Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 1
PENENTUAN TINGKAT PARTISIPASI PADA ASURANSI JIWA ENDOWMEN UNIT LINK DENGAN METODE POINT TO POINT Erna Hayati *) *)
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI Asuransi jiwa endowmen unit link merupakan asuransi yang menggabungkan asuransi jiwa tradisional endowmen dengan unit link. Dalam asuransi jiwa endwomen unit link, selain memberikan proteksi kepada tertanggung, di dalam asuransi ini juga terdapat unsur investasi. Salah satu metode pengindeksan yang digunakan untuk menghitung premi asuransi unit link adalah metode point to point. Dalam penentuan premi asuransi jiwa endowmen unit link, sangat penting sekali dalam penentuan tingkat partisipasi karena tingkat partisipasi ini menentukan besarnya pembagian keuntungan dari hasil investasi yang akan diberikan kepada tertanggung. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat partisipasi yang optimum dan melihat perubahan tingkat partisipasi ketika jangka waktu kontrak asuransi, suku bunga, usia tertanggung dan volatilitas berubah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data saham penutupan harian PT. Astra Internasional Tbk tahun 2014 dan data suku bunga BI bulan Desember tahun 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit linkdengan metode point to point semakin meningkat ketika jangka waktu kontrak asuransi semakin lama dan suku bunga bebas resiko semakin tinggi dan tingkat partisipasi semakin menurun ketika usia tertanggung semakin tua dan volatilitas semakin besar. Kata Kunci : Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link, Point To Point, Tingkat Partisipasi
PENDAHULUAN Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak dapat dihindarkan dari berbagai macam resiko yang mengancam jiwanya, diantaranya adalah resiko yang disebabkan karena kecelakaan, hari tua dan kematian. Akibat dari resiko tersebut, seseorang dihadapkan pada masalah kerugian finansial. Untuk menghadapi kondisi seperti itu, maka dibutuhkan suatu jaminan finansial. Salah satu lembaga yang bisa diandalkan untuk meminimalkan resiko yang disebabkan karena kecelakaan, hari tua dan kematian adalah asuransi jiwa. Dengan asuransi jiwa maka biaya hidup seorang tertanggung dapat tetap ditopang dan memperoleh jaminan keuangan. Saat ini banyak sekali produk asuransi jiwa yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi. Produk asuransi jiwa yang paling diminati oleh konsumen adalah asuransi jiwa endowmen unit link. Asuransi jiwa endowmen unit link merupakan produk asuransi yang menggabungkan antara unsur proteksi dan investasi. Premi yang dibayarkan konsumen pada asuransi jiwa endowmen unit link sebagian digunakan untuk asuransi jiwa dan sebagian lagi ISSN : 2302-3791
untuk investasi diberbagai instrumen investasi seperti deposito, saham, obligasi dan lain sebagainya. Terdapat tiga metode yang umum digunakan dalam menghitung premi asuransi jiwa unit link antara lain metode point to point , annual ratchet dan high water mark. Metode point to point memiliki kelebihan dibandingkan dengan dua metode yang lain, kelebihannya adalah melindungi nasabah terhadap penurunan harga saham di tengah jalan (Hardy, 2003). Penentuan besarnya premi asuransi jiwa endowmen unit link sangat dipengaruhi sekali oleh besarnya tingkat partisipasi (Gaillardetz dan Lakhmiri, 2011), karena tingkat partisipasi ini menentukan besarnya pembagian keuntungan dari investasi yang akan diterima oleh tertanggung. Oleh sebab itu sangat penting sekali bagi perusahaan asuransi yang menjual produk unit link untuk menentukan tingkat partisipasi yang optimum sehingga pihak tertanggung dan perusahaan asuransi sama-sama memperoleh keuntungan. Menurut Perdana (2013), tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link dengan metode annual ratchet semakin
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 2
meningkat ketika jangka waktu kontrak asuransi semakin lama dan suku bunga bebas resiko semakin tinggi dan tingkat partisipasi semakin menurun ketika usia tertanggung semakin tua dan volatilitas semakin besar. Hayati (2014) dan Kholijah (2014) dalam penelitiannya juga menentukan tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link dengan menggunakan metode masing-masing point to point dan high water mark. Penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2014) dan Kholijah (2014) juga memberikan kesimpulan yang sama dengan Perdana (2013) tentang perubahan tingkat partisipasi ketika jangka waktu kontrak asuransi, suku bunga, usia tertanggung dan volatilitas berubah. Dalam penelitian Perdana (2013), Hayati (2014) dan Kholijah (2014) selain menentukan tingkat partisipasi, ketiganya juga melakukan penentuan premi asuransi jiwa endowmen unit link. Mengingat pentingnya menentukan tingkat partisipasi pada asuransi jiwa endowmen unit link, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat partisipasi yang optimum menggunakan metode point to point dan melihat perubahan tingkat partisipasi ketika jangka waktu kontrak asuransi, suku bunga, usia tertanggung dan volatilitas berubah. TINJAUAN PUSTAKA 1. Volatilitas Return Saham Volatilitas return saham (σ) merupakan standar deviasi dari log return saham pada periode tahunan. Volatilitas return saham digunakan untuk menunjukkan fluktuasi saham dan mengetahui seberapa besar resiko dari saham. Jika volatilitas besar maka harga saham cenderung fluktuasinya tinggi dan resikonya juga tinggi. Sedangkan jika volatilitasnya kecil, maka fluktuasi harga saham cenderung konstan dan kecil dan resikonya juga kecil. Rumus untuk menghitung volatilitas return saham tahunan adalah sebagai berikut (Hull, 2009): n
kx
(u i 1
i
u)2
n 1
(1)
Dimana u adalah log return saham, u adalah rata-rata log return saham dan k adalah banyaknya periode perdagangan dalam satu tahun. 2. Asuransi Jiwa Endowmen ISSN : 2302-3791
Asuransi jiwa endowmen atau yang disebut juga asuransi jiwa dwi guna adalah asuransi jiwa yang memberikan dua manfaat sekaligus yaitu memberikan uang pertanggungan ketika tertanggung meninggal dalam periode tertentu dan memberikan uang pertanggungan jika tertanggung masih hidup pada masa akhir pertanggungan. Nilai actuarial present value dari asuransi jiwa endowmen yaitu (Bowers, et al, 1997): 𝐴𝑥:𝑛| = 𝐴1𝑥:𝑛| + nEx (2) 𝑛−1 𝑘=0
𝐴𝑥:𝑛| =
𝑣 𝑘+1
kpx
qx+k + vn npx
3.
Asuransi JiwaUnit Link Asuransi jiwa unit link merupakan produk asuransi yang menggabungkan unsur proteksi dan investasi dalam satu produk. Dengan menggunakan asuransi jiwa unit link, nasabah tidak perlu kesulitan lagi mendatangi dua tempat yaitu perusahaan asuransi dan perusahaan pengelola investasi. Pilihan instrumen investasinya juga beragam, dari yang resiko rendah sampai resiko tinggi, diantaranya adalah deposito, obligasi, saham dan lain sebagainya. 4.
Nilai Sekarang Aktuaria dan Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link dengan Metode Point to Point Metode point-to-point adalah salah satu metode pengindeksan yang membagi indeks pada tanggal akhir kontrak dengan indeks pada awal penerbitan kontrak asuransi dan dikurangi satu. Secara matematis, metode point-to-point dapat ditulis sebagai berikut (Hardy, 2003): R(t)
=
𝑆 𝑡 𝑆 0
–1
(3)
Dimana S(t) adalah harga saham pada akhir kontrak asuransi dan S(0) adalah harga saham pada awal penerbitan kontrak asuransi. Struktur manfaat dari suatu investasi pada waktu t dengan point to point adalah sebagai berikut (Gaillardetz dan Lakhmiri, 2011): Dα(t) = max[min[1+ α R(t), (1 + ζ)t], β(1 + g)t] (4) Keterangan : Dα(t) = struktur manfaat dari suatu investasi pada waktu t
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 3
R(t) α ζ β g t
= keuntungan yang diperoleh pada waktu t, dimana R(t) dihitung dengan menggunakan metode point to point. = tingkat partisipasi = tingkat suku bunga cap (batas atas) = besarnya persentase pengembalian = tingkat suku bunga jaminan = jangka waktu kontrak
Nilai kontrak dari struktur manfaat menggunakan metode point to point pada waktu t(0 ≤ t ≤ n) adalah sebagai berikut (Gaillardetz dan Lakhmiri, 2011): Π(t,n) = e r (nt ) [(1 )C ( (1 g) n C ) S (t)C n t dengan (1 g ) n (1 ) 1 (r 2 )(n t ) ln( ) 2 S (t ) C= nt (5) dan Ф adalah fungsi densitas dari distribusi Normal Standart. Sehingga diperoleh nilai sekarang aktuaria asuransi jiwa endowmen unit link adalah sebagai berikut: n 1
𝐴𝑥:𝑛| =
(0, k 1) p
k x
qx+k
+ Π(0,n) npx
k 0
(6) Menurut Gaillardetz dan Lakhmiri (2011), besarnya tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini: n 1
(0, k 1) p
k x
qx+k+Π(0,n) npx= 1
(7)
k 0
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data simulasi. Data sekundernya berupa data probabilitas hidup mengikuti tabel mortalita Indonesia II tahun 1999, data harga penutupan saham PT Astra Internasional Tbk (ASII) selama tahun 2014 dan data suku bunga BI. Penelitian ini dimulai dengan menentukan tingkat partisipasi optimum pada data simulasi, kemudian melihat perubahan tingkat partisipasi ketika jangka waktu kontrak asuransi, suku bunga, usia tertanggung dan volatilitas berubah. Pengelolahan data pada penelitian ini menggunakan Software R 2.14. ISSN : 2302-3791
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari data harga penutupan saham PT Astra Internasional Tbk (ASII) selama tahun 2014 diperoleh rata-rata log return saham sebesar 0,000274 dan diperoleh nilai volatilitas return saham sebesar 0,27189. Data suku bunga bebas resiko yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada suku bunga Bank Indonesia yang dikeluarkan pada tanggal 11 Desember 2014 yang besarnya 7,75%. Selanjutnya data-data tersebut akan dikombinasikan dengan data hasil simulasi untuk menentukan tingkat partisipasi yang optimum pada asuransi jiwa endowmen unit link. Adapun diskripsi data simulasinya adalah seorang laki-laki sebagai tertanggung berusia 45 tahun akan membeli produk asuransi jiwa endowmen unit link selama 5 tahun dengan jenis investasi yang dipilih berupa saham PT. Astra Internasional Tbk (ASII). Saham dibeli pada tanggal 2 Januari 2015 dengan harga Rp.74.250,00. Saham yang dibeli sebanyak 5 lot saham (2500 lembar saham). Tingkat Partisipasi Optimum Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link pada Investasi Saham PT. Astra Internasional Tbk. Berdasarkan data simulasi, diketahui bahwa : Usia (x) = 45 tahun Harga saham awal(S(0)) = Rp. 74.250 Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun Volatilitas(σ) = 0,27189 Suku bunga bebas resiko(r) = 0,0775 Jumlah saham(j) = 2500 Garansi(β) = 90% Suku bunga garansi (g) = 5% Setelah dilakukan perhitungan dengan bantuan software R 2.14, diperoleh tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link pada investasi saham PT. Astra Internasional Tbk yang optimum sebesar 69,58%. Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link dengan Jangka Waktu Kontrak Bervariasi Usia(x) Harga saham awal(S(0)) Jangka waktu kontrak(n)
= 45 tahun = Rp.74.250 = 2-20 tahun
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 4
Volatilitas(σ) Suku bunga bebas resiko(r) Jumlah saham(j) Garansi(β) Suku bunga garansi (g)
= 0,27189 = 0,0775 = 2500 = 90% = 5%
diperoleh perusahaan asuransi dan tertanggung juga semakin besar. Untuk jangka waktu kontrak yang kurang dari 5 tahun, tingkat partisipasi sudah mencapai angka lebih dari 65%.
Dari data simulasi tersebut diperoleh tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link seperti yang tertera pada Tabel 1 dan Gambar 1 berikut ini:
Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link dengan Usia Tertanggung Bervariasi Usia (x) = 0 - 95 tahun Harga saham awal(S(0)) = Rp. 74.250 Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun Volatilitas (σ) = 0,27189 Suku bunga bebas resiko(r)= 0,0775 Jumlah saham(j) = 2500 Garansi(β) = 90% Suku bunga garansi (g) = 5%
Tabel 1. Tingkat Partisipasi dengan Jangka Waktu Kontrak Bervariasi Jangka Waktu Tingkat Kontrak (n) Partisipasi 2 65,18 4 68,19 6 70,85 8 73,05 10 74,90 12 76,47 14 77,84 16 79,04 18 80,09 20 81,03
Dari data simulasi tersebut diperoleh tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link seperti yang tertera pada Tabel 2 dan Gambar 2 sebagai berikut: Tabel 2. Tingkat Partisipasi dengan Usia Tertanggung Bervariasi
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
75 70
Grafik Tingkat Partisipasi dengan Usia Tertanggung Bervariasi
Gambar 1. Grafik Tingkat Partisipasi dengan Jangka Waktu Kontrak Bervariasi
Dari Tabel 1 dan Gambar 1, dapat kita ketahui bahwa semakin lama jangka waktu kontrak maka tingkat partisipasi juga semakin meningkat. Seiring dengan semakin lamanya jangka waktu kontrak asuransi, maka keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi juga semakin besar. Sehingga proporsi keuntungan yang ISSN : 2302-3791
66
20
64
10 15 Jangka Waktu Kontrak (tahun)
62
5
Tingkat Partisipasi (%)
60
68
65
Tingkat Partisipasi (%)
80
Jangka Waktu Kontrak Bervariasi
0
20
40
60
80
usia (tahun)
Gambar 2. Grafik Tingkat Partisipasi dengan Usia Tertanggung Bervariasi
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 5
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
80 60
Tingkat Partisipasi (%)
100
Volatilitas Bervariasi
40
Dari Tabel 2 dan Gambar 2 di atas, dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link dengan metode point to point relative sama jika usia tertanggung dibawah 70 tahun. Namun ketika usia tertanggung lebih dari 70 tahun, besarnya tingkat partisipasi semakin menurun. Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link dengan Volatilitas Bervariasi Usia (x) Harga saham awal (S(0)) Jangka waktu kontrak(n) Volatilitas(σ) Suku bunga bebas resiko(r) Jumlah saham(j) Garansi(β) Suku bunga garansi (g)
= 45 tahun = Rp. 74.250 = 5 tahun = 0% - 100% = 0,0775 = 2500 = 90% = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link seperti yang tertera pada Tabel 3 dan Gambar 3 sebagai berikut: Tabel 3. Tingkat Partisipasi dengan Volatilitas Bervariasi Volatilitas Tingkat (σ) Partisipasi 0 100 0,1 95,87 0,2 80,01 0,3 66,04 0,4 55,70 0,5 48,09 0,6 42,39 0,7 38,05 0,8 34,70 0,9 32,06 1 29,98
0.0
0.2
0.4 0.6 Volatilitas (tahun)
0.8
1.0
Gambar 3. Grafik Tingkat Partisipasi dengan Volatilitas Bervariasi
Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 3 di atas, dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link semakin menurun ketika volatilitas return saham semakin naik. Hal ini dikarenakan semakin besar besar volatilitas return saham, maka semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan asuransi dengan resiko yang besar. Sebaliknya jika volatilitas return saham semakin kecil, maka resiko saham tersebut juga kecil, akibatnya keuntungan yang diperoleh juga kecil. Jadi ketika saham beresiko besar (volatilitas besar), maka tingkat kerugian yang akan diderita perusahaan juga semakin besar, sehingga tingkat partisipasi nilainya semakin kecil. Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link dengan Suku Bunga Bebas Resiko Bervariasi Usia (x) Harga saham awal(S(0)) Jangka waktu kontrak(n) Volatilitas (σ) Suku bunga bebas resiko(r) Jumlah saham(j) Garansi(β) Suku bunga garansi (g)
= 45 tahun = Rp. 74.250 = 5 tahun = 0,27189 = 0% - 15% = 2500 = 90% = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link seperti yang tertera pada Tabel 4 dan Gambar 4 sebagai berikut: ISSN : 2302-3791
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 6
Tabel 4. Tingkat Partisipasi dengan Suku Bunga Bervariasi Suku Bunga Tingkat (r) Partisipasi 0,01 10,01 0,02 10,01 0,03 14,90 0,04 33,43 0,05 46,27 0,06 56,37 0,07 64,50 0,08 71,11 0,09 76,50 0,10 80,90 0,11 84,50 0,12 87,44 0,13 89,84 0,14 91,80 0,15 93,40
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
60 40 20
Tingkat Partisipasi (%)
80
Suku Bunga Bervariasi
0.02
0.04
0.06
0.08 0.10 Suku Bunga (tahun)
0.12
0.14
Gambar 4. Grafik Tingkat Partisipasi dengan Suku Bunga Bervariasi
Terlihat pada Tabel 4 dan Gambar 4, bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link semakin besar ketika tingkat suku bunga bebas resiko semakin besar. Hal ini dikarenakan suku bunga bebas resiko merupakan variabel dari fungsi diskonto, sehingga ketika suku bunga bebas resiko semakin besar, maka semakin kecil nilai fungsi diskonto dan semakin kecil pula keuntungan dari investasi tersebut. KESIMPULAN ISSN : 2302-3791
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Besarnya tingkat partisipasi optimum untuk asuransi jiwa endowmen unit link dengan metode point to point yang diikuti oleh seorang tertanggung berusia 45 tahun yang membeli saham PT. Astra Internasional Tbk sebanyak 5 lot dengan tingkat suku bunga BI 7,75%, garansi 90% , suku bunga garansi 5% dan jangka waktu kontrak 5 tahun adalah sebesar 69,58%. 2. Perubahan besarnya tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link dengan metode point to point jika jangka waktu kontrak, usia tertanggung, volatilitas return saham dan suku bunga bebas resiko bervariasi adalah sebagai berikut: a. Semakin lama jangka waktu kontrak maka tingkat partisipasi juga semakin meningkat. b. Tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link dengan metode point to point relative sama jika usia tertanggung dibawah 70 tahun dan ketika usia tertanggung lebih dari 70 tahun, besarnya tingkat partisipasi semakin menurun. c. Tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link semakin menurun ketika volatilitas return saham semakin naik. d. Tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link semakin besar ketika tingkat suku bunga bebas resiko semakin besar. DAFTAR PUSTAKA Bowers, N.L, Gerber, H.U, Hickman, J.C, Jones, D.A dan Nesbitt, CJ , (1997), Actuarial Mathematics, Illinois : The Sociaty Actuaties, Schaumburg. Gaillardetz, P dan Lakhmiri, J.Y. (2011), “ A New Premium Principle For EquityIndexed Annuities”, The Journal of Risk and Insurance, Vol.78, No.1, hal. 245265. Hardy, M , (2003), Investment Guarantees : Modelling and Risk Management for Equity-Linked Life Insurance, John Wiley & Sons, Inc, USA.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 7
Hayati, Erna. (2014). Penentuan Tingkat Partisipasi dan Premi Bulanan Untuk Kontrak Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link Dengan Menggunakan Metode Point to Point, Tesis Master, Jurusan Statistika FMIPA ITS, Tesis, Surabaya. Hull, J.C,(2009), Options, Futures and Other Derivatives, Pearson Prentice Hall, USA. Kholijah, Gusmi. (2014). Penentuan Tingkat Partisipasi dan Premi Tunggal Bersih
ISSN : 2302-3791
Pada Kontrak Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link Dengan Metode High Water Mark, Tesis Master, Jurusan Statistika FMIPA ITS, Tesis, Surabaya. Perdana, H. (2013). Penentuan Premi dan Tingkat Partisipasi untuk Kontrak Asuransi Jiwa Dwiguna Unit Link Dengan Menggunakan Metode Annual Ratchet, Tesis Master, Jurusan Statistika FMIPA UGM, Tesis, Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 8
TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN Dhevi Nayasari Sastradinata *) *)
Dosen Fakultas Hukum Universita Islam Lamongan
ABSTRAK Berlatar belakang Gejolak moneter yang mulai terjadi pada bulan Juli 1997 di Indonesia, mengakibatkan lengsernya Presiden Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Kondisi ini telah menyebabkan utang-utang para pengusaha Indonesia dalam valuta asing, terutama terhadap kreditor luar negeri menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan sebagian besar debitor tidak mampu membayar utang-utangnya Kata Kunci : Tinjauan Yuridis, Perkara Kepailitan PENDAHULUAN Masalah utama dewasa ini, para hakim dalam praktik menerapkan Undang-Undang Kepailitan secara legistis, mendasarkan pada “syarat-syarat pailit” sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Sebagaimana juga UndangUndang Nomor 4 Tahun 1998 yang digantikannya, sedangkan “syarat-syarat pailit” tersebut tidak rasional, karena permohonan kepailitan dapat diajukan dan putusan pailit oleh Pengadilan Niaga dapat diajukan terhadap debitor yang masih solven.1 Sebagaimana diketahui, sebelum gejolak moneter tahun 1997, Indonesia telah memiliki peraturan kepailitan, yaitu Faillissementsverordening S.1905-217 jo S.1906 – 348. Sekalipun sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai saat Faillissements-verordening tersebut diubah dan ditambah, syaratsyarat kepailitan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1 peraturan kepailitan tersebut tidak pernah dipermasalahkan oleh dunia usaha. Menurut Pasal 1 Faillissementsverordening tersebut, syarat untuk dapat mengajukan permohonan pailit adalah : “setiap debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar kembali utang tersebut, baik atas permintaannya sendiri maupun atas permintaan seorang kreditor atau beberapa orang kreditornya, dapat diadakan putusan oleh hakim yang
menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit”2. Syarat-syarat pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Faillissementsverordening tersebut hanya memberikan kemungkinan untuk mengajukan permohonan pailit terhadap debitor yang telah berada dalam keadaan berhenti membayar kembali utangutangnya. Artinya, debitor tersebut telah dalam keadaan insolven.Ketentuan mengenai syarat pailit sebagaimana dimaksud sebelum diatur dalam Faillissements-verordening, diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang terpisah bagi pedagang. Bagi pedagang termuat dalam peraturan tentang ketidak mampuan pedagang, yakni dalam Wet Boek van Koophandel (WvK), buku ketiga yang berjudul van de voorziening in geval van onvermogen van kooplieden. Sedang bagi orang-orang bukan pedagang, termuat dalam peraturan tentang keadaan nyata-nyata tidak mampu, yakni dalam Reglement op de Rechtsvordering (Rv), staatblad tahun 1847 nomor 52 juncto staatblad tahun 1949 nomor 63, buku ketiga, bab ketujuh yang berjudul Den staat van kennelijk onvermogen Pasal 899 sampai dengan 915. Dari sejarah sebelum diaturnya syaratsyarat pailit dalam Faillissements-verordening, meskipun masih terpisah, namun telah menyatakan bahwa syarat untuk dapat dinyatakan pailit, baik bagi pedagang maupun bagi bukan pedagang, sebagaimana dapat
1
2
Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan, penerbit : Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 29 ISSN : 2302-3791
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit., hlm. 28.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 9
dilihat dari kedua judul ketentuan syaratsayarat pailit yakni WvK dan Rv yang berlaku pada waktu itu, adalah tidak mempunyai (onvermogen) seseorang untuk membayar utangnya.Setelah tidak dipisahkan lagi ketentuan tentang syaratsyarat pailit bagi pedagang dan bukan pedagang, maka yang dimaksud dalam Faillissements-verordening (Fv) dengan setiap debitor yang dalam keadaan berhenti membayar kembali utang, sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 Faillissementsverordening, adalah setiap debitor yang dalam keadaan berhenti membayar kembali utangnya, karena tidak mampu membayar utangnya, yang terjadi karena keadaan finansialnya atau aset yang tidak cukup. Sejak diberlakukannya undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 yang kemudian diganti dengan undang-undang Nomor 37 Tahun 2004, maka debitor yang masih dalam keadaan solven-pun juga dapat dimohonkan oleh kreditor untuk dinyatakan pailit asal memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 2 UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004. Berdasarkan pasal tersebut, seorang debitor dapat dinyatakan pailit jika mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Permasalahan mengenai syarat-syarat pailit baru muncul setelah dibentuknya Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 1998 sebagaimana kemudian telah diterima dan disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tersebut bukan sekedar menggantikan Faillissements-verordening tetapi mengubah dan menambah isinya.Termasuk yang diubah dari Faillissements-verordening adalah syaratsyarat kepailitan yang disebutkan dalam Pasal 1 Faillissements-verordening. Bunyi syarat-syarat kepailitan diubah menjadi berbunyi : “debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas ISSN : 2302-3791
permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya”. Dengan diubahnya syarat-syarat pailit tersebut, maka bukan hanya debitor insolven saja yang dapat diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga tetapi juga debitor yang masih solven.Perubahan syarat-syarat pailit tersebut telah menjadi ancaman bagi perkembangan dunia usaha, yang lebih lanjut tidak mustahil dapat menimbulkan bencana bagi perekonomian nasional. Sangat disayangkan, ternyata UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang menggantikan undangundang Nomor 4 Tahun 1998 masih mengadopsi syarat-syarat pailit yang tidak berbeda dengan syarat-syarat pailit menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tersebut. Syarat-syarat pailit sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 adalah :“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permohonan seorang atau lebih kreditornya”. UUK dan PKPU memberikan peluang bagi debitor maupun kreditor untuk mengajukan upaya perdamaian. Upaya perdamaian (accord) dapat diajukan oleh salah satu pihak guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perdamaian (accord) dalam kepailitan diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara debitor pailit dengan para kreditor . Debitur pailit berhak untuk menawarkan perdamaian kepada seluruh kreditor berpiutangnya bersama-sama. Beberapa ketentuan menyangkut rencana perdamaian dalam UUK dan PKPU diuraikan berikut ini. Ketentuan dalam Pasal 145 UUK dan PKPU menentukan: a. Apabila Debitor Pailit mengajukan rencana perdamaian dan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 10
orang yang berkepentingan, rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang, kecuali dalam hal yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147. b. Bersamaan dengan penyediaan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kepaniteraan Pengadilan maka salinannya wajib dikirimkan kepada masing-masing anggota panitia kreditor sementara. Pasal 146 UUK dan PKPU menentukan bagi kurator dan panitia kreditor sementara masing-masing wajib memberikan pendapat tertulis tentang rencana perdamaian dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU. Pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU, ditunda sampai rapat berikut yang tanggalnya ditetapkan oleh Hakim Pengawas paling lambat 21 (dua puluh satu) hari. Kemudian Pasal 147 UUK dan PKPU ditunda dalam hal : “Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri atas orangorang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut; atau rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki pengunduran rapat.” Kemudian dalam Pasal 148 UUK dan PKPU menentukan : “Dalam hal pembicaraan dan pemungutan suara mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ditunda sampai rapat berikutnya, Kurator dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal rapat terakhir harus memberitahukan kepada Kreditor yang diakui atau Kreditor yang untuk sementara diakui yang tidak hadir pada rapat pencocokan piutang dengan surat yang memuat secara ringkas isi rencana perdamaian tersebut”. ISSN : 2302-3791
Kemudian dalam Pasal 149 UUK dan PKPU ayat 1 dan 2 ditentukan : Ayat 1 : “Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut”. Ayat 2 : “Dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka menjadi Kreditor konkuren, juga dalam hal perdamaian tersebut tidak diterima”. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, diketahui bahwa upaya perdamaian hanya berlaku terhadap kreditor konkuren (bersaing). Menurut Sunarmi hanya kreditor konkurenlah yang berhak untuk mengeluarkan suara terhadap rencana perdamaian yang ditawarkan oleh debitor pailit. Kreditor separatis, kreditor preferen dengan hak untuk didahulukan tidak berhak memberikan suaranya dalam rapat tentang rencana perdamaian tersebut. Jika kreditor separatis dan kreditor preferen memberikan suaranya dalam rapat rencana perdamaian, maka berarti bahwa kreditor tersebut telah melepaskan hak-hak istimewanya sebagaimana dalam KUH Perdata dan selanjutnya berubah menjadi kreditor konkuren, meskipun jika pada akhirnya rencana perdamaian tersebut tidak diterima, kreditor ini tetap menjadi kreditor konkuren. sebagaimana telah disinggung mengenai rencana perdamaian di atas, bahwa yang menawarkan perdamaian dalam kepailitan harus lah dari pihak si pailit (debitor pailit). Diajukannya rencana perdamaian ini oleh debitor pailit, disebabkan oleh karena kemungkinan alasanalasan berikut ini : a. Mungkin debitor pailit menawarkan kepada kreditornya bahwa ia akan membayar (sanggup membayar) dalam jumlah tertentu dari utangnya (tidak dalam jumlah keseluruhannya).
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 11
b. Mungkin debitor pailit akan menawarkan akor likuidasi (liquidatie accord) di mana debitor pailit menyediakan hartanya bagi kepentingan para kreditornya untuk dijual di bawah pengawasan seorang pengawas (pemberes), dan hasil penjualannya dibagi untuk para kreditor. Jika hasil penjualan itu tidak mencukupi, maka debitor pailit dibebaskan dari dalam hal membayar sisa utang yang belum terbayar. c. Mungkin debitor pailit menawarkan untuk meminta penundaan pembayaran dan diperbolehkan mengangsur utangnya untuk beberapa waktu. Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa dalam pengajuan perdamaian pada PKPU berbeda dengan pengajuan perdamaian dalam kepailitan. Perbedaan perdamaian antara perdamaian pada PKPU dan perdamaian pada kepailitan dapat dilihat dari segi waktu, penyelesaian, syarat penerimaan, dan kekuatan mengikat. Dari segi waktu, perdamaian pada PKPU diajukan diajukan pada saat atau setelah permohonan PKPU sedangkan perdamaian pada kepailitan diajukan setelah adanya putusan pailit dari majelis hakim pengadilan niaga.Dari segi penyelesaian, pembicaraan penyelesaian perdamaian dilakukan pada sidang pengadilan yang memeriksa permohonan PKPU sedangkan perdamaian pada kepailitan dibicarakan pada saat verifikasi (rapat pencocokan piutang) yaitu setelah adanya putusan pailit. Dari segi syarat penerimaan, syarat penerimaan perdamaian pada PKPU harus disetujui 2/3 jumlah kreditor yang diakui dan mewakili 3/4 dari jumlah piutang. Sedangkan perdamaian dalam kepailitan harus disetujui oleh 1/2 kreditor konkuren yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui.Hal ini ditegaskan dalam Pasal 151 UUK dan PKPU yang menentukan syarat berikut ini : “Rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat Kreditor oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang untuk sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang ISSN : 2302-3791
konkuren yang diakui atau yang untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut”. Selanjutnya dalam Pasal 152 UUK dan PKPU ditentukan pula syarat-syarat dalam hal : “Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari jumlah piutang Kreditor yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian maka dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, diselenggarakan pemungutan suara kedua, tanpa diperlukan pemanggilan. “Pada pemungutan suara kedua, Kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama”. Hasil dari rapat perundingan itu kemudian dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh hakim pengawas dan penitera pengganti. Dari segi kekuatan mengikat perdamaian pada PKPU berlaku pada semua kreditor sedangkan perdamaian pada kepailitan hanya berlaku bagi kreditor konkuren saja. Apakah perdamaian bisa dilakukan setelah adanya putusan MA yang menolak kasasi debitor pailit? Pada prinsipnya UUK dan PKPU menjamin hak debitor pailit untuk dapat menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor (Pasal 144 UUK dan PKPU) 3. Akan tetapi, rencana perdamaian itu harus diajukan oleh debitor pailit paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang dengan menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan Niaga. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang (Pasal 145 ayat 1 UUK dan PKPU). Dengan kata lain, rencana perdamaian ini diajukan setelah adanya putusan pailit terhadap debitor oleh Pengadilan Niaga. Memang debitor pailit diberikan hak untuk melakukan upaya hukum yaitu kasasi 3
Rahayu Hartini, 2008. Hukum Kepailitan. Malang : UMM Press : hal 175 )
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 12
ke MA (Pasal 11 ayat 1 UUK dan PKPU), tetapi permohonan kasasi ini diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit (Pasal 11 ayat 2 UUK dan PKPU).Hal ini berarti rencana pengajuan perdamaian tidak lagi dapat diajukan setelah ada putusan dari MA yang menolak kasasi yang diajukan oleh debitor pailit, karena jangka waktu untuk pengajuan rencana perdamaian telah lewat waktu. Rencana pengajuan perdamaian dalam rangka kepailitan hanya boleh dilakukan setelah putusan pailit dijatuhkan Pengadilan Niaga dan tidak boleh lewat dari 8 (delapan) hari setelah jatuhnya putusan pailit. Jadi, perdamaian tidak bisa dilakukan setelah ada putusan MA yang menolak kasasi debitor pailit. Kreditor yang telah mengeluarkan suara menyetujui rencana perdamaian atau Debitor Pailit, dapat meminta kepada Pengadilan pembetulan berita acara rapat dalam jangka waktu 8 (delapan) hari setelah tersedianya berita acara rapat. Selanjutnya menurut Pasal 156 UUK “Dalam hal rencana perdamaian diterima sebelum rapat ditutup, Hakim Pengawas menetapkan hari sidang Pengadilan yang akan memutuskan mengenai disahkan atau tidaknya rencana perdamaian tersebut”. Pengesahan oleh pengadilan seperti ini disebut homologasi. Sidang Pengadilan harus diadakan paling singkat 8 (delapan) hari dan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara atau setelah dikeluarkannya penetapan Pengadilan dalam hal terdapat kekeliruan.Selama sidang, Kreditor dapat menyampaikan kepada Hakim Pengawas alasan-alasan yang menyebabkan mereka menghendaki ditolaknya pengesahan rencana perdamaian. Pada hari yang ditetapkan Hakim Pengawas dalam sidang terbuka memberikan laporan tertulis, sedangkan tiap-tiap Kreditor baik sendiri maupun kuasanya, dapat menjelaskan alasan-alasan yang menyebabkan ia ISSN : 2302-3791
menghendaki pengesahan atau penolakan perdamaian. Dalam permohonan penetapan itu, rencana perdamaian yang diajukan dapat diterima atau bahkan ditolak oleh pengadilan Alasan rencana perdamaian tersebut ditolak antara lain (Pasal 159 ayat (2) UUK): 1. harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian; 2. pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; dan/atau 3. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerjasama untuk mencapai hal ini. Bila penolakan pengesahan perdamaian itu terjadi, baik Kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun Debitor Pailit, dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan Pengadilan diucapkan, dapat mengajukan kasasi. Namun, bila yang terjadi sebaliknya yang berarti rencana perdamaian tersebut dikabulkan maka Kreditor yang menolak perdamaian atau yang tidak hadir pada saat diadakan pemungutan suara dan Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian tersebut dicapai dapat mengajukan kasasi dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal pengesahan tersebut diucapkan. Perdamaian yang disahkan berlaku bagi semua Kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak. Putusan pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap merupakan atas hak yang dapat dijalankan terhadap Debitor dan semua orang yang menanggung pelaksanaan perdamaian sehubungan dengan piutang yang telah diakui, sejauh tidak dibantah oleh Debitor Pailit. Dengan putusan perdamaian yang telah berkekuatan hukum tetap itu pula, maka kepailitan debitor dinyatakan berakhir. Menurut Munir Fuady, ada 10 akibat hukum yang terjadi dengan putusan perdamaian itu, yaitu
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 13
1. Setelah perdamaian, kepailitan berakhir. 2. Keputusan penerimaan perdamaian mengikat seluruh kreditor konkuren 3. Perdamaian tidak berlaku bagi kreditor separatis dan kreditor yang diistimewakan. 4. Perdamaian tidak boleh diajukan dua kali. 5. Perdamaian merupakan alas hak bagi debitor 6. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap guarantor dan rekan debitor 7. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap benda-benda pihak ketiga. Kewajiban debitor selanjutnya ialah melaksanakan apa isi perdamaian dengan baik, karena bila ia lalai melaksanakan isi perdamaian maka kreditor bisa menuntut pembatalan perdamaian yang bukan tidak mungkin debitor kembali dalam keadaan pailit. Dalam hal kepailitan dibuka kembali, maka kali ini tidak dapat lagi ditawarkan perdamaian. Kurator wajib seketika memulai dengan pemberesan harta pailit.
METODE PENELITIAN Tipe Penelitian hukum yang di lakukan adalah penelitian Yuridis normatife (hukum normatif) 4. Metode Penelitian Hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Oleh karena tipe penelitian yang di gunakan adalah tipe penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundangundangan 5 (statute approach) dan Bahan hukum yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bahan hukum primer yakni bahan hukum terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Bahan sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks,jurnal-jurnal asing, pendapat para sarjana dan kasus-kasus hukum,serta symposium yang dilakukan para 4
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hlm.10 5 Peter Mahmud M., Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group: Jakarta, 2005, hal.96-97 ISSN : 2302-3791
pakar. Bahan Hukum tersier adalah bahan hukum seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain.Maka dalam pengumpulan bahan hukum penulis mengunakan studi dokumen atau bahan pustaka dalam penulisan skripsi ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberlakuan. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran itang.Dengan diubahnya syarat-syarat pailit tersebut, maka bukan hanya debitor insolven saja yang dapat diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga tetapi juga debitor yang masih solven.Perubahan syarat-syarat pailit tersebut telah menjadi ancaman bagi perkembangan dunia usaha, yang lebih lanjut tidak mustahil dapat menimbulkan bencana bagi perekonomian nasional. Sangat disayangkan, ternyata Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang menggantikan undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 masih mengadopsi syarat-syarat pailit yang tidak berbeda dengan syarat-syarat pailit menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tersebut. Syarat-syarat pailit sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 adalah : “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permohonan seorang atau lebih kreditornya”. UUK dan PKPU memberikan peluang bagi debitor maupun kreditor untuk mengajukan upaya perdamaian. Upaya perdamaian (accord) dapat diajukan oleh salah satu pihak guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perdamaian (accord) dalam kepailitan diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara debitor pailit dengan para kreditor. Debitur pailit berhak untuk menawarkan perdamaian kepada seluruh kreditor berpiutangnya bersama-sama.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 14
Beberapa ketentuan menyangkut rencana perdamaian dalam UUK dan PKPU diuraikan berikut ini. Ketentuan dalam Pasal 145 UUK dan PKPU menentukan: a. Apabila Debitor Pailit mengajukan rencana perdamaian dan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat dengan cumacuma oleh setiap orang yang berkepentingan, rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang, kecuali dalam hal yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147. b. Bersamaan dengan penyediaan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kepaniteraan Pengadilan maka salinannya wajib dikirimkan kepada masingmasing anggota panitia kreditor sementara. Pasal 146 UUK dan PKPU menentukan bagi kurator dan panitia kreditor sementara masing-masing wajib memberikan pendapat tertulis tentang rencana perdamaian dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU. Pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU, ditunda sampai rapat berikut yang tanggalnya ditetapkan oleh Hakim Pengawas paling lambat 21 (dua puluh satu) hari. Kemudian Pasal 147 UUK dan PKPU ditunda dalam hal : “Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri atas orangorang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut; atau rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki pengunduran rapat.” Kemudian dalam Pasal 148 UUK dan PKPU menentukan : “Dalam hal pembicaraan dan pemungutan suara mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ditunda sampai rapat berikutnya, Kurator dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal rapat terakhir harus memberitahukan ISSN : 2302-3791
kepada Kreditor yang diakui atau Kreditor yang untuk sementara diakui yang tidak hadir pada rapat pencocokan piutang dengan surat yang memuat secara ringkas isi rencana perdamaian tersebut”. Kemudian dalam Pasal 149 UUK dan PKPU ayat 1 dan 2 ditentukan : Ayat 1 : “Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut”. Ayat 2 : “Dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka menjadi Kreditor konkuren, juga dalam hal perdamaian tersebut tidak diterima”. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, diketahui bahwa upaya perdamaian hanya berlaku terhadap kreditor konkuren (bersaing). Menurut Sunarmi hanya kreditor konkurenlah yang berhak untuk mengeluarkan suara terhadap rencana perdamaian yang ditawarkan oleh debitor pailit. Kreditor separatis, kreditor preferen dengan hak untuk didahulukan tidak berhak memberikan suaranya dalam rapat tentang rencana perdamaian tersebut. Jika kreditor separatis dan kreditor preferen memberikan suaranya dalam rapat rencana perdamaian, maka berarti bahwa kreditor tersebut telah melepaskan hak-hak istimewanya sebagaimana dalam KUH Perdata dan selanjutnya berubah menjadi kreditor konkuren, meskipun jika pada akhirnya rencana perdamaian tersebut tidak diterima, kreditor ini tetap menjadi kreditor konkuren. Sebagaimana telah disinggung mengenai rencana perdamaian di atas, bahwa yang menawarkan perdamaian dalam kepailitan harus lah dari pihak si pailit (debitor pailit). Diajukannya rencana perdamaian ini oleh debitor pailit, disebabkan oleh karena kemungkinan alasan-alasan berikut ini :
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 15
a. Mungkin debitor pailit menawarkan kepada kreditornya bahwa ia akan membayar (sanggup membayar) dalam jumlah tertentu dari utangnya (tidak dalam jumlah keseluruhannya). b. Mungkin debitor pailit akan menawarkan akor likuidasi (liquidatie accord) di mana debitor pailit menyediakan hartanya bagi kepentingan para kreditornya untuk dijual di bawah pengawasan seorang pengawas (pemberes), dan hasil penjualannya dibagi untuk para kreditor. Jika hasil penjualan itu tidak mencukupi, maka debitor pailit dibebaskan dari dalam hal membayar sisa utang yang belum terbayar. c. Mungkin debitor pailit menawarkan untuk meminta penundaan pembayaran dan diperbolehkan mengangsur utangnya untuk beberapa waktu. Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa dalam pengajuan perdamaian pada PKPU berbeda dengan pengajuan perdamaian dalam kepailitan. Perbedaan perdamaian antara perdamaian pada PKPU dan perdamaian pada kepailitan dapat dilihat dari segi waktu, penyelesaian, syarat penerimaan, dan kekuatan mengikat. Dari segi waktu, perdamaian pada PKPU diajukan diajukan pada saat atau setelah permohonan PKPU sedangkan perdamaian pada kepailitan diajukan setelah adanya putusan pailit dari majelis hakim pengadilan niaga.Dari segi penyelesaian, pembicaraan penyelesaian perdamaian dilakukan pada sidang pengadilan yang memeriksa permohonan PKPU sedangkan perdamaian pada kepailitan dibicarakan pada saat verifikasi (rapat pencocokan piutang) yaitu setelah adanya putusan pailit. Dari segi syarat penerimaan, syarat penerimaan perdamaian pada PKPU harus disetujui 2/3 jumlah kreditor yang diakui dan mewakili 3/4 dari jumlah piutang. Sedangkan perdamaian dalam kepailitan harus disetujui oleh 1/2 kreditor konkuren yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui.Hal ini ditegaskan dalam Pasal 151 UUK dan PKPU yang menentukan syarat berikut ini : “Rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat Kreditor oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren ISSN : 2302-3791
yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang untuk sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui atau yang untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut”. Selanjutnya dalam Pasal 152 UUK dan PKPU ditentukan pula syarat-syarat dalam hal : “Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari jumlah piutang Kreditor yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian maka dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, diselenggarakan pemungutan suara kedua, tanpa diperlukan pemanggilan. “Pada pemungutan suara kedua, Kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama”. Hasil dari rapat perundingan itu kemudian dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh hakim pengawas dan penitera pengganti. Dari segi kekuatan mengikat perdamaian pada PKPU berlaku pada semua kreditor sedangkan perdamaian pada kepailitan hanya berlaku bagi kreditor konkuren saja. Apakah perdamaian bisa dilakukan setelah adanya putusan MA yang menolak kasasi debitor pailit? Pada prinsipnya UUK dan PKPU menjamin hak debitor pailit untuk dapat menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor (Pasal 144 UUK dan PKPU). Akan tetapi, rencana perdamaian itu harus diajukan oleh debitor pailit paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang dengan menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan Niaga. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang (Pasal 145 ayat 1 UUK dan PKPU). Dengan kata lain, rencana perdamaian ini diajukan setelah adanya putusan pailit terhadap debitor oleh Pengadilan Niaga. Memang debitor pailit diberikan hak untuk melakukan upaya hukum yaitu kasasi ke MA (Pasal 11 ayat 1 UUK dan PKPU),
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 16
tetapi permohonan kasasi ini diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit (Pasal 11 ayat 2 UUK dan PKPU).Hal ini berarti rencana pengajuan perdamaian tidak lagi dapat diajukan setelah ada putusan dari MA yang menolak kasasi yang diajukan oleh debitor pailit, karena jangka waktu untuk pengajuan rencana perdamaian telah lewat waktu. Rencana pengajuan perdamaian dalam rangka kepailitan hanya boleh dilakukan setelah putusan pailit dijatuhkan Pengadilan Niaga dan tidak boleh lewat dari 8 (delapan) hari setelah jatuhnya putusan pailit. Jadi,perdamaian tidak bisa dilakukan setelah ada putusan MA yang menolak kasasi debitor pailit. Kreditor yang telah mengeluarkan suara menyetujui rencana perdamaian atau Debitor Pailit, dapat meminta kepada Pengadilan pembetulan berita acara rapat dalam jangka waktu 8 (delapan) hari setelah tersedianya berita acara rapat. Selanjutnya menurut Pasal 156 UUK “Dalam hal rencana perdamaian diterima sebelum rapat ditutup, Hakim Pengawas menetapkan hari sidang Pengadilan yang akan memutuskan mengenai disahkan atau tidaknya rencana perdamaian tersebut”. Pengesahan oleh pengadilan seperti ini disebut homologasi. Sidang Pengadilan harus diadakan paling singkat 8 (delapan) hari dan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara atau setelah dikeluarkannya penetapan Pengadilan dalam hal terdapat kekeliruan.Selama sidang, Kreditor dapat menyampaikan kepada Hakim Pengawas alasan-alasan yang menyebabkan mereka menghendaki ditolaknya pengesahan rencana perdamaian. Pada hari yang ditetapkan Hakim Pengawas dalam sidang terbuka memberikan laporan tertulis, sedangkan tiap-tiap Kreditor baik sendiri maupun kuasanya, dapat menjelaskan alasanalasan yang menyebabkan ia menghendaki pengesahan atau penolakan perdamaian. ISSN : 2302-3791
Dalam permohonan penetapan itu, rencana perdamaian yang diajukan dapat diterima atau bahkan ditolak oleh pengadilan Alasan rencana perdamaian tersebut ditolak antara lain (Pasal 159 ayat (2) UUK): 1. harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian; 2. pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; dan/atau 3. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerjasama untuk mencapai hal ini. Bila penolakan pengesahan perdamaian itu terjadi, baik Kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun Debitor Pailit, dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan Pengadilan diucapkan, dapat mengajukan kasasi. Namun, bila yang terjadi sebaliknya yang berarti rencana perdamaian tersebut dikabulkan maka Kreditor yang menolak perdamaian atau yang tidak hadir pada saat diadakan pemungutan suara dan Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian tersebut dicapai dapat mengajukan kasasi dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal pengesahan tersebut diucapkan. Perdamaian yang disahkan berlaku bagi semua Kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak. Putusan pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap merupakan atas hak yang dapat dijalankan terhadap Debitor dan semua orang yang menanggung pelaksanaan perdamaian sehubungan dengan piutang yang telah diakui, sejauh tidak dibantah oleh Debitor Pailit. Dengan putusan perdamaian yang telah berkekuatan hukum tetap itu pula, maka kepailitan debitor dinyatakan berakhir. Menurut Munir Fuady, ada 10 akibat hukum yang terjadi dengan putusan perdamaian itu, yaitu 1. Setelah perdamaian, kepailitan berakhir.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 17
2. Keputusan penerimaan perdamaian mengikat seluruh kreditor konkuren 3. Perdamaian tidak berlaku bagi kreditor separatis dan kreditor yang diistimewakan. 4. Perdamaian tidak boleh diajukan dua kali. 5. Perdamaian merupakan alas hak bagi debitor 6. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap guarantor dan rekan debitor 7. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap benda-benda pihak ketiga. Kewajiban debitor selanjutnya ialah melaksanakan apa isi perdamaian dengan baik, karena bila ia lalai melaksanakan isi perdamaian maka kreditor bisa menuntut pembatalan perdamaian yang bukan tidak mungkin debitor kembali dalam keadaan pailit. Dalam hal kepailitan dibuka kembali, maka kali ini tidak dapat lagi ditawarkan perdamaian. Kurator wajib seketika memulai dengan pemberesan harta pailit . 1. KESIMPULAN Secara singkat mengenai penjelasan tentang PENGATURAN PERKARA KEPAILITAN menurut Undang – undang nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan. Dalam penyelesaian perkara kepailitan tentu diusahakan perdamaian sebagaimana dalam Hukum Acara Perdata yang bersumber dari HIR menyatakan bahwa dalam menyelesaikan perkara hakim wajib mengusahakan perdamaian terlebih dahulu. dalam perkara kepailitan perdamaian tidak diusahakan di awal, karena hakim hanya diberi waktu 60 hari untuk mengeluarkan putusan. dengan waktu yang sesingkat itu tidaklah mungkin diusahakan perdamaian terlebih dahulu. Secara singkat Akibat Hukum Putusan Kepailitan menurut Undang – undang nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan. Sesuai Pasal 24 ayat 1, 2, 3 dan 4 Undang – Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran berbunyi sebagai berikut : Ayat 1 : Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. ISSN : 2302-3791
Ayat 2 : tanggal putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak pukul 00.00. waktu setempat. Ayat 3 : dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dan melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), transfer tersebut wajib diteruskan. Ayat 4 : dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di bursa efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. Pasal 31 ayat 1,2, dan 3 Undang – Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran berbunyi sebagai berikut : Ayat 1 : Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap sebagian dari kekayaan Debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera Debitur. Ayat 2 : Semua penyitaan yang telah dilakukann menjadi hapus dan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretannya. Ayat 3 : Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimanadimaksud dalam pasal 93, Debitur yang sedang dalam penahanan harus dilepaskan seketika setelah Putusan Pernyataan Pailit diucapkan. DAFTAR PUSTAKA Rahayu Hartini, 2008. Hukum Kepailitan. Malang : UMM Press : hal 175 ) Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan, penerbit : Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 29 Munir Fuady.1999.Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Bandung : Citra Aditya Bakti : Hal 118 – 119 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hlm.10 Peter Mahmud M., Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group: Jakarta, 2005, hal.96-97
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 18
Peraturan Perundang-Undangan : KUHP PERDATA BW. KUHD. UNDANG – UNDANG NO.37 TAHUN 2004 tentang KEPAILITAN & PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. PP NO. 10 TAHUN 2005 tentang PERHITUNGAN JUMLAH HAK SUARA KREDITOR.
ISSN : 2302-3791
Internet : http://bisdansigalingging.blogspot.com/2014/10/upay a-perdamaian-dalam-hukumkepailitan.html http://clickgtg.blogspot.com/2011/04/berakhirnyakepailitan.html http://www.scribd.com/doc/90625583/ BERAKHIRNYA-KEPAILITAN#scri
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 19
PERSEPSI WARGA NAHDLATUL ULAMA (NU) LAMONGAN TERHADAP POLITIK (Study Kasus Di Desa Sarirejo Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan ) Moh. Sa’diyin *)
ABSTRAKSI Nahdatul Ulama disingkat NU, yang merupakan suatu jam’iyah Diniyah Islamiyah yang berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. organisasi berkembang pesat yang beranggotakan kurang Lebih 78 juta. Pasca Orde Baru, Organisasi ini membidani lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dengan alasan sebagai wadah politik bagi warga NU. Setelah itu perjalanan NU dan PKB tampak kabur bahwa NU mulai memasuki kembali political sphere, setelah berjalanya waktu, wilayah politik mulai menggeser peran utama NU, apalagi ditunjukan dengan atraksi politisi NU yang meninggalkan jauh dari karakteristik ajaran Ahlusunah Waljamaah yaitu menjaga, membentengi, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam menurut pemahaman أهل ال ّسنّة والجماعةdi muka bumi. Banyak persoalan yang dihadapi oleh warga NU tidak diselesaikan, mereka hanya mengajar kekuasaan dan materi semata. Kondisi seperti menjadikan para politisi NU yang menang tapi yang dikalahkan adalah warga NU, punya politisi dari kalangan NU atau tidak sama saja, justru Mereka merasa dibohongi hnya dijadikan amunisi untuk kemenangan sajasetelah itu ditinggalkan. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan presepsi waga NU tentang politik adalah suatu yang kotor, hina dan menjijikan, arga NU kalau mempunyai presepsi seperti ini tidaklah salah karena mereka diberi ontoh tokoh-tokoh politiknya yang tidak baik. Kata kunci : Persepsi warga NU, politik, Ahlussunnah waljama’ah PENDAHULUAN Latar Belakang Nahdatul Ulama disingkat NU, yang merupakan suatu jam’iyah Diniyah Islamiyah yang berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. Organisasi ini merupakan salah satu organisasi terbesar di Indonesia. NU mempersatukan solidaritas ulama tradisional dan para pengikut mereka yang berfaham salah satu dari empat mazhab Fikih Islam Sunni terutama Mazhab Syafi’i. Basis sosial Nu dahulu dan kini terutama masih berada di pesantren. Kebangkitan sebagian pemuda Islam Indonesia untuk membentuk organisasi pendidikan dan dakwah, seperti Nahdatul Wathan (Kebangkitan tanah air), dan Taswirul Afkar (potret pemikiran). Kedua organisasi dirintis bersama oleh Abdul Wahab Hasbullah dan Mas Mansur organisasi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya NU, tujuan dilahirkanya NU adalah; meningkatkan hubungan antar ulama Sunni, menyesuaikan kitab-kitab pesantren dengan ajaran ISSN : 2302-3791
ahlusunnah wal-jama’ah, dakwah Islam ala Aswaja, Mendirikan Madrasah, tempat ibadah, dan pondok pesantren, mengurus yatim piatu dan fakir miskin dan membentuk organisasi untuk memajukan pertanian, perdagangan, dan industri yang halal menurut hukum Islam. Anehnya pada Pasca Orde Baru, Organisasi ini membidani lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dengan alasan sebagai wadah politik bagi warga NU, Setelah itu perjalanan NU dan PKB tampak kabur ketika dihadapkan pada realitas perpolitikan yang ditunjukkan oleh organisasi NU dan waganya secara umum sehingga menunjukan bahwa NU mulai memasuki kembali political sphere. Munculnya kecenderungan pergeseran perilaku politik kultural ke arah politik praktis diikuti dari pusat sampai ke bawah, termasuk di Lamongan khususnya Desa Sarirejo kecamatan sarirejo lebih banyak bergesekan dengan wilayah politik praktis seperti kepentingan untuk menguasai pos-pos kekuasaan strategis dalam pemerintahan, Bahkan, di lingkungan NU
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 20
Lamongan khususnya kecamatan sarirejo tampak adanya kevakuman aktivitas-aktivitas yang bercorak sosial-keagaamaan, sehingga muncul anggapan bahwa politik sebagai rana kehidupan yang kotor, oleh sebab itu pemahaman politik yang beretika harus segera disosialisasikan dan ditekankan kepada warga NU di desa Sarirejo kecamatan sarirejo agar kesalah pemahaman tentang hakikat politik bisa segera diluruskan. Tujuan Penelitian. Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan pemahaman warga NU di Desa Sarirejo tentang Politik. Manfaat Penelitian. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai fihak yang berkepentingan, antara lain : Penulis sendiri, dengan melakukan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan kepekaan penulis terhadap permasalahan sekitar. Pemerintah atau pihak-pihak terkait, agar bisa memberikan gambaran dan informasi tentang bagaimana persepsi warga (NU) Desa Sarirejo sekarang terhadap politik, Pembaca diharapkan dapat memberikan informasi mengenai makna politik yang sebenarnya. TINJAUAN PUSTAKA\
Pengertian NU Nahdatul Ulama disingkat NU, yang berasal dari kata bahasa arab ”Nahdlotul Ulama” yang artinya Kebangkitan para Ulama. merupakan suatu jam’iyah Diniyah Islamiyah yang berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. Organisasi ini merupakan salah satu organisasi terbesar di Indonesia dewasa ini. NU mempersatukan solidaritas ulama tradisional dan para pengikut mereka yang berfaham salah satu dari empat mazhab Fikih Islam Sunni terutama Mazhab Syafi’i. Basis sosial Nu dahulu dan kini terutama masih berada di pesantren. Politik Islam Ala Annahdliyah NU merupakan ( جمعيّة دينيّة إجتماعيّةorganisasi keagamaan yang bersifat sosial). Sebagai organisasi keagamaan Islam, tugas utama NU adalah menjaga, membentengi, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam menurut pemahaman أهل ال ّسنّة والجماعةdi muka bumi. ISSN : 2302-3791
Tantangan besar bagi NU, di era keterbukaan yang memberi peluang masuknya aliran-aliran dan kelompok-kelompok keagamaan yang cenderung memanfaatkan kebebasan untuk mencaci maki dan menyesat-nyesatkan ()تضليل, bahkan menkafir-kafirkan ( )تكفيرterhadap pihak lain yang berbeda pemahaman keagamaan dengan dirinya. Padahal seharusnyalah era keterbukaan dan kebebasan membuat setiap kelompok semakin memantapkan sikap toleran ( )تسامحdalam menyikapi perbedaan. Menghadapi kenyataan yang tidak menggembirakan tersebut, menjadi tugas PBNU untuk menggerakkan secara optimal perangkat organisasi yang terkait dengan fungsi menjaga, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam ASWAJA, dengan mengoptimalkan peran dan kinerja Lembaga Dakwah NU (LDNU), Lembaga Takmir Masjid NU (LTMNU) dan Lajnatut-Ta’lif wan-Nasyr NU (LTNNU). Dengan pendekatan حكمةdan وعظة حسنةdapat dipelihara kelangsungan ajaran ASWAJA, tanpa harus terlibat dalam tindakan-tindakan anarkhis yang sangat merugikan citra paham ASWAJA Sebagai organisasi sosial, NU harus mencurahkan perhatiannya secara serius pada bidang sosial, seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, pertanian dan lain-lain yang menjadi problem kehidupan masyarakat. NU sebagai lembaga, harus steril dari politik semacam itu. Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan dalam peran politik Kebangsaan/ ) سياسة عالية سامية, yakni politik kebangsaan, kerakyatan dan etika berpolitik. Politik kebangsaan berarti NU harus إستقامةdan proaktif mempertahankan NKRI sebagai wujud final negara Indonesia. Politik kerakyatan antara lain bermakna NU harus aktif memberikan penyadaran tentang hak-hak dan kewajiban rakyat, melindungi dan membela mereka dari perlakuan sewenang-wenang dari pihak manapun. Dengan menjaga NU untuk bergerak pada tataran politik kebangsaan, jalinan persaudaraan di lingkungan warga NU ( )أخىّة نهضيّةdapat terpelihara. Sebaliknya,manakala NU secara kelembagaan telah diseret ke pusaran politik praktis, أخىّة نهضيّةakan tercabik-cabik, karenanya !نعىذ باهلل من ذلكOleh karena itu, sinyalemen adanya Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah di beberapa daerah yang dicalegkan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 21
dan lain sebagainya, wajib mendapatkan respons yang sungguh-sungguh dari Rapat Pleno ini, sesuai dengan ketentuan AD/ART tentang larangan rangkap jabatan. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Metode penelitian ini adalah menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis yaitu menguraikan. Adapun Langkah-langkah penelitiannya adalah sebagai berikut : Pertama Menelaah keseluruhan data yang ada.Kedua Seleksi data, yaitu merangkum, menyusun dan memilih hal-hal pokok. Ketiga menafsirkan data, dengan tujuan memperoleh gambaran keseluruhan atau bagianbagain tertentu dari data, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Sumber Data Data di dapatkan dari dua sumber yaitu data Primer data yang diperoleh i secara langsung dari sumbernya, sekunder data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian, meliputi kajian pustaka / buku-buku, laporan-laporanliteratur yang berkaitan dengan penelitian Teknis Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pencatatan dan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian. Wawancara, Peneliti menanyakan kepada responden, kemudian hasilnya dicatat sebagai informasi penting dalam penelitian, tanya jawab dilakukan secara interaktif maupun secara sepihak saja. Dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan data lewat dokumen-dokumen yang relevan HASIL PENELITIAN Geografis Desa Secara adminitrasi, Desa Sarirejo terletak di wilayah Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan.Topografi desa ini berada diketinggian 118 mm. dengan luas 343,1 Ha. Sebagian besar daerah ini terdiridari wilayah persawahan selebihnya untuk Ladang, perkiman, kantor dan sekolahan. Penduduk dari desa sejumlah 2250 jiwa, mata pencaharian mereka sebagian besar di wilayah pertanian sebanyak 1763 selebihnya ISSN : 2302-3791
menjadi buruh, guru, guru, pedagang dan profesi lainya. Sarana sosial Desa Sarirejo juga sudah terdapat berapa sarana sosial seperti tempat ibadah, Masji ada 4 Buah, Musolla 22 buah. Lembaga Pendidikan formal mulai TK PUD Samapai SD/MI 8 lembaga, sedangkan untuk lembaga Non-formal ada 1 PonPest dan TPQ 4 Lembaga. Untuk bidang kesehatan terdapat Poskesdes 1 buah, Posyandu 3 buah dan balai kesehatan 1 buah Organisasi Pemerintahan Desa Susunan pemerintahan desa peraturan desa nomor 03 tahun 2008 tentang Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa Sarirejo, terdiri dari: kepala Desa dijabat oleh Sholeh harun, sekdes oleh nur Syifa’, Kaur Umum oleh Hanim Mufatin, Kaur pemerintahan Oleh abd. Rokhim, Kasi Pemerintahan oleh Sulaiman, Kasi pembangunan tasrib oleh , kasi kesejahteraan masyarakat oleh munif, Kasi Trantib oleh Waji kasi pemb. Perempuan oleh siti aisiyah SE. Begitu Pula organisasi lembaga BPD terdiri dari, ketua, wakil ketua sekretaris dan ketua bidang yang jumlah seluruhnya sebanyak 9 anggota. Kelembagaan Masyarakat Desa Di desa Sarirejo ini terdapat beberapa kelembagaan diantaranya adalah Lembaga Pemberdayaan masyarakat atau LPM, dan Pembinaan Kesejahtraan Keluarga atau PKK, LPM mempunyai tugas untuk merencanakan pembangunan yang didasarkan atas asas musyawarah, mengerakkan dan meningkatkan prakasa dan partisipasi masyarakat, baik yang berasal dari kegiatan pemerintah maupun swadaya gotong royong masyarakat. Susunan organisasi antara lain ketua oleh Sukarso, wakil Ketua oleh suhadak, sekretaris oleh M Hamami dan dibantu oleh 6 anggota yaitu Abd. Rokim,H. Nasiran.H. Muhammad dan timan, Ruslan dan Sulkhan. Sedangkan untuk PKK tujuannya adalah melakukan Pembinaan dan pembimbingan untuk ibu-ibu atau calon ibu dalam meningkatkan ketrampilan, susunan organisasi lembaga ini terdiri dari ketua oleh hastuti, wakil ketua oleh Marfuah, bendahara olehJuariyah dibantu oleh 4 Pokja yang masing-masing Pokja mempunyai ketua, wakil ketua dan dibantu oleh seksi bidang dan 1 anggota
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 22
HASIL PENELITIAN Sejarah Berdirinya Jam’iyah NU Desa Sarirejo Jauh sebelum organisasi (jamiyah) NU didesa sarirejo berdiri, telah berkembang komunitas (jama’ah) muslim yang mengikuti paham keagamaan Ahlussunah Wal Jama’ah (sunni) KH. Ach. Rois (Alm) disebut-sebut sebagai sosok utama perintis dan pengembang islam sunni pertama yang kelak menjadi embrio kelahiran NU desa sarirejo Sepeninggal KH. Ach. Rois pada tahun 1982 M. pengembangan NU desa sarirejo dipegang oleh K. Abdurrahman Alm (dusun gendot desa sarirejo) K. Ach Kholil Alm (dusun kradenan desa sarirejo) KH. Ishaq Alm (dusun gendot desa sarirejo). Praktis, pada masa ini sampai akhir tahun 1990 an menjadi era perjuangannya para santri KH. Ach. Rois dalam mengembangkan NU di desa sarirejo sampai sekarang. Struktur Jam’iyah NU Ranting Sarirejo Struktur organiasasi NU Ranting Desa Sarirejo sebagai berikut ; Rois’am Oleh Tkrib, Ketua Tanfidziyah oleh M. Samsuri, SH dibantu wakil ketua oleh: H. Suraji, S.Pd.I dan didampingi oleh sekretaris Abd. Wahid, S.Pd.I dan Wakil Sekretaris Syaichul Amin,S.Pd serta Bendahara H. Nur Cholis, SH. Selain itu terdapat bidang-bidang antara lain: Organisasi dipegang oleh Fahrul Husaini, bidang Pendidikan dan Kaderisasi oleh Asnan Spd, bidang Sosial, Kependudukan dan Lingkungan Hidup oleh Khoirul Huda, bidang kesehatan oleh Abd. Ghozali, bidang dakwah oleh H. Sholik, bidang Ekonomi, Koperasi dan Agrobisnis oleh Abd. Rokim dan bidang Tenaga Kerja oleh Farid Hasim Jenis Kegiatan Jam’iyyah NU Desa Sarirejo Kegiatan NU Ranting Desa Sarirejo diletakan dimasing-masing Dusun yang meliputi dusun Gendot, Gedondong dan Kradenan, kegiatan ini berupa jamaah tahlil istighosah, yasinan dan pengajian-pengajian rutin yang diadakan pada harihari tertentu, Kegiatan ini dilaksakan oleh semua lapisan masyarakat dusun gendot (jama’ah lakilaki) setiap hari kamis malam jum’at di masjid dan tiap mushollah serta rumah warga apabila ada yang meminta sedangkan untuk kegiatan yang dilakukan oleh Muslimat dan fatayat setiap hari kamis malam Jumat di tiap musholla, untuk Kegiatan Ishari dilakukan oleh kaum laki-laki setiap hari sabtu malam minggudi masjid ISSN : 2302-3791
Persepsi Warga NU Desa Sarirejo terhadap Politik Dalam jam’iyah NU ada dua kelompok yaitu warga NU dan pengurus NU,warga NU adalah anggota yang kegiatan keagamaannya di dasarkan Islam ala ahlussunah wal jama’ah pedoman dasarnya Alqu’an Hadits,Ijma’ dan Qiyas dan bermadzhab empat,yaitu imam Syafi’I ,Imam hambali,Ghozali dan Maliki. Sedangkan Struktural adalah warga NU yang tergabung dalam organisasi NU, Seperti yang di sampaikan Ibu Nur syafa’ah beliau mengatakan “Masyarakat desa sarirejo penduduknya 100% mengikuti faham ahlussunah wal jama’ah madzhab assafi’iyah dengan demikian saya pastikan ediologi saya NU, dan kebetulan saya termasuk dalam jajaran organisasi dikelembagaan NU atau Banom NU yaitu di fatayat NU”, Berdasarkan keterangan di atas warga NU di Desa ini 100% mengikutu faham Ahlussunah waljama’ah dan mereka juga aktif di structural kepengurusan jam’iyah NU di Desa. Dari paparan di atas menunjukkan bahwasanya ajaran NU di yakini masyarakatnya mampu menuntun menuju arah kehidupan yang lebih bermoral dan berkebangsaan secara luas. Akan tetapi pada bidang politik tidak bisa disamakan, seperti yang dikemukakan Abd. Qodir “sebenarnya semua AD- ART NU dan kegiatannya sangat bagus untuk kontribusi warganya juga bangsa ini, akan tetapi karena organisasi NU yang seringkali menyalah gunakan amanat organisasi sehingga banyak juga warga NU yang tidak lagi eksis dan aktif baik distruktural jamiyah maupun dalam kegiatannya” Semua masyarakat punya anggapan yang sama tentang ajaran NU akan tetapi organisasi ini sering di salah gunakan oleh beberapa oknum yang tidak tidak amanah ,hal tersebut berpengaruh pada momen-momen pemilu, Seperti yang diungkapkan Wajib; “kalau kita amati akhir-akhir ini politisi kita cenderung berpolitik kekuasaan tanpa mengedepankan politik berkebangsaan, sehingga indikasinya cuma kepentingan sesaat demi sebuah tahta”. Dari keterangan di atas menunjukan rendahnya kemampuan dan SDM mereka justru membawa keterpurukan jam’iyah ini, karena mereka dalam berpolitik hanya mementingkan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 23
kekuasaan saja. Hal yang senada juga diungkapkan H. Zaenal Abidin bahwa; “sebenarnya seni politik amat diperlukan dalam membawa aspirasi masyarakat NU, akan tetapi kurangnya pemahaman dalam kajian ilmu politik tersebut justru membawa aroma politik menjadi berkesan tidak baik dalam pandangan masyarakat luas khususnya masyarakat desa sarirejo” Tidak ketinggalan juga salah seorang perwakilan jam’iyah fatayat NU Dusun kradenan Ibu Rohani dia mengatakan : “politik itu cuma permainan orang-orang pejabat untuk mencari kedudukan di pemerintah saja, kalau sudah jadi pejabat pemerintah gak peduli haram atau halal yang penting mereka keturutan keinginannya” Dari pandangan masyarakat NU Desa Sarirejo di era sekarang ini kepada politisi dituntut harus mampu mengarahkan bangsa yang lebih baik, karena masyarakat tetap membutuhkan mereka baik, masyarakat tidak bisa di pisahkan dengan politisi maka yang bisa diharapkan pada semua wakil rakyat untuk bisa membawa aspirasinya lima tahun kedepan agar supaya masyarakat NU khususnya desa sarirejo merasakan sebuah perubahan yang lebih baik. Seperti yang ungkapkan oleh ibu Astutik lestri “walaupun dalam setiap pemilu selalu terjadi politik uang tapi saya sangat berharap besar pada dewan yang sudah terpilih menjadi wakil rakyat betul-betul amanah” Harapan yang sama juga diungkapkan Sholeh Harun “saya sangat bertumpuh dengan anggota DPRD yang baru saja dilantik kemarin dengan optimis bisa memperjuangkan aspiransi masyarakat, lebih-lebih diwilayah desa saya ada anggota DPRD Bapak M. Samsuri, SH, sehingga masyarakat desa sarirejo menjadi lebih sejahtera”. Tidak ketinggalan juga pendapat yang disampaikan oleh salah satu tokoh pemuda desa sarirejo saudara Syaikhul Amin, dengan tegas menyampaikan “saya berharap para anggota legeslatif setelah terpilih sebagai wakil rakyat benar-benar memperhatikan pemberdayaan pemuda untuk mengembangkan kreatifitas potensi diri agar supaya organisasi kepemudaan bisa pro-aktif dan bekerjasama membantu progam-progam ISSN : 2302-3791
yang ada dipemerintahan khususnya desa sarirejo” ( 5 September 2014 ) Berdasarkan penuturan diatas ,mayoritas warga NU Desa Sarirejo sangat menaruh harapan besar kepada para legislator dan pejabat politik lainya untuk benar-benar mampu mewujudkan cita-cita masyarakat untuk hidup lebih sejahtera, tanpa memandang dari unsur dan lembaga apa mereka berasal. Akan tetapi tidak bisa di pungkiri terdapat juga sebagian warga NU di Desa Sarirejo yang berfikir bahwasanya seorang legislator atau pejabat politik yang berasal dari unsur NU mereka harus lebih mengutamakan kepentingan politik di daerahnya, ketimbang masyarakat yang lain atau dari unsur lembaga yang lain. Seperti yang telah di sampaikan oleh seorang kader parpol yang sekaligus pentolan NU desa sarirejo yang enggan disebutkan namanya,Dia mengatakan : “masyarakat disini mayoritas NU ya mestinya gudu orang-orang NU yang menjadi DPRD agar bisa mendengarkan suara-suara orang NU, walaupun NU sudah kembali pada khittoh tapi realitasnya atribut dan ormas NU lah yang terbukti mengusung mereka ke kursi dewan, karna mereka ada ditengah-tenggah warga NU maka sudah pastilah mereka berkewajiban memperjuangkan nasib NU dulu katimbang yang lain, jangan hanya membawa nama lembaga bahkan agama di jadikan alat politik saja tapi realitasnya tidak memihak pada masyarakat NU apakah itu tidak khiyanat?politik semacam itu bagi saya haram mas hukumnya !”. (5 September 2014 ) Berdasarkan keterangan di atas memberikan penjelasan apabila pejabat politik harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat di sekitarnya dahulu karena masyarakat setempatlah yang berpartisipasi untuk membantu politisi tersebut bisa menjadi pejabat. Kita ini mulai belajar berdomokrasi, banyaknya pelaksanaan pemilu sedikit banyak memberikan pelajaran pada kita untuk berjiwa negarawan untuk menerima hasil dari sebuah pemilu, walaupun pilihan politik terkadang tidak sesuai dengan keinginan kita, akan tetapi kalau kemenangan itu didapat dengan cara-cara yang tidak terpuji hal tersebut yang menyebabkan banyak warga NU yang berfikir politik adalah kotor Seperti di sampaikan Timan mengatakan; : “pilihan politik menentukan pada keputusan politik,memang terkadang tidak sesuai harapan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 24
bahkan terkadang sangat menyakitkan, jadi apabila yang terpilih menjadi pejabat politik atau pejabat public bukan dari unsur NU sedangkan kita sejak kecil ditengah-tengah masyarakat NU sunguh sangat menjadi ganjalan di hati kita, apalagi banyaknya pejabat politik hanya bertujuan cuma berpolitik kekuasaan saja, ya kita harus bersikap kritis biar tidak di bohongi terus “ ( 5 September 2014 ) Dari penjelasan di atas menerangkan bahwa warga NU Desa Sarirejo mengharapkan yang terpilih menjadi pejabat politik berasal dari wilayahnya dan dari unsur kelembagaannya.Ungkapan tegas dan lugas juga di sampaikan oleh Suparti yang terkesan apatis dan pesimis terhadap kegiatan politik sekarang ini Dia mengatakan ; “setiap kali ada pemilu saya selalu memilih yang dari NU karena mayoritas masyarakat lamongan warga NU jadi kalau yang menjadi DPRD atau bupati tidak dari unsur NU hati saya kut-kuten (jw. Marah besar) dan tidak bisa menerima, karena saya dan ibu ibu muslimat yang lain rata-rata wes gak percaya dengan politik sekarang ini, semuanya Cuma kebohongan saja mas, tidak perduli cara apapun di tempuh, buktinya kalau sudah jadi pejabat lupa kami semua mas, lupa janjijanjinya” jujur mas iki suara hati ku. ( 5 September 2014 ) Dari gambaran ulasan diatas menjelaskan bahwa masyarakat Desa Sarirejo benar-benar amat tidak percaya dengan politisi sekarang ini, Berbeda dengan yang di sampaikan oleh anggota Banser Bashori, beliau mengatakan : “NU kan sudah kembali ke khittoh 26 artine sudah tidak terikat dengan salah satu parpol jadi bebas dimana tempat kita memilih, makanya kalau yang menjadi pemimpin atau pemenang pemilu bukan dari unsur NU yoo sportif wae dan saya dukung 100%”. ( 5 September 2014 ) Berdasarkan penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwasanya sikap netral setiap warga NU dalam pemilu juga menjadi penunjang kedewasaan dalam menerima hasil pemilu dan sekaligus bentuk dukungan terhadap politisi
ISSN : 2302-3791
tersebut untuk menjalankan tugas-tugasnya demi kesejahteraan masyarakat. Kesimpulan Dari penelitian yang di lakukan bahwa sebagaian besar masyarakat Desa Sarirejo yang di wawancarai mempunyai persepsi yang tidak baik terhadap politik sekarang ini, karena para elit politik sebagaian besar mengutamakan politik kekuasaan saja. Dari hasil penelitian yang di temukan bahwa sebagaian besar masyarakat atau warga NU Desa Sarirejo mempresepsikan yang tidak baik terhadap politik. hal tersebut disebabkan karena berbagai factor, diantaranya :a.Hilangnya kepercayaan warga NU terhadap pelaku politik yang tidak konsisten, b. Tidak taat pada AD-ART organisasi, c. Minimnya loyalitas dan solidaritas pelaku politik terhadap kelembagaan dan warga NU. Hal inilah yang menjadikan sebagaian besar warga NU merasa di khiyanati dalam organisasi dan janji-janjinya sewaktu masih berkampanye, dengan begitu persepsi warga NU Desa Sarirejo terhadap politik adalah tidak baik. Walapun sebagian kecil masih ada yang berpresepsi baik itu disebabkan karena masih ada hubungan keluarga dengan politisi Dari penelitian yang sudah di laksanakan menyatakan bahwa persepsi NU kultural dan struktural di Desa Sarirejo adalah sebagaian besar masyarakatnya berpersepsi tidak baik terhadap politik DAFTAR PUSTAKA Alaena, Badrun, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2000.. Anam, Choirul, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, Bisma Satu, Surabaya, 1999.. DR. KH. MA. Sahal Mahfudh, Solusi Hukum Islam. 2004 Imam Ghozali Said, Hasil Keputusan Muktamar, Munas dan Kombes NU. (1926 – 2004) KH. Hasim Muzadi, (ketua PBNU) Ahkamul Fuqoha’. 2002 DR. H. Thohah Hamim, MA, Islam dan NU dibawah tekanan problematika Kontemporer. Buku Profil Desa Sarirejo Kecamatan Sarirejo Lamogan. 2014
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 25
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAMS GAMES TOURNAMENT ( TGT) SISWA KELAS III SDN INDRO KEC. KEBOMAS Hanik Kholifah *) SDN Indro Kec.Kebomas Kab.Gresik ABSTRAK Dalam pembelajaran strategi yang tepat sangat diperlukan dan merupakan rencana tindakan ( rangkaian kegiatan ) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Bila hal seperti di atas dilakukan oleh semua guru maka sudah tentu hasil belajar akan dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, akan tetapi tidak semua guru dapat melaksanakan tugas dengan baik, hal ini karena kemampuan guru dalam menggunakan strategi dan metode pembelajaran belum sesuai dengan materi yang diajarkan Tujuan dari penelitian tindakan kelas ( PTK ) ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peningkatan hasil bnelajar matematika dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif teams games tournament ( TGT) . Dalam penelitian tindakan kelas ( PTK ) ini dilakukan dalam 3 siklus, dari hasil tindakan yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas III dengan mencapai standar ideal. Dari 57,94 % pada siklus I, dapat meningkat menjadi 67,94 % pada siklus II, dan siklus ke III 79,41 %. Hasil penelitian tindakan ini menunjukkan metode pembelajaran kooperatif teams games tournament ( TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas III dalam dengan ketuntasan mencapai 100 %. Kata kunci : hasil belajar, TGT, Matematika
Proses belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Misalnya, ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun seperti seorang siswa memperhatikan dengan seksama sambil mengangguk-anggukan kepala, maka belum tentu yang bersangkutan belajar. Mungkin mengangguk anggukan kepala itu bukan karena ia memperhatikan materi pelajaran dan paham apa yang dikatakan guru, akan tetapi karena ia sangat mengagumi cara guru berbicara,atau mengagumi penampilan guru, sehingga ketika ia ditanya apa yang telah disampaikan guru, ia tidak mengerti apa-apa Dengan demikian penyusunan langkahISSN : 2302-3791
langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Kemp (dalam Wina,Sanjaya,2016;126 ) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat di atas, Dick and Carey ( dalam Wina,Sanjaya,2016;126 ) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Kondisi ini juga dialami oleh siswa Kelas III di SDN Indro Kec. Kebomas, hasil belajar matematika masih belum mencapai standar KKM yang telah ditetapkan. Kondisi
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 26
ini tentu perlu mendapat perhatian yang serius bagi kita semua, karena pelajaran matematika merupakan pelajaran dasar yang wajib diberikan pada siswa Kelas III SD. Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang diharapkan dari hasil penelitian tindakan ini adalah untuk mengetahui : 1. Peningkatan hasil belajar matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif Teams Games Tournament (TGT) siswa KELAS III SDN Indro Kec. Kebomas tahun pelajaran 2015-2016. 2. Efektivitas pembelajaran kooperatif Teams Games Tournament ( TGT) dalam meningkatkan hasil belajar matematika VI SDN Indro Kec. Kebomas tahun pelajaran 2015-2016. KAJIAN PUSTAKA Metode Teams Games Tournaments (TGT) a.Pengertian Teams Games Tournaments (TGT) Menurut Slavin (2008 : 13), Teams Games Tournaments (TGT) merupakan metode pembelajaran kooperatif pertama dari John Hopkins. Siswa Kelas III memainkan game ini dengan tiga orang pada “meja-turnamen”, dimana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa Kelas III yang memiliki rekor nilai terakhir yang sama. Dalam Teams Games Tournaments (TGT), siswa Kelas III yang mempunyai kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnis, dan latar belakang yang berbeda tergabung dalam sebuah tim yang terdiri dari empat sampai enam siswa Kelas III. Masing – masing anggota tim tersebut akan dipertandingkan dengan anggota tim lainnya yang berkemampuan homogen pada meja – meja turnamen. Dengan demikian, memungkinkan siswa Kelas III untuk belajar lebih semangat dan menimbulkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. b. Tahapan Pembelajaran dalam TGT Menurut Slavin (2008 : 169), tahapan pembelajaran kooperatif Teams Games Tournaments (TGT) meliputi : a) Tahap persiapan pembelajaran Materi pembelajaran
ISSN : 2302-3791
Materi pembelajaran dirancang sedemikian rupa untuk digunakan secara berkelompok. Sebelum penyajian materi maka guru harus mempersiapkan dahulu lembar soal turnamen beserta lembar jawabannya 1) Menetapkan tim Tim – tim dalam pembelajaran ini beranggotakan empat sampai enam siswa Kelas III yang terdiri dari siswa Kelas III yang sedang, tinggi, dan rendah prestasi belajarnya. Selain itu juga mempertimbangkan kriteria heterogenitas lainnya, seperti : jenis kelamin, latar belakang sosial, suku, ras, dan sebagainya b) Kegiatan pembelajaran 1) Pemberian materi Guru memberikan gambaran awal tentang materi yang akan dipelajari sebagai langkah memotivasi siswa Kelas III saat mengawali suatu proses belajar mengajar. 2) Belajar tim Masing – masing tim diberi tugas untuk mengerjakan lembar kegiatan yang telah disediakan. Tujuan dari mengerjakan lembar kegiatan untuk memastikan bahwa semua anggota tim belajar, lebih khusus lagi untuk menyiapkan anggotanya agar dapat mengerjakan soal – soal latihan yang akan dievaluasi melalui turnamen. Setelah guru memberi materi, anggota tim bertemu untuk mempelajari lembar kerja dari materi lainnya. Dalam belajar kelompok, siswa Kelas III diminta mendiskusikan masalah bersama – sama, membandingkan jawaban dan mengoreksi perbedaan pendapat jika teman satu kelompoknya membuat satu kesalahan. 3) Games tournament Turnamen biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir pokok bahasan setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok. Turnamen ini berfungsi sebagai review materi pelajaran. Langkah pertama melakukan turnamen adalah membentuk meja turnamen, caranya adalah masingmasing kelompok diurutkan berdasarkan tingkat kecerdasannya. Ranking siswa Kelas III berurutan dari siswa Kelas III paling pandai ke siswa Kelas IIIyg kurang pandai. Penempatan siswa Kelas III pada meja turnamen dapat dilihat pada gambar berikut :
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 27
A-1
A-2
A-3
A-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
Mejaturna men 1
Mejaturna men 2
Mejaturna men 3
Mejaturna men 4
1
1
1
1
B-1
B-2
B-3
B-4
C-1
Tinggi Sedang Sedang Rendah
C-2
C-3
C-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
Gambar 1 Penempatan Meja Turnamen Sumber : Slavin (2008 : 168) Untuk memulai permainan, para siswa Kelas III menarik kartu untuk menentukan pembaca pertama yaitu siswa Kelas III yang menarik nomor tertinggi. Permainan berlangsung sesuai waktu dan dimulai dari pembaca pertama. Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas. Dia lalu membacakan soal yang berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu, termasuk pilihan jawabannya jika soalnya adalah pilihan ganda. Pembaca yang tidak yakin akan jawabannya diperbolehkan menebak tanpa dikenakan sanksi. Jika konten dari permainan tersebut melibatkan permasalahan, semua siswa Kelas III (bukan hanya si pembaca) harus mengerjakan permasalahan tersebut supaya mereka siap untuk ditantang. Setelah pembaca memberikan jawaban, siswa Kelas III yang ada di sebelah kiri atau kanannya (penantang pertama) punya pilihan untuk menantang dan memberikan jawaban yang berbeda. Apabila dia ingin melewatinya, atau bila penantang kedua punya jawaban yang berbeda4) dengan dua peserta pertama maka penantang kedua boleh menantang. Akan tetapi, penantang harus berhati-hati karena mereka harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkan sebelumnya ke dalam kotak (jika ada) apabila jawaban yang mereka berikan salah. Apabila
ISSN : 2302-3791
semua peserta punya jawaban, ditantang atau melewati pertanyaan, penantang kedua (peserta yang ada di sebelah kanan pembaca) memeriksa jawaban dengan membacakan jawaban yang benar. Pemain yang memberikan jawaban benar akan menyimpan kartunya. Untuk putaran berikutnya, semuanya bergerak satu posisi ke kiri, penantang pertama menjadi pembaca, penantang kedua menjadi penantang pertama dan pembaca menjadi penantang kedua. Ketika permainan tersebut selesai, para pemain mencatat banyak kartu yang mereka menangkan pada lembar skor permainan. Semua siswa Kelas III harus memainkan permainan ini pada waktu yang sama. Sementara mereka bermain, guru seharusnya berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain untuk memastikan bahwa setiap siswa Kelas III memahami prosedur permainan tersebut. Pada akhir turnamen, siswa Kelas III menghitung kartu mereka. Kemudian mereka mengisi nama, tim dan skor mereka pada lembar skor permainan. Rekognisi (Penghargaan) Tim Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim. Poin -poin turnamen tiap siswa Kelas III dipindahkan ke lembar rangkuman tim masing-masing, tambahkan seluruh skor anggota tim, dan bagilah dengan jumlah angota tim yang bersangkutan.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 28
Tabel 1. Poin-Poin Turnamen Dengan Tiga Pemain Tidak ada yang seri
Pemain
Seri Seri nilai nilai tertinggi terendah
60 poin 50 poin Peraih skor tertinggi 40 poin 50 poin Peraih skor tengah 30 poin 30 poin Peraih skor rendah Sumber : Slavin (2008 : 175)
Seri nilai 3 macam
60 poin 40 poin 40 poin
60 poin 40 poin 30 poin
Tabel 2. Poin-Poin Turnamen Dengan Empat Pemain
Pemain
Peraih skor tertinggi Peraih skor tengah atas Peraih skor tengah bawah Peraih skor terendah
Tidak ada yang seri
Seri nilai tertinggi
Seri nilai tengah
Seri nilai terendah
Seri nilai tertinggi 3 macam
Seri nilai terendah 3 macam
Seri nilai 4 macam
Seri nilai tertinggi & terendah
60 poin
50 poin
60 poin
60 poin
50 poin
60 poin
40 poin
50 poin
40 poin
50 poin
40 poin
40 poin
50 poin
30 poin
40 poin
50 poin
30 poin
30 poin
40 poin
30 poin
50 poin
30 poin
40 poin
30 poin
20 poin
20 poin
20 poin
30 poin
20 poin
30 poin
40poin
30 poin
Sumber : Slavin (2008 : 175) METODOLOGI Subyek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas III SDN Kebomas Kec. Kebomas Tahun Pelajaran 20152016. Setting Penelitian PTK akan dilakukan pada SDN IndroKec. Kebomas tahun Pelajaran 2015 - 2016. SDN Indro Kec. Kebomas terdiri dari 8 kelas, dengan jumlah siswa Kelas III yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah siswa Kelas III yang ada di wilayah Kec. Kebomas Kab. Gresik. PTK dilakukan di SDN IndroKec. Kebomas adalah siswa KELAS III dengan jumlah siswa Kelas III pada saat penelitian dilakukan terdiri dari 34 orang ( P = 13 orang ; dan L = 21 orang ). Rancangan Penelitian Tindakan dilaksanakan dalam 3 siklus. Kegiatan dilaksanakan dalam semester Ganjil tahun pelajaran 2015-2016. Lama penelitian 6 pekan efektif dilaksanakan mulai tanggal 21Juli sampai dengan 28Agustus 2015. Variabel Penelitian ISSN : 2302-3791
Dalam penelitian tindakan kelas ini variabel yang akan diteliti adalah peningkatan hasil belajar siswa Kelas III dalam dalam pembelajaran matematika melalui metode Teams Games Tournament ( TGT) Siswa Kelas III diSDN IndroKec. KebomasKabupaten Gresik. Variabel tersebut dapat dituliskan kembali sebagai berikut : Peningkatan kemampuansiswa Kelas III pelajaran MatematikaSDN IndroKec. Kebomas. Penerapan pembelajaran melalui Variabel metode Teams Games Tournament Tindakan (TGT). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Siklus I Hasil siklus I menjelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran dengan metode Teams Games Tournament ( TGT) diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa Kelas III adalah 57,94 % atau ada 11siswa Kelas III dari 34siswa Kelas III sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara Variabel Harapan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 29
klasikal siswa Kelas III belum tuntas belajar, karena siswa Kelas III yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 67,65%, lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85 %. Hal ini disebabkan karena siswa Kelas III masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menggunakan metode Teams Games Tournament ( TGT). Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: (1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa Kelas III dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran (2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu (3) Siswa Kelas III kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung. Siklus II Dari pelaksanaan siklus II diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa Kelas III adalah 67,94% dan ketuntasan belajar mencapai 70,59 % atau ada 24siswa Kelas III dari 34siswa Kelas III sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan cukup lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa Kelas III ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehningga pada pertemuan berikutnya siswa Kelas III lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa Kelas III juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dalam menerapkan pembelajaran dengan menggunakan Metode Teams Games Tournament ( TGT). Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut : 1) Memotivasi siswa Kelas III 2) Membimbing siswa Kelas III merumuskan kesimpulan/menemukan konsep 3) Pengelolaan waktu Siklus III Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 79,41% dari 34siswa Kelas III telah tuntas secara keseluruhan. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 100 % ( termasuk kategori tuntas ISSN : 2302-3791
). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran dengan menggunakan metode Teams Games Tournament ( TGT), sehingga siswa Kelas III menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa Kelas III lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Di samping itu ketuntasan ini juga dipengaruhi oleh kerja sama dari siswa Kelas III yang telah menguasai materi pelajaran untuk mengajari temannya yang belum menguasai. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Kelas III Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dengan metode Teams Games Tournament ( TGT)memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas III.hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa Kelas III terhadap materi yang disampaikan guru ( ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III ) yaitu; 57,94% ; 67,94 % ; 79,41%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa Kelas III secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa Kelas III dalam proses pembelajaran melalui metode Teams Games Tournament ( TGT)dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa Kelas III yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai ratarata siswa Kelas III pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Guru dan Siswa Kelas III Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa Kelas III dalam proses pembelajaran dengan menerapkan metode Teams Games Tournament ( TGT) yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa Kelas III/antara siswa Kelas III dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa Kelas III dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkahlangkah pembelajaran metode Teams Games
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 30
Tournament ( TGT)dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa Kelas III dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab di mana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka hasil belajar siswa Kelas III untuk pelajaran matematika menerapkan pembelajaran dengan metode Teams Games Tournament ( TGT)hasilnya sangat baik. Hal itu tampak pada pertemuan pertama dari 34 orang siswa Kelas III yang hadir pada saat penelitian ini dilakukan nilai rata rata mencapai ; 57,94% ; 67,94 % ; 79,41%. PENUTUP Simpulan 1. Pembelajaran dengan menggunakan metode Teams Games Tournament ( TGT) memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas III di SDN IndroKec. Kebomas yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa Kelas III dalam setiap siklus, yaitu ; 57,94% ( siklus I ) ; 67,94 % ( siklus II ) ; 79,41 % ( siklus III ). 2. Penerapan pembelajaran dengan metode Teams Games Tournament (TGT) pada pelajaran matematika mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas III. 3. Penerapan pembelajaran melalui metode Teams Games Tournament ( TGT) efektif untuk meningkatkan kembali materi ajar yang telah diterima siswa Kelas III selama ini, sehingga mereka merasa siap untuk menghadapi pelajaran berikutnya.
ISSN : 2302-3791
PUSTAKA Anggraeni, Dian. 2008. Komparasi Hasil Belajar Antara Metode Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan Pemberian Tugas Terstruktur dengan Metode Konvensional Pokok Bahasan Jurnal Penyesuaian pada Siswa Kelas III Kelas XI IPS SMA 12 Semarang Tahun Ajaran 2007 / 2008. (http//www.unnes.ac.id, diakses tanggal 28 November 2009) Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Ibrahim, dkk, 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Unipress. Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Bandung : Alfabeta Nur, Mohammad, dkk. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Univercity. Nur, Mohammad. 2008. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: PSMS Unesa Peraturan Pemerintah RI. 2006. Undang-Undang SISDIKNAS 2003. Jakarta : Sinar Grafika Prihmono, Ely. Peningkatan Kemampuan Menulis Surat Lamaran Pekerjaan Melalui Metode Team Game Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas III Kelas XII IS 3 Sma Kristen 1 Surakarta. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 19, No. 2, Desember 2007. (email:
[email protected], diakses 24 November 2009)
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 31
PENYELENGGARAAN SCHOOL BASED INSET SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI TK DHARMA WANITA PERSATUAN KEC. GRESIK KAB. GRESIK Titik Hidayati *) *)
TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab.Gresik
ABSTRAK Erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik. Dengan demikan sangat jelas apabila ingin meningkatkan kualitas peserta didik semenjak dini maka salah satunya ditentukan oleh kinerja menejerial administrasi sekolah kepala sekolah. Mutu pembelajaran di kelas salah satunya ditentukan juga oleh mutu kepala sekolah. Walaupun yang berhubungan langsung dengan siswa di kelas adalah guru, tetapi guru tersebut berhubungan langsung dengan kepala sekolah dan di bawah manajemen sekolah. Dengan menggunakan model penelitian tindakan didapatkan kesimpulan bahwa (1) School Based Inset TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015 menjadi instrumen yang sangat penting guna memajukan sistem pengajaran di kelas. (2) School Based Inset mempunyai peranan penting bagi upaya peningkatan profesional guru dalam kegiatan belajar mengajar , sebab menjadikan guru lebih maju, berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih modern. Kata Kunci : School Based Inset,o profesionalisme guru, belajar mengajar Pendidikan sekolah dasar merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya fikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. (Depdiknas, 2004). Sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab yang cukup besar dalam mempersiapkan peserta didik yang berkualitas. Sehubungan dengan hal tersebut kepala sekolah memiliki volume kerja yang sangat besar hal ini sesuai dengan pernyataan Supriadi (Mulyasa, 2003:24) menyatakan bahwa: Erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik. Dengan demikan sangat jelas apabila ingin meningkatkan kualitas peserta didik semenjak dini maka salah satunya ditentukan oleh kinerja menejerial administrasi sekolah kepala sekolah. ISSN : 2302-3791
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa mutu pembelajaran di kelas salah satunya ditentukan juga oleh mutu kepala sekolah. Walaupun yang berhubungan langsung dengan siswa di kelas adalah guru, tetapi guru tersebut berhubungan langsung dengan kepala sekolah dan di bawah manajemen sekolah. Tujuan Penelitian Tindakan Sekolah Dengan memperhatikan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui tentang penyelenggaraan School Based Inset sebagai upaya peningkatan profesionalme guru dalam kegiatan belajar mengajar di TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 – 2015 b. Untuk mengetahui peranan School Based Inset sebagai upaya peningkatan prfesionalisme guru dalam kegiatan belajar mengajar di TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 – 2015
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 32
c. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan tentang profesionalisme guru kegiatan belajar mengajar terkait dengan penyelenggaraan School Based Inset di TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 – 2015 KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kinerja Guru di TK Pengertian Kinerja Prawirosentono (1992: 2) menjelaskan pengertian tentang kinerja yaitu: “hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, sesuai dengan moral ataupun etika. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, "Kinerja” berarti sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja (Balai Pustaka, 1985: 503), sedangkan Hadari Nawawi (1998: 234), menggunakan istilah "karya", yaitu hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/ material maupun nonfisik/ material. Penilaian karya atau kinerja setiap pekerjaan menyangkut kemampuan pekerjaan yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan kegiatan dalam melakukan sesuatu dan orang yang kerja ada kaitannya dengan mencari nafkah atau bertujuan untuk mendapatkan imbalan atas prestasi yang telah diberikan atas kepentingan organisasi. Pada hakikatnya orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan atas dorongan atau motivasi tertentu. Kebutuhan dipandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku, sedangkan tujuan berfungsi mengarahkan perilaku. Kinerja Guru Guru merupakan tokoh yang paling penting dalam pendidikan, hal ini dikarenakan guru berhubungan langsung dengan konsumen utama pendidikan yaitu peserta didik. Guru yang baik akan menjalankana kinerjanya secara profesional walaupun benar dan resikonya cukup berat, termasuk Guru. " Kinerja guru" adalah seperangkat perilaku nyata yang ditunjukkan guru pada waktu dia memberikan pelajaran kepada siswanya. Kinerja guru dapat dilihat saat melaksanakan interaksi belajar mengajar di kelas ISSN : 2302-3791
termasuk bagaimana dia mempersiapkannya (Rochman Natawijaya, 1999: 22). Kompetensi guru Dalam Profesionalisme Kompetensi tersebut akan diwujudkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru. a. Indikator kemampuan guru Untuk memperoleh gambaran yang terukur pada pemberian nilai untuk setiap kemampuan , maka perlu ditetapkan kinerja setiap kemampuan. Kinerja kemampuan / kompetensi terlihat dalam bentuk indikator (Anonim ,2003:12). b. Profesionalisme guru dan komitmen guru Profesionalisme guru Guru adalah tenaga fungsional yang bertugas khusus untuk mengajar, mendidik, melatih , dan menilai hasil pembelajaran peserta didik serta efektifitas mengajar guru. Tugas guru adalah profesi maka dari itu diharapkan dapat melaksanakan tugas dengan baik. Karena profesi menurut Sikun Pribadi dalam bukunya Etty menyatakan bahwa: “ Profesi itu pada hakekatnya suatu pernyataan atau janji terbuka , bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa “ (Etty, 2003:2). Profesi merupakan pernyataan atau janji terbuka oleh seorang profesional. Dengan demikian pernyataan profesional mengandung makna yang terbuka , sungguh– sungguh yang ke luar dari lubuk hatinya dan mengandung norma atau nilai nilai yang etis, sehingga pernyataan yang dibuatnya baik bagi orang lain juga baik bagi dirinya. Konsep Dasar School Based Inset Pengertian School Based Inset ( Penataran di Sekolah ) Penataran di sekolah sebagai terjemahan dari bahasa Inggris School Based Inservice Educational Training. Inservice berasal dari kata serve. Serve adalah kata keja yang artinya melayani, serve menjadi inservice yang artinya peningkatan. Sedangkan penataran berasal dari kata “tatar”. Kata tatar berasal dari bahasa Jawa yang artinya “tingkat”. Kata ini sudah lazim dipergunakan dalam bahasa Indonesia tanpa mengalami perubahan arti. Jadi secara harfiah “penataran“ dapat diartikan “peningkatan”. Pendapat umum menyatakan bahwa penataran
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 33
adalah suatu kegiatan dalam ussaha untuk mengadakan peningkatan. Dalam usaha meningkatkan pengelolaan sekolah kata “penataran” selalu dikaitkan dengan personel sekolah terutama guru, setelah mengikuti suatu penataran diharapkan agar ada peningkatan terutama guru itu sendiri. Peningkatan ini kiranya akan tercermin dengan adanya perubahan yang terjadi pada guru tersebut. Aplikasi perubahan tersebut terlihat ketika guru dalam melaksakan tugasnya. Perubahan itu sendiri mencakup sikap, keterampilan dan pengetahuan. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan guru dapat bekerja secara profesional dan pelaksanaannya diusahakan tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar (kegiatan belajar mengajar). Dari uraian tersebut di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa penataran di sekolah suatu bentuk kegiatan yang merupakan bagian pengembangan staf dalam usaha meningkatkan kemampuan profesional personel sekolah terutama guru dengan cara mengubah sikap, meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan. Konsep Dasar tentang Proses Belajar Mengajar (PBM) Belajar mengajar adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan sesama siswa dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran tidak akan pernah terjadi jika tidak ada interaksi anatra guru dengan siswa atau sebaliknya. Pembelajaran interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima. Dalam setiap interaksi belajar mengajar ditandai sejumlah unsur yaitu: Tujuan yang hendak dicapai, siswa dan guru, bahan pelajaran, metode yang digunaka untuk menciptakan situasi belajar mengajar , penilaian dan fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh ketercapaian tujuan. Istilah dari belajar itu sendiri mengandung arti suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar. Sumber belajar ini bisa kita peroleh dari buku, guru, lingkungan dan alam. METODOLOGI Persiapan Penelitian Tindakan Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan di TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. ISSN : 2302-3791
Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015. Dari hasil pengamatan langsung dan informasi yang di terima oleh peneliti selaku Kepala TK/TK di Kecamatan Gresik, bahwa sebagian guru di TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015 belum memiliki kemampuan profesional dalam melaksanaan kegiatan belajar mengajar karena guru belum mampu menyusun agenda PBM yang baik yang sesuai dengan keadaan dan kondisi sekolah masing-masing. Planing Tindakan Jenis Tindakan nyatanya adalah melatih dan membimbing guru-guru dengan timnya dalam mengajar yang sesuai dengan kondisi dan situasi di kelas. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah : a. Mendiskusikan masalah atau hambatan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang baik b. Penyampaian informasi dari peneliti tentang cara mengajar yang baik dan mengembangkan diri secara profesional sebagai guru Pelaksanaan penelitian menetapkan setting dua putaran , pada masing-masing putaran dilaksanakan melalui empat tahapan yaitu: (1) perencanaan penelitian, (2) pelaksanaan penelitian, (3) observasi/ evaluasi, dan (4) refleksi. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Pada siklus I ini hasil penelitian pada aspek pengajaran kurang baik, diperoleh dari hasil observasi dari putaran I ini, sikap guru dalam menyusun program pengajaran kurang menguasai materi yang akan diajarkan dengan rata-rata nilai 5,6. Sementara itu di sisi lain, Kepala sekolah sangat antusias memberikan semangat kepada guru-guru untuk menyusun program pengajaran serta konsepsi mengajar yang mengandalkan potesi diri sebagai guru secara profesional terutama dengan mengkaitkan perkembangan wawasan intelektual akademis serta mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi pengajaran di kelas. Memperhatikan hasil pada putaran I peneliti melakukan refleksi terhadap hasil yang diperoleh. Hambatan-hambatan yang ditemukan pada sikus I seperti efektivitas penyampaian informasi-informasi tentang konsepsi School Based Inset bersifat umum belum mencapai
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 34
nilai maksimal dan hambatan disempurnakan dalam putaran II.
tersebut
Siklus II Pada putaran II kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyusunan agenda pengajaran yang baik di putaran pertama. Peneliti menjelaskan lebih rinci tentang cara mengajar yang inovatif utamanya pada aspek 1 yaitu bagaimana cara merumuskan visi dan tujuan pengajaran tiap-tiap bidang studi (kelengkapan elemen serta satuan pengajaran yang lebih inovatif). Aspek 2 yaitu bagaimana memasukkan konsepsi School Based Inset dalam pengajaran sehingga terdapat konsepsi pembelajaran yang lebih edukatif dan mengkaitkan dengan perkembangan ilmu dan teknologi secara baik melalaui konsepsi School Based Inset agar menjadi jelas dalam memberikan materi pelajaran di depan kelas.. PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari hasil observasi pada putaran I dan putaran II sikap guru dalam menerima konsepsi School Based Inset dan mempraktekkan di kelas cukup baik, dengan rata-rata nilai 80, guru-guru di TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015 sangat antusia menerima konsepsi School Based Inset dan mempraktekkannya dengan baik . Sedangkan dari hasil penilaian terhadap penilaian dalam implementatif di kelas cukup baik . Memperhatikan hasil pada putaran II melakukan refleksi terhadap hasil yang diperoleh peneliti pada putaran II ini sudah ada .
ISSN : 2302-3791
peningkatan kemampuan dan potensi guru-guru di TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015 dalam mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baik yaitu 8,00. PENUTUP Simpulan 1. School Based Inset TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015 menjadi instrumen yang sangat penting guna memajukan sistem pengajaran di kelas. 2. School Based Inset mempunyai peranan penting bagi upaya peningkatan profesional guru dalam kegiatan belajar mengajar , sebab menjadikan guru lebih maju, berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih modern. DAFTAR PUSTAKA Depdikbud, 2009 , Penataan di Sekolah, Surabaya, Depdikbud. Depdikbud, 2010 Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Depdikbud. Fred N. Kerlinger, 2008 , Behavior LL Resourdes. Mujiran, Drs, 2007 , Permohonan Profesional Guru, Kepala Dikmenum. Soeharto, Drs, 2007 , Musyawarah Guru Mata Pelajaran, disajikan dalam Raker Ka. TK Singarimbun, dkk, 2008 , Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3ES. Suharsini Arikunto, Prof, Dr, 2009 , Prosedur Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta. S. nasution, Prof, Dr, 2008 , Dikdaktik AzasAzas Mengajar, ______, Jemman
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 35
KUALITAS PENDIDIKAN SEBAGAI MOTOR PENGERAK PEREKONOMIAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TIMUR Abid Muhtarom *) *)
Dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK Dalam studi makroekonomi, kenaikan output dapat dianalisis menjadi dua bagian, yaitu studi dalam jangka panjang dan studi dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang kenaikan output dapat dipengaruhi oleh tekhnologi dan input faktor produksi. Seperti kapital dan tenaga kerja. Investasi akan meningkatkan jumlah kapital, Sehingga adanya tambahan kapital tentu saja akan meningkatkan ketersediaan lapangan kerja yang kemudian dapat memicu peningkatan output nasional (Mubyarto,2003). Namun, faktor kunci yang paling berpengaruh terhadap kenaikan output nasional adalah kemajuan tekhnologi. Hal ini karena kemajuan tekhnologidapat menigkatkan output pada tingkat kapital dan tenaga kerja yang tetap. Permasalahan-permasalahan seperti tersebut di atas dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang ada di Provinsi Jawa Timur sebagian besar tergolong sebagai unskilled labor atau tenaga kerja tidak terdidik. Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya. Tingginya angka unskilled labor menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di Jawa Timur masih rendah. Kualitas tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya, ketika kualitas tenaga kerja semakin meningkat, maka akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Jawa Timur memiliki angkatan kerja tingkat provinsi yang paling besar di Indonesia, dan dapat dianggap sebagai provinsi dengan “surplus tenaga kerja”, terutama bagi industri-industri padat karya yang membutuhkan keterampilan yang rendah. Hambatan utama untuk memiliki lebih banyak angkatan kerja yang lebih terampil adalah rendahnya akses terhadap pendidikan menengah, yang menyebabkan rendahnya capaian pendidikan di provinsi tersebut. Terdapat jurang yang lebar antara kaum berada dan kaum miskin, dan juga antara penduduk pedesaan dan perkotaan dalam hal akses terhadap pendidikan menengah. Kata kunci : kualitas pendidikan, motor penggerak, pertumbuhan ekonomi Dalam studi makroekonomi, kenaikan output dapat dianalisis menjadi dua bagian, yaitu studi dalam jangka panjang dan studi dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang kenaikan output dapat dipengaruhi oleh tekhnologi dan input faktor produksi. Seperti kapital dan tenaga kerja. Investasi akan meningkatkan jumlah kapital, Sehingga adanya tambahan kapital tentu saja akan meningkatkan ketersediaan lapangan kerja yang kemudian dapat memicu peningkatan output nasional (Mubyarto,2003). Namun, faktor kunci yang paling berpengaruh terhadap kenaikan output nasional adalah kemajuan tekhnologi. Hal ini karena kemajuan tekhnologi dapat menigkatkan output pada tingkat kapital dan tenaga kerja yang tetap. Berdasarkan kontradiksi pendapatpertumbuhan ekonomi yang berada di ISSN : 2302-3791
atas pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur sebesar 5,01% sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,55%, dan pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur sebesar 6,68% dan nasional sebesar 6,10%.Kualitas dan kuantitas tenaga kerja merupakan suatu faktor yang mempengaruhi output suatu daerah. Jumlah penduduk yang besar, khususnya penduduk dengan usia produktif, akan meningkatkan jumlah angkatan kerja yang tersedia. Jumlah tenaga kerja yang besar disertai dengan kualitas pendidikan yang Tantangan utama pendidikan di Jawa Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas. Sekitar 55
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 36
persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini juga ditunjukkan oleh angka partisipasi murni (APM) sekolah yang semakin menurun pada tingkat SMP dan SMA. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional yang dilaksanakan pada Agustus 2009 diketahui bahwa pekerja di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 442,8 ribu orang dibandingkan Agustus 2008. Sejalan dengan peningkatan jumlah pekerja tersebut, maka jumlah pengangguran mengalami penurunan sebesar 262,8 ribu orang (25,43 persen).Penyerapan tenaga kerja perempuan selama Agustus 2008 – Agustus 2009, lebih besar dibandingkan dengan laki-laki, yaitu masingmasing jumlah pekerja perempuan meningkat 228,6 ribu orang dan pekerja laki-laki meningkat sebesar 194,2 ribu orang. Namun demikian, dominasi peningkatan penduduk perempuan yang bekerja umumnya hanya sebagai pekerja keluarga., sehingga peningkatan jumlah tenaga kerja tidak selalu memberikan implikasi yang positif terhadap peningkatan pendapatan pekerja, karena penambahan jumlah tenaga kerja hanya terserap sebagai pekerja keluarga atau membantu rumahtangga/suami dalam melakukan kegiatan ekonomi yang sifatnya informal. Lebih lanjut, jika melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, maka pada Agustus 2009 sekitar 73,12 persen tenaga kerja bekerja pada kegiatan informal (Pemprov jatim, 2010). Permasalahan-permasalahan seperti tersebut di atas dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang ada di Provinsi Jawa Timur sebagian besar tergolong sebagai unskilled labor atau tenaga kerja tidak terdidik. Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya. Tingginya angka unskilled labor menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di Jawa Timur masih rendah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk bisa meningkatkan kualitas tenaga kerja di Jawa Timur. Mengingat tingginya jumlah tenaga kerja yang terserap lebih banyak pada sektor informal. Sektor informal memang menawarkan peluang kerja yang lebih fleksibel dalam hal persyaratan namun lemah dalam hal jaminan keberlangsungan pekerjaan tersebut (job ISSN : 2302-3791
security). Pekerja sektor informal rentan terhadap gejolak ekonomi dan cenderung tidak menentu penghasilannya khususnya para pekerja bebas (pekerja tidak tetap) yang hanya bekerja sesekali saja dan berpindah-pindah majikan maupun jenis pekerjaannya. Pekerja sektor informal juga umumnya tidak dilindungi oleh fasilitas kesehatan, perlindungan kecelakaan, maupun jaminan pensiun. Banyaknya tenaga kerja dengan jenjang pendidikan SD jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang lain. Tahun 1994 banyaknya tenaga kerja berpendidikan SD sebesar 10.639.450 orang, berpendidikan SMP sebanyak 3.184.050 orang, dan yang mempunyai pendidikan SMA/MA/SMK sebanyak 2.863.691 orang. Banyaknya tenaga kerja yang mempunyai pendidikan diploma, sarjana (S-1), pasca sarjana (S-2) dan doktor (S-3) jauh lebih sedikit lagi yaitu hanya sebesar 256.535orang. Dengan demikian secara umum rata-rata tenaga kerja tahun 1994 mempunyai rata-rata lama pendidikan sebesar 7,73 tahun. Seiring berjalannya waktu pemerintah mulai menggalakkan berbagai macam program pendidikan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. Program-program tersebut berimbas pada kenaikan jumlah tenaga kerja yang mempunyai jenjang pendidikan menengah, diploma dan sarjana yang hal tersebut berarti penurunan banyaknya tenaga kerja yang mempunyai pendidikan SD dan SMP. Pada tahun 2009, banyaknya tenaga kerja berpendidikan SD sebesar 11.155.876 orang, berpendidikan SMP sebanyak 3.373.215 orang, dan yang mempunyai pendidikan SMA/MA/SMK sebanyak 3.652.437 orang. Banyaknya tenaga kerja yang mempunyai pendidikan diploma, sarjana (S-1), pasca sarjana (S-2) dan doktor (S-3) jauh lebih sedikit lagi yaitu hanya sebesar 323.774 orang. Dengan demikian secara umum rata-rata tenaga kerja tahun 2009 mempunyai rata-rata lama pendidikan sebesar 7,95 tahun. Kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan secara umum masih ditandai relatif rendahnya kualitas tenaga kerja, baik dari segi pendidikan formal maupun keterampilannya. Akibatnya, tingkat produktivitas tenaga kerja menjadi rendah, sehingga posisi tawar (bargaining position) menjadi rendah; tingkat upah yang rendah; sering terjadinya perselisihan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 37
hubungan industrial, dan pemutusan hubungan kerja (PHK), serta rendahnya jaminan kesejahteraan purna-kerja. Pada sisi lain, perkembangan tuntutan pasar kerja dan persaingan industri di pasar global, di mana penggunaan teknologi dan informasi sebagai unggulan di samping faktor ekonomis, menuntut kebutuhan tenaga kerja profesional yang memenuhi standar kualifikasi tenaga kerja berbasis knowledge, skill dan attitude (KSA), serta keterampilan sosial (social skill). Pasar kerja di masa datang juga menuntut adanya jaminan kondisi iklim ketenagakerjaan yang kondusif, harmonis dan dialogis, yang melahirkan suasana hubungan industrial yang ramah, dan adanya kepastian hukum dalam usaha dan investasi. Kualitas tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya, ketika kualitas tenaga kerja semakin meningkat, maka akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Jawa Timur memiliki angkatan kerja tingkat provinsi yang paling besar di Indonesia, dan dapat dianggap sebagai provinsi dengan “surplus tenaga kerja”, terutama bagi industri-industri padat karya yang membutuhkan keterampilan yang rendah. Investasi padat karya dapat memanfaatkan kelompok pekerja dalam jumlah yang besar dengan tingkat keterampilan menengah, yaitu mereka yang setidaknya memiliki pendidikan sekolah menengah. Tingkat pengangguran bagi angkatan kerja dengan pendidikan sekolah menengah ke atas kini berada pada 11.3 persen, yang menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja masih jauh dari jenuh. Jawa Timur juga memiliki salah satu tingkat upah minimum dan rata-rata upah bulanan yang paling rendah dibanding seluruh provinsi-provinsi lain di Indonesia. Nilai upah premium untuk mempekerjakan seorang pekerja terampil juga lebih rendah dibanding sebagian besar daerah. Demikian kenaikan kualitas tenaga kerja di Jawa Timur akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain tenaga kerja, faktor kualitas tenaga kerja yang bagus juga mempunyai peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Hal ini karena sumber daya manusia yang produktif merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi. Untuk menghasilkan tenaga kerja yang produktif, maka diperlukan pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan ISSN : 2302-3791
pembangunan. Dalam ekonomi yang semakin bergeser ke arah ekonomi berbasis pengetahuan, peran pendidikan tinggi sangat penting, antara lain untuk menghasilkan tenaga kerja yang unggul dan produktif, yang semakin mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan, untuk meningkatkan nilai tambah kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. Pendidikan tinggi di sini terdiri dari program pendidikan akademik, program pendidikan vokasi, serta program pendidikan profesi. Di Jawa Timur perkembangan kualitas tenaga kerja menunjukkan trend yang terus meningkat terutama pada tahun 2010. Hal ini tidak terlepas dari sistem pendidikan di Jawa Timur yang mulai menuju penyelarasan bidang dan program studi dengan potensi pengembangan ekonomi di setiap koridor ekonomi. Meskipun belum maksimal, akan tetapi mulai menunjukkan hasil yang positif. Kegiatan pokok yang telah dilaksanakan oleh Pemrintah Provinsi dan Daerah di Jawa Timur dalam hal peningkatan kualitas tenaga kerja antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan standar kompetensi kerja dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja. 2. Penyelenggaraan program-program pelatihan kerja berbasis kompetensi. 3. Peningkatan dan fasilitasi pelaksanaan uji kompetensi yang terbuka bagi semua tenaga kerja. 4. Peningkatan relevansi dan kualitas lembaga pelatihan kerja, serta peningkatan profesionalisme tenaga kepelatihan dan instruktur pelatihan kerja. 5. Fasilitasi peningkatan sarana dan prasarana lembaga latihan kerja. 6. Meningkatkan pendidikan dan latihan bagi calon tenaga kerja migran (TKI/TKW). Selain itu, sistem pendidikan di Jawa Timur juga mengakomodasi program pendidikan vokasi untuk menghasilkan lulusan yang terampil. Pengembangan program pendidikan vokasi disesuaikan dengan potensi di masing- masing koridor ekonomi. Di setiap kabupaten/ kota, dikembangkan pendidikan tinggi setingkat akademi (community college) atau politeknik dengan bidang-bidang yang sesuai dengan potensi di kabupaten tersebut. Pengembangan community college, yang menyelenggarakan program diploma 1, diploma 2 dan diploma 3, diharapkan akan menghasilkan lulusan yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 38
langsung dapat diserap oleh kegiatan ekonomi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di setiap koridor ekonomi. Karena itu, pengembangan community college dilakukan dengan secara bersama-sama antara pemerintah, dunia usaha, dan universitas sebagai pengelola community college. Mutu community college dibina oleh politeknik yang dikembangkan di ibukota provinsi. Politeknik tersebut dikembangkan
sesuai dengan potensi dan keunggulan setiap koridor ekonomi. Selain pengembangan pendidikan tinggi, pengembangan sumber daya manusia juga dilakukan dengan pengembangan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), pengembangan pelatihan kerja, dan pengembangan lembaga sertifikasi. Berikut adalah model berbagai dan terintegrasi pendidikan tinggi dan menengah di Jawa Timur.
Model Berbagai Dan Terintegrasi Pendidikan Tinggi Dan Menengah Di Jawa Timur. Sumber: Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 Namun demikian, fakta juga menunjukkan sekolah atau tidak menyelesaikan sekolah dasar. bahwa secara kuantitas banyaknya unskilled Hanya sekitar 6 persen dari angkatan kerja labor masih lebih besar dibanding dengan skilled pernah mengenyam pendidikan lanjutan setelah labor. Besarnya unskilled labor di Jawa Timur sekolah menengah. Mayoritas kualitas tenaga bisa menjadi penghambat bagi daearah ini untuk kerja tidak terampil dipekerjakan pada sektor mempunyai pertumbuhan ekonomi yang pertanian yang memiliki tingkat produktivitas memuaskan di masa-masa mendatang. Di tahun yang rendah. Para pekerja di sektor ini mendapat 2009, lebih dari setengah (55 persen) dari upah yang paling rendah. Sekitar 52 persen dari angkatan kerja di Jawa Timur hanya memiliki pekerja pertanian berada pada kelompok umur pendidikan sekolah dasar atau lebih rendah, yang lebih tinggi (di atas 40 tahun) dengan termasuk 21 persen dari seluruh angkatan kerja sekolah dasar sebagai tingkat pendidikan yang tidak pernah mengenyam pendidikan di tertinggi yang pernah dikecap.
ISSN : 2302-3791
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 39
Jumlah dan Persentase Penduduk Yang Bekerja di Jawa Timur Menurut Pendidikan dan Lapangan Usaha Tahun 2010 PENDIDIKAN <SD SMP SMA Umum SMA Kejuruan Diploma I/II/III/ Akademi Universitas Jumlah PENDIDIKAN <SD SMP SMA Umum SMA Kejuruan Diploma I/II/III/ Akademi Universitas Jumlah
1 6.302.681 1.117.227 328.494 156.373 10.191 24.514 7.939.480
2 96.782 18.885 9.525 6.840 284 1.576 133.892
3 1.027.451 594.605 417.869 348.476
LAPANGAN USAHA 4 5 6 2.129 466.423 1.670.597 4.387 241.386 849.651 10.137 84.048 713.649 6.577 77.696 403.541
7 345.014 166.106 130.793 86.444
28.837 65.325 2.482.563
526 1.909 25.665
6.961 20.265 755.583
1 33,71% 5,98% 1,76% 0,84%
2 0,52% 0,10% 0,05% 0,04%
3 5,50% 3,18% 2,23% 1,86%
0,05% 0,13% 42,46%
0,00% 0,01% 0,72%
0,15% 0,35% 13,28%
4.257 20.838 894.648
56.640 93.702 3.787.780
LAPANGAN USAHA 4 5 0,01% 2,49% 0,02% 1,29% 0,05% 0,45% 0,04% 0,42% 0,00% 0,01% 0,14%
0,02% 0,11% 4,78%
8 16.892 47.947 66.645 35.277 17.537 47.702 232.000
9 597.032 385.762 459.292 289.922 154.242 559.247 2.445.497
6 8,94% 4,54% 3,82% 2,16%
7 1,85% 0,89% 0,70% 0,46%
8 0,09% 0,26% 0,36% 0,19%
9 3,19% 2,06% 2,46% 1,55%
0,30% 0,50% 20,26%
0,04% 0,11% 4,04%
0,09% 0,26% 1,24%
0,82% 2,99% 13,08%
JUMLAH 10.525.001 3.425.956 2.220.452 1.411.146 279.475 835.078 18.697.108 JUMLAH 56,29% 18,32% 11,88% 7,55% 1,49% 4,47% 100,00%
Sumber: BPS. Survey Angkatan Kerja Nasional. Agustus 2010, diolah Pusdatinaker Keterangan: 1: Pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan, 2:Pertambangan dan pengolahan, 3: Industri Pengolahan, 4: Listrik, Gas dan air, 5: bangunan, 6: Perdagangan besar,eceran, rumah makan dan hotel, 7: Angkutan, pergudangan dan komunikasi, 8: Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, 9: Jasa kemasyarakatan. Hal tersebut seperti ditunjukkan oleh data yang dirilis oleh BPS dalam Survey Angkatan Kerja Nasional berikut. Banyaknya tenaga kerja yang terserap dalam sektor pertanian pada tahun 2010 sangat mendominasi, yaitu sebesar 7.939.480 orang atau sebesar 42,46%. Jika dilihat berdasarkan jenjang pendidikan, banyaknya kualitas tenaga kerja dengan pendidikan SD yang terserap di sektor pertanian adalah sebesar 6.302.681 orang atau sebesar 33,71%, jenjang SMP sebesar 1.117.227 orang (5,98%), SMA umum sebesar 328.494 orang (1,76%), SMA Kejuruan sebesar 156.373 orang (0,84%), Diploma I/II/III/ Akademi 10.191 orang (0,05%) dan Universitas sebesar 24.514 orang (0,13%). Sehingga kualitas tenaga kerja tersebut di sektor pertanian tidak membutuhkan ketarampilan / skill yang tinggi dalam pendidikan formal. Hambatan utama untuk memiliki lebih banyak angkatan kerja yang lebih terampil adalah rendahnya akses terhadap pendidikan menengah, yang menyebabkan rendahnya capaian pendidikan di provinsi tersebut. Terdapat jurang yang lebar antara kaum berada dan kaum miskin, dan juga antara penduduk pedesaan dan perkotaan dalam hal akses terhadap pendidikan menengah. Akses yang timpang ini dapat disebabkan oleh terbatasnya jumlah sekolah menengah, distribusi sekolah yang tidak merata ISSN : 2302-3791
dan relatif tingginya biaya pendidikan menengah. Di tahun 2005/2006, angka partisipasi murni di Jawa Timur berada pada 97,24 persen untuk tingkat dasar, 71,22 persen untuk menengah pertama dan 42,56 persen bagi tingkat menengah atas. Tren ini serupa dengan angka partisipasi murni di Indonesia, dimana angka partisipasi bagi tingkat menengah pertama dan menengah atas masih jauh dari tingkat universal. Di tingkat kabupaten/kota, banyak kabupaten/kota mencatat angka partisipasi murni sekolah dasar di atas 90 persen. Akan tetapi variasi angka partisipasi yang lebih besar dapat dijumpai pada tingkat menengah pertama dan menengah atas. Sebagai contoh, tingkat angka partisipasi murni di Kota Kediri adalah 112,75 persen (APM Tahun 2005/2006), sementara Kabupaten Sampang hanya mencatat 45,63 persen. Dalam rangka untuk mengatasi masalah kualitas tenaga kerja seperti tersebut di atas, maka pemberian akses yang lebih besar bagi pendidikan menengah dapat meningkatkan jumlah pekerja terampil di provinsi Jatim. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan alokasi dana bagi pendidikan menengah dan juga memperluas dan mengoptimalkan sekolah-sekolah kejuruan dan lembaga pendidikan non formal.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 40
Berikut adalah model peningkatan produktivitas menuju keunggulan kompetitif yang bisa di jadikan acuan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur. Model ini diambil
berdasarkan Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 s.d 2025.
Model Peningkatan Produktivitas Menuju Keunggulan Kompetitif Sumber: Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 s.d 2025 Inisiatif Inovasi : 1 -747 MP3EI
Sumber: Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 s.d 2025 Untuk mewujudkan peningkatan produktivitas, maka direkomendasikan usulan Inisiatif Inovasi 1-747 MP3EI sebagai pendorong utama terjadinya proses transformasi sistem ekonomi berbasis inovasi melalui penguatan ISSN : 2302-3791
sistem pendidikan (human capital) dan kesiapan teknologi (technological readiness). Proses transformasi tersebut memerlukan input pendanaan Penelitian dan Pengembangan (R & D) sebesar 1 persen dari GDP yang perlu terus
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 41
ditingkatkan secara bertahap sampai dengan 3 persen GDP menuju 2025. Porsi pendanaan penelitian dan pengembangan tersebut diatas, berasal dari Pemerintah maupun dunia usaha. Pelaksanaannya dilakukan melalui 7 langkah perbaikan ekosistem inovasi, sedangkan prosesnya dilakukan dengan menggunakan 4 wahana percepatan pertumbuhan ekonomi sebagai model penguatan aktor-aktor inovasi yang dikawal dengan ketat. Dengan demikian diharapkan 7 sasaran visi inovasi 2025 di bidang SDM dan IPTEK akan dapat tercapai sehingga menjamin percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Seiring dengan kemajuan ekonomi dari faktor driven economy menuju ke innovation driven economy, diharapkan peran pemerintah di dalam pendanaan R & D akan semakin berkurang dan sebaliknya peran swasta semakin meningkat. Berikut ini adalah beberapa inisiatif pelaksanaan inovasi yang dapat mendukung keberhasilan implementasi seperti tersebut di atas: 1. PengembanganKlasterInovasiuntukmenduku ngkoridorekonomi di JawaTimur. Pengembangan koridor ekonomi harus diiringi dengan penguatan klaster inovasi sebagai centre of excellence dalam rangka mendukung peningkatan kemampuan berinovasi untuk meningkatkan daya saing. Pengembangan centre of excellence tersebut diharapkan terintegrasi dengan klasterklaster industri. 2. Revitalisasi PUSPIPTEK sebagaiScience & Technology (S&T) Park Merevitalisasi PUSPIPTEK sebagai S & T Park bertujuan untuk melahirkan IKM/UKM berbasis inovasi dalam berbagai bidang strategis yang mampu mengoptimalkan interaksi dan pemanfaatan sumber daya universitas, lembaga litbang, dan dunia usaha sehingga dapat menghasilkan produk inovatif. Untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan S & T Park tersebut perlu dilakukan: a. Menjadikan PUSPIPTEK sebagai Badan Layanan Umum (BLU) dengan manajemen profesional sehingga tercipta link antara bisnis dan riset; b. Menjadikan PUSPIPTEK sebagai pusat unggulan riset berteknologi tinggi. ISSN : 2302-3791
3.
Pembentukan Klaster Inovasi Daerah untuk Pemerataan Pertumbuhan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat mendorong dan memberdayakan upaya masyarakat, pelaku usaha, pemerintah daerah yang sudah memiliki inisiatif untuk menumbuh-kembangkan potensi inovasi pada beberapa produk dan program unggulan wilayah, antara lain: a. Model Pengembangan Kawasan Inovasi Agroindustri, di Gresik Utara ProvinsiJawaTimur; b. Model pengembangan kawasan industri inovasi produk-produk hilir yang terintegrasi, untuk pengembangan kelapa sawit, kakao, dan perikanan; c. Model Pengembangan Kawasan Inovasi Energi yang berbasisnon-renewable dan renewable energy di Provinsi Kalimantan Timur.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin,1998.Ekonomi Pembangunan. Edisi kedua, Yogyakarta: BPFEYogyakarta Baltagi, Budi H 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. Chichester: Jhon Wiley and sons. Bank Dunia Dan International Finance Corporation. 2010.Doing Bussiness di Indonesia 2010:Memperbandingkan Kebijakan Usaha di 14 kota dan 183 Perekonomian. Washington, DC : Publikasi Bank Dunia dan International Finance Corporation. -----------,2000. Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Boediono,1999. Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Borensztein, E. & De Gregorio, J. & Lee, J-W., 1998. "How does foreign direct investment affect economic growth?," Journal of International Economics, Elsevier , vol. 45(1), pages 115-135, June. Brian J. Aitken & Ann E. Harrison, 1999. "Do Domestic Firms Benefit from Direct Foreign Investment? Evidence from Venezuela," American Economic Review, American Economic Association, vol. 89(3), pages 605-618, June. Carcovic, Mario and Levine, Ross. 2004. Does Foreign Direct Investment accelerate
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 42
Economic Growth?. Published on The Institute of International Economics Confereences. Washington. Chenery, Hollis B. And Carter, Nicholas G. 1973. Foreign Assistance and Development Performance, 1960-1970. The American Economic Review (AER), 63(2), 459 - 68. Dajan, Anto. 1984. Pengantar Metode Statistik. Jilid 2. Jakarta: LP3ES. Gujarati,Domodar N.2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. New York: The McGrawHill Companies. ----------. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Haddad, M. and A. Harrison, 1993, "Are there Positive Spillovers from Direct Foreign Investment?", Journal of Development Economics, Vol. 42, pp. 51-74. Irwan dan Suparmoko,1992. Ekonomika Pembangunan. Edisi lima, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Ismet, Johar. 1996. “Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Distribusi Pendapatan Masyarakat Kota Batam Dengan Pendekatan Model System Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)”online),(diakses tanggal 30Maret 2010) Kelley, C. Allen dan Robert M. Schmidt.1995.”Aggregate Population and Economic Growth Corelation: The role of the components of demographic changes” (online),(diakses tanggal 21 Maret 2010) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta:Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kobrin, S.J. 1977.“Foreign Direct Investments, Industrialization, and Social Change”, Jai Press, Connecticut. Kuncoro, Mudrajat. 2000. “Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Kuntjoro Jakti, Dorojatun,2003. Mau kemana Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Prenada Media. ISSN : 2302-3791
Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM). 2007. Construction of Regional Index of Cost of Doing Business in Indonesia Lipsey, Richard G dkk, 1991. Pengatar Makro Ekonomi. Edisi kedelapan, Jakarta: Erlangga. Magnus Blomstrom & Robert E. Lipsey & Mario Zejan, 1994. "What Explains Developing Country Growth?," NBER Working Papers 4132, National Bureau of Economic Research, Inc. Mishkin, Frederich.1996. “The Channels of Monetary Transmission : Lesson for Monetary Policy” .National Bureau of Economic Research Working Paper vol 5464: 2 Mubyarto. 2003. ” Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Dalam Ekonomi Pancasila ”. Jurnal Ekonomi Rakyat. Edisi 16: 4 Noerdhaus dan samuelson, 2000. Ilmu Makro Ekonomi. Jakarta: Media Global Edukasi. Pujiati, Amin.2007. “Analisis Pertumbuhan Ekonomi Di Karesidenan Semarang Era Desentralisasi Fiskal " Jurnal Pembangunan. (Online),hal: 6170,(http://uns.ac.id/ejournal/index.php/aku/ article/viewPDFInterstitial/15656/15648/, diakses 20 Januari 2010) Rosyidi, Suherman.2000. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta:Erlangga. Sadli, M, (2002), “Beberapa Masalah Dalam Ekonomi Makro”, Modul Pelatihan Training Manajer BRI, Jakarta. Samuelson, Paul A dan William D.Nordhaus.2001.”Ilmu Makroekonom”.Edisi Tujuh Belas.Terjemahan .Jakarta:PT Media Global Edukasi. Sarwoko, 2005. Dasar-Dasar ekonometrika. Yogyakarta: Andi. Sitompul,novita linda.2007. analisis pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap PDRB Sumatra Utara.Tesis tidak diterbitkan.Medan: pasca Sarjana Universitas sumatra utara. Sodik, Jamzani,dkk. 2005. “Investasi, Pendidikan Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional (Studi Kasus Pada 26 Propinsi Di Indonesia, Pra Dan Pasca Otonomi)“Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 43
(Online),vol.10,No.2(http://upn.ac.id/ejour nal/ article / view PDF Interstitial/, diakses 20 Januari 2010) Sukirno, Sadono.1981. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: Bima Grafika ----------.1981. Pengantar Teori Makroeskonomi. Jakarta: Bima Grafika ----------.1985. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI dengan Bima Grafika. ---------.2004. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Bima Grafika. Suparmoko.1996. Pengantar Ekonometrika Makro. Edisi ketiga, Yogyakarta: BPFEYogyakarta Syamsiyah, Siti. 2007. “Analisis Kualitas Tenaga Kerja Dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karanganyar”.skripsi yang diterbitkan (http://ums.com/skrispsi/article/viewPDFIn terstitial/,diakses 19 Januari 2010) Tarmidi,T Lepi.1992. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. Verbeek, Marno.2000. A Guide to Modern econometrics. Chicherster:Jhon Wiley and sons. Widarjono, Agus.2005. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia Fakultas ekonomi UII Winoto, Joyo,2000,ekonomi pembangunan. Bahan bacaan tambahan mata kuliah perencanaan ekonomi wilayah dan pedesaan. Program studi ilmu prencanaan pembangunan wilayah dan pedesaan program pascasarjana IPB. Worldbank. 2011. Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia: Tantangan saat ini, peluang masa depan. Jakarta: Juni 2011 Worldbank. 2011. Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia: Masa Bergejolak. Jakarta: Oktober 2011 www.BPS.go.id
ISSN : 2302-3791
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 44
PENERAPAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN AIR PADA MATERI SIFAT-SIFAT BANGUN DAN HUBUNGAN ANTAR BANGUN DI KELAS V SD *)
Nur Qomariyah Nawafilah *) Dosen Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK Siswa sering menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. Oleh karena itu guru harus menggunakan cara yang tepat dalam mengajarkannya. Salah satu solusi dari permasalahan itu adalah pendekatan AIR (Auditory, Intellectualy, Repeatition). Peneliti mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas dan kinerja siswa, hasil belajar serta respon siswa terhadap pendekatan AIR. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan one shot-case study dan dilaksanakan di MI Miftahul Ulum Simbatan Lamongan. Penelitian ini berlangsung selama 3 kali pertemuan yang pelaksanaannya sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh peneliti. Data yang diperoleh dari penelitian yaitu data pengelolaan pembelajaran dan data aktivitas siswa yang diperoleh melalui lembar pengamatan, data kinerja siswa yang diperoleh melalui kartu penilaian unjuk kerja, data hasil belajar siswa yang diperoleh melalui soal tes hasil belajar, serta data respon siswa yang diperoleh melalui lembar angket respon siswa. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran baik dengan rata-rata 2,78. Aktivitas siswa yang paling menonjol adalah memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. Kinerja siswa baik dengan rata-rata keseluruhan 17 untuk LKS 1 dan17,2 untuk LKS 2. Hasil belajar siswa mencapai 40%. Respon siswa adalah sangat positif sebesar 92,43%. Kata kunci: Pendekatan AIR, bangun dan hubungan antar bangun PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan potensi diri agar mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 3) pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang kualitasnya masih rendah. Salah satu upayanya yaitu dengan senantiasa menyempurnakan kurikulum. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan ISSN : 2302-3791
kurikulum operasional yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan serta merupakan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah (Mulyasa, 2006: 44). Matematika merupakan salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika menduduki peranan penting dalam bidang pendidikan karena selain sebagai fondasi bagi ilmu pengetahuan, matematika juga sebagai pembantu bagi ilmu pengetahuan yang lain. Namun matematika sering digambarkan sebagai pelajaran yang sulit, membosankan, bahkan menakutkan. Karena anggapan tersebut maka siswa semakin tidak menyukai pelajaran matematika. Matematika mata pelajaran yang sulit dipahami karena keabstrakan konsepnya (Ruseffendi, 1988: 69). Kebanyakan konsep yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 45
diajarkan guru hanya sekedar dihafalkan sehingga kurang bermakna bagi siswa. TIMSS (Trends in International Mathematics and Science) dan PISA (Programme for International Student Assesment) menyebutkan bahwa untuk matematika Indonesia berada di peringkat 36 dari 48 negara (Satria, 2009 dalam http://www.mailarchive.com/forumpembacakompas%40yahoogroups.com). Fakta ini mengisyaratkan bahwa penguasaan siswa terhadap konsep materi yang diajarkan dalam pelajaran matematika masih rendah. Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya hal itu, salah satunya yaitu karena cara penyajian materi pelajaran atau pembelajaran yang dilaksanakan. Kebanyakan guru masih menggunakan metode ceramah tanpa memperhatikan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Usaha yang dapat dilakukan guru sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar adalah membuat rencana pembelajaran sematang mungkin agar proses belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik. Menurut Suyatno (2009: 9) pembelajaran hendaknya dimulai dari masalah-masalah aktual, autentik, relevan, dan bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat menerapkan konsep yang dipelajarinya di dalam kehidupan sehari-hari. Untuk meningkatkan keterlibatan siswa, guru juga harus pandai memilih model, metode, strategi maupun pendekatan yang sesuai dengan materi yang disampaikan. Salah satu pendekatan yang mendorong siswa untuk belajar lebih aktif yaitu pendekatan AIR. Unsur-unsur dalam pendekatan AIR yaitu (1) Auditory; (2) Intellectually; (3) Repeatition. Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Intellectually yang bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on), belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan. Repeatition merupakan pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis (Suyatno, 2009: 65 ). Pelaksanaan pendekatan AIR nantinya akan dikombinasikan dengan model ISSN : 2302-3791
pembelajaran kooperatif yang mana model ini dapat menuntun siswa untuk dapat bekerja sama dan saling bertukar pendapat serta berdiskusi dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru. Model ini sangat sesuai jika dipadukan dengan pendekatan AIR yang memang dalam setiap unsurnya menekankan pembelajaran berpusat pada siswa. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun. Hal ini disebabkan materi ini cocok jika diajarkan dengan pendekatan AIR yang menuntut keaktifan siswa dalam membentuk konsep materi yang diajarkan. Alasan lain adalah banyak aplikasi materi ini dalam kehidupan sehari-sehari siswa. Dari uraian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Pembelajaran dengan Pendekatan AIR pada Materi Sifat-Sifat Bangun dan Hubungan Antar Bangun di Kelas V MI. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pengamatan dilakukan pada pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas siswa selama proses pembelajaran, kinerja siswa selama mengerjakan LKS, hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan AIR, serta respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan AIR . Penelitian dilaksanakan di MI Miftahul Ulum Simbatan Sarirejo Lamongan. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MI Miftahul Ulum Simbatan yang terdiri atas 15 orang siswa tahun pelajaran 2011-2012. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah One Shot Case Study, karena hanya satu kelas saja yang dikenakan perlakuan tertentu tanpa adanya kelas kontrol dan tanpa tes awal. Dalam penelitian ini yang dimaksud perlakuan tertentu yaitu penerapan pendekatan AIR kepada subyek. Setelah diterapkan perlakuan tersebut dilakukan analisis terhadap pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas siswa selama pembelajaran, kinerja siswa dari proses pengerjaan LKS, dan hasil belajar siswa dalam mengerjakan soal serta respon siswa. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
X O ( arikunto, 2002 : 77)
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 46
Keterangan: X : Perlakuan, yaitu penerapan pendekatan AIR dalam proses belajar mengajar. O : Hasil penelitian selama dan setelah perlakuan, yaitu pengelolaan pembelajaran selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan penerapan pendekatan AIR, aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan penerapan pendekatan AIR, kinerja siswa dalam mengerjakan LKS, hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan penerapan pendekatan AIR, respon siswa setelah penerapan pendekatan AIR. Prosedur pelaksanaan penelitian ini dibagi atas empat tahap (Moleong, 2001), yaitu: 1. Tahap Persiapan Sebelum melakukan penelitian, kegiatan-kegiatan yang dipersiapkan peneliti antara lain adalah: (a) menentukan tempat dan subyek penelitian, (b) mengunjungi sekolah yang akan digunakan untuk penelitian dan meminta izin persetujuan untuk melakukan penelitian, (c) membuat perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian yang terdiri atas RPP, LKS, lembar kuis, lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran dan aktivitas siswa, kartu penilaian unjuk kerja siswa, lembar soal tes, dan lembar angket respon siswa terhadap pembelajaran yang menerapkan pendekatan AIR. 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, aktivitas yang dilakukan antara lain adalah: (a) persiapan siswa, (b) pemilihan dan pembentukan kelompok heterogen, (c) pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan AIR, (d) pelaksanakan pengamatan terhadap pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas siswa selama penerapan pembelajaran dengan pendekatan AIR, dan pengamatan terhadap kinerja siswa dalam mengerjakan LKS, (e) melakukan tes hasil belajar yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran, (f) menyebarkan angket respon siswa setelah penerapan pembelajaran dengan pendekatan AIR. 3. Analisis Data Kegiatan analisis data dilakukan setelah pengumpulan data. Data-data yang dianalisis adalah sebagai berikut: a. Pengelolaan Pembelajaran Untuk mengolah hasil observasi dari pengelolaan pembelajaran oleh guru ISSN : 2302-3791
selama penerapan pendekatan AIR dilakukan dengan cara menghitung nilai rata-rata setiap kategori. Kriteria hasil penelitian sebagai berikut: Nilai < 0,50 : Sangat kurang 0, 50 ≤ nilai ≤ 1, 50 : Kurang 1, 50 ≤ nilai ≤ 2, 50 : Cukup 2, 50 ≤ nilai ≤ 3, 50 : Baik Nilai ≥ 3,5 : Sangat baik Adapun kategorinya adalah sebagai berikut: 1 : Sangat baik 2 : Baik 3 : Kurang baik 4 : Tidak baik b. Aktivitas siswa Lembar pengamatan aktivitas siswa menunjukkan keaktifan siswa dalam model pembelajaran yang dianalisis sebaga berikut: Persentase = 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑛𝑐𝑢𝑙 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑎𝑛
(Azizah, 1998) c. Kinerja siswa Untuk menganalisis data digunakan kartu penilaian sebagai pedoman penilaian dengan skala sebagai berikut: 1 : Tidak benar 2 : Kurang benar 3 : Benar tetapi kurang sempurna 4 : Sempurna Skor yang akan diperoleh siswa pada rentang 6 skor 24. Pengkategorian siswa dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan skor yang diperoleh setiap siswa adalah sebagai berikut: 6 – 10 : Gagal 11 – 15 : Kurang berhasil 16 – 20 : Berhasil 21 – 24 : Sangat berhasil Lembar Unjuk Kerja Siswa sebagai perangkat penilaian otentik dapat dikatakan efektif jika hasil unjuk kerja kelompok siswa memenuhi kriteria berhasil atau sangat berhasil. d. Tes Hasil Belajar Untuk mengetahui ketuntasan siswa, ditentukan oleh persentase ketuntasan yang dihitung dengan cara:
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 47
% 𝐾𝑒𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 × 100% 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 Sedangkan perhitungan untuk menyatakan persentase banyaknya siswa yang tuntas dihitung dengan cara: % 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 = 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 × 100% 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑛𝑦𝑎 Berdasarkan ketentuan dari sekolah tempat penelitian, satu kelas dikatakan
tuntas belajar jika minimal 85% siswa tuntas. e. Angket Respon Data angket respon siswa dihitung dengan cara menentukan persentase dari setiap pertanyaan . Respon siswa dikatakan positif jika persentase sikap positif lebih dari atau sama dengan 75%. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif, dengan persentase sebagai berikut: Rs = 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒 −𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛
Rs=Persentase
No. 1. 2. 3. 4.
respon
siswa
Tabel kategori respon siswa Persentase Respon Siswa (%) Kategori Rs ≥ 85 Sangat positif 70 ≤ Rs < 85 Positif 50 ≤ Rs < 70 Kurang positif Rs < 50 Tidak positif (Khabibah, 2006: 97)
4. Penulisan Laporan Penelitian Penulisan laporan penelitian yang menjelaskan kegiatan penelitian dari persiapan penelitian sampai dengan penarikan kesimpulan dari data-data yang telah dianalisis untuk menjawab pertanyaan penelitian yang meliputi pengelolaan pembelajaran, aktivitas siswa, data kinerja siswa, data tes hasil belajar, dan data angket respon siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengelolaan Pembelajaran Berdasarkan hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran, meskipun ada beberapa kegiatan yang kurang terlaksana dengan baik, namun secara keseluruhan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan pendekatan AIR memperoleh rata-rata 2,78 dengan kriteria baik. 2. Hasil Aktivitas Siswa Pengamatan aktivitas siswa dilaksanakan selama pembelajaran sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa aktivitas siswa dalam memperhatikan/ mendengarkan penjelasan guru atau siswa lain (Auditory) sebesar 26,38%, membaca/ memahami LKS (Auditory) sebesar 7,83%, berdiskusi/ ISSN : 2302-3791
bertanya antar siswa dengan siswa dan siswa dengan guru (Auditory) sebesar 11,12%, mengerjakan LKS secara berkelompok (Auditory dan Intellectually) sebesar 13,24%, presentasi (Auditory) sebesar 6,45%, mengajukan pertanyaan (Auditory) sebesar 1,89%, menanggapi pertanyaan (Auditory) sebesar 2,08%, mencatat/ merangkum (Intellectually) sebesar 12,01%, mengerjakan kuis (Repetition) sebesar 14,9%, melakukan perilaku yang tidak relevan sebesar 7,32%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa aktivitas yang paling dominan adalah memperhatikan/ mendengarkan penjelasan guru atau siswa lain (Auditory) sebesar 26,38%. Hal ini dikarenakan memang siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran dengan metode ceramah yang memang siswa bersifat pasif (hanya mendengarkan penjelasan guru). Imbasnya dapat dilihat pada aktivitas mengajukan dan menjawab pertanyaan yang merupakan aktivitas dengan presentase paling kecil diantara aktivitas-aktivitas yang lain. 3. Hasil Kinerja Siswa Dalam penelitian ini, analisis data secara keseluruhan mengenai kinerja siswa pada LKS 1 dan LKS 2 dengan menerapkan pendekatan AIR disajikan dalam tabel berikut :
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 48
Tabel Rata-rata Kategori LKS 1
Kelompok 1 2 3 4 5 Rata-rata keseluruhan
Jumlah Nilai 14 19 17 18 17 17
Kategori Kurang berhasil Berhasil Berhasil Berhasil Berhasil Berhasil
Dari tabel di atas dapat dinyatakan selama penerapan pendekatan AIR pada bahwa kinerja siswa baik dengan rata-rata pembelajaran materi sifat-sifat bangun dan keseluruhan 17. Dengan demikian dapat hubungan antar bangun baik. disimpulkan kinerja siswa untuk LKS 1 Tabel Rata-rata Kategori LKS 2 Kelompok Jumlah Nilai Kategori 1 16 Berhasil 2 18 Berhasil 3 18 Berhasil 4 19 Berhasil 5 15 Kurang berhasil Rata-rata keseluruhan 17,2 Berhasil Dari tabel di atas dapat dinyatakan bahwa kinerja siswa baik dengan rata-rata keseluruhan 17,2. Dengan demikian dapat disimpulkan kinerja siswa untuk LKS 2 selama penerapan pendekatan AIR pada pembelajaran materi sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun baik. 4. Hasil Belajar Siswa Tes hasil belajar siswa dilaksanakan setelah penerapan pembelajaran dengan pendekatak AIR pada materi sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun selesai. Tes hasil belajar ini terdiri atas 5 soal cerita. Tes diberikan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran dengan pendekatan AIR. Berdasarkan nilai tes hasil belajar siswa, diperoleh bahwa dari 15 siswa yang mengikuti tes, terdapat 6 siswa yang tuntas dan 9 orang tidak tuntas. Sehubungan dengan KKM yang ditetapkan sekolah yaitu siswa dikatakan tuntas untuk pelajaran matematika jika nilainya ≥ 65 dan siswa dikatakan tuntas secara klasikal jika 85% siswa mendapat nilai ≥ 65. Karena jumlah siswa yang tuntas sebanyak 6 siswa, maka diperoleh presentase ketuntasan belajar secara klasikal sebesar ISSN : 2302-3791
40% saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setelah penerapan pembelajaran dengan pendekatan AIR ketuntasan belajar siswa secara klasikal tidak tercapai. 5. Hasil Respon Siswa Angket respon siswa terhadap pendekatan AIR diberikan setelah penerapan pembelajaran dengan pendekatan AIR dan setelah siswa mengerjakan tes. Data respon siswa berfungsi untuk mengetahui pendapat siswa tentang pembelajaran dengan pendekatan AIR sesuai dengan indikator yang ada pada lembar angket respon siswa. Berdasarkan hasil angket, diperoleh bahwa 93,34% siswa memberikan respon positif (menjawab “ya”) selama mengikuti pembelajaran dengan pendekatan AIR. Terdapat 86,67% siswa menjawab bahwa dengan pembelajaran ini mereka lebih berani bertanya. Sebanyak 80% siswa mengatakan bahwa dengan pembelajaran ini membuat mereka lebih berani mengungkapkan pendapat dan 86,67% juga menjawab bahwa dengan pembelajaran ini membuat siswa lebih memahami materi pelajaran. Masih banyak lagi respon-respon positif yang diberikan siswa mengenai penerapan pembelajaran AIR. Secara keseluruhan, sebanyak 92,43% siswa
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 49
merespon positif terhadap pembelajaran dengan pendekatan AIR. Karena persentase siswa ≥85, maka respon siswa dikategorikan sangat positif terhadap pembelajaran dengan pendekatan AIR.
b.
c. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun dengan menggunakan pendekatan AIR di kelas V MI Miftahul Ulum Simbatan adalah baik dengan ratarata keseluruhan 2,78. b. Aktivitas siswa yang paling dominan selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan AIR di kelas V MI Miftahul Ulum Simbatan adalah memperhatikan atau mendengarkan penjelasan guru atau siswa lain. c. Kinerja siswa dalam mengerjakan LKS adalah berhasil dengan rata-rata keseluruhan untuk LKS 1 sebesar 17 dan LKS 2 sebesar 17,2. d. Hasil belajar siswa setelah penerapan pendekatan AIR pada pembelajaran materi sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun di kelas V MI Miftahul Ulum Simbatan belum tuntas dengan ketuntasan belajar sebesar 40%, sehingga ketuntasan belajar klasikal tidak tercapai. e. Respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan AIR adalah sangat positif dengan persentase 92,43%. 2. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: a. Hendaknya guru matematika mencoba menerapkan pendekatan AIR untuk meningkatkan peran siswa dalam pembelajaran dengan berusaha memperbaiki dari segi pelaksanaan pembelajaran dan soal berupa LKS yang akan dikerjakan siswa secara berkelompok.
ISSN : 2302-3791
Untuk meningkatkan keaktifan siswa sebaiknya guru melatih siswa sejak dini mengungkapkan ide atau pendapat mereka dengan banyak memberikan pertanyaan yang memancing. Penelitian hendaknya dilakukan pada sekolah yang sudah pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan AIR sehingga siswa tidak bingung selama pembelajaran berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Azizah, Umi. 1998. Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia di SMU. Tesis yang tidak dipublikasikan. Surabaya: Unesa. Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Khabibah, Siti. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Dengan Soal Terbuka Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar. Disertasi tidak dipublikasikan. Surabaya: Unesa. Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitia Kualitatif. Bandung: Remaja Rosadakarya. Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Surabaya: Unpress Unesa. Rahaju, Endah Budi. 2008. Suplemen Asesmen Jurusan Matematika. Surabaya: Unpress Unesa. Russefendi. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Satria. 2009. Kualitas pendidikan Matematika di Indonesia (http://www.mailarchive.com/forumpembaca kompas%40yahoogroups.com, diakses tanggal 12 februari 2011). Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 50
TAUHID DAN FIKIH DALAM NASKAH KITAB KEMATIAN Rosinta Anjar Prima Pangastuti *) *)
Dosen Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK Naskah Kitab Kematian mengandung ajaran-ajaran yang dapat diambil manfaatnya oleh pembaca, oleh karena itu naskah tersebut harus diungkapkan isinya. Selain bermanfaat dalam kehidupan, pengungkapan ajaran tauhid dan fikih dalam naskah tersebut adalah sebagai wujud pelestarian budaya Indonesia. Fokus penelitian ini yaitu ajaran tauhid dalam naskah Kitab Kematian dan fikih dalam naskah Kitab Kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ajaran tauhid dan fikih dalam naskah Kitab Kematian. Tauhid artinya menjadikan sesuatu menjadi satu atau keyakinan tentang satu atau Esanya Tuhan. Fikih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshili (terinci) yakni dalil-dalil atau hukum-hukum khusus yang diambil dari dasar-dasar Alquran dan Sunnah (hadis). Rancangan penelitian yang digunakan dalam naskah Kitab Kematian ini adalah penelitian filologi dengan edisi naskah tunggal. Untuk mengumpulkan data digunakan teknik baca catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ajaran tauhid dalam Kitab Kematian terdiri atas (1) Ilah yang terbagi menjadi Ilah uluhiyah, Ilah rububiyah, dan asma’ wa sifat: Maha Pengasih (Ar-Rahman), Maha Penyayang (Ar-Rahim), Maha Pemurah (Al-Karim), Maha Pemaaf (Al-Afuww), Maha Esa (AlWahid), Maha Besar (Al-Kabir), Maha Kuasa (Al-Qudrah), Maha Berkehendak (Al-Iradah) (2) Nubuwwah, dan (3) Samiyyat (membahas tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di padang mahsyar, surga dan neraka, arsy, dan kiamat). Ajaran fikih dalam Kitab Kematian ini membahas tentang puasa, zakat, membaca Alquran, berbakti kepada orang tua, kewajiban terhadap jenazah, zina, dan sholat. Kata-kata Kunci: naskah, tauhid, fikih, filologi Peninggalan kebudayaan bangsa Indonesia sebagian besar berbentuk tulisan. Dari tulisan tersebut, diperoleh gambaran lebih jelas mengenai alam pikiran, adat-istiadat, dan sitem nilai masyarakat pada zaman lampau, suatu pengertian yang tidak mungkin tercapai jika bahan-bahan keterangan ini hanya terdiri dari peninggalan material, karena dalam hal itu banyak kesimpulan pakar berdasarkan dugaan belaka. Dalam penelitian peninggalan tulisan dan kebendaan merupakan dua unsur yang saling melengkapi (Ikram, 1997:24). Oleh karena itu, penelitian terhadap naskah penting untuk dilakukan mengingat naskah memuat berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai kebudayaan masa lampau. Semua naskah lama merupakan rekaman kebudayaan Indonesia dari kurun zaman yang lama, yang mengandung berbagai ragam lukisan kebudayaan, buah pikiran, ajaran budi pekerti, nasihat, hiburan, pantangan, dan lain sebagainya, termasuk kehidupan keagamaan mereka di waktu itu (Baried, 1994:vii). ISSN : 2302-3791
Ditambahkan pula oleh Purnomo (2007:6) bahwa isi dari naskah atau dokumen tertentu tersebut adalah seluruh aspek kehidupan budaya masyarakat atau bangsa yang bersangkutan, seperti: kehidupan religi, sistem filsafat, kepercayaan, atau hal-hal teknis keseharian seperti: pengobatan, arsitektur, mata pencaharian, pengajaran berbagai keahlian dan keterampilan, serta seluruh aspek kehidupan pada umumnya. Naskah lama Indonesia terdapat di banyak daerah, seperti Jawa, Melayu, Sunda, Madura, Bali, Aceh, Makasar, dan Bugis (Robson, 1994:1). Jawa merupakan satu di antara daerahdaerah yang menyimpan banyak naskah lama. Naskah-naskah tersebut tersimpan rapi di museum-museum. Misalnya saja Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Museum Sunan Giri Gresik, Museum Trowulan Mojokerto, dan masih banyak lainnya. Selain itu, naskah-naskah lama ada yang merupakan milik pribadi dari perorangan, namun keberadaannya sulit diketahui.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 51
Museum Mpu Tantular merupakan museum milik pemerintah yang didirikan di Jalan Raya Buduran, Jembatan Layang Sidoarjo. Museum tersebut memiliki banyak koleksi benda-benda kuno. Salah satu di antara benda-benda kuno tersebut adalah naskah lama. Naskah lama yang terdapat di Museum Mpu Tantular ada yang ditulis pada kulit binatang, kertas, kulit kayu, maupun lontar. Naskahnaskah tersebut disimpan dan dirawat dengan baik agar terjaga kelestariannya. Namun, jika hanya dijaga kelestarian bendanya tanpa diketahui isinya maka naskah-naskah tersebut tidak berguna untuk kehidupan manusia. Naskah-naskah yang tersimpan di Museum Mpu Tantular tersebut seperti naskah Bustam Salatin, naskah Serat Yusuf, naskah Serat Menak, naskah Kitab Kematian dan sebagainya. Naskah Kitab Kematian merupakan naskah yang belum pernah diteliti. Oleh karena itu, naskah Kitab Kematian tersebut akan menjadi menarik jika digali isinya lebih dalam lagi. Naskah Kitab Kematian menggambarkan salah satu aspek kehidupan manusia yaitu tentang kematian dan kehidupan setelah kematian. Setiap makhluk hidup yang diciptakan Allah SWT di dunia tidak luput dari dua hal yaitu hidup dan mati. Hidup adalah suatu pertalian antara ruh dan jasad. Keduanya tidak bisa dipisahkan, bila terpisahkan maka seseorang tidak bisa hidup. Dengan hidup manusia bisa merasakan berbagai macam kenikmatan. Tapi ingat, bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanya bersifat sementara. Untuk itu pada saat hidup kita harus berusaha untuk mengerjakan amal kebaikan sebagai bekal menuju kehidupan yang abadi, karena kebahagiaan serta kesengsaraan yang dirasakan kelak bergantung amalan kita saat hidup di dunia. Di samping itu kita juga harus memohon kepada dari Allah SWT agar selalu dilimpahkan rahmat baik di dunia maupun akhirat. Akhirat dipakai untuk mengistilahkan kehidupan alam baka (kekal) setelah kematian/ sesudah dunia berakhir. Pernyataan peristiwa alam akhirat sering kali diucapkan secara berulang-ulang pada beberapa ayat di dalam Alquran, yang mengisahkan tentang kiamat dan ISSN : 2302-3791
akhirat. Akhirat dianggap sebagai salah satu dari rukun iman yaitu: percaya kepada Allah, percaya adanya malaikat, percaya akan kitabkitab suci, percaya adanya nabi dan rasul, dan percaya takdir dan ketetapan Allah. Menurut kepercayaan Islam, Allah akan memainkan peranan, beratnya perbuatan masing-masing individu. Allah akan memutuskan apakah orang tersebut di akhirat akan diletakkan di neraka atau di surga. Akhirat adalah dimensi fisik dan hukumhukum dunia nyata yang terjadi setelah dunia fana berakhir. Bagi mereka yang beragama samawi meyakini bahwa kehidupan akhirat sebagai tempat di mana segala perbuatan seseorang di dalam kehidupan dunia ini akan dibalas. Namun tidak sedikit juga orang yang meragukan akan adanya kehidupan akhirat (kehidupan setelah kematian). Mereka-mereka yang meyakini adanya kehidupan akhirat ada yang menyatakan: 'Mudahnya meyakini adanya kehidupan setelah kematian sama mudahnya dengan meyakini adanya hari esok setelah hari ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya memetik setelah menanam'. Dengan meyakini adanya kehidupan akhirat setelah kehidupan di dunia ini akan menjaga seseorang dari bertindak sesuka hatinya, karena ia yakin segala hal yang ia perbuat dalam kehidupannya sekarang akan dituainya kemudian di alam setelah kematian. Azab akhirat, alam kubur, dan sebagainya adalah pengetahuan yang selama ini dapat kita dengar dan baca melalui Alquran maupun Hadis. Pengetahuan yang seperti itu disebut ilmu tauhid. Selain unsur tauhid, dalam naskah Kitab Kematian mengandung unsur fikih. Tauhid artinya menjadikan sesuatu menjadi satu. Tauhid menurut Adlan (1995:33) adalah mengesakan Allah tanpa keraguan sedikitpun. Menurut istilah agama Islam, tauhid adalah keyakinan tentang satu atau Esanya Tuhan. Segala pikiran dan teori berikut dalildalilnya yang menjurus pada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut ilmu tauhid. Fikih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshili (terinci) yakni dalil-dalil atau hukumhukum khusus yang diambil dari dasar-dasar Alquran dan Sunnah (hadis). Kitab Kematian
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 52
mengandung ajaran tauhid yang terbagi menjadi ilah, nubuwwah, dan samiyyat (tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di padang mahsyar, alam akhirat, arsy, kiamat). Sedangkan ajaran fikih dalam Kitab Kematian yaitu tentang kewajiban terhadap jenazah, puasa, zakat, sholat, membaca Alquran, berbakti kepada orang tua, dan zina. Naskah Kitab Kematian mengandung ajaran-ajaran yang dapat diambil manfaatnya oleh pembaca, oleh karena itu naskah tersebut harus diungkapkan isinya. Selain bermanfaat dalam kehidupan, pengungkapan ajaran tauhid dan fikih dalam naskah tersebut adalah sebagai wujud pelestarian budaya Indonesia. Pengungkapan unsur tersebut akan diungkap dalam penelitian ini dengan judul “Kitab Kematian: Ajaran Tauhid dan Fikih (Kajian Filologi)”. 1.1 Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu mendeskripsikan ajaran tauhid dan fikih dalam naskah Kitab Kematian. Manfaat dalam penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Bagi peneliti secara teoritis hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang isi karya sastra Jawa dan merupakan salah satu usaha untuk pengembangan ilmu, utamanya ilmu sastra, serta berbagai disiplin ilmu lainnya. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan tambahan pengajaran sastra Jawa di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah FBS Unesa, bagi perguruan tinggi lainnya bisa menambah materi kuliah yang berkaitan dengan bidang studi, terutama filologi, serta mata kuliah lainnya yang relevan, ajaran tauhid dan fikih yang terdapat dalam naskah dapat dijadikan sebagai suri tauladan melalui pembelajaran di sekolah. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam naskah Kitab Kematian ini adalah penelitian filologi dengan edisi naskah tunggal. Penelitian filologi adalah penelitian yang berorientasi pada naskah-naskah klasik sebagai objek utama penelitian. Dalam penelitian ini digunakan edisi naskah tunggal karena hanya ISSN : 2302-3791
ada satu naskah yang diteliti, yaitu naskah Kitab Kematian. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan penelitian filologi. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi empat tahap, yaitu: deskripsi naskah dan teks, transliterasi dan suntingan teks, terjemahan teks, dan pengungkapan tauhid dan fikih yang terkandung dalam teks. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah naskah Kitab Kematian. Naskah ini mempunyai nomor inventarisasi 07.290 M yang merupakan koleksi Museum Mpu Tantular di Jalan Raya Buduran, Jembatan Layang Sidoarjo. Naskah ini masuk ke Museum Mpu Tantular pada tanggal 27 April 2002 yang berasal dari Surabaya. Naskah ini ditulis dalam bentuk tulisan tangan dengan menggunakan aksara Arab Pegon dan berbahasa Jawa dengan kondisi yang relatif masih lengkap namun terdapat sebagian halaman telah aus atau rusak. Naskah ini belum pernah diteliti sebelumnya. Data Penelitian Data dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan tauhid dan fikih dalam naskah Kitab Kematian. Ajaran tauhid dalam naskah tersebut adalah tentang ilah (ketuhanan), nubuwwah (kenabian), dan samiyyat, sedangkan ajaran fikih dalam naskah tersebut adalah tentang kewajiban terhadap jenazah, puasa, zakat, membaca Alquran, berbakti kepada orang tua, zina, dan sholat. Teknik Pengumpulan Data Inventarisasi naskah merupakan pengumpulan dan pencatatan data yang hasilnya berupa daftar naskah. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dan studi lapangan. Metode studi pustaka adalah sumber data penelitian berupa katalogus naskah yang terdapat di berbagai perpustakaan, museum, dan universitas. Sedangkan metode studi lapangan adalah mengadakan pelacakan naskah untuk melihat dan memastikan keberadaan naskah yang sudah diinformasikan dalam katalogus (Subandiyah, 2007:83-84).
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 53
Untuk mengumpulkan data digunakan teknik baca catat. Teknik baca catat dilakukan dengan cara membaca teks Kitab Kematian sambil melakukan transliterasi serta penyuntingan, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Setelah itu, membaca teks yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan mencatat data yang berupa kata atau kalimat yang mengandung ajaran tauhid dan fikih yang selanjutnya diklasifikasi dan dianalisis. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif. Teknik deskriptif merupakan teknik yang hakikatnya berdasarkan fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena yang memang secara empiris ada dalam naskah. Teknik ini digunakan untuk menghasilkan deskripsi ajaran tauhid dan fikih dalam naskah Kitab Kematian. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis yang disesuaikan dengan kajian filologi. Sebelum dianalisis, naskah diinventarisasi dan dideskripsikan bentuk fisiknya meliputi judul, keadaan, bentuk, bahasa, dan isi singkatnya; kemudian ditransliterasi dan diterjemahkan. Transliterasi yang dilakukan adalah pengalihtulisan dari huruf Arab Pegon ke huruf Latin dengan penyesuaian ejaan yang berlaku. Setelah ditransliterasi dan diterjemahkan, naskah Kitab Kematian siap dianalisis sesuai dengan fokus yang dikemukakan dalam penelitian, yaitu ajaran tauhid dan fikih. Prosedur Analisis Data Prosedur analisis data penelitian ini antara lain deskripsi naskah dan teks, transliterasi dan suntingan teks, terjemahan teks, identifikasi teks, klasifikasi teks, analisis data, dan penyimpulan. Deskripsi Naskah dan Teks Deskripsi naskah ialah uraian naskah secara terperinci dan teratur. Informasi dari deskripsi naskah sangat diperlukan dan dapat membantu menentukan naskah mana yang akan dipilih untuk dasar edisi (Lubis, 2007:80). Hal-hal yang dicantumkan dalam deskripsi naskah menurut Subandiyah (2007:85) antara ISSN : 2302-3791
lain: judul naskah, nomor naskah, ukuran naskah/ teks, jumlah baris per halaman, bahan naskah, aksara naskah, bahasa naskah, kolofon, genre (bentuk teks), dan garis besar isi cerita. Semua itu dilakukan untuk mempermudah tahap penelitian selanjutnya. Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan naskah dan teks dari segi fisik dan isi. Deskripsi fisik naskah dan teks meliputi: judul naskah, nomor naskah, ukuran naskah, jumlah halaman, jumlah baris per halaman, bahan naskah, aksara naskah, bahasa naskah, dan kolofon. Deskripsi isi meliputi: genre (bentuk teks), garis besar isi teks, dan hal-hal lain yang diperoleh dari teks tersebut. Tujuan mendeskripsikan naskah dan teks adalah untuk menghasilkan deskripsi naskah dan teks Kitab Kematian secara fisik maupun isi. Transliterasi Teks Transliterasi artinya penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari aksara naskah kuna ke aksara yang berlaku saat ini. Istilah ini dipakai bersama-sama dengan istilah transkripsi dengan pengertian yang sama pada penggantian jenis tulisan naskah (Baried, 1994:63). Menurut Djamaris (2006:19) naskah merupakan salah satu langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf dan bahasa daerah. Naskah yang ditulis dalam kurun waktu lampau menggunakan aksara dan bahasa masa lampau juga. Robson (1994:2) menyatakan bahwa sumber naskah kesusastraan Indonesia ditulis dalam berbagai bahasa, bergantung pada daerah asalnya. Dengan kata lain, berbagai daerah di Indonesia memiliki kesusastraan tertulis, yang direkam dan ditulis dalam tulisan asli (non-Latin). Dari pandangan yang demikian transliterasi naskah sangat penting dalam menunjang pengkajian teks-teks klasik tersebut. Transliterasi naskah perlu dilakukan sebab aksara dan bahasa masa lampau semakin tidak dikenal dalam masyarakat masa kini. Keadaan tersebut terjadi baik karena aksara yang lama sudah tidak digunakan lagi maupun aksara dan bahasa yang digunakan tidak dikenal sama sekali. Transliterasi hendaknya dilakukan tanpa mengubah isi dan ciri bahasa naskah asli. Isi naskah akan tetap terjaga
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 54
walaupun telah diubah ke dalam aksara dan ejaan masa kini. Menurut Subandiyah (2007:67) transliterasi harus mempertahankan ciri-ciri teks asli sepanjang hal itu dapat dilaksanakan, karena penafsiran teks yang bertanggung jawab sangat membantu pembaca dalam memahami teks. Bahasa dan ejaan dalam naskah kuno di mata masyarakat sekarang mungkin terasa asing, karena mereka tidak mengenal bahasa dalam naskah tersebut. Kebanyakan bahasa naskah menggunakan bahasa daerah, tentunya tidak semua orang mengenal bahasa daerah tersebut. Oleh karena itu, salah satu langkah filologi yaitu mengganti huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang mutakhir untuk mempermudah pembaca memahami isi naskah. Berkaitan dengan penelitian ini, naskah Kitab Kematian menggunakan aksara Arab Pegon akan diubah ke dalam aksara Latin. Aksara Arab Pegon merupakan huruf Arab yang dimodifikasi untuk dapat menuliskan bahasa Jawa. Penggantian aksara disesuaikan dengan pedoman transliterasi Arab-Latin Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 158 tahun 1987 Nomor: 0543/u/1987. Dalam tahap ini peneliti mengganti aksara teks Kitab Kematian yang menggunakan aksara Arab Pegon menjadi aksara Latin. Penggantian aksara disesuaikan dengan pedoman transliterasi Arab-Latin Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 158 tahun 1987 Nomor: 0543/u/1987. Translitersi terhadap naskah Kitab Kematian penting dilakukan mengingat naskah ini ditulis dalam aksara pegon serta menggunakan bahasa Jawa. Pengalihan aksara pegon ke dalam aksara Latin ini dilakukan sebagai awal untuk pengkajian isi kandungan naskah tersebut. Aksara yang digunakan dalam naskah Kitab Kematian hanya dapat dipahami oleh orang tertentu. Dengan melakukan transliterasi diharapkan dapat dipahami masyarakat masa kini. Terjemahan Teks Menurut Subandiyah (2007:100) menerjemahkan teks berarti memindahkan teks ISSN : 2302-3791
yang tertulis dalam satu bahasa ke bahasa lain. Terjemahan yang baik, menurut Lubis (2007:88), ialah terjemahan yang mampu melukiskan apa yang ingin dikatakan oleh teks yang diterjemahkan ke dalam kalimat yang indah dan mampu mengekspresikan substansi teks sebagaimana bahasa asli. Dalam proses penerjemahan teks ada tiga hal yang harus dipahami oleh penerjemah, yakni pemahaman amanat yang disampaikan, pemahaman bahasa sumber, dan pemahaman bahasa sasaran (Sudardi, 2003:67). Pemahaman amanat harus diperhatikan, supaya amanat yang disampaikan dalam teks tidak menyimpang dari amanat sebenarnya. Pemahaman bahasa teks maupun pemahaman bahasa sasaran penting dilakukan dalam proses penerjemahan, oleh karena itu peneliti dan pembaca dituntut memahami kaidah-kaidah bahasa tersebut minimal mengenal atau akrab dengan bahasa teks dan bahasa sasaran. Menurut Subandiyah (2007:101) terdapat beberapa metode penerjemahan teks, yaitu terjemahan harfiah, terjemahan agak bebas, dan terjemahan yang sangat bebas. Terjemahan harfiah adalah menerjemahkan dengan cara sedapat mungkin menuruti teks kata demi kata. Walaupun terjemahan ini berusaha untuk membuat penyampaian teks secara tepat dan jujur. Namun terjemahan ini tidak jarang menemui kesulitan dalam menerjemahkan katakata tertentu dalam bahasa lain. Terjemahan agak bebas, yakni apabila seorang penerjemah diberi kebebasan dalam proses penerjemahannya, tetapi kebebasan itu masih dalam batas kewajaran. Kebebasan di sini tidak terikat kata demi kata. Namun penerjemah harus dapat menguasai kedua bahasa baik bahasa asli maupun bahasa tujuan terjemahan. Dengan menguasainya penerjemah akan dapat mengungkap apa yang ingin disampaikan teks. Terjemahan yang dihasilkan akan tidak mengubah isi dan kandungan teks asli. Terjemahan yang sangat bebas, yakni penerjemahan bebas melakukan perubahan, menghilangkan bagian, atau mengurangi atau menambah, bahkan meringkas teks. Cara ini tidak dapat digunakan dalam menangani teks
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 55
klasik yang memerlukan tingkat kejujuran tinggi. Dalam penelitian naskah Kitab Kematian digunakan terjemahan agak bebas. Terjemahan tersebut dipilih untuk menghasilkan terjemahan yang relevan dengan maksud yang disampaikan dalam naskah Kitab Kematian tersebut. Ini mengingat bahasa Jawa yang digunakan dalam naskah Kitab Kematian mempunyai struktur yang sedikit berbeda dengan bahasa Indonesia yang menjadi tujuan penerjemahan naskah tersebut. Dan terjemahan agak bebas ini nantinya tidak menimbulkan kerancuan dalam memahami naskah Kitab Kematian. Identifikasi Data Pada identifikasi data, teks yang sudah diterjemahkan selanjutnya akan dibaca serta diidentifikasi unsur-unsur yang mengandung ajaran tauhid dan fikih. Klasifikasi Data Pada klasifikasi data, peneliti memilih, memilah, dan mengelompokkan teks yang sudah diidentifikasi sesuai dengan ajaran tauhid yang meliputi tauhid ketuhanan, kenabian, dan samiyyat juga ajaran fikih yang meliputi kewajiban terhadap jenazah, puasa, zakat, haji, membaca Alquran, berbakti kepada orang tua, zina, dan sebagainya. Analisis Data Pada analisis data, teks yang diklasifikasikan dianalisis sesuai dengan analisis data. Penyimpulan Pada penyimpulan, teks yang dianalisis akan disimpulkan dengan mengacu pada fokus penelitian.
sudah teknik
sudah tetap
Uji Keabsahan Data Uji keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji keakuratan data yang akan dianalisis. Uji keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan cara mendiskusikan proses transliterasi dan terjemahan dengan pakar filologi yaitu Dr. Kamidjan, M.Hum dan Suwarni M.Pd. Uji keabsahan data tersebut dilakukan dengan transliterasi dan terjemahan oleh peneliti terlebih dahulu kemudian dilakukan ISSN : 2302-3791
pengecekan oleh kedua ahli tersebut sehingga data penelitian akan lebih akurat. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Ajaran tauhid dalam naskah Kitab Kematian Ajaran tauhid dalam Kitab Kematian terdiri atas ilah, nubuwwah, dan samiyyat. Ilah terbagi menjadi ilah uluhiyah, ilah rububiyah, dan asma’ wa sifat. Tauhid ilah uluhiyah dalam Kitab Kematian membahas bahwa kita diperintakan untuk berbakti kepada Allah dan siapa yang tidak berbakti kepada Allah diperintahkan untuk keluar dari bumi ciptaan Allah. Sebagai makhluk Allah yang beriman maka secara otomatis kita akan berbakti hanya kepada Allah. Meyakini bahwa hanya Allah sajalah yang patut disembah bukan yang lain. Tauhid ilah rububiyah dalam Kitab Kematian membahas bahwa Allah lah yang memberi belas kasih dan memberi maaf atas segala dosa. Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang beriman hanya kepada Allah kita wajib memohon pertolongan atas kesulitan dan ampunan atas segala dosa yang telah kita perbuat. Selain itu, dijelaskan juga bahwa Allah mempunyai kekuasaan terhadap semua yang ada di dunia ini sehingga tidak ada satu pun di dunia ini yang menyamaiNya. Tauhid asma’ wa sifat dalam Kitab Kematian yaitu seperti rahmanirrahim (Yang Maha Pengasih Maha Penyayang) kang murah (Yang Maha Pemurah) angapuraningkang dusa (memaafkan yang berdosa). Hal tersebut menunjukkan bahwa Allah mempunyai sifat Maha Pengasih (ArRahman), Maha Penyayang (Ar-Rahim), Maha Pemurah (Al-Karim), Maha Pemaaf (AlAfuww), Maha Esa (Al-Wahid), Maha Besar (Al-Kabir), Maha Kuasa (Al-Qudrah), Maha Berkehendak (Al-Iradah). Nubuwwah dalam Kitab Kematian membahas bahwa adanya pemberitaan yang datang dari Allah kepada salah seorang hambanya yang dipilih dan dikehendakinya. Seorang hamba yang dipilih dan dikehendakinya yang dimaksud adalah Nabi Muhammad SAW. Samiyyat membahas tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di padang mahsyar, surga dan neraka, arsy, dan kiamat.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 56
Ajaran fikih dalam naskah Kitab Kematian Ajaran fikih dalam Kitab Kematian ini membahas tentang puasa, zakat, membaca Alquran, berbakti kepada orang tua, kewajiban terhadap jenazah, zina, dan sholat. Puasa dalam Kitab Kematian membahas bahwa ketika roh melewati langit kedua, ditanya oleh malaikat penjaga pintu langit kedua jika ia berpuasa maka ia akan lolos melewati langit kedua dan akan dinaikkan ke langit berikutnya. Oleh karena itu, agar kita dapat lolos melewati langit kedua maka hendaknya kita selalu menjalankan ibadah puasa. Zakat dalam Kitab Kematian membahas bahwa ketika roh melewati langit kedua, ditanya oleh malaikat penjaga pintu langit kedua jika ia berzakat maka ia akan lolos melewati langit kedua dan akan dinaikkan ke langit berikutnya. Oleh karena itu, agar kita dapat lolos melewati langit kedua maka hendaknya kita selalu membayar zakat. Orang yang bahagia adalah orang yang memahami kehidupan ini dan memahami hakikatnya,lalu mengisinya dengan perbuatan dan kerja keras serta menjalaninya dengan penuh kesungguhan dan ketekunan,dia banyak memberi kepada yang orang lain, karena jika tidak, maka ia akan mengalami banyak gangguan dan kesulitan. Hal itu dilakukan sesuai dengan apa yang diperintahkan Alloh dan berupaya menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak diridhai Alloh, dan hal ini hanya bisa dilakukan dengan cara bersiap-siap untuk menghadapi kematian. Membaca Alquran dalam Kitab Kematian membahas bahwa ketika hari kebangkitan tiba manusia yang tentram adalah manusia yang membaca Alquran dari kecil hingga dewasa. Membaca Alquran hendaknya kita tanamkan sejak dini agar kita maupun anak-anak kita dapat mengenal isi dan kandungan Alquran untuk menjalani kehidupan ini lebih baik lagi. Berbakti kepada orang tua dalam Kitab Kematian membahas bahwa perintah berbakti kepada orang tua setelah perintah untuk beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukannya. Hal ini menggambarkan pentingnya berbakti kepada orang tua. Dalam ayat lain Allah SWT menjelaskan bahwa bersyukur kepada orang tua (dengan berbakti kepada keduanya) merupakan kesyukuran kepada Allah SWT, karena Allah menciptakan ISSN : 2302-3791
semua manusia dari rahim orang tua. Kewajiban terhadap jenazah dalam Kitab Kematian membahas bahwa melayat, memandikan, mengantarkan ke kubur, memasukkan dalam kubur, dan terakhir menguburkan orang meninggal. Zina dalam Kitab Kematian membahas bahwa orang yang pekerjaannya suka berzina, di hari kebangkitan kelak perutnya berlubang/ bolong dan baunya bacin/ tidak enak. Hal tersebut menandakan bahwa perbuatan yang telah dilakukannya akan dicerminkan melalui wujud yang akan diberikan oleh Allah pada hari kebangkitan nanti. Sholat dalam Kitab Kematian membahas bahwa manusia yang mengerjakan sholat berjamaah dan sholat lima waktu akan dapat menghancurkan iblis/ setan yang terkutuk. jika seorang umat melaksanakan sholat berjamaah akan membuat mata iblis menjadi buta. Jika seorang umat melaksanakan sholat ashar maka telinga iblis akan berserakan. Jika seorang umat melaksanakan sholat subuh maka gigi iblis akan mati rasa dan kakinya pincang. Jika seorang umat melaksanakan sholat dhuhur maka giginya akan rontok. Jika seorang umat melaksanakan sholat lima waktu maka semua tubuh iblis akan rusak atau hancur. PENUTUP Simpulan Berdasarkan pembahasan naskah Kitab Kematian tentang ajaran tauhid dan fikih maka dapat disimpulkan bahwa ajaran tauhid dalam Kitab Kematian terdiri atas (1) Ilah yang terbagi menjadi Ilah uluhiyah, Ilah rububiyah, dan asma’ wa sifat: Maha Pengasih (ArRahman), Maha Penyayang (Ar-Rahim), Maha Pemurah (Al-Karim), Maha Pemaaf (AlAfuww), Maha Esa (Al-Wahid), Maha Besar (Al-Kabir), Maha Kuasa (Al-Qudrah), Maha Berkehendak (Al-Iradah) (2) Nubuwwah, dan (3) Samiyyat (membahas tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di padang mahsyar, surga dan neraka, arsy, dan kiamat). Ajaran fikih dalam Kitab Kematian ini membahas tentang puasa, zakat, membaca Alquran, berbakti kepada orang tua, kewajiban terhadap jenazah, zina, dan sholat.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 57
Saran Penelitian terhadap naskah Kitab Kematian ini hanya meneliti ajaran tauhid dan fikih secara garis besar saja, sedangkan bahasan kedua unsur tersebut sangatlah banyak dan luas. Hal tersebut dikarenakan isi Kitab Kematian yang terbatas dan hanya memiliki beberapa unsur saja. Selain itu, sulitnya transliterasi dan terjemahan juga menjadi penyebab kurang terperincinya kedua unsur tersebut. Apabila bahasan tentang ajaran tauhid dan fikih dibahas lebih lengkap dan terperinci, maka penelitian akan lebih baik lagi. Oleh karena itu, disarankan agar peneliti naskah kuno yang akan membahas ajaran tauhid dan fikih agar memilih naskah yang isinya mudah dipahami dan lengkap unsur-unsurnya. DAFTAR PUSTAKA Adlan, Abd Jabar. 1995. Pengantar Ilmu Tauhid dan Pemikiran Islam. Surabaya: Anika Bahagia. Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan. 2013. Kitab Tauhid. Jakarta: Ummul Qura. Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas Negeri Gadjah Mada. Djaelani, Abdul Qodir. 1996. Asas dan Tujuan Hidup Manusia. Surabaya: Bina Ilmu. Djamaris, Edwar. 2006. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Manasco.
ISSN : 2302-3791
Ghazali, Imam. 2007. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin: Upaya Menghidupkan Ilmu Agama. Surabaya: Bintang Usaha Jaya. Ikram, Achadiati, (Ed.). 1988. Bunga Rampai Bahasa Sastra dan Budaya. Jakarta: Intermasa. Lubis, Nabila. 2007. Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Departemen Agama RI. Nasution, Lahmuddin. 1987. Fiqh I. Surabaya: Logos. Purnomo, Bambang. 2007. Filologi dan Studi Sastra Lama. Surabaya: Bintang. Purnomo, Bambang. 2011. Kesastraan Jawa Pesisiran. Surabaya: Bintang. Rasjid, Sulaiman. 2013. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru. Robson. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Universitas Leiden. Shiddeiqy, T.M. Hasbi. 1978. Pengantar Ilmu Fikih. Jakarta: Bulan Bintang. Subandiyah, Heny. 2007. Filologi dan Metode Penelitiannya. Surabaya: Unesa University Press. Sudardi, Bani. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: Badan Penerbit Sastra Indonesia. Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 58
KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (KAJIAN TERHADAP UU NO 32 TAHUN 2004 DAN UU NO 32 TAHUN 2009) Joejoen Tjahjani *) *)
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan. Mengenai kewenangan pemerintah dalam perlindungan dan pengelolaan LH juga diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 (UUPPLH) Penelitian hukum ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif.. yaitu dengan meneliti bahan pustaka sebagai data sekunder. Jika dilihat Kewenangan Pemerintah Pusat juga besar dalam hal ini sehingga perlu diberdayakan peran pemerintah dalam pengelolaan lingkungan dan juga fungsi dari pemerintah sebagai suatu instansi pengawas jika terjadi pengelolaan lingkungan yang tidak baik pada pemerintah daerah.Dalam hal ini perlu dikaji kembali berbagai kebijakan yang ada pada pemerintah daerah sehingga tidak ada kebijakan-kebijakan yang berupa peraturan daerah yang merugikan lingkungan dan tidak memperhatikan keadaan masyarakat. Pemerintah Pusat dalam melakukan kewenangannya di bidang pengelolaan lingkungan hidup harus mengikuti kebijakan yang telah diterapkan oleh Menko Wasbangpan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jangan sampai pengurangan kewenangan pemerintah Pusat di bidang lingkungan hidup tidak bisa mencegah kesalahan pengelolaan lingkungan hidup demi mengejar Pemasukan APBD khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah. Kesesuaian kewenangan pemerintah di bidang LH tidak hanya antara pusat dan daerah saja, tetapi juga antara UU pemerintah daerah dengan UU perlindungan dan pengelolaan LH. Kata Kunci : Kewenangan Pemerintah, Lingkungan Hidup. 1.PENDAHULUAN Hakikat pembangunan nasional sesungguhnya tertuju pada manusia, yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya yang bercirikan keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, keselarasan hubungan individu dengan masyarakat dan keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan alam. Bertolak dari pemikiran tersebut di atas, maka pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia tidak memisahkan antara pembangunan material dengan pengembangan lingkungan hidup. Lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan wawasan nusantara. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, maka perlu dilaksanakan ISSN : 2302-3791
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa mendatang. Untuk itu dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang sedemikian rupa sehingga perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 59
Beberapa dekade terakhir ini, masalah lingkungan hidup semakin marak menjadi isu sosial ekonomi dan bahkan juga politik. Masalah lingkungan hidup apabila dikaitkan dengan masalah hak-hak asasi manusia tidak saja merupakan persoalan negara per negara tetapi juga menjadi persoalan dunia internasional. Hal tersebut tidaklah berlebihan, sebab hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat merupakan salah satu hal asasi yang diatur di dalam Universal Declaration of Human Right 1948. Atas dasar hal tersebut di atas, Pemerintah Indonesia memandang perlu untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup. Pada tahun 1982 Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) yang berlaku kurang lebih selama 15 tahun, kemudian disempurnakan melalui penerbitan UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Selanjutnya pada 3 Oktober 2009 UUPLH telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). UUPPLH tersebut berlaku sebagai paying atau umbrella act atau umbrella provision atau dalam ilmu hukum disebut kaderwet atau raamwet, sebab hanya diatur ketentuan pokoknya saja.Lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sesuai dengan hakikat Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum, maka pengembangan sistem pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia haruslah diberi dasar hukum yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi usaha pengelolaan tersebut. Dasar hukum tersebut dilandasi oleh prinsip hukum lingkungan dan pentaatan setiap orang akan prinsip tersebut yang keseluruhannya berlandaskan wawasan nusantara. Dengan demikian, dalam rangka pelestarian lingkungan hidup, pemerintah menyediakan sarana-sarana hukum yang bertujuan untuk mengatur damengelola ISSN : 2302-3791
lingkungan hidup tersebut yang selanjutnya disebut hukum lingkungan. Hukum lingkungan perlu ditegakkan terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggarnya. Penegakan hukum lingkungan dapat dilaksanakan dengan 3 (tiga) cara, yaitu melalui hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana dimana masingmasing dengan sanksi berupa sanksi adminitratif, sanksi perdata dan sanksi pidana. Dalam hal penegakan hukum lingkungan dengan sarana hukum pidana atau pertanggungjawaban hukum pidana, patut kiranya dikemukakan bahwa penggunaan sanksi hukum pidana sebagai sarana penanggulangan delik-delik lingkungan lebih bersifat subsidiar, bukan sebagai sarana yang primair. Dengan perkataan lain, sebagai penunjang hukum administrasi, berlakunya ketentuan pidana tetap memperhatikan asas subsidiaritas, bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif, atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat, atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Keberadaan asas subsidiaritas pidana dalam penegakan tindak pidana lingkungan sejak awal telah mengandung kelemahan dalam penerapannya. Sistem perumusan pada penjelasan tidak jelas sehingga menyulitkan dalam praktik. Untuk memperbaikinya maka berdasarkan UUPPLH asas subsidiaritas diubah menjadi asas ultimum remedium. Berdasarkan hal tersebut, penulis berkeinginan untuk melakukan pengkajian secara mendalam baik mengenai asas subsidiaritas maupun asas ultimum remedium dan pengaruhnya terhadap penegakan hukum pidana lingkungan. 2. LANDASAN TEORI A.Asas-asas hukum Lingkungan Dalam hukum lingkungan dikenal beberapa asas yaitu asas subsidiaritas, asas ultimum remedium, asas precautionary, asas subsosialitas dan asas in dubio pro reo. Asas Subsidiaritas Kata subsidiaritas dalam kamus Inggris Indonesia Jhohn Echols dan Hassan Shadily ditemukan kata “subsidiary” yang mengandung makna cabang, tambahan. Demikian pula dalam kamus hukum di dapatkan kata subsidair yang bermakna sebagai pengganti, tambahan, jika hal
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 60
pokok tidak terjadi atau dapat dilakukan, maka sebagai penggantinya. Dalam kamus umum Belanda Indonesia ditemukan kata subsidiair mengandung arti sebagai ganti, atau. Sedangkan pada Black’s Law Dictionary subsidiary berarti subordínate, under another’s control. Asas subsidiaritas tercantum dalam penjelasan umum pada angka 7 dari Undangundang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup : “bahwa sebagai penunjang hukum administrasi, maka berlakunya ketentuan hukum pidana tetap memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup sudah dinyatakan tidak efektif, dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat, dan/atau perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat”. Penegakan hukum pidana bersifat subsidiaritas berarti penegakan hukum pidana semata-mata guna menunjang penegakan hukum administrasi dan/atau penegakan hukum perdata baik yang diselesaikan di Pengadilan maupun melalui mediasi atau konsiliasi. Manakala penegakan hukum administrasi maupun hukum perdata tadi sudah tidak efektif pelaksanaannya barulah dioperasionalkan penegakan hukum pidana. Inilah yang dimaksudkan dengan penerapan hukum pidana tetap memperhatikan asas subsidiaritas karena dalam hal-hal yang telah disebutkan di atas, fungsi hukum pidana hanya sebagai penunjang hukum administrasi, hukum perdata di Pengadilan dan di luar Pengadilan melalui Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS). Dengan asas subsidiaritas pendayagunaan instrumen pidana adalah sebagai cabang (bukan pokok) atau berupa tambahan atau pengganti apabila pendayagunaan instrumen hukum administrasi dan hukum perdata serta penyelesaian sengketa tidak efektif. Asas Precautionary (Precautionary Principle) Dari asas subsidiaritas ini dalam penerapannya terkandung asas precautionary (Precautionary Principle). Precautionary dalam kamus Inggris Indonesia tersebut bermakna, yang berhubungan dengan pencegahan atau tindakan pencegahan. Dengan demikian pencegahan lebih didahulukan dan diutamakan ISSN : 2302-3791
dari penindakan. Sedangkan apabila akan dilakukan penindakan harus dilakukan secara bertahap dari tindakan yang teringan, tindakan sedang dan terakhir dengan tindakan berat. Prinsip precautionary ini dapat kita jumpai pada prinsip nomor 15 deklarasi rio (Rio Declaration on Environment and Development, 1992), yang memuat 21 prinsip untuk membangun kerjasama global yang baru dan seimbang melalui kerjasama antar negara. Deklarasi rio ini telah mengadopsi beberapa prinsip yang sebelumnya terdapat dalam deklarasi Stockholm 1972 (Stockholm Declaration on The Human Environment) yang mengamanatkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) sebagai basis aksi global, regional dan lokal. Asas atau prinsip ini mengandung pengertian bahwa tindakan pencegahan atau perlindungan lebih baik daripada tindakan pemulihan, serta kekurangan ilmu pengetahuan bukanlah suatu alasan untuk melakukan pencegahan terhadap perbuatan-perbuatan yang potensial merugikan lingkungan. Prinsip ini mendorong untuk bertindak cepat dan tepat (tidak menunda) sebagai upaya pencegahan walaupun terdapat kelangkaan dan kurangnya pembuktian atau ketersediaan data ilmiah yang memadai. Asas atau prinsip 15 dari Deklarasi Rio ini lebih tepat digunakan dalam hukum perdata, karena pertanggung jawaban tanpa pembuktian adanya unsur kesalahan. Sedangkan untuk hukum pidana maka asas precautionary ini mengandung makna bahwa pencegahan lebih didahulukan dan diutamakan dari penindakan. Kalau penindakan yang dilakukan, maka penerapannya dilakukan secara bertahap, tidak langsung dikenakan penindakan yang terberat, yaitu dilakukan secara bertahap dan berjenjang, dari penindakan yang teringan, dan bila pelanggaran tetap dilakukan maka akan dikenakan sanksi yang lebih berat, demikian selanjutnya. Prinsip precautionary menghendaki tindakan pencegahan atau pengawasan dari instansi terkait harus lebih dikedepankan (hukum administrasi) dibandingkan dengan penindakan hukum pidana. Akan tetapi menurut Daud Silalahi prinsip ini tidak jelas posisinya dalam Undang-undang No 23 tahun 1997. Asas Ultimum Remedium Kesulitan atau hambatan asas subsidiaritas pada praktik penegakan hukum pada UUPLH
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 61
telah diperbaiki pada UUPPLH dengan mengubah asas subsidiaritas menjadi asas ultimum remedium yang dinyatakan pada penjelasan umum UUPPLH angka 6 sebagai berikut : “Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi dan gangguan”. Ultimum mengandung makna paling akhir atau terakhir, sedangkan kata remedium ditemukan berasal dari kata remedy yang mengandung makna obat atau memperbaiki. Apabila ultimum remedium dikaitkan dengan penegakan hukum pidana lingkungan, maka harus dimaknai bahwa hukum administrasi dinyatakan tidak berhasil barulah hukum pidana didayagunakan sebagai upaya terakhir dalam memperbaiki lingkungan. Dengan demikian dalam kerangka operasionalisasi hukum pidana dikaitkan dengan asas ultimum remedium jauh lebih tegas dibandingkan operasionalisasi asas subsidiaritas pada UUPLH. Hanya saja UUPPLH sangat membatasi dengan delik formil (yang berkaitan dengan hukum administrasi) tertentu saja, padahal masih banyak delik formil yang lain namun justru hukum pidana didayagunakan secara primum remedium. Asas Subsosialitas Makna asas subsosialitas (subsocialiteit) adalah hakim dapat tidak menjatuhkan pidana walaupun terdakwa telah terbukti dan dinyatakan bersalah, jika delik itu terlalu ringan atau melihat keadaan pada waktu perbuatan dilakukan atau sesudah perbuatan dilakukan. Asas subsosialitas ini berkaitan langsung dengan asas ultimum remedium. Menurut Syahrul Machmud dalam hukum pidana modern, terhadap terdakwa tidak selalu dijatuhi pidana penjara, karena banyak hukuman alternatif lain yang dapat diterapkan pada terdakwa, hal ini telah tercantum dalam RUUKUHP. Meski demikian di Indonesi belum diterapka hukum pidana modern, terbukti dari UUPPLH yang baru, selalu menerapka pidana penjara pada terdakwa, bahkan kepada pejabat yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dapat dipidana penjara pula. Sehingga akibatnya seluruh lembaga pemasyarakatan kelebihan ISSN : 2302-3791
penghuni (over capacity). Keadaan semacam ini sesungguhnya kurang menguntungkan bagi perkembangan hukum pidana itu sendiri. Asas In Dubio Pro Reo Sejak UUPPLH diundangkan pada 3 oktober 2009, maka telah terjadi perubahan undang-undang pada hukum lingkungan. Apakah penggantian asas subsidiaritas oleh asas ultimum remedium dapat mempengaruhi penerapan delik formal pada penegakan hukum pidana lingkungan. Bagaimana perlakuan hukum pidana terhadap perubahan undang-undang tersebut. Sanksi pidana pada UUPPLH lebih berat bila dibandingkan dengan UUPLH, karena pada UUPPLH dikenal sanksi minimal dan denda minimal serta sanksi pidana yang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan UUPLH. Demikian pula perlakuan terhadap delik formal kecuali pada pelanggaran baku mutu air limbah, baku mutu emisi, dan baku mutu gangguan, semuanya diterapkan langsung hukum pidana atau hukum pidana difungsikan primum remedium. Sedangkan pada UUPLH pada delik formal hukum pidana difungsikan secara ultimum remedium. Dengan demikian bila pelanggaran hukum lingkungan dilakukan sebelum UUPPLH diundangkan, maka pelanggarnya tetap dikenakan UUPLH karena lebih ringan, hal ini dikenal dengan asas in dubio pro reo atau dikenakan hal yang menguntungkan / meringankan terdakwa. Penegakan Hukum Pidana Lingkungan (environmental enforcement) Makna penegakan hukum atau law enforcement atau rechthandhaving khususnya terhadap penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam Seminar Hukum Nasional 1980 dinyatakan : “Penegakan hukum pidana diarahkan kepada perlindungan masyarakat dari kejahatan serta keseimbangan dan keselarasan hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat/ negara, korban dan pelaku”. Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa hakekat dari penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan atau ide-ide hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum adalah pikiranpikiran badan pembentuk UU yang berupa ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial yang dirumuskan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 62
dalam peraturan hukum itu. Dengan kata lain penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan hukum menjadi kenyataan. Pengertian penegakan hukum lingkungan menurut Tim Penyusun Kebijaksanaan Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan Hidup Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, bahwa penegakan hukum lingkungan hidup adalah tindakan untuk menerapkan perangkat hukum melalui upaya pemaksaan sanksi hukum guna menjamin ditaatinya ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Menurut Soerjono Soekanto agar upaya penegakan hukum berjalan dengan baik dan sempurna, maka paling sedikit harus ada empat faktor yang harus dipenuhi : 1. Kaedah hukum atau peraturan itu sendiri. 2. Petugas yang menerapkan atau menegakkan. 3. Fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan kaedah hukum. 4. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut. Agar penegakan hukum dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan, maka keempat elemen tersebut harus berjalan seiring dan serasi. Karena masing-masing elemen saling menunjang dan melengkapi, sehingga bila salah satu elemen kurang serasi maka akan sangat mempengaruhi elemen lainnya, dan terjadilah ketimpangan dalam upaya penegakan hukum tersebut. Terhadap elemen ketiga tentang fasilitas yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kaedah hukum, ternyata pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum mengganggarkan dana khusus untuk melakukan uji klinis atas limbah yang dibuang oleh pihak industri secara teratur. Karena penanggulangan masalah lingkungan memerlukan dana yang cukup besar, selain penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi lingkungan serta managemen lingkungan, dan oleh karenanya diperlukan sarana dan prasarana yang cukup memadai. Perlu disadari bahwa penegakan hukum lingkungan lebih spesifik dan rumit, maka agar penegakan hukum lingkungan ini dapat berdaya guna dan berhasil guna perlu didukung oleh laboratorium yang memadai dengan tenaga yang profesional, serta dukungan dana yang tidak kecil. Dengan demikian aparat penegak hukum administrasi dapat melakukan ISSN : 2302-3791
tugas dan fungsinya secara teratur sehingga dapat dicegah kerusakan lingkungan sebelum semakin menjadi rusak/parah. Kenyataan yang terjadi selama ini adalah, manakala masyarakat telah resah akibat alam tercemar, barulah aparat pemerintah tururn tangan. Kelemahan dari keempat faktor tersebut terhadap masalah lingkungan jelas sangat besar pengaruhnya, kelemahan tersebut menjadikan penegakan hukum lingkungan kita semakin tidak berdaya. Sedangkan Satjipto Rahardjo menyatakan, bahwa penegakan hukum mengandung pilihan dan kemungkinan, oleh karenanya dihadapkan pada masalah yang kompleks, baik pada tahap aplikasinya maupun pada tahap formulasi. Karena kondisinya tidak steril maka dalam proses penegakannya juga dapat dihinggapi berbagai permasalahan baik yang positif maupun negatif, dipengaruhi oleh berbagai kepentingan baik kepentingan pembuat Undang-undang, kepentingan pelaksana Undang-undang, dan kepentingan dari unsur-unsur yang terdapat di dalam proses penegakan hukum tampaknya memegang peran dominan. Istilah pidana dalam tulisan ini terfokus pada penegakan hukum pidana berkaitan dengan asas susidiaritas atau asas ultimum remedium yang berkaitan dengan asas precautionary yang memiliki sifat khas, berbeda dengan penerapan hukum pidana biasa. Penegakan hukum pidana lingkungan merupakan serangkaian kegiatan dalam upaya tetap mempertahankan lingkungan hidup dalam keadaan lestari yang memberi manfaat bagi generasi masa kini dan juga generasi masa depan. Upaya tersebut sangat komplek dan banyak sekali kendala dalam tataran aplikatif. Penerapan hukum pidana dikaitkan dengan asas subsidiaritas yang diganti asas ultimum remedium dengan delik formil, maka hukum administrasi harus didayagunakan terlebih dahulu. Apabila penegakan hukum administrasi tidak efektif barulah penegakan hukum pidana didayagunakan. Khusus untuk UUPPLH pengaturan tentang penyidik lingkungan diatur dalam pasal 94 dan pasal 95. Pasal 94 UUPPLH menyebutkan : Ayat (1) :Selain Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan instansi pemerintah yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 63
lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyelidikan tindak pidana lingkungan hidup. Ayat (4) : Dalam hal penyidik pejabat pegawai negeri sipil melakukan yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup sudah dinyatakan tidak efektif, dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat, dan/atau perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat”. penyidikan, penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia memberikan bantuan guna kelancaran penyidikan. Ayat (5) : Penyidik pejabat pegawai negeri sipil meberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dengan tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia Ayat (6) : Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil disampaikan kepada penuntut umum. Pasal 95 UUPPLH menyebutkan : Ayat (1) : Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri. Oleh karena itu penegakan hukum pidana lingkungan pada dasarnya dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu tahapan pre-emtive, tahapan preventif dan tahapan represif. Tahapan pre-emtive adalah suatu proses antisipatif di mana upaya deteksi lebih awal berbagai faktor pencetus pencemarandan/atau perusak lingkungan. Tahapan preventif adalah serangkaian tindakan nyata dengan tujuan pencegahan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan. Tahapan represif adalah penindakan ISSN : 2302-3791
dari aparat penegak hukum pidana terhadap pelaku atas pelanggaran hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan . METODOLOGI Penelitian hukum ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif. "Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum kepustakaan, yaitu dengan meneliti bahan pustaka sebagai data sekunder. Tipe penelitian hukum normatif didasari oleh kerangka konsepsional dan kerangka teoritis, juga terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum dan taraf sinkronisasi vertikal maupun horisontal." PEMBAHASAN Asas subsidiaritas dalam UU No. 23 Tahun 1997 yang lalu telah dihapus pada UU No. 32 Tahun 2009, diganti dengan asas ultimum remedium. Asas subsidiaritas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup sudah dinyatakan tidak efektif, dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat, dan/atau perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat”. Dalam pasal 30 UU No 23 Tahun 1997 di sebutkan bahwa : 1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. 2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undangundang ini. 3. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. Sedangkan dalam pasal 84 UU No. 32 Tahun 2009 dinyatakan bahwa : (1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 64
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa. (3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. Asas ultimum remedium mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi dan gangguan”. Asas ini lebih dipertegas pemaknaannya dalam pasal 100 ayat (2) UUPPLH yaitu, setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan baru dapat dipidana, jika sanksi administrasi yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali mengapa tidak dilakukan tindakan penegakan hukum administrasi sebagai upaya preventif, tetapi langsung diterapkan hukum pidana. Kelemahan mendasar ini dapat dipastikan pada penegakan hukum pidana pada UUPPLH akan mengalami hambatan seperti pada UUPLH yang lalu. Namun bila dicermati penjelasan umum UUPPLH pada angka 6 tentang asas ultimum remedium tetap mengandung kelemahan mendasar. Karena penjelasan umum dalam UUPPLH sangat tidak memadai untuk dijadikan pedoman dalam tataran aplikatif. Karena dalam tataran aplikatif sangat diperlukan aturan pelaksana yang sangat jelas dan detail dan harus dihindarkan multi tafsir atau debattable dalam memaknai suatu ketentuan. Kelemahan dalam tataran formulatif tersebut jelas akan menimbulkan banyak masalah pada tataran aplikatif, seperti tidak adanya kepastian hukum dan akan banyak menimbulkan masalah pada bidang koordinasi antar institusi terkait dalam penanganan masalah pencemaran dan/atau perusakan lingkungan. UUPPLH mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana terhadap delik formil tertentu sebagai upaya terakhir, setelah hukum administrasi dianggap gagal atau pelanggaran telah dilakukan lebih dari satu kali. Konsekuensi yuridis dari kata wajib ini adalah batal demi ISSN : 2302-3791
hukum bila tidak ditaati. Konkritisasi dari hukum administrasi dianggap gagal tersebut, tidak ada penjelasan lebih lanjut. PENUTUP Kesimpulan 1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Di pengadilan melalui hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. Di luar pengadilan melalui mediasi, litigasi dan arbitrasi. 2. Asas subsidiaritas yang diatur dalam UU no 23 Tahun1997 (UUPLH) telah diubah menjadi asas ultimum remedium seperti yang ditegaskan dalam UU No 32 Tahun 2009. Pada dasarnya kedua asas tersebut sama yaitu tidak langsung menerapkan sanksi pidana dalam penegakan hukum lingkungan. Perbedaannya asas subsidiaritas merupakan preventif dalam penegakan hukum pidana lingkungan, tetapi asas ultimum remedium dapat langsung diterapkan apabila pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali terhadap baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan. 3. Asas ultimum remedium mempunyai kelemahan yaitu dalam penafsiran penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil karena sanksi administrasi terdiri dari teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan. Saran 1. Penegakan hukum lingkungan hendaknya dilakukan secara optimal baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan,sehingga kasus penecenaran dan atau perusakan lingkungan dapat ditekan. 2. Asas subsidiaritas dan asas ultimum remedium masih perlu disosialisasikan agar lebih dapat di pahami penerapannya 3. Harus ada kejelasan asas ultimum remedium dalam penegakan hukum administrasi sehingga ada kepastian berapa kali dan berapa lama tindakan administrasi baru dapat dikatakan tidak berhasil. Apakah setelah mendapat teguran tertulis sebagai sanksi administrasi yang paling rendah dan tidak dipatuhi sudah dinyatakan dianggap tidak berhasil ? Bagaimana pula makna pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali,
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 65
apakah cukup dua kali saja ataukah tiga kali atau lebih. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005 Barda Nawawi, Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001 Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, 2005 Philipus M. Hadjon, (Koordinator Tim), Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
ISSN : 2302-3791
Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung. Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012. B. PERATURAN DAN PERUNDANGUNDANGAN. Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 35
Petunjuk bagi (Calon) Penulis Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Ilmu Sosial & Humaniora meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian atau kajianpustaka yang mempunyai kontribusi baru di bidang Teknik. Naskah diketik degan huruf TimesNew Roman, ukuran 11 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas HVS kuarto sepanjang maksimum15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta disketnya. Berkas(file) dibuat dengan Microsoft word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attacment e-mail kealamat:
[email protected] 2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judul artikel. Jikapenulis terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama;nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam halnaskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yangnamanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untukmemudahkan komunikasi. 3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masingmasingbagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikeldicetak dengan huruf besar ditengahtengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atautebal dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri) 4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atauruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup ataukesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk). 5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpajudul) yang berisi latar belakang, sedikit kajian pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil dan pembahasan;
ISSN : 2302-3791
kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk) 6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yangdiutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah. 7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurang (nama, tahun). Pencantuman sumberpada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.Contoh: (Davis, 2003: 47). 8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dankronologis. Buku: Anderson, D, W., Vault, V. D. & Dickson, C. E. 1999. Problem and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publising Co. Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke1). Malang: UM Press. Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Represensation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge. Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61. Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos, hlm. 4 & 11. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 36
Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3. Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya. Buku terjemahan: Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG. Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus. Internet (karya individual) Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995 : The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.ht ml, diakses 12 Juni 1996) Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan.
ISSN : 2302-3791
(Online), jilid 5,No. 4,(http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000). Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), (
[email protected], diakses 22 November 1995). Internet (e-mail pribadi): Naga, D.S (
[email protected]). 1 Oktober 1997. Artikel Untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah (
[email protected]). 9. Tata cara penyajian kutipan, table, dan gambar mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan BahasaIndonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel bahasa Inggris menggunakan ragam baku. 10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari reviewers yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting, kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis. 11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Segala sesuatu yang menyangkut perjanjian pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.