah dibayar menjadi milik Pemerintah Daerah dan seluruh dokumen perizinannya dinyatakan tidak berlaku. Pasal 133 Terhadap pelayanan Penataan dan Pengawasan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d dan huruf e untuk bangunan milik Pemerintah atau bangunan milik perwakilan negara asing dibebaskan dari pungutan retribusi. Bagian Ketiga Perhubungan Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 134 i '©layanan perhubungan terdiri dari: a. pengujian kendaraan bermotor; b. pemakaian terminal penumpang mobil bus dan terminal mobil barang; c. pemakaian fasilitas lainnya di terminal penumpang mobil bus;
d. pemakaian fasilitas terminal mobil barang; Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
e. pemakaian pangkalan taksi; f.
pemakaian fasilitas untuk kendaraan antar jemput dalam areal terminal;
g. pemakaian pangkalan mobil barang; h. pemakaian pangkalan kajen IV; i.
pemakaian mobil derek;
j.
pemakaian pool kendaraan;
k. pemakaian tempat pencucian kendaraan bermotor; I.
jasa kepelabuhanan, kenavigasian dan perkapalan;
m. jasa pelayanan perhubungan udara; n. jasa pelayanan angkutan jalan rel; o. jasa pelayanan angkutan sungai, danau dan penyeberangan. p. izin usaha angkutan; q. izin trayek; r.
izin operasi angkutan;
s. izin pengusahaan jasa titipan ; t.
perizinan jasa telekomunikasi;
u. perizinan jasa multimedia; v. perizinan jasa penunjang penyelenggaraan telekomunikasi; w. perizinan perhubungan laut; x. penerbitan rekomendasi perhubungan laut; y.
penetapan
daerah
lingkungan
kerja
dan
lingkungan
kepentingan
pelabuhan; z. perizinan perhubungan udara; aa. perizinan angkutan jalan rel; bb. perizinan angkutan sungai, danau dan penyeberangan. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan dan perizinan perhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan dan perizinan perhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 135 (1) Pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf a dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor. (3) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf h dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Terminal. (4) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf i, huruf j dan huruf k dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (5) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf I dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Jasa Kepelabuhanan, Kenavigasian dan Perkapalan. (6) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf m, huruf n dan huruf o dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Jasa Perhubungan Udara, Angkutan Jalan Rel dan Penyeberangan. (7) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf p dan huruf r dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Usaha Angkutan dan Izin Operasi Angkutan. (8) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf q dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Trayek. (9) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf s sampai dengan huruf v dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Jasa Perposan dan Pertelekomunikasian. (10) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf w, huruf x dan huruf y dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Perizinan Perhubungan Laut, Penerbitan Rekomendasi Perhubungan Laut dan Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan. (11) Atas pelayanan perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf z, huruf aa dan huruf ab dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Perizinan Perhubungan Udara, Angkutan Jalan Rel dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan.
Pasal 136 (1) Subjek retribusi izin trayek adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1). (2) Subjek retribusi izin usaha angkutan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf p. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Subjek retribusi pengujian kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf a. (4) Subjek retribusi terminal adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf h. (5) Subjek retribusi pemakaian kekayaan daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf i, huruf j dan huruf k. (6) Subjek retribusi izin, rekomendasi, jasa perposan dan pertelekomunikasian adalah orang pribadi atau Badan menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf t, huruf u dan huruf v. (7) Subjek retribusi izin, rekomendasi dan jasa perhubungan laut adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf w, huruf x dan huruf y. (8) Subjek retribusi izin, rekomendasi dan jasa perhubungan udara, angkutan jalan rel dan penyebrangan adalah orang pribadi atau Badan menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf z, huruf aa dan huruf bb. (9) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) adalah Wajib Retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasai 137 (1) Tingkat penggunaan jasa pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (2) diukur berdasarkan jenis kendaraan, jumlah kendaraan dan jangka waktu. (2) Tingkat penggunaan jasa terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (3) diukur berdasarkan jenis usaha, jenis kendaraan jumlah kendaraan dan jangka waktu pemakaian. (3) Tingkat penggunaan jasa pemakaian kekayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (4) diukur berdasarkan jenis usaha, jenis kendaraan, jumlah kendaraan dan jangka waktu. (4) Tingkat penggunaan jasa izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (7) diukur berdasarkan jenis kendaraan, jumlah kendaraan dan jangka waktu. (5) Tingkat penggunaan jasa izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (8) diukur berdasarkan jenis kendaraan, jumlah kendaraan dan jangka waktu.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(6) Tingkat penggunaan jasa izin rekomendasi dan jasa perposan dan perteiekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (9) diukur berdasarkan jenis perangkat, jumlah dan jangka waktu. (7) Tingkat penggunaan jasa izin rekomendasi dan jasa perhubungan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (10) diukur berdasarkan jenis, jumlah, volume, ukuran dan jangka waktu. (8) Tingkat penggunaan jasa izin rekomendasi, jasa perhubungan udara, angkutan jalan rel dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (11) diukur berdasarkan jenis, jumlah, volume, ukuran dan jangka waktu.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 138 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi izin trayek, izin usaha dan operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (2) dan ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya survei, biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian serta biaya pembinaan (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (4) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya pemeriksaan emisi gas buang, biaya pemeriksaan lampu-lampu, perlengkapan dan peralatan lainnya, biaya pengetokan, sumber uji, biaya tanda uji dan segel, biaya pembuatan dan pemasangan tanda samping, biaya operasional dan pemeliharaan dan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. (3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (5) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, angsuran bunga pinjaman, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi yang mendukung penyediaan jasa yang memperoleh keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara effisien dengan orientasi pada harga pasar. (4) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pemakaian kekayaan daerah fasilitas/sarana lalu lintas angkutan jalan dan terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (6) adalah dengan memperhatian biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa, bunga pinjaman untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(5) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi izin rekomendasi dan jasa perposan dan pertelekomonikasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (7) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, angsuran bunga pinjaman, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi yang mendukung penyediaan jasa yang memperoleh keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara effisien dengan orientasi pada harga pasar, biaya survei, biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian serta biaya pembinaan. (6) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi izin rekomendasi dan jasa perhubungan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (8) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, angsuran bunga pinjaman, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi yang mendukung penyediaan jasa yang memperoleh keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara effisien dengan orientasi pada harga pasar, biaya survei, biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian serta biaya pembinaan. (7) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi izin rekomendasi dan jasa perhubungan udara, angkutan jalan rel dan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (9) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, angsuran bunga pinjaman, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi yang mendukung penyediaan jasa yang memperoleh keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar, biaya survei, biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian serta biaya pembinaan. Pasal 139 (1) Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Pengujian kendaraan bermotor: 1. mobil barang, mobil bus dan kendaraan khusus
Rp40.000,00/kendaraan/
2. kereta tempel/gandengan
6 bulan Rp35.000,00/kendaraan/ 6 bulan
3. kendaraan jenis keempat/kendaraan bermotor roda tiga
Rp25.000,00/kendaraan/ 6 bulan
4. mobil penumpang umum
Rp30.000,00/kendaraan/ 6 bulan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
5. pengujian ulang atas keputusan hasil uji yang dinyatakan tidak lulus uji tidak dipungut retribusi pengujian kendaran bermotor. 6. apabila hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada angka 5 tetap tidak lulus uji, diberikan kesempatan untuk pengujian ulang dan diperlakukan sebagai pemohon baru. 7. kendaraan yang berada di Jakarta untuk menumpang uji dikenakan retribusi sebesar 1 kali tarif kendaran uji. b. Pemakaian terminal penumpang mobil bus dan terminal mobil barang: 1. mobil bus antarkota di terminal penumpang: a) mobil bus non ekonomi
Rp750,00/kendaraan/sekali masuk
b) mobil bus ekonomi (bus lambat)
Rp500,00/kendaraan/sekali masuk
2. mobil bus dalam kota di terminal penumpang: a) mobil bus besar
Rp250,00/kendaraan/sekali masuk
b) mobil bus tingkat/gandeng/tempel
Rp250,00/kendaraan/sekali masuk
c) mobil bus sedang
Rp150,00/kendaraan/sekall masuk
d) mobil bus kecil
Rp100,00/kendaraan/sekali masuk
3. masuk pelataran di terminal mobil barang: a) truck, traktor tanpa kereta tempelan
Rp3.000.00/sekali masuk
b) tronton
Rp3.000.00/sekali masuk
c) gandengan
Rp3.000.00/sekali masuk
d) kereta
Rp3.000.00/sekali masuk
e) light truck
Rp2.000.00/sekali masuk
f) truck kecil
Rp2.000.00/sekali masuk
4. tempat menginap di terminal mobil barang: a) truck, traktor tanpa kereta tempelan
Rp5.000.00/kendaraan/hari/malam
b) tronton
Rp5.000.00/kendaraan/hari/malam
c) gandengan
Rp5.000.00/kendaraan/hari/malam
d) kereta
Rp5.000.00/kendaraan/hari/malam
e) light truck
Rp2.500.00/kendaraan/hari/malam
f) truck kecil
Rp2.500.00/kendaraan/hari/malam
c. Pemakaian fasilitas lainnya di terminal penumpang mobil bus; 1. kios pedagang makanan/minuman, majalah/koran di terminal bus antar kota
2
Rp30.000,00/m /bulan
2. kios pedagang makanan/minuman, majalah/koran di terminal bus dalam kota yang berdampingan dengan terminal bus antar kota dan pool bus 2
Rp20.000,00/m /bulan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2. mobil bus (bus mikro, bus besar, bus tingkat, bus tempel) dan mobil barang (truck, kereta penarik, tempelan/gandengan, kereta tempelan, kereta gandengan dan kendaraan khusus): a) sampai dengan 10 kilo meter
Rp45.000,00/kendaraan
b) 10 kilo meter s.d 20 kilo meter
Rp80.000.00/kendaraan
c) untuk pemakaian lebih dari 20 kilo meter di kenakan tambahan setiap 5 kilo meter berikutnya Rp20.000.00/kendaraan 3. penginapan dan penyimpanan kendaraan yang diderek
Rp10.000.00/hari/kendaraan
j. Pemakaian pool kendaraan 1. mobil bus: a) bus besar
Rp1.500,00/kendaraan/hari
b) bus sedang
Rp1.000,00/kendaraan/hari
c) bus kecil
Rp500,00/kendaraan/hari
2. mobil antar jemput
Rp1.000,00/kendaraan/2 jam
k. Pemakaian tempat pencucian kendaraan bermotor: 1 .Mobil barang: a) truck tangki, pick up, bestel wagon, tracktor, kendaraan khusus b) kereta tempel/ gandengan 2. Mobil bus besar dan mobil bus sedang
Rp5.000.00/kendaraan Rp3.500,00/kendaraan Rp5.000.00/kendaraan
3. Mobil penumpang umum, mobil bus kecil dan kajen IV
Rp3.500.00/kendaraan
I. Jasa Kepelabuhanan, Kenavigasian dan Perkapalan: 1. Jasa labuh: a) Kapal yang melakukan kegiatan di pelabuhan umum: 1) kapal yang melaksanakan kegiatan niaga: a)) kapal angkutan laut luar negeri
US$0.035/GT/kunjungan
b)) kapal angkutan laut dalam negeri
Rp40,00/GT/kunjungan
c)) kapal pelayaran rakyat/kapal perintis
Rp20,00/GT/kunjungan
d)) kapal melakukan kegiatan tetap di perairan pelabuhan: 1))) kapal angkutan laut dalam negeri
Rp400,00/G7Vbulan
2))) kapal pelayaran rakyat/kapal perintis Rp200,00/GT7bulan 2) kapal tidak melaksankan kegiatan niaga: a)) kapal angkutan laut luar negeri
US$0.018/GT/kunjungan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b)) kapal angkutan laut dalam negeri c)) kapal pelayaran rakyat/kapal perintis
Rp20,00/GT/kunjungan Rp10,00/GT/kunjungan
b) Kapal yang melakukan kegiatan di dermaga untuk kepentingan sendiri dan pelabuhan khusus: 1) kapal angkutan laut luar negeri 2) kapal angkutan laut dalam negeri 3) kapal perikanan
US$0.035/GT/kunjungan Rp40,00/GT/kunjungan Rp20,00/GT/kunjungan
2. Jasa pemanduan di pelabuhan umum, dermaga untuk kepentingan sendiri dan pelabuhan khusus : a) Kelompok I pemanduan dengan jarak 0 s/d 10 mil: 1) kapal angkutan laut luar negeri: a)) ukuran 500 GT s/d 1000 GT
US$27/per kapal/gerakan
b)) diatas 1000 GT, tiap kelebihan
US$0.012/GT kelebihan/gerakan
GT tambahan 2) kapal angkutan laut dalam negeri: a)) ukuran 500 GT s/d 1000 GT
Rp 33.000,00/kapal/gerakan
b)) diatas 1000 GT, tiap kelebihan
Rp14,00/GT kelebihan/gerakan
GT tambahan b)
Kelompok II: pemanduan dengan jarak 10 s/d 10 mil: 1) kapal angkutan laut luar negeri: a)) ukuran 500 GT s/d 1000 GT b)) diatas 1000 GT, tiap kelebihan
US$30/per kapal/gerakan US$0.012/GT kelebihan/gerakan
GT tambahan 2) kapal angkutan laut dalam negeri: a)) ukuran 500 GT s/d 1000 GT b)) diatas 1000 GT, tiap kelebihan
Rp36.000.00/kapal/gerakan Rp14,00/GT kelebihan/gerakan
GT tambahan c)
Kelompok III: pemanduan dengan jarak diatas 20 mil: 1) kapal angkutan laut luar negeri: a)) ukuran 500 GT s/d 1000 GT b)) diatas 1000 GT, tiap kelebihan
US$33/per kapal/gerakan US$0.012/GT kelebihan/gerakan
GT tambahan Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2) kapal angkutan dalam negeri: a)) ukuran 500 GT s/d 1000 GT
Rp41.000,00/per kapal/gerakan
b)) diatas 1000 GT, tiap kelebihan
Rp14,00/GT kelebihan/gerakan
GT tambahan 3. Jasa penundaan di pelabuhan umum, dermaga untuk kepentingan sendiri dan pelabuhan khusus a) apabila menggunakan kapal tunda yang dimiliki pelabuhan: 1) kapal angkutan luar negeri: a)) kapal s/d 1500 GT
US $80/kapal/jam
b)) kapal 1501 GT s/d 8000 GT
US $200/kapal/jam
c)) kapal 8001 GT s/d 18000 GT
US $400/kapal/jam
d)) kapal 18001 GT s/d 75000 GT
US $700/kapal/jam
e)) kapal diatas 75000 GT
US $1.050/kapal/jam
2) kapal angkutan dalam negeri a)) kapal s/d 1500 GT
Rp100.000,00/kapal/jam
b)) kapal 1501 GT s/d 8000 GT
Rp250.000.00/kapal/jam
c)) kapal 8001 GT s/d 18000 GT
Rp500.000.00/kapal/jam
d)) kapal 18001 GT s/d 75000 GT
Rp900.000.00/kapal/jam
e)) kapal diatas 75000 GT
Rp1.300.000,00/kapal/jam
b) apabila menggunakan kapal tunda yang bukan dimiliki pelabuhan 20 % dari pendapatan jasa penundaan 4. Jasa tambat a) kapal yang melakukan kegiatan di pelabuhan umum 1) tambatan dermaga (besi, beton dan kayu) a)) kapal angkutan laut luar negeri
U S $ 0.0035/GT/etmal
b)) kapal angkatan laut dalam negeri
Rp30,00/GT/etmal
c)) kapal pelayaran rakyat/kapal perintis
Rp15,00/GT/etmal
2) tambatan breatsting, dolphin, pelampung a)) kapal angkutan laut luar negeri
U S $ 0.0020/GT/etmal
b)) kapal angkatan laut dalam negeri
Rp20,00/GT/etmal
c)) kapal pelayaran rakyat/kapal perintis
Rp10,00/GT/etmal
3) tambatan pinggiran/talud a)) kapal angkutan laut luar negeri
US$
b)) kapal angkatan laut dalam negeri
Rp10,00/GT/etmal
c)) kapal pelayaran rakyat/kapal perintis
RpO,00/GT/etmal
0.005/GT/etmal
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b) kapal yang melaksanakan kegiatan di dermaga untuk kepentingan sendiri (DUKS) dan di pe labuhan khusus 1) kapal yang mengangkut bahan baku,
RpO.OO/GT/etmal
hasil produksi dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri 2) kapal yang mengangkut kepentingan umum 50 % (lima puluh persen) dari pendapatan jasa tambat per GT per etmal. 5. Jasa pelayanan barang a) jasa dermaga dibongkar/dimuat 1) barang yang dibongkar/dimuat melalui pelabuhan umum a)) barang ekspor dan impor
Rp550,00/ton/m
3
b)) barang antar pulau: 1)) garam, pupuk dan barang
Rp175,00/ton/m
3
Rp350,00/ton/m
3
Bulog (beras dan gula) 2)) barang lainnya c)) hewan 1)) kerbau, sapi, kuda dan
Rp350,00/ekor
sejenisnya 2)) kambing, babi dan sejenisnya
Rp200,00/ekor
2) barang yang dibongkar/dimuat melalui dermaga untuk kepentingan sendiri (DUKS) dan di pelabuhan khusus a)) barang yang merupakan bahan
RpO.OO
baku hasil produksi dan peralatan penunjang produksi untuk kepen tingan sendiri b)) barang kepentingan umum 50 % (lima puluh persen) dari pendapatan jasa dermaga per ton per m 3
b) Jasa penumpukan 1) gudang tertutup
Rp80,00/ton/m /hari
2) lapangan
Rp60,00/ton/m /hari
3
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
3
3) penyimpanan hewan a)) kerbau, sapi, kuda dan
Rp200,00/ekor/hari
sejenisnya b)) kambing, babi dan sejenisnya
Rp125,00/ekor7hari
4) peti kemas (container) a)) ukuran 20 feet 1))) kosong
Rp1.500,00/unit/hari
2))) isi
Rp3.000,00/unit/hari
b)) ukuran 40 feet 1))) kosong
Rp3.000,00/unit/hari
2))) isi
Rp6.000,00/unit/hari
c)) ukuran 40 feet 1))) kosong
Rp6.000,00/unit/hari
2))) isi
Rp12.000,00/unit/hari
5) chasis a)) ukuran 20 feet
Rp750,00/unit/hari
b)) ukuran 40 feet
Rp1.500,00/unit/hari
c)) ukuran diatas 40 feet
Rp3.000,00/unit/hari
6. Jasa pelayanan alat a) apabila menggunakan alat yang dimiliki pelabuhan 1) alat mekanik a)) sewa forklrf 1)) sampai dengan 2 ton
Rp550,00/ton/m
3
Rp5.000.00/unhVhari
2)) lebih dari 2 ton sampai dengan 3 ton Rp6.500.00/unit/hari 3)) lebih dari 3 ton sampai dengan 6 ton Rp7.500.00/unit/hari 4)) lebih dari 6 ton sampai dengan 7 ton Rp13.000.00/unit/hari 5)) lebih dari 7 ton sampai dengan 10 tonRp22.000.00/unit/hari 6)) 10 ton keatas
Rp23.000.00/unit/hari
b)) sewa kren derek (mobil crane) 1)) s/d 3 ton
Rp5.000.00/unit/hari
2)) lebih dari 3 ton s/d 7 ton
Rp12.000,00/unit/hari
3)) lebih dari 7 ton s/d 15 ton
Rp35.000.00/unrt/hari
4)) 25 ton keatas
Rp65.000.00/unit/hari
c)) motor boat 1)) s/d 60 PK
Rp22.000.00/unit/hari
2)) 61 PK keatas
Rp32.000,00/unit/hari
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b) apabila menggunakan alat yang bukan dimiliki pelabuhan 20% (dua puluh persen)dari pendapatan jasa pelayanan alat per unit per hari. 7. Pelayanan jasa kepelabuhan lainnya a) Sewa tanah dan penggunaan perairan 1) untuk bangunan-bangunan Industri galangan dan dock kapal a)) persewaan tanah pelabuhan b)) penggunaan perairan untuk bangunan
2
Rp1.000,00/m /tahun 2
dan kegiatan lainnya di atas air
Rp500,00/m /tahun
2) untuk bangunan-bangunan industri perusahaan-perusahaan 2
a)) persewaan tanah pelabuhan
Rp1.500,00/m /tahun
b)) penggunaan perairan untuk bangunan
Rp500,00/m /tahun
2
dan kegiatan lainnya diatas air 3) untuk kepentingan lainnya
2
a)) toko, warung dan sejenisnya
Rp500,00/m /tahun 2
Rp300,00/m /tahun
b)) perumahan penduduk b) Pelayanan terminal penumpang kapal laut 1) terminal penumpang kelas A a)) penumpang yang berangkat b)) pengantar/penjemput 2) terminal penumpang kelas B a)) penumpang yang berangkat b)) pengantar/penjemput 3) terminal penumpang kelas C a)) penumpang yang berangkat b)) pengantar/penjemput
Rp1.500,00/orang Rp1.000.00/orang/sekali masuk Rp1.000,00/orang Rp500,00/orang/sekali masuk Rp500,00/orang Rp500,00/orang/sekali masuk
c) Tanda masuk orang Rp200,00/orang/sekali masuk
1) tanda masuk orang
Rp4.000,00/orang/bulan
2) tanda masuk harian
Rp40.000.00/orang/tahun
3) tanda masuk tetap
d) Tanda masuk kendaraan (termasuk uang parkir) 1) tanda masuk harian RpOOO.OO/kendaraan dan
a)) trailer, truk gandengan
pengemudi+kenek/ sekali masuk Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
•
m-
b)) truk, bus besar
Rp500,00/kendaraan dan pengemudi+kenek/ sekali masuk
c)) pick up, minibus, sedan dan jeep
Rp400,00/kendaraan dan pengemudi sekali masuk
d)) sepeda motor
Rp200,00/kendaraan/sekali masuk
e)) gerobak, cikar, dokar dan sepeda
Rp100,00/kendaraan/sekali masuk
2) tanda masuk tetap a)) trailer, truk gandengan
Rp12.000,00/kendaraan/bulan Rp120.000,00/kendaraan/tahun
b)) truk, bus besar
Rp10.000,00/kendaraan/bulan Rp100.000,00/kendaraan/tahun
c)) pick up, minibus, sedan dan jeep
Rp8.000,00/kendaraan/bulan Rp80.000,00/kendaraan/tahun
d)) sepeda motor
Rp4.000,00/kendaraan/bulan Rp40.000.00/kendaraan/tahun
e)) gerobak, cikar, dokar dan sepeda
Rp2.000,00/kendaraan/bulan Rp20.000.00/kendaraan/tahun
8. Jasa kenavigasian jasa penggunaan sarana bantu navigasi pelayanan (SBNP)/uang rambu a) kapal angkutan laut luar negeri
US $0.027/GT
b) kapal angkutan taut dalam negeri
Rp200,00/GT
c) kapal pelayaran rakyat, kapal perintis dan kapal perikanan
Rp100,00/GT
9. Penerimaan jasa perkapalan a) Pemeriksaan dan sertifikat yang berkaitan dengan keselamatan kapal 1) 0 sampai dengan GT 35
Rp5.000.00/kapal
2) lebih dari GT 35 sampai dengan GT 50
Rp10.000.00/kapal
3) lebih dari GT 50 sampai dengan GT 150
Rp20.000.00/kapal
4) lebih dari GT 150 sampai dengan 500
Rp35.000.00/kapal
5) lebih dari GT 500 sampai dengan GT 1600
Rp50.000.00/kapal
6) lebih dari GT 1600
Rp100.000.00/kapal
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b) Pelaksanaan pengukuran kapal dan penerbitan surat ukur - O sampai dengan GT 35
Rp15.000,00/kapal
c) Penerbitan sertifikat: surat tanda kebangsaan kapal
Rp500,00/GT
d) Pengujian dan sertifikat perlengkapan kapal, keselamatan kapal - pengujian alat penolong dan alat
Rp50.000.00/unit
pencegahan pencemaran e) Pengesahan gambar kapal 1) 0 sampai dengan GT 35
Rp10.000.00/kapal
2) lebih dari GT 35 sampai dengan GT 50
Rp15.000.00/kapal
3) lebih dari GT 50 sampai dengan GT 150
Rp20.000.00/kapal
4) lebih dari GT 150 sampai dengan 500
Rp25.000.00/kapal
f) Penelitian dokumen kepeiautan dan dokumen kapal selain sertifikat Rp10.000.00/dokumen
1) dokumen kepeiautan 2) dokumen status hukum kapal: a)) surat tanda kebangsaan
Rp50,00/GT
b)) akte pendaftaran
Rp100,00/GT
g) Pengawasan barang berbahaya 1) kurang dari 6 jam
Rp100,00/GT
2) lebih dari 6 jam s/d 12 jam
Rp150,00/GT
3) lebih dari 12 jam untuk tiap jam
Rp10,00/GT
ditambah h) Pemeriksaan kapal asing (port state
US $250/kapal
control m.
Jasa-jasa pelayanan perhubungan udara 1. Perizinan perhubungan udara: a) Tanda izin mengemudi di sisi udara
Rp50.000,00/2tahun
b) Rekomendasi bangunan tinggi dikawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) di bandara
Rp300.000.00/rek
c) izin operasi pembangunan bandar khusus
Rp500.000.00/izin
d) PAS bandara 1) harian
Rp2.000.00/hari
2) bulanan
Rp10.000.00/bln
3) tahunan
Rp25.000.00/thn
e) Flight approval (lokal)
Rp7.500.00/Fa
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela•O'» Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
f) Izin usaha ekspedisi muatan pesawat udara
Rp100.000,00/lzin
g) Izin usaha pengurusan transportasi udara
Rp200.000.00/lzin
2. Jasa perhubungan udara a)
Jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (JP4U) penerbangan dalam negeri 1) pendaratan sampai dengan 40.000 kg
Rp700/1000 kg dan bagiannya/hari
2) penempatan
Rp100/1000 kg dan bagiannya/hari
3) penyimpanan
Rp160/1000 kg dan bagiannya/hari
3. Jasa pelayanan penumpang pesawat udara (JP3U) n.
Rp2.000,00/org/keberangkatan
Jasa pelayanan angkutan jalan rel: 1. Jasa pemakaian fasilitas peron stasiun kereta api
Rp1.000,/Orang
2. Jasa pemakaian fasilitas angkutan barang di stasiun kereta api o.
Rp1.000,/Barang
Jasa pelayanan angkutan sungai, danau dan penyeberangan 1. Jasa sandar a) dermaga/jembatan bergerak
Rp30,00/GT/Call
b) dermaga beton
Rp30,00/GT/Call
c) jembatan kayu
Rp25,00/GT/Call
d) pinggiran pantai
Rp20,00/GT/Call
e) kapal istirahat di dermaga
Rp10,00/GT/Call
2. Jasa tanda masuk pengantar/penjemput di pelabuhan penyeberangan 3. Sewa ruang di kantor penyeberangan
Rp300,00/orang 2
Rp5.000,00/m /bln
4. Sewa ruang penumpukkan barang/hewan di pelabuhan penyeberangan sungai dan
2
Rp1.000,00/m /hari
danau 5. Tarif retribusi penumpang kapal cepat a) jarak 0 sampai dengan 20 mil
Rp25.000.00/orang (P. Bidadari, P. Untung Jawa, P. Pari dan P. Lancang)
b) jarak 20 sampai dengan 35 mil
Rp30.000,00/orang
(P. Payung, P. Tidung, P. Pramuka, P. Kelapa, dan Resort-Resort) c) jarak diatas 35 mil (P. Sebira)
Rp50.000,00/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
6. Tarif Retribusi penumpang kapal Reguler a) Jakarta - Pulau Pramuka/Kelapa
Rp11.500,00/orang
b) Jakarta - Pulau Tidung
Rp9.000,00/orang
c) Jakarta - Pulau Untung Jawa
Rp6.500,00/orang
p. Izin usaha angkutan: 1. mobil bus besar
Rp50.000,00/kendaraan
2. mobil bus sedang
Rp25.000,00/kendaraan
3. mobil bus kecil
Rp20.000,,00/kendaraan
4. taksi 5. angkutan pengganti bemo (APB)
Rp50.000,,00/kendaraan Rp20.000,,00/kendaraan
Rp50.000 ,00/kendaraan 6. mobil barang 7. Terhadap setiap keterlambatan memperpanjang sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 6 dikenakan tambahan sebagai berikut: a) atas keterlambatan sampai dengan 1 (satu) bulan dikenakan tambahan retribusi sebesar 50% (lima puluh persen) dari retribusi terutang. b) keterlambatan lebih dari 1 bulan sampai dengan 3 bulan dikenakan tambahan retribusi sebesar 100% (seratus persen) dari retribusi terutang. c) keterlambatan lebih dari 3 bulan dikenakan 200% (dua ratus persen) dari retribusi yang bersangkutan.
q. Izin trayek: 1. mobil bus besar
Rp100.000.00/kendaraan/tahun
2. mobil bus sedang
Rp75.000.00/kendaraan/tahun
3. mobil bus kecil
Rp50.000,00/kendaraan/tahun
4. angkutan pengganti bemo (APB)
Rp50.000.00/kendaraan/tahun
5. Terhadap setiap keterlambatan memperpanjang sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 4 dikenakan tambahan sebagai berikut: a) atas keterlambatan sampai dengan 1 (satu) bulan dikenakan tambahan retribusi sebesar 50% (lima puluh persen) dari retribusi terutang. b) keterlambatan lebih dari 1 bulan sampai dengan 3 bulan dikenakan tambahan retribusi sebesar 100% (seratus persen) dari retribusi terutang. c) keterlambatan lebih dari 3 bulan dikenakan 200% (dua ratus persen) dari retribusi yang bersangkutan. r.
Izin operasi angkutan: 1. taksi
Rp50.000.00/kendaraan/tahun
2. wisata
Rp25.000.00/kendaraan/tahun
3
Rp20.000.00/kendaraan/tahun
sewa
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
4. mobil barang: a). Peti kemas (APK) 1)20feet
Rp50.000,00/kendaraan/tahun
2) 40 feet
Rp75.000,00/kendaraan7tahun
3) diatas 40 feet
Rp100.000,00/kendaraan/tahun
b). Mobil barang umum (MBU) 1)4 ban 2) 6 sampai dengan 10 ban
Rp25.000,00/kendaraan/tahun Rp50.000,00/kendaraan/tahun Rp75.000,00/kendaraan/tahun
3) diatas 10 ban Rp250.000.00/izin s.
Izin pengusahaan jasa titipan
t.
Perizinan jasa telekomunikasi; 1. izin radio link 2. izin penyelenggaraan radio trunking
Rp2.500.000.00/izin/thn Rp3.000.000.00/izin/thn Rp150.000.00/izin/tiin
3.
izin radio komunikasi taksi
4.
izin stasiun radio bergerak (Mobile unit)
Rp150.000.00/izin/thn
5.
izin stasiun radio bergerak (HT)
Rp100.000,00/izin/thn
6.
izin stasiun repeater
7.
izin stasiun radio komunikasi stasioner
8.
izin komunikasi radio pelayanan rakyat
Rp150.000.00/izin/thn
9.
izin Komunikasi Radio Antar Penduduk (KRAP)
Rp30.000.00/izin/thn
Rp2.500.000.00/izin/lhn Rp150.000.00/izin/thn
Rp15.000.00/izin/thn
10. izin amatir radio 11. izin penyelenggaraan radio panggil
Rp500.000.00/izin/thn
untuk umum (RPPU) 12. izin penyelenggaraan telekomunikasi lokal (LAN, WAN) u.
v.
Rp500.000.00/izin/thn
Perizinan jasa multimedia: 1.
izin TV berbayar/kabel
Rp10.000.000.00/izin
2.
izin TV siaran lokal
Rp10.000.000.00/izin
3.
izin radio siaran AM
Rp1.750.000.00/izin
4.
izin radio siaran FM
Rp2.500.000.00/izin
5.
izin penyelenggaraan jasa internet teleponi (ITSP)
Rp5.000.000.00/izin
6.
izin penyelenggaraan akses internet (ISP)
Rp3.000.000.00/izin
7.
izin usaha warnet
Rp200.000.00/izin
Jasa penunjang penyelenggaraan telekomunikasi: 1.
izin penempatan perangkat telekomunikasi
Rp2.500.000.00/izin
2.
ujian amatir radio tingkat pemula
Rp30.000.00/orang
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
3.
ujian amatir radio tingkat siaga
Rp30.000.00/orang
4.
ujian amatir radio tingkat penggalang
Rp60.000,00/orang
5.
ujian amatir radio tingkat penegak
Rp75.000.00/orang
6.
izin penguasaan perangkat amatir radio (RIG)
Rp50.000.00/izin/tahun
7.
izin penguasaan perangkat amatir radio (HT)
Rp25.000.00/izin/tahun
8.
izin penguasaan perangkat KRAP (RIG)
Rp50.000.00/izin/tahun
9.
izin penguasaan perangkat KRAP (HT)
Rp25.000.00/izin/tahun
10.
izin usaha wartel
Rp200.000.00/izin
11.
izin instalasi kabel rumah/gedung
Rp150.000.00/izin
12.
izin instalasi jaringan telkom
Rp2.000.000.00/izin
13.
izin instalasi perangkat telkom
Rp500.000.00/izin
14.
izin usaha pemasok/suplier perangkat telkom
Rp500.000.00/izin
w. Izin perhubungan laut: 1.
surat izin usaha perusahaan angkutan laut
Rp250.000,00
2.
Surat Izin Operasi Angkutan Laut Khusus (SIOPSUS)
Rp100.000,00
3.
Surat Izin Usaha Pelayaran Rakyat (SIU PERLA)
Rp100.000,00
4.
Surat Izin Usaha Jasa Peng. Trans (SIU JPT)
Rp200.000,00
5.
Surat Izin Usaha Ekspedisi Muatan Kapal Laut (SIU EMKL)
Rp100.000,00
6. 7.
Surat Izin Usaha Perusahaan Bongkar Muat (SIU PBM) Rp200.000,00 Rp200.000,00 Surat izin usaha tally
8.
Surat izin Usaha Depo Peti Kemas (SIU DPK)
9.
Surat Izin Usaha Salvage dan Pekerjaan Bawah Air (SIU SPBA)
10.
Rp250.000,00 Rp250.000,00
Surat izin usaha pengadaan, pemeliharaan alatalat keselamatan pelayaran
Rp100.000,00
11.
Surat izin operasi floating repair
Rp250.000,00
12.
Surat izin pengangkutan dan bongkar Muat barang berbahaya
Rp250.000,00
13.
Surat izin pembangunan pelabuhan umum
Rp500.000,00
14.
Surat izin pengoperasian pelabuhan umum
Rp200.000.00
15.
Surat izin pembangunan pelabuhan khusus
Rp250.000,00
16.
Surat izin pengoperasian pelabuhan khusus
Rp200.000,00
17.
Surat izin pembangunan dermaga untuk kepentingan sendiri (DUKS)
18.
Rp200.000.00
Surat Izin Pengoperasian Dermaga untuk kepentingan Sendiri (DUKS)
Rp200.000,00
19.
Surat izin kerja keruk
Rp100.00/m
3
20.
Surat izin reklamasi
Rp100,00/m
3
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
21.
Surat izin penyelenggaraan pemanduan dan penundaan kapal
Rp250.000,00
22.
Surat izin usaha angkutan bandar
Rp250.000,00
23.
Surat izin penggunaan perairan untuk
24.
2
a. kabel laut, pipa
Rp500,00/m
b. keramba, bagan
Rp100,00/m
Surat izin mendirikan bangunan di atas air
Rp100,00/m
2
2
x. Penerbitan rekomendasi perhubungan laut 1. Rekomendasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di dalam lingkungan pelabuhan
Rp25,00/m
2
Rp50,00/m
2
2. Rekomendasi pembuatan talud/break water di luar DLKR dan DLKP
y. Penetapan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) Rp300,00/m
2
z. Perizinan perhubungan udara 1. tanda izin mengemudi di sisi udara
Rp50.000,0072tahun
2. rekomendasi bangunan tinggi dikawasan keselamatan operasi penerbangan(KKOP) di Bandara 3. izin operasi dan pembangunan bandar khusus 4. PAS bandara
Rp300.000,00/rekomendasi Rp500.000.00/izin
a) harian
Rp2.000,00/hari
b) bulanan
Rp10.000,00/bulan
c) tahunan
Rp25.000.00/tahun
5. Flight Approval (lokal)
Rp7.500.00/Fa
6. izin usaha ekspedisi muatan pesawat udara
Rp100.000.00/izin
7. izin usaha jasa pengurusan transportasi udara
Rp200.000.00/izin
aa. Perizinan angkutan jalan rel: 1. izin usaha prasarana dan sarana kereta api
Rp200.000.00/izin
2. izin pengoperasian prasarana dan sarana KA
Rp200.000.00/izin
bb. Perizinan angkutan penyeberangan sungai, danau dan penyeberangan: 1. izin usaha angkutan penyeberangan
Rp200.000.00/izin
2. izin operasi angkutan penyeberangan, sungai dan danau
Rp100.000.00/izin/2tahun
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Terhadap setiap keterlambatan memperpanjang izin pengujian kendaraan, izin usaha angkutan dan izin trayek sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf p dan huruf q dikenakan tambahan sebagai berikut: a. keterlambatan sampai dengan 1 bulan dikenakan tambahan retribusi sebesar 50% (lima puluh persen) dari retribusi terutang. b. keterlambatan lebih dari 1 bulan sampai dengan 3 bulan dikenakan tambahan retribusi sebesar 100% (seratus persen) dari retribusi terutang. c.
keterlambatan lebih dari 3 bulan dikenakan 200% (dua ratus persen) dari retribusi yang bersangkutan. Bagian Keempat Perparkiran Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 140 (1)
Pelayanan Perparkiran terdiri dari: a.
pemakaian tempat parkir tepi jalan umum;
b.
pemakaian tempat parkir di lingkungan parkir;
c.
pemakaian tempat parkir di pelataran parkir;
d.
pemakaian tempat parkir di gedung parkir;
e.
perizinan pengoperasian fasilitas parkir untuk umum di luar badan jalan.
(2)
Setiap orang pribadi yang memerlukan pelayanan Perparkiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3)
Untuk mendapatkan pelayanan Perparkiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 141 (1)
Pelayanan Perparkiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi.
(2)
Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) huruf a dan huruf b, dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3)
Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) huruf c dan huruf d, dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Tempat Khusus Parkir.
(4)
Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) huruf e dipungut retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Pelayanan Izin Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Untuk Umum Di Luar Badan Jalan. Pasal 142
(1)
Subjek retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) huruf a dan huruf b.
(2)
Subjek Retribusi Pemakaian Pelataran Parkir milik Pemerintah Daerah dan Pemakaian Gedung Parkir milik Pemerintah Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) huruf c dan huruf d.
(3)
Subjek Retribusi Perizinan Pengoperasian Fasilitas Parkir untuk umum diluar badan jalan adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) huruf e.
(4)
Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 143
(1)
Tingkat penggunaan jasa parkir di tepi jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (2) diukur berdasarkan golongan jalan, jenis kendaraan dan jangka waktu parkir.
(2)
Tingkat penggunaan jasa tempat khusus parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (3) diukur berdasarkan fasilitas tempat parkir, intensitas/tingkat kepadatan, kapasitas tempat parkir dan jangka waktu parkir.
(3)
Tingkat penggunaan jasa pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (4) diukur berdasarkan kapasitas/jumlah Satuan Ruang Parkir (SRP) dan jangka waktu parkir. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 144
(1)
Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi parkir di tepi jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya penyediaan marka/rambu parkir, biaya pengawasan/pengendalian, biaya operasional/pemeliharaan dan
kemampuan masyarakat serta aspek keadilan. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2)
Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi tempat khusus parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, angsuran bunga pinjaman, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar.
(3)
Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi perizinan pengoperasian fasilitas parkir untuk umum diluar badan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (4) dengan memperhatikan biaya administrasi izin, biaya penelitian, biaya pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Pasal 145 (1) Struktur dan besarnya tarif Perparkiran dan retribusi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) adalah: a. Tempat parkir di tepi jalan umum: Golongan Jalan
Jenis Kendaraan
Tarif
1
2
3
jalan golongan A
a) sedan, jeep, minibus, pickup dan sejenisnya
Rp1.000,00 pertama.
untuk
jam
Rp1.000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam. b) bus, truck dan sejenisnya
Rp2.000,00 pertama.
untuk
jam
Rp2.000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam.
jalan
golongan
c) sepeda motor
Rp500,00 untuk satu kali parkir.
a) sedan, jeep, minibus,
Rp1.000,00 untuk satu kali
pickup dan sejenisnya
parkir
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
B
b) bus, truck dan sejenisnya
Rp2.000,00 untuk satu kali parkir
c) sepeda motor Rp500,00 untuk satu kali parkir
b. Tempat parkir di lingkungan parkir: Tarif
Jenis kendaraan
1. sedan, jeep, minibus, Rp2.000,00 untuk jam pertama pickup dan sejenisnya Rp1.000,00 untuk setiap jam berikutnya
kurang
dari
satu jam
dihitung satu jam 2. bus, truck dan sejenisnya
Rp2.000.00 untuk jam pertama Rp2.000,00 untuk setiap jam berikutnya kurang dihitung satu jam
3. sepeda motor
dari
satu
jam
Rp500,00 untuk satu jam pertama Rp500,00 untuk satu jam berikutnya kurang dari satu jam dihitung satu jam.
c. Tempat parkir di pelataran parkir: Jenis kendaraan
Tarif
1. sedan, jeep, minibus, Rp2.000.00 untuk jam pertama pickup dan sejenisnya Rp1.000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam 2. bus, truck dan sejenisnya
3. sepeda motor
Rp2.000.00 untuk jam pertama Rp2.000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam RpSOO, 00 untuk jam pertama RpSOO.OO untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam di hitung satu jam
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d. Tempat parkir di gedung parkir: Jenis kendaraan
Tarif
1. sedan, jeep, minibus, Rp2.000,00 untuk jam pertama pickup dan sejenisnya Rpl000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam 2. bus, truck dan sejenisnya
3. sepeda motor
Rp2.000,00 untuk jam pertama Rp2.000.00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam Rp500,00 untuk satu jam pertama RpSOO.OO untuk satu Jam Berikutnya Kurang dari satu jam di hitung satu jam
e. Perizinan penyelenggaraan fasilitas parkir untuk umum di luar badar jalan: 1. dengan memungut biaya parkir a)
besarnya retribusi izin berlaku rumus jumlah satuan ruang parkir tersedia dikalikan dengan tarif dasar yang berlaku saat izin dikeluarkan.
b) besarnya retribusi perubahan izin adalah 100% (seratus persen] dari besarnya retribusi izin penyelenggaraan fasilitas parkir untuk umum diluar Badan jalan. c)
besarnya retribusi atas daftar ulang izin tanpa adanya perubahan dalam izin adalah 25% (dua pulu lima persen) kali satuan ruang parkir (SRP) x tarif dasar.
2. dengan tidak memungut biaya parkir a)
besarnya retribusi izin sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
b)
besarnya retribusi perubahan izin adalah 100% (seratus persen) dari besarnya retribusi izin penyelenggaraan fasilitas parkir untuk umum diluar Badan jalan.
c)
besarnya retribusi atas daftar ulang izin tanpa adanya perubahan dalam izin adalah Rp50.000.00 (lima puluh ribu rupiah).
(2) Besarnya Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d sudah termasuk pembayaran premi asuransi kehilangan dan kerusakan kendaraan.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pembayaran premi asuransi dan tata cara penggantian kehilangan dan kerusakan kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. (4) Tarif progresif tempat parkir di tepi jalan umum pada jalan golongan A sebagaimana dimaksud pada ayat (i) huruf a dikenakan apabila pada jalan tersebut tersedia alat ukur parkir atau alat pembuktian lain. (5) Untuk berlangganan bulanan bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih di tepi jalan umum dan lingkungan parkir berlaku rumus 25 hari x 3 kali parkir x tarif parkir terendah sesuai jenis kendaraan. (6) Untuk berlangganan bulanan bagi kendaraan bermotor roda dua di tepi jalan umum dan lingkungan parkir ditetapkan sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah). (7) Tarif retribusi parkir pada lokasi parkir kawasan pengendalian parkir ditetapkan 150% (seratus lima puluh per seratus) dari tarif yang ditetapkan atas setiap golongan tempat parkir bukan kawasan pengendalian parkir (8) Tarif retribusi parkir pada kegiatan parkir insidentil ditetapkan sebesar 150% dari tarif yang ditetapkan atas setiap golongan tempat parkir bukan kegiatan insidentil. (9) Ketentuan mengenai kriteria dan penentuan kawasan pengendalian parkir serta kegiatan parkir insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima Pekerjaan Umum Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 146 (1) Pelayanan pekerjaan umum terdiri dari: a. pemakaian alat-alat besar dan/atau penunjang ; b. pemakaian peralatan laboratorium dan mobilisasi; c. pemakaian peralatan ukur dan mobilisasi; (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan pekerjaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan pekerjaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 147 (1) Pelayanan pekerjaan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) adalah objek yang dikenakan retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. Pasal 148 (1) Subjek retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1). (2) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 149 Tingkat penggunaan jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) diukur berdasarkan jenis alat, ukuran, volume, jumlah contoh dan pemakaian alat serta mobilisasi peralatan. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 150 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pemakaian kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, angsuran bunga pinjaman biaya rutin/periodik, biaya administrasi umum yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa. Pasal 151 Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Pemakaian alat-alat besar dan/atau penunjang: 1
Ongkos angkut direksi keet/gudang lapangan (pp) Rp700.000,00/buah
2. direksi keet (kontainer) ukuran 1,5 m x 4 m
Rp21.000,00/hari/paling singkat 90 ha
3. direksi keet (kontainer) ukuran 2 m x6 m
Rp74.000,00/hari/palingsingkat90ha
4. gudang lapangan
Rp21.000,00/han/paiing singkat 90 ha
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
5. mesin gilas 1,5 sampai dengan 10 ton
Rp188.000,00/hari
6. mesin gilas 10 sampai dengan 18 ton 7. dump truck kecil
Rp223.500.00/hari Rp316.000.00/hari
8. dump truck besar
Rp477.000.00/hari
9. excavator kecil
Rp856.000.00/hari
10. excavator besar
Rp3.491.500.00/hari
11. shovel loader
Rp889.000.00/hari
b. Pemakaian peralatan laboratorium dan mobilisasi: 1. pekerjaan sondir dan pengeboran: 2
Rp175.000,00/tto'k
2
Rp1.250.000,00/t'rtik
a) sondir q.c 150 kg/cm atau paling dalam 25 m b)sondir q.c 400 kg/cm atau paling dalam25 m c) pengeboran tanah sampai kedalaman paling dalam 10 m berikut tes labotarium
Rp500.000.00/titik
d) pengeboran tanah dengan mesin: 1) sampai dengan 10 m
Rp52.500,00/m
2) lebih dari 10 m sampai dengan 20 m
Rp63.500,00/m
3) lebih dari 20 m sampai dengan 30 m
Rp74.000,00/m
4) lebih dari 30 m sampai dengan 40 m
Rp84.250.00/rn
5) lebih dari 40 m sampai dengan 50 m
Rp99.125,00/m
6) lebih dari 50 m sampai dengan 60 m
Rp120.400,00/m
7) lebih dari 60 m sampai dengan 70 m
Rp141.750,00/m
8) lebih dari 70 m sampai dengan 80 m
Rp184.125,00/m
2. pengambilan contoh (sample) tanah asli dengan bor tangan maximal kedalaman 10 m 3. pengambilan contoh tanah dengan bor mesin 4. Standard penetration test 5. pengeboran aspal beton (hotmbc) 6. tespit dan penutupan 7. kepadatan lapangan y d tanah/batuan 8. pengujian mutu (quality control) a) sirtu b) macadam (CBR on place) c) hotmix 9. benkelmen beam 10. kekasatan permukaan (skid resistance) 11. tegangan geser (lapisan antara hotmbc/batu alam) 12. pemecahan batu kali/kapur
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Rp140.000.00/titik Rp46.000.00/contoh Rp46.000.00/contoh Rp50.000.00/contoh Rp126.000.00/contoh Rp35.000.00/titik Rp75.000.00/titik Rp60.000.00/titik Rp130.000.00/titik Rp93.000.00/titik Rp35.000.00/titik Rp27.500.00/contoh Rp23.500.00/contoh
13. pengeboran beton: a) kedalaman sampai dengan 10 cm
Rp225.500,00/titik
b) kedalaman lebih dari 10 cm sampai dengan 20 cm Rp451.000,00/titik c) kedalaman lebih dari 20 cm sampai dengan 30 cm Rp676.500.00/titik 14. pemotongan beton
Rp22.000,00/contoh
15. pemeriksaan, jalan , jembatan dan pengairan: a) pemeriksaan contoh tanah. 1) triaxial
Rp110.000,00/contoh
2) konsolidasi
Rp100.000,00/contoh
3) direct shear
Rp40.000,00/contoh
4) unconfined
Rp20.000,00/contoh
5) hidrometer
Rp60.000,00/contoh
6) analisis saringan
Rp30.000,00/contoh
7) atterberg limit
Rp40.000,00/contoh
8) berat jenis
Rp20.000,00/contoh
9) berat isi
Rp15.000.00/contoh
10) kadar air
Rp15.000,00/contoh
11) permeability
Rp82.000,00/contoh
12) shrinkage limit
Rp44.000,00/contoh
13) percobaan pemadatan
Rp60.000.00/contoh
14) percobaan CBR labotarium
Rp40.000.00/contoh
b) pemeriksaan beton: 1) percobaan mix design beton
Rp364.000,00/contoh
2) slump test (3 x percobaan)
Rp36.500.00/contoh
3) kuat tekan kubus/silinder/paving block
Rp6.000.00/contoh
c) pemeriksaan kualitas semen
Rp95.000.00/contoh
d) pemeriksaan batuan: 1) test kualitas sirtu
Rp200.000.00/contoh
2) test kualitas macadam
Rp150.000.00/contoh
3) test kualitas spleet, screening (hotmix)
Rp144.500.00/contoh
4) test kualitas spleet (beton)
Rp159.000.00/contoh
5) test abu batu
Rp85.000.00/contoh
6) pemeriksaan index kepipihan
Rp35.000.00/contoh
e) pemeriksaan pasir: 1) test kualitas pasir pasang
Rp40.000.00/contoh
2) test kualitas pasir beton
Rp110.000.00/contoh
3) pemeriksaan pasir untuk konstruksi jalan
Rp85.000.00/contoh
f) pemeriksaan aspal beton (hotmix):
1)mix design hotmix
Rp300,000,00/contoh
2) mix design hotmix dan additive
Rp350.000.00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012 •209-
3) test job mix aspal beton g) pemeriksaan kualitas aspal: 1) pemeriksaan aspal emulsi
Rp275.000,00/contoh
2) pemeriksaan aspal cair
Rp286.000,00/contoh
3) pemeriksaan aspal semen
Rp200.000,00/contoh
4) sieve test aspal emulsi
Rp30.000,00/contoh
5) storage stability 24 hour aspal emulsi
Rp30.000,00/contoh
6) cement mixing aspal emulsi
Rp40.000,00/contoh
7) kinematik viscositas aspal
Rp34.000,00/contoh
8) pemeriksaan kadar air aspal (hotrnix) dgn cara destilasi 9) pemeriksaan asbuton/micro asbuton
Rp84.000.00/contoh Rp204.000,00/contoh
10) ekstraksi asbuton/micro asbuton dengan alat soxlet
Rp118.500,00/contoh
h) pemeriksaan kadar gilsonite
Rp75.000,00/contoh
i) pemeriksaan berat jenis semen
Rp21.000,00/contoh
j) pemeriksaan gravity maximum mixture hotmix
Rp45.000,00/contoh
k) pemeriksaan air bersih
Rp58.500,00/contoh
I) pemeriksaan air limbah/sungai
Rp104.000,00/contoh
m) bor klasifikasi
Rp140.000,00/trtik
n) cone penetrometer
Rp56.000.00/titik
0) kualitas tanah
Rp220.000.00/contoh
p) proktor
Rp150.000,00/contoh
q) shalow boring
Rp35.000.00/titik
r) geo listrik
Rp160.800.00/titik
s) seismic per/m/rentang
Rp16.800,00/m
t) vanetest
Rp18.000.00/titik
u) kuat tekan dengan hammer test
Rp3.480.00/titik
v) wheel tracking test
Rp450.000.00/contoh
w) indirect tensile modulus test UTM UMATA
Rp450.000.00/contoh
x) kuat tarik besi beton sampai dengan 25 mm
Rp70.000.00/contoh
Biaya mobilisasi pekerjaan lapangan a) Mobilisasi quality control: 1) test pit dan penutupan 2) pengujian mutu (Quality Control): a)) sirtu b)) macadam (CBR on Place) c)) hotmix
Rp100.000.00/3 titik Rp150.000,00/8 titik Rp150.000.00/10 titik Rp100.000,00/15 titik
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
3) benkelman beam
Rp150.000,00/10 titik
4) kekasatan permukaan (Skid Resistance)
Rp100.000,00/15 titik
5) pengeboran beton
Rp100.000,00/6 Titik
6) kepadatan lapangan
Rp100.000,00/15 titik
7) shallow boring b) Mobilisasi colecting data mekanika tanah:
Rp100.000,00/10 titik
1) sondir Ringan (kapasitas 2,5 tonf)
Rp150.000,00/2 titik
2) bor dangkal (bor tangan)
Rp150.000,00/2 titik
3) sondir berat (kapasitas 10 tonf)
Rp300.000,00/1 titik
4) bor dalam (bor mesin)
Rp300.000,00/1 titik
5) bor klasifikasi
Rp100.000,00/10 titik
6) cone penetrometer
Rp100.000,00/15 titik
c. Pemakaian peralatan ukur 1. Pengukuran (Profile, Uitzet & Peil Control) saluran bentangan lebih kecil atau sama dengan 3 m Rp520,00/m' 2. Pengukuran (Profile, Uitzet & Peil Control) saluran / Kali bentangan lebih besar dari 3 m
Rp550,00/m'
3. Pengukuran jalan (Profile, Uitzet & Peil Control) jalan lebar lebih kecil atau sama dengan 10 m
Rp520,00/m'
4. Pengukuran Jalan (Profile, Uitzet & Peil Control) jalan lebar lebih besar dari 10 m
Rp550,00/m'
5. Pengukuran (Collecting Data, Uitzet & Peil Control) 2
peil lantai bangunan, peil banjir 6. Pengukuran waduk / situ
Rp300,00/ m
2
(Collecting Data.Uitzet &Peil Control)
Rp300,00/ m
7. Pengukuran jembatan (Profile, Uitzet&Peil Control) jembatan
Rp320.000.00/1buah
8. Mobilisasi pengukuran: a) Pengukuran (Profile, Uizet & Peil Control) saluran bentangan lebih kecil atau sama dengan 3 m b) Pengukuran (Uitzet, Peil Control, Profile)
Rp100.000,00/1.000 m'
saluran / Kali bentangan lebih besar dari 3 m
Rp100.000,00/1.000 m'
c) Pengukuran (Jalan/Profile, Utzett, Peil Control) jalan lebar lebih kecil atau sama dengan 10 m
Rp100.000,00/1.000 m'
d) Pengukuran jalan (Profile, Uitzet & Peil Control) jalan lebar lebih besar dari 10 m
Rp100.000,00/1.000 m'
e) Pengukuran (Collecting Data, Uitzet & Peil Control) peil lantai bangunan, peil banjir
2
Rp100.000,00/10.000 m
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
f) Pengukuran waduk/situ (Collecting Data,Uitzet &Peil Control) g) Pengukuran jembatan
2
Rp100.000.00/10.000m
Rp100.000.00/lbuah Jembatan
(Profile, Uitzet & Peil Control) d. Pemakaian peralatan ukur: 1. Pengukuran (Profile, Uitzet & Peil Control) saluran bentangan lebih kecil atau sama dengan 3 m Rp520,00/m' 2. Pengukuran (Profile, Uitzet & Peil Control) saluran / Kali bentangan lebih besar dari 3 m
Rp550,00/m'
Bagian Keenam Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Paragraf 1 Jenis Pelayanan dan Kewajiban Pasal 152 (1) Pelayanan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdiri dari: a. pemakaian peralatan penelitian lingkungan untuk pengambilan contoh pengukuran air dan udara; b. pemakaian peralatan laboratorium; c. izin pembuangan limbah cair; d. izin pembuangan emisi sumber tidak bergerak. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan Pengelolaan Lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan Pengelolaan Lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 153 (1) Pelayanan Pengelolaan Lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) adalah objek Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) huruf a dan b dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) huruf c dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pembuangan
Limbah Cair, Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) huruf d dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Pembuangan Emisi Sumber Tidak Bergerak.
Pasal 154 (1) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) huruf a dan huruf b. (2) Subjek Retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair adalah orang pribadi atau Badan yang mengunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) huruf c. (3) Subjek Retribusi Izin Pembuangan Emisi Sumber Tidak Bergerak adalah orang pribadi atau Badan yang mengunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) huruf d. (4) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) adalah Wajib Retribusi.
raragraT
o
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 155 (1) Tingkat penggunaan jasa pemakaian kekayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (2) diukur berdasarkan jenis alat dan tempat pemakaian, ukuran, contoh dan waktu. <1) Tingkat penggunaan jasa izin Pembuangan Umbari Cair dalam Pasai 153 ayat (3) diukur berdasarkan volume, waktu, jenis usaha dan tingkat pencemaran yang ditimbulkan. (2) Tingkat penggunaan jasa izin Pembuangan Emisi Sumber Tidak. Bergerak dalam Pasai 153 ayat (4) diukur berdasarkan volume, waktu, jenis usaha dan tingkat pencemaran yang ditimbulkan.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Sesarnya Tarif Pasal 156 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pemakaian kekayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan. biaya penyusutan,, angsuran bunga pinjaman, biaya rutin/periodik yang berkaian langsung dengan .penyediaan Jasa. Untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang. pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (3) dengan memperhatikan biaya evaluasi, verifikasi dan pembinaan dalam rangka pengawasan dan pengendalian pencemaran. (3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi Izin Pembuangan Emisi Sumber Tidak Bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (4) dengan memperhatikan biaya evaluasi, verifikasi dan pembinaan dalam rangka pengawasan dan pengendalian pencemaran. Pasal 157 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 adalah sebagai berikut: a. Pemakaian peralatan penelitian lingkungan untuk pengambilan contoh dari pengukuran air dan udara: 1. Pengambilan contoh air a) alat pengambil contoh air
Rp25.000.00/hari
b) alat pengambil contoh benthos
Rp70.000.00/hari
c) alat pengambil contoh plankton
Rp60.000.00/hari
d) alat pengukur kualitas in-situ (pH, suhu, DO, Rp100.000,00/hari
kekeruhan) e) alat pengukur debit
Rp50.000,00/hari
f) botol contoh, kapasitas 5 liter
Rp7.000,00/buah
g) botol contoh, kapasitas 2 liter
Rp7.000,007buah
Pengambilan/pengukuran udara: a) alat pengambil gas (gas sampler)
Rp130.000,00/lokasi/hari
b) alat pengambil debu (high volume)
Rp130.000,00/lokasi/hari
c) alat pengukur CO (NDIR)
Rp150.000,00/lokasi/hari
d) alat pengukur SO (UV-Fluoresence)
Rp150.000,00/lokasi/hari
e) alat pengukur NO (Chemiluminesence)
Rp150.000,00/lokasi/hari
f)
Rp200.000.00/lokasi/hari
alat pengukur 0 (UV-AdsoRption) 3
g) alat pengukur debu (B-ray)
Rp200.000,00/lokasi/hari
h) alat pengukur HC (FID)
Rp200.000,00/lokasi/hari
i)
alat pengukur emisi kendaraan
Rp400.000.00/lokasi/hari
j)
alat pengukur emisi industri
Rp750.000,00/lokasi/hari
k) alat pengukur gas (tube detector) I)
Rp70.000,00/lokasi/hari
alat pengukur temperatur dan kelembaban Rp50.000,00/lokasi/hari
m) alat pengukur arah dan kecepatan angin
Rp80.000,00/lokasi/hari
n) alat pengukuran kebisingan
Rp150.000,00/lokasi/hari
o) mobil labotarium dan peralatan pengujian
Rp2.000.000.00/lokasi/hari
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
p) alat pengukur partikular
Rp500.000.00/lokasi/hari
q) alat pengukur vibrasi
Rp150.000,00/lokasi/hari
b. Pemakaian peralatan labotarium: 1. Analisa air: a) fisis: 1) daya hantar listrik
Rp7.000.00/contoh
2) kekeruhan
Rp7.000.00/contoh
3) warna
Rp20.000.00/contoh
4)suhu
Rp3.000,00/contoh
5) salinitas
Rp5.000,00/contoh
6) kecerahan
Rp5.000,00/contoh
b) kimiawi: 1) alkalinity/acidity
Rp10.000,00/contoh
2) carbondioksida/bicarbonation
Rp10.000.00/contoh
3) chlorida
Rp5.000,00/contoh
4) ammonia bebas
Rp17.500.00/contoh
5) ammonia total
Rp17.500.00/contoh
6) nitrat
Rp15.000.00/eontoh
7) nitrit
Rp15.000,00/contoh
8)pH
Rp15.000.00/contoh
9) phosphat
Rp15.000,00/contoh
10) sulfifda
Rp15.000.00/contoh
11) sulfat
Rp15.000.00/contoh
12) sulfrt
Rp15.000.00/contoh
13) kesadahan total
Rp15.000,00/contoh
14) fluorida
Rp15.000,00/contoh
15) kesadahan calsium (CaC0 )
Rp10.000,00/contoh
3
16) kesadahan magnesium / Mg(CaC0 )
Rp10.000,00/contoh
17) lumpur kasar
Rp15.000,00/contoh
18) zat padat tersuspensi
Rp15.000,00/contoh
19) zat padat total
Rp15.000,00/contoh
20) zat padat terlarut
Rp15.000,00/contoh
21) chlorine
Rp15.000,00/contoh
22) zat padat terendapkan
Rp15.000,00/contoh
3
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c) khusus: 1) COD (kebutuhan oksigen kimiawi)
Rp35.000,00/contoh
2) BOD (kebutuhan oksigen biologi)
Rp35.000.00/contoh
3) DO (oksigen terlarut)
Rp15.000,00/contoh
4) organic (nilai KMn0 )
Rp15.000,00/contoh
4
5) detergent (ekstract carbon chloroform) Rp60.000.00/contoh 6) minyak dan lemak
Rp90.000.00/contoh
7) phenol
Rp30.000.00/contoh
8) cyanida
Rp20.000,00/contoh
9) silikat (Si 0 ) 2
Rp20.000.00/contoh
d) logam: 1)
natrium (Na)
Rp20.000,00/contoh
2)
kalium (K)
Rp20.000,00/contoh
3)
calsium (Ca)
Rp20.000.00/contoh
4)
magnesium (Mg)
Rp20.000.00/contoh
5)
barium (Ba)
Rp30.000,00/contoh
6)
besi (Fe)
Rp20.000,00/contoh
7)
chromium (Cr)
Rp20.000,00/contoh
8)
chromium hexavalent
Rp15.000,00/contoh
9)
tembaga
Rp20.000.00/contoh
10) mangan (Mn)
Rp20.000.00/contoh
11) nikel(Ni)
Rp20.000.00/contoh
12) timah hitam (Pb)
Rp20.000.00/contoh
13) seng (Zn)
Rp20.000.00/contoh
14) cadmium (Cd)
Rp20.000.00/contoh
15) alumunium (Al)
Rp30.000.00/contoh
16) arsen (As)
Rp50.000,00/contoh
17) boron (Bo)
Rp50.000,00/contoh
18) air raksa (Hg)
Rp45.000,00/contoh
19) selenium (Se)
Rp50.000.00/contoh
20) silver (Ag)
Rp50.000.00/contoh
21) strontium (Sr)
Rp50.000.00/contoh
22) cobalt (Co)
Rp50.000.00/contoh
23) distruksi logam berat
Rp70.000,0G/contoh
e) Mikrobiologi: 1) escherichia coli
Rp130.000.00/contoh
2) MPN Fecal Coliform
Rp50.000.00/contoh
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
f)
3) MPN Colrform
Rp50.000,007contoh
4) total plate count
Rp35.000,00/contoh
5) jamur
Rp50.000,00/contoh
6) bakteri pathogen
Rp50.000,00/contoh
7) bentos
Rp100.000,00/contoh
8) plankton
Rp75.000.00/contoh
9) test antibiotika
Rp250.000,00/contoh
Toksikologi: Rp1.500.000.00/contoh
1) bioassay test 2) pestisida untuk semua jenis: a)) formulasi
Rp700.000.00/contoh
b)) residu
Rp1.000.000,00/contoh
3) senyawa organik non pestisida
Rp800.000.00/jenis
4) uji karateristik limbah B3
Rp50.000.00/contoh/jeni!
5) ekstraksi lindi limbah B3
Rp75.000.00/contoh/jenij
6) TCLP (Toxicrty Characteristic Leaching Prosedure) Rp1.000.000.00/contoh 7) TCLP (logam berat) metode SSA Rp60.000.00/contoh/jeni 2. Analisa padat: a) kadar air
Rp30.000 00/contoh
b) kadar abu
Rp30.000 00/contoh
c) nilai kalor
Rp150 000 ,00/contoh
d) nitrogen total (kyedahl)
Rp40.000 00/contoh
e) lemak
Rp70.000 00/contoh
f) phosphat
RpSO.OOO 00/contoh
g) total organik content (titrasi)
Rp40.000 00/contoh
h) kadar logam dalam lumpur /padat (Fe, Cu, Pb, Cd, Cr. Zn. Ni, Mn. Ca, Mg, Na, K)
Rp40.000 00/contoh/jen
i) kadar Hg.As.Ag.AI.Co.Se, dalam lumpur/padat
Rp70.000 00/contoh/jen
j) destruksi padatan
Rp90.000.00/contoh
3. Analisa udara: a) gas carbon monoksida (Co)
Rp60.000.00/contoh
b) gas carbon dioksida (C02)
Rp60.000,00/contoh
c) gas sulfur dioksida (S0 )
Rp50.000,00/contoh
2
d) gas nitrogen dioksida (N0 )
Rp50.000,00/contoh
e) gas chlor (CI2)
Rp50.000,00/contoh
2
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
f) gas ammonia (NH3) g) gas hidrogen sufffda (H S)
Rp50.000.00/contoh
h) gas hidrocarbon (HC) 0 gas ozone/oksidan
Rp50.000.00/contoh
Rp50.000.00/contoh
2
j)
Rp90.000.00/contoh Rp250.000.00/contoh
partikel/debu 24 jam
Rp100.000,00/contoh
k) partikel/debu 8 jam D logam dalam debu
Rp80.000.00/contoh
m) silikat dalam debu
Rp80.000.00/contoh
n) S 0 dalam debu
Rp80.000.00/contoh
o) opasitas P) hidrogen florida
Rp100.000.00/contoh
q) gas clorin r) hidrogen florida
Rp100.000.00/contoh
s) total sulfur tereduksi t) partikular emisi cerobong
Rp50.000.00/contoh
u) vibrasi v) kebisingan
Rp75.000.00/contoh
2
Rp50.000.00/contoh Rp50.000.00/contoh Rp100.000.00/contoh Rp75.000.00/contoh
c. Izin pembuangan limbah cair
Rp100.000.00/izin
d. Izin pembuangan emisi sumber tidak bergerak
Rp100.000.00/izin
Bagian Ketujuh Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas Paragraf 1 Jenis pelayanan dan kewajiban Pasal 158 (1) Pelayanan Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas terdiri dari: a. pemakaian peralatan penerangan jalan umum; b. izin penempatan jaringan utilitas dan bangunan pelengkap. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 159 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) huruf a dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) huruf b dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Penempatan Jaringan Utilitas dan Bangunan Pelengkap. Pasal 160 (1) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud Pasal 158 ayat (1) huruf a. \2) Subjek Retribusi Izin Penempatan Jaringan Utilitas dan Bangunan Pelengkap adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud Pasal 158 ayat (1) huruf b. (3) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Wajib Retribusi. Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 161 (1) Tingkat penggunaan jasa Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (2) diukur berdasarkan lokasi, kapasitas, jenis, berdasarkan diameter jaringan, panjang jaringan, jenis, satuan dan waktu pemakaian. (2) Tingkat penggunaan jasa Izin Penempatan Jaringan Utilitas dan Bangunan Pelengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (3) diukur berdasarkan lokasi, jenis, ketinggian dan waktu. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 162 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa, untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar serta biaya pengawasan dan
pengendalian. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2)
Prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi Izin Penempatan Jaringan Utilitas dan Bangunan Pelengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya transportasi, biaya survei, biaya pengawasan dan pengendalian serta pembinaan.
Pasal 163 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Pemakaian peralatan penerangan jalan umum: Mobil tangga sampai dengan 8 jam: a. Pemerintah
Rp 135.000,00
b. BUMN/BUMD
Rp 230.000,00
c. Swasta
Rp 320.000,00
d. Lebih dari 8 jam dikenakan tambahan biaya per jam
Rp 45.000,00
b. Penyediaan tanah untuk penempatan utilitas dibawah tanah. 1. Kabel dan Pipa menggunakan bangunan Koker: Rp5.000,00/meter/tahun
a) kabel b) pipa: 1) diameter sampai dengan 300 milimeter
Rp5.000.00/meter/tahun
2) diameter 301 sampai dengan 500 milimeter
Rp15.000,00/meter/tahun
2. Kabel dan pipa tanpa menggunakan bangunan koker: Rp1.000.00/meter
a) kabel b) pipa: 1) diameter sampai dengan 300 milimeter
Rp700,00/meter
2) diameter 301 sampai dengan 500 milimeter
Rp1.200.00/meter
3) diameter 501 sampai dengan 1000 milimeter
Rp4.000.00/meter
4) diameter lebih dari 1000 milimeter
Rp10.000.00/meter
3. Bangunan koker, manhole, handhole dan Rp10.000,00/meterVtahun
bak vatve 4. Bangunan pelengkap: a) tiang tinggi, paling tinggi 12 m
Rp100.000.00/titik
b) menara dan tower tinggi, paling tinggi 50 m
Rp5.000.000.00/lokasi
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pertamanan Paragraf 1 Jenis pelayanan dan kewajiban Pasal 164 (1) Pelayanan pertamanan terdiri dari: a. pemakaian lokasi taman dan jalur hijau; b. pemakaian peralatan pertamanan; c. izin penebangan pohon pelindung. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan pertamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan pertamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 165 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (1) adalah Objek yang dikenakan Retribusi. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (1) dipungut Retribusi Jasa Usaha dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. (3) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (1) dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Izin Penebangan Pohon Pelindung.
Pasal 166 (1) Subjek Retribusi Pelayanan Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (2). (2) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (3). (3) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Wajib Retribusi.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 167 (1) Tingkat penggunaan jasa pemakaian kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (2) diukur berdasarkan lokasi, luas, kapasitas dan waktu penggunaan. (2) Tingkat penggunaan jasa pelayanan perizinan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (3) diukur berdasarkan diameter dan jumlah pohon.
Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 168 (1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa pemakaian kekayaan Daerah fasilitas/sarana/peralatan pertamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (2) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya rutin/periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa, untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis, serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. (2) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi perizinan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (3) adalah dengan memperhatikan biaya pengawasan, pengendalian dan pembinaan.
Pasal 169 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Pemakaian lokasi taman dan jalur hijau untuk: 1. Shooting film: a) 1 sampai dengan 2 hari
Rp1.250.000,00/lokasi
b) 3 sampai dengan 4 hari
Rp2.000.000,007lokasi
c) 5 sampai dengan 8 hari
Rp2.500.000,007lokasi
d) diatas 8 hari dikenakan biaya tambahan
Rp250.000,00/hari/lokasi
2. Bazar, perlombaan, sarasehan, pameran acara ritual dan kegiatan lainnya: a) b)
2
sampai dengan 1000 m
1.001 sampai dengan 5.000 m
Rp1.000.000,00/5 hari/lokasi 2
Rp1.500.000,00/5 hari/lokasi 2
c) 5.001 sampai dengan 10.000 m
Rp2.000.000,00/5 hari/lokasi
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d)
2
10.001 sampai dengan 25 000 m 2
e) 25.000 m keatas f)
Rp2.500.000,00/5 hari/lokasi Rp3.000.000,00/5 hari/lokasi
setiap penambahan per hari pemakaian ditambah biaya 20% (dua puluh persen) dari biaya pokok tarif.
3. pemakaian lokasi taman untuk perkemahan: a) pelajar, pramuka, mahasiswa
Rp1.000,00/orang/hari
b) umum
Rp2.000,00/orang/hari
4. penggunaan lokasi taman/jalur hijau untuk bedeng proyek (Direksi Keet) dan sejenisnya 2
a) 0 sampai dengan 15 m
Rp50.000,00/hari/lokasi 2
Rp75.000.00/hari/lokasi
2
Rp100.000,00/hari/lokasi
b) 16 sampai dengan 30 m c) 31 sampai dengan 50 m
d) setiap penambahan 5 m diatas 50 m
2
2
Rp5.000.00/hari/lokasi
5. penggunaan lokasi taman/jalur hijau untuk material pekerjaan proyek dan sejenisnya: a) sampai dengan 100 m
2
Rp100.000,00/hari/lokasi 2
Rp150.000,00/hari/lokasi
2
Rp250.000.00/hanVlokasi
b) 101 sampai dengan 200 m c) 201 sampai dengan 300 m d) lebih dari 300 m
2
e) setiap penambahan 10 m diatas 300 m
Rp300.000.00/hari/lokasi 2
2
Rp100.000,00/hari/lokasi
6. pemakaian lokasi taman dan jalur hijau pada titik lubang tiang umbul-umbul
Rp3.000.00/hari/lubang
b. Pemakaian peralatan pertamanan: 1. Tenda kemah a) pelajar dan mahasiswa: 1) ukuran 2 orang
Rp5.000.00/hari/unit
2) ukuran 6 orang
Rp7.500.00/hari/unit
3) ukuran 10 orang
Rp10.000.00/hari/unit
b) umum: 1) ukuran 2 orang
Rp10.000.00/hari/unit
2) ukuran 6 orang
Rp15.000,00/hari/unit
3) ukuran 10 orang
Rp20.000.00/hari/unit
2, Tiang umbul-umbul
Rp3,000,00/hari/unlt
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
c. Izin penebangan pohon pelindung khususnya pohon yang sehat: 1. Milik Pemda dengan izin: a) diameter sampai dengan 30 cm
Rp5.000,00/cm
b) diameter di atas 30 cm
Rp10.000,00/cm
2. Milik sendiri dengan izin: a) diameter sampai dengan 30 cm
RpO.OO
b) diameter di atas 30 cm
RpO.OO
3. Izin sebagaimana dimaksud angka 1 dan angka 2 diberikan untuk pohon yang sehat dengan syarat mengganti pohon yang ditebang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Kesembilan Pertanahan dan Pemetaan Paragraf 1 Jenis pelayanan dan kewajiban Pasal 170
(1) Pelayanan Pertanahan dan Pemetaan terdiri dari: a. informasi peta; b. informasi pengukuran; c. jasa pemetaan; d. jasa validasi hasil pengukuran; e. Surat Izin Bekerja Ahli Pengukuran dan Pemetaan Kota (SIBAPPK); f.
informasi P4-T (Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah);
g. rekomendasi SIPPT; h. pemakaian peralatan pengukuran dan pemetaan. (2) Setiap orang pribadi atau Badan yang memerlukan pelayanan pemetaan dan pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Untuk mendapatkan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Paragraf 2 Objek, Golongan, Nama dan Subjek Pasal 171 (1) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) adalah objek yang dikenakan Retribusi. (2) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) huruf a dan huruf b dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Pemeliharaan data dan Penggantian Biaya Cetak Peta. (3) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g, dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Jasa Pemetaan, Pengukuran dan Pertanahan. (4) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) huruf e dipungut Retribusi Perizinan Tertentu dengan nama Retribusi Surat Izin Bekerja Ahli Pengukuran dan Pemetaan Kota (SIBAPPK). (5) Atas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) huruf h dipungut Retribusi Jasa Umum dengan nama Retribusi Pelayanan Peralatan Pengukuran dan Pemetaan.
Pasal 172 (1) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau menikmati pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat(1). (2) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Retribusi.
Paragraf 3 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 173 (1) Tingkat penggunaan jasa Pemeliharaan data dan Penggantian Biaya Cetak Peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (2) diukur berdasarkan tingkat akurasi, media cetak, skala, ukuran, jenis, teknis pencetakan dan jumlah peta. (2) Tingkat penggunaan Jasa Pemetaan, Pengukuran dan Pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (3) diukur berdasarkan tingkat akurasi, lokasi, skala, ukuran, jenis, teknis pelaksanaan dan hari orang kerja (HOK).
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(3)
Tingkat penggunaan jasa Retribusi Pemberian Surat Izin Bekerja Ahli Pengukuran dan Pemetaan Kota (SIBAPPK) sebagaimana dimaksud pada Pasal 171 ayat (4) diukur berdasarkan jenis pekerjaan, tingkat keahlian dan jangka waktu. (4) Tingkat penggunaan jasa Retribusi Pelayanan Peralatan Pengukuran dan Pemetaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 171 ayat (5) diukur berdasarkan spesifikasi teknis, jenis dan jumlah alat. Paragraf 4 Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 174 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi pelayanan Pertanahan dan Pemetaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) adalah dengan memperhatikan biaya investasi, biaya cetak peta, biaya survei, biaya pengukuran/pematokan, biaya operasional dan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan.
Pasal 175 Struktur dan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Informasi peta: 1. Cetakan peta dasar atau peta administrasi (hard copy): a) cetakan biru
Rp5,00/cm
2
b) cetak komputer hitam putih (kertas Standard HVS 90 gr.)
Rp25,00/cm
2
c) cetak komputer berwarna (kertas Standard HVS 90 gr.)
Rp45,00/cm
2
2. Salinan peta dasar dan peta administrasi (soft copy) dalam Compact Disc (CD) •
format data raster (.ttf, .bmp, .wmf dlll) dalam Compact Disc (CD)
Rp200,00/kilobyte
3. Cetakan peta foto udara (hard copy): a) cetakan photografi (23x23)
2
Rp100,00/cm
2
b) cetak komputer hitam putih (kertas Standard HVS 90 gr.)
Rp65,00/cm
2
Rp95,00/cm
2
c) cetak komputer berwarna (kertas Standard HVS 90 gr.)
4. Salinan peta foto udara (soft copy) dalam Compact Disc (CD) - format data raster (.ttf, .bmp, .wmf dlll) dalam Compact Disc (CD)
Rp250,00/kilobyte
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b. Informasi pengukuran:
c.
1. informasi titik dasar teknis orde 2
Rp45.000,007titik
2. informasi titik dasar teknis orde 3
Rp30.000.00/titik
Jasa pemetaan: 1. Jasa pembuatan peta tematik, dihitung dengan rumus:
T= n x - ^ - ( 0 . 2 5 ) - ' xl.S0U
2. Jasa pembuatan peta orthopoto, dihitung dengan rumus:
r =0.32x^x1.501/ S 0
3. Jasa pembuatan peta peta garis secara photogrametris, dihitung dengan rumus:
4. Jasa pengolahan citra satelit, dihitung dengan rumus: T = kx 0.011x1.50U
d. Jasa validasi hasil pengukuran: 1. Validasi hasil pengukuran kerekayasaan (engineering) yang terdiri dari: a) penentuan posisi koordinat (X,Y), dihitung dengan rumus: T = 10% x (BP - PPh)
b) pengukuran ketinggian peil (z), profil, cutt & fiil, konstruksi jalan, saluran, jembatan dan pekerjaan ke P.U-an lainnya , dihitung dengan rumus: T = 10% x (BP - PPh)
c) pengukuran dan penggambaran rencana kota, dihitung dengan rumus: T = 10% x (BP - PPh) Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
d) pengukuran hidrografi dan kelautan, dihitung dengan rumus: T
m
10% x (BP - PPh)
e) pengukuran jaringan utilitas, dihitung dengan rumus: T = 10% x (BP - PPh) 2. Validasi hasil pengukuran bidang tanah yang terdiri dari: a) pengukuran rincikan bidang tanah, dihitung dengan rumus:
T = 12.5% x (BP - PPh)
b) pengukuran pertelaan, dihitung dengan rumus: T
m
12.5% x (BP - PPh)
c) pengukuran SIPPT, dihitung dengan rumus:
T = 12.5% x (BP - PPh)
Surat Izin Bekerja Ahli Pengukuran dan Pemetaan Kota (SIBAPPK): Rp150.000.00/tahun 1. surat izin bekerja bagi surveyor kadastral; 2. surat izin bekerja bagi asisten surveyor kadastral;
Rp100.000.00/tahun
3. surat izin bekerja bagi ahli pemetaan kota;
Rp100.000.00/tahun
4. surat izin bekerja bagi asisten ahli pemetaan kota.
Rp75.000.00/tahun
Informasi P4-T:
1. informasi pemilikan tanah, dengan rumus: 1
T = nxD(0.\y
xOA25U
2. informasi penguasaan tanah, dengan rumus: x
T = nxD(0.\y
xO.\25U
3. informasi penggunaan tanah, dengan rumus: l
T = nxD(0.\y
x0.125£/
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
4. informasi pemanfaatan tanah, dengan rumus: 1
r = «x£>(0.1)- xOA25U g.
Rekomendasi SIPPT:
T = 0.45% x (NPT) h.
Pemakaian peralatan pengukuran dan pemetaan: HP+(25%xHP) #365
BAB VII WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 176 Wilayah Pemungutan Retribusi adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
BAB VIII TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 177 (1) Pemungutan Retribusi Daerah tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IX PENDAFTARAN DAN PENDATAAN Pasal 178 (1) Setiap Wajib Retribusi baik yang berdomisili di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta maupun yang berdomisili di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan memiliki objek retribusi di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta wajib menyampaikan data Objek dan Subjek Retribusi. (2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bahan pendataan bagi unit pemungut retribusi.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(1) Penetapan besarnya retribusi terutang dihitung berdasarkan atas perkalian antara tarif dengan tingkat penggunaan jasa. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas permohonan yang diajukan Wajib Retribusi. (3) Atas penetapan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (4) Terhadap Wajib Retribusi yang tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan setelah diadakan pemeriksaan maka diterbitkan SKRD secara Jabatan dengan pengenaan retribusi sebesar jumlah pokok retribusi yang terutang ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus per teratai) dari pokok retribusi yang terutang. (5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diketemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap, menyebabkan penambahan retribusi yang terutang, maka diterbitkan SKRD Tambahan dengan pengenaan retribusi sebesar jumlah pokok retribusi tambahan yang terutang ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50 % (lima puluh per seratus) dari pokok retribusi tambahan yang terutang.
Pasal 180 (1) Bentuk dan isi SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan SKRD Jabatan, SKRD Tambahan ditetapkan oleh Gubernur. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penetapan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. BAB XI PEMBAYARAN Pasal 131 (1) Pembayaran Retribusi dilakukan di Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan: a. SKRD; b. Dokumen lainnya yang dipersamakan; c. SKRD Jabatan; d. SKRD Tambahan; e. STRD. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Jatuh tempo pembayaran, tempa! pembayaran, penyelesaian pembayaran, penundaan pembayaran, dan bentuk dan isi STRO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur. (3) Dalam hal Wajib Retribusi tidak dapat memenuhi pembayaran secara lunas/sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf e Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. (4) Tata cara penyelesaian pembayaran secara angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur. (5) Dalam hal Wajib Retribusi tidak dapat membayar retribusi sesuai dengan waktu pembayaran yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d dan huruf e Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. (6) Tata cara penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Gubernur. (7) Apabila pembayaran retribusi dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan sebagaimana dimaksud ayat (2), ayat (4), dan ayat (6) atau kurang membayar, maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang, yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (8) Bentuk dan isi STRD ditetapkan oleh Gubernur.
BAB XII PEMBUKUAN DAN PELAPORAN Pasal 182 (1) SKRD, dokumen lainnya yang dipersamakan, SKRD Tambahan, SKRD Jabatan dan STRD dibukukan menurut golongan, jenis dan ruang lingkup. (2) Tata cara pembukuan ditetapkan oleh Gubernur.
Pasal 183 Tata cara pelaporan penerimaan retribusi ditetapkan oleh Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB XIII PENAGIHAN Pasal 184 (1) Surat
peringatan/surat teguran
merupakan
awal tindakan
pelaksanaan
penagihan retribusi. (2) Penerbitan surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran dimaksud dalam SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan dan STRD (3) Penerbitan surat teguran wajib dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan dan STRD. (4) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran, Wajib Retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang. (5) Bentuk, isi surat peringatan dan surat teguran ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. (6) Pejabat yang berwenang melakukan penagihan bertanggung jawab sepenuhnya dalam hal penagihan retribusi menurut Peraturan Daerah ini. BAB XIV KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 135 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. (2) Kadarluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. Diterbitkan Surat Teguran, atau; b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (3) Tata cara penentuan kadaluwarsa penagihan retribusi ditetapkan oleh Gubernur. (4) Pejabat yang berwenang melakukan penagihan wajib memberi pertanggungjawaban mengenai terjadinya kadaluarsa atas penagihan retribusi. BAB XV PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI Pasal 186 (1) Piutang Retribusi yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 dapat dilakukan penghapusan. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Piutang retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan permohonan penghapusan piutang dari Dinas Pendapatan Daerah. (3) Permohonan penghapusan piutang retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya harus memuat: a. Nama dan alamat Wajib Retribusi b. Jumlah Piutang Retribusi c. Tahun Retribusi (4) Permohonan penghapusan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan melampirkan: a. Bukti salinan/tindasan SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan dan STRD; b. Surat keterangan dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah bahwa piutang retribusi tersebut tidak dapat ditagih lagi; c. Daftar piutang retribusi yang tidak tertagih. (5) Berdasarkan permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur menetapkan penghapusan piutang retribusi dengan terlebih dahulu mendapat pertimbangan Tim yang dibentuk oleh Gubernur. (6) Pelaksanaan lebih lanjut penghapusan Piutang Retribusi ditetapkan oleh Gubernur.
BAB XVI KEBERATAN Pasal 187 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal ketetapan retribusi diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (4) Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan Gubernur tidak menetapkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (tiga) maka ketaratan yang diajukan tersebut dianggap diterima. (5) Kewajiban untuk membayar retribusi tidak tertunda dengan mengajukan surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB XVII PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 188 (1) Gubernur dapat memberikan pengurangan, keringanan d a r , M " * * » retribusi atas permohonan atau tanpa adanya permohonan dan Waj.b Retnbus, terhadap hal-hal tertentu. (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Gubernur.
BAB
\B
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 189 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pembetulan terhadap SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan dan STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Daerah. (2) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat: a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Retribusi atau bukan karena kesalahannya. b. Mengurangkan atau pembatalan, ketetapan retribusi yang tidak benar. (3) Permohonan pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus disampaikan secara tertulis kepada Gubernur paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan dan STRD dengan memberitahukan alasan yang jelas. (4) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan diterima harus memberikan keputusan. (5) Apabila setelah lewat 3 (tiga) bulan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, maka permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atau pembatalan ketetapan retribusi dianggap diterima. Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. (2) Gubernur dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Gubernur tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai hutang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Gubernur memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua per seratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi. (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. BAB XX PEMERIKSAAN Pasal 191 (1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah ini. (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan Objek Retribusi; b. Memberikan kesempatan kepada petugas yang ditunjuk untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; c. Memberikan keterangan yang dianggap perlu. (3) Tata cara pemeriksaan retribusi sebagimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tesebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. Menerima, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah. c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan, bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, melalui Penyidik Pajabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB XXI! KETENTUAN PIDANA Pasal 193 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terutang. (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran tindak pidana retribusi.
BAB XXIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 194 (1) Gubernur dapat menetapkan penyesuaian tarif retribusi jasa umum dan jasa usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini, apabila penyediaan jasa dimaksud menggunakan bahan/barang pakai habis yang harganya relatif cepat berubah. (2) Penetapan penyesuaian tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 195 (1) Semua hasil pungutan Retribusi Daerah sebagimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini harus disetor ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Kepada setiap unit pemungut Retribusi Daerah agar mencantumkan jenis pelayanan dan besaran tarif Retribusi Daerah di tempat yang mudah terlihat oleh Wajib Retribusi sesuai dengan bidang tugas pelayanan masing-masing unit pemungut.
Pasal 196 Pemungutan Retribusi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, baik administrasi maupun teknis pemungutannya, dilaksanakan di bawah koordinasi Dinas Pendapatan Daerah.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
B A B )©CiV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 197 Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Ketentuan Pelaksanaan sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diubah berdasarkan Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku.
BAB XXV KETENTUAN PENUTUP Pasal 198 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah ini diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Gubernur atau Keputusan Gubernur.
Pasal 199 Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini maka: a. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 21); b. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2000 Nomor 43); c. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1999 (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 81); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pasal 200 Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
24
Februari
2006
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
SUTI YOSO Diundangkan di Jakarta padatanggal 27 Februari 2006
/
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERA KHUSUS IBUKOT^AKAR/A,
H. R I T O L AV, p M A Y A
N I P 14009J1657
LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2006 NOMOR 1.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA NOMOR 86 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH PELAYANAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang : a.
bahwa berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 32 Tahun 2001, telah ditetapkan Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Dinas Pemadam Kebakaran di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; b. bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah dan Peraturan Gubernur Nomor 126 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Daerah, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Keputusan Gubernur Nomor 32 Tahun 2001 sebagaimana tersebut pada huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan, sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta untuk menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas dan peningkatan pelayanan dalam rangka pemungutan retribusi daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Mengingat : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000; Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
10. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006; 11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Pendapatan Lain-lain; 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 15. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 16. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah; 17. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah; 18. Keputusan Gubernur Nomor 9 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 19. Keputusan Gubernur Nomor 108 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2007; 20. Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2005 tentang Pengadaan dan Pengendalian Benda-benda Berharga sebagai Sarana Pemungutan Retribusi Daerah; 21. Peraturan Gubernur Nomor 126 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Daerah.
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH PELAYANAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
2. 3.
Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; Badan Pengawasan Daerah adalah Badan Pengawasan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 4. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 5. Kepala Dinas Pendapatan Daerah adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 6. Dinas Pemadam Kebakaran adalah Dinas Pemadaman Kebakaran Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 7. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran adalah Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 8. Biro Keuangan adalah Biro Keuangan pada Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 9. Kepala Biro Keuangan adalah Kepala Biro Keuangan pada Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 10. Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah adalah Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 11. Suku Dinas Pemadam Kebakaran adalah Suku Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 12. Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran adalah Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 13. Unit Pelaksana Teknis Laboratorium yang selanjutnya disingkat UPT Laboratorium adalah Unit Pelaksana Teknis Laboratorium pada Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 14. Kepala Unit Pelaksana Teknis Laboratorium yang selanjutnya disingkat Kepala UPT Laboratorium adalah Unit Pelaksana Teknis Laboratorium pada Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 15. Unit Pelaksana Teknis Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kebakaran yang selanjutnya disingkat UPT Pusdiklatkar adalah Unit Pelaksana Teknis Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kebakaran pada Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 16. Kepala Unit Pelaksana Teknis Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kebakaran yang selanjutnya disingkat Kepala UPT Pusdiklatkar adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kebakaran pada Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 17. Bendahara Penerimaan adalah setiap orang yang ditunjuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Dinas Pemadam Kebakaran; 18. Bendahara Penerimaan Pembantu adalah setiap orang yang ditunjuk menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Suku
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Dinas/UPT Laboratorium/UPT Pusdiklatkar di lingkungan Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 19. Retribusi Daerah Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah yang dilakukan oleh Dinas Pemadam Kebakaran sebagai pembayaran atas jasa yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Dinas Kebakaran untuk kepentingan orang pribadi atau badan; 20. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundangundangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu; 21. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai dengan kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya; 22. Penghitungan Retribusi Daerah adalah rincian besarnya retribusi yang harus dibayar oleh Wajib Retribusi baik pokok Retribusi, bunga, tambahan pembayaran retribusi, kelebihan pembayaran retribusi, maupun sanksi administrasi; 23. Surat Ketetapan Restribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya retribusi daerah terutang yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Wajib Retribusi; 24. Surat Ketetapan Restribusi Daerah Jabatan yang selanjutnya disingkat SKRD Jabatan adalah surat ketetapan retribusi daerah terutang yang diterbitkan karena jabatan oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Retribusi tidak mengajukan permohonan pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 25. Surat Ketetapan Restribusi Daerah Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRD Tambahan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi daerah terutang yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap; 26. Piutang Retribusi Daerah adalah retribusi yang tidak dilunasi oleh Wajib Retribusi sampai batas waktu bayar dan merupakan tagihan kepada Wajib Retribusi beserta sanksi administrasi baik berupa bunga, dan/atau denda yang harus dilunasi oleh Wajib Retribusi yang tercantum dalam SKRD Tambahan, SKRD Jabatan, dan STRD sebagai akibat pemberian jasa/pelayanan yang sudah diberikan oleh Pemerintah Daerah; 27. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat dengan STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi terutang dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda; 28. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang dapat disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang; 29. Surat Pembayaran Angsuran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPARD adalah surat yang digunakan untuk membayar retribusi secara angsuran yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pemadam kebakaran sesuai dengan surat pernyataan kesanggupan pembayaran secara angsuran;
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
30. Surat Keputusan Persetujuan/Penolakan Pembayaran Angsuran Retribusi Daerah adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pemadam kebakaran yang memuat persetujuan atau penolakan permohonan pembayaran secara angsuran yang diajukan oleh Wajib Retribusi; 31. Surat Pernyataan Kesanggupan Pembayaran Angsuran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPKPARD adalah surat pernyataan yang dibuat oleh Wajib Retribusi yang menyatakan kesanggupan pembayaran retribusi daerah Secara Angsuran; 32. Sistem Informasi Pemungutan Retribusi Daerah adalah sistem yang menghubungkan kegiatan pemungutan retribusi daerah antara Dinas Pemadam Kebakaran dengan Sistem Informasi Dinas Pendapatan Daerah; 33. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah.
BAB II JENIS PELAYANAN DAN SARANA PEMUNGUTAN Pasal 2 (1) Jenis pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran terdiri dari : a. penelitian gambar rencana dan/atau pengujian akhir pemasangan instalasi proteksi kebakaran dan pemeriksaan persyaratan pencegahan kebakaran pada pelaksanaan pembangunan gedung dalam rangka penggunaan gedung; b. pemeriksaan berkala atas kelengkapan sarana proteksi kebakaran, sarana penyelamatan jiwa dan ancaman bahaya kebakaran yang ada pada bangunan gedung termasuk B3 paling rendah luas 200 (dua ratus) m2; c. pengujian alat pemadam api ringan; d. pengujian peralatan pencegah dan pemadam kebakaran di luar alat pemadam api ringan; e. pengujian perlengkapan pokok pemadam kebakaran; f. pemakaian mobil pompa dan mobil tangki; g. pemakaian mobil tangga dan motor pompa; h. pemakaian gedung dan peralatan pada pusat pelatihan ketrampilan tenaga kebakaran; i. pemakaian korps musik. (2) Pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut retribusi dengan menggunakan sarana pemungutan berupa : a. SKRD; b. SKRD Jabatan; c. SKRD Tambahan.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB III PENGADAAN, PENGESAHAN DAN PENDISTRIBUSIAN SARANA PEMUNGUTAN Pasal 3 (1) Rencana kebutuhan sarana pemungutan berupa SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD disampaikan oleh Dinas Pemadam Kebakaran kepada Dinas Pendapatan Daerah. (2) Pengadaan sarana pemungutan retribusi berupa SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah. (3) Sarana pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah penggunaannya setelah dilegalisasi oleh Dinas Pendapatan Daerah. (4) Pendistribusian sarana pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Dinas Pendapatan Daerah berdasarkan permohonan kebutuhan Dinas Pemadam Kebakaran.
BAB IV PEMUNGUTAN Bagian Kesatu Pendaftaran dan Pendataan Pasal 4 (1) Dinas Pemadam Kebakaran, Suku Dinas Pemadam Kebakaran, UPT Laboratorium dan UPT Pusdiklatkar wajib melakukan pendataan terhadap obyek dan subyek retribusi pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran sebagai data awal yang disusun dalam bentuk data induk. (2) Data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari pendaftaran pelayanan Wajib Retribusi dan/atau hasil pendataan lapangan. (3) Suku Dinas Pemadam Kebakaran, UPT Laboratoriumdan UPT Pusdiklatkat wajib menyampaikan hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dinas Pemadam Kebakaran secara periodik setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. (4) Berdasarkan data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya ditetapkan potensi penerimaan retribusi Dinas Pemadam Kebakaran.
Pasal 5 (1) Data induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) wajib dilakukan pemutakhiran data secara periodik setiap semester.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(2) Hasil pemutakhiran data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Dinas Pemadam Kebakaran kepada Dinas Pendapatan Daerah paling lambat akhir semester 1 (satu) tahun berikutnya. (3) Hasil pemutakhiran data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar perhitungan rencana penerimaan retribusi Dinas Pemadam Kebakaran.
Bagian Kedua Penetapan Pasal 6 Penetapan besarnya retribusi dengan menggunakan SKRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Wajib Retribusi terlebih dahulu harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala UPT Laboratorium/Kepala UPT Pusdiklatkar untuk mendapatkan jasa pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran. b. Berdasarkan permohonan jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada huruf a, petugas Dinas Pemadam Kebakaran/Suku Dinas Pemadam Kebakaran/UPT Laboratorium/UPT Pusdiklatkar melakukan perhitungan besarnya retribusi terutang menurut tarif sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah dan dituangkan dalam nota perhitungan. c. Nota perhitungan sebagaimana dimaksud pada huruf b diajukan kepada Kepala Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala UPT Laboratorium/Kepala UPT Pusdiklatkar untuk mendapatkan persetujuan. d. Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala Suku Dinas/Kepala UPT Laboratorium/Kepala UPT Pusdiklatkar sebagaimana dimaksud pada huruf c selanjutnya menerbitkan SKRD.
Pasal 7 (1) SKRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d terdiri dari 5 (lima) rangkap dengan rincian sebagai berikut: a. Lembar ke-1 (putih), ke-2 (kuning), ke-3 (merah) dan ke-4 (hijau) disampaikan kepada Wajib Retribusi sebagai alat untuk membayar retribusi. b. Lembar ke-5 (biru) sebagai pertinggal pada Dinas Pemadam Kebakaran untuk alat kendali pembayaran. (2) Jatuh tempo pembayaran retribusi terutang yang tertera pada SKRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d adalah 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak tanggal diterbitkan SKRD. (3) Apabila jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur, maka pembayaran paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Pasal 8 Penetapan besarnya retribusi dengan menggunakan SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata Wajib Retribusi tidak menyampaikan permohonan jasa pelayanan. b. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, petugas Dinas Pemadam Kebakaran melakukan perhitungan besarnya retribusi yang seharusnya dibayar. c. Perhitungan besarnya retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada huruf b ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pokok retribusi terutang. d. Perhitungan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dituangkan dalam nota perhitungan. e. Nota Perhitungan sebagaimana dimaksud pada huruf d harus diajukan kepada Kepala Dinas Pemadam Kebakaran atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan. f. Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf e Kepala Dinas Pemadam Kebakaran selanjutnya menerbitkan SKRD Jabatan.
Pasal 9 (1) SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f terdiri dari 5 (lima) rangkap dengan rincian sebagai berikut : a. Lembar ke-1 (putih), ke-2 (kuning), ke-3 (merah) dan ke-4 (hijau) disampaikan kepada Wajib Retribusi sebagai alat untuk membayar retribusi. b. Lembar ke-5 (biru) sebagai pertinggal pada Dinas Pemadam Kebakaran untuk alat kendali pembayaran. (2) Jatuh tempo pembayaran retribusi terutang yang tertera pada SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f adalah 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak tanggal diterbitkan SKRD jabatan. (3) Apabila jatuh tempo pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur, maka pembayaran paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 10 Penetapan besarnya retribusi dengan menggunakan SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan retribusi terutang menjadi lebih besar dari yang ditetapkan semula;
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
b.
c. d. e. f.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, petugas Dinas Pemadam Kebakaran melakukan perhitungan besarnya retribusi atas data baru dan/atau data yang semula belum terungkap; Perhitungan besarnya retribusi terutang ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pokok retribusi terutang; Perhitungan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dituangkan dalam nota perhitungan. Nota Perhitungan sebagaimana dimaksud pada huruf d harus diajukan kepada Kepala Dinas Pemadam Kebakaran untuk mendapat persetujuan; Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf e Kepala Dinas Pemadam Kebakaran selanjutnya menerbitkan SKRD Tambahan.
Pasal 11 (1) SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f terdiri dari 5 (lima) rangkap, dengan rincian sebagai berikut : a. Lembar ke-1 (putih), ke-2 (kuning), ke-3 (merah) dan ke-4 (hijau) disampaikan kepada Wajib Retribusi sebagai alat untuk membayar retribusi. b. Lembar ke-5 (biru) sebagai pertinggal pada Dinas pemadam Kebakaran untuk alat kendali pembayaran. (2) Jatuh tempo pembayaran retribusi terutang yang tertera pada SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f adalah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan SKRD Tambahan. (3) Apabila jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur, maka pembayaran paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 12 (1) Pembayaran retribusi dengan menggunakan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan dilakukan pada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk. (2) Jasa pelayanan diberikan setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas daerah. (3) Tempat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur tersendiri dengan Keputusan Gubernur. (4) Dalam hal pembayaran dilakukan pada tempat lain yang ditunjuk maka jasa pelayanan diberikan setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB V PENAGIHAN Pasal 13 (1) Dinas Pemadam Kebakaran Wajib : a. menyampaikan surat pemberitahuan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam SKRD; b. menyampaikan surat peringatan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo yang tercantum dalam SKRD Jabatan/SKRD Tambahan, apabila Wajib Retribusi tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi terutang; c. menyampaikan surat teguran paling lama 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran, apabila Wajib Retribusi tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi terutang setelah disampaikan surat peringatan. (2) Wajib Retribusi harus melunasi retribusi terutang paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
Pasal 14 (1) Penerbitan surat peringatan dan surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf c dengan rincian sebagai berikut : a. Lembar ke-1 (putih) untuk Wajib Retribusi. b. Lembar ke-2 (kuning) untuk Dinas Pemadam Kebakaran. c. Lembar ke-3 (merah) untuk Dinas Pendapatan Daerah. (2) Apabila berdasarkan surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c, hutang retribusi belum dibayar, maka dalam tempo paling lama 7 (tujuh) hari Dinas Pemadam Kebakaran wajib menerbitkan STRD. (3) STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat perhitungan jumlah pokok retribusi terutang, ditambah dengan sanksi bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan dan/atau denda yang harus dibayar lunas paling lambat 7 (tujuh) hari, setelah diterbitkan STRD. (4) Apabila Wajib Retribusi tidak melunasi retribusi terutang sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka wajib retribusi dinyatakan merugikan keuangan daerah dan akan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB VI KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 15 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Saat terutangnya retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak STRD diterbitkan. (3) Terhadap retribusi yang tidak tertagih, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran wajib membuat pertanggungjawaban terhadap piutang retribusi yang tidak tertagih, sehingga mengakibatkan kadaluwarsa penagihan. (4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa : a. kronologis yang memuat pelaksanaan pemungutan piutang retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3); b. daftar umur piutang retribusi; c. surat keterangan yang menyangkut keberadaan Wajib Retribusi; d. keterangan lain yang diperlukan sebagai pertanggungjawaban terjadinya kadaluwarsa penagihan. (5) Penetapan kadaluwarsa penagihan oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dibahas bersama instansi terkait dan dituangkan dalam berita acara. (6) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai usulan Dinas Pemadam kebakaran kepada Gubernur untuk penghapusan piutang Retribusi. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan Piutang Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) akan diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VII PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Bagian Kesatu Pembetulan Pasal 16 (1) Terhadap SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan dan STRD yang terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dapat dilakukan pembetulan. (2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas dasar permohonan
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
atau tanpa adanya permohonan dari Wajib Retribusi. (3) Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Kepala Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala UPT Laboratorium/Kepala UPT Pusdiklatkar paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/ STRD dengan memberikan alasan yang jelas. (4) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala UPT Laboratorium/Kepala UPT Pusdiklatkar di dasarkan atas hasil rapat internal yang dituangkan dalam berita acara Pembetulan. (5) Berdasarkan berita acara Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran/Kepala UPT Laboratorium/Kepala UPT Pusdiklatkar membuat Surat Keputusan Pembetulan dan menerbitkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD sebagai pengganti yang salah tulis dan/atau salah hitung. (6) Terhadap lembar SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD yang salah tulis/hitung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dicatat sebagai pengurangan atas persediaan sarana pemungutan yang masih ada.
Bagian Kedua Pembatalan Pasal 17 (1) Pembatalan SKRD dapat dilakukan apabila telah melampaui jatuh tempo pembayaran dan sepanjang belum diberikan pelayanan. (2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas dasar permohonan atau tanpa permohonan dari Wajib Retribusi, didahului dengan rapat internal Dinas Pemadam Kebakaran yang hasilnya dituangkan dalam berita acara rapat. (3) Berita Acara sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penerbitan Surat Keputusan Pembatalan SKRD yang ditanda tangani oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran. (4) SKRD yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat sebagai pengurangan atas persediaan sarana pemungutan yang masih ada.
Bagian Ketiga Pengurangan Ketetapan Pasal 18
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(1) Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dapat memberikan pengurangan ketetapan retribusi akibat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dengan atau tanpa permohonan dari Wajib Retribusi. (2) Pengurangan ketetapan retribusi daerah akibat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dengan atau tanpa permohonan dari Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan rapat internal Dinas Pemadam Kebakaran yang hasilnya dituangkan dalam berita acara rapat. (3) Berita acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Retribusi sebagai akibat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dengan atau tanpa permohonan dari Wajib Retribusi dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran.
Bagian Keempat Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi Pasal 19 (1) Terhadap SKRD Jabatan dan SKRD Tambahan yang terlambat dibayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan (2) Atas sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penagihannya dilakukan dengan menggunakan STRD yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran. (3) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Retribusi atau bukan karena kesalahannya. (4) Penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan rapat internal Dinas Pemadam Kebakaran yang dituangkan dalam berita acara rapat. (5) Berita acara hasil rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan dasar penerbitan Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran. (6) Dalam hal isi Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam bentuk pengurangan, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran menerbitkan STRD baru. (7) STRD yang telah diganti sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicatat sebagai pengurangan atas persediaan sarana pemungutan yang masih ada.
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
BAB VIII PEMBUKUAN Dan PELAPORAN Pasal 20 (1) Dinas Pemadam Kebakaran membukukan semua SKRD/SKRD Tambahan/STRD menurut golongan, jenis dan ruang lingkup retribusi.
Jabatan/SKRD
(2) SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dengan memuat paling kurang : a. nama dan alamat obyek dan subyek retribusi; b. nomor dan tanggal SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan; c. tanggal jatuh tempo; d. besarnya ketetapan pokok retribusi dan sanksi administrasi; e. jenis retribusi; f. jumlah pembayaran. (3) STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dengan memuat paling kurang : a. tanggal penerbitan STRD; b. nomor STRD; c. alamat obyek dan subyek retribusi; d. besarnya pokok retribusi yang terhutang dan sanksi administrasi.
Pasal 21 (1) Dinas Pemadam Kebakaran melaporkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah dengan tembusan kepada Badan Pengawasan Daerah tentang jumlah ketetapan retribusi Dinas Pemadam Kebakaran beserta sanksi yang tercantum dalam SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD yang memuat rincian : a. nama dan alamat obyek dan subyek retribusi; b. jenis retribusi; c. nomor dan tanggal SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD; d. tanggal jatuh tempo; e. besar ketetapan dan sanksi; f. jumlah pembayaran. (2) Dalam hal pembayaran retribusi pelayanan Dinas Pemadam Kebakaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka tempat yang ditunjuk tersebut harus melaporkan kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah uang retribusi diterima. (3) Dinas Pemadam Kebakaran melaporkan hasil penerimaan retribusi paling lambat tangal 7
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
(tujuh) bulan berikutnya Kepala Gubernur melalui kepada Dinas Pemadam Kebakaran dengan tembusan kepada Badan Pengawasan Daerah dan Kepala Biro Keuangan. (4) Bendahara Penerimaan pada Dinas Pemadam Kebakaran dengan diketahui Kepala Dinas Pemadam Kebakaran menyampaikan pertanggungjawaban seluruh penerimaan uang retribusi yang dipungut kepada Gubernur melalui Biro Keuangan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
BAB IX PEMERIKSAAN Pasal 22 (1) Pemeriksaan secara teknis untuk pemenuhan kewajiban pembayaran retribusi terutang yang tercantum dalam SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD dilakukan petugas Dinas Pemadam Kebakaran yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran. (2) Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai pedoman pemeriksaan yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemeriksaan secara fungsional terhadap pelaksanaan pemungutan retribusi dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X PENGENDALIAN, EVALUASI DAN PELAPORAN Pasal 23 (1) Pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Gubernur ini dilakukan oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran. (2) Terhadap kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan evaluasi setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Pada saat peraturan Gubernur ini mulai berlaku maka Keputusan Gubernur Nomor 32 Tahun 2001 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Dinas Pemadam Kebakaran di Provinsi
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta
di
cabut
dan
dinyatakan
tidak
berlaku.
Pasal 25 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 26 Juni 2007 GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA, ttd. SUTIYOSO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 12 Juli 2007 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA ttd. RITOLA TASMAYA NIP 140091657
BERITA DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2007 NOMOR 88
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 14
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 15
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 16
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 17
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012
Lampiran 18
Pengelolaan retribusi ..., Gabriela Diandra Larasati, FISIP UI, 2012