PENGARUH STRUKTUR GOVERNANCE DAN INTERNAL AUDIT TERHADAP FEE AUDIT EKSTERNAL PADA PERUSAHAANPERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BEI
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Disusun Oleh: MOHAMMAD AL HAZMI NIM. C2C009017
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013 i
PERSETUJUAN SKRIPSI Nama Penyusun
: Mohammad Al Hazmi
Nomer Induk Mahasiswa
: C2C009017
Fakultas/Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/ Akuntansi
Judul Skripsi
Dosen Pembimbing
: PENGARUH STRUKTUR GOVERNANCE DAN INTERNAL AUDIT TERHADAP FEE AUDIT EKSTERNAL PADA PERUSAHAANPERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BEI
: Drs. Sudarno, M.Si., Akt., Ph.D.
Semarang, 22 Januari 2013 Dosen pembimbing
.Drs. Sudarno, M.Si., Akt., Ph.D. NIP 19650520 199001 1001
ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN Nama Mahasiswa
: Mohammad Al Hazmi
Nomor Induk Mahasiswa
: C2C009017
Fakultas/Jurusan
: Ekonomi/Akuntansi
Judul Skripsi
: PENGARUH STRUKTUR GOVERNANCE DAN INTERNAL AUDIT TERHADAP FEE AUDIT EKSTERNAL PADA PERUSAHAANPERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BEI
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 18 Maret 2013
Tim Penguji :
1. Drs. Sudarno, M.Si., Akt., Ph.D.
(… … … … … … … … … ...)
2. Prof. Dr. Muchamad Syafruddin, M.Si., Akt
(… … … … … … … … … ...)
(… … … … … … … … … ...)
3. Andri Prastiwi, S.E., M.Si., Akt.
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Mohammad Al Hazmi, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : “Pengaruh Struktur Governance dan Internal Audit Terhadap Fee Audit Eksternal Pada Perusahaan-Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI” , adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan hal ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya. Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolaholah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Semarang, 22 Februari 2013 Yang membuat pernyataan,
( Mohammad Al Hazmi ) NIM : C2C009017
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Moto:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Q.S: Ali Imron 190) “There is no stop when god says go”
Persembahan: Skripsi ini kupersembahkan: untuk kedua orang tuaku, untuk adik-adikku, untuk keluarga besarku, untuk guru, teman-teman, serta almamaterku. Terima kasih atas semua doa, semangat, motivasi dan kasih sayang yang telah diberikan. v
ABSTRACT The purpose of this study is to examine the influence of the characteristics of structur governance (board commissioner and audit committee) and intern audit on audit fees. Management of company must be monitored and controlled to ensure whether its management complies to the regulation and stipulation or not. The existence of structur governance (the board commissioner and the audit committee) and audit intern as a mechanism of checks and balances is expected to reduce control risk, so low external audit fees can be achieved. This study uses secondary data from annual reports of manufacturing companies which listed on Bursa Efek Indonesia in 2007-2011. This study uses purposive sampling method and uses multiple linear regression as the analysis instrument. Before being conducted the regression test, it is examined by using the classical assumption tests. The results of this study indicate that the independent commissioner, the meeting intensity of the board commissioner, the independency of the audit committee, the size of the audit committee, the meeting intensity of the audit committee and the expertise of the audit committee did not influence the external audit fees. Size of the board commissioner and the intern audit have significant positive relationship on the external audit fees. It means a bigger size of the board commissioner and there is any demand about high internal control will demand a high quality audit from external auditors, resulting in higher audit fees. Keywords : board commissioner, audit committee, intern audit, audit fees.
vi
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik struktur governance (dewan komisaris dan komite audit) dan internal audit terhadap fee audit eksternal. Pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku. Keberadaan struktur governance (dewan komisaris dan komite audit ) dan internal audit sebagai mekanisme pengawasan dan pengendalian diharapkan dapat mengurangi dan mengontrol risiko, sehingga fee audit eksternal yang rendah dapat dicapai Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2011. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Sebelum dilakukan uji regresi, data terlebih dahulu diuji menggunakan uji asumsi klasik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dewan komisaris independen, intensitas rapat dewan komisaris, independensi komite audit, ukuran komite audit, dan intensitas rapat komite audit tidak berpengaruh terhadap fee audit. Ukuran dewan komisaris dan internal audit mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap fee audit. Hal tersebut membuktikan bahwa jumlah dewan komisaris yang lebih besar dan adanya tuntutan akan pengendalian internal yang tinggi akan menuntut kualitas audit yang tinggi dari auditor eksternal, sehingga menyebabkan fee audit yang lebih tinggi pula.
Kata kunci : dewan komisaris, komite audit, internal audit, fee audit.
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Governance dan Internal Audit Terhadap Fee Audit Eksternal Pada Perusahaan-Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Diponegoro. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan, bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, melalui lembar halaman ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tua tercinta. Papa (Riyono Rahardjo), Mama (Lucy Vidya Shantie) yang telah memberikan kasih sayang, semangat dan doa yang tak pernah putus serta telah rela berkorban segalanya dalam memberikan arahan, nasihat, dan kebebasan dalam menentukan jalan hidup. 2. Adik-adik tersayang. Vania Malinda dan Jane Malinda, yang selalu menjadi pengingat dan penyemangat agar bisa menjadi kakak dan teladan yang baik. makasih buat semua doa dan semangatnya. 3. Keluarga besar penulis. Oma, Opa, Yangti, almarhum Yangkung, makasih buat semua kasih sayangnya. 4. Bapak Prof. Drs. H. Mohamad Nasir, Ph.D., M.Si., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. 5. Bapak Drs. Sudarno, Msi., Akt. Phd. selaku dosen pembimbing skripsi untuk ilmu pengetahuan yang ditularkan, perhatian, dan pengorbanan waktu dalam memberikan bimbingan dan koreksi kepada Penulis. 6. Bapak Prof. Dr. Muchamad Syafruddin, M.Si., Akt., selaku Ketua Jurusan Akuntansi.
viii
7. Ibu Rr. Sri Handayani, SE., M.Si., Akt dan Ibu Aditya Septiani, S.E., M.Si., Akt selaku Dosen Wali yang telah memberikan arahan dalam menjalani masa perkuliahan. 8. Bapak Ibu dosen dan seluruh staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. 9. Seluruh teman-teman Akuntansi 2009 Reguler I Universitas Diponegoro Semarang, terima kasih telah memberikan 3,5 tahun yang sangat bermakna pada hidup penulis. 10. Sahabat-sahabat penulis, terimakasih buat semua doa dan semangatnya. Makasih juga buat Mayco Defrio atas bantuan nya yang sangat besar dalam membantu penulis menganalisis data. Cheers! 11. Keluarga besar Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI), Keluarga Mahasiswa Akuntansi (KMA) dan Mizan FEB Undip yang telah seperti keluarga bagi penulis dan telah memberikan pembelajaran bahwa tidak hanya hardskill yang dibutuhkan dalam perkuliahan tetapi juga softskill, dan memberi bekal bagi kehidupan penulis di masa yang akan datang. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penyusunan skripsi ini, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis hanya dapat mengharapkan semoga amal baik tersebut akan mendapat Rahmat serta Karunia dari Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak sebagaimana mestinya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Semarang, 18 Maret 2013 Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN ............................................ iii PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................................ iv MOTO DAN PERSEMBAHAN............................................................................... v ABSTRACT ............................................................................................................... vi ABSTRAK .............................................................................................................. vii KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xv BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 12 1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ................................. 12 1.3.1 Tujuan Penelitian............................................................... 12 1.3.2 Kegunaan Penelitian .......................................................... 13 1.4 Sistematika Penulisan ................................................................... 14
BAB II
TELAAH PUSTAKA ......................................................................... 15 2.1
Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu ................................... 15 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) ...................................... 15 2.1.2 Definisi Corporate Governance ........................................ 18 2.1.3 Prinsip-Prinsip Corporate Governance ............................. 20 2.1.4 Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia ........... 22 2.1.5 Struktur Governance ......................................................... 23
x
2.1.6 Definisi Internal Audit ....................................................... 32 2.1.7 Tujuan, tugas dan ruang lingkup Internal Audit ................ 32 2.1.8 Eksternal Auditor............................................................... 34 2.1.9 Fee Audit .......................................................................... 36 2.1.10 Hubungan antara Struktur Governance dengan Fee Audit .............................................................. 38 2.1.11 Hubungan antara Internal Audit dengan Fee Audit .......... 39 2.2
Penelitian terdahulu..................................................................... 46
2.3
Kerangka Pemikiran .................................................................... 46 2.3.1 Pengaruh Struktur Governance dan Internal Audit terhadap Fee Audit ............................................................ 46
2.4 BAB III
Hipotesis ..................................................................................... 47
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 52 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ................ 52 3.1.1
Variabel Dependen .......................................................... 52
3.1.2
Variabel Independen........................................................ 52
3.1.3
Variabel Kontrol .............................................................. 54
3.2 Populasi dan Sampel .................................................................... 60 3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 61 3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 61 3.5 Metode Analisis............................................................................. 61
BAB IV
3.5.1
Uji Asumsi Klasik ........................................................... 61
3.5.2
Pengujian Hipotesis ........................................................ 64
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 68 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ......................................................... 68 4.1.1
Data Outlier ..................................................................... 70
4.2 Analisis Data ............................................................................... 70 4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif............................................. 70 4.2.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik ....................................... 74 xi
4.2.3 Uji Hipotesis ................................................................... 78 4.3 Interpretasi Hasil ......................................................................... 81 BAB V
PENUTUP ........................................................................................... 87 5.1 Simpulan ..................................................................................... 87 5.2 Keterbatasan............................................................................... 89 5.3 Saran .......................................................................................... 89
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 91 Lampiran-Lampiran ................................................................................................ 95
xii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu .............................................................. 42 Tabel 4.1 Metode Pengambilan Sampel Penelitian ................................................ 68 Tabel 4.2 Analisis Statistik Deskriptif Tahun 2007-2011 ....................................... 71 Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas ............................................................................... 76 Tabel 4.4 Uji Hipotesis ........................................................................................... 80
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Dewan Direksi dalam One Tiers System ............................... 25 Gambar 2.2 Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda ................................................... 27 Gambar 2.3 Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia ............................................. 27 Gambar 2.4 Kerangka Penelitian ............................................................................ 47 Gambar 4.1 Hasil Uji P-Plot of Regression Standardized Residual ....................... 74 Gambar 4.2 Uji Heterokedastisitas ......................................................................... 77
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Data Mentah Penelitian .................................................................. 96 LAMPIRAN B Hasil Statistik Deskriptif ............................................................. 108 LAMPIRAN C Hasil Uji Normalitas .................................................................... 110 LAMPIRAN D Hasil Uji Multikolonieritas.......................................................... 112 LAMPIRAN E Hasil Uji Heterokedastisitas......................................................... 115 LAMPIRAN F Hasil Uji Autokorelasi .................................................................. 116 LAMPIRAN G Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ......................................... 117 LAMPIRAN H Hasil Uji Statistik F (Simultan) ................................................... 118 LAMPIRAN I Hasil Uji Statistik t (Partial).......................................................... 119
xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang masalah Laporan keuangan tentu sudah menjadi kebutuhan utama bagi berbagai pihak.
Pihak-pihak tersebut antara lain investor, karyawan, kreditur, pemerintah serta masyarakat.
Para
stakeholder
atau
menghendaki diadakan pengawasan
pemangku
kepentingan
tersebut
tentu
terhadap perusahaan agar laporan keuangan
yang dihasilkan dapat dipercaya dan membantu untuk pengambilan keputusan. Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang dapat memberi informasi yang relevant dan reliable, kegiatan audit sangat diperlukan untuk memeriksa laporan keuangan yang disajikan tersebut. Agar penilaian audit terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen dilakukan secara bebas dan tidak memihak, perusahaan menggunakan jasa akuntan publik. Audit terhadap laporan keuangan oleh pihak ketiga yang independen (KAP) dapat meningkatkan kualitas dari laporan keuangan seperti yang dilaporkan oleh pihak manajemen (Dopuch dan Sumunic, 1982) dan dapat meningkatkan kualitas dari informasi keuangan tersebut sehingga investor akan mendapatkan nilai dari perdagangan sekuritas yang dilakukannya. Dengan memeriksa opini yang dikeluarkan oleh akuntan publik, masyarakat dapat mengetahui perusahaan mana yang memiliki keadaan keuangan yang wajar dan tidak terdapat kecurangan dalam proses bisnisnya.
1
2
Menurut Alvin dan James (1997): Akuntan publik adalah auditor yang berdiri sendiri yang melaksanakan proses pengumpulan dan pengevalusian bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang go publik maupun perusahaan-perusahaan besar lainnya. Akuntan publik dalam memberikan opininya atas laporan keuangan yang telah diaudit, harus mempertanggungjawabkan semua perikatan audit yang telah dilakukan. Akuntan publik merupakan jasa professional, oleh sebab itu merupakan kewajiban perusahaan untuk memberikan fee kepada akuntan publik yang melakukan jasa audit (auditor eksternal) terhadap laporan keuangannya. Bagi akuntan publik, fee adalah sumber pendapatan bagi mereka. Iskak dalam Suharli dan Nurlaelah (2008) mendefinisikan fee audit adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap laporan keuangan. Masalah fee adalah suatu permasalahan yang dilematis, dimana di satu sisi auditor harus independen memberikan opininya tapi di sisi lain auditor juga memperoleh imbalan dari klien atas pekerjaan yang dilakukannya. Kantor Akuntan Publik secara umum terdiri dari KAP big four dan KAP non-big four. Menurut Gatot dalam Aryani (2011), pasar audit di Indonesia sangat ketat dan tidak hanya didominasi Kantor Akuntan Publik (KAP) big four saja. Pasar audit di Indonesia juga masih bersifat cost focus dibandingkan brand/quality focus. Hal ini berarti perusahaan-perusahaan di Indonesia kebanyakan masih menggunakan pertimbangan pemilihan KAP melalui audit fee-nya daripada nama besar atau
3
kualitas dari KAP tersebut. Selain itu, masih banyak terjadi pro kontra antara orang yang mendukung adanya aturan tentang fee audit dengan orang yang menolak adanya aturan tentang fee audit. Pendukung gagasan ini pada umumnya beranggapan bahwa dengan adanya aturan fee audit maka persaingan antara kantor akuntan publik (KAP) dapat dikurangi sedangkan yang menolak beranggapan bahwa kantor akuntan publik (KAP) memiliki efisiensi yang bervariasi. Akuntan yang menjalankan kantornya dengan efisiensi tinggi maka wajar apabila memiliki tingkat persaingan yang tinggi pula. (Agoes, 2002). Besarnya fee audit masih menjadi perbincangan yang cukup panjang, mengingat banyak faktor yang mempengaruhinya. Simunic (1980) mencoba memformulasikan faktor-faktor yang mempengaruhi fee audit dan menghasilkan suatu model yang menyatakan bahwa fee audit ditentukan oleh besar-kecilnya perusahaan yang diaudit (client size), risiko audit (atas dasar current ratio, quick ratio, D/E, litigation risk) dan kompleksitas audit (subsidiaries, foriegn listed). Sementara itu Wei Zhang dan Myrteza (1993), melakukan penelitian mengenai determinan fee audit di Australia. Sebanyak 243 sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Australia digunakan dalam penelian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji variabel yang digunakan oleh Simunic (1980), yaitu faktor ukuran perusahaan, kompleksitas audit, waktu audit, kualitas audit dan risiko audit dapat mempengaruhi besarnya fee audit. Dalam penelitian ini terbukti bahwa variabel independen yang ada dalam model yang dikembangkan oleh Simunic (1980), mampu menjelaskan 76,31% perubahan yang
4
terjadi pada variable dependennya. Tetapi secara individu ukuran perusahaan adalah faktor yang paling menentukan besarnya fee audit. Selain faktor-faktor tersebut di atas, terdapat hal lain yang dapat memengaruhi fee audit, yaitu corporate governance. Cadburry Committee (1992) menyatakan bahwa adanya perbedaan kepentingan dalam perusahaan menimbulkan corporate governance yang dinyatakan sebagai sistem pengelolaan dan pengendalian perusahaan. Mekanisme yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah agensi atau perbedaan kepentingan adalah dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku. Manajer/agen tidak boleh bertindak untuk sesuatu yang menguntungkan dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak lain/pemilik, misalnya dengan memanfaatkan
informasi
yang lebih lengkap mengenai
perusahaan untuk
kesejahteraan dirinya sendiri. Di sisi lain, Principal pun selaku pemilik modal tidak boleh bertindak sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak terbatas. Penerapan konsep corporate governance diharapkan memberikan kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan pemilik (investor), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan suatu kecurangan untuk kesejahteraan agen.
5
Menurut Arifin (2005) tujuan GCG pada intinya adalah menciptakaan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak tersebut adalah pihak internal yang meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan, dan pihak eksternal yang meliputi investor, kreditur, pemerintah, masyarakat dan pihak–pihak lain yang berkepentingan (stakeholders). Dalam praktiknya CG berbeda di setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Ada empat mekanisme corporate governance yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mengenai corporate governance yang bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu komisaris independen, komite audit, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial. Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut Egon Zehnder, Dewan Komisaris - merupakan inti dari Corporate Governance - yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan (Egon Zehnder International, 2000). Terdapat tiga elemen penting yang akan mempengaruhi tingkat efektivitas dewan komisaris, yaitu independensi, kompetensi, dan komitmen. Independensi diharapkan timbul dengan keberadaan komisaris independen. . Keberadaan komisaris independen dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang lebih obyektif dan independen, dan juga
6
untuk menjaga ”fairness” serta mampu memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas, bahkan kepentingan para stakeholder lainnya. Kompetensi tercipta dengan adanya komite-komite yang dibentuk dewan komisaris, terutama komite audit. Selain komisaris independen, intensitas pertemuan dewan komisaris serta ukuran dewan komisaris (board size) turut berperan penting dalam penerapan good corporate governance. Carcello et al (2002) menguji pengaruh antara karakteristik dewan dalam perusahaan dengan fee yang dibayarkan untuk auditor eksternal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara intensitas pertemuan dewan komisaris dengan dan fee audit. Beasley dalam Yatim, et al. (2006) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris secara signifikan mempengaruhi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris maka semakin besar pula kemungkinan adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite. Menurut FCGI (2001) adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus
perusahaan
atau
manajemen.Komite-komite
cara yang
pengelolaan pada
yang
umumnya
baik
(Governance)
dibentuk
adalah
oleh
Komite
7
Kompensasi/Remunerasi untuk badan eksekutif dalam perusahaan, Komite Nominasi, dan Komite Audit. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia internasional disarankan bahwa anggota komite-komite tersebut diisi oleh anggota Komisaris Independen. Salah satu dari komite-komite yang telah disebutkan di atas yaitu Komite Audit, komite ini memiliki tugas terpisah dalam membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Peranan Komite Audit yaitu memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen (Egon Zehnder International, 2000). Selain itu keberadaan komite audit juga berfungsi untuk membantu dewan komisaris dalam mengawasi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan (Mayangsari, 2004). Dengan berjalannya Komite Audit maka di harapkan pengawasan terhadap perusahaan pun akan berjalan baik. Blue Ribbon Committee (1999) merekomendasikan bahwa komite audit yang independen, rajin, dan berjumlah banyak merupakan langkah yang baik untuk mengevaluasi pihak manajemen dan praktik pelaporan keuangan. Variabel independensi dan ukuran komite audit dimasukan dalam penelitian ini karena di Indonesia terdapat peraturan Bapepam Kep-29/PM/2004 tentang pembentukkan dan pelaksanaan kerja komite audit. Dengan demikian, independensi dan ukuran komite audit menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan bagaimana pengaruhnya terhadap fee audit eksternal. Dari sisi permintaan, kehadiran komite audit memiliki
8
hubungan yang positif dengan fee audit karena komite audit memastikan bahwa lama proses audit tidak akan dikurangi sampai pada tingkat kualitas audit yang diinginkan (Cadburry Committee, 1992). Dari sisi penawaran, keterlibatan komite audit dalam memperkuat pengendalian internal yang menuntun auditor eksternal mengurangi penilaian dari risiko pengendalian, menghasilkan uji substantif yang lebih sedikit, dan fee audit yang lebih rendah (Collier dan Gregory dalam Goodwin-Stewart dan Kent, 2006) Salah satu tugas dari Komite Audit adalah menjaga keefektifan audit internal. Setiap internal audit melakukan perencanaan atau pelaporan, dan hasilnya akan dievaluasi oleh Komite Audit. Internal audit sangat diperlukan bagi organisasi yang membutuhkan informasi dari pihak yang independen mengenai berbagai aktivitas organisasi guna pengambilan keputusan yang lebih obyektif dan accountable. Internal auditor bertugas mengevaluasi kinerja pihak yang diaudit guna mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan, baik penyimpangan yang bersifat kepatuhan (compliance), inefisiensi, kecurangan (fraud), aktivitas, operasi, atau pekerjaan yang tidak efektif, serta laporan keuangan yang tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya (Aryani, 2011). Secara tradisional, fungsi internal audit yang dirancang untuk melindungi aset perusahaan dan membantu menghasilkan informasi akuntansi yang handal untuk pembuatan keputusan tujuan (Gay dan Simnett dalam Aryani, 2011). Goodwin-Stewart & Kent (2006) menemukan bahwa terdapat hubungan di antara internal audit dan audit fee. Berdasarkan data tahun 2000, mereka melakukan pemeriksaan yang mendukung pada hubungan yang signifikan antara internal audit
9
dan audit fee. Francis dalam Goodwin-Stewart & Kent (2006) menyatakan bahwa audit fee yang tinggi menyatakan kualitas audit yang lebih baik. Penelitian GoodwinStewart & Kent (2006) diperluas oleh Singh dan Newby (2009) dengan menggunakan data tahun 2005 yang terkumpul hanya dari laporan tahunan (yaitu informasi publik). Dua penelitian tersebut menemukan secara konsisten menemukan bahwa keberadaan fungsi internal audit secara signifikan positif berkaitan dengan fee audit suatu perusahaan. Menurut Aryani (2011) terjadi perkembangan dalam peran internal audit yaitu dari sekedar unit yang mengecek kepatuhan, menjadi sebuah fungsi yang berperan aktif sebagai mitra bagi manajemen dalam mendukung penerapan GCG. Menurut Daniri, internal audit merupakan bagian dari praktik Good corporate governance (GCG), juga praktik manajemen, dimana didalamnya mencakup pengawasan yang memadai, etika bisnis, independensi, pengungkapan yang akurat dan tepat waktu, akuntabilitas dari seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengelolaan perusahaan, serta mekanisme untuk memastikan adanya tindak lanjut yang seksama jika terjadi pelanggaran dalam perusahaan. Pemeriksaan hubungan antara internal audit dan audit fee penting mengingat saat ini fokus yang kuat pada good corporate governance harus peduli dengan bagaimana internal dan audit eksternal meningkatkan integritas pelaporan keuangan (Goodwin-Stewart & Kent, 2006). Seperti terdapat dalam penelitian Muhammadinah (2010), audit internal berpengaruh signifikan terhadap peningkatan good corporate governance di PT. Pertamina.
10
Menurut Hay et al (2008) terdapat dua pandangan tehadap hubungan antara pengendalian internal, corporate governance serta audit eksternal yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap fee audit. Pandangan pertama adalah apa yang disebut sebagai control pengganti (substitution control view) yang menyatakan bahwa hubungan antara audit eksternal dan sumber-sumber pengendalian atau control yang ada saling menggantikan. Dalam control pengganti (substitution control view) penambahan dalam suatu pengendalian akan mengurangi fungsi pengendalian yang lain, sehingga akan mengakibatkan hubungan yang negatif antara pengendalian, corporate governance dan audit eksternal. Sebagai contoh penelitan Simunic (2006) menyatakan bahwa auditee dapat mengganti audit eksternal dengan pengendalian internal serta dapat di simpulkan bahwa pengendalian internal yang baik akan mengurangi pekerjaan audit eksternal. Pandangan kedua adalah apa yang disebut kontrol tambahan (complementary control view) yang menyatakan bahwa hubungan antara pengendalian atau control, corporate governance dan auditing saling melengkapi dan bukan saling menggantikan serta penambahan terhadap suatu komponen pengendalian akan menguatkan komponen pengendalian yang lain. Dalam pandangan ini dewan komisaris dengan kewajiban yang dimiliki akan mengakibatkan permintaan terhadap audit eksternal bertambah dengan tujuan agar reputasi mereka tetap terjaga yang akan berkonsekuensi pada penambahan fee audit. Penelitian Goodwin Steward (2006) menguatkan pandangan ini dengan menemukan bahwa adanya hubungan yang positif
11
antara keberadaan fungsi internal audit dan peningkatan permintaan terhadap audit eksternal yang menyebabkan peningkatan terhadap fee audit. Pemeriksaan hubungan antara internal audit dan fee audit penting mengingat saat ini fokus yang kuat pada good corporate governance harus peduli dengan bagaimana internal dan audit eksternal meningkatkan integritas pelaporan keuangan (Goodwin-Stewart dan Kent, 2006). Namun demikian, sebagian besar penelitian terdahulu belum banyak yang menyinggung hubungan internal audit, struktur governance dan fee audit, penelitian hanya fokus membahas hubungan corporate governance terhadap fee audit eksternal dan hubungan internal audit terhadap fee audit eksternal secara terpisah. Penelitian ini berusaha mengembangkan dari penelitian yang sudah ada dan memeriksa pengaruh antara struktur governance yang berupa dewan komisaris dan komite audit serta internal audit terhadap fee audit eksternal di Indonesia. Penelitian kali ini juga mencoba untuk lebih fokus meneliti pengaruh corporate governance terhadap fee audit di perusahaan- perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) karena perusahaan manufaktur mempunyai kontribusi yang relative besar dalam perekonomian. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa praktik good corporate governance yang baik akan mengurangi risiko pengendalian, sehingga mengarah kepada fee audit eksternal yang lebih rendah.
12
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian berupa adanya dua pandangan yang berbeda tehadap hubungan antara pengendalian internal, corporate governance serta audit eksternal yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap fee audit. maka secara spesifik rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap fee audit eksternal? 2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap fee audit eksternal? 3. Apakah intensitas pertemuan dewan komisaris berpengaruh terhadap fee audit eksternal? 4. Apakah independensi komite audit berpengaruh terhadap fee audit eksternal? 5. Apakah ukuran komite audit berpengaruh terhadap fee audit eksternal? 6. Apakah keahlian komite audit berpengaruh terhadap fee audit eksternal? 7. Apakah internal audit berpengaruh terhadap fee audit eksternal?
1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain untuk: 1. Menganalisis pengaruh komisaris independen terhadap fee audit eksternal. 2. Menganalisis pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap fee audit eksternal. 3. Menganalisis pengaruh intensitas pertemuan dewan komisaris terhadap fee audit eksternal.
13
4. Menganalisis pengaruh independensi komite audit terhadap fee audit eksternal. 5. Menganalisis pengaruh ukuran komite audit terhadap fee audit eksternal. 6. Menganalisis pengaruh keahlian komite audit terhadap fee audit eksternal. 7. Menganalisis pengaruh internal audit terhadap fee audit eksternal
1.3.2 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran sebagai berikut : 1. Menjadi bahan referensi tambahan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh struktur governance dan internal audit terhadap fee audit eksternal. 2. Memberikan informasi mengenai karakteristik struktur governance apa saja yang berpengaruh terhadap fee audit eksternal, sehingga perusahaan dapat mengontrol dan mengendalikan faktor-faktor yang menentukan besarnya fee audit eksternal. 3. Menambah wawasan perusahaan mengenai pentingnya penerapan good corporate governance dan pengendalian internal perusahaan.
14
1.4 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka Pada bagian ini dijelaskan mengenai landasan teori yang mendasari diadakannya penelitian, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan penjelasan hipotesis. BAB III Metode Penelitian Pada bab ini diuraikan secara mendetail mengenai metode yang digunakan dalam penelitian meliputi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel, Penentuan Sampel, Jenis dan Sumber Data, Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisis. BAB IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini berisi Deskripsi Objek Penelitian, Analisis Data, serta Interpretasi Hasil sebagai pembahasan hasil penelitian. BAB V Kesimpulan dan Saran Pada bab ini dipaparkan Simpulan peneliti, Keterbatasan, serta Saran untuk penelitian mendatang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh pengendalian internal perusahaan dan struktur corporate governance terhadap fee audit eksternal. Untuk memahami bagaimana pengendalian internal perusahaan dan mekanisme struktur corporate governance dapat mempengaruhi fee audit eksternal maka akan digunakan teori agensi sebagai landasan pemikiran dalam penelitian ini. Teori Agensi pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori agensi menjelaskan adanya hubungan keagenan atau kontrak kerja yang melibatkan antara dua pihak. Kontrak kerja terjalin antara pihak prinsipal dengan pihak agen. Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Conflict of Interest). Potensi masalah yang muncul dalam teori agensi yaitu adanya asimetri informasi.
15
16
Akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat menimbulkan 2 (dua) permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan prinsipal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah : a) Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja. b) Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas. Eisenhardt (1989) menyatakan ada 3 asumsi dasar yang melandasi teori agensi 1. Asumsi tentang sifat manusia Sifat manusia yang mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), kemudian manusia selalu menghindari resiko (risk averse). 2. Asumsi tentang keorganisasian Dalam suatu organisasi terdapat konflik antar anggota organisasi dan efisiensi sebagai kriteria produktivitas, serta asimetri informasi antara pihak agen dengan prinsipal.
17
3. Asumsi tentang informasi Informasi dipandang oleh perusahaan sebagai barang komoditi yang diperjualbelikan sehingga dapat mempengaruhi kualitas pengungkapan informasinya. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Adanya asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat membuka peluang bagi manajer untuk melakukan tindakan earnings manajement dalam rangka mengelabuhi pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Dalam hal ini apabila manajer memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pemilik saham, maka manajer akan cenderung melakukan kecurang dengan melakukan praktik manajemen laba untuk meningkatkan keuntungannya sendiri. Sementara itu menurut Arifin (2005) di sisi lain prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan, dan wewenang mutlak dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat strategis, jangka panjang, dan global. Hal ini menyebabkan pihak prinsipal selaku pemilik modal bertindak semaunya ataupun sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah pertentangan yang semakin tajam yang akan menyebabkan konflik yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak.
18
Munculnya masalah agensi yang disebabkan konflik kepentingan dan asimetri informasi tersebut dapat membuat perusahaan menanggung biaya keagenan (agency cost). Teori agensi menyatakan bahwa konfik kepentingan dan asimetri informasi yang muncul dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan berbagai pihak di perusahaan. Mekanisme pengawasan yang dimaksud dalam teori agensi dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme corporate governance. Penerapan corporate governance juga dapat memberikan kepercayaan terhadap kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan pemilik (pemegang saham), sehingga dapat meminimalkan konflik kepentingan dan biaya keagenan (agency cost). Good corporate governance menghasilkan berbagai mekanisme yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa tindakan manajemen sudah selaras dengan kepentingan pemegang saham (Susiana dan Herawaty, 2007). 2.1.2 Definisi Corporate Governance Berdasarkan definisi oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) yang sesuai dengan definisi Cadburry Committee, corporate governance didefinisikan sebagai “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola), pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hakhak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”. Konsep Corporate governance menurut The Indonesian Institute of Corporate governance (IICG) dapat didefinisikan sebagai serangkaian mekanisme yang
19
mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Center for European Policy Studies (CEPS) mendefinisikan corporate governance sebagai seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Dalam definisi ini, hak merupakan hak seluruh stakeholders untuk mempengaruhi manajemen. Proses, merupakan mekanisme dari hak-hak stakeholders serta pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar kegiatan perusahaan. Sedangkan menurut Komisi Nasional GCG Indonesia, good corporate governance merupakan pola hubungan, sistem, serta proses yang digunakan organ perusahaan (direksi, komisaris) guna memberi nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambung dalam jangka panjang, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa GCG tersebut merupakan: 1) Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya. 2) Suatu sistem pengawasan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang, yaitu pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
20
3) Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya 2.1.3 Prinsip-Prinsip Corporate Governance Organization
for
Economic
Co-operation
and
Development
(OECD)
menguraikan empat prinsip dalam corporate governance, yaitu : a. Fairness (keadilan) Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya. Praktik kewajaran juga mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak Prinsip fairness diharapkan untuk membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati (prudent) sehingga terdapat perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Penegakan prinsip fairness mensyaratkan adanya peraturan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. b. Transparency (transparansi) Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Transparency mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
21
Prinsip transparency diharapkan dapat membantu stakeholders dalam menilai risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan serta meminimalisasi adanya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen. c. Accountability (akuntabilitas) Prinsip accountability menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris. Beberapa bentuk implementasi dari prinsip accountability adalah adanya praktek audit internal yang efektif serta kejelasan fungsi, hak, dan kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent (target pencapaian perusahaan di masa depan). Apabila prinsip accountability diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. d. Responsibility (pertanggungjawaban) Responsibility diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial. Penerapan prinsip ini diharapkan
membuat
perusahaan
menyadari
bahwa
dalam
kegiatan
22
operasionalnya seringkali menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung masyarakat. Prinsip-prinsip Corporate Governance dari OECD menyangkut hal-hal sebagai berikut: 1) Hak-hak para Pemegang Saham; 2) Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham; 3) Peranan semua pihak yang berkepentingan (stekeholders) dalam Corporate Governance; 4) Transparansi dan Penjelasan; 5) Peranan Dewan Komisaris. 2.1.4
Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia Corporate Governance telah menjadi pokok bahasan yang penting bagi para
pelaku bisnis di seluruh dunia. Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan tuntutan persaingan global menjadi salah satu faktor pendorong dilakukannya reformasi GCG (Alijoyo & Zaini, 2004). Menurut Arifin (2005) dalam mewujudkan GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, terdapat dua aspek keseimbangan, yaitu keseimbangan internal dan eksternal. Keseimbangan internal dilakukan dengan cara menyajikan informasi yang berguna dalam evaluasi kinerja, informasi tentang sumber daya yang dimiliki perusahaan, semua transaksi dan kejadian internal, dan informasi untuk keputusan manajemen internal. Sedangkan keseimbangan eksternal dilakukan dengan cara menyajikan informasi bisnis kepada para pemegang saham, kreditur, bank, dan organisasi lainnya yang berkepentingan
23
Saat ini terdapat tuntutan yang besar dan ada kecenderungan bahwa manajemen perusahaan – perusahaan publik wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan perusahaan kepada publik (Syakhroza, 2003). GCG di Indonesia secara implisit maupun eksplisit telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan. Undangundang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 diantaranya telah memperhatikan praktik GCG sebagai nilai dan konsep yang terkandung dalam undang-undang tersebut. Selain itu skema pelaksanaan GCG di perusahaan publik (emiten) yang terdaftar pada BEI juga tunduk pada aturan BAPEPAMLK dan BEI. Untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Negara BUMN berperan sebagai pengawas pelaksanaan GCG berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor. KEP-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktik Good Corporate governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di sektor perbankan, Bank Indonesia telah mempunyai Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate governance di Bank Umum, serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006. 2.1.5
Struktur Governance
Struktur didefinisikan sebagai satu cara bagaimana aktivitas dalam organisasi dibagi, diorganisir, dan dikoordanasi (Stoner et al, 1995). Struktur governance, dapat diartikan sebagai suatu kerangka dalam organisasi untuk menerapkan berbagai prinsip governance sehingga prinsip tersebut dapat dibagi, dijalankan serta dikendalikan. Dengan kata lain struktur governance harus mampu mendukung tata kelola
24
perusahaan berdasarkan prinsip-pinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency) dan kewajaran (fairness). Mekanisme corporate governance merupakan suatu prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Menurut Iskander & Chamlou (2000) mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan external mechanisms. Internal mechanisms adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan external mechanisms adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian pasar. Mekanisme atau struktur yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada mekanisme internal seperti yang disebutkan oleh Iskander & Chamlou (2000). Mekanisme tersebut akan dijelaskan dalam sub-sub bab berikut. 2.1.5.1 Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
Menurut FCGI (2001) berkenaan dengan bentuk Dewan di dalam sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda pula, yaitu: 1) Sistem Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkat atau One Tier System. Sistem ini tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan
25
dewan direksi, Dalam sistem ini anggota dewan komisaris juga merangkap anggota dewan direksi dan kedua dewan ini disebut sebagai board of directors. Negara-negara yang menerapkan One Tier System ini misalnya Amerika Serikat dan Inggris. Untuk dapat melihat lebih jelasnya bagaimana struktur Board of Directors (BoD) dalam One Tier System, dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini: Gambar 2.1 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Dewan Direksi (BOD) Direktur Eksekutif
Direktur Non Eksekutif
Manajer Eksekutif
Stuktur Board of Director (BoD) dalam One Tier System Sumber: (FCGI, 2001)
2) Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau Two Tiers System. Sistem ini mempunyai dua badan terpisah di dalam sebuah perusahaan, yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Dalam model two-tiers system, RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) merupakan struktur tertinggi yang mengangkat dan
26
memberhentikan dewan komisaris yang mewakili para pemegang saham untuk melakukan kontrol terhadap manajemen. Dewan komisaris membawahi langsung dewan direksi dan mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan dewan direksi serta melakukan tugas pengawasan terhadap kegiatan direksi dalam menjalankan perusahaan. Negara-negara dengan Two Tiers System adalah Denmark, Jerman, Belanda, dan Jepang. Karena system hukum Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda, maka hukum perusahaan Indonesia menganut Two Tiers System untuk struktur dewan dalam perusahaan. Meskipun demikian terdapat perbedaan dalam penerapan two tiers system yang di pakai di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban Dewan Komisaris dimana dalam keadaan yang umum tidak termasuk kewenangan Dewan Komisaris untuk menunjuk dan memberhentikan direksi. Hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 1995 yang menyatakan bahwa anggota dewan direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 80 ayat 1 dan pasal 91 ayat 1), demikian juga anggota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 95 ayat 1 dan pasal 101 ayat 1). Dengan adanya struktur yang demikian, maka baik dewan komisaris maupun dewan direksi bertanggungjawab terhadap RUPS (kedudukannya sejajar). Untuk memperjelas bagaimana perbedaan struktur BoD dan BoC dalam Two Tiers System yang berkembang di Negara- Negara seperti Belanda, Jerman
27
serta penerapan Two Tiers System yang di pakai di Indonesia, dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3 di bawah ini: Gambar 2.2 Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Board of Commisioners (BOC)
Board of Directors (BOD)
Gambar 2.3 Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Dewan Komisaris
Supervisi/Pengawasan
Sumber: (FCGI, 2001)
Dewan Direksi
28
2.1.5.2 Komisaris Independen Keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEI tanggal 1 Juli 2000. Disebutkan bahwa perusahaan yang terdaftar di bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham minoritas. Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30 persen dari seluruh anggota dewan komisaris. Sedangkan kriteria komisaris independen menurut Forum For Corporate Governance in Indonesia (2000) antara lain : a) Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen. b) Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas perusahaan. c) Komisaris independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu. d) Komisaris independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut.
29
e) Komisaris independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut. f) Komisaris independen tidak memiliki kontrak kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut. g) Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan yang dapat atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan. 2.1.5.3 Komite Audit
Untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite, salah satu nya adalah Komite Audit. Komite Audit adalah suatu komite yang berfungsi memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen (Egon Zehnder International, 2000). The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga menganjurkan dibentuknya Komite Audit di dalam organisasi lainnya, termasuk lembaga-lembaga non-profit dan pemerintahan.
30
Keberadaan komite audit di Indonesia diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor SE- 03/PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 (bagi BUMN). Menurut peraturan BAPEPAM Kep 29/PM/2004 tentang peraturan nomor IX.1.5 menyatakan bahwa komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan 2 (dua) anggota lainnya berasal dari luar perusahaan. Menurut FCGI (2001), pada umumnya Komite Audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu: a) Laporan Keuangan (Financial Reporting) Tanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usahanya, serta rencana dan komitmen jangka panjang perusahaan. b) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Tanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, etika bisnis serta melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. c) Pengawasan Perusahaan (Corporate Control) Tanggung jawab dalam pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.
31
Lebih lanjut di jelaskan dalam Forum Corporate Governance Indonesia kriteria dan catatan lainnya tentang Komite Audit adalah: a. Paling sedikit satu anggota Komite Audit harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keuangan dan akuntansi b. Ketua Komite Audit harus hadir pada RUPS untuk menjawab pertanyaan para Pemegang Saham; c. Komite Audit harus mengundang eksekutif yang menurut mereka tepat (terutama pejabat di bidang keuangan) untuk hadir pada rapat-rapat komite, akan tetapi apabila dipandang perlu dapat mengadakan rapat tanpa kehadiran seorangpun eksekutif perusahaan. Di luar itu Direktur Keuangan dan Kepala Satuan Kerja Audit Intern dan, seorang wakil dari auditor eksternal harus hadir sebagai peserta pada rapat-rapat Komite Audit; d. Sekretaris Perusahaan harus bertindak sebagai sekretaris Komite Audit; e. Wewenang Komite Audit harus meliputi: Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya. Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan. Mengusahakan saran hukum dan saran profesional lainnya yang independen apabila dipandang perlu. Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dianggap perlu. (Kar, 2000)
32
2.1.6
Definisi Internal Audit Menurut Amin Widjaja Tunggal (1995) Internal audit adalah aktivitas
penilaian secara independen dalam suatu organisasi untuk meninjau secara kritis tindakan pembukuan keuangan dan tindakan lain sebagai dasar untuk memberikan bantuan bersifat proteksi (melindungi) dan konstruktif bagi pimpinan perusahaan. Menurut The Institute of Internal Auditors dalam Aryani (2011) Internal audit adalah akitivitas independen, keyainan objektif, dan konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Internal Audit ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas manajemn resiko, pengendalian dan proses tata kelola. Menurut Tugiman (2006) Internal auditing adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. 2.1.7
Tujuan, tugas dan ruang lingkup Internal Audit Tujuan utama pengendalian intern menurut Hiro Tugiman (2006) adalah
meyakinkan keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi; kesesuaian dengan berbagai kebijaksanaan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan; perlindungan terhadap harta organisasi; penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien, serta tercapainya berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Audior yang melakukan tugas internal audit disebut auditor internal. Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah
33
menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan kualitas informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi (Mulyadi dan Puradiredja, 1998) Dalam melaksanakan tugasnya, auditor internal memiliki kegiatan sebagai berikut : a. Pemeriksaan dan penilaian terhadap efektifitas pengendalian intern yang efektif dengan biaya yang minimum. b. Menentukan sampai berapa jauh pelaksanaan kebijakan manajemen puncak dipatuhi. c. Menentukan
sampai
seberapa
jauh
kekayaan
perusahaan
dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari segala macam kerugian d. Menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dalam perusahaan e. Memberikan rekomendasi perbaikan kegiatan – kegiatan perusahaan Internal Audit berhubungan dengan Komite Audit, peran Komite Audit disini adalah mengawasi pelaksanaan fungsi-fungsi pengendalian internal atau internal Audit. Komite audit memeriksa kualitas dari auditor internal dan mendiskusikannya bersama manajemen agar terwujud efektifitas kerja. Ruang lingkup audit intern sendiri yaitu menilai keefektifan sistem pengendalian intern, pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi,
34
serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Dengan keberadaan fungsi internal audit yang efektif, dapat tercipta mekanisme pengawasan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada dalam perusahaan telah digunakan secara ekonomis dan efektif, dan pengendalian yang ada dalam perusahaan dapat memberikan kepastian lebih tinggi bahwa informasi yang dihasilkan terpercaya (Mulyadi, 2002). 2.1.8
Eksternal Auditor Eksternal auditor adalah profesi audit yang melakukan audit atas laporan
keuangan dari perusahaan, pemerintah, individu atau organisasi lainnya. Eksternal auditor ini mempunyai independensi dari perusahaan yang diaudit (Rizqiasih, 2010).
Eksternal auditor bertanggung jawab atas opini terhadap pemeriksaan Laporan Keuangan dan Laporan Manajemen lainnya yang dipersiapkan Direksi, yang menjadi dasar bagi stakeholders dalam menilai kondisi perusahaan. Eksternal Auditor berbeda dengan internal auditor dalam hal- hal sebagai berikut:
1. Perbedaan Misi
Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini atas kewajaran pelaporan keuangan organisasi. Mereka juga menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten dari periode ke periode, dan seterusnya.
Sementara itu, tanggung jawab utama auditor
internal tidak terbatas pada pengendalian internal berkaitan dengan tujuan
35
reliabilitas pelaporan keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi desain dan implementasi pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam pemastian pencapaian tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan, auditor internal juga mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan aktivitas organisasi terhadap ketentuan perundang-undangan dan kontrak, termasuk ketentuan-ketentuan internal organisasi.
2. Perbedaan Organisasional Auditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris, termasuk komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal merupakan karyawan organisasi yang bersangkutan. Sebaliknya, auditor eksternal merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan perundang-udangan maupun standar profesional yang berlaku untuk auditor eksternal. 3. Perbedaan Fokus dan Orientasi
Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejadian-kejadian yang diperkirakan akan terjadi serta bagaimana organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan auditor eksternal
36
terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-kejadian historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi.
4. Perbedaan Timing Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik/tahunan. 2.1.9
Fee Audit
Iskak (1999) mendefinisikan fee audit adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap laporan keuangan. Penetapan biaya audit yang dilakukan oleh KAP berdasarkan perhitingan dari biaya pokok pemeriksaan yang terdiri dari biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari biaya tenaga yaitu manager, superpiser, auditor junior dan auditor senior. Sedangkan biaya tidak langsung seperti biaya percetakan, biaya penyusutan computer, gedung dan asuransi. Setelah dilakukan perhitungan biaya pokok pemeriksaan maka akan dilakukan tawar menawar antar klien yang bersangkutan dengan kantor akuntan publik.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan No. KEP.024/IAPI/VII/2008 pada tanggal 2 Juli 2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit. Dalam bagian Lampiran 1 dijelaskan bahwa panduan ini dikeluarkan sebagai panduan bagi seluruh Anggota Institut Akuntan Publik Indonesia yang menjalankan
37
praktik sebagai akuntan publik dalam menetapkan besaran imbalan yang wajar atas jasa profesional yang diberikannya. Dalam Surat Keputusan ini dijelaskan bahwa dalam menetapkan fee audit, Akuntan Publik harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Kebutuhan Klien b.
Tugas dan tanggungjawab menurut hukum (statutory duties)
c.
Independensi
d. Tingkat Keahlian (levels of expertise) dan tanggungjawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan e. Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik dan stafnya menyelesaikan pekerjaan f. Basis penetapan fee yang disepakati Simunic (1980) menyatakan bahwa fee audit ditentukan oleh besar kecilnya perusahaan yang diaudit (client size), risiko audit (atas dasar current ratio, quick ratio, D/E, litigation risk) dan kompleksitas audit (subsidiaries,foreign listed). Menurut Suharli & Nurlaelah (2008) fee audit ditentukan oleh rasio konsentrasi auditor dan ukuran auditee perusahaan. Sedangkan penelitian Yatim et al. (2006) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara fee audit dan independensi dewan komisaris, komite audit dan frekuensi pertemuan komite audit. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara fee audit dan perusahaan yang dimiliki oleh pribumi (bumiputera).
38
2.1.10 Hubungan antara Struktur Governance dengan Fee Audit Strukur corporate governance dalam penelitian ini mencakup dewan komisaris dan komite audit. Yatim et al (2006) menguji pengaruh karakteristik dewan komisaris serta karakteristik komite audit terhadap fee audit eksternal, dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara fee audit dan independensi dewan komisaris, komite audit dan frekuensi pertemuan komite audit. Sementara itu Carcello et al. (2000) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara board independence, diligence and expertise terhadap fee audit. Carcello menyimpulkan bahwa dewan komisaris yang kuat akan meningkatkan permintaan terhadap audit yang pada akhirnya akan meningkatkan fee audit. Penelitian lain dilakukan oleh Abbot et al (2003), penelitian ini menguji hubungan antara karakteristik komite audit dengan fee audit. Dengan hipotesis bahwa fee audit akan berhubungan positif dengan independensi komite audit, keahlian keuangan, dan frekuensi pertemuan, hasil penelitian menemukan bahwa hanya independensi komite audit (didefinisikan sebagai Komite Audit yang berasal dari luar perusahaan) dan keahlian keuangan (didefinisikan sebagai komite audit yang mengandung setidaknya satu anggota dengan keahlian keuangan) yang secara signifikan, positif terkait dengan biaya audit. Frekuensi pertemuan komite audit (didefinisikan sebagai komite audit yang menyelenggarakan rapat setidaknya empat kali setiap tahun) tidak terkait dengan biaya audit yang lebih tinggi.
39
2.1.11 Hubungan antara Internal Audit dengan Fee Audit Pengendalian internal menjadi fokus utama perusahaan terutama setelah adanya Sarbanes-Oxley Act pada tahun 2002 (Burner dan Ribstein, 2006). SarbanesOxley Act (SOX) mendorong banyak perusahaan untuk lebih memperhatikan aspek governance termasuk peningkatan fee bagi proses auditing dan pengendalian internal (Griffin et al, 2008). Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres Amerika Serikat terhadap berbagai skandal pada beberapa korporasi besar seperti: Enron, WorldCom (MCI), AOL TimeWarner, Aura Systems, Citigroup, Computer Associates International, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan Xerox; yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC. Semua skandal ini merupakan contoh tragis bagaimana fraud schemes berdampak sangat buruk terhadap pasar, stakeholders dan para pegawai. Zain et al (2004) menyatakan bahwa fungsi audit internal merupakan bagian penting dari pengendalian internal perusahaan, fungsi audit internal dapat digunakan sebagai acuan bagi auditor eksternal dalam perencanaan proses audit. Dalam perencanaan proses audit tersebut auditor eksternal akan menguji kepatutan dan keleluasaan kerja yang dilakukan oleh fungsi audit internal untuk meminimalisasikan duplikasi kerja audit. Hal senada diungkapkan oleh Bedard dan Johnstone (2004) yang menyatakan bahwa pengendalian internal yang baik akan menyebabkan eksternal auditor mengurangi ruang lingkup pemeriksaan audit, yang pada akhirnya akan memengaruhi proses penentuan fee audit. Pengendalian internal yang baik akan
40
menyebabkan eksternal auditor mengurangi ruang lingkup pemeriksaan audit, yang pada akhirnya akan memengaruhi proses penentuan fee audit. Sementara itu hal berbeda dikemukakan oleh Goodwin-stewart (2006), hubungan antara fee audit dan fungsi pengendalian internal akan lebih tinggi apabila perusahaan melaksanakan audit internal. Lebih lanjut studi tersebut menyatakan bahwa audit internal maupun eksternal akan meningkatkan keseluruhan pengawasan yang ada dalam perusahaan. 2.2 Penelitian terdahulu Carcello et al. (2000) menguji pengaruh antara karakteristik dewan dalam perusahaan dengan fee auditor eksternal. Penelitian ini menggunakan sampel dari Fortune 1000 Companies dan menggunakan analisis OLS untuk menguji hipotesisnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara board independence, diligence and expertise terhadap fee audit Abbot et al pada tahun 2003 berusaha menguji hubungan antara karakteristik Komite Audit dan fee audit, Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa independensi komite audit, dan keahlian keuangan (didefinisikan sebagai komite audit yang mengandung setidaknya satu anggota dengan keahlian keuangan) berpengaruh positif signifikan terhadap Audit Fee. Yatim et al (2006) menguji pengaruh karakteristik dewan komisaris serta karakteristik komite audit terhadap fee audit eksternal, Menggunakan uji regresi
41
berganda untuk menganalisis 736 perusahaan terdaftar di Bursa Malaysia peneliti menemukan bukti yang bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carcello et al pada tahun 2000, dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara fee audit dan independensi dewan komisaris, komite audit dan frekuensi pertemuan komite audit. Hal ini berbeda dengan penelitian Carcello et al pada tahun 2000 yang menemukan bahwa selain independensi dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris juga berpengaruh terhadap fee audit eksternal. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara fee audit dan perusahaan yang dimiliki oleh pribumi (bumiputera). Goodwin-Stewart dan Kent (2006) menguji hubungan karakteristik komite audit dan fungsi audit internal terhadap kenaikan fee audit eksternal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit, pertemuan komite audit serta peningkatan fungsi audit internal berhubungan dengan kenaikan fee audit. Ika Suryani (2011) menguji pengaruh internal audit terhadap audit fee melalui penerapan good corporate governance. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari website CGPI sebagai lembaga pemeringkat corporate governance dan annual report perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2005-2008. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa internal audit berpengaruh positif signifikan terhadap penerapan good corporate governance dan penerapan good corporate governance berpengaruh positif signifikan terhadap audit fee serta internal audit mempengaruhi audit fee melalui penerapan good corporate
42
governance. Hal ini berarti variable penerapan good corporate governance merupakan variable antara (intervening) dari variable internal audit dan audit fee.
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Variabel
(Tahun) 1
Carcello et al. (2000)
Alat
Hasil Penelitian
Analisis Y: Audit fee
Analisis OLS
Terdapat pengaruh
X:
yang signifikan
X1:BoardIndependent,
positif antara board
X2:BoardExpertise,
independence,
X3:BoardDiligence
diligence and
C:
expertise terhadap
C1:Business segments
fee audit
C2:Subsidiaries C3:Foreign C4:Loss C5:Firms in the utility industry C6:Receivables C7:Inventories C8:Total Asset 2
Abbot et al (2003)
Y: Audit Fee X:
independensi komite audit, dan keahlian keuangan
X4:ACInd X5:ACExpertise
(didefinisikan sebagai komite audit yang mengandung
43
X6:ACMeet.
setidaknya satu anggota dengan
C:
keahlian keuangan)
C2:Sqsubs (number of
berpengaruh positif
consolidated
signifikan terhadap
subsidiaries)
Audit Fee.
C3:Forgn (proportion of foreign subsidiaries) C6:Receiv (total assets in accounts receivable and inventory), C8:Total Asset C9:Opin C10:BoarInd C11:BoardExp C12:BoardMeet 3
Yatim et al (2006)
Y: Audit Fee X: X1:BoardIndependence X7:BoardSize X8:RMC (a dummy variable of 1 if a firm establishes a risk management committee, 0 if otherwise) X9:BoardMeet X10:Dual (a dummy variable of 1 if the role of the Board Chair and the CEO is separated, 0 if otherwise) X4:ACIndependence X5:ACExpertise,
Uji Regresi Berganda
Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara fee audit dan independensi dewan komisaris, komite audit dan frekuensi pertemuan komite audit. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara fee audit dan perusahaan yang dimiliki oleh pribumi (bumiputera).
44
X6:ACMeet X11:ACSize X12:BumiOwned (a dummy variable of 1 if a firm’s shares outstanding are substantially held by Bumiputera shareholders) C: C2:SUBS (square root of the number of direct subsidiaries) C6:REC (the ratio of receivables to total assets) C7:INV(the ratio of inventories to total assets) C8: SIZE (natural log of total assets) C13:LEV (total book value of debt to total assets) C14:ROA(returns on asset) C15:BIG4 (a dummy variable of 1 if financial statements audited by Big 4 audit firms, 0 otherwise) C16:Industries Dummies
45
4
Goodwin-Stewart dan Kent (2006)
Y: Audit Fee
analisis OLS
keberadaan komite
X:
audit, pertemuan
X4:ACInd(audit
komite audit serta
committee
peningkatan fungsi
independence and
audit internal
expertise)
berhubungan
X6:ACMeet
dengan kenaikan fee
(frequency of audit
audit.
committee Meetings), X13:ACExis (existence of an audit committee), X14:The use of internal audit. Kontrol: C2:subsidiaries C3:foreign C4:loss C6:Receivables C7:inventory C8:size C9:opinion C10:boardindep C12:boardmeetings C14:roa C15:bigfive C17:debt C18:mining
5
Ika Suryani (2011)
Y: Audit Fee
analisis jalur
internal
audit
X:
(path analysis).
berpengaruh positif
X14:Internal Audit
signifikan terhadap
I:
penerapan
I1:Good
corporate
good
46
Corporate Govenance
governance
dan
(peringkat dalam Good
penerapan
good
Governance
corporate
Perception Index yang
governance
dikeluarkan IICG)
berpengaruh positif signifikan terhadap audit
fee
serta
internal
audit
mempengaruhi audit fee
melalui
penerapan
good
corporate governance. Hal ini berarti
variable
penerapan
good
corporate governance merupakan variable antara (intervening) dari
variable
internal audit dan audit fee.
2.3
Kerangka Pemikiran
2.3.1 Pengaruh Struktur Governance dan Internal Audit terhadap Fee Audit Penelitian ini akan menganalisis pengaruh Struktur Governance dan Internal Audit terhadap fee yang di bayarkan terhadap auditor eksternal. Struktur corporate governance dalam penelitian ini mencakup dewan komisaris dan komite audit. Dalam penelitian ini, selain menggunakan variabel dependen dan variable independen
47
juga digunakan variabel kontrol sebagai pengontrol variable independen untuk dapat menjelaskan keberadaan variabel dependen. Variabel tersebut digunakan sebagai pengontrol risiko serta untuk mengembangkan baseline model atau model dasar bagi fee audit sebagaimana digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini digunakan lima variable kontrol yang berhubungan dengan fee audit antara lain ukuran perusahaan, jumlah anak perusahaan, rasio hutang atas aktiva perusahaan, return of assets, dan Kantor Akuntan Publik yang digunakan. Gambar 2.4 Kerangka Penelitian Variabel Independen 1. Struktur Governance : Dewan Komisaris Komite Audit 2. Internal Audit
Fee Audit Eksternal Variabel Kontrol • Ukuran Perusahaan • Anak Perusahaan • Rasio hutang atas aktiva • Return of assets • Kantor Akuntan Publik
2.4 Hipotesis
Munculnya masalah agensi yang disebabkan konflik kepentingan dan asimetri informasi dapat membuat perusahaan menanggung biaya keagenan (agency cost).
48
Teori agensi menyatakan bahwa konfik kepentingan dan asimetri informasi yang muncul dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan berbagai pihak di perusahaan. Mekanisme pengawasan yang dimaksud dalam teori agensi dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme corporate governance. Di dalam corporate governance itu sendiri terdapat struktur governance yang terdiri dari dewan komisaris dan komite audit. Dewan komisaris memiliki tanggung jawab utama untuk mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan. Mereka juga harus menilai kualitas tata kelola organisasi dan memastikan bahwa organisasi memiliki, sebagai contoh, praktik akuntansi yang efektif , pengendalian internal dan manajemen risiko, dan fungsi audit (Yatim et al, 2006). Disebutkan pula dalam Beasley (1996), Dewan komisaris yang independen akan melakukan pengawasan yang lebih unggul sehingga reliabilitas dan validitas pelaporan keuangan yang lebih baik dapat dicapai. Hal ini akan mengurangi penaksiran risiko yang dilakukan oleh auditor yang mengarah kepada fee audit yang lebih rendah. H1 = Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap fee audit eksternal. Ukuran dewan komisaris memainkan peran penting dalam memonitor dan melakukan pengawasan terhadap manajemen (Jensen dalam Yatim et al 2006). Beasley (1996) mengemukakan bahwa jumlah dari dewan komisaris secara signifikan akan memengaruhi kemungkinan adanya kecurangan dalam laporan keuangan. Jika
49
jumlah dewan komisaris meningkat maka kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan juga meningkat Hal ini sejalan dengan penelitian Jensen (1993) yang berpendapat bahwa terdapat kesulitan dalam mengorganisasi dan mengkoordinasi dewan komisaris yang berjumlah banyak. Apabila jumlah dewan komisaris yang banyak tersebut mengakibatkan tidak efektif nya pengawasan terhadap keandalan pelaporan keuangan maka auditor membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengaudit dan hal ini berdampak pada fee audit yang lebih besar. H2 = Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap fee audit eksternal. Conger et al. (1998) dalam Yatim et al. (2006) berpendapat bahwa frekuensi pertemuan dewan komisaris yang diukur dengan jumlah rapat yang diadakan selama tahun keuangan dapat meningkatkan efektivitas dewan komisaris. Efektivitas dewan komisaris dapat dikaitkan dengan pengawasan dewan komisaris yang lebih efektif terhadap keandalan pelaporan keuangan dan dapat mengurangi penilaian risiko oleh auditor terhadap proses pelaporan keuangan sehingga berpengaruh terhadap fee audit yang lebih rendah H3 = Intensitas pertemuan dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap fee audit eksternal Di dalam laporan The Blue Ribbon Committee (1999), terdapat sepuluh rekomendasi yang berhubungan dengan komite audit. Kesepuluh rekomendasi ini dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu independensi anggota komite audit, keahlian dalam keuangan, proses dan struktur komite audit, permasalahanpermasalahan independensi auditor external, dan kualitas prinsip-prinsip akuntansi.
50
Menurut Blue Ribbon Committee (1999) suatu komite audit yang independen akan menghasilkan pengawasan yang lebih efektif terhadap proses pelaporan keuangan sehingga mengurangi timbulnya masalah dalam pelaporan keuangan. Komite audit yang independen akan lebih baik dalam hal menjaga reliabilitas proses akuntansi dan mengarah kepada berkurangnya risiko pengendalian. Oleh karena itu pengujian substantif oleh auditor eksternal dapat dikurangi sehingga diharapkan dapat memperkecil fee audit. H4 = Independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit eksternal. The Blue Ribbon Committee (1999) merekomendasikan bahwa komite audit yang lebih independen, memiliki anggota lebih banyak, dan sering mengadakan rapat diharapkan akan meningkatkan pengawasan komite audit terhadap proses pelaporan keuangan. Berdsarkan rekomendasi dari The Blue Ribbon Company tersebut penelitian ini berpendapat bahwa komite audit yang lebih besar akan meningkatkan kualitas laporan keuangan yang berakibat pada rendahnya fee audit eksternal. Hal ini dikarenakan jumlah komite audit konsisten dengan keinginan untuk meningkatkan status organisasi komite audit. H5 = Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit eksternal. Efektivitas dari komite audit akan lebih meningkat apabila anggota komite audit memiliki keahlian akuntansi dan keuangan. Dalam rekomendasi ketiga, Blue Ribbon Committee (1999) merekomendasikan komite audit minimal terdiri dari tiga
51
anggota, dimana setiap anggota paham akan masalah keuangan dan setidaknya satu dari anggota tersebut memiliki keahlian manajemen keuangan dan akuntansi. Keahlian dari Komite Audit akan mengurangi pengujian substantif oleh auditor eksternal sehingga diharapkan dapat memperkecil fee audit. H6 = Keahlian komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit eksternal. Studi yang menguji pengaruh audit internal terhadap audit eksternal cenderung menemukan hubungan positif antara biaya audit dan keberadaan fungsi audit internal (Carey et al dalam Goodwin-Stewart & Kent, 2006). Temuan ini menunjukkan bahwa entitas menganggap audit internal dan eksternal saling melengkapi sebagai sebuah sarana untuk meningkatkan tingkat pengawasan. Pandangan ini konsisten dengan peran yang lebih luas dari audit internal, yang dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang dari yang awalnya hanya berfokus pada pengawasan menjadi lebih luas menyangkut manajemen risiko dan corporate governance (Brody dan Lowe dalam Goodwin-Stewart & Kent, 2006). Fokus yang kuat pada good corporate governance harus peduli dengan bagaimana internal dan audit eksternal meningkatkan integritas pelaporan keuangan (Goodwin-Stewart & Kent, 2006) Untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap penerapan Good Corporate Governance akan ada tuntutan terhadap kualitas audit eksternal yang lebih baik H7 = Internal audit berpengaruh positif terhadap fee audit eksternal
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1
Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah fee audit.
Iskak dalam Suharli dan Nurlaelah (2008) mendefinisikan fee audit adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap laporan keuangan. Pengungkapan data tentang fee audit di Indonesia masih berupa voluntary disclosures sehingga belum banyak perusahaan yang mencantumkan data tersebut di dalam annual report, oleh karena itu data tentang fee audit akan diwakili oleh akun professional fees yang terdapat dalam laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pemakaian akun professional fees ini dikarenakan fee audit merupakan salah satu bagian dari professional fees, sehingga bisa di anggap mewakili besarnya fee audit. Variabel akan diukur dengan menggunakan logaritma natural dari professional fees. Selanjutnya variabel ini akan disimbolkan dengan LNFEE di dalam persamaan. 3.1.2
Variabel Independen
3.1.2.1 Dewan Komisaris Menurut Egon Zehnder (2000), Dewan Komisaris merupakan inti dari Corporate Governance, dimana badan ini ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan
52
53
strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Variabel Dewan Komisaris akan dijabarkan dengan hipotesis bahwa dewan komisaris memiliki komisaris independen, memiliki anggota sedikit, dan sering mengadakan rapat. Komisaris independen diukur melalui prosentase total komisaris independen terhadap total dewan komisaris dalam perusahaan, jumlah anggota diukur melalui jumlah total dewan komisaris yang ada pada perusahaan, dan jumlah rapat diukur melalui jumlah total rapat yang dilakukan dewan komisaris selama periode akuntansi. Untuk selanjutnya Komisaris Independen akan dilambangkan dengan BoardInd, jumlah anggota dilambangkan dengan BoardSize dan jumlah rapat dilambangkan dengan BoardMeet. 3.1.2.2 Komite Audit Komite Audit adalah suatu komite yang berfungsi memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen (Egon Zehnder International, 2000). Variabel Komite Audit akan dihitung dengan ketentuan jumlah komite audit diluar komisaris independen, memiliki anggota banyak, serta memiliki anggota dengan keahlian akuntansi dan keuangan. Komite audit yang independen diukur melalui prosentase total komite audit diluar komisaris independen terhadap total komite audit di dalam perusahaan, jumlah anggota diukur melalui jumlah total komite audit yang ada pada perusahaan, dan keahlian komite audit diukur melalui prosentase jumlah anggota komite audit yang memiliki keahlian akuntansi dan keuangan terhadap total komite audit. Untuk selanjutnya Komite audit yang independen akan dilambangkan
54
dengan ACInd, jumlah anggota dilambangkan dengan ACSize dan Keahlian komite audit dilambangkan dengan ACExpert. 3.1.2.3 Internal Audit Menurut Tugiman (2006) Internal auditing adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Pengukuran internal audit dilakukan dengan melihat ada tidaknya fungsi internal audit di dalam perusahaan dan jumlah anggota dari fungsi internal audit tersebut (Goodwin-Stewart & Kent, 2006) . Namun, sejak Bapepam mengeluarkan Peraturan Nomor IX.1.7 mengenai Unit Audit Internal dimana perusahaan publik wajib memiliki unit audit internal alat pengukuran tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Internal Audit dalam penelitian ini yaitu jumlah laporan aktivitas yang diserahkan kepada Komite Audit. Jumlah aktivitas yang dilaporkan ini diproksikan pada jumlah rapat Komite Audit. Jumlah rapat komite audit dipakai dengan asumsi setiap laporan aktivitas yang diserahkan kepada komite audit akan dibahas dalam rapat komite audit. Dalam persamaan, variabel ini disimbolkan dengan IA. 3.1.3 Variabel Kontrol Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen terhadap variabel dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak di teliti. Tujuan pemakaian variabel kontrol adalah untuk menghindari adanya unsur bias hasil penelitian, sehingga hasil penelitian dengan menggunakan variabel kontrol akan meminimalisasi bias
55
dibandingkan dengan penelitian tanpa menggunakan variabel kontrol. Dalam penelitian ini terdapat 5 variabel kontrol yaitu Ukuran Perusahaan, Anak Perusahaan, Rasio hutang atas aktiva, Return of assets dan Kantor Akuntan Publik. 3.1.3.1 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan yaitu besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai totak aktiva (Riyanto, 1993). Berdasarkan definisi tersebut ada beberapa cara yang bisa di jadikan sebagai tolak ukur untuk menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Salah satunya dengan mengukur jumlah pendapatan, Perusahaan dengan pendapatan sampai 5 milyar rupiah per tahun dikategorikan perusahaan kecil. Sedangkan perusahaan dengan jumlah pendapatan di atas 5 milyar sampai dengan 50 milyar rupiah per tahun dikategorikan perusahaan sedang dan perusahaan dengan jumlah pendapatan atau penjualan lebih dari 50 milyar rupiah per tahun dikategorikan perusahaan besar (Iskak, 1999). Selain jumlah pendapatan, salah satu tolak ukur yang bisa menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aktiva yang kecil (Rizqiasih, 2010). Variabel ini akan diukur dengan menggunakan logaritma natural dari total aset perusahaan. Selanjutnya variabel ini akan dilambangkan dengan LNASSETS didalam persamaan.
56
3.1.3.2 Anak Perusahaan Anak Perusahaan yaitu perusahaan yang turut atau sepenuhnya dikendalikan oleh perusahaan lain karena sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh perusahan lain atau induk perusahaan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Jonson (1995) menghasilkan kesimpulan bahwa jumlah anak perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap fee audit. Semakin besar jumlah anak perusahaan maka semakin besar pula fee audit yang dikenakan kepada setiap perusahaan tersebut. Hal ini dapat di jelaskan dalam penelitian Beams dalam Halim (2005), apabila perusahaan memiliki anak perusahaan di dalam negeri maka transaksi yang dimiliki klien semakin rumit karena perlu membuat laporan konsolidasi. Selain itu, apabila perusahaan memiliki anak perusahaan di luar negeri maka transaksi yang dimiliki klien semakin rumit karena perlu membuat laporan reasurement dan atau membuat laporan transaksi yang kemudian membuat laporan konsolidasinya. Variabel ini akan diukur melalui jumlah total anak perusahaan. Selanjutnya variabel ini akan dilambangkan dengan SUBS 3.1.3.3 Rasio Utang atas Aset Perusahaan Rasio leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva yang dimiliki perusahaan berasal dari utang atau modal, sehingga dengan rasio ini dapat diketahui posisi perusahaan dan kewajiban yang bersifat tetap kepada pihak lain. Rasio Leverage ini terdiri dari debt to equity ratio ( rasio utang terhadap ekuitas) dan debt to total asset ratio (rasio utang atas asset). Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio utang atas asset perusahaan, pertimbangan pemakaian rasio
57
ini dibandingkan dengan rasio utang terhadap ekuitas adalah karena debt to total asset ratio lebih berhubungan dengan fee audit, dimana biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar auditor eksternal berasal dari kas/setara kas yang merupakan bagian dari aset di neraca. Adanya kesulitan keuangan perusahaan mendorong terjadinya salah saji dalam laporan keuangan karena manajemen berupaya menutupi rendahnya kemampuan keuangan perusahaan. Kondisi keuangan (financial condition) yang lemah berpotensi memperbesar risiko audit, untuk itu auditor melakukan prosedur audit tambahan (Arens dan Loebbecke, 1988). Oleh karena itu, semakin tinggi leverage klien, semakin besar tingkat risiko dari perusahaan tersebut, sehingga prosedur audit tambahan diperlukan yang berdampak juga pada waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan audit dari klien tersebut dan semakin tinggi fee audit yang dibebankan kepada klien karena tingkat risiko yang lebih besar dari perusahaan tersebut (Collier dan Gregory,1996). Selanjutnya variabel ini akan disimbolkan dengan LEV dalam persamaan LEV = Total Kewajiban Total Aset Pengertian : Total kewajiban merupakan hutang perusahaan kepada pihak ketiga baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang.
58
Total aset merupakan total seluruh aset yang dimiliki oleh perusahaan, baik aset lancar, aset tetap, aset tidak berwujud.
3.1.3.4 Return of Assets Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return on assets (ROA) yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila return on assets yang negatif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perusahaan dengan ROA tinggi akan membayar fee yang lebih rendah dengan tetap konsisten dengan auditorclient risk sharing (Crasswell dan Francis dalam Halim, 2005). Selanjutnya variabel akan dilambangkan dengan ROA dalam persamaan.
ROA= Pendapatan Operasional setelah Pajak Total Aset Pengertian : Pendapatan merupakan laba usaha perusahaan yang diperoleh dari transaksi utama perusahaan.
59
Total aset merupakan total seluruh aset yang dimiliki oleh perusahaan, baik aset lancar, aset tetap, dan aset tidak berwujud.
3.1.3.5 Kantor Akuntan Publik Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik. Kantor akuntan yang memiliki nama besar (Big 4) disebutkan memiliki akuntan yang berperilaku lebih etikal daripada akuntan di kantor akuntan kecil, dengan demikian kantor akuntan besar lebih memiliki reputasi baik dalam opini publik (Loeb dalam Suharli & Nurlaelah, 2008). De Angelo (1981) menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik yang lebih besar dapat diartikan kualitas audit yang dihasilkan pun lebih baik dibandingkan kantor akuntan kecil. Kantor Akuntan Publik atau Auditor yang berkualitas tinggi membuat sedikit kesalahan daripada auditor yang berkualitas rendah sehingga memiliki fee audit yang lebih tinggi dari auditor yang berkualitas rendah (Diacon dalam Halim, 2005). Kantor Akuntan Publik yang termasuk dalam The Big 4 adalah : KAP Purwantono, Sarwoko, dan Sandjaja yang berafiliasi dengan Ernst and Young (E & Y). KAP Haryanto Sahari & Co. yang berafiliasi dengan Pricewaterhouse Coopers (PwC).
60
KAP Osman Bing Satrio & Co. yang berafiliasi dengan Deloitte Touche Thomatsu (DTT). KAP Siddharta, Siddharta, dan Widjaja yang berafiliasi dengan Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG). Variabel
ini
menggunakan
skala
nominal,
yaitu
angka
1
untuk
mengindikasikan penggunaan Kantor Akuntan Publik Big 4 serta angka 0 untuk mengindikasikan penggunaan Kantor Akuntan Publik selain Big 4. Selanjutnya variabel ini akan dilambangkan dengan BIG4 dalam persamaan. 3.2
Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu (purposive sampling) dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria tersebut ditentukan sebagai berikut : 1. Saham perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2007-2011 2. Perusahaan tidak mengalami delisting selama periode pengamatan. 3. Perusahaan menyertakan laporan tahunan beserta laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen selama periode 2007-2011. 4. Mencantumkan akun professional fee dalam laporan keuangan tahunan.
61
3.3
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data
yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung dari objeknya, tetapi melalui sumber lain, baik lisan maupun tulisan. Untuk penelitian ini data diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan JSX Watch serta dilengkapi data yang berasal dari laporan perusahaan yang dipublikasikan. 3.4
Metode Pengumpulan Data Data ini dikumpulkan dengan mempelajari data-data yang diperoleh dari
sumber data sekunder, kemudian dilanjutkan dengan pencatatan dan penghitungan. Data-data ini diperoleh dari Pojok BEI Undip, ICMD, website Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id , dan berbagai macam literatur yang ada. 3.5
Metode Analisis
3.5.1 Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu (residual) memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2006). Alat uji yang digunakan adalah dengan analisis grafik histogram dan grafik normal probability plot dan uji statistic dengan Kolmogorov-Smirnov Z (1- Sample 53 K-S) (Ghozali, 2006): 1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
62
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Dasar pengambilan keputusan dengan Kolmogorov-Smirnov Z (1-Sample K-S) adalah (Ghozali, 2006): 1. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka H0 ditolak. Hal ini berarti data residual terdistribusi tidak normal. 2. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05, maka H0 diterima. Hal ini berarti data residual terdistribusi normal. b. Uji Multikolinearitas Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah tiap-tiap variabel independen saling berhubungan (berkorelasi) secara linier. Model regresi yang baik seharusnnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi adanya problem multikolinearitas adalah dengan memperhatikan : 1. Besaran korelasi antar variabel independen. a. Koefisien korelasi antara variabel-variabel independen harus lemah, tidak lebih besar dari 90 % atau dibawah 0,90 b. Jika korelasi kuat antara variabel independen dengan variabel variabel lainnya ( umumnya diatas 90% atau 0,90), maka hal tersebut menunjukkan terjadi multikolonearitas yang serius (Ghozali, 2006) 2. VIF ( Variance Inflation Factor), dengan pedoman pengambilan keputusan : a. Jika VIF > 10, maka variabel tersebut memiliki problem multikolinearitas
63
b. Jika VIF < 10, maka variabel tersebut tidak memiliki problem multikolinearitas c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak konstan pada regresi sehingga akurasi hasil prediksi menjadi meragukan. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model. Dasar analisis heteroskedastisitas (Ghozali, 2006) : 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-tititk yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur
(bergelombang,
melebar
kemudian
menyempit),
maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Uji autokorelasi dilakukan dengan Run Test untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi.
64
3.5.2 Pengujian Hipotesis Karena variabel independen yang digunakan dalam penelitian lebih dari satu maka pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis Regresi Berganda (Multiple Regression). Analisis ini digunakan untuk menentukan hubungan antara fee audit dengan variabel-variabel independen. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut : LNFEE = b0 + b1 (LNASSETS) + b2 (SUBS) + b3 (LEV) + b4 (ROA) + b5 (BIG4) + b6 (BoardInd) + b7 (BoardSize) + b8 (BoardMeet) + b9 (ACInd) + b10 (ACSize) + b11 (ACExpert) + b12 (IA) + e Dimana : LNFEE
= logaritma natural dari fee audit
LNASSETS
= logaritma natural dari total aktiva
SUBS
= jumlah anak perusahaan
LEV
= rasio hutang atas aktiva perusahaan
ROA
= return of asset
BIG4
= auditor Big 4 (angka 1 untuk mengindikasikan penggunaan Kantor Akuntan Publik Big 4 serta angka 0 untuk mengindikasikan penggunaan Kantor Akuntan Publik selain Big 4)
BoardInd
= prosentase total
komisaris independen terhadap total dewan
komisaris BoardSize
= jumlah anggota dewan komisaris
BoardMeet
= jumlah rapat yang diadakan dewan komisaris per tahun buku
65
ACInd
= prosentase total komite audit diluar komisaris independen terhadap
total komite audit ACSize
= jumlah anggota komite audit
ACExpert
= prosentase total anggota komite audit yang memiliki keahlian
akuntansi dan keuangan terhadap total komite audit IA
= Internal Audit (Jumlah rapat komite audit) Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan jika nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui pengaruh antara variabel-variabel independen dengan tingkat fee audit maka dilakukan pengujian-pengujian hipotesis penelitian terhadap variabel-variabel dengan pengujian dibawah ini : a. Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independent (prediktor) terhadap perubahan variabel dependen. Dari sini akan diketahui seberapa besar variabel dependen akan mampu dijelaskan oleh variabel independennya, sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1, apabila R2=0 berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen sedangkan jika R2=1
66
berarti suatu hubungan yang sempurna. Untuk regresi dengan variabel bebas lebih dari 2 maka digunakan adjusted R2 sebagai koefisien determinasi. b. Uji F Uji Statistik F dilakukan untuk menguji kemampuan seluruh variabel independen secara bersama-sama dalam menjelaskan perilaku variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikansi tingkat 0,05 (alpha = 5%). Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : 1. Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti secara bersama-sama variabel LNASSETS, SUBS, LEV, ROA, BIG4, BoardInd, BoardSize, BoardMeet, ACInd, ACSize, ACExpert, IA berpengaruh terhadap fee audit. 2. Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel LNASSETS, SUBS, LEV, ROA,
BIG4,
BoardInd, BoardSize, BoardMeet, ACInd, ACSize, ACExpert, IA tidak berpengaruh terhadap fee audit. c. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui kemampuan masing-masing variabel independen secara individu (partial) dalam menjelaskan perilaku variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%). Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan criteria sebagai berikut : 1. Jika nilai signifikansi kurang atau sama dengan 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti secara partial variabel ukuran LNASSETS, SUBS, LEV, ROA,
67
BIG4, BoardInd, BoardSize, BoardMeet, ACInd, ACSize, ACExpert, IA berpengaruh terhadap fee audit. 2. Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti secara partial variabel ukuran LNASSETS, SUBS, LEV, ROA, BIG4, BoardInd, BoardSize, BoardMeet, ACInd, ACSize, ACExpert, IA tidak berpengaruh terhadap fee audit.