PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN PENGETAHUAN STATISTIKA TERHADAP PEMAHAMAN STATISTIKA Septie Wulandary 1 ; Bagus Sumargo2 ABSTRACT Article discusses the influence of emotional quotient and statistics knowledge to the statistic comprehension. Based on data, there is interesting phenomena in Institute of Statistics (IoS), which is the grade value in first level and second level, especially the one connected with statistic is variety; it means the student comprehensive on statistic is not the same. Test result on 0,05 showed that there is no significance of statistic comprehension between second level and thirds level in IoS. Pearson correlation result showed that self introduction, motivation, social skills, and statistic knowledge have significance of statistics comprehension. There is no correlation between academic records and statistic comprehension. On multiple linier regression model, significance variable influencing the statistic comprehensive are motivation, social skill, and statistic knowledge. Keywords: intellectual, emotional quotient, statistics comprehensive
ABSTRAK Artikel membahas pengaruh kecerdasan emosional dan pengetahuan statistika terhadap pemahaman statistika. Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat fenomena yang menarik di STIS, yaitu nilai mutu di tingkat I dan tingkat II khususnya yang berhubungan dengan statistika, bervarias. Hal ini berarti bahwa pemahaman mahasiswa terhadap statistika tidak sama. Hasil uji beda rata-rata pada taraf nyata 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan pemahaman statistika antara mahasiswa STIS tingkat II Jurusan Statistika dan tingkat III. Hasil korelasi Pearson menunjukkan pengenalan diri, motivasi, dan keterampilan sosial memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan statistika. Prestasi akademik tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pemahaman statistika. Pada model regresi linier berganda, variabel yang signifikan mempengaruhi pemahaman statistika adalah motivasi, keterampilan sosial, dan pengetahuan statistika. Kata kunci: intelektual, kecerdasan hati, pemahaman statistika
1
Staf BPS Provinsi Bengkulu Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta,
[email protected]
2
Pengaruh Kecerdasan Emosional … (Septie Wulandary; Bagus Sumargo)
63
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mewujudkan perkembangan dan kemajuan suatu negara. Pendidikan dapat diibaratkan sebagai investasi jangka panjang karena dengan berkembangnya pendidikan itu sama artinya bahwa negara akan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas di masa mendatang. Pada umumnya, program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan intelektual atau Inteligent Quotient (IQ) saja, padahal yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, dan kemampuan beradaptasi yang kini telah menjadi dasar penilaian baru. Saat ini begitu banyak orang berpendidikan dan tampak begitu menjanjikan, namun karirnya terhambat, atau lebih buruk lagi, tersingkir, akibat rendahnya kecerdasan emosional mereka. Hal itu karena IQ hanya menyumbang tidak kurang dari 20 persen dalam faktor yang menentukan sukses dalam hidup sedangkan 80 persen diisi kekuatan lain, termasuk kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) (Goleman, 2006:44). STIS adalah salah satu lembaga pendidikan tinggi kedinasan yang berfungsi untuk mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang statistika dan komputasi statistik dengan menyiapkan peserta didik menjadi kader yang memiliki kemampuan akademik/profesional di bidang statistika dan komputasi statistik yang siap pakai, baik bagi BPS, instansi/lembaga lain, maupun swasta. Untuk itu, STIS setiap tahun mengadakan ujian masuk di seluruh propinsi di Indonesia melalui penyeleksian yang cukup ketat. Berdasarkan data yang diperoleh, ada fenomena yang menarik di STIS, yakni meskipun mahasiswa yang diterima untuk kuliah di STIS telah melalui penyeleksian yang cukup ketat, dalam arti memiliki kemampuan intelektual yang cukup baik, namun masih ada mahasiswa tingkat I yang gagal untuk meneruskan kuliah di STIS karena terkena Drop Out (DO) dan hal itu terjadi pada tiap semester. Selain itu, nilai mutu di tingkat I dan tingkat II khususnya yang berhubungan dengan statistika, bervariasi, artinya pemahaman mahasiswa terhadap statistika tidak sama. Hal itu mengindikasikan bahwa selain aspek intelektual, ada aspek lain yang mempengaruhi. Goleman (2006, hlm.38) mengungkapkan bahwa intelektualitas tidak dapat bekerja sebaikbaiknya tanpa kecerdasan emosional. Goleman tidak mempertentangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, melainkan memperlihatkan adanya kecerdasan yang bersifat emosional serta berusaha menemukan keseimbangan cerdas antara emosi dan akal. Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik seseorang menggunakan keterampilan yang dimiliki, termasuk keterampilan intelektual. Paradigma lama menganggap yang ideal adalah adanya nalar yang bebas dari emosi, paradigma baru menganggap adanya kesesuaian antara kepala dan hati. Paradigma lama menekankan pentingnya nilai dan makna rasionalitas murni yang menjadi tolok ukur IQ dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, saat ini telah muncul paradigma baru yang menganggap kecerdasan tidaklah berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa (Goleman, 2006, hlm.5). Jadi, untuk mengikuti perkuliahan di STIS khususnya dalam mempelajari dan memahami mata kuliah statistika, mahasiswa hendaknya jangan hanya mengandalkan kecerdasan intelektualnya saja, namun juga harus diimbangi dengan kecerdasan lain, yakni kecerdasan emosional. Oleh karena itu, melalui penelitian ini ingin dilihat gambaran karakteristik mahasiswa, pengenalan diri, motivasi, keterampilan sosial, pengetahuan statistika, dan pemahaman statistika mahasiswa, mengetahui apakah ada perbedaan pemahaman statistika mahasiswa berdasarkan tingkatan kuliah, mengetahui hubungan prestasi akademik, pengenalan diri, motivasi, keterampilan sosial, pengetahuan, dan pemahaman statistika, serta mengetahui pengaruh pengenalan diri, motivasi, keterampilan sosial, dan pengetahuan statistika terhadap pemahaman statistika.
64
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 1 Januari 2009: 63-74
TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN Kecerdasan emosional menurut Wibowo (2002) merupakan kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak yang positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Goleman (2006) yang mengadaptasi model Salovey dan Mayer membagi kecerdasan emosional ke dalam lima dimensi atau komponen kecerdasan emosional (EQ) sebagai berikut. Pertama, pengenalan diri (Self awareness), artinya mengetahui keadaan dalam diri, hal yang lebih disukai, dan intuisi. Kompetensi dalam dimensi pertama adalah mengenali emosi sendiri, mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri, dan keyakinan akan kemampuan sendiri. Kedua, pengendalian diri (self regulation), artinya mengelola keadaan dalam diri dan sumber daya diri sendiri. Kompetensi dimensi kedua itu adalah menahan emosi dan dorongan negatif, menjaga norma kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap perubahan, dan terbuka terhadap ide serta informasi baru. Ketiga, motivasi (motivation), artinya dorongan yang membimbing atau membantu peraihan sasaran atau tujuan. Kompetensi dimensi ketiga adalah dorongan untuk menjadi lebih baik, menyesuaikan dengan sasaran kelompok atau organisasi, kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, dan kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan. Keempat, empati (empathy), yaitu kesadaran akan perasaan, kepentingan, dan keprihatinan orang. Dimensi keempat terdiri dari kompetensi understanding others, developing others, customer service, menciptakan kesempatan melalui pergaulan dengan berbagai macam orang, membaca hubungan antara keadaan emosi dan kekuatan hubungan suatu kelompok. Kelima, keterampilan sosial (sosial skills), artinya kemahiran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki oleh orang lain, diantaranya adalah kemampuan persuasi, mendengar dengan terbuka dan memberi pesan yang jelas, kemampuan menyelesaikan pendapat, semangat leadership, kolaborasi dan kooperasi, serta team building. Bloom (1956) dalam teorinya Taxonomi Bloom mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau kegiatan merupakan hasil dari proses belajar, baik proses yang sengaja direncanakan, maupun terjadi secara kebetulan. Proses pembelajaran manusia tersebut mencakup tiga aspek, yaitu (1) intelektual (kognitif); (2) sikap (afektif); dan (3) keterampilan (psikomotor). Perilaku kognitif melibatkan pengetahuan dan pengembangan tentang fakta spesifik, pola teladan mengenai cara, dan konsep pengembangan keterampilan dan kemampuan intelektual. Ada enam kategori utama yang diurutkan secara hierarki piramidal, yakni penilaian, sintesis, analisis, penerapan, pemahaman, dan pengetahuan. Seseorang akan memahami suatu hal atau ilmu jika dia sudah mengetahui hal atau ilmu tersebut. Untuk mengukur tingkat pemahaman mengenai statistika, peneliti hanya menggunakan tingkatan kognitif sampai dengan level yang kedua, yaitu pemahaman. Untuk dapat memahami statistika, seseorang harus tahu tentang statistika terlebih dahulu. Crow dan Crow (1958) dalam Hipniati (2007) menyatakan bahwa kondisi emosional adalah salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Sejalan dengan Crow dan Crow, Goleman (2006) mengemukakan konsep kecerdasan yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu kecerdasan emosional. Ia mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada cara menangani perasaan diri sendiri dan sejauh mana seseorang dapat berempati dengan yang lain. Lebih jauh ia menambahkan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi dapat memperhatikan hal, menyerap informasi, dan mengingat kata dengan lebih baik. Dengan kata lain, mampu belajar dengan lebih baik. Penelitian mengenai proses belajar menemukan bahwa kecerdasan emosional adalah faktor fundamental bagi efektivitas belajar. Berdasarkan laporan dari National Center for Clinical Infant Programs, elemen paling penting bagi kesuksesan pelajar di sekolah adalah pemahaman akan
Pengaruh Kecerdasan Emosional … (Septie Wulandary; Bagus Sumargo)
65
bagaimana caranya belajar. Goleman (1995, hlm. 193) menyebutkan beberapa kunci pemahaman, yakni Confidence (percaya diri), Curiosity (rasa ingin tahu), Intentionality (intensionalitas), Selfcontrol (pengendalian diri), Relatedness (hubungan antar pribadi), Capacity to communicate (kemampuan berkomunikasi), dan Ability to cooperate (kemampuan untuk bekerja sama). Semua kunci tersebut adalah aspek kecerdasan emosional. Pada dasarnya, seorang pelajar yang belajar bagaimana caranya belajar lebih berpeluang untuk sukses. Kecerdasan emosional telah terbukti sebagai penentu keberhasilan seseorang dibandingkan GPA dan IQ. Kecerdasan emosional sangat bermanfaat bagi seorang pelajar dalam hal yang bersifat kognitif, antara lain tingkat pengetahuan dan pemahaman. Pelajar yang memiliki kecerdasan emosional yang baik dapat berkonsentrasi dengan lebih baik sehingga akan lebih efektif dalam pendidikannya (Goleman, 2006). Penelitian menggunakan metode studi kasus (case studies) terhadap mahasiswa STIS tingkat II jurusan statistika dan tingkat III tahun akademik 2007/2008. Data yang digunakan adalah data primer untuk mengukur pengenalan diri, motivasi, keterampilan sosial, pengetahuan, dan pemahaman statistika. Sampel mahasiswa dipilih dengan metode stratified systematic sampling dengan tingkatan kuliah mahasiswa sebagai pembeda strata. Instrumen survei/kuesioner dalam penelitian ini menggunakan skala Likert yang berisi beberapa pernyataan tentang pengenalan diri, motivasi, keterampilan sosial, dan pemahaman statistika. Sedangkan pada variabel pengetahuan, pertanyaan disusun dalam bentuk pernyataan negatif dan positif. Setiap pertanyaan memiliki tiga pilihan jawaban yaitu ya, tidak, dan tidak tahu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecerdasan Emosional (Pengenalan Diri, Motivasi, Keterampilan Sosial), Pengetahuan Statistika, dan Pemahaman Statistika Mahasiswa
Gambar 1 Persentase Pengetahuan Statistika dan Pengenalan Diri
Gambar 1 memperlihatkan bahwa dari persentase mahasiswa yang memiliki pengetahuan statistika di atas median, 53,5 persen memiliki pengenalan diri di atas median dan 46,5 persen pengenalan diri di bawah median sedangkan persentase mahasiswa dengan pengetahuan statistika di bawah median dengan pengenalan diri di atas median sebesar 50,9 persen dan di bawah median sebesar 49,1 persen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang pengetahuan statistikanya di atas median, pengenalan diri di atas mediannya lebih tinggi daripada mahasiswa yang pengetahuan statistikanya di bawah median, namun perbedaan persentasenya tidak terlalu besar.
66
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 1 Januari 2009: 63-74
Gambar 2 Persentase Pengetahuan Statistika dan Motivasi
Gambar 2 menunjukkan bahwa dari persentase mahasiswa yang memiliki pengetahuan statistika di bawah median, 52,8 persen memiliki motivasi di atas median dan 47,2 persen motivasi di bawah median sedangkan persentase mahasiswa dengan pengetahuan statistika di atas median, memiliki motivasi di atas median sebesar 50,9 persen dan motivasi di bawah median sebesar 49,1 persen. Jadi, dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang pengetahuan statistikanya di bawah median, motivasi di atas mediannya lebih tinggi daripada mahasiswa yang pengetahuannya di atas median, namun perbedaannya tidak begitu jauh.
Gambar 3 Persentase Pengetahuan Statistika dan Keterampilan Sosial
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa dari persentase mahasiswa yang memiliki pengetahuan statistika di bawah median, 40.6 persen memiliki keterampilan sosial di bawah median dan 59,4 persen keterampilan sosial di atas median sedangkan persentase mahasiswa dengan pengetahuan statistika di atas median dengan keterampilan sosial di atas median sebesar 52,6 persen dan motivasi di bawah median sebesar 47,4 persen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang pengetahuan statistikanya di bawah median, keterampilan sosial di atas mediannya lebih besar daripada mahasiswa yang pengetahuan statistikanya di atas median, namun perbedaannya tidak terlalu besar.
Gambar 4 Persentase Pemahaman Statistika dan Kecerdasan Emosional Mahasiswa
Pengaruh Kecerdasan Emosional … (Septie Wulandary; Bagus Sumargo)
67
Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa pada mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di atas median, 63,9 persen mempunyai kecerdasan emosional di atas median dan 36,1 persen mempunyai kecerdasan emosional di bawah median. Pada mahasiswa yang memiliki pemahaman di bawah median, 65,3 persen mempunyai kecerdasan emosional di bawah median dan 34,7 persen mempunyai kecerdasan emosional di atas median. Jadi, dapat disimpulkan mahasiswa yang pemahaman statistikanya di atas median memiliki kecerdasan emosional di atas median yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang pemahaman statistikanya di bawah median.
Gambar 5 Persentase Pemahaman Statistika dan Pengenalan Diri Mahasiswa
Pada Gambar 5 terlihat bahwa persentase mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di atas median, 60,5 persen memiliki pengenalan diri di atas median dan yang di atas median dengan pengenalan diri di bawah median sebesar 39,5 persen sedangkan persentase mahasiswa dengan pemahaman statistika di bawah median dengan pengenalan diri di atas median, sebesar 42,6 persen dan yang di bawah median dengan pengenalan diri di bawah median sebesar 57,4 persen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang pemahaman statistikanya di atas median memiliki pengenalan diri di atas median yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang pemahaman statistikanya di bawah median.
Gambar 6 Persentase Pemahaman Statistika dan Motivasi Mahasiswa
Gambar 6 menunjukkan bahwa 63 persen dari mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di atas median memiliki motivasi di atas median dan 37 persen mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di atas median memiliki motivasi di bawah median sedangkan 38,6 persen mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di bawah median memiliki motivasi di atas median dan 61,4 persen mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di bawah median memiliki motivasi di bawah median. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang pemahaman statistikanya di atas median memiliki motivasi di atas median yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang pemahaman statistikanya di bawah median.
68
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 1 Januari 2009: 63-74
Gambar 7 Persentase Pemahaman Statistika dan Keterampilan Sosial Mahasiswa
Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa 67,2 persen dari mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di atas median memiliki keterampilan sosial di atas median dan 32,8 persen dari mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di atas median memiliki keterampilan sosial di bawah median sedangkan 42,6 persen mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di bawah median memiliki keterampilan sosial di atas median dan 57,4 persen mahasiswa yang memiliki pemahaman statistika di bawah median memiliki keterampilan sosial di bawah median. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang pemahaman statistikanya di atas median memiliki keterampilan sosial di atas median yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang pemahaman statistikanya di bawah median.
Uji Perbedaan Pemahaman Statistika Mahasiswa STIS Tingkat II Jurusan Statistika dan Tingkat III Berdasarkan hasil Q-Q Plot, baik untuk kelompok mahasiswa tingkat II maupun tingkat III, data pemahaman statistika menyebar mengikuti garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi normalitas. Simpulan yang sama dapat dilihat pula pada hasil uji KolmogorovSmirnov. Dalam pengujian Kolmogorov-Smoirnov mempunyai hipotesis: H0 : Distribusi data mengikuti distribusi normal H1 : Distribusi data tidak mengikuti distribusi normal Berdasarkan hasil pengolahan data dengan SPSS diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,818 untuk pemahaman statistika mahasiswa tingkat II dan 0,456 untuk pemahaman statistika mahasiswa tingkat III. Nilai itu lebih besar dari nilai α sebesar 0,05. Hal itu berarti H0 tidak dapat ditolak, artinya terbukti bahwa data menyebar normal dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil Lavene’s Test untuk kehomogenan ragam menunjukkan statistik uji F sebesar 2.979 dan signifikansi 0,086. Karena 0,086 > 0,05 maka ragam kedua populasi, yaitu mahasiswa tingkat II dan tingkat III dinyatakan sama. Berdasarkan hasil uji beda rata-rata, diperoleh bahwa rata-rata pemahaman statistika mahasiswa tingkat II adalah 115.63 sementara rata-rata pemahaman statistika mahasiswa tingkat III adalah 111.58. Hal ini cukup sesuai dengan analisis deskriptif yang telah digambarkan sebelumnya bahwa terlihat ada perbedaan pemahaman statistika antara mahasiswa tingkat II dan mahasiswa tingkat III, dengan pemahaman statistika mahasiswa tingkat II lebih tinggi dari mahasiswa tingkat III, namun perbedaan persentasenya tidak terlalu besar, yakni mendekati 50 persen. Melalui uji beda rata–rata diperoleh hasil statistik uji t sebesar 1.913 dan signifikansi 0,057. Karena 0,057 > 0,05 maka kita dapat menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman statistika mahasiswa tingkat II dan mahasiswa tingkat III dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Pengaruh Kecerdasan Emosional … (Septie Wulandary; Bagus Sumargo)
69
Korelasi antara Prestasi Akademik, Pengenalan Diri, Motivasi, Keterampilan Sosial, Pengetahuan, dan Pemahaman Statistika Korelasi antara Pengenalan Diri dengan Pengetahuan Statistika
Korelasi pengenalan diri dengan pengetahuan statistika bernilai negatif (-0,011), artinya semakin tinggi pengenalan diri maka pengetahuan statistika semakin rendah. Nilai signifikansi sebesar 0,874 jauh lebih besar daripada nilai probabilitas 0,05. Hal itu berarti H0 tidak ditolak artinya tidak terdapat hubungan antara variabel pengenalan diri dengan pengetahuan statistika. Korelasi antara Motivasi dengan Pengetahuan Statistika Berdasarkan hasil output diperoleh korelasi motivasi dengan pengetahuan statistika bernilai negatif (-0,011). Nilai signifikansi sebesar 0,874 jauh lebih besar daripada nilai probabilitas 0,05. Hal itu berarti H0 tidak ditolak artinya tidak terdapat hubungan antara variabel motivasi dengan pengetahuan statistika. Korelasi antara Keterampilan Sosial dengan Pengetahuan Statistika Korelasi antara keterampilan sosial dengan pengetahuan statistika bernilai negatif (-0,114). Nilai signifikansi sebesar 0,092 lebih besar daripada nilai probabilitas 0,05. Hal ini berarti H0 tidak ditolak artinya tidak terdapat hubungan antara variabel keterampilan sosial dengan pengetahuan statistika. Korelasi antara Prestasi Akademik dengan Pemahaman Statistika Korelasi prestasi akademik dengan pemahaman statistika bernilai positif (0,055), artinya semakin tinggi prestasi akademik maka pemahaman statistika juga semakin baik. Namun, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,416 yang lebih besar daripada nilai probabilitas 0.05. Hal itu berarti H0 tidak ditolak artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel prestasi akademik dan pemahaman statistika. Hal itu berarti prestasi akademik belum menunjukkan bagaimana pemahaman statistika mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki prestasi akademik baik belum tentu memiliki pemahaman statistika yang baik pula, begitupun mahasiswa yang memiliki prestasi akademik cukup. Korelasi antara Pengenalan Diri dengan Pemahaman Statistika
Korelasi pengenalan diri dengan pemahaman statistika bernilai positif (0.302). Nilai signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil daripada nilai probabilitas (α) 0.05. Hal itu berarti H0 ditolak artinya terdapat hubungan antara variabel pengenalan diri dengan pemahaman statistika. Artinya, semakin tinggi pengenalan diri maka pemahaman statistika juga semakin tinggi. Korelasi antara Motivasi dengan Pemahaman Statistika Korelasi motivasi dengan pemahaman statistika bernilai positif (0.338). Nilai signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil daripada nilai probabilitas 0.05. Hal itu berarti H0 ditolak artinya terdapat hubungan antara variabel motivasi dengan pemahaman statistika. Artinya semakin tinggi motivasi maka pemahaman statistika juga semakin tinggi. Korelasi antara Keterampilan Sosial dengan Pemahaman Statistika Korelasi keterampilan sosial dengan pemahaman statistika bernilai positif (0.333). Nilai signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil daripada nilai probabilitas 0.05. Hal itu berarti H0 ditolak, artinya terdapat hubungan antara variabel keterampilan sosial dengan pemahaman statistika. Artinya, semakin tinggi keterampilan sosial maka pemahaman statistika juga semakin tinggi.
70
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 1 Januari 2009: 63-74
Korelasi antara Pengetahuan Statistika dengan Pemahaman Statistika Korelasi pengetahuan statistika dengan pemahaman statistika bernilai positif (0.366). Nilai signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil daripada nilai probabilitas 0.05. Hal itu berarti H0 ditolak artinya terdapat hubungan antara variabel pengetahuan statistika dengan pemahaman statistika. Artinya, semakin tinggi pengetahuan statistika maka pemahaman statistika juga semakin tinggi. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tersebut, terlihat bahwa kecerdasan emosional, yakni pengenalan diri, motivasi, dan keterampilan sosial berhubungan positif dan signifikan terhadap pemahaman statistika. Artinya, semakin tinggi kecerdasan emosional maka pemahaman statistika semakin baik. Meskipun pemahaman statistika merupakan aspek kognitif (berada di otak kiri), namun ternyata pemahaman statistika berhubungan secara signifikan dengan kecerdasan emosional yang merupakan aspek afektif (berada di otak kanan). Hal itu berarti untuk mengembangkan dan mempertajam pemahaman statistika mahasiswa diperlukan peranan kecerdasan emosional, seperti pengenalan diri, motivasi, dan keterampilan sosial. Hal itu berarti kecerdasan emosional sangat diperlukan bagi perkembangan dan efektivitas penggunaan aspek kognitif, seperti pemahaman.
Pengaruh Pengenalan Diri, Motivasi, Keterampilan Sosial, dan Pengetahuan Statistika terhadap Pemahaman Statistika Analisis regresi dilakukan untuk mempelajari pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Setelah melalui pengujian korelasi Pearson, variabel pengenalan diri, motivasi, dan keterampilan sosial tidak mempengaruhi variabel pengetahuan statistika sehingga uji regresi berganda terhadap variabel itu tidak dapat dilanjutkan karena akan memberikan hasil yang tidak baik atau model regresi tidak cocok digunakan. Variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas (pemahaman statistika) adalah pengenalan diri, motivasi, keterampilan sosial, dan pengetahuan statistika. Variabel prestasi akademik tidak dimasukkan dalam pengujian karena tidak berkorelasi signifikan terhadap variabel pemahaman statistika. Untuk mendapatkan variabel yang secara statistik berarti (signifikan) mempengaruhi pemahaman statistika, dipergunakan metode stepwise. Variabel yang signifikan mempengaruhi pemahaman statistika, dilihat dari koefisien variabel tersebut dalam model regresi yang diperoleh, dimasukkan satu per satu hingga diperoleh model terbaik. Pemilihan Model Terbaik Model terbaik diperoleh variabel pengetahuan statistika pada model pertama, variabel keterampilan sosial pada model kedua, serta variabel motivasi pada model ketiga. Untuk mengetahui pengaruh peubah penjelas yang lebih baik, digunakan Adjusted R2 (R2 yang disesuaikan). Pada model pertama, nilai R2 yang disesuaikan sebesar 0.130 yang berarti 13 persen pemahaman statistika dapat dijelaskan oleh variabel pengetahuan statistika sedangkan 87 persen dijelaskan oleh sebab lain. Nilai R2 yang disesuaikan pada model kedua (terbaik) mengalami kenaikan dibandingkan model pertama dan pada model terbaik 26,9 persen dapat dijelaskan oleh variabel pengetahuan statistika dan keterampilan sosial sedangkan yang dijelaskan oleh sebab lain sebesar 73,1 persen. Pada model ketiga, nilai R2 yang disesuaikan mengalami kenaikan dibandingkan model kedua dan pada model terbaik, 29,9 persen keragaman pemahaman statistika dapat dijelaskan oleh variabel pengetahuan statistika, keterampilan sosial, dan motivasi sedangkan yang dijelaskan oleh sebab lain sebesar 70,1 persen.
Pengaruh Kecerdasan Emosional … (Septie Wulandary; Bagus Sumargo)
71
Berdasarkan model persamaan regresi linier berganda yang terbaik diperoleh persamaan sebagai berikut. Yˆ = 32,766 + 3,279 X1 + 0.567 X2 + 0,469 X3 keterangan: Yˆ = pemahaman statistika X1 = pengetahuan statistika X2= keterampilan sosial X3 = motivasi Pemeriksaan Asumsi Model Sebelum model regresi dipakai untuk peramalan, model regresi yang dipakai harus memenuhi empat asumsi, yaitu normalitas, nonautokorelasi, homoskedastisitas, dan tidak ada multikolinieritas. Apabila salah satu asumsi tidak terpenuhi maka regresi tidak dapat dipakai. Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari program SPSS, semua asumsi untuk pegujian regresi linier berganda terpenuhi. Pengujian Koefesien Regresi Setelah melalui tahap pemeriksaan asumsi dalam model regresi yang memberikan hasil bahwa semua asumsi terpenuhi maka tahap selanjutnya adalah pengujian koefesien regresi. Uji itu dilakukan untuk menilai kelayakan signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas baik secara parsial maupun simultan. Berdasarkan hasil uji koefesien regresi secara bersama maupun parsial terbukti bahwa ketiga variabel bebas masing-masing mempunyai pengaruh terhadap variabel tak bebas sehingga model regresi akhir tidak mengalami perubahan, yaitu Yˆ = 32,766 + 3,279 X1 + 0.567 X2 + 0,469 X3. Penafsiran terhadap Model Persamaan model terbaik yang diperoleh adalah sebagai berikut. Yˆ = 32,766 + 3,279 X1 + 0.567 X2 + 0,469 X3 keterangan: Yˆ = pemahaman statistika X1 = pengetahuan statistika X2 = keterampilan sosial X3 = motivasi Persamaan tersebut menunjukkan bahwa hal berikut. Pertama, pengetahuan statistika memberikan pengaruh positif terhadap pemahaman statistika. Kenaikan skor pengetahuan statistika sebesar satu satuan akan meningkatkan skor pemahaman statistika sebanyak 3,279 satuan dengan asumsi faktor lain tetap. Hal itu dapat diartikan jika semakin baik pengetahuan statistika seorang mahasiswa maka pemahaman statistikanya juga semakin baik. Hal itu sesuai dengan teori Taxonomi Bloom bahwa pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar. Dengan pengetahuan, individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau simpulan. Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Jadi, seseorang mengetahui dahulu suatu ilmu pengetahuan baru kemudian dapat memahaminya. Kedua, keterampilan sosial juga memberikan pengaruh positif terhadap pemahaman statistika. Kenaikan skor keterampilan sosial sebesar satu satuan akan meningkatkan skor pemahaman statistika sebanyak 0,567 satuan dengan asumsi faktor lainnya tetap. Hal itu sangat selaras dengan teori Goleman (2006) bahwa keterampilan sosial dapat meningkatkan pemahaman siswa pada proses pembelajaran. Keterampilan sosial itu melingkupi kemampuan bekerja sama atau berorganisasi,
72
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 1 Januari 2009: 63-74
keterampilan membina hubungan dan komunikasi baik dengan teman, kakak kelas, maupun dengan dosen, serta kepemimpinan. Jadi, untuk mengembangkan dan memperdalam pemahaman statistika mahasiswa, keterampilan sosial sangat diperlukan. Ketiga, motivasi memberikan pengaruh positif terhadap pemahaman statistika. Kenaikan skor motivasi sebesar satu satuan akan meningkatkan skor pemahaman statistika sebanyak 0,469 satuan dengan asumsi faktor lain tetap. Hasil itu juga sesuai dengan teori Goleman dan penelitian mengenai proses belajar berdasarkan laporan dari National Center for Clinical Infant Programs yang menemukan bahwa kecerdasan emosional adalah faktor fundamental bagi efektivitas belajar, antara lain dorongan berprestasi, inisiatif, dan optimisme yang merupakan bagian motivasi. Jadi, jika seorang mahasiswa semakin terdorong untuk berprestasi, berinisiatif dalam hal pembelajaran, serta optimis menghadapi kegagalan atau kesulitan maka mahasiswa tersebut akan semakin baik kualitas belajarnya sehingga pemahaman statistikanya juga semakin baik. Keempat, apabila seorang mahasiswa tidak memiliki pengetahuan statistika, keterampilan sosial, dan motivasi maka skor pemahaman statistikanya adalah sebesar 32,766 satuan.
PENUTUP Terdapat 66,4 persen dari keseluruhan mahasiswa tingkat II jurusan statistika dan 61,8 persen dari keseluruhan mahasiswa tingkat III berjenis kelamin perempuan sedangkan 33,6 persen dan 28,2 persen dari jumlah mahasiswa tingkat II jurusan statistika dan tingkat III berjenis kelamin laki-laki. Pemahaman statistika tingkat II jurusan statistika yang berada di atas median sebesar 57,3 persen sedangkan pemahaman statistika di atas median pada mahasiswa tingkat III sebesar 50,9 persen, sisanya berada di bawah median. Jadi, terlihat tingkat II lebih baik daripada tingkat III, namun perbedaan persentasenya tidak terlalu besar, yakni mendekati 50 persen. Berdasarkan jenis kelamin, pemahaman statistika mahasiswa perempuan yang berada di atas median sebesar sebesar 54,6 persen dan mahasiswa laki-laki 53,2 persen, sisanya berada di bawah median. Jadi, secara umum mahasiswa perempuan memiliki pemahaman statistika yang lebih baik daripada mahasiswa laki-laki, namun perbedaan persentasenya tidak terlalu besar, yakni mendekati 50 persen. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman statistika mahasiswa tingkat II jurusan statistika dan mahasiswa tingkat III. Pengenalan diri, motivasi, dan keterampilan sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel pengetahuan statistika. Prestasi akademik tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pemahaman statistika. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengenalan diri (rpengenalan diri = 0,302), motivasi (rmotivasi = 0,338), keterampilan sosial (rketerampilan sosial = 0,333), dan pengetahuan statistika (rpengetahuan statistika = 0,366) dengan pemahaman statistika. Semakin tinggi pengenalan diri, motivasi, keterampilan sosial, dan pengetahuan statistika maka pemahaman statistika juga semakin tinggi. Dari keempat variabel tersebut hanya variabel motivasi, keterampilan sosial, dan pengetahuan statistika yang berpengaruh terhadap pemahaman statistika mahasiswa tingkat II jurusan statistika dan tingkat III STIS pada model regresi. Pemahaman statistika sebesar 29,9% dapat dijelaskan oleh variabel motivasi, keterampilan sosial, dan pengetahuan statistika.
Pengaruh Kecerdasan Emosional … (Septie Wulandary; Bagus Sumargo)
73
DAFTAR PUSTAKA Bloom, et al. (1956). Major categories in the taxonomy of educational objectives: categories in the cognitive domain. Diakses 2 Februari 2008 dari http://krummefamily.org/guides/bloom.html Goleman, D. (1995). Emotional intelligence. Terjemahan Hermaya, T. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gulo, W. (2005). Strategi belajar mengajar. Jakarta: Grasindo. Hipniati, (2007). Hubungan kecerdasan emosi, motivasi belajar, strategi belajar, dan prestasi belajar pada mahasiswa STIS yang bekerja dan tidak bekerja tahun akademik 2005/2006. Skripsi. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Listianto, T. & Bambang, S. (2005). Pengaruh motivasi, kepuasan, dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan (Studi kasus di lingkungan pegawai kantor PDAM Kota Surakarta). Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Muhamadiyah. Melandy, R. & Nurna, A. (2006). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi, kepercayaan diri sebagai variabel pemoderasi. Skripsi. Bengkulu: Universitas Bengkulu. Muisman. (2003). Analisis jalur hasil belajar mata pelajaran ekonomi berdasarkan kecerdasan, strategi metakognitif, dan pengetahuan awal. Tesis. Singaraja: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. Diakses 2 Februari 2008 dari http://www.damandiri.or.id/file/muismanikipsingarajabab2a.pdf Mu’tadin, Z. (2002). Mengenal kecerdasan emosional remaja. Diakses 15 Juni 2008 dari http://www.e-psikologi.com/remaja/250402.htm Prasetia, T. (2005). Tingkat pengetahuan dan sikap siswa SMU terhadap narkoba. Skripsi. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Sabtiana, Rela. Pengaruh kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional dosen terhadap indeks prestasi kumulatif mahasiswa (Studi kasus di STIS Jakarta TA 2005/2006). Skripsi. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Thurstone, L.L. (1934). The vectors of mind. Diakses 15 Juni 2008 dari http://www.psychclassics.yorku.ca/Thustone Wahyudi. (2007). Tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran IPA. Diakses 15 Juni 2008 dari http://www.blogger.com/feeds/4614669677936469635/posts/default Wibowo, B.S. (2002). Sharpehing our concept and tools. Bandung: Syamil Cipta Media. Wilks, S.S. (1949). Elementary statistical analysis. New York: Princeton University Press. Winarno, T. S. (2001). Kecerdasan emosional. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Winarno, T. S. (2003). Working with emotional intelligence. Terj. Hermaya, T. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno, T. S. (2006). Emotional intelligence. Terj. Hermaya, T. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
74
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 1 Januari 2009: 63-74