PENGARUH KUALITAS INTERAKSI, KUALITAS LINGKUNGAN FISIK DAN KUALITAS OUTCOME TERHADAP CUSTOMER RELATIONSHIP MARKETING DAN RETENSI PELANGGAN Robert Kristaung* In some lasting years, the fast growing retailers make obviously a market Abstract competition more and more tight. The competition in Retailing make the retailers have not enough skill to look over some basic changes in the modern management. The fundamental aim of the market-oriented business is to establish the constructive relationship between the firm and customer, vendor, distributor. The misleading marketing strategy had made firm fail to take the competitive advantages in a dynamic business atmosphere. So many types and models of retailers had showed in the high population city. The International retailers have failed to interpret the design strategy in choosing location, positioning the product and segmenting the target market. The Local retailers have focused on the pricing strategy as the best way to face the tight competition. The main problem for retailer in Indonesia is the inconsistently implemented marketing management that oriented customer’ need. The misinterpreted marketing strategy absolutely make a firm had failed to fulfill market need, so it has been out of the market. The research has described the quality of service ‘s variable (Quality of Interaction, Physical environment, the Outcome) have influenced directly on the Customer relationship as dependent variable. The customer relationship is needed to improve the level of the customer retention. The study research was been held in Tanggerang and Bekasi, the object is the retailer’ customer. There is the strong and positive relationship between the quality of service and Customer Behavior, purely at is the conclusion in this research. If the Quality of services is superior, so it will make the favorable behavior, and keep the high loyalty. If the Quality of services is inferior, so it will be the unfavorable behavior, and no loyalty Keywords : Company Advocacy, TERRA, SERVQUAl, Relational Marketing Wating Time, Customer Retention, Quality of Service, Joint Ventire
Dalam beberapa tahun terakhir ini bisnis ritel mengalami perkembangan yang pesat dan sekaligus berimplikasi pada ketatnya persaingan yang terjadi, sehingga pelaku bisnis ritel yang tidak siap dan melakukan perubahan mendasar dari sisi manajemen modern, termasuk penerapan aplikasi pemasaran yang memadai akan tersisih dari arena persaingan. Belum lagi orientasi pasar para pelaku bisnis masih berorientasi pada hubungan jangka pendek seperti laba, volume penjualan dan kenaikan pangsa pasar (Farida Jasfar, 2002 dan 2003). Orientasi pasar yang bertujuan membina hubungan baik dengan pelanggan, vendor, distributor bahkan pegawai perusahaan untuk
Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
LATAR BELAKANG PENELITIAN *Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Krida Wacana
191
jangka menengah dan jangka panjang belum menjadi prioritas bagi perusahaan. Sementara kemampuan penerapan pemasaran konvensional tidak lagi memadai untuk meraih keunggulan bersaing dalam lingkungan bisnis yang dinamis dan selalu mengalami perubahan yang cepat. Hal ini dapat dilihat pada sektor ritel (usaha eceran) modern yang berkembang pesat di tanah air seperti hypermarket, supermarket dan minimarket yang semakin dikuasai oleh penanam modal asing dengan tingkat investasi yang luar biasa (Asia Times, 2003) Berikut ini data empiris penetrasi ritel asing di Indonesia seperti disajikan dalam Tabel 1. Penetrasi ritel asing dalam kepemilikan modal berjumlah empat perusahaan terdiri dari: Giant; Hero; Makro dan Superindo, enam perusahaan pola waralaba yakni AM/FM. Lotus, Mark & Spencer, Metro, Nina dan Sogo serta tiga perusahaan ritel asing yang tidak bermitra lokal yaitu Carrefour, Circle K dan Mark & Spencer. TABEL 1 PENETRASI RITEL ASING DI INDONESIA No.
Ritel
Mitra Lokal
Nama Perusahan
Mitra Asing
1. 2.
AM/FM Carrefour
Sinar Sahabat -
3.
Circle K
AM/PM (AS)* Carrefour (Perancis) 100% Circle K (AS)
4.
Giant
Hero
PT Sinar Sahabat PT CUI; PT CSM; PT CPI PT Circleka Indonesia Utama -
5.
Hero
Hero
6. 7.
Lotus Makro
Gajah Tunggal TP Rachmat
8.
Marks & Spencer Metro
Rajawali
9. 10.
-
-
Nina Fairprice Sogo
Gajah Tunggal
12.
Super Indo
Salim
13.
TOPS**
PSP
11.
Sekar
PT Hero Supermarket Tbk. PT Lotus Pertiwi PT Makro Indonesia PT Mitra Selaras Sempurna PT Metropolitan Retailment PT Sekar Sentosa Lestari Jaya PT Panen Lestari Internusa PT Lion Super Indo PT Putra Serasa Pioneerindo
Julah Gerai 22 10
Tahun Operasi 1990 1998
58
1987
3
2002
89
1972
3 13
1991 1992
Dairy Farm (Hongkong) Dairy Farm (Hongkong) 12% Lotus (Singapura)* Metro AG (Jerman) 83% Marks & Spencer (Inggris)* Metro (Singapura)*
7
1992
4
1992
NTUC (Singapura)*
5
1996
Sogo (Jepang)*
4
1990
Delhaize (Belgia) 49% Royal Ahold NV (Belanda)
34
1998
22
1996
Sumber: Investor, 2004: 13. Keterangan: * Pola waralaba. ** 22 gerai Tops diakuisisi oleh PT Hero Supermarket Tbk. Berdasarkan Tabel 1. tersebut kita ketahui penetrasi ritel asing mulai gencar di Indonesia sejak tahun 1990-an. Ritel asing pertama di Indonesia adalah Makro dengan sejumlah pembatasan, misalnya untuk berbelanja pelanggan harus memiliki kartu anggota pasar swalayan ini. Tujuannya adalah membatasi ruang gerak ritel asing yang sebenarnya merupakan tuntutan pelaku-pelaku ritel lokal. Dayry Fram (Hongkong) baru memiliki saham di PT Hero Supermarket Tbk. tahun 2000. Namun perlindungan yang dinikmati oleh peritel lokal tidak mampu lagi diakomodasikan oleh pemerintah dengan
192
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
arus globalisasi yang demikian deras. Peritel asing harus diterima sebagai kenyataan yang tidak dapat dielakkan. Sektor ritel merupakan industri yang penuh dengan tekanan persaingan yang sangat intensif, sewa ruang yang mahal, margin laba yang tipis, tenaga kerja yang tidak terampil dan perpindahan pegawai yang tinggi (Mehta et.al., 2000: 62). Pernyataan tersebut sejalan dengan fenomena yang ada di Indonesia, tidak sedikit perusahaan ritel yang harus menutup usahanya seperti diperlihatkan dalam Tabel 2. berikut ini. TABEL 2 PERUSAHAAN RITEL YANG MENUTUP USAHANYA DI INDONESIA No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ritel Yaohan Wal Mart JC Penney Seibu Dept. Store Grasera Supermarket Ramandha 7 Eleven
Beroperasi Agustus 1992 Oktober 1995 November 1995 1995
1988
Ditutup Mei 1995 1998 1998 1997 1999 2000 1992
Status/Mitra Lokal Joint Venture/Suryaraya Joint Venture/Lippo Group Joint Venture/Lippo Group Joint Venture/Pasaraya Group Lokal Lokal Joint Venture
Sumber: Investor, 2004: 14. Dalam Tabel 2., perusahaan ritel lokal yang menutup usahanya sebanyak dua perusahaan pada tahun 1999 yaitu Grasera Supermarket dan Ramandha pada tahun 2000. Selebihnya adalah perusahaan ritel yang berbentuk kerja sama (joint venture) antara peritel lokal dan asing yaitu Yaohan, Wal Mart, JC Penney, Sabu Departement Store dan 7 Eleven. Dari data tersebut terlihat bahwa sejak tahun 1997 hingga tahun 2000, setiap tahun ada perusahaan ritel yang harus menutup usahanya. Kegagalan peritel asing yang paling utama adalah pilihan lokasi yang keliru, strategi posisi (positioning), dan membaca peta segmentasi yang tidak tepat. Sementara untuk peritel lokal lebih banyak kemampuan bersaing dari segi harga dengan ritel lain yang bertumbuh dengan pesat. Persaingan yang terjadi baru pada tataran strategi pemasaran konvensional dengan penerapan-penerapan bauran pemasaran yang klasikal. Strategi pemasaran yang membina hubungan dengan pelanggan tidak menjadi dasar untuk mengukuhkan posisi perusahaan dalam bersaing. Permasalahan yang dihadapi oleh berbagai ritel yang ada di Indonesia sebenarnya tidak lepas dari sisi lemahnya penerapan manajemen pemasaran dan tidak berorientasi pada pelanggan, peritel lokal masih memiliki peluang yang besar (McKinsey Quarterly, 2002).Strategi pemasran yang orientasi atas omset dengan mengandalkan pembelian barang dalam jumlah besar dari produsen dan kemudian menjual dengan margin laba yang tipis bukan lagi kunci keberhasilan usaha ritel saat ini. Pelayanan yang baik terhadap pelanggan dan memberikan sentuhan lokal terhadap usaha ritel serta perhatian terhadap pegawai merupakan kunci menentukan dalam meraih keberhasilan pada sektor ritel. Oleh karena ketidaktepatan strategi pemasaran yang dilakukan dan kurangnya orentasi terhadap pelanggan banyak ritel yang tersisih dari kerasnya persaingan usaha di bidang ini. Urban memberikan catatan mengenai pentingnya orientasi pada pelanggan, bahwa “I f a company advocacy for its customers, they will reciprocate, with their trust, loyalty and Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
193
purcahses – either nower in the future” (2004: 77). Oleh karena itu, selama lima tahun terakhir ini pertumbuhan penjualan sektor ritel baik untuk ritel makanan dan ritel non makanan mengalami kenaikan dan penurunan pertumbuhannya sangat fluktuatif sebagaimana disajikan dalam Tabel 3. berikut ini. TABEL 3 PERKEMBANGAN PENJUALAN RITEL DI INDONESIA : 1998 - 2003 Ritel Makanan Pertumbuhan (%) Ritel Non Makanan Pertumbuhan (%) Total Ritel Pertumbuhan (%)
1999 126,000.0 46.3 58,000 28.3 175,000.0 20.0
2000 126,000.0 7.7 84,000.0 44.8 210,000 20.0
2001 2002 146,197.8 170,320.0 16.0 16.5 101,220.0 122,213.0 20.5 20.7 247,417.8 292,533.5 17.8 18.2
2003 201,318.8 18.2 148,123.2 21.2 249,440.9 19.5
Sumber: Investor, 2004: 13 Total pertumbuhan ritel mengalami penurunan sejak tahun 2000, sekalipun untuk tahun 2003 terjadi peningkatan tetapi secara persentase belum mampu menyamai angka pertumbuhan tahun 1999 dan 2000. Pada tahun 1999, merupakan puncak pertumbuhan ritel makanan yang mencapai angka 46.3 %, sedangkan untuk ritel non-makanan mencapai angka tertinggi pada tahun 2000 yaitu 44.8 %. Dari segi kajian akademik maupun pelaksanaan pemasaran, relationship marketing masih terbatas. Variabel-variabel popular yang menjadi kajian misalnya adalah yang berhubungan dengan produk, harga, distribusi, promosi, kemasan, pelayanan pelanggan (Slater dan Olson, 2001: 10551067; Voss dan Seider, 2003: 37-52). Bahkan menurut Veloutsou et.al. (2002: 446) relationship marketing sebagai konsep maupun aplikasi masih relatif baru, seperti dinyatakan bahwa, “the concept of relationship marketing is relatively new area of research and analysis. It is well accepted that many companies have moved from a transactional to relational approach.” Penelitian empiris yang dilakukan oleh Brady dan Cronin (2001: 44) memeprlihatkan hasil bahwa pelanggan dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas pelayanan pada industri ritel yang paling kokoh adalah berdasarkan tiga dimensi utama yaitu kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas outcome. Dalam penelitian yang lebih awal yang dilakukan oleh Metha, Lahwani dan Han (2000), kualitas interaksi dan lingkungan fisik termasuk dua faktor utama yang dinilai oleh pelanggan, misalnya pada pasar swalayan dan toko serba ada. Orsinalitas penelitian ini adalah terletak pada variabel kualitas jasa ritel yang terdiri kualitas interaksi, lingkungan fisik dan outcome yang memiliki pengaruh terhadap customer relationship marketing. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya memfokuskan kualitas jasa ritel tersebut terhadap kepuasan pelanggan atau loyalitas pelanggan (Zeithmal, Berry dan Parasuraman, 1996; Doney dan Cannon, 1997; Fullerton dan Taylor, 2000; Brady dan Cronin, 2001; Sirdeshmukh, Singh dan Sabol, 2002). Sementara penelitian ini direncanakan mengkaji keterkaitan customer relationship marketing tidak hanya sebagai variabel dependen, tetapi juga sebagai variabel
194
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
perantara (mediating) antara kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas outcome menjadi titik orsinalitas penelitian ini. Penelitian yang berwibawa tentang ritel yang dilakukan di Indonesia masih terbatas perhatiannya pada analisis deskriptif seperti yang dilakukan oleh Bayu Krisnamurthi dan Lusi Fauzia (2004) dan BIRO (2001) serta aspek bauran pemasaran Anny Nurbasari (2003), sementara penelitian ini mencoba menguji model teoritis tentang customer relationship marketing pada ritel modern dengan konteks empiris di Indonesia.
Selama tiga tahun terakhir ini pertumbuhan usaha eceran modern, apakah yang berbentuk hypermarket, supermarket (pasar swalayan), toko serba ada (departement store) maupun minimarket meningkat pesat. Data yang dikemukakan oleh AC Nielsen menyebutkan bahwa usaha eceran modern ini di Indonesia tahun 2003 tumbuh 30% dibandingkan dengan tahun 2001, terutama yang berpusat di kota-kota besar (Sudarmadi, 2004; 68). Demikian pula pertumbuhan hypermarket, supermarket (pasar swalayan) maupun minimarket di kota Tangerang dan Bekasi sangat agresif dan masih dikuasai oleh perusahaan ritel besar seperti Carrefour, Giant, Indogrosir, Alfa, Superindo atau Indomaret. Berdasarkan catatan hasil survei yang dilakukan oleh BIRO (2001: 13) penyebaran jaringan ritel modern di Tangerang dan Bekasi termasuk tertinggi di luar Jakarta, seperti disajikan dalam Tabel 4.
IDENTIFIKASI MASALAH
TABEL 4 PENYEBARAN JUMLAH SUPERMARKET, DEPARTEMENT STORE, MINI MARKET DAN HYPERMARKET DI INDONESIA Wilayah DKI Jakarta Tangerang Bekasi Bogor Sub-total Lainnya Indonesia
Supermarket Jlm % 182 28.8 41 6.5 20 3.2 21 3.3 264 41.2 369 58.3 633 100.0
Dept.Store Jlm % 113 26.0 29 6.7 15 3.4 14 3.2 171 39.3 264 60.7 435 100.0
Mini Market Jlm % 375 50.9 101 13.7 35 4.7 14 1.9 525 71.2 212 28.8 737 100.0
Hypermarket Jlm % 17 34.7 5 10.2 4 8.2 3 6.1 29 59.2 20 40.8 49 100.0
Total Jlm % 687 37.1 176 9.5 74 4.0 52 2.8 989 53.3 965 46.7 1.855 100.0
Sumber: BIRO, 2001: 13 Demikian pula dengan kota yang paling dianggap menarik untuk sektor ritel dari 10 kota terbesar perkembangan ritel modern, maka kota Tangerang dan Bekasi termasuk didalamnnya (Tabel 5.).
Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
195
TABEL 5 KOTA YANG ATRAKTIF UNTUK RITEL MODERN (THE MOST ATTRACTIVE CITY FOR MODERN RETAIL) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Wilayah DKI Jakarta Surabaya Tangerang Bandung Bekasi Bali Medan Yogyakarta Bogor Semarang Sub-total Lainnya Indonesia
Supermarket 182 64 41 50 20 20 43 13 21 12 466 167 633
Dept. Store 113 25 29 38 15 12 9 16 14 13 284 151 435
Mini Market 375 97 101 23 35 30 3 18 14 0 696 `41 737
Hypermarket 17 4 5 3 4 2 2 1 3 2 43 6 49
Total 687 190 176 114 74 64 57 48 52 27 1.489 366 1.855
Sumber: Diolah dari BIRO, 2001: 13-16 Berdasarkan kondisi situasional dan kondisional tersebut, maka berbagai permasalahan penelitian yang menarik mengenai relationship marketing pada sektor ritel modern terutama dalam upaya mempertahankan pelanggan (customer retention) untuk tetap kembali membeli berbagai barang dan jasa yang ditawarkan oleh penjual. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik, dan Kualitas Outcome terhadap Customer Relationship Marketing dan Retensi Pelanggan (Survei Pada Pelanggan Toko Serba Ada di Kota Tangerang dan Bekasi).
KAJIAN PUSTAKA
196
Model dan Dimensi-dimensi Kualitas Jasa untuk Industri Ritel Perdebatan dan kontroversi mengenai kualitas jasa dari segi persepsi masih berlangsung hingga hari ini baik pada tataran konseptual maupun pengukuran (Brady dan Cronin Jr., 2001: 34). Pada tataran konseptual, minimal ada dua paradigma utama dalam kualitas jasa yaitu aliran “Nordics” yang dipelopori oleh Gronroos (1994) yang mengemukakan konsep kualitas jasa dari dua sisi yaitu kualitas fungsional dan kualitas teknis. Paradigma berikutnya yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithmal dan Berry, yang dikenal dengan SERVQUAL-nya dengan dimensi-dimensi kualitas jasa yang terdiri dari tangibles, empathy, reliability, responsiveness dan assurances (TERRA) menjadi pengukuran kualitas jasa yang generik oleh berbagai peneliti berikutnya. Menurut Brady dan Cronin (2001: 34-37) teori tentang kualitas jasa berakar dari kajian tentang kualitas produk dan kepuasan pelanggan. Kajian awal memang dilakukan oleh Gronroos serta Parasuraman, Zeithmal, dan Berry berdasarkan perspektif ketidakpuasan pelanggan mengenai produk dengan melakukan perbandingan antara kualitas yang diharapkan dengan kualitas produk yang dibeli atau dikonsumsi. Ada tiga tema teoritis yang berkembang. Pertama, para ahli pemasaran jasa melakukan modifikasi SERVQUAL dengan menambah unsur-unsur dimensi kualitas jasa dan perluasan alat analisis. Kedua, memperluas model kualitas jasa dari Gronroos dengan menambah satu unsur yaitu pentingnya masalah lingkungan Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
dalam kualitas jasa. Ketiga, model multilevel yang dikembangkan oleh Dabholbar, Thorpe dan Rentz (Brady dan Cronin, 2001) yang merupakan turunan dari SERVQUAL, dengan aplikasi utama pada sektor ritel dengan tiga level kualitas jasa yaitu persepsi menyeluruh pelanggan atas kualitas jasa, dimensi utama dan sub-dimensi dari kualitas jasa itu sendiri. Brady dan Cronin (2001: 37-38) sendiri mengembangkan model kualitas jasa yang juga merupakan turunan dari model SERVQUAL, Nordic model, dan multilevel model menjadi empat level kualitas jasa. Sehingga secara keseluruhan terdapat lima model kualitas jasa yang memiliki basis teori yang secara empirikal sangat kokoh seperti diperlihatkan dalam Gambar 1. The Nordic Model
The Three Component Model
Perceived Servqual
Perceive d Service
Exoected Service
Service Quality
Image
Techncal Quality
What?
Functiona l Quality
Service Product
Service Delivery
Service Environm ent
How?
The SERVQUAL Model Perceived Service Reliability Responsiveness Empathy Assuurances Tangibles
Perceived Service Quality Expected Service
Gambar 1. (a) Perkembangan Berbagai Model Kualitas Jasa Sumber : Brady dan Cronin, 2001 : 35
Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
197
The Multilevel Model
Retail Service Quality Primary Dimensions Subdimensions
The Hierarchical Model
Service Quality
Prinary dinensions
Interaction Quality
Physical Environment Quality
Outcome Quality
Responsiveness
Empathy
Subdimensions
Reliability
Gambar 1. (b) Perkembangan Berbagai Model Kualitas Jasa Sumber : Brady dan Cronin : 35 dan 37 Penjelasan untuk setiap dimensi kualitas jasa yang secara spesifik untuk sektor ritel modern diuraikan berikut ini. 1) Kualitas Interaksi Para pakar pemasaran jasa umumnya memiliki kesepakatan halam hal kualitas interaksi, oleh karena dalam jasa melekat aspek intangibel dan karakteristik jasa yang inseperabilitas, maka interaksi interpersonal selama pross penyampaian jasa memberikan efek terbesar terhadap persepsi kualitas jasa (Brady dan Cronin, 2001: 38). Interaksi dapat diidentifikasi sebagai hubungan antar muka (ibterface) antara pelanggan dengan pegawai dan menjadi elemen kunci dalam pertukaran jasa (service exchange). Suatu proses penyampaian jasa akan memebrikan hasil yang optimal dengan memberikan perhatian yang
198
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
memadai atas interaksi dan menjadi dimensi penting kedalam konseptualisasi perceived service quality. Brady dan Cronin (2001) menjelaskan lebih lanjut bahwa ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam kualitas interaksi yaitu sikap, perilaku dan pengalaman secara personal dari para pegawai penyedia jasa (service provider). Ketiga aspek tersebut menjadi penting dalam proses penyampaian jasa seperti yang telah dikemukakan sebelumnya dan akan meningkatkan kepuasan maupun loyalitas pelanggan. Dengan kata lain, ketiganya menjadi dasar afeksi dalam memberikan penilaian terhadap kualitas jasa. 2) Kualitas Lingkungan Fisik Seperti halnya dengan kualitas interaksi, maka kualitas lingkungan fisik, dalam hal ini bangunan fisik dan fasilitas yang disediakan oleh penyedia jasa memebrikan pengaruh atas evaluasi pelanggan secara menyeluruh terhadap kualitas jasa. Lingkungan fisik menjadi salah satu unsur penting dan pengaruhnya signifikan atas persepsi pelanggan dari suatu service encounter. Penelitian tentang kualitas lingkungan fisik pada berbagai jenis industri seperti restoran, rumah sakit, hotel, salan kecantikan, dan sebagainya memperkuat hal tersebut. Unusr-unsur penting dari lingkungan fisik yang menjadi perhatian adalah ambient condition, rancangan fasiltas dan faktor sosial. Ketiga unsur kualitas lingkungan fisik ini oleh Brady dan Cronin (2001) merupakan hasil rangkuman dari berbagai penelitian sebelumnya. Ambient condition adalah unsur lingkungan fisik yang mencakup aspek bukan visual seperti temperatur ruang, alunan musik, dan sebagainya, sedangkan rancangan mencakup arsitektur tata letak baik untuk memenuhi kebutuhan fungsional maupun estetika. Sementara unsur ketiga tentang faktor sosial, sekalipun masih terdapat ketidakseragaman mengenai indikator-ibdikator yang dirujuk tetapi disepakti bahwa jumlah dan tipe orang yang tlibat dalam penataan jasa sangat menentukan. Misalnya, jumlah antrian yang terlalu panjang, atau suatu toko telah menntukan target pengunjungnya adalah dari kelas sosial atas, tetapi ada pula pengunjung dari kelas sosial yang berbeda, maka akan memberikan pengaruh terhadap persepsi pelanggan saat melakukan evaluasi atas kualitas jasa yang diterimanya. 3) Kualitas Outcome Menurut Brady dan Cronin (2001) terminologi kualitas outcome yang sering digunakan dalam penelitian adalah kualitas teknis. Inti dari kualitas outcome ialah hasil yang diperoleh oleh pelanggan ketika proses produksi (jasa) selesai dilakukan. Namun mengenai pengaruhnya secara signifikan terhadap penilaian kualitas jasa menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Namun demikian, tetap diyakini bahwa secara pragmatis kualitas outcome diharapkan memberikan afeksi yang kuat trhadap perceived service quality. Salah satu atribut yang penting dari kualitas outcome adalah waktu tunggu (waiting time). Lamanya waktu tunggu pelanggan mempengaruhi persepsi atas kualitas outcome. Umumnya respon yang diberikan adalah negatif
Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
199
dan positif bila prroses penyelesaian jasa tepat pada waktunya. Waktu tunggu adalah hal yang krusial untuk industri jasa seperti penerbangan dan perbankan, misalnya. Atribut penting lainnya dalam kualitas outcome ialah unsur tangibel dari jasa. Berbagai kajian membuktikan bahwa pelanggan memerlukan aspek tangibel untuk menilai kinerja, sekalipun unsur tangibel bisa diukur dari sisi ekonomi, tetapi dapat pula dengan cara pengukuran berdasrkan persepsi pelanggan atas kualitas jasa. Atribut terakhir dari kualitas outcome adalah valensi sebagai salah satu faktor penting yang mencerminkan penilaian pelanggan atas baik atau buruknya kualitas jasa berdasarkan pengalaman pelanggan. Atribut valensi berhubungan langsung dengan pengelolaan jasa yang dilakukan oleh perusahaan.
Customer Relationship Marketing Untuk memahami pengertian pemasaran hubungan (relationship marketing), terlebih dahulu perlu diketahui perbedaan konsep ini dengan transaction. Philip Kotler (2000 : 3), menjelaskan perbedaan tersebut yang pada prinsipnya menjelaskan bahwa pertukaran dalam bentuk transaksi adalah bentuk pertukaran yang terjadinya pada waktu yang sangat singkat dan tidak mempunyai dampak untuk hubungan selanjutnya. Sedangkan dalam pemasaran hubungan, yang penting diperhatikan adalah bagaimana hubungan penjual-pembeli itu berkelanjutan. Jadi sebelum, pada saat, dan setelah terjadinya pertukaran perhatian tetap diarahkan kepada hubungan ini. Dwyer, Schurr and Oh (1987) mengutip pendapat Maclean, tentang perbedaan antara konsep transaction dan relationship marketing berdasarkan 12 elemen yang dikelompokkan atas aspek situasional dan aspek proses. Perbedaan antara transaksi dan pemasaran hubungan antara lain dapat ditinjau dari tenggang waktu terjadinya hubungan, keterlibatan pelaku, harapan-harapan yang timbul dari hubungan tersebut, kerjasama yang mungkin terjadi, antisipasi untuk kelanjutan hubungan, antisipasi tentang terjadi konflik dan kepentingan pribadi, penting – tidaknya kepercayaan (trust) dalam hubungan. Definisi yang dikemukakan ini menjelaskan hal-hal apa saja yang dapat dibuat perusahaan untuk menjalin hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan. Konsep pemasaran hubungan sejalan dengan filosofi marketing concept yang dikemukakan oleh Kotler (2000, 9) bahwa fokus dari suatu organisasi/bisnis adalah kebutuhan dan keinginan konsumen (Customer’s need/wants), dan dengan menggunakan integrasi dari bauran pemasaran maupun integrasi semua fungsi yang ada dalam organisasi maka diharapkan tercapainya kepuasaan konsumen sebagai tujuan dan janji perusahaan (organisasi). Untuk kawasan Amerika Utara, Berry yang pertama kali mengangkat pentingnya pemasaran hubungan dalam pemasaran jasa (Lindgreen, 2001: 76) dengan menyatakan bahwa, “relationship marketing is attracting, maintaining and – in multi-service organizations – enhancing customer
200
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
relationship. Servicing and selling existing customers is viewed to be just as important to long-term marketing success as acquiring new customers “ Tetapi untuk kawasan Eropa, maka Gronroos yang memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan konsep maupun aplikasi pemasaran hubungan baik pada pemasaran jasa, pemasaran industri dan pemasaran internasional, sejalan dengan pernyataannya sebagai berikut bahwa: The concept relationship marketing has emerged within the fields of service marketing and industrial marketing. The phenomena described by this concept is strongly supported by on-going trends in modern business … such relationships are usually but not necessarily always long turn. Establishing a relationship, for example: to attract the customer and to build the relationship with that customer so that the economic goals of that relationship are achieved (Gronroos, 1994). Sementara untuk pengertian relationship marketing yang terbaik menurut Lindgreen (2001: 76) adalah yang dirumuskan oleh Gronroos sebagai berikut: “(Relationship) marketing is establish, maintain, and enhance relationships with customers and others partners, at a profit, so that the objectives of the parties involved are met. This is achieved by a mutual exchange and fulfillment of promises.” Pemasaran hubungan memusatkan perhatian pada pengembangan dan pemeliharaan secara ketat, jangka panjang dan keuntungan untuk kedua belah pihak serta kepuasan timbal balik antar individu atau perusahaan – hubungan timbal balik tersebut berdasarkan kepercayaan dan hubungan (Wilson, 1995). Teori pemasaran hubungan mulai muncul satu dekade ini, namun belum ada kesepakatan mengenai definisi dari pemasaran hubungan, pengukurannya, atau label dan signifikansinya tumpang tindih dalam konstruksi teoritis. Sebenarnya kualitas hubungan merupakan keluaran variabel dari berbagai literatur tentang pemasaran hubungan. Smith menyatakan bahwa kepercayaan, kepuasan dan komitmen menjadi dasar penilaian atas kualitas hubungan. Kualitas hubungan tersebut ditentukan ditentukan oleh hubungan manajemen yang terdiri dari relationship investment, open communication dan relationalism. Kualitas hubungan dan hubungan manajemen secara bersamaan dipengaruhi oleh sebuah working relationship yang dihipotesakan sebagai faktor-faktor yang menentukan (determined) yaitu kesamaan (similarity) dari life stage, sex, culture, work attitudes & personality (1998: 5). Beberapa contoh outcome relationship adalah disajikan dalam Tabel 6. berikut ini.
Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
201
TABEL 6 OUTCOME RELATIONSHIP MENURUT PENDAPAT BEBERAPA AHLI No.
Outcome Relationship
1.
Trust dan Satisfaction
2.
Customer Satisfaction
3.
Trust, Commitment, Conflict, Expectation of continuity; dan Willingness to investment
Keterangan
Pendapat
Dengan dimensi-dimensi relationship strength, relationship longevity dan relationship profitability Dimensi trust adalah honesty dan benevolence; dimensi conflict terdiri dari konflik manifes dan konflik afektif
Crosby, Evans & Coules, 1990 Starcha, Standvik & Gronroos, 1994
Kumar, Scheer dan Steenkamp (19950
Sumber: Diolah dari Smith, 1998: 4-6. Secara empiris, manajemen pemasaran hubungan yang penting adalah hubungan yang berkualitas telah didokumentasikan (Crosby, 1990). Sebagai contoh, perilaku penjualan (mutual disclosure, perilaku koperatif dan kontak yang intensif) adalah kunci yang menentukan dalam kualitas pemasaran hubungan. Sekalipun pemasaran hubungan telah dikenal lebih dari satu dekade, tetapi dari segi konstruk, konsep, implementasi dan pengukurannya masih terdapat ketidaksepakatan dari berbagai ahli pemasaran (Lindgreen, 2001: 75-76). Lindgreen melakukan kajian pustaka yang menarik mengenai konsep pemasaran hubungan seperti disajikan dalam Gambar 2. Relationship Marketing
Objectives f Customer satisfaction f Customer delight f Share of customer f Customer retention f Loyalty
Defining cosntructs f Trust f Commitment f Co-operation f Communication f Shared values f Conflict f Power f Non-opportunistic f interdependence
Instrument f Direct marketing f Database marketing f Quality management f Service marketing f Customer partnering f Catch-all phrases
Gambar 2. Rincian Konsep Relationship Marketing dengan Objektif, Rumusan Konstruk dan Pengukuran Sumber: Lindgreen, 2001: 76
202
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
Dalam gambar tersebut diperlihatkan bahwa konsep pemasaran hubungan dari segi objektif oleh berbagai ahli pemasaran termasuk dalam kepuasan konsumen, customer delight, retensi pelanggan dan loyalitas. Sementara dari segi konstruk, dimensi-dimensi pemasaran hubungan ada sembilan unsur dimulai dari kepercayaan sampai dengan independensi. Pada tataran penerapan (instrumen) digunakan dalam pemasaran langsung, penyimpanan data pemasaran, manajemen kualitas, pemasaran jasa, kemitraan pelanggan, dan catch-all phrases. Sekalipun pemasaran hubungan merupakan bidang penelitian yang baru, tetapi memiliki peran kunci bagi perusahaan dalam memperoleh keunggulan bersaing sebagaimana pendapat yang dikemukakan Velotsou et.al. (2002: 434), bahwa “relationship marketing, therefore, represents a strategic response by firms to gaining competitive advantage. This response is based on the thesis that and appreciation of the interdependence among market players and mutual effort based on trust and commitment would allow firms to remain competitive.”
Retensi Pelanggan (Customer Retention) Konsumen yang rendah tingkat kekecewaannya rata-rata dapat dikatakan akan menguntungkan perusahaan. Sudah menjadi dalil yang baku dalam ilmu manajemen bahwa strategi untuk meningkatkan laba adalah naiknya pangsa pasar atau menekan biaya. Demikian pula hubungan yang erat antara kepuasan pelanggan terhadap keuntungan bagi perusahaan, program-program penangganan keluhan pelanggan dengan hati-hati dan benar, maka biayanya lebih kecil untuk mempertahankan pelanggan yang lama ketimbang menawarkan produk baru untuk mendapatkan pelanggan yang baru. Konsep penelitian selanjutnya adalah customer retention atau retensi pelanggan yang merupakan konsep yang relatif baku dalam kajian maupun aplikasi dalam aktivitas pemasaran (Kotler, 2000: 47-49; dan Best, 2000: 15-18). Pentingnya retensi pelanggan, karena lebih murah dari segi biaya ketimbang harus mendapatkan pelanggan baru. Hal ini didukung dengan pernyataan dari McIlroy dan Barnett seperti dikutip berikut ini, bahwa, “customer retention has a direct impact on profitability and past research has claimed that it can be five times more expensive to obtain a new customer than to retain one” (2000; 347). Retensi pelanggan dapat dikatakan sebagai kunci dari keberhasilan pemasaran hubungan. Jika perusahaan tidak mampu mempertahankan pelanggannya dan membangun hubungan jangka panjang, maka akan menghilangkan satu peluang transaksi (Gronroos 1994: 4). Dengan catatan bahwa retensi pelanggan sebenarnya tidak semata-mata berbicara tentang program loyalitas, pemberian potongan atau hadiah bagi pelanggan dalam praktik bisnis, tetapi berkaitan dengan menciptakan pemicu bagi pelanggan untuk kembali dalam bentuk pelayanan dengan mutu yang prima, dikelola dengan baik, penyampaian barang dan jasa yang tepat waktu serta terciptanya komunikasi yang kondusif dengan pelanggan. Praktik-praktik pemasaran yang bertujuan untuk mempertahankan pelanggan agar tidak beralih kepada pesaing (kompetitor) tidak semata-mata Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
203
berorientasi jangka pendek, misalnya dengan menciptakan loyalitas pelanggan dan pemberian potongan harga, tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana pelayanan yang diberikan perusahaan atau penyedia jasa (service provider) sesuai dengan harapan pelanggan. Aspinall, Nancarrow dan Stone (2001: 79-87) mengemukakan ada dua dimensi pengukuran dalam retensi pelanggan yaitu perilaku dan sikap. Dua dimensi tersebut dilakukan pengujian secara empiris dengan hasil seperti disajikan dalam tabel berikut ini. TABEL 7 METODE PENGUKURAN UNTUK RETENSI PELANGGAN Behavior %(80) Behavior % Trends in sales, etc. Sales (unspecified) Sales at individual level Percentage of customer buying Bought in last period (recency) Frecuency Attitude Measure of declared loyalty/commitment Customer attitude Product preference
(80) 34 6 12 15 5 3 (12) 2 3 1
Sumber: Aspinall, Nancarrow dan Stone, 2001: 84. Dengan kata lain, untuk membangun retensi pelanggan yang berhasil, perusahaan harus memberikan kepada pelanggan apa yang mereka inginkan, penyampaian barang dan jasa sesuai dengan keinginan mereka. Memang harus diakui bahwa tidak ada jaminan kepuasan pelanggan secara otomatis akan mendorong seseorang untuk melakukan pembelian ulang.
HASIL PENELITIAN TERDAHULU
204
Berbagai penelitian tentang kualitas jasa, customer relationship marketing dan retensi pelanggan cukup banyak dilakukan selama sepuluh (10) tahun terakhir ini. Tabel 8. menyajikan secara ringkas hasil-hasil penelitian tersebut. Umumnya penelitian tersebut menggunakan disain penelitian survei, hanya dua studi yang melakukan penelitian dengan metode studi kasus (McIlroy dan Barnett, 2000 serta Ahmad dan Buttle, 2002) dan satu penelitian dengan metode studi stimulasi (Gundlach, Achrol dan Mentzer, 1995). Kesamaan lain ialah dari segi alat analisis, umumnya penelitian tentang kualitas jasa, customer relationship marketing dan retensi pelanggan banyak menggunakan SEM (Structural Equation Modeling), baik dalam bentuk analisis faktor, analisis jalur dan LISREL (Linear Structural Relationship). Hal berikutnya yang menjadi kesamaan penelitian-penelitian tersebut dari segi pengukuran banyak bermain pada tataran persepsi untuk melihat hubungan atau pengaruh masing-masing variabel kualitas jasa, customer relationship marketing dan retensi pelanggan. Pengukuran ini tentu saja memiliki kekuatan untuk variabel-variabel yang tidak dapat diukur secara Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
langsung, tetapi menjadi kelemahan bila digunakan untuk variabel yang dapat diukur secara langsung (Cannon dan Homburg, 2001). Memperhatikan hasil-hasil penelitian sebelumnya seperti yang disajikan dalam Tabel 8. dengan masalah penelitian ini, perbedaan yang paling mendasari adalah penggunaan variabel strategi hubungan pemasaran yang dilengkapi dengan dimensi independensi dan retensi pelanggan. Umumnya untuk penelitian pemasaran hubungan sangat terbatas melakukan pada level strategik, tetapi langsung pada sisi dimensi pemasaran hubungan kepercayaan dan komitmen sebagai variabel-variabel utama. Sementara untuk outcome pemasaran hubungan yang paling sering dikupas dalam penelitian-penelitian tersebut adalah loyalitas pelanggan dan intensitas perilaku pelanggan sebagai variabel-variabel utama. Khusus untuk konteks Indonesia, penelitian pemasaran hubungan masih terbatas, apalagi mengkajinya sebagai variabel mediating antara satu atau lebih variabel bebas terhadap variabel tidak bebas lainnya. TABEL 8 BEBERAPA PENELITIAN TERKEMUKA TENTANG KUALITAS JASA, CUSTOMER RELATIONSHIP MARKETING DAN RETENSI PELANGGAN No.
Pengarang/ Tahun
Masalah Penelitian
Variabel
Persaman
1.
Morgan dan Hunt, 1994.
1. Variabelvariabel antesenden dan consequence dalam relationship marketing. 2. Bagaim ana pengaruh kepercayaan dan kom itm en dalam relationship marketing.
Benefits; termination costs; shared values; communication; opportunistic behavior; commitment; trust; acquiescence; cooperation; propensity to leave; functional conflict; dan uncertainty.
2.
Zeithm al, Berry dan Parasuram an, 1996.
3.
Doney dan Cannon, 1997
Pengaruh kualitas jasa terhadap intensitas perilaku (behavioral intentions) pelanggan. Bagaimana m engembangkan kepercayaan dan pengaruhnya dalam industrial buying behavior.
Kualitas jasa dan intensitas perilaku (behavioral intentions) pelanggan. 1. Trust of Firm. 2. Trust of Salesperson. 3. Purchase choice. 4. Delivery performance 5. Relative price/cost 6. Product/ser vice performance 7. Purchase experience 8. Future interaction.
1. Relationship benefits, relationship termination costs, shared values, communication, dan opportunistic behavior adalah variabelvariabel antesenden serta acquiescence, cooperation, propensity to leave, functional conflict, dan uncertainty adalah variabelvariabel consequence dalam relationship marketing. 2. Kepercayaan dan komitmen adalah variabel mediating kunci dalam relationship marketing Kualitas jasa mem iliki pengaruh yang sangat kuat terhadap intensitas perilaku pelanggan dalam berbagai industri (ritel, kom puter dan asuransi). 1. Trust of firm, Product/service performance dan purchase experience berpengaruh positif, tetapi tidak signifikan terhadap purchase choice. 2. Trust of salesperson berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap purchase choice. 3. Delivery performance dan relative price/cost berpengaruh positif dan signifikan terhadap purchase choice. 4. Trust of firm, purchase experience dan purchase choice berpengaruh positif dan signifikan terhadap future interaction.
Perbedaan Variabel kualitas jasa dan retensi pelanggan tidak diuji
Variabel custmer relationship marketing tidak ada Memusatkan custmer relationship marketing pada pemasok, tidak peada pelanggan
Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
205
Dalam gambar tersebut diperlihatkan sumber teoritis masing-masing variabel yang akan diteliti. Tidak seluruh variabel maupun indikator digunakan, misalnya untuk customer relationship marketing hanya tiga dimensi yang digunakan oleh karena titik beratnya adalah pada hubungan perusahaan dengan pelanggan.
Kualitas Fisik: Sikap Perilaku Pengalaman
Kualitas Lingkungan Fisik Kondisi ambient. Disain Faktor sosial
Customer Relationship Marketing Kepercayaan Komitmen
Retensi Pelanggan Loyalitas Intensitas Perilaku
Kualitas Outcome Waktu tunggu Tangibel Valensi
Gambar 4. Paradigma Penelitian Berbasis Relationship Marketing Sumber: Dimodifikasi dari Morgan dan Hunt, 1994; Zeithmal, Berry dan Parasuraman, 1996; Garbarino dan Johnson, 1999; Fullerton dan Taylor, 2000; Brady dan Cronin, 2001. Untuk memperlihatkan kaitan antara indikator empirik dengan masing-masing konsep (konstruk), hubungan antara variabel eksogen dan pengaruh variabel eksogen terhadap endogen diperlihatkan dalam paradigma penelitian dalam Gambar 4. Untuk masing-masing variabel eksogen terdiri dari kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, dan kualitas keluaran. Ketiga variabel eksogen ini selain berkorelasi satu dengan yang lain juga mempengaruhi secara langsung terhadap variabel endogen strategi pemasaran hubungan. Variabel eksogen retensi pelanggan dipengaruhi secara langsung oleh variabel endogen strategi pemasaran hubungan. Variabel eksogen terdiri dari kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, dan kualitas keluaran mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung variabel eksogen retensi pelanggan.
Kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, kualitas keluaran yang berkorelasi positif akan menghasilkan kualitas jasa yang diterima oleh pelanggan dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Kualitas jasa yang superior akan membentuk perilaku pelanggan yang favorable dan mempengaruhi pelanggan untuk tetap Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
209
setia pada perusahaan. Kualitas jasa yang inferior akan membentuk perilaku yang unfavorable dan mempengaruhi pelanggan untuk beralih pada perusahaan pesaing. Orientasi pemasaran yang hanya bertumpu pada pemasaran transaksional semata, tidak akan memberikan keunggulan bersaing. Sebaliknya, orientasi pelanggan yang mengedepankan strategi pemasaran hubungan akan memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Strategi pemasaran hubungan merupakan segala aktivitas pemasaran untuk memantapkan, mengembangkan dan memelihara hubungan dua pihak melalui kepercayaan, komitmen, kerjasama, dan kejujuran yang saling menguntungkan Dan retensi pelanggan adalah kunci keberhasilan strategi pemasaran hubungan dalam membangun hubungan antara perusahaan dengan pelanggan. Keberhasilan tersebut ditentukan adanya kesamaan persepsi antara kedua belah pihak.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad, Rizal dan Francis Buttle, “Customer Retention Management: A Reflection of Theory and Practice, Market Intelligence dan Planning, Vol. 20 No. 3, 149-161. 2001 Anderson, James C. and James A. Narus, “A Model of Distributor Firm and Manufacturer Firm Working Partnership”, Journal of Marketing, 54 (January), pp. 42-58. 1990 Anny Nurbasari, Pengaruh Karakteristik Segmen Bauran terhadap Strategi Bauran Penjulan Eceran serta Implikasinya pada keputusan Pemeblian (Suatu Survey Pasar Swalayan di Jawa Barat), Disertasi, Bandung: Universitas Padjadjaran. 2003 Aspinall, Edward, Clive Nancarrow, dan Merlin Stone, “The Meaning and Measurement of Customer Retention, Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing, Vol. 10, No. 1, 79-87. 2001 Best, Roger J. Market-Based Management: Strategies for Growing Customer Value and Profitability, Second Edition, New Jersey: Prentice Hall International Inc : hlm. 15-18. 2000 Berry, Leonard L and A. Parasuraman, Marketing Services, New York: The Free Press : hlm. 139. 1991 Bagozzi, Richard P., “Reflections on Relationship Marketing in Consumer Markets”, Journal of the Academy of Marketing Science, 23 (April). 1995 Bayu Krisnamurthi dan Lusi Fauzia, Research on Supermarket Supply Chain in Indonesia. Bogor: Center for Development Studies, IPB. 2004
210
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
Bendapudi, Neeli and Leonard L. Berry, “Customers’Motivations for Maintaining Relationships With Service Providers”, Journal of Retailing, 73, (1). 1997 Brady, Michael K. dan J. Joseph Cronin Jr., “Some New Thoughts on Conceptualizing Perceived Service Quality: A Hierarchial Approach,” Journal of Marketing, July, pp. 34-38. 2001 Canon, Joseph P. dan Christian Homburg, “Buyer-Supplier Relationships and Customer Firm Costs, Journal of Marketing, Vol. 65 (January), 29-43. 2001 Crosby, Lawrence A., Kenneth R. Evans and Deborah Cowles, “Relationship Quality in Services Selling An Interpersonal Influence Perspective”, Journal of Marketing, 54 (July), pp. 68-81. 1990 Czepiel, John A., “Service Encounters and Service Relationships: Implications for Research”, Journal of Business Research, 20, pp. 13-21. 1990 Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler, Business Research Methods, 7th Edition, Mc-Graw-Hill International Edition, Boston. 2003 Cravens, David W., Strategic Marketing, Boston: Irwin McGraw-Hill : hlm. 203-226. 2000 Christopher, Martin, Adrian Payne dan David Ballantyne, Relationship Marketing: Bringing Quality, Customer Service, and Marketing Together. London: Butterworth-Heinemann Ltd, hlm. 34-65. 1994 De Wulf, Kristoff, Gaby Oderkerken-Schroder, Dawn Iacobucci. Investment in Consumer Relationships: A Cross-Country and Cross-Industry Exploration, Journal of Marketing, Vol. 65 (October). pp. 39-50. 2001 Doney, Patricia M. and Joseph P. Cannon, “An Examination of the Nature of Trust in Buyer-Seller Relationships,” Journal of Marketing, 61 (April), pp. 35-51. 1997 Dwyer, F. Robert, Paul H. Schurr and Sejo Oh. “Developing Buyer-Seller Relationship”, Journal of Marketing, 51 (April), pp. 11-27. 1987 Fitzsimmons, James A. and Mona J. Fitzsimmons, Service Management for Strategy and Information Technology, New York: McGrawHill, hlm. 1-10. 2006 Fullerton, Gordon & Shirley Taylor, The Role of Commitment in Service Relationship, Kingston, Ontario: School of Business Acadia University, limited publication. pp. 3-6. 2000
Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
211
Garbarino, Ellen dan Mark S. Johnson. “The Different Roles of Satisfaction, Trust and Commitment in Customer Relationships.” Journal of Marketing Vol 63 (April). pp. 70-87. 1999 Gronroos, Christian, “From Marketing Mix to Relationship Marketing, Management Decision, Vol. 32 No.2. pp. 4-20. 1994 Gundlach, Gregory T. Ravi S. Achrol and John T. Mentzer, “The Structure of Commitment in Exchange”, Journal of Marketing, 59 (January), pp. 78-92. 1995 Gwinner, Kevin P., Dwayney D. Gremler and Mary Jo Bitner, “Relational Benefits in Service Industries: The Customer’s Perspective”, Journal of the Academy of Marketing Science, Spring, pp. 101-114. 1998 Kotler, Philip, Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation and Control, 10th Edition Chicago, Illinois: Prentice Hall, hlm. 3-9; 48-49. 2000 ——— dan Gary Armstrong, Principles of Marketing. New Jersey: Pearson Education Inc, hlm. 300-304. 2004 Gronroos, Christian, Service Management and Marketing, Lexington, MA: Lexington Books, hlm. 36-44. 1990 Gummesson, Evert, Total Relationship Marketing. London: ButterworthHeinemann. 2001 Haksever, Barry Render, Roberta S. Russel, dan Robet G. Murdick, Service Management and Operations. New Jersey: Prentice Hall International Inc : hlm. 131-139. 2000 Heide, Jan B. and George John, “Do Norms Matter in Marketing Relationship?” Journal of Marketing, 56 (April), pp. 32-44. 1992 Investor, No. 98 Tahun VI, 6-21 April 2004 Jasfar, Farida, Manajemen Jasa: Pendekatan Terpadu, Jakarta: Lembaga Penerbit FE Universitas Trisakti, hlm. 77-87. 2003 ________, “Kualitas Hubungan (Relationship Quality) dalam jasa Penjualan: Pengaruh Hubungan Interpersonal Tenaga Penjualan pada Perusahaan Asuransi Jiwa,” Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, Vol. 2 No.3, September. 2002 Ko, Jong-Wook, James L. Price and Charles W. Mueller. “Assessment of Meyer and Allen’s Three-Component Model of Organizational Commitment in South Korea,” Journal of Applied Psychology, Vol. 12, No. 6: pp. 961-973. 1997
212
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
Lindgreen, Adam, “A Framework for studying relationship marketing dyads”, Qualitative Market Research: An International Journal, Volume 4, Number 2. pp. 75-85. 2000 Lu, Ting Pong, Johny and Tang Oui Yee, Esther, “An Integrated Model of Service Loyalty, Academy of Business and Adminitrative Sciences 2001 International Conferences, Brussels, Belgium, 2425 July. pp. 1-26. 2001 McIlroy, Andrea dan Shirley Barnett. “Building customer relationship: do discount cards work? Managing Service Quality, Vol. 10 Number 6. pp. 347. 2000 McKinsey Quarterly. Numer 3. Melalui http://www.mckinseyquarterly. com/ category_editor.aspx?L2=20 (10/09/03). 2002 Mehta, Subhash C., Ashok K. Lalwani dan Soon Li Han, “Service quality in retailing: relative efficiency of alternative measurement scales for different product-service environments,” International Journal of Retail & Distribution Management, Volume 28 Number 2. 2000 Miller, Chip E., James Reardon dan Denny E. McCorkie, “The Effect od Competition on Retail Structure: An Examination of Intratype, Intertype, and Intercategory Competition, Journal of Marketing, Vol. 63 (October). pp. 107-120. 1999 Morgan, Robert M. dan Shelby D. Hunt “The Commitment-Trust Theory of Relationship Marketing” Journal of Marketing, July. pp. 20-38. 1994 Moorman, Christine, Gerald Zaltman and Rohit Deshpande, “Relationships Between Providers and User of Marketing Research: The Dynamics of Trust Within and Between Organization,” Journal of Marketing Research, 29 (August), pp. 314-329. 1992 Parasuraman, A., Valerie A. Zeithaml dan Leonard L. Berry, Reassessment of Expectations as a Comparison Standard in Measuring Service Quality: Implications for Further Research. Journal of Marketing, 58 (January). pp. 111-124. 1994 Sirdesmukh, Deepak, Jagdip Singh dan Barry Sabol, “Consumer Trust, Valeu, and Loyalty in Relational Exchange, Journal of Marketing, Vol. 66 (January), 15-37. 2002 Siguan, Judy A., Penny M. Simpson dan Thomas L. Baker, “Effects of Supplier Market Orientation on Distributor Market Orientation and the Channel Relationship: The Distributor Perspective, Journal of Marketing Vol. 62 (July), 99-111. 1998
Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
213
Sitathan, Tony, “Indonesia’s Hypermarkets Pinch Locals” Asia Times. Melalui
(10/09/03). 2003 Sudarmadi, “Liku-liku Menembus Gerai Modern”, Swasembada, 05/XX/4, 17 Maret, hlm. 68-70. 2004 Slater, Stanley F. Dan Eric M. Olson,. “Marketing’s Contribution to the Impelementation of Business Strategy: an Empirical Analysis, Strategic Management Journal, Vol. 22 Number 11, November. pp. 1055-1067. 2001 Smith, J. Brock, Buyer- Seller Relationships : Similarity, Relationship Management, and Quality, Journal of Psychology and Marketing ,Vol. 15 (1): pp. 4-21. 1998 ______ and Donald W. Barclay, “The Effects of Organizational Differences and Trust on the Effectiveness of Selling Partner Relationships”, Journal of Marketing, 61(January), 3-21. 1997 Tax, Stephen S., Stephen W. Brown and Murali Chandrashekaran, “Customer Evaluation of Service Complaint Experiences: Implications for Relationship Marketing”, Journal of Marketing, 62 (April), 60-76. 1998 Urban, Glen, L., “The Emerging Era of Customer Advocacy, “MIT Sloan Management Review, Winter, 77-82. 2004 Wilson, David T., “An Integrated Model of Buyer-Seller Relationships,” Journal of the Academy of Marketing Science, 23 (Fall), 335-345. 1995 Veloutsou, Cleopatra., Michael Saren, dan Nikolaos Tzokas, “Relationship Marketing, What if …? European Journal of Marketing, Vol. 36. No.4. pp. 434-446. 2002 Voss, Glenn B dan Katleen Seiders, “Exploring The Effect Retail Sector And Firm Characteristics On Retail Price Promotion Strategy,” Journal of Retailing, Volume 79, Issue 1. pp. 37-52. 2003 Zeithmal, Valerie A., Leonard L. Berry & A. Parasuraman, “Behavioral Consequences of Service Quality.” Journal of Marketing, 60 (April). pp. 31-46. 1996 Zineldin, Mosad, “Total relationship marketing (TRM) dan total quality management (TQM),” Managerial Auditing Journal, 15/1/2, pp. 20-28. 2000
214
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216
Zeithaml, Valerie A; Parasuraman A and Berry, Leonard L, Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptionss and Expectations,New York : The Free Press. hlm. 32-46 dan 110-124. 1990 ———— dan Mary Jo Bitner, Service Marketing. New York : The McGrawHill Companies, Inc. hlm. 19-25 dan 173-180. 1996
Pengaruh Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik (Kristaung)
215
216
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 3, September 2006 : 191 - 216