Rivi Hamdani Wakidi dan Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan Eksternal Perusahaan …
PENGARUH SISI INTERNAL DAN EKSTERNAL PERUSAHAAN TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI Rivi Hamdani Wakidi1 dan Hasan Sakti Siregar 2 1 Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara 2 Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Abstract : The objective of this research is to examine the influence from internal and external to the disclosure of corporate social responsibility. This research can be made as a basis for consideration and decision-making benchmarks disclosure of social responsibility companies listed on the Stock Exchange in 2009. Independent variables in this research is the size of the board of commissioners, public ownership and institutional ownership. Data size of the board of commissioners, public ownership, and institutional ownership that is used is taken from the financial statements. Data disclosure of social responsibility that is used is taken from the company's annual report sample. Samples used were 30 manufacturing companies in 2009. The statistical methods used in this research is double linear regression.The results of this research indicate that the size variables simultaneously commissioners, public ownership, and institutional ownership has no significant influence on corporate social responsibility disclosure. Partially, public ownership and institutional ownership has no significant effect on the disclosure of corporate responsibility. The size of the board of commissioners has a significant influence on social responsibility disclosure. Keywords : Internal and external corporate and social responsibility disclosure. PENDAHULUAN Konteks pembangunan saat ini, tidak lagi menghadapkan perusahaan kepada tanggung jawab yang berpijak pada aspek keuntungan secara ekonomis semata, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangan, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. Perkembangan CSR tidak bisa terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development). Definisi pembangunan berkelanjutan menurut The World Commission On Environment and Development yang lebih dikenal dengan The Brundtland Comission, bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka (Solihin, 2009). Konsep CSR menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga terhadap para stakeholders
180
yang terkait dan terkena dampak dari keberadaan perusahaan. Perusahaan yang menjalankan CSR akan memperhatikan dampaknya terhadap kondisi sosial dan lingkungan dalam menetapkan dan menjalankan strategi bisnisnya, dan berupaya agar dampaknya positif. Perkembangan CSR juga terkait dengan semakin parahnya kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia maupun dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi udara dan air, hingga perubahan iklim. Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan salah satu media yang dipilih untuk memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di sekitarnya, dengan kata lain, apabila perusahaan memiliki kontrak dengan foreign stakeholders baik dalam ownership dan trade, maka perusahaan akan lebih didukung dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Perusahaan bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
usahanya, melainkan juga bertanggung jawab terhadap aspek sosial dan lingkungannya. Dasar pemikirannya adalah menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan aspek terkait lainnya, yaitu aspek sosial dan lingkungan (Rudito, Budimanta, Prasetijo, 2004). Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mewajibkan perseroan dengan bidang usaha di bidang atau terkait dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Terdapat contoh kasus, terkait permasalahan yang muncul dikarenakan perusahaan dalam melaksanakan operasinya kurang memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial di sekitarnya. Perusahaan tersebut khususnya perusahaan yang aktivitasnya berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam (ekstraktif). Sebagai contoh, PT Freeport Indonesia salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia yang berlokasi di Papua, yang memulai operasinya sejak tahun 1969, sampai dengan saat ini tidak lepas dari konflik berkepanjangan dengan masyarakat lokal, baik terkait dengan tanah ulayat, pelanggaran adat, maupun kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi (Wibisono: 2007). Dimulai dengan digusurnya ruang penghidupan suku-suku di pegunungan tengah Papua. Tanah-tanah adat tujuh suku, diantaranya suku Amungme dan Nduga dirampas awal masuknya PT FI dan dihancurkan saat operasi tambang berlangsung. Limbah tailing PT FI telah menimbun sekitar 110 kilometer bujursangkar wilayah Estuari tercemar, sedangkan 20-40 kilometer bentang sungai Ajkwa beracun dan 133 kilometer bujursangkar lahan subur terkubur. Saat periode banjir datang, kawasan-kawasan subur pun tercemar perubahan arah sungai Ajkwa menyebabkan banjir, kehancuran hutan tropis (21 kilometer bujursangkar), dan menyebabkan daerah yang semula kering menjadi rawa. Para ibu tidak lagi bisa
mencari siput di sekitar sungai yang merupakan sumber protein bagi keluarga. Gangguan kesehatan juga terjadi akibat masuknya orang luar ke Papua. Timika, kota tambang PT FI, adalah kota dengan penderita HIV AIDS tertinggi di Indonesia. Kasus PT FI ini dikarenakan perusahaan khususnya pihak manajemen mengabaikan konsep CSR dan melanggar undang-undang yang mengatur CSR. Penelitian Sembiring (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan, profile dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, namun tidak menemukan hubungan signifikan antara profitabilitas dan leverage dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Nurkhin (2009) menemukan bahwa komposisi dewan komisaris dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, dan tipe industri tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian sebelumnya melakukan penelitian dengan menggunakan karakteristik pengungkapan tanggung jawab sosial secara menyeluruh, namun dalam penelitian ini, peneliti mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan yang akan diteliti lebih terspesifikasi pada sisi internal dan eksternal perusahaan. Karakteristik pengungkapan tanggung jawab sosial dibatasi sisi internal perusahaan pada ukuran dewan komisaris dan sisi eksternal pada kepemilikan saham publik dan kepemilikan institusional sebagai dasar penelitian. Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengaruh sisi internal dan eksternal perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur di Indonesia, maka untuk penelitian ini ditetapkan judul: ―Pengaruh Sisi Internal dan Eksternal Perusahaan Terhadap
181
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI‖. TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial Menurut Belkaoui (1989) dalam Sitepu (2008), akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah ―Proses pengurutan, pengukuran, dan pengungkapan pengaruh yang kuat dari pertukaran antara suatu perusahaan dan lingkungan sosialnya‖. Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. Akuntansi pertangungjawaban sosial perusahaan pada dasarnya bertujuan untuk menyediakan informasi yang memungkinkan dilakukan evaluasi pengaruh kegiatan perusahaan kepada masyarakat. Pengaruh kegiatan perusahaan bisa negatif, yang berarti menimbulkan biaya sosial bagi masyarakat, atau positif yang berarti menimbulkan manfaat sosial bagi masyarakat. Akuntansi pertanggungjawaban sosial perusahaan menurut National Association of Accountants (NAA) mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan internal dan tujuan eksternal. 1. Tujuan internal, untuk memungkinkan perbaikan terhadap proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini berhubungan dengan proses penetapan tujuan, sasaran, prioritas dalam kaitannya dengan perencanaan sumber daya dan mendorong para manajer untuk memikirkan dampak sosial dari setiap keputusannya, memberikan dasar untuk mengadakan evaluasi internal terhadap prestasi sosial perusahaan, 2. Tujuan eksternal, untuk memberikan dasar yang seragam bagi pelaporan ekstern dan memungkinkan adanya pemeriksaan yang independen atas laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan.
182
Menurut Ramanathan (1976) dalam Sitepu (2008) ada tiga tujuan akuntansi pertanggunjawaban sosial perusahaan, yaitu: a. mendefinisikan dan mengukur kontribusi neto periodik suatu perusahaan kepada masyarakat, yang meliputi bukan hanya manfaat dan biaya sosial yang diinternalisasikan ke perusahaan, namun juga yang timbul dari eksternalitas yang mempengaruhi segmensegmen sosial yang brhubungan, b. membantu menentukan apakah strategi dan praktik perusahaan yang secara langsung mempengaruhi relativitas sumber daya dan status kekuatan individu, masyarakat dan segmensegmen sosial adalah konsisten dengan prioritas sosial yang diberikan secara luas pada satu pihak dan keinginan individu pada pihak lain, c. memberikan dengan cara yang optimal kepada semua kelompok sosial, informasi yang relevan dengan tujuan,kebijakan, program, strategi, dan kontribusi suatu perusahaan terhadap tujuan- tujuan sosial. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah suatu kewajiban bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan semua kegiatan operasional dan non operasional perusahaan dan akibatnya terhadap sosial dan lingkungan sekitarnya. CSR sangat berkaitan dengan proses pembangunan berkelanjutan, maksudnya seluruh kegiatan operasional dan non operasional perusahaan tidak hanya untuk memenuhi dan memperoleh keuntungan dari aspek finansial saja, tetapi juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan sekitarnya. Pengimplementasian CSR yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya dapat berupa peningkatan kesejahteraan pegawai dengan peningkatan gaji dan tunjangan lainnya. Pemberian bantuan terhadap korban bencana alam, pemberian beasiswa kepada mahasiswa berprestasi, serta berusaha agar kegiatan
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
produksinya tidak menyebabkan kerusakan linkungan. Pengungkapan tanggung jawab sosial diukur dengan proksi CSRDI (corporate social responsibility disclosure index) berdasarkan GRI (Global Reporting Initiatives) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website www.globalreporting.org. Indikator GRI terdiri dari 3 fokus pengungkapan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial sebagai dasar sustainability. Pengukuran CSRDI mengacu pada penelitian Sayekti dan Wondabio dalam Ahmad Nurhkin (2009), yang menggunakan content analysis dalam mengukur variety dari CSRDI. Pendekatan ini pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Teori Stakeholder Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Teori stakeholder digunakan sebagai dasar untuk menganalisis kelompokkelompok yang mana perusahaan harus bertanggung jawab (Moir, 2001). Definisi stakeholder menurut Freeman (1984) dalam Moir (2001) adalah ―setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi‖. Secara umum klasifikasi pemangku kepentingan dibagi kedalam dua kategori, yakni: Sisi Internal Perusahaan (inside stakeholders) Sisi internal perusahaan merupakan orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada dalam struktur organisasi. Sisi internal perusahaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ukuran dewan komisaris. Ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari corporate
governance. Jensen (1993) dan Lipton dan Lorsch (1992) dalam Beiner dkk (2003) merupakan yang pertama menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari mekanisme corporate governance. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Allen dan Gale (2000) dalam Beiner dkk (2003) yang menegaskan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme governance yang penting. Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak (Fama dan Jensen, 1983). Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG (KNKG, 2006). Ukuran dewan komisaris yang dimaksud disini adalah banyaknya jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Menurut Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2006) semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen. Perusahaan dengan ukuran dewan komisaris yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka semakin luas perusahaan tersebut melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Sisi Eksternal Perusahaan (outside stakeholders) Sisi eksternal perusahaan merupakan orang-orang maupun pihakpihak yang bukan pemilik perushaan, bukan pemimpin perusahaan, dan bukan pula karyawan perusahaan, namun memliliki kepentingan terhadap perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Sisi eksternal perusahaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini diwakili kepemilikan saham publik dan kepemilikan institusional.
183
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
a. Kepemilikan Saham Publik Kepemilikan saham publik adalah besarnya jumlah kepemilikan saham oleh masyarakat umum yang terdapat pada perusahaan. Semakin besarnya kepemilikan saham publik yang terdapat di perusahaan, maka mengindikasikan semakin banyaknya kegiatan operasional perusahaan yang diketahui oleh publik. Hasibuan (2001) ―Rasio kepemilikan publik yang tinggi diprediksikan akan melakukan tingkat pengungkapan sosial yang lebih, hal ini dikaitkan dengan tekanan dari pemegang saham, agar perusahaan lebih memperhatikan tanggung jawabnya terhadap masyarakat‖. b. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah besarnya jumlah kepemilikan saham oleh institusi (institusi yang dimaksudkan adalah pemerintah, perusahaan asing dan lembaga keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank, dan dana pensiun) yang terdapat pada perusahaan. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistik
manajer. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen (Arif, 2006). Hal senada juga dikemukan oleh Shleifer and Vishny (1986) dalam Barnae dan Rubin (2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004 dalam Arif, 2006). Hal ini berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial (Novita danDjakman, 2008). Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Hal ini berarti kepemilikan institusi dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial.
KERANGKA KONSEPTUAL Sisi Internal Perusahaan Ukuran Dewan Komisaris
Sisi Eksternal Perusahaan Kepemilikan Saham Publik
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Kepemilikan Institusional Sumber: diolah Peneliti (2011) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
184
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
Menurut Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2006) semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen. Perusahaan dengan ukuran dewan komisaris yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka semakin luas perusahaan tersebut melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hasibuan (2001) ―Rasio kepemilikan publik yang tinggi diprediksikan akan melakukan tingkat pengungkapan sosial yang lebih, hal ini dikaitkan dengan tekanan dari pemegang saham, agar perusahaan lebih memperhatikan tanggung jawabnya terhadap masyarakat‖. Kepemilikan saham publik adalah besarnya jumlah kepemilikan saham oleh masyarakat umum yang terdapat pada perusahaan. Semakin besarnya kepemilikan saham publik yang terdapat di perusahaan, maka mengindikasikan semakin banyaknya kegiatan operasional perusahaan yang diketahui oleh publik. Shleifer and Vishny (1986) dalam Barnae dan Rubin (2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Hal ini berarti kepemilikan institusi dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistik manajer. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen (Arif, 2006). Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham publik dan kepemilikan institusional memiliki pengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan baik secara simultan maupun secara parsial.
METODE Peneliti ini menggunakan desain penelitian asosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih atau menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hubungan yang diuji adalah hubungan secara simultan dan parsial terhadap variabel dependen. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manfaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 yang berjumlah 114 perusahaan. Sampel dipilih dengan menggunakan metode judgement sampling, yaitu salah satu bentuk purposive sampling dengan mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan sahamnya aktif diperdagangkan selama tahun 2009. Alasan pemilihan tahun 2009 untuk membedakan dengan penelitian terdahulu dan agar hasil penelitian lebih baru dari peneliti sebelumnya. 2. Perusahaan tersebut mempublikasikan laporan keuangan dan laporan tahunan secara lengkap periode 2009. 3. Perusahaan tersebut mengungkapkan secara rinci pengimplementasiaan CSR melalui laporan tahunannya secara lengkap pada tahun 2009. 4. Perusahaan yang mempublikasikan proporsi saham yang dimiliki oleh pihak publik maupun institusional (institusi yang dimaksudkan adalah pemerintah, perusahaan asing dan lembaga keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan asset management) pada tahun 2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan dan laporan tahunan (annual report) yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yaitu data yang diukur dalam suatu skala secara numerik. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah pengungkapan tanggung jawab sosial, yang dinyatakan dalam indeks pengungkapan tanggung jawab sosial yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan 185
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
tahunannya. Pengukuran CSRDI mengacu pada penelitian Sayekti dan Wondabio dalam Ahmad Nurhkin (2009), yang menggunakan content analysis dalam mengukur variety dari CSRDI. Pendekatan ini pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan.. Variabel-variabel independen, yaitu ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham publik dan kepemilikan institusional. 1. Metode Analisis Data Pengujian Asumsi Klasik Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis regresi berganda dengan bantuan software SPSS for Windows. Penggunaan metode analisis regresi dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak. Pengujian meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji autokorekasi.
3. Uji Heterokedastisitas Uji ini bertujuan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode lain. Berdasarkan grafik Scatterplot, tidak ada membentuk pola yang jelas, dimana titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat di simpulkan tidak terjadi heterokedasititas pada model regresi ini. 4. Uji Autokorelasi Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear terdapat korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t1Berdasarkan tabel Durbin-Watson dapat dilihat bahwa untuk jumlah pengamatan (N) 30, dan jumlah variabel independen (k) 3, maka didapatkan nilai batas atas (Du) sebesar 1,65 dan nilai batas bawah sebesar (Dl = 1,214) sehingga nilai D-W > 1,650 < 4 1,650. Hasil dari nilai yang didapat dari uji autokolerasi melalui tabel Durbin-Watson dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi baik secara positif maupun negatif. Pengujian Hipotesis
1. Uji Normalitas Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari Asymp.Sig (2-tailed) adalah 0,753 >0,05. 2. Uji Multikolinearitas Uji ini bertujuan mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabelvariabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Deteksi dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variable Inflation Factor) dan toleransi. Semua variabel independen memiliki VIF sekitar 1, atau VIF<10. Selain itu nilai toleransi untuk setiap variabel independen lebih besar dari 0,1 (tolerance>0,1), dengan demikian disimpulkan tidak ada multikolinearitas dalam model regresi ini.
186
a. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi (Goodness of Fit) Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat jika nilai R berada diatas 0,05 dan mendekati 1. Adapun koefisien determinasi (goodness of fit), yang dinotasikan 𝑅 2 merupakan satu ukuran yang penting dalam regresi. Determinasi (𝑅 2 ) mencerminkan kemampuan model dalam menjelaskan variabel dependen. Berdasarkan tabel ditunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,476 yang berarti bahwa korelasi antara variabel dependen dengan variabel-variabel independennya adalah lemah dengan didasarkan pada nilai R yang berada di bawah 0,05. Nilai 𝑅 2 (Adjusted R Square) pada tabel 4.4 menunjukkan nilai 0,137, artinya ketiga variabel independen dalam penelitian yaitu ukuran dewan komisaris, kepemillikan saham publik dan kepemilikan institusional dapat menjelaskan 13,7% pengungkapan tanggung jawab sosial yang diungkapkan. Adapun
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model. b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Dari hasil analisis regresi ini, didapat F-hitung adalah 2,535 dengan signifikansi 0,079 (p = 0,079; p > 0,05). Adapun nilai Ftabel untuk α = 0,05 dengan pembilang sebesar 3 dan penyebut 29 adalah 8,62 Maka diperoleh bahwa F hitung 2,535 < F tabel (2,535 < 8,62). Hal ini menunjukkan bahwa H1 ditolak, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial tidak berpengaruh secara simultan atau bersamasama oleh ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham publik dan kepemilikan institusional. c. Uji Signifikansi Parsial (Uji t) Dari tabel 4.7 di atas dapat diperoleh model persamaan regresi berganda sebagai berikut: CSRDI= 0,031 + 0,045 UDK 0,53 KI
0,26 KSP
Dari uji t yang dilakukan diperoleh nilai t hitung untuk masing-masing variabel independen. Sementara t tabel yang diperoleh dengan ketentuan α = 0,05 dan derajat kebebasan (n-2) = 28 adalah 1,699. Dengan demikian dapat diketahui pengaruh masingmasing variabel independen terhadap variabel dependen. a. Ukuran dewan komisaris memiliki nilai signifikansi sebesar 0,011 yang berarti nilai lebih kecil 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar 2,737. Nilai t hitung ini lebih besar dari t tabel 1,699 (2,737 > 1,699). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa H2 diterima atau ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial. b. Kepemilikan saham publik memiliki nilai signifikansi sebesar 0,899 yang berarti nilai lebih besar 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar -,128. Nilai t hitung ini lebih kecil dari t tabel 1,699 (-,128 < 1,699). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa H3 ditolak atau kepemilikan saham publik tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial.
c. Kepemilikan institusional memiliki nilai signifikansi sebesar 0,736 yang berarti nilai lebih besar 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar -,340. Nilai t hitung ini lebih kecil dari t tabel 1,699 (-,340 < 1,699). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa H4 ditolak atau kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa secara simultan, variabel ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham publik dan kepemilikan institusional secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial sebesar 13,7% (Adjusted 𝑅 2 0,137). Sisanya sebesar 86,3% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang digunakan. Tingkat Adjusted 𝑅 2 yang rendah ini menunjukkan perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabel lain sebagai penduga pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Walaupun demikian apabila dilihat dari signifikansinya dengan nilai F hitung 2,535 yang lebih kecil dari F tabel (2,535 < 8,62) dan p = 0,079 ( p 0,079 > 0,05). Dalam pengujian secara parsial ditemukan bahwa satu variabel independen yaitu ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan dua variabel lainnya yaitu kepemilikan saham publik dan kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh signifikan. Pembahasan terhadap masing-masing variabel dalm pengujian secara parsial akan dibahas berikut ini. a. Ukuran Dewan komisaris Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG (KNKG, 2006). Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial semakin besar jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka tekanan terhadap manajemen juga semakin besar untuk semakin luas perusahaan tersebut melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Berdasarkan penelitian
187
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
ini, melalui analisis uji t, ukuran dewan komisaris yang diproksi dengan jumlah anggota dewankomisaris menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai t 2.737 (t > 1,699) dan p = 0,011 ( p 0,011 < 0,05). Hal ini berarti semakin besar jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka semakin luas perusahaan tersebut melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2006) semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen. Hasil penelitian ini juga berhasil mendukung hasil penelitian Sembiring (2005) dan Sitepu (2010) yang menemukan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. b. Kepemilikan Saham Publik Hasibuan (2001) menyatakan bahwa rasio kepemilikan publik yang tinggi diprediksikan akan melakukan tingkat pengungkapan sosial yang lebih, hal ini dikaitkan dengan tekanan dari pemegang saham, agar perusahaan lebih memperhatikan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, semakin tingginya rasio kepemilikan saham yang dimiliki masyarakat umum pada suatu perusahaan maka masyarakat yang berperan sebagai pemegang saham akan menekan pihak perusahaan agar perusahaan lebih memperhatikan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Berdasarkan penelitian ini, melalui analisis uji t, kepemilikan saham publik yang diproksi dengan rasio kepemilikan saham publik tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai t = -0,128 (t < 1,699) dan p = 0, 899 ( p 0,899 > 0,05). Hal ini berarti tinggi rendahnya rasio kepemilikan saham pubik pada suatu perusahaan tidak mempengaruhi luaas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Marpaung (2009) yang menemukan kepemilikan saham publik tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial pada laporan tahunan.
188
c. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial (Novita dan Djakman, 2008). Semakin besar kepemilikan institusional pada suatu perusahaan diharapkan pihak institusional dapat bertindak sebagai monitor pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen juga diharapkan membuat semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial (Novita danDjakman, 2008). Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Hal ini berarti kepemilikan institusi dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, semakin tingginya rasio kepemilikan institusi pada suatu perusahaan maka masyarakat yang berperan sebagai pihak yang akan memonitor pihak manajemen perusahaan dan mendorong untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Berdasarkan penelitian ini, melalui analisis uji t, kepemilikan institusional yang diproksi dengan rasio kepemilikan institusional tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai t = -0,340 (t < 1,669) dan p = 0, 736 ( p 0,736 > 0,05). Hal ini berarti tinggi rendahnya rasio kepemilikan institusional pada suatu perusahaan tidak mempengaruhi luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. hasil penelitian ini juga berhasil mendukung hasil penelitian Novita dan Djakman (2008) dan Nurkhin (2009) yang menemukan hasil yang sama dan menyatakan hasil tersebut di atas mencerminkan bahwa kepemilikan institusi yang terdiri dari perusahaan perbankan, asuransi, dana pensiun, dan asset management di Indonesia belum mempertimbangkan tanggung jawab sosial sebagai salah satu kriteria dalam melakukan investasi, sehingga para investor institusi ini juga cenderung tidak menekan perusahaan untuk mengungkapan CSR secara detail (menggunakan indikator GRI) dalam laporan tahunan perusahaan.
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
KESIMPULAN 1. Setelah menganalisis dan melakukan pembahasan dalam penelitian ini, peneliti memberikan empat kesimpulan. Penelitian ini memberikan hasil bahwa ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham publik dan kepemilikan institusional secara bersamasama atau simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009. 2. Penelitian ini memberikan hasil bahwa secara parsial, ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,011 lebih kecil dari 0,05. 3. Penelitian ini memberikan hasil bahwa secara parsial, kepemilikan saham publik tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,899 lebih besar dari 0,05. 4. Penelitian ini memberikan hasil bahwa secara parsial, kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,736 lebih besar dari 0,05. Penelitian ini memiliki tiga keterbatasan. 1. Sampel yang digunakan hanya perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, sehingga tidak diketahui bagaimana pengaruh variabel dependen pada jenis perusahaan lain. 2. Periode waktu yang digunakan hanya tahun 2009, sehingga kondisi tersebut tidak dapat digeneralisir untuk hasil penelitian yang telah ada. 3. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya empat yaitu, tiga variabel independen (ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham publik dan kepemilikan institusional) dan satu variabel dependen (pengungkapan tanggung jawab sosial) sehingga variabel-variabel independen tersebut tidak begitu mampu
menjelaskan jumlah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. SARAN Berdasarkan keterbatasan di atas penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut. 1. Peneliti selanjutnya hendaknya menggunakan jumlah variabel-variabel independen yang lebih banyak lagi agar nantinya variabel-variabel independen tersebut dapat menjelaskan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya, itemitem pengungkapan tangung jawab sosial yang digunakan hendaknya senantiasa dikembangkan dan lebih disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan peraturan yang berlaku. 3. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan semua jenis perusahaan yang ada di Indonesia sebagai sampel penelitian agar hasil penelitian dapat lebih akurat lagi.
DAFTAR RUJUKAN Erlina, 2008, Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajeme.Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Medan: USU Press. Ghozali dan Chariri,2007, Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Undip. Jogiyanto,2004.,Metodologi Penelitian Bisnis. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi-Yogyakarta. Moir, L. 2001. ―What Do We Mean By CSR?‖, Corporate Governance. Vol. 1, No.2, Hal. 16-22 Mulyadi, 2003, Pengelolan Program Corporate Social Responsibility: Pendekatan, Keberpihakan dan Keberlanjutannya. Center for Populaton Studies, UGM Nurkhin, Ahmad, 2009, ―Corporate Governance dan Profitabilitas; Pengaruhnya terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Magister Akuntansi. Universitas Dipenogoro.
189
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
Sembiring, Eddy Rismanda, 2005, Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggungjawab Sosial pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi 7, Solo 15-16 Desember 2005. Solihin, Ismail, 2009, Corporate Social Responsibility; From Charity to Sustainability. Jakarta: Salemba Empat Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Umar, Husein, 2003, Metode Riset: Akuntansi Terapan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
190
Undang-Undang No. 40 Tentang Perseroan Terbatas. Wibisono, Yusuf, 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho Publishing. situs web: Kurniawan, D, 2008, ―TABEL DISTRIBUSI Dilengkapi Metode Untuk Membaca Tabel Distribusi‖.
(16/4/2011) Lembaga Keuangan, BAPEPAM, 2009, ―Fact Book Indonesia Stock Exchange‖. (8/12/2010)