PENGARUH TERPAAN IKLAN DI TELEVISI TERHADAP KESADARAN MERK Studi Kasus Terpaan Iklan “Kartu As versi Smash” di Televisi terhadap Kesadaran Merk pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Untirta Angkatan 2006-2010 Siti Mahmudoh Deviani Setyorini Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
[email protected] ABSTRACT Ad spending is an industry that spends large enough money in this country. Telkomsel use television advertising to provide information about new products and services.Telkomsel give the largest contribution in ad spending in 2010. Then problem formulation are how ad exposure “Kartu As version of Smash" on television can influence brand awareness in university students communication Science of Untirta. Purpose of this research is to know influence of ad exposure “Kartu As version of Smash" on television to brand awareness in university student department communication sciences Untirta. Theories used this research is the Hierarchy of Effect Model and Advertising Exposure Process Model. This research is using survey method with quantitative approach. This research is an explanative. Data were collected from the questionnaires and documentation. Samples taken in this research is university student Department of Communication Science Untirta active in the lift 2006-2011 as many as 87 university students. The results of this research is the Pearson Product Moment correlation analysis showed a strong relationship exists, the positive and significant relationship between ad exposure Kartu As version of "Smash" with brand awareness in communication science university students Untirta of 0.614. Then the calculation of the coefficient of determination is equal to 0.378 or 37.8% so it can be explained that at 37.8% the formation of brand awareness that occurs can be affected by ad exposure. This research finally concludes to advertisements “Kartu As version of Smash” showed enough high frequence, duration and intensity in university student communication science Untirta. Kartu As brand awareness in communication science student at the cognitive stage is high while in the stage of affective and behavior is low. 37.8% for the formation of brand awareness that occurs can be affected by exposure to the remaining ads are influenced by other factors.the researcher recommends that future researcher about ad exposure the other than media television. In addition to Telkomsel, researcher suggests the ad should make ad content more informative and not only do promotion through ad, but do other marketing mix communications. Keywords: advertising exposure, brand awareness. PENDAHULUAN Saat perusahaan mengeluarkan produk baru ataupun paket baru dalam produk tersebut, maka perusahaan perlu melakukan komunikasi untuk memperkenalkan dan mempromosikan produknya kepada khalayak. “Pengelola pemasaran hingga kini masih beranggapan bahwa kegiatan promosi yang paling efektif adalah beriklan melalui media
massa” (Morissan, 2010:6). Walaupun banyak yang beranggapan beriklan merupakan kegiatan yang menghamburhamburkan uang karena mengeluarkan biaya yang sangat besar, mulai dari biaya produksi, membayar model iklan hingga pada membayar ruang dan waktu di media. Namun hal tersebut tidaklah sia-sia jika iklan tersebut efektif dan dapat menjangkau khalayak sasaran yang dituju. “Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling banyak dibahas orang, hal ini kemungkinan karena daya jangkaunya yang luas. Iklan juga menjadi instrumen penting, khususnya bagi perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang ditujukan kepada masyarakat luas” (Morissan, 2010:18). Iklan menjadi industri yang mengeluarkan belanja cukup besar di negeri ini. Menurut data dari Nielsen Audience Measurement yang dikutip dalam Sumaryati, “belanja iklan Indonesia mengalami pertumbuhan yang luar biasa pada 2010 yaitu 23%, dengan nilai Rp 59,83 triliun dibanding 2009 yang sebesar Rp 48,58 triliun. Angka ini merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 5 tahun terakhir” ((http://swa.co.id/2011/02/belanja-iklan-di-indonesia-capai-rp-5983, di akses pada tanggal 1 maret2011 pukul 06:05 WIB). “Televisi diakui sebagai media iklan paling berpengaruh dan menjangkau spektrum konsumen. Dari perspektif pembangunan merk, iklan tv memiliki dua kekuatan. Pertama, ia dapat menjadi sarana efektif yang menunjukkan secara langsung atribut-atribut produk dan menjelaskan secara persuasif manfaat-manfaat produk yang berhubungan dengan konsumen. Kedua, iklan tv dapat menjadi sarana yang mendorong untuk secara dramatis memotret pengguna dan gambaran penggunaan, kepribadian merk, dan hal-hal tak berwujud lainnya dari merk tersebut” (Kotler & Keller, 2007:247). Perbandingan belanja iklan di berbagai media adalah sebagai berikut: Tabel Belanja Iklan di Berbagai Media (2010) Media Iklan
Persentase kenaikan iklan (%)
Televisi (TV) 26 Koran 29 Majalah dan Tabloid 10 Sumber: www.swa.co.id
Total belanja (Rp) 37,67 triliun 20,18 triliun 1,97 triliun
Salah satu perusahaan yang senantiasa melakukan promosi dengan menggunakan iklan di televisi yaitu PT Telkomsel, Tbk.6 Telkomsel merupakan operator selular terkemuka di Indonesia (http://www.telkom.co.id/telkomsel/tentang-telkomsel/profil-perusahaan/ diakses tanggal 18 Juni 2011 pukul 09:13 WIB). Hingga Juni 2010, Telkomsel dipercaya melayani
88,3 juta pelanggan, menjadikan Telkomsel sebagai pemimpin pasar di industri telekomunikasi
selular
dengan
pangsa
pasar
sekitar
50
persen
(http://www.telkom.co.id/telkomsel/tentang-telkomsel/profil-perusahaan/di akses tanggal 18 Juni 2011 pukul 09:13 WIB). Telkomsel menyediakan ragam pilihan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan melalui produknya yaitu Kartu HALO, simPATI, Kartu As, Telkomsel Flash, BlackBerry, Bundling, dan iPhone (http://www.telkomsel.com/product di akses tanggal 18 Juni 2011 pukul 09:13 WIB). Telkomsel memanfaatkan iklan televisi itu untuk memberikan informasi mengenai produk dan layanan baru. Telkomsel memberikan kontribusi terbesar dalam belanja iklan tahun 2010. Hal ini dapat dibuktikan dimana selama tahun 2010, Telkomsel dengan produknya yaitu Simpati, Kartu As dan korporat masuk lima besar kategori produk terbesar dalam belanja iklan. Tabel Produk dengan Kontribusi Terbesar dalam Belanja Iklan di Media Massa dan Televisi Kategori merk produk telekomunikasi XL Telkomsel (Simpati, Kartu As dan korporat) Axis Indosat Esia
Total belanja (Rp) 593 miliar 1,37 triliun 396 miliar 320 miliar 296 miliar
Sumber: www.swa.co.id Alasan memilih produk dengan merk Kartu As karena segmentasi pengguna Kartu As adalah anak muda. Iklan yang digunakan oleh Telkomsel dalam produk Kartu As pada tahun 2011 adalah iklan Kartu As versi Smash, versi kurcaci, Sule & Smash Bayar SPP, liburan. Penelitian ini menggunakan salah satu produk Telkomsel yang diiklankan di televisi yaitu iklan “Kartu As versi Smash”. Penelitian ini memilih iklan “Kartu As versi Smash” dikarenakan pada iklan tersebut terdapat beberapa atribut disajikan dengan menarik. Diantaranya menggunakan bahasa mudah dimengerti. Celebrity endorser yaitu Smash, Sule dan Rianti Cartwright. Smash yang merupakan boy band yang ngetop tahun ini sehingga pemirsa merasa tidak asing lagi dan tertarik untuk menontonnya, logo dan warna yang menarik, gaya iklan yang menarik, ceria serta motto iklan yang mudah diingat. Pesan iklan dalam cerita iklan dikemas dengan sederhana sehingga mudah dimengerti oleh pemirsa televisi. Dengan penyampaian yang
sedemikian rupa, pemirsa diharapkan tertarik untuk melihat iklan sehingga Kartu As dijadikan yang pertama diingat dalam benak pemirsa. Sebuah perusahaan menggunakan iklan sebagai strategi promosinya untuk mengenalkan produk tersebut kepada konsumennya. Menumbuhkan brand awareness dan menempatkan produk sebagai top of mind (yang muncul pertama dipikiran konsumen) itu membutuhkan waktu yang cukup lama dan proses yang tidak gampang. Brand awareness menurut Aaker yang dikutip dalam Rangkuti adalah “kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merk merupakan bagian dari kategori produk tertentu” (Rangkuti, 2002:39). Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik ingin mengetahui apakah terpaan iklan “Kartu As versi Smash” tersebut dapat mempengaruhi kesadaran merk Kartu As khususnya kepada para mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa mampu manganalisis dan termasuk orang intelektual. Seperti yang diungkapkan Menteri Daoed Joesoef yang dikutip dalam Effendy, mahasiswa pada hakikatnya “manusia penganalis”. Sebagai penganalis mahasiswa bukan semata-mata pemburu ijazah, melainkan merupakan penghasil gagasan dalam bentuk pemikiran yang teratur.” (Effendy, 2003:190) “Mahasiswa memiliki kedudukan di masyarakat sebagai kelompok pemuda intelektual yang murni dan berani dengan cara yang luwes.” Alasan memilih mahasiswa ilmu komunikasi Untirta karena mahasiswa tersebut dianggap dapat mengerti dan menilai sebuah iklan televisi. Sebagaimana yang dikatakan Alaika (2010:37) dalam skripsinya yaitu “mahasiswa ilmu komunikasi dinilai mampu memahami juga menilai sebuah tayangan televisi, baik berupa peranannya, fungsi, dampak atau efek dari sebuah tayangan.” Selain itu, mahasiswa ilmu komunikasi memiliki latar belakang pendidikan ilmu komunikasi yang sesuai dengan penelitian ini. Hal ini dikarenakan “iklan merupakan salah satu metode komunikasi” (Effendy, 2003:56). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana terpaan iklan “Kartu As versi Smash” di televise, bagaimana kesadaran merk Kartu As pada mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta dan bagaimana pengaruh terpaan iklan”Kartu As versi Smash” di televise terhadap kesadaran merk pada mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta. Sutisna mengemukakan bahwa “komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik terutama konsumen sasaran mengenai keberadaan produk di pasar” (Sutisna, 2001:267).
Komunikasi pemasaran menurut Shimp, “dapat
dipahami dengan menguraikan dua unsur pokoknya, yaitu komunikasi dan pemasaran. Komunikasi adalah proses di mana pemikiran dan pemahaman disampaikan antarindividu, atau antara organisasi dengan individu.
Pemasaran adalah sekumpulan kegiatan dimana perusahaan dan organisasi lainnya mentransfer nilai-nilai (pertukaran) antara mereka dengan pelanggannya. Tentu saja, pemasaran lebih umum pengertiannya daripada komunikasi pemasaran, namun kegiatan pemasaran banyak melibatkan aktivitas komunikasi. Jika digabungkan, komunikasi pemasaran merepresentasikan gabungan semua unsure dalam bauran pemasaran merk, yang memfasilitasi terjadinya pertukaran dengan menciptakan suatu arti yang disebarluaskan kepada pelanggan atau kliennya” (Shimp, 2003:4). “Komunikasi pemasaran adalah sarana yang digunakan perusahaan dalam upaya untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen langsung atau tidak langsung tentang produk dan merk yang mereka jual” (Kotler & Keller, 2007:204). Bauran komunikasi pemasaran terdiri atas enam cara komunikasi utama yaitu iklan, promosi penjualan, acara khusus dan pengalaman, hubungan masyarakat dan pemberitaan, pemasaran langsung, penjualan pribadi (Kotler & Keller, 2007:205). Terpaan terjadi ketika sebuah iklan ditempatkan sehingga pembeli prospektif dapat melihat (see), mendengar (hear) atau membaca (read) iklan tersebut (Rossiter & Percy, 1987:559). Terpaan terjadi ketika rangsangan yang datang berada dalam jangkauan sensor penerimaan kita (Dell, Best, & Coney, 2001:285). Terpaan ditentukan dari frekuensi (seberapa sering iklan dilihat dan dibaca), intensitas (seberapa jauh khalayak mengerti pesan iklan) dan durasi (seberapa lama khalayak memperhatikan iklan) suatu iklan dilihat atau dibaca. Sesering dan selama apapun seseorang melihat suatu iklan, belum tentu ia melihat iklan tersebut secara seksama (dari awal sampai akhir), bisa saja hanya sekilas atau sebagian (Wells, Burnet, & Moriarty, 2000:156). Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any paid form nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh suatu sponsor yang diketahui). Iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, oleh sponsor tertentu yang harus dibayar (Kotler & Keller, 2007:144). Iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media (Kasali, 2007:19). Iklan didesain untuk mencapai beberapa tujuan yaitu membuat pasar sasaran menyadari (aware) akan suatu merk baru, memfasilitasi pemahaman konsumen tentang berbagai atribut dan manfaat merk yang diiklankan dibandingkan merk-merk pesaing, meningkatkan sikap-sikap dan mempengaruhi niatan untuk membeli, menarik sasaran agar mencoba produk, mendorong perilaku pembelian ulang (Shimp, 2003:368).
Iklan memiliki sejumlah fungsi antara lain: 1. Informing (memberi informasi). Periklanan membuat konsumen sadar akan merkmerk baru, mendidik merka tentang berbagai fitur dan manfaat merk, serta memfasilitasi penciptaan citra merk yang positif. 2. Persuading (mempersuasi). Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. 3. Reminding (mengingatkan). Iklan menjaga agar merk perusahaan tetap segar dalam ingatan konsumen. 4. Adding value (memberikan nilai tambah). Terdapat tiga cara mendasar di mana perusahaan bisa memberi nilai tambah bagi penawaran-penawaran mereka: inovasi, penyempurnaan kualitas, atau mengubah persepsi konsumen (Shimp, 2003:357-361). “Televisi sangat fleksibel dalam penyampaian pesan sponsor, mulai dari pemilihan waktu sampai adanya jaminan penyampaian ulasan berita secara khusus untuk audiens tertentu. Televisi merupakan media iklan paling potensial diantara berbagai media lainnya karena jangkauannya yang luas” (Brannan, 2005:54). “Perkembangan industri periklanan televisi di Indonesia bisa menggeser peran media periklanan lainnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan anggaran iklan yang selama ini dinikmati oleh media cetak dan radio secara perlahan beralih ke televisi” (Sumartono, 2002:5). Iklan televisi memiliki banyak keunggulan dibanding beriklan dengan menggunakan media lain. Berikut ini beberapa kelebihan iklan televisi antara lain: a. Kesan realistik. Karena sifatnya yang visual, dan merupakan kombinasi warna-warna, suara dan gerakan, maka iklan-iklan televisi nampak begitu hidup dan nyata. b. Masyarakat lebih tanggap. Karena iklan di televisi disiarkan dirumah-rumah dalam suasana santai atau rekreatif, maka masyarakat lebih siap untuk memberikan perhatian. c. Repetisi/pengulangan. Iklan televisi bisa ditayangkan hingga beberapa kali dalam sehari sampai dipandang cukup bermanfaat yang memungkinkan sejumlah masyarakat untuk menyaksikannya, dan dalam frekuensi yang cukup sehingga pengaruh iklan itu bangkit. d. Adanya pemilihan area siaran (zoning) dan jaringan kerja (networking) yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat. e. Ideal bagi para pedagang eceran. Selain karena para pedangan suka menonton televisi, hal itu disebabkan iklan-iklan televisi memang sangat membantu usaha mereka, bahkan seolah-olah iklan tersebut ditujukan semata-mata kepada mereka.
f. Terkait erat dengan media lain. Tayangan iklan televisi mungkin saja terlupakan begitu cepat, tetapi kelemahan ini bisa diatasi dengan memadukannya pada wahana iklan lain (Jefkins, 1997:110-112). Kesadaran merk merupakan kemampuan sebuah merek untuk muncul dalam benak konsumen ketika mereka sedang memikirkan kategori produk tertentu dan seberapa mudahnya nama tersebut dimunculkan. Kesadaran merk (brand awareness) adalah dimensi dasar dalam ekuitas merk. Berdasarkan cara pandang konsumen, sebuah merk tidak memiliki ekuitas hingga konsumen menyadari keberadaan merk tersebut (Shimp, 2003:11). Definisi brand awareness menurut David Aaker yang dikutip dalam Handayani dkk mendefinisikan brand awareness adalah kemampuan dari pelanggan potensial untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merk termasuk ke dalam kategori produk tertentu (Handayani, 2010:64). Kesadaran merk adalah kemampuan untuk mengidentifikasi (mengakui atau mengingat) merk dalam kategori, secara cukup rinci untuk melakukan pembelian (Kotler & Keller, 2007:213). Indikator-indikator brand awareness adalah: 1. Recall yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merk apa saja yang merka ingat. Untuk meningkatkan brand recall , maka nama merk yang dipilih haruslah : a. Nama merk yang sederhana dan mudah diucapkan. Kesederhanaan nama merk dapat mempermudah konsumen untuk memahami nama merk. Nama merk yang pendek, dapat memfasilitasi brand recall karena nama merk yang pendek akan mudah diingat. b. Kemudahan untuk diucapkan diperlukan untuk meningkatkan pengulangan secara lisan dalam rangka membangun daya ingat yang kuat. Pengucapan juga mempengaruhi timbulnya perhatian dan keinginan konsumen untuk menyebutkan nama merk secara lisan. c. Idealnya nama merk harus jelas, dapat dipahami dan tidak memiliki arti yang ambigu. Nama merk yang ambigu akan berpengaruh besar atas pemahaman akan sebuah merk. Konsumen akan memiliki persepsi yang berbeda akan suatu merk apabila merk tersebut memiliki pengucapan ambigu sehingga menimbulkan arti yang berbeda. d. Untuk mempertinggi brand recall, maka nama merk harus terdengar akrab. 2. Recognition yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merk tersebut termasuk dalam satu kategori tertentu. 3. Purchase yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu merk ke dalam alternatif pilihan ketika mereka akan membeli produk atau layanan.
4. Consumption yaitu seberapa jauh konsumen masih mengingat suatu merk ketika mereka sedang menggunakan produk atau layanan pesaing (Keller, 2003:183-210).
Hierarchy of Effect Model Menurut model hierarchy of effect yang diperkenalkan oleh Rober J. Lavidge dan Gery Steiner pada tahun 1961 menyatakan bahwa terdapat beberapa tahapan mental pada konsumen setelah terkena terpaan iklan suatu produk, sampai pada saat ia memutuskan untuk membeli produk tersebut (Horton, 1984:57). Tabel Hierarchy of Effect Model Stages Cognitive stage Affective Stage
Hierarchy of Effect Model Awareness Knowledge Liking Preference Conviction Purchase
Behavioral Stage Sumber : Belch dan Belch (2007:146)
Teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah Advertising Exposure Process Model yang dikemukakan oleh Rajeev Batra, John G. Myers dan David A. Aaker (1996:48). Model tersebut menunjukkan proses yang terjadi setelah konsumen mengalami terpaan iklan. Proses yang terjadi adalah pertama, terpaan iklan akan menciptakan brand awareness dalam benak konsumen yang membuat konsumen merasa familiar. Kedua, konsumen akan mendapatkan informasi mengenai keuntungan, sifat atau atribut dari merk. Ketiga, melalui penggunaan berbagai eksekusi, iklan dapat menciptakan image terhadap merk, yang disebut brand personality. Keempat, iklan akan menghasilkan perasaan kepada konsumen untuk mengasosiakan sesuatu terhadap merk (brand asosiation). Kelima, iklan dapat menciptakan kesan bahwa merk disukai oleh reference group konsumen. Konsumen ingat dan mencoba merk. Kenam efek ini dapat menciptakan perasaan sesuatu atau sikap terhadap brand yang menggerakkan konsumen untuk membeli produk. Operasional Variabel Variabel Terpaan Iklan
Dimensi Frekuensi
Indikator a. Sering menonton iklan. b. Sering menyaksikan adegan dalam iklan. c. Sering melihat model iklan.
Skala Interval
d. Sering mendengar suara dalam iklan e. Sering membaca logo merek f. Sering membaca tagline Durasi a. Berapa lama menonton iklan b. Mendengarkan musik dalam iklan dari awal sampai akhir Intensitas b. Memahami pesan iklan. c. Memahami adegan dalam iklan. Kesadaran Merk Recognition a. Khalayak menyadari merk produk. b. Khalayak dapat mengetahui merk produk. c. Khalayak dapat mengenali merk Recall a. Khalayak mengingat merk produk. b. Khalayak menyukai merk c. Khalayak memilih merk. d. Khalayak yakin terhadap merk. Purchase a. Khalayak membeli produk merk. b. Khalayak memakai produk Consumption a. Khalayak membeli ulang produk Sumber: Olahan penulis dari Rossiter, Percy dan Keller.
METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan survei dengan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian ini menggunakan teknik survei. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah survey eksplanatif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan probability sampling yaitu simple random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Untirta Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang yang masih aktif kuliah dari angkatan 2006-2010 dan yang pernah menonton tayangan Iklan “Kartu As versi Smash” di televisi. Alasan memilih mereka karena mahasiswa tersebut dianggap dapat mengerti dan menilai sebuah iklan televisi. Selain itu, mahasiswa ilmu komunikasi memiliki latar belakang pendidikan ilmu komunikasi yang sesuai dengan penelitian ini. Menurut data dari Kabag kemahasiswaan FISIP Untirta, jumlah mahasiswa Ilmu Komunikasi Untirta yang aktif pada tahun ajaran 2010/2011 dari angkatan 2006-2010 adalah sebanyak 670 mahasiswa. Jumlah sampel yang akan diteliti berdasarkan rumus Yamane adalah 87 mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta.
Data yang diperoleh dari kuesioner kemudian diolah dengan menggunakan statistik dengan bantuan SPSS versi 17.00. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal dapat dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian normalitas dalam penelitian menggunakan bantuan SPSS versi 17.00. Kekuatan hubungan yang menunjukkan derajat hubungan ini di sebut koefisien asosiasi (korelasi). Peneliti menguji korelasi dengan program SPSS versi 17. Uji regresi linier sederhana dan uji t-test digunakan untuk pengujian hipotesis.
PEMBAHASAN Pada penelitian ini iklan yang diteliti adalah iklan “Kartu As versi Smash”. Peneliti meneliti bagaimana terpaan iklan “Kartu As versi Smash” di televisi dapat mempengaruhi kesadaran merk pada mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta. Untuk mengetahui pengaruh tersebut, peneliti terlebih dahulu mencari korelasi antara terpaan iklan Kartu As versi “Smash” di televisi dengan kesadaran merk pada mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta lalu analisis regresi untuk mengetahui pengaruh terpaan iklan “Kartu As versi Smash” di televisi terhadap kesadaran merk pada mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara terpaan iklan Kartu As versi “Smash” dengan kesadaran merk pada mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta sebesar 0,614. Hal tersebut memiliki makna terdapat hubungan yang kuat antara terpaan iklan “Kartu As versi Smash” di televise dengan kesadaran merk pada mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta. Hubungan tersebut bernilai positif dan signifikan. Pada penelitian ini, pengaruh yang diberikan terpaan iklan” Kartu As versi Smash” di televisi terhadap kesadaran merk pada mahasiswa ilmu komunikasi Untirta yang telah diketahui dari perhitungan koefisien determinasi yaitu sebesar 0,378 atau sama dengan 37,8% sehinga dapat dijelaskan bahwa sebesar 37,8% variabel kesadaran merk yang terjadi dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel terpaan iklan. Dapat demikian dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini terdapat pengaruh antara terpaan iklan” Kartu As Smash” di televisi terhadap kesadaran merk pada mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Hierarcy Effect yang dikembangkan oleh Rober J. Lavidge dan Gery Steiner digunakan untuk mengukur variabel Y (kesadaran merk) yang terdiri dari tahap kognitif, afektif dan behavior. Pada penelitian ini teori Hierarcy Effect menjelaskan terpaan iklan Kartu As versi “Smash” di televisi dapat mempengaruhi kesadaran merk pada mahasiswa ilmu komunikasi Untirta tidak sepenuhnya berlaku dalam penelitian ini, hal ini dikarenakan terpaan iklan “Kartu As versi Smash” dapat
mempengaruhi pada tahap kognitif tetapi tidak pada tahap afektif dan behavior. Perusahaan melakukan salah satu komunikasi pemasaran yaitu iklan. Telkomsel melakukan terpaan iklan melalui media massa. Terpaan iklan dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan, salah satunya adalah untuk membentuk kesadaran merk pada khalayak. Hal ini terbukti setelah mendapati hasil penelitian pada pernyataan dalam kuesioner tentang menyadari merk Kartu As menunjukkan 53 responden atau 60,9% menyatakan setuju. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta menyadari produk simcard dengan merek Kartu As. Pada teori Hierarcy Effect pada tahap kognitif tataran knowledge berlaku dalam penelitian ini. Hal ini terbukti pada pernyataan tentang mengetahui merk Kartu As menunjukkan bahwa sebanyak 58 responden atau 66,7% menyatakan setuju. Jadi mayoritas mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta mengetahui produk simcard dengan merek Kartu As. Pada pernyataan tentang mengingat merk Kartu As menunjukkan sebanyak 59 responden atau 67,8% menyatakan setuju. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta mengingat produk simcard dengan merek Kartu As. Tahap afektif dalam teori Hierarcy Effect tidak berlaku pada penelitian ini karena terpaan iklan tidak berpengaruh terhadap produk dengan merk Kartu As. Hal ini terbukti pada pernyataan tentang menyukai merk Kartu As menunjukkan yang menyatakan tidak setuju sebanyak 38 responden atau 43,7%. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta tidak menyukai produk simcard dengan merek Kartu As. Pada penelitian ini mahasiswa ilmu komunikasi Untirta tidak memilih produk simcard dengan merek Kartu As .Hal ini terbukti dari tanggapan responden tentang memilih produk dengan merk Kartu As menunjukkan yang menyatakan tidak setuju sebanyak 42 responden atau 48,3%. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta tidak memilih produk simcard dengan merek Kartu As. Pada penelitian ini responden tidak yakin pada produk simcard dengan merk Kartu As. Hal ini terbukti pada pernyataan tentang yakin merk Kartu As menunjukkan yang menyatakan tidak setuju sebanyak 46 responden atau 52,9%. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta Tidak yakin terhadap produk simcard dengan merek Kartu As. Tahap behavioral tidak sepenuhnya berlaku dalam penelitian ini. Tahap ini terlihat dari pembelian produk dengan merk Kartu As tetapi tidak dari perilaku mahasiswajurusan ilmu komunikasi Untirta memakai dan membeli ulang produk dengan merk Kartu As. Pada pernyataan tentang membeli produk kartu seluler dengan merk Kartu As menunjukkan yang
menyatakan 39 responden atau 44,8% menyatakan setuju. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa ilmu komunikasi Untirta membeli produk simcard dengan merek Kartu As. Pada perilaku mahasiswa ilmu komunikasi Untirta sebagai pemakai produk dengan merk Kartu As yang merupakan bagian dari tahap behavioral, hasil penelitian menunjukkan mayoritas mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta tidak setuju sebanyak 36 responden atau 41,4%. Pada perilaku mahasiswa ilmu komunikasi Untirta sebagai pembeli ulang produk dengan merk Kartu As yang merupakan bagian dari tahap behavioral, hasil penelitian menunjukkan mayoritas mahasiswa jurusan ilmu komunikasi tidak setuju sebanyak 39 responden atau 44,8%. Model advertising exposure yang dikemukakan oleh Batra, Myers, Aaker juga terbukti dalam penelitian ini bahwa setelah khalayak dirterpa iklan “Kartu As versi Smash”, khalayak memberikan perhatian yang besar terhadap iklan Kartu As versi “Smash”. Khalayak mengetahui informasi yang berkaitan dengan produk dengan merk Kartu As dengan lebih baik. Sehingga khalayak mampu mengenali dan mengingat produk simcard dengan merk Kartu As lalu terbentuk kesadaran merk pada tahap kognitif dalam benak mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Terpaan iklan “Kartu As versi Smash” menunjukkan frekuensi yang cukup tinggi, durasi yang cukup tinggi dan intensitas yang cukup tinggi menerpa mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Untirta. Hal ini dlilihat dari mayoritas mahasiswa Untirta menyatakan setuju terhadap indikator terpaan iklan yaitu dilihat dari seberapa sering iklan itu dilihat khalayak, berapa lama khalayak memperhatikan iklan seberapa paham khalayak memahami iklan setelah melihat tayangan iklan “Kartu As versi Smash”. 2. Kesadaran merk Kartu As pada mahasiswa ilmu komunikasi Untirta dilihat dari 3 tahap. Pada tahap kognitif yaitu khalayak menyadari merk produk, dapat mengetahui merk produk, mengenali merk produk, mengingat merk produk adalah tinggi. Sedangkan pada tahap afektif yaitu menyukai merk, memilih merk, yakin terhadap merk adalah rendah dan tahap behavioral yaitu membeli produk merk, memakai produk, membeli ulang produk adalah rendah. 3. Analisis korelasi Pearson Product Moment menunjukkan terdapat hubungan yang kuat, positif dan signifikan antara antara terpaan iklan Kartu As versi “Smash” dengan kesadaran merk pada mahasiswa ilmu komunikasi Untirta sebesar 0,614. Kemudian
perhitungan koefisien determinasi yaitu sebesar 0,378 sehingga dapat dijelaskan bahwa sebesar 37,8% pembentukan kesadaran merk yang terjadi pada mahasiswa ilmu komunikasi Untirta dapat dipengaruhi oleh terpaan iklan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
SARAN 1. Peneliti merekomendasikan agar penelitian selanjutnya melakukan penelitian tentang terpaan iklan selain media televisi, misalnya terpaan iklan radio, terpaan iklan surat kabar atau terpaan iklan bellow the line agar lebih meningkatkan kesadaran merk Kartu As. 2. Peneliti melihat bahwa terpaan iklan dapat mempengaruhi pembentukan kesadaran merk suatu produk. Peneliti menyarankan kepada pihak Telkomsel bahwa dalam membuat
iklan
sebaiknya
isi
iklan
lebih
informatif.
Selain
itu
peneliti
merekomendasikan agar beriklan tidak hanya di media televisi tetapi melakukan pada media komunikasi yang lain. 3. Peneliti menyarankan kepada pihak Telkomsel tidak hanya melakukan promosi melalui iklan, tetapi melakukan bauran komunikasi pemasaran yang lain seperti promosi penjualan, acara khusus, humas, pemasaran langsung dan penjualan pribadi agar dapat menjangkau seluruh khalayak sasaran yang dituju sehingga dapat membentuk kesadaran merk yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Alaika, Royhan Fasalama. 2010. Persepsi mahasiswa imu komunikasi Untirta mengenai tayangan “Jika Aku Menjadi” di Trans Tv. Skripsi tidak diterbitkan. Serang: Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Batra, Rajeev, John G. Myers, David A. Aaker. 1996. Adverting management 5th Edition. New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Brannan, Tom. 2005. Integrated marketing communications Memadukan upaya public relations, iklan, dan promosi untuk membangun identitas merek. Jakarta: PPM. Belch, Michael A, George E. Belch. 2007. Advertising and Promotion An Integrated Marketing Communications Perspective. seventh editon. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc. Effendy, Onong Uchjana. 2003. Dinamika komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
____________________. 2003. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi. Bandung: PT Citra aditya bakti. Handayani, Desy, dkk. 2010. Brand Operation. Jakarta: Esensi. Hawkins, Dell, Roger J. Best, Kenneth A. Coney. 2001. Consumer behavior building marketing strategi 8th edition, New Jersey: McGraw-Hill. Horton, Raymond L. 1984. Buying behavior a decision making approach. Ohio: Charles E Merril Publishing Company. Jefkins, Frank. 1997. Periklanan edisi ketiga, Jakarta: Erlangga Kasali, Rhenald. 2007. Menajemen periklanan konsep dan aplikasinya. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Kottler, Phillip, Keller, Kevin Lane. 2007. Manajemen pemasaran. Edisi 12. Jilid 2. Jakarta: PT Indeks. Morissan, 2010. Periklanan komunikasi pemasaran terpadu. Jakarta: Kencana prenada media group. Rangkuti, Freddy. 2002. The power of brands.teknik mengelola brand equity dan strategi pengembangan merek. Jakarta: PT Gramedia pustaka utama. Rossiter, John R, Larry Percy, 1987. Advertising and promotion management, New York, Mc Graw Hill. Shimp, Terence A. 2003. Periklanan promosi dan aspek tambahan komunikasi pemasaran terpadu, Jilid I, Edisi Kelima. Alih Bahasa Revjani Sjahrial & Dyah Anikasari. Jakarta : Erlangga. Sumartono. 2002. Terperangkap dalam iklan. Bandung: Alfabeta. Sutisna. 2001. Perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Wells, William, John Burnet, Sandra Moriarty. 2000. Advertising principles and practice. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Sumber lain: Sumaryati, Siti. 2011. Belanja Iklan di Indonesia Capai Rp 59,83. (Online), (http://swa.co.id/2011/02/belanja-iklan-di-indonesia-capai-rp-5983, di akses pada tanggal 1 maret 2011 pukul 06:05 WIB). http://www.telkomsel.com/product/kartu-as/3153-Kartu-As-Nelpon-Rp.-0---Gratis5000SMS---Gratis-Facebook--amp--Chatting.html di akses tanggal 9 april 2011 pukul 20.43 WIB. http://www.telkom.co.id/telkomsel/tentang-telkomsel/profil-perusahaan/, di akses tanggal 18 Juni 2011 pukul 09:13 WIB.
http://www.telkomsel.com/product di akses tanggal 18 Juni 2011 pukul 09:13 WIB. http://www.telkomsel.com/about/corporate/368-Profile.html di akses tanggal 27 September 2011 pukul 09:20 WIB. Data FISIP UNTIRTA bulan Juni tahun 2011 Profil FISIP Untirta