42
PENGARUH JUMLAH BARIS TANAMAN JALUR HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PARTIKEL TIMBAL (Pb) DARI EMISI KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium JALAN TOL JAGORAWI) [The Effect of the Plant Row Number of Roadside Vegetation in Reducing Lead (Pb) Particles Emitted by Motor Vehicle (Case Study of Acacia mangium Greenbelt, Jagorawi Highway)] Abstrak Struktur jalur hijau jalan diduga mempengaruhi penurunan konsentrasi partikel timbal di udara. Salah satu faktor struktur jalur hijau jalan adalah jumlah baris tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menentukan pengaruh jumlah baris tanaman dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara; (2) menentukan pola penurunan konsentrasi partikel timbal di udara sekitar jalur hijau jalan. Sampel udara untuk analisis konsentrasi partikel timbal di udara diambil dari empat titik yaitu titik emisi (pinggir jalan), 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau jalan; sampel udara juga diambil di jalur terbuka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jumlah baris tanaman mempengaruhi penurunan konsentrasi partikel timbal. Jalur hijau dua baris mempunyai kemampuan yang sama dengan jalur hijau lebih dari dua baris dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara pada jarak 5 m di belakang jalur hijau sebesar 40,58-41,15%; efektivitas jalur hijau lebih dua baris sebesar 34,99% dan jalur hijau dua baris sebesar 35,56% dibandingkan dengan kemampuan jalur terbuka. Kedua jalur ini mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan jalur satu baris dan jalur terbuka. Penurunan konsentrasi partikel Pb pada jarak 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau tidak menunjukkan adanya perbedaan. Kata kunci: partikel Pb, jalur hijau jalan, baris tanaman Abstract Structure of roadside vegetation was assumed to have effects in reducing lead concentration in the air. One of the structure factors was number of rows. The objectives of the research were: (a) to determine the effects of different number of plant rows in reducing lead concentration in the air; (b) to determine the decreasing pattern of Pb particle concentration in the air surrounding the roadside vegetation. Air samples to analyze the concentration of Pb particles in the air were collected on four collection points: point emission (roadside), 5 m, 15 m and 30 m behind the roadside vegetation; air samples were also collected from an openspace plot. The results showed that difference of tree row number affected the decrease of Pb particle concentrations. Two plant rows of roadside vegetation had same capability with more two plant rows of roadside vegetation in reducing Pb particle concentrations on distance of 5 m behind roadside vegetation with decreasing percentage of 40,58-41,15 %; effectivity of two plant rows and more two plant rows of roadside vegetation were respectively 34,99% and 35,56%, in comparison with openspace plot. The two
43
roadside vegetation had capability more than one plant row and openspace plot. Decrease of Pb particle concentrations on 15 m and 30 m behind roadside vegetation were not different. Keywords: Pb, concentration, roadside vegetation, plant row
Pendahuluan Kualitas lingkungan udara di perkotaan cenderung mengalami penurunan terutama disebabkan oleh aktivitas transportasi. kontribusi
Kendaraan bermotor memberikan
60-70 % dari total zat pencemar di udara (Krisnaya & Bedi, 1986). Salah
satu polutan yang diemisikan dari kendaraan bermotor berbahan bakar bensin adalah timbal (Pb). Timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia mempunyai efek negatif terhadap kesehatan. Efek timbal
pada anak-anak dapat menyebabkan penurunan
tingkat kecerdasan (IQ points) dan penurunan kemampuan belajar; sedangkan pada orang dewasa pencemaran timbal dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan jantung, kemandulan dan pada level yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian (Lestari 2006). Salah satu upaya untuk mengatasi partikel timbal di udara adalah dengan membangun hutan kota. Oleh karena sumber utama polutan timbal
di kawasan
perkotaan adalah kendaraan bermotor, maka kawasan-kawasan yang berada di sekitar jalan raya merupakan kawasan yang menjadi penerima utama polutan udara. Untuk mengurangi permasalahan tersebut, pemerintah telah melakukan kegiatan penanaman di sepanjang tepi jalan raya dalam bentuk jalur hijau jalan. Jalur hijau ini merupakan agen pertama yang berfungsi sebagai penyaring polutan udara dari emisi kendaraan bermotor dan penyangga untuk daerah di belakangnya. Keefektifan jalur hijau jalan dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal udara diduga dipengaruhi oleh strukturnya. Struktur jalur hijau dapat dibedakan menurut berbagai karakteristik tanaman yang mencakup komposisi jenis, umur, dimensi jalur hijau, kondisi kesehatan, kepadatan tanaman (Sanders 1984). Penelitian peranan vegetasi perkotaan dalam mereduksi partikulat telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Dahlan 1989; Irwan 1997; Sukarsono 1998; Arifudin 2000; Taihuttu 2001; Nowak et al. 2002; Sari 2002; Setiadi 2002; Cavanagh et al. 2009), tetapi belum mengkaji
perbedaan struktur jalur hijau secara sistematis dan bersamaan
44
terhadap keefektifannya dalam mereduksi emisi partikel timbal. Penelitian ini tidak mendisain faktor-faktor struktur jalur hijau, tetapi memanfaatkan jalur hijau yang sudah ada, maka dilakukan pembatasan pada faktor yang dikaji. Kajian difokuskan pada perbedaan jumlah baris jalur hijau jalan.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui pengaruh perbedaan jumlah baris tanaman jalur hijau jalan dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal dari emisi kendaraan bermotor; (2) mengkaji pola penurunan konsentrasi partikel timbal udara pada jalur hijau jalan. Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah jalur hijau Acacia mangium di Jalan Tol Jagorawi arah dari Bogor ke Jakarta. Penelitian dilaksanakan dari Bulan Oktober 2010 sampai dengan Oktober 2011. Analisis konsentrasi Pb di udara dilakukan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. Pelaksanaan Penelitian Penentuan Plot-plot Penelitian Struktur utama yang digunakan untuk menguji perbedaan keefektifan dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara adalah jumlan baris jalur hijau. Oleh karena itu perlu mencari plot-plot penelitian yang mewakili perbedaan jumlah baris jalur hijau. Pada penelitian ini dibatasi pada tiga jumlah baris jalur hijau yaitu: (1) satu baris tanaman; (2) dua baris tanaman;(3) lebih dari dua baris tanaman. Disamping itu, juga ditambah satu jalur berupa jalur terbuka (tanpa vegetasi). Kriteria plot penelitian yang dipilih adalah: (1) ketiga jalur hijau yang dijadikan plot-plot penelitian merupakan satu jenis (spesies) tanaman dengan dimensi (tinggi total, tinggi bebas cabang dan diameter batang) dan kerapatan kurang lebih sama dengan panjang jalur 50-100 m; (2) letak jalur hijau dengan jalan mempunyai ketinggian yang relatif sama; (3) jarak plot-plot penelitian dengan jalan raya kurang
45
lebih sama; (4) pola jalan relatif sama; dan (5) mempunyai strata tajuk yang kurang lebih sama. Inventariasi Struktur Jalur Hijau Plot-plot jalur hijau yang dipilih sebagai plot-plot penelitian diukur azimuthnya dengan menggunakan kompas. Selanjutnya, dilakukan pengukuran terhadap struktur jalur hijau yaitu tinggi pohon, tinggi bebas cabang dan diameter pohon. Alat yang digunakan untuk keperluan ini adalah pita ukur, meteran gulung, tambang, pita dan haga hypsometer. Selain itu juga, diukur indeks luas daun. Untuk pengukuran indeks luas daun (ILD) digunakan alat HemisphericalView Canopy Analyzer (HemiView) yang diolah dengan menggunakan HemiView2.1. Canopy Analysis Software. Pengukuran Konsentrasi Partikel Timbal di Udara Partikel timbal ditangkap melalui pengambilan sampel udara dengan metode gravimetri. Pengambilan sampel udara dilakukan dengan menggunakan alat Low Volume Air Sampler merk Sibata Scientific Technologi Ltd. Kecepatan aliran udara 41 liter per menit pada ketinggian 1,5 meter. Dalam pengambilan sampel partikulat di udara dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara masuk dan kemiringan inlet pada alat sampling dan bentuk serta ukuran inlet (Soedomo 2001). Untuk mendapatkan hasil sampling yang representatif, sampling partikulat harus dilakukan pada kondisi isokinetik yaitu kondisi dimana kecepatan aliran di dalam saluran penghisap sampel sama dengan kecepatan aliran rata-rata di dalam saluran. Durasi pengambilan sampel udara setiap titik adalah 3 jam.
Waktu
pengambilan sampel adalah pada saat hari kerja yaitu pada hari Senin-Jum’at, dengan kondisi cuaca terang, antara Pukul 08.00-17.00. Oleh karena keterbatasan alat, maka pengambilan sampel udara tidak dilakukan secara serempak, dengan asumsi bahwa kondisi iklim sebelum pengambilan sampel udara mempunyai kondisi yang sama. Pada setiap plot penelitian dilakukan pengambilan sampel pada empat titik dengan letak seperti pada Gambar 13. Selain jalur hijau, juga dilakukan pengambilan sampel udara pada jalur terbuka. Pada setiap titik dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, kecuali untuk jalur terbuka dan jalur dengan satu baris tanaman dilakukan dua kali pengulangan. Dengan demikian terdapat empat puluh sampel udara.
46
Debu yang ditangkap adalah suspended particulate matter (SPM), merupakan debu dengan diameter kurang dari 10 µm. Debu ditangkap oleh kertas saring pada alat dust collector. Kertas saring yang mengandung debu dibagi menjadi empat bagian, dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 105oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang. Sebagai kontrol digunakan kertas saring tanpa debu yang dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (berat kertas saring dianggap tetap).
Jalur Hijau
T3
x
T2
T1
T0
x
x
x
Arah Angin
30 m
15 m
5m
Jalan raya
Keterangan : x : lokasi pengambilan sampel udara
Gambar 13 Sketsa lokasi pengambilan sampel udara untuk pengukuran konsentrasi timbal udara ambien di sekitar jalur hijau.
Konsentrasi debu dihitung, dengan persamaan: C=
W1 − W 0 Vr
Keterangan: C = konsentrasi debu (µg/m3) Wo = berat kertas saring sebelum pengambilan contoh udara W1 = berat kertas saring sesudah pengambilan contoh udara Vr = volume contoh udara yang sudah dikoreksi Vr (volume contoh udara yang sudah dikoreksi), diperoleh dengan menggunakan persamaan:
47
Vr = V x
P 760
x
298 t + 273
Keterangan: Vr = volume contoh udara yang sudah dikoreksi (m3) V = volume contoh udara P = tekanan atmosfer (mm/Hg) selama pengambilan contoh udara t = suhu udara (0C) selama pengambilan contoh udara Setelah dilakukan analisis konsentrasi debu, selanjutnya sampel tadi dianalisis untuk konsentrasi partikel timbal. Analisis partikel timbal dilakukan dengan cara meletakkan kertas saring di cawan petri dan dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 105oC selama 6 jam, kemudian didinginkan. Kertas saring dimasukkan ke dalam gelas beaker dan dilarutkan ke dalam aqua regia (campuran HCl dan HNO3 pekat, 3 : 1), kemudian dipanaskan di hot plate selama 30 menit sambil diaduk sampai kertas saring menjadi putih. Larutan disaring dan diencerkan dengan aquades menjadi 100 ml. Dari larutan ini dilakukan pengukuran kandungan timbal menggunakan Atomic Absorbtion Spechtrophotometer (AAS) model Shimadzu AA.7000 pada panjang gelombang 217 nm. Hasil perhitungan dikonversi terhadap volume contoh udara yang sudah dikoreksi yaitu μg timbal
per m3 volume contoh udara yang sudah
dikoreksi. Pengukuran Faktor-faktor Iklim Faktor-faktor iklim yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin. Lokasi-lokasi pengukuran faktor-faktor tersebut sesuai dengan titik pengambilan sampel udara. Pendugaan Kepadatan Lalu-lintas Kepadatan lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang lewat per satuan waktu. Penghitungan jumlah kendaraan dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel udara. Metode penghitungan yang digunakan adalah metode scanning, yaitu dilakukan sampling jumlah kendaraan bermotor dengan intensitas sampling 50 persen (30 menit penghitungan dan 30 menit istirahat). Penghitungan dilakukan dengan menggunakan alat handcounter. Kendaraan bermotor dibedakan atas kendaraan roda empat dan roda lebih dari empat.
48
Analisis Data Untuk melihat hubungan antara kondisi jalur hijau dengan konsentrasi timbal di udara pada setiap titik contoh ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik, nilai rata-rata, selisih nilai konsentrasi dan persentase penurunan konsentrasi. Selanjutnya, untuk melihat perbedaan kemampuan struktur jalur hijau dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal, maka digunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuannya berupa perbedaan jalur (jumlah baris tanaman jalur hijau dan jalur terbuka), sedangkan kelompoknya adalah jarak di belakang jalur hijau dan jarak dari titik emisi untuk jalur terbuka. Adapun model matematika yang digunakan seperti berikut (Yitnosumarto 1991): Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan pada jumlah baris tanaman jalur hijau ke-i pada jarak di belakang jalur ke-j µ = nilai rata-rata pengamatan τi = pengaruh jalur ke-i βj = pengaruh jarak ke-j εij = galat percobaan pada jalur ke-i dan jarak ke-j Untuk mengetahui adanya perbedaan dalam perlakuan maka dilakukan analisis sidik ragam. Apabila hasil analis sidik ragam menunjukkan beda nyata, maka selanjutnya dilakukan pengujian dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α = 5%. Pengolahan data dengan menggunakan Program SPSS Versi 15.00 (Santoso 2002). Hasil dan Pembahasan Kondisi Plot-plot Penelitian Berdasarkan kriteria yang telah diuraikan sebelumnya, maka lokasi plot jalur hijau jalan yang ditentukan sebagai plot-plot penelitian seperti disajikan pada Tabel 3 dengan letak seperti terlihat pada Gambar 14 dan peta situasi pada Gambar 15. Tabel 3 Lokasi plot-plot penelitian No. 1. 2. 3. 4.
Jalur Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur Lebih 2 Baris
Lokasi (km) 25+600 34+000 25+000 28+600
Azimuth (o) 30 0 30 20
49
49
Gambar 14 Sketsa lokasi plot-plot penelitian.
50
Gambar 15 Peta situasi lolasi plot-plot penelitian.
51
Jalur hijau yang memenuhi kriteria adalah tegakan Acacia mangium yang terletak di sepanjang jalan Tol Jagorawi arah dari Bogor-Jakarta.
Acacia
mangium biasa disebut mangium merupakan tanaman yang dikembangkan untuk hutan tanaman industri untuk keperluan pulp dan kertas. Pemilihan jenis ini sebagai plot-plot penelitian karena terdapat perbedaan struktur jalur hijau yang dapat dibandingkan dan secara teknis mudah dalam pengambilan sampel udara. Mangium merupakan pohon yang selalu hijau dengan tinggi dapat mencapai 30 m.
Bentuk batangnya silindris dengan diameter setinggi dada
mencapai 50-60 cm. Batang bebas cabang lurus yang bisa mencapai lebih dari setengah total tinggi pohon
Kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau
coklat. Ranting kecil seperti sayap. Daun besar, panjangnya mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm; daun majemuk ketika bibit. Bunga berganda, putih atau kekuningan, dalam rangkaian yang panjangnya 10 cm, tunggal atau berpasangan di sudut daun pucuk (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001; Krisnawati et al. 2011). Struktur jalur hijau yang dijadikan plot-lot penelitian seperti pada Tabel 4 dengan lokasi seperti disajikan pada Gambar 16 dan 17. Adapun data pohon penyusun plot-plot penelitian seperti dicantumkan pada Lampiran 2 sampai dengan 4, dengan diagram profil seperti disajikan pada Lampiran 5 sampai dengan 7.
Indeks Luas Daun (ILD) yang diperoleh merupakan rata-rata ILD dari
beberapa kali pemotretan dengan alat Hemispherical View. Tabel 4 Struktur jalur hijau yang digunakan sebagai plot penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. *)
Struktur Jarak Jalur Hijau dari Jalan (m) Lebar Jalur Hijau (m) Diameter Pohon (cm) Tinggi Pohon (m) Tinggi Bebas Cabang (m) Jarak Tanam Rata-rata (m) Indeks Luas Daun
Jalur 1 Baris
Plot Penelitian Jalur 2 Baris
5
3
Jalur Lebih 2 Baris*) 3
6 24 ± 5 18,0 ± 2,7 5,3 ± 2,5 2,7 0,746 ± 0,155
9 22 ± 6 13,9 ± 2,6 2,7 ± 0,8 3,3 x 4,0 0,890 ± 0,114
17 25 ± 5 20,1 ± 1,2 8,1 ± 3,0 3,0 x 4,9 1,023 ± 0,112
Lima baris tanaman dengan penataan tidak teratur
52
(a)
(b)
Gambar 16 Lokasi pengambilan sampel udara: (a) jalur terbuka; (b) jalur satu baris
53
(a)
(b) Gambar 17 Lokasi pengambilan sampel udara: (a) jalur dua baris; (b) jalur lebih dua baris
54
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa diameter pohon dengan rata-rata berkisar antara 22-25 cm, tinggi total dengan rata-rata berkisar antara 13,9-20,1 m dan tinggi bebas cabang dengan rata-rata 2,7-8,1 m. Indeks luas daun (ILD) mempunyai kecenderungan bahwa dengan semakin lebar jalur hijau, maka semakin tinggi nilai ILD, artinya bahwa tingkat kerimbunannya semakin tinggi dengan bertambahnya baris tanaman.
Hal ini diduga semakin banyak
tajuk
tanaman yang overlapping (tumpang tindih) antar baris sehingga jumlah total luas daun semakin besar.
Contoh hasil pemotretan dengan alat hemispherical view
seperti terlihat pada Gambar 18.
(a)
(b)
(c)
Gambar 18
Hasil pemotretan alat hemispherical view: (a) jalur satu baris; (b) jalur dua baris; (c) jalur lebih dua baris
55
Kondisi Iklim Mikro di Sekitar Plot-plot Penelitian Kondisi iklim yang diukur di sekitar plot-plot penelitian adalah suhu, kelembaban, kecepatan angin dan arah angin. Pengukuran dilakukan pada saat pengambilan sampel udara. Adapun kondisi iklim mikro rata-rata di sekitar plotplot penelitian seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kondisi iklim mikro di sekitar plot-plot penelitian
Plot Penelitian/ Titik
Suhu Udara Rata-rata (oC)
Iklim Mikro Kelembaban Kecepatan Angin Udara Rata-rata Rata-rata (m s-1) (%)
Arah Angin (°)
Jalur Terbuka 36,45 50,85 2,48 190-210 T0 37,90 50,20 1,30 190-210 T1 36,50 55,70 1,34 200-220 T2 34,65 55,85 0,96 210-230 T3 Jalur 1 Baris 33,90 57,80 1,57 170-180 T0 36,90 49,40 0,22 90-120 T1 34,15 55,45 0,85 90-110 T2 36,50 50,00 0,97 90-150 T3 Jalur 2 Baris 33,33 62,02 1,95 190-210 T0 35,70 54,82 0,97 180-210 T1 34,80 55,68 1,87 210-230 T2 35,73 54,98 1,01 210-230 T3 Jalur Lebih 2 Baris 34,10 53,33 2,31 180-200 T0 38,47 46,67 0,46 200-220 T1 33,77 55,33 0,63 180-230 T2 35,80 49,20 0,48 170-220 T3 Keterangan : T0 = titik emisi: T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang T0 (titik emisi)
Suhu dan kelembaban relatif di sekitar plot-plot penelitian mempunyai kondisi yang bervariasi, tidak mempunyai pola tertentu. Hal ini berbeda dengan kecepatan angin. Kecepatan angin pada T0
yang relatif dekat dengan jalan
mempunyai kecepatan angin yang paling tinggi, hal ini diduga dipengaruhi oleh angin yang ditimbulkan akibat gerakan kendaraan bermotor yang melaju dengan cepat. Kecepatan angin pada titik ini antara 1,57-2,48 m s-1 . Arah angin lokal berubah-ubah, tetapi secara umum didominasi dari arah selatan menuju ke utara. Kecepatan angin mengalami penurunan pada T1, T2 dan T3, walaupun tidak
56
menunjukkan kecenderungan, karena di beberapa titik justru kecepatan angin mengalami peningkatan, tetapi masih rendah dibandingkan dengan kecepatan angin pada T0. Fungsi jalur hijau sebagai windbreak (pemecah angin) diduga belum memberikan efek yang berarti, karena nilai penurunan kecepatan tidak terlalu jauh dibandingkan dengan jalur terbuka. Pada jalur dengan jumlah baris lebih dari dua mempunyai tingkat penurunan yang paling besar yaitu 1,68 m s-1. Untuk lebih jelasnya, mengenai kecepatan angin yang pada plot-plot penelitian seperti terlihat pada Gambar 19.
3 2,5
2,475 2,133
Kecepatan Angin (m s-1)
2
1,8667
1,9533
1,5 1,565
1,3
1
0,9667 0,4567
0,5
Jalur Terbuka
1,34 0,85 0,6267
Jalur Hijau 1 Baris 1,01 0,97 0,96
Jalur Hijau 2 Baris Jalur Hijau > 2 Baris
0,4767
0,215
0 Titik Emisi
5m
15 m
30 m
Titik Pengambilan Sampel
Gambar 19 Kecepatan angin rata-rata pada plot-plot penelitian.
Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode scanning, yaitu dilakukan sampling jumlah kendaraan bermotor dengan intensitas sampling 50 persen (30 menit penghitungan dan 30 menit istirahat), diperoleh bahwa jumlah rata-rata total kendaraan (roda empat dan lebih roda empat) berkisar antara 45,7-48,5 kendaraan per menit, sedangkan untuk kendaraan roda empat berkisar antara 37,0-37,2 kendaraan per menit (Gambar 20).
Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa total kendaraan yang melewati plot-plot penelitian tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%.
57
60 47,8
Jumlah Kendaraan per Menit
50
37,0
36,7
40
47,3
45,7
36,5
48,5 37,2
30 Total Kendaraan
20
Kendaraan Roda 4 10 0 Jalur Terbuka
Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur > 2 Baris Jalur
Gambar 20 Jumlah kendaraan per menit yang melewati plot-plot penelitian Konsentrasi Timbal Udara di Titik Pengamatan Hasil pengukuran konsentrasi partikel timbal di udara
di plot-plot
penelitian menunjukkan nilai rata-rata yang bervariasi untuk setiap titik pengukuran.
Nilai konsentrasi pada titik T0 (sumber emisi) mempunyai nilai
yang bervariasi. Nilai konsentrasi partikel timbal paling besar terdapat pada jalur lebih dua baris, sedangkan yang paling rendah adalah pada jalur terbuka. Untuk lebih jelasnya, konsentrasi partikel timbal pada titik emisi (T0) di masing-masing jalur seperti terlihat pada Gambar 21.
70
60,61
Konsentrasi Pertikel Timbal (x10-2µg/m3)
60 50 40 29,36
30 20
12,28
12,78
Jalur Terbuka
Jalur 1 Baris
10 0 Jalur 2 Baris
Jalur > 2 Baris
Gambar 21 Konsentrasi partikel timbal pada titik emisi (T0) pada berbagai jalur
58
Gambar 21 menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi partikel timbal di titik emisi (T0). Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan kondisi kerapatan jalur, karena dari jumlah kendaraan bermotor yang merupakan sumber emisi tidak menunjukkan adanya perbedaan. Pada areal yang relatif terbuka konsentrasi partikel relatif lebih rendah, seperti pada jalur terbuka dan jalur satu baris. Pada areal yang mempunyai halangan yang relatif rapat, seperti jalur dua baris dan jalur lebih dua baris, mempunyai konsentrasi yang relatif tinggi. Hal ini diduga terjadi penumpukan konsentrasi partikel timbal di daerah windward (Fuller et al. 2009a). Rata-rata nilai konsentrasi partikel timbal yang paling tinggi adalah pada titik T0 (sumber emisi) pada jalur lebih dua baris yaitu sebesar
0,6061 µg.m-3,
sedangkan yang paling rendah adalah 30 m dari sumber emisi yaitu 0,0958 µg.m3
.
Untuk lebih jelasnya konsentrasi partikel timbal rata-rata pada setiap titik
pengukuran sampel udara di masing-masing jalur seperti terlihat pada Gambar 22.
Konsentrasi Pb pada Jalur Terbuka
Konsentrasi (µg/m3)
12
12,28
Konsentrasi Pb pada Jalur 1 Baris 14
11,6 9,82
10
9,58
8 6 4 2 0 5m
15 m
12,78
10,78
8 6 4 2 0
30 m
11 m
21 m
36 m
Titik Pengambilan Sampel Udara
Konsentrasi Pb pada Jalur >2 Baris
Konsentrasi Pb pada Jalur 2 Baris 70
35 29,39
60
25 20
17,51
15
9,12
10
8,52
5 0 14 m
24 m
Titik Pengambilan Sampel Udara
39 m
Konsentrasi (µg/m3)
Konsentrasi (µg/m3)
10,4
10
Titik Pengambilan Sampel Udara
30
12,38
12
Konsentrasi (µg/m3)
14
60,61
50 40
35,09
30 14,61
20
14,52
10 0 22 m
32 m
47 m
Titik Pengambilan Sampel Udara
Gambar 22 Rata-rata konsentrasi partikel timbal pada berbagai titik pengukuran di plot-plot penelitian Gambar 22 secara umum menunjukkan bahwa konsentrasi partikel timbal ada kecenderungan menurun dari titik emisi (0 m) ke lokasi yang lebih jauh dari pinggir jalan.
Pada jalur terbuka dan jalur satu baris terlihat bahwa
grafik
kecenderungannya relatif landai. Hal ini berarti bahwa penurunan konsentrasi
59
partikel timbal dari titik emisi ke titik yang berada di belakangnya tidak mengalami penurunan yang besar. Kondisi ini berbeda dengan jalur dua baris dan jalur lebih dua baris, grafiknya menunjukkan penurunan yang relatif tajam yaitu pada jarak 14 m dan 22 m. Jarak 14 m merupakan titik yang terletak pada jarak 5 m di belakang jalur dua baris, sedangkan jarak 22 m merupakan titik yang terletak pada jarak 5 m di belakang jalur lebih dua baris. Penurunan konsentrasi yang relatif tajam diduga dipengaruhi oleh keberadaan jalur hijau jalan. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi
partikel timbal di udara pada plot-plot penelitian berbeda pada taraf nyata 5 %, demikian juga halnya dengan faktor jarak titik pengukuran sampel udara (Lampiran 8). Untuk mengetahui perbedaan antar jalur, maka dilakukan uji BNT dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-rata konsentrasi Pb pada jalur-jalur penelitian Plot Penelitian
Rata-rata Konsentrasi Pb (µg. m-3)
Jalur Terbuka 0,1082 a 0,1159 a Jalur 1 Baris 0,1613 ab Jalur 2 Baris 0,3120 b Jalur Lebih 2 Baris Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji BNT pada taraf α=5 %
Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa rata-rata konsentrasi timbal yang paling rendah adalah pada jalur terbuka, sedangkan rata-rata konsentrasi timbal tertinggi adalah pada jalur lebih dari dua baris. Konsentrasi timbal pada jalur terbuka dan jalur satu baris berbeda nyata dengan jalur lebih dua baris. Hasil uji lanjut untuk faktor jarak titik pengukuran sampel udara ambien dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata konsentrasi timbal pada berbagai jarak titik pengukuran sampel udara Titik Pengukuran Sampel T0 T1 T2 T3
Rata-rata Konsentrasi Pb (µg. m-3) 0,2876 a 0,1914 ab 0,1108 bc 0,1075 bc
Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji BNT pada taraf α=5 %; T0 = titik emisi: T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T 1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m dibelakang T 0 (titik emisi)
60
Tabel 7 menunjukkan adanya perbedaan
rata-rata konsentrasi partikel
timbal pada berbagai titik pengukuran. Titik emisi (T0) mempunyai nilai rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan titik-titik lainnya yaitu sebesar 0,2876 µg. m-3. Hal ini dapat terjadi karena titik ini merupakan titik yang paling dekat dengan jalan raya. Selain itu, terlihat bahwa adanya kecenderungan menurun dengan semakin jauh jaraknya dari jalan raya yaitu pada titik T1, T2 dan T3 . Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya bahwa semakin jauh jarak dari pinggir jalan, maka konsentrasi partikel akan semakin rendah (ElGamal 2000). Kecenderungan penurunan rata-rata konsentrasi partikel timbal dapat dilihat pada Gambar 23.
Keterangan : T0 = titik emisi; T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m dibelakang T 0 (titik emisi)
Gambar 23 Rata-rata konsentrasi partikel timbal pada berbagai titik pengukuran.
Partikel timbal yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dibawa oleh angin ke lokasi jalur hijau. Partikel-partikel yang mempunyai ukuran besar akan cepat jatuh ke permukaan tanah, sedangkan partikel yang berukuran kecil akan melayang-layang di udara terlebih dahulu, sebelum jatuh ke permukaan daun. Menurut Smith (1981) bahwa partikel-partikel yang menempel pada permukaan daun dapat melalui proses: (1) sedimentasi akibat gaya gravitasi, (2) tumbukan akibat adanya arus Eddy, dan (3) pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Selanjutnya Smith (1981) menjelaskan bahwa sedimentasi partikel akibat gravitasi
61
menghasilkan menumpuknya partikel pada permukaan daun sebelah atas, yang terbentuk oleh partikel ukuran besar. Penurunan Konsentrasi Timbal Setelah Melalui Jalur Hijau Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor jalur memberikan pengaruh pada taraf nyata 5% terhadap besarnya nilai penurunan konsentrasi partikel Pb sebelum dan sesudah melewati jalur hijau (Lampiran 9).
Nilai
penurunan diperoleh dari pengurangan konsentrasi partikel timbal pada T0 dengan rata-rata T1, T2 dan T3. Secara rinci hasil uji BNT pengaruh faktor jalur terhadap rata-rata penurunan konsentrasi partikel timbal disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata penurunan konsentrasi partikel timbal sebelum dan sesudah melewati jalur hijau Plot Penelitian Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur Lebih 2 Baris
Rata-rata Penurunan Konsentrasi Pb (µg. m-3) 0,0195a 0,0158a 0,1767b 0,3920 b
Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji BNT pada taraf α=5 %
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa jalur lebih dari dua baris mempunyai kemampuan menurunkan konsentrasi yang paling besar yaitu sebesar 0,3920 µg. m-3, tetapi tidak berbeda nyata dengan jalur dua baris.
Jalur
satu baris -3
mempunyai nilai penurunan paling rendah yaitu sebesar 0,0158 µg. m yang tidak berbeda nyata dengan jalur terbuka. Nilai penurunan konsentrasi partikel timbal pada berbagai titik di belakang jalur seperti disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Penurunan konsentrasi timbal (µg. m-3) pada berbagai titik pengukuran Penurunan Konsentrasi
Plot Penelitian
Jalur Lebih 2 Baris Jalur 2 Baris Jalur 1 Baris Jalur Terbuka 0,2551 0,1188 0,0039 0,0068 T0-T1 0,4600 0,2027 0,0198 0,0246 T0-T2 0,4609 0,2087 0,0238 0,0421 T0-T3 Keterangan: T0 = titik emisi; T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m dibelakang T0 (titik emisi)
Dari Tabel 9 terlihat bahwa penurunan konsentrasi partikel timbal semakin besar dengan semakin jauh jaraknya dari titik emisi.
Jalur yang
62
mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menurunkan konsentrasi adalah jalur lebih dua baris, sedangkan yang paling rendah adalah jalur satu baris.
Oleh
karena titik emisi tidak mempunyai nilai yang sama, maka untuk melihat keefektifan masing-masing jalur digunakan persentase penurunannya. Adapun persentase penurunan konsentrasi partikel timbal dari masing-masing jalur seperti disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Persentase (%) penurunan konsentrasi partikel timbal pada berbagai titik pengambilan sampel udara di plot-plot penelitian Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Pb Plot Penelitian
Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur Lebih 2 Baris
Indeks Luas Daun
T0-T1
0,000 0,746 0,890
5,59a 3,15a 40,58b
1,023
41,15b
Efektivitas pada T1 34,99 35,56
T0-T2
19,68a 15,29a 64,17a 64,33a
Efektivitas padaT2
T0-T3
Efektivitas pada T3
44,49 44,65
34,64a 19,07a 66,21a
31,57 29,74
64,43a
Rata-rata 22,62 40,87 46,09 Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji BNT pada taraf α=5 %;T0 = titik emisi; T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m dibelakang T0 (titik emisi); Efektivitas merupakan selisih nilai dengan jalur terbuka
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa dengan semakin jauh dari titik emisi, persentase penurunan konsentrasi partikel timbal semakin besar. Jalur dua baris dan jalur lebih dua baris mempunyai kemampuan penurunan konsentrasi partikel timbal yang paling besar yaitu 40,58% dan 41,15% untuk T0-T1, 64,17% dan 64,33% untuk T0-T2, dan 66,21% dan 64,43% untuk T0-T3. Jalur dua baris dan jalur lebih dua baris mempunyai efektivitas sebesar 34,99% dan 35,56% pada titik 5 m di belakang jalur hijau. Untuk melihat kecenderungan besarnya persentase penurunan konsentrasi partikel timbal pada berbagai jarak dapat dilihat pada Gambar 24. Persentase penurunan pada titik 5 m di belakang jalur hijau dan 5 m di belakang titik emisi (T0) untuk jalur terbuka menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda pada taraf nyata 5%, tetapi persentase penurunan tidak berbeda pada taraf nyata 5 % pada titik 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau maupun di
63
belakang titik emisi pada jalur terbuka (Lampiran 10). Jalur dua baris mempunyai kemampuan yang sama dengan jalur lebih dari dua baris dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal, tetapi mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dan berbeda dengan jalur satu baris dan jalur terbuka. 70
Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Pb
60 50 40
Jalur Terbuka
30
Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris
20
Jalur > 2 Baris 10 0 0
10
20
30
40
50
Jarak dari Titik Emisi (m)
Gambar 24 Persentase penurunan konsentrasi partikel timbal pada berbagai jarak di setiap jalur Kemampuan kedua jalur dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal yang relatif tinggi diduga dipengaruhi oleh kerapatan tajuk yang relatif rimbun sehingga mempunyai kemampuan yang lebih besar di dalam menangkap partikel. Kerimbunan dapat ditunjukkan dengan nilai ILD, yang merupakan luas total daun dibagi dengan luas proyeksi tajuknya. Semakin tinggi nilai ILD suatu jalur hijau, maka semakin rimbun jalur hijau tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ILD antara 0,890-1,023 sudah cukup efektif untuk mengatasi emisi partikel timbal dari kendaraan bermotor. Ada kecenderungan bahwa dengan semakin tinggi ILD, maka akan semakin besar nilai penurunan konsentrasi partikel timbal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Septiyani (2010) yang menjelaskan bahwa parameter vegetasi yang berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan konsentrasi partikel debu di udara adalah ILD.
64
Selain faktor ILD, lebar jalur hijau juga diduga mempengaruhi besarnya penurunan konsentrasi partikel timbal. Hal ini dapat terjadi apabila jalur hijau yang ada mempunyai kerapatan yang cukup sehingga mampu menangkap partikel-partikel yang dibawa oleh angin. Jalur hijau yang kurang rapat menyebabkan lolosnya partikel-partikel timbal sehingga kurang memberikan fungsi sebagai penjerap. Menurut Smith (1981) bahwa pengendapan partikel oleh tumbukan akan semakin banyak dengan semakin banyaknya benda yang menghalangi. Semakin rimbun, maka akan semakin banyak partikel yang ditangkap. Kemampuan daun dalam menangkap partikel dipengaruhi oleh keadaan permukaan daun seperti kebasahan, kelengketan dan keberadaan bulu daun. Partikel yang tertangkap oleh daun melalui proses tumbukan bisa di permukaan atas maupun bagian bawah daun (Chambelain 1967 diacu dalam Smith 1981).
Efektivitas Penurunan Konsentrasi Partikel Timbal Untuk
menentukan efektivitas
jalur hijau jalan dalam menurunkan
konsentrasi partikel timbal udara, maka harus ada pembanding yang berfungsi sebagai kontrol. Dalam penelitian ini bahwa tidak setiap plot penelitian jalur hijau mempunyai satu kontrol berupa jalur terbuka yang mempunyai jarak pengukuran titik sampel yang sama dengan plot penelitian jalur hijau.
Sebagai
kontrol dalam penelitian ini hanya satu jalur terbuka dengan pengukuran konsentrasi partikel timbal pada titik emisi
(0 m), kemudian titik sampel udara
berturut-turut pada jarak 5 m, 15 m dan 30 m dari titik emisi. Oleh karena itu, untuk melihat efektivitasnya didasarkan pada kecenderungan dari besarnya penurunan atau persentase penurunan pada jarak yang sama antara plot penelitian jalur hijau dengan jalur terbuka. Berdasarkan Gambar 22 terlihat bahwa jalur satu baris mempunyai kecenderungan yang relatif sama dengan jalur terbuka, serta menurut Tabel 10 bahwa jalur satu baris tidak berbeda dengan jalur terbuka dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara. Hal ini menunjukkan bahwa jalur satu baris dengan ciri strukturnya belum efektif dalam mereduksi timbal udara.
65
Ada dua hal yang diduga menyebabkan ketidakefektifan jalur satu baris dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal yaitu:
(a) tinggi bebas cabang
tanaman yang relatif tinggi; (b) ILD yang relatif tidak rimbun. Partikel timbal yang terbawa angin lolos melalui celah-celah batang pohon karena tinggi bebas cabang tanaman ini relatif tinggi serta tidak ada lagi pohon penjerap yang ada di belakangnya. Kalau tidak ada angin atau turbulensi dengan kecepatan yang relatif besar, partikel timbal keberadaannya dipengaruhi oleh gravitasi bumi karena mempunyai berat. Konsentrasi partikel timbal akan semakin menurun dengan semakin tinggi tempat. Oleh karena itu, diduga bahwa banyak partikel timbal yang berada di bawah 5,3 m. Selain itu diduga bahwa nilai ILD yang rendah sehingga banyak partikel timbal yang lolos melalui celah-celah tajuk. Hal tersebut berbeda dengan jalur dua baris dan jalur lebih dua baris, pada Gambar 22 terlihat bahwa ada penurunan yang signifikan pada titik 5 m di belakang jalur hijau dan menurut Tabel 10 berbeda nyata pada taraf 5% dengan jalur terbuka. Kondisi ini menunjukkan bahwa jalur hijau dua baris dan jalur hijau lebih dua baris efektif dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara.
Apabila dilihat dari rata-rata tinggi bebas cabang, jalur dua baris
mempunyai rata-rata 8,1 m lebih tinggi dibandingkan jalur satu baris, tetapi perlu diingat bahwa jalur lebih dua baris mempunyai lebar jalur lebih besar dan terdapat beberapa baris pohon yang ada di belakangnya, selain itu juga nilai ILD yang relatif tinggi.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan seperti berikut ini: 1)
Perbedaan jumlah baris tanaman jalur hijau jalan mempengaruhi besarnya tingkat penurunan konsentrasi partikel timbal di udara.
2)
Jalur hijau dua baris mempunyai kemampuan yang sama dengan jalur hijau lebih dari dua baris dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara pada jarak 5 m di belakang jalur hijau sebesar 40,58-41,15%. Kedua jalur ini mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan jalur satu baris dan jalur terbuka.
66
3)
Jalur hijau dua dan jalur lebih dua baris mempunyai efektivitas sebesar 34,99% dan 35,56% dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal pada jarak 5 m di belakang jalur hijau; efektivitas ini merupakan selisih nilai antara kemampuan jalur hijau dua baris dan jalur hijau lebih dua baris dengan kemampuan jalur terbuka dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara.
4)
Penurunan konsentrasi partikel timbal pada jarak 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau tidak menunjukkan adanya perbedaan.
Daftar Pustaka Arifudin. 2000. Pola penyebaran timbal (Pb) pada tanaman di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Cavanagh JE, Reza PZ, Wilson GJ. 2009. Spatial attenutaion of ambient particulate matter air pollution with an urbanised native forest patch. Urban Forestry & Urban Regreening 8: 21-30. Dahlan EN. 1989. Studi kemampuan tanaman dalam menjerap dan menyerap timbal emisi dari kendaraan bermotor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB, Bogor. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2001. Informasi Singkat Benih : Acacia mangium Willd. Jakarta: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, Departemen Kehutanan RI. El-Gamal IM. 2000. Distribution Pattern of Some Heavy Metals In Soil and Plants along El-Moukattam Highway. Kairo: Institute of Environmental Studies and Research, Ain Shams University. Fuller M, Bai S, Eisinger D, Neimeier D. 2009a. Practical Mitigation Measures for Diesel Particulate Matter: Near Road Vegetaion Barriers. UC DAVIS. [terhubung berkala] http://www. dn. engr.ucdavisedu/images/AQMitReport5.pdf [26 Nov 2011] Irwan, ZD. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO. Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Acacia mangium Willd. : Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Bogor: CIFOR. Krisnaya, N.S.R. & S.J. Bedi. 1986. An effects of automobile lead pollution on Cassia tora and Cassia occidentalis. Environ. Pollut. Ser. A. 40: 221 – 226.
67
Lestari P. 2006. Penelitian Kadar Timbel dalam Darah Anak Sekolah di Kota Bandung. Bandung: Departemen Teknik Lingkungan ITB. Nowak DJ, Crane DE, Stevens JC, Ibarra M. 2002. Brooklyn’s Urban Forest. Washington: United States Department of Agriculture. Sanders. 1984. Urban Forest Structure. [terhubung berkala]. http: //www.utoronto.com//forest/com [12 Oktober 2005]. Santoso S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sari AN. 2002. Kemampuan beberapa jenis tanaman penghijaun dalam mereduksi dampak emisi unsur Pb di udara. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Septiyani M. 2010. Nilai fisik dan sosial vegetasi pekarangan dalam penurunan konsentrasi debu di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Setiadi SSR. 2002. Kemampuan berbagai jenis tanaman penghijauan dalam mereduksi pencemaran Pb [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Sukarsono. 1998. Dampak pencemaran udara terhadap tumbuhan di Kebun Raya Bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Smith WH. 1981. Air Pollution and Forest : Interaction between Air Contaminants and Forest Ecosystems. New York: Springer-Verlag. Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Bandung: Penerbit ITB. Taihuttu HN. 2001. Studi kemampuan tanaman jalur hijau sebagai penjerap partikulat hasil emisi kendaraan bermotor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yitnosumarto Y. 1991. Percobaan: Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.