Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
PENERIMAAN POSITIF TANPA SYARAT DALAM PENGASUHAN DAN PENDAMPINGAN ANAK ERKEBUTUHAN KHUSUS DI RUMAH DAN DI SEKOLAH1 Melati Ismi Hapsari2 PG PAUD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Anak merupakan anugerah dan titipan Tuhan yang harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam hidupnya. Periode emas atau the golden age moment (0-8 tahun) merupakan masa dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, sehingga jika dibiarkan saja tanpa stimulasi yang tepat dan maksimal maka berbagai macam potensi dan kemampuan yang dimiliki anak tidak akan berkembang optimal, dan sia-sia. Ketika anak berada di dalam kandungan, orang tua berusaha sekuat tenaga untuk menjaga buah hatinya. Melakukan pemeriksaan rutin ke dokter atau bidan, mengkonsumsi makanan bergizi dan berbagai multivitamin, melakukan senam kehamilan, hingga melakukan berbagai macam stimulasi atau rangsangan bagi kecerdasan bayi (misalkan melalui musik klasik). Kesemua usaha yang dilakukan adalah semata-mata agar anak yang dikandung nantinya dapat lahir dengan selamat, sehat, cerdas, dan sempurna.
1
2
Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Menjadi Guru Inspirator “Kenali dan Kembangkan Kemampuan Intelegensi Emas untuk Indonesia Emas” di Prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tanggal 30 April 2016. Koresponden mengenai isi makalah ini dapat dilakukan melalui :
[email protected]
223
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
PENDAHULUAN Anak, adalah karunia Tuhan yang sangat istimewa. Kehadiran seorang anak dalam keluarga akan selalu membawa begitu banyak harapan dan kebahagiaan. Ketika anak berada di dalam kandungan, orang tua berusaha sekuat tenaga untuk menjaga buah hatinya. Melakukan pemeriksaan rutin ke dokter atau bidan, mengkonsumsi makanan bergizi dan berbagai multivitamin, melakukan senam kehamilan, hingga melakukan berbagai macam stimulasi atau rangsangan bagi kecerdasan bayi (misalkan melalui musik klasik). Kesemua usaha yang dilakukan adalah semata-mata agar anak yang dikandung nantinya dapat lahir dengan selamat, sehat, cerdas, dan sempurna. Periode emas atau the golden age moment (0-8 tahun) merupakan masa dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, sehingga jika dibiarkan saja tanpa stimulasi yang tepat dan maksimal maka berbagai macam potensi dan kemampuan yang dimiliki anak tidak akan berkembang optimal, dan sia-sia. Ketika anak lahir segenap suka cita pun menyambut mereka. Tidak terasa tahap demi tahap pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung begitu cepat. Ketika anak menunjukkan tumbuh kembang pesat, orang tua tak hentihenti nya bersyukur. Namun rasa sedih bahkan kecewa seketika dirasakan oang tua begitu mereka menemukan permasalahan, atau hal-hal yang tidak lazim menyangkut tumbuh kembang anak mereka. Rasa bingung, sedih, dan terkadang kecewa ketika anak menunjukkan perilaku yang sulit diatur, menyusahkan, dan membuat orang tua kerepotan. Beberapa permasalahan yang seringkali ditemui pada anak usia dini, antara lain adalah : anak temper tantrum, agresif, pemalu, anak suka membangkang, anak penakut, anak pembohong, anak dengan permasalahan buang air besar dan buang air kecil, serta anak mogok sekolah. Selain permasalahan yang umum seperti di atas, ada juga permasalahan khusus yang dialami oleh anak, seperti misalnya Autisme, Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas
keterlambatan
/
bicara,
GPPH,
keterbelakangan
permasalahan
fisik,
mental, Cerebral
Down Palsy,
Syndrome, gangguan
disintegrative, serta permasalahan yang lain. Permasalahan khusus pada anak membutuhkan penanganan dan pendekatan khusus yang tidak mudah, serta kerja sama antar berbagai profesi dan disiplin ilmu. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian khusus agar seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki sebagai individu dapat berkembang dan berfungsi secara maksimal. Anak-anak dengan permasalahan
224
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
khusus dikenal dengan sebutan Anak Luar Biasa, atau Anak Berkebutuhan khusus (ABK). Berbagai berkebutuhan
istilah khusus,
lain yaitu
seringkali anak
cacat,
dikenakan ketunaan,
kepada
anak-anak
anak-anak
dengan
keterbatasan atau Handicapped, difable, atau istilah yang jauh lebih humanis yatu “anak yang special”, Special Children atau Exceptional Children. Mereka adalah individu-individu yang berbeda dengan individu sebayanya. Mereka memiliki kemampuan khusus di satu sisi dan ketidakmampuan di sisi yang lain. Meskipun mereka berbeda, namun kita sebagai orang tua, Guru, ataupun masyarakat tetap harus dapat menemukan apa karakter yang dimiliki anak-anak spesial ini yang sesuai dengan karakter-karakter pada anak-anak normal seusianya. Dalam mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integral yang menunjang penyelenggaraan pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua (Education for All) mulai usia dini sebagai masa The Golden Age sampai dengan pendidikan tinggi. Konsep yang sudah diterapkan oleh UNESCO di atas memerlukan dukungan kuat dari semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan (stakeholders). Berkaitan dengan anak Berkebutuhan Khusus, mereka pun memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain seusia mereka, sebagai upaya untuk mengembangkan setiap potensi, bakat atau kemampuan, dan minat yang mereka miliki. Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk dapat memperoleh pendidikan. Mendidik dan membimbing anak usia dini berkebutuhan khusus, dengan berbagai permasalahan dan dinamikanya, dapat menumbuhkan kesadaran pada diri kita akan keunikan dari setiap kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki, dan akan tumbuh kekuatan untuk dapat mendidik mereka dengan hati. Diperlukan kepekaan orangtua, Guru dan Sekolah untuk dapat mengenali ciriciri dan karakter khas dari mereka, sehingga Guru dapat melakukan deteksi dini terhadap potensi-potensi positif maupun negatif yang anak-anak ini miliki, serta dapat merumuskan langkah-langkah intervensi terbaik dalam pembelajaran, guna memaksimalkan setiap bakat dan potensi positif yang mereka miliki, dan mendukung mereka untuk dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Pendidikan Anak Usia Dini, memiliki peranan yang sangat penting bagi optimalisasi perkembangan anak pada setiap aspeknya (Kognisi, Bahasa, Fisik-
225
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
Motorik, Emosi, dan Sosial). Berbagai permasalahan pada anak sangat penting untuk ditangani sedini mungkin, sehingga permasalahan dapat lebih mudah diatasi dan pengaruh buruknya terhadap tumbuh kembang anak dapat dicegah lebih awal. Ada beberapa program serta metode yang dapat diterapkan dan dikembangkan bagi anak-anak usia dini yang memiliki kebutuhan khusus. Program yang sudah umum diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus termasuk di Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah proses latihan dan pembiasaan bantu / bina diri, bina bicara, terapi okupasi, dan fisioterapi. Intervensi yang selama ini diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus lebih banyak diterapkan secara individu atau dalam kelas kecil, dan dalam ruangan tertutup. Bahkan ada sekolah inklusi yang membuat ruangan khusus untuk pemberian terapi bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini tentu saja dapat membuat anak-anak berkebutuhan khusus menjadi merasa semakin berbeda dengan anak yang lain. Orangtua pun menjadi enggan untuk mendukung terapi putra-putri nya dengan stigma negatif yang semakin melekat kuat pada anak berkebutuhan khusus. PEMBAHASAN A. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Modul Sosialisasi PAUD (Direktorat PAUD, 2004; 9) disebutkan bahwa anak usia dini adalah kelompok manusia yang berumur 0-6 tahun (di Indonesia berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sidiknas). Adapun berdasarkan para pakar pendidikan anak usia dini, yaitu kelompok manusia yang berumur 0-8 tahun, yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Anak usia dini memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosial-emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang sedang dilalui oleh anak tersebut. Berdasarkan
keunikan
dalam
tingkat
pertumbuhan
dan
perkembangannya, anak usia dini terbagi dalam empat tahapan, yaitu : masa bayi (usia lahir-12 bulan), masa toddler/batita (usia 1-3 tahun), masa prasekolah (usia 3-6 tahun), masa kelas awal SD (usia 6-8 tahun). Pembagian tahapantahapan usia tersebut dilakukan karena adanya kesamaan pada beberapa aspek perkembangan baik fisik maupun psikologis.
226
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Hurlock (1996 : 15) yang menyebutkan bahwa “beberapa tugas terutama muncul sebagai akibat dari kematangan fisik, seperti belajar berjalan, yang lain terutama berkembang dari adanya tekanan-tekanan budaya dari masyarakat, seperti belajar membaca, dan yang lain lagi tumbuh dari nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi individual, seperti memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan. Tetapi pada umumnya, tugas-tugas dalam perkembangan muncul dari ketiga macam kekuatan ini secara serempak.” Pendidikan adalah faktor penting dalam pembangunan suatu bangsa. Kualitas suatu sistem pendidikan dapat memengaruhi kualitas suatu bangsa di masa depan. Ketika suatu bangsa mengalami keterpurukan dan diperparah dengan kualitas SDM yang rendah biasanya sering dikaitkan dengan lemahnya peran pendidikan dalam membantuk manusia yang unggul. Perkembangan berbagai aspek dari seorang individu anak tidak terjadi secara terpisah tetapi berjalan secara holistik serta dipengaruhi oleh berbagai faktor
internal
dan
eksternal.
Faktor
internal
adalah
berbagai
aspek
perkembangan yang dimiliki oleh anak, sementara faktor eksternal adalah guru, keluarga, dan berbagai sumber belajar yang lainnya. Jika anak telah masuk pada suatu program pendidikan, maka satu hal yang tidak kalah penting adalah kurikulum yang diterapkan oleh sekolah. Dari berbagai hasil penelitian di bidang tumbuh kembang anak dapat diketahui bahwa usia dini merupakan peletak dasar (fondasi awal) bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Karena pada usia ini pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak terjadi sangat pesat. Sekalipun Tuhan telah memberikan potensi bawaan pada anak, tetapi lingkungan memberikan sikap, kepribadian dan pengambangan kemampuan anak. Dilihat dari kacamata pendidikan, stimulasi/rangsangan terhadap perkembangan anak setidaknya memiliki beberapa fungsi sebagai berikut; (1) penanaman nilai-nilai dasar (budi pekerti dan agama), (2) pembentukan sikap dasar (disiplin, kejujuran, kemandirian dan kreativitas), (3) pengembangan kemampuan dasar (bahasa, motorik, kognitif dan sosial), dan (4) melejitkan semua potensi kecerdasan anak. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1, butir 14: Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
227
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. B. Anak Berkebutuhan Khusus Di Indonesia pada umumnya anak berkebutuhan khusus digolongkan sebagai berikut : Tuna Netra, Tuna Rungu, Tuna Wicara, Tuna Grahita, Tuna Daksa, Tuna Laras, Anak Berbakat, Tuna Ganda, dan Autisme. Berbagai berkebutuhan
istilah khusus,
lain yaitu
seringkali anak
cacat,
dikenakan ketunaan,
kepada
anak-anak
anak-anak
dengan
keterbatasan atau Handicapped, difable, atau istilah yang jauh lebih humanis yatu “anak yang special”, Special Children atau Exceptional Children. Mereka adalah individu-individu yang berbeda dengan individu sebayanya. Mereka memiliki kemampuan khusus di satu sisi dan ketidakmampuan di sisi yang lain. Meskipun mereka berbeda, namun orang tua, Guru, ataupun masyarakat tetap harus dapat menemukan apa karakter yang dimiliki anak-anak spesial ini yang sesuai dengan karakter-karakter pada anak-anak seusianya. Daniel P. Hallahan & James M. Kauffman dalam bukunya Exceptional Children : Introduction to Special Education (1988) menyampaikan bahwa anak berkebutuhan khusus bukanlah anak cacat atau anak dengan ke-tuna an, namun justru anak-anak yang memiliki potensi unik, sehingga ia menyebutnya sebagai anak spesial atau exceptional children. Hallahan & Kauffman (1988) menggolongkan anak berkebutuhan khusus sebagai berikut : Mental Retardation / Retardasi Mental, Autisme, Learning Dissability / Hambatan Belajar (Disleksia, Disgraphia, Diskalkulia, Attention Defisit and Hyperactive Disorder / ADHD atau disebut juga Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif / GPPH, dan hambatan belajar karena permasalahan psikologis), Emotional and Behavior Disorder / Gangguan Emosi & Perilaku, Speech and Language Dissability / Gangguan Bicara & Bahasa, Visual Impairment / Gangguan Penglihatan, Hearing Impairment / Gangguan Pendengaran, Physical Dissability / Gangguan Fisiologis, dan Gifted Children / Anak Berbakat C. Penanganan Terpadu bagi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam rangka mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integral yang
228
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
menunjang penyelenggaraan pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua (Education for All) mulai usia dini sebagai masa The Golden Age sampai dengan pendidkian tinggi. Konsep yang sudah diterapkan oleh UNESCO di atas memerlukan dukungan kuat dari semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan (stakeholders). Berkaitan dengan anak Berkebutuhan Khusus / ABK, mereka pun memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain seusia mereka, sebagai upaya untuk mengembangkan setiap potensi, bakat atau kemampuan, dan minat yang mereka miliki. Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk dapat memperoleh pendidikan. Di Indonesia sampai saat ini mengenal 3 model sistem pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa, yaitu : Model sekolah khusus sesuai dengan jenis permasalahannya, dengan nama Sekolah Luar Biasa (SLB), Model sekolah terpadu sesama anak berkebutuhan khusus, model sekolah terpadu atau inklusif, yaitu anak luar biasa / anak berkebutuhan khusus terpilih diintegrasikan pada
sekolah regular tertentu yang telah dipersiapkan.
Sebelumnya anak berkebutuhan khusus ini telah diseleksi oleh sekolah untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhannya (fisik maupun emosi nya) untuk melihat sarana dan prasaranan yang dimiliki sekolah. Penanganan dan pendampingan anak berkebutuhan khusus di sekolah harus memperhatikan beberapa prinsip tertentu, salah satu prinsip utama yang dirasakan menjadi landasan adalah penerimaan tanpa syarat atau Unconditional Positive Regard. Pemberian perlakuan bagi anak berkebutuhan khusus harus memiliki visi utama yaitu memberikan penerimaan kepada setiap anak yang spesial seperti hal nya anak-anak lain yang tidak memiliki hambatan khusus. Orangtua dan Guru harus dapat membersihkan hati dan fikiran mereka dari berbagai sigma negative seperti cacat, bodoh, malas, terbelakang, idiot, tertinggal, nakal, susah diatur, dan lain sebagainya. Pengasuhan dan pendampingan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah harus berkomitmen pada penerimaan adil tanpa syarat dan penuh penghargaan, sehingga anak-anak berkebutuhan khusus dapat selalu menikmati sekolah, serta merasa aman dan nyaman untuk mengaktualisasikan setiap potensi dirinya. Hallahan dan Kaufman (2011) mengatakan bahwa tritmen dan terapi terbaik bagi anak berkebutuhan khusus adalah tritmen dan terapi yang dilaksanakan secara terpadu, dengan fokus utama pada upaya bantu diri : yaitu mengurus atau merawat diri (self care), menolong diri (self help), dan kegiatan
229
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
sehari-hari
atau
Activities
of
Daily
Living
(ADL).
Penanganan
dan
pendampingan bagi anak berkebuuhan khusus di rumah maupun sekolah tidak boleh hanya difokuskan pada aspek kognitif semata, namun justru lebih diutamakan pada kemampuan komunikasi, hubungan dan interaksi dengan lingkungan, optimalisasi sensorimotor, dan optimalisasi potensi kognitif yang berproses, bukan terpaku pada target hasil. Dalam bina diri dilatihkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk merawat diri sehari-hari, seperti aktivitas makan dan minum secara mandiri, membersihkan diri secara mandiri (cuci tangan, cuci kaki, mandi, gosok gigi, BAB, BAK), menyisir rambut, mengenakan pakaian, dan lain sebagainya. Tritmen dan terapi bagi anak berkebutuhan khusus juga harus dikemas melalui aktivitas bermain dan eksplorasi yang menyenangkan dan bermakna, terutama dilakukan dengan media alami yang dapat lebih merangsang sensorimotor seperti pasir, air, tanah, rumput, daun kering, dan berbagai sarana yang tersedia di alam. DAFTAR PUSTAKA Barlow, D.H., & Hersen, M. 1984. Single case experimental designs: strategies for studying behavior change. New York: Pergamon. Direktorat PAUD. 2002. Jurnal Ilmiah PAUD Edisi Bulan Oktober. Jakarta Direktortat PAUD. 2004. Konsep Dasar Anak Usia Dini. Jakarta Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini. 2004. Modul Sosialisasi PAUD. Jakarta Hallahan, D. P & Kauffman, J. M. 1988. Exeptional Children. New Jersey: Prentice Hall Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
230