Vol. 2 No. 1 Hal. 167 - 172 Januari – Juni 2014
ISSN (Print) : 2337-6198 ISSN (Online) : 2337-618X
Penerapan Teori Piaget pada Pembelajaran IPA di SMP Lisa Ariyanti Pohan Dosen Kopertis Wilayah I Dpk. FKIP UISU Medan Jl. Sisingamangaraja Medan E-mail:
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja. Proses pembelajarannya menekanzkan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Sesuai dengan teori pembelajaran konstruktivisme oleh Piaiget. Katakunci : Teori Piaget, Pembelajaran IPA
I. Pendahuluan A. Konsep Teori Perkembangan Piaget Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak belajar. Menurut Jean Piaget, sifat pengetahuan dan relasi pemelajar dengan realitas adalah persoalan filosofis. Pengetahuan adalah mengetahui dan ia adalah sebuah proses yang diciptakan melaui aktivitas pemelajar yaitu aktivitas anak berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya maka terjadi proses belajar. Pertumbuhan anak secara biologis sejalan dengan pertumbuhan kecerdasannya. Oleh karena itu menurut Piaget (1980) dalam buku Learning and Instruction, kecerdasan bukan ciri statis yang dapat dinilai secara kuantitatif. Sebaliknya kecerdasan adalah aktif, dinamis dan senantiasa berubah. Perubahan ini dipen garuhi karena ada interaksi terus-menerus dengan lingkungan dan membentuk struktur yang mereka butuhkan dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan. Pendapat Piaget (1980), bahwa organisasi bukan agen pasif dalam perkembangan kognitif didukung oleh riset awalnya terhadap moluska (sejenis karang). Dia menemukan bahwa moluska tertentu yang dipindah dari habitat air tenang ke air yang beriak, memunculkan “kaki” tambahan untuk bertahan menempel di batu pada arus yang mengalir kuat. Lebih jauh perubahan biologis ini, yang terjadi sebagai respons terhadap perubahan lingkungan, diwarisi oleh beberapa keturunan moluska. Bagi beberapa organism, perubahan ini dipertahankan saat mereka dipindah kembali ke air yang tenang. Demikian pula kecerdasan mengonstruksi struktur kognitif yang dibutuhkan dalam proses adaptasi dengan lingkungan. Pernahkah kita melihat seorang bayi yang meneliti dengan seksama sebuah mainan baru? Ia memasukkannya ke dalam mulut untuk mengetahui rasanya, menggoyangkannya, mengangkatnya, menjatuhkannya, mengambilnya kembali dan memutarmutarkannya sehingga ia bisa melihat dari segala sisi. Proses penelitian inilah yang kita sebut dengan belajar secara menyeluruh (Global Learning). Marilah kita melihat beberapa tonggak belajar pada usia awal seorang anak yang normal dan sehat. Saat seorang anak merayakan ulang tahun yang pertama dan pada saat itu seorang anak mulai pandai berjalan. Suatu proses yang sangat rumit sampai seorang anak bisa berjalan. Dia
167
Lisa Ariyanti Pohan: Penerapan Teori Piaget pada Pembelajaran IPA di SMP
harus mengalami jatuh bangun, terbentur benda keras. Namun kata menyerah tidak ada dalam kamus seorang anak yang masih mungil struktur otot-ototnya. Saat berusia dua tahun anak mulai berkomunikasi dengan bahasa, keterampilan yang dipelajari tanpa buku, tata bahasa, sekolah, atau ujian. Nyatanya kebanyakan anak pada ulang tahun kelimanya sudah mampu mempelajari 90% semua kata yang selalu kita gunakan selama hidup kita.
B. Faktor-faktor Esensial dalam Perkembangan Kognitif Ada empat faktor yang diperlukan untuk transformasi perkembangan dari suatu bentuk penalaran ke bentuk yang lain. Faktor itu adalah lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial, dan proses penyeimbangan (equilibration). (Piaget, 1977) : Kontak dengan lingkungan fisik dan adaptasi dengan lingkungan merupakan hal yang penting karena interaksi antar individu dan dunia adalah sumber pengetahuan. Adaptasi dengan lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan penginterpretasian pengalaman-pengalaman baru dalam hubungannya dengan skema-skema yang telah ada. Namun, kontak itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali individu dapat menggunakan pengalamannya. Kematangan sistem saraf merupakan hal yang sangat mempengaruhi merealisasikan manfaat maksimum dari pengalaman fisik. Tahap sensori motor merupakan tahap awal perkembangan mental anak dari umur 0-2 tahun contohnya ketika kemunculan koordinasi mata dan tangan bayi merupakan hal yang penting untuk mengkonstruksi skema tindakan bayi seperti menjangkau, memegang, dan menarik. Perkembangan mental itu terus bertambah hingga mencapai puncaknya pada tahap operasional formal berusia 11 tahun sampai dewasa. Pada tahap operasional formal ini seorang anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan logis. Anak akan membangun sendiri skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya. Di sini peran guru sebagai fasiltator dan bukan sebagai pemberi informasi. Guru perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para siswanya. Lingkungan sosial mencakup peran bahasa dan pendidikan dan khususnya kontak dengan orang lain. Jika tidak ada interaksi sosial, anak yang yakin pada keyakinan subjektifnya kemudian tidak akan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengubah ide yang salah. Perbedaan dalam pengalaman sosial seperti halnya pengalaman fisik dapat mempercepat atau memperlambat perkembangan struktur kognitif. Penyeimbangan yaitu merupakan faktor terdiri dari seperangkat proses yang menjaga keadaaan yang tetap di dalam fungsi intelektual di tengah-tengah transformasi dan perubahan. Proses akomodasi terdapat di sini yaitu dengan memodifikasi skema-skema yang ada untuk mencocokkannya dengan situasi baru. Penyeimbangan mengatur interaksi individu dengan lingkungan dan memungkinkan perkembangan kognitif untuk maju secara koheren dan tertata. Peran ekuilibrasi adalah untuk mempertahankan fungsi kecerdasan.
C. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semua berasal dari bahasa Inggris ”science”. Kata science sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin ”scientia” yang berarti saya tahu. ”science” terdiri dari ”social science” (ilmu penetahuan sosial) dan ”natural science” (Ilmu Pengetahuan Alam) secara singkat sering disebut Sains. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara harfiah
168
Lisa Ariyanti Pohan: Penerapan Teori Piaget pada Pembelajaran IPA di SMP
dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, produk, dan prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiayan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method) (Marsetio dalam Trianto, 2010). Secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi, fisika, dan kimia. Manurut kurikulum 2013 Kompetensi Dasar (KD) IPAdiorganisasikan ke dalam empat Kompetensi Inti (KI). Kompetensi Inti (KI) 1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kompetensi Inti (KI) 2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial. Kompetensi Inti (KI) 3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan Kompetensi Inti (KI) 4 berisi KD tentang Ilmu Pengetahuan Alam penyajian pengetahuan. Kompetensi Inti (KI) 1, Kompetensi Inti (KI) 2, dan Kompetensi Inti (KI) 4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam Kompetensi Inti (KI)3. Kompetensi Inti (KI) 1 dan Kompetensi Inti (KI) 2 tidak diajarkan langsung (direct teaching), tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran.
D. Penerapan Teori Piaget Pada Pembelajaran IPA di SMP Hasil penelitian Corebima, (2000) terbukti bahwa penalaran siswa SLTP terhadap mata pelajaran biologi dapat berkembang melalui pertanyaan yang bersifat pemahaman, aplikasi, dan sintesis senada dengan penelitian tersebut, Pudyarjo dalam Wasih, (1998: 27) menyatakan bahwa proses pembelajaran IPA di SD yang dipraktikkan selama ini tidak mampu mengembangkan dan membentuk kemandirian siswa. Proses pembelajaran mengarah kepada sikap yang pasif, membuat siswa kurang percaya diri dan tidak dilatih berfikir kritis guna mengembangkan penalarannya. Indikator lain juga menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahamim konsep IPA, antara lain nampak dalam kegiatan proses belajar mengajar dimana siswa kurang perhatian dan rasa ingin tahu terhadap materi yang dipelajari (Rahayu, 1999:79). Hal ini tercermin dari kenyataan bahwa selama dalam proses pembelajaran hampir tidak ada pertanyaan dari siswa. Segala sesuatu yang disampaikan seolah-olah sudah merupakan fakta final, dan tidak ada yang perlu dikembangkan. Selain itu, jika guru melontarkan pertanyaan kepada siswa pada saat proses pembelajaran di kelas sedang berlangsung, jawaban yang diberikan siswa seringkali tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh guru. Pembelajaran 1PA dengan model pembelajaran konstruktivisme merupakan salah satu alternatif model pembelajarn
169
Lisa Ariyanti Pohan: Penerapan Teori Piaget pada Pembelajaran IPA di SMP
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman belajar secara langsung. Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada beberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai informasi. Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu: 1) memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud., 2) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan, 3) memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu –individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam bentuk klasikal, 4) mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan–gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat di simulasi.
E. Diskusi Sesuai dengan karakter siswa pada umur Sekolah Menengah Pertama tentang perkembangan mental kematangan sistem saraf merupakan hal yang sangat mempengaruhi merealisasikan manfaat maksimum dari pengalaman fisik. Mulai usia 11 tahun sampai dewasa tahap operasional formal ini seorang anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan logis. Anak akan membangun sendiri skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya. Di sini peran guru sebagai fasiltator dan bukan sebagai pemberi informasi. Guru perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para siswanya. Oleh karena itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang mengakomodir potensi kematangan berpikir siswa dalam tahap operasional formal. Implementasi proses pembelajaran di kelas perlu diterapkan model pembelajaran yang membuat siswa aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dapat tercapai. Meskipun demikian, hingga saat ini pemberdayaan penalaran siswa dalam pembelajaran IPA masih rendah (Corebima. 1999:18). Kenyataan yang ditemukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA maupun evaluasinya selama ini terbukti bahwa aspek penalaran tidak pernah dikelola secara langsung, terencana atau terprogram. Hal ini berdampak pada lambannya perkembangan intelektual siswa, artinya siswa tidak mampu berfikir kritis, bahkan malas untuk berfikir. Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada beberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai informasi.
170
Lisa Ariyanti Pohan: Penerapan Teori Piaget pada Pembelajaran IPA di SMP
Proses Pembelajaran Berdasarkan Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan adalah bagaimana kita menjadi tahu mengenai apa yang tidak kita ketahui, melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya dan mentransformasikannya ke dalam pikirannya dengan bantuan struktur mental (skemata) siswa yang telah ada di dalam pikirannya untuk menjadi tahu tentang pengetahuan baru tersebut(Suparmo, 1997 : 12). Guru sebaiknya menyediakan diri sebagai model dalam cara menyelesaikan masalah bersama siswa. Guru hadir sebagai nara sumber dan bukan menjadi penguasa yang memaksakan jawaban benar, biarkan siswa bebas membangun pemahaman mereka sendiri. Guru mengamati pembelajar selama beraktifitas dan mendengarkan secara seksama atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari siswa. Menurut pandangan konstruktivisme proses belajar didasarkan pada suatu anggapan bahwa pembelajar membangun atau mengkonstruksi sendiri pengalaman/pengetahuan dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar. R.W ; 1990: 160). Dahar. R.W (1990) menyatakan bahwa implikasi pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran yaitu pertama, dalam mengajar guru harus memperhatikan pengetahuan awal siswa yang dibawah dari luar sekolah. Kedua, mengajar bukan berati meneruskan gagasan/ide guru kepada siswa, melainkan merupakan suatu proses untuk mengubah gagasan/ide siswa yang sudah dimilikinya yang mungkin salah. Ausebel (1990 : 6) menyatakan bahwa jika pengajaran tidak mengindahkan gagasan / ide yang dibawa siswa maka akan membuat miskonsepsimiskonsepsi anak semakin kompleks dan stabil. Pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme hendaknya menekankan pada langkah-langkah berikut. Pertama guru sebaiknya memilih pengalaman belajar yang mendukung konsep yang akan dipelajari siswa. Kedua, siswa menyusun pengertian pribadinya terhadap pengalaman belajar tersebut, sehingga pengetahuan yang disusun itu harus bermakna bagi siswa itu sendiri. Ketiga, pengetahuan yang telah dikonstruksi oleh siswa itu sendiri itu dievaluasi melalui diskusi, masing-masing siswa mengemukakan pendapatnya dan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif. Keempat, masing-masing siswa mengkonstruksi kembali tentang pengertiannya dengan dikaitkan pengalaman aslinya. Konstruksi pengetahuan yang sesuai dengan kriteria, akan diterima secara ilmiah, sedangkan yang tidak sesuai (cocok) akan dimodifikasi, adaptasi melalui akomodasi sampai diterima secara ilmiah.
Daftar Pustaka Dahar, R.W.1991. Teori-teori Belajar.Bandung : Penerbit Erlangga. DePorter & Hernacki,M.1999.Quantum Learning. Bandung : Kaifa. Corebima, A.D. 1999. Proses dan Hasil Pembelajaran MIPA di SD, SLTP, dan SMU: Perkembangan Penalaran Siswa Tidak Dikelola Secara Terencana. Proceding Seminar in Quality Improvement or Mathematics and Science Education in Indonesia (JICA) Bandung. Gredler, M.E.2003. Learning and Instruction : Teori dan Aplikasi. University of South Carolina. Suparmo. P, 1996. Konstruktivisme dan dampaknya terhadap Pendidikan. Artikel pada harian Kompas Edisi Selasa 19 Nopember 1997. Rahayu, SI. 1999. Peningkatan Mutu Pendidikan Sains. JMS. 4 (1): 25-30. Rustaman, N.Y, Dirdjosaemarto S., Yudianto, S.A., Ahmad Y., Subekti R., Rochimtaniawati, D., dan Kusumawati,M.N. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Common Textbook (Edisi Revisi). Bandung: FPMIPA UPI.
171
Lisa Ariyanti Pohan: Penerapan Teori Piaget pada Pembelajaran IPA di SMP
Trianto, 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara : Jakarta. UNESCO. (1973 – 1977). New trend in Integrated Science Teaching Vol. I – II – III – IV. Paris:UNESCO. Eggen, P. & Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta : penerbit indeks.
172