PENGARUH PENJARANGAN BUAH TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS BUAH SALAK GULA PASIR PADA PANEN RAYA I Nyoman Adijaya dan I Made Rai Yasa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Jl. By Pas Ngurah Rai Pesanggaran Denpasar e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Salak gula pasir merupakan salah satu jenis salak spesifik di Bali dengan rasa manis yang khas. Pengembangan salak gula pasir tidak hanya dilakukan di sentra produksinya di kabupaten Karangasem namun juga mulai dikembangkan di kabupaten lainnya. Ke depan dengan berkembangnya populasi salak berpengaruh akan berpengaruh terhadap meningkatnya produksi salak sehingga kualitas menjadi hal yang sangat penting. Kajian penjarangan buah ini dilakukan di Dusun Sarinbuana, Desa Wanagiri, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali dari bulan Nopember 2013 sampai dengan Maret 2014. Perlakuan yang diuji yaitu yaitu penjarangan buah dengan perlakuan P0 (tanpa penjarangan), P1 (penjarangan buah 10%), P2 (penjarangan 20%) dan P3 (penjarangan 30%) menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 ulangan. Hasil kajian menunjukkan penjarangan buah meningkatkan hasil salak gula pasir. Penjarangan buah 10% memberikan berat buah per tanaman tertinggi dengan rata-rata 2.974,00 g berbeda tidak nyata dengan tanpa penjarangan dan penjarangan 20% dengan berat masing-masing 2.929,63 g dan 2.795,13 g namun berbeda nyata dengan penjarangan 30% dengan berat buah per tanaman 2.758,88 g. Peningkatan persentase penjarangan buah 10%, 20% dan 30% secara nyata meningkatkan bobot per buah dengan peningkatan masing-masing 12,30%, 25,34% dan 35,22% dibandingkan tanpa penjarangan (32,84 g). Kata kunci: penjarangan, produktivitas, kualitas, salak gula pasir
Pendahuluan Salah satu kultivar salak spesifik Bali yang diberi nama salak gula pasir telah ditetapkan sebagai varietas unggul berdasarkan SK Menteri Pertanian RI No. 584/Kpts/TP.240/7/94 tanggal 23 Juli 1994. Varietas ini memiliki kelebihan yaitu rasa manis yang khas namun memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan salak gondok. Salak gondok produksinya yang tinggi dan salak ini sering diidentikkan dengan salak bali. Wijana (1997) menyatakan bahwa perbedaan khas dari salak yang tumbuh di Bali adalah dari segi rasa, yaitu menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah salak varietas Bali yang mempunyai rasa daging buah manis, asem dan ada rasa sepet, kelompok kedua adalah salak varietas gula pasir yang rasanya tanpa rasa asem dan sepat. Guntoro (2004) menyatakan keunggulan salak gula pasir dapat dilihat dari segi kualitas maupun dari segi ekonomi. Salak gula pasir memiliki daging buah yang rasanya jauh lebih manis Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 445
dibandingkan dengan salak bali. Rasa manis ini sudah dapat kita rasakan sejak buahnya masih muda. Populasi salak gula pasir cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di Kabupaten Karangasem yang merupakan sentra produksi salak tahun 1996 populasi salak gula pasir hanya 1.000 pohon (Wijana, 1997) tahun 2008 menjadi 1.500.000 pohon (Rai, 2009) kemudian tahun 2013 populasi salak gula pasir di daerah ini mencapai 1.815.016 pohon (Anonimus, 2013). Belakangan salak gula pasir dikembangkan tidak saja di sentra produksinya di Kabupaten Karangasem, tetapi dikembangkan juga di beberapa kabupaten seperti di Kabupaten Gianyar, Bangli, Badung, Tabanan dan Buleleng. Di Kabupaten Tabanan salak gula pasir banyak dikembangkan di Kecamatan Pupuan dan Selemadeg. Menurut petani motivasi pengembangan salak gula pasir karena secara ekonomis salak gula pasir memiliki harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan salak lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarmiati et al. (2000) yang menyatakan perbedaan kualitas (cita rasa) salak gula psir berdampak terhadap nilai jualnya, dimana harga jual salak gula pasir jauh lebih tinggi dibandingkan dengan salak bali dengan perbandingan harga bisa mencapai 10:1. Secara umum aspek budidaya salak gula pasir yang dilaksanakan ditingkat petani masih belum optimal sehingga berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas buah salak yang dihasilkan. Salah satunya yaitu belum dilakukannya penjarangan buah. Bisa dikatakan sangat jarang petani yang melakukan penjarangan buah sehingga buah dalam tandan tidak berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan buah yang dihasilkan memiliki grade rendah. Kualitas buah yang rendah dicirikan oleh ukuran buah yang kecil-kecil dan tidak jarang dihasilkan buah pesek akibat terlalu banyak buah dalam satu tandan. Buah-buah semacam ini sudah tentu akan sulit diterima di pasar. Suter (1988) menyatakan salak gula pasir mampu menghasilkan 10-28 buah/tandan dengan diameter rata-rata 4,16-4,28 cm. Pada tandan dengan jumlah buah banyak ukuran buah akan semakin kecil. Lebih lanjut dinyatakan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ukuran buah yaitu dengan melakukan penjarangan buah. Panen raya salak gula pasir seperti halnya salak bali terjadi pada bulan DesemberPebruari, sedangkan panen gadu pada bulan Juni sampai Agustus (Sukewijaya, et al., 2009). Pada panen raya umumnya ukuran tandan relatif lebih panjang dengan buah yang lebih banyak dibandingkan ukuran tandan pada bulan lainnya. Dengan ukuran tandan yang panjang dan jumlah buah yang banyak, tanpa diimbangi dengan penjarangan buah maka ukuran buah menjadi kecil-kecil. Santoso (1993) menyatakan penjarangan buah bertujuan supaya buah salak cukup mendapat ruang untuk tumbuh menjadi buah normal, sehingga akan didapat buah-buah salak yang ukurannya relatif besar. Selain itu penjarangan buah juga mengurangi persaingan antar buah dalam mendapatkan asimilat yang digunakan untuk pertumbuhan buah. Tanpa penjarangan, buah akan saling berhimpitan dalam ruang sempit sehingga tidak mampu berkembang secara maksimal. Berdasarkan hal tersebut maka kajian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas buah salak gula pasir melalui penjarangan buah.
Metodologi Pengkajian dilaksanakan di Dusun Sarinbuana, Desa Wanagiri, Kecamatan Selemadeg Tabanan dari bulan Nopember 2013-Maret 2014. Pengkajian dilakukan pada kebun petani salak gula pasir yang telah berproduksi dengan umur 6-7 tahun. Penelitian dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. I Nyoman Adijaya dan I Made Rai Yasa : Pengaruh penjarangan buah | 446
Perlakuan yang diuji yaitu penjarangan buah dalam tandan seperti P0 (tanpa penjarangan buah); P1 (penjarangan buah 10%); P2 (penjarangan buah 20%); P3 (penjarangan buah 30%). Cara budidaya tanaman menggunakan cara yang biasa dilakukan oleh petani yaitu dengan tidak melakukan pemupukan terhadap tanaman, namun dilakukan pengelolaan limbah gulma dan pelepah salak yang sudah tua dengan memasukkan pada rorak. Selain itu kegiatan budidaya yang dilakukan seperti penyiangan tanaman, penghilangan anakan serta penjarangan pelepah daun dengan menyisakan 12-14 pelepah daun per tanaman. Masingmasing perlakuan menggunakan 10 pohon sehingga jumlah tanaman seluruh perlakuan sebanyak 160 pohon. Perlakuan penjarangan buah dilakukan pada umur buah 1,5-2 bulan. Penjarangan buah dilakukan terhadap tandan dengan jumlah buah mulai dari 15 buah/tandan atau lebih seperti (Tabel 1). Penjarangan buah dilakukan dengan melihat posisi buah (terjepit) secara subyektif, dengan cara menusuk/menghilangkan buah dengan jarum (jarum karung). Tabel 1. Jumlah penjarangan buah per tandan sesuai perlakuan penjarangan Jumlah buah per tandan (bh) P1 (penjarangan 10%) Jumlah buah per tandan (bh) P2 (penjarangan 20%) Jumlah buah per tandan (bh) P3 (penjarangan 30%)
15-24 25-30 35-44 >45 2
3
4
5
15-17 18-22 23-27 28-32 3
4
5
6
33 38-42 43-47 37 7
8
9
15-18 19-21 22-24 25-28 29-30 31-34 35-38 39-41 42-25 43-45 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Pengamatan dilakukan terhadap komponen hasil tanaman selama musim panen raya Januari-Pebruari seperti jumlah tandan/tanaman, berat buah per tandan, jumlah buah per tandan, berat per buah buah, ukuran/grade buah dan produksi buah per tanaman. Untuk pengamatan ukuran buah digunakan masing-masing 10 tandan pada masing-masing perlakuan setiap ulangan dengan menimbang berat buah disesuaikan dengan ukuran buah dan menghitung jumlah buah disesuaikan dengan skala/interval yang telah dibuat. Analisis data dilakukan secara dekriptif dan statistik dengan analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji BNT 5% jika perlakuan berpengaruh nyata.
Hasil dan Pembahasan Komponen Hasil Salak Gula Pasir Hasil analisis terhadap komponen hasil dan hasil tanaman salak gula pasir akibat perlakuan penjarangan buah pada musim panen raya menunjukkan terjadi peningkatan nyata (P<0,05) terhadap komponen hasil seperti berat tandan/tanaman, berat/tandan, berat buah/tanaman, berat buah/tandan, berat buah per tanaman dan berat per buah. Sedangkan
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 447
perlakuan penjarangan buah secara nyata menurunkan jumlah buah per tandan (Tabel 2 dan 3). Penjarangan buah sebesar 10% buah dalam satu tandan memberikan berat buah dan tandan tertinggi tidak berbeda dengan perlakuan lainnya kecuali terhadap penjarangan buah 30%. Peningkatan penjarangan buah sampai 30% buah dalam satu tandan secara nyata meningkatkan berat per buah, namun tidak diikuti oleh meningkatnya komponen hasil tanaman. Penjarangan buah sebesar 30% menurunkan komponen hasil dan hasil tanaman dibandingkan dengan penjarangan 10%-20% dan tanpa penjarangan buah. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Nurrochman et al. (2011) yang mendapatkan bahwa penjarangan buah salak sebanyak 30% buah dalam satu tandan justru menurunkan hasil buah dibandingkan dengan tanpa penjarangan buah. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya jumlah buah panen dalam satu tandan walaupun berat buah meningkat dari rata-rata 53,36 g menjadi 60,25 g. Tabel 2. Rata-rata jumlah tandan per tanaman, berat tandan per tanaman, berat per tandan dan jumlah buah per tandan Perlakuan P0 P1 P2 P3
Jumlah tandan per tanaman (tandan) 3,60 a 3,55 a 3,53 a 3,60 a
Berat tandan/ tanaman (g) 3.015,25 a 3.054,00 a 2.883,25 ab 2.844,25 b
Berat per tandan Jumlah buah per (g) tandan (bh) 837,50 b 24,78 a 860,00 a 22,73 b 817,50 a 19,25 c 790,00 b 17,25 d
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Penjarangan buah 10% dalam satu tandan mampu meningkatkan komponen hasil tanaman salak gula pasir. Dengan rata-rata jumlah buah dalam satu tandan sebanyak 25 buah berarti buah yang dijarangkan hanya 3 buah. Hal ini memberikan ruang bagi buah lainnya untuk berkembang dengan lebih optimal sehingga berat tandan dan buah lebih berat dibandingkan tanpa penjarangan. Penjarangan buah mampu meningkatkan ukuran buah dengan meningkatnya ukuran buah seperti diameter buah dan berat buah. Nurrochman et al. (2011) menyatakan ukuran dan bentuk buah dipengaruhi oleh ketersediaan ruang tumbuh dan nutrisi pendukung bagi perkembangan buah tersebut. Perkembangan buah selalu mengarah menjauh dari pangkal buah, baik ke ujung maupun samping buah. Pendapat ini didukung oleh pernyataan Harjadi (1979) yang menyatakan dengan penjarangan buah maka proses pemanfaatan hasil asimilat ke organ penyimpanan dapat digunakan secara lebih efektif dan buah mampu berkembang secara lebih baik sejak dini. Tabel 3. Rata-rata jumlah tandan per tanaman, berat tandan per tanaman dan jumlah buah per tandan Perlakuan P0 P1 P2 P3
Berat buah per tanaman (g) 2.929,63 a 2.974,00 a 2.795,13 ab 2.758,88 b
Berat buah per tandan (g) 813,75 a 837,50 a 792,50 ab 766,25 b
Berat per buah (g) 32,84 c 36,88 b 41,16 ab 44,44 a
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
I Nyoman Adijaya dan I Made Rai Yasa : Pengaruh penjarangan buah | 448
Berat Buah Hasil pemilahan rata-rata berat buah salak gula pasir akibat perlakuan penjarangan buah yang dilakukan pada 10 tandan seperti Tabel 4. Berat buah yang dihasilkan meningkat dengan semakin tingginya penjarangan buah yang dilakukan. Pada tandan buah yang tidak dilakukan penjarangan berat buah didominasi oleh berat buah <30 g/buah yaitu sebesar 54,44% sedangkan buah 31-40 g sebesar 33,47% dari total buah. Penjarangan buah sebesar 10% dalam satu tandan memberikan peningkatan berat buah yang ditandai dengan menurunnya buah ukuran <30 g dan meningkatnya berat buah ukuran 31-40 g menjadi 39,65% dan 42,73%. Demikian juga dengan peningkatan persentase penjarangan buah dalam satu tandan menjadi 20% dan 30% mampu meningkatkan ukuran/berat per buah. Semakin tinggi persentase penjarangan buah diikuti oleh semakin tingginya ukuran/berat buah yang dihasilkan (Tabel 4, Gambar 1). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Thamrin (1998) pada salak pondoh yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan ukuran buah yang maksimal dan sesuai dengan pasaran eksport penjarangan buah dapat dilakukan sampai 50% dalam satu tandan. Meningkatnya ukuran buah akibat penjarangan karena jumlah buah semakin sedikit sesuai dengan pernyataan Ainzworth, dan Bush (2011) yang menyatakan bahwa dengan meningkatnya cadangan komponen pendukung (source) akan diikuti oleh peningkatan fotosintesis dan peningkatan translokasi source ke organ penyimpanan. Hal inilah yang menyebabkan ukuran buah menjadi lebih besar, selain juga disebabkan oleh ruang berkembang buah lebih baik dibandingkan tanpa penjarangan. Pada tandan yang tidak dilakukan penjarangan banyak buah yang dihasilkan bentuknya tidak normal (pesek) serta berat buah yang kecil. Hal ini disebabkan oleh jumlah buah yang banyak sehingga banyak buah yang tidak dapat berkembang dengan optimal serta terbatasnya source. Tabel 4. Persentase grade buah salak gula pasir yang dihasilkan akibat perlakuan penjarangan buah Perlakuan P0 P1 P2 P3
<30 g 54,44 39,65 26,53 17,44
31-40 g 33,47 42,73 48,98 36,05
Persentase (%) 41-50 g 11,29 15,42 15,31 31,40
51-60 g 0,81 2,20 7,65 12,79
>60 g 0,00 0,00 1,53 2,33
Peningkatan penjarangan buah diikuti oleh peningkatan ukuran buah. Santoso (1993) menyatakan penjarangan buah mengurangi persaingan antar buah dalam mendapatkan asimilat yang digunakan untuk pertumbuhan buah, sehingga buah yang dihasilkan lebih besar dan bentuk buah lebih baik. Lebih lanjut dikatakan proses penjarangan buah sejak dini menyebabkan proses pemanfaatan hasil asimilat ke organ penyimpanan dapat digunakan secara lebih efektif dan buah mampu berkembang secara lebih baik sejak dini. Penundaan penjarangan buah menyebabkan masing-masing butir salak menerima asimilat yang lebih sedikit dan menghambat proses pertambahan ukuran karena buah saling berhimpitan dan cukup banyak asimiliat yang terbuang selama proses pengisian buah.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 449
60,00
persentase (%)
50,00 40,00 P0
30,00
P1
20,00
P2
10,00
P3
0,00 <30
30-40
40-50
50-60
>60
Rata-rata berat per buah (g)
Gambar 1. Persentase berat buah salak gula pasir pada berbagai grade buah akibat perlakuan penjarangan buah
Kesimpulan 1.
Penjarangan buah sebesar 10%-20% buah dalam satu tandan tidak meningkatkan produktivitas salak gula pasir. Produktivitas buah per tanaman menurun 5,8% pada penjarangan buah 30%.
2.
Peningkatan penjarangan buah sampai 30% buah dalam satu tandan meningkatkan berat per buah. Berat buah meningkat 12,30 % dari 25,34 g menjadi 35,22 g dibandingkan tanpa penjarangan buah.
3.
Penjarangan 20% buah dalam satu tandan memberikan produktivitas buah per tanaman tidak berbeda dengan penjanrangan buah 10% dengan berat buah yang berbeda dibandingkan dengan penjarangan 10% dan tanpa penjarangan.
Ucapan Terima Kasih Kepada petani salak bapak I Wayan Begeg dan Ni Wayan Wideri serta rekan-rekan tim pengkaji (I Made Rai Yasa, Putu Agus Kertawirawan, I Made Sukadana, Putu Sugiarta dan Putu Yosi Priningsih) yang telah banyak membantu dari pengumpulan data, analisis sampai penulisan makalah ini.
I Nyoman Adijaya dan I Made Rai Yasa : Pengaruh penjarangan buah | 450
Daftar Pustaka Ainzworth, E.A. and D.R. Bush. 2011. Carbohydrate Export from the Leaf: A Highly Regulated Process and Target to Enhance Photosynthesis and Productivity. American Society of Plant Biologists. http://www.plantphysiology.org Anonimus. 2013. Program Penyuluhan Pertanian BPP Bebandem. UPT Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Guntoro, S. 2004. Budidaya Salak Bali. Yogjakarta: Penerbit Kanisius. 43 hal. Harjadi, M.M.S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. 197 hal. Nurrochman, Sri Trisnowati, Sri Muhartini. 2011. Pengaruh Pupuk Kalium Klorida dan Umur Penjaranagan Buah terhadap hasil dan Mutu Salak (Salacca zalacca (Gaertn.) Voss) Pondoh Super. www. Journal.ugm.ac.id. Rai, I.N. 2009. Optimalisasi Pengembangan Komoditi Salak sebagai Potensi Unggulan Pertanian. Dalam Suparta, N.S., N. Rai dan G.S. Kusuma (Eds).: Strategi Membangun Karangasem, Perspektif Mengentas Kemiskinan dan Mengejar Ketertinggalan. Pustaka Nayottama, Denpasar. Santoso, H.B. 1993. Salak Pondoh. Kanisius, Yogyakarta. Sarmiati, N., W. Suparmi, M. A. Trisnawati. 2000. Upaya Pelestarian Salak Gula Pasir melalui Pelatihan dan Pembinaan dengan Teknik Pencangkokan di Desa Sibetan. Singaraja: Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Mipa Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. Sukawijaya, I. M., I. N. Rai and M.S. Mahendra. 2009. Development of salak bali as an organic fruit. As. J. Food Ag-Ind. Special Issue, S37-S43 Suter, I.K. 1988. Telaah Sifat Fisik Buah Salak Asal Bali Sebagai Dasar Pembinaan Mutu Hasil. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. 260 hal. Thamrin, M. 1998. Effect of organic soil conditioner and soil mineral on salak Pondoh productivity in Sleman resident (Indonesia). Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Yogyakarta. http://agris.fao.org/ Wijana, G. 1997. Pelestarian dan Pengembangan Salak Gula Pasir. Denpasar: Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 451