PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII MTs ALKHAIRAAT PUSAT PALU Apsah Ude E-mail:
[email protected] Wayan Sukayasa E-mail:
[email protected] Tegoeh S. Karniman E-mail:
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tentang penerapan model pembelajaran Van Hiele yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kubus dan balok di kelas VIII MTs Alkhairaat Pusat Palu. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Rancangan penelitian ini mengacu pada desain penelitian Kemmis dan Mc. Taggart yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi dan 4) refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTs Alkhairaat Pusat Palu yang berjumlah 25 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Data pada penelitian ini dikumpulkan melalui lembar observasi, wawancara, catatan lapangan dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kubus dan balok, dengan mengikuti fasefase sebagai berikut: 1) informasi, 2) orientasi terarah, 3) penegasan, 4) orientasi bebas, dan 5) integrasi. Kata Kunci: Model pembelajaran Van Hiele, hasil belajar, kubus, balok. Abstract: The aim of this research was to obtaining description about application of Van Hiele model can improve learning outcomes of student about cube and beam at grade VIII MTs Alkhairaat Pusat Palu. This research is a classroom action research. The design of this research refers to the study design Kemmis and Mc. Taggart: 1) planning, 2) acting, 3) observing and 4) reflecting. The subject were students of grade VIII MTs Alkhairaat Pusat Palu totaling 25 students. This research was conducted in two cycles. Data of this research was collected through observation sheet, interview, nod fields and tes. The results showed that the application of the learning model van hiele can Improve Learning Outcomes Of Student about cube and beam through the phases, namely 1) information, 2) directed orientation, 3)explication, 4) free orientation, and integration. Keywords: Van Hiele model, achievment, cube, beam.
Pembelajaran matematika bertujuan untuk membentuk kemampuan nalar dalam diri setiap siswa yang tercermin pada kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, jujur dan disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006). Oleh karena itu pelajaran matematika sangat penting dipelajari mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi. Pembelajaran matematika SMP/MTs mencakup beberapa materi yaitu bilangan, aljabar, geometri, dan statistik. Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan SMP, materi geometri mendapatkan porsi yang besar dari keseluruhan isi kurikulum jika dibandingkan materi lain. Geometri pada dasarnya mempunyai peluang yang besar untuk dimengerti anak dibandingkan dengan cabang matematika lainnya, karena benda-benda geometri dapat dijumpai anak-anak di lingkungannya. Tapi masih banyak siswa yang menganggap materi geometri itu sulit. Terkait dengan hal tersebut peneliti melakukan dialog dengan guru matematika MTs Alkhairaat Pusat Palu. Berdasarkan hasil dialog diperoleh informasi bahwa pembelajaran cenderung didominasi oleh guru. Sehingga siswa kurang mendapat kesempatan untuk
Apsah Ude, Wayan Sukayasa, dan Tegoeh S. Karniman, Penerapan Model … 99 mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Peneliti juga memperoleh informasi tentang kesulitan siswa dalam mempelajari geometri. Satu diantara kesulitan siswa dalam mempelajari geometri adalah siswa masih sulit membedakan unsur-unsur kubus dan balok yaitu sisi, rusuk, titik sudut, diagonal sisi, diagonal ruang, dan bidang diagonal. Menindaklanjuti hasil dialog dengan guru, peneliti melakukan tes identifikasi. Satu diantara soal yang diberikan yaitu: Diberikan kubus ABCD.EFGH tentukan semua: a. sisi ANTI01 b. titik sudut c. rusuk ANTI04 d. diagonal ruang e. diagonal sisi ANTI06 f. bidang diagonal Gambar 1. Soal tes identifikasi
ANTI02 ANTI03
ANTI05 Gambar 2. Jawaban AN
Jawaban siswa terhadap tes identifikasi dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri kesalahan yang hampir sama. Satu diantara kelompok jawaban siswa terhadap tes identifikasi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Siswa AN menuliskan sisi = ABCD, EFGH (ANTI01). Selanjutnya titik sudut = AD, HD, CD (ANTI02), rusuk = AE, FB, GC, AB, BC, EF, HG (ANTI03). Kemudian diagonal bidang = ada 12 (ANTI04), diagonal ruang = GA, EB, HB, FA (ANTI05) dan bidang diagonal = HF, FB, BD, DH (ANTI06). Siswa AN sudah bisa menuliskan dua sisi dari kubus hanya saja tidak lengkap karena tidak menuliskan keempat sisi yang lainnya yaitu: ABEF, CDGH, BCFG, ADEH (ANTI01). Jawaban siswa AN juga tidak lengkap dalam menuliskan rusuk, karena tidak menuliskan rusuk FG, CD, DH, AD, EH (ANTI03). Selanjutnya jawaban siswa AN dalam menuliskan titik sudut masih salah (ANTI02). Siswa AN tidak menuliskan titik sudut melainkan menuliskan rusuk, seharusnya siswa AN menjawab A, B, C, D, E, F, G, dan H. Siswa AN juga tidak menuliskan semua diagonal bidang yang diminta melainkan hanya menuliskan bahwa diagonal bidang ada 12 (ANTI04). Seharusnya siswa AN menjawab diagonal bidang: AC, BD, EG, FH, AF, BE, CH, DG, BG, CF, AH, dan DE. Kemudian jawaban siswa AN dalam menuliskan dua diagonal ruang sudah benar, tetapi siswa AN salah karena menuliskan EB dan FA sebagai diagonal ruang (ANTI05). Seharusnya siswa AN menjawab diagonal ruang: AG, CE, HB, dan DF. Sedangkan jawaban siswa AN dalam menuliskan bidang diagonal salah karena menuliskan rusuk dan diagonal sisi sebagai bidang diagonal (ANTI06). Seharusnya siswa AN menuliskan bidang diagonal: ABGH, CDEF, BCEH, ADFG, dan AECG. Berdasarkan permasalahan siswa kelas VIII di MTs Alkhairaat Pusat Palu yang diperoleh dari hasil pengamatan, hasil dialog dengan guru bidang studi matematika dan hasil tes identifikasi masalah, peneliti berasumsi bahwa siswa kurang memahami materi unsur-unsur kubus dan balok. Selain itu diperoleh informasi bahwa kegiatan belajar mengajar di kelas masih didominasi oleh guru, sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengkonstruksi pemahamannya dan mengemukakan pendapatnya ataupun bertanya masalah yang kurang dipahaminya. Hal ini menyebabkan siswa tidak belajar secara bermakna, sehingga siswa cepat lupa dengan materi yang telah dipelajarinya. Masalah tersebut dapat teratasi dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Menurut Thohari (2010), model pembelajaran Van Hiele adalah satu diantara pembelajaran yang cocok digunakan pada materi geometri karena selain memberikan
100 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, model pembelajaran Van Hiele juga dapat merespon kebutuhan semua siswa yang mungkin bervariasi dalam tingkat berpikir dan kemampuan geometrinya. Menurut Safrina (2014) model pembelajaran Van Hiele adalah pembelajaran yang memperhatikan tahap berpikir peserta didik, serta memiliki fase-fase yang terstruktur di dalam penerapannya. Van Hiele mengajukan pembelajaran yang melibatkan lima fase untuk meningkatkan satu tahap berpikir ke tahap berpikir yang lebih tinggi, yaitu: a) fase informasi yang bertujuan agar guru dapat mempelajari pengetahuan awal apa yang dimiliki siswa tentang topik yang dipelajari dan siswa mempelajari arah studi selanjutnya yang akan diambil, b) orientasi terarah yang bertujuan merangsang siswa secara aktif untuk mengeksplorasi objek-objek untuk mendapatkan hubungan prinsip dari hubungan yang sudah terbentuk, guru hanya mengarahkan siswa, c) penegasan yaitu guru mengenalkan terminologi tentang geometri dan mewajibkan siswa untuk menggunakannya dalam percakapan dan dalam mengerjakan tugas, d) orientasi bebas guru menyediakan tugas yang dapat dilengkapi siswa dengan cara yang berbeda dan membuat siswa menjadi lebih cakap dengan pengetahuan geometri yang sudah diketahui sebelumnya, dan e) integrasi pembelajaran dirancang untuk membuat ringkasan dari apa yang telah dipelajari. Hasil penelitian Susanti (2011) menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Van Hiele dengan alat peraga efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi pokok bangun ruang sisi datar kelas VIII MTs Darussalam Kroya. Selanjutnya Sari (2014) menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami sifat-sifat serta unsur-unsur balok dan prisma di SMP Negeri 1 Biromaru. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana penerapan model pembelajaran Van Hiele yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kubus dan balok di kelas VIII MTs Alkhairaat Pusat Palu? METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Desain penelitian ini mengacu pada model Kemmis dan Mc. Taggart (2013) yang terdiri atas 4 komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII MTs Alkhairaat Pusat Palu yang terdaftar pada tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah 25 orang siswa perempuan, dipilih tiga orang siswa sebagai informan dengan karakteristik informan yaitu AP berkemampuan rendah, MU berkemampuan sedang, dan NJ berkemampuan tinggi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi, wawancara, catatan lapangan, dan tes. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada analisis data kualitatif model Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keberhasilan tindakan dapat diketahui dari aktivitas guru dalam mengelolah pembelajaran di dalam kelas, aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Van Hiele melalui lembar observasi dianalisis minimal berkategori baik. Kriteria keberhasilan pada siklus I yaitu siswa dapat menentukan unsurunsur kubus dan balok. Sedangkan pada siklus II yaitu siswa dapat membuat jaring-jaring kubus dan balok serta menemukan luas permukaan kubus dan balok.
Apsah Ude, Wayan Sukayasa, dan Tegoeh S. Karniman, Penerapan Model … 101 HASIL PENELITIAN Peneliti melakukan tes awal tentang materi prasyarat yaitu bangun datar dan jenis-jenis bangun ruang. Berdasarkan hasil analisis tes awal diperoleh informasi bahwa dari 25 siswa yang mengikuti tes, terdapat 23 siswa yang tidak tuntas. Umumnya siswa salah dalam mengelompokkan bangun ruang. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa mengenai materi prasyarat yang diberikan masih rendah. Oleh karena itu sebelum masuk ke tahap pelaksanaan tindakan peneliti bersama siswa membahas kembali soal-soal pada tes awal. Tujuan tes awal yaitu untuk mengetahui kemampuan prasyarat yang dimiliki siswa dan sebagai acuan untuk membentuk kelompok belajar yang heterogen dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian ini terdiri atas dua siklus. Setiap siklus dilakukan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama siklus I dilaksanakan dengan menerapan model pembelajaran Van Hiele pada materi unsur-unsur kubus dan balok. Sedangkan pertemuan pertama siklus II dilaksanakan dengan menerapan model pembelajaran Van Hiele pada materi jaring-jaring kubus dan balok serta menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok. Pelaksanaan tes akhir tindakan dilakukan pada pertemuan kedua untuk setiap siklus. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam tiga tahap yaitu: 1) kegiatan awal, 2) kegiatan inti, dan 3) kegiatan penutup. Kegiatan awal pada setiap siklus yaitu peneliti memulai pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa, dan mengecek kehadiran siswa. Siswa yang hadir pada pertemuan pertama setiap siklus yaitu sebanyak 25 siswa. Selanjutnya peneliti menyampaikan materi yang akan dipelajari. Materi yang dipelajari pada siklus I yaitu unsur-unsur kubus dan balok. Sedangkan pada siklus II mengenai materi jaring-jaring serta luas permukaan kubus dan balok. Selanjutnya peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan pembelajaran pada siklus I yaitu siswa dapat menentukan unsur-unsur kubus dan balok. Sedangkan tujuan pembelajaran pada siklus II yaitu 1) siswa dapat membuat jaring-jaring kubus dan balok, 2) siswa dapat menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok. Setelah tujuan pembelajaran disampaikan, siswa menjadi tahu tujuan dari kegiatan pembelajaran dan terarah dalam belajar. Setelah itu peneliti melakukan apersepsi dengan mengingatkan kembali pengetahuan prasyarat siswa. Materi prasyarat pada siklus I yaitu jenis-jenis bangun ruang. Sedangkan materi prasyarat pada siklus II yaitu unsur-unsur beserta sifat-sifat kubus dan balok. Hasil yang diperoleh setelah siswa diberikan apersepsi yaitu siswa menjadi ingat kembali dan lebih memahami materi prasyarat sebelum mempelajari materi selanjutnya. Kemudian peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar siswa bersemangat dalam pembelajaran. Motivasi yang diberikan pada siklus I yaitu menyampaikan manfaat mempelajari materi unsur-unsur kubus dan balok. Satu diantara manfaatnya yaitu dengan memahami konsep unsur-unsur kubus dan balok, siswa dapat menggambar atau merancang suatu bangunan dengan benar. Contohnya pada pembuatan ruang kelas, untuk membuat ruang kelas maka siswa terlebih dahulu harus mengetahui unsur-unsur ruang kelas yang akan dibuat tersebut. Sedangkan pada siklus II peneliti menyampaikan manfaat mempelajari jaring-jaring kubus dan balok dalam kehidupan sehari-hari misalnya siswa ingin membuat kotak kado dari karton yang berbentuk balok, maka dengan mengetahui cara membuat jaring-jaring balok siswa dengan mudah membuat kotak kado tersebut. Setelah siswa mengetahui manfaatnya, siswa menjadi termotivasi dan bersemangat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Langkah-langkah yang dilakukan pada kegiatan inti yaitu: menerapkan fase-fase model pembelajaran Van Hiele yang terdiri atas 1) informasi, 2) orientasi terarah, 3) penegasan, 4) orientasi bebas, dan 5) integrasi. Kegiatan yang dilakukan pada fase informasi yaitu peneliti menjelaskan tentang fase-fase model pembelajaran Van Hiele yang diterapkan dalam
102 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
pembelajaran. Reaksi siswa pada siklus I adalah siswa masih kebingungan karena model pembelajaran Van Hiele merupakan model pembelajaran yang baru bagi mereka. Sedangkan pada siklus II siswa sudah memahami model pembelajaran yang diterapkan. Aktivitas pada fase orientasi terarah yaitu peneliti mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok belajar. Kelompok yang terbentuk sebanyak enam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Selanjutnya peneliti memberikan penjelasan mengenai LKS dan menekankan kepada siswa agar terlibat aktif dalam kelompoknya. Selama proses pengerjaan LKS berlangsung pada siklus I, peneliti memantau seluruh siswa dan menjadi fasilitator bagi siswa jika mengalami kesulitan. Sebagian siswa mengalami kesulitan sehingga peneliti membantu siswa dalam mengerjakan LKS dengan cara memberikan contoh unsur-unsur yang ada pada kubus. Sedangkan pada siklus II, siswa memahami permasalahan yang disajikan dalam LKS tentang materi jaring-jaring kubus dan balok serta menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok. Kondisi siswa menunjukkan kerjasama yang baik dalam kelompok dan berani bertanya kepada peneliti. Kegiatan yang dilakukan pada fase penegasan yaitu peneliti meminta masing-masing perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Selanjutnya peneliti mengajak siswa untuk mengungkapkan ide-idenya dengan menggunakan bahasa mereka dan mendiskusikan jawaban yang telah dipresentasikan. Capaian siswa pada fase penegasan yaitu siswa secara aktif mengungkapkan ide-idenya melalui diskusi kelompok. Aktivitas pada fase orientasi bebas yakni peneliti memberikan tes individu kepada seluruh siswa dan mengawasi agar mereka tetap aktif mengerjakan soal masing-masing. Selama proses pengerjaan tes individu berlangsung peneliti memantau seluruh siswa dan menjadi fasilitator bagi siswa jika mengalami kesulitan. Siswa memperoleh pengalaman langsung dalam menyelesaikan soal secara mandiri. Kegiatan pada fase integrasi yaitu peneliti mengajak siswa membuat rangkuman secara tertulis. Selanjutnya dengan bimbingan peneliti bersama-sama menyimpulkan mengenai materi yang telah dipelajari. Peneliti membimbing siswa menyimpulkan materi tentang unsur-unsur kubus dan balok pada siklus I. Selanjutnya siklus II peneliti membimbing siswa menyimpulkan materi tentang jaring-jaring serta rumus luas permukaan kubus dan balok. Kondisi siswa pada fase integrasi yaitu siswa mampu menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Pertemuan kedua dari setiap siklus, peneliti memberikan tes akhir tindakan. Hasil tes yang diperoleh pada siklus I yaitu dari 24 siswa yang mengikuti tes, 15 siswa tuntas dan 9 siswa tidak tuntas. Tes akhir tindakan pada siklus I terdiri atas 4 nomor soal. Satu diantara soal yang di berikan adalah sebagai berikut: Pada gambar kubus di samping tuliskan yang termasuk: a. Rusuk e. Bidang diagonal b. Sisi f. Diagonal ruang c. titik sudut d. Diagonal bidang Gambar 3. Soal tes akhir siklus 1 Hasil tes akhir tindakan siklus I menunjukkan bahwa umumnya siswa dapat menyelesaikan soal unsur-unsur kubus dan balok. Terdapat siswa yang melakukan kesalahan pada soal nomor 2, satu diantaranya yaitu siswa MU. Jawaban siswa MU tersebut ditampilkan pada Gambar 4.
Apsah Ude, Wayan Sukayasa, dan Tegoeh S. Karniman, Penerapan Model … 103 MUTS102
MUTS101
MUTS104
MUTS103
MUTS106
MUTS105 Gambar 4. Jawaban MU
Gambar 4 menunjukkan bahwa siswa MU menuliskan sisi = ABCD, BCFG, EFGH, ADEH, DCHG (MUTS101), rusuk = AB, BC, CD, DA, AE, EF, FG, GH, HE (MUTS102), titik sudut = A, B, C, D, E, F, G,H, (MUTS103), diagonal ruang = AC, DF, CE, AG, GE,BH (MUTS104). Selanjutnya diagonal bidang = AC, BD, AF, BE, BG, HG, CF, ED, HA, GD, HC, FA (MUTS105) dan bidang diagonal = ABGE, DCFH, EFGA, CDEG (MUTS106). Jawaban siswa MU sudah benar dalam menuliskan sisi, titik sudut, diagonal bidang dan bidang diagonal (MUTS101), (MUTS103), (MUTS105), (MUTS106). Tapi jawaban siswa MU tidak lengkap dalam menuliskan rusuk dari balok karena hanya menuliskan 9 rusuk dari 12 rusuk balok (MUTS102). Sedangkan jawaban siswa MU sudah benar dalam menuliskan diagonal ruang hanya saja jawabannya tidak lengkap dan jawaban siswa MU juga salah karena menuliskan AC, DF, CE, AG sebagai diagonal ruang (MUTS104). Seharusnya siswa MU menuliskan diagonal ruang: AG, CE, HB dan DF. Untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kesalahan siswa MU, peneliti melakukan wawancara dengan MU sebagaimana transkrip wawancara berikut ini: MU S1 11 P: coba lihat nomor dua bagian b) rusuk yang MU tuliskan kurang lengkap jadi poinnya juga kurang. Sedangkan bagian d) diagonal ruang yang MU tuliskan sudah benar, hanya saja disini (sambil menunjuk jawaban) MU juga menuliskan kalau AC dan GE juga merupakan diagonal ruang. MU S1 12 S: oh iya . Salah tulis itu, AC dan GE itu diagonal bidang Ustadzah MU S1 13 P: nah apa itu diagonal ruang dan diagonal bidang? MU S1 14 S: kalau tidak salah ingat ustadzah diagonal ruang itu ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan dalam ruang. Kalau diagonal bidang yaitu ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan pada bidang seperti ini (sambil menunjukkan pada gambar kubus). Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa MU diperoleh informasi bahwa siswa MU keliru dalam menuliskan diagonal ruang (MUTS104). Kesalahan tersebut disebabkan karena siswa kurang teliti ketika mengerjakan soal. Hasil tes akhir tindakan siklus II yaitu dari 25 siswa yang mengikuti tes, 20 siswa tuntas dan 5 siswa lainnya tidak tuntas. Tes yang diberikan terdiri atas 4 nomor, satu di antara soal yang diberikan yaitu:
104 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
Hitunglah luas permukaan kubus pada Gambar 4 NJTS201 NJTS202 NJTS205 NJTS203 NJTS206 NJTS204 Gambar 4. Kubus
Gambar 5. Jawaban siswa NJ
Gambar 5 menunjukkan bahwa siswa NJ menuliskan yang diketahui (NJTS201). Kemudian menuliskan yang ditanyakan yaitu luas permukaan kubus (NJTS202). Selanjutnya siswa NJ menuliskan (NJTS203) kemudian (NJTS204) dan diperoleh (NJTS205), sehingga hasil akhirnya (NJTS206). Siswa NJ sudah benar dalam menuliskan yang diketahui, ditanyakan, rumus luas permukaan kubus, dan pengoperasian aljabarnya (NJTS201), (NJTS202), (NJTS203), (NJTS204), (NJTS205). Hanya saja jawaban siswa NJ tidak lengkap karena tidak menuliskan satuan dari luas permukaan kubus (NJTS206), seharusnya siswa NJ menuliskan . Hasil analisis tes akhir tindakan siklus II menunjukkan ada beberapa siswa tidak menuliskan satuan dari luas permukaan kubus (NJTS206). Untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kesalahan siswa NJ, peneliti melakukan wawancara dengan siswa NJ sebagaimana transkrip wawancara berikut: NJ S2 07 P : ustadzah lihat jawabanmu sudah benar semua. Hanya saja kamu tidak menuliskan kesimpulannya dan tidak menuliskan satuannya pada soal menghitung luas permukaan kubus dan balok sehingga poinnya kurang NJ S2 08 S : iya ustadzah saya kira tidak perlu lagi dituliskan kesimpulannya, terus kalau satuannya itu saya lupa tapi terakhirnya saya tulis ko ustadzah. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa NJ diperoleh informasi bahwa siswa NJ sudah dapat menuliskan dengan lengkap apa yang diketahui dan ditanyakan, sudah dapat menuliskan rumus luas permukaan kubus dan menyelesaikannya dengan benar, namun siswa lupa menuliskan satuannya. Aspek-aspek yang diamati terhadap aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran menggunakan lembar observasi, yaitu: 1) guru membuka pembelajaran dengan memberi salam, mengajak siswa untuk berdoa bersama sebelum belajar, 2) guru mengecek kehadiran dan kesiapan belajar siswa, 3) guru memberikan informasi tentang materi yang akan dipelajari dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, 4) guru memberi apersepsi kepada siswa, 5) guru memberikan motivasi kepada siswa, 6) guru menggali pengetahuan awal siswa dan mengamati dengan seksama jawaban yang diberikan siswa, 7) guru mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok belajar yang telah ditentukan dan membagikan LKS, 8) guru memberikan penjelasan secukupnya mengenai LKS serta membantu siswa jika mengalami kesulitan dalam mengerjakannya, 9) memilih perwakilan dua dari 6 kelompok untuk menunjukkan hasil diskusi kelompoknya dan memberikan kesempatan yang sama kepada kelompok lain untuk menanggapi, 10) memberikan kesempatan kepada siswa agar mau mengungkapkan ide-ide mereka dengan menggunakan bahasanya sendiri, serta membantu siswa menggunakan bahasa yang baku, 11) memberikan pujian kepada siswa yang mampu mengungkapkan ide-idenya dengan bahasa yang baku, 12) guru memberikan tugas individu dan memberikan bantuan jika siswa mengalami
Apsah Ude, Wayan Sukayasa, dan Tegoeh S. Karniman, Penerapan Model … 105 kesulitan, 13) guru mengarahkan siswa membuat rangkuman mengenai materi yang telah dipelajari, 14) menutup pembelajaran dan memberikan tugas (PR) kepada siswa, 15) efektivitas pengelolaan waktu dan 16) penampilan guru dalam proses pembelajaran. Hasil yang diperoleh pada siklus I, aspek 1, 2, 3, 7 berkategori sangat baik dan aspek 4, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 14 dan16 berkategori baik. Sedangkan aspek aspek 5, 10 dan 15 berkategori kurang. Aspek yang berkategori kurang menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk diperbaiki pada siklus II. Sehingga hasil yang diperoleh pada siklus II mengalami perbaikan yaitu aspek 1, 2, 3, 4, 7, 12, 13, dan berkategori sangat baik dan aspek 5, 6, 8, 9, 10,11, 14, 15 dan 16 berkategori baik. Aspek-aspek yang diamati pada lembar observasi aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran adalah 1) menjawab salam dan berdoa bersama sebelum belajar, 2) siswa menyiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran, 3) menyimak tujuan pembelajaran, 4) siswa menyimak dan memberi tanggapan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru yang berkaitan dengan materi prasyarat, 5) siswa mendengarkan motivasi mengenai manfaat mempelajari unsur-unsur kubus dan balok yang diberikan guru, 6) siswa memperhatikan bangun-bangun ruang yang diperlihatkan oleh guru dan memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan guru, 7) siswa membentuk kelompok dan menerima LKS yang dibagikan, 8) siswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru dan menanyakan kepada guru jika ada hal-hal yang belum dipahami, 9) siswa yang ditunjuk sebagai perwakilan kelompok, mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, 10) siswa mengungkapkan ide-idenya tentang unsur-unsur kubus dan balok dengan bahasanya sendiri, dan mencoba menggunakan bahasa yang baku dengan bantuan guru, 11) siswa mendapatkan penghargaan bila mampu mengungkapkan ide-idenya dengan menggunakan bahasa yang baku, 12) masing-masing siswa mengerjakan tugas individu dan menanyakan kepada guru apabila mengalami kesulitan, 13) siswa membuat rangkuman tentang unsur-unsur kubus dan balok, 14) siswa mengumpulkan tugas yang telah dikerjakan, 15) antusias siswa dan 16) Interaksi siswa dalam kelompok. Aspek yang diperoleh pada siklus I, aspek 1, 2, 3, 4, 5 berkategori sangat baik dan aspek 6, 7, 13, 14 berkategori baik. Sedangkan aspek berkategori cukup 8, 9, 11, 12, 16 dan aspek 10 dan 15 berkategori kurang. Aspek yang berkategori kurang menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk diperbaiki pada siklus II. Sehingga hasil yang diperoleh pada siklus II mengalami perbaikan yaitu aspek 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 13 berkategori sangat baik dan aspek 6, 8, 9, 10, 11,12, 14, 15 dan 16 berkategori baik. Hasil belajar yang diperoleh siswa kelas VIII MTs Alkhairaat Pusat Palu menunjukkan peningkatan dengan menerapkan model pembelajaran Van Hiele. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari peningkatan nilai siklus I ke siklus II yaitu dari 69,5% ke 80%. PEMBAHASAN Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti memberikan tes awal kepada siswa yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan prasyarat siswa. Hasil tes awal juga digunakan sebagai pedoman dalam pembentukan kelompok belajar yang heterogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Paloloang (2014), bahwa pemberian tes awal sebelum pelaksanaan tindakan bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa pada materi prasyarat dan sebagai pedoman dalam pembentukan kelompok belajar yang heterogen. Pelaksanaan tindakan pada pembelajaran siklus I dan siklus II mengikuti fase-fase model pembelajaran Van Hiele yaitu 1) informasi, 2) orientasi terarah, 3) penjelasan, 4) orientasi bebas, dan 5) integrasi. Peneliti membuka pembelajaran pada kegiatan pendahuluan dengan mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa, mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan siswa
106 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
untuk belajar. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menarik perhatian siswa di awal pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Amrullah (2014) yang menyatakan bahwa kegiatan guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa bersama, mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan siswa untuk belajar dapat menarik perhatian siswa di awal pembelajaran. Setelah itu peneliti menyampaikan materi yang dipelajari dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Siswa dapat mengetahui materi yang dipelajari dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sehingga siswa terarah dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawiradilaga (2009) bahwa menyampaikan materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran sangat diperlukan karena siswa akan terarah dalam mengikuti pembelajaran. Peneliti memotivasi siswa untuk bersemangat dalam pembelajaran dengan menyampaikan manfaat mempelajari jaring-jaring kubus dan balok. Setelah siswa mengetahui manfaatnya, siswa menjadi termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijayanti (2010) bahwa satu diantara cara guru guna membangkitkan motivasi belajar siswa adalah dengan menyampaikan manfaat dari materi yang dipelajari. Selanjutnya peneliti melakukan apersepsi dengan mengingatkan materi prasyarat kepada siswa. Siswa dapat mengingat kembali dan memahami materi prasyarat sebelum mempelajari materi luas permukaan kubus dan balok. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1990) yang menyatakan bahwa sebelum mempelajari konsep B, seseorang perlu memahami lebih dulu konsep A yang mendasari konsep B. Sebab tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Kegiatan inti diawali dengan pelaksanaan fase informasi yaitu peneliti menjelaskan secara singkat materi yang akan dipelajari. Selain itu peneliti juga menyampaikan informasi tentang model pembelajaran Van Hiele, sehingga siswa mengetahui fase-fase pembelajaran yang diterapkan dan siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran. Aktivitas yang dilakukan pada fase orientasi terarah yaitu peneliti mengelompokkan siswa dalam 5 kelompok belajar yang heterogen berdasarkan kemampuan awal siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Susiana (2010) bahwa kelompok kecil yang dibentuk merupakan kelompok yang heterogen, agar timbul interaksi antara siswa sehingga siswa dapat saling bertukar informasi. Selanjutnya peneliti membagikan LKS kepada siswa untuk dikerjakan secara berkelompok. LKS yang dikerjakan siswa akan menuntun mereka untuk melakukan eksplorasi terhadap jaring-jaring kubus dan balok sehingga memperoleh konsep menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok. Hal ini sejalan dengan pendapat Safrina (2014) bahwa LKS yang disusun sedemikian sehingga siswa secara aktif dirangsang mengeksplorasi objek-objek kajiannya untuk menemukan konsep materi yang dipelajari. Kegiatan yang dilakukan pada fase penegasan yaitu peneliti memilih perwakilan tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, sedangkan kelompok lain bertanya atau menanggapi jawaban yang telah dipresentasikan sehingga hal yang dipelajarinya lebih bermakna. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmawati (2013) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang dipelajarinya menjadi bermakna bagi siswa. Selanjutnya pada fase orientasi bebas peneliti memberikan tugas individu kepada siswa serta berkeliling untuk memantau dan memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Bimbingan tersebut berupa petunjuk sederhana agar siswa dapat menyelesaikan soal dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwaningsih (2014) bahwa guru sebagai fasilitator membimbing siswa yang mengalami kesulitan dan bimbingan yang diberikan guru hanya sebagai petunjuk agar siswa bekerja lebih terarah.
Apsah Ude, Wayan Sukayasa, dan Tegoeh S. Karniman, Penerapan Model … 107 Sedangkan pada fase integrasi peneliti bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari pada siklus I tentang unsur-unsur kubus dan balok, sedangkan pada siklus II tentang jaring-jaring serta rumus luas permukaan kubus dan balok. Hal ini sesuai dengan pendapat Barlian (2013) yang menyatakan bahwa guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan pelajaran pada akhir pembelajaran. Berdasarkan hasil tes akhir tindakan siklus I, terlihat bahwa siswa sudah mampu menyebutkan unsur-unsur kubus dan balok. Namun masih ada siswa yang melakukan kesalahan. Kesalahan tersebut yaitu siswa menuliskan diagonal sisi sebagai diagonal ruang, hal ini disebabkan karena siswa kurang teliti dalam menyelesaikan soal. Tetapi secara umum siswa dapat menjawab soal dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kubus dan balok dengan benar yang berarti bahwa siswa telah memenuhi indikator keberhasilan tindakan pada pembelajaran siklus I. Selanjutnya pada tes akhir tindakan siklus II, menunjukkan bahwa siswa dapat membuat jaring-jaring serta dapat menggunakan rumus luas permukaan kubus dan balok dan siswa dapat menyelesaikan soal dengan baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan jaring-jaring serta luas permukaan kubus dan balok dengan benar yang berarti bahwa siswa telah memenuhi indikator keberhasilan tindakan pada pembelajaran siklus II. Bedasarkan hasil observasi, aktivitas guru dalam mengelolah pembelajaran pada siklus I berkategori baik dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi berkategori sangat baik. Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus I berkategori baik dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi berkategori sangat baik. Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat dikatakan bahwa indikator keberhasilan tindakan telah tercapai dan aktivitas belajar mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut diperoleh melalui penerapan model pembelajaran Van Hiele. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya pada materi kubus dan balok di kelas VIII MTs Alkhairaat Pusat Palu. Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yadil (2009) menyimpulkan bahwa skenario pembelajaran model Van Hiele yang digunakan dalam pembelajaran pada pokok bangun-bangun segiempat dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas VII SMP Karuna Dipa Palu dari tahap berpikir visualisasi ke tahap berpikir analitik. Hasil penelitian ini juga sejalan yang dilakukan oleh Susanti (2011) yang menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Van Hiele dengan alat peraga efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi pokok bangun ruang sisi datar kelas VIII MTs Darussalam Kroya. Selanjutnya Sari (2014) menyimpulkan penerapan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami sifat-sifat serta unsur-unsur balok dan prisma di SMP negeri 1 Biromaru dengan melakukan penekanan pada tahap sebagai berikut: informasi, orientasi terarah, penjelasan, orientasi bebas, dan integrasi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kubus dan balok di Kelas VIII MTs Alkhairaat Pusat Palu mengikuti fase-fase model pembelajaran Van Hiele yaitu: 1) fase informasi, 2) fase orientasi terarah, 3) fase penegasan, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi
108 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
Aktivitas yang dilakukan pada fase informasi yaitu peneliti menjelaskan mengenai model pembelajaran Van Hiele yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada fase orientasi terarah yaitu peneliti membagi siswa ke dalam enam kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang. Tiap kelompok yang telah dibentuk diberikan LKS untuk dikerjakan secara berkelompok. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan pada fase penegasan yaitu peneliti meminta perwakilan tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, dan mengajak kelompok lain untuk bertanya atau menanggapi. Kegiatan yang dilakukan pada fase orientasi bebas yaitu memberikan tugas kepada siswa yang dikerjakan secara individu. Sedangkan aktivitas yang dilakukan pada fase integrasi yaitu peneliti mengajak siswa membuat rangkuman mengenai materi yang telah dipelajari. SARAN Berdasarkan kesimpulan, maka hendaknya model pembelajaran Van Hiele dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru sebagai alternatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan dalam penerapannya sebaiknya guru memanfaatkan waktu secara efisien. Bagi peneliti lain yang ingin mencoba menerapkan model pembelajaran Van Hiele, sebaiknya berikan sedikit modifikasi agar lebih menarik minat siswa untuk mengikuti pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Amrullah, A. L. (2014). Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Soal Cerita Tentang Himpunan di Kelas VII MTsN Palu Barat. Jurnal Electronic Pendidikan Matematika Tadulako. [Online]. Vol. 2(1), 11 halaman. Tersedia: http://jurnal.untad.ac.id/ jurnal/idex.php/JEPMT/article/downdload/3226/2281. [18 September 2016]. Barlian, I. (2013). Begitu Pentingkah Strategi Belajar Mengajar Bagi Guru?. Jurnal Forum Sosial. [Online]. Vol. 6(1), 6 halaman. Tersedia: http://eprints.unsri.ac.id/228/2/ isi.pdf. [17 September 2016]. Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamalik, O. (1999). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hudojo, H. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang. Kemmis, S dan Mc. Taggart, R. (2013). The Action Research Planner: Doing Critical Participatory Action Research. Singapore: Springer Sience [Online]. Tersedia: https://books.google.co.id/books?id=GB3IBAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=kem mis+and+mctaggart&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=kemmis%20and%20 mctaggart&f=false. [23 September2016]. Miles, M.B dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan Oleh Tjepjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI-Press. Paloloang, F. B. (2014). Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Panjang Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran di Kelas VIII SMP Negeri 19 Palu. Jurnal Elektronik Pendidikan
Apsah Ude, Wayan Sukayasa, dan Tegoeh S. Karniman, Penerapan Model … 109 Matematika Tadulako. [Online]. Vol 02 (01), 11 halaman. Tersedia: http://jurnal. untad.ac.id/jurnal/index.php/JEPMT/article/view/3232/2287. [30 September 2016]. Purwatiningsih. S. (2014). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Luas Permukaan dan Volume Balok di Kelas VIII SMP Negeri 12 Palu. Skripsi tidak diterbitkan. Palu FKIP Universitas Tadulako. Prawiradilaga, D. S. (2009). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Rahmawati, F. (2013). Pengaruh Pendekatan Pendidikan Realistik Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal FMIPA Unila. [Online]. Vol.1(1),14 halaman. Tersedia: http://journal.fmipa.UnIla. ac.id/.index.php/semirata/article/view/882/701. [15 September 2016]. Safrina, K., Ikhsan, M., dan Ahmad, A. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri melalui Pembelajaran Kooperatif Berbasis Teori Van Hiele. Jurnal Didaktik Matematika. [Online], Vol. 1(1), 11 halaman. Tersedia: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=157641&5828&title=Peningkatan %Kemampuan%20Pemecahan%20Masalah%20Geometri%20melalui%20Pembelajara n%20Kooperatif%20Berbasis%20Teori%20Van%20Hiele. [21 Oktober 2015]. Sari. DN. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Memahami Sifat-sifat Serta Unsur-unsur Balok dan Prisma di Kelas VIIIA SMP Negeri 1 Biromaru. Skripsi tidak diterbitkan. Palu FKIP Universitas Tadulako. Susanti, W. (2011). Efektivitas Model PembelajaranVan Hiele dengan Alat Peraga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar di Kelas VIII Mts Darussalam Kroya Tahun Pelajaran 2010/2011. [Online]. Skripsi. Tersedia: http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/131/ jtptiaingdlwiwisusant-6544-1-wiwisus-i.pdf. [26 Oktober 2015] Susiana, E. (2010). IDEAL Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Matematika Kreatif Inovatif. [Online].Vol.1(2),10 halaman. Tersedia: http://journal. unnes.ac.id/nju/index.php/kreano/article/view/1491/1615. [16 Agustus 2016]. Thohari, K. (2010). Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Geometri dengan Teori Van Hiele.[Online]. Tersedia:http://4shared.com/office/Ju7sr6f1/khaim_Thohari_Van hiele. Html. [13 November 2015]. Wijayanti, W. (2010). Usaha Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa SMA Negeri 1 Godean. Skripsi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. [Online].,Tersedia:http://eprints.uny.ac.id/2265/1/WahyuWijayanti06301244078. [25 Oktober 2016]. Yadil, M. N. (2009). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa SMP Karunadipa Palu Terhadap Konsep Bangun-bangun Segiempat. [Online]. ISBN:978-979-163553-3-2. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/ 7015/1/PI-MF.Nur.Yadil.pdf. [25 Oktober 2015].