JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Penerapan Lean Manufacturing untuk Mengidentifikasi dan Meminimasi Waste Pada Pt. Mutiara Dewi Jayanti Hanum Febrilliani Valentine, Putu Dana Karningsih, Dewanti Anggrahini Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail:
[email protected]
Abstrak— PT Mutiara Dewi Jayanti merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan kopi. Melihat kompetitifnya industri pengolahan kopi, PT Mutiara Dewi Jayanti dituntut untuk memiliki daya saing yang kuat. Salah satu usaha untuk menguatkan daya saing adalah dengan melakukan perbaikan secara terus menerus dalam segala aspek di perusahaan. Perbaikan ini dapat dilakukan dengan mengurangi pemborosan (waste) yang terjadi pada perusahaan. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan lean manufacturing dengan harapan mampu untuk mereduksi waste yang terjadi di aliran produksi. Dari identifikasi waste menggunakan 7 waste, waste yang ditemukan adalah unnecessary motion, inappropriate processing, defect, overproduction, dan unnecessary inventory. Kelima waste tersebut dicari akar penyebabnya dengan menggunakan Root Causes Analysis (RCA), yang selanjutnya akan dipetakan dalam matriks penilaian risiko untuk mengetahui akar penyebab yang berisiko extreme. Lalu dilakukan pembuatan alternatif perbaikan untuk akar penyebab yang berisiko extreme dan perhitungan pengeluaran biaya dalam menerapkan alternatif perbaikan tersebut. Sehingga dihasilkan 4 alternatif perbaikan yang akan dihubungkan dengan 5S perusahaan yaitu: membuat kontrak perjanjian kerja yang jelas dan melakukan perencanaan produksi yang cermat, melatih ketrampilan manajemen produksi bagi pekerja, menggunakan kotak/ kardus untuk mempermudah pengepakan produk jadi. Biaya penerapan rekomendasi perbaikan tersebut sebesar Rp 2.543.500,00. Keuntungan yang akan didapatkan perusahaan dalam menerapkan rekomendasi perbaikan sebesar Rp 3.536.000,00 per bulan. Kata Kunci— Analisa Risiko, Big Picture Mapping, 5S, Lean Manufacturing, Root Causes Analysis.
I. PENDAHULUAN
I
ndustri hilir kopi yaitu kopi bubuk/ instan memiliki daya saing yang cukup kuat diantara industri makanan dan minuman [1]. Melihat kompetitifnya industri hilir kopi tersebut, memacu perusahaan di industri pengolahan kopi untuk memiliki daya saing yang kuat dalam menghadapi persaingan pasar. Salah satu cara untuk menguatkan daya saing adalah dengan melakukan perbaikan secara terus menerus, yaitu dengan meminimalkan pemborosan yang terjadi pada perusahaan. Pemborosan (waste) merupakan aktivitas manusia yang menyerap banyak sumber daya namun tidak menciptakan nilai sehingga aktivitas ini perlu untuk dihilangkan.
PT Mutiara Dewi Jayanti adalah produsen kopi biji goreng dan kopi bubuk. Dalam menjalankan usahanya, PT Mutiara Dewi Jayanti masih mengalami beberapa permasalahan pada proses produksinya yang mengindikasikan adanya pemborosan (waste). Dari hasil wawancara dan pengamatan, diketahui bahwa pernah terjadi produk cacat yang cukup berdampak besar karena menimbulkan komplain dari pelanggan, yaitu adanya benda asing di dalam kemasan kopi. Menurut General Manager PT Mutiara Dewi Jayanti, hal ini bisa terjadi karena kurangnya kontrol dari proses inspeksi yang dilakukan sehingga produk yang cacat tersebut sampai ke pelanggan. Selain produk cacat, waste lain yang terindikasi adalah pergerakan yang tidak perlu, yaitu melakukan aktivitas yang tidak menambah nilai pada produk sehingga berdampak pada waktu produksi. Berdasarkan hasil pengamatan, pemborosan pergerakan yang terjadi seperti: aktivitas mencari peralatan, mengobrol, dan menumpuk produk jadi yang sudah terkemas. Lean manufacturing merupakan pendekatan sistemik yang mampu mengidentifikasi, mengukur, menganalisa, dan mencari solusi perbaikan atau peningkatan performasi secara komprehensif. Pendekatan ini berfokus pada efisiensi tanpa mengurangi efektivitas proses, di antaranya seperti peningkatan operasi yang value added, mereduksi waste, dan memenuhi kebutuhan konsumen [2]. Oleh karena itu, Lean Manufacturing dipilih sebagai metode yang akan diterapkan pada PT Mutiara Dewi Jayanti untuk meminimasi waste yang terjadi di sepanjang proses produksi sehingga waste minimal, produktivitas perusahaan menjadi lebih baik, dan kepuasan pelanggan pun terjaga. II. URAIAN PENELITIAN A. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada penelitian ini, akan berfokus pada satu produk dari PT Mutiara Dewi Jayanti, yaitu kopi bubuk merk Mahkota Raja. Kopi bubuk ini adalah produk yang paling mudah diserap oleh pasar dan menjadi produk paling banyak dipesan oleh pelanggan. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer yang berasal dari pengamatan langsung dan wawancara dengan stakeholder perusahaan, serta data
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) sekunder yang berasal dari database produksi perusahaan bulan Nopember 2013-Mei 2014. 1. Big Picture Mapping Proses Produksi Perusahaan Berdasarkan Gambar 1, proses produksi kopi bubuk merk Mahkota Raja meliputi meliputi proses penimbangan bahan baku, pencampuran bahan baku, penggilingan, dan pengemasan. Bahan baku yang digunakan terlebih dahulu ditimbang sesuai dengan komposisi yang telah ditetapkan. Kemudian bahan baku yang terdiri dari dua jenis kopi tersebut dicampur sampai rata. Setelah itu, bahan baku digiling sampai halus yang selanjutnya dikemas dalam plastik. Kemudian produk jadi yang sudah dikemas dalam plastik besar akan dikirim ke gudang produk jadi.
2
Adding Activity (NNVAA). Klasifikasi aktivitas dilakukan pada data aktivitas yang sesungguhnya terjadi. Berdasarkan hasil klasifikasi aktivitas yang dilakukan, diketahui bahwa dari 54 aktivitas yang sesungguhnya terjadi pada proses produksi, terdapat 18 Value Adding Activity (34%), 19 Non Value Adding Activity (36%), 16 Necessary But Non Value Adding Activity (30%). 3. Identifikasi 7 Waste Identifikasi 7 waste ini dilakukan berdasarkan data non value adding activities dan wawancara dari berbagai pihak dari perusahaan. Dari proses identifikasi ini, ditemukan lima jenis waste yang ada di proses produksi yang ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Hasil Identifikasi 7 Waste
Gambar 1 Proses Produksi Kopi Bubuk
Secara detail, penggambaran aliran produksi yang meliputi aliran informasi dan aliran fisik yang disajikan dalam Big Picture Mapping dari perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2 Big Picture Mapping Proses Produksi
2. Identifikasi Aktivitas Proses Produksi Perusahaan tidak memiliki Standard Operational Procedure dari proses produksi yang dilakukan, sehingga proses produksi secara ideal mengacu pada informasi yang diberikan oleh Kepala Divisi Produksi. Identifikasi aktivitas proses produksi dilakukan dengan membandingkan aktivitas ideal yang berasal dari informasi Kepala Divisi Produksi, dengan aktivitas yang sesungguhnya terjadi sehari-hari. Dari pengamatan yang dilakukan, ditemukan bahwa aktivitas yang sesungguhnya terjadi lebih banyak dari pada aktivitas ideal, dimana aktivitas ideal hanya berjumlah 33 aktivitas, sedangkan aktivitas yang sesungguhnya terjadi berjumlah 54 aktivitas. Dari perbedaan jumlah aktivitas tersebut diindikasikan bahwa adanya aktivitas yang tidak menambah nilai produk, namun dilakukan oleh pekerja. Untuk memastikan adanya aktivitas yang tidak menambah nilai produk tersebut, maka perlu dilakukan klasifikasi aktivitas dari proses produksi tersebut berdasarkan jenisnya. Klasifikasi aktivitas menggunakan konsep Tiga Tipe Aktivitas [2] yang meliputi Value Adding Activity (VAA), Non Value Adding Activity (NVAA), dan Necessary but Non Value
4. Identifikasi Akar Penyebab Waste Identifikasi akar penyebab waste ini dilakukan menggunakan metode Root Causes Analysis (RCA). Tabel 2 menunjukkan hasil identifikasi akar penyebab waste di perusahaan. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa ada beberapa waste yang memiliki akar penyebab yang sama, seperti: W3 dan W10 yang memiliki akar penyebab yang sama yaitu ketersediaan bahan baku di supplier tidak stabil (R6 & R16), W5 dan W8 memiliki akar penyebab yang sama yaitu pekerja mengobrol dan merokok (R8 & R12), W7 dan W10 memiliki akar penyebab yang sama yaitu kurangnya tenaga ahli di perusahaan (R11 & R17). Selain itu, ada juga waste yang menjadi akar penyebab dari waste lain seperti: pada akar penyebab R8 & R12 yang ternyata juga teridentifikasi sebagai waste pada W1 & W4, pada akar penyebab R15 yang ternyata juga teridentifikasi sebagai waste pada W6. Hal ini menunjukkan bahwa antar waste pada proses produksi perusahaan ternyata mempengaruhi satu sama lain.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
No 1
Jenis 7 Waste Unnecessary Motion
Kode Waste W1
W2
Waste
Kode Akar Penyebab R1
Merokok
Mencari Peralatan
R2
R3 1
Unnecessary Motion
W3
R4
Membuka baju serta mencari dan menyalakan kipas angin
R5 R6
W4 W5 2
Inappropriate Processing
W6
R7 R8
Mengobrol Menyapu lantai produksi Menumpuk produk jadi
R9 R10
3
Overproduction
W7
4
Defect
W8
Banyaknya stok produk jadi di gudang Masuknya benda asing ke dalam kemasan kopi
R11
R12 R13
W9
Kemasan produk jadi rusak
R14
W10
Penyimpanan bahan baku dalam kapasitas besar dan dalam waktu yang cukup lama
R16
R15 3
Unnecessary Inventory
R17
Akar Penyebab Tidak adanya peraturan tentang sterilisasi dari perusahaan Kurangnya kesadaran pekerja dalam merapikan peralatan Kurangnya tempat untuk penyimpanan peralatan Kurang teraturnya pengaturan lantai produksi Kurangnya perawatan sarana dan prasarana Ketersediaan bahan baku di supplier tidak stabil Pekerja merasa bosan Pekerja mengobrol dan merokok Pekerja sedang melakukan aktivitas produksi lainnya Pekerja diminta untuk membantu aktivitas perusahaan lainnya Kurangnya tenaga ahli di perusahaan Pekerja mengobrol dan merokok Banyaknya permintaan pelanggan Pekerja membawa produk jadi yang sudah dikemas secara manual Pekerja menumpuk produk jadi Ketersediaan bahan baku di supplier tidak stabil Kurangnya tenaga ahli di perusahaan
5. Analisa Risiko Akar Penyebab Waste Analisa risiko digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab waste yang paling berisiko. Analisa risiko akar penyebab waste meliputi: identifikasi dampak dan frekuensi terjadinya akar penyebab waste, penilaian risiko, dan membuat matriks penilaian risiko akar penyebab waste. Tabel 3 menunjukkan penilaian risiko yang berasal dari identifikasi dampak dan frekuensi terjadinya akar penyebab waste. Tabel 3 Penilaian Risiko Kode Risiko R1
R2
R3 R4 R5 R6, R16 R7 R8, R12 R9 R10
R11, R17 R13 R14
R15
Akar Penyebab Waste Tidak adanya peraturan tentang sterilisasi dari perusahaan Kurangnya kesadaran pekerja dalam merapikan peralatan Kurangnya tempat untuk penyimpanan peralatan Kurang teraturnya pengaturan lantai produksi Kurangnya perawatan sarana dan prasarana Ketersediaan bahan baku di supplier tidak stabil Pekerja merasa bosan Pekerja mengobrol dan merokok Pekerja sedang melakukan aktivitas produksi lainnya Pekerja diminta untuk membantu aktivitas perusahaan lainnya Kurangnya tenaga ahli di perusahaan Banyaknya permintaan pelanggan Pekerja membawa produk jadi yang sudah dikemas secara manual Pekerja menumpuk produk jadi
Likelihood (L) 4
Consequence (C) 3
Risk Rating (R= L x C) 12
3
2
6
2
2
4
3
4
12
3
2
6
5
4
20
2 4
2 3
4 12
2
2
4
2
2
4
5
4
20
2
1
2
2
4
8
5
4
20
Dari penilaian risiko tersebut, maka akan dibuat matriks penilaian risiko yang ditunjukkan pada Gambar 3. Almost
5
R6, R11, R15, R16, R17
certain
Likelihood
Tabel 2 Hasil Identifikasi Akar Penyebab Waste
3
Likely
4
moderate
3
Unlikely
2
Rare
R1, R8, R12
R2, R5
R13
R4
R3, R7, R9,
R14
R10
1
1
2
3
4
5
Insignificant
Minor
Moderate
Major
Catastropic
Consequence
Gambar 3 Matriks Penilaian Risiko
Dari hasil analisa risiko, maka alternatif perbaikan yang akan diberikan adalah untuk akar penyebab waste yang bersifat extreme atau berada pada zona merah. Dengan melihat Tabel 4.18, maka akar penyebab waste yang akan diberikan alternatif perbaikan adalah kurang teraturnya pengaturan lantai produksi (R4), ketersediaan bahan baku di supplier tidak stabil (R6, R16), kurangnya tenaga ahli di perusahaan (R11, R17), dan pekerja menumpuk produk jadi (R15). B. Tahap Analisa dan Rekomendasi Perbaikan Dari analisa proses pengolahan data akan digunakan sebagai dasar rekomendasi perbaikan yang diberikan. 1. Analisa Big Picture Mapping Dari penggambaran Big Picture Mapping pada Gambar 1, dapat diketahui value adding time dari proses produksi kopi bubuk merk Mahkota Raja adalah 335 menit/hari. Sedangkan total waktu produksinya sekitar 369 menit/ hari untuk menghasilkan rata-rata sekitar 100 kg (20 bal). Sehingga selisih dari waktu produksi dan value adding time dapat dikatakan sebagai waktu yang tidak menambah nilai pada produk yaitu sebesar 39 menit (7,97%). Dapat diketahui juga bahwa jumlah produk kopi bubuk merk Mahkota Raja dengan ukuran 250gr yang dihasilkan adalah sebanyak 400 produk jadi dalam kemasan 250gr, sehingga untuk menghasilkan 1 produk jadi ukuran 250gr membutuhkan waktu sebesar 0,9225 menit. Melihat adanya waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas yang tidak menambah nilai tambah pada produk, maka hal tersebut menjadi indikator adanya pemborosan (waste) yang berdampak pada waktu produksi. Namun dengan hanya melihat Big Picture Mapping masih belum menunjukkan waste apa saja yang terjadi sehingga perlu dilakukan proses pengolahan data lainnya untuk menguraikan jenis-jenis waste yang terjadi pada proses produksi. 2. Analisa Identifikasi Aktivitas Proses Produksi Dari hasil identifikasi aktivitas proses produksi, aktivitas yang sesungguhnya terjadi didominasi oleh non value adding activity yaitu sebesar 36%, walaupun jumlahnya tidak terpaut jauh dengan value adding activity yang sebesar 34%. Necessary but non value adding activity juga memiliki prosentase yang cukup besar yaitu 30%. Melihat besarnya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
3. Analisa Akar Penyebab Waste Dari kelima jenis waste yang ditemukan, kemudian dilakukan identifikasi akar penyebabnya dengan menggunakan metode Root Causes Analysis, yaitu metode untuk mencari alasan penyebab paling mendasar dari suatu waste. Berdasarkan hasil identifikasi akar penyebab masing-masing waste pada Tabel 2, diketahui bahwa dari 10 waste yang ada terdapat 17 akar penyebab waste, di mana dari ada beberapa waste yang memiliki akar penyebab yang sama yaitu sebagai berikut. 1. W3 dan W10 memiliki akar penyebab yang sama, yaitu ketersediaan bahan baku di supplier yang tidak stabil (R6 & R16). 2. W5 dan W8 memiliki akar penyebab yang sama, yaitu pekerja mengobrol dan merokok (R8 & R12) 3. W7 dan W10 memiliki akar penyebab yang sama, yaitu kurangnya tenaga ahli di perusahaan (R11 & R17) Ketiga poin di atas menunjukkan bahwa satu akar penyebab dapat menjadi akar penyebab dari beberapa waste yang berbeda dan membawa dampak sendiri-sendiri yang jika diakumulasi akan menyebabkan perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar. Selain adanya akar penyebab yang menjadi akar penyebab dari beberapa waste yang berbeda, berdasarkan Tabel 2 ditemukan juga adanya waste yang menjadi akar penyebab dari waste lainnya. Hal ini dapat dilihat pada W5 yang setelah diidentifikasi akar penyebabnya, diketahui bahwa akar penyebabnya adalah R8. Dan ternyata R8 ini sama dengan W1 dan W4. Sama halnya dengan W8 dengan akar penyebab R12, di mana R12 juga sama dengan W1 dan W4. Selain itu, juga terdapat pada W9 dengan akar penyebab R15, di mana R15 sama dengan W6. Adanya akar penyebab yang sama dengan waste yang terindikasi ini dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan saling mempengaruhi antara satu waste dengan waste lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa W1 & W4 merupakan penyebab terjadinya W5 & W8, dan W6 merupakan penyebab terjadinya W9. 4. Analisa Risiko Akar Penyebab Waste Dari hasil penggambaran matriks penilaian risiko pada Gambar 3, dapat diketahui risk rating dari masing-masing akar penyebab waste yang menjadi poin penting untuk melihat tingkat risiko yang diakibatkan dari tiap akar penyebab waste. Risk rating tertinggi memberikan peluang besar bagi akar penyebab waste untuk masuk ke dalam zona merah/ tingkat risiko extreme. Akar penyebab waste yang masuk dalam zona merah ini adalah R4, R6, R11, R15, R16 dan R17. Karena zona merah adalah zona extreme, maka dalam menyikapi akar penyebab waste, berdasarkan AS/NZS (2004), penanganan yang tepat adalah dengan melakukan penghentian aktivitas dan manajemen puncak harus turun langsung dalam mengatasinya.
Pada zona kuning terdapat R1, R8, R12, dan R14. Menurut AS/NZS (2004), pada zona kuning yang juga disebut zona high ini, penanganannya adalah dengan penjadwalan secepatnya. Penjadwalan bisa berupa perencanaan produksi, pembuatan aturan baru, dan lain sebagainya. Pada zona oranye terdapat R2 dan R5. Menurut AS/NZS (2004), penanganan zona moderate ini bisa dilakukan dengan penetapan aturan-aturan tertulis yang menyangkut keteraturan dalam bekerja. Pada zona hijau terdapat R3, R7, R9, R10, dan R13. Menurut AS/NZS (2004), pada zona hijau yang juga disebut zona low ini bisa dilakukan pengendalian prosedur rutin untuk mengatasi waste yang terjadi [3]. 5. Rekomendasi Perbaikan Rekomendasi perbaikan dilakukan hanya pada zona merah, yaitu zona extreme yang perlu ditangani dengan segera dengan membuat beberapa alternatif perbaikan sesuai dengan akar penyebab waste yang terjadi. 1) Memperbaiki penataan tata letak lantai produksi Alternatif perbaikan penataan tata letak lantai produksi akan difokuskan pada ruang penyimpanan bahan baku dan pengayakan karena pada kedua ruang inilah terjadi ketidakteraturan yang menyebabkan ruangan tampak berantakan dan kotor, serta membuat pekerja melakukan pergerakan yang tidak perlu sehingga menambah waktu produksi. Gambar 4 menunjukkan layout lantai produksi dan aliran produksi yang ditunjukkan oleh anak panah berikut.
Mesin penggoreng
Bahan baku
II
Mesin Penggiling
Bahan bakar
III Mesin Pengayak
prosentase ini, ada kemungkinan necessary but non value adding activity berkaitan dengan non value adding activity sehingga memunculkan waste. Untuk itu, hasil identifikasi aktivitas proses produksi ini dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasi waste yang ada di perusahaan.
4
Kamar Mandi Tangga
I
Mesin Pengemas
Mesin Pengemas
IV
Bahan baku
Mesin Pengemas
Office
Mesin Pencampur
Office
1 sq. m. Timbangan
Gambar 4 layout lantai produksi
Aream. Pengemasan 2 sq.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Sebelum melakukan perencanaan tata letak lantai produksi yang baru, maka akan dilakukan analisa aliran produk pada proses produksi dengan menggunakan metode From to Chart sebagai berikut. Tabel 4 Stasiun Produksi
Kode
Stasiun
A B C D E
Pengayakan Penimbangan Pencampuran Penggilingan Pengemasan
Tabel 5 Alur Proses Produk
Produk
Alur Proses
Kopi biji goreng Kopi bubuk
A-E B-C-D-E
Dari
Ke
Frekuensi
Jarak
A B C D
E C D E
7 1 1 4
3,9 m 0,9 m 6,3 m 6,3 m
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa momen perpindahan terbesar adalah dari stasiun A ke stasiun E dan dari stasiun D ke stasiun E sehingga perlu dilakukan usaha mendekatkan stasiun-stasiun tersebut agar selama proses produksi tidak mengalami pemborosan waktu. Gambar 5 menunjukkan alternatif perbaikan tata letak lantai produksi yang diberikan. Pada alternatif perbaikan tata letak lantai produksi ini yang didekatkan adalah stasiun pengayakan dan stasiun pengemasan, di mana stasiun pengemasan yang diletakkan dekat ruang II dipindah ke ruang I dekat pintu masuk. Untuk perpindahan produk dari stasiun penggilingan ke stasiun pengemasan tidak dilakukan perubahan tata letak stasiun karena stasiun penggilingan membutuhkan ruang tersendiri yang memiliki ventilasi yang cukup agar proses produksi yang dilakukan dapat berjalan maksimal. Oleh karena itu, stasiun penggilingan tetap diletakkan pada ruang III.
Bahan baku
II
Tangga
Bahan baku
I
Mesin Pengemas
Mesin Pengayak (A)
B
C
D
Office
Mesin PenCampur (C)
Timbangan (B)
1
Area Pengemasan 2 sq. m.(E)
1
D 7
4
Dari Tabel 7 diketahui bahwa tidak terjadi back tracking pada proses produksi. Untuk mengetahui apakah kedekatan antar stasiun produksi sudah optimal, maka perlu dihitung momen perpindahan dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Tabel 5.7 menunjukkan hasil perhitungan momen perpindahan dari satu stasiun ke stasiun lainnya Tabel 8 Hasil Perhitungan Momen Perpindahan
A B C D
Office
1 sq. m.
C
Dari
Mesin Pengemas
E
B
E
Mesin Pengemas
IV
Tabel 7 From to Chart Proses Produksi
A
Kamar Mandi
III
Dari Tabel 4 – 6, maka dibuat From to Chart seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7 berikut.
From To A
Mesin Penggiling (D)
Bahan bakar
Mesin penggoreng
Tabel 6 Frekuensi Aliran Produk dan Jarak antar Stasiun Produksi
5
Ke
Frekuensi
Jarak
E 7 3,9 m C 1 0,9 m D 1 6,3 m E 4 6,3 m Total Momen Perpindahan
Momen Perpindahan 27,3 0,9 6,3 25,2 59,7
Gambar 5. Alternatif Perbaikan Tata Letak Lantai Produksi
Alternatif perbaikan tata letak lantai produksi akan mengubah momen perpindahan dari stasiun A ke stasiun E yang ditunjukkan pada Tabel 9 dan dihasilkan total momen perpindahan yang berkurang yaitu dari 59,7 menjadi 47,1. Selain memperbaiki tata letak produksi, juga disarankan untuk mengoptimalkan ventilasi yang ada dan memanfaatkan kaca tempat masuknya sinar matahari sebagai ventilasi juga agar pekerja dapat bekerja secara nyaman. 2) Membuat kontrak perjanjian kerja yang jelas dan melakukan perencanaan produksi yang cermat Perusahaan perlu membuat kontrak perjanjian kerja yang jelas dalam melakukan transaksi pembelian bahan baku pada supplier sehingga dari awal sudah ada kesepakatan pasti dalam proses pemasokan bahan baku dari supplier ke perusahaan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Oleh karena itu, perusahaan juga harus membuat perencanaan produksi yang cermat agar perusahaan tidak salah ketika membuat kontrak perjanjian kerja tersebut, terkait jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi. Sebagai contoh, Tabel 9 dan Tabel 10 ini adalah hasil perhitungan perencanaan produksi untuk perusahaan 6 bulan mendatang. Tabel 9 Rencana Produksi per bulan (bal) Bulan
Rencana Penjualan
Mei Juni Juli Agustus September Oktober
265 269 273 276 280 283
Rencana Persediaan Akhir 90 89 88 87 87 87
Jumlah
383 385 387 388 390 393
Persediaan Rencana Awal Produksi 31 90 89 88 87 87
273 268 272 275 280 283
Tabel 10 Rencana Pembelian Bahan Baku (kg) Bulan
EOQ
SS
Mei Juni Juli Agustus September Oktober
2780 0 2780 0 2780 0
90 0 90 0 90 0
Rencana Pembelian bahan baku (EOQ + SS) 2870 0 2870 0 2870 0
Persediaan Rencana Persediaan Akhir Penjualan Awal
0 1545 200 1705 325 1795
1325 1345 1365 1380 1400 1415
1545 200 1705 325 1795 380
3) Melatih ketrampilan manajemen produksi bagi pekerja Pelatihan ini dilakukan untuk menambah dan meningkatkan kemampuan pekerja dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. 4) Menggunakan kotak/ kardus untuk mempermudah pengepakan produk jadi Alternatif ini memudahkan perusahaan dalam menjalankan proses produksi tanpa perlu menambah pekerja. 6. Hubungan Alternatif Perbaikan dengan 5S Tabel 11 menunjukkan hubungan alternatif perbaikan dengan 5S Tabel 11 Hubungan Alternatif Perbaikan dengan 5S
6
III. KESIMPULAN/RINGKASAN 1. Kesimpulan Berikut ini merupakan kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini. 1) Ditemukan 5 jenis waste pada perusahaan, yaitu 5 jenis waste, yaitu: unnecessary motion, inappropriate processing, defect, overproduction, dan unnecessary inventory. Dari matriks penilaian risiko akar penyebab waste, diketahui akar penyebab waste yang memiliki tingkat risiko tinggi adalah kurang teraturnya pengaturan lantai produksi, ketersediaan bahan baku di supplier yang tidak stabil, kurangnya tenaga ahli di perusahaan, dan pekerja menumpuk produk jadi. 2) Usulan perbaikan untuk meminimasi waste adalah memperbaiki penataan tata letak lantai produksi, membuat kontrak perjanjian kerja yang jelas dan melakukan perencanaan produksi yang cermat, melatih ketrampilan manajemen produksi bagi pekerja, dan menggunakan kotak/ kardus untuk mempermudah pengepakan produk jadi. Dari usulan perbaikan tersebut membutuhkan biaya sebesar Rp 2.543.500,00 dan perusahaan akan mendapatkan keuntungan jika melakukan rekomendasi perbaikan sebesar Rp 3.536.000,00 per bulan. 2. Saran Berikut ini merupakan saran yang diberikan dari hasil penelitian ini. 1) Perusahaan perlu membuat peraturan untuk pekerja di Divisi Produksi terkait keteraturan dalam bekerja. 2) Untuk penelitian berikutnya dapat dilakukan pada akar penyebab yang berisiko high untuk perbaikan perusahaan yang secara terus menerus dan runtut.
UCAPAN TERIMA KASIH Rasa syukur penulis kepada Allah SWT., yang senantiasa memberikan rahmat dan pertolongan-Nya di setiap langkah. Terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak terkait yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, keluarga, dan teman-teman yang telah memberi segala dukungan dan doa. DAFTAR PUSTAKA [1] Yuyanti, I. W. (2012), Pengaruh Line Extension Terhadap Ekuitas Merek Kopi Nescafe, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. [2] Hines, P. dan Taylor, D. (2000). Going Lean. Lean Enterprise Research Centre. UK: Cardiff Business School. [3] AS/NZS. (2004). The Australian and New Zealand Standard on Risk Management. NSW Australia: Broadleaf Capital International Pty Ltd.