PENGARUH MODEL PENGAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA (Kuasi Eksperimen di SMP Islamiyah Ciputat, Tangerang Selatan)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh SOFIYAH NIM : 103016327172
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
LEMBAR PENGESAHAN “PENGARUH MODEL PENGAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA” (Kuasi Eksperimen di SMP Islamiyah Ciputat, Tangerang Selatan)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh SOFIYAH NIM : 103016327172
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Zulfiani, M. Pd.
Erina Hertanti, M. Si.
NIP. 19760309 200501 2 002
NIP. 19720419 199903 2 002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASYAH
Skripsi berjudul : "Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa", oleh : Sofiyah, NIM : 103016327172, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada, 03 Sepetember 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh Gelar Sarjana S.1 (S.Pd.) dalam Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta,
September 2010
Panitia Ujian Munaqasyah Tanggal
Tanda Tangan
....................
..........................
....................
..........................
....................
..........................
....................
..........................
Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)
Baiq Hana Susanti, M.Sc. NIP. 19700209 20003 2 001 Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)
Nengsih Juanengsih, M.Pd. NIP. 19790510 200604 2 001 Penguji I
Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si. NIP. 19540310 198803 1 001 Penguji II
Drs. Hasian Pohan, S. Pd. M. Si NIP. 130 805 861 Mengetahui, Dekan Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. NIP. 19571005 198703 1 003
LEMBAR UJI REFERENSI Dosen Pembimbing I II
No.
Footnote
1
Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA, artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/08/pengaruhpembelajaran-fisika-dengan.html Skripsi : Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian Tugas, artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari http://id-jurnal.blogspot.com/2009/09/skripsipembelajaran-fisika-dengan.html Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/mod el-pengajaran-langsung.html Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu’allimat NW Pancor, artikel ini diakses pada tangggal 09 Agustus 2010 di http://satutikrahayu.blogspot.com/2008/11/pdm.html), h. 17 Daniel Muijs dan David Reynold, Effective Teaching; Evidence and Practice, 2nd Edition, (London : SAGE Publication, Ltd, 2005), h. 29
BAB I
2
3
4
5
BAB II 1 2 3
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.26 Depdiknas, Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan Masyarakat, (Jakarta : Depdiknas, 2002), h. 18 Teori Konstruktivisme dalam Cooperative Learning, artikel ini diakses pada tanggal 19 Maret 2010 dari http://xpresiriau.com/teroka/artikel-tulisan-pendidikan/ teori-konstruktivisme-dalam-cooperative-learning/
4
Trianto, Op. Cit., h. 27
5
Ibid., h. 28
6
Ibid.,
7
Ibid.,
8
Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008), h. 124
9
Trianto, Op. Cit., h. 29
10
Baharuddin, Op. Cit., h. 127
11
Trianto, Op. Cit., h. 30
12
Ibid.,
13
Ibid., h. 30
14
Anwar Holil, Teori Pembelajaran Sosial, artikel ini diakses pada tanggal 9 Agustus 2010 di http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaransosial.html.
15
Ibid.,
16
S. Kardi dan Moh. Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya : Unesa-University Press, 2000), h. 13
17
Ibid.,h. 14
18
Ibid., h. 15
19
Trianto, Op. Cit., h.. 33
20
Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model -pengajaran-langsung-direct.html
21
Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran Langsung, artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di http://kanreguru.wordpress.com/2009/12/57
22
Ibid.,
23
Muhammad Faiq Dzaki, Op. Cit.,
24
S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 6
25
Ibid., h. 3
26
Hari Van Java, Model Pembelajaran Langsung (Direct atau Directive Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 13 Mei 2010 di http://educationforourcountry.com/modelpembelajaran-langsung.
27
Baharuddin, Op. Cit., h. 97
28
Ibid., h. 98
29
S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 5
30
Ibid., h. 7
31
Ibid., h. 8
32
Anwar Holil, Model Pengajaran Langsung, artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di http://anwarholil.blogspot.com/ 2009/01/model-pengajaranlangsung.html
33
S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 8-9
34
S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 17
35
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), h. 90
36
Rini Susanti, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar, (Pustekkom, Jurnal Teknodik, Edisi No. 1/VII/Oktober/2003), h. 188
37
Ibid.,
38
Sri Esti W. Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Gramedia, 2006), h. 412
39
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h. 164-165
40
Tatang M. Amirin, Taksonomi Bloom Versi Baru, artikelini diakses pada tanggal 9 Agustus 2010 di http://tatangmanguny. ordpress.com/ 001/01/19/taksonomibloom-versi-baru/)
41
Ibid.,
42
Suharsimi Arikunto, Op. Cit., h. 117
43
Ibid., h. 118
44
Ella Yulaelawati, Psikologi Pendidikan Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung : Pakar Raya, 2004), h. 60
45
Suharsimi Arikunto, Op. Cit., h. 119
46
Tatang M. Amirin, Op. Cit.,
47
48
49
I Wayan Distrik, Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika SMAN 13 Bandar Lampung, artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/16/modelpembelajaran-langsung-dengan-pendekatan-kontekstualuntuk-meningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajarfisika-siswa-sman-13-bandar-lampung/. Sidik Purnomo, Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Pokok Fotosintesis Melalui Pengajaran Langsung (Direct Instruction Models) Siswa Kelas VIIIC MTs Negeri Gondowulung Bantul Tahun Ajaran 2007/2008, artikel ini diakses pada tanggal 02 Agustus 2010 di http://digilib.uinsuka.ac.id/download.php?id=2161 A. Grummy W, dkk., Laporan Penelitian LPTK : Pengembangan Model Pengajaran Langsung (MPL) pada Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif di Jurusan Teknik Mesin FT UNESA, (Surabaya : FT Unesa, 2004), h.14
50
Ibid., h. 15
51
S. Kardi dan Muh. Nur, Op. Cit., h. 17
52
Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks, artikel ini diakses pada tanggal 02 Agustus 2010 di http://www.docstoc.com/doc/22293108/Efektivitasmetode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai
BAB III 1
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 98
2
Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung : Tarsito, 2001), h. 161 dan h. 168
3
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002), h. 7
4
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2001), h. 79, h. 100-101, h. 208, dan h. 213
5
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, cet. ke-12, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), h. 264
6
Sudjana, Op. Cit., h. 466-467,h. 261-263
BAB IV
1
Nurman, Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI), artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di http://nurmanspd.wordpress.com/2009/08/21/modelpembelajaran-direct-instruction-di/.
2
Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks, artikel ini diakses pada tanggal 02 Agustus 2010 di http://www.docstoc.com/doc/22293108/Efektivitasmetode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai.
3
S. Kardi dan Moh. Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya : Unesa-University Press, 2000), h. 17
4
Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu’allimat NW Pancor, artikel ini diakses pada tangggal 09 Agustus 2010 di ; http://satutikrahayu.blogspot.com/2008/11/pdm.html), h. 66
ABSTRAK SOFIYAH (103016327172). Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pengajaran langsung (Direct Instruction) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep cahaya. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan rancangan nonequivalent control. Penelitian dilaksanakan di SMP Islamiyah Ciputat pada tanggal 24 Mei hingga 12 Juni 2010. Penelitian ini dilakukan di kelas VIII-1 (menggunakan model direct instruction) dan kelas VIII2 (menggunakan model konvensional). Pemilihan kedua kelas ini berdasarkan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa tes objektif dengan bentuk tes berupa soal pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya sebanyak 40 butir soal. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah Uji Liliefors untuk uji normalitas, Uji Bartlett untuk uji homogenitas dan Uji t (t-test) untuk uji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (Direct Instruction) terhadap hasil belajar fisika siswa. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil uji hipotesis terhadap hasil posttest kedua kelas. Hasil yang diperoleh adalah nilai thitung adalah 6,76 dan ttabel pada taraf signifikansi 5% untuk dk 58 adalah sebesar 2,00. Terlihat bahwa nilai – t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung adalah -2,00 < 6,76 atau 2,00 < 6,76. Kata kunci : hasil belajar fisika, model pengajaran langsung.
i
ABSTRACT SOFIYAH (103016327172). The Influence of Direct Instruction Models to Result Learn The Student Physics. S1 thesis of Physics Education Department, Faculty of Tarbiya and Teaching Training, State Islamic university of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. This research aim to know the influence of Direct Instruction (DI) Models to result learn the student physics in the light concepts. Research method is used quasi experiment with the nonequivalent control group design. An experiment in SMP Islamiyah Ciputat at May 24th – June 12th of 2010. The research was done in VIII-1 class (that used Direct Instruction) and VIII-2 class (that used conventional models). Defining these two classes as sample based on purposive sampling technique. Instrument these was used in the research is test instrument that is multiple choice which have been tested by the validity and reliability as much 40 items. In this research, the analysis technique used is Liliefors test to test the normality, Bartlett test to test the homogenity, and t-test to there are significant affect of DI to student achievement. Based on result of the analysis, get conclusion that there are the influence in significant of Direct Instruction to result learn the student physics. The conclusion is based on result of statictical test of analysis test of hypotesis in both of posttest result of classes. The result get is, t0 price is 6,76 and ttable price in degree of significance 5% for the dk of 58 is 2,00. Can be seen that – t tabel < t hitung or t tabel < t hitung price is -2,00 < 6,76 or 2,00 < 6,76.
Keywords
: physics subject achievement, Direct Instruction.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahken keharibaan Nabi Muhammad SAW beserta keluara, para sahabat dan semoga hingga kepada ummatnya yang selalu mengikuti langkahnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana (Srata 1) pada Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengungkapkan terima kasih kepada : 1. Ibunda Chilafiyah dan Ayahanda Abdul Aziz Ismail, yang telah memotivasi penulis selama proses penyusunan serta memberikan dukungan secara moril dan materil. Semoga Allah selalu memberikan kasih sayangnya kepada keduanya sebagaimana mereka menyayangi peneliti sampai saat ini. 2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta stafnya. 3. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Zulfiani, M. Pd., Dosen Pembimbing I dan Ibu Erina Hertanti, M. Si., Dosen Pembimbing II, yang dengan sabar telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, nasehat, arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 5. Para dosen Prodi Pendidikan Fisika, yang telah mencurahkan pengabdiannya mentransformasi ilmu akademik serta kesungguhannya dalam mendidik insaninsan akademis menjadi pribadi yang beriman, berakhlak dan berwawasan.
iii
6. Kepala SMP Islamiyah Ciputat beserta wali kelas dan para guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. 7. Mas dan Mbakku A. Komar, Istirochah, Syaiful Azis, A. Chaeron, Choiriyah, Nurchasanah, Cholifah, A. Ichsan, dan keponakanku yang selalu memberikan senyum dan tawa yang manis mereka dalam mengiringi setiap langkahku. 8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika angkatan 2003, khusus Febi, Reni, Te’ Fina, Te’ Upie, Liana, Nurokhman, Mas’amah, dan Ucie. 9. Khusus untuk Aa yang selalu memberikan semangat dan meluangkan waktunya kepada penulis selama kegiatan penulisan.
Demikian ungkapan terima kasih yang dapat penulis haturkan kepada semua phak. Tiada balasan yang setimpal kecuali dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Jakarta,
Agustus 2010 M Ramadhan 1431 H
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ...................................................................................................... ABSTRACT .................................................................................................... KATA PENGANTAR.................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
i ii iii v vii viii x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... B. Identifikasi Masalah ...................................................................... C. Pembatasan Masalah ..................................................................... D. Perumusan Masalah....................................................................... E. Tujuan Penelitian........................................................................... F. Manfaat Penelitian.........................................................................
1 5 5 5 6 6
BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR, PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teoretis ............................................................................. 1. Teori Belajar Konstruktivisme................................................. a. Konstruktivisme Sosial Vygotsky...................................... 2. Teori Pembelajaran Sosial ....................................................... a. Pemodelan (Modelling)...................................................... b. Penguatan Diri (Self-Regulatuin) ....................................... 3. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI) .............. a. Pengertian Direct Instruction............................................. b. Ciri-ciri Direct Instruction ................................................. c. Tujuan Direct Instruction .................................................. d. Sintaks Direct Instruction .................................................. e. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan .................... f. Kelebihan dan Kelemahan Direct Instruction.................... 4. Hakikat Hasil Belajar Siswa..................................................... a. Pengertian Belajar .............................................................. b. Pengertian Hasil Belajar..................................................... B. Hasil Penelitian yang Relevan....................................................... C. Kerangka Pikir............................................................................... D. Pengajuan Hipotesis ......................................................................
7 7 8 10 10 13 13 13 16 16 17 22 22 23 23 25 30 32 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................
36
v
B. C. D. E. F.
Metode Penelitian ......................................................................... Populasi dan Sampel ..................................................................... Teknik Pengumpulan Data ........................................................... Instrumen Penelitian ..................................................................... Teknik Analisis Data .....................................................................
36 37 37 38 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Data....................................................................................... B. Hasil Analisis Data......................................................................... C. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... D. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian........................................
49 53 56 59
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................... B. Saran .............................................................................................
61 61
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
62
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir ................................................................... 34 Gambar 4.1 Diagram Batang Skor Hasil Belajar Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ............................................................... 50 Gambar 4.2. Diagram Batang Skor Hasil Belajar Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ............................................................... 52
vii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.1. Sintaks Direct Instruction ................................................................. 18 Tabel 3.1 Rancangan Penelitian The Pretest-Posttest Control Group Design ....................................................... 36 Tabel 3. 2 Kriteria Validitas ............................................................................... 39 Tabel 3. 3 Kriteria Reliabilitas ........................................................................... 40 Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran ............................................................. 41 Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda ..................................................... 42 Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ............................................................ 43 Tabel 4.1. Hasil Penelitian Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ................................................................ 51 Tabel 4.2. Hasil Penelitian Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ................................................................. 53 Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian ................................................... 53 Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Data Posttest .................................................... 54 Tabel 4.5. Kesimpulan Uji Normalitas ............................................................... 55 Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest ................................................. 55
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Pretest Kelas Kontrol ............................................. 65 Lampiran 2. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Posttest Kelas Kontrol ............................................ 68 Lampiran 3. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Pretest Kelas Eksperimen ...................................... 71 Lampiran 4. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Posttest Kelas Ekeperimen ..................................... 74 Lampiran 5. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest Kelas Kontrol ................................................................................ 77 Lampiran 6. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest Kelas Kontrol................................................................................ 80 Lampiran 7. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest Kelas Eksperimen .......................................................................... 83 Lampiran 8. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest Kelas Eksperimen ......................................................................... 86 Lampiran 9. Penghitungan Uji Homogenitas Data Pretest ................................ 89 Lampiran 10. Penghitungan Uji Homogenitas Data Posttest ........................... 91 Lampiran 11. Penghitungan Uji Hipotesis Data Pretest .................................... 93 Lampiran 12. Penghitungan Uji Hipotesis Data Posttest ................................... 95 Lampiran 13. Nilai N-Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen..................... 97 Lampiran 14. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku N-Gain pada Kelas Kontrol ............................................. 98 Lampiran 15. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku N-Gain pada Kelas Eksperimen....................................... 101 Lampiran 16. Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain Kelas Kontrol ..................................................................................................... 104 Lampiran 17. Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen .............................................................................................. 107 Lampiran 18. Penghitungan Homogenitas N-Gain............................................. 110 Lampiran 19. Penghitungan Uji Hipotesis N-Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ................................................................. 112
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Fisika sebagai cabang dari ilmu pengetahuan alam mempunyai tujuan pengajaran antara lain agar siswa menguasai konsep-konsep IPA dan mampu menerapkan memecahkan masalah terkait dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam teknologi. 1 Artinya bahwa pembelajaran fisika harus menjadikan siswa tidak hanya sekedar tahu (knowing) dan hafal (memorizing) tentang konsep-konsep IPA, melainkan harus menjadikan siswa untuk berbuat (learning to do), mengerti dan memahami (to understand) konsep-konsep tersebut dan menghubungkan keterkaitan suatu konsep dengan konsep lain. Agar kegiatan pembelajaran Fisika dapat sesuai dengan
apa yang
diharapkan, maka sejak dini harus dikembangkan keterampilan siswa untuk dapat membuktikan dan menghubungkan suatu konsep dengan konsep lain. Keterampilan tersebut dapat dikembangkan baik dengan cara kegiatan demonstrasi, percobaan, ataupun melalui praktikum atau eksperimen di laboratorium. Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam yang dalam pelaksanaan pembelajarannya diperlukan banyak keterampilan mendasar, yaitu
mengobservasi
atau
mengamati,
menghitung,
mengukur,
mengklasifikasi, dan berpresentasi. 2 Hal tersebut bertujuan meningkatkan keterampilan mendasar siswa untuk dapat memahami proses penemuan suatu konsep. Namun kenyataanya, pembelajaran Fisika hanya menekankan pada aspek penguasaan konsep. Hal tersebut menyebabkan kurangnya pelaksanaan latihan keterampilan bagi siswa, sehingga learning to do dalam pembelajaran 1
Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA, (Tersedia : http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/08/pengaruh-pembelajaran-fisika-dengan.html. Diakses pada tanggal 09 April 2010) 2 Skripsi : Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian Tugas, (Tersedia : http://id-jurnal.blogspot.com/2009/09/skripsi -pembelajaran-fisika-dengan.html. Diakses pada tanggal 09 April 2010)
1
2
belum tercapai. Sebagian besar pembelajaran Fisika dilakukan dengan model pengajaran konvensional, sehingga siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di atas adalah guru dituntut untuk memilih model yang sesuai dengan konsep yang akan disampaikan untuk meningkatkan hasil belajar Fisika siswa. Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan. Oleh karena itu guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan. 3 Pada pelajaran fisika kelas VIII, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat konsep cahaya. Dalam konsep cahaya, siswa dituntut untuk mampu menerapkan optika tentang cahaya dalam kehidupan sehari-hari dengan cara menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. Pada konsep cahaya terdapat tingkat kerumitan berpikir. Pertama, tingkat paling bawah berupa informasi faktual, yaitu pengetahuan deklaratif sederhana atau pengetahuan tentang sesuatu, seperti pengetahuan tentang cahaya atau rumus-rumus cermin atau lensa. Kedua, Pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu pengetahuan prosedural atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, seperti melakukan percobaan untuk mengetahui arah rambatan cahaya. Oleh sebab itu, pengajaran yang menekankan pada pengetahuan berbuat (learning to do) dengan meragakan atau menirukan kembali yang dilakukan oleh guru sangat penting agar dapat memahami konsep tersebut. 3
Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), (Tersedia : http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pengajaran-langsung.html. Diakses pada tanggal 09 April 2010)
3
Pengajaran alternatif yang sesuai pada konsep tersebut adalah mencoba menerapkan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI). Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) adalah suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah. Pada kenyataannya, peran guru dalam pembelajaran sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa. Proses belajar mengajar model Direct Instruction dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek dan kerja kelompok. Dalam menggunakan Direct Instruction, seorang guru juga dapat mengkaitkan dengan diskusi kelas dan belajar kooperatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Kardi, bahwa seorang guru dapat menggunakan Direct Instruction untuk mengajarkan materi atau keterampilan baru dengan diskusi kelompok. Hal tersebut bertujuan untuk melatih siswa berpikir, menerapkan keterampilan yang baru diperolehnya, serta membangun pemahamannya sendiri tentang materi pembelajaran 4 . Model Direct Instruction menuntut dan membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar. Hal itu diperkuat dengan adanya penelitian pada tahun 1996 oleh Reynold dan Farell yang merupakan penelitian komparasi bertaraf internasional. Salah satu contohnya adalah yang berjudul World Apart Report. Laporan ini menjelaskan perbandingan metode yang digunakan di Inggris dan Singapura. Para penulis laporan ini menemukan fakta bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa di kedua Negara itu adalah penggunaan pengajaran interaktif whole-class yang merupakan salah satu faktor utama Direct Instruction (DI). 5
4
Muh. Makhrus, Laporan Penelitian Dosen Muda : Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa Kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok BAhasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu’allimat NW Pancor, (STKIP Hamzanwadi Selong : 2007), h. 17 5 Daniel Muijs dan David Reynold, Effective Teaching; Evidence and Practice, 2nd Edition, (London : SAGE Publication, Ltd, 2005), h. 29
4
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mencoba melakukan penelitian eksperimen yang berjudul : “Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Guru selalu menekankan pada pemahaman konsep fisika. 2. Siswa kurang memiliki keterampilan dalam melakukan sesuatu (learning to do). 3. Siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran fisika. 4. Kurang tepatnya guru dalam pemilihan model pengajaran pada konsep cahaya. 5. Rendahnya hasil belajar fisika siswa.
C. Pembatasan Masalah Semua permasalahan yang diuraikan di atas tidak mungkin untuk diteliti semua karena keterbatasan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil kognitif saja. Ranah kognitif yang dinilai berdasarkan taksonomi Bloom tercakup
pada
tingkatan
C1
hafalan
(recall),
C2
pemahaman
(comprehension), C3 penerapan (application), dan C4 analisis (analysis). 2. Konsep materi pelajaran yang diberikan kepada siswa selama penelitian adalah cahaya yang diajarkan pada semester ganjil kelas VIII.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh model pengajaran langsung (direct instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa?”
5
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan model pengajaran langsung (Direct Instruction).
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak yang terlibat langsung terhadap penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar fisika, dapat mengurangi kebosanan, dan menambah pengalaman belajar selama pembelajaran fisika berlangsung. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pilihan untuk menggunakan model pengajaran yang efektif dalam pembelajaran fisika.
BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teoretis 1. Teori Belajar Konstruktivisme Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek
informasi
dengan
aturan-aturan
lama
dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menetapkan pengetahuan mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. 1 Konstruktivisme adalah suatu faham bahwa siswa menyusun atau membangun sendiri pengertian dan pemahamannya dari pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan dan keyakinan awal yang dimilikinya. 2 Ide pokoknya adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri, otak siswa sebagai mediator, yaitu memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif. Dalam kerja mental siswa, guru memegang peranan penting dengan cara memberikan dukungan, tantangan berfikir, melayani sebagai pelatih atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran. Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa atau peserta 1
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.26 2 Depdiknas, Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan Masyarakat, (Jakarta : Depdiknas, 2002), h. 18
7
8
didik anak tangga yang membawa siswa akan pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri harus memanjat anak tangga tersebut. Berpijak dari uraian di atas, maka pada dasarnya aliran konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. 3 Belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. 4 Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa satu-satunya alat yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya. Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya dengan melihat, mendengar,
mencium,
menjamah,
dan
merasakannya.
Hal
ini
menampakkan bahwa pengetahuan lebih menunjukkan pada pengalaman seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri. 5
a. Konstruktivisme Sosial Vygotsky Teori Vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan. Teori Vygotsky menekankan pentingnya peran interaksi sosial bagi perkembangan belajar seseorang. Menurut Vygotsky belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan zone of proximal development, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Zone ini juga dapat dirtikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melakukan sesuatu sendiri tetapi memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa. Dalam belajar, zone proximal ini dapat dipahami pula sebagai selisih antara kegiatan yang dapat dikerjakan oleh seseorang dengan kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa. Singkatnya, 3 4 5
Trianto, Op. Cit., h. 28 Ibid., Ibid.,
9
perkembangan zone proximal tergantung oleh intensifnya interaksi antara seseorang dengan lingkungan sosial. 6 Contoh zone proximal dalam pembelajaran yaitu ketika akan mengajarkan materi pembiasan cahaya, siswa harus memiliki prasyarat pengetahuan yang berkaitan dengan cahaya, seperti siswa sudah memahami bahwa lintasan cahaya pada medium homogen adalah lurus, siswa dapat memberikan contoh-contoh pembiasan dan pemantulan cahaya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki prasyarat pengetahuan seperti itu, maka dalam menyampaikan materi hukum pembiasan cahaya akan lebih mudah dipahami siswa, di samping pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa tersebut. 7 Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding adalah memberikan dukngan dan bantuan kepada seorang anak pada awal pembelajaran, kemudian sedikit demi sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tersebut setelah anak mampu untuk memecahkan problem dari tugas yang dihadapinya. 8 Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan
masalah
ke
dalam
langkah-langkah
pemecahan,
memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa tumbuh
mandiri.
Contoh
dalam
pembelajaran
adalah
pada
pembelajaran eksperimen untuk membuktikan hukum pemantulan cahaya, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa berupa penjelasan tentang langkah-langkah pelaksanaan eksperimen, atau bantuan berupa diskusi tentang rangkuman materi yang terkait dengan pemantulan cahaya. 9
6
Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008),
7
Trianto, Op. Cit., h. 29 Baharuddin, Op. Cit., h. 127 Trianto, Op. Cit., h. 30
h. 124 8 9
10
Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, adalah perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strtategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding, dengan semakin lama siswa semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri. 10 Ringkasnya dalam teori Vygotsky adalah bahwa siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran.
2. Teori Pembelajaran Sosial Teori pembelajaran sosial dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini juga disebut belajar melalui observasi atau teori pemodelan perilaku. Teori pembelajaran sosial menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran perilaku dan penekanannya pada proses mental internal. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), yang merupakan salah satu langkah penting dalam Direct Instruction. 11 a. Pemodelan (Modelling) Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat perilaku orang lain. Ada dua pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain atau Vicarious Conditioning. Apabila seorang siswa melihat siswa lain dipuji atau ditegur gurunya karena melakukan sesuatu perbuatan tertentu dan kemudian siswa lain yang melihat peristiwa itu memodifikasi perilakunya seolah-olah dia sendiri 10 11
Ibid., Ibid., h. 30
11
yang telah menerima pujian atau teguran yang dialami orang lain atau Vicarious Reinforcement. 12 Kedua, pembelajaran melalui pengamatan dimana seseorang (pengamat) meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat sedang memperhatikan. Sering model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh orang secara langsung, tetapi dapat juga menggunakan seorang pemeran visualisasi tiruan sebagai model. 13 Adapun tahap-tahap belajar melalui pengamatan (modeling) adalah perhatian, retensi, produksi, dan motivasi. 1) Atensi (Perhatian) Menurut
hasil
penelitian
Bandura,
pengamat
dapat
memperhatikan tingkah laku dengan baik apabila tingkah laku tersebut “jelas” dan tidak terlampau kompleks. Dari segi model Direct Instruction, pengetahuan tersebut dapat
diberikan
pada
awal
pembelajaran, yaitu : 14 a) Pengajar dapat menggunakan isyarat yang ekspresif seperti menepuk tangannya atau menggunakan benda-benda aneh yang dapat menarik perhatian siswa. b) Pengajar dapat membagi beberapa keterampilan dalam beberapa sub-sub keterampilan, lalu diajarakan secara terpisah. 2) Retensi Bandura menemukan bahwa retensi suatu pengamatan (tingkah laku) dapat dimantapkan jika pengamat dapat menghubungkan observasi
dengan
pengalaman-pengalaman
sebelumnya,
yang
bermakna baginya dan mengulang secara kognitif setelah memahami
12
Ibid., Ibid., 14 Ibid., h. 27 13
12
hal
tersebut
mengajar
dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut :
memanfaaatkan
langsung
untuk
15
a) Untuk mengaitkan keterampilan baru dengan pengetahuan awal siswa, pengajar dapat bertanya kepada siswa untuk membandingka keterampilan baru yang telah didemonstrasikan dengan sesuatu yang telah diketahui, dan dapat dilakukannya. b) Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, pengajara dapat menyediakan periode latihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergilir baik fisik maupun mental. 3) Produksi Memberikan kesempatan praktek kepada siswa melakukan kegiatan/keterampilan yang baru dipelajari merupakan tahap yang sangat penting. Meskipun demikian Bandura menemukan bahwa pengaturan waktu dan macam umpan balik yang diberikan pengajar merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan. Terutama pada awal pembelajaran, umpan balik perlu diberikan sesegera mungkin, positif dan korektif. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pengajar yang menggunakan model Direct Instruction ialah melalui pemodelan korektif yang mencakup kegiatan-kegiatan berikut : 16 a) Untuk memastikan sikap positif terhadap keterampilan baru, pengajar seyogyanya memberi pujian sesegera mungkin pada aspek-aspek keterampilan yang dilakukan siswa dengan benar, lalu mengidentifikasi
adanya
keterampilan
bagian
yang
masih
menimbulkan permasalahan. b) Untuk memperbaiki keterampilan yang salah, pertama kali pengajar perlu mendemonstrasikan kinerja yang benar, kemudian siswa mengulanginya sampai benar-benar menguasainya. 4) Motivasi 15 16
Ibid., Ibid., h.27-28
13
Penguatan memegang peranan dalam pembelajaran melalui pengamatan. Apabila seseorang mengantisipasi akan memperoleh penguatan pada saat meniru suatu model, maka ia akan lebih termotivasi untuk menaruh perhatian, mengingat, dan memproduksi perilaku itu. Di samping itu penguatan penting dalam mempertahankan pembelajaran. Seseorang yang mencoba suatu perilaku baru tidak mungkin untuk tetap melakukan tanpa penguatan. Di dalam kelas, tahap motivasi dari pembelajaran pengamatan kerap kali terdiri atas pujian atau angka yang baik. 17
b. Penguatan Diri (Self-Regulation) Konsep penting lainnya dalam belajar pengamatan adalah pengaturan diri (self Relugation). Menurut bandura bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberikan penguatan (reinforcement) atau dengan hukuman (punishment) terhadap dirinya sendiri. Untuk dapat membuat pertimbanganpertimbangan ini, seseorang harus mempunyai harapan tentang penampilan sendiri. Penguatan dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara langsung dan dialami oleh orang lain, menentukan sejauh mana perilaku yang baru itu akan ditampilkan. 18
3. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI) a. Pengertian Direct Instruction Dalam terjemahan bahasa Indonesia, Direct Instruction atau directive instruction adalah pembelajaran langsung. Dalam pendidikan, model ini sering disebut dengan Model Pengajaran Langsung (MPL). Menurut Arends, 17
A. Grummy W, dkk., Laporan Penelitian LPTK : Pengembangan Model Pengajaran Langsung (MPL) pada Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif di Jurusan Teknik Mesin FT UNESA, (Surabaya : FT UNESA, 2004), h. 10 18 Muh. Mahkrus, dkk., Op. Cit., h. 28
14
“A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model.” 19 Menurutnya, model yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan pengetahuan secara tahap demi tahap adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction). Keterampilan dasar yang dimaksudkan dapat berupa aspek kognitif maupun psikomotorik, dan juga informasi lainnya yang merupakan landasan untuk membangun hasil belajar yang lebih kompleks. Sebelum siswa dapat memperoleh dan memproses sejumlah besar informasi yang akan diterimanya, mereka harus menguasai terlebih dahulu strategi belajar seperti membuat catatan dan merangkum isi materi bacaan. Sebelum siswa dapat berpikir secara kritis, mereka perlu menguasai keterampilan dasar yang berkaitan dengan logika, membuat referensi dari data, dan mengenal ketidakobyektifan dalam presentasi. 20 Dalam pelaksanaannya, guru mempunyai peran tanggung jawab untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik. 21 Menurut Arends, yaitu : “The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and
19
Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), (Tersedia : http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pengajaran-langsung-direct.html) 20 Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran Langsung, (Tersedia : http://kanreguru.wordpress.com/2009/12/57) 21 Ibid.,
15
declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion.” 22 Arends menyatakan bahwa model Direct Instruction didesain secara khusus untuk membantu proses pengajaran siswa pada pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, serta dapat dilakukan secara tahap demi tahap. Adapun yang dimaksud dengan pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. 23 Proses pembelajaran dengan model pengajaran
langsung
ini
diharapkan
pemahaman
pengetahuan
deklaratif dan prosedural dapat meningkatkan keterampilan dasar dan keterampilan akademik siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Carin bahwa Direct Instruction secara sistematis menuntut dan membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar dari masing-masing tahap demi tahap. 24 Secara singkat dapat disimpulkan bahwa Direct Instruction adalah model pengajaran yang dilakukan guru secara langsung dalam mengajarkan keterampilan dasar dan didemonstrasikan langsung kepada siswa dengan tahapan yang terstruktur. Model pengajaran langsung diharapkan dapat menjadi penunjangnya proses kegiatan belajar mengajar untuk guru dan siswa, sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai dengan baik dan hasil belajar yang diperoleh dapat meningkat dengan baik pula.
22
Muhammad Faiq Dzaki, Op. Cit., S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 6 24 Muh. Mahkrus, dkk., Op. Cit., h. 16 23
16
b. Ciri-ciri Direct Instruction Model pengajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut : •
Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil belajar
•
Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
•
Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
c. Tujuan Direct Instruction Beberapa
peneliti
menggunakan
pembelajaran
langsung
bertujuan untuk merujuk pada pola-pola pembelajaran di mana guru banyak menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah kelompok siswa dan menguji keterampilan siswa dengan latihanlatihan terbimbing. Tujuan utama pembelajaran langsung (direktif) adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Beberapa temuan dalam teori perilaku di antaranya adalah pencapaian siswa yang dihubungkan dengan waktu yang digunakan oleh siswa dalam belajar/tugas dan kecepatan siswa untuk berhasil dalam mengerjakan tugas sangat positif. Dengan demikian, model pembelajaran langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur dan berorientasi pada pencapaian akademik. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dalam melakukan tugasnya, guru dapat menggunakan berbagai media, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dsb. Menurut Arends, bahwa para pakar teori belajar membedakan dua macam pengetahuan yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan katakata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, contohnya siswa akan dapat menyebutkan sifat-sifat cahaya. Pengetahuan prosedural adalah
17
pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, contohnya siswa akan dapat membuktikan hukum pemantulan cahaya ketika melakukan percobaan dengan cermin datar. Sering kali penggunaan pengetahuan prosedural memerlukan prasyarat berupa pengetahuan deklaratif. Para guru selalu menghendaki agar siswanya memperoleh kedua macam pengetahuan tersebut, supaya siswa dapat melakukan suatu kegiatan dan melakukan segala sesuatu dengan berhasil.
d. Sintaks Direct Instruction Ada lima tahap yang harus diketahui guru dalam menggunakan pembelajaran langsung, yaitu (1) guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan tujuan pembelajaran khusus serta menginformasikan latar belakang
dan
menginformasikan
pentingnya
materi
pengetahuan
pembelajaran, secara
(2)
bertahap
guru atau
mendemonstrasikan secara benar, (3) guru membimbing pelatihan awal dengan cara meminta siswa melakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan yang telah dilakukan guru dengan panduan LKS, (4) guru mengamati kegiatan siswa untuk mengetahui kebenaran pekerjaannya sambil memberi umpan balik, (5) guru memberikan kegiatan pemantapan agar siswa berlatih sendiri menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bentuk tugas. 25 Secara sistematis dapat dilihat pada tabel 2.1. 26
25 26
Muh. Makhrus, dkk., Op. Cit., h. 18 S. Kardi dan Moh. Nur, Op.Ccit, h. 8
18
Tabel 2.1 Sintaks Direct Instruction Fase
Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar Menyampaikan tujuan dan belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa mempersiapkan siswa untuk belajar. Guru mendemonstrasikan Fase 2 keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan tahap Guru merencanakan dan memberi Fase 3 bimbingan pelatihan awal Membimbing pelatihan Mencek apakah siswa telah berhasil Fase 4 melakukan tugas dengan baik, Mengecek pemahaman dan memberi umpan balik memberikan umpan balik Guru mempersiapkan kesempatan Fase 5 melakukan pelatihan lanjutan, Memberikan kesempatan untuk dengan perhatian khusus pada pelatihan lanjutan dan penerapan penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari. Fase 1
Kelima fase dalam pengajaran langsung dapat dijelaskan secara detail seperti berikut: 27 1) Menyampaikan Tujuan dan Mempersiapkan Siswa a) Menjelaskan Tujuan Para siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran itu. Guru mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada siswa–siswanya melalui
rangkuman
rencana
pembelajaran
dengan
cara
menuliskannya di papan tulis, atau menempelkan informasi tertulis pada papan buletin, yang berisi tahap-tahap dan isinya, 27
Anwar Holil, Model Pengajaran Langsung, (Tersedia : http://anwarholil.blogspot.com/ 2009/01/model-pengajaran-langsung.html)
19
serta alokasi waktu yang disediakan untuk setiap tahap. Dengan demikian siswa dapat melihat keseluruhan alur tahap pelajaran dan hubungan antar tahap-tahap pelajaran itu. b) Menyiapkan Siswa Kegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan mengingatkan
kembali
pada
hasil
belajar
yang
telah
dimilikinya, yang relevan dengan pokok pembicaraan yang akan dipelajari. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan mengulang pokok-pokok pelajaran yang lalu, atau memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa tentang pokok-pokok pelajaran yang lalu. 2) Mendemonstrasikan Pengetahuan atau Keterampilan Kunci keberhasilan pada fase ini yaitu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah demonstrasi yang efektif.
a) Menyampaikan informasi dengan jelas Kejelasan informasi atau presentasi yang diberikan guru kepada
siswa
dapat
dicapai
melalui
perencanaan
dan
pengorganisasian pembelajaran yang baik. Dalam melakukan presentasi
guru
harus
menganalisis
keterampilan
yang
kompleks menjadi keterampilan yang lebih sederhana dan dipresentasikan dalam langkah-langkah kecil selangkah demi selangkah. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi/presentasi adalah: (1) kejelasan tujuan dan poin-poin utama, yaitu menfokuskan pada satu ide (titik, arahan)
pada
satu
waktu
tertentu
dan
menghindari
penyimpangan dari pokok bahasan/LKS; (2) presentasi selangkah demi selangkah; (3) prosedur spesifik dan kongkret, yaitu berikan siswa contoh-contoh kongkrit dan beragam, atau
20
berikan kepada siswa penjelasan rinci dan berulang-ulang untuk poin-poin yang sulit; (4) pengecekan untuk pemahaman siswa, yaitu pastikan bahwa siswa memahami satu poin sebelum melanjutkan ke poin berikutnya, ajukan pertanyaan kepada siswa untuk memonitor pemahaman mereka tentang apa yang telah dipresentasikan, mintalah siswa mengikhtisarkan poin-poin utama dalam bahasan mereka sendiri, dan ajarkan ulang bagian-bagian yang sulit dipahami oleh siswa, dengan penjelasan guru lebih lanjut atau dengan tutorial sesama siswa. b) Melakukan demonstrasi Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi bahwa sebagian besar yang dipelajari berasal dari pengamatan terhadap orang lain. Tingkah laku orang lain yang baik maupun yang buruk merupakan acuan siswa, sehingga perlu diingat bahwa belajar melalui pemodelan dapat mengakibatkan terbentuknya tingkah laku yang kurang sesuai atau tidak benar. Oleh karena itu, agar dapat mendemonstrasikan suatu keterampilan atau konsep dengan berhasil, guru perlu sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasi untuk menguasai komponen-komponennya. 3) Menyediakan Latihan Terbimbing Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung adalah cara
guru
mempersiapkan
dan
melaksanakan
“pelatihan
terbimbing.” Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar, dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada situasi yang baru atau yang penuh tekanan. Beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan bagi guru dalam menerapkan dan melakukan pelatihan adalah seperti berikut : a) Siswa diberikan tugas latihan singkat dan bermakna.
21
b) Berikan
pelatihan
sampai
benar-benar
menguasai
konsep/keterampilan yang dipelajari. c) Hati-hati
terhadap
kelebihan
dan
kelemahan
latihan
berkelanjutan (massed practice) dan latihan terdistribusi (distributed practiced). d) Perhatikan tahap-tahap awal pelatihan. 4) Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik Pada pengajaran langsung, fase ini mirip dengan apa yang kadang-kadang disebut resitasi atau umpan balik. Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk memberikan umpan balik kepada siswa. Beberapa pedoman dalam memberikan umpan balik efektif yang patut dipertimbangkan oleh guru seperti berikut: a) Berikan umpan balik sesegera mungkin setelah latihan. b) Upayakan agar umpan balik jelas dan spesifik. c) Konsentrasi pada tingkah laku, dan bukan pada maksud. d) Jaga umpan balik sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. e) Berikan pujian dan umpan balik pada kinerja yang benar. f) Apabila memberikan umpan balik yang negatif, tunjukkan bagaimana melakukannya dengan benar. g) Bantulah siswa memusatkan perhatiannya pada “proses” dan bukan pada “hasil.” h) Ajari siswa cara memberi umpan balik kepada dirinya sendiri, dan bagaimana menilai kinerjanya sendiri. 5) Memberikan Kesempatan Latihan Mandiri Kebanyakan latihan mandiri yang diberikan kepada siswa sebagai fase akhir pelajaran pada pengajaran langsung adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah atau berlatih secara mandiri, merupakan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan keterampilan baru yang diperolehnya secara mandiri. Pekerjaan rumah diberikan berupa kelanjutan pelatihan atau persiapan untuk pembelajaran berikutnya.
22
d. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama dan demonstrasi dan jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama. Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan dan resitasi (tanya jawab) yang terencana. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
e. Kelebihan dan Kelemahan Direct Instruction Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dirancang secara langsung untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan keterampilan dasar yang diajarkan selangkah demi selangkah. Keterampilan dasar yang didemonstrasikan atau dimodelkan dengan selangkah demi selangkah akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dilihat dari beberapa penelitian diantaranya adalah penelitian Stalling, dkk menunjukkan bahwa guru yang mengorganisasikan kelasnya
yang
memungkinkan
berlangsungnya
pembelajaran
terstruktur menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi dan hasil belajar yang tinggi pula. Adapun kelemahan model pengajaran langsung adalah kurang cocok untuk mengajarkan keterampilan sosial
23
atau kreativitas, proses berpikir tingkat tinggi dan konsep-konsep yang abstrak. 28
4. Hakikat Hasil Belajar Siswa a. Definisi Belajar Banyak definisi yang diberikan tentang 'belajar'. Misalnya Gage (1984), mengartikan 'belajar' sebagai suatu proses di mana organisme berubah perilakunya.
Cronbach
mendefinisikan
belajar
adalah
"learning is shown by a change in behavior as a result of experience" (belajar ditunjukkan oleh suatu perubahan dalam perilaku individu sebagai hasil pengalamannya). Harold Spears mengatakan bahwa “learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction" (belajar adalah untuk mengamati,
membaca,
meniru,
mencoba
sendiri
sesuatu,
mendengarkan, mengikuti arahan). 29 Adapun Geoch, menegaskan bahwa "learning is a change in performance as result of practice." (belajar adalah suatu perubahan di dalam unjuk kerja sebagai hasil praktik). Kemudian, menurut Ratna Willis Dahar, 30 "belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman". Paling sedikit ada lima macam perilaku perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar: (1) pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan respons terkondisi. Bentuk semacam 28
Muh. Makhrus, dkk., Op. Cit., h. 29 Penerapan Model Siklus Belajar LC 5 E untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi belajar Fisika Kelas VIII A SMP Negeri 8 Malang. (Tersedia: http://library.um.ac.id/ images/stories/lptk/suw1209/Content%20Penerapan%20Model%20Siklus%20Belajar%20LC5E% 20untuk%20meningkatkan%20Motivasi%20dan%20Prestasi%20belajar%20Fisika%20Siswa%20 Kelas%20VIIIA%20SMP%20Negeri%208%20Malang%20Tahun%20Ajaran%202008%202009.p df), [27 Januari 2010] 30 Ibid., 29
24
ini disebut responden, dan menolong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau bidangbidang studi, (2) belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini banyak kali kita alami. Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari 'drill' dan belajar stereotipe-stereotipe, (3) kita belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku memengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut belajar operant, (4) pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadiankejadian. Kita belajar dari model-model dan masing-masing kita mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional, (5) belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan insight, belajar menyelami pengertian. Akhirnya, Depdiknas mendefinisikan 'belajar' sebagai proses membangun
makna/pemahaman
terhadap
informasi
dan/atau
pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. 31 Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya. Belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil 31
Ibid.,
25
pengalaman. Setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan karena setiap individu mempunyai karakteristik individunya yang khas, seperti minat, intelegensi, perhatian, bakat dan sebaginya. Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar yang menyebabkan siswa memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajarmengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.32 Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebagai proses siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk berbuat, berpikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru; baik melalui pengalaman mental, pengalaman fisik, maupun pengalaman sosial.
b. Definisi Hasil Belajar Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw materials) menjadi barang jadi (finished goods). 33 Siswa yang melakukan kegiatan belajar, akan terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan mental. Dalam kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi yang diberikan. Oleh karena itu, hasil belajar diartikan adalah sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar yang mencakup perubahan tingkah laku secara kognitif, afektif 32
Rini Susanti, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar, (Pustekkom, Jurnal Teknodik, Edisi No. 1/VII/Oktober/2003. Tersedia : http.//www.pustekkom.go.id/teknodik/t12/isi.htm#5#5)[19 Januari 2010] 33 Ibid.,
26
maupun psikomotorik. Pada pembelajaran Fisika, penilaian hasil belajar diukur melalui ulangan, penugasan, penilaian kinerja (performance assesment), penilaian hasil karya (product assesment), atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik konsep materi yang dinilai. 34 Berdasarkan pembatasan masalah hasil belajar fisika siswa yang akan diukur adalah pada ranah kognitif yang mencakup aspek mengingat/C1 (remembering), aspek memahami/C2 (understanding), aspek aplikasi/C3 (applying), dan aspek menganalisis/C4 (analyzing). Setiap tingkatan aspek yang diamati memiliki kriteria-kriteria tertentu, yaitu : 35 1. Aspek Mengingat/C1 (Remembering) Ketika sifat objektif diperkenalkan untuk memberikan sebuah materi dalam bentuk yang sama seperti yang telah dipikirkan, maka kategori yang relevan yaitu ingatan (remember). Ingatan termasuk dalam pengetahuan dari memori lama yang termasuk dalam pengetahuan relevan yaitu yang berdasarkan fakta, konseptual, prosedural, atau metakognitif, atau gabungannya. Untuk mencapai kemampuan mengingat, maka siswa harus melalui tahap : -
Mengenal
(Recognizing),
mengenal
bertujuan
untuk
membandingkan kesadaran dengan informasi yang ada. Dalam kesadaran, siswa mencari informasi yang ada. Saat informasi baru datang, siswa harus menentukan bahwa informasi yang diperoleh berkaitan erat dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya hingga menenukan sebuah kecocokan. -
Memanggil kembali (Recalling), termasuk dalam pengetahuan dari memori lama yang didapatkan kembali dengan cepat. Soal
34
Moh. Nurudin, perbandingan Hasil Belajar Fisika antara yang Mneggunakan Problem Based Instruction dengan Direct Instruction, (Skripsi Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 38 35 Triyoga, Penerapan Assesmen Berbasis Dimensi Pengetahuan dan Dimensi ProsesBerpikie Melalui Model Inkuiri dalam Pembelajaran IPA-Fisika pada Siswa SMP Kelas VII, (Skripsi Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung, 2010), h. 13-18
27
ingatan (recalling) adalah pertanyaaan yang jawabannya dapat dicari dengan mudah pada buku atau catatan. 2. Aspek Memahami/C2 (Understanding) Pada jenjang memahami ini siswa diharapkan tidak hanya mengetahui, mengingat tetapi juga harus mengerti. Memahami berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari bebrapa segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan menggunakan kata-katanya sendiri. -
Interpretasi (Interpreting), terjadi ketika seorang siswa dapat mengubah informasi dari satu representasi ke representasi lainnya. Misalnya siswa diperintahkan untuk membuat diagram fasor.
-
Exemplifying, menemukan contoh spesifik atau ilustrasi dari sebuah konsep atau prinsip. Terjadi ketika siswa diberikan sebuah contoh khusus dari sebuah konsep umum. Menerangkan dengan
contoh
(exemplifying)
termasuk
dalam
proses
identifikasi dalam mendefinisikan keistimewaan-keistiewaan dari konsep umum dan menggunakannya untuk memilih sebuah contoh khusus. -
Mengklasifikasikan
(Classifying),
terjadi
ketika
siswa
menyadari bahwa sesuatu termasuk daam sebuah kategori. Kategori ini termasuk dalam identifikasi bebrapa pola yang cocok
dari
contoh
khusus
dan
konsep
dasar.
Mengklasifikasikan dimulai dengan sebuah contoh khusus dan mengharuskan
siswa
untuk
menemukan
konsep-
konsep/prinsip-prinsip dasar. -
Meringkas (Summarizing), merangkum gambaran umum atau poin-poin
penting.
Meringkas
termasuk
dalam
sebuah
informasi yang membangun, seperti pengertian sebuah fenomena dalam suatu peta konsep dan membuat ringkasannya.
28
-
Inferensi (Inferring), menggambarkan kesimpulan-kesimpulan sementara secara logis dari informasi yang disajikan. Inferensi terjadi ketika siswa dapat meringkas sebuah konsep yang dikerjakan
dengan
menghitung
satu
set
contoh
yang
menggunakan berbagai macam kode dan hal-hal yang penting dengan menuliskan hubungan di antara semuanya. -
Membandingkan (Comparing), mencari hubungan antara dua ide, objek, dan sejenisnya. Dalam membandingkan, ketika informasi baru diberikan, siswa mendeteksi hubungannya dengan pengetahuan yang memang sudah ada. Contohnya membandingkan sebuah rangkaian listrik berjalan seperti air mengalir yan melewati sebuah pipa.
-
Menjelaskan (Explaining), terjasi ketika seorang siswa dapat membangun dan menggunakan sebuah model sebab akibat pada sebuah sistem. Beberapa tugas dapat digunakan dalam menilai kemampuan siswa untuk menjelaskan termasuk pendapat, perbaikan masalah, perancangan kembali, prediksi.
3. Aspek Mengaplikasikan/C3 (Applying) Aplikasi adalah pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret. Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atau prosedur, metode umum dan juga dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan. Sementara menurut Arikunto, soal aplikasi adalah soal yang mengukur kemampuan
siswa
dalam
mengaplikasikan
(menerapkan)
pengetahuannya untuk memecahkan masalah sehari-hari atau persoalan yang dikarang sendiri oleh penyusun soal dan bukan keterangan yang terdapat dalam pelajaran yang dicatat. -
Melaksanakan (Executing), secara rutin siswa membawa sebuah cara saat dihadapkan dengan masalah yang sudah dikenalnya. Kebiasaan ini sering memberikan bebrapa pentujuk yang cukup untuk menggunakan prosedur/cara yang dipilih.
29
Siswa diberikan sebuah tugas yang sudah dikenal yang dapat diselesaikan dengan menggunakan cara yang baik. Contohnya mengukur
panjang
atau
diameter
suatu
benda
dapat
menggunakan mistar, jangka sorong atau mikrometer sekrup. -
Implementasi (Implementing), digunakan saat siswa memilih dan menggunakan sebuah cara untuk menampilkan tugas yang belum dikenal. Implementasi juga berarti menjalankan prosedur berdasarkan instruksi yang tidak biasa dilakukan (misalnya menggunakan
Hukum
Newton
II
pada
situasi
yang
memungkinkan). 4. Aspek Menganalisis/C4 (Analyzing) Analisis adalah suatu kemampuan peserta didik untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil atau merinci faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktorfaktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. -
Membedakan (Differentiating), menentukan ciri-ciri yang relevan dari bagian tidak relevan materi yang diberikan. Differensiasi (membedakan) dapat ditaksir dengan tanggapan atau tugas pilihan. Dalam tanggapan, siswa diberikan beberapa bahan dan ditugaskan untuk mengindikasikan bagian-bagian mana yang penting.
-
Mengorganisasikan
(Organizing),
yaitu
mengidentifiaksi
sebuah elemen dalam komunikasi dan menyadari bagaimana mereka bersatu dalam struktur yang sama dalam suatu pengelompokkan. Siswa membuat hubungan yang sistematik dan koheren dari bebrapa informasi yang diberikan. -
Melengkapi
(Attributing),
terjadi
ketika
siswa
dapat
menentukan ide utama, dugaan, nilai-nilai atau tujuan utama. Melengkapi termasuk sebuah proses dekonstruksi dimana siswa memerlukan tujuan dan bahan yang dipresentasikan oleh
30
penulis untuk interpretasi. Siswa mencari untuk memahami pengertian materi yang diberikan juga termasuk sebua perluasan dasar untuk menduga suatu tujuan atau ide utama dengan
kata
lain
menentukan
sebuah
segi
pandang,
penyimpangan, harga, atau tujuan dasar materi yang disajikan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar fisika adalah hasil penilaian pada ranah kognitif yang dicapai siswa setelah melakukan pembelajaran Fisika.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penerapan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh I Wayan Distrik di SMAN 13 Bandarlampung, menunjukkan bahwa dengan menerapkan DI pemahaman dan penguasaan konsep siswa terhadap materi pelajaran dan hasil belajar mereka pada setiap siklus terus meningkat. Tingkat pemahaman konsep siswa pada siklus I hanya mencapai 21,2%, kemudian mengalami peningkatan menjadi 160% pada siklus II dan menjadi 265% pada siklus III. Begitu pula dengan tingkatan penguasaan konsep yang meningkat dari 63.0 pada siklus I menjadi 69,1 pada siklus II, dan mencapai nilai 79,4 pada siklus III. Peningkatan juga dialami oleh hasil belajar siswa, dimana pada siklus I diperoleh 74,73 kemudian meningkat menjadi 79,13 pada siklus II dan menjadi 87,03 pada siklus III. 36 2. Purnomo menyatakan bahwa penerapan DI dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pelajaran Biologi konsep fotosintesis. Hal ini didasarkan pada hasil penelitiannya di kelas VIIIC MTs Negeri
36
I Wayan Distrik, Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika SMAN 13 Bandar Lampung, (Tersedia : http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/16/model-pembelajaran-langsung-denganpendekatan-kontekstual-untuk-meningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajar-fisika-siswasman-13-bandar-lampung/)
31
Gondowulung Bantul Yogyakarta. Menurut peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa ini dikarenakan DI menjamin siswa untuk lebih banyak terlibat langsung dalam pembelajaran. 37 3. Penelitian oleh Good, Grows dkk., antara 1972-1973 tentang keefektifan guru dan prestasi yang dicapai siswa. Mereka menyimpulkan bahwa keefektifan guru sangat terkait dengan kelompok-kelompok tingkah laku yang mengikutinya. Jadi betapa eratnya tingkah laku ini berkorespondensi dengan tingkah laku guru yang dibutuhkan untuk pembelajaran langsung. 38 4. Penelitian
tahun
1974
yang
dilakukan
Stalling
dan
Kaskowiz,
menunjukkan bahwa pentingnya waktu dalam tahap-tahap pembelajaran dan menunjang secara empirik penggunaan pembelajaran langsung. Penelitian ini dilakukan di kelas 1 dan kelas 3 pada proyek ini para peneliti melakukan pengamatan dengan bebrapa pendekatan pragmatik. Beberapa guru menggunakan metode-metode yang sangat terstruktur dan formal, sedangkan guru-guru yang lain menggunakan metode-metode yang lebih informal yang berkaitan dengan gerakan sekolah yang terbuka pada saat itu. 39 5. Penelitian yang dilakukan Stalling dan koleganya tahun 1970-an, menunjukkan bahwa guru yang memiliki kelas yang terorganisasikan dengan baik di mana pengalaman pembelajaran yang terstruktur paling sering teramati, menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi (Timetask-rations) dan hasil belajar yang lebih tinggi daripada guru yang menggunakan pendekatan kurang formal dan kurang terstruktur. Observasi terhadap guru-guru yang berhasil menunjukkan bahwa kebanyakan mereka menggunakan prosedur pembelajaran langsung. 40
37
Sidik Purnomo, Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Pokok Fotosintesis Melalui Pengajaran Langsung (Direct Instruction Models) Siswa Kelas VIIIC MTs Negeri Gondowulung Bantul Tahun Ajaran 2007/2008, (Tersedia : http://digilib.uinsuka.ac.id/download.php?id=2161) 38 A. Grummy W, dkk., Op. Cit., h. 14 39 Ibid., h. 15 40 S. Kardi dan Muh. Nur, Op. Cit., h. 17
32
C. Kerangka Pikir Dalam pelaksanaan pembelajaran Fisika di SMP, siswa dituntut dapat memahami pengetahuan dasar dan mengaplikasikan konsep-konsep dasar Fisika tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat bermanfaat pada diri sendiri dan masyarakat. Pengetahuan dasar yang dimaksud adalah pengetahuan berupa deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu) dan pengetahuan yang berupa prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu). Seringkali penggunaan pengetahuan prosedural memerlukan penguasaan pengetahuan prasyarat yang berupa pengetahuan deklaratif. Oleh sebab itu, kedua macam pengetahuan ini perlu dilatihkan kepada siswa agar mereka melakukan suatu kegiatan yang dapat diaplikasikan pada konsep fisika tersebut. Namun kenyataannya, tuntutan pada siswa dalam pembelajaran Fisika belum terpenuhi. Akhirnya para guru menerapkan sebuah model pengajaran yang sesuai dengan konsep fisika tersebut. Penggunaan model pengajaran ini didasarkan pada penerapan model konvensional yang tidak sesuai pada konsep fisika yang diajarkan, sehingga hanya dapat membantu siswa dalam memiliki penguasaan konsep (pengetahuan deklaratif) saja. Untuk mengatasi hal di atas, model pengajaran yang meliputi pengatahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI). Model pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Pengajaran langsung merupakan suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher centered. Dalam menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan pada siswa selangkah demi selangkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa dan pembelajaran Fisika menjadi lebih menyenangkan.
33
Agar pengetahuan dasar dapat dilatihkan kepada siswa dengan baik, maka perlu dikembangkan dan digunakan suatu perangkat pembelajaran yang sesuai dengan konsep materi yang diajarkan. Dalam menerapkan perangkat pembelajaran tersebut, guru harus dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tahapan-tahapan pada model pengajaran langsung. Terdapat 5 tahapan yang harus guru lakukan, yaitu : 1) penyampaian tujuan pembelajaran; 2) mendemonstrasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan; 3) memberi latihan terbimbing; 4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik; dan 5) pemberian perluasan latihan dan pemindahan ilmu. Dengan demikian, penerapan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) diharapkan akan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, dimana menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran Fisika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.
34
Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut : Rendahnya Hasil Belajar
Hanya menekankan pada penguasaan konsep
Kurangnya penguasaan keterampilan dasar yang dimiliki siswa
Penggunaan model pengajaran konvensional yang tidak sesuai dengan konsep materi yang diajarkan
Menggunakan model yang sesuai dengan konsep fisika
Pengetahuan deklaratif
Pengetahuan prosedural
Model Pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) (proses pembelajaran secara tahap demi tahap)
Meningkatkan hasil belajar Fisika siswa
Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
35
D. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan penyusunan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H0
= Tidak terdapat pengaruh model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar Fisika siswa.
Ha
= Terdapat
pengaruh
model
pengajaran
langsung
Instruction/DI) terhadap hasil belajar Fisika siswa.
(Direct
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islamiyah Ciputat – Tangerang, dan waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada semester II tahun ajaran 20092010.
B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen, dan rancangan penelitian yang digunakan adalah The Pretest-Posttest Control Group Design. 1 Kelas yang diteliti dibagi menjadi dua kelompok. Kelas eksperimen yang diberi perlakukan dengan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dan kelas kontrol dengan model konvensional dengan metode diskusi. Sebelum diberikan perlakuan, pada kedua kelas dilakukan pretest untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dasar siswa pada konsep yang bersangkutan yaitu konsep cahaya. Kemudian masing-masing diberikan perlakuan, setelah itu dilakukan kembali posttest untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap konsep yang bersangkutan. Rancangan penelitian tersebut dinyatakan dalam tabel 3.1 berikut : Tabel 3.1 Rancangan Penelitian The Pretest-Posttest Control Group Design Kelompok
Pre Test
Perlakuan
Post Test
E
Y1
XE
Y2
K
Y1
XC
Y2
1
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 98
36
37
Keterangan : E
: Kelas eksperimen
K
: Kelas kontrol
Y1
: Tes awal (pre test) untuk kelas eksperimen dan kontrol
Y2
: Tes akhir (post test) untuk kelas eksperimen dan kontrol
XE
: Perlakuan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) pada kelas eksperimen
XC
: Perlakuan model konvensional dengan metode diskusi pada kelas kontrol
C. Populasi dan Sampel Populasi adalah objek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan mengumpulkan data. 2 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester II SMP Islamiyah Ciputat. Sampel merupakan bagian dari populasi. 3 Sampel penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling atau
sampling
pertimbangan,
yaitu
pengambilan
sampel
dilakukan
berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti.4 Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah kelas eksperimen yaitu kelas yang dalam pembelajarannya diterapkan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dan kelas kontrol adalah model konvensional dengan metode diskusi.
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah pengelompokkan secara logis dari dua atau lebih atribut dari objek yang diteliti. 5 Dalam penelitian ini terdapat 2
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian ; dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), h. 23 3 Ibid., 4 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung : Tarsito, 2001), h. 168 5 Rakim, Pengertian Variabel, [Tersedia : http://rakim-ytk.blogspot.com/2008/06/ pengertian-variabel.html] [20 Juli 2010]
38
dua variabel yaitu, variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI). Variabel terikat (dependent) adalah hasil belajar fisika siswa.
2. Sumber Data Dalam penelitian ini akan diperoleh data yang berupa skor hasil belajar fisika siswa yang diperoleh melalui tes hasil belajar fisika. Adapun tes hasil belajar yang diberikan berupa tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan, sedangkan tes akhir bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa dari proses pembelajaran.
E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar fisika. Tes hasil belajar yaitu tes yang digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai materi yang telah diberikan. Tes yang akan diberikan merupakan tes objektif, dengan alasan bahwa penggunaan tes objektif dapat mencakup bahan pelajaran secara luas. Adapun bentuknya yaitu berupa soal pilihan ganda (multiple choice) dengan empat pilihan (options). Instrumen tes ini harus memenuhi empat kriteria, yaitu validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Untuk memenuhi keempat kriteria tersebut, maka instrumen yang digunakan harus melalui pengujian dan perhitungan.
a. Uji Validitas Uji validitas ini digunakan untuk memvalidasi intrumen hasil belajar yaitu menggunakan rumus koefesien korelasi biserial (γpbi) untuk menentukan validitas tiap-tiap item butir soal dengan rumus sebagai berikut 6 : 6
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2001), h. 79
39
γ pbi =
M p − Mt St
p q
Keterangan : γpbi : Koefisien korelasi biserial Mp
: Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya
Mt
: Rerata skor total
St
: Standar deviasi dari skor total
p
: Proporsi siswa yang menjawab benar p = banyaknya siswa yang benar jumlah seluruh siswa
q
: Proporsi siswa yang menjawab salah (q=1–p) Tabel 3. 2 Kriteria Validitas No.
Rentang Nilai
Kriteria
1.
0,800 – 1,000
Sangat tinggi
2.
0,600 – 0,800
Tinggi
3.
0,400 – 0,600
Cukup
4.
0,200 – 0,400
Rendah
5.
0,000 – 0,200
Sangat rendah
Perhitungan pengujian validitas instrumen tes ini terdapat pada Lampiran 22. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperoleh data bahwa dari 40 soal yang diujicobakan terdapat 26 soal yang dinyatakan valid. Diantara 26 soal yang valid ini selanjutnya akan disaring kembali berdasarkan kriteria yang lainnya untuk dapat digunakan dalam penelitian ini.
40
b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas yang digunakan pada tes hasil belajar menggunakan metode KR-20. Metode Kuder Richardson-20 (KR-20) yang digunakan untuk mencari reliabilitas, dengan rumus sebagai berikut7 : 2 ⎛ n ⎞⎛⎜ S − ∑ pq ⎞⎟ r11 = ⎜ ⎟ ⎟ S2 ⎝ n − 1 ⎠⎜⎝ ⎠
Keterangan
:
r11 : Reliabilitas secara keseluruhan p
: Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q
: Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
Σpq : jumlah hasil perkalian antara p dan q n
: Banyak item
S
: Standar deviasi dari tes Nilai
korelasi
reliabilitas
yang
sudah
diperoleh
kemudian
dibandingkan dengan kategori interpretasi korelasi reliabilitas adalah : Tabel 3. 3 Kriteria Reliabilitas No.
Rentang Nilai
Kriteria
1.
0,90 – 1,00
Tinggi sekali
2.
0,70 – 0,90
Tinggi
3.
0,40 – 0,70
Cukup
4.
0,20 – 0,40
Rendah
5.
0,00 – 0,20
Kecil
Perhitungan nilai reliabiltas ini terdapat pada lampiran 23 bersama dengan uji validitas. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh bahwa nilai reliabilitas instrumen tes ini adalah 0,71. Nilai ini termasuk kategori tinggi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan instrumen ini layak untuk digunakan dalam penelitian ini.
7
Ibid., h. 100-101
41
c. Taraf Kesukaran Untuk mengetahui apakah soal itu sukar, sedang, atau mudah maka soal-soal tersebut diujikan taraf kesukarannya terlebih dahulu. Indeks kesukaran butir-butir soal ditentukan dengan rumus 8 :
P= Keterangan
B JS
:
P
: Indeks Kesukaran
B
: Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS : Jumlah seluruh peserta tes
Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran No.
Rentang Nilai
Kriteria
1.
0,70 – 1,00
Mudah
2.
0,30 – 0,70
Sedang
3.
0,00 – 0,30
Sukar
Perhitungan pemenuhan kriteria ini terdapat pada Lampiran 25. Kriteria soal yang dianggap layak untuk digunakan adalah soal yang memiliki derajat kesukaran sedang atau mudah.
d. Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir soal item tes hasil belajar untuk dapat membedakan (mendiskriminasi) antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang berkemampuan rendah. Cara perhitungan daya pembeda adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut 9 : D=
8
Ibid., h. 208 Ibid., h. 213
9
B A BB − = PA − PB JA JB
42
Keterangan
:
D
: Daya pembeda
BA
: Jumlah kelompok atas yang menjawab soal itu benar
BB
: Jumlah kelompok bawah yang menjawab soal yang benat
JA
: Jumlah peserta kelompok atas
JB
: Jumlah peserta kelompok bawah
PA =
BA : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar JA
PB =
BB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar JB
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda No.
Rentang Nilai
Kriteria
1.
0,00 – 0,20
Jelek
2.
0,20 – 0,40
Cukup
3.
0,40 – 0,70
Baik
4.
0,70 – 1,00
Baik Sekali
Perhitungan daya pembeda ini terdapa pada Lampiran 26. kriteria soal yang layak digunakan adalah soal yang memiliki daya pembeda yang baik sekali, baik, atau cukup. Dari keseluruhan soal yang diujicobakan, jumlah soal yang digunakan dalam penelitian adalah 25 soal. Pemilihan 25 soal ini di samping didasarkan pada keempat kriteria di atas juga didasarkan pada keterwakilan semua indikator materi pembelajaran. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.6 kisi-kisi instrumen yang digunakan pada penelitian.
43
Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SK : Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari KD
: Menyelidik sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa
Aspek Kognitif Indikator Melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat perambatan cahaya Menjelaskan hukum yang pemantulan diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifatsifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifatsifat bayangan pada lensa cekung dan lensa cembung
Jumlah
Jumlah
C1
C2
C3
C4
1,2*
3*,6*
4*,7*
8*,9
8
9*,15
10*, 12
11*, 13*
14*, 16*
8
18*, 20
17, 19*
22*, 24
21*, 23
8
25, 27*
26*, 30
28*, 29
31*, 32
8
33*, 36*
34*, 35
39*, 40
37, 38*
8
10
10
10
10
40
Catatan : tanda (*) adalah nomor soal yang digunakan dalam penelitian berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan. F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t, yakni tes statistik yang dipergunakan untuk menguji perbedaan atau kesamaan dua kondisi/perlakuan atau dua kelompok yang berbeda dengan prinsip memperbandingkan rata-rata (Mean) kedua kelompok/perlakuan itu. 10 Sebelum dilakukan uji-t, analisis data diawali dengan langkah-langkah berikut :
10
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, cet. ke-12, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), h. 264
44
1. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Uji normalitas adalah pengujian terhadap normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis. Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah uji Lilliefors. Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : 11 1) Hipotesis H0 = data berdistribusi normal Ha = data berdistribusi tidak normal 2) Menentukan harga L0 a) Pengamatan X1, X2, X3, ...., Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ....., Zn dengan menggunakan rumus :
Zi =
Xi − X S
Dimana : Zi = bilangan baku X
= rata-rata
S
= Simpangan Baku (Standar Deviasi)
b) Untuk setiap bilangan baku, dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi ) c) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ..., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka : S(Zi) = banyaknya Z1, Z2, Z3, …, Zn yang ≤ Zi n d) Hitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya. e) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0 11
Sudjana, Op. Cit., h. 466-467
45
Contoh : Tabel perhitungan untuk uji Lilliefors : Xi
Zi
F(Zi)
S(Zi)
│F(Zi) – S(Zi)│
Keterangan : Z
= bilangan baku
Xi
= data
F(Zi)
= peluang Z ≤ Zi
S(Zi)
=
i = proporsi nilai Z berdasarkan urutan dari yang n terkecil
3) Menentukan harga Ltabel Dari harga kritis untuk uji Lilliefors dengan taraf signifikan 0,05. 4) Kriteria pengujian Tolak H0 jika L0 > Ltabel Terima H0 jika L0 < Ltabel 5) Kesimpulan
b. Uji Homogenitas Setelah kelas diuji kenormalannya maka setelah itu kelas diuji kehomogenitasannya. Teknik yang digunakan untuk uji homogenitas pada penelitian ini adalah dengan uji Bartlett. Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 12 1) Hipotesis H0 = σ12 = σ22 = σ32 = σn2 H1 = salah satu tanda tidak sama 2) Menentukan kriteria
12
χ02 ≥ χt2 = tolak H0
, χ02 : Nilai hitung
χ02 < χt2 = terima H0
, χt
Ibid., h.261-263
2
: Nilai tabel
46
3) Melakukan perhitungan dengan tabel bantu Contoh : Tabel perhitungan untuk Uji Homogenitas Kelompok
dk (n-1)
S21
Log S21
dk (n-1).Log S21
Jumlah S21 = kuadrat standar deviasi Dengan :
Sgabungan =
Σ(n1 − 1) S 21 Σ(n − 1)
Menghitung Log S2 Menghitung nilai B = log S2 Σ (ni – 1) , B = nilai Bartlett Menghitung nilai χ02 :
χ02 ={ ln 10 (B - Σ(ni -1)log Si)}, dengan Σ(ni – 1) log Si = Σ dk(n-1). Log Si2 Sehingga :
χ02 = ln 10 { B - Σ dk. Log Si2 } 4) Kesimpulan
2. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan rumus uji t (t-test). Uji t adalah uji statistik yang dapat dipakai untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara dua variabel yang terdapat dalam penelitian ini. Uji-t yang digunakan yaitu mengetahui hipotesis nol antara mean skor kelas eksperimen dengan mean skor kelas kontrol yang berpasangan (n1 = n2 = n) pada taraf signifikansi 0,05 dengan tes dua pihak. Rumus yang digunakan sebagai berikut :
47
X1 − X 2
t= S
S=
Dimana :
1 1 + n1 n2
(n1 − 1)S12 + (n2 − 1)S 22 (n1 + n2 ) − 2
Keterangan : t
: Hasil hitung distribusi t
X1 : Skor rata-rata kelas eksperimen X2 : Skor rata-rata kelas kontrol S12 : Nilai deviasi kelas eksperimen S 22 : Nilai deviasi kelas kontrol S
: Nilai deviasi gabungan
n1
: Banyaknya data kelas eksperimen
n2
: Banyaknya data kelas kontrol dk = n – 1
Langkah selanjutnya adalah : a. Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan rumus : Dk = (n1 – 1) + (n2 – 1) b. Menentukan nilai t-tabel c. Menguji hipotesis Jika : – t tabel ≤ t hitung ≤ t
tabel
= Terima Ho, Tolak Ha
– t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung = Terima Ha, Tolak Ho Hipotesis Statistik :
H 0 : μa = μb H a : μa ≠ μb
48
3. Uji Normal Gain (N-Gain)
Uji n-gain adalah selisih nilai pretest dan nilai posttest. Melakukan pengujian n-gain bertujuan untuk mengetahui signifikansi hasil belajar siswa dan dapat menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan. Uji n-gain dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : N-Gain (g)
=
nilai posttest - nilai pretest nilai maksimum - nilai pretest
dengan kategorisasi perolehan berikut ini : a. g-tinggi
:
nilai G ≥ 0,070
b. g-sedang :
nilai 0,030 ≤ G < 0,30
c. g-rendah :
nilai G < 0,30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Data Pada hasil data ini dijelaskan gambaran umum dari data yang telah diperoleh. Data-data yang diperoleh adalah berupa data hasil pretest dan posttest dari kedua kelas. Gambaran tentang data-data ini meliputi skor hasil belajar, nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata, median, modus, dan nilai standar deviasi serta nilai varians. 1. Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Berdasarkan skor hasil belajar pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen yang ditampilkan oleh gambar 4.1, diperoleh bahwa dari 30 orang siswa di kelas kontrol terdapat 1 orang siswa yang berada direntang skor 24-29, 30-35, dan 36-41. Untuk kelas eksperimen, dari 30 orang tidak ada siswa yang memperoleh skor hasil belajar direntang skor tersebut. Tetapi, terdapat sebanyak 3 orang siswa yang memperoleh skor direntang skor 42-47 pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pada rentang skor 48-53, perolehan skor di kelas kontrol dimiliki oleh siswa sebanyak 13 orang, sedangkan siswa kelas eksperimen hanya 11 orang. Banyaknya siswa di kelas kontrol pada rentang skor 54-59 adalah sebanyak 8 orang saja, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh skor direntang 54-59 untuk kelas eksperimen adalah lebih tinggi dibandingkan jumlah siswa di kelas kontrol, yaitu sebanyak 12 orang. Untuk skor hasil belajar direntang 60-65, jumlah siswa di kelas kontrol adalah sebanyak 3 orang, sedangkan kelas eksperimen sebanyak 4 orang siswa.
49
50
14
Banyaknya Siswa
12 10 8
Kelas Kontrol
6
Kelas Eksperimen
4 2 0 24-29
30-35
36-41
42-47
48-53
54-59
60-65
Skor Hasil Belajar
Gambar 4.1 Diagram Batang Skor Hasil Belajar Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Dengan demikian, terlihat jelas bahwa skor hasil belajar yang dimiliki oleh siswa kelas kontrol tidak berbeda jauh dengan siswa kelas eksperimen. Hal itu dikarenakan siswa di kedua kelas tersebut masih dalam tahap pengetahuan awal, yaitu sejauh mana pengetahuan yang dimiliki siswa tentang konsep cahaya sebelum diajarkan oleh guru. Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian yang didapat dari pretest kelas kontrol diperoleh nilai tertinggi 60 dan nilai terendah 24, nilai ratarata ( X ) sebesar 50,9; median (Me) sebesar 41; modus (Mo) sebesar 52,2; standar deviasi (SD) sebesar 8,02 dan varians (S2) sebesar 64,32. Untuk hasil pretest kelas eksperimen, memperoleh nilai tertinggi 64 dan nilai terendah 44, nilai rata-rata ( X ) sebesar 53,6; median (Me) sebesar 46,75; modus (Mo) sebesar 59,7; standar deviasi (SD) sebesar 4,9 dan varians (S2) sebesar 24,01. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada lampiran 1 dan lampiran 3. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.1.
51
Tabel 4.1 Hasil Penelitian Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Data
Pretest Kelas Eksperimen
Pretest Kelas Kontrol
Nilai maksimum Nilai minimum Mean ( X ) Median (Me) Modus (Mo) Standar Deviasi (SD) Varians (S2)
60 44 53,6 46,75 59,7 4,9 24,01
60 24 50,9 41 52,2 8,02 64,32
2. Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Ditinjau dari gambar 4.2, berdasarkan jumlah siswa kedua kelas yaitu masing-masing sebanyak 30 orang, diperoleh bahwa siswa yang berada direntang skor 20-26 adalah sebanyak 1 orang untuk kelas kontrol, sedangkan kelas eksperimen tidak ada siswa yang memperoleh skor direntang tersebut. Tetapi untuk rentang skor 27-33 terdapat siswa sebanyak 1 orang pada kelas eksperimen, sedangkan kelas kontrol melebihi kelas eksperimen yaitu sebanyak 4 orang. Siswa kelas kontrol diperoleh sebanyak 9 orang siswa yang berada direntang skor 34-40, sedangkan kelas eksperimen
tidak ada yang
memperoleh skor direntang tersebut. Untuk rentang skor 41-47, siswa kelas kontrol diperoleh sebanyak 7 orang, sedangkan siswa kelas eksperimen diperoleh sebanyak 1 orang saja. Pada kelas kontrol, siswa yang memperoleh skor direntang 48-54 adalah sebanyak 2 orang saja, sedangkan perbandingan siswa yang memperoleh skor direntang tersebut pada kelas eksperimen tidak berbeda jauh dengan kelas kontrol yaitu sebanyak 1 orang saja. Dalam kelas kontrol, jumlah siswa yang memperoleh skor direntang 55-61 adalah sebanyak 2 orang. Untuk kelas eksperimen, siswa yang memperoleh skor direntang tersebut sebanyak 3 orang. Pada rentang skor 62-68, terjadi perbedaan yang sangat jauh antara jumlah siswa kelas
52
eksperimen dengan kelas kontrol. Untuk kelas kontrol, siswa yang memperoleh skor direntang tersebut adalah sebanyak 5 orang, sedangkan jumlah siswa pada kelas eksperimen adalah sebanyak 15 orang siswa. Untuk rentang skor 69-75 dan 76-82, siswa kelas eksperimen yang diperoleh adalah sebanyak 3 dan 6 orang siswa dan untuk siswa kelas kontrol, tidak memperoleh skor pada rentang tersebut. 16
Banyaknya Siswa
14 12 10
Kelas Kontrol
8
Kelas Eksperimen
6 4 2 0 20-26
27-33
34-40
41-47
48-54
55-61
62-68
69-75
76-82
Skor Hasil Belajar
Gambar 4.2 Diagram Batang Skor Hasil Belajar Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Dengan demikian, pengetahuan akhir (posttest) yang diperoleh para siswa di kelas eksperimen sangat besar, rata-rata memperoleh skor 62 sampai skor 68. Jadi, dapat dikatakan bahwa siswa di kelas eksperimen mengalami peningkatan pengetahuan, maka hasil belajar siswa pun juga meningkat dengan baik. Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian yang didapat dari
posttest kelas kontrol diperoleh nilai tertinggi 68 dan nilai terendah 20, nilai rata-rata ( X ) sebesar 44,23; median (Me) sebesar 32,5; modus (Mo) sebesar 38,5; standar deviasi (SD) sebesar 12,26 dan varians (S2) sebesar 150,31. Untuk hasil perhitungan dari posttest kelas eksperimen diperoleh nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 32, nilai rata-rata ( X ) sebesar 63,7; median (Me) sebesar 55,3; modus (Mo) sebesar 63; standar deviasi (SD)
53
sebesar 9,96 dan varians (S2) sebesar 99,20. Hasil perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 2 dan lampiran 4. Untuk lebih singkatnya lihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Penelitian Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Data
Nilai maksimum Nilai minimum Mean ( X ) Median (Me) Modus (Mo) Standar Deviasi (SD) Varians (S2)
Posttest Kelas Eksperimen
Posttest Kelas Kontrol
80 32 63,7 55,3 63 9,96 99,20
68 20 44,23 32,5 38,5 12,26 150,31
3. Rekapitulasi Data Berikut ini adalah tabel rekapitulasi data yang diperoleh selama penelitian. Tabel 4.3 Rekapituasi Data Hasil Penelitian Data
Nilai maksimum Nilai minimum Mean ( X ) Standar Deviasi (SD) Varians (S2)
Kelas Eksperimen Pretest Posttest
Kelas Kontrol Pretest Posttest
60
80
60
68
44 53,6
32 63,7
24 50,9
20 44,23
4,9
9,96
8,02
12,26
24,01
99,20
64,32
150,31
B. Hasil Analisis Data Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yang dianalisis adalah pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar. Oleh
54
karena itu, yang dianalisis untuk keperluan pengujian hipotesis hanya nilai
posttest yang diperoleh dari kedua kelas. Berikut ini adalah analisis data yang meliputi uji prasyarat analisis statistik dan uji hipotesisnya. 1. Pengujian Prasyarat Analisis Data Sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan uji persyaratan analisis terlebih dahulu terhadap data hasil penelitian. Beberapa uji persyaratan yang harus dipenuhi adalah : a. Uji Normalitas Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan Uji Liliefors, maka diperoleh hasil penghitungan dari data posttest kedua kelas. Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui bahwa instrumen yang diberikan berdistribusi normal atau tidak normal, dengan ketentuan bahwa data tersebut berdistribusi normal jika Lo (Lhitung) < Ltabel, diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Posttest Kelas
Kelas
Eksperiman
Kontrol
Jumlah Sampel (N)
30
30
2
Rata-rata (Mean)
63,7
44,23
3
Standar Deviasi (SD)
9,96
2,26
4
Lo hitung
0,1453
0,1413
5
L tabel
0,161
0,161
No.
Statistik
1
Berdasarkan hasil diatas, dengan menggunakan pengujian pada taraf kepercayaan (α = 0,05), maka uji normalitas pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
dapat
disimpulkan
dengan
tabel
4.5.
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 8.
Penghitungan
55
Tabel 4.5 Kesimpulan Uji Normalitas No. 1 2
Data
Nilai Lohitung
Nilai Ltabel
0,1413
0,161
0,1453
0,161
Posttest Kelas Kontrol Posttest Kelas Eksperimen
Kesimpulan Berdistribusi normal Berdistribusi normal
b. Uji Homogenitas Setelah kedua sampel penelitian tersebut dinyatakan berdistribusi normal, selanjutnya dicari nilai homogenitas dengan menggunakan Uji
Bartlett. Kriteria pengujian yang dilakukan pada tingkat kepercayaan tertentu. Sampel dinyatakan homogen apabila χ2 hitung < χ2 tabel, sebaliknya jika χ2 hitung > χ2 tabel maka sampel dinyatakan tidak homogen. Di bawah ini adalah hasil uji homogenitas data posttest ditunjukkan pada tabel 4.6 sebagai berikut : Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest No.
Statistik
Nilai
1
S2 eksperimen
99,20
2
S2 kontrol
150,30
3
S2 gabungan
124,75
4
Χ2 hitung
1,25
5
Χ2 tabel
3,84
Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan (α = 0,05). Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa data posttest kedua kelas berasal dari populasi yang homogen, karena
χ2
hitung
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10.
< χ2
tabel.
Penghitungan
56
2. Uji Hipotesis Setelah diperoleh hasil pengujian prasyarat analisis data diatas, dapat dinyatakan bahwa kedua data tersebut adalah berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, untuk tahap selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis.
Pengujian
hipotesis
tersebut
diperoleh
dengan
cara
menggunakan rumus uji-t. Rumus untuk menentukan thitung adalah sebagai berikut :
X1 − X 2
t= S
1 1 + n1 n2
Untuk hasil perhitungan thitung dapat dilihat pada lampiran 12. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa nilai thitung adalah sebesar 6,76 dan nilai ttabel diperoleh dengan menggunakan taraf signifikan 0,05 adalah sebesar 2,00. Dengan demikian, untuk kriteria pengujian pada hasil perhitungan tersebut didapat bahwa – t
tabel
< t
hitung
atau
t
tabel
< t
hitung
=
-2,00 < 6,76 atau 2,00 < 6,76 artinya terima Ha, tolak Ho. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (direct instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep cahaya.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan temuan yang diperoleh selama penelitian, yaitu bahwa besar thitung diperoleh sebesar 6,76 dan besar ttabel pada taraf signifikan 0,05 adalah sebesar 2,00. Hasil pengujian tersebut dihubungkan dengan hipotesis pengujian dua arah, yaitu -2,00 < 6,76 atau 2,00 < 6,76 artinya terima Ha, tolak Ho. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. Hasil belajar yang diperoleh kelas eksperimen, yaitu kelas yang menggunakan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) mengalami peningkatan. Hal ini diperkuat
57
dengan perolehan nilai rata-rata posttest eksperimen (63,7) > nilai rata-rata posttest kontrol (44,23). Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dengan model konvensional merupakan model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher centered. Meskipun demikian, kedua model tersebut dianggap sebagai model pengajaran yang masing-masing memiliki keunggulan tertentu. Direct Instruction memiliki keunggulan dalam mempelajari keterampilan dasar (pengetahuan prosedural) dan memperoleh informasi (pengetahuan deklaratif) yang diajarkan secara selangkah demi selangkah, sedangkan diskusi menekankan pentingnya aktivitas guru dalam membelajarkan siswa. Menurut Arends, direct instruction dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah. 1 Direct instruction merupakan pengajaran yang dirancang secara sistematik dan sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan individu. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Hernawan Tri Prasetyo, bahwa penggunaan model direct instruction terhadap prestasi belajar lebih efektif daripada metode konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan thitung = 3,4936 > ttabel = 1,67. 2 Model konvesional berupa metode diskusi adalah metode belajar yang cara penyajiannya dihadapkan hanya kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama atau secara kooperatif. Dalam proses belajar didalamnya terdapat aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, tetapi metode diskusi hanya
1
Nurman, Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI), (Tersedia : http://nurmanspd.wordpress.com/2009/08/21/model-pembelajaran-direct-instruction-di/) [24 Mei 2010] 2 Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks, (Tersedia : http://www.docstoc.com/doc/22293108/Efektivitas-metode-pembelajaran-directinstruction-yang-disertai) [ 02 Agustus 2010]
58
menekankan pada penguasaan berpikir (kognitif) dan berinteraksi (afektif) melalui pengalaman mental dan pengalaman sosial. Oleh sebab itu, kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan direct instruction lebih lengkap dalam memperoleh pengetahuan baik secara pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan prosedural. Pengetahuan tersebut diperoleh
melalui
pengalaman
mental
(kognitif),
pengalaman
fisik
(psikomotorik), dan pengalaman sosial (afektif). Direct instruction secara sistematis menuntut dan membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar dari masing-masing tahap demi tahap. Hal ini diperkuat dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Stalling dan koleganya, menyatakan bahwa guru yang menggunakan pengajaran langsung menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi dan hasil belajar yang lebih tinggi pula. 3 Pada umumnya, penggunaan model-model pembelajaran yang dilakukan oleh guru bertujuan agar hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Berbeda halnya dengan hasil temuan pada penelitian ini, yaitu pada penggunaan model konvensional rata-rata yang diperoleh untuk pengetahuan awal siswa (pretest) 50,9 lebih besar daripada pengetahuan akhir siswa (posttest) 44,23. Hal ini disebabkan karena siswa yang menggunakan model konvensional berupa metode diskusi saat menjawab soal posttest yaitu dengan mereka-reka jawaban dan pemberian soal diberikan pada saat jam terakhir pelajaran, sehingga siswa merasa sudah bosan dan soal yang diberikan dijawab dengan terburu-buru. Temuan-temuan yang lain dalam penelitian ini, adalah ketidakcocokan pemilihan metode dengan konsep yang diajarkan oleh guru membuat pencapaian pemahaman siswa pada kelas kontrol kurang optimal. Hal ini tidak selaras dengan pencapaian suatu tujuan pembelajaran, karena tercapainya tujuan
pembelajaran
ditentukan
oleh
ketepatan
penggunaan
model
pembelajaran agar diperoleh kualitas hasil belajar yang lebih optimal. Selain 3
S. Kardi dan Moh. Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya : Unesa-University Press, 2000), h. 17
59
itu, respon siswa pada kelas kontrol dalam proses pembelajaran sangat kurang. Hal ini disebabkan penyajian materi oleh guru kurang menarik oleh siswa, sehingga siswa merasa bosan dan kegiatan belajar mengajar tidak berjalan efektif dan kondusif. Karakter siswa yang menggunakan model direct instruction sangat antusias. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata posttest 63,7 > nilai rata-rata pretest 53,6. Singkatnya, siswa yang menggunakan model direct instruction mengalami peningkatan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini diperkuat dengan penelitian Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, menyatakan hasil analisis statistik uji-t diperoleh bahwa hasil belajar produk siswa yang diajarkan dengan model direct instruction lebih baik daripada hasil belajar produk siswa yang diajarkan dengan pembelajaran yang biasa dilakukan sekolah dengan penggabungan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. 4 Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pengajaran langsung pada konsep cahaya dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.
D. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan dan kelemahan keterbatasan penelitian diantaranya sebagai berikut : 1. Penentuan sampel ditentukan oleh guru di sekolah, peneliti tidak memiliki otoritas penuh karena sudah dalam pertimbangan guru. 2. Perolehan nilai rata-rata kelas kontrol,
pretest lebih besar daripada
posttest. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pada kelas kontrol berkategori rendah dalam pencapaian penguasaan materi, sehingga rendahnya pengetahuan dalam menjawab soal.
4
Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu’allimat NW Pancor, (Tersedia ; http://satutikrahayu.blogspot.com/2008/11/pdm.html) [09 Agustus 2010], h. 66
60
3. Ketidaksesuaian model yang digunakan oleh guru pada kelas kontrol yang mengakibatkan penurunan hasil posttest yang sangat buruk. 4. Tidak adanya instrumen pendukung lainnya seperti lembar observasi, yaitu untuk
mengetahui
ketercapaian
proses
menggunakan model direct instruction.
belajar
mengajar
dalam
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor posttest kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada siswa kelas VIII SMP Islamiyah Ciputat. Untuk hasil pengujian hipotesis, terdapat pengaruh yang signifikan antara model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar Fisika siswa. Hal ini terlihat pada keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh model direct instruction.
B. Saran Saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) memiliki peran yang sangat penting sebagai penunjang pelaksanaan proses pembelajaran Fisika, diantaranya menciptakan suasana belajar yang kondusif. Dengan demikian, model pengajaran ini perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari para guru Fisika dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
61
DAFTAR PUSTAKA
Amirin, Tatang M. Taksonomi Bloom Versi Baru. Artikel ini diakses pada tanggal 9 Agustus 2010 di http://tatangmanguny.wordpress.com/ 001/01/19/taksonomi-bloom-versi-baru/. Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2001. Baharuddin. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008. Depdiknas. Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan Masyarakat. Jakarta : Depdiknas, 2002. Distrik, I Wayan. Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika SMAN 13 Bandar Lampung. Artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/16/modelpembelajaran-langsung-dengan-pendekatan-kontekstual-untukmeningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajar-fisika-siswa-sman13-bandar-lampung/. Djiwandono, Sri Esti W. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia, 2006. Dkk, A. Grummy W. Laporan Penelitian LPTK : Pengembangan Model Pengajaran Langsung (MPL) pada Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif di Jurusan Teknik Mesin FT UNESA. Surabaya : FT Unesa, 2004. Dzaki, Muhammad Faiq. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction). Artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/modelpengajaran-langsung.html. Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008. Holil, Anwar. Teori Pembelajaran Sosial. Artikel ini diakses pada tanggal 9 Agustus 2010 di http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teoripembelajaran-sosial.html. ____________ Model Pengajaran Langsung. Artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/modelpengajaran-langsung.html.
62
63
Java, Hari Van. Model Pembelajaran Langsung (Direct atau Directive Instruction). Artikel ini diakses pada tanggal 13 Mei 2010 di http://educationforourcountry.com/model-pembelajaran-langsung. Kardi, S. dan Moh. Nur. Pengajaran Langsung. Surabaya : Unesa-University Press, 2000. Makhrus, Muh. dan Satutik Rahayu. Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu’allimat NW Pancor. Artikel ini diakses pada tangggal 09 Agustus 2010 di http://satutikrahayu.blogspot.com/2008/11/pdm.html. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran Langsung. Artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di http://kanreguru.wordpress.com/2009/12/57. Muijs, Daniel dan David Reynold. Effective Teaching; Evidence and Practice, 2nd Edition. London : SAGE Publication, Ltd, 2005. Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian Tugas. Artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari http://id-jurnal.blogspot.com/2009/09/skripsi-pembelajaran-fisikadengan.html. Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA. Artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/08/pengaruh-pembelajaranfisika-dengan.html. Prasetyo, Hernawan Tri. Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks. Artikel ini diakses pada tanggal 02 Agustus 2010 di http://www.docstoc.com/doc/22293108/Efektivitasmetode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai. Purnomo, Sidik. Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Pokok Fotosintesis Melalui Pengajaran Langsung (Direct Instruction Models) Siswa Kelas VIIIC MTs Negeri Gondowulung Bantul Tahun Ajaran 2007/2008. artikel ini diakses pada tanggal 02 Agustus 2010 di http://digilib.uinsuka.ac.id/download.php?id=2161. Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan Cet. Ke-12. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003.
64
Sudjana. Metoda Statistik Cet. Ke-6. Bandung : Tarsito, 2001 Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian Cet. Ke-13. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002. Susanti, Rini. Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar. Pustekkom : Jurnal Teknodik. Edisi No. 12/VII/Oktober/2003 diakses pada tanggal 19 Januari 2010 dari http://www.pustekkom.go.id/Teknodik/t12/isi.htm#5#5. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005. Trianto. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007. Teori Konstruktivisme dalam Cooperative Learning. Artikel ini diakses pada tanggal 19 Maret 2010 dari http://xpresiriau.com/teroka/artikeltulisan-pendidikan/ teori-konstruktivisme-dalam-cooperative-learning/. Yulaelawati, Ella. Psikologi Pendidikan Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Pakar Raya, 2004.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Sofiyah, lahir di Tangerang 28 Juni 1985, putra dari pasangan Bapak Abdul Azis Ismail dan Ibu Chilafiyah. Saat ini tinggal di Jl. Tanah Seratus RT. 003. RW. 02 Sudimara Jaya Kec. Ciledug Kab. Tangerang-Banten 15151 (Telp. 0217336262). Pendidikan Dasar ditamatkan tahun 1999 di SDN Sudimara Timur IV, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Fatahillah Ciledug dan lulus tahun 2001, pendidikan menengah atas di selesaikan pada tahun 2003 di SMU Muhammadiyah 1 Tangerang. Pada 03 September 2010, telah lulus dari Perguruan Tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Fisika.
Kompetensi Dasar Materi Pokok Kelas Jenis Tes Jumlah Soal
Lampiran 21
INSTRUMEN TES : Menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa : Cahaya : VIII (Delapan) : Pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban : 40 soal
A. Kisi-kisi Instrumen Tes No 1 2 3 4 5
Indikator
Submateri
Melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat perambatan cahaya Menjelaskan hukum pemantulan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cekung dan lensa cembung
Perambatan Cahaya Hukum Pemantulan
Jumlah
C1
Aspek Kognitif C2 C3
C4
1,2
3,6
4,7
5,8
8
9,15
10,12
11,13
14,16
8
22,24
21,23
8
17,19
Jumlah
Cermin
18,20
Hukum Pembiasan
25,27
26,30
28,29
31,32
8
Lensa
33,36
34,35
39,40
38,37
8
10
10
10
10
40
KISI-KISI INSTRUMEN TES
Standar Kompetensi Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari
Kompetensi Dasar
Aspek Kognitif Submateri
Indikator Soal C1
Menyelidik 1. Perambatan 1. Menjelaskan pengertian cahaya sifat-sifat cahaya cahaya dan 2. Menjelaskan sifat-sifat cahaya hubungannya dengan berbagai 3. Membedakan sinar-sinar cahaya bentuk cermin dan lensa
2. Menemukan cahaya
proses
hukum
terjadinya
C4
1,2
3
1
1
1
1
4,8
1
1
5,6,7
1
1
1
1
11,15
2
1
pemantulan
3. Membedakan pemantulan teratur dan pemantulan tidak teratur
C3
2
4. Mengamati perambatan cahaya dan peristiwa terbentuknya bayang-bayang umbra dan penumbra 2. Pemantulan 1. Mengamati pemantulan cahaya
C2
Nomor soal
1
12,14, 16 9,10, 13
3. Cermin
1. Membedakan bayangan nyata dan bayangan maya
1
18
2. Menjelaskan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar
1
3. Menjelaskan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin cekung dan cermin cembung
1
5. Menyebutkan manfaat cermin cekung dan cermin cembung dalam kehidupan sehari-hari
1
1. Menjelaskan pengertian pembiasan
2
2
4. Mengamati peristiwa pemantulan sempurna dalam kehidupan sehari-hari
19,21,2 3
24
20
1
25,27, 26
2. Mengamati arah perambatan cahaya yang melewati dua medium 3. Menentukan indeks bias suatu medium
17,22
1
4. Menjelaskan hubungan antara jarak benda, jarak bayangan, dan jarak fokus pada cermin
4. Pembiasan cahaya
1
1
32
28,29
2 1
31
5. Lensa
1. Menjelaskan pengertian lensa
33
1
37,38
2
3. Menjelaskan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cembung
35
1
4. Menyebutkan manfaat lensa cembung dan lensa cekung dalam kehidupan sehari-hari
6. Menjelaskan hubungan antara jarak benda, jarak bayangan, dan jarak fokus pada lensa.
34
1
2. Membedakan lensa cekung dan lensa cembung
5. Menjelaskan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cekung
30
1
5. Menjelaskan peristiwa fatamorgana
36
1
2
39,40
B. Bentuk Soal, Kunci Jawaban, dan Aspek Kognitif yang Diukur Indikator
Submateri
Melakukan Perambatan percobaan untuk Cahaya menunjukkan sifatsifat perambatan cahaya
Butir Soal 1. Benda-benda di bawah ini merupakan sumber cahaya, kecuali … a. Matahari b. Kunang-kunang c. Bintang d. Bulan 2. Cahaya merupakan salah satu bentuk dari gelombang … a. Lurus b. Longitudinal c. Elektromagnetik d. Udara 3. Cermin diarahkan sedemikian rupa ke arah matahari, sehingga pantulan sinar matahari mengenai dinding rumahmu. Hal itu karena sinar gelombang cahaya … a. Memerlukan medium b. Tidak dapat dibiaskan c. Merambat dengan arah tak tentu d. Dapat dipantulkan
Kunci Jawaban
Aspek Kognitif
B*
C1
C
C1
D
C2
4. Perhatikan gambar di bawah ini :
a. b. c. d. 5.
C
C3
C*
C4
Lilin mengeluarkan cahaya Lilin sebagai benda cahaya Sinar merambat lurus Sinar keluar dari lilin
Beberapa percobaan : 1. Lilin yang dipancarkan pada susunan karton yang berlubang dengan berurutan 2. Lampu yang disorotkan pada kaca bening 3. Senter yang dipancarkan ke seekor kupu-kupu yang diawetkan. 4. Sendok yang dimasukkan ke dalam air Percobaan akibat terjadinya bayangan adalah ... a. 1 b. 2 c. 3 d. 4
6. Bayangan terjadi akibat … a. Cahaya merambat lurus dan mengenai banda cahaya b. Cahaya merambat lurus dan mengenai benda tak cahaya c. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda cahaya d. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tak cahaya
tembus tembus tembus
B
C2
D
C3
tembus
7. x
Pada gambar di atas, huruf x adalah ruang … a. Bayang-bayangan b. Bayangan c. Umbra d. Penumbra
8. Perhatikan gambar di bawah ini :
1.
2
3
4. A
C4
A
C1
Jenis berkas sinar yang tepat menurut gambar itu adalah … Pilihan Sinar sejajar Divergen Konvergen a. 1 3 2 b. 1 4 3 c. 2 3 4 d. 3 4 2
Menjelaskan Hukum hukum pemantulan Pemantulan yang diperoleh melalui percobaan
9. Pemantulan yang disebabkan oleh sinar datang ke permukaan halus adalah pemantulan … a. Sejajar b. Teratur
c. Difus d. Baur 10. Akibat pemantulan beraturan … a. Menyilaukan b. Teduh c. Gersang d. Redup
B
C2
B
C3
11. Gambar manakah yang menunjukkan hukum pemantulan cahaya …
a.
b.
c.
d.
12. Sinar datang tegak lurus pada bidang pemantul, maka sinar pantulnya … a. Mendekati garis normal b. Menjauhi garis normal c. Berimpit dengan garis normal d. Tidak berimpit dengan garis normal
C*
C2
D
C3
A
C4
13. Gambar manakah yang menunjukkan pemantulan teratur …
a.
c.
b.
d.
14. Gambar menunjukkan sebuah sinar cahaya yang diarahkan ke cebuah cermin. Besar sudut datang dan sudut pantul adalah ...
Sudut Sudut datang pantul a. 40o 40o b. 40o 50o c. 50o 40o d. 60o 50o 15. Sinar datang adalah … a. Sinar yang dipantulkan oleh permukaan benda b. Sinar yang datang pada permukaan benda c. Sinar yang datang oleh permukaan benda d. Sinar yang datang dari permukaan benda
B*
C1
A
C4
16. Perhatikan gambar di bawah ini!
Kesimpulannya adalah … a. Besar sudut datang = sudut pantul b. Sinar datang sejajar dengan cermin c. Besar sinar datang = sudut datang d. Sudut datang = 90o
Mendeskripsikan Cermin proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung
17. Sifat bayangan pada cermin datar yaitu … a. Maya b. Tegak c. Sama besar d. Maya, tegak, sama besar 18. Terdapat dua jenis bayangan yaitu … a. Nyata dan maya b. Baur dan teratur c. Terang dan gelap d. Pendek dan tinggi 19. Bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembung adalah… a. Maya b. Tegak c. Maya, tegak dan diperkecil d. Diperkecil 20. Yang tepat digunakan untuk spion kendaraan adalah … a. Cermin datar b. Cermin cekung c. Cermin cembung d. Lensa cekung 21. Bayangan yang dihasilkan pada cermin cekung adalah terbalik, tegak, diperkecil. Jika dilukiskan pada gambar yang benar adalah…
D*
C2
A
C1
C
C2
C*
C1
C
C4
a.
b.
c.
d.
22. Agar seseorang yang tingginya 160 cm dapat melihat seluruh tubuhnya di depan cermin datar, tinggi cermin yang diperlukan minimal … a. 160 cm b. 80 cm c. 60 cm d. 40 cm
B
C3
D*
C4
B*
C3
23.
Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung pada gambar di atas adalah … a. Nyata, terbalik b. Nyata, diperkecil c. Maya, terbalik d. Maya, tegak, diperbesar 24. Sebuah benda terletak 30 cm di depan cermin cekung jika jarak bayangan 60 cm, maka jarak titik fokus adalah … a. 12 cm b. 20 cm c. 50 cm d. 60 cm
Menjelaskan Hukum hukum pembiasan Pembiasan yang diperoleh berdasarkan percobaan
25. Refraksi disebut juga dengan … a. Pemantulan cahaya b. Pembelokkan cahaya c. Pembiasan cahaya e. Perambatan cahaya 26. Bintang di langit yang kita lihat sebenarnya tidak terletak pada kedudukan sesungguhnya. Hal itu disebabkan oleh peristiwa … a. Pemantulan b. Dispersi c. Pembiasan d. Interferensi 27. Pembelokkan arah rambatan cahaya pada saat cahaya menembus dua medium yang berbeda disebut … a. Pembiasan cahaya b. Pemantulan cahaya c. Perambatan cahaya d. Pembelokkan cahaya 28. Diketahui Cn = cepat rambat dalam zat dan C = cepat rambat cahaya dalam ruang hampa, maka nilai indeks bias zat adalah … a. C = n/Cn b. n = C/Cn c. n = C x Cn d. Cn = C x n
C*
C1
C
C2
A
C1
B
C3
29. Cepat rambat di ruang hampa 3 x 108 m/s sedangkan di air 2,3 x 108 m/s, maka indeks bias air adalah … a. 6,9 x 1016 b. 0,7 c. 7 x 108 d. 1,3 30. Berikut ini adalah yang bukan fatamorgana… a. Peristiwa penguraian warna b. Peristiwa pembiasan cahaya c. Peristiwa pemantulan sempurna d. Peristiwa alami
proses
D*
C3
A*
C2
D
C4
terjadinya
31. Beberapa peristiwa : 1. fatamorgana 2. pelangi 3. pensil terlihat tampak membengkok di dalam gelas yang berisi air 4. dasar kolam yang airnya bening lebih dangkal daripada kedalaman sebenarnya yang termasuk pemantulan sempurna adalah … a. 4 b. 3 c. 2 d. 1
32. Diantara lukisan pembiasan cahaya pada kaca tebal di bawah ini, manakah yang paling tepat?
a.
b. D
c.
C4
d.
Mendeskripsikan Lensa proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cembung dan lensa cekung
33. Benda bening yang dibatasi oleh dua bidang lengkung dinamakan … a. Lensa b. Cermin c. Kacamata d. Spion 34. Sifat lensa cembung dan lensa cekung adalah … a. Mengumpulkan dan menyebarkan cahaya b. Menyebarkan dan menyejajarkan cahaya c. Mengumpulkan dan meluruskan cahaya d. Membengkokkan dan mengumpulkan cahaya 35. Manfaat dari lensa digunakan pada : 1. mikroskop 3. kamera 2. kacamata 4. kaca pembesar Lensa cembung dimanfaatkan pada benda … a. 1,3,4 b. 1,2,3 c. 2,3 d. 2,4
A
C1
A
C2
A*
C2
36. Sifat bayangan benda yang tidak dihasilkan oleh lensa cekung, … a. Tegak b. Positif c. Maya d. Diperkecil
B
C1
C*
C4
37. Jika diketahui jarak fokus (f) 2 cm dan jarak benda 3 cm, maka gambar yang menunjukkan bentuk bayangan pada lensa cembung adalah …
a.
b.
c.
d.
38.
D Sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung pada gambar di atas adalah … a. Sejati, tegak b. Sejati, terbalik c. Maya, diperkecil d. Maya, tegak, diperkecil
C4
39. Di depan lensa cembung terdapat benda sejauh 15 cm sehingga terbentuk bayangan 30 cm dari lensa, maka titik fokus adalah … a. 5 cm b. 10 cm c. 15 cm d. 20 cm 40. Rumus menentukan daya/kekuatan pada lensa jika f titik fokus satuannya centimeter … a. f = 10/P b. P = 10 x f c. F = 100 x P d. P = 100/f
B
C3
D*
C3
Kompetensi Dasar Materi Pokok Kelas Jenis Tes Jumlah Soal
Lampiran 27
KISI-KISI INSTRUMEN TES HASIL BELAJAR : Menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa : Cahaya : VIII (Delapan) : Pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban : 40 soal
A. Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar No 1 2 3 4 5
Indikator
Submateri
Melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat perambatan cahaya Menjelaskan hukum pemantulan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cekung dan lensa cembung
Perambatan Cahaya Hukum Pemantulan
Jumlah
C1
Aspek Kognitif C2 C3
C4
Jumlah
2
3,6
4,7
8
6
9
10
11,13
14, 16
6
Cermin
18
19
22
21
4
Hukum Pembiasan
27
26
28
31
4
Lensa
33, 36
34
39
38
5
6
6
7
6
25
B. Bentuk Soal, Kunci Jawaban, dan Aspek Kognitif yang Diukur Indikator
Submateri
Melakukan Perambatan percobaan untuk Cahaya menunjukkan sifatsifat perambatan cahaya
Butir Soal 1.
2.
3.
Cahaya merupakan salah satu bentuk dari gelombang … a. Lurus b. Longitudinal c. Elektromagnetik d. Udara Cermin diarahkan sedemikian rupa ke arah matahari, sehingga pantulan sinar matahari mengenai dinding rumahmu. Hal itu karena sinar gelombang cahaya … a. Memerlukan medium b. Tidak dapat dibiaskan c. Merambat dengan arah tak tentu d. Dapat dipantulkan
Kunci Jawaban
Aspek Kognitif
C
C1
D
C2
C
C3
Perhatikan gambar di bawah ini :
a. Lilin mengeluarkan cahaya b. Lilin sebagai benda cahaya
c. Sinar merambat lurus d. Sinar keluar dari lilin 4.
Bayangan terjadi akibat … a. Cahaya merambat lurus dan mengenai banda cahaya b. Cahaya merambat lurus dan mengenai benda tak cahaya c. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda cahaya d. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tak cahaya
tembus tembus tembus
B
C2
D
C3
tembus
5. x
Pada gambar di atas, huruf x adalah ruang … a. Bayang-bayangan b. Bayangan c. Umbra d. Penumbra
6.
Menjelaskan Hukum hukum pemantulan Pemantulan yang diperoleh melalui percobaan
7.
Perhatikan gambar di bawah ini :
1.
2
3
4.
Jenis berkas sinar yang tepat menurut gambar itu adalah … Pilihan Sinar sejajar Divergen Konvergen a. 1 3 2 b. 1 4 3 c. 2 3 4 d. 3 4 2 Pemantulan yang disebabkan oleh sinar datang ke permukaan halus adalah pemantulan … a. Sejajar b. Teratur c. Difus d. Baur
A
C4
A
C1
8.
9.
Akibat pemantulan beraturan … a. Menyilaukan b. Teduh c. Gersang d. Redup
B
C2
B
C3
D
C3
Gambar manakah yang menunjukkan hukum pemantulan teratur … a.
b.
c.
d.
10. Gambar manakah yang menunjukkan pemantulan teratur …
a.
c.
b.
d.
11. Gambar menunjukkan sebuah sinar cahaya yang diarahkan ke cebuah cermin. Besar sudut datang dan sudut pantul adalah ...
a. b. c. d.
Sudut datang 40o 40o 50o 60o
Sudut pantul 40o 50o 40o 50o
A
C4
12. Perhatikan gambar di bawah ini!
A
C4
A
C1
C
C2
C
C4
Kesimpulannya adalah … a. Besar sudut datang = sudut pantul b. Sinar datang sejajar dengan cermin c. Besar sinar datang = sudut datang d. Sudut datang = 90o Mendeskripsikan Cermin proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung
13. Terdapat dua jenis bayangan yaitu … a. Nyata dan maya b. Baur dan teratur c. Terang dan gelap d. Pendek dan tinggi 14. Bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembung adalah… a. Maya b. Tegak c. Maya, tegak dan diperkecil d. Diperkecil 15. Bayangan yang dihasilkan pada cermin cekung adalah terbalik, tegak, diperkecil. Jika dilukiskan pada gambar yang
benar adalah…
a.
b.
c.
d.
16. Agar seseorang yang tingginya 160 cm dapat melihat seluruh tubuhnya di depan cermin datar, tinggi cermin yang diperlukan minimal … a. 160 cm b. 80 cm c. 60 cm d. 40 cm Menjelaskan Hukum hukum pembiasan Pembiasan yang diperoleh berdasarkan percobaan
17. Bintang di langit yang kita lihat sebenarnya tidak terletak pada kedudukan sesungguhnya. Hal itu disebabkan oleh peristiwa … a. Pemantulan b. Dispersi c. Pembiasan d. Interferensi 18. Pembelokkan arah rambatan cahaya pada saat cahaya menembus dua medium yang berbeda disebut … a. Pembiasan cahaya b. Pemantulan cahaya c. Perambatan cahaya d. Pembelokkan cahaya 19. Diketahui Cn = cepat rambat dalam zat dan C = cepat rambat cahaya dalam ruang hampa, maka nilai indeks bias zat adalah … a. C = n/Cn b. n = C/Cn
B
C3
C
C2
A
C1
B
C3
c. n = C x Cn d. Cn = C x n 20. Beberapa peristiwa : 1. fatamorgana 2. pelangi 3. pensil terlihat tampak membengkok di dalam gelas yang berisi air 4. dasar kolam yang airnya bening lebih dangkal daripada kedalaman sebenarnya yang termasuk pemantulan sempurna adalah … a. 4 b. 3 c. 2 d. 1 Mendeskripsikan Lensa proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cembung dan lensa cekung
21. Benda bening yang dibatasi oleh dua bidang lengkung dinamakan … a. Lensa b. Cermin c. Kacamata d. Spion 22. Sifat lensa cembung dan lensa cekung adalah … a. Mengumpulkan dan menyebarkan cahaya b. Menyebarkan dan menyejajarkan cahaya c. Mengumpulkan dan meluruskan cahaya d. Membengkokkan dan mengumpulkan cahaya
D
C4
A
C1
A
C2
23. Sifat bayangan benda yang tidak cekung, … a. Tegak b. Positif c. Maya d. Diperkecil
dihasilkan oleh lensa
B
C1
D
C4
B
C3
24.
Sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung pada gambar di atas adalah … a. Sejati, tegak b. Sejati, terbalik c. Maya, diperkecil d. Maya, tegak, diperkecil 25. Di depan lensa cembung terdapat benda sejauh 15 cm sehingga terbentuk bayangan 30 cm dari lensa, maka titik fokus adalah … a. 5 cm b. 10 cm c. 15 cm d. 20 cm
Lampiran 1
Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Skor Tes Hasil Belajar Fisika pada Kelas Kontrol 1. Data Pretest Kelas Kontrol 24
32
36
44
44
44
48
48
48
48
52
52
52
52
52
52
52
52
52
56
56
56
56
56
56
56
56
60
60
60
Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 60 dan nilai minimum (Xmin) adalah 24. 2. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R)
= Xmax – Xmin = 60– 24 = 36
3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 30 = 1 + 3,3 x 1,47 = 1 + 4,85 = 5,85 ≈ 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P)
=
R K
=
36 7
= 5,14 ≈ 6 Sehingga panjang kelasnya adalah 6. 5. Tabel Distribusi Kelas Interval 24 - 29 30 - 35 36 - 41 42 - 47 48 - 53 54 - 59 60 - 65
Batas Kelas 23,5 29,5 35,5 41,5 47,5 53,5 59,5
Nilai Tengah (Xi) 26,5 32,5 38,5 44,5 50,5 56,5 62,5
Frekuensi (fi) 1 1 1 3 13 8 3
Jumlah (∑)
Frekuensi Kumulatif 1 2 3 6 19 27 30
Xi2 702,25 1056,25 1482,25 1980,25 2550,25 3192,25 3906,25
6. Menentukan Harga Mean ( x ) =
∑ f ⋅ x i 1527 = = 50 ,9 ∑ f 30
7. Menentukan Harga Median (Me) Me
=
Me
=
Me
=
Me
=
⎛ 1 n − fk ⎞ ⎟ b + p ⎜⎜ 2 ⎟⎟ f ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 1 30 − 27 47 ,5 + 7 ⎜⎜ 2 13 ⎜ ⎝ ⎛ 15 − 27 ⎞ 47 ,5 + 7 ⎜ ⎟ ⎝ 13 ⎠ 47 ,5 − 6 ,5
Me
=
41
fi . Xi2
26,5 702,25 32,5 1056,25 38,5 1482,25 133,5 5940,75 656,5 33153,25 452 25538 187,5 11718,75
1527 79591,5
30
x
fi . Xi
⎞ ⎟ ⎟⎟ ⎠
8. Menentukan Modus (Mo) M
o
=
M
o
=
M
o
=
⎛ ⎞ b1 ⎟⎟ b + p ⎜⎜ b b + 2 ⎠ ⎝ 1 ⎛ 10 ⎞ 47 , 5 + 7 ⎜ ⎟ ⎝ 10 + 5 ⎠ 47 , 5 + 4 , 7
M
o
=
52 , 2
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku =
n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi ) n(n − 1)
SD
=
30(79591,5) − (1527 ) 30(30 − 1)
SD
=
2387745 − 2331729 870
SD
=
56016 870
SD
=
64,4
SD
= 8,02
SD
2
2
Lampiran 2
Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Skor Tes Belajar Fisika pada Kelas Kontrol
1. Data Posttest Kelas Kontrol 20
24
32
32
32
36
36
40
40
40
40
40
40
40
44
44
48
48
48
48
48
52
52
56
60
64
64
64
64
68
Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 68 dan nilai minimum (Xmin) adalah 20. 2. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R)
= Xmax – Xmin = 68 – 20 = 48
3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 30 = 1 + 3,3 x 1,47 = 1 + 4,85 = 5,85 ≈ 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P)
=
R K
=
48 7
= 6,86 ≈ 7 Sehingga panjang kelasnya adalah 7. 5. Tabel Distribusi No. 1 2 3 4 5 6 7
Kelas Batas Nilai Tengah Interval Kelas (Xi) 20 - 26 19,5 23 27 - 33 26,5 30 34 - 40 33,5 37 41 - 47 40,5 44 48 - 54 47,5 51 55 - 61 54,5 58 62 - 68 61,5 65
Frekuensi (fi) 1 4 9 7 2 2 5
Jumlah (∑)
Frekuensi Kumulatif 1 5 14 21 23 25 30
30
6. Menentukan Harga Mean ( x ) x =
∑ f ⋅ xi 1327 = = 44,23 ∑f 30
7. Menentukan Harga Median (Me)
Me
⎛ 1 n − fk ⎞ ⎟ = b + p⎜⎜ 2 ⎟⎟ f ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 1 30 − 23 ⎞ ⎟ = 40,5 + 7⎜⎜ 2 ⎟⎟ 7 ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 15 − 23 ⎞ = 40,5 + 7⎜ ⎟ ⎝ 7 ⎠ = 40,5 − 8
Me
= 32,5
Me
Me Me
Xi2
fi . Xi
fi . Xi2
529 900 1369 1936 2601 3364 4225
23 120 333 308 102 116 325
529 3600 12321 13552 5202 6728 21125
1327
63057
8. Menentukan Modus (Mo) M
o
=
M
o
=
M
o
=
⎛ b1 b + p ⎜⎜ ⎝ b1 + b 2 ⎛ 5 33 , 5 + 7 ⎜ ⎝5+ 2 33 , 5 + 5
M
o
=
38 , 5
⎞ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎟ ⎠
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku SD
=
n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi ) n(n − 1)
SD
=
30(63057) − (1327 ) 30(30 − 1)
SD
=
1891710 − 1760929 870
SD
=
130781 870
SD
=
150,23
SD
= 12,26
2
2
Lampiran 3
Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Skor Tes Hasil Belajar Fisika pada Kelas Eksperimen
1. Data Pretest Kelas Eksperimen 44
44
44
48
48
48
48
52
52
52
52
52
52
52
56
56
56
56
56
56
56
56
56
56
56
56
60
60
60
60
Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 60 dan nilai minimum (Xmin) adalah 44. 2. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R)
= Xmax – Xmin = 60 – 44 = 16
3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 30 = 1 + 3,3 x 1,47 = 1 + 4,85 = 5,85 ≈ 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P)
=
R K
=
17 6
= 2,28 ≈ 3 Sehingga panjang kelasnya adalah 3. 5. Tabel Distribusi No. 1 2 3 4 5 6 7
Kelas Batas Nilai Tengah Interval Kelas (Xi) 45 44 - 46 43,5 47 - 49 46,5 48 51 50 - 52 49,5 53 - 55 52,5 54 57 56 - 58 55,5 60 59 - 61 58,5 62 - 64 61,5 63
Frekuensi (fi) 3 4 7 0 12 4 0
Jumlah (∑)
Frekuensi Kumulatif 3 7 14 14 26 30 30
30
6. Menentukan Harga Mean ( x ) ∑ f ⋅ x i 1608 = = 53.6 ∑f 30
x =
7. Menentukan Harga Median (Me) Me
=
Me
=
Me
=
Me
=
⎛ 1 n − fk ⎞ ⎟ b + p⎜⎜ 2 ⎟⎟ f ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 1 30 − 30 ⎞ ⎟ 55,5 + 7⎜⎜ 2 ⎟⎟ 12 ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 15 − 30 ⎞ 55,5 + 7⎜ ⎟ ⎝ 12 ⎠ 55,5 − 8,75
Me
=
46,75
Xi
2
2025 2304 2601 2916 3249 3600 3969
2
fi . Xi
fi . Xi
135 192 357 0 684 240 0
6075 9216 18207 0 38988 14400 0
1608
86886
8. Menentukan Modus (Mo) M
o
=
M
o
=
M
o
=
⎛ b1 ⎞ ⎟⎟ b + p ⎜⎜ b + b 2 ⎠ ⎝ 1 ⎛ 12 ⎞ 55 , 5 + 7 ⎜ ⎟ ⎝ 12 + 8 ⎠ 55 , 5 + 4 , 2
M
o
=
59 , 7
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku =
n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi ) n(n − 1)
SD
=
30(86886) − (1608) 30(30 − 1)
SD
=
2606580 − 2585664 870
SD
=
20916 870
SD
=
24,04
SD
=
SD
4,9
2
2
Lampiran 4
Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Skor Tes Hasil Belajar Fisika pada Kelas Eksperimen
1. Data Posttest Kelas Eksperimen 32
44
48
56
56
56
64
64
64
64
64
68
68
68
68
68
68
68
68
68
68
72
72
72
76
76
76
76
76
80
Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 80 dan nilai minimum (Xmin) adalah 32. 2. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R)
= Xmax – Xmin = 80 – 32 = 48
3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 30 = 1 + 3,3 x 1,47 = 1 + 4,85 = 5,85 ≈ 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P)
=
R K
=
48 7
= 6,86 ≈ 7 Sehingga panjang kelasnya adalah 7. 5. Tabel Distribusi No. 1 2 3 4 5 6 7
Kelas Batas Nilai Tengah Interval Kelas (Xi) 35 32 - 38 31,5 39 - 45 38,5 42 49 46 - 52 45,5 53 - 59 52,5 56 63 60 - 66 59,5 70 67 - 73 66,5 74 - 80 73,5 77
Frekuensi (fi) 1 1 1 3 15 3 6
Jumlah (∑)
Frekuensi Kumulatif 1 2 3 6 21 24 30
30
6. Menentukan Harga Mean ( x ) ∑ f ⋅ x i 1911 = = 63,7 ∑f 30
x =
7. Menentukan Harga Median (Me) ⎛ 1 n − fk ⎞ ⎟ b + p⎜⎜ 2 ⎟⎟ f ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 1 30 − 24 ⎞ ⎟ 59,5 + 7⎜⎜ 2 ⎟⎟ 15 ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 15 − 24 ⎞ 59,5 + 7⎜ ⎟ ⎝ 15 ⎠ 59,5 − 4,2
Me
=
Me
=
Me
=
Me
=
Me
= 55,3
Xi
2
1225 1764 2401 3136 3969 4900 5929
2
fi . Xi
fi . Xi
35 42 49 168 945 210 462
1225 1764 2401 9408 59535 14700 35574
1911
124607
8. Menentukan Modus (Mo)
Mo
⎛ b1 ⎞ ⎟⎟ = b + p⎜⎜ b b + 2 ⎠ ⎝ 1 ⎛ 12 ⎞ = 59,5 + 7⎜ ⎟ ⎝ 12 + 12 ⎠ = 59,5 + 3,5
Mo
= 63
Mo Mo
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku SD =
n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi ) n(n − 1)
SD =
30(124607 ) − (1911) 30(30 − 1)
SD =
3738210 − 3651921 870
SD =
86289 870
SD =
99,18
2
SD = 9,96
2
Lampiran 5
Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest pada Kelas Kontrol
Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H0 = data berdistribusi normal H1 = data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L0 1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn dengan menggunakan rumus : Zi
=
Xi − X S
Dimana : Z = Bilangan baku X = Rata-rata
S = Simpangan Baku 2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka : S (Z i )
=
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H0 jika L0 > Ltabel Terima H0 jika L0 < Ltabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X )
= 50,9
Simpangan Baku (S) = 8,02 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Data (Xi) 24 32 36 44 44 44 48 48 48 48 52 52 52 52 52 52 52 52 52 56 56 56 56 56 56 56 60 60 60 60
Zi -3,35 -2,36 -1,86 -0,86 -0,86 -0,86 -0,36 -0,36 -0,36 -0,36 0,137 0,137 0,137 0,137 0,137 0,137 0,137 0,137 0,137 0,636 0,636 0,636 0,636 0,636 0,636 0,636 1,135 1,135 1,135 1,135
F(Zi) 0,0004 0,0091 0,0314 0,1949 0,1949 0,1949 0,3594 0,3594 0,3594 0,3594 0,5557 0,5557 0,5557 0,5557 0,5557 0,5557 0,5557 0,5557 0,5557 0,7389 0,7389 0,7389 0,7389 0,7389 0,7389 0,7389 0,8729 0,8729 0,8729 0,8729
S(Zi) [F(Zi) - S(Zi) 0,0333 0,0329 0,0667 0,0576 0,1 0,0686 0,2 0,0051 0,2 0,0051 0,2 0,0051 0,3333 0,0261 0,3333 0,0261 0,3333 0,0261 0,3333 0,0261 0,6333 0,0776 0,6333 0,0776 0,6333 0,0776 0,6333 0,0776 0,6333 0,0776 0,6333 0,0776 0,6333 0,0776 0,6333 0,0776 0,6333 0,0776 0,8667 0,1278 0,8667 0,1278 0,8667 0,1278 0,8667 0,1278 0,8667 0,1278 0,8667 0,1278 0,8667 0,1278 1 0,1271 1 0,1271 1 0,1271 1 0,1271
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,1278]. Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H0, jika L0 > Ltabel Terima H0, jika L0 < Ltabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel) = 0,1278 < 0,161. hal ini berarti data Pretest pada kelas kontrol adalah berdistribusi normal.
Lampiran 6
Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest pada Kelas Kontrol
Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H0 = data berdistribusi normal H1 = data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L0 1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn dengan menggunakan rumus : Zi
=
Xi − X S
Dimana : Z = Bilangan baku X = Rata-rata
S = Simpangan Baku 2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka : S (Z i )
=
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H0 jika L0 > Ltabel Terima H0 jika L0 < Ltabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X )
= 44,23
Simpangan Baku (S) = 12,26 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Data (Xi) 20 24 32 32 32 36 36 40 40 40 40 40 40 40 44 44 48 48 48 48 48 52 52 56 60 64 64 64 64 68
Zi -1.98 -1.65 -1 -1 -1 -0.67 -0.67 -0.35 -0.35 -0.35 -0.35 -0.35 -0.35 -0.35 -0.02 -0.02 0.308 0.308 0.308 0.308 0.308 0.634 0.634 0.96 1.286 1.613 1.613 1.613 1.613 1.939
F(Zi) 0.0239 0.0495 0.1587 0.1587 0.1587 0.2514 0.2514 0.3632 0.3632 0.3632 0.3632 0.3632 0.3632 0.3632 0.492 0.492 0.6217 0.6217 0.6217 0.6217 0.6217 0.7357 0.7357 0.8315 0.9015 0.9463 0.9463 0.9463 0.9463 0.9738
S(Zi) 0.0333 0.0667 0.3 0.3 0.3 0.2333 0.2333 0.4667 0.4667 0.4667 0.4667 0.4667 0.4667 0.4667 0.5333 0.5333 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7667 0.7667 0.8 0.8333 0.9667 0.9667 0.9667 0.9667 1
[F(Zi) - S(Zi)] 0.0094 0.0172 0.1413 0.1413 0.1413 0.0181 0.0181 0.1035 0.1035 0.1035 0.1035 0.1035 0.1035 0.1035 0.0413 0.0413 0.0783 0.0783 0.0783 0.0783 0.0783 0.031 0.031 0.0315 0.0682 0.0204 0.0204 0.0204 0.0204 0.0262
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,1413]. Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H0, jika L0 > Ltabel Terima H0, jika L0 < Ltabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel) = 0,1413 < 0,161. hal ini berarti data Posttest pada kelas kontrol adalah berdistribusi normal.
Lampiran 7
Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest pada Kelas Eksperimen
Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H0 = data berdistribusi normal H1 = data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L0 1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn dengan menggunakan rumus : Zi
=
Xi − X S
Dimana : Z = Bilangan baku X = Rata-rata
S = Simpangan Baku 2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka : S (Z i )
=
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H0 jika L0 > Ltabel Terima H0 jika L0 < Ltabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X )
= 53,6
Simpangan Baku (S) = 4,9 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Data (Xi) 44 44 44 48 48 48 48 52 52 52 52 52 52 52 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 60 60 60 60
Zi -1,94 -1,94 -1,94 -1,09 -1,09 -1,09 -1,09 -0,23 -0,23 -0,23 -0,23 -0,23 -0,23 -0,23 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617 1,468 1,468 1,468 1,468
F(Zi) 0,0262 0,0262 0,0262 0,1379 0,1379 0,1379 0,1379 0,409 0,409 0,409 0,409 0,409 0,409 0,409 0,7324 0,7324 0,7324 0,7324 0,7324 0,7324 0,7324 0,7324 0,7324 0,7324 0,7324 0,7324 0,9292 0,9292 0,9292 0,9292
S(Zi) 0,1 0,1 0,1 0,2333 0,2333 0,2333 0,2333 0,4667 0,4667 0,4667 0,4667 0,4667 0,4667 0,4667 0,8667 0,8667 0,8667 0,8667 0,8667 0,8667 0,8667 0,8667 0,8667 0,8667 0,8667 0,8667 1 1 1 1
[F(Zi) - S(Zi)] 0,0738 0,0738 0,0738 0,0954 0,0954 0,0954 0,0954 0,0577 0,0577 0,0577 0,0577 0,0577 0,0577 0,0577 0,1343 0,1343 0,1343 0,1343 0,1343 0,1343 0,1343 0,1343 0,1343 0,1343 0,1343 0,1343 0,0708 0,0708 0,0708 0,0708
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,1343]. Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H0, jika L0 > Ltabel Terima H0, jika L0 < Ltabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel) = 0,1343 < 0,161. hal ini berarti data Pretest pada kelas eksperimen adalah berdistribusi normal.
Lampiran 8
Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest pada Kelas Eksperimen
Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H0 = data berdistribusi normal H1 = data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L0 1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn dengan menggunakan rumus : Zi
=
Xi − X S
Dimana : Z = Bilangan baku X = Rata-rata
S = Simpangan Baku 2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka : S (Z i )
=
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H0 jika L0 > Ltabel Terima H0 jika L0 < Ltabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X )
= 63,7
Simpangan Baku (S) = 9,96 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Data (Xi) 32 44 48 56 56 56 64 64 64 64 64 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 72 72 72 76 76 76 76 76 80
Zi -3,18 -1,98 -1,58 -0,77 -0,77 -0,77 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,833 0,833 0,833 1,235 1,235 1,235 1,235 1,235 1,637
F(Zi) 0,0007 0,0239 0,0571 0,2206 0,2206 0,2206 0,512 0,512 0,512 0,512 0,512 0,6664 0,6664 0,6664 0,6664 0,6664 0,6664 0,6664 0,6664 0,6664 0,6664 0,7967 0,7967 0,7967 1,3907 1,3907 1,3907 1,3907 1,3907 0,9495
S(Zi) 0,0333 0,0667 0,1 0,2 0,2 0,2 0,3667 0,3667 0,3667 0,3667 0,3667 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8 0,9667 0,9667 0,9667 0,9667 0,9667 1
[F(Zi) - S(Zi)] 0,0326 0,0428 0,0429 0,0206 0,0206 0,0206 0,1453 0,1453 0,1453 0,1453 0,1453 0,0336 0,0336 0,0336 0,0336 0,0336 0,0336 0,0336 0,0336 0,0336 0,0336 0,0033 0,0033 0,0033 0,424 0,424 0,424 0,424 0,424 0,0505
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,1453]. Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H0, jika L0 > Ltabel Terima H0, jika L0 < Ltabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel) = 0,1453 < 0,161. hal ini berarti data Posttest pada kelas eksperimen adalah berdistribusi normal.
Lampiran 9
Penghitungan Homogenitas Data Pretest
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Homogenitas Dua Varians, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Tabel Distribusi Varians Gabungan Sampel Eksperimen Kontrol
db = (n-1) 29 29 58
S2 24,01 64,32
Log S2 1,38 1,81
1. Menghitung varians gabungan dengan rumus : S
2
S2 S2 S
2
⎛ (∑ n − 1)1 S 12 + (∑ n − 1)2 S 22 = ⎜ ⎜ (∑ n − 1)1 + (∑ n − 1)2 ⎝ ⎛ (29)24,01 + (29 )64,23 ⎞ ⎟⎟ = ⎜⎜ (29) + (29) ⎠ ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
696,29 + 1862,67 58 2558,96 = = 44,12 58
=
2. Log S2
= Log 44,12 = 1,64
3. B (Nilai Bartlett) =
Log S 2 ⋅ ∑(n − 1)
= 1,64 x 58 = 95,12
(db). Log S2 40,02 52,49 92,51
4. Menghitung X2 Hitung X2
=
X2
=
X2
=
(ln 10) {B − ∑(db ) Log S 2 } 2,3 × (95,12 − 95,51) 2,3 × (− 0,39) = − 0,897
5. Membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel, untuk α = 0,05 dengan derajat kebebasan (db) = k – 1 = 2 – 1 = 1 , sehingga X2 tabel = 3,84 6. Kriteria pengujian : Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka data dinyatakan tidak homogen Jika X2 hitung < dari X2 tabel, maka data dinyatakan homogen 7. Kesimpulan : Jadi, karena X2 hitung < X2 tabel yaitu -0,897 < 3,84 Maka data tersebut bersifat Homogen.
Lampiran 10
Penghitungan Homogenitas Data Posttest
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Homogenitas Dua Varians, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Tabel Distribusi Varians Gabungan Sampel Eksperimen Kontrol
db = (n-1) 29 29 58
S2 99,2016 150,3076
Log S2 1,9965 2,1769
1. Menghitung varians gabungan dengan rumus :
S
2
S2 S2 S
2
⎛ (∑ n − 1)1 S 12 + (∑ n − 1)2 S 22 = ⎜ ⎜ (∑ n − 1)1 + (∑ n − 1)2 ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
⎛ (29 )99,2016 + (29 )150,3076 ⎞ ⎟⎟ = ⎜⎜ ( ) ( ) + 29 29 ⎝ ⎠ 2876,8464 + 4358,9204 = 58 7235,7668 = = 124,7546 58
2. Log S2
= Log 124,7546 = 2,0961
3. B (Nilai Bartlett) =
Log S 2 ⋅ ∑(n − 1)
= 2,0961 x 58 = 121,5713
(db). Log S2 57,8985 63,1301 121,0286
4. Menghitung X2 Hitung X2
=
X2
=
X2
=
(ln 10) {B − ∑(db ) Log S 2 } 2,3 × (121,5713 − 121,0286) 2,3 × (0,5427 ) = 1,25
5. Membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel, untuk α = 0,05 dengan derajat kebebasan (db) = k – 1 = 2 – 1 = 1 , sehingga X2 tabel = 3,84 6. Kriteria pengujian : Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka data dinyatakan tidak homogen Jika X2 hitung < dari X2 tabel, maka data dinyatakan homogen 7. Kesimpulan : Jadi, karena X2 hitung < X2 tabel yaitu 1,25 < 3,84 Maka data tersebut bersifat Homogen.
Lampiran 11
Pengujian Hipotesis Pretest
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui : N1 X1 S12
= 30 = 53,6 = 24,01
N2 X2 S 22
= 30 = 50,9 = 64,32
Untuk pengujian hipotesis digunakan rumus :
t
X1 − X 2
=
S
1 1 + n1 n2
Menentukan Standar Deviasi Gabungan :
(n
− 1 )S 12 + (n − 2 )S 22 (n 1 + n 2 ) − 2
S
=
S
=
(29 ) ⋅ 24 , 01 + (29 ) ⋅ 64 , 32 (30 + 30 ) − 2
S
=
696 , 29 + 1865 , 28 58
S
=
2561 , 57 58
S
=
44 ,165
=
6 , 646
Maka t adalah : t
=
53,6 − 50,9 6,646
t
=
2,7 6,646
t
1 1 + 30 30
= 1,574
2 30
=
2,7 6,646(0,258)
=
2,7 1,715
Kesimpulan : Kriteria Pengujian Hipotesis : : – t tabel ≤ t hitung ≤ t
Jika
tabel
= Terima Ho, Tolak Ha
– t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung = Terima Ha, Tolak Ho Dimana : Ha : terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. H0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. Dari hasil penghitungan Uji Hipotesis Data Pretest diperoleh thitung = 1,574 dan ttabel pada taraf signifikan adalah 2,04. Karena kriteria pengujian adalah – t tabel ≤ t hitung
≤t
tabel
= – 2,00 ≤ 1,574 ≤ 2,00 maka terima Ho dan tolak Ha. Dengan
demikian tidak terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa.
Lampiran 12
Pengujian Hipotesis Posttest
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui : = 30 = 63,7 = 99,2016
N1 X1 S12
N2 X2 S 22
= 30 = 44,23 = 150,3076
Untuk pengujian hipotesis digunakan rumus : t
X1 − X 2
=
1 1 + n1 n2
S
Menentukan Standar Deviasi Gabungan : S
=
S
=
S
=
S
=
S
=
(∑ n − 1 )1 S 2 + (∑ n − 1 )2 S 22 (∑ n − 1 )1 + (∑ n − 1 )2 (29 )99 , 2016 + (29 )150 ,3076 (29 ) + (29 ) 1
2876 ,8464 + 4358 , 9204 58 7235 , 7668 = 58 11 ,1694
124 , 7546
Maka t adalah : t
=
63,7 − 44,23 11,1694
t
=
19,47 11,1694
t
1 1 + 30 30
= 6,7564
2 30
=
19,47 11,1694(0,258)
=
19,47 2,8817
Kesimpulan : Kriteria Pengujian Hipotesis : Jika
: – t tabel ≤ t hitung ≤ t
tabel
= Terima Ho, Tolak Ha
– t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung = Terima Ha, Tolak Ho Dimana :
Ha : terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. H0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa.
Dari hasil penghitungan Uji Hipotesis Data Posttest diperoleh thitung = 6,76 dan ttabel pada taraf signifikan adalah 2,00. Karena kriteria pengujian adalah – t tabel < t hitung
atau t
tabel
hitung
= -2,00 < 6,76 atau 2,00 < 6,76 maka terima Ha dan
tolak H0. Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa.
Lampiran 13
Nilai Normal Gain(N-Gain) Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Perhitungan nilai N-gain berdasarkan rumus berikut ini : N − gain =
nilai posttest − nilai pretest nilai maksimum − nilai pretest
Sedangkan kategorisasi ditentukan dengan nilai N-gain sebagai berikut : a. g-tinggi
: nilai G ≥ 0,70
b. g-sedang : nilai 0,30 ≥ G > 0,70 c. g-rendah : nilai G < 0,30 Nilai Normal Gain hasil pretest dan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen ditunjukkan pada tabel berikut ini : Rsp A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA AB AC AD
Nilai Pretest 52 48 52 52 44 56 32 56 48 48 52 48 58 56 52 56 60 56 52 24 44 52 52 56 44 56 56 52 60 36
Nilai Posttest 36 48 40 32 36 40 32 52 32 40 40 48 40 48 40 68 44 24 44 20 64 48 60 64 52 48 40 64 56 64 1364
N-gain Kontrol -0.33 0 -0.25 -0.42 -0.14 -0.36 0 -0.09 -0.31 -0.15 -0.25 0 -0.43 -0.18 -0.25 0.27 -0.4 -0.73 -0.17 -0.05 0.36 -0.08 0.17 0.18 0.14 -0.18 -0.36 0.25 -0.1 0.44
Kategori
Rsp
rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah sedang rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah sedang
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA AB AC AD
Nilai Pretest 52 60 56 52 44 52 56 52 44 56 52 48 44 56 56 56 56 48 60 56 52 56 52 52 60 60 48 56 56 56
Nilai Posttest 56 56 64 64 64 68 64 68 32 68 76 72 56 68 68 80 76 68 68 48 76 44 72 76 64 68 76 68 68 72 1968
N-gain Eksp 0.0833 -0.1 0.1818 0.25 0.3571 0.3333 0.1818 0.3333 -0.2143 0.2727 0.5 0.4615 0.2143 0.2727 0.2727 0.5455 0.4545 0.3846 0.2 -0.1818 0.5 -0.2727 0.4167 0.5 0.1 0.2 0.5385 0.2727 0.2727 0.3636
Kategori rendah rendah rendah rendah sedang sedang rendah sedang rendah sedang sedang sedang rendah rendah rendah sedang sedang sedang rendah rendah sedang rendah sedang sedang rendah rendah sedang rendah rendah sedang
Lampiran 14
Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Normal Gain pada Kelas Kontrol
1. Data Normal Gain Kelas Kontrol -0,73
-0,43
-0,42
-0,4
-0,36
-0,36
-0,33
-0,31
-0,25
-0,25
-0,25
-0,18
-0,18
-0,17
-0,15
-0,14
-0,1
-0,09
-0,08
-0,05
0
0
0
0,14
0,17
0,18
0,25
0,27
0,36
0,44
Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 0,44 dan nilai minimum (Xmin) adalah -0,73. 2. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R)
= Xmax – Xmin = 0,44– (-0,73) = 1,17
3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 30 = 1 + 3,3 x 1,47 = 1 + 4,85 = 5,85 ≈ 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P)
=
R K
=
1,17 7
= 0,167 ≈ 0,17 Sehingga panjang kelasnya adalah 0,17. 5. Tabel Distribusi No. 1 2 3 4 5 6 7
Kelas Interval -0,73 - -0,57 -0,56 - -0,40 -0,39 - -0,23 -0,22 - -0,06 -0,05 - 0,11 0,12 - 0,28 0,29 - 0,45
Batas Kelas
Nilai Tengah (Xi) -0,65 -0,48 -0,31 -0,14 0,03 0,2 0,37
-1,23 -1,06 -0,89 -0,72 -0,55 -0,38 -0,21
Frekuensi (fi) 1 3 7 8 4 5 2
Jumlah (∑)
Frekuensi Kumulatif 1 4 11 19 23 28 30
30
6. Menentukan Harga Mean ( x ) x =
∑ f ⋅ xi − 3,52 = = −0,117 ∑f 30
7. Menentukan Harga Median (Me)
Me
⎛ 1 n − fk ⎞ ⎟ = b + p⎜⎜ 2 ⎟⎟ f ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 1 30 − 23 ⎞ ⎟ = − 0,72 + 7⎜⎜ 2 ⎟⎟ 8 ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 15 − 23 ⎞ = − 0,72 + 7⎜ ⎟ ⎝ 8 ⎠ = − 0,72 + (−7)
Me
= − 7,72
Me
Me Me
Xi
2
0,4225 0,2304 0,0961 0,0196 0,0009 0,04 0,1369
2
fi . Xi
fi . Xi
-0,65 -1,44 -2,17 -1,12 0,12 1 0,74
0,4225 0,6912 0,6727 0,1568 0,0036 0,2 0,2738
-3,52 2,421
8. Menentukan Modus (Mo) M
o
=
M
o
=
M
o
=
⎞ ⎛ b1 ⎟⎟ b + p ⎜⎜ b b + 2 ⎠ ⎝ 1 ⎛ 1 ⎞ − 0 , 72 + 7 ⎜ ⎟ ⎝1+ 4 ⎠ − 0 , 72 + 1, 4
M
o
=
0 , 68
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku =
n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi ) n(n − 1)
SD
=
30(2,421) − (− 3,52) 30(30 − 1)
SD
=
72,63 − 12,3904 870
SD
=
60,2396 870
SD
=
0,0692
SD
= 0,26
SD
2
2
Lampiran 15
Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Normal Gain pada Kelas Eksperimen
1. Data Normal Gain Kelas Eksperimen -0,27
-0,21
-0,18
-0,1
0,08
0,1
0,18
0,18
0,2
0,2
0,21
0,25
0,27
0,27
0,27
0.27
0,27
0,33
0,33
0,33
0,36
0,36
0,38
0,42
0,46
0,5
0,5
0,5
0,54
0,55
Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 0,55 dan nilai minimum (Xmin) adalah -0,27. 2. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R)
= Xmax – Xmin = 0,55 – (-0,27) = 0,82
3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 30 = 1 + 3,3 x 1,47 = 1 + 4,85 = 5,85 ≈ 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Eksperimen Panjang Kelas (P)
=
R K
=
0,82 7
= 0,117 ≈ 0,12 Sehingga panjang kelasnya adalah 0,12. 5. Tabel Distribusi No. 1 2 3 4 5 6 7
Kelas Interval -0,27 - -0,16 -0,15 - -0,04 -0,03 - 0,08 0,09 - 0,20 0,21 - 0,32 0,33 - 0,44 0,45 - 0,56
Batas Kelas
Nilai Tengah (Xi) -0,22 -0,1 0,05 0,15 0,27 0,39 0,51
-0,77 -0,65 -0,53 -0,41 -0,29 -0,17 -0,05
Frekuensi (fi) 3 1 1 5 7 7 6
Jumlah (∑)
Frekuensi Kumulatif 3 4 5 10 17 24 30
30
6. Menentukan Harga Mean ( x ) x =
∑ f ⋅ xi 7,72 = = 0,257 ≈ 0,26 ∑f 30
7. Menentukan Harga Median (Me)
Me
⎛ 1 n − fk ⎞ ⎟ = b + p⎜⎜ 2 ⎟⎟ f ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 1 30 − 24 ⎞ ⎟ = − 0,29 + 7⎜⎜ 2 ⎟⎟ 7 ⎜ ⎝ ⎠ ⎛ 15 − 24 ⎞ = − 0,29 + 7⎜ ⎟ ⎝ 7 ⎠ = − 0,29 + (−9)
Me
=
Me
Me Me
− 9,29
Xi
2
0,0484 0,01 0,0025 0,0225 0,0729 0,1521 0,2601
2
fi . Xi
fi . Xi
-0,66 -0,1 0,05 0,75 1,89 2,73 3,06
0,1452 0,01 0,0025 0,1125 0,5103 1,0647 1,5606
7,72
3,406
8. Menentukan Modus (Mo) M
o
=
M
o
=
M
o
=
⎞ ⎛ b1 ⎟⎟ b + p ⎜⎜ b b + 2 ⎠ ⎝ 1 ⎛ 2 ⎞ − 0 , 29 + 7 ⎜ ⎟ ⎝2+0⎠ − 0 , 29 + 7
M
o
=
6 , 71
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku SD =
n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi ) n(n − 1)
SD =
30(3,406) − (7,72) 30(30 − 1)
SD =
102,18 − 59,5984 870
SD =
42,5816 870
SD =
0,0489
SD = 0,22
2
2
Lampiran 16
Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain pada Kelas Kontrol
Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H0 = data berdistribusi normal H1 = data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L0 1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn dengan menggunakan rumus : Zi
=
Xi − X S
Dimana : Z = Bilangan baku X = Rata-rata
S = Simpangan Baku 2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka : S (Z i )
=
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H0 jika L0 > Ltabel Terima H0 jika L0 < Ltabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X )
= -0,117
Simpangan Baku (S) = 0,26 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Data (Xi) -0,73 -0,43 -0,42 -0,4 -0,36 -0,36 -0,33 -0,31 -0,25 -0,25 -0,25 -0,18 -0,18 -0,17 -0,15 -0,14 -0,1 -0,09 -0,08 -0,05 0 0 0 0,14 0,17 0,18 0,25 0,27 0,36 0,44
Zi -2,37 -1,21 -1,17 -1,1 -0,94 -0,94 -0,83 -0,75 -0,52 -0,52 -0,52 -0,25 -0,25 -0,21 -0,13 -0,1 0,058 0,096 0,135 0,25 0,442 0,442 0,442 0,981 1,096 1,135 1,404 1,481 1,827 2,135
F(Zi) 0,0089 0,1131 0,121 0,1357 0,1736 0,1736 0,2033 0,2266 0,3015 0,3015 0,3015 0,4013 0,4013 0,4168 0,4483 0,4602 0,5239 0,5398 0,5517 0,5987 0,67 0,67 0,67 0,8365 0,8643 0,8708 0,9192 0,9306 0,9664 0,9834
S(Zi) 0,0333 0,0667 0,1 0,1333 0,2 0,2 0,2333 0,2667 0,3667 0,3667 0,3667 0,4333 0,4333 0,4667 0,5 0,5333 0,5667 0,6 0,6333 0,6667 0,7667 0,7667 0,7667 0,8 0,8333 0,8667 0,9 0,9333 0,9667 1
[F(Zi) - S(Zi)] 0,0244 0,0464 0,021 0,0024 0,0264 0,0264 0,03 0,0401 0,0652 0,0652 0,0652 0,032 0,032 0,0499 0,0517 0,0731 0,0428 0,0602 0,0816 0,068 0,0967 0,0967 0,0967 0,0365 0,031 0,0041 0,0192 0,0027 0,0003 0,0166
Harga L0 (Nilai Uji N-Gain) diambil dari nilai yang paling besar diantara hargaharga mutlak yaitu [0,0967]. Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H0, jika L0 > Ltabel Terima H0, jika L0 < Ltabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel) = 0,0967 < 0,161. Hal ini berarti N-Gain pada kelas kontrol adalah berdistribusi normal.
Lampiran 17
Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain pada Kelas Eksperimen
Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H0 = data berdistribusi normal H1 = data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L0 1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn dengan menggunakan rumus : Zi
=
Xi − X S
Dimana : Z = Bilangan baku X = Rata-rata
S = Simpangan Baku 2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka : S (Z i )
=
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H0 jika L0 > Ltabel Terima H0 jika L0 < Ltabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X )
= 0,26
Simpangan Baku (S) = 0,22 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Data (Xi) -0,27 -0,21 -0,18 -0,1 0,08 0,1 0,18 0,18 0,2 0,2 0,21 0,25 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,33 0,33 0,36 0,36 0,38 0,42 0,45 0,46 0,5 0,5 0,5 0,54 0,55
Zi -2,41 -2,14 -2 -1,64 -0,82 -0,73 -0,36 -0,36 -0,27 -0,27 -0,23 -0,05 0,045 0,045 0,045 0,045 0,045 0,318 0,318 0,455 0,455 0,545 0,727 0,864 0,909 1,091 1,091 1,091 1,273 1,318
F(Zi) 0,008 0,0162 0,0228 0,0505 0,2061 0,2327 0,3594 0,3594 0,3936 0,3936 0,409 0,4801 0,5199 0,5199 0,5199 0,5199 0,5199 0,6255 0,6255 0,6736 0,6736 0,7088 0,7673 0,8051 0,8186 0,8621 0,8621 0,8621 0,898 0,9066
S(Zi) 0,03 0,07 0,1 0,13 0,17 0,2 0,27 0,27 0,33 0,33 0,37 0,4 0,57 0,57 0,57 0,57 0,57 0,63 0,63 0,7 0,7 0,73 0,77 0,8 0,83 0,93 0,93 0,93 0,97 1
[F(Zi) - S(Zi)] 0,0253 0,0505 0,0772 0,0828 0,0394 0,0327 0,0927 0,0927 0,0603 0,0603 0,0423 0,0801 0,0468 0,0468 0,0468 0,0468 0,0468 0,0078 0,0078 0,0264 0,0264 0,0245 0,0006 0,0051 0,0147 0,0712 0,0712 0,0712 0,0687 0,0934
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,0934]. Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H0, jika L0 > Ltabel Terima H0, jika L0 < Ltabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel) = 0,0934 < 0,161. Hal ini berarti N-Gain pada kelas eksperimen adalah berdistribusi normal.
Lampiran 18
Penghitungan Homogenitas N-Gain
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Homogenitas Dua Varians, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Tabel Distribusi Varians Gabungan Sampel Eksperimen Kontrol
db = (n-1) 29 29 58
S2 0,0481 0,0694
Log S2 -1,318 -1,159
1. Menghitung varians gabungan dengan rumus : S
2
S2 S2 S
2
⎛ (∑ n − 1)1 S 12 + (∑ n − 1)2 S 22 = ⎜ ⎜ (∑ n − 1)1 + (∑ n − 1)2 ⎝ ⎛ (29)0,0481 + (29)0,0694 ⎞ ⎟⎟ = ⎜⎜ (29) + (29) ⎝ ⎠
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
1,3949 + 1862,672,0216 58 3,4075 = = 0,05875 58
=
2. Log S2
= Log 0,05875 = -1,231
3. B (Nilai Bartlett) =
Log S 2 ⋅ ∑(n − 1)
= -1,231 x 58 = -71,398
(db). Log S2 -38,222 -33,611 -71,833
4. Menghitung X2 Hitung X2
=
X2
=
X2
=
(ln 10) {B − ∑(db ) Log S 2 } 2,3 × (− 71,398 − (−71,833) 2,3 × (0,435) = 1,0005
5. Membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel, untuk α = 0,05 dengan derajat kebebasan (db) = k – 1 = 2 – 1 = 1 , sehingga X2 tabel = 3,84 6. Kriteria pengujian : Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka data dinyatakan tidak homogen Jika X2 hitung < dari X2 tabel, maka data dinyatakan homogen 7. Kesimpulan : Jadi, karena X2 hitung < X2 tabel yaitu 1,0005 < 3,84 Maka data tersebut bersifat Homogen.
Lampiran 19
Penghitungan Uji Hipotesis Normal Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kategori peningkatan hasil belajar diperoleh dari Gain Ternormalisasi. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Kriteria Hipotesis : Ha
: Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretestposttest kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
H0
: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretestposttest kelas eksperimen dengan kelompok kontrol.
Jika
:
– t tabel ≤ t hitung ≤ t
tabel
= Terima Ho, Tolak Ha
– t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung = Terima Ha, Tolak Ho 2. Hipotesis Statistik : Ha
:
µ1 ≠ µ2
H0
:
µ1 = µ2
3. Menentukan Nilai Rata-rata (Mean) Kelas Kontrol X
=
∑ f . x i − 3,52 = = −0,117 ∑f 30
4. Menentukan Nilai Rata-rata (Mean) Kelas Eksperimen X
=
∑ f . x i 7,69 = = 0,256 ∑f 30
5. Menghitung Nilai thitung dengan cara :
a. Menghitung Standar Deviasi Gabungan : S
2
⎛ (∑ n − 1)1 S12 + (∑ n − 1)2 S 22 = ⎜⎜ ⎝ (∑ n − 1)1 + (∑ n − 1)2
S2
⎛ (29)0,0481 + (29 )0,0694 ⎞ ⎟⎟ = ⎜⎜ (29) + (29) ⎝ ⎠
S
=
t
0,05875
=
= 0,2424
X1 − X 2
= S
t
⎞ ⎟⎟ ⎠
1 1 + n1 n 2
0,26 − (− 0,117 )
1 1 + 30 30 0,377 = 0,2424(0,258) 0,377 = = 6,032 0,0625 0,2424
t t hitung
6. Menentukan Nilai ttabel dengan ketentuan : α = 0,05
= (n1 + n2) – 2 = (30 + 30) – 2 = 58
Maka diperoleh ttabel sebesar = 2,00 7. Membandingkan Nilai antara thitung dengan ttabel -ttabel < thitung atau ttabel < thitung = -2,00 < 6,032 atau 2,00 < 6,032 maka terima Ha dan tolak H0. 8. Kesimpulan : “Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest – posttest kelas eksperimen dengan rata-rata skor pretest – posttest kelas kontrol.”
Lampiran 28
Konsep Cahaya A. Cahaya Merambat Lurus Kita dapat melihat benda-benda yang ada di sekililing kita karena ada cahaya yang masuk ke mata kita. Karena ada cahaya matahari, hari menajdi siang (terang); karena ada cahaya lampu, ruangan menjadi terang, dan sebagainya. Bagaimana cahaya-cahaya tersebut dapat masuk ke mata kita? Tentu saja dengan cara merambat. Cahaya merambat lurur ke segala arah. Hal itu dapat kita amati ketika cahaya masuk menerobos rumah kita melalui celah sempit atau ketika kita menyalakan baterai. Cahaya merambat dengan lurus merupakan salah satu sifat dari cahaya. Untuk menunjukkan bahwa cahaya merambat lurus, mari kita melakukan percobaan pada LKS 1.
B. Pemantulan Cahaya (Difraksi) Kita dapat melihat suatu benda jika cahaya dari benda tersebut yang masuk ke mata kita. Hal ini menunjukkan bahwa setiap benda akan memantulkan cahaya yang mengenainya. Bahkan, benda-benda yang tidak terkena cahaya secara langsung pun dapat kita lihat. Hal ini merupakan bukti bahwa cahaya mempunyai sifat dapat dipantulkan. Untuk mengetahui hubungan antara sinar datang (cahaya datang) dan sinar pantul, lakukanlah percobaan pada LKS 2.
Perhatikan
gambar
di
samping!
Berkas
sinar
yang
mengenai cermin disebut sinar datang. Sedangkan berkas
sinar
meninggalkan
yang cermin
disebut sinar pantul. Sebuah garis putus-putus yang digambar
tegak lurus
permukaan cermin disebut garis normal. Sudut yang dibentuk oleh sinar datang dan garis normal disebut sudut datang, yang dilambangkan dengan i. Sedangkan sudut yang dibentuk oleh sinar pantul dan garis normal disebut sudut pantul, yang dilambangkan dengan r. Hukum pemantulan menyatakan bahwa 1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar. 2. Sudut datang sama dengan sudut pantul.
C. Pembiasan Cahaya (Refraksi) Gelombang-gelombang cahaya normalnya merambat dalam garis lurus. Apabila gelombang-gelombang cahaya itu bergerak dari satu jenis zat ke jenis zat yang lain, seperti dari udara ke air, kecepatan gelombang cahaya itu berubah. Bagaimana arah rambat cahaya, apabila
cahaya merambat dari satu jenis zat ke jenis zat lain, seperti dari udara menuju ke air? Jika kita perhatikan, sebatang sedotan yang dimasukkan ke dalam air tampak bengkok. Pembelokan ini disebabkan cahaya itu merambat melewati zat-zat yang berbeda dan berubah kelajuannya. Kecepatan cahaya di udara berbeda dengan kecepatan cahaya di air atau kaca. Akibat perubahan kecepatan tersebut, berkas cahaya dari udara akan tampak berbelok jika masuk air atau kaca. Pembelokan cahaya itu disebut pembiasan cahaya (refraksi).
Pembiasan cahaya adalah pembelokan gelombang cahaya yang disebabkan oleh suatu perubahan dalam kelajuan gelombang cahaya pada saat gelombang cahaya tersebut merambat dari satu zat ke zat lainnya.
Gambar cahaya
A
menunjukkan
dibiaskan
atau
bahwa
dibelokkan
mendekati garis normal. Hal ini terjadi karena laju cahaya di air lebih kecil daripada laju cahaya di udara. Kelajuan cahaya akan berkurang ketika cahaya merambat dari medium kurang rapat menuju medium lebih rapat. Misalnya, dari udara menuju air.
Gambar B menunjukkan bahwa cahaya dibiaskan menjauhi garis normal. Hal ini
terjadi karena laju cahaya di udara lebih besar
daripada laju cahaya di air. Kelajuan cahaya akan bertambah jika cahaya merambat dari medium lebih rapat menuju medium kurang rapat. Misalnya, dari air menuju udara. Untuk membuktikannya, lakukanlah percobaan pada LKS 3.
Semoga berhasil !!!
Lampiran 29
LEMBAR KERJA SISWA (LKS 1)
Perambatan Cahaya Tujuan Pembelajaran : Menunjukkan cahaya merambat dengan lurus.
Bagaimanakah cahaya itu bergerak, apakah merambat lurus atau berkelok-kelok? Pernahkah kamu memperhatikan seberkas cahaya yang masuk pada sebuah lubang kecil di ruang yang relatif gelap?
A. Alat dan Bahan 1. Lilin 2. Korek api 3. Dua karton berlubang
B. Langkah kerja 1. Nyalakan lilin di atas meja dan lihatlah api lilin melalui dua lubang karton yang segaris. Amatilah apa yang terjadi? 2. Jika satu lubang digeser tidak lurus, apa yang terjadi pada api lilin?
C. Hasil kegiatan dan pembahasan 1. Ketika lubang kedua karton segaris, bagaimana arah cahaya dari api lilin? ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ……………………………… 2. Ketika kedua lubang karton tidak segaris, apakah yang terjadi? ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ……………………………… 3. Jadi apa yang terjadi pada cahaya api lilin? ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ……………………………… 4. Jadi kesimpulannya? ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ……………………………… GOOD LUCK!!!!
LEMBAR KERJA SISWA 2 ( LKS 2 )
Pemantulan Cahaya
Tujuan Pembelajaran : Menyimpulkan hukum pemantulan cahaya Pernahkan kamu melihat indahnya Bulan purnama dan bertaburnya Bintang pada malam hari yang cerah? Bintang bersinar karena dia memiliki cahaya sendiri, sedangkan Bulan tampak bercahaya karena pantulan dari cahaya Matahari. Dapatkah kamu melihat benda-benda di sekitarmu tanpa adanya cahaya. Bagaimanakah cara cahaya dipantulkan?
A. Alat dan Bahan 1. Busur derajat
3. Cermin datar
2. Senter / laser
4. Kertas putih
Gambar : Hukum pemantulan cahaya, pemantulan sinar senter oleh cermin datar B. Langkah kegiatan 1. Letakkan busur derajat di atas kertas karton 2. Letakkan cermin datar berhimpitan dengan sumbu datar busur derajat
3. Nyalakan kotak cahaya dan arahkan 300 sebagai sudut datang ( i ) dengan garis normal dan datangnya sinar itu sejajar dengan busur derajat 4. Ukurlah sinar pantulnya dari garis normal, dan apakah sinar itu sejajar dengan busur derajat? Amati dan catat dalam data 5. Ulangi langkah 3 sampai 4 untuk sudut datang i = 40O ; 50O ; 60O
C. Data Kegiatan dan Kesimpulan No.
Sudut Datang
1
300
2
400
3
500
4
600
Sudut Pantul
1. Jelaskan cara menentukan sudut datang ! ……………..……………………………………………………………………… ………………………..…………………………………………………………… ………………………………………..…………………………………………… ……………………………… 2. Jelaskan cara menentukan sudut pantul ! ……………..……………………………………………………………………… …………………………..………………………………………………………… ………………………………………..…………………………………………… ……………………………… 3. Jelaskan hubungan antara besar sudut datang dengan sudut pantul ! ……………..……………………………………………………………………… …………………………..………………………………………………………… ………………………………………..…………………………………………… ………………………………
D. Kesimpulan : 1. Besar sudut datang ………………………………………………………. sudut pantul. 2. Sudut datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada ………………….
LEMBAR KERJA SISWA 3 (LKS 3)
Pembiasan Cahaya
Tujuan Pembelajaran : Menemukan hukum pembiasaan cahaya (Hukum Snellius)
Ketika kamu memasukkan sebagian pensil ke dalam air, apa yang terjadi? Seakan-akan pensilmu menjadi patah. Mengapa demikian? Kamu telah mempelajari sifat-sifat cahaya pada benda yang tidak tembus cahaya. Bagaimanakah jika cahaya tersebut mengenai benda bening yang tembus cahaya? Pensil yang dilihat tegak di atas permukaan air tampak membengkok pada bagian yang terbenam dalam air. Mengapa hal-hal tersebut dapat terjadi?
A. Alat dan Bahan 1. Lampu senter/laser
3. Larutan susu
2. Bejana kaca
4. Karton
B. Langkah Kerja 1. Tuangkan larutan susu ke dalam bejana kaca. 2. Arahkan senter/laser dengan sudut datang 45o.
C. Hasil Kegiatan dan Pembahasan 1. Ketika senter/laser diarahkan ke dalam bejana kaca yang berisi air, bagaimana arah rambatannya? ……………..……………………………………………………………………… ………………………..…………………………………………………………… …………………………………..………………………………………………… ……………………………… 2. Apakah sudut bias yang dihasilkan besarnya sama dengan sudut datang yang diarahkan? ……………..……………………………………………………………………… ………………………..…………………………………………………………… …………………………………..………………………………………………… ……………………………… 3. Peristiwa tersebut dinamakan dengan? Jawab : ……………..……………………………………………………………………… ………………………..…………………………………………………………… …………………………………..………………………………………………… ……………………………………………..……………………………………… ………………………………………… 4. Apa yang dimaksud dengan pembiasan cahaya? ……………..……………………………………………………………………… ………………………..…………………………………………………………… …………………………………..………………………………………………… ……………………………… 5. Lukiskan arah sinar yang terjadi pada peristiwa tersebut! Jawab :
6. Tuliskan pernyataan hukum Snellius ! ……………..………………………………………………………………………… ……………………..………………………………………………………………… ……………………………..………………………………………………………… ………………………
Lampiran 24
Perhitungan Koefisien Reliabilitas Instrumen dengan Rumus KR-20
Diketahui : n
= 40
∑pq
= 7,34
S2
= 24,01 2 ⎛ n ⎞ ⎛⎜ S − ∑ pq ⎞⎟ r11 = ⎜ ⎟ ⎟ S2 ⎝ n − 1 ⎠ ⎜⎝ ⎠
Keterangan : r11
= Reliabilitas tes secara keseluruhan
p
= Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q
= Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
∑pq
= Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n
= Banyaknya item
S
= Standar deviasi dari tes
Dengan demikian, hasil perhitungan Reliabilitas Instrumen adalah :
r11
= =
r11
=
⎛ S 2 − ∑ pq ⎞ ⎜ ⎟ 2 ⎜ ⎟ S ⎝ ⎠ ⎛ 40 ⎞ ⎛ 24 . 01 − 7 . 34 ⎞ ⎟ ⎜ ⎟⎜ 24 . 01 ⎠ ⎝ 40 − 1 ⎠ ⎝ 0 . 71 → Re liabilitas Tinggi ⎛ n ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ n −1⎠
G. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan Ke-1 Guru menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan dan dilanjutkan dengan melakukan pretest.
Pertemuan Ke-2 No. Tahap 1 Pendahuluan
2
Menyampaikan tujuan dan mempersipkan siswa
Waktu 3 menit
3 menit
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Memulai pembelajaran dengan mengucapkan Menjawab salam dan menjawab panggilan salam dan melakukan absensi siswa. guru selama absensi. Mengulas secara singkat materi sebelumnya.
Secara aktif menjawab guru seputar materi sebelumnya.
Menyajikan peta konsep Cahaya secara keseluruhan. Menjelaskan tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan sebagainya
Mencatat dan menyimak penjelasan guru tentang kegiatan pembelajaran. Menyimak dan berperan aktif dalam pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan kepada guru dan menjawab guru.
Memberikan apersepsi dan motivasi dengan mengajukan pertanyaan : “Mengapa benda dapat terlihat di tempat yang terang?”
Prasyarat pegetahuan : “Syarat apa sajakah agar benda dapat dilihat oleh mata?” 3
4 5
Mendemonstras ikan pengetahuan dan keterampilan
Membimbing pelatihan Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik
15 menit Membimbing peserta pembentukan kelompok. Menjelaskan secara perambatan cahaya.
didik
singkat
dalam Berkumpul bersama kelompoknya masingmasing. tentang Mendiskusikan dengan mengenai perambatan cahaya.
Mempresentasikan langkah kerja untuk melakukan percobaan mengamati perambatan cahaya. 15 menit Memberikan LKS untuk menunjukkan arah rambatan cahaya. 20 menit Memeriksa percobaan yang dilakukan siswa apakah sudah dilakukan dengan benar atau belum.
kelompoknya
Menyimak dengan seksama petunjuk untuk melakukan percobaan. Setiap kelompok melakukan percobaan sesuai dengan langkah kerja yang sudah dijelaskan. Mengerjakan soal latihan dan mengumpulkannya. Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya.
Memberikan bimbingan, jika masih ada siswa atau kelompok yang belum dapat melakukannya dengan benar. Memberikan beberapa soal latihan yang harus dikerjakan di kelas. Membahas soal latihan dan memberikan umpan balik kepada siswa.
6
7
Memberikan 20 menit Menanggapi hasil diskusi kelompok siswa. kesempatan kepada siswa untuk pelatihan Memberikan informasi yang sebenarnya. lanjutkan dan penerapan Memberikan beberapa permasalahan dan soal berkaitan dengan materi selanjutnya yaitu pemantulan cahaya untuk dikerjakan di rumah (PR) Penutup 4 menit Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan.
Mempersentasikan hasil diskusi kelompok. Menyimak informasi yang diberikan oleh guru. Mencatat dan mengerjakan latihan.
Mengajukan pertanyaan tentang materi yang tidak dipahaminya.
Menyimpulkan materi pelajaran dan meminta kepada beberapa siswa untuk mengulanginya. Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Menjawab salam.
Pertemuan Ke-3 No. Tahap 1 Pendahuluan
Waktu 3 menit
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Memulai pembelajaran dengan mengucapkan Menjawab salam dan menjawab panggilan salam dan melakukan absensi siswa. guru selama absensi. Mengulas secara singkat materi sebelumnya
2
Menyampaikan tujuan dan mempersipkan siswa
3 menit
Secara aktif menjawab guru seputar materi sebelumnya.
Mencatat dan menyimak penjelasan guru tentang kegiatan pembelajaran Menjelaskan tujuan pembelajaran dan Menyimak dan berperan aktif dalam prosedur pembelajaran berupa penilaian dan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan sebagainya. kepada guru dan menjawab guru. Memberikan apersepsi dan motivasi dengan mengajukan pertanyaan : “Bagaimana cahaya dipantulkan?”
3
Mendemonstras ikan pengetahuan dan keterampilan
Prasyarat pegetahuan : “Apakah yang dimaksud dengan pemantulan cahaya?” 15 menit Membimbing peserta didik dalam Berkumpul bersama kelompoknya masingpembentukan kelompok. masing. Menjelaskan secara pemantulan cahaya. Mempresentasikan
singkat
langkah
kerja
tentang Mendiskusikan dengan mengenai pemantulan cahaya.
kelompoknya
untuk Menyimak dengan seksama petunjuk untuk
4 5
6
7
melakukan percobaan mengamati perambatan cahaya. 15 menit Memberikan LKS untuk menemukan hukum pemantulan cahaya 20 menit Memberikan beberapa soal latihan yang harus dikerjakan di kelas.
Membimbing pelatihan Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik Memberikan 20 menit kesempatan kepada siswa untuk pelatihan lanjutkan dan penerapan Penutup 4 menit
Membahas soal latihan dan memberikan umpan balik kepada siswa. Memberikan beberapa permasalahan dan soal berkaitan dengan materi selanjutnya yaitu cermin datar, cermin cembung dan cermin cekung untuk dikerjakan di rumah (PR)
melakukan percobaan. Setiap kelompok melakukan percobaan sesuai dengan langkah kerja yang sudah dijelaskan. Mengerjakan soal latihan dan mengumpulkannya. Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya. Mempersentasikan hasil diskusi kelompok. Menyimak informasi yang diberikan oleh guru. Mencatat dan mengerjakan latihan.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk Mengajukan pertanyaan tentang materi yang mengajukan pertanyaan. tidak dipahaminya. Menyimpulkan materi pelajaran dan meminta kepada beberapa siswa untuk mengulanginya. Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Menjawab salam.
Pertemuan Ke-4 No. Tahap 1 Pendahuluan
Waktu 3 menit
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Memulai pembelajaran dengan mengucapkan Menjawab salam dan menjawab panggilan salam dan melakukan absensi siswa. guru selama absensi. Mengulas secara singkat materi sebelumnya.
2
Menyampaikan 3 menit tujuan dan mempersipkan siswa
Secara aktif menjawab guru seputar materi sebelumnya.
Mencatat dan menyimak penjelasan guru tentang kegiatan pembelajaran Menjelaskan tujuan pembelajaran dan Menyimak dan berperan aktif dalam prosedur pembelajaran berupa penilaian dan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan sebagainya. kepada guru dan menjawab guru. Memberikan apersepsi dan motivasi dengan mengajukan pertanyaan : “Mengapa pada spion mobil, objek lebih dekat daripada bayangan yang terlihat?”
3
Prasyarat pegetahuan : Guru bertanya : “Sebutkan manfaat dari cermin dalam kehidupan sehari-hari?” Mendemonstras 15 menit Guru membimbing peserta didik dalam Berkumpul bersama kelompoknya masingikan pembentukan kelompok. masing. pengetahuan dan Menjelaskan secara singkat tentang cermin, Mendiskusikan dengan kelompoknya keterampilan hubungan jarak fokus, jarak benda dan jarak mengenai cermin, hubungan jarak fokus, jarak
bayangan, serta perbesaran bayangan.
Menggambarkan proses pembentukan dan sinar-sinar istimewa pada cermin cekung dan cembung. 15 menit Memberikan beberapa contoh soal terkait dengan hubungan antara jarak benda, jarak bayangan dan jarak fokus, serta perbesaran bayangan. 20 menit Memberikan beberapa soal latihan yang harus dikerjakan di kelas.
4
Membimbing pelatihan
5
Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik Memberikan 20 menit kesempatan kepada siswa untuk pelatihan lanjutkan dan penerapan Penutup 4 menit
6
7
Membahas soal latihan dan memberikan umpan balik kepada siswa. Memberikan beberapa permasalahan dan soal berkaitan dengan materi selanjutnya yaitu pembiasan cahaya untuk dikerejakan di rumah (PR).
benda, jarak bayangan.
bayangan,
dan
perbesaran
Memperhatikan dengan seksama.
Mengerjakan contoh soal di bawah bimbingan
Mengerjakan soal mengumpulkannya.
latihan
dan
Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya. Mempersentasikan hasil diskusi kelompok. Menyimak informasi yang diberikan oleh guru.
Mencatat dan mengerjakan latihan. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk Mengajukan pertanyaan tentang materi yang mengajukan pertanyaan. tidak dipahaminya. Menyimpulkan materi pelajaran dan meminta kepada beberapa siswa untuk mengulanginya. Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Menjawab salam.
Pertemuan Ke-5 No. Tahap 1 Pendahuluan
Waktu 3 menit
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Memulai pembelajaran dengan mengucapkan Menjawab salam dan menjawab panggilan salam dan melakukan absensi siswa. guru selama absensi. Mengulas secara singkat materi sebelumnya.
2
Menyampaikan 3 menit tujuan dan mempersipkan siswa
Secara aktif menjawab guru seputar materi sebelumnya.
Mencatat dan menyimak penjelasan guru tentang kegiatan pembelajaran Menjelaskan tujuan pembelajaran dan Menyimak dan berperan aktif dalam prosedur pembelajaran berupa penilaian dan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan sebagainya. kepada guru dan menjawab guru. Memberikan apersepsi dan motivasi dengan mengajukan pertanyaan : “Mengapa jika sebatang pensil dimasukkan ke dalam gelas berisi air, pensil akan terlihat bengkok?”
3
Prasyarat pegetahuan : Guru bertanya : “Apakah yang dimaksud dengan pembiasan ?” Mendemonstras 15 menit Membimbing peserta didik dalam Berkumpul bersama kelompoknya masingikan pembentukan kelompok. masing. pengetahuan dan Menjelaskan secara singkat tentang Mendiskusikan dengan kelompoknya
keterampilan
4 5
6
7
pembiasan cahaya. Mempresentasikan langkah kerja untuk melakukan percobaan mengamati pembiasan cahaya. 15 menit Memberikan LKS untuk menemukan hukum pembiasan cahaya (Hukum Snellius). 20 menit Memberikan beberapa soal latihan yang harus dikerjakan di kelas.
Membimbing pelatihan Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik Memberikan 20 menit kesempatan kepada siswa untuk pelatihan lanjutkan dan penerapan Penutup 4 menit
Membahas soal latihan dan memberikan umpan balik kepada siswa. Memberikan beberapa permasalahan dan soal berkaitan dengan materi selanjutnya yaitu Lensa cekung dan lensa cembung untuk dikerjakan di rumah (PR).
mengenai pembiasan cahaya. Menyimak dengan seksama petunjuk untuk melakukan percobaan. Setiap kelompok melakukan percobaan sesuai dengan langkah kerja yang sudah dijelaskan. Mengerjakan soal latihan dan mengumpulkannya. Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya. Mempersentasikan hasil diskusi kelompok. Menyimak informasi yang diberikan oleh guru.
Mencatat dan mengerjakan latihan. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk Mengajukan pertanyaan tentang materi yang mengajukan pertanyaan. tidak dipahaminya. Menyimpulkan materi pelajaran dan meminta kepada beberapa siswa untuk mengulanginya. Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Menjawab salam.
Pertemuan Ke-6 No. Tahap 1 Pendahuluan
2
Waktu 3 menit
Menyampaikan 3 menit tujuan dan mempersipkan siswa
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Memulai pembelajaran dengan Menjawab salam dan menjawab panggilan mengucapkan salam dan melakukan absensi guru selama absensi. siswa. Secara aktif menjawab guru seputar materi Mengulas secara singkat materi sebelumnya sebelumnya. Mencatat dan menyimak penjelasan guru tentang kegiatan pembelajaran Menjelaskan tujuan pembelajaran dan Menyimak dan berperan aktif dalam prosedur pembelajaran berupa penilaian dan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan sebagainya. kepada guru dan menjawab guru. Memberikan apersepsi dan motivasi dengan mengajukan pertanyaan : “Mengapa bintang di langit jika dengan menggunakan teropong akan terlihat dekat sekali?”
3
Mendemonstras 15 menit ikan pengetahuan dan
Prasyarat pegetahuan : Guru bertanya : “Apakah manfaat lensa dalam kehidupan sehari-hari?” Guru membimbing peserta didik dalam Berkumpul bersama kelompoknya masingpembentukan kelompok. masing. Menjelaskan dengan jelas tentang lensa Mendiskusikan
dengan
kelompoknya
keterampilan
cembung, lensa cekung, dan hubungan mengenai lensa cembung, lensa cekung, dan antara jarak fokus, jarak benda dan jarak hubungan antara jarak fokus, jarak benda, bayangan, serta perbesaran bayangan. jarak bayangan dan perbesaran bayangan. Memperhatikan dengan seksama.
4
Membimbing pelatihan
5
Memeriksa 20 menit pemahaman dan memberikan umpan balik Memberikan 20 menit kesempatan kepada siswa untuk pelatihan lanjutkan dan penerapan Penutup 4 menit
6
7
15 menit
Menggambarkan proses pembentukan dan sinar-sinar istimewa pada lensa cembung dan lensa cekung. Memberikan beberapa contoh soal terkait Mengerjakan contoh soal di bawah bimbingan dengan hubungan antara jarak benda, jarak bayangan dan jarak fokus, serta perbesaran bayangan. Memberikan beberapa soal latihan yang Mengerjakan soal latihan dan harus dikerjakan di kelas. mengumpulkannya. Membahas soal latihan dan memberikan umpan balik kepada siswa. Memberikan beberapa permasalahan dan soal berkaitan dengan materi selanjutnya yaitu pemantulan cahaya untuk dikerjakan di rumah (PR)
Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya. Mempersentasikan hasil diskusi kelompok. Menyimak informasi yang diberikan oleh guru.
Mencatat dan mengerjakan latihan. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk Mengajukan pertanyaan tentang materi yang mengajukan pertanyaan. tidak dipahaminya. Menyimpulkan materi pelajaran dan meminta kepada beberapa siswa untuk
mengulanginya. Menutup pembelajaran mengucapkan salam. Pertemuan Ke-7 Posttest.
dengan Menjawab salam.