PENGARUH BENTUK DAN ORIENTASI SERAT TERHADAP PERILAKU CABUT (PULLOUT) SERAT BAJA Sholihin As’ad
1 PENDAHULUAN Pemberian serat ke dalam beton akan meningkatkan kenerja beton dalam hal kuat tarik, kuat geser, kuat lentur, kemampuan mereduksi retak, kemampuan menahan susut, kemampuan menahan impak dan ketahanan terhadap api (Dining Y, 2003),(Asad,2006). Kehadiran serat mampu menunda retak mikro yang kemudian memperbaiki kekuatan matriks, dimana semakin rapat serat akan makin kuat material beton serat. Sebagai material komposit, ikatan beton-serat baja mendistribusi perkuatan dimana setiap serat akan memberi perkuatan kepada materil komposit. Ikatan beton-serat baja mampu menopang tegangan sekalipun betonnya sudah runtuh atau retak. Saat beton retak, tegangan tarik yang terjadi melebihi kapasitas kekuatan material beton, transfer beban selanjutnya diteruskan pada ikatan antara beton dengan serat baja pada proses cabut (pullout) serat dari beton. Gambar 1 (a) memperlihatkan material beton serat yang tetap mampu memikul beban sekalipun beton telah retak atau runtuh. Pada daerah retak tersebut terjadi pengambilalihan beban oleh ikatan serat baja-beton dengan ditandai proses cabut serat dari beton, Gambar 1(b).
(a)
(b)
Gambar 1 Proses cabut serat baja dari beton setelah keruntuhan beton Ikatan beton-serat baja dan perilaku cabut serat dari beton setelah beton runtuh sangat menentukan kekuatan material komposit beton serat baja. Dalam konsep pendekatan material komposit, kekuatan cabut beton serat baja adalah nilai kumulatif penjumlahan dari kekuatan cabut serat tunggal baja dari beton pada material komposit beton serat baja (Maidl,1995) (As’ad, 2006). Sebaran acak serat baja di dalam beton memiliki orientasi arah serat yang sangat bervariasi. Kekuatan perlawanan cabut serat tunggal pada arah gaya tarik yang searah dengan orientasi serat sangat mungkin berbeda dengan kekuatan perlawanan cabut serat tunggal yang miring, misalnya 450. Potongan beton serat pada Gambar 2
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
1
menunjukkan bahwa pada bagian potongan tersebut tersingkap kawat serat baja dengan orientasi acak.
Gambar 2 Orientasi acak serat dalam beton Beton berserat baja sudah digunakan sebagai bahan konstruksi untuk stabilisasi lereng batuan pada portal gerbang terowongan menggunakan teknik shotcrete pada tahun 1972, di Idaho, Amerika Serikat. Selanjutnya, pada tahun 1974, Institute for Civil Engineering, Bochum University, Jerman, memulai riset beton serat baja dan pertama kali menggunakan beton serat baja untuk inner lining terowongan di Subway Frankfurt pada tahun 1987. (Maidl,1995). Sejak itu, penggunaan beton serat semakin banyak di beberapa negara maju untuk inner-lining terowongan, pelapis lereng gerbang terowongan, lantai pergudangan, jalan beton, struktur gedung, industri beton pracetak dan lain-lain. Sekarang ini, ada berbagai bentuk dan ukuran serat baja telah diproduksi dan diedarkan secara komersil yang dapat digunakan sebagai material konstruksi beton serat baja. Makalah ini melaporkan hasil pengamatan terhadap perilaku cabut serat baja tunggal dari beton terhadap berbagai bentuk serat dan pengaruh arah orientasi serat baja terhadap kekuatan cabutnya. Pada pengujian ini, material beton dimodelkan dalam bentuk mortar. Hasil pengamatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran perilaku mekanisme kerja serat tunggal pada proses cabut serat dari beton dan pengaruh orientasi arah serat. Hasil ini akan membantu member pemahaman tentang mekanisme kerja beton serat secara utuh dan dapat dijadikan acuan pada model kekuatan beton serat baja terutama pasca retaknya beton.
2 BENDA UJI, MATERIAL DAN PENGUJIAN Serat baja yang diuji merupakan serat baja komersil yang diproduksi di Belanda dan Swiss. Ada delapan serat baja yang diuji terdiri atas dua serat silindris dengan bentuk ujung terkait (end-hooked), dua serat bergelombang (crimped), satu serat bergelombang dengan ujung pipih (crimped end flatted),satu serat lurus dengan ujung berkepala (straight end capped) dan satu serat berupa baja pipih bergelombang (flat crimped). Serat baja tersebut memiliki kuat tarik berkisar 900 N/mm2 hingga 1320 N/mm2. Tabel 1 menyajikan rincian dimensi dan data bahan serat baja dengan foto serat baja pada Gambar 3.
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
2
Tabel 1 Bentuk, dimensi dan kualitas material serat baja No. Kode Serat 1 2 3 4 5 6 7 8
EH_L60D0.75 EH_L35D0.54 CR_L60D1 CR_L50D1 CREF_L60D1 SEF_L50D1 SEC_L54D1 CRF_L50T0.3
Bentuk Serat Ujung berkait (End-hooked ) Ujung berkait (End-hooked ) Bergelombang (Crimped ) Bergelombang (Crimped ) Bergelombang ujung pipih(Crimped End-Flatted ) Lurus ujung pipif (Straight End-Flatted ) Lurus ujung berkepala (Straight End-Capped ) Bergelombang pipih (Straight flatted )
Panjang Diameter Tebal Aspec Kuat Tarik L D T Ratio [L/D] Bentuk Batang [N/mm2] [mm] [mm] [mm] 60 0.75 80 1050 silindris 35 0.54 65 1320 silindris 60 1.00 60 1100 silindris 50 1.00 50 1100 silindris 60 1.00 60 1100 silindris 50 1.00 60 >1000 silindris 54 1.00 54 >1000 silindris 50 0.30 900 pelat pipih
Semua serat baja tersebut diuji cabut dengan orientasi serat searah dengan gaya tarik, kemudian dibandingkan pola kurva beban-slip-nya untuk melihat pengaruh bentuk dan dimensi serat pada proses cabut serat baja dari media mortar. Khusus serat baja ujung berkait (end-hooked) dengan ukuran panjang serat 60 mm (EH_L60D0.75) dilakukan pengamatan tambahan berupa uji cabut dengan orientasi arah serat yang bervariasi, 00,150, 300 dan 450 terhadap gaya tarik cabut serat. Kecenderungan kurva hubungan beban-slip dengan kemiringan orientasi serat yang berbeda tersebut dibandingkan dan dianalisa.
(a) Ujung berkait EH_L60D0.75
(d) Bergelombang CR_L 50D1
(g) Lurus ujung berkepala SEC_L54D1
(b) Ujung berkait EH_L35D0.54
(e) Bergel. ujung pipih CR_L60D1
(c) Bergelombang CR_ L60D1
(f) Lurus ujung pipih SEF_L50D1
(h) Bergelombang pipih L50T0.2
Gambar 3 Jenis dan bentuk serat yang diuji
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
3
Benda uji dibuat dari dua prisma mortar ukuran 40 mm x 40 mm x 78 mm (b x h xl) yang saling terhubung dengan serat baja yang akan diuji. Lembar styrofoam dengan tebal 5 mm diletakkan sebagai pemisah prisma mortar dan sebagai penyangga serat saat benda uji dicetak. Serat diletakkan dengan orientasi sejajar arah gaya tarik cabut atau tegak lurus dengan bidang styrofoam. Sketsa komponen benda uji disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Sketsa Benda Uji Media mortar disiapkan dari campuran pasir, semen dan air dengan komposisi sebagaimana pada Tabel 2. Mortar dibuat dengan faktor air semen 0,6 dan superplasticizer dengan dosis 0,5% dari berat semen untuk mendapatkan adonan dengan kelecakan yang memadai. Semua bahan tersebut dicampur menggunakan mixer berkapasitas satu liter adonan mortar. Tabel 2 Porsi campuran mortar Jenis material Semen II A-M (S-L) Agregat halus 0-4 mm Air Superplasticizer Faktor air-semen Persentase superplasticizer terhadap berat semen (%)
3
porsi per m campuran porsi pada benda uji [kg] [gr] 350.00 315.00 1674.20 1600.00 210.00 189.00 1.75 1.60 0.60 0.60 0.50 0.50
Mortar segar yang telah siap dituang dalam cetakan benda uji dan dipadatkan dengan memberi hentakan sebanyak 20 kali. Lihat Gambar 5. Setelah itu, permukaan benda uji diratakan dengan pisau untuk mendapatkan permukaan yang rapi. Cetakan benda uji akan dilepas setelah mortar cukup keras dengan umur sekitar 24 jam. Benda uji selanjutnya direndam dalam air sebagai proses curing selama sekitar 14 hari, lalu kemudian diangin-anginkan sebelum kemudian dilakukan uji cabut pada usia 28 hari. Pengujian dilakukan dengan mengaitkan benda uji pada mesin yang telah diset dengan kecepatan 5 mm/menit dan terhubungkan dengan data logger dan komputer yang dapat merekam kurva hubungan beban dan slip serat dari media mortar. Gambar 6 menyajikan proses pengujian cabut serat baja di laboratorium.
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
4
Gambar 5 Pencetakan benda uji
Gambar 1 Judul Gambar
Gambar 6 Proses pengujian cabut (pullout) serat dari mortar Sesaat setelah pengujian cabut langsung dilakukan pengujian kuat tekan mortar benda uji. Hasil uji tekan rata-rata mortar adalah 37,5 MPa dengan umur benda uji adalah 28 hari.
3 HASIL DAN DISKUSI 3.1 Pengaruh Bentuk dan Dimensi Serat Hasil pengujian cabut serat dengan orientasi arah serat sama dengan arah gaya penarik dalam bentuk hubungan beban (gaya tarik) dengan slip untuk berbagai bentuk dan ukuran dimensi serat disajikan dalam Gambar 7 dan Gambar 8. Pola kurva beban-slip masing-masing serat bervariasi karena perbeadaan bentuk serat dan ukuran dimensi serat yang diuji. Bentuk serat yang sama akan memberikan kecenderungan pola rekaman kurva bebanslip yang sejenis, namun ukuran kurvanya berbeda. Hal ini karena bentuk serat menentukan pola pengangkuran serat dalam mortar. Contohnya, serat baja ujung berkait dengan panjang 60 mm dan serat baja yang sama dengan panjang 35 mm merekam pola kurva yang sama, namun serat yang lebih panjang memiliki gaya cabut (pull-out load) yang lebih besar, Gambar 7 (a) dan (b). Hasil yang sama ditunjukkan pada serat bergelombang, dimana serat dengan panjang 60 mm memiliki puncak kurva yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat yang lebih pendek 50 cm, Gambar 7 (c) dan (d).
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
5
4,0
4,0
EH_L60D0.75 [1] EH_L60D0.75 [2] EH_L60D0.75 [3]
3,5 3,0
3,0
Beban 2,5 [kN] 2,0
2,5
Beban [kN] 2,0
1,5
1,5
1,0
1,0
0,5 0,0 0
0,5 5
10
15
20
25
0,0 0
30
Slip [mm]
4,0
3,0
3,0
Beban 2,5 [kN] 2,0
1,5
1,5
1,0
1,0
0,5
0,5 15
20
25
30
20
25
CR_L50D1 [1] CR_L50D1 [2] CR_L50D1 [3]
3,5
Beban [kN] 2,0
10
15
(b) Ujung berkait (EH) L = 35 mm D = 0.54 mm
2,5
5
10
4,0
CR_L60D1 [1] CR_L60D1 [2] CR_L60D1 [3]
3,5
5
Slip [mm]
(a) Ujung berkait (EH) L = 60 mm D =0.75 mm
0,0 0
EH_L35D0.54 [1] EH_L35D0.54 [2] EH_L35D0.54 [3]
3,5
30
0,0 0
5
10
Slip [mm]
(c) Bergelombang (CR) L = 60 mm D = 1.0 mm
15
20
25
30
Slip [mm]
(d) Bergelombang (CR) L = 50 mm D = 1.0 mm
Gambar 7 Kurva hubungan beban dengan slip uji cabut serat baja ujung berkait (a) dan (b) dan serat baja bergelombang (c) dan (d)
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
6
4,0
4,0
CREF_L60D1 [1] CREF_L60D1 [2] CREF_L60D1 [3]
3,5 3,0
3,0
Beban 2,5 [kN] 2,0
2,5
Beban [kN] 2,0
1,5
1,5
1,0
1,0
0,5
0,5
0,0 0
5
10
15
20
25
0,0 0
30
Slip [mm]
(a) Bergel. ujung pipih (CREF) L=60 mm D=1 mm 4,0
3,0
15
Slip [mm]
20
25
30
CRF_L50T0.3 [1] CRF_L50T0.3 [2] CRF_L50T0.3 [3]
3,5 3,0
Beban 2,5 Serat putus [kN] 2,0 Serat putus
Serat putus
1,5
10
4,0
2,5
Beban [kN] 2,0
5
(b) Lurus ujung pipih (SEF) L=50 mm D=1 mm
SEC_L54D1 [1] SEC_L54D1 [2] SEC_L54D1 [3]
3,5
1,5
1,0
1,0
0,5
0,5
0,0 0
SEF_L50D1 [1] SEF_L50D1 {2] SEF_L50D1 [3]
3,5
5
10
15
20
25
30
Slip [mm]
(c) Lurus ujung berkepala (SEC) L=54 mm D=1 mm
0,0 0
Serat dan mortar rusak
5
10
15
20
25
30
Slip [mm]
(d) Bergel. pipih(CRF) L=50 mm T=0.3 mm
Gambar 8 Kurva hubungan beban dengan slip uji cabut serat baja bergelombang ujung pipih (a), serat baja lurus ujung pipih (b) serat baja lurus ujung berkepala (c) dan serat baja bergelombang pipih (d) Serat baja bergelombang mencatat nilai beban (gaya cabut) dua setengah kali lebih besar dibandingkan dengan serat baja ujung berkait karena bentuk gelombang memberi kontribusi besar pada gaya cabut. Lekukan berulang-ulang serat baja bergelombang memungkinkan pengangkuran yang lebih banyak pada serat tersebut dibandingkan
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
7
dengan serat ujung berkait yang hanya mempunyai dua lekukan di masing-masing ujungnya. Ujung pipih pada serat baja bergelombang ternyata memberi efek mengikis sisi dalam mortar yang memunculkan loncatan-loncatan kurva sebagaimana Gambar 8 (a). Efek ini tidak ditemukan pada kurva beban-slip serat bergelombang tanpa ujung pipih, Gambar 7 (c). Kedua serat bergelombang tersebut memiliki panjang yang sama, yaitu 60 mm dengan jumlah lekukan gelombang yang sama pula. Sehingga sisi atas kurva beban-slip yang dihasilkan cenderung sama dan gaya cabut tertinggi diperoleh pada nilai yang hampir sama yaitu 2,40 kN. Perbedaan dari keduanya bahwa serat baja ujung pipih megiris sisi dalam mortar dan mencatat rekaman kurva beban-slip yang pada nilai slip tertentu mengalami penuruan beban yang cepat lalu kemudian meningkat kembali. Selain pengangkuran dengan kelokan bergelombang, efek pengangkuran yang cukup besar terlihat pada hasil pengujian serat baja lurus dengan ujung berkepala. Bagian kepala yang menyerupai kepala paku ini ternyata menunjukkan perlawanan gaya tarik cabut yang besar, sekitar 3 kN. Hasil ini merupakan beban cabut yang terbesar diantara semua serat baja yang diuji. Sedemikian besarnya beban cabut ini, sehingga tegangan tarik yang ditimbulkan lebih besar dari kuat tarik baja serat. Akibanya, setelah memberi perlawanan gaya tarik cabut yang tinggi, tiba-tiba serat putus karena tak mampu menahan tegangan tarik. Ketiga benda uji jenis serat ini semuanya putus sesaat mencapai gaya tarik cabut tertingginya.Gambar 8 (c) dan Gambar 9 (c). Sebaliknya, efek pengangkuran tidak ada pada proses cabut serat lurus ujung pipih, Gambar 8 (b) dan Gambar 9 (d). Serat ini mencatat gaya tarik cabut terendah, sekalipun ukuran panjangnya sama dengan dengan gaya cabut yang relatif rendah terlihat pada kurva kurva beban-slip. Bentuk serat yang lurus tanpa lekukan sama sekali tidak memunculkan efek pengangkuran yang biasanya mampu memberi gaya cabut yang besar sebagaimana serat yang bergelombang, ujung berkait dan ujung berkepala. Kekuatan cabut serat yang terekam pada kurva beban-slip adalah hanya kuat lekat antara serat dengan mortar. Secara umum beban (gaya) cabut serat pada kurva beban-slip merupakan kontribusi pengangkuran dan kekuatan lekat serat dengan mortar. Pengangkuran ditentukan oleh lekukan bentuk serat sedangkan kekuatan lekat ditentukan oleh kekasaran permukaan dan kualitas mortar, (As’ad, 2007) dan (Zollo, 1997). Saat serat ditarik, kuat tarik serat baja dan ikatan serat dengan mortar akan menahan gaya tersebut hingga mulai terjadi lepasan lekatan (debonding) antara serat dengan mortar. Proses debonding bersamaan dengan mulai terjadi slip antara serat dengan mortar. Seiring pertambahan gaya tarik, penuntasan proses debonding segera diikuti oleh reaksi angkur serat. Efek angkur ini akan memberi perlawanan cabut yang cukup besar hingga lekukan sisi dalam mortar akibat bentuk serat yang tertanam dalam mortar perlahan-lahan terlewati. Pada bagian lekukan, yang memberi efek pengangkuran, cenderung tercatat gaya cabut yang lebih besar (Alwan et. al, 1999) dan (Wangtanakitcroen,2004). Lihat Gambar 9 (a). Bila bentuk serat baja terdiri dari beberapa lekukan maka gaya yang dibutuhkan untuk melepas serat baja dari lekukan akan semakin besar sebagaimana pada serat bergelombang (Gambar 9(b)). Namun, bila kekuatan pengangkuran ini lebih tinggi dari kuat tarik serat baja, maka yang terjadi adalah kegagalan serat atau serat putus sebagaimana yang ditunjukkan oleh serat baja lurus ujung berkepala, Gambar 8 (c) dan Gambar 9 (c) dan pada serat bergelombang pipih, Gambar 8 (d).
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
8
(a)
Proses Cabut Serat Baja Ujung Berkait (End-hooked)
(b)
Proses Cabut Serat Baja Bergelombang (Crimped)
( c ) Proses Cabut Serat Baja Lurus Ujung Berkepala (Straight End-Capped)
(d) Proses Cabut Serat Baja Lurus Ujung Pipih (Straight End-Flatted)
Gambar 9 Proses Tahapan Cabut Serat Baja dari Mortar
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
9
Khusus pada serat lurus tanpa bagian pengangkur, proses cabut serat dari mortar lebih sederhana. Beban cabut hanya diperoleh dari debonding serat dengan mortar. Sekali proses debonding selesai, serat akan mengalami slip yang besar dengan beban cabut yang semakin menurun. Gambar 9 (d). 3.2 Pengaruh Orientasi Serat Gambar 10 adalah kurva beban-slip uji cabut serat baja ujung berangkur (end-hooked), panjang 60 mm dan diameter 0.75 mm dengan kemiringan serat yang berbeda, 00, 150, 300 dan 450 terhadap gaya tarik. Arah orientasi serat mempengaruhi beban cabut maksimum dan posisi slip beban maksimum. Pada pengujian ini, puncak kurva atau beban maksimum cabut serat meningkat dengan bertambahnya kemiringan serat hingga 300. Setelah itu, penambahan kemiringan yang lebih tinggi lagi 450 diperoleh beban cabut maksimum yang lebih rendah.Titik slip, dimana terjadi beban maksimum, meningkat seiring bertambahnya kemiringan serat.
4,0 3,5
00 150 300 450
EH__L60D0.75
3,0 2,5
Beban 2,0 [kN] Serat putus dan mortar rusak
1,5 1,0 0,5 0,0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Slip (a)
(b)
Gambar 10 Pengaruh Kemiringan Serat Terhadap Kurva Beban-Slip pada Cabut Serat Baja Ujung Berkait Peningkatan beban cabut maksimum yang pada orientasi serat dengan kemiringan tertentu disebabkan terbentuknya belokan jalur cabut serat akibat kemiringan serat dengan gaya tarik. Jalur perjalanan serat berfungsi sama dengan efek angkur serat di dalam mortar. Beban cabut serat akan lebih tinggi. Bukti belokan jalur cabut serat adalah terbentuknya bentuk lengkung dari serat lurus, Gambar 10 (b). Perubahan bentuk melengkung dari bentuk lurus dengan ujung terkait ini mencatat beban yang lebih tinggi. Orientasi sudut kemiringan yang lebih besar akan membentuk lengkungan yang lebih panjang sehingga slip beban maksimum juga semakin besar.
4 KESIMPULAN Hasil pengamatan perilaku cabut berbagai bentuk dan dimensi serat baja dari mortar ini disimpulkan a. Bentuk serat baja dan ukuran dimensi serat baja menentukan pola kurva bebanslip cabut serat dari dalam mortar atau beton. Bentuk bergelombang cenderung
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
10
memberi efek pengangkuran berganda sehingga memiliki beban cabut serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat lurus atau serat hanya ujung berkait. Pada bentuk serat yang sama, dimensi serat yang lebih besar akan menghasilkan kurva beban-slip yang lebih besar. b. Mekanisme proses cabut serat dari mortar atau beton dimulai dari proses debonding lekatan serat dengan mortar. Bila serat mempunyai bagian pengangkur berupa kait atau lengkungan, maka terjadi penambahan beban cabut akibat angkur tersebut. Bila serat tidak memiliki komponen pengangkur maka semua beban cabut adalah semata-mata kontribusi kuat lekat serat-mortar. c. Kemiringan serat terhadap gaya tarik akan meningkatkan beban cabut maksimum serat hingga pada batas kemiringan tertentu. Peningkatan beban cabut tersebut terjadi karena terbentuknya jalur gerak serat yang berbelok yang menyebabkan beban cabut serat lebih tinggi dibandingkan dengan proses cabut yang searang dengan gaya cabut serat.
UCAPAN TERIMA KASIH Pekerjaan ini merupakan bagian dari riset perilaku kuat lentur dan kuat lentur ekivalen beton berserat yang dibiayai oleh Institute of Material Science, University of Inssbruck dan Oesterreich Austausch Dienst (OeAD), Austria. Kepada institusi tesebut, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan hibah riset ini dan juga kepada Prof. Dr.-Ing. Walter Lukas dan Dr. Andreas Saxer sebagai partner diskusi pada pekerjaan ini.
DAFTAR PUSTAKA Alwan,J. M. Naaman,A. E. dan Guerero P., (1999). “Effect of mechanical clamping on the pullout response of hooked steel fibres embedded in cementitious matrices”, Journal of Concrete Science an Engineering, Vol. 1. March, 15 – 25 As’ad, S. (2006). “Eqivalent Flexural Strength of Steel Fibre Reinforced Concrete and Its Modelling from Fibre Distribution and Pullout Load”, disertasi, Faculty of Civil Egineering University of Innsbruck. As’ad. S. dan Saxer, A., (2007), “Influence of fibre geometry on the flexural and equivalent flexural strength of steel fibre reinforced concrete” Proceeding of the 4th International Confence on Fibre Reinforced Concrete, Prague, Republic of Czech, Dining, Y., (2003). “Eigenschaften von Faserbeton und Faserspritsbeton”, 1st edition, Ibidem Verlag, Stuttgart. Maidl, R., B.. (1995). “Steel Fibre Reinforced Concrete”, Sohn Verlag fuer Architektur und Technischewissenschaften, Berlin. Wongtanakichroen,T. dan Naaman,A. E. (2004). “Early age bond strength development of fibres in fibre reinforced concrete (FRC)”, Proceeding of the 6th RILEM Symposium on Fibre Reinforced Concrete (FRC)-BEFIC 2004, Verenna Italy, 431442. Zollo, R. F. (1997),“ Fibre-reinforced concrete on overview after 30 years of development”, Cement and Concrete Composite, Vol.19, 107-123. Makalah ini disampaikan dalam rangka diseminasi informasi melalui Seminar HAKI. Isi makalah sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis, dan tidak mewakili pendapat HAKI.
Seminar dan Pameran HAKI 2010 - “Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”
11