PENELITIAN TINDAKAN KELAS: SEBUAH PENGANTAR Parlindungan Pardede
Abstrak Although Action research is a relatively new method in the field of education, it soon becomes very popular among educators due to its realistic nature, practicality, and problem-solving orientation. More and more teachers around the world are now using it to to investigate and fix the problems taking place in their classrooms. This paper discusses basic concepts concerning action research. After introducing some definitions, characteristics and benefits of action research in the beginning section, discussion proceeds with the principles, processes, phases, data collecting, and triangulation in action research. At the end, some conclusions are drawn. Kata Kunci: PTK, siklus, tindakan, observasi, refleksi
Pendahuluan Penelitian tindakan kelas (selanjutnya disingkat PTK) adalah hasil perkembangan action research (AR) yang maju pesat dengan dukungan berbagai universitas di Amerika Serikat sejak tiga dekade lalu. AR awalnya merupakan metode penelitian yang banyak dipakai para praktisi yang bergelut dengan masalah nyata di masyarakat (seperti kesehatan, manajemen, dan sumber daya manusia). Menurut Mills (dalam Creswell, 2008: 597) istilah AR dicetuskan oleh Kurt Lewin (seorang ahli psikologi sosial) Amerika Serikat (AS) yang merasa bahwa kondisi sosial pada tahun 1940an di AS—seperti kurangnya daging dan hubungan interkultural antar kelompok-kelompok
masyarakat—dapat
ditingkatkan melalui proses diskusi
kelompok. Diskusi itu dilakukan dalam empat tahapan: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Metode diskusi yang melibatkan proses bertahap,
1
partisipasi semua pihak, dan keterlibatan yang demokratis tersebut terbukti efektif menghasilkan perubahan sosial. Keberhasilan AR dalam berbagai bidang tersebut kemudian mendorong peneliti, praktisi, dan pihak-pihak lain di sektor pendidikan untuk menerapkan metode ini untuk meneliti isu-isu pendidikan, dengan asumsi bahwa jika metode penelitian itu berhasil di berbagai sektor dunia nyata, pastilah metode itu cocok juga untuk sektor pendidikan (sebagai salah satu bagian dunia nyata). AR yang khusus diterapkan untuk mengkaji isu-isu pendidikan inilah yang kemudian dikenal sebagai PTK. Latar belakang inilah yang membuat Kurt Lewin disebut sebagai pelopor PTK menjadi sebuah metodologi penelitian (Koshy, 2005: 2-3). Penyebaran PTK mengalami penurunan pada paruh kedua 1950-an sehubungan dengan adanya kecenderungan untuk menekankan penelitian eksperimen dan sistematis. Namun pada akhir tahun 1960-an para filsuf pendidikan mendorong pelaksanaan penelitian naturalistic inqiry atau constructivisme karena, menurut mereka, penelitian kuantitatif terlalu condong pada pandangan peneliti, sehingga sudut pandang partisipan cenderung diabaikan. (Creswell, 2008: 49-50). Akibatnya, pada tahun 1970-an PTK (sebagai salah satu bentuk naturalistic inqiry) kembali marak di AS, Inggris, dan Australia. Di AS, perkembangan PTK ditandai oleh perubahan pelaksanaannya dari program in-service training di kampus-kampus pada tahun 1970-an menjadi metode pengembangan profesionalisme guru yang dilaksanakan secara langsung di sekolah atau kelas (site-based-development) pada tahun 1980-an dan menjadi metode refleksi para guru pada saat ini (Creswell, 2008: 598). Menurut Hopkins (dalam Koshy, 2005: 2), perkembangan PTK di Inggris dapat ditelusuri pada Schools Council‗s Humanities Curriculum Project (1967–72) yang menekankan
implementasi
kurikulum
eksperimental
dan
rekonseptualisasi
pengembangan kurikulum. Untuk merealisasikan proyek ini, Elliot and Adelman (1976) menggunakan PTK dalam proyek penelitian praktik pembelajaran. Sedangkan di Australia, Kemmis and McTaggart memelopori gerakan penelitian partisipatori di Deakin University. 2
Meskipun metode penelitian ini tergolong baru di sektor pendidikan, PTK langsung populer. Orientasi PTK pada penerapan tindakan yang diarahkan untuk meningkatkan mutu atau memecahkan masalah di sekolah atau kelas secara langsung membuat metode ini sangat praktis dan realistis. Guru dapat menggunakannya untuk meneliti dan memperbaiki masalah-masalah menarik yang terjadi di kelas atau sekolah masing-masing. Diakui bahwa pengalaman dan hasil-hasil penelitian di bidang pendidikan selama ini memang telah memberikan pengetahuan yang cukup banyak tentang metoda pengajaran yang efektif (McKeachie, 1999; Weimar, 1996). Namun, karena setiap pengajaran memiliki keunikan tarsendiri dalam hal isi, kamampuan siswa, gaya belajar, kompetensi dan gaya mengajar guru maupun faktor faktor lain, setiap guru harus menemukan yang terbaik bagi siswa di kelas yang diasuhnya Dengan demikian, dia tidak hanya berperan memfasilitasi, tatapi juga memaksimalkan, pembelajaran di kalasnya. Sifatnya yang praktis, realistis serta berorientasi pada tindakan untuk meningkatkan mutu atau memecahkan masalah di sekolah atau kelas membuat PTK sangat sesuai untuk bidang pendidikan. Berbagai hasil penelitian (seperti Mills 2003; Johnson, 2005; dan Tomal, 2005) menunjukkan PTK sangat prospektif dan efektif untuk mengembangkan profesionalisme guru. Dengan metode ini guru dapat menguji penerapan sebuah strategi pembelajaran baru, menilai suatu kurikulum baru, atau mengevaluasi metode pengajaran yang ada. Hasil-hasil penelitian lain (Ferranoe, 2000) menunjukkan keterlibatan pendidik dalam PTK mendorong mereka ke arah perubahan positif, yang dibuktikan dengan perbaikan dalarn teknik mengajar, refleksi diri, dan pembelajaran menyeluruh yang meningkatkan praktik pembelajaran di kelas. Makalah ini merupakan hasil studi kepustakaan yang ditujukan untuk memperkenalkan atau menyegakan kembali ingatan pembaca mengenai hakikat PTK. Pembahasan diawali dengan uraian tentang pengertian, karakteristik, manfaat, prinsip-prinsip, proses, langkah-langkah dan penjaringan data. Pada bagian akhir disajikan validitas dan reliabilitas data PTK, yang kemudian ditutup dengan beberapa simpulan. 3
Pembahasan Pengertian PTK Istilah PTK berasal dari bahasa Inggris Classroom Action Research—sebuah metode kajian yang dilakukan oleh guru untuk memahami dan rnemecahkan masalahmasalah yang berhubungan dengan pembelajaran di kelas atau sekolah. Dalam pengertian yang luas, McMillan dan Schumacher (2006: 15) menyatakan PTK adalah metode pegkajian yang dilakukan praktisi untuk meneliti masalah-masalah atau isuisu yang sedang berkembang. Sedangkan Hopkins (dalam Gabel, 1995) membatasi PTK sebagai sebuah proses penelitian yang didisain untuk memberdayakan seluruh partisipan dalam suatu proses pembelajaran (siswa, guru, dan pihak-pihak lain), untuk memperbaiki praktik pembelajaran. Seluruh partisipan sama-sama berperan aktif dalam proses penelitian tersebut. Gwyn (2002) mendefinisikan PTK sebagai metode penelitian yang dilakukan pendidik untuk menemukan apa yang terbaik bagi pembelajaran dalam sebuah kelas agar pembelajaran di kelas itu memberikan hasil terbaik. Senada dengan beberapa definisi itu, Creswell (2008: 597) menegaskan bahwa PTK adalah sebuah prosedur sistematis yang digunakan guru (atau individu lain dalam konteks pendidikan) untuk menjaring data kuantitatif dan kualitatif dalam rangka memperbaiki komponen-komponen pendidikan, seperti teknik pengajaran, guru, atau proses pembelajaran siswa. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan sebuah penelitian berbentuk tindakan yang dilakukan oleh praktisi pendidikan secara kolaboratif dan diarahkan untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan pembelajaran di sekolah atau kelas spesifik, bukan untuk menghasilkan teori-teori pendidikan yang baru atau menguji teori yang ada—sebagaimana lazimnya penelitian konvensional. Istilah kelas dalam PTK tidak terbatas hanya pada sekelompok peserta didik (siswa) yang sedang belajar di ruangan tartutup saja, tetapi juga pada siswa yang sedang melakukan praktik di laboratorium, rumah, atau atau sedang barkaryawisata. Sahubungan dangan itu, komponen yang dapat dikaji melalui PTK adalah pelajar, 4
guru, materi pelajaran, sarana pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Komponen siswa dapat dicermati ketika dia sedang mengikuti proses pembelajaran di kelas, lapangan, atau bengkel; ketika sedang mengerjakan tugas di rumah; atau ketika sedang kerja bakti di halaman sakolah. Komponan guru dapat dicermati ketika yang barsangkutan sedang mengajar di kelas, sedang membimbing siswa pada karya-wisata atau ketika sedang mengawasi siswa melakukan praktik di laboratorium. Komponen materi pelajaran dapat dikaji ketika guru sedang mengajarkannya atau menugaskannya kepada siswa.
Sarana
pembelajaran
dapat
dicermati ketika guru sedang
menggunakannya dalam proses mengajar atau ketika siswa sedang menggunakannya dalam proses belajar. Sebagai produk pembelajaran, hasil dapat diamati dalam bentuk perubahan kompetansi, sikap, atau kemahiran palajar. Komponan pangelolaan dapat diamati dalam bantuk teknik pengelompokan pelajar, pengaturan tampat duduk, taknik berdiskusi, cara guru memberikan tugas maupun penataan sarana pembelajaran.
Karakteristik PTK Menurut Nunan (1992), kombinasi dari berbagai definisi PTK yang ada pada hakikatnya mamunculkan tiga karakteristik utama: (1) dilakukan olah praktisi (guru kalas); (2) barsifat kolaboratif; dan (3) ditujukan untuk mengubah sesuatu. Secara lebih terperinci, Creswell (2008: 605-609) mengidentifikasi enam karaktaristik PTK. (1) PTK terfokus pada tujuan praktis, dalam pengertian diarahkan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah aktual yang spesifik. Dengan demikian, PTK digunakan peneliti untuk memperolah manfaat langsung bagi dirinya dan pihak lain yang tarlibat dalam penelitian tersebut. (2) PTK merupakan penelitian yang reflektif-mandiri (self-reflective). Dalam konteks ini, peneliti (atau kelompok peneliti) mengkaji praktik yang dia/mereka lakukan—bukan praktik orang lain—untuk melihat apa yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki praktik tarsebut. (3) PTK barsifat kolaboratif karena dilaksanakan oleh individu dangan bantuan orang lain (minimal sabagai observer) atau oleh sekelompok kolega, praktisi (guru) atau 5
paneliti. (4) PTK merupakan sebuah proses yang dinamis dan fleksibel yang melibatkan pengulangan-pengulangan aktivitas (sehingga membentuk pola spiral) yang maju-mundur diantara refleksi, panjaringan data, dan tindakan. (5) PTK merupakan suatu rancana tindakan. Meskipun merupakan proses yang dinamis dan fleksibel, sebagai sabuah metode penelitian, PTK harus dirancang secara sistematis yang memanuhi pola umum prosedur PTK (lihat Langkah-Langkah Palaksanaan PTK pada bagian berikut). (6) PTK merupakan penelitian kebersamaan (sharing research). Berbeda dengan hasil penelitian tradisional yang biasanya langsung dipublikasikan dalam jurnal atau buku, peneliti PTK biasanya mendistribusikan laporan panelitiannya kapada teman sajawat yang mungkin dapat memakai temuan tersebut. Meskipun saat ini laporan PTK juga sudah dipublikasikan malalui jurnal, biasanya para peneliti PTK lebih cenderung untuk membagikan informasi tarsebut dengan berbagai rekan sejawat untuk dipraktikkan atau dikaji ulang di sekolah/kelas masingmasing.
Manfaat PTK Seperti terungkap melalui paparan sebelumnya, PTK merupakan pendekatan sistematis bagi pemecahan masalah-masalah faktual yang dihadapi Guru, bukan sekedar upaya trial and error. Keika melaksanakan PTK, guru tidak perlu meninggalkan tugas utamanya—mengajar—karena penelitian itu justru meneliti proses pembelajaran yang sedang dilakukannya. Berdasarkan kondisi ini, pelaksanaan PTK dapat
memberikan keuntungan-keuntungan berikut: (1) dapat segera
dilaksanakan pada saat muncul kebutuhan, (2) dilaksanakan dengan tujuan perbaikan, (3) berbiaya relatif murah, (4) disain lentur/fleksibel, (5) analisis data seketika, dan (6) hasilnya langsung dinikmati atau dilaksanakan.
6
Prinsip-prinsip PTK Agar memperoleh informasi yang jelas dan tidak menyalahi kaidah yang ditentukan, peneliti perlu memahami dan memenuhi tujuh prinsip berikut apabila sedang melakukan penelitian tindakan kelas Hopkins (2002: 57-61). Pertama, PTK dilakukan tanpa mengubah situasi yang biasa terjadi. Jika penelitian dilakukan dalam situasi yang berbeda dari biasanya, maka hasilnya mungkin berbeda jika dilaksanakan lagi dalam situasi aslinya. Oleh karena itu penelitian tindakan tidak perlu mengadakan waktu khusus untuk diamati, jadi harus dibiarkan apa adanya. Satu-satunya yang berbeda adalah adanya tindakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kedua, topik PTK yang dikaji berkaitan dengan tugas peneliti sebagai guru atau kepala sekolah. Jadi tindakan yang dilakukan merupakan tindakan nyata yang dilakukan dalam tugasnya sehari-hari dan secara empirik memang terjadi di lapangan. Ketiga, PTK merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan mutu sesuatu yang sudah ada dan biasa menjadi lebih baik; atau merupakan sebuah upaya untuk memecahkan masalah yang terjadi di kelas atau di sekolah. Keempat, PTK dilakukan bukan karena ada paksaan atau permintaan dari pihak lain, tetapi atas dasar sukarela, karena mengharapkan hasil yang lebih baik. Kelima, PTK dilakukan secara sistemik (terencana, terarah, dan teratur berdasarkan sebuah mekanisme tertentu). Jadi, jika peneliti mengupayakan cara mengajar yang baru, dia juga harus memikirkan tentang langkah-langkahnya, bahan ajarnya, sarana pendukung dan hal-hal yang terkait dengan cara baru tersebut. Jika kepala sekolah akan menerapkan manajemen yang baru maka prosedur, kebijakan pendukung serta sosialisasi implementasinya harus dipersiapkan. Keenam, PTK harus dapat menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan kepada siswa memang berbeda dari apa yang sudah biasa dilakukan, karena yang biasa sudah jelas menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu guru melakukan tindakan yang diperkirakan dapat memberikan hasil yang lebih baik.
7
Ketujuh, PTK berpusat pada proses, bukan hanya pada hasil. PTK merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
guru
atau
peneliti
untuk
memperbaiki atau meningkatkan hasil dengan
mengubah
cara,
metode,
pendekatan atau strategi yang berbeda dari biasanya. Cara, metode, pendekatan atau strategi tersebut adalah proses yang harus diamati secara cermat, dilihat kelancarannya,
kesesuaian/
penyimpangannya
dari
rencana,
kesulitan atau hambatan yang dijumpai, Gambar 1: Model PTK Lewin (dalam Smith, 2007)
sejauh mana proses ini sudah memenuhi harapan,
dan
bagaimana
kaitannya dengan hasil setelah satu atau dua siklus. Jadi, dalam PTK harus ada indikator proses dan indikator keberhasilan.
Proses PTK Saat ini terdapat berbagai model proses pelaksanaan PTK yang terlihat berbeda antara satu dengan yang lain. Meskipun demikian, seluruh model itu mengandung berbagai unsur yang sama, yakni: (1) setiap model diawali dengan
permasalahan
inti
atau
topik;
(2)
pelaksanaan observasi terhadap praktik yang Gambar 2: Model PTK Bachman (dalam Mertler, 2009: 15)
berlangsung untuk menjaring dan mensintesiskan
8
informasi; dan (3) adanya tindakan dan refleksi (evaluasi) pada tindakan tersebut, yang hasilnya kemudian digunakan sebagai basis bagi siklus berikutnya. Semua unsur itu tercakup dalam model PTK Lewin, yang meskipun tidak tampil sebagai spiral, proses yang digambarkan merupakan sebuah siklus (lihat gambar 1). Unsur-unsur itu juga tercakup dalam model PTK Bachman
yang
berbentuk
spiral
bergerak ke bawah (lihat gambar 2). Model ini menggambarkan bahwa Gambar 3: Model PTK Riel (2007)
partisipan
PTK
informasi,
mengumpulkan
merencanakan
tindakan,
mengamati dan mengevaluasi tindakan, dan
kemudian
sebagai
dasar
melakukan
refleksi
perencanaan
siklus
berikutnya. Sedangkan
model
Riel
(2007)
menggambarkan PTK dalam beberapa siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari
empat
tahap:
perencanaan,
tindakan, pengumpulan informasi, dan refleksi (lihat gambar 3). Model PigotIrvine
(dalam
Mertler,
2009:
17)
Gambar 4: Model PTK Pigot-Irvine (dalam Mertler, 2009: 15)
9
menggambarkan proses PTK dalam bentuk spiral yang bergerak ke atas. Sama dengan model-model sebelumnya, model ini mencakup empat tahapan: rencana, tindakan, dan refleksi. Hasil refleksi pada siklus pertama menjadi landasan bagi perencanaan siklus selanjutnya (lihat gambar 4). Dengan adanya berbagai model PTK (selain keempat model di atas, masih terdapat beberapa model lainnya), timbul pertanyaan: model mana yang harus diikuti? Karena pada hakikatnya semua model itu hanyalah variasi dari sebuah tema yang sama (seperti terlihat dari elemen-elemen penyusunnya), model yang mana saja dapat digunakan untuk melaksanakan PTK. Yang perlu ditekankan adalah bahwa dalam praktik, setiap model tersebut tidak boleh digunakan secara kaku, karena dalam kenyataan proses rencana—tindakan—observasi—refleksi tersebut tidak berlangsung serapi model spiral tersebut. Fase-fase itu biasanya berlangsung tumpang tindih. Selain itu, jumlah siklus dalam satu PTK tergantung pada kebutuhan. Siklus pertama bisa diulangi menjadi siklus kedua, yang kemudian diulangi lagi menjadi siklus ketiga dan selanjutnya hingga peneliti menganggap hasil yang ada sudah memuaskan dan saatnya untuk menghentikan penelitian. (Disarankan agar satu PTK dilaksanakan minimal dalam dua siklus, karena hasil refleksi siklus pertama, sedikit atau banyak, akan memberikan manfaat kepada tindakan di siklus kedua). Berikut ini adalah uraian lebih rinci dari setiap tahapan (fase) sebuah PTK.
1. Perencanaan Pada fase ini peneliti mengidentifikasi suatu masalah atau isu dan mengembangkan suatu rencana tindakan untuk memperoleh solusi atau perbaikan bagi masalah tersebut. Masalah yang akan diteliti hendaklah berhubungan dengan praktik pengajaran yang berlangsung atau akan dilaksanakan dan ingin diubah oleh peneliti. Isu yang tidak akan diterapkan untuk perbaikan praktik pembelajaran idak ada manfaatnya untuk diteliti. Selain itu, masalah tersebut harus berada dibawah kendali peneliti, seperti strategi pembelajaran, pemberian tugas, dan aktivitas kelas. Beberapa masalah yang sesuai untuk diteliti adalah: ―Apakah kebijakan 10
yang mewajibkan mahasiswa hadir pada setiap perkuliahan meningkatkan hasil pencapaian belajar? Apakah pemberian tugas dalam bentuk yang variatif meningkatkan pemahaman siswa? Pada fase perencanaan ini peneliti perlu memperkaya pengetahuannya tentang masalah yang akan diteliti dengan cara mempelajari informasi yang relevan melalui studi kepustakaan. Dia juga harus mempertimbangkan: (i) strategi penelitian apa yang sesuai digunakan memecahkan masalah tersebut; dan (ii) perbaikan yang bagaimana yang diperkirakan mungkin dicapai.
2. Tindakan Fase
tindakan
merupakan
tahapan
pelaksanaan
tindakan-tindakan
(intervensi) yang telah direncanakan. Pada fase ini peneliti peneliti sudah harus benar-benar menguasai skenario pengajaran sebelum menerapkannya. Fokus perhatian peneliti pada fase bukan pada bagaimana mengimplementasikan rencana atau pada proses peningkatan keterampilan mengajar guru, tetapi pada proses menggunakan strategi yang direncanakan untuk melihat seberapa jauh strategi itu mengatasi masalah yang ingin diatasi. Peneliti disarankan untuk berkolaborasi dengan satu atau lebih kolega yang mengampu mata pelajaran yang sama. Kolaborator tersebut bertugas mengamati implementasi perencanaan dan melihat seberapa jauh strategi itu memecahkan masalah.
3. Observasi Observasi merupakan proses pengumpulan data mengenai tingkat keberhasilan strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah. Observasi difokuskan pada data yang berhubungan dengan kriteria keberhasilan yang telah ditentukan. Pertanyaan-pertanyaan yang lazim diajukan pada fase observasi adalah: ―Seberapa efektif strategi yang digunakan memecahkan masalah?‖ bukan ―Seberapa baik pengajaran guru?‖ atau ―Seberapa baik strategi pengajaran itu diimplementasikan oleh guru?‖ Kedua pertanyaan terakhir adalah pertanyaan 11
untuk observasi ketika mahasiswa melakukan praktik mengajar, bukan dalam observasi PTK. Pada fase observasi ini, peneliti dan kolaborator juga menyepakati sumber dan jenis data yang akan dikumpulkan serta teknik dan instrument yang akan digunakan untuk mengumpulkan data tersebut. Proses penjaringan data sesuai dengan kesepakatan yang diambil juga dilakukan pada fase observasi ini. 4. Refleksi Refleksi merupakan proses analisis data dan diskusi (keduanya selalu berlangsung tumpang tindih) untuk menentukan sejauh mana data yang dijaring menunjukkan keberhasilan strategi mengatasi masalah. Refleksi juga menunjukkan faktor-faktor apa saja yang mendukung keberhasilan strategi atau persoalanpersoalan tambahan apa yang muncul selama proses implementasi strategi. Analisis terhadap hasil observasi dilakukan dengan membandingkan data yang terjaring dengan criteria keberhasilan yang telah ditargetkan. Sebagai contoh, sebuah strategi yang diarahkan untuk meningkatkan kemahiran para dosen di sebuah program studi menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran melalui metode pelatihan eksplisit-sistematis dianggap berhasil bila (i) para dosen tersebut menyenangi pembelajaran bermedia TIK; (ii) peneliti/instruktur merasa nyaman menggunakan strategi pelatihan eksplisitsistematis; (iii) para dosen semakin aktif menggunakan TIK dalam aktivitas pembelajaran; (iv) para dosen berinisiatif untuk saling membantu selama aktivitas pelatihan; dan (v) kemahiran para dosen menggunakan TIK dalam aktivitas pembelajaran seperti terungkap melalui penilaian mahasiswa yang memberikan nilai rata-rata 4,6 (dalam skala 5) kepada dosen melalui angket. Refleksi yang dilakukan melalui proses analisis data dan diskusi ini berfungsi untuk menilai kriteria keberhasilan yang mana yang sudah tercapai, mana yang belum tercapai dan apa yang menyebabkan kriteria itu belum tercapai. Hasil penilaian ini akan memperlihatkan unsur strategi yang perlu diperbaiki. Dengan demikian peneliti dan kolaborator dapat memperbaiki strategi tersebut 12
secara optimal sehingga pengimplementasian strategi revisi ini nantinya dapat mencapai semua target keberhasilan. Strategi yang sudah diperbaiki (revised strategy) inilah yang menjadi fase perencanaan (plan) pada siklus kedua, yang nantinya diimplemetasikan, diobservasi, dan direfleksi kembali. Siklus tersebut dapat diulang beberapa kali hingga seluruh kriteria keberhasilan tercapai. Jumlah siklus tidak dapat diprediksi pada awal penelitian. Jika setelah siklus pertama semua kriteria keberhasilan dapat dicapai maka penelitian dapat dihentikan. Namun selama criteria-kriteria keberhasilan itu belum tercapai, revisi terhadap strategi perlu dilakukan dan siklus berikutnya dilaksanakan.
Langkah-Langkah Pelaksanaan PTK Sebagai penelitian berbentuk proses yang dinamis dan fleksibel, langkahlangkah PTK tidak dapat diformulasikan menjadi sebuah cetak biru yang berlaku bagi setiap PTK. Sehubungan dengan itu langkah-langkah PTK yang diuraikan dalam teori-teori PTK harus diterima sebagai panduan umum. Prosedur berikut diusulkan oleh Cohen, Manion, dan Morrison (dalam McKay, 2008: 31-32) yang menggambarkan langkah-langkah pelaksanaan PTK dalam delapan tahapan.
Tahap 1:
Peneliti mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memformulasikan sebuah masalah yang dianggap perlu diatasi.
Tahap 2:
Peneliti berkonsultasi dengan berbagai pihak yang tertarik, seperti guru atau peneliti lain untuk merumuskan masalah menjadi lebih jelas dan spesifik dan sedapat mungkin mengidentifikasi penyebabnya. Tahapan ini bersifat sangat krusial karena mencakup penentuan tujuan dan asumsi penelitian.
Tahap 3:
Peneliti memperkaya pengetahuannya tentang masalah yang akan diteliti dengan cara mempelajari informasi yang relevan melalui studi
13
kepustakaan. Jika tersedia, peneliti sangat disarankan untuk membaca hasil-hasil penelitian terdahulu tentang masalah yang sama. Tahap 4:
Berdasarkan studi kepustakaan di tahap 3, jika dibutuhkan, peneliti dapat mengubah atau memperbaiki fokus penelitian. Selain itu, asumsi penelitian yang dibuat pada tahap 2 juga bisa dinyatakan secara lebih terperinci.
Tahap 5:
Peneliti menetapkan desain penelitian, termasuk partisipan, sumber dan jenis data yang akan dijaring, perlengkapan, dan prosedur.
Tahap 6:
Peneliti menjelaskan bagaimana penelitian akan dievaluasi secara berkelanjutan sesuai dengan jumlah siklus yang terlaksana.
Tahap 7:
Peneliti melaksanakan penelitian untuk menjaring data.
Tahap 8:
Peneliti melaksanakan refleksi untuk menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengevaluasi penelitian. Jika kriteria keberhasilan ternyata belum dicapai, peneliti perlu mempersiapkan pelaksanaan siklus kedua.
Metode Penjaringan Data PTK Teknik pengumpulan data yang lazim dilakukan dalam PTK adalah observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi dan tes. Sebagai teknik penjaringan data, observasi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap yang di dalam penelitian dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara: non-sistematis (dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan
instrumen
pengamatan)
dan
sistematis
(dilakukan
dengan
menggunakan pedoman sebagai pengamatan). Teknik wawancara (interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara, khususnya informasi tentang keadaan seseorang (seperti latar belakang murid, orang tua, pendidikan, 14
perhatian, dan sikap). Sebagai teknik penjaringan data, teknik dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mencermati benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memproleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Teknik lain yang lazim digunakan untuk menjaring data adalah tes— serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes dapat berbentuk tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik
Validitas dan Reliabilitas PTK Sebagai sebuah penelitian, PTK perlu memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas data. Validitas, yang dibutuhkan untuk meningkatkan objektivitas penelitian, dapat ditingkatkan melalui trianggulasi, baik trianggulasi peneliti, trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999: 164). Trianggulasi peneliti dilakukan dengan menugaskan beberapa peneliti mengumpulkan data yang sama hingga data yang diperoleh ‗jenuh‗ atau konstan. Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat mengamati proses pembelajaran yang sama dalam waktu yang sama pula. Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan. Misalnya, data tentang proses pembelajaran dengan seperangkat teknik tertentu dapat dikumpulkan pada jam awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan jumlah pengamatan yang memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi ruang dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda. Sebagai contoh, sebuah PTK dapat dilaksanakan pada dua atau tiga kelas yang setingkat dan data yang sama dikumpulkan dari kelas-kelas tersebut. Trianggulasi teoretis dapat dilakukan dengan memaknai gejala perilaku tertentu dengan dituntun oleh beberapa teori yang berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku 15
tertentu yang menyiratkan motivasi dapat ditinjau dari teori motivasi aliran yang berbeda: aliran behavioristik, kognitif, dan konstruktivis. Mengingat bahwa PTK merupakan penelitian yang situasinya terus berubah dan prosesnya bersifat transformatif tanpa kendali apapun (alami), sulit untuk mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi dalam penelitian ini. Dalam kenyataan, tingkat reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan hampir seluruh aspek situasi yang dapat berubah (variabel), dan hal ini tidak mungkin dan tidak baik dilakukan dalam PTK karena akan melanggar salah satu dengan ciri khas PTK— kontekstual/situasional dan terlokalisasi, dengan perubahan yang menjadi tujuannya. Karena pengendalian seluruh aspek situasi tidak menungkin dilakukan, reliabilitas PTK dapat dilakukan dengan cara melampirkan data asli, seperti transkrip wawancara dan catatan lapangan, menggunakan lebih dari satu sumber data untuk mendapatkan data yang sama dan kolaborasi dengan sejawat atau orang lain yang relevan.
Kesimpulan PTK merupakan suatu penelitian proses yang dilaksanakan praktisi pendidikan untuk mengkaji praktik yang mereka laksanakan untuk meningkatkan praktik tersebut atau untuk memecahkan masalah yang timbul dalam proses tersebut. PTK bisa dilakukan oleh seorang guru yang dibantu oleh teman sejawat sebagai pengamat, oleh beberapa guru sebagai tim, atau oleh seorang guru dengan seorang peneliti. Penelitian dilaksanakan sebagai suatu proses dinamis yang berlangsung dalam satu atau lebih siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari empat fase, yakni: tindakan, observasi, dan refleksi. Jumlah siklus dalam satu PTK tergantung pada kebutuhan. Siklus pertama bisa diulangi menjadi siklus kedua, yang kemudian diulangi lagi menjadi siklus ketiga dan selanjutnya hingga peneliti menganggap hasil yang ada sudah memuaskan dan saatnya untuk menghentikan penelitian. Sifatnya yang praktis dan realistis dan orientasinya pada tindakan untuk memperbaiki praktik pembelajaran membuat PTK banyak diterapkan kalangan pendidik. Hasil-hasil PTK menunjukkan bahwa metode ini sangat prospektif dan 16
efektif untuk mengembangkan profesionalisme guru karena keterlibatan guru dalam PTK mendorong mereka ke arah perubahan positif, yang dibuktikan dengan perbaikan dalarn teknik mengajar, refleksi diri, dan pembelajaran menyeluruh yang meningkatkan praktik pembelajaran di kelas.
Referensi Burns, A. (1999). Collaborative AR for english teachers. Cambridge: Cambridge University Press. _____ (2010). Doing AR in english language teaching. New York: Routledge. Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. (2000). Research methods in education. London: Routledge Falmer. Cowie, N. (2001). It‘s not ARyet, but I‘m getting there. Approach to teaching writing. In Edge (Ed.), AR (pp. 21-33). Alexandria, VA: TESOL. Creswell, J. W. (2008). Educational research: Planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research. New Jersey: Pearson. Ferratoe, E. (2000). Themes in education: Action research. Providence, Rhode Island: Brown University. Gabel, D. (1995). An introduction to action research. Disampaikan dalam pidato pembukaan National Association for Research in Science Teaching (NARST) di San Francisco, April 24, 1995. Gall, J. P., Gall, M.D., & Borg, W.R. (1999). Applying educational research: A practical guide (4th Ed.). New York: Longman. Hopkins, D. (2002) A Teacher’s guide to classroom research. Buckingham: Open University Press. Johnson, A.P. (2005). A short guide to AR (2nd ed.). Boston: Allyn and Bacon. Kemmis, S., & McTaggart, R. (Eds.). 1988. The AR planner. Geeloong, Victoria: Deakin University Press. Koshy, Valsa. (2005). AR for improving practice. London: Paul Chapman Publishing. 17
McKay, Sandra Lee. 2008. Researching second language classroom. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc., Publishers. McKeachie, W. J. (1999). Teaching tips: Srategies, research and theory for college and university teachers. Bosch: Houghton Mifflin. McMillan, J. H., & Schumacher, S. (2006). Research in education: Evidence-based inquiry (6th ed.). Boson: Pearson. Gwynn, M. (2002). Improving teaching through classroom action research? Toward the Best in the Academy Journal 14(7), 2002-2003. _____ (2001). The what, why and how of classroom action research". The Journal of Scholarship of Teaching and Learning (JoSoTL) 2 (1). Mertler, C.A. (2009). Action research: Teachers as researchers in the classroom. Los Angeles: Sage Publications, Inc. Mills, G.E. (2003). Action research: A guide for the teacher researcher (2nd ed.). New Jersey: Merrill Prentice Hall. Nunan, D. (1992). Research methods in language learning. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Riel, M. (2007). Understanding action research. Retrieved on April 22, 2009 from http://cadres.pepperdine.edu/ccar/define.html. Sagor, R. (2004). The AR guidebook: A four-sep process for educators and school Teams. Thousand Oaks CA: Sage. Smith, M.K. (2007). Kurt Lewin: Groups, experiental learning, and action research. Retrieved on March 23, 2009 from http://www.infed.org/thinkers/etlewin.htm Tomal, D.R. (2005). AR for educators. Lanham, Maryland: Rowman and Littlefield. Weimer, M. (1996). Improving your classroom teaching. Newbury Park, CA: Sage.
18