Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
PENGARUH TERAPI RELAKSASI AUTOGENIK TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI UPT PANTI WERDHA MOJOPAHIT MOJOKERTO Yulianto1, Surya Mustika Sari2, Yufi Aris Lestari3 Program Studi Ners, STIKES Dian Husada Mojokerto Email :
[email protected] ABSTRAK Proses penuaan pada lansia secara fisiologis akan merubah konsekuensi terhadap perubahan dan gangguan pada sistem kardiovaskuler, diantaranya adalah penyakit hipertensi. Hipertensi yang dialami oleh lansia di Panti Werdha Mojopahit Brangkal Mojokerto semakin meningkat karena selama ini penanganan hipertensi sebagian besar hanya diberikan terapi farmakologi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experimen PratestPosttest Control Group Design. Populasi seluruh lansia yang ada di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto dengan hipertensi, sampel terdiri dari 24 responden dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan menggunakan total sampling. Variable independent adalah terapi relaksasi autogenik dan variable dependent adalah tekanan darah pada lansia. Data yang terkumpul melalui observasi dianalisa dengan uji statistik paired t-test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil analisa menunjukkan adanya perubahan rata-rata tekanan darah antara sebelum dan sesudah dilakukan terapi relaksasi autogenik dengan nilai signifikasi pada p value = 0,000 (α<0,05) sehingga ada pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ada pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Melihat hasil penelitian ini maka terapi relaksasi autogenik ini dapat dijadikan sebagai terapi alternative tambahan selain dengan terapi pengobatan dalam mengatasi masalah tekanan darah pada lansia.
Kata kunci : Terapi Relaksasi Autogenik, Tekanan darah, Lansia
Halaman | 8
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
PENDAHULUAN Proses penuaan pada lansia secara fisiologis akan merubah konsekuensi terhadap perubahan dan gangguan pada sistem kardiovaskuler, diantaranya adalah penyakit hipertensi. Dari banyak penelitian epidemiologi diketahui bahwa dengan bertambahnya usia, maka tekanan darah semakin meningkat (Diyoyen, 2008). Hal ini mengakibatkan jumlah lansia yang mengalami hipertensi di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto juga semakin meningkat. Penanganan terhadap hipertensi sebagian besar dilakukan secara farmakologi, cara ini selain praktis juga efektif. Meskipun demikian, kestabilan dan keefektifan penanganan terhadap hipertensi tidak hanya diberikan dengan farmakologi saja, namun terapi non farmakologi juga perlu untuk ditangani terutama penanganan terhadap stress (Marliani, 2008). Stres telah diketahui merupakan salah satu faktor pemicu utama penyebab hipertensi (Setiawan, 2008). Oleh karena itu salah satu upaya terapi alternatif yang dapat dilakukan untuk menstabilkan kondisi stress adalah pemberian terapi modalitas berupa terapi relaksasi autogenik, sehingga diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup dari lansia (Beevers, 2002). Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab meningkatnya resiko penyakit stroke, jantung dan ginjal. Di dunia, hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa menderita tekanan darah tinggi (Ruhyana, 2007). Selain itu menurut Elokdyah (2007) kurang lebih 10-30% pendududk di hampir semua Negara mangalami hipertensi. Secara prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur >18 tahun di daerah Jawa Timur sebesar 45,2% (Riskesdes, 2007). Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 5 Maret 2010 di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto jumlah lansia yang menderita hipertensi mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Data lansia yang diperoleh dipanti dari tahun 2009 diketahui sebanyak 47% lansia dari 45 lansia mengalami hipertensi, sedangkan pada bulan Agstus 2016 meningkat menjadi 52% dari 46 lansia. Peningkatan yang terjadi disebabkan karena masih kurangnya penanganan yang efektif dalam menurunkan tekanan darah terutama pada lansia, karena selama ini penanganan hipertensi dipanti sebagian besar diberikan terapi farmakologi saja tanpa
adanya penanganan khusus terhadap faktor penyebab lain terutama terhadap stress. Penyebab terjadinya hipertensi pada lansia disebabkan oleh banyak faktor yang erat kaitannya dengan proses menua, faktor keturunan, ciri perseorangan dan kebiasaan hidup (Gunawan, 2001). Stres merupakan salah satu faktor penyebab utama terjadinya hipertensi. Seseorang yang mengalami stres biasanya akan disertai dengan ketegangan. Pada saat mengalami ketegangan, arteri yang menyuplai fungsi-fungsi organ penting akan menyempit sehingga akan menyebabkan tekanan darah meningkat (Beevers, 2002). Penanganan hipertensi dapat dilakukan dengan farmakologi dan nonfarmakologi. Namun pengobatan dengan farmakologi saja tentunya masih kurang efektif selama pemberian terapi hipertensi, oleh karena itu penanganan hipertensi selain dengan terapi pengobatan juga harus didukung dengan terapi nonfarmakologi seperti diet sehat, mengatasi obesitas, olahraga, berhenti merokok dan mengatasi stress, sehingga penanganan hipertensi bisa lebih efektif (Beevers, 2002). Pengelolaan stres digunakan untuk mengurangi jumlah paling sedikit stimulasi system syaraf simpatetik. Beberapa saran mekanisme umpan balik biologis dan latihan relaksasi untuk menyelesaikan hal ini. Tindakan pencegahan biasanya relative lebih mudah dari pada usaha pengobatan. Upaya untuk menurunkan tekanan darah adalah dengan cara menghindari faktor-faktor pemicu timbulnya penyakit tersebut. Oleh karena itu kita sebagai perawat berkewajiban memberikan health education atau pendidikan kesehatan tentang pencegahan yang baik (stop high blood preaseure) antara lain dengan mengurangi konsumsi garam, menghindari kegemukan, membatasi konsumsi lemak, olahraga teratur, banyak makan sayur segar, tidak merokok dan tidak minum alkohol serta pemberian relaksasi sebagai tehnik untuk mengurangi stres. Berdasarkan dari uraian diatas peneliti tertarik ingin melakukan penelitian apakah ada pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. KONSEP TERAPI RELAKSASI 1. Pengertian relaksasi autogenik Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk Halaman | 9
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks (Nurse87’s, 2009). Kata autogenik berarti pengaturan diri atau pembentukan diri sendiri atau dapat juga diartikan sebagai tindakan yang dilakukan diri sendiri (National Safety Council, 2003) Relaksasi autogenik adalah relaksasi yang bersumber dari diri sendiri berupa kata-kata/kalimat pendek ataupun pikiran yang bisa membuat pikiran tentram. 2. Tujuan relaksasi autogenik a. Memberikan perasaan nyaman b. Mengurangi stress, khususnya stress ringan/sedang c. Memberikan ketenangan d. Mengurangi ketegangan 3. Kebijakan relaksasi autogenik Terapi ini merupakan salah satu cara untuk membantu klien yang sedang mengalami ketegangan atau stress fisik dan psikologis yang bersifat ringan atau sedang, dengan menekankan pada latihan mengatur pikiran, posisi yang rileks dan mengatur pola pernafasan. 4. Prosedur relaksasi autogenik a. Persiapan 1) Pasien/klien a) Beritahu klien b) Atur posisi dalam posisi duduk atau berbaring Posisi terbaik untuk teknik ini adalah posisi bersandar/berbaring. Sebaiknya berbaring di lantai berkarpet atau di tempat tidur, kedua tangan disamping tubuh, telapak tangan menghadap ke atas, dan tungkai lurus sehingga menapak di permukaan lantai. Jika keadaan tidak memungkinkan untuk berbaring, dapat juga dilakukan dengan duduk tegak pada kursi (National Safety Council, 2003). 2) Alat: tidak ada alat khusus yang dibutuhkan. Bila diinginkan dapat dilakukan sambil mendengarkan musik ringan 3) Lingkungan Atur lingkungan senyaman dan setenang mungkin agar pasien/klien mudah berkonsentrasi. b. Pelaksanaan 1) Pilihlah suatu kata/kalimat yang dapat membuat kita tenang misalnya “Astaghfirullah”, atau sesuai dengan
keyakinan agama masing-masing. Jadikan kata-kata/kalimat tersebut sebagai “mantra” untuk mencapai kondisi rileks 2) Atur posisi klien senyaman mungkin 3) Tutup mata secara berlahan-lahan. 4) Instruksikan klien untuk melemaskan seluruh anggota tubuh dari kepala, bahu, punggung, tangan sampai dengan kaki secara perlahan-lahan 5) Instruksikan klien untuk menarik nafas secara perlahan: - Tarik nafas melalui hidung - Buang nafas melalui mulut 6) Pada saat menghembuskan nafas melalui mulut, ucapkan dalam hati “mantra” tersebut 7) Lakukan berulang selama ± 10 menit, bila tiba-tiba pikiran melayang upayakan untuk memfokuskan kembali pada kata/kalimat “mantra” 8) Bila dirasakan sudah nyaman/rileks, tetap duduk tenang dengan mata masih tetap tertutup untuk beberapa saat 9) Langkah terakhir, buka mata perlahan-lahan sambil rasakan kondisi rileks Perhatian : 1) Untuk mencapai hasil yang optimal dibutuhkan konsentrasi penuh terhadap kata-kata “mantra” yang dapat membuat rileks. 2) Lakukan prosedur ini sampai 2-3 kali selama 15 menit agar mendapatkan hasil yang optimal 5. Fase-fase relaksasi autogenik Ada empat fase dalam terapi relaksasi autogenik, yaitu : a. Perasaan berat b. Perasaan hangat c. Ketenangan jantung d. Ketenangan pernapasan Sensasi hangat dan berat disebabkan oleh peralihan aliran darah (dari pusat tubuh ke daerah tubuh yang diinginkan), yang bertindak seperti layaknya pesan internal, menyejukkan dan mereleksasikan otot-otot disekitarnya. Keseluruhan fase berlangsung sekitar 15 menit. Jika sudah selesai, tetaplah pada posisi selama beberapa menit, dan cobalah menempatkan perasaan relaks ini kedalam memori Anda sehingga dapat mengingatnya saat merasa stres (National Safety Council, 2003). Halaman | 10
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
6. Indikator pencapaian a. Respons verbal 1) Klien mengatakan rileks 2) Klien mengatakan ketegangan berkurang 3) Klien mengatakan sudah merasa nyaman b. Respons non verbal 1) Klien tampak tenang 2) Ekspresi wajah klien tudak tampak tegang 3) Klien dapat melanjutkan pekerjaannya kembali 4) Tanda-tanda vital: tensi, nadi dalam batas normal 7. Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah Relaksasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan sendiri oleh individu untuk mengurangi stres, kekalutan emosi dan bahkan dapat mereduksi pelbagai gangguan-gangguan fisiologis dalam tubuh. Beberapa penelitian ini telah dilakukan oleh beberapa ahli seperti Lehrer dan Woolfolk pada tahun 1984 menunjukkan teknik relaksasi mempunyai hubungan yang positif secara psikologis dan kesehatan fisik. Relaksasi merupakan salah satu teknik manajemen stres yang baik, yang tidak hanya memberikan perasaan damai atau ketenangan di dalam diri individu, teknik ini juga dapat menjadi sebuah hobby yang positif bila dilakukan secara rutin. Ketika terapi relaksasi autogenik di intervensikana pada lansia akan memberikan efek positif dalam menurunkan tekanan darah, dimana respon terhadap relaksasi akan merangsang kerja korteks dalam aspek kognitif maupun emosi. Sehingga menghasilkan persepsi positif. Hasil dari persepsi dan emosi yang positif akan memberikan respons koping menjadi positif. Dengan koping yang positif akan menimbulkan perasaan yang tenang dan rileks terhadap ketegangan yang ditimbulkan dari stress. Stimulus positif dari relaksasi autogenik akan menurunkan aktivitas produksi HPA (Hipotalemik-PituitaryAdrenal) Axis, yang ditandai adanya penurunan hormon CRF (corticotropinreleasing-factor) di hipotalamus dan juga akan merangsang pituitary anterior untuk memproduksi ACTH menjadi menurun. Penurunan ini akan merangsang medulla
adrenal untuk memproduksi hormon katekolamin dan kortisol sebagi homon stres manjadi menurun. Penurunan ini akan menurunkan kerja syaraf simpatis, dan sebaliknya kerja parasimpatis menjadi meningkat atau dominan, sehingga menyebabkan pelebaran atau vasodilatasi pembuluh darah yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. Disamping itu penurunan hormon stress (kortisol dan katekolamin) akan menurunkan produksi renin plasma dalam darah, sehingga pembentukan angiotensin II dalam darah juga akan berkurang, berkurangnya pembentukan angiotensin II ini akan menyebabkan vasodilatasi dan penurunan volume darah yang juga dapat menurunkan tekanan darah (M.Sholeh, 2006). METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian Quasy Experimen Pratest-Posttest Control Group Design dengan pendekatan Time Series Design. Desain penelitian Quasy Experimen Pratest-Posttest Control Group Design dengan pendekatan Time Series Design yaitu rancangan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan cara peneliti membagi dua kelompok sampel penelitian menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, pemilihan kedua kelompok tidak menggunakan teknik random. Sebelum dilakukan perlakuan (pre-test), kedua kelompok akan dilakukan pengukuran tekanan darah, kemudian setelah dilakukan perlakuan (post-test) kedua kelompok kembali akan dilakukan pengukuran tekanan darahnya. Dalam rancangan penelitian ini kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak. Pada kedua kelompok akan dilakukan pengukuran pre-test dan post-test pada hari 1,2,3 dan seterusnya hingga data yang dikumpulkan dirasa cukup oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang ada di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto dengan hipertensi dengan jumlah 24 lansia pada bulan Agustus. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang ada di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto yang memenuhi kriteria. Dalam penelitian ini menggunakan total sampling, dimana sampling ini dilakukan dengan cara mengambil seluruh sampel sebagai responden yang memenuhi kriteria Halaman | 11
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
penelitian. Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi relaksasi autogenic. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tekanan darah. Instrument yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui lembar observasi tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan Spygnomanometer air raksa dan stetoskop. Tempat penelitian dilaksanakan di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto mulai bulan Oktober sampai November 2016. Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui
tahapan Coding, Scoring, dan Tabulating. Setelah data terkumpul melalui observasi, kemudian data ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan variabel yang diteliti untuk menganalisa terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada lansia digunakan SPSS 17.0 dengan uji statistic paired T-test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 bila hasil yang diperoleh α < 0,05 maka Ho ditolak berarti ada pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Panti Werdha Majapahit Brangkal Mojokerto merupakan suatu tempat yang didirikan untuk lansia yang berdiri pada tahun 1958 yang mulanya bernama Panti Karya, dan pada tahun 1965 diganti dengan Panti Werdha Majapahit berlokasi di Brangkal Mojokerto dengan luas perumahan 48,92 m2, dengan batas sebelah utara Desa Jampirogo, sebelah barat Desa Brangkal, batas sebelah selatan Desa Kedungmaling, dan sebelah timur Jalan Raya Brangkal Mojokerto. Panti Werdha Majapahit Brangkal Mojokerto terdiri dari 6 asrama dan setiap asrama terdiri dari 2-16 orang lansia. Jumlah seluruh lansia yang tinggal di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto saat ini sebanyak 47 orang lansia. Kegiatan rutinitas pada lansia di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto adalah pengajian atau siraman rohani pada hari senin dan kamis jam 10.00 WIB yang pembicaranya dari ustadz setempat. Lansia di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto sering mengalami kecemasan dan stress emosional karena mereka harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kependudukan sosial serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : Data Primer, 2016 Gambar 1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Oktober 2016 Pada gambar 1 menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin responden pada kelompok perlakuan dan kontrol masing-masing adalah perempuan 9 orang (75%) dan sebagian kecil laki-laki yaitu 3 orang (25%).
Halaman | 12
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Sumber : Data Primer, 2016 Gambar 2 Karakteristik responden berdasarkan umur di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Oktober 2016 Pada gambar 2 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan setengahnya umur responden adalah 60-74 tahun yaitu 6 orang (50%), dan pada kelompok kontrol hampir seluruhnya umur responden adalah 60-74 tahun yaitu 10 orang (83,3%). 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal Di Panti
Sumber : Data Primer, 2016 Gambar 3 Karakteristik responden berdasarkan lama tinggal di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Oktober 2016 Pada gambar 3 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan hampir setengah responden bertempat tinggal dipanti selama 6-10 tahun sebanyak 5 orang (41,7%), dan pada kelompok kontrol hampir setengah responden bertempat tinggal di panti < 1 tahun sebanyak 5 orang (41,7%) 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pola Makan
Sumber: Data Primer, 2016 Gambar 4 Karakteristik responden berdasarkan pola makan di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Oktober 2016 Pada gambar 4 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan hampir setengah responden mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi yaitu 5 orang (41,7%) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar responden mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi yaitu 7 orang (58,3%).
Halaman | 13
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
6. Tekanan darah pada lansia sebelum dilakukan terapi relaksasi autogenik Tabel 1 Tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dilakukan terapi relaksasi autogenik pada lansia dengan hipertensi di di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Oktober 2016 Kategori Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Hipertensi Frekuensi Presentasi Frekuensi Presentasi Ringan
2
16,7 %
2
16,7 %
Sedang
8
66,6 %
8
66,6 %
Berat
2
16,7 %
2
16,7 %
Sumber : hasil pengukuran tekanan darah pada lansia di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Dilihat dari tabel 1 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dilakukan terapi relaksasi autogenik didapatkan dari 24 orang yang mengalami hipertensi sebagian besar responden mengalami hipertensi sedang sebanyak 8 orang (66,6%) dan sebagian kecil hipertensi ringan sebanyak 2 orang (16,7%). 7. Tekanan darah pada lansia setelah diberikan terapi relaksasi autogenik Tabel 2 Tekanan darah sistolik dan diastolik setelah dilakukan terapi relaksasi autogenik pada lansia dengan hipertensi di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Oktober 2016 Kategori Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Hipertensi Frekuensi Presentasi Frekuensi Presentasi Ringan
10
83,3 %
1
8,3 %
Sedang
2
16,7 %
8
66,6 %
Berat
0
0
3
25 %
Sumber : hasil pengukuran tekanan darah pada lansia di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa Tekanan darah pada lansia setelah diberikan terapi relaksasi autogenik pada kelompok perlakuan didapatkan sebagian besar mengalami hipertensi ringan sebanyak 10 orang (83,3%) dan sebagian kecil hipertensi sedang sebanyak 2 orang (16,7%). Sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan yaitu sebagian besar mengalami hipertensi sedang sebanyak 8 orang (66,6%) dan sebagian kecil mengalami hipertensi ringan hanya 1 orang (8,3%). 8. Analisa pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi Tabel 3 Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Oktober 2016 Tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi autogenic Perlakuan
Hasil Sistolik
Ratarata Std. Deviasi
Kontrol Diastolik
Sistolik
Pre test
Post test
Pre test
Pre test
Post test
Pre test
Post test
166,2500
147,5000
98,3333
89,5833
164,1667
166,2500
97,9167
99,1667
10,89725
8,66025
7,48736
5,82250
9,73124
11,89442
6,89477
5,96708
Uji Paired t-test Sign
Diastolik
Post test
p=0,000
p=0,000
Uji Paired t-test p=0,269
p=0,515
Pada tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa ada perubahan rata-rata penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan, setelah dilakukan Uji Paired t test Halaman | 14
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
pada kelompok perlakuan dengan menggunakan SPSS 17.0 diperoleh hasil tekanan sistolik p=0,000 sedangkan pada tekanan diastolik diperoleh hasil p=0,000. Hal ini berarti bahwa nilai p<0,05 yang artinya H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan setelah diberikan terapi relaksasi autogenik di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Sedangkan pada kelompok kontrol terlihat ada perubahan peningkatan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik. Kemudian setelah dilakukan Uji Paired t test pada kelompok kontrol dengan SPSS 17.0 diperoleh hasil tekanan sistolik p=0,269 sedangkan pada tekanan diastolik diperoleh hasil p= 0,515. Hal ini berarti bahwa nilai p > 0,05 yang artinya H0 diterima dan H1 ditolak , sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa tidak ada perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok kontrol setelah diberikan terapi relaksasi autogenik di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. PEMBAHASAN 1. Analisa tekanan darah pada lansia sebelum dilakukan terapi relaksasi autogenik Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 24 orang yang mengalami hipertensi baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan di dapatkan sebagian besar responden mengalami hipertensi sedang sebanyak 8 orang (66,6%) dan sebagian kecil hipertensi ringan sebanyak 2 orang (16,7%). Diketahui ada beberapa faktor kemungkinan penyebab terjadi peningkatan tekanan darah pada lansia di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto, diantaranya adalah kerana faktor genetis, faktor keturunan, ciri perseorangan (umur, jenis kelamin dan ras), dan kebiasaan hidup (Gunawan, 2001). Dari faktor genetis peneliti tidak mengkaji apakah ada riwayat hipertensi pada keluarga sampel, dikarenakan ratarata lansia banyak yang tidak mengetahui penyakit yang pernah diderita keluarga sebelumnya. Sedangkan perubahanperubahan secara biologis yang mungkin berperan pada terjadinya peningkatan tekanan darah pada lansia adalah adanya perubahan curah jantung, tahanan perifer yang meningkat, aliran darah ginjal dan laju glomerulus yang menurun (Maryam, 2008). Dari gambar 3 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan setengahnya umur responden adalah 60-74 tahun yaitu 6 orang (50%), dan pada kelompok kontrol hampir seluruhnya umur responden adalah 60-74 tahun yaitu 10 orang (83,3%). Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia (Beevers, 2002). Semakin bertambahnya usia hal ini akan menyebabkan jumlah lansia yang mengalami hipertensi juga meningkat.
Dari gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin responden pada kelompok perlakuan dan kontrol masing-masing adalah perempuan 9 orang (75%) dan sebagian kecil laki-laki yaitu 3 orang (25%). Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Gunawan, 2001 yang berpendapat bahwa laki-laki lebih tinggi mengalami hipertensi dari pada perempuan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar yang berada di Panti Werha Mojopahit Mojokerto adalah perempuan. Sedangkan dari segi gaya hidup ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan, dalam penelitian ini didapatkan bahwa pada kelompok perlakuan hampir setengah responden mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi yaitu 5 orang (41,7%) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar responden mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi sebanyak 7 orang (58,3%). Hal ini terbukti ketika peneliti mencoba menanyakan pada beberapa orang sampel penelitian, menunjukkan bahwa sekitar 12 orang merasa kurang asin pada menu makanan yang disediakan dipanti dan banyak sebagian dari mereka yang membeli makanan di warung-warung makan dekat panti sehingga kontrol asupan garam tidak dapat dikendalikan. Konsumsi garam yang tinggi selama bertahun-tahun kemungkinan meningkatkan tekanan darah karena meningkatkan kadar sodium dalam sel-sel otot halus pada dinding arteriol. Kadar sodium yang tinggi ini memudahkan masuknya kalsium ke dalam sel-sel tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan arteriol berkontraksi dan menyempit pada lingkar dalamnya (Beevers, 2002), sehingga dari mekanisme itulah garam Halaman | 15
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
dapat berpengaruh pada peningkatan tekanan darah. Lansia di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto sering mengalami kecemasan dan stress emosional karena mereka harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kependudukan sosial serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan. Peneliti mencatat bahwa hampir sebagian besar sampel sering mengeluh dengan kondisi dan keadaan mereka yang tidak menyenangkan pada saat ini, diantaranya adalah ditinggal pasangan hidup, keluarga, dikucilkan oleh keluarga dan masyarakat, tidak berdaya, hidup sendiri, tidak memiliki tempat tinggal tetap dan lain-lain. Kecemasan dan stress emosional merupakan salah satu faktor penyebab tekanan darah tinggi dan penyakit jantung (Setiawan, 2008). Menurut Dr. Hans Selye yang dikutip oleh Gunawan (2001), menyatakan bahwa stress yang berlangsung cukup lama akan menyebabkan tubuh mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis, gejala yang muncul dapat berupa hipertensi. Stres akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis (Guyton & Hall, 1996) hal ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan curah jantung. Sehingga dari mekanisme diatas stres dapat menyebabkan tekanan darah meningkat. Selain faktor-faktor diatas peningkatan tekanan darah juga disebabkan karena responden pada penelitian ini masih belum mau mencoba menurunkan tekanan darah dengan cara alamiah karena kebanyakan dari mereka tidak mampu melakukan sendiri. 2. Analisa tekanan darah pada lansia setelah dilakukan terapi relaksasi autogenik Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada kelompok perlakuan yang dilakukan pada saat post test seluruh dari 12 responden mengalami penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik, didapatkan sebagian besar mengalami hipertensi ringan sebanyak 10 orang (83,3%) dan sebagian kecil hipertensi sedang sebanyak 2 orang (16,7%). Sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik setelah diberikan
terapi relaksasi autogenik. Dari 12 responden kelompok kontrol didapatkan sebagian besar mengalami hipertensi sedang sebanyak 8 orang (66,6%) dan sebagian kecil mengalami hipertensi ringan hanya 1 orang (8,3%). Konsumsi garam yang tinggi dimungkinkan meningkatkan tekanan darah karena meningkatkan kadar sodium dalam sel-sel otot halus pada dinding arteriol. Kadar sodium yang tinggi ini memudahkan masuknya kalsium ke dalam sel-sel tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan arteriol berkontraksi dan menyempit pada lingkar dalamnya (Beevers, 2002), Pada kelompok kontrol setelah post test ternyata mengalami peningkatan rata-rata tekanan darah, mungkin karena pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun, sehingga tekanan darah pada kelompok kontrol rata-rata mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan tidak ada pengontrolan mengenai pola makan dan perilaku yang dapat menyebabkan perubahan tekanan darah pada lansia. Pada dasarnya relaksasi merupakan salah satu teknik manajemen stres yang baik, yang tidak hanya memberikan perasaan damai atau ketenangan di dalam diri individu, teknik ini juga dapat menjadi sebuah hobby yang positif bila dilakukan secara rutin. Ketika terapi relaksasi autogenik di intervensikana pada lansia akan memberikan efek positif dalam menurunkan tekanan darah, dimana respon terhadap relaksasi akan merangsang kerja korteks dalam aspek kognitif maupun emosi. Sehingga menghasilkan persepsi positif. Hasil dari persepsi dan emosi yang positif akan memberikan respons koping menjadi positif. Dengan koping yang positif akan menimbulkan perasaan yang tenang dan rileks terhadap ketegangan yang ditimbulkan dari stress. Stimulus positif dari relaksasi autogenik akan menurunkan aktivitas produksi HPA (Hipotalemik-PituitaryAdrenal) Axis, yang ditandai adanya penurunan hormon CRF (corticotropinreleasing-factor) di hipotalamus dan juga akan merangsang pituitary anterior untuk memproduksi ACTH menjadi menurun. Penurunan ini akan merangsang medulla adrenal untuk memproduksi hormon katekolamin dan kortisol sebagi homon Halaman | 16
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
stres manjadi menurun. Penurunan ini akan menurunkan kerja syaraf simpatis, dan sebaliknya kerja parasimpatis menjadi meningkat atau dominan, sehingga menyebabkan pelebaran atau vasodilatasi pembuluh darah yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah (M.Sholeh, 2006). Penurunan rata-rata tekanan sistolik dan diastolik ini terjadi karena responden telah diberikan perlakuan dengan cara pemberian terapi relaksasi autogenik, keadaan ini menunjukkan bahwa pemberian terapi relaksasi autogenik memberikan pengaruh pada perubahan tekanan darah pada kelompok perlakuan. 3. Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah. Pada tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa ada perubahan rata-rata penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan, setelah dilakukan Uji Paired t test pada kelompok perlakuan dengan menggunakan SPSS 17.0 diperoleh hasil tekanan sistolik p=0,000 sedangkan pada tekanan diastolik diperoleh hasil p=0,000. Hal ini berarti bahwa nilai p<0,05 yang artinya H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan setelah diberikan terapi relaksasi autogenik di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Sedangkan pada kelompok kontrol terlihat ada perubahan peningkatan ratarata tekanan darah sistolik dan diastolik. Kemudian setelah dilakukan Uji Paired t test pada kelompok kontrol dengan SPSS 17.0 diperoleh hasil tekanan sistolik p=0,269 sedangkan pada tekanan diastolik diperoleh hasil p= 0,515. Hal ini berarti bahwa nilai p > 0,05 yang artinya H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa tidak ada perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok kontrol setelah diberikan terapi relaksasi autogenik di UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan non farmakologi yang dapat mengurangi hipertensi adalah teknik-teknik mengurangi stress, penurunan berat badan, mengurangi konsumsi garam, pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau, melakukan olahraga/latihan serta relaksasi merupakan intervansi wajib
yang harus dilakukan terapi antihipertensi (Arif mutaqqin, 2009). Oleh karena itu, penanganan hipertensi selain dengan terapi pengobatan juga harus didukung dengan terapi non farmakologi, sehingga penanganan hipertensi bisa lebih efektif. KESIMPULAN 1. Tekanan darah pada lansia sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik pada kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan sebagian besar responden mengalami hipertensi sedang (66,6%) dan sebagian kecil hipertensi ringan (16,7%). 2. Tekanan darah pada lansia setelah diberikan terapi relaksasi autogenik pada kelompok perlakuan didapatkan sebagian besar mengalami hipertensi ringan (83,3%) dan sebagian kecil hipertensi sedang (16,7%). Sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan yaitu sebagian besar mengalami hipertensi sedang (66,6%) dan sebagian kecil mengalami hipertensi ringan (8,3%). 3. Ada pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Hal ini berdasarkan hasil Uji Paired t test pada kelompok perlakuan diperoleh hasil tekanan sistolik p=0.000 dan pada tekanan diastolik diperoleh hasil p=0.000, sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh hasil tekanan sistolik p=0.269 sedangkan pada tekanan diastolik diperoleh hasil p= 0.515. SARAN 1. Bagi UPT Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Terapi relaksasi autogenik ini dapat dijadikan sebagai terapi alternative tambahan selain dengan terapi pengobatan dalam mengatasi masalah tekanan darah pada lansia. 2. Bagi lansia Perlu adanya kontrol dan terapi yang teratur sebagai upaya preventif mengingat penyakit ini sering muncul tanpa adanya tanda dan gejala yang khas dan untuk menghindari adanya komplikasi yang berkelanjutan. 3. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini bisa dilanjutkan dengan jumlah sampel yang lebih banyak, dengan waktu yang lebih lama dan perlu adanya pengembangan variabel yang di ukur. Halaman | 17
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
DAFTAR PUSTAKA Adywirawan. 2009. Pengukuran-tekanandarah-video. http://adywirawan.com. Diakses tanggal 25/02/2010 10.30 AM Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi I. Jakarta: EGC Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rieneka Cipta Beevers, D.G. 2002. Seri Kesehatan: Bimbingan Kesehatan Pada Tekanan Darah. Cetakan I. Jakarta: Dian Rakyat Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan I. Jakarta: EGC. Diyoyen. 2008. Hipertensi Pada Lansia. http://www.diyoyen.blog.friendster.com. Diakses tanggal 24/02/2010 11.00 AM Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar : Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC Iwan. 2009. Tips-Mengatasi-Darah-TinggiAtau-Hipertensi. http://dechacare.com. Diakses tanggal 25/02/2010 14.00 PM Maliando, Alin’s. 2009. Patofisiologi Hipertensi. http://alin’smaliando.blogspot.com. Diakses tanggal 25/02/2010 11.00 AM Marliani. 2008. 100 Question And Answer: Hipertensi. Jakarta: PT Elex Media Computindo Maryam, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskuler. Jakarta: EGC National Safety Council. 2003. Manajemen Stres. Jakarta: EGC
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC Nursalam dan Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis: Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrument Penelitian Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Nurse87’s. 2009. Asuhan-Keperawatan-PadaLansia-Dengan-Hipertensi. http://nurse87.wordpress.com. Diakses tanggal 02/03/2010 14.00 PM Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Cetakan I. Jakarta: EGC Purwanti, Susi, dkk. 2001. Perencanaan Menu Untuk Penderita Tekanan Darah Tinggi Cetakan III. Jakarta: Swadaya Setiawan & dkk. 2008. Care Your Self, Hipertensi. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Penebar Plus Sholeh, M. 2006. Terapi Sholat Tahajud Menyembahkan Berbagai Penyakit. Bandung: Hikmah Sloane, Ethel. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC Smeltzer. 2003. Buku ajar keperwatan medikal bedah brunner dan suddart. Jakarta: EGC Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Tapan, Erik. 2004. Penyakit Ginjal Dan Hipertensi. Jakarta: Elek Media Komputindo.
Halaman | 18