ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 161-168
161 ISSN 1412-1468
PENGARUH PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT LAHAN RAWA TERHADAP ASPEK PEMERATAAN PENDAPATAN DI KALIMANTAN SELATAN (The Influence of Oil Palm Development in Peatlands to Equitable Distribution of Income Aspects in South Kalimantan) Inda Ilma Ifada Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjary Jl.Adhyaksa no.2 Kayu Tangi Banjarmasin
ABSTRACT Oil Palm Prices are very good international market so that the business of oil Palm has been known to be very profitable but unclear effect of the development of Oil Palm Peatlands to income distribution aspects. Research objectives were to identify the influence of Oil Palm development in Peatlands to income distributions and the formulation of appropriate policies in south kalimantan with Social Accounting Matrix (SAM) table with mixed multiplier analysis. Aspects of the distribution of income is closely related to income distribution is still uneven note or gaps between each household is still far away. However, based on the processing of data, although the distribution is still uneven note but the gap is slightly smaller of pricing policies on the imposition of PPN tax rules for primary products on the domestic commodity coal is increased by 2% and PPN tax rules for primary products on the domestic commodity coconut oil decreased of 2% compared to two other policies. Therefore should the growth in the region followed by the construction of equity should pay attention to aspects of both rural and urban. Keywords: Oil Palm, Equitable distribution of income, SAM
PENDAHULUAN Hampir setengah juta hektar lahan rawa dibuka pada tahun 1970-an di Indonesia yang dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan. Dalam sepuluh tahun terakhir ini pemanfaatan lahan rawa untuk perkebunan meningkat pesat, khususnya kelapa sawit.Luas lahan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1997 mencapai 2,9 juta hektar, tahun 2007 menjadi 5,5 juta hektar dan tahun 2009 mencapai 7,2 juta hektar dengan produksi 19,7 juta ton minyak sawit di atas Malaysia yang mempunyai tingkat produksi 17,8 juta ton minyak sawit. Indonesia menguasai 43% dan bersama dengan Malaysia menguasai 86% pangsa pasar minyak sawit (CPO) dunia. Lahan
rawa di Indonesia yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit ditaksir 1,5 juta hektar (Noor, 2010:7). Daerah yang menjanjikan perkembangan pesat dimasa yang akan datang yaitu pulau Kalimantan dan papua, walaupun masih tergantung dari pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Potensi perkebunan kelapa sawit di lahan rawa dan pasang surut di Kalimantan Selatan (Kalsel) mencapai 600 ribu hektare. Dari 600 ribu hektare tersebut baru 200 ribu hektare yang dicadangkan untuk perkebunan kelapa sawit dan sisanya diharapakan dimanfaatkan untuk pertanian. (Zulka, 2009:2). Sejumlah investor telah mengajukan izin untuk menggarap lahan rawa disejumlah daerah
162 ISSN 1412-1468
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 161-168
kabupaten di Kalimantan Selatan guna pengembangan kelapa sawit, bahkan diantaranya sudah ada yang melakukan penggarapan lahan. Harga kelapa sawit di pasaran internasional yang sangat baik dan adanya program revitalisasi perkebunan dari Departemen Pertanian mendorong perkembangan investasi di sektor perkebunan yang semakin pesat (Fauzi, 2010:3). Usaha perkebunan kelapa sawit diketahui selama ini sangat menguntungkan akan tetapi belum diketahui dengan jelas pengaruh dari pengembangan kelapa sawit di lahan rawa tersebut terhadap aspek pemerataan pendapatan. Maksudnya adalah bagaimana pengaruh pengembangan kelapa sawit lahan rawa tersebut terhadap distribusi pendapatan dan kesejahteraan petani. Didasarkan permasalahan tersebut maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi pengaruh pengembangan kelapa sawit di lahan rawa terhadap distribusi pendapatan dan rumusan kebijakan yang tepat di Kalimantan Selatan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kalimantan Selatan. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Agustus 2012. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dari responden dengan kuesioner dan data sekunder diperoleh dari BPS Provinsi Kalimantan Selatan, BPS Kabupaten Tapin dan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling berdasarkan data dari dinas perkebunan Kalsel diperoleh data perkebunan besar/swasta komoditas kelapa sawit di lahan rawa di Kalimantan Selatan ada 4 kabupaten yang terdapat perkebunan kelapa sawit. Dari 4 kabupaten tersebut yang terdapat tanaman menghasilkan hanya pada Kabupaten Tapin sehingga Kabupaten Tapin dijadikan sebagai
daerah yang paling representative untuk pengambilan sample dalam penelitian ini. Pengambilan sample di Kabupaten Tapin dibuat 6 golongan lapisan masyarakat yang terdiri buruh tani, pengusaha, golongan rendah di pedesaan, golongan atas di pedesaan, golongan rendah di perkotaan dan golongan atas di perkotaan. Sample diambil di wilayah Kabupaten Tapin tepatnya disekitar wilayah perkebunan PT. Kharisma Alam Persada yang terletak di Kecamatan Candi Laras utara dan Kecamatan Candi Laras Selatan dengan desa mencakup Marampiau Hulu, Marampiau Hilir, Baringin A, Baringin B dan Margasari Hilir. Metode stratified proportional random sampling digunakan untuk pengambilan sample berdasarkan jumlah masing-masing 6 golongan rumah tangga. Untuk rumah tangga buruh tani diambil sample sebanyak 11 rumah tangga, rumah tangga pengusaha pertanian sebanyak 12 rumah tangga, rumah tangga golongan rendah di pedesaan sebanyak 8 rumah tangga dan rumah tangga golongan atas di pedesaan sebanyak 3 rumah tangga. Sedangkan untuk rumah tangga perkotaan golongan rendah sebanyak 48 rumah tangga dan golongan atas sebanyak 38 rumah tangga. Analisis data menggunakan tabel SAM lahan rawa Indonesia tahun 2008 dari penelitian Tuti Heiriyani (2008). Selanjutnya tabel SAM tersebut diperbaharui dengan data terbaru dengan menggunakan metode RAS hingga terbentuk tabel SAM Kalimantan Selatan Tahun 2009. Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan analisis multiplier berdasarkan Sosial Accounting Matrix (SAM) dengan menggunakan mixed multiplier SAM. Kemudian dilakukan analisis mixed multiplier dengan menggunakan rumus : (Fatah, 2007: 15) Mixed Multiplier = MM MM =
é I 1 - C nc ê -R ë
O1 ù - I 2 úû
-1
é I1 êO ë 2
ù - ( I 2 - C c ) úû Q
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 161-168
Dimana : I1 = matriks identitas I2 = matriks identitas O1 = matriks nol O2 = matriks nol Cnc = kecondongan pengeluaran marginal diantara faktor-faktor, institusi dan sektor-sektor dengan supply yang tidak dibatasi. Q = kecondongan pengeluaran marginal sektor-sektor dengan supply yang dibatasi pada faktor-faktor, institusi dan sektor-sektor dengan supply yang tidak dibatasi R = kecondongan pengeluaran marginal faktor-faktor, institusi dan sektorsektor dengan supply yang tidak dibatasi pada sektor-sektor dengan supply yang dibatasi. Cc = kecondongan pengeluaran marginal diantara sektor-sektor dengan supply yang dibatasi. Kemudian setelah didapat matriks mixed multiplier, untuk mengetahui pengaruh pengembangan kelapa sawit lahan rawa tersebut terhadap distribusi pendapatan dan kesejahteraan petani maka dilakukan simulasi kebijakan. Simulasi kebijakan dilakukan pada beberapa komponen yang terdapat dalam neraca lainnya atau neraca eksogenus. HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek pemerataan tersebut erat kaitannya dengan distribusi pendapatan. Pembagian pendapatan yang secara merata bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Kemiskinan yang terjadi pada sebagian kelompok masyarakat dalam suatu wilayah adalah merupakan dampak dari pembagian pendapatan yang tidak merata karena adanya alokasi sumber daya ekonomi yang tidak merata dan kebijakan pemerintah yang dalam
163 ISSN 1412-1468
pelaksanaannya sering kali tidak menguntungkan masyarakat kecil. Untuk melihat pengaruh kelapa sawit tersebut terlebih dahulu dilihat efek multiplier pada sektor produksi terhadap pendapatan tenaga kerja dan modal berdasarkan analisis mixed multiplier . Nilai multiplier berarti bahwa pada sektor produksi kelapa sawit adalah jika pada sektor produksi kelapa sawit tersebut diberikan tambahan sebesar satu unit maka akan menghasilkan tambahan 0,6302 unit pendapatan tenaga kerja. Begitu juga pada sektor produksi pertanian tanaman pangan,peternakan,perikanan dan industri makanan, arti dari nilai multiplier sebesar 0,3467 adalah jika pada sektor produksi tersebut diberikan tambahan sebesar satu unit maka akan menghasilkan tambahan 0,3467 unit pendapatan tenaga kerja. Nilai efek penggandaan terbesar diperoleh tenaga kerja jika ada kebijakan pada sektor produksi kelapa sawit. Hal itu dikarenakan selama penelitian dilaksanakan dengan adanya pengembangan kelapa sawit tersebut maka akan menyerap tenaga kerja yang banyak dan mengurangi pengangguran. Tenaga kerja yang diserap selama kegiatan berlangsung sebanya 4.310 tenaga kerja dengan 4.187 tenaga kerja buruh harian lepas dan 123 tenaga kerja pabrik kelapa sawit. Jika pihak pemerintah memfokuskan untuk meningkatkan pendapatan tenaga kerja maka hendaknya pemerintah melakukan penggandaan atau penambahan pada sektor produksi kelapa sawit. Hal itu mengindikasikan bahwa kelapa sawit merupakan komoditas penting yang dapat meningkatkan pendapatan tenaga kerja. Analisis multiplier pada 6 kategori sektor produksi menunjukkan bahwa kelapa sawit lebih dominan pengaruhnya terhadap pendapatan tenaga kerja, tetapi kurang dominan pengaruhnya terhadap pendapatan modal. Kelapa sawit selain termasuk kedalam sektor
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 161-168
produksi juga terdapat didalam komoditas domestik. Angka multiplier dapat mengindikasikan adanya pengaruh komoditas domestik terhadap tenaga kerja dan modal. Pada tenaga kerja tersebut nilai multiplier terbesar terdapat pada komoditas domestik lembaga keuangan, real estate, pemerintah, jasa sosial dan kebudayaan, jasa hiburan sebesar 0,5021. Artinya pada komoditas domestik lembaga keuangan, real estate, pemerintah, jasa sosial dan kebudayaan, jasa hiburan sebesar 0,5021 adalah jika pada komoditas domestik tersebut diberikan tambahan sebesar satu unit maka akan menghasilkan tambahan 0,5021 unit pendapatan tenaga kerja. Pengaruh komoditas domestik terhadap pendapatan modal berdasarkan analisis mixed multiplier diketahui yang memiliki nilai multiplier terbesar adalah pertambangan, industri pengolahan kecuali makanan, listrik, gas dan air bersih. Hal itu mengindikasikan bahwa kelapa sawit baik di sektor produksi maupun komoditas domestik kurang dominan terhadap pendapatan modal. Hal itu dikarenakan tanaman menghasilkan kelapa sawit masih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan tanaman belum menghasilkan. Faktanya dari nilai multiplier tersebut terlihat bahwa sebaiknya lebih diarahkan pada pengembangan kelapa sawit di sektor produksi. Nilai terbesar distribusi pendapatan dari kelapa sawit terhadap tenaga kerja pada sektor produksi yang paling banyak menerimanya adalah tenaga kerja pertanian penerima upah dan gaji. Sedangkan pada komoditas domestik yang paling banyak memperoleh adalah tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa bukan penerima upah dan gaji. Dari data tersebut diketahui bahwa distribusi pendapatan sektor produksi kelapa sawit terhadap tenaga kerja sudah merata karena efek penggandaan terbesar itu diterima oleh tenaga kerja penerima upah dan gaji dimana tenaga kerja tersebut adalah buruh atau karyawan sedangkan tenaga kerja
164 ISSN 1412-1468
bukan penerima upah dan gaji memiliki nilai efek penggandaan yang lebih kecil itu sudah sesuai karena mereka yang tergolong tenaga kerja tersebut adalah orang yang bekerja sendiri atau yang memperoleh keuntungan usaha. Pada komoditas domestik distribusi pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja cukup merata. Jadi dalam hal ini keuntungan yang dperoleh tenaga kerja penerima upah dan gaji akan semakin besar atau upah atau gaji yang diterima oleh buruh atau karyawan akan semakin besar sedangkan tenaga kerja bukan penerima upah dan gaji akan semakin kecil . Pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja lebih banyak mengalir ke institusi yaitu rumah tangga. Sumber pendapatan itu berasal dari nilai komoditas yang dihasilkan sektor produksi dimana salah satunya adalah kelapa sawit. Sumber pendapatan lainnya yaitu dari penggunaan faktor produksi yang dimiliki oleh institusi dalam hal ini rumah tangga. Distribusi pendapatan yang diberikan sektor produksi kelapa sawit terhadap rumah tangga masih belum merata karena golongan atas lebih banyak memperoleh efek penggandaan yang besar dibandingkan dengan golongan rendah, walaupun pada tabel diatas rumah tangga buruh tani memiliki efek penggandaan yang lebih besar dibandingkan rumah tangga pengusaha pertanian. Akan tetapi selisih nilai efek penggandaan antara nilai terbesar yang diperoleh golongan atas dengan nilai rumah tangga buruh tani dan golongan rendah sangat berbeda jauh. Distribusi pendapatan pada komoditas domestik kelapa sawit lebih banyak menguntungkan rumah tangga golongan atas. Artinya pendapatan yang diperoleh rumah tangga tersebut akan semakin besar dan kesenjangan antara rumah tangga golongan atas dengan rumah tangga golongan rendah dan buruh tani akan semakin besar. Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa budidaya kelapa sawit di lahan rawa berdasarkan analisis multiplier akan
165 ISSN 1412-1468
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 161-168
mendapatkan keuntungan lebih pada rumah tangga golongan atas pedesaan jika kebijakan yang diberikan pada sektor produksi. Di sisi lain, jika kebijakan diarahkan untuk komoditas domestik maka yang menerima manfaat paling banyak adalah rumah tangga golongan atas perkotaan. Untuk perusahaan juga menerima manfaat dengan adanya kebijakan pada sektor produksi atau komoditas domestik. Untuk mengidentifikasi dampak ekonomi pengembangan kelapa sawit di lahan rawa khususnya dalam distribusi pendapatan yaitu dengan membandingkan nilai PDRB SAM Tabel 1.
2009 dengan nilai PDRB setelah simulasi kebijakan. Fokus perhatian untuk distribusi pendapatan ini adalah total nilai rumah tangga dimana pada tabel SAM ada terdapat enam kategori rumah tangga. Simulasi kebijakan yang pertama yaitu adanya subsidi pupuk pada sektor produksi kelapa sawit sebesar 5%. Untuk melihat perubahan distribusi pendapatan rumah tangga pada Tabel SAM Kalimantantan Selatan Tahun 2009 dan Tabel SAM Kalimantan Selatan setelah adanya kebijakan subsidi pupuk dapat diperhatikan pada Tabel 1.
Data perbandingan distribusi pendapatan pada tabel SAM Kalimantan Selatan Tahun 2009 dengan data distribusi pendapatan pada tabel SAM Kalimantan Selatan setelah adanya kebijakan subsidi pupuk pada sektor produksi kelapa sawit sebesar 5%
Rumah Tangga
Pertanian Distribusi Pendapatan Pedesaan
Perkotaan
Buruh Tani Pengusaha Golongan Rendah Golongan Atas Golongan Rendah Golongan Atas
Total Nilai Pada Tabel SAM Kalsel 2009 (Juta Rupiah)
Total Nilai Pada Tabel SAM Kalsel setelah adanya kebijakan (Juta Rupiah)
Perubahan (Juta Rupiah)
Persentase Perubahan (%)
3.292.955,28
22.392,10
0,68
3.315.347,38
2.157.535,19
6.688,36
0,31
2.164.223,55
3.482.962,58
11.842,07
0,34
3.494.804,65
13.838.348,08
228.332,74
1,65
14.066.680,82
4.972.377,10
11.436,47
0,23
4.983.813,57
11.337.012,69
91.829,80
0,81
11.428.842,49
Sumber : Pengolahan Data (2012) Nilai distribusi pendapatan terbesar pada tabel SAM Kalimantan Selatan terdapat pada rumah tangga golongan pedesaan sebesar Rp 14.066.680.820.000,00. Sedangkan pada tabel SAM Kalimantan Selatan setelah adanya kebijakan subsidi pupuk nilai distribusi pendapatan terbesar terdapat pada rumah tangga golongan atas pedesaan. Nilainya mengalami peningkatan sebesar Rp 228.332.740.000,00 atau 1,65% . Adanya
peningkatan nilai pendapatan masing-masing rumah tangga akan tetapi dari segi pemerataan nilai distribusi pendapatan pada enam kategori rumah tangga jika dilaksanakan kebijakan subsidi pupuk diketahui masih belum merata. Rumah tangga golongan atas di pedesaan dan perkotaan akan semakin besar peningkatan pendapatannya dibandingkan dengan rumah tangga golongan rendah pedesaan dan perkotaan serta rumah tangga pertanian yang
166 ISSN 1412-1468
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 161-168
bekerja sebagai buruh atau karyawan dan kesenjangan antara rumah tangga akan semakin besar. Artinya kebijakan itu bukanlah kebijakan yang tepat. Hal itu dikarenakan pada penelitian ini perkebunan kelapa sawit dijalankan oleh pihak swasta saja dan tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam perkebunan tersebut sebagai petani plasma kelapa sawit sehingga pendapatan dari adanya kebijakan tersebut lebih banyak dinikmati oleh golongan atas.
Tabel 2.
Simulasi kebijakan yang kedua yaitu tambahan modal untuk meningkatkan produksi kelapa sawit sebesar 10% pada sektor produksi kelapa sawit. Perbandingan nilai distribusi pendapatan pada tabel SAM Kalimantan Selatan Tahun 2009 dengan nilai distribusi pendapatan pada tabel SAM Kalimantan Selatan setelah adanya kebijakan tambahan modal pada sektor produksi kelapa sawit sebesar 10% yang datanya dapat dilihat pada Tabel 2.
Data perbandingan distribusi pendapatan pada tabel SAM Kalimantan Selatan Tahun 2009 dengan data distribusi pendapatan pada tabel SAM Kalimantan Selatan setelah adanya tambahan modal pada sektor produksi kelapa sawit sebesar 10%.
Rumah Tangga
Buruh Tani Pengusaha Distribusi Golongan Pendapatan Rendah Pedesaan Golongan Atas Golongan Rendah Perkotaan Golongan Atas Sumber : Pengolahan Data (2012) Pertanian
Total Nilai Pada Tabel SAM Kalsel 2009 (Juta Rupiah) 3.292.955,28 2.157.535,19
44.588,28 13.379,31
1,35 0,62
Total Nilai Pada Tabel SAM Kalsel setelah adanya kebijakan (Juta Rupiah) 3.337.543,56 2.170.914,50
3.482.962,58
23.337,67
0,67
3.506.300,25
13.838.348,08
457.164,10
3,30
14.295.512,18
4.972.377,10
23.101,02
0,46
4.995.478,12
11.337.012,69
184.440,48
1,63
11.521.453,17
Distribusi pendapatan terbesar pada tabel SAM Kalimantan Selatan terdapat pada rumah tangga golongan atas pedesaan sebesar Rp 13.838.348.080.000,00. Sedangkan pada tabel SAM Kalimantan Selatan setelah adanya kebijakan tambahan modal sebesar 10% nilai distribusi pendapatan terbesar terdapat pada rumah tangga golongan atas pedesaan sebesar Rp 14.295.512.180.000,00 atau meningkat sebesar 3,30% dari sebelum adanya kebijakan. Selain itu terlihat bahwa juga terjadi peningkatan nilai pendapatan pada masing-
Perubahan (Juta Rupiah)
Persentase Perubahan (%)
masing rumah tangga. Akan tetapi berdasarkan perhitungan tersebut diketahui jika dilaksanakan kebijakan tambahan modal sebesar 10% pada sektor produksi kelapa sawit, distribusi pendapatan pada enam kategori rumah tangga belum merata atau kesenjangan antara masing-masing rumah tangga akan semakin besar. Artinya kebijakan itu bukanlah kebijakan yang tepat. Simulasi kebijakan yang terakhir yaitu adanya pengenaan aturan perpajakan PPn atas produk primer pada komoditas domestik batu
167 ISSN 1412-1468
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 161-168
bara peningkatan sebesar 2% dan pengenaan aturan perpajakan yaitu pengurangan PPn atas produk primer pajak sebesar 2% pada komoditas domestik kelapa sawit. Perbandingan nilai distribusi pendapatan pada Tabel 3.
tabel SAM Kalimantan Selatan Tahun 2009 dengan nilai distribusi pendapatan pada tabel SAM Kalimantan Selatan setelah adanya kebijakan. Untuk lebih jelasnya data dapat dilihat pada Tabel 3.
Data perbandingan distribusi pendapatan pada tabel SAM Kalimantan Selatan Tahun 2009 dengan data distribusi pendapatan pada tabel SAM Kalimantan Selatan setelah pengenaan aturan perpajakan PPn atas produk primer pada komoditas domestik batu bara peningkatan sebesar 2% dan pengenaan aturan perpajakan yaitu pengurangan PPn atas produk primer pajak sebesar 2% pada komoditas domestik kelapa sawit.
Rumah Tangga
Buruh Tani Pengusaha Distribusi Golongan Pendapatan Rendah Pedesaan Golongan Atas Golongan Rendah Perkotaan Golongan Atas Sumber : Pengolahan Data (2012) Pertanian
Total Nilai Pada Tabel SAM Kalsel 2009 (Juta Rupiah) 3.292.955,28 2.157.535,19
Perubahan (Juta Rupiah)
Persentase Perubahan (%)
2.436,94 1.216,40
0,07 0,06
Total Nilai Pada Tabel SAM Kalsel setelah adanya kebijakan (Juta Rupiah) 3.295.392,22 2.158.751,59
3.482.962,58
3.324,79
0,10
3.486.287,37
13.838.348,08
58.861,30
0,43
13.897.209,38
4.972.377,10
8.875,92
0,18
4.981.253,02
11.337.012,69
40.459,67
0,36
11.377.472,36
Nilai distribusi pendapatan terbesar pada tabel SAM Kalimantan Selatan terdapat pada rumah tangga golongan pedesaan sebesar Rp 13.838.348.080.000,00. Sedangkan pada tabel SAM Kalimantan Selatan setelah adanya kebijakan nilai distribusi pendapatan terbesar terdapat pada rumah tangga golongan atas pedesaan sebesar Rp 13.897.209.380.000,00. Nilainya mengalami peningkatan sebesar 0,43% atau Rp 58.861.300.000,00 . Peningkatan pendapatan terjadi pada masing-masing rumah tangga akibat diterapkannya kebijakan tersebut. Akan tetapi dari analisis yang dilakukan diketahui bahwa nilai distribusi pendapatan pada enam kategori rumah tangga masih belum merata. Jika diterapkan kebijakan tersebut maka
kesenjangan antara rumah tangga golongan atas dengan rumah tangga lainnya yang bekerja sebagai buruh dan karyawan akan semakin besar Artinya kebijakan itu bukanlah kebijakan yang tepat. Hal itu dikarenakan dengan adanya pengurangan pajak sebesar 2% pada komoditas domestik kelapa sawit dan pengenaan peningkatan pajak sebesar 2% pada komoditi domestik batu bara akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan wilayah yang diindikasikan dengan meningkatnya nilai PDRB sehingga dengan meningkatnya PDRB maka pemerintah juga akan meningkatkan pembangunan dan investor akan berdatangan dan membuka lapangan kerja. Akan tetapi jika tidak ada peningkatan kualitas SDM masyarakat maka yang memiliki keahlian atau
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 161-168
pendidikan tinggi akan menjadi yang terdepan sedangkan mereka yang pendidikannya rendah akan tergeser dan mungkin pendapatan mereka yang dulu tinggi akan menurun. Pelaksanaan simulasi kebijakan tersebut diketahui bahwa distribusi pendapatan masih belum merata atau kesenjangan antara masingmasing rumah tangga masih jauh. Akan tetapi berdasarkan pengolahan data, walaupun distribusinya masih belum merata tetapi kesenjangan sedikit lebih kecil pada kebijakan pengurangan pajak sebesar 2% pada komoditas domestik kelapa sawit dan pengenaan peningkatan pajak sebesar 2% pada komoditi domestik batu bara dibandingkan kebijakan subsidi pupuk 5% dan tambahan modal 10%. Oleh karena itu hendaknya terjadinya pertumbuhan wilayah diikuti dengan adanya pembangunan harus memperhatikan aspek pemeratan baik di pedesaan maupun perkotaan. KESIMPULAN Aspek pemerataan pendapatan yang erat kaitannya dengan distribusi pendapatan diketahui masih belum merata atau kesenjangan antara masing-masing rumah tangga masih jauh. Akan tetapi berdasarkan pengolahan data, walaupun distribusinya masih belum merata tetapi kesenjangan sedikit lebih kecil pada kebijakan pengurangan pajak sebesar 2% pada komoditas domestik kelapa sawit dan pengenaan peningkatan pajak sebesar 2% pada komoditi domestik batu bara dibandingkan dua kebijakan lainnya. Oleh karena itu hendaknya, terjadinya pertumbuhan wilayah yang diikuti
168 ISSN 1412-1468
dengan adanya pembangunan harus memperhatikan aspek pemeratan baik di pedesaan maupun perkotaan. DAFTAR PUSTAKA Heiriyani, Tuti. 2008. Kerjasama SEARCA dengan Poverty Alleviation Through Oil Palm Development in Swampland Area. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Kalimantan Selatan Fatah, Luthfi. 2007. The Impacts Of Coal Mining On The Economy And Environment Of South Kalimantan Province. EEPSEA. Kanada Fauzi, Yan, Yustina Erna Widyastuti, Iman Satyawibawa dan Rudi Hartono. 2002. Kelapa Sawit Edisi Revisi Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Bogor Noor, Muhammad. 2010. Lahan Gambut Pengembangan, Konservasi dan Perubahan Iklim. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Zulka, Arvino. 2009. Potensi Sawit Rawa Di Kalsel 600.000 Hektare. http://www.koran-jakarta.com/beritadetail-terkini.php?id=18128. Diakses 23 Desember