PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 2 Ciamis Tahun Pelajaran 2013/2014) Nenah Maemanah e-mail:
[email protected] Pembimbing 1 : Dr. Hj. Nani Ratnaningsih, Dra., M.Pd. Pembimbing 2 : Hj. Ipah Muzdalipah, Dra., M.Pd. Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan Model Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi lingkaran dan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika.. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen, dengan populasi penelitiannya adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Ciamis. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, terpilih kelas VIII-E dengan jumlah peserta didik 30 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-C dengan jumlah peserta didik 30 orang sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan angket kemandirian belajar. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan menyebarkan angket. Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh positif penerapan Model Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Kemandirian belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika tergolong kategori tinggi. Kata Kunci : Model Problem Based Learning (PBL), Masalah, Kemandirian Belajar Peserta Didik
Kemampuan Pemecahan
ABSTRACT The reasearch purphose to determine the effect of application of Model Problem Based Learning (PBL) the ability mathematical problem solving of student in a circle and materials to determine self regulated learning of mathematics. The methods used in this study is quasi experimental methods to study population for all learners class VIII junior high school 2 Ciamis. Two classes taken at random as example, class VIII-E the number of elected class 30 students as a class experiment and class VIII-C the number of elected class 30 student as a class control. The instrument used in the form of test mathematical problem solving ability and questionnaire self regulated learning. Data collection techniques in the form of test mathematical problem solving and distributing questionnaires. Data analysis techniques using two different test average. Result of
1
research and analysis of data shows the positive influence to Problem Based Learning (PBL) the mathematical problem solving ability of students. Self regulated learning of student in mathematic learning of participant is high. Keywords: Problem Based Learning (PBL), problem solving ability, self regulated learning PENDAHULUAN
Matematika adalah sarana yang biasa digunakan manusia untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata. Pada saat belajar matematika, peserta didik tidak terlepas dari mempelajari permasalahan-permasalahan dunia nyata yang harus dipecahkan dengan ilmu matematika, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kemampuan yang dianggap penting di semua tingkatan sekolah. Hal ini karena kemampuan pemecahan masalah matematik merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika dan menjadi salah satu Standar Kompetensi Lulusan peserta didik, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.22 BSNP Tahun 2006 (Wardhani, Sri, 2008:2) yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan maslah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyususn bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan suatu masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematik, sangat memprihatinkan jika kita melihat kenyataan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik masih belum dikembangkan secara optimal atau bahkan jarang dilatih. Selain itu, pembelajaran matematik masih cenderung berorientasi pada target penguasaan materi sehingga peserta didik hanya akan berhasil dalam mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam memecahkan persoalan jangka panjang. Kemampuan
2
pemecahan masalah matematik seharusnya menjadi perhatian utama, sesuai dengan pendapat Ibrahim (2008:90) yang mengemukakan, kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan yang perlu dijadikan perhatian utama dan urgen untuk ditingkatkan pada diri peserta didik karena selain merupakan tujuan pembelajaran matematika, tetapi juga sebagai jantungnya matematika serta merupakan alat utama untuk melakukannya. Dari fakta di atas maka proses pembelajaran seharusnya peserta didik diarahkan untuk mengembangkan dan membangun karakter serta potensi yang dimiliki, dengan kata lain pembelajaran harus diarahkan untuk membentuk manusia yang cerdas, kreatif, inovatif, mandiri dan juga memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan. Menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut, hendaknya ada inovasi baru yang bisa dilakukan dalam pelaksanaan pengajaran matematika. Model Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang melibatkan keaktifan peserta didik dalam memecahkan suatu masalah, menciptakan lingkungan alamiah, dan menuntut peserta didik untuk mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya mengetahuinya sehingga peserta didik akan belajar lebih bermakna dan membekalinya dalam memecahkan persoalan dunia nyata dalam jangka panjang. Manfaat dari Model Problem Based Learning (PBL) menurut Amir, Taufiq (2013:27) “peserta didik akan mengingat kecakapan pemecahan masalah, lebih mudah mengingat, meningkatkan pemahaman, meningkatkan pengetahuan yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, dan memotivasi pemelajar.” Menurut pendapat tersebut, dapat dilihat bahwa Model Problem Based Learning (PBL) mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Selain itu, dengan Model Problem Based Learning (PBL) peserta didik akan terbiasa dihadapkan dengan permasalahan yang harus dipecahkan dengan menghubungkan antara konsep yang telah dipelajari dengan kehidupan nyata. Peserta didik juga akan mampu menyelesaikan soal-soal tidak rutin dan peserta didik akan lebih mampu mengingat lebih baik karena mereka mendapatkan konsep dengan memahami suatu masalah bukan dengan menghafal.
3
Selain kemampuan pemecahan masalah matematik, peserta didik harus lebih meningkatkan kemandirian belajarnya, karena kemandirian belajar merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh positif penerapan Model Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik, serta untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen karena dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penerapan Model Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Selain itu juga untuk melihat bagaimana kemandirian belajar peserta didik terhadap pembelajaran matematika. Populasi penelitiannya adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Ciamis tahun pelajaran 2013/2014. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, terpilih kelas VIII-E dengan jumlah peserta didik 30 orang sebagai kelas eksperimen dengan menerapkan Model Problem Based Learning (PBL) dan kelas VIII-C dengan jumlah peserta didik 30 orang sebagai kelas kontrol dengan menerapkan model pembelajaran langsung. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan angket kemandirian belajar yang diberikan diakhir setelah semua proses pembelajaran selesai. Soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara yang pembelajarannya dengan menerapkan dengan menerapkan Model Problem Based Learning (PBL) dan dengan yang menerapka model pembelajaran langsung yaitu sebanyak 4 soal. Angket kemandirian belajar digunakan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik terhadap pembelajaran matematika di kelas eksperimen yaitu sebanyak 30 pernyataan.
4
Teknik analisis data yang digunakan yaitu statistika deskriptif, uji persyaratan analisis, dan uji hipotesis. Untuk uji hipotesis menggunakan uji perbedaan rata-rata dengan uji-t.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan skor akhir tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik di kelas eksperimen maka diperoleh masalah
rata-rata skor kemampuan pemecahan
matematik peserta didik di kelas eksperimen sebesar 30,83 dengan skor
maksimal idealnya 40. Skor terbesar yang diperoleh peserta didik adalah 40 sedangkan skor tekecilnya adalah 18. Selain itu, nilai tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dikaitkan dengan pencapaian KKM yaitu 80 atau setara dengan skor 32. Setelah di hitung dan dianalisis maka diperoleh 46,67% nilai peserta didik di kelas eksperimen yang mencapai KKM yaitu sebanyak 14 orang dari jumlah peserta didik 30 orang. Dari data tersebut juga diperoleh paling banyak peserta didik yang nilainya berada pada kategori baik dengan interval nilai antara 75-90 dengan prosentase sebesar 43,33% yaitu sebanyak 13 orang. Berdasarkan skor akhir tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik di kelas kontrol maka diperoleh rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik di kelas kontrol sebesar 26,67 dengan skor maksimal idealnya 40. Skor terbesarnya adalah 36 dan skor tekecilnya adalah 15. Selain itu, nilai tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dikaitkan dengan pencapaian KKM yaitu 80 atau setara dengan skor 32. Setelah di hitung dan dianalisis maka diperoleh 30% nilai peserta didik di kelas kontrol yang mencapai KKM yaitu sebanyak 9 orang dari jumlah peserta didik 30 orang. Dari data tersebut juga diperoleh paling banyak peserta didik yang nilainya berada pada kategori baik dengan interval nilai antara 75-90 dengan prosentase sebesar 33,33% yaitu sebanyak 10 orang. Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dengan menerapkan Model Problem Based Learning (PBL) sebesar 30,83 lebih besar dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menerapkan model pembelajaran langsung sebesar 26,67. Selain itu, bisa dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dengan menerapkan Model Problem Based Learning (PBL)
5
lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menerapkan model pembelajaran langsung. Untuk melihat apakah perbedaannya signifikan atau tidak dilanjutkan dengan uji statistik menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu uji-t. Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dan pengujian hipotesis. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen menghasilkan nilai chi kuadrat yaitu 3,01. Dengan taraf nyata
2 2 diperoleh hitung = 3,01 < daftar = 11,3 sampel berasal
dari populasi berdistribusi normal. Uji normalitas pada kelas kontol menghasilkan nilai chikuadrat 1,7. Dengan
2 2 diperoleh hitung = 1,7 < daftar = 11,3 maka
sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji homogenitas varians diperoleh Fhitung=1,13. Dengan db1 = 29, db2 = 29, dan taraf nyata
diperoleh Fhitung = 1,33
< F0,01(29/29) = 2,42 sehingga kedua varians homogen. Uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu diperoleh
t hitung 2,74 . Ternyata pada α = 1%
t hitung 2,74 > t (0,99)( 58) = 2,39, artinya ada
pengaruh positif penerapan Model Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Kelas eksperimen yang menerapkan Model Problem Based learning (PBL) terdiri dari 5 fase yaitu fase orientasi peserta didik pada masalah, fase mengorganisasi peserta untuk belajar, fase penyelidikan individu dan kelompok, fase mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan yang terakhir fase menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan. Guru memberikan masalah berupa masalah di kehidupan nyata yang disajikan pada bahan ajar dan masalah tersebut harus di diskusikan dengan kelompok masing-masing untuk mencari penyelesaiannya sehingga menemukan suatu konsep mengenai materi pelajaran. Setelah itu peserta didik diberikan LKPD dan tugas individu untuk mengembangkan konsep yang baru di dapat dan untuk melatih berbagai macam soal pemecahan masalah matematik. Kelas kontrol yang menerapkan model pembelajaran langsung pun mempunyai lima fase kegiatan pembelajaran, yaitu fase persiapan, fase demonstrasi, fase latihan terbimbing, fase umpan balik dan fase latihan dan penerapan konsep. Dalam model pembelajaran langsung, konsep dari materi pelajaran tidak dicari oleh peserta didik melainkan di demonstrasikan oleh guru, peserta didik memperhatikan dan turut aktf
6
dalam tanya jawab apabila ada konsep atau contoh soal yang kurang dimengerti. Setelah itu peserta didik juga diberikan LKPD untuk melatih berbagai soal kemampuan pemecahan masalah matematik. Setelah dilihat dari rata-rata nilai yang diperoleh peserta didik, jumlah peserta didik yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM), dan juga dari uji hipotesis maka jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik dengan menerapkan Model Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematik dengan menerapkan model pembelajaran langsung atau dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penerapan Model Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pembelajaran dengan menerapkan Model Problem Based Learning (PBL), peserta didik lebih ditekankan untuk mencari sendiri konsep dari materi pelajaran sehingga peserta didik akan lebih mudah mengingat dan mampu menyelesaikan berbagai jenis permasalahan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith (Amir, Taufiq, 2013:27) yang menyebutkan manfaat dari Model Problem Based Learning (PBL) adalah peserta didik akan meningkat kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkat pemahamannya, meningkat pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktek, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerjasama, kecakapan belajar, dan memotivasi pemelajar. Dari pendapat maka peserta didik akan lebih tertarik untuk belajar karena masalah yang dihadapkan berupa permasalahan dunia nyata sehingga peserta didik akan lebih termotivasi. Selain itu juga dalam kegiatan pembelajaran dilakukan secara berkelompok sehingga setiap peserta didik saling membantu dalam mengumpulkan informasi yang berguna bagi penyelesaian masalah atau pencarian konsep tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur (Trianto, 2011:29) yang menyebutkan “interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi
dan berdiskusi
membantu
memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis”. Sehingga dengan belajar secara berkelompok akan membantu peserta didik dalam proses belajar dengan penuh pemikiran, yang akhirnya akan berpengaruh juga terhadap kemampuan peserta didik dalam memecahkan permasalahan khususnya dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan pemecahan masalah matematik.
7
Sedangkan untuk peserta didik kelas kontrol dengan menerapkan model pembelajaran langsung, peserta didik lebih banyak diam dan mendengarkan ceramah atau demonstrasi dari guru tanpa mencari dan menemukan sendiri konsep dari materi yang dipelajari sehingga peserta didik akan mudah lupa apalagi jika tidak ada keinginan atau dorongan dari peserta didik untuk belajar, tentunya belajar akan tetap berjalan tetapi tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan pendapat Ausubel (Suprihartiningrum, Jamil, 2012:30) bahwa dalam pembelajaran langsung dibutuhkan beberapa syarat antara lain “... anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna”. Sehingga berhasil atau tidaknya pembelajaran langsung tergantung pada niat peserta didik. Selain itu, sesuai dengan teori belajar yang mendukung model pembelajaran langsung salah satunya teori bandura dengan teori yang terkenalnya adalah teori belajar meniru, maka belajar dengan menerapkan model pembelajaran langsung peserta didik akan diberikan contoh menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan peserta didik cenderung hanya mengingat dan mengikuti langkah yang dicontohkan oleh gurunya sehingga ketika diberikan soal-soal dengan masalah yang berbeda mereka tidak mampu mengerjakannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprihartiningrum, Jamil (2012:232) “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Maka dari itu, proses pembelajaran harus benar-benar terarah dan fokus pada tujuan agar terhindar dari kesalahan pembelajaran yang tidak diinginkan. Kemandirian belajar peserta didik di kelas eksperimen tergolong kategori tinggi. Indikator kemandirian belajar peserta didik setiap indikator memiliki presentase yang berbeda-beda. Dengan presentase tertinggi terdapat pada indikator ketiga yaitu menetapkan target dan tujuan belajar sebesar 78,33% sedangkan presentase terendah terdapat pada indikator ke lima yaitu memandang kesulitan sebagai tantangan sebesar 66,11%. Selengkapnya disajikan pada gambar berikut:
8
Kemandirian belajar peserta didik tergolong kategori tinggi. Hal ini menunjukan bahwa peserta didik di kelas VIII E cenderung belajar lebih baik dalam pengawasannya sendiri, mampu menetapkan target dan tujuan belajar, mampu mengevaluasi dan mengatur belajar secara efektif dan mampu mengatur waktunya secara efisien. Selain itu, karena peserta didik sadar akan posisinya yang bersekolah di SMP N 2 Ciamis yang harus memiliki komitmen dalam belajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan sehingga menjadi motivasi unruk menetapkan target dalam belajar. Selain itu juga, peserta didik menerapkan Model Problem Based learning (PBL) dalam pembelajarannya yang mampu mendorong peserta didik untuk belajar lebih aktif, kreatif, dan inovatif sehingga keinginan peserta didik untuk belajar secara mandiri maupun kelompok akan meningkat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sumarmo, Utari (2013:118) yang menyebutkan “makin tinggi kualitas kemampuan awal matematika peserta didik, dan makin tinggi level sekolah ditemukan makin tinggi pula kemandirian belajar matematika peserta didik”. Dari pendapat tersebut maka sesuai dengan yang terjadi dilapangan bahwa peserta didik merupakan peserta didik pilihan yang di seleksi dari berbagai Sekolah Dasar (SD) sehingga kualitas kemampuan awal matematika yang dimilikinya sudah baik. Selain itu, level sekolah yang merupakan Sekolah Berstandar
9
Internasional (SBI) merupakan suatu kebanggaan dan motivasi peserta didik untuk belajar lebih baik dan mampu meningkatkan kemandirian belajarnya. Selain dari kemampuan awal matematika dan level sekolah, kemandirian belajar peserta didik juga dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang pada saat dilakukan penelitian menerapkan Model Problem Based Learning (PBL). Hal ini sejalan dengan pendapat Sumarmo, Utari (2013:118) yang menyebutkan “pembelajaran inovatif yang memberi kesempatan peserta didik belajar aktif mendorong tumbuhnya kemadirian belajar peserta didik”. Seperti yang kita ketahui bahwa Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang inovatif dan bersifat student centered sehingga mampu mendorong tumbunya kemandirian belajar peserta didik yang lebih baik.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1.
Ada pengaruh positif penerapan Model Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.
2.
Kemandirian belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika tergolong kategori tinggi. Berdasarkan simpulan hasil peneitian, peneliti menyarankan kepada peneliti
selanjutnya, diharapkan dapat mengungkapkan lebih dalam lagi mengenai Model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran matematika dengan bahasan yang lebih luas, dengan kemampuan yang belum diteliti, ataupun dengan bantuan multimedia yang interaktif dan sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Amir, Taufiq (2013). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Prenada Media Grup. Ibrahim. (2008). Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/6908/1/P-7_Pendidikan_(Ibrahim).Pdf. [28 November 2013]
10
Ruseffendi, E. T. (1993). Statistika dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti. Rusman (2013). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Raja grafindo Persada. Rusmono (2012). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sumarmo, Utari (2013). “Berpikir dan Disposisi Matematika Serta Pembelajarannya”. Kumpulan Makalah. Bandung. Suprihartiningrum, Jamil (2012). Strategi Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media. Suryadi, Didi dan Tatang Herman. Tanpa tahun. Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.
11