ISSN 1410-1939 PENGARUH MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMUPUKAN KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN MUTU BIBIT DAMAR (Agathis loranthifolia Salisb.) [THE EFFECT OF MEDIA AND FREQUENCY OF COMPOST APPLICATION ON GROWTH AND QUALITY OF DAMAR (Agathis loranthifolia Salisb.) SEEDLINGS] Naning Yuniarti1, Yetti Heryati2 dan Tati Rostiwati2 Abstract The aim of this study was to determine a suitable medium and fertilization frequency for growing damar (Agathis loranthifolia). The media tested were soil (control), soil+compost, sand+compost, and soil+sand+ compost. Meanwhile, compost was applied at 100 g per plant in four intervals, i.e. one-week, two-week, threeweek, and four-week. The results over three months investigation showed that the interaction of two-week interval of fertilizer application and soil+compost medium composition resulted in the highest growth rate (2.01 cm height in three months). In the medium factor, the use of soil+compost also produced the highest growth rate (1.7075 cm), stem diameter (0,304 cm), and total dry weight (1.115 g). The soil alone (control) produced the highest seedling quality index (0,125 g). In the fertilizer application frequency factor, the two-week application resulted in the highest growth rate (1.80425 cm) and stem diameter (0.2995). The three-week interval produced the heaviest dry weight (1.3525 g) and the best seedling quality index (0.1375). Key words: damar, Agathis loranthifolia, compost, seedling quality. Kata kunci: damar, Agathis loranthifolia, kompos, mutu bibit.
PENDAHULUAN Untuk menjaga kelestarian hutan dan pengembangan sumber daya hutan, maka perlu digalakkan program pembangunan hutan tanaman yang dipandang sebagai suatu terobosan untuk menghasilkan kayu dan hasil hutan lainnya guna memenuhi akan kayu olahan seperti papan, serat dan kertas yang semakin meningkat. Sementara kondisi alam Indonesia yang beriklim tropis basah sangat mendukung pertumbuhan pohon penghasil kayu secara cepat. Jenis pohon yang dikembangkan dalam program hutan tanaman di antaranya adalah dari famili Araucariaceae, seperti damar (Agathis loranthifolia Salisb.). Damar merupakan salah satu jenis pohon yang dikembangkan untuk ditanam pada hutan tanaman, juga untuk tanaman perkayuan. Tanaman ini cepat tumbuh dan kayunya sangat baik untuk digunakan sebagai bahan industri kehutanan, misalnya industri kayu lapis, kertas, mebel dan juga sebagai kayu bahan baku perumahan (Suhaeti, 1986). 1 2
Untuk menunjang keberhasilan pembangunan hutan tanaman damar maka pengadaan bibit dalam jumlah besar dan bermutu tinggi sangat diperlukan. Masalah yang dihadapi ialah bahwa untuk menghasilkan bibit pohon dalam skala besar diperlukan sangat banyak tanah lapisan atas sehingga dapat menurunkan kesuburan lahan yang lapisan olahnya diambil. Di samping itu, tanah sebagai medium persemaian mempunyai kelemahan, yaitu sifat fisiknya lekas menjadi padat karena sedikit mengandung bahan organik. Keadaan medium yang demikian tidak menguntungkan untuk pertumbuhan bibit. Menurut Hogdson (1981) medium pertumbuhan bibit yang baik mempunyai komposisi yang seragam, ringan, aerasinya baik dan memiliki kemampuan mengikat air serta nilai tukar kation yang tinggi. Salah satu sebab kurang berhasilnya program penanaman adalah karena penggunaan bibit bermutu rendah, terutama yang dihasilkan dari persemaian yang miskin hara. Bila bibit tersebut ditanam di lapang, daya hidup dan pertumbuhan selanjutnya lekas sekali menjadi turun. Beberapa ca-
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor
59
Jurnal Agronomi 9(2): 59-66
ra untuk menghasilkan bibit bermutu tinggi antara lain adalah dengan menggunakan medium yang cocok bagi jenis tersebut, memberikan pupuk yang sesuai dengan kebutuhannya dan memberikan air siraman yang mencukupi kebutuhan tanaman (Wilde, 1958). Dalam upaya melakukan konservasi tanah, diperlukan pasokan bahan organik dalam jumlah yang cukup dan teratur. Bahan organik ini penting karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan menyediakan hara bagi tanaman. Bahan organik juga dapat berfungsi sebagai salah satu komponen penting dalam pengendalian penyakit tanaman secara terpadu (Nainggolan et al., 1999). Murbandono (2000) menyatakan, bahwa salah satu komponen yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kesuburan tanah adalah bahan organik. Bahan organik yang telah dikomposkan dengan baik selain memperkaya unsur hara bagi tanaman juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Weltzein (1991) melaporkan, bahwa mikroflora di dalam kompos memegang peranan penting dalam menekan patogen tular tanah. Meskipun pemupukan dapat mempengaruhi kesuburan tanah, tetapi dalam prakteknya tidak dapat dilakukan sebebas-bebasnya, sebab ada beberapa faktor yang membatasi, antara lain adanya pengaruh merugikan dari pupuk terhadap sifat tanah, adanya gangguan keseimbangan unsur hara di dalam tanah yang berpengaruh buruk terhadap penyerapan unsur hara tertentu oleh tanaman, dan adanya pembatas biaya. Selain itu, sumber media tanam atau status haranya dan waktu pemberian pupuk juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan mutu semai tanaman (Sosrosoedirjo dan Rifai, 2000). Oleh karenanya penentuan media tanam dan frekuensi pemupukan merupakan langkah awal yang penting untuk mendapatkan pertumbuhan semai yang berkualitas baik. Dengan pemberian pupuk, maka semai akan lekas besar, tumbuh subur dan sehat sehingga lebih cepat dipindahkan ke lapang. Sehubungan dengan permasalahan yang ada, maka dalam penelitian ini dilakukan upaya pemberian pupuk kompos dengan berbagai frekuensi pada beberapa media tanam. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi media tanam dan frekuensi pemupukan kompos yang sesuai untuk pertumbuhan bibit damar. BAHAN DAN METODA Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Balai Penelitian dan Pengembangan
60
Teknologi Perbenihan, Bogor, yang dimulai pada bulan April dan berakhir pada bulan Juni 2004. Bahan yang digunakan adalah semai damar berumur kira-kira 50 hari, pupuk kompos, pasir halus, tanah Latosol dan polybag berukuran 20 x 10 cm. Sedangkan alat-alat yang digunakan meliputi, penggaris, jangka sorong, oven dan neraca analitik. Prosedur kerja Penyiapan media tanam Untuk menanam semai damar digunakan beberapa media, di antaranya tanah, tanah+ kompos (1:1), pasir+kompos (1:1) dan media tanah+pasir+ kompos (1:1:1). Media tersebut dimasukkan ke dalam polybag berukuran 20 x 10 cm. Selanjutnya semai damar ditanam ke dalam media yang sudah disiapkan, lalu dipelihara di rumah kaca. Pemupukan Pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos yang berasal dari serbuk gergaji. Pemupukan dilakukan dengan cara ditaburkan ke sekeliling tanaman dan setiap perlakuan diberi pupuk sebanyak 100 g dengan frekuensi pemupukan setiap 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu sekali. Pemeliharan Pemeliharaan dilakukan secara rutin setiap hari, meliputi pembersihan gulma secara manual dan penyiraman air. Pengukuran peubah Pertambahan tinggi. Pengukuran tinggi awal dilakukan setelah bibit ditanam di polybag. Kemudian untuk pengukuran pertambahan tinggi dilakukan setiap bulan sampai pengamatan selesai (kirakira 3 bulan). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai dengan pucuk. Pertambahan diameter. Pengukuran diameter awal dilakukan setelah bibit ditanam di polybag. Kemudian untuk pengukuran pertambahan diameter dilakukan setiap bulan sampai pengamatan selesai (kira-kira 3 bulan). Pengukuran diameter tanaman dilakukan pada pangkal batang lebih-kurang 2 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong. Berat kering total. Pengukuran berat kering total semai dilakukan pada akhir penelitian. Setiap semai dipotong menjadi dua bagian yaitu bagian pucuk dan bagian akar. Kedua bagian ini dimasukkan ke dalam kantong kertas yang berbeda lalu dioven selama 24 jam pada suhu 105 oC. Setelah itu dilakukan penimbangan berat kering masing-masing bagian tersebut dengan menggunakan neraca
Naning Yuniarti et al.: Pertumbuhan dan Mutu Bibit Damar (Agathis loranthifolia Salisb.)
analitik. Berat kering total merupakan penjumlahan berat kering pucuk dan berat kering akar. Indeks mutu bibit. Indeks mutu bibit (IMB) dihitung dengan rumus sebagai berikut: IMB =
bobot kering tajuk + bobot kering akar tinggi diameter
+
bobot kering tajuk bobot kering akar
Rancangan percobaan dan analisis data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial 4 x 4. Setiap kombinasi perlakuan diulang 10 kali. Peubah yang diuji adalah media (A0 = tanah, A1 = tanah+kompos, A2 = pasir+kompos, A3 = tanah+pasir+kompos), dan frekuensi pemupukan (B1 = 1 minggu sekali, B2 = 2 minggu sekali, B3 = 3 minggu sekali, B4 = 4 minggu sekali), dengan model statistik yang sebagai berikut: Yijk = µ+αi+βj+ αβij+εijk dimana: Yij = nilai pengamatan faktor media ke-i dan frekuensi pemupukan ke-j pada ulangan ke-k. µ = nilai rata-rata umum. αi = pengaruh media ke-i. βj = pengaruh frekuensi pemupukan ke-j αβij = pengaruh interaksi media ke-i dengan frekuensi pemupukan ke-j εij = pengaruh kesalahan percobaan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf α = 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan tinggi tanaman Analisis ragam menunjukan perlakuan media tanam berpengaruh nyata, sedangkan frekuensi pe-
mupukan dan interaksi antara media tanam dengan frekuensi pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap terhadap pertambahan tinggi selama 3 bulan. Rata-rata tinggi bibit yang diberi perlakuan media dan frekuensi pemupukan yang berbeda disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pertambahan tinggi semai yang paling baik (2,01 cm) terdapat pada perlakuan media tanah+kompos dengan frekuensi pemupukan 2 minggu sekali. Sedangkan pertambahan tinggi semai terendah (0,903 cm) terdapat pada perlakuan media tanah+kompos dengan frekuensi pemupukan setiap minggu. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman adalah proses yang dilalui oleh tanaman untuk meningkatkan ukurannya (tinggi dan diameter) di bawah pengaruh faktor lingkungan. Ditambahkan oleh Lakitan (1995) bahwa tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan yang paling mudah untuk diukur. Selain itu, tinggi tanaman juga merupakan suatu indikator pertumbuhan untuk mengukur pengaruh dari lingkungan atau suatu perlakuan yang diberikan. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pertambahan tinggi semai yang paling baik yaitu pada perlakuan media tanah+kompos dengan frekuensi pemupukan setiap dua minggu. Hal ini dikarenakan media ini mempunyai drainase dan aerase yang cukup baik ditambah dengan bahan organik yang cukup tersedia untuk pertumbuhan semai. Hal ini sesuai pernyataan Daniel. et. al , (1987) bahwa ketersediaan unsur hara bagi tanaman dipengaruhi oleh kecepatan hara bergerak di dalam tanah ke permukaan akar dan kecepatan pertumbuhan akar. Sedangkan rendahnya pertambahan tinggi tanaman pada media tanah+kompos dengan frekuensi pemupukan satu minggu sekali diduga karena tingginya kandungan senyawa fenol yang terdapat di dalam serbuk gergaji dan belum tuntasnya proses dekomposisi, sehingga dapat menghambat pertambahan tinggi semai.
Tabel 1. Rata-rata pertambahan tinggi bibit damar yang diberi perlakuan media dan frekuensi pemupukan yang berbeda selama 3 bulan. Media
Frekuensi pemupukan 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu Kontrol 1,54 bcd 1,74 cde 0,92 a 1,33 abc Tanah+kompos 0,903 a 2,01 e 1,571 bcde 1,633 bcde Pasir+kompos 1,263 ab 1,781 cde 1,678 bcde 1,79 de Tanah+pasir+kompos 1,53 bcd 1,686 bcde 1,923 de 1,691 bcde Angka-angka dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α = 5%.
61
Jurnal Agronomi 9(2): 59-66
Media yang paling cocok untuk pertumbuhan semai adalah media tanah+pasir+kompos dengan pertambahan tinggi sebesar 1,705 cm. Sedangkan frekuensi pemupukan terbaik adalah pemberian setiap dua minggu sekali yang menghasilkan pertambahan tinggi semai sebesar 1,8043 cm. Pengaruh media dan frekuensi pemupukan terhadap pertambahan tinggi semai damar umur 3 bulan disajikan pada Gambar 1 dan 2.
pertambahan tinggi (cm)
1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 A
B
C
D
jenis media
pertambahan tinggi (cm)
Gambar 1. Pertambahan tinggi semai damar selama 3 bulan dilihat dari komposisi media (A, tanah; B, tanah+kompos; C, pasir+kompos; D, tanah+pasir+kompos).
2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 A
B
C
D
frekuensi pemupukan
Gambar 2. Pertambahan tinggi semai damar selama 3 bulan dilihat dari frekuensi pemupukan (A, seminggu sekali; B, dua minggu sekali; C, tiga minggu sekali; D, empat minggu sekali).
62
Media tanam mempengaruhi tinggi semai damar karena setiap media yang dipakai (tanah+ kompos, pasir+kompos, tanah+pasir+kompos) memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda, sehingga masing-masing media memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam menyimpan air, kandungan udara, dan kandungan unsur hara yang secara langsung berpengaruh terhadap pertambahan tinggi semai. Frekuensi pemupukan dengan interval 1 minggu sekali, 2 minggu sekali, 3 minggu sekali, dan 4 minggu sekali mepengaruhi pertambahan tinggi semai karena struktur media berbeda. Selain mempengaruhi ketersedian air, udara dan unsur hara, struktur media juga mempengaruhi kinerja akar semai dalam menyerap unsur-unsur tersebut sehingga penambahan frekuensi pemupukan dapat mempengaruhi pertambahan tinggi semai. Pertambahan diameter bibit Analisis ragam menunjukan bahwa media tanam berpengaruh nyata, dan frekuensi pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan diameter selama 3 bulan. Sementara itu, interaksi media dan frekuensi pemupukan berpengaruh tidak nyata terhadap diameter bibit umur 3 bulan. Ratarata diameter bibit yang diberi perlakuan media dan frekuensi pemupukan yang berbeda disajikan pada Tabel 2. Pertambahan diameter pada hakekatnya merupakan produk yang sama dengan pertambahan tinggi, keduanya adalah hasil dari aktivitas penambahan unsur hara dan nutrisi yang diperoleh tanaman dari media tumbuh. (Duryea dan Brown, 1984). Pertambahan diameter semai merupakan pertumbuhan sekunder yang pertumbuhannya jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan tinggi semai. Pertambahan diameter diakibatkan oleh penambahan tebal batang. Bertambahnya tebal batang ini diakibatkan oleh semakin berkembang dan bertambahnya jaringan pembuluh. Aktivitas penambahan tebal batang adalah aktivitas yang menyertai tinggi tanaman. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pertambahan diameter semai yang paling baik (0,304 dan 0,2995 mm) adalah berturut-turut diperoleh pada perlakuan media tanah+pasir+kompos dan frekuensi pemupukan setiap dua minggu sekali. Hal ini diduga karena pupuk kompos yang diberikan telah terdekomposisi dengan sempurna. Ismanto (1988) menyatakan, bahwa proses dekomposisi bahan organik yang sempurna dapat memacu pertumbuhan semai sebagai akibat adanya panas yang dikeluarkan selama proses dekomposisi bahan organik yang bersangkutan.
Naning Yuniarti et al.: Pertumbuhan dan Mutu Bibit Damar (Agathis loranthifolia Salisb.)
Tabel 2. Rata-rata pertambahan diameter bibit damar yang diberi perlakuan media dan frekuensi pemupukan yang berbeda selama 3 bulan. Media
Frekuensi Pemupukan 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu Kontrol 0,240 0,240 0,220 0,190 Tanah+kompos 0,319 0,303 0,287 0,219 Pasir+kompos 0,288 0,337 0,216 0,274 Tanah+pasir+kompos 0,349 0,318 0,237 0,310 Rata-rata 0,299 ab 0,2995 ab 0,24 a 0,248 a Angka-angka dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan nilai nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α = 5%.
pertambahan diameter (mm)
0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 A
B
C
D
jenis media
Gambar 3. Pertambahan diameter semai damar selama 3 bulan dilihat dari komposisi media (A, tanah; B, tanah+kompos; C, pasir+kompos; D, tanah+pasir+kompos).
pertambahan diameteri (mm)
0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 A
B
C
D
frekuensi pemupukan
Gambar 4. Pertambahan diameter semai damar selama 3 bulan dilihat dari frekuensi pemupukan (A, seminggu sekali; B, dua minggu sekali; C, tiga minggu sekali; D, empat minggu sekali).
Rata-rata 0,223 a 0,282 ab 0,279 ab 0,304 b tidak berbeda
Berat kering total tanaman Analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan media tanam berpengaruh tidak nyata, sedangkan frekuensi pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering total bibit umur 3 bulan. Sementara itu, interaksi perlakuan media dan frekuensi pemupukan memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata. Rata-rata berat kering total bibit yang diberi perlakuan media pada frekuensi pemupukan yang berbeda disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa penambahan berat kering total semai yang paling baik (1,35225 mm) diperoleh pada perlakuan frekuensi pemupukan setiap tiga minggu sekali. Pengaruh media dan frekuensi pemupukan terhadap berat kering total tanaman semai damar umur 3 bulan disajikan pada Gambar 5 dan 6. Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik dari hasil sintesis senyawa anorganik, terutama air dan karbondioksida (Lakitan, 1995). Sitompul dan Guritno (1995) menambahkan bahwa berat tanaman merupakan ukuran yang paling sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari laju pertumbuhan tanaman, yang didasarkan atas penaksiran berat (biomassa) tanaman yang relatif mudah diukur dan merupakan integrasi dari semua peristiwa sebelumnya yang telah dialami oleh tanaman. Berat kering total dapat dijadikan indikator efisiensi proses pertumbuhan tanaman dan merupakan perwujudan hasil fotosintesis. Karbohidrat sederhana yang dihasilkan dari fotosintesis setelah melalui proses metabolisme diubah menjadi lipida, asam nukleat, protein dan molekul organik lain, dan digunakan untuk pembentukan bagian vegetatif, seperti daun, akar, batang, jaringan dan organ lain. Berat kering total yang tinggi menunjukan suplai karbohidrat yang tinggi pula. Berat kering total juga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan unsur hara yang cukup di dalam media tumbuh.
63
Jurnal Agronomi 9(2): 59-66
Tabel 3. Rata-rata berat kering total bibit damar pada umur 3 bulan pada media dan frekuensi pemupukan yang berbeda. Media
Frekuensi pemupukan 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu Kontrol 1,11 0,96 1,09 1,01 Tanah+kompos 0,73 0,88 1,44 1,02 Pasir+kompos 0,72 0,74 1,37 1,01 Tanah+pasir+kompos 0,78 0,97 1,51 1,20 Rata-rata 0,835 a 0,8875 a 1,3525 b 1,06 ab Angka-angka dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan nilai nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α = 5%.
1,15
berat kering (g)
1,1 1,05 1 0,95 0,9 0,85 A
B
C
D
jenis media
Gambar 5. Berat kering semai damar umur 3 bulan dilihat dari jenis media (A, tanah; B, tanah+kompos; C, pasir+kompos; D, tanah+pasir+kompos).
1,6
berat kering (g)
1,4
1,0425 1,0175 0,9600 1,1150 tidak berbeda
Dari hasil penelitian terlihat bahwa berat kering total yang baik terdapat pada perlakuan frekuensi pemupukan 3 minggu sekali, yang juga memperlihatkan pertumbuhan akar yang baik. Hal ini berkaitan dengan suhu dan kelembaban media. Suhu yang rendah dapat memperlambat laju pertumbuhan, metabolisme dan pematangan akar, sehingga dapat menyebabkan kemampuan penyimpanan air dan hara berkurang, bahkan mungkin tidak cukup untuk kebutuhan pertumbuhan pucuk, karena pada suhu yang rendah air lebih viscous dan jaringan akar kurang permeabel. Sebaiknya, suhu tanah yang tinggi akan meningkatkan laju respirasi tanaman sehingga menurunkan pertumbuhan akar (Daniel et al., 1987). Sementara itu rendahnya rata-rata berat kering total semai yang diperoleh pada perlakuan frekuensi pemupukan seminggu sekali diduga karena semai kurang efektif mengambil unsur hara yang tersedia pada media. Hal ini disebabkan tingkat kekompakan medium tumbuh yang rendah sehingga akar tanaman tidak mampu berkembang dengan cepat dan baik serta tidak mampu memanfaatkan unsur hara secara optimal.
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 A
B
C
D
frekuensi pemupukan
Gambar 6. Berat kering total semai damar umur 3 bulan dilihat dari frekuensi pemupukan (A, seminggu sekali; B, dua minggu sekali; C, tiga minggu sekali; D, empat minggu sekali).
64
Rata-rata
Indeks mutu bibit Analisis ragam menunjukan pengaruh media tanam yang nyata, sedangkan frekuensi pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap indeks mutu bibit umur 3 bulan. Sementara itu, interaksi media dan frekuensi pemupukan berpengaruh tidak nyata. Rata-rata indeks mutu bibit yang diberi perlakuan media dan frekuensi pemupukan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 terlihat bahwa indeks mutu bibit terbaik (0,125 dan 0,1375) berturut-turut diperoleh pada perlakuan media tanah dan frekuensi pemupukan tiga minggu sekali. Pengaruh media dan frekuensi pemupukan terhadap indeks mutu bibit umur 3 bulan disajikan pada Gambar 7 dan 8.
Naning Yuniarti et al.: Pertumbuhan dan Mutu Bibit Damar (Agathis loranthifolia Salisb.)
Tabel 4. Rata-rata indeks mutu bibit bibit damar yang diberi perlakuan media dan frekuensi pemupukan yang berbeda pada umur 3 bulan. Media
Frekuensi pemupukan 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu Kontrol 0,16 0,09 0,17 0,08 Tanah+kompos 0,08 0,06 0,14 0,08 Pasir+kompos 0,06 0,07 0,12 0,08 Tanah+pasir+kompos 0,08 0,10 0,12 0,10 Rata-rata 0,095 ab 0,08 a 0,1375 b 0,085 a Angka-angka dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan nilai nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α = 5%.
0,14
indeks mutu bibit
0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 A
B
C
D
jenis media
Gambar 7. Indeks mutu bibit umur 3 bulan dilihat dari jenis media (A, tanah; B, tanah+ kompos; C, pasir+kompos; D, tanah+ pasir+kompos).
0,16
indeks mutu bibit
0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 A
B
C
D
frekuensi pemupukan
Gambar 7. Indeks mutu bibit umur 3 bulan dilihat frekuensi pemupukan (A, seminggu sekali; B, dua minggu sekali; C, tiga minggu sekali; D, empat minggu sekali).
Rata-rata 0,125 b 0,09 ab 0,0825 a 0,10 ab tidak berbeda
Indeks mutu bibit merupakan suatu nilai yang didapatkan dari beberapa parameter pertumbuhan semai antara lain parameter tinggi, diameter, berat kering total, berat kering pucuk, dan berat kering akar. Indeks mutu bibit adalah nilai yang menggambarkan kemampuan bibit untuk dapat atau tidaknya beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Roller (1977) menyatakan bahwa semakin besar angka indeks mutu, berarti semakin tinggi pula mutu bibit tersebut. Bibit yang memiliki nilai indeks mutu di bawah 0,09 mempunyai kemampuan rendah untuk beradaptasi di lapangan. Dari hasil penelitian terungkap bahwa nilai indeks mutu bibit yang terbaik (0,125) diperoleh pada media tanah, sedangkan pada media campuran tanah+kompos indeks mutu bibitnya adalah 0,09, dan pada media campuran tanah+pasir+kompos indeks mutu bibitnya adalah 0,01. Sementara itu, dilihat dari frekuensi pemupukan, indeks mutu bibit yang paling baik (0,1375) diperoleh pada frekuensi pemupukan tiga minggu sekali, sedangkan pada frekuensi pemupukan seminggu sekali indeks mutu bibit yang diperoleh adalah 0,095. Dengan demikian, semai tersebut sudah siap untuk dipindahkan ke lapang, karena nilai indeks mutunya sudah berada di atas nilai standar. Sementara itu, semai yang hasil nilai indeks mutunya berada di bawah standar (0,0825, 0,08 dan 0,05) berturut-turut diperoleh pada media campuran pasir+kompos, frekuensi pemupukan dua minggu sekali, dan frekuensi pemupukan empat minggu sekali. Rendahnya nilai indeks mutu bibit ini diduga karena faktor waktu dan unsur hara. Roller (1977) menyatakan, bahwa nilai indeks mutu akan meningkat dengan bertambahanya waktu. Selain itu, faktor unsur hara jelas sangat berpengaruh terhadap berat kering total, berat kering pucuk, berat kering akar, tinggi dan diameter semai. Kelima parameter tersebut merupakan faktor yang sangat menentukan nilai indeks mutu bibit pada tanaman damar.
65
Jurnal Agronomi 9(2): 59-66
KESIMPULAN Tinggi semai damar (Agathis loranthifolia Salisb.) yang paling baik (2,01 cm) diperoleh pada interaksi perlakuan media tanah+kompos dengan frekuensi pemupukan dua minggu sekali. Media tumbuh dengan komposisi tanah+pasir+ kompos merupakan media yang memberikan ratarata pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering total terbaik berturut-turut adalah sebesar 1,7075 cm, 0,304 mm dan 1,115 g, kecuali pada indeks mutu bibit di mana media yang paling baik adalah tanah (kontrol) yang memberikan indeks mutu bibit sebesar 0,125. Sementara itu, frekuensi pemupukan dua minggu sekali memberikan rata-rata pertambahan tinggi dan pertambahan diameter bibit masing-masing sebesar 1,8043 dan 0,2995 cm. Sedangkan frekuensi pemupukan tiga minggu sekali menghasilkan berat kering total dan indeks mutu bibit yang baik, yaitu masing-masing sebesar 1,3525 g dan 0,1375. DAFTAR PUSTAKA Daniel, T. W., J. A. Helms dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur (Terjemahan D.Marsono). Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Duryea, M. L. dan G. N. Brown. 1984. Seedling Physiology and Reforestation Success. Proceeding of the Physiology Working Group Technical Session. DRW Junk Publisher, Boston.
66
Hogdson, T. J. 1981. Growing media for container nurseries. An interim statement. South African Forestry Journal 117: 34-36. Ismanto, S. D. 1988. Pembuatan Media Tumbuh Semai Acasia mangium Wild. dari Serbuk Gergaji. Laboratorium Bioindustri, Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor. Lakitan, B. 1995. Fisiologi Tumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta. Nainggolan, P., Budiharjo, R. D. M. Simanungkalit dan M. Tombe. 1999. Peranan Bahan Organik dalam PHT Pertanian dan Perkebunan. Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Hayati, Bogor. Roller, K. J. 1977. Suggested Minimum Standards Containerized Seedling. Maritimes Forest Research Center, Canadian Forestry Service Department of Fisheries and the Environment., Fredericton, New Brunswick. Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbhan Tanaman. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sosrosoedirjo dan Rifai. 2000. Ilmu memupuk. Buletin Penelitian Hutan 623: 51-58. Suhaeti, T. 1986. Petunjuk Tehnik Penanganan dan Pengujian Mutu Benih (diterjemahkan oleh Rennic Rowsly). P. T. Raja Geavindo, Jakarta. Weltzein, H. C. 1991. Biocontrol of Fungi Disease. Dalam S. S. Hirano [ed.], Microbial Ecology of Leaves, 430-445. Springer-Verlag, Berlin. Wilde, S. A. 1958. Forest Soil, Their Properties and Relation to Silviculture. The Ronald Press Co., New York.