Pengaruh Tingkat Pengungkapan Laporan Keberlanjutan terhadap Manajemen Laba Rachel Christy Pardede Department of Accounting, Faculty of Economics, University Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan dan menguji pengaruhnya terhadap manajemen laba. Pengungkapan laporan keberlanjutan merupakan pengungkapan sukarela yang akan meningkatkan transparansi perusahaan sebagai bentuk tata kelola perusahaan yang baik. Tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan dinilai melalui metode checklist GRI Application Level. Penelitian ini menggunakan data perusahaan publik yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia tahun 2008 hingga 2012. Pengolahan data sampel yang berjumlah 81 laporan dilakukan melalui regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan memiliki pengaruh signifikan untuk mengurangi praktik manajemen laba.
The Effect of Sustainability Reporting Disclosure Level on Earnings Management Abstract This research aims to assess the disclosure level of sustainability reporting and to examine its effect on earnings management. Sustainability reporting disclosure is a form of voluntary disclosure which will improve corporate transparency as a proof of good corporate governance. This disclosure level is assessed through a checklist method using GRI Application Level. This study uses data of company listed on the Indonesia Stock Exchange from 2008 to 2012. The tabulation sample data of 81 reports uses multiple linear regression. The result of this research shows that sustainability report disclosure level has a significant effect to reduce earnings management practice. Keywords: disclosure level, sustainability report, earnings management
Pendahuluan Isu sustainability dewasa ini merupakan isu penting yang wajib dipertimbangkan oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya. Sustainability dikenal sejak adanya laporan mengenai Our Common Future tahun 1987. Definisi sustainability atau sustainability development berdasarkan Our Common Future yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya (WCED, 1987). Isu sustainability ini dimulai dengan adanya isu pemanasan global dan kerusakan lingkungan yang semakin banyak terjadi di seluruh penjuru dunia.
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
Meski pada awalnya isu ini merupakan isu sosial, sustainability berkembang menjadi isu strategis bagi perusahaan. Hal ini dimulai dengan adanya pendapat yang dikeluarkan oleh John Elkington mengenai Triple Bottom Line pada tahun 1998. Menurutnya, perusahaan seharusnya tidak hanya melaporkan kondisi perusahaan dari segi laba, melainkan juga dari segi sosial dan lingkungan (Elkington, 1998). Sustainability yang diadopsi oleh perusahaan mulai dikenal dengan nama corporate sustainability. Definisi corporate sustainability berdasarkan International Institute for Sustainable Development (IISD) yaitu mengadopsi strategi dan aktivitas bisnis yang memenuhi kebutuhan perusahaan dan para pemangku kepentingannya saat ini dengan tetap menjaga, mempertahankan, dan mengembangkan sumber daya manusia dan alam yang dibutuhkan untuk kehidupan masa depan (IISD, 1992). Melalui corporate sustainability, berbagai perusahaan mulai mengeluarkan laporan seperti environmental report dan corporate social responsibility untuk menunjukkan bahwa mereka telah mengadopsi sustainability strategies. Pada tahun 2001, Elkington dan Wheeler mencetuskan ide untuk mengajukan bahwa diperlukan adanya laporan yang bertujuan untuk mengungkapkan triple bottom line. Ide itu kemudian disebut dengan sustainability report. Laporan ini bertujuan untuk membentuk framework yang sama kepada semua perusahaan untuk membuat laporan sehingga akan lebih mudah bagi akuntan (auditor) untuk membuat laporan dan memastikan kewajaran laporan tersebut. Laporan keberlanjutan juga merupakan salah satu bukti pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik karena melakukan pertanggungjawaban kepada stakeholders. OECD Principles 4 menyatakan bahwa perusahaan atau organisasi harus mengakui hak-hak pemangku kepentingan dan mendorong kerja sama yang aktif antara pihak manajemen dengan para pemangku kepentingan (OECD, 2004). Pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik akan memberikan pengaruh yang signifikan baik bagi perusahaan ataupun pihak yang terkait dengan kegiatan perusahan, salah satunya berperan dalam mengurangi praktik manajemen laba. Praktik manajemen laba dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan dalam perusahaan sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan yang terjadi. Laba merupakan faktor yang penting dalam pengambilan keputusan baik bagi para pemegang saham, investor dan stakeholder lainnya untuk mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan yang baik dapat membantu mengurangi praktik manajemen laba dalam perusahaan. Hal ini dikarenakan tata kelola perusahaan yang baik menuntut perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang luas kepada publik mengenai perusahaan. Pengungkapan informasi tergolong menjadi dua yaitu
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
pengungkapan wajib seperti laporan keuangan dan pengungkapan sukarela, seperti earning forecast, laporan kinerja sosial dan lingkungan. Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti bagaimana hubungan antara pengungkapan sukarela melalui tanggung jawab sosial terhadap praktik manajemen laba. Sun et al. (2010) menyimpulkan adanya hubungan antara corporate environmental disclosure terhadap manajemen laba meski hubungannya tidak signifikan. Erica et al. (2011) menyatakan bahwa tanggung jawab sosial korporat secara signifikan mampu mengurangi praktik manajemen laba pada industri perminyakan. Secara sekilas, laporan CSR ataupun laporan keberlanjutan tampak sama namun keduanya memiliki perbedaan. Kegiatan CSR banyak dinilai sebagai kegiatan yang hanya sekadar memberikan bantuan kepada komunitas sekitar tanpa memperhatikan kesinambungan perkembangan dari komunitas tersebut. Marrewijk (2003) mengatakan bahwa pelaporan keberlanjutan menunjukkan bahwa perusahaan telah menerapkan sustainability strategies dalam menjalankan kegiatan perusahaan sehingga perusahaan akan memperhatikan tujuan keberlanjutan dalam jangka panjang yang hendak dicapai baik untuk perusahaan dan stakeholder. Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan terhadap praktik manajemen laba. Penelitian ini akan berfokus pada laporan keberlanjutan yang diungkapkan oleh perusahaan-perusahaan publik di Indonesia karena belum adanya penelitian terkait pengaruh laporan keberlanjutan terhadap manajemen laba di Indonesia. Selain itu, pengungkapan laporan keberlanjutan di Indonesia termasuk isu baru, dilihat dari masih sedikitnya jumlah perusahaan publik yang telah mengungkapan laporan keberlanjutan setiap tahunnya. Penilaian tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan akan menggunakan GRI Application Level Checklist, yaitu penilaian untuk melihat kelengkapan indikator yang diungkapkan dalam sebuah laporan keberlanjutan, sedangkan manajemen laba akan dinilai menggunakan proksi akrual diskresioner. Tinjauan Teoritis Pengungkapan (Disclosure) Prinsip kelima OECD (2004) menyatakan bahwa kerangka corporate governance harus memastikan bahwa pengungkapan informasi yang tepat waktu dan akurat dibuat
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
berdasarkan segala hal yang material mengenai perusahaan termasuk kondisi keuangan, kinerja, kepemiliki dan tata kelola perusahaan. Secara umum, tingkat pengungkapan dibagi menjadi dua, yaitu regulatory disclosure requirements dan voluntary disclosure. Regulatory disclosure requirement merupakan pelaporan atau pengungkapan yang diwaiibkan oleh otoritas pasar modal kepada perusahaa domestik dan asing yang menjadi pelaku pasar pada negara yang berkaitan. Sedangkan voluntary disclosure adalah pengungkapan yang bersifat sukarela yang dilakukan berdasarkan keputusan manajemen. Seperti dalam agency theory, manajer memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak eksternal mengenai kondisi perusahaan dan proyeksi kinerja di masa mendatang. Manajer mengungkapkan informasi secara sukarela dengan insentif dan manfaat tertentu seperti: meningkatkan likuiditas saham, mengurangi cost of capital, dan insentif lainnya (Choi and Meek, 2008). Pengungkapan Sukarela Menurut Henderson et al. (2003) terdapat beberapa teori yang terkait dengan pengungkapan sukarela: 1. Signaling Theory Pengungkapan informasi sukarela juga termasuk bentuk signal yang diberikan oleh perusahaan kepada pasar. Ketika perusahaan mengungkapkan informasi yang relatif lebih
sedikit
dibandingkan
dengan
perusahaan
lain,
maka
pasar
akan
menginterpretasikan hal tersebut sebagai “bad news signal” atas kondisi perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan cenderung mengungkapkan informasi sukarela untuk menunjukkan kepada pasar bahwa perusahaan telah mengungkapkan informasi yang luas. 2. Political Theory Menurut political theory, perusahaan harus menanggung biaya tambahan yang muncul sebagai akibat dari adanya transfer kesejahteraan, seperti biaya pajak yang tinggi, biaya pelaporan keuangan yang tinggi, permintaan karyawan akan kenaikan gaji, dan tingginya kerugian akibat terjadinya inefisiensi dalam operasi. Biaya-biaya ini disebut sebagai political cost. Perusahaan menganggap biaya yang dikeluarkan karena political process cenderung memiliki dampak yang sedikit karena political cost hanya mempengaruhi kepentingan kelompok tertentu (Godfrey et al., 2003). Menurut teori, perusahaan akan memilih melaporkan informasi yang lebih luas melalui pengungkapan sukarela daripada harus menanggung political cost.
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
3. Legitimacy Theory Legitimacy didefinisikan persepsi atau asumsi umum yang dihasilkan dari sebuah perilaku yang dianggap pantas dan sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku di komunitas tertentu (Suchman, 1995). Teori ini menyatakan bahwa perusahaan akan berusaha untuk meyakinkan bahwa nilai-nilai perusahaan sejalan dengan nilai yang berlaku di masyarakat yang berada di sekitar lokasi perusahaan beroperasi. Konsekuensinya adalah bahwa perusahaan harus memberikan kontribusi kepada komunitas di sekitar perusahaan berada dan berkewajiban untuk mewujudkan harapan dari masyarakat, baik yang sifatnya implisit maupun eksplisit. Untuk menjaga persepsi dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan, maka pengungkapan diperlukan untuk menginformasikan bahwa perusahaan berperilaku sesuai norma atau nilai yang ada. Pengungkapan ini diharapkan akan membentuk persepsi masyarakat bahwa perusahaan telah cukup responsive terhadap keinginan masyarakat. 4. Stakeholder Theory Dalam praktek bisnis, banyak pihak yang mempengaruhi atau terpengaruh aktivitas perusahaan. Perspektif dasar dalam teori ini adalah bahwa tingkat kepentingan stakeholder yang beragam akan mempengaruhi operasi dan pelaporan yang dilakukan perusahaan. Menurut Freeman (1984), stakeholder theory menyatakan bahwa sebuah entitas memiliki kewajiban terhadap banyak individu dan kelompok yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kegiatan sebuah entitas. Berdasarkan teori ini terdapat dua perspektif mengenai pertanggungjawaban kepada stakeholders. Perspektif yang pertama adalah organization-centered perspective. Perspektif ini menyatakan bahwa setiap stakeholder memiliki kepentingan yang berbeda sehingga perusahaan tidak mampu memenuhi semua kepentingan yang ada. Pengungkapan sukarela merupakan salah satu alat untuk menjaga relasi yang baik tersebut. Perspektif yang kedua adalah accountability perspective, dimana perusahaan harus memperhatikan hak seluruh stakeholder, tidak hanya pada kelompok tertentu. Jadi
menurut
perspektif
ini,
pengungkapan
sukarela
merupakan
bentuk
pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh stakeholder (Freeman, 1984).
Laporan Keberlanjutan Laporan
keberlanjutan
atau
laporan
keberlanjutan
merupakan
salah
satu
pengungkapan laporan yang bersifat sukarela di Indonesia. Global Reporting Initiative (2006)
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
mendefinisikan laporan keberlanjutaning sebagai the practice of measuring, disclosing, and being accountable to internal and external stakeholders for organizational performance towards the goal of sustainable development. Laporan keberlanjutan merupakan bukti bahwa perusahaan bertanggungjawab kepada semua stakeholder, baik internal maupun eksternal. Pelaporan ini sejalan dengan prinsip keempat OECD bahwa perusahaan harus menyadari bahwa ada pihak-pihak yang terpengaruh atau mempengaruhi aktivitas perusahaan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengikutsertakan stakeholder dalam menentukan tujuan stratejik perusahaan yang seiring dengan pencapaian sustainable development. Pedoman penyajian laporan keberlanjutan yang telah berlaku secara umum saat ini adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiatives (2006), yang berisikan sebuah kerangka pelaporan yang dikembangkan berdasarkan triple bottom line serta melalui proses konsensus yang melibatkan dialog dengan beberapa pemangku kepentingan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan. Kerangka ini dirancang untuk dapat digunakan oleh berbagai organisasi yang berbeda ukuran, sektor dan lokasinya. Pelaporan dengan pedoman GRI memiliki kandungan isi umum dan sektor spesifik yang memungkinkan organisasi melaporkan kinerja perusahaannya sesuai dengan sektor kegiatan organiasasi tersebut. Selain mengeluarkan panduan pelaporan keberlanjutan, GRI juga mengeluarkan sebuah panduan yang membantu organisasi untuk mengetahui tingkat kelengkapan informasi yang telah dilaporkan dalam laporan keberlanjutan melalui GRI Application Level. Hasil dari pengecekan kelengkapan ini terdiri dari beberapa tingkatan yaitu A, B, dan C. Masing-masing tingkatan merefleksikan tingkat kelengkapan informasi yang diungkapkan dalam laporan keberlanjutan. Tingkat tertinggi dari pengecekan aplikasi ini merupakan level A. Sebuah organisasi dapat menyatakan nilai “plus” pada setiap level jika organisasi tersebut telah menggunakan external assurance. Penyusunan laporan keberlanjutan harus menjelaskan tingkat aplikasi pengungkapkan berdasarkan penilaian baik yang dilakukan sendiri ataupun dengan bantuan dari pihak eksternal. Pengecekan tingkat aplikasi ini bertujuan untuk membantu pembaca laporan dalam membandingkan tingkat pengungkapan satu organisasi dengan organisasi lainnya. Kriteria tingkat pengungkapan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
Gambar 1. Kriteria Tingkat Aplikasi GRI
Manajemen Laba Manajemen laba didefinisikan sebagai pemilihan kebijakan akuntansi atau aktivitas tertentu oleh manajemen yang dapat mempengaruhi laba agar besarnya laba yang dilaporkan sesuai dengan keinginan pihak manajemen (Scott, 2009). Healy (1985) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan manajemen dalam menggunakan pertimbangan atau penilaiannya dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat mempengaruhi kontrakkontrak pendapatan yang telah ditetapkan berdasarkan angka-angka di laporan keuangan. Rosenzweig dan Fischer (1994) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan current period tanpa menghasilkan kenaikan atau penurunan dalam profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang. Menurut beberapa definisi tersebut, manajemen laba adalah sebuah tindakan yang diambil berdasarkan pertimbangan manajemen untuk meningkatkan atau menurun laba yang dilaporkan pada tahun berjalan untuk tujuan tertentu yang hendak dicapai. Scott (2009) menyatakan terdapat dua jenis manajemen laba, yakni efficient earnings management dan opportunistic earnings management. Efficient earnings management adalah manajemen laba yang bertujuan untuk meningkatkan laba yang lebih informatif sebagai media komunikasi perusahaan kepada pengguna laporan keuangan. Opportunistic earnings management adalah manajemen laba yang bertujuan untuk memaksimalisasikan utilitas manajemen, seperti bonus yang diterima oleh manajer. Scott (2009) menjelaskan terdapat beberapa pola praktik manajemen laba, yaitu:
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
1. Taking a bath. Pola ini cenderung dilakukan oleh manajer ketika perusahaan mengalami tekanan. Jika perusahaan harus melaporkan rugi, manajemen mungkin akan mempertimbangkan untuk melaporkan rugi dengan jumlah yang besar sehingga manajer dapat melakukan write-off terhadap aset agar profitabilitas perusahaan yang dilaporkan akan meningkat di periode mendatang. 2. Income minimization. Pola ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mendapat sorotan publik ketika perusahaan dalam periode profitabilitas yang tinggi. Dalam periode seperti, perusahaan akan menghadapi political cost yang cukup tinggi seperti perubahan tarif pajak oleh pemerintah, sehingga mendorong manajemen untuk memperkecil laba yang dilaporkan. 3. Income maximization. Berdasarkan teori akuntansi positif, manajer memperbesar laba yang dilaporkan agar bonus yang mereka peroleh semakin besar. Pola ini terjadi juga pada perusahaan yang hampir melanggar debt covenant sehingga termotivasi untuk memperbesar laba yang dilaporkan. 4. Income smoothing. Laba menjadi salah satu komponen atau dasar penghitungan bonus yang diterima oleh manajer. Manajer yang bersifat risk averse memilih untuk menerima bonus yang jumlahnya tidak terlalu fluktuatif atau cenderung dari satu periode ke periode berikutnya. Oleh karena itu, manajer cenderung melakukan smoothing terhadap laba yang dilaporkan agar bonus yang diterima setiap periode berjumlah relatif tetap. Menurut Scott (2000) terdapat beberapa motivasi yang dapat mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba, yaitu: 1. Motivasi Kontrak Menurut Healy (1985) terdapat kontrak bonus atas kinerja manajer yang juga disebut bonus scheme dimana manajer akan mendapat bonus jika laba perusahaan di tahun berjalan mampu melebihi target yang ditentukan. Penggunaan angka akuntansi dalam kontrak bonus tersebut akan memicu manajer untuk menyesuaikan laba pada tingkat tertentu agar dapat memaksimalisasikan kompensasi/bonus yang diterimanya. 2. Motivasi Politik Jenis motivasi ini biasanya terjadi untuk perusahaan-perusahaan dengan skala operasi yang besar, perusahaan-perusahaan dalam industri yang strategis dan perusahaanperusahaan yang bersifat monopoli. Hal ini karena perusahaan-perusahaan dengan kategori tersebut dapat mempengaruhi kehidupan sebagian besar masyarakat sehingga
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
perusahaan-perusahaan tersebut sering kali menjadi target politik. Hal ini dilakukan dengan tujuan menyembunyikan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat terhindar dari target politik dan meminimalisasi political cost. 3. Motivasi Pajak Perpajakan dapat menjadi motivasi bagi manajer dalam melakukan manajemen laba dengan cara memperkecil laba kena pajak dengan tujuan mengurangi jumlah pajak yang dibayarkan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi laba kena pajak tersebut adalah dengan menggunakan metode akuntansi dalam nilai persediaan, depresiasi, dan cadangan-cadangan yang diperbolehkan. 4. Motivasi Penggantian Chief Executive Officers (CEO) Para CEO cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memperbesar laba yang dilaporkan dengan tujuan memperoleh bonus yang besar menjelang akhir periode jabatan mereka, sehingga mereka tidak akan diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir. Demikian pula dengan CEO yang memiliki kinerja yang kurang baik, ia akan cenderung melakukan manajemen laba yang tinggi untuk mencegah atau membatalkan kemungkinan ia dipecat dari jabatannya. 5. Motivasi Pelaksanaan Initial Public Offering (IPO) Laporan keuangan perusahaan yang tercakup dalam prospektus pelaksanaan IPO digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam penilaian pasar dari saham-saham perusahaan yang melakukan IPO. Kondisi tersebut memberikan peluang bagi manajer untuk melakukan manajemen laba dalam upaya membuat laporan keuangan dengan jumlah laba positif dan menunjukkan kinerja yang baik dari manajemen. Penelitian-Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai manajemen laba tergolong sudah banyak dilakukan meski dikaitkan dengan variabel yang berbeda. Beberapa penelitian mengkaji hubungan antara penerapan tata kelola perusahaan dengan manajemen laba. Penelitian lain juga mengkaji hubungan corporate social responsibility terhadap manajemen laba. Nancy Sun, Murya Habbash, Aly Salama dan Khaled Hussainey (2010) meneliti hubungan antara corporate environmental disclosure terhadap manajemen laba yang menghasilkan bahwa corporate environmental disclosure dan manajemen laba tidak memiliki hubunga yang signifikan. Erica Yip, Chris Van Staden dan Steven Cahan (2011) menemukan bahwa perusahaan di industri makanan dengan kualitas laba yang buruk cenderung mengungkapkan laporan CSR sedangkan perusahaan di industri gas dan perminyakan dengan
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
kualitas laba yang baik akan cenderung mengungkapkan laporan CSR. Hasil penelitian dan Andersen (2011) menunjukkan bahwa perusahaan yang berkontribusi terhadap CSR cenderung tidak melakukan manajemen laba melalui aktivitas riil karena hal tersebut akan berdampak pada jangka panjang. Pengembangan Hipotesis Pengungkapan laporan keberlanjutan sebagai bentuk pengungkapan sukarela yang diharapkan mampu meningkatkan transparansi perusahaan. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan bagaimana tingkat pengungkapan dapat memberikan manfaat keuangan terhadap perusahaan. Semakin tinggi tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan, maka tingkat transparansi perusahaan akan semakin besar yang menunjukkan adanya peningkatan tata kelola perusahaan. Penelitian ini hendak melihat apakah tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan yang lebih bersifat komprehensif dalam pengungkapannya juga berpengaruh untuk mengurangi praktik manajemen laba yang dilihat dari nilai akrual diskresioner. Tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan yang baik diharapkan akan meningkatkan transparansi perusahaan untuk mengurangi praktik manajemen laba perusahaan. H1. Tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba Metode Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2012. Perusahaan yang dijadikan sampel merupakan perusahaan di sektor nonkeuangan yang melaporkan laporan keberlanjutan pada tahun 2008-2012. Model Penelitian Metode statistic yang digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah regresi Ordinary Least Square (OLS). DAi =α+β1 SR i +β2 SIZEi +β3 DER i +β4 ROAi +β5 CR i +εi
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
Keterangan: DAi =earnings management melaui akrual diskresioner perusahaan i SR i =tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan perusahaan i SIZEi =ukuran perusahaan i DER i =tingkat leverage (Debt to Equity Ratio) perusahaan i ROAi =Return on Asset untuk mengukur profitabilitas perusahaan i CR i =likuiditas (Current Ratio) perusahaan i εi =error Variabel Dependen Penelitian ini menggunakan proksi akrual diskresioner untuk mendeteksi manajemen laba dengan menggunakan model modified Jones (1991) karena model ini yang paling sering digunakan dan dianggap paling akurat dalam menentukan akrual diskresioner. Adapun model modifikasi Jones diuraikan sebagai berikut: DAit =TAit -‐NDAit
(1)
Dimana nilai TAit diperoleh dari model perhitungan: TAit =(NIit -‐OCFit )
(2)
Sedangkan nilai NDAit diperoleh dari model perhitungan: NDAit =α1
1 +α2 ∆REVit -‐∆RECit +α3 PPEit (3) Assetsi,t-‐1
Estimasi parameter spesifik perusahaan α1, α2, α3, diperoleh melalui model analisis regresi OLS di bawah ini: TAit 1 ∆REVit PPEit = α1 +α2 +α3 +ε (4) Assetsi,t-‐1 Assetsi,t-‐1 Assetsi,t-‐1 it Assetsi,t-‐1 Regresi dilakukan untuk memperoleh koefisien pada persamaan (4) dilakukan per industri per tahun. Keterangan: DAit
: akrual diskresioner perusahaan i pada tahun t
TAit
: total akrual perusahaan i pada tahun t
NDAit
: akrual nondiskresioner perusahaan i pada tahun t
NIit
: net operating income perusahaan i pada tahun t
OCFit
: operating cash flow perusahaan i pada tahun t
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
Assetsi,t-1 : total aset untuk perusahaan i pada tahun t-1 ΔREVit
: perubahan pendapatan perusahaan i pada tahun t
ΔRECit
: perubahan piutang usaha perusahaan i pada tahun t
PPEit
: property, plant and equipment perusahaan i pada tahun t
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan yang dinilai dengan metode checklist berdasarkan GRI Application Level Checklist. Penelitian ini menggunakan level B pengungkapan karena perusahaan di Indonesia tergolong masih baru dalam mengadaptasi pelaporan keberlanjutan. Dalam checklist index terdapat 349 indikator sebagai acuan dalam menilai kelengkapan sebuah laporan keberlanjutan. Metode ini dikuantifikasikan sebagai berikut: •
Jika indikator dalam checklist index dilaporkan dalam laporan keberlanjutan, maka akan diberi nilai 1 (satu).
•
Jika indikator tersebut tidak dilaporkan, maka akan diberi nilai 0 (nol).
•
Nilai tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan diperoleh dari penjumlahan semua indikator yang dilaporkan atau penjumlahan semua nilai 1.
•
Total dari penjumlahan tersebut akan dibagi dengan 349 untuk indeks tingkat pengungkapan indikator dibandingkan dengan total seluruh indikator yang ada. Tabel 1. Ringkasan arah hipotesis dan operasional variabel-variabel independen
Variabel Independen
Kode
Arah
Operasionalisasi Variabel
Hipotesis Pengungkapan laporan
SR
-
GRI Application Level Checklist
Ukuran Perusahaan
SIZE
-
Ln Total Asset
Tingkat Leverage
DER
+
Debt to Equity Ratio = total utang jangka
keberlanjutan Variabel Kontrol
panjang dibagi dengan modal Profitabilitas
ROA
-
Return on Assets (ROA) = laba setelah pajak dibagi dengan total aset
Likuiditas
CR
-
Current Ratio (CR) = aset lancar dibagi dengan utang lancar
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
Teknik Pengujian Teknik pengujian penelitian ini menggunakan tiga jenis uji yaitu uji statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Uji asumsi klasik meliputi uji normalitas data, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas dan uji korelasi parsial. Sedangkan uji hipotesis meliputi uji F, uji t parsial, dan uji koefisien determinasi. Pengolahan data sampel dalam penelitian ini menggunakan aplikasi Stata 2012. Analisis dan Pembahasan Berdasarkan kriteria yang ditentukan dalam pemilihan sampel, maka sampel perusahaan yang digunakan adalah 26 perusahaan untuk periode 2008-2012 dengan total 97 laporan. Dari 97 laporan, sampel yang diambil 81 sampel yang memenuhi kriteria pemilihan sampel. Tabel 2. Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Variabel
Mean
DA
0.0289504
0.0222492
0.0002112
0.0871286
SR SIZE*) ROA DER
0.4795359
0.1550877
0.0916905
0.756447
30,037,473 0.1199368 1.093508
34,742,067 0.08191329 0.7979701
1,782,787 -0.0275 0.1718146
182,274,000 0.3161 4.714757
2.150511
1.529314
0.3976811
8.01653
CR
Std. Dev
Min
Max
*) dalam jutaan rupiah
Tabel di atas menunjukkan analisis statistik deskriptif yang diolah menggunakan program Stata 2012. Variabel dependen penelitian ini ditunjukkan melalui proksi akrual diskresioner (DA). Nilai DA di atas merupakan nilai yang telah diabsolutkan untuk mempermudah pengujian korelasi terhadap variabel independen. Nilai tertinggi variabel DA merupakan nilai DA untuk perusahaan Adaro tahun 2008 dan nilai terendah DA merupakan nilai DA Vale Indonesia tahun 2010. Dari tabel 4.2 di atas ditunjukkan bahwa semua perusahaan dalam sampel melakukan manajemen laba yang bervariasi dengan tingkat persebaran yang cukup luas. Variabel independen utama penelitian ini yaitu tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan yang dilihat dari variabel SR. Rata-rata nilai SR bernilai 0.4795359 yang diperoleh dari metode checklist dengan skor maksimum bernilai 1. Rata-rata ini menunjukkan bahwa rata-rata pengungkapan laporan keberlanjutan di Indonesia masih sekitar 47.95% dari
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
total indikator pengungkapan dalam pengecekan tingkat aplikasi GRI. Dilihat dari nilai standar deviasi yang cukup besar ditunjukkan bahwa nilai SR laporan cukup beragam. Nilai terkecil SR dimiliki oleh laporan PT Adaro tahun 2008 yang hanya mengungkapkan 9% dari total checklist index GRI. Dalam laporannya pada tahun 2008, Adaro hanya mengungkapkan kinerja sosial terhadap komunitas di sekitar perusahaan. Nilai tertinggi SR 0.756447 dimiliki oleh laporan PT Aneka Tambang pada tahun 2012. Kualitas laporan Antam yang sangat baik dibuktikan dengan diterimanya dari National Center for Sustainability Reporting. penghargaan sebagai laporan keberlanjutan yang terbaik pada tahun 2012. Laporan keberlanjutan merupakan bentuk pengungkapan sukarela yang baru diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Hingga tahun 2012, hanya sekitar 40 perusahaan yang melaporkan laporan keberlanjutan dan beberapa perusahaan bukan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini maka didapatkan 26 perusahaan yang melaporkan laporan keberlanjutan. Menurut IDX Fact Book tahun 2012, perusahaan yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia sebanyak 459 perusahaan. Hal ini berarti hanya sekitar 6% perusahaan yang baru mengungkapkan laporan keberlanjutan baik digabung dengan atau terpisah dari laporan tahunan perusahaan Tabel 3. Tingkat Pengungkapan Laporan Keberlanjutan
Pengungkapan Aplikasi
Jumlah
tidak menggunakan standar GRI
10
tidak mengungkapan tingkat aplikasi pelaporan Aplikasi Level C
19 0
Aplikasi Level B
17
Aplikasi Level A
35 Total
81
Laporan dengan Assurance Statement Assurance Statement
20
No Assurance Statement
61 Total
81
Pada tabel di atas menunjukkan jenis tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan dalam sampel penelitian. Berdasarkan observasi yang dilakukan, terdapat 10 laporan keberlanjutan yang diungkapkan tanpa mengacu pada standar GRI Reporting Framework dan 19 laporan tidak mengungkapkan tingkat aplikasi pelaporan keberlanjutan. Dari 81 laporan
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
sebagai observasi, terdapat 35 perusahaan yang telah mengungkapkan laporan keberlanjutan dengan level aplikasi A dan sisanya mengungkapkan di bawah level aplikasi A. Hal ini membuktikan bahwa sekitar 60% laporan masih diungkapkan dengan tingkat kurang dari atau sama dengan level aplikasi B. Tabel di atas juga menunjukkan jumlah laporan yang melakukan assurance terhadap informasi yang dilaporkan dalam laporan keberlanjutan, yaitu hanya sekitar 20 laporan yang sudah mengungkapkan laporan external assurance dalam laporan keberlanjutannya sehingga sekitar 75% laporan keberlanjutan dalam sampel belum mempertimbangkan penggunaan external assurance. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar laporan keberlanjutan dalam sampel belum melakukan penilaian terhadap kualitas laporan. Uji Hipotesis Uji hipotesis dengan menggunakan regresi linier berganda dilakukan setelah penelitian ini memenuhi uji asumsi klasik yaitu tingkat persebaran data yang normal, residual yang tidak signifikan terhadap data dan masing-masing variabel independen bebas dari variabel independen (kontrol) satu dengan yang lain. Tabel 4. Uji Regresi Model Utama
Dependent variable Method Observations Variabel SR SIZE ROA DER CR Prob>F R-squared Adj. R-squared Root MSE
DA Pooled Least Square 81 Expectation + 0.0407 0.1407 0.0834 0.0681
Coefficient -0.237 0.003 -0.112 -0.031 -0.011 Mean dependent var Std dev dependent var
P>|t| 0.004 0.607 0.350 0.275 0.436 0.1547821 0.0711005
Dari tabel 4.9 di atas, ditunjukkan bahwa nilai Prob > F = 0.0407 yang bernilai lebih kecil dari tingkat signifikansi 0.05. Dapat dikatakan bahwa pada tingkat keyakinan 5%
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel dependen. Namun model ini dinilai lemah melihat nilai prob (F-statistic) yang hampir mendekati tingkat signifikansi. Hal ini didukung dengan nilai R-square yang kecil yaitu 14.07% yang dapat diartikan bahwa variabel independen dan variabel kontrol secara simultan hanya mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 13.20% dan sisanya dijelaskan oleh variabel atau faktor lain yang tidak terdapat dalam model penelitian. Hasil uji t parsial akan menunjukkan hubungan variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pada tabel 4.5 di variabel SR memiliki koefisien sebesar -0.237 yang bernilai negatif yang berarti variabel SR berkontribusi negatif terhadap manajemen laba, dimana kenaikan tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan akan mengurangi nilai akrual diskresioner (DA). Tujuan nilai DA yang diabsolutkan untuk memudahkan melihat pengaruh variabel independen dan variabel kontrol terhadap proksi manajemen laba tersebut. Uji t parsial untuk variabel SR menunjukkan nilai yang signifikan yaitu 0.004 yang nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi. Dalam arti lain, variabel SR berpengaruh negatif signifikan terhadap variabel DA sebagai proksi manajemen laba. Oleh karena itu, tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan berpengaruh signifikan untuk mengurangi praktik manajemen laba sehingga H1 diterima. Pengaruh variabel kontrol juga dilihat dari koefisien dan uji t parsial dalam hasil regresi pada tabel 4.5 di atas. Variabel kontrol SIZE memiliki koefisien 0.003 yang bernilai positif yang berarti kenaikan 1% dari SIZE akan menaikkan DA sebesar 0.3%. Berdasarkan uji t parsial ditunjukkan bahwa variabel SIZE tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai DA. Variabel ROA bernilai -0.112 yang berarti ROA berpengaruh negatif terhadap DA, yang berarti kenaikan 1% ROA akan mengurangi nilai DA sebesar 11.2%. Uji t parsial terhadap variabel ROA menunjukkan bahwa hubungan ROA terhadap DA tidak berpengaruh signifikan. Variabel CR memiliki koefisien -0.011 yang bernilai negatif sehingga kenaikan 1% CR akan meningkatkan nilai DA sebesar 1.1%. Variabel CR memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap variabel DA. Variabel kontrol terakhir yaitu DER yang memiliki koefisien -0.031 sehingga variabel DER berpengaruh negatif terhadap variabel dependen namun tidak signifikan karena nilai probabilitas yang lebih besar dari tingkat signifikansi 5%. Hubungan Pengungkapan Laporan Keberlanjutan dan Manajemen Laba Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel SR secara signifikan berpengaruh negatif terhadap variabel akrual diskresioner sehingga tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan mampu mengurangi atau membatasi perilaku manajemen laba perusahaan. Model penelitian
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
ini mengikuti model penelitian sebelumnya yang menganalisis hubungan antara Corporate Social Responsibilitty (CSR) terhadap manajemen laba. Pada penelitian ini konsep laporan CSR diganti dengan pengungkapan laporan keberlanjutan sebagai variabel independen. Hasil
penelitian
yang
dilakukan
menunjukkan
bahwa
perusahaan
yang
mengungkapkan indikator laporan keberlanjutan yang lebih besar cenderung memiliki praktik manajemen laba yang lebih kecil. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hong dan Andersen (2011) yang menyimpulkan bahwa perusahaan yang mengungkapkan laporan CSR akan cenderung melakukan praktik manajemen laba yang lebih kecil sehingga laba yang dilaporkan akan memiliki kualitas yang lebih baik. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Ekawati (2012) yang menyatakan bahwa perusahaan yang berkontribusi lebih banyak dalam melakukan kegiatan tanggung jawab sosial akan cenderung memiliki praktik manajemen laba yang lebih kecil. Pelaporan kegiatan CSR dan laporan keberlanjutan merupakan bentuk pengungkapan sukarela di Indonesia. Kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh perusahaan seperti yang diatur dalam UU No. 40 tahun 2007 pasal 66 ayat 2b dan pasal 74. Namun pelaporan kegiatan tersebut secara terpisah dari laporan keuangan dan laporan tahunan merupakan pengungkapan yang tidak diwajibkan (sukarela). Keinginan perusahaan untuk melaporkan informasi secara sukarela akan menunjukkan transparansi perusahaan yang lebih luas. Pelaporan keberlanjutan juga merupakan bentuk pengungkapan sukarela yang mampu meningkatkan transparansi perusahaan. Studi yang dilakukan oleh BrownFlynn dan CSRHub (2012) menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat aplikasi GRI yang lebih tinggi (tingkat A) akan memiliki tata kelola perusahaan yang lebih baik karena perusahaan tersebut sudah mampu mendemonstrasikan
sustainability
strategies
yang
lebih
komprehensif
sehingga
mempengaruhi seluruh tujuan dan prinsip dalam perusahaan. Maka dapat disimpulkan bahwa pengungkapan laporan keberlanjutan yang lebih luas akan merefleksikan tata kelola perusahaan yang lebih baik sehingga mampu mengurangi perilaku manajemen laba (Bédard & Courteau 2001; Biao Xie et al., 2003). Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan 81 laporan keberlanjutan perusahaan dalam industri selain keuangan dan jasa keuangan pada tahun 2008-2012 dapat ditarik kesimpulan tingkat pengungkapan laporan keberlanjutan memiliki pengaruh negatif
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
terhadap manajemen laba, yang artinya semakin luasnya pengungkapan laporan keberlanjutan, maka praktik manajemen laba akan semakin berkurang. Rata-rata perusahaan di Indonesia baru mengungkapkan 75% dari indikator dalam pengecekan tingkat aplikasi GRI. Hal ini dikarenakan isu pelaporan keberlanjutan yang masih dinilai baru dengan dibuktikan masih sedikitnya jumlah perusahaan yang telah mengungkapkan laporan keberlanjutan pada tahun 2008 hingga tahun 2012. Secara keseluruhan model signifikan mampu menjelaskan variabel dependen yaitu manajemen laba. Secara parsial, empat variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage dan likuiditas tidak signifikan terhadap variabel manajemen laba. Saran Saran yang dapat diberikan kepada penelitian selanjutnya berdasarkan keterbatasan dan juga hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah jumlah sampel sehingga data lebih bervariasi yang lebih memungkinkan untuk mewakili populasi penelitian. 2. Penelitian ini hanya berfokus pada tingkat pengungkapan melalui kelengkapan indikator yang dilaporkan oleh perusahaan. Belum ada penelitian yang berfokus pada kualitas informasi yang disajikan dalam laporan. Oleh karena itu disaranakan adanya penelitian yang bersifat content analysis mengingat laporan ini yang bersifat kualitatif sehingga kualitas informasi juga perlu diperhatikan. 3. Model penelitian yang menyertakan variabel yang merefleksikan tata kelola perusahaan sehingga dapat dilihat hubungan langsung antara pengungkapan laporan keberlanjutan terhadap corporate governance. 4. Penggunaan model akrual diskresioner yang lebih terbaru yang lebih memudahkan dalam mencari estimasi parameter spesifik. Kepustakaan BrownFlynn & CSRHub. (2012). “GRI Application Levels: Why Strive for an A?” http://www.csrinternational.org/gri-application-levels-why-strive-for-an-a/ (29 Juni 2014) Chen, Tianran. (2010). Analysis on accrual-based models in detecting earnings management. Lingnan Journal of Banking, Finance and Economics, 1, 1-10. Choi, Frederick D.S., & Meek, Garry K. (2008). International Accounting (6th ed.). New Jersey: Pearson Prentince Hall.
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
Deegan, C., Rankin, M., & Tobin, J. (2002). An examination of the corporate social and Elkington, J..(1998). Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. New Society Publishers, Stony Creek, CT. Erica, Yin, Staden, C.V., & Cahan, S.. (2011). Corporate social responsibility reporting and earnings management: the role of political costs. Australasian Accounting, Business and Finance Journal, 5, p.15-33. Freeman, R.E. (1984). Strategic Management: A Stakeholder Approach. Pitman, Boston, MA. Global Reporting Initiative (GRI). (2006). Sustainability Reporting Guidelines: Version 3.0. GRI, Amsterdam. Godfrey, J., Hodgson, A., Tarca, A., Hamilton, J., & Holmes, S. 2003. Accounting Theory (5th ed). New York: John Wiley & Sons, Inc. Healy, P.M. (1985). The effect of bonus schemes on accounting decisions. Journal of Accounting and Economics, 10, 85-107. Henderson, Scott, Graham P., dan Harris, K. (2004). Financial Accounting Theory. Australia: Pearson Education Australia. Hong, Y., & Andersen, M. L. (2011). The relationship between corporate social responsibility and earnings management: An exploratory study. Journal of Business Ethics, 104:461-471. Indonesia Stock Exchange. (2012). “IDX Fact Book 2012”. http://www.idx.co.id/idid/beranda/publikasi/factbook.aspx (20 Mei 2014). International Institute for Sustainable Development (IISD), 1992. Business Strategies for Sustainable Development. IISD, Winnipeg, Canada. Jones, J. J. (1991). Earning management during import relief investigations. Journal of Accounting Research, 37, 57-81. OECD. (2004). “OECD Principles of Corporate http://www.oecd.org/dataoecd/32/18/31557724.pdf (5 Maret 2013).
Governance”.
Rosenzweig, K & M. Fischer. (2004). Is managing earnings ethically acceptable? Management Accounting, 31-34. Scott, R. William. (2009). Financial Accounting Theory (5th ed). Toronto: Pearson Education Canada.
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014
Suchman, M.C. (1995). Managing legitimacy: strategic and institutional approaches. Academy of Management Review, 20 (3), 263-281. Sun N., Salama, A., Hussainey, K., & Habbash, M. (2010). Corporate environmental disclosure, corporate governance and earnings management. Managerial Auditing Journal, 25 (7), 679-700. Xie, Biao, Davidson III, W.N., & DaDalt, P.J.. (2003). Earnings management and corporate governance: the role of the board and the audit committee. Journal of Corporate Finance, 9(3), 295-316. World Commission on Environment and Development (WCED). (1987). Our Common Future. Oxford University Press, Oxford.
Pengaruh tingkat…, Pardede, Rachel Christy, FE UI, 2014