Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017
PENGARUH ORIENTASI SERAT TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN MODEL PATAHAN KOMPOSIT POLYESTER BERPENGUAT SERAT KELAPA (COCOS VERIDIS) Oleh K. Odi Supertama YasaΒΉ I N. Pasek NugrahaΒ² K. Rihendra DantesΒ³ 1,2,3
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin
Universitas Pendidikan Ganesha E-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh orientasi serat terhadap kekuatan impak dan model patahan komposit polyester berpenguat serat tapis kelapa untuk mengetahui perbandingan kekuatan impak dari orientasi serat continuous, discontinuous, dan woven. Penelitian ini merupakan penelitian metode eksperimen dengan variabel terikat kekuatan impak, dan variabel bebas yaitu orientasi serat continuous, discontinuous, dan woven. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data yang dilakukan didapat hasil dari perhitungan uji lanjut dengan uji t scheffe dengan nilai |π‘1 β 2| βΆ π‘ = 13,65, |π‘1 β 3| βΆ π‘ = 15,26, dan |π‘2 β 3|: π‘ = 28,91. Nilai ini membuktikan bahwa hasil tersebut lebih besar dari distribusi t yang sebesar 2,228.Berdasarkan dari uji lanjut yang sudah didapat, dapat disimpulkan bahwa orientasi serat berpengaruh terhadap kekuatan impak. Orientasi serat woven lebih berpengaruh dari pada orientasi serat continuous dan discontinuous. Selanjutnya orientasi serat continuous lebih berpengaruh dari pada orientasi serat discontinuous. Secara mikroskopik pada patahan komposit, kondisi patahan menunjukkan
mekanisme Fiber Pull Out, dimana pada ujung patahan terlihat ada pemutusan serat bahkan kondisi serat tercabut dari matriknya. Keadaan tersebut terjadi pada semua spesimen baik itu Continuous, Discontinuous, dan Woven. Hal tersebut dikarenakan matrik tidak mampu mengikat serat dengan baik. Pada orientasi serat Woven terlihat ada bagian serat yang tidak terkena matrik dengan sempurna (delaminasi). Delaminasi biasanya terjadi akibat terlalu rapat penyusunan serat. Kata kunci : orientasi serat, kekuatan impak, model patahan.
ABSTRACT The objective of this research is to know the effect of fiber orientation on impact strength and fractional model of polyester fiber-reinforced composite fi ber to find out the comparison of impact strength from continuous, discontinuous and woven fiber orientation. This research is a research of experimental method with dependent variable of impact strength, and independent variable that is continuous, discontinuous, and woven fiber orientation. Based on the results of testing and analysis of data obtained obtained the results of the calculation of further tests with t test scheffe with the value | t1-2 |: t = 13.65, | t1-3 |: t = 15.26, and | t2-3 | : T = 28.91. This value proves that the result is greater than the t distribution of 2,228.Based on the further test that has been obtained, it can be concluded that the fiber orientation effect on impact strength. The orientation of woven fibers is more influential than the continuous and discontinuous fiber orientation. Furthermore, continuous fiber orientation is more influential than discontinuous fiber orientation. Microscopically on the composite fracture, the fracture condition indicates the mechanism of Fiber Pull Out, where at the fracture ends there is a fiber termination and even the fiber condition is removed from the matrix. The condition occurs in all specimens be it Continuous, Discontinuous, and Woven. This is because the matrix is not able to bind fibers well. In the orientation of Woven fibers there is a part of the fiber that is not exposed to the matrix perfectly (delamination). Delamination usually occurs due to too tightly arranged fiber.
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 Keywords: fiber orientation, impact strength, fracture model.
PENDAHULUAN Teknologi hijau atau teknologi ramah lingkungan semakin pesat dikembangkan oleh negara-negara didunia saat ini, dan menjadi salah satu tantangan yang terus diteliti oleh para pakar untuk mendukung kemajuan teknologi ini. Salah satunya mengenai komposit yang berpenguat serat, baik itu dari variasi matrik sebagai pengikat maupun serat sebagai bahan penguat, jenis anyaman hingga bahan dasar matrik maupun serat. Penelitian juga berkembang dengan penggunaan bahan serat alam untuk beberapa variasi matrik sintesis dan alami. Komposit berpenguat serat alam semakin intensif dikembangkan sehubungan dengan penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan serta tuntutan pemakaian material yang murah, mudah diperoleh, ringan, memiliki sifat mekanik yang kuat, tahan korosi, dan ramah lingkungan, sehingga dapat menjadi bahan alternatif selain logam dan fiber glass yang tidak ramah lingkungan. Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material, dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda dimana satu material sebagai fasa pengisi (matrik) dan yang lainnya sebagai fasa penguat (reinforcement). Pemanfaatan bahan komposit sebagai bahan alternatif pengganti fiber glass dalam bidang otomotif kususnya body kendaraan semakin meluas. Hal ini disebabkan karena keuntungan yang dimiliki oleh bahan komposit berpenguat serat alami seperti ramah lingkungan dan kekuatannya dapat didesain sesuai dengan arah pembebanan. Serat alam yaitu serat yang berasal dari alam (bukan buatan ataupun rekayasa manusia). Serat alam atau bisa dibilang sebagai serat alami ini yang biasanya didapat dari serat tumbuhan (pepohonan) seperti pohon bambu, pohon kelapa, pohon pisang serta tumbuhan lain yang terdapat serat pada batang maupun daunnya.Serat alam yang berasal dari binatang, antara lain sutera, ilama dan wool. Penelitian dan penggunaan serat alami berkembang dengan sangat pesat dewasa ini karena
serat alami banyak memiliki keunggulan dibandingkan dengan serat buatan (rekayasa), keunggulan dari serat alami seperti beban lebih ringan, bahan mudah didapat, harga relatif murah dan yang paling penting ramah lingkungan terlebih Indonesia memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah. Penggunaan serat alami dewasa ini sudah merambah berbagai bidang kehidupan manusia, layaknya serat buatan, serat alami juga mampu digunakan sebagai modifikasi dari serat buatan. Dalam penelitian ini akan diteliti bahan komposit polymer dengan berpenguat serat tapis kelapa (cocos veridis). Dipilihnya serat tapis kelapa sebagai penguat karena serat tapis kelapa kurang mendapat perhatian dan jumlahnya berlimpah ruah sehingga dapat mengangkat derajat bahan limbah tersebut menjadi bahan bernilai teknis dan ekonomis yang lebih tinggi. Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh I Putu Lokantara tentang βanalisa kekuatan impact komposit polyester serat tapis kelapa dengan variasi panjang dan fraksi volume serat yang diberi perlakuan NaOHβ penelitian ini menghasilkan Kekuatan impact meningkat seiring meningkatnya fraksi volume dan panjang serat. Nilai kekuatan impact terbesar terdapat pada pengujian impact dengan komposit panjang serat 15 mm dengan Fraksi Volume 30% sebesar 0.0255 Nm/mm2. Hasil pengamatan struktur mikro menunjukkan bahwa pada panjang serat 15 mm ikatan antara matrik dan serat lebih kuat dibandingkan dengan variasi panjang serat 5 mm dan 10mm sehingga komposit yang dihasilkan lebih kuat dan mempunyai nilai kekuatan impact yang lebih besar. Semakin panjang serat yang digunakan akan mengurangi crack deflection sehingga kekuatan impact menjadi semakin baik. Demikian pula dengan fraksi volume yang semakin tinggi menyebabkan matrix flow berkurang sehingga kekuatan impact akan meningkat. Dengan mengacu pada penelitian sebelumnya maka penulis akan meneliti tentang PENGARUH ORIENTASI SERAT TERHADAP KEKUATAN IMPACK DAN
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 MODEL PATAHAN KOMPOSIT POLYESTER BERPENGUAT SERAT TAPIS KELAPA (COCOS VERIDIS). Dalam penelitian ini penggunaan serat tapis kelapa dengan perlakuan alkali NaOH sebesar 5% selama 2 jam perendaman. Perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah komposit berpenguat serat tapis kelapa dibuat dengan variasi orientasi serat continuous, discontinuous tipe acak, dan woven (sesuai dengan penyusunan serat aslinya) dengan fraksi volume 40 % dan perbandingan matrik dengan katalis sebesar 100:1. Serta diuji beban kejut menggunakan uji impact dengan alat uji charpy dan foto model patahan hasil uji spesimen. METODE Serat Alam Serat alam yaitu serat yang berasal dari alam (bukan buatan ataupun rekaya manusia). Serat alam atau bisa dibilang sebagai serat alami ini yang biasanya didapat dari serat tumbuhan (pepohonan) seperti pohon bambu, pohon kelapa, pohon pisang serta tumbuhan lain yang terdapat serat pada batang maupun daunnya. Serat alam yang berasal dari binantang antara lain sutera, ilama dan wool. Dalam penelitian ini, jenis serat alam yang digunakan adalah serat tapis kelapa (COCOS VERIDIS). Tapis kelapa (cocos veridis) sebagai salah satu serat alami saat ini ketersediaannya sangat berlimpah dan belum dikenal banyak orang bahwa serat ini memiliki manfaat yang bagus untuk dijadikan berbagai macam kerajinan maupun komposit. Tapis kelapa atau yang sering disebut kulit ari dari pelepah kelapa terletak berdekatan dengan pelepah kelapa yang sewaktu-waktu bisa berguguran. Ketersediaan tapis kelapa yang berlimpah kurang dimanfaatkan oleh sebagian orang sehingga tapis kelapa ini dianggap limbah. Padahal serat tapis kelapa masih dapat digunakan sebagai salah satu serat alami alternative untuk bahan komposit.
Gambar 1 Tapis Kelapa. Resin Poliester Resin poliester tak jenuh biasa disebut poliester karena asam tak jenuh merupakan bagian dari asam dibasa, yang menyebabkan terdapatnya ikatan tak jenuh dalam rantai utama dari polimer yang dihasilkan. Karena berupa resin cair dengan viskositas yang relatif rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pencampuran, sehingga dalam proses pencetakan tidak diperlukan proses penekanan. Sifat dari resin poliester tak jenuh kaku dan rapuh, sedangkan suhu deformasi termal lebih rendah dibandingkan dengan thermoset lainnya, ketahanan dingin baik, sifat listrik lebih baik dibandingkan resin thermoset, bahan ini mudah mengembang dalam pelarut, kemampuan cuaca sangat baik dan tahan terhadap sinar ultra violet. Katalis Cairan ini bisa dibilang pendamping setia resin, cairan ini biasanya berwarna bening dan berbau agak sengak. Cairan ini berfungsi untuk mempercepat proses pengerasan adonan fiber, semakin banyak katalis maka akan semakin cepat adonan mengeras tetapi hasilnya kurang bagus. Cairan ini jika mengenai kulit akan terasa panas, seperti cairan air zuur. Komposit Komposit didefinisikan sebagai struktur dalam skala makro atau mikro yang dibuat dari bahan-bahan yang berbeda, ciricirinya pun tetap terbawa setelah komponen terbentuk sepenuhnya. Karena itu selalu ada antarmuka diantara dua bahan, dan sifatsifat antarmuka ini mempunyai pengaruh
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 yang jelas terhadap sifat-sifat komposit. Pendapat lain tentang komposit yaitu paduan dari dua atau lebih material untuk mendapatkan material baru dengan sifatsifat tertentu sesuai yang diinginkan, baik dari sifat mekanik maupun sifat ketahanan terhadap korosi (Ir. Ary Mustofa Ahmad, 2006). Secara garis besar ada 3 macam jenis komposit berdasarkan penguat yang digunakan, yaitu: komposit serat, komposit laminat, ddan komposit partikel. Orientasi Serat Ada beberapa jenis orientasi serat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya Continuous Fiber Composite, Woven Fiber Composite, dan DisContinuous Fiber Composite. Continous Fiber Composites Komposit yang diperkuat dengan serat secara berurutan (Continous) memiliki susunan serat panjang dan lurus membentuk lamina diantara matriksnya. Contoh dapat dilihat pada Gambar:
discontinuous fiber, Off-axis aligned discontinuous fiber, dan Randomly oriented discontinuous fiber.
Gambar 4. Discontinuous Fiber Composit Fraksi Volume Serat Alam Fraksi Volume Serat adalah perbandingan antara volume serat dengan volume komposit. Semakin besar fraksi volume serat maka semakin bertambah kekuatan dan kekakuan komposit. Secara umum fraksi volume serat, maksimal adalah 80% ketika tidak semua serat dikelilingi oleh matrik. Fraksi volume serat (ππ ) dapat dihitung dengan persamaan (Kaw, 1997) ππ =
ππ ππ
π₯100%
............................................................. ....................... 2.1
Gambar 2. Continous Fiber Composites Woven Fiber Composites Komposit yang diperkuat dengan serat anyaman dan komposit ini tidak terpengaruh pemisahan antar lapisan, akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan serta kekauannya tidak sebaik tipe Continuous Fiber. Contoh dapat dilihat pada gambar:
Gambar 3 Woven Fiber Composites Discontinuous Fiber Composit Discontinuous Fiber Composit adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan menjadi 3 yaitu: Aligned
π£π =
π€π ππ
............................................................. .................................. 2.2 ππ =
ππ’ π ππ’ βππ π
............................................................. .................... 2.3 Keterangan: ππ’ : Berat serat di udara (gram) ππ : Berat serat dalam minyak tanah (gram) ππ : Berat jenis minyak tanah (minyak tanah = 0,83 g/ππ3 π€π : Berat serat pada komposit (gran) π£π : Volume komposit (ππ3 ) ππ : Berat jenis serat (g/ππ3 ) π£π : Volume serat (ππ3 ) ππ : Fraksi volume serat (%) Post Curring
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 Proses curing adalah proses pengeringan bahan-bahan penyusun komposit, baik itu matriknya maupun serat penguatnya. Kecepatan proses curing ini berbeda-beda tergantung dari persentase katalis yang dipakai dan tergantung dari besarnya panas yang dipakai dalam proses curing. Diharapkan pada proses curing ini bisa mengurangi rongga-rongga yang ada didalam komposit sehingga dihasilkan komposit yang berkualitas baik. Proses curing yang sempurna dapat terjadi pada temperatur tinggi. Seiring dengan meningkatnya temperatur, maka aktifitas molekul dan polimerisasi juga meningkat sehingga derajat kristalinitasnya akan meningkat. Dengan meningkatnya derajat kristalinitas maka karakteristik mekanikalnya akan berubah dari elastis menjadi kaku dan getas. Proses post curring komposit dilakukan dengan cara memanaskan material benda uji tersebut dengan temperatur tertentu, tetapi temperatur tersebut tidak boleh melebihi glass transition temperature, karena jika melebihi temperatur tersebut akan menyebabkan material tersebut menjadi lunak dan jika temperatur tersebut ditingkatkan lagi material akan menjadi cair. (Irwan Nugraha dkk, 2012) Metode Proses Pembuatan Spesimen Komposit Metode yang digunakan untuk proses pembuatan spesimen adalah metode proses manual dimana metode proses manual yang dimaksudkan adalah hand layup. Metode ini lebih banyak digunakan untuk material dengan serat penguat, di Inggris hampir 40% menguasai pasar FRP. Keuntungan utamanya adalah proses yang sangat simpel sehingga dibutuhkan sedikit peralatan dan cetakan dapat dibuat dari gips, kayu, lembaran plat atau lembaran FRP. Langkah pertama adalah melapisi cetakan dengan pelapis (wax atau lapisan lilin) untuk mencegah cetakan lengket. Kemudian diikuti lapisan tipis (Β±0,3-0,4 mm) resin murni disebut lapisan jel yang mempunyai beberapa fungsi. Pertama menutup lubang yang tidak teratur dan menambah penampilan produk ketika diambil dari cetakan. Kedua yang terpenting adalah melindungi kekuatannya dari
serangan embun dimana cenderung mengurangi kekuatan serat atau resin. Lembaran tissue dapat digunakan untuk menjaga kebersihan lapisan jel. Ini menciptakan ketahanan impact pada permukaan dan juga menyembunyikan tekstur kasar dari serat penguat. (pengisi). Bagaimanapun juga ini termasuk mahal dan hanya digunakan jika dianggap perlu. Ketika lapisan jel mulai kering penguat utama diletakkan. Pertama kali dioleskan dan diikuti lapisan serat gelas dengan menggunakan tangan. Rol digunakan untuk melekatkan serat dan membuang udara yang terperangkap. Kelebihan dari teknik ini adalah kekuatan dan ketebalan komposit dapat dikontrol dengan menambah ketebalan dengan serat dan resin dengan terus menerus tergantung keinginan. Pengeringan dibutuhkan pada suhu ruangan tetapi panas kadang digunakan untuk mempercepat proses pengeringan. Idealnya penghalusan harus dilakukan sebelum benar-benar kering karena materialnya masih cukup lunak untuk pisau atau gunting untuk digunakan. Setelah kering maka perlu digerinda.
Gambar 5. Metode Hand Lay-Up Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat yang berbeda yang akan dijelaskan sebagai berikut: a) Work Shop 2, Teknik Las dan Kontruksi Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Ganesha. Di Work Shop ini dilakukan pembuatan spesimen dari komposit poliester berpenguat serat tapis kelapa. b) Laboratorium Metalurgi, Jurusan Teknik Mesin Universitas Udayana.
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 Di laboratorium inidilakukan pengujian impact untuk komposit berpenguat serat tapis kelapa bermatrik polimer poliester. c) Ruang CNC, Pendidikan Teknik Mesin Undiksha. Diruang ini dilakukan pengujian model patahan komposit serat tapis kelapa. Variabel Penelitian Variabel merupakan gejala atau fakta yang harganya berubah ubah dan bervariasi. Dalam penelitian ini variable dibagi menjadi tiga, yaitu:
d. Spesimen yang sudah siap dan sudah sesuai geometri standar ASTM pengujian impak, di oven selama 6 jam dengan suhu 600 C. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang peneliti secara teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan-tujuan penelitian. Dalam penelitian tugas akhir ini dapat dijelaskan secara sederhana oleh diagram proses alur penelitian adalah sebagai berikut:
Variabel Bebas Variabel bebas/independen (variabel perlakuan eksperimen) merupakan variabel yang akan dilihat pengaruhnya terhadap variabel terrikat/dependen, atau variabel dampak. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah orientasi serat continuous, orientasi serat discontinuous, dan orientasi serat woven. Variabel Terikat Variabel terikat/dependen (variabel dampak) merupakan variabel hasil/dampak/akibat dari variabel bebas/perlakuan. Variabel terikat umumnya menjadi tujuan penelitian, sumber masalah, yang ingin ditingkatkan kwalitasnya. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kekuatan impak. Variabel Kontrol Variabel kontrol (pengendalian) adalah variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat, tetapi pengaruhnya ditiadakan atau dikendalikan dengan cara kontrol (diisolasi) pengaruhnya. Pengontrolan dapat dilakukan melalui pengembangan desain penelitiannya ( kondisinya dibuat sama ) atau secara statistik tertentu. Variabel kontrol pada penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut ini : a. Perbandingan matrik polimer dengan hardener adalah 100:1. b. Treatment yang dilakukan pada serat menggunakan proses alkalisasi (NaoH) sebanyak 5%. c. Fraksi volume yang digunakan yaitu 40%.
Gambar 6. Diagram Alir Penelitian Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian yang akan dilaksanakan ini dapat dipaparkan sebagai berikut : a. Serat Alam Serat alam yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat tapis kelapa (Cocos Verinis).
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 b. Resin Polyester Sebagai matrik pada penelitian ini digunakan resin polyester dengan type 3314 NC dan nomor 03222 A c. Katalis Katalis yang digunakan memiliki senyawa MEKPO yaitu senyawa Metyl Etyl Keton Peroksida d. NaOH Digunakan untuk merendam serat yang sudah diolah untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang menempel pada serat maupun kandungan lignin (getah). Alat Beberapa peralatan yang digunakan pada penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut : a. Timbangan digital Timbangan digital digunakan untuk mengukur berat serat sesuai dengan fraksi volume yang sudah ditentukan dalam penelitian ini. b. Gelas Ukur Digunakan sebagai alat ukur penggunaan NaOH, resin dan katalis yang disesuaikan dengan perbandingan campuran NaOH, resin dan katalis. c. Gelas dan Sendok Pengaduk Gelas digunakan sebagai wadah pencampuran resin dan katalis, yang nantinya diaduk dengan rata menggunakan sendok pengaduk. d. Penggaris dan Jangka Sorong Penggaris dan jangka sorong digunakan untuk mengukur geometri spesimen pengujian impak, sehingga ukuran specimen yang sudah jadi sesuai dengan standar pengujian impak e. Oven Oven digunakan dalam proses curring, dimana proses ini bertujuan untuk mengeringkan specimen uji secara optimal, sehingga spesimen uji terbebas dari kandungan air. f. Gerinda dan Amplas Gerinda dan amplas digunakan untuk mendapatkan geometri yang diinginkan serta menghaluskan permukaan dari setiap spesimen yang akan diuji. g. Kamera
Kamera digunakan untuk mendokumentasikan serangkaian penelitian yang dilakukan. h. Mikroskop Digunakan untuk mengambil gambar pola patahan spesimen setelah dilakukan uji impak. i. Alat Uji Charpy Untuk Uji Impak Digunakan untuk menguji besarnya energi yang mampu diserap oleh setiap spesimen yang diujikan. j. Cetakan Spesimen Cetakan spesimen terbuat dari mika sebagai alas dan pembentukan rongga yang dibentuk sedemikian rupa dengan dipotong sesuai ASTM D 6110 - 04 pengujian impak sehingga spesimen hasil cetakannnya nanti memenuhi standar pengujian yang dipakai. Langkah Pembuatan spesimen Langkah β langkah pembuatan sampel komposit serat tapis kelapa dengan matriks polyester adalah sebagai berikut : a. Serat yang sudah dipilih direndam dengan campuran NaOH dan air dengan jumlah NaOH sebanyak 5 % dari jumlah air selama 2 jam. b. Setelah direndam, serat dibilas dengan air hingga benar β benar bersih. Kemudian dikeringkan di bawah sinar matahasi selama 2 x 24 jam agar serat benar β benar kering dan terbebas dari kandungan air. c. Serat ditimbang dengan berat sesuai fraksi volume yang ditentukan yaitu sebesar 40%. d. Siapkan cetakan specimen yang telah dibuat sesuai dengan ASTM pengujian impak. e. Resin yang sudah ditakar dituang kedalam gelas lalu ditambah katalis dengan perbandingan 100:2 f. Aduk pelan selama 15 detik agar campuran merata. g. Tuangkan campuran pada cetakan yang sudah disiapkan, kemudian susun serat dengan susunan continous, discontinuous, dan woven.. h. Tunggu hasil spesimen hingga kering Β± 24 jam pada saat penuangan resin dan serat. i. Specimen yang sudah kering dilepas dari cetakan kemudian digerinda dan
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 amplas bagian yang tidak diperlukan yang terbentuk selama proses pencetakan, lalu di ukur kembali. j. Specimen komposit yang telah dihaluskan dan diukur geometrinya awalnya dikatakan sebagai spesimen yang siap uji kemudian dimasukan ke dalam oven (proses curring) selama 5 jam dalam suhu 600 C. k. Specimen komposit yang telah jadi dan memenuhi standar geometri, kemudian diuji impak dan mikrografi untuk mengetahui energi yang dapat diserap dan pola patahan pada komposit tersebut. Specimen orientasi serat continous, orientasi serat discontinuous dan orientasi serat woven. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan metode eksperimen, teknik yang dilakukan untuk pengumpulan data yaitu dilakukan serangkaian pengujian pada obyek yang diteliti untuk mendapatkan data sebagai perhitungan. Adapun teknik pengumpulan data pada masing-masing pengujian dipaparkan sebagai berikut.
Universitan Udayana, berdasarkan prosedur pengujian sebagai berikut : a. Ukur luas permukaan dibawah takik. b. Spesimen dipasang dan dijepit pada pemegang sampel/spesimen dengan dengan sisi yang diberi notched menghadap sisi berlawanan impak dari pendulum.
Gambar 15 Penempatan Spesimen pada alat uji impak. (Sumber : Hasil Dokumentasi Sendiri)
Pengujian Impak Pengujian impak dilakukan dengan menumbuk benda uji menggunakan sebuah mendulum yang diayunkan. Pengujian impak bertujuan untuk mengukur beberapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material dalam penelitian ini berupa komposit dari serat tapis kelapa tersebut patah. Perkembangan plastik meningkat sejak ditemukannya material komposit yang cepat diserap dan dipakai oleh industri pesawat terbang, otomotif, militer, alat-alat olahraga, kedokteran bahkan sampai alatalat rumah tangga. Selain material pengikat (matrik) komposit juga menggunakan material penguat atau pengisi (filler), marerial pengikat ini menggunakan serat, serat biasanya terdiri dari bahan yang kuat, kaku dan getas. Hal ini ditunjukan agar agar serat dapat menahan gaya dari luar atau tumbukan yang diterima. Gaya luar atau tumbukan dapat didapatkan melalui melaui pengujian impak pada komposit. Pengujian ini dilakukan dilaboratorium metalurgy Teknik Mesin
c. Kemudian pendulum dilepaskan sehingga menumbuk spesimen lain yang diuji. Hal ini dilakukan berulang ke spesimen lain yang diuji. d. Hentikan pendulum, dan lakukan pencatatan hasil beban impak (energi serap yang diterima spesimen) yang tertera. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, yaitu menggunakan analisis varians satu jalur. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut: a. Energi yang mampu diserap oleh masing-masing spesimen (πΈπ ) dari tumbukan yang dialami pada pengujian impak dengan menggunakan alat uji Charpy. Sebelum alat uji digunakan untuk mengetahui seberapa energi yang mampu diserap oleh spesimen (πΈπ ), dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat uji Charpy tanpa adanya spesimen yang ditumbuk untuk
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 mengetahui seberapa besar energi yang terbaca pada alat uji. Dari proses kalibrasi diketahui bahwa energi yang yang mampu diserap tanpa adanya spesimen (πΈπ ) adalah sebesar 0,4 Newton meter (N.m). untuk mencari energi yang sesungguhnya yang mampu diserap oleh spesimen adalah dengan mengurangi energi yang mampu diserap oleh spesimen (πΈπ ) hasil pengujian dengan energi yang mampu diserap tanpa adanya spesimen (πΈπ ). Selanjutnya data-data hasil pengujian impak ditabulasi ke dalam tabel berdasarkan dengan orientasi serat yang digunakan. Untuk mengetahui kekuatan impak dari komposit batang kulit waru berpenguat matriks polimer polyester dari masingmasing spesimen berdasarkan orientasi serat masing-masing, maka dihitung menggunakan rumus : πΌπ =
πΈπ βπΈ0
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENGUJIAN IMPAK
1 2 3 4 5 6
4417.5 4 8 4262.5 3565.03 2635.03 4 9 4572.5 3255.03 2480.02 4 10 4340.0 3332.53 2712.52 4 n1 = 10 n2 = 10 n3 = 10 β X1 = β X2 = β X3 = 3.410,03 2.573,023 4.340,0 J/π2 J/π2 4 J/π2 Hasil diatas dapat di diagramkan sebagai berikut: 3332.53
Hasil Kekuatan Impak (J/π2 ) Continuou Discontinuou Woven s s 4262.5 3410.03 2557.52 4 4417.5 3255.03 2402.52 4 4185.0 3410.03 2790.02 4 4495.0 3565.03 2635.03 4 4340.0 3487.53 2712.53 4 4107.5 3487.53 2480.02 4
2325.02
Chart Title 5000 3000 1000
π΄
Keterangan : πΌπ : Kekuatan Impack (J/m2 ) πΈπ : Energi yang diserap sampel setelah tumbukan (J) πΈ0 : Energi yang diserap tanpa adanya sampel pada alat uji (J) A :Luas penampang lintang sampel (m2 )
No .
7
-1000 Continuous
Category 1 Discontinuous
Woven
Gambar 16. Diagram Perbandingan Hasil Kekuatan Impak Continuous, Discontinuous, dan Woven. Data Hasil Pengujian Model Patahan. Pengujian model patahan dilakukan untuk mengetahui pola patahan akibat tumbukan saat pengujian impak pada masing-masing sampel atau spesimen uji. Pada pengujian model patahan ini dibagi menjadi 3 (tiga) jenis orientasi serat yaitu, continuous fiber, dis-continuous fiber, dan woven fiber. Dari 10 (sepuluh) spesimen hasil patahan pengujian impak di setiap orientasi seratnya akan diwakili olehh satu spesimen yang jelass dan dapat menggambarkan kondisi patahan akibat tumbukan yang diterima saat pengujian. Dengan menggunakan mikroskop yang menggunakan lensa 10 kali pembesaran, patahan spesimen dengan alat uji charpy diambil gambar spesimen yang berhubungan dan menggambarkan pola
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 patahan yang terjadi pada spesimen seperti pada gambar dibawah ini. Gambar model patahan masingmasing orientasi serat Continuous, Discontinuous, dan woven.
Gambar 17. Model Patahan Spesimen Orientasi Serat Continuous
discontinuous. Orientasi serat continuous lebih besar dari orientasi serat discontinuous. PEMBAHASAN HASIL MODEL PATAHAN
PENGUJIAN
Model Patahan Orientasi Serat Continuous Pada model patahan spesimen pengujian impak dengan orientasi serat Continuous adalah kombinasi antara patahan getas (Brittle Fracture) dan fibers fracture atau dikenal dengan patahan sikat (brush fracture). Hal ini dikarenakan patahan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: β’ Terdapat butir-butir halus pada permukaan patahan spesimen. β’ Permukaan dari patahan spesimen uji mengkilap. β’ Terdapat serabut-serabut kasar pada permukaan patahannya yang berbentuk seperti sikat.
Gambar 18. Model Patahan Spesimen Orientasi Serat Discontinuous
Gambar 20. Model Patahan Spesimen Orientasi Serat Continuous Gambar 19. Model Patahan Spesimen Orientasi Serat woven PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN HASIL PENGUJIAN IMPAK Berdasarkan hasil pengujian yang sudah dilakukan pada pengujian kekuatan impak didapat hasil dengan rata-rata 3.410,03 J/π2 pada orientasi serat continuous, 2.573,023 J/π2 pada orientasi serat discontinuous, dan 4.340,04 J/π2 pada orientasi serat woven. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa orientasi serat berpengaruh terhadap kekuatan impak. Orientasi serat woven lebih besar dari orientasi serat continuous dan
Model Patahan Discontinuous
Orientasi
Serat
Pada model patahan spesimen pengujian impak dengan orientasi serat Discontinuous adalah kombinasi antara patahan getas (Brittle Fracture) dan fibers fracture atau dikenal dengan patahan sikat (brush fracture). Hal ini dikarenakan patahan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: β’ Terdapat butir-butir halus pada permukaan patahan spesimen. β’ Permukaan dari patahan spesimen uji mengkilap. β’ Terdapat serabut-serabut kasar pada permukaan patahannya yang berbentuk seperti sikat.
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa orientasi serat berpengaruh terhadap kekuatan impak. Orientasi serat woven lebih besar dari orientasi serat continuous dan discontinuous. Orientasi serat continuous lebih besar dari orientasi serat discontinuous. HASIL MODEL PATAHAN
Gambar 21. Model Patahan Spesimen Orientasi Serat Discontinuous Model Patahan Orientasi Serat Woven Pada model patahan spesimen pengujian impak dengan orientasi serat Woven adalah kombinasi antara patahan getas (Brittle Fracture) dan fibers fracture atau dikenal dengan patahan sikat (brush fracture). Hal ini dikarenakan patahan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: β’ Terdapat butir-butir halus pada permukaan patahan spesimen. β’ Permukaan dari patahan spesimen uji mengkilap. β’ Terdapat serabut-serabut kasar pada permukaan patahannya yang berbentuk seperti sikat.
Gambar 22. Model Patahan Spesimen Orientasi Serat Woven KESIMPULAN PENGUJIAN KEKUATAN IMPAK Berdasarkan hasil pengujian yang sudah dilakukan pada pengujian kekuatan impak didapat hasil dengan rata-rata 3.410,03 J/π2 pada orientasi serat continuous, 2.573,023 J/π2 pada orientasi serat discontinuous, dan 4.340,04 J/π2 pada orientasi serat woven.
Secara mikroskopik pada patahan komposit, kondisi patahan menunjukkan mekanisme Fiber Pull Out, dimana pada ujung patahan terlihat ada pemutusan serat bahkan kondisi serat tercabut dari matriknya. Keadaan tersebut terjadi pada semua spesimen baik itu Continuous, Discontinuous, dan Woven. Hal tersebut dikarenakan matrik tidak mampu mengikat serat dengan baik. Pada orientasi serat Woven terlihat ada bagian serat yang tidak terkena matrik dengan sempurna (delaminasi). Delaminasi biasanya terjadi akibat terlalu rapat penyusunan serat. SARAN Untuki menyempurnakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka perlu diperhatikan untuk penelitian sejenis berikutnya: 1. Lakukan proses treatmen dengan cara mengaliri serat tapis kelapa dengan larutan NaOH agar bisa mengurangi residu (kotoran pada serat). 2. Setelah treatmen dengan NaOH dilakukan, lakukan pengeringan dengan tanpa terpapar oleh matahari, melainkan hanya dengan media angin. Setelah dirasa serat sudah kering, lakukan pengovenan agar serat benar-benar terbebas dari kandungan air. 3. Dapat dilakukan penelitian komposit berpenguat serat tapis kelapa bermatrik polimer polyester dengan proses percetakan lain seperti injeksi vacum, dan lain-lain.
Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Volume : 8 No : 2 Tahun 2017 DAFTAR PUSTAKA
Agung, Anak Agung Gede. 2015. Statistik Inferensial. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Gibson, F Ronald. 1994. Engineering, Second pergamon Press,UK
Plastics Edition,
Gibson, Ronald, 1994. β Principles Of Composite Materialβ. New York:Mc Graw Hill Jones, R.M., Mechanics Of Composite Material, Hemisphere Publising Co., New York, 1975. Kaw, A.K.. 1997. Mechanics Of Composite Material. CRC Press. Lokantara dan Ngakan Putu Gede Suartama (2007). Analisa arah dan perlakuan serat tapis kelapa serta rasio epoxy hardener terhadap siffat fisis dan mekanik komposit tapis kelapa. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CAKRAM Vol. 1.