PENGARUH PERLAKUAN GARAM-GARAM KALSIUM (Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO) TERHADAP PENURUNAN KADAR HCN TEMPE KORO PEDANG (Canavalia ensiformis)
CINDY
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perlakuan Garam-garam Kalsium (Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO) Terhadap Penurunan Kadar HCN Tempe Koro Pedang (Canavalia ensiformis) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 12 Januari 2015 Cindy NIM F24100100
ABSTRAK CINDY. Pengaruh Perlakuan Garam-garam Kalsium (Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO) Terhadap Penurunan Kadar HCN Tempe Koro Pedang (Canavalia ensiformis). Dibimbing oleh MUHAMMAD ARPAH. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kadar asam sianida dari tempe berbahan baku kacang koro pedang beserta pengaruh lama perendaman dalam berbagai larutan garam kalsium. Kadar asam sianida awal kacang koro pedang adalah 14.83 ppm . Dengan merendam kacang di larutan Ca(OH)2 jenuh, CaCO3 jenuh, 10% CaCl2 dan CaO selama masing-masing 24 jam, tingkat HCN menurun menjadi 12.03 ppm; 9.91 ppm dan 10.53 ppm. Setelah direndam selama 48 jam kadar HCN menjadi 8.97 ppm; 8.40 ppm dan 10.98 ppm. Perendaman lebih lanjut hingga 72 jam memberikan kadar HCN akhir dari biji masing-masing sebesar 6.29 ppm; 9.05 ppm dan 5.19 ppm. Tempe diproduksi pada akhir setiap periode perendaman 24, 48 dan 72 jam dari semua larutan garam kalsium. Kadar asam sianida dari tempe yang dibuat dari kacang koro pedang yang direndam selama 24, 48 dan 72 jam di larutan Ca(OH)2 adalah 5.14 ppm; 3.86 ppm dan 1.28 ppm. Demikian pula, untuk tempe yang dari kacang koro pedang yang direndam dalam larutan CaCO3 memberikan hasil sebesar 4.51 ppm; 3.85 ppm dan 1.28 ppm dan kadar HCN dari tempe yang diproduksi dengan kacang direndam dalam larutan CaCl2 10 % untuk 24, 48 dan 72 jam adalah 5.15 ppm; 3.87 ppm dan 1.28 ppm. Kata kunci: asam sianida, tempe, kacang koro pedang, garam kalsium, perendaman.
ABSTRACT CINDY. The Hydrocyanic Acid (HCN) Content of Jack Beans (Canavalia ensiformis) Tempeh and The Influence of Length of Soaking in Various CaSalt Solutions. Supervised by MUHAMMAD ARPAH. This study evaluated the hydrocyanic content of Jack Bean Tempeh and the influence of length of soaking in various Ca-salt solutions. The initial HCN content of the beans was 14.83 ppm. By soaking the beans in saturated Ca(OH)2, CaCO3 and 10% CaCl2 respectively for 24 hours, the level of HCN decreased to 12.03 ppm; 9.91 ppm and 10.53 ppm. By the end of 48 hours the HCN content became 8.97 ppm; 8.40 ppm and 10.98 ppm. Further extension of the length of soaking up to 72 hours gave a final HCN content of the beans equal to 6.29 ppm; 9.05 ppm and 5.19 ppm respectively. Tempeh was produced at the end each soaking period of 24, 48 and 72 hours from all of Ca-salts soaked beans. The HCN content of tempeh made from beans soaked for 24, 48 and 72 hours in Ca(OH)2 solution were 5.14 ppm, 3.86 ppm and 1.28 ppm. Similarly, for tempeh made with beans soaked in CaCO3 solution gave results equal to 4.51 ppm, 3.85 ppm and 1.28 ppm and the HCN contents of the tempeh produced with beans soaked in 10% CaCl2 solution for 24, 48 and 72 hours were 5.15 ppm, 3.87 ppm and 1.28 ppm. Keywords: hydrocyanic acid, tempeh, jack bean, calcium salts, soaking
PENGARUH PERLAKUAN GARAM-GARAM KALSIUM (Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO) TERHADAP PENURUNAN KADAR HCN TEMPE KORO PEDANG (Canavalia ensiformis)
CINDY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga skripsi tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Perlakuan Garam-garam Kalsium (Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO) Terhadap Penurunan Kadar HCN Tempe Koro Pedang (Canavalia ensiformis)” ini dapat selesai dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Muhamad Arpah, M. Si selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan semangat, masukan, serta bimbingan selama penulis menjalani pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Elvira Syamsir, M.Si dan Dr. Nancy Dewi Yuliana, Msc yang telah bersedia menguji sidang penulis dan memberikan banyak masukan berarti bagi skripsi ini. Tidak lupa, penulis ingin berterima kasih kepada kedua orang tua Handy Gozal dan Beby Budiman, kakak Sylviana, Fenny, Vienna dan adik Sevaldy atas kasih sayang dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Di samping itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada teman-teman dari ITP 47 atas kebersamaannya yang sangat berarti selama ini. Terima kasih juga kepada rekan selama penelitian, Richard Suma Kusnadi yang telah bekerjasama dengan baik sehingga hasil skripsi dapat dipresentasikan di Kuala Lumpur, Malaysia. Terima kasih untuk laboran dan teknisi, Bapak Rojak, Bapak Sobirin, Bapak Gatot, Bapak Yahya, Mbak Ririn, Mas Edi, Mbak Nurul dan semua laboran lainnya yang sangat membantu dalam melaksanakan penelitian ini dengan baik. Terima kasih juga kepada teman-teman yang selalu menjadi sahabat yang baik di kala suka maupun duka, khususnya Stephanie, Nurul, Fanny, Vega, Raditya, Livia, Nesya, Umi Athiah, Syarifah Mursalina dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan disini satu persatu. Terima kasih juga kepada teman-teman Keluarga Mahasiswa Buddhis IPB (KMB-IPB), Ria, Holiana, Yesenia, Ko Wahyu, dan yang lainnya. Terima kasih juga kepada staf UPT ITP yang selalu melayani dengan senyuman, Mbak Tika, Mbak May, Ibu Novie, dan Ibu/Bapak lainnya yang sangat saya sayangi.
Bogor, 12 Januari 2015 Cindy Gozal
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODOLOGI Bahan Alat Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 1 2 3 4 4 4 4 9 21 21 21 22 25 41
1. 2. 3. 4.
DAFTAR TABEL Perubahan fisikokimia biji kacang koro pedang selama perendaman Penurunan kadar HCN selama perendaman dengan larutan kalsium Pengukuran nilai pH pada larutan kalsium perendam Penurunan kadar HCN selama pemasakan
DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir pembuatan tempe kacang koro pedang 2. Penampakan fisik pengembangan biji selama 72 jam perendaman 3. Penampakan fisik biji dengan larutan perendam CaCl2, CaCO3, dan CaO 4. Penampakan fisik biji dengan larutan perendam Ca(OH)2 dan air 5. Bar chart penurunan kadar HCN selama perendaman dalam air dan berbagai garam kalsium 6. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam air 7. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam CaCl2 10% 8. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam CaCO3 jenuh 9. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam CaO jenuh 10. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam Ca(OH)2 jenuh 11. Penampakan fisik biji dengan larutan perendam air 12. Penampakan fisik tempe hasil perendaman 72 jam dengan larutan CaCl2 dan tempe hasil perendaman CaO
10 13 17 18
5 11 11 11 14 14 15 15 16 16 19 19
DAFTAR LAMPIRAN Lembar kuisioner uji organoleptik Skor uji rating hedonik tempe kacang koro pedang formula A4B1 Skor uji rating hedonik tempe kacang koro pedang formula A4B2 Skor uji rating hedonik tempe kacang koro pedang formula A4B3 Skor uji rating hedonik tempe kacang kedelai Hasil analisis ragam skor organoleptik dengan Two Way ANOVA Hasil analisa kadar HCN sampel pengolahan I (perendaman) Hasil analisa kadar HCN sampel pengolahan II (pemasakan) 9. Hasil analisa kadar HCN sampel tempe
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
25 28 30 32 34 36 38 39 40
PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe menurut SNI No. 3144-2009 adalah produk hasil fermentasi biji kedelai yang melibatkan kapang Rhizopus sp., sehingga menghasilkan padatan yang kompak, berbau khas tempe dan berwarna putih sedikit keabu-abuan (BSN 2009). Secara umum, tempe dapat dibuat dari kacang kedelai kupas yang sedikit diasamkan dan kemudian diinokulasikan dengan kapang Rhizopus oligosporus (Esser 2002). Tempe yang terbuat dari kacang kedelai sangat mudah ditemukan dan mengandung protein yang tinggi (Shurtleff 2001). Bagi masyarakat Indonesia, tempe dikenal berbahan dasar kedelai dengan harga yang relatif lebih terjangkau daripada sumber protein hewani. Selain itu, tempe juga diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia, hal ini terlihat dari konsumsi tempe yang terus meningkat dari 7.90 kg pada tahun 2007 menjadi 8.50 kg per kapita per tahun pada tahun 2009 (BPS 2009). Tingginya permintaan terhadap produk berbahan dasar kedelai seperti tempe dan tahu belum mampu diimbangi dengan produksi kedelai dalam negeri (Supadi 2009). Menurut Adetama (2011) diperlukan kedelai minimal 1.2 juta ton untuk pembuatan tempe dan tahu, 650 ribu ton untuk pembuatan kecap, 1 juta ton untuk pakan ternak dan 50 ribu ton untuk benih. Hal ini menyebabkan volume impor kedelai terus meningkat sebesar 14.56% per tahun. Untuk mengatasi masalah ini, riset pembuatan tempe berbahan dasar non-kedelai perlu dilakukan untuk menurunkan volume impor kacang kedelai dan meningkatkan harga jual dari jenis kacang-kacangan lain. Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) atau juga dikenal sebagai Jack Beans merupakan jenis kacang-kacangan yang dibudidayakan di Jawa dan Lampung. Produktivitas kacang koro pedang sangat tinggi yakni mencapai 1-4.5 ton kacang per hektar (Suyanto 2014). Nilai ini tergolong sangat tinggi apabila dibandingkan dengan produktivitas kacang kedelai yang hanya 12 ribu kuintal per hektar. Selain memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, kacang koro pedang juga toleran terhadap lahan asam dan lahan kering karena perakaran kacang koro pedang yang kuat. Fakta tersebut membuat kacang koro pedang sebagai alternatif kacang-kacangan yang mudah dibudidayakan di lahan-lahan marjinal Indonesia dengan hasil panen yang baik. Kandungan protein kacang koro pedang pun cukup tinggi, yaitu sekitar 23.8-27.6% sehingga sangat potensial sebagai sumber protein nabati (Rubatzky 1997) walaupun kadar protein kacang koro pedang lebih rendah daripada kacang kedelai yang berkisar di 44.6% (Fagbenro 2010). Mengingat kadar protein kacang koro pedang yang masih termasuk tinggi penggunaan kacang koro pedang dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal sebagai sumber protein nabati. Sayangnya, penggunaan kacang koro pedang di Indonesia masih sangat minim karena kacang koro pedang diketahui memiliki tiga kelas toksin, yakni protein Canatoxin dan con-canavalin A, asam amino Canaline dan Canavanine, dan glikosida sianogenik Linamarin dan Lotaustralin (Burrows 2012). Glikosida sianogenik pada kacang koro pedang dapat dipecah oleh enzim glukosidase menjadi asam sianida (HCN) yang bersifat toksik bagi tubuh (Kay
2 1979), protein Concanavalin A dapat menyebabkan efek hemaglutinasi darah (Laurena et al., 1994), sedangkan canavanine adalah non-protein α-asam amino (Siddhuraju dan Becker 2001) yang memiliki kemiripan dengan asam amino arginine sehingga toksik bagi tubuh (Ishida 2013). Menurut Akpapunam (1997) pada kacang koro pedang mentah terdapat 11.2 mg/100g asam sianida atau setara dengan 2.78 g/100 g berat kering kacang koro pedang. Walaupun kadar asam sianida tersebut tergolong rendah namun konsumsi kacang koro pedang secara langsung dilaporkan dapat menimbulkan rasa pusing pada konsumen sehingga perlu dilakukan penurunan kadar asam sianida pada kacang koro pedang (Suciati 2012). Metabolit pada kacang koro pedang seperti lektin Concanavalin A dapat hancur dengan pemanasan atau pemanggangan (Laurent 2008), sedangkan asam sianida harus dikurangi konsentrasinya dengan berbagai perlakuan seperti perendaman, pemasakan, atau fermentasi agar sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission of FAO/WHO (1991) yakni 10 mg HCN/kg produk. Konsumsi bahan makanan yang mengandung asam sianida melebihi standar yang ditetapkan dapat membuat tubuh sulit memperoleh oksigen dari darah dan mengakibatkan sakit kepala, gangguan pernapasan, bahkan kematian. Hal ini disebabkan karena asam sianida yang berlebih dalam tubuh akan berikatan dengan ferisitokrom oksidase dalam proses pengambilan oksigen sehingga menyebabkan metabolisme sel secara aerobik terhenti (Brachet 1957). Mengingat pentingnya penurunan kadar asam sianida dalam kacang koro pedang agar dapat dikonsumsi dengan aman oleh masyarakat, berbagai percobaan telah dilakukan salah satunya oleh Suciati (2012) dengan cara merendam kacang koro pedang dalam air selama 24,48 dan 72 jam dan kemudian dimasak dan dilakukan fermentasi selama 24, 48 dan 72 jam sehingga menjadi tempe. Namun hasil yang didapatkan masih cukup tinggi yakni 4.05 ppm untuk perendaman selama 72 jam. Oleh karena itu perlakuan spesifik untuk menurunkan kadar asam sianida pada kacang koro pedang perlu dilakukan agar kacang tersebut dapat aman dikonsumsi. Penggunaan garam-garam kalsium dalam merendam kacang koro pedang diharapkan dapat mengikat ion sianida pada kacang koro pedang seperti halnya pada umbi gadung yang telah dilakukan oleh Sukosrono (2006). Selain telah terbukti efektif untuk menurunkan kadar asam sianida, pemilihan garamgaram kalsium juga didasari oleh fakta bahwa garam-garam kalsium mudah ditemukan oleh masyarakat dan sudah lazim digunakan di proses pengolahan pangan seperti CaCl2 untuk memperbaiki tekstur buah kaleng dan Ca(OH)2 dalam pembuatan tortilla dan telur pitan (century egg).
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menurunkan kadar asam sianida (HCN) pada kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) dengan menggunakan larutan Ca(OH)2 jenuh, CaCO3 jenuh, CaO jenuh dan larutan 10% CaCl2 sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi tempe kacang koro pedang.
3 Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan informasi mengenai pengaruh proses perendaman dalam garam kalsium, pengukusan, dan fermentasi terhadap kadar asam sianida tempe kacang koro pedang (Canavalia ensiformis). Selain itu penelitian ini juga memberikan informasi mengenai pemanfaatan kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) sebagai bahan baku tempe.
4
METODOLOGI Bahan Bahan yang digunakan untuk pembuatan tempe kacang koro pedang adalah biji kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) yang didapatkan dari Perkebunan Damar Sindoro Sumbing di Kandangan Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia. Laru tempe diperoleh dari PT. Aneka Fermentasi Industri, Bandung, Indonesia dengan nama dagang Raprima. Larutan yang digunakan adalah Ca(OH)2, CaO, CaCO3, CaCl2, 0.5 gram NaOH dalam 20 mL H2O, NH4OH 6 N, KI 5% dan AgNO3 0.02 N. Alat Alat yang digunakan untuk menganalisis kadar HCN adalah peralatan destilasi Micro-Kjeldahl, Kjeldahl flasks, Conical flasks, erlenmeyer 250 mL, micro burette, penggiling biji-bijian, saringan berukuran 1 mm, timbangan analitik, pipet, erlenmeyer sedangkan untuk membuat tempe dari kacang koro pedang adalah styrofoam box, plastik pembungkus, jarum steril, sendok, kompor gas, panci, pisau, baskom. Alat yang digunakan untuk melakukan uji organoleptik adalah kompor, pengukus dan wadah untuk sampel. Metode Penelitian Prosedur Perendaman Biji kacang koro pedang yang telah dibersihkan, diukur diameternya, kemudian ditimbang seberat 20 gram untuk perlakuan pengukuran kadar asam sianida dan 500 gram untuk pembuatan tempe. Perendaman dilakukan selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam dalam empat larutan berbeda yakni air sebagai kontrol, CaO jenuh, Ca(OH)2 jenuh, CaCO3 jenuh dan 10% CaCl2. Kadar kejenuhan larutan dapat ditentukan ketika larutan tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut yang ditambahkan sehingga tercapai keadaan seimbang pada suhu tertentu. Selain menambahkan zat terlarut sehingga tidak dapat larut kembali (terbentuk endapan), untuk membuat larutan jenuh dapat juga menggunakan tabel kelarutan bahan kimia. Pada penelitian ini digunakan 0.173 gram Ca(OH)2 untuk 100 mL air (Perry 2011), 0.0013 gram CaCO3 untuk 100 mL air (Harper 2003) dan 0.119 gram CaO untuk 100 mL air (Arthur 2011). Biji kacang koro dipastikan terendam sepenuhnya dalam proses perendaman. Setelah waktu yang ditentukan, larutan dibuang, diameter biji diukur, kemudian biji dikupas. Pembuatan Tempe (Suciati 2012) Metode pembuatan laboratorium digunakan dalam pembuatan tempe dari biji kacang koro pedang. Sebanyak 500 gram biji kacang koro pedang direndam dalam 2500 mL air keran, Ca(OH)2 jenuh, CaO jenuh, CaCO3 jenuh dan 10% CaCl2 selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Setelah itu, biji dikupas, dipotong menjadi 8 bagian, direbus, dan didinginkan sampai mencapai suhu ruang. Pemotongan biji menjadi 8 bagian didasarkan pada klasifikasi kacang kedelai.
5 Menurut Sarwono (2005) biji kedelai di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan beratnya, yakni 6-11 gram/100 butir adalah kecil, 11-12 gram/100 butir sebagai sedang dan 13 gram/100 butir sebagai besar. Kedelai yang baik untuk dijadikan bahan baku tempe adalah kedelai dengan biji sedang sampai besar, sedangkan kedelai kecil dapat digunakan sebagai bahan baku natto (Shurtleff 2011). Diameter awal biji sebelum perendaman adalah 1.4 cm sedangkan setelah dilakukan perendaman, diameter biji mencapai 3.5 cm. Biji ini kemudian siap diinokulasikan dengan 1.25 gram (0.25% b/b) laru Raprima yang sebelumnya telah dilarutkan dengan aquades. Banyaknya laru yang ditambahkan didapatkan dari petunjuk penggunaan yang didapat dari kemasan laru Raprima. Campuran biji kacang koro pedang dan laru kemudian diaduk dengan spatula untuk menyebarkan laru ke seluruh bagian biji. Setelah merata, biji dimasukan ke dalam kantung plastik yang telah dilubangi setiap sentimeter dengan jarum steril agar didapatkan aerasi yang baik. Kantung yang telah diisi dengan biji kemudian ditutup dengan sealer dan diinkubasi di dalam boks styrofoam yang di dalamnya terdapat gelas-gelas berisikan air untuk menjaga kelembapan. Proses fermentasi dilakukan pada suhu 25oCelcius selama 72 jam. Pembuatan tempe dari kacang koro pedang dapat dilihat pada Gambar 1. Kacang koro pedang Larutan garam kalsium dan air Perendaman selama 24, 48, 72 jam dalam larutan
Pengupasan kulit luar dan kulit ari kacang
Kacang koro pedang kupas
1
Kulit luar dan kulit ari
6
1
Pencucian
Pemotongan menjadi 8 bagian
Pengukusan selama 30 menit
0.25% Laru Rhizopus sp.
Kacang koro kukus
Pendinginan
Aquades
Pelarutan
Kacang koro kukus dingin
Pelubangan plastik dengan jarak lubang 1 cm2
Larutan ragi Pencampuran
Plastik berlubang
Pengisian
Penutupan plastik dengan sealer Inkubasi pada suhu 25oC selama 72 jam
Tempe kacang koro pedang
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tempe kacang koro pedang
7
Pengukuran pH Setiap hari, larutan kalsium dan air yang digunakan untuk merendam kacang koro pedang dikenai perlakuan pengukuran pH, hal ini dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sebelum digunakan telah dikalibrasi dengan larutan buffer khusus ber-pH 7 dan 10. Setelah dikalibrasi, elektroda diseka lembut dengan tisu dan dicelupkan ke dalam gelas berisi 100 mL larutan perendam sampai pH meter selesai mengukur pH larutan. Setelah selesai, elektroda harus dibilas dengan aquades untuk mencuci sisa larutan perendam. Pengujian Kadar Asam Sianida (Sudarmadji dkk., 1997) Sampel dalam bentuk biji kering harus terlebih dahulu dihaluskan sebelum dianalisis agar didapatkan hasil yang akurat. Hasil halusan pertama dibuang untuk meminimalkan kontaminasi yang terjadi dan kemudian sejumlah biji-bijian dihaluskan kembali dan diayak dengan menggunakan saringan berukuran 1 mm. Untuk sampel biji basah, biji dihaluskan dengan mortar kemudian diuji kadar asam sianidanya. Banyaknya biji basah yang diukur adalah sebanyak 20 gram biji kering. Sampel kering kemudian ditimbang sebanyak 20 gram, kemudian dimasukan ke dalam Kjeldahl flask 800 mL dan dimasukan 200 mL air untuk kemudian dibiarkan termaserasi dan terhidrolisis selama 4 jam. Selama proses ini berlangsung, aparatus sudah tersambung pada alat destilasi dan sudah tersambung pada erlenmeyer penampung destilat yang berisi 20 mL larutan NaOH. Larutan NaOH akan menampung uap asam HCN yang dilepaskan biji-bijian. Setelah 4 jam, proses destilasi uap dilakukan untuk mendapatkan destilat. Pada proses ini, larutan dalam erlenmeyer akan dipanaskan sehingga kandungan asam sianida akan menguap dan masuk ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan NaOH (0.5 gram dalam 20 mL air) hingga 150-160 mL distilat didapatkan. Larutan NaOH ini kemudian ditambahkan aquades hingga mencapai volume 250 mL. Untuk pengujian HCN, 100 mL dari 250 mL larutan tersebut diambil dan ditambahkan 8 mL NH4OH 6 N dan 2 mL Kalium Iodida 5%. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 hingga kekeruhan permanen akibat terbentuknya AgI teramati. Untuk memudahkan pengamatan, digunakan latar belakang berwarna putih. Konsentrasi dari CN- dihitung dengan menggunakan hubungan bahwa 1 mL dari 0.02 M AgNO3 mengandung 1.08 mg HCN. Rumus tersebut didapatkan dari reaksi yang dituliskan di bawah. 2 NaCN + Ag+ NaAg(CN)2 (larut dalam kondisi CN- berlebih) NaAg(CN)2 + Ag+ 2 AgCN
> Ag(NH3)2CN
Ag(NH3)2CN + KI AgI + KCN
> NaAg(CN)2 (larut dalam
kondisi CN- berlebih) Ketika semua ion sianida telah selesai bereaksi, tetes pertama dari larutan AgNO3 akan bereaksi dengan KI untuk membentuk endapan yang tidak larut berwarna hitam. AgNO3 + KI AgI (Schantz 2007)
8 Dengan menggunakan perhitungan normalitas dan hubungannya dengan massa, maka didapatkan 1 mL 0.02 N AgNO3 = 1.08 mg HCN (1 ion Ag ekuivalen dengan 1 ion CN) Untuk menentukan efisiensi pemisahan dipergunakan rumus :
Dengan : E = efisiensi pemisahan Co = konsentrasi awal Ct = konsentrasi setelah perlakuan Pengujian Organoleptik Tempe yang dihasilkan kemudian diuji organoleptik dengan uji rating hedonik dengan 70 orang panelis tidak terlatih. Uji rating hedonik ini ditujukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis dengan atribut mutu, warna, aroma, tekstur tempe, rasa, dan penampilan secara keseluruhan. Pengujian terhadap warna, tekstur, aroma dilakukan terhadap tempe mentah sedangkan pengujian terhadap rasa dilakukan dengan sampel tempe yang telah digoreng. Tempe goreng dipastikan memiliki ketebalan yang sama, digoreng dengan minyak yang sama, dan waktu yang sama. Minyak yang digunakan merupakan minyak baru untuk menjaga rasa asli tempe. Setiap panelis diberikan lembar penilaian seperti pada Lampiran. Tempe kemudian disajikan secara acak dan diberi kode kepada panelis. Uji rating hedonik ini menggunakan 7 skala hedonik. Data yang didapatkan kemudian diolah dengan Uji Two Way Anova menggunakan program SPSS 17.0 dengan α = 0.05 dan uji lanjut Dunnett. Pengujian Organoleptik Penelitian ini menggunakan pendekatan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang digunakan adalah tempe dari hasil perendaman dengan CaCl2 selama 24, 48, dan 72 jam dan tempe kedelai. Penggunaan Rancangan Acak Kelompok bertujuan agar panelis dapat diasumsikan sebagai ulangan yang seragam sehingga peubah yang diukur hanyalah tingkat kesukaan yang meliputi tekstur, warna, rasa, aroma dan keseluruhan.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Fisik dan Kimia Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Perubahan Fisikokimia pada Kacang Koro Pedang Selama Perendaman Proses pertama yang dilakukan untuk menurunkan kadar asam sianida pada kacang koro pedang adalah dengan cara perendaman. Pemilihan jenis larutan perendam berupa kapur tembok Ca(OH)2, kapur pertanian CaCO3, kapur khlor CaCl2, kapur tohor CaO didasarkan pada kemudahan mendapatkan keempat larutan kalsium tersebut sehingga mudah diaplikasikan oleh masyarakat. Semua larutan kalsium dibuat jenuh kecuali untuk larutan CaCl2 karena tingkat kejenuhannya yang tinggi sehingga dibatasi menjadi 10% b/v. Penggunaan kapur tohor atau CaO sesungguhnya sama dengan penggunaan kapur tembok atau Ca(OH)2 karena pada saat CaO dilarutkan dalam air akan terjadi reaksi yang menghasilkan Ca(OH)2 dan panas sesuai reaksi di bawah. Namun perlakuan dengan CaO tetap dilakukan karena CaO merupakan garam kalsium yang familiar untuk digunakan oleh masyarakat. CaO(s) + H2O(l)
Ca(OH)2 (aq) (Hr = -63.7 kJ/mol of CaO)
Proses perendaman selain dapat mengubah kadar asam sianida pada kacang koro pedang juga dapat mengubah karakteristik fisik dari kacang koro pedang yang direndam. Dalam hal ini, ditemukan tiga jenis perubahan fisik yang ditinjau dari pengembangan volume biji, tekstur biji dan kulit, warna biji dan kulit, bau larutan perendam dan kondisi larutan perendam. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa pada perendaman dengan air terjadi perubahan pada kulit kacang koro menjadi lebih lapuk, walaupun setelah dikupas biji kacang koro pedang masih memiliki tekstur yang normal. Selain terjadi perubahan pada tekstur kulit biji, perendaman dengan air juga memberikan warna biji dan kulit yang agak kekuningan dan larutan yang berbau asam dan agak berbusa. Perendaman dengan CaCl2 memberikan tekstur kulit dan biji kacang koro pedang yang normal. Warna kacang koro pedang juga tidak menunjukan perubahan walaupun setelah direndam selama 72 jam. Larutan perendam juga tidak berbau dan tetap jernih. Kacang koro pedang yang direndam dalam larutan CaCO3 memberikan hasil kulit kacang koro pedang yang lapuk seperti pada perendaman dengan air, walaupun tekstur dan warna biji tetap normal. Setelah dilakukan perendaman, didapatkan larutan perendam yang agak berbau asam, agak berbusa dan keruh. Kacang koro pedang yang direndam dengan larutan CaO dan Ca(OH)2 memiliki karakteristik yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena CaO yang direaksikan dengan air akan menjadi Ca(OH)2 . Karakteristik yang didapatkan dari kacang koro pedang yang direndam dalam CaO dan Ca(OH)2 adalah biji dan kulit kacang koro pedang yang keras dan berwarna kuning. Selain itu, larutan perendam juga memberikan bau amoniak yang kuat. Bau ini juga menempel pada kacang koro pedang walaupun telah dikupas dan dicuci bersih. Perubahan fisik yang terjadi pada kacang koro pedang tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
10 Tabel 1. Perubahan Fisik Biji Kacang Koro Pedang Selama Perendaman Perendaman (72 jam) Air (Kontrol)
Pengembang -an Volum Biji Kulit 2x 2x
Tekstur Biji normal
CaCl2
2x
2x
normal
CaCO3
2x
2x
CaO
2x
Ca(OH)2
2x
Kulit lapuk, kurang elastic
Warna
Bau
Larutan
Biji derajat putih berkurang
Kulit agak kuning
normal dan elastis normal lapuk dan hancur
putih
Putih
tidak berbau
putih
Putih
agak asam
2x
keras
kuning
Kuning
Kapur, amonia
keruh, akibat larutnya kulit, berbusa Jernih, tidak berbusa keruh akibat larutnya kulit, agak berbusa keruh kapur
2x
keras
kuning
Kuning
Kapur, amonia
keruh kapur
keras, mudah retak keras, mudah retak
Asam, agak busuk
Berdasarkan perubahan fisik yang terjadi dapat diketahui bahwa larutan air dan CaCO3 memiliki karakteristik larutan perendam yang berbusa dan berbau asam karena kedua larutan memiliki pH mendekati pH netral sehingga mendukung terjadinya pertumbuhan bakteri asam laktat yang akan melepaskan karbondioksida dan asam seperti asam laktat, asam asetat dan etanol (Hasrul 2005). Selain terlihat perubahan pada larutan air dan CaCO3, larutan CaO dan Ca(OH)2 juga memberikan perubahan yakni larutan yang menjadi keruh. Hal ini dapat disebabkan karena gas karbondioksida yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan bereaksi dengan Ca(OH)2 menjadi CaCo3 yang tidak larut air sehingga terbentuk larutan yang keruh (Marsidi 2011). Dengan demikian diketahui bahwa perubahan fisik terbaik dapat diperoleh dengan merendam kacang koro pedang dalam larutan perendam CaCl2 10% karena setelah direndam selama 72 jam, volume biji mengembang sebesar 2 kali lipat namun tetap memberikan kulit yang normal, elastis dan tidak hancur. Biji kacang koro pedang pun tetap bertekstur normal dan tidak terjadi perubahan warna. Larutan perendam pun tetap bening dan tidak berbau. Perubahan fisikokimia yang terjadi pada biji kacang koro pedang dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5.
11
Gambar 2. Penampakan fisik pengembangan biji selama 72 jam perendaman.
a. CaCl2
Gambar 3. Penampakan fisik setelah perendaman dalam (a) larutan CaCl2 10 % dan (b) larutan CaCO3 jenuh selama 72 jam (c) larutan CaO jenuh
Gambar 4. Penampakan fisik setelah perendaman dalam (a) larutan Ca(OH)2 jenuh dan (b) air Asam Sianida pada Kacang Koro Pedang Asam sianida pada tanaman biasanya hadir dalam bentuk glikosida sianogenik, seperti linamarin, lotaustralin, amygladin dan lainnya (Laurena 1994). Bentuk glikosida sianogenik yang banyak ditemukan pada kacang koro pedang adalah bentuk linamarin. Asam sianida dalam bentuk glukosida sianogenik belum memiliki sifat toksik. Sifat toksik baru akan terbentuk jika bagian tanaman dimaserasi atau dihancurkan sehingga enzim katabolik glukosidase β-intraseluler dilepaskan dan bersentuhan dengan glikosida sianogenik tanaman dan air. Enzim ini kemudian akan menghidrolisis glikosida sianogenik sehingga menghasilkan asam sianida bebas yang bersifat toksik, glukosa, keton dan benzaldehida. Enzim
12 glukosidase ini tidak tahan terhadap pemanasan dan akan bekerja lebih baik di suhu rendah (Makfoeld 1989).
Asam sianida bebas hasil pemecahan dari glikosida sianogenik sudah bersifat toksik dan dapat mematikan jika dikonsumsi 0.5-3.5 mg/kg berat badan (Mahendradatta 2007). Umumnya kadar asam sianida pada kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) dapat diturunkan dengan berbagai perlakuan seperti perlakuan kimiawi, fermentasi, ataupun dengan perlakuan fisik seperti ekstrusi, radiasi dan tekanan tinggi (Yuniastuti 2007). Namun untuk menurunkan kadar asam sianida secara efektif diperlukan kombinasi yang tepat karena bila hanya mengandalkan perendaman atau pemanasan maka akan didapatkan hasil fisikokimia kacang koro pedang yang kurang baik seperti kacang yang terlalu lembek dan berbau. Untuk menurunkan kadar asam sianida pada kacang koro pedang, digunakan kombinasi perendaman, pemanasan dan fermentasi oleh Rhizopus oligosporus. Adapun sifat dari asam sianida menurut Sastrapradja (1988) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Merupakan jenis racun kuat yang dapat menyebabkan keracunan. Mudah menguap jika dipanaskan. Mudah larut dalam air, alkohol, aseton, dan chloroform. Mempunyai titik leleh / cair 54-55o C Massa atom relatifnya adalah 27 sma. Mudah bereaksi dengan Natrium Klorida (NaCl). Sedikit larut dalam pelarut eter dan benzene. Mengandung karbon (C) 75%, Hidrogen (H) 8.65%, Oksigen (O) 14.4%.
Kadar Asam Sianida selama Proses Perendaman Pada pembuatan tempe, kacang kedelai terlebih dahulu direndam selam 24 jam. Tahap ini berfungsi untuk mencapai kadar hidrasi 40-50% pada biji sehingga kadar air dalam biji meningkat (Oktavia 2012). Proses perendaman juga memberikan kesempatan bagi bakteri asam laktat untuk menurunkan pH dalam biji menjadi lebih asam sekitar 4.5-5.3 (Suhaidi 2003). Dengan pH yang lebih asam, bakteri pembusuk dan kontaminan lainnya akan lebih sulit untuk hidup, sedangkan Rhizopus oligosporus sebagai laru utama tempe tetap dapat tumbuh optimal. Mengingat pentingnya tahapan ini, maka dalam pembuatan tempe berbahan dasar non-kedelai perlu dipastikan bahwa tahapan ini berlangsung dengan baik. Untuk tahap perendaman digunakan larutan kalsium karena menurut Sukosrono (2006), perendaman umbi gadung (Discorea hispida) efektif menurunkan kadar HCN hingga 90%. Hal ini disebabkan sifat kalsium yang dapat
13 mengikat sianida sehingga kadar sianida pada produk pun akan menurun. Perendaman juga bertujuan untuk menurunkan pH biji agar mencapai pH 5. Apabila pH biji saat fermentasi berada di atas 5, maka kemungkinan terjadinya kontaminasi akan lebih besar, namun apabila pH saat fermentasi berada di bawah 3.4 maka pertumbuhan kapang akan terhambat (Sparringa 2002). Selain menggunakan perubahan pH secara alami dengan adanya pertumbuhan bakteri asam laktat, perubahan pH menjadi lebih asam juga dapat dilakukan dengan menambahkan asam cuka ke dalam larutan perendam dengan lama waktu perendaman menjadi 3-4 jam saja untuk kacang kedelai (Didar 2014). Namun pembuatan tempe masih dapat dilakukan walaupun pH 5 tidak tercapai selama proses pembuatan dilakukan dengan cara yang higienis dan dilakukan pengukusan untuk menurunkan jumlah kontaminan. Hasil yang didapatkan menunjukan penurunan kadar HCN dengan meningkatnya lama perendaman (Tabel 1). Pada perendaman selama 72 jam, didapatkan hasil penurunan kadar HCN pada larutan perendam air adalah 5.18 ppm, pada larutan perendam Ca(OH)2 adalah 6.30 ppm, pada larutan perendam CaCO3 adalah 9.06 ppm, pada larutan perendam CaCl2 adalah 5.20 ppm dan pada larutan perendam CaO adala 4.53 ppm. Hasil ini membuktikan bahwa secara ratarata perendaman dengan keempat larutan ini dapat menurunkan kadar HCN hingga 59.18% dari kadar HCN awal sebesar 14.83 ppm. Perendaman dalam larutan garam kalsium dapat menyebabkan penurunan kadar asam sianida karena ion kalsium dapat mengikat ion sianida menjadi bentuk garam, contoh reaksi yang terjadi adalah ketika asam sianida bereaksi dengan kalsium hidroksida maka akan dihasilkan kalsium sianida dan air. Ca(OH)2 + 2HCN Ca(CN)2 + 2H2O CaCO3 + 2HCN Ca(CN)2 + H2CO3 CaCl2 + 2HCN Ca(CN)2 + 2HCl Tabel 2. Penurunan Kadar HCN Selama Perendaman dengan Larutan Kalsium Media Kadar Kadar HCN setelah waktu Penurunan HCN perendaman (ppm) terhadap kadar awal 24 jam 48 jam 72 jam HCN awal (%) (ppm) Air 14.83 10.33 8.84 5.18 65.06 Ca(OH)2 14.83 12.03 8.98 6.30 57.57 CaCO3 14.83 9.91 8.40 9.06 38.93 CaCl2 14.83 10.54 10.98 5.20 64.95 CaO 14.83 8.65 7.12 4.53 69.45 Rata-rata 14.83 10.29 8.86 6.05 59.19
14
Gambar 5. Bar chart penurunan kadar HCN selama perendaman dalam air dan berbagai garam kalsium
Gambar 6. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam air
15
Gambar 7. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam CaCl2 10 %
Gambar 8. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam CaCO3 jenuh
16
Gambar 9. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam CaO jenuh
Gambar 10. Grafik penurunan kadar HCN dalam larutan perendam Ca(OH)2 jenuh Nilai pH selama Proses Perendaman Pengukuran kimia yang dilakukan juga meliputi pengukuran nilai pH larutan perendam air, Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO. Setiap 24 jam, masingmasing larutan diambil dan dilakukan pengukuran pH untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Secara umum, semua larutan terus mengalami penurunan pH menjadi lebih asam. Pada hari ke-3 perendaman, masing-masing larutan, yakni air, Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO telah menunjukan perubahan nilai pH menjadi 5.94, 12.35, 6.5, 5.85, dan 11.41 (Tabel 2). Namun pada larutan Ca(OH)2 dan CaO nilai pH masih berada di atas 7 sehingga masih termasuk dalam larutan basa. Larutan yang menghasilkan nilai pH sekitar 5 hanyalah larutan perendam air dan
17 CaCl2. Tabel perubahan nilai pH pada larutan perendam dapat dilihat pada Tabel 3.
Media
Air Ca(OH)2 CaCO3 CaCl2 CaO
Tabel 3. Pengukuran Nilai pH pada Larutan Kalsium Perendam Ulangan Hari ke 0 24 jam 48 jam 72 jam % analisis Penurunan pH 1 7.96 6.33 5.97 5.95 25.47 2 7.98 6.34 5.98 5.93 1 12.9 12.77 12.7 12.36 4.19 2 12.89 12.76 12.7 12.33 1 9.47 6.98 6.63 6.51 31.18 2 9.45 6.99 6.64 6.5 1 8.4 6.41 6.15 5.84 30.36 2 8.39 6.42 6.16 5.85 1 12.86 12.58 12.43 11.4 11.35 2 12.87 12.57 12.44 11.42
Setelah mengetahui data pH dan juga data penurunan kadar asam sianida kacang koro pedang secara lengkap, dapat diketahui bahwa penurunan asam sianida secara rata-rata pada larutan air adalah 25.47%, pada larutan Ca(OH)2 adalah 4.19%, pada larutan CaCO3 adalah 31.18%, pada larutan CaCl2 adalah 30.36% dan pada larutan CaO terjadi penurunan sebesar 11.35%. Penurunan nilai pH terbesar terjadi pada larutan air, CaCO3 dan CaCl2, sedangkan pada larutan Ca(OH)2 dan CaO tidak terjadi penurunan nilai pH yang drastis. Hal ini dapat disebabkan karena pada larutan CaCO3 dan CaCl2 reaksi pengikatan sianida dengan garam-garam kalsium menghasilkan produk samping yang bersifat asam, sedangkan pada larutan Ca(OH)2 dan CaO pengikatan sianida akan menghasilkan produk samping berupa air sehingga tidak mengubah nilai pH larutan secara drastis seperti pada larutan CaCO3 dan CaCl2. Pada perendaman dengan air, terjadi penurunan nilai pH namun penurunan nilai pH bukan disebabkan karena produk hasil reaksi, melainkan karena asam sianida larut dalam air sehingga membuat larutan perendam pun menjadi asam. Reaksi pengikatan sianida dengan larutan CaCO3 dan CaCl2 ditunjukan dengan reaksi di bawah ini. CaCO3 + 2HCN Ca(CN)2 + H2CO3 , dimana H2CO3 bersifat asam. CaCl2 + 2HCN Ca(CN)2 + 2HCl, dimana HCl bersifat asam. Ca(OH)2 + 2HCN Ca(CN)2 + 2H2O, dimana H2O bersifat netral. Kadar Asam Sianida selama Proses Pemasakan Setelah direndam selama 24, 48 dan 72 jam, kacang koro pedang kemudian dikukus selama 30 menit untuk menurunkan kadar asam sianida karena asam sianida tidak tahan terhadap pemanasan (Wulansari 2011), untuk menginaktifkan senyawa tripsin inhibitor (Goetz 2012), dan untuk melunakan biji kacang koro pedang agar miselium dari Rhizopus oligosporus mudah menembus biji dan membuat tempe yang kompak. Semakin keras substrat yang difermentasi, miselium kapang akan semakin sulit untuk menembus subtrat sehingga mengha-
18 -silkan produk yang kurang kompak dan bermiselium jarang. Proses pengukusan juga bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi yang mungkin terjadi dan meningkatkan kadar air dari biji agar pertubuhan kapang dapat berlangsung optimal (Sparringa 2012). Proses pemanasan untuk mengurangi kadar asam sianida juga dapat dilakukan dengan proses pemanasan lain seperti perebusan dan pemasakan dengan tekanan tinggi (Lawley 2012). Biji yang telah dikukus kemudian dilakukan pengukuran kadar asam sianida. Kelima perlakuan yang direndam dengan air, Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO secara berturut-turut memberikan hasil sebagai berikut: 3.16 ppm, 3.84 ppm, 5.53 ppm, 3.17 ppm, 2.76 ppm. Berdasarkan hasil pengukuran asam sianida, maka proses pengukusan berhasil menurunkan kadar asam sianida sebesar 39.02% dari kadar asam sianida setelah perendaman, atau 75.11% dari kadar asam sianida biji mentah. Hasil ini menunjukan bahwa proses pemanasan terbukti dapat menurunkan kadar asam sianida pada kacang koro pedang. Tabel 4. Penurunan kadar HCN selama pemasakan Media Kadar HCN Pemasakan 30 Penurunan awal (ppm) menit (ppm) (%) Air Ca(OH)2 CaCO3 CaCl2 CaO Rata-rata
5.18 6.30 9.06 5.20 4.53 6.05
3.16 3.84 5.53 3.17 2.76 3.69
39.00 39.05 38.96 39.04 39.07 39.02
Penurunan dari biji mentah (%) 78.68 74.12 62.74 78.62 81.39 75.11
Kadar HCN pada Produk Tempe Kacang Koro Pedang Glikosida sianogenik pada kacang koro pedang dapat terpecah menjadi asam sianida, glukosa, keton atau benzaldehida jika dimaserasi atau dihancurkan sehingga bersentuhan dengan enzim katabolik glukosidase β-intraseluler. Asam sianida yang dihasilkan dapat dengan mudah berikatan dengan kalsium, larut bersama air atau hancur dengan pemanasan. Namun glikosida sianogenik yang masih terikat dengan matriksnya akan sulit untuk dihancurkan. Proses fermentasi diketahui dapat mendegradasi glikosida sianogenik (Tefera 2014), bahkan beberapa bakteri seperti Lactobacillus plantarum dapat memproduksi linamarase sehingga dapat menghidrolisis linamarin (Guyot et al., 1998). Kacang koro pedang yang telah dikukus telah mencapai penurunan kadar HCN hingga 75.11% dari kadar HCN awal sehingga memberikan peluang bagi kacang koro pedang untuk dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk, salah satunya adalah tempe. Namun karena perendaman dengan air, Ca(OH)2, CaCO3, dan CaO tidak memberikan hasil fisik biji yang memuaskan (biji berwarna kuning, berbau amoniak dan beberapa terasa lembek) maka hanya dibuat tempe dari hasil perendaman CaCl2 selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam karena biji yang dihasilkan memiliki penampilan fisik yang baik. Pembuatan tempe dari kacang koro pedang dimulai dengan mengupas biji kacang koro pedang dari kulitnya, dikukus dan dipotong menjadi 4-6 bagian
19 karena ukuran dari biji kacang koro pedang termasuk besar. Setelah diinokulasi dengan ragi dan diinkubasi, kadar HCN dalam tempe kacang koro pedang kembali diuji. Pada tempe yang dibuat dari perendaman selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam masing-masing didapatkan hasil 5.15 ppm, 3.87 ppm dan 1.28 ppm. Hasil akhir kadar HCN yakni 1.28 ppm dari sebelumnya 3.17 ppm menunjukan bahwa proses fermentasi terbukti dapat menurunkan kadar asam sianida pada biji-bijian. Tempe yang dihasilkan pun kompak, berwarna putih, berbau khas tempe dan bermiselium lebat. Tempe yang dibuat dari hasil perendaman dengan larutan lain selain CaCl2 memiliki bau dan warna yang menyimpang dari tempe pada umumnya, selain itu beberapa tempe yang dibuat juga gagal karena kapang yang tidak bermiselium.
Gambar 11. Penampakan fisik tempe hasil perendaman 24 jam, 48 jam dan 72 jam dengan larutan CaCl2 dan tempe hasil perendaman CaO
Gambar 12. Penampakan fisik tempe hasil perendaman selama 72 jam dengan larutan CaCl2. Analisis Organoleptik Tempe Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk tempe berbahan baku kacang koro pedang, dilakukan uji organoleptik dengan rancangan
20 uji rating hedonik. Uji rating hedonik menggunakan skala 1-7 dengan 1 sebagai indikator sangat tidak suka dan 7 sebagai indikator sangat suka. Setelah uji organoleptik selesai dilakukan, skor yang didapat dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.0 uji Two-Way ANOVA dan uji lanjut Dunnett. Sampel yang diujikan adalah sampel tempe kacang koro pedang yang direndam dalam larutan CaCl2 selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam serta tempe kacang kedelai sebagai kontrol. Parameter yang diujikan terdiri dari aroma, rasa, tekstur, warna dan overall. Parameter pertama yang diujikan adalah parameter aroma. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa aroma yang dimiliki tempe kacang koro pedang dengan lama perendaman 24, 48 dan 72 jam tidak berbeda nyata dengan aroma dari tempe kacang kedelai yang berarti panelis menyukai aroma dari tempe kacang koro pedang sebaik aroma tempe kacang kedelai. Aroma khas tempe sendiri didapatkan dari aroma yang dihasilkan miselium kapang dan aroma dari asam amino bebas serta lemak yang diuraikan (Astawan 2009). Aroma ini lembut dan dapat berubah menjadi lebih tajam apabila terlalu lama mengalami fermentasi sehingga terjadi pelepasan amonia. Aroma yang yang dihasilkan antara tempe kacang koro pedang dan tempe kacang kedelai tidak berbeda nyata karena kedua jenis bahan baku difermentasi oleh kapang yang sama dan sama-sama memiliki kandungan lemak dan protein. Parameter kedua yang diujikan adalah parameter rasa. Parameter rasa merupakan parameter yang sangat penting dalam proses pembuatan tempe kacang koro pedang. Keluaran rasa yang diharapkan adalah rasa yang tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai pada umumnya yang berarti panelis menyukai rasa dari tempe kacang koro pedang sebaik rasa tempe kacang kedelai.. Berdasarkan skor dari hasil uji organoleptik, didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan rasa dari tempe kontrol. Hal ini dapat terjadi rasa tempe sangat dipengaruhi oleh inokulum yang digunakan sedangkan pada percobaan ini digunakan inokulum yang sama dengan inokulum tempe kedelai pada umumnya, yakni Rhizopus sp., perbedaan pada strain kapang dapat memberikan rasa yang berbeda satu sama lain. Selain itu proses pengerjaan juga dilakukan dengan cara yang higienis agar meminimalisir terjadinya kontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan tempe menjadi terasa manis dan tidak beraroma (Shurtleff 2011). Selain parameter rasa, tekstur dari tempe juga merupakan parameter yang sangat penting. Tekstur dari tempe yang diharapkan adalah tempe yang padat, kompak namun tetap mudah untuk dipotong. Tempe yang kurang kompak akan menghasilkan tempe yang mudah hancur ketika diolah, sedangkan tempe yang terlalu padat atau keras akan sulit menyerap rasa dari bumbu yang diberikan (Robertson 2012). Dengan memberikan jumlah inokulum yang sesuai dan waktu fermentasi yang tepat, didapatkan hasil tekstur tempe kacang koro pedang yang memuaskan, yaitu kompak, empuk dan mudah dipotong. Begitupun ketika diuji organoleptik didapatkan hasil tekstur yang tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai. Untuk parameter warna, didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata antara ketiga sampel dengan kontrol. Hal ini dapat disebabkan karena miselium tumbuh lebat pada tempe kacang koro pedang sehingga memberikan warna putih yang sama. Setelah memberikan skor untuk masing-masing parameter, panelis diminta untuk memberikan skor terhadap tempe secara keseluruhan. Hasil skor ini disebut
21 hasil overall dan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% dengan tempe kedelai yang berarti panelis menyukai keseluruhan atribut dari tempe kacang koro pedang sebaik atribut tempe kacang kedelai. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa tempe dari kacang koro pedang dapat digunakan untuk mensubstitusi tempe dari kacang kedelai.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perendaman kacang koro pedang dalam air dan larutan kalsium (Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO) dapat menurunkan kadar HCN. Penurunan kadar HCN ini juga berbanding lurus dengan lama perendaman. Larutan perendam yang memberikan penurunan HCN dan karakteristik fisikokimia terbaik adalah perendaman dengan larutan 10% CaCl2. Selain melalui proses perendaman, proses pemasakan dan fermentasi kacang koro pedang juga dapat menurunkan kadar HCN menjadi lebih rendah. Tempe yang dihasilkan dari kacang koro pedang bermiselium lebat, berwarna putih, berbau khas tempe, kompak. Hasil uji organoleptik tempe kacang koro pedang menunjukan bahwa tempe kacang koro pedang dapat diterima oleh panelis dengan tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan uji yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar HCN dalam kacang koro pedang dapat diturunkan sampai level yang aman untuk dikonsumsi. Dengan demikian, kacang koro pedang dapat dimanfaatkan lebih lanjut dengan perlakuan yang tepat. Saran Proses penurunan kadar HCN pada kacang koro pedang dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti dengan panas atau fermentasi. Penelitian lebih lanjut mengenai proses penurunan kadar HCN yang paling efektif masih harus terus dilakukan. Tempe hasil penelitian ini pun dapat diteliti lebih lanjut terutama dari segi analisis proksimat, analisis kadar asam amino esensial, kandungan senyawa aktif seperti isoflavon dan daya cerna protein apabila dibandingkan dengan tempe kedelai.
22
DAFTAR PUSTAKA Adetama, D.S. 2011. Analisis Permintaan Kedelai di Indonesia Periode 1978-2008 [Thesis]. Jakarta(ID): Universitas Indonesia. Akpapunam, M. A., & Sefa-Dedeh, S. (1997). Some physicochemical properties and anti-nutritional factors of raw, cooked and germinated Jack bean (Canavalia ensiformis). Food Chemistry, 59(1), 121-125. Arthur, Hugh Mc and Duncan Spalding. Engineering Materials Science: Properties, Uses, Degradation, Remediation. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. Astawan, M. 2000. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Depok: Penebar Swadaya. Bolhuis, G. G. 1954. The Toxicity of Cassava Roots. Wageningen, Netherlands: Laboratory of Tropical Agriculture. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2009. Hasil Publikasi. [terhubung berkala] http://www.bps.go.id (diakses tanggal 21 November 2014). Brachet, J. 1957. Biochemical Cytology. pp 535. New York: Academic Press Inc. Publishers. [BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 2009. Tempe Kedelai. [terhubung berkala] http://www.bsn.go.id (diakses tanggal 21 November 2014). Burrows, G. E. and Tyrl, R. J. 2012. Linaceae DC. Ex Perleb., in Toxic Plants of North America, Second Edition. Oxford, UK: Wiley-Blackwell doi:10.1002/9781118413425.ch47. Didar, Z. 2014. Reduction Of Bacillus Cereus Growth In Oat Tempeh With CoFermentation Of Different Lactic Acid Bacteria And Rhizopus Oligosporus. Journal Amirkabir Volume 11, Number 44, 83-88. EPA [Environmental Protection Agency]. 1990. Summary Review of Health Effects Associated with Hydrogen Cyanide. North Caroline, USA: Health Issue Assessment Environmental Criteria and Assessment Office. Esser, K, et.al. 2002. The Mycota, A Comprehensive Treatise on Fungi as Experimental Systems for Basic and Applied Research. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Fagbenro, O A, Adeparusi, and W.A Jimoh. 2010. Nutrient Quality Of Detoxified Jackbean (Canavalia Ensiformis L. DC) Seeds Cooked In Distilled Water Or Trona Solution And Evaluation Of The Meal As A Substitute For Soybean Meal in Practical Diets For Nile Tilapia, Oreochromis Niloticus, Fingerlings. [Thesis]. Akure (NGA): Federal University of Technology. FAO/WHO. 1991. Joint FAO/WHO food standards programme, Codex Alimentarius Commission XII, Supplement 4. Rome, Italy. Goetz, H. 2012. The Effects of Baking on the Action of Trypsin Inhibitors in Soy Bread [Tesis]. Ohio(US): The Ohio State University. Guyot, J.M. 1998. Lactobacillus manihotivorans species, a new starch-hydrolysing lactic acid bacterium isolated during cassava sour starch fermentation. International Journal of System Bacteriology 48:1101-1109. Harper, Charles A and Edward M. Petrie. 2003. Plastics Materials and Processes: A Concise Encyclopedia. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.
23 Hasrul, S. N.. 2005. Pembentukan Asam Organik Oleh Isolat Bakteri Asam Laktat Pada Media Ekstrak Daging Buah Durian (Durio zibethinus Murr.) . Bioscientiae 2 (1): 15–24. Ishida, Y., Park, J. H., Mao, L., Yamaguchi, Y., & Inouye, M. 2013. Replacement of all arginine residues with canavanine in MazF-bs mRNA interferase changes its specificity. Journal of Biological Chemistry, 288(11), 7564-7571. Kay ED, 1979. Food Legumes. TIP Crop and Product Digest No. 3. Tropical Products Institute ch. XVI pp.435., London. Laurena AC, Revilleza MJR, Mendoza EMT. 1994. Polyphenols, phytate, cyanogenic glycosides and trypsin inhibitor activity of several Philippine indigenous food legumes. Journal of Food Composition and Analysis 7, 194–202. Laurent, A. H. 2008. Understanding Protein Structural Change in Hydrophobic Chromatography. MI, USA: UMI. Lawley, R, et.al. 2012. The Food Safety Hazard Guidebook. UK: The Royal Society of Chemistry. Mahendradatta, M. 2007. Pangan Aman dan Sehat, Prasayarat Kebutuhan Mutlak Seharihari. Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Makfoeld, Djarir. 1989. Kajian Tentang Glukosida-sianogenetik Pada Rebung. Yogyakarta:Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Marsidi, R. 2011. Zeolit Untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal Teknologi Lingkungan, 2(1). Oktavia, A.N 2012. Studi Pembuatan Tepung Formula Tempe [Skripsi]. Makassar(ID): Universitas Hasanuddin. Perry, Dale L. 2011. Handbook of Inorganic Compounds, Second Edition. London: CRC Press. Rubatzky, V.E and Yamaguchi M. 1997. World Vegetables: Principles, Production and Nutritive Values, 2nd Edition. New York: Chapman & Hall, 843 pp. Robertson, R.G. 2012. Fresh From The Vegan Slow Cooker. Massachusetts: The Harvard Common Press. Sarwono, B, Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Depok: Penebar Swadaya. Schantz, R. 2007. Acetonitrile Specification Tests Hydrogen Cyanide. [terhubung berkala] http://www.ineos.com (diakses tanggal 13 Januari 2015). Shurtleff, W., and Aoyagi, A. 2001. The Book of Tempeh, A Cultured Soyfood. Berkeley, CA: Ten Speed Press. Shurtleff, W., and Aoyagi, A. 2011. History of Tempeh and Tempeh Products. Lafayette, CA: Soyinfo Center. Siddhuraju P, Becker K. 2001. Species/variety differences in biochemical composition and nutritional values of Indian tribal legumes of genus Canavalia. Nahrung/Food 45, 224–233. Sparringa, R. A., Kendall, M., Westby, A., & Owens, J. D. 2002. Effects of temperature, pH, water activity and CO2 concentration on growth of Rhizopus oligosporus NRRL 2710. Journal of applied microbiology, 92(2), 329-337. Suciati, A. 2012. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap Kandungan HCN Pada Tempe Kacang Koro (Canavalia ensiformis L) [Skripsi]. Makassar(ID): Universitas Hasanuddin. Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Yogyakarta: Liberty. Suhaidi, I. 2003. Pengaruh lama perendaman kedelai dan jenis zat penggumpal terhadap mutu tahu [Skripsi]. Medan(ID): Universitas Sumatera Utara. Sukosrono, N. 2006. Penentuan efisiensi pemisahan sianida pada pengolahan umbi gadong (Dioscorea hispida). Prosiding (ISSN 1978-0176). Seminar nasional II SDM teknologi nuklir. Yogyakarta, 21-22 Desember 2006.
24
Supadi. 2009. Dampak Impor Kedelai Berkelanjutan Terhadap Ketahanan Pangan. Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7 No 1 87-102. Suyanto, O.C. 2014. Pengaruh Substitusi Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensori Selai Kacang [Thesis]. Semarang(ID): Universitas Katolik Soegijapranata. Tefera, T., et.al. 2014. Cassava based food: microbial fermentation by single starter culture towards cyanide reduction, protein enhancement and palatability. International Food Research Journal 21(5): 1751-1756. Wulansari, M., & Wulansari, M. 2011. Hubungan asupan sianida dengan kadar iodium ASI pada ibu menyusui [Disertasi]. Semarang(ID): Universitas Diponegoro. Yuniastuti, A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
25 Lampiran 1 Lembar kuisioner uji organoleptik Kuisioner Uji Rating Hedonik Nama : Sampel : Tempe Kacang Koro Pedang Instruksi :
1. Dihadapan Anda terdapat 4 sampel tempe mentah di cawan dan 4 sampel tempe goreng. 2. Lakukan penilaian terhadap WARNA, AROMA DAN TEKSTUR pada sampel tempe mentah (satu persatu) dari kiri ke kanan. Dan jangan membandingkan antar sampel. 3. Tuliskan respon Anda terhadap sampel yang diuji dengan memberi tanda √ (centang) pada kolom dibawah kode contoh. 4. Selanjutnya untuk sampel tempe goreng lakukan penilaian terhadap RASA satu persatu dari kiri ke kanan dan jangan membandingkan antarsampel. 5. Tuliskan respon Anda pada kolom dibawah kode contoh dan tuliskan juga respon Anda secara keseluruhan terhadap masing-masing sampel. 6. Lakukan hal yang sama sampai seluruh sampel uji selesai dinilai. Kriteria : Warna Penilaian Kode Contoh (Warna) Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Komentar : ......................................................................................................................................... .........................................................................................................................................
26 Kriteria : Aroma Penilaian
Kode Contoh
(Aroma) Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Komentar : ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... Kriteria : Tekstur Penilaian
Kode Contoh
(Tekstur) Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Komentar : ......................................................................................................................................... .........................................................................................................................................
27
Kriteria : Rasa Penilaian
Kode Contoh
(Rasa) Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Komentar : ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... Kriteria : Overall (keseluruhan) Penilaian
Kode Contoh
(Overall) Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Komentar : ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... Terima kasih
28 Lampiran 2 Skor uji rating hedonik tempe kacang koro pedang formula A4B1 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Warna
Aroma
6 7 4 6 4 3 7 5 5 3 6 2 5 6 6 4 5 3 5 7 5 4 4 2 7 5 5 6 4 7 4 5 7 2 6 7 6 6
6 6 6 6 5 5 4 2 3 4 5 4 6 2 5 2 5 6 3 3 5 7 1 6 2 3 6 7 7 6 3 2 3 6 6 6 5 4
Skor Tekstur 5 5 7 2 7 5 5 7 5 6 5 5 5 5 7 6 4 3 5 6 7 5 2 1 3 6 4 2 6 6 4 4 6 4 5 7 6 4
Rasa
Overall 6 5 5 7 6 6 5 6 7 6 2 3 6 6 6 5 6 7 7 5 4 7 7 6 4 4 2 3 4 4 3 6 6 6 6 6 5 4
5 5 4 3 5 3 6 5 7 7 3 6 5 5 5 5 2 5 2 2 2 3 4 5 3 4 5 3 4 4 7 7 7 5 4 3 3 6
29 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Total Rataan
6 6 4 3 6 7 7 7 5 4 6 6 5 5 5 6 5 5 7 3 2 2 6 3 3 6 5 5 5 5 4 5 350 5,00
1 7 3 5 6 6 6 6 5 5 5 5 5 2 2 7 5 6 3 6 6 3 4 7 5 4 4 3 2 6 4 6 322 4,60
6 6 6 6 3 7 4 4 4 5 6 6 6 7 6 5 5 2 2 7 6 6 3 3 3 4 4 6 6 7 6 5 349 4,99
6 6 6 5 6 4 4 4 5 5 6 3 5 2 7 7 6 6 5 7 6 7 3 7 2 3 3 4 3 3 6 6 346 4,94
6 7 7 6 5 7 6 5 5 5 6 6 6 4 4 5 6 6 5 5 5 6 5 5 5 7 6 6 3 6 6 3 344 4,91
30 Lampiran 3 Skor uji rating hedonik tempe kacang koro pedang formula A4B2 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Warna 5 5 5 4 7 4 3 6 5 5 5 5 4 3 6 3 5 6 4 6 7 6 6 5 7 4 1 6 6 7 3 3 6 5 5 4 4 2
Aroma 6 7 7 3 6 2 6 2 6 6 6 6 5 3 1 7 4 5 7 6 7 2 2 6 4 5 4 1 6 2 3 6 5 3 3 6 3 6
Skor Tekstur 4 6 5 5 5 5 1 5 2 2 5 7 6 6 6 6 2 6 4 6 4 6 5 5 6 1 6 4 3 6 3 2 1 5 3 7 5 4
Rasa
Overall 5 5 7 5 5 3 2 3 4 3 3 2 7 3 7 6 7 6 6 7 5 6 4 2 6 5 4 6 5 5 4 1 1 5 3 5 2 6
3 6 2 4 6 5 3 5 5 5 5 6 4 7 3 6 4 6 2 5 6 6 6 6 2 6 4 5 6 4 5 3 5 4 5 5 5 5
31 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Total Rataan
5 3 7 5 6 3 7 3 6 5 6 6 6 5 3 6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 3 2 3 6 5 3 339 4,84
6 3 3 6 1 4 6 6 5 7 6 5 2 4 6 6 6 2 6 4 6 4 2 1 4 3 6 7 5 6 4 4 311 4,44
7 3 6 7 7 7 6 3 6 6 3 6 5 3 6 6 6 2 6 4 2 4 5 3 3 7 5 6 4 5 6 6 331 4,73
1 2 4 5 4 4 7 5 4 6 4 5 4 3 3 4 2 7 7 4 6 6 3 7 5 5 2 4 7 6 6 7 303 4,33
5 4 6 6 3 5 2 6 5 5 3 6 4 6 3 6 4 6 6 6 6 2 4 5 5 6 4 6 6 5 6 7 339 4,84
32 Lampiran 4 Skor uji rating hedonik tempe kacang koro pedang formula A4B3 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Warna
Aroma
3 7 6 6 5 6 6 6 6 6 6 6 3 1 6 7 5 5 6 6 2 4 4 5 2 6 6 5 2 6 5 5 5 5 6 5 7 7
7 5 2 5 5 6 5 5 5 5 7 6 6 6 6 7 7 4 6 4 4 5 2 3 4 3 3 5 5 5 5 6 5 3 5 7 6 3
Skor Tekstur 6 6 5 6 6 2 7 6 7 7 6 6 6 6 3 6 6 6 6 3 6 3 5 6 6 6 7 7 5 4 6 6 6 5 6 5 4 3
Rasa
Overall
6 6 5 6 7 7 6 6 6 4 2 6 6 6 5 6 5 7 5 4 3 4 3 5 6 3 6 2 4 3 5 4 3 4 5 6 3 2
6 4 5 6 6 5 6 5 5 4 5 7 6 5 7 5 6 3 5 7 6 7 7 4 6 6 5 5 6 5 4 3 6 4 6 5 3 6
33 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Total Rataan
5 4 1 6 7 6 7 6 7 3 6 5 5 5 4 6 6 7 7 5 7 4 7 6 2 5 6 6 5 3 5 3 362 5,17
6 6 3 3 5 7 5 7 6 5 7 5 6 4 7 2 6 3 6 6 6 5 4 4 5 6 6 7 6 5 7 5 356 5,09
6 3 6 6 4 6 6 5 5 6 6 2 7 7 6 7 6 5 5 6 4 6 2 7 6 4 4 5 2 3 5 5 371 5,3
2 6 4 5 6 6 6 4 3 5 7 7 4 6 6 5 6 6 6 4 2 6 5 6 6 6 4 6 4 4 5 7 348 4,97
6 6 2 6 7 7 4 6 2 6 4 5 7 5 5 6 6 7 2 6 7 6 6 7 5 7 3 6 3 2 6 5 370 5,29
34
Lampiran 5 Skor uji rating hedonik tempe kacang kedelai Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Warna
Aroma
6 4 4 5 3 7 7 4 6 5 7 4 7 2 5 5 5 6 6 6 5 4 3 7 6 7 5 6 6 5 6 6 6 7 6 4 6
6 6 3 6 3 2 6 6 7 6 6 6 4 6 6 7 6 7 6 2 5 4 6 5 4 2 7 7 6 5 6 4 6 5 6 6 6
Skor Tekstur 4 5 4 4 6 2 4 7 7 5 7 7 6 6 4 6 5 4 6 4 4 6 6 6 6 6 4 2 5 2 5 5 7 5 6 6 7
Rasa
Overall
4 6 5 4 5 4 5 6 6 4 2 6 6 6 5 7 5 7 5 4 3 4 3 5 6 3 6 2 4 3 5 4 3 4 5 6 3
6 4 5 6 6 5 6 5 5 4 5 7 6 5 7 5 6 3 5 7 6 7 7 4 6 6 5 5 6 5 4 3 6 4 6 5 3
35 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Total Rataan
6 6 2 2 6 6 5 5 7 6 5 4 6 4 4 7 7 4 6 6 7 6 3 3 5 7 7 7 4 6 4 6 7 375 5,36
6 2 7 4 3 6 2 6 4 6 3 2 2 6 3 7 6 6 3 7 6 6 3 4 6 5 4 5 5 5 6 7 4 354 5,06
7 7 5 5 4 3 2 3 2 4 3 6 4 2 7 6 7 6 5 5 6 4 6 2 7 6 4 4 5 2 3 5 5 343 4,90
2 2 6 4 5 6 6 6 4 3 5 7 7 4 6 6 5 6 6 6 4 2 6 5 6 6 6 4 6 4 4 5 7 348 4,97
6 6 6 2 6 7 7 4 6 2 6 4 5 7 5 5 6 6 7 2 6 7 6 6 7 5 7 3 6 3 2 6 5 370 5,29
36
Lampiran 6 Hasil analisis ragam skor organoleptik dengan Two Way ANOVA Hasil untuk AROMA
Hasil untuk RASA
Hasil untuk TEKSTUR
37 Hasil untuk WARNA
Hasil untuk OVERALL
38 Lampiran 7. Hasil analisa kadar HCN sampel pengolahan I (perendaman)
Jenis Perendam Air
CaCl2
CaCO3
CaO
Ca(OH)2
Lama Perendaman Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3 Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3 Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3 Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3 Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3
Kadar HCN (ppm) 10.5117515 10.15356021 8.859968715 8.829100007 5.221375436 5.143497646 11.09827584 9.978689166 10.5010603 11.4622076 5.167334805 5.228991203 10.59834324 9.22398346 8.910346188 7.89426199 9.044918228 9.070345326 7.981858475 9.325096382 6.55469611 7.677801243 3.916031577 5.143497646 13.8521659 10.21407938 8.933695921 9.023687404 6.163706438 6.421183038
Rata-Rata 10.33266 8.844534 5.182437 10.53848 10.98163 5.198163 9.911163 8.402304 9.057632 8.653477 7.116249 4.529765 12.03312 8.978692 6.292445
39 Lampiran 8. Hasil analisa kadar HCN sampel pengolahan II (pemasakan) Jenis Perendam Lama Perendaman Air Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3 CaCl2 Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3 CaCO3 Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3 CaO Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3 Ca(OH)2 Hari 1 Hari 1 Hari 2 Hari 2 Hari 3 Hari 3
Kadar HCN (ppm) 10.5117515 10.15356021 8.859968715 8.829100007 5.221375436 5.143497646 11.09827584 9.978689166 10.5010603 11.4622076 5.167334805 5.228991203 10.59834324 9.22398346 8.910346188 7.89426199 9.044918228 9.070345326 7.981858475 9.325096382 6.55469611 7.677801243 3.916031577 5.143497646 13.8521659 10.21407938 8.933695921 9.023687404 6.163706438 6.421183038
Pemasakan
3.185039 3.137534 6.769948 6.393742 5.406297 6.991984 3.152074 3.189685
5.5174 5.532911
2.388779 3.137534
3.759861 3.916922
40 Lampiran 9. Hasil analisa kadar HCN sampel tempe
TEMPEH Hari 1 Air Hari 1 Air Hari 2 Air Hari 2 Air Hari 3 Air Hari 3 Air Hari 1 CaCl2 Hari 1 CaCl2 Hari 2 CaCl2 Hari 2 CaCl2 Hari 3 CaCl2 Hari 3 CaCl2 Hari 1 CaCO3 Hari 1 CaCO3 Hari 2 CaCO3 Hari 2 CaCO3 Hari 3 CaCO3 Hari 3 CaCO3 Hari 1 CaO Hari 1 CaO Hari 2 CaO Hari 2 CaO Hari 3 CaO Hari 3 CaO Hari 1 Ca(OH)2 Hari 1 Ca(OH)2 Hari 2 Ca(OH)2 Hari 2 Ca(OH)2 Hari 3 Ca(OH)2 Hari 3 Ca(OH)2
BERAT 20.0269 20.0076 20.0291 20.0754 20.0276 20.0408 20.0728 20.0541 20.0113 20.0645 20.0214 20.02866 20.0294 20.08 20.0761 20.0887 20.0215 20.0734 20.0317 20.171 20.0536 20.0174 20.0811 20.0433 20.0487 20.058 20.0299 20.0191 20.0319 20.0545
ml titrasi 0.05 0.04 0.03 0.03 0.01 0.01 0.04 0.04 0.03 0.03 0.01 0.01 0.04 0.03 0.03 0.03 0.01 0.01 0.03 0.03 0.02 0.03 0.01 0.01 0.04 0.04 0.03 0.03 0.01 0.01
blanko 0.11 0.11 0.05 0.05 0.04 0.04 0.11 0.11 0.05 0.05 0.04 0.04 0.11 0.11 0.05 0.05 0.04 0.04 0.11 0.11 0.05 0.05 0.04 0.04 0.11 0.11 0.05 0.05 0.04 0.04
ppm HCN 6.44 5.16 3.87 3.86 1.29 1.29 5.14 5.15 3.87 3.86 1.29 1.29 5.15 3.86 3.86 3.85 1.29 1.29 3.87 3.84 2.57 3.87 1.29 1.29 5.15 5.15 3.87 3.87 1.29 1.29
Rata -an
% Penurunan
5.80
60.89
3.86
73.97
1.29
91.30
5.15
65.27
3.86
73.97
1.29
91.30
4.51
69.59
3.86
73.97
1.29
91.30
3.85
74.04
3.22
78.29
1.29
91.30
5.15
65.27
3.88
73.84
1.29
91.30
41
RIWAYAT HIDUP Cindy lahir di Jakarta pada tanggal 17 September 1992 dari pasangan Handy Gozal dan Beby Budiman. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Sebelum berkuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis memulai jenjang pendidikan dari TK Pelita Hati Jakarta (1996-1998), SD St. Bellarminus Jakarta (1998-2004), SMP St. Theresia Jakarta (2004-2007), dan SMA St. Theresia Jakarta (2007-2010). Selama menuntut ilmu di program studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai kegiatan akademik maupun non-akademik. Penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Keluarga Mahasiswa Buddhis IPB, serta menjadi reporter dalam Majalah Pangan Emulsi. Selama kuliah, penulis juga mengikuti berbagai seminar yang dilangsungkan baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk membawakan skripsi ini pada 2nd International Food Safety Conference di Kuala Lumpur Malaysia bersama dosen pembimbing Dr. Ir. Muhamad Arpah, M. Si. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti perlombaan dan berhasil menjadi finalis dalam perlombaan Food Science Students Fighting Hunger 2014 yang diselenggarakan oleh International Union of Food Science and Technology (IUFOST) di Montreal, Canada. Judul skipsi penulis yang berjudul “Pengaruh Perlakuan Garam-garam Kalsium (Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO) Terhadap Penurunan Kadar HCN Tempe Koro Pedang (Canavalia ensiformis)” dilakukan dibawah bimbingan Dr. Ir. Muhamad Arpah, M. Si.