Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8 No. 4, Desember 2003, hal 157 – 161
Pengaruh Variasi Komposisi Amilosa terhadap Kemudahan Biodegradasi Poliuretan Eli Rohaeti1,2), N.M. Surdia2), Cynthia L. Radiman2), dan E. Ratnaningsih2) 1) Jurdik Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Kampus Karangmalang Yogyakarta 55281 2) Departemen Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132 Diterima September 2003, disetujui untuk dipublikasikan Oktober 2003 Abstrak Amilosa telah digunakan untuk mensintesis poliuretan. Campuran polietilen glikol (PEG) dengan berat molekul 400 dengan amilosa direaksikan dengan difenilmetan-4,4’- diisosianat (MDI) pada temperatur kamar menghasilkan poliuretan. Poliuretan ini selanjutnya dicetak pada suhu 180oC sehingga diperoleh poliuretan dalam bentuk lembaran (film). Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan spektrofotometri FTIR dan penentuan derajat kristalinitas dengan XRD. Indeks ikatan hidrogen (HBI) poliuretan meningkat dengan bertambahnya kandungan amilosa dalam produk poliuretan. Penambahan 15% (b/b) amilosa menurunkan derajat kristalinitas poliuretan. Film poliuretan dibiodegradasi menggunakan Pseudomonas aeruginosa dalam media Luria Bertani (LB) cair pada temperatur 37oC dengan variasi waktu inkubasi 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 hari, serta penggantian media tiap 5 hari. Penentuan persentase kehilangan berat menunjukkan bahwa semua polimer dapat terbiodegradasi, meskipun dengan laju biodegradasi yang berbeda-beda. Biodegradabilitas (laju kehilangan berat) poliuretan dengan Pseudomonas aeruginosa semakin meningkat dengan semakin bertambahnya kandungan amilosa dalam poliuretan. Produk poliuretan yang berasal dari 15% amilosa – PEG400 – MDI memiliki biodegradabilitas paling tinggi. Kata kunci : amilosa, poliuretan, Pseudomonas aeruginosa, biodegradasi, kehilangan berat. Abstract Amylose had been used to synthesize polyurethanes. A mixture of polyethylene glycol (PEG) with a molecular weight 400 with amylose was reacted with diphenylmethane-4,4’-diisocyanate (MDI) at room temperature to produce polyurethanes. The precured polyurethanes were heat-pressed and PU sheets were obtained. Characterization of functional groups was determined by FTIR spectrophotometry and crystallinity was analyzed by using XRD. The hydrogen bonding index (HBI) of polyurethane samples increased with an increasing of amylose content. The addition of 15% (w/w) amylose decreased the degree of crystallinity of polyurethane. The films of polyurethanes were biodegraded by Pseudomonas aeruginosa in an liquid of Luria Bertani (LB) media at 37oC for 5, 10, 15, 20, 25, and 30 days, with the changing of media every 5 days. The result of weight loss percentace showed that all polymers may be biodegraded, with different biodegradation rate. The biodegradability (rate of weight loss) of polyurethanes by Pseudomonas aeruginosa increased when the amylose content in the polyurethane increased. The polyurethane product with 15% amylose – PEG400 – MDI had the highest biodegradability. Keywords : amylose, polyurethane, Pseudomonas aeruginosa, biodegradation, weight loss. bertumpuknya limbah poliuretan. Hal ini apabila tidak segera ditanggulangi akan membahayakan kelestarian lingkungan hidup. Cara penanggulangan yang dianggap paling bersahabat dengan lingkungan dan tidak menimbulkan masalah baru adalah dengan melakukan proses biodegradasi terhadap limbah poliuretan. Penelitian untuk mendapatkan poliuretan yang mudah terbiodegradasi sudah mulai dilakukan, seperti yang dilakukan oleh Hatakeyama (1995) telah mensintesis poliuretan yang dapat terbiodegradasi menggunakan komonomer berupa lignoselulosa4). S. Owen5) telah berhasil mensintesis poliuretan yang dapat terbiodegradasi pula dengan cara mereaksikan poli-D,L-asam laktat dengan pMDI (polimetilen polifenil poliisosianat)5). Stirna7) telah mensintesis busa poliuretan dari pati dan dibiodegradasi dalam
1. Pendahuluan Dewasa ini konsumsi bahan polimer poliuretan setiap tahunnya mengalami peningkatan, terutama digunakan pada berbagai komponen kendaraan yang meliputi bagian eksterior dan interior misalnya bumper, panel-panel body, dan tempat duduk1). Selain itu poliuretan telah digunakan pula untuk furniture, bangunan dan konstruksi, insulasi tank dan pipa, pabrik pelapis, alat-alat olahraga, serta sebagai bahan pembungkus1). Di bidang kedokteran, poliuretan digunakan sebagai bahan pelindung muka, kantung darah, dan lain-lain3). Nampaknya pemakaian poliuretan akan terus meningkat mengingat keunggulan sifatnya dan pemakaiannya. Masalah yang timbul kemudian akibat peningkatan penggunaan poliuretan adalah makin 157
JMS Vol. 8 No. 4, Desember 2003
158
media kompos pada suhu 45oC. Busa poliuretan hasil sintesis semakin mudah terbiodegradasi dengan bertambahnya komposisi pati dalam poliuretan7). Penggunaan amilosa dalam sintesis poliuretan karena struktur amilosa memiliki gugus hidroksil bebas dalam molekulnya, sehingga amilosa diharapkan dapat berfungsi sebagai poliol, yang apabila direaksikan dengan diisosianat akan terbentuk poliuretan6). Artikel ini membahas pengaruh penambahan amilosa terhadap pembentukan poliuretan dari PEG 400 dan MDI, serta biodegradabilitasnya dengan menggunakan Pseudomonas aeruginosa. 2. Percobaan Bahan-bahan yang digunakan dalam sintesis poliuretan dan biodegradasinya, yaitu : i. Difenilmetan-4,4’-diisosianat (MDI) berupa cairan kental berwarna coklat dengan rumus struktur sebagai berikut : O =C = N
ii. Polietilen glikol (PEG ) berat molekul 400 berupa cairan kental tak berwarna dengan rumus struktur sebagai berikut : HO-(CH2CH2O)12-H iii. Amilosa berupa padatan putih dengan rumus struktur sebagai berikut : C H2 O H O
C H2 O H O
C H2 O H O
OH
OH
OH
HO OH
O
O
O OH
n
Pada tahap berikutnya dilakukan reaksi polimerisasi pada temperatur kamar dengan perbandingan NCO/OH adalah 1,17. Variasi konsentrasi amilosa yang dipilih sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20% (b/b) terhadap berat total dari amilosa dan PEG yang digunakan dalam sintesis poliuretan. Polietilen glikol (PEG) dengan berat molekul 400 dicampur dengan amilosa. Campuran yang diperoleh selanjutnya direaksikan dengan MDI pada temperatur kamar. Poliuretan selanjutnya dipress pada suhu 180oC sehingga diperoleh poliuretan dalam bentuk lembaran (film). Sampel poliuretan dimasukkan ke dalam vacuum oven sebelum dikarakterisasi. Selanjutnya polimer dikarakterisasi dengan spektrofotometri FTIR untuk melihat puncak serapan dan menghitung besarnya indeks ikatan hidrogen (HBI), dan dengan X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui derajat kristalinitasnya. 2.3 Biodegradasi Produk Polimer dalam Medium LB Cair
N =C =O
C H2
2.2 Reaksi Polimerisasi Pembentukan Poliuretan dan Karakterisasinya
OH
iv. Biakan murni bakteri Pseudomonas aeruginosa. v. Etanol 70% untuk mensterilkan poliuretan yang akan dibiodegradasi. vi. Media Luria Bertani (LB) cair terdiri atas ekstrak ragi, tripton, NaCl, dan aquadest sebagai media biodegradasi. 2.1 Isolasi Amilosa dari Pati Tapioka Pada tahap awal dilakukan penghilangan asam lemak yang ada dalam pati dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut metanol panas 80% selama 4 jam. Pati tapioka yang bebas asam lemak dikeringkan dalam oven dengan temperatur 80 – 90OC selama 5 jam. Selanjutnya pati difraksinasi menggunakan metoda pengendapan selektif dengan butanol (metoda Schoch)8). Hasil fraksinasi dipisahkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 6500 rpm selama 20 menit. Endapan amilosa yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dalam freeze dryer selama semalam dan siap digunakan untuk sintesis poliuretan.
Dalam ruang laminar flow biakan medium produksi dituang ke dalam erlenmeyer yang sudah berisi media LB cair. Poliuretan yang telah disterilkan terlebih dahulu dicelupkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi mikroorganisme dan medium LB cair, dan diinkubasi pada suhu 37OC selama 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 hari. Setiap 5 hari dilakukan penggantian media. Proses biodegradasi dihentikan dengan mencelupkan poliuretan ke dalam etanol 70%, kemudian dicuci beberapa kali dengan aquadest. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Isolasi Amilosa dari Pati Tapioka Spektrum FTIR dari amilosa menunjukkan pita serapan yang karakteristik terutama pada bilangan gelombang sekitar 3200 – 3400 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus-OH bebas, pada 1024 cm-1 menunjukkan adanya struktur siklik (piran), dan pada bilangan gelombang 1400 cm-1menunjukkan adanya ikatan α-1,4-glikosidik (Gambar 1). %T 50,00
40,00
30,00
3600
2000
1500
1000
400 cm-1
Gambar 1. Spektrum FTIR amilosa dari pati tapioka
159
JMS Vol. 8 No. 4, Desember 2003
Gambar 2. Termogram DTA amilosa dari pati tapioka
cm-1 dengan C=0 bebas pada bilangan gelombang 1720 cm-1 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya komposisi amilosa, nilai HBI dari poliuretan semakin besar, seperti nampak pada Gambar 4. Hal ini berarti dengan semakin bertambahnya komposisi amilosa yang dipakai dalam sintesis poliuretan, semakin bertambah pula gugus fungsi uretan yang terbentuk dan saling membentuk ikatan hidrogen. Peningkatan kandungan amilosa dalam poliuretan dapat meningkatkan antaraksi intermolekuler antara hard segment dengan hard segment yang ada dalam poliuretan2) (Gambar 5). Nilai Indeks Ikatan Hidrogen
Dari tes kelarutan menunjukkan bahwa amilosa ini larut dalam air panas, larutan NaOH, dan larutan KOH. Berdasarkan teknik viskosimetri menggunakan alat viskosimeter Ostwald Fisher brand diperoleh hasil viskositas intrinsik amilosa sebesar 36,81 mL/g. Dengan analisis DTA (Differential Thermal Analysis), amilosa memiliki titik leleh sebesar 221,80oC seperti nampak pada Gambar 2.
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
5
10
15
20
Komposisi Amilosa (%b/b)
3.2 Hasil Reaksi Pembentukan Poliuretan dan Karakterisasinya Karakterisasi poliuretan dengan spektroskopi FTIR menunjukkan adanya pita serapan pada 3330 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur N-H, ~1730 cm-1 merupakan serapan gugus uretan, 1720 cm-1 merupakan serapan ulur C=O bebas, 1700 cm-1 merupakan serapan ulur C=O yang berikatan hidrogen, 1541 cm-1 merupakan serapan deformasi N-H, 1400 cm-1 merupakan serapan C-N-C, dan ~1100 cm-1 merupakan serapan ulur C-O.
Gambar 4. Alur nilai Indeks Ikatan Hidrogen (HBI) poliuretan terhadap komposisi amilosa O
H R' N C
O
CH 2CH2
O
O
H
C N
R' N C
H
O
n
soft segment
OH2C y
H
O
R' N C
O
CH 2CH 2
O
C n
H N
R' N C
H
O
OH2C y
1500
1000
cm-1
400
Gambar 3. Spektrum FTIR poliuretan a). hasil sintesis dari PEG 400 – MDI dan b). 20% amilosa – PEG 400 – MDI Hasil perhitungan indeks ikatan hidrogen (HBI) dengan cara membandingkan absorbansi C=O berikatan hidrogen pada bilangan gelombang 1700
O
O
O
m
O
dimana : R' =
2000
m
O
hard segment
3600
O
CONH R '
R' NHCO
a)
b)
O
O ikatan hidrogen
O
%T
O O
R' NHCO
CONH R '
CH 2
Gambar 5. Pembentukan ikatan hidrogen dalam molekul poliuretan Poliuretan yang berasal dari PEG400 – MDI dan yang berasal dari 15% amilosa – PEG400 – MDI memiliki derajat kristalinitas sebesar 54,68% dan 47,89% (Gambar 6).
160
1000
Intensitas difraksi (counts per second)
Intensitas difraksi (counts per second)
JMS Vol. 8 No. 4, Desember 2003
a)
800 600 400 200 0 0
20
40
1000
b)
800 600 400 200 0 0
60
20
40
60
2-theta (derajat)
2-theta (derajat)
Gambar 6. Difraktogram XRD poliuretan a). hasil sintesis dari PEG400 – MDI dan b). 15% amilosa – PEG400 – MDI biodegradabilitas paling tinggi. Untuk setiap variasi komposisi amilosa dalam poliuretan, poliuretan memiliki biodegradabilitas semakin meningkat dengan bertambahnya waktu inkubasi (Gambar 7). Biodegradabilitas total (mg/hari)
Penambahan amilosa sebanyak 15% (b/b) dalam poliuretan dapat menurunkan derajat kristalinitas poliuretan. Hal ini menjadi petunjuk bahwa poliuretan yang berasal dari 15% amilosa – PEG400 – MDI memiliki struktur yang kurang teratur atau lebih banyak daerah amorfnya. 3.3 Biodegradasi Produk Polimer dalam Medium Luria Bertani (LB) Cair Hasil pengamatan secara visual terhadap poliuretan yang diinkubasi dalam media cair menggunakan Pseudomonas aeruginosa menunjukkan bahwa setelah beberapa hari inkubasi terlihat perubahan warna koloni yang tumbuh, yaitu gari bercahaya hijau terang kemudian menjadi lebih gelap. Film polimer menjadi berwarna hijau dan tidak hilang setelah pencucian. Pengujian biodegradabilitas polimer oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dilakukan dengan analisis laju kehilangan berat polimer. Pada tabel 1 nampak data biodegradabilitas dan persentase kehilangan berat total poliuretan yang diinkubasi selama 30 hari dengan penggantian media tiap 5 hari. Tabel 1. Data biodegradabilitas dan kehilangan berat total poliuretan yang diinkubasi dalam Pseudomonas aeruginosa media LB cair selama 30 hari dengan penggantian media tiap 5 hari Polimer
Biodegradabilitas total (mg/hari)
Kehilangan berat total (%)
PU-0% amilosa PU-5% amilosa PU-10% amilosa PU-15% amilosa PU-20% amilosa
0,67 0,51 1,26 1,29 0,78
4,75 4,48 8,92 11,13 5,78
Poliuretan yang berasal dari 15% amilosa – PEG400 – MDI memiliki biodegradabilitas total dan persentase kehilangan berat total paling tinggi. (Tabel 1). Tingginya kemudahan biodegradasi poliuretan yang berasal dari 15% amilosa didukung oleh data derajat kristalinitasnya yang lebih rendah. Semakin rendah derajat kristalinitas poliuretan, mikroorganisme akan lebih mudah menyerang polimer akibatnya poliuretan memiliki
1.5 1 0.5 0 0
5
10
15
20
25
30
Lama inkubasi (hari) 0%
5%
10%
15%
20%
Gambar 7. Alur biodegradabilitas total poliuretan terhadap waktu inkubasi 4. Kesimpulan Poliuretan dapat disintesis dari amilosa, difenilmetan-4,4’-diisosianat (MDI), dan polietilen glikol 400 (PEG 400) yang ditunjukkan dengan munculnya puncak-puncak serapan karakteristik poliuretan. Bertambahnya komposisi amilosa dalam sintesis poliuretan dapat meningkatkan nilai indeks ikatan hidrogen (HBI) dan menurunkan derajat kristalinitas poliuretan. Hasil penentuan persentase kehilangan berat menunjukkan bahwa semua polimer dapat terbiodegradasi, meskipun dengan laju biodegradasi yang berbeda-beda. Poliuretan yang berasal dari 15% amilosa – PEG400 – MDI diinkubasi dalam Pseudomonas aeruginosa media LB cair dengan penggantian media tiap 5 hari menunjukkan paling mudah terbiodegradasi. Daftar Pustaka 1.
2.
Woods, George, “An introduction to polyurethanes”, dalam The ICI Polyurethanes Book, John Wiley & Sons, New York, 1–6 1987. Huang,S.L., “Structure-Tensile Properties of Polyurethanes”, Eur. Polym. J., 33, 1563 (1997).
161
3.
4.
5.
JMS Vol. 8 No. 4, Desember 2003
Nicholson, J. W., “Polyurethanes”, dalam The Chemistry of Polymers, 2nd ed., The Royal Society of Chemistry, Cambridge, 19, 71 (1997). Hatakeyama, H., Hirose, H., Hatakeyama, T., Nakamura, K., Kobashigawa, K. & Morohoshi, N., “Biodegradable Polyurethanes from Plant Component”, J. Pure Applied Chemistry, A 32(4), 743 (1995). Owen, S., Masaoka, M., Kawamura, R. & Sakota, N., “Biodegradation of Poly-D,L-Lactic Acid Polyurethanes”, dalam Degradable Polymers, Recycling, and Plastics Waste
6. 7.
8.
Management, (editor : Ann-Christine Albertsson and Samuel J. Huang; Marcel Dekker Inc., New York), 81-85 (1995). Zhao, W.B., Amylose, http://www.oupusa.org/pdh/PDH-020.PDF, 18 – 24 (2003). Stirna, Uldis, “Biodegradable polyurethane foams”, dalam Latvian State Institute of Wood Chemistry Year Book 1999, Latvian State Institute of Wood Chemistry, 61 – 62 1999. Schoch, T.J., “Fractionation of starch by selective precipitation with butanol”, J. Am. Chem. Soc., 64, 2957 (1942).