PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI PUPUKDAN FREKUENSI PEMBERIAN ZPT TERHADAP TANAMAN TERUNG UNGU Umi Pudji Astuti, Tri Wahyuni, dan Siti Rosmanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jalan Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 Telp/Fax. (0736) 23030/(0736) 345568 Email :
[email protected]
ABSTRAK Terung merupakan salah satu komoditas sayuran yang berpotensial untuk dikembangkan. Di pasar Eropa terung menduduki urutan keempat sayuran utama dunia dan dalam kurun waktu 12 tahun dari tahun 1990 areal penanaman terung naik 95% dengan produksi naik 158%. Peningkatan produksi terung dapat dilakukan melalui pemupukan dan pemberian ZPT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi antara jenis pupuk dan frekuensi pemberian ZPT terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung ungu. Penelitian dilaksanakan di Kompleks Perkantoran BPTP Bengkulu pada Februari-Juni 2013. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi antara pupuk dengan frekuensi pemberian ZPT dan diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 8 kombinasi. Adapun kombinasi perlakuan tersebut adalah 1) pupuk tunggal + frekuensi ZPT 2 kali (PTH2); 2) pupuk tunggal + frekuensi ZPT 4 kali (PTH4); 3) pupuk tunggal + frekuensi ZPT 6 kali (PTH6); 4) pupuk tunggal + frekuensi ZPT 8 kali (PTH8); 5) pupuk majemuk + frekuensi ZPT 2 kali (PMH2); 6) pupuk majemuk + frekuensi ZPT 4 kali (PMH4); 7) pupuk majemuk + frekuensi ZPT 6 kali (PMH6); dan 8) pupuk majemuk + frekuensi ZPT 8 kali (PMH8). Data yang diperoleh dianalisis dan diuji dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi pupuk tunggal dan pupuk majemuk dengan frekuensi pemberian ZPT tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil terung ungu. Kombinasi pupuk majemuk dan pemberian ZPT sebanyak 8 kali menunjukkan jumlah buah/batang tertinggi (17 buah/batang) dan kombinasi pupuk tunggal dengan pemberian ZPT sebanyak 8 kali menunjukkan bobot buat/batang tertinggi (995,67 gram). Kata kunci: terung ungu,pupuk majemuk, pupuk tunggal, hormon tumbuh, frekuensi
PENDAHULUAN Terung merupakan salah satu komoditas sayuran yang berpotensial untuk dikembangkan. Di pasar Eropa terung menduduki urutan keempat sayuran utama dunia dan dalam kurun waktu 12 tahun dari tahun 1990 areal penanaman terung naik 95% dengan produksi naik 158%. Terung merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Timur dengan pusat keragamannya berada di daerah Cina dan Indo-Burma. Negara Asia merupakan produsen terbesar (80%), dimana Cina (53%) dan India (30%). Kedua negara tersebut merupakan produsen terbesar di Asia, sedangkan Indonesia hanya menyumbang 1% dari produksi terung dunia (Anonymous, 2004). Menurut BPS Indonesia (2012), produksi terung Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 518.827 ton. Tingginya kandungan gizi pada terung merupakan salah satu alasan komoditas terung banyak digemari. Menurut Lakitan (1995), di dalam 100 gram terung mengandung 24 kalori, air (94 gram), protein (1,1 gram), lemak (0,2 gram), karbohidrat (5,7 gram) serta mengandung mineral dan vitamin yang lain. Selain dimanfaatkan sebagai sayuran, terung juga dimanfaatkan sebagai obat gatal-gatal pada kulit, sakit perut, cuci perut, dan tekanan darah tinggi (Samadi, 2001). Menurut Jumini dan Marliah (2009), terung mempunyai khasiat sebagai obat karena mengandung alkaloid solanin, dan solasodin yang berfungsi sebagai bahan baku kontrasepsi oral. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, permintaan terhadap terung juga terus meningkat. Akan tetapi peningkatan permintaan tersebut tidak diiringi dengan peningkatan jumlah produksi. Salah satunya disebabkan oleh rendahnya produktivitas terung. Menurut BPS Indonesia (2012) dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), produksi terung nasional sebanyak 518.787 ton dengan luas panen 50.559 ha. Peningkatan produksi terung dapat dilakukan secara ekstensifikasi dan intensifikasi, salah satunya adalah melalui usaha peningkatan produktivitas dan efisiensi penggunaan tanah, sehingga intensifikasi merupakan pilihan yang tepat untuk diterapkan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui penggunaan pupuk dan Zat Pengatur Tumbuh atau ZPT (Jumini dan Marliah, 2009).
Terung merupakan tanaman yang membutuhkan hara yang cukup tinggi dan biasanya dilakukan pemupukan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Secara umum, tanaman terung membutuhkan pupuk N sebanyak 110 kg/ha, P2O5 55 kg/ha dan K2O sebanyak 30 kg/ha (Ashari, 1995). Menurut Hardjowigeno (2003), bahwa unsur N berfungsi untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti akar, batang dan daun. Unsur P berfungsi untuk pembelahan sel, pembentukan bunga, buah dan biji serta mempercepat pematangan. Selain N dan P, unsur K juga merupakan unsur hara makro yang berfungsi sebagai unsur penyusun jaringan tanaman, pembentukan pati, serta sebagai aktivator berbagai enzim yang berperan dalam proses metabolisme. Selain melalui pemupukan, peningkatan produktivitas tanaman terung juga dapat dilakukan melalui penggunaan ZPT. Menurut Jumini dan Marliah (2009), ZPT Harmonik berperan dalam pembesaran dan diferensiasi sel, mempercepat aliran asam amino dan zat makanan ke seluruh bagian tanaman dengan konsentrasi sitokinin tinggi. Selain itu, ZPT Harmonik mengandung auksin, giberelin dan sitokinin yang mampu mendorong pertumbuhan dan perpanjangan bagian tanaman (akar dan batang), merangsang pembungaan dan menormalkan pertumbuhan tanaman yang kerdil. Keuntungan lain dari pemberian ZPT Harmonik adalah mempunyai kisaran pemberian dengan konsentrasi lebih besar, sehingga apabila pemberian berlebih tidak membahayakan tanaman, mudah terurai oleh alam, aman bagi manusia dan ramah lingkungan. Konsentrasi ZPT Harmonik yang dianjurkan untuk tanaman sayur-sayuran adalah 1-2 cc/liter air. Berdasarkan uraian tersebut, belum diketahui frekuensi pemberian ZPT Harmonik terhadap tanaman terung, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi antara jenis pupuk dan frekuensi pemberian ZPT terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung ungu.
METODOLOGI Penelitian di laksanakan di Kompleks perkantoran BPTP Bengkulu pada Februari-Juni 2013. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial 2 x 4 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah pupuk dengan 2 taraf yaitu pupuk tunggal (PT) dan pupuk majemuk (PM). Faktor kedua adalah frekuensi pemberian ZPT yang terdiri dari 4 taraf yaitu frekuensi 2 kali (F2), frekuensi 4 kali (F4), frekuensi 6 kali (F6) dan frekuensi 8 kali (F8). Terung yang digunakan adalah jenis Craigi dengan varietas Raos. Terung jenis Craigi adalah terung yang memiliki buah bulat panjang dengan ujung runcing dan berbentuk lurus atau bengkok berwarna ungu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2011). Penanaman dilakukan setelah bibit berumur 21 hari setelah semai dengan cara memindahkan bibit dari polybag kecil ke polybag yang sudah siap ditanami. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing sebanyak 400 kg/ha, 311 kg/ha dan 225 kg/ha. Pemupukan dilakukan sebanyak 4 kali yaitu sebelum tanam dengan dosis 0,70 gram Urea/polybag, SP-36 1,36 gram/polybag, dan KCl 0,4 g/polybag. Pemupukan kedua dilakukan pada 2, 5, dan 7 Minggu Setelah Tanam (MST) menggunakan pupuk Urea dan KCl dengan dosis masing-masing 0,35 gram/polybag dan 0,20 gram/polybag. Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk pada lubang di sekeliling tanaman. Pada perlakuan pupuk majemuk dilakukan dengan menggunakan pupuk NPK (15:15:15) yang diberikan sebanyak 5 gram/polybag setiap satu minggu sekali dengan cara dicor. Aplikasi ZPT pada frekuensi 2 kali dilakukan pada 40 Hari Setelah Tanam (HST) dan 50 HST. Pada frekuensi 4 kali diaplikasikan pada 22, 42, 62, dan 82 HST. Aplikasi pada frekuensi 6 kali dilakukan pada 14, 26, 39, 52, 65, dan 78 HST. Sedangkan pada frekuensi 8 kali diaplikasikan pada 12, 21, 31, 41, 51, 61, 71, dan 81 HST. Penyemprotan ZPT dilakukan pada pagi hari (pukul 08,0009.00) dengan menggunakan hand sprayer. Parameter yang diamati keragaan pertumbuhan tanaman, komponen hasil, dan analisis tanah sebelum aplikasi perlakuan. Keragaan pertumbuhan tanaman diamati setiap 10 hari sekali dengan mengukur tinggi tanaman dan menghitung jumlah daun. Komponen hasil diamati setiap kali panen dengan menghitung jumlah buah dan bobot buah. Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 5% (Gomes dan Gomes, 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Tanah Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan sebelum penelitian dilakukan, status unsur hara makro N tinggi, P sangat rendah dan K sangat tinggi, sedangkan unsur mikro K sangat tinggi, Ca rendah dan Mg tinggi. Hasil analisis tanah pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis tanah lokasi penelitian.
Parameter
Nilai*) 7,20 0.68 2,12 1,11 2,20 7,63
Kadar Air (%) N-total (%) P-Bray (ppm) K-dd (me/100 gr) Ca-dd (me/100g) Mg-dd (me/100g)
Keterangan**) Tinggi Sangat rendah Sangat Tinggi Rendah Tinggi
*) Hasil Analisis Laboratorium Tanah BPTP Bengkulu, 2013 **)Balai Penelitian Tanah, 2009
Kadar Nitrogen (N) dalam tanah penelitian masuk ke dalam kategori tinggi. Hal ini sangat menguntungkan karena dapat mengurangi dosis pupuk N yang harus diberikan. Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. N di dalam tanah berasal dari bahan organik, hasil pengikatan N dari udara oleh mikroba, pupuk, dan air hujan. Nitrogen yang dikandung tanah pada umumnya rendah, sehingga harus selalu ditambahkan dalam bentuk pupuk atau sumber lainnya pada setiap awal pertanaman (Hakim, et al., 1986). Kadar Fosfat (P) tanah termasuk dalam kategori sangat rendah sehingga kebutuhan tanaman akan unsur P harus di pasok melalui pupuk tambahan.Ketersediaan unsur fosfat sangat tergantung dari bentuk kehadiran fosfat tersebut. Sumber fosfat yang paling mudah dijumpai ialah P-Ca dan PMg, sedangkan di tanah asam terdapat P-Fe dan P-Al yang relatif lebih mantap. Sumber primer terpenting bagi P di dalam tanah ialah mineral apatit. Apatit dirombak relatif cepat oleh air yang mengandung CO2, sehingga kalsium dan fosfor di dalamnya menjadi larut (Mustafa, e t al., 2012). Kadar (Kalium) K dalam tanah termasuk kategori sangat tinggi sehingga diperlukan sedikit penambahan pupuk KCl sesuai dengan dosis. Ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri. Ketersediaan hara kalium di dalam tanah dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu kalium relatif tidak tersedia, kalium lambat tersedia, kalium sangat tersedia. dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium.
Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pengukuran tinggi tanaman mulai dilakukan pada 10 HST, dengan tujuan untuk mengetahui pertambahan tinggi tanaman pada masing-masing perlakuan. Hasil analisis statistik terhadap tinggi tanaman pada 10-60 HST pada Tabel 2. Tabel 2. Pertumbuhan tinggi tanaman terung 10-60 HST.
kali kali kali kali
10 13,79a 14,58a 13,63a 13,81a
20 26,17a 27,50a 24,67a 26,83a
Pengamatan (HST) 30 40 37,83a 49,83a 40,00a 50,17a 38,00a 50,50a 37,67a 49,17a
50 55,33a 56,17a 58,33a 55,83a
60 59,67a 61,50a 60,33a 59,17a
Pupuk tungggal Pupuk majemuk
14,29p 13,62p
27,48p 25,79p
37,50p 40,06p
54,86p 58,92p
58,60p 62,46p
Perlakuan Frekuensi Frekuensi Frekuensi Frekuensi
2 4 6 8
47,54p 53,16p
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji DMRT pada taraf 5%.
Hasil uji statistik terhadap tinggi tanaman pada 10-60 HST tidak menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan. Frekuensi pemberian ZPT sebanyak 4 kali menunjukkan tanaman tertinggi yaitu 61,50 cm, lebih tinggi dibandingkan frekuensi 2 kali (59,67 cm), frekuensi 6 kali (60,33 cm) dan frekuensi 8 kali (59,17 cm). Frekuensi pemberian ZPT sebanyak 2 kali cenderung meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, diduga bahwa pemberian ZPT tersebut telah dapat merangsang pertumbuhan tinggi tanaman. Hasil penelitian Jumini dan Marliah (2009), menunjukkan bahwa pemberian ZPT dengan konsentrasi 1 cc/liter air cenderung lebih baik dibandingkan perlakuan lain. Pemberian pupuk yang berbeda dan frekuensi pemberian ZPT tidak memberikan interaksi terhadap pertumbuhan tinggi tanaman (Gambar 1). Peningkatan tinggi tanaman cenderung terjadi pada masing-masing perlakuan dan semakin meningkat seiring dengan umur tanaman. Laju pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Lakitan (1995), faktor yang berpengaruh terhadap pemanjangan batang adalah suhu dan intensitas cahaya. Suhu yang optimum untuk pemanjangan batang tergantung jenis tanaman, sedangkan tanaman yang berada pada kondisi dengan intensitas cahaya rendah akan memacu pertumbuhan. Sehingga tanaman cenderung tinggi pada kondisi kekurangan cahaya matahari.
Tinggi tanaman (cm)
70 60 50
Frekuensi 2 kali
40
Frekuensi 4 kali
30
Frekuensi 6 kali
20
Frekuensi 8 kali
10 0 10
20
30
40
50
60
Hari setelah tanam
Gambar 1. Peningkatan tinggi setelah tanam
Pertumbuhan Daun Tanaman Hasil analisis statistik terhadap jumlah daun pada 10-60 HST menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan pengujian Duncan pada taraf 5%. Jumlah daun 10-60 HST pada Tabel 3. Tabel 2. Pertumbuhan jumlah daun tanaman terung pada 10-60 HST.
kali kali kali kali
10 5,67a 6,50a 6,17a 6,33a
20 7,67a 8,17a 8,17a 11,50b
Pengamatan (HST) 30 40 13,00a 18,17a 12,67a 18,17a 12,50a 19,33a 13,67a 21,33a
50 25,50a 23,00a 26,83a 26,33a
60 28,67a 26,00a 31,50a 27,67a
Pupuk tungggal Pupuk majemuk
6,04p 6,67p
8,25p 10,13p
11,96p 14,29p
20,58p 30,83p
25,50p 31,96p
Perlakuan Frekuensi Frekuensi Frekuensi Frekuensi
Keterangan
2 4 6 8
:
16,54p 22,42p
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji DMRT pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 5%, menunjukkan perbedaan nyata terhadap jumlah daun pada 20 HST dan tidak menunjukkan perbedaan nyata pada 10, 30, 40, 50 dan 60 HST. Pemberian ZPT pada beberapa frekuensi tidak mempengaruhi jumlah daun, peningkatan frekuensi pemberian ZPT tidak mempengaruhi jumlah daun pada tanaman terung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Onggo (2009) dimana penggunaan pupuk dan dosis pupuk tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap jumlah daun.Jumlah daun merupakan komponen yang dapat menunjukkan pertumbuhan tanaman. Faktor yang mempengaruhi pembentukan daun adalah genetik dan lingkungan. Kondisi lingkungan yang baik dapat mempercepat pembentukan daun. Grafik pertumbuhan jumlah daun pada Gambar 2. 35,00
Jumlah daun
30,00 25,00 20,00
Frekuensi 2 kali
15,00
Frekuensi 4 kali
10,00
Frekuensi 6 kali
5,00
Frekuensi 8 kali
0,00 10
20
30
40
50
60
Hari setelah tanam Gambar 2. Pertumbuhan jumlah daun pada frekuensi penggunaan ZPT.
Komponen Hasil Hasil pengujian statistik terhadap komponen hasil, hanya komponen jumlah buah/batang yang menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan bobot/buah dan bobot buah/batang tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil uji statistik terhadap komponen hasil pada Tabel 3. Tabel 3. Komponen hasil jumlah buah dan bobot buah/tanaman. Perlakuan Frekuensi Frekuensi Frekuensi Frekuensi
2 4 6 8
kali kali kali kali
Pupuk tungggal Pupuk majemuk
Jumlah buah/batang (buah) 12,00a 12,83a 10,33a 15,00b 12,17p 12,92p
68,50a 67,00a 76,50a 64,50a
Bobot buah/batang (gram) 789,50a 846,33a 751,17a 944,50a
73,15p 66,12p
790,10p 793,24p
Bobot/buah (gram)
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang tidak berbeda nyata menurut Duncan pada taraf 5%.
Jumlah buah menunjukkan perbedaan hasil pada frekuensi pemberian ZPT sebanyak 8 kali, sedangkan frekuensi pemberian sebanyak 4 kali dan 6 kali tidak menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap frekuensi pemberian 2 kali. Frekuensi pemberian ZPT sebanyak 8 kali menunjukkan jumlah buah/batang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Komponen bobot/buah dan bobot buah/batang tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pemberian ZPT tidak mempengaruhi bobot/buah dan bobot buah/batang. Penggunaan pupuk tunggal dan pupuk majemuk juga tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap komponen hasil. Hasil penelitian Onggo (2009), dimana penggunaan pupuk majemuk lengkap (formula pril maupun tablet) menunjukkan berat buah/plot dan jumlah buah/plot dibandingkan dengan pemberian campuran 3 pupuk tunggan (Urea, SP36 dan KCl). Selain itu, pemberian pupuk majemuk NPK (16:16:16) menghasilkan buah tomat paling baik tiap tanaman maupun tiap petak (Koswara, 2006). Hal ini diduga selain mengandung NPK juga mengandung hormon lain yaitu geberelin dan sitokinin. Tidak adanya perbedaan komponen hasil tanaman terung menunjukkan bahwa penggunaan pupuk tunggal maupuk pupuk majemuk tidak berpengaruh terhadap komponen hasil.
KESIMPULAN Frekuensi pemberian ZPT dan penggunaan pupuk tunggal maupun pupuk majemuk tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif serta komponen hasil tanaman terung ungu.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2004. Pertemuan tahunan ketiga : produksi terung tahan terhadap penyakit layu Fusarium dan layu Bakteri melalui teknik fusi protoplas. Warta Balitbio No.25 : 5-6. Ashari, S. 1995. Hortikultura aspek budidaya. UI Press. Jakarta. Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisa kimia tanah, tanaman, dan pupuk. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. BPS Indonesia. 2012. Produksi sayuran di Indonesia, 1997-2012. Badan Pusat Statistik Indonesia. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Produksi sayuran di Indonesia, 1997-2012. Direktorat Jenderal Hortikultura. Kementerian Pertanian. Gomes, K.A. dan Gomes, A.A. 2007. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian ( edisi revisi). UI Press. Jakarta. Hakim N., Y. Nyakpa, A.M.Lubis, S.G. Nugroho, A.Diha, G.B.Hong, dan Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal. Jumini dan A. Marliah. 2009. Pertumbuhan dan hasil tanaman terung akibat pemberian pupuk daun Gandasil dan zatpengatur tumbuh Harmonik. Jurnal Floraltek 4 : 73-80. Koswara, E. 2006. Teknik percobaan beberapa jenis pupuk majemuk NPK pada tanaman tomat. Buletin Teknik Pertanian Volume 11 No.1 : 41-43. Lakitan, B. 1995. Hortikultura teori, budidaya, dan pasca panen. RajaGrafindo Persada. 219 hal. Lingga, P. 1994. Petunjuk penggunaan pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. 152 hal.Petunjuk Teknis Budidaya Aneka Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. Mustafa, M., A.Ahmad, M. Ansar, dan M.Syafiuddin. 2012. Modul pembelajaran dasar-dasar ilmu tanah. Universitas Hasanudin. Makasar. 169 hal. Onggo, T.M. 2009. Pertumbuhan dan hasil tanaman tomat pada aplikasi berbagai formula dan dosis pupuk majemuk lengkap. Rubatzky, V.C. dan M.Yamaguchi. 1999. Sayuran dunia 3, prinsip, produksi dan gizi. Penerjemah Catur Herison. ITB Bandung. 320 hal. Samadi, B. 2001. Budi daya terung hibrida. Kanisius. Yogyakarta. 67 hal.