e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS III SD Komang Hendrawan1, Ketut Pudjawan2, I Made Citra Wibawa3 1,3Jurusan
PGSD, 2Jurusan Teknologi Pendidikan, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarakan dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III di SD Gugus VIII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu yang menggunakan desain Nonequivalent Control Grop Design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas III di SD Gugus VIII Kecamatan Buleleng sampel penelitian adalah siswa kelas III di SD Negeri 2 Paket Agung sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas III di SD Negeri 1 Paket Agung sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes. Instrumen yang digunakan berupa tes objektif tipe pilihan ganda. Data yang didapatkan dari metode tes dianalisis dengan teknik analisis statistik deskriptif dan uji-t inferensial. Hasil penelitian pada tes hasil belajar IPA siswa menunjukkan bahwa rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TSTS sebesar 21,24. Sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional sebesar 14,28. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t menunjukkan thitung > ttabel (thitung=8,28 > ttabel=2,000). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TSTS berpengaruh terhadap hasil belajar IPA, sehingga terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TSTS dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Kata kunci: two stay two stray, konvensional, hasil belajar Abstract The objective of this research is to determine the differences between the science learning achievement between students who were studied with Two Stay Two Stray (TSTS) learning model with students who were taught by conventional learning modelon third class of elementary school in Gugus VIII Buleleng Districts in the academic year of 2016/2017. The type of this research is quasi experiment by using the Nonequivalent Control Group Design. The population of this research is all the third grade elementary school students in Gugus VIII Buleleng District which amounts to 100 people, with a sample of 79 students of third grade elementary school students at Gugus VIII Buleleng subdistrict consisting of 41 third graders in SD Negeri 2 Paket Agung as experimental class and 38 students of third grade in SD Negeri 1 Paket Agung as control class. Data collection in this research is using a test.The test used is an objective test.Data obtained from the test were analyzed by descriptive analysis technique and t-test.The result of the research on the science learning achievement of showed that the average score of science learning achievement of students learning by using the TSTS learning model is 21.24.While the average score of science learning achievement of students who using conventional learning model is 14.28.Hypothesis testing using t-test shows tcalculate> ttable with tcalculate value equal to 8,28 and ttable value equal to 2,000.Based on the results of this research can be concluded that there is a significant difference between the science learningachievement of students learning by using the TSTS learning model and
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017 science learning achievement of students learning with conventional learning model.The result of science learning achievementof students learning by using TSTS learning model is better than learning using conventional learning model. Keywords: two stay two stray, conventional, learning achievement
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal yang wajib didapatkan oleh setiap manusia. Hal ini dikarenakan pendidikan mampu mengubah pola pikir seseorang untuk mewujudkan segala impian didalam kehidupannya. Sehingga manusia mampu bertahan dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa : " Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirirnya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Salah satu implementasi pendidikan di sekolah adalah dengan adanya beberapa mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan sebagai bekal dalam menjalani kehidupan. Dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah dasar pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah yaitu penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, memberikan guru pelatihan, meningkatkan profesionalisme guru dan penyediaan sumber belajar relevan. Selain itu pemerintah juga rutin mengkaji dan mengadakan revisi kurikulum secara bertahap untuk menyempurnakan dan memperbaiki kekurangan yang ada pada kurikulum sebelumnya. Terkait dengan pembelajaran di sekolah ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran di sekolah seperti model pembelajaran, guru, saranaprasarana pembelajaran, situasi dan kondisi
kelas serta faktor siswa sebagai peserta didik. Faktor-faktor ini lah yang menjadi kunci penting dalam keberhasilan pembelajaran di sekolah. Melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah siswa mendapatkan banyak hal dan banyak pengalaman, dari pengalaman ini siswa bisa belajar sehingga nantinya siswa banyak mengalami perubahan, misalnya perubahan dari segi pengetahuan, keterampilan, sikap dan juga tingkat kecerdasan. Salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang ikut berperan penting dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta dan konsep atau prinsip saja tetapi merupakan proses penemuan. Namun kenyataannya hasil belajar IPA di sekolah masih tergolong rendah, hal ini disebabkan oleh proses pembelajaran yang masih belum sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA tersebut. Selain itu kompetensi, tingkat keprofesionalan serta cara dan teknik guru dalam mengajar juga sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran bisa berjalan dengan efektif. Hasil belajar yang belum maksimal ini terjadi karena di dalam proses pembelajaran guru menggunakan metode ceramah, yang dilandasi oleh interaksi satu arah dengan didominasi ceramah yang bermuara pada guru sebagai subjek dalam proses pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan proses pembelajaran menjadi kurang bermakna dan siswa cenderung pasif dan kurang kreatif. Selain itu guru juga jarang memberikan belajar berkelompok sehingga siswa sangat jarang terlibat dalam diskusi interaktif antar siswa. 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Guru juga masih minim dalam penggunaan model pembelajaran yang inovatif dan menarik bagi siswa. Guru sangat jarang memberikan praktikum kepada siswa, guru hanya memberikan materinya saja, sehingga siswa menjadi kurang aktif, cepat jenuh, bosan dan kurang percaya diri. Berbagai masalah dalam proses pembelajaran di kelas tentu akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Berdasarkan permasalahan di atas, maka hasil belajar IPA siswa kelas III perlu ditingkatkan. Demi mencapai hasil yang optimal, guru sebaiknya memberikan pengalaman belajar kepada siswa bahwa belajar IPA sebaiknya bertahap sampai didapatkan penyelesaian. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokan yang bekerja sama dengan sesama siswa untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas-tugas terstruktur melalui diskusi dan kerja kelompok. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dimaksud adalah model pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray. Lie (2002:59) menyatakan bahwa struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan pembelajaran yang diwarnai dengan kegiatan individu. Pada kenyataannya diluar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya. Metode ini memberi kesempatan yang lebih banyak pada siswa untuk bertanya, menjawab, dan saling membantu atau berinteraksi dengan teman. Melalui bertanya pada teman kelompoknya atau kelompok lain maka mereka akan memperoleh informasi yang lebih lengkap dari sekedar yang mereka ketahui. Melalui komunitas yang lebih kecil, siswa lebih bebas mengemukakan pendapat dan menanyakan hal yang kurang dimengerti. Dengan demikian mereka saling melakukan kunjungan kekelompok lain maka mereka
memiliki kesempatan untuk saling bertukar informasi kepada kelompok lain. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki langkah-langkah pembelajaran yang kompleks, yang mampu memfasilitasi siswa belajar secara aktif. Lie, (2002:60) menyatakan langkah-langkah dari pembelajaran Two Stay Two Stray terurai sebagai berikut: (1) siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti bisaa; (2) setelah selesai, dua orang dari masingmasing kelompok akan meninggalkan kelompok dan masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompok dan masingmasing bertamu ke kelompok lain; (3) dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka; (4) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri serta melaporkan temuan mereka dari kelompok lain; (5) kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki kelebihan serta kekurangan, Agustina (2007:9) menyatakan bahwa kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut : (1) dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan; (2) kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna; (3) lebih berorientasi pada keaktifan; (4) membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Di samping kelebihankelebihan di atas, pembelajaran ini juga memiliki kelemahan-kelemahan yaitu: (1) membutuhkan waktu yang lama; (2) siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok; (3) bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga); (4) guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memeiliki beberapa kelebihan serta kekurangan, dimana kelebihannya adalah membuat siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas sehingga kecenderungan belajar siswa lebih bermakna serta minat dan prestasi siswa lebih meningkat. Sedangkan 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
kekurangannya yaitu guru kesulitan dalam mengelola kelas dan membutuhkan persiapan yang lebih banyak. Berdasarkan uraian tersebut, perlu diupayakan suatu model pembelajaran yang bisa membangkitkan respon siswa untuk meningkatkan hasil belajar, bekerja secara aktif dan kolaboratif, serta lebih memposisikan guru sebagai motivator dan fasilitator dalam pembelajaran. Muhamad Ali (dalam Agung 2010:76) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor guru,siswa kurikulum dan lingkungan. Keempat faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) faktor guru, setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu mengajar atau melaksanakan pengajaran. Gaya mengajar yang dilakukan guru mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru bersangkut-an, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep, psikologi dan kurikulum; (2) faktor siswa, setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian kecakapan yang dimiliki masing-masing itu meliputi kecakapan potensial maupun kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar; (3) faktor kurikulum, bahan-bahan pengajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan yang hendak dicapai; (4) faktor lingkungan, lingkungan meliputi keadaan ruangan, tata ruang dan berbagai situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Jadi secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar IPA adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tersebut terdiri atas: faktor fisiologi psikologis. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas faktor lingkungan (fisik dan sosial) dan faktor instrumental (kurikulum, sarana-prasaran, guru, metode dan media serta manajemen). Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar IPA yaitu, menggunakan strategi pembelajaran konstruktivistik yang
berpotensi seperti pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Dalam model pembelajaran TSTS siswa dituntuk untuk bekerja secara berkelompok sehingga siswa menjadi lebih aktif dan juga dapat mengkondisikan siswa dalam suatu lingkungan belajar yang nyaman karena belajar kelompok dan dibantu oleh siswa yang lebih pandai di dalam satu kelompok, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi kelompok tetapi siswa tetap belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya masingmasing melalui proses internalisasi. Mengingat masalah tersebut sangatlah penting, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III di SD Gugus VIII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017. METODE Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar yang ada di Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada semester genap tahun pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan desain penelitian nonequivalent control group design. Dalam desain penelitian ini, pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan pre test dan post test untuk menyetarakan kelompok dan juga akan dibandingan dengan post test pada akhir penelitian. Populasi subjek penelitian ini adalah kelas III semester genap SD di Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2016/2017 sebanyak 5 sekolah yang mana setiap kelas mempunyai kemampuan akademik yang homogen. Kelima SD tersebut, yaitu SD Negeri 1 Beratan dengan jumlah 8 siswa, SD Negeri 1 Kendran dengan jumlah 14 siswa, SD Negeri 1 Paket Agung dengan jumlah 39 siswa, SD Negeri 4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
2 Paket Agung dengan jumlah 31 siswa, dan SD Negeri 2 Liligundi dengan jumlah 8 siswa. Jadi, seluruh siswa kelas III SD di Gugus VIII Kecamatan Buleleng berjumlah 100 siswa. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara teknik random sampling dan yang dirandom adalah kelas. Untuk kelas kontrol maupun eksperimen ditentukan dengan cara mengundi masing-masing kelas diberi nomor urut kemudian nomor urut tersebut ditulis pada kertas yang digulung dan pengundian bisa dilakukan. Untuk menyetarakan kedua kelompok yang dijadikan sampel, dilakukan pemetaan nilai pre test yang telah diperoleh siswa pada masing-masing kelompok yang telah terpilih menjadi sampel. Pemetaan dilakukan dengan memasangkan siswa dikelompok eksperimen yang memiliki nilai pre test yang sama dengan siswa kelompok kontrol. Berdasarkan hasil pengundian diperoleh kelas III SD Negeri 2 PAket Agung sebagai kelas eksperimen dan kelas III SD Negeri 1 Paket Agung sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran TSTS sedangkan kelas control diberikan pelakuan dengan model pembelajaran konvensional. Sebelum memulai penelitian perlu terlebih dahulu menentukan variabel bebas dan variabel terikatnya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
telah diuji coba di tempat penelitian, sehingga teruji validitas, reabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda. Hasil tes yang telah diuji coba diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan control sebagai pre test dan post test. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis statistik deskriptif dan data dianalisis dengan menghitung nilai mean, median, modus, standar deviasi, varian, skor maksimum, dan skor minimum. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Sebelum dilakukan pengujian untuk mendapatkan kesimpulan, maka data yang diperoleh perlu diuji normalitas dan homogenitasnya. Uji normalitas dilakukan untuk menyajikan bahwa sampel benarbenar berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan uji homogenitas dilakukan untuk menyajikan bahwa sampel benar-benar homogen. Untuk menguji homogenitas varians data sampel digunakan uji F. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran tipe Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap hasil belajar IPA digunakan Uji-t. Analisis ini digunakan karena peneliti ingin mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jika terbukti n1 = n2 dan varians homogen, maka dapat digunakan rumus t-test baik untuk separated maupun polled varians. Jika
Tabel 1. Deskriptif Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Mean (M) 21,24 14,28 Median (Md) 23,37 13,9 Modus (Mo) 24 13,7 Varian 19,08 9,72 Standar Deviasi 4,37 3,12 kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS). terbukti n1 ≠ n2 dan varians tidak homogen, Variabel terikat dalam penelitian ini adalah maka dapat digunakan rumus t-test hasil belajar IPA siswa. separated varians. Data yang dikumpulkan dalam HASIL DAN PEMBAHASAN penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa. Hasil Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes. Tes hasil Adapun hasil analisis data statistik deskriptif belajar IPA siswa ini berupa tes objektif disajikan pada Tabel 1. yang disusun berdasarkan tujuan Berdasarkan Tabel 1 dapat pembelajaran dan kurikulum. Tes tersebut ditunjukkan, bahwa dari 41 siswa di 5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Frekuensi
15
Sebelum melakukan uji hipotesis, maka dilakukan beberapa uji prasyarat terhadap uji normalitas data skor hasil belajar IPA siswa. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa kedua sampel tersebut berdistribusi normal. Uji normalitas data hasil belajar IPA dianalisis menggunakan teknik KolmogorovSminornov dan Shapiro-Wilk berbantuan SPSS-16.0 for windows. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik Kolmogorov-Sminornov dan Shapiro-Wilk diperoleh angka signifikansi kelompok eksperimen dan kontrol secara berturutturut sebesar 0,121 dan 0,200. Hasil tersebut menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan semua sebaran data hasil belajar sudah berdistribusi normal. Setelah dilakukan uji normalitas, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas
10 5 0 9,10 11,12 13,14 15,16 17,18 19,20 Titik Tengah
Gambar 2. Grafik Poligon Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol kelompok eksperimen dan 38 siswa di kelompok kontrol, perolehan mean siswa di kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan siswa di kelompok kontrol dengan selisih 6,96 (21,24 - 14,28). Begitu pula dengan nilai median dan modus, yaitu kelompok eksperimen memperoleh nilai yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Berdasarkan deskripsi data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen, hubungan antara M, Md dan Mo adalah Mo>Md>M, ini menunjukkan kurva tersebut adalah kurva juling negatif. Jadi skor ratarata siswa pada kelompok eksperimen cenderung tinggi. Mengacu pada tabel konversi rata-rata hasil belajar IPA, skor rata-rata kelompok eksperimen berada pada kategori tinggi. Visualisasi skor ratarata kelompok eksperimen ke dalam bentuk poligon diberikan pada Gambar 1.
Frekuensi
15 10 5 0
Titik Tengah
Gambar 1. Grafik Poligon Data Hasil BElajar IPA Kelompok Eksperimen varians. Uji homogenitas varians dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan criteria data homogeny jika Fhit< Ftabel. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Fhit hasil belajar kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,96, sedangkan Ftab pada dbpembilang= 40, dbpenyebut=37, dan taraf signifikansi 5% adalah 1,78. Hal ini berarti, varians data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kontrol tidak homogen.
Berdasarkan deskripsi data hasil belajar IPA pada kelompok kontrol, hubungan antara M, Md dan Mo adalah Mo<Md<M, ini menunjukkan kurva tersebut adalah kurva juling positif. Jadi skor ratarata siswa pada kelompok kontrol cenderung rendah. Mengacu pada tabel konversi rata-rata hasil belajar IPA, skor rata-rata kelompok kontrol berada pada kategori sedang. Visualisasi skor rata-rata kelompok kontrol ke dalam bentuk poligon diberikan pada Gambar 2.
6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Tabel 2. Hasil Uji-t Kelompok Eksperimen Kontrol
N 41 38
Db 77
s2 thit ttab 19,08 8,28 2,000 9,72 model pembelajaran TSTS adalah 21,24 dan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang menggunakan model konvensional adalah 14,28. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran TSTS lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil tersebut sejalan dengan teori Agustina (2007:19) yang menyatakan bahwa kelebihan model pembelajaran TSTS, yaitu: 1) dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, 2) kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, 3) lebih berorientasi pada keaktifan, serta 4) membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Berdasarkan uraian di atas, jika model pembelajaran kooperatif tipe TSTS diterapkan dengan efektif dan efisien pada pembelajaran IPA di sekolah, maka dapat memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Berbeda halnya dengan kegiatan pembelajaran menggunakan model pemelajaran TSTS, dalam pembelajaran konvensional lebih bersifat teacher centered. Dalam proses pembelajaran guru menyampaikan materi dan siswa bertugas untuk menyimak materi yang disampaikan guru. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang akan dikaji. Siswa sebagai penerima informasi yang pasif. Secara teoritis, pembelajaran yang menggunakan model konvensional adalah pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar. Kondisi ini cenderung membuat siswa tidak termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, dan sulit meningkatkan hasil belajar.
Mean 21,24 14,28
Hipotesis penelitian yang diuji adalah terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran TSTS dan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Pada uji hipotesis ini menggunakan uji-t. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi). Adapun hasil analisis uji hipotesis menggunakan uji-t disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan pada Tabel 2, dapat diketahui thit = 8,28 dan ttab = 2,000 untuk db = 77 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan kriteria pengujian, karena thit > ttab maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TSTS dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III SD di Gugus VIII Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2016/2017. Pembahasan Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran TSTS dan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada hasil uji-t dan rata-rata skor hasil belajar IPA. Analisis data menggunakan uji-t, diketahui thit = 8,28 dan ttab pada taraf signifikansi 5% = 2,000. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thit > ttab, sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar antara kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran TSTS dan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang menggunakan 7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Berdasarkan tinjauan empiris, perbandingan kedua model pembelajaran tersebut dapat dilihat dari perbedaan pelaksanaan pembelajaran antara kedua model. Pada model pembelajaran TSTS pembelajaran berpusat pada siswa (student center) yang mana siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran. Sementara pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional siswa hanya mendapatkan informasi dari guru tanpa ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Mencermati perbedaan kedua model tersebut baik secara teoritis maupun empiris, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran TSTS lebih unggul jika dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa rata-rata hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan model pembelajaran TSTS lebih tinggi yaitu 21,24 dari rata-rata keterampilan hasil belajar IPA siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu 14,28. Dengan demikian hasil penelitian ini membuktikan bahwa model pembelajaran TSTS dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. Tentu saja dalam hal ini hasil belajar siswa meningkat. Hal ini dapat dilihat dari pembelajaran model TSTS lebih banyak menekankan keterlibatan siswa dalam menemukan sendiri pengetahuannya dengan melakukan kegiatan diskusi kelompok sedangkan guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan motivator dalam pembelajaran.
Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji-t kedua kelas penelitian pada taraf signifikansi α = 0,05, yang menunjukkan thit > ttab, dengan nilai thit sebesar 8,28 dan nilai ttab sebesar 2,000. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model pembelajaran TSTS berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa kelas III di SD Gugus VIII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017. Saran Bertolak dari hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut. 1. Bagi siswa, hendaknya mendapat pengalaman belajar yang lebih bermakna dan efektif dalam suasana yang menyenangkan sehingga siswa menjadi lebih tertarik dalam proses pembelajaran mata pelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sehingga hasil belajaryang dicapai lebih optimal. 2. Bagi guru, hendaknya model pembelajaran TSTS ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk melakukan penelitian model-model eksperimen yang paling sesuai dalam pembelajaran IPA di sekolah disesuaikan dengan karakteristik siswa, lingkungan sekolah dan tujuan-tujuan kurikulum. 3. Bagi sekolah, hendaknya model pembelajaran TSTS dapat memberikan pertimbangan dalam perancangan kurikulum dan pengembangan strategi pembelajaran IPA yang lebih kreatif dan inovatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 4. Bagi para peneliti lanjutan, hendaknya model eksperimen yang dikembangkan dalam penelitian ini akan dapat digunakan sebagai salah satu contoh dalam pengembangan eksperimeneksperimen IPA yang lebih kreatif dan inovatif.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TSTS dengan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III di SD Gugus VIII Kecamatan 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
DAFTAR PUSTAKA Agung, A. A. Gede. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Febrianti, Jampel I.N., & Syahruddin. 2014.”Pengaruh Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray Berbantuan Media Konkret Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V”. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tersedia Pada: http://downoad.portalgaruda.org diakses pada 17 Desember 2016
Arikunto. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Asro, Nurlaila Fatkhil. 2015. “Pengaruh Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Kelas IV SDN Bendan Ngisor”. Under Graduates Thesis, Universitas Negeri Semarang. Tersedia pada: http://lib.unnes.ac.id/23233/. Diakses pada 17 Desember 2016
Koyan, I Wayan. 2011. Statistika Terapan (Teknik Analisis Data Kuantitatif). Singaraja: Undiksha. Kumape, Sitilin. 2015. “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Tentang IPA Kelas VI SD Inpres Palupi”. Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN 2354-614X Tersedia pada: http://jurnal.untad.ac.id diakses tanggal 17 Desember 2016
Carin, A.A. & Sund, R.B. (1989). Teaching Science Through Discovery. Columbus: Merrill Publishing Company. Tersedia pada : https://sumartoipa.wordpress.com/2 013/06/15/hakikat-ilmupengetahuan-alam-ipa/ Diakses pada tanggal 18 Januari 2017
Lie,
Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas.
Anita. 2002. Mempraktekkan Cooperative Leraning di ruangruang kelas. Jakarta: Pt Gramedia.
Prayitno,1973.hasil belajar peserta didik.http://dewasastra.com.31/3/20 13
Diah. 2012. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Yang tersedia pada http://jurnalbidandiah.blogspot.com/ 2012/04/model-pembelajarankooperatif-tipetwo.html#ixzz2HNTQmB4y. Diakses pada 14 Maret 2017.
Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Rahayu, Ni Made Nia Pramudi. 2014. “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Berbantuan Media Power Point Terhadap Hasil Berlajar Pkn Kelas V SD Gugus 2 Kecamatan Kuta Badung Tahun Pelajaran 2013/2014.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Rediarta I.W., I.K. Sudarma, & I.N. Murda. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray Terhadap Hasil Belajar IPA”. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Vol: 2 No. 1. Tersedia pada: http://download.portalgaruda.org diakses tanggal 17 Desember 2016
.com/2010/06/modelpembelajarand uatinggalduatamu.html. Diakses pada tanggal 15 Januari 2017 Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta. Trianto.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: ARRUZZ MEDIA.
2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Widyantari, Nyoman. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus IV Penebel Tahun Pelajaran 2011/2012. Tugas Akhir (tidak diterbitkan. Jurusan Matematika, IKIP PGRI Bali.
Sudijono, Anas. 2012. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Winarsunu. 2012. Statistika dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.
Supriyadi, 1995, Penggunaan Metode Pembelajaran. Tersedia pada : http://www.fisikamangraho.blogspot
10