Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Penelitian Potensi Gerakan Tanah di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Beserta Penanggulangannya Muhammad Alfa Jihan1,danMuchammad Yusrizhal2 1Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Jl. Prof Soedharto, Semarang, 50275,Jawa Tengah
[email protected] [email protected]
Abstrak Berdasarkan data riwayat kebencanaan yang terjadi di Kota Semarang diketahui bahwa Kota Semarang memiliki permasalahan serius terhadap bencana gerakan tanah berupa tanah longsor.Salah satu daerah yang sering mengalami gerakan tanah adalah Kecamatan Gunung Pati.Penelitian ini bermaksud untuk memetakan daerah mana saja yang mengalami kerawanan tinggi terhadap potensi gerakan tanah.Penelitian tersebut difokuskan pada Desa Sadeng, Sekaran, Pugangan, Kalisegoro, dan Sukorejo.Karena pada daerah tersebut yang memiliki potensi cukup tinggi berdasarkan data bencana tanah longsor yang pernah terjadi di Kecamatan Gunung Pati.Dengan mengumpulkan data kelerengan, kondisi geologi, curah hujan dan tata guna lahan Kecamatan Gunung Pati kemudian data data tersebut disusun menjadi Peta Kerentanan Gerakan Tanah Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang.Pada peta tersebut dihasilkan informasi daerah mana saja yang sangat rawan atau aman terhadap gerakan tanah.Pada peta tersebut terlihat bahwa kelima desa tersebut memiliki beberapa bagian yang rentan terhadap gerakan tanah yang ditunjukkan dengan warna merah pada peta.Daerah rentan didominasi pada lereng yang curam.Namun beberapa daerah aman juga terdapat di beberapa lokasi yang ditunjukkan dengan warna hijau.Yaitu dibagian Selatan Desa Sekaran, bagian Utara Sukorejo, bagian selatan Kalisegoro, dan bagian selatan Desa Pugangan.Setelah diketahui daerah mana saja yang rawan atau aman maka dapat dibuat rekomendasi mitigasi bencana apabila terjadi gerakan tanah.Saat terjadi gerakan tanah diharapkan masyarakat mengevakuasi diri ke daerah landai atau berwarna hijau pada peta yang tergolong aman.Untuk menanggulangi permasalahan gerakan tanah di daerah tersebut dapat dilakukan metode geoteknik seperti grouting, dinding pendahan, dan angkur pada lereng batuan. Kata Kunci : Gerakan Tanah, Tanah Longsor, Kerentanan, Kecamatan Gunung Pati
Pendahuluan Bencana alam gerakan tanah merupakan suatu permasalahan serius yang sedang dihadapi oleh Kota Semarang.Beberapa kali bencana gerakan tanah seperti tanah longsor, rekahan pada tanah kerap kali terjadi.Hal tersebut membawa kerugian tersendiri bagi Kota Semarang.Karena dengan adanya
gerakan tanah dapat mengancam keselamatan penduduk disekitarnya.Mulai dari tanah longsor yang dapat menimpa rumah warga, jalanan menjadi rusak, serta bangunan yang juga dapat mengalami kerusakan akibat gerakan tanah.Kerugian yang ditimbulkan dari bencana ini cukup besar, karena dapat menimbulkan korban jiwa, dan merugikan
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
secara materi akibat kerusakan bangunan.Menurut Karnawati (2005), longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan yang umunya terjadi pada kemiringan lereng 20°-40° dengan massa yang bergerak berupa tanah residual, endapan koluvial dan batuan vulkanik yang lapuk. Berdasarkan material dan mekanismenya, tanah longsor dibagi menjadi 6 jenis yaitu longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan bahan rombakan, dan aliran bahan rombakan. Penyebab terjadinya gerakan tanah di Kota Semarang karena terdiri dari daerah pantai, dataran, dan perbukitan dengan kemiringan lahan berkisar antara 0%45%.Pada daerah dengan morfologi perbukitan inilah yang kerap kali memiliki potensi gerakan tanahSalah satu daerah yang memiliki kerentanan terhadap gerakan tanah adalah Kecamatan Gunung Pati.Kecamatan ini terletak di sebelah selatan Kota Semarang, dan memiliki morfologi berupa perbukitan.Dengan topografi yang cukup terjal membuat daerah ini memiliki potensi yang besar untuk terjadi gerakan tanah.Selain itu dari faktor kondisi geologi yang tersusun atas litologi batulempung, breksi volkanik, batupasir krakalan, endapan alluvium, dan batugamping klastikcukup memiliki kerentanan terhadap proses pelapukan, terlebih pada batulempung. Terdapat pula beberapa struktur geologi yang cukup berpengaruh terhadap gerakan tanah, karena menjadi zona lemah yang dapat memicu gerakan tanah. Dengan melihat riwayat bencana gerakan tanah yang pernah terjadi di Kecamatan Gunung Pati, maka dari itu dilakukan penelitian terhadap potensi gerakan tanah di daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan daerah mana saja
yang rentan terhadap potensi gerakan tanah, Setelah mengetahui daerah rentan dapat diberikan rekomendasi mengenai cara penanggulangan permasalahan gerakan tanah yang sifatnya membahayakan bagi masyarakat sekitar. Kondisi Geologi Kondisi Geologi, Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang Semarang (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut Aluvium (Qa), Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg), Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk), Formasi Jongkong (Qpj), Formasi Damar (QTd), Formasi Kaligetas (Qpkg), Formasi Kalibeng (Tmkl), Formasi Kerek (Tmk). Pada dataran rendah berupa endapan aluvial sungai, endapan fasies dataran delta dan endapan fasies pasang-surut.Endapan tersebut terdiri dari selang-seling antara lapisan pasir, pasir lanauan dan lempung lunak, dengan sisipan lensa-lensa kerikil dan pasir vulkanik.Sedangkan daerah perbukitan sebagian besar memiliki struktur geologi berupa batuan beku. Struktur geologi yang cukup mencolok di wilayah Kota Semarang berupa kelurusankelurusan dan kontak batuan yang tegas yang merupakan pencerminan struktur sesar baik geser mendatar dan normal cukup berkembang di bagian tengah dan selatan kota. Jenis sesar yang ada secara umum terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik.Sesar normal relatif ke arah barat - timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur.Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibeng dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier. Formasi Jongkong
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 - 50 cm, menyudut - membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan keras.Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga). Formasi Damar Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batu pasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut membundar tanggung, agak keras. Formasi Kaligetas Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt, batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut - menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus kasar, porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batu pasir tufaan,
coklat kekuningan, halus - sedang, porositas sedang, agak keras. Formasi Kalibeng Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus - kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih kelabu, keras dan kompak. Formasi Kerek Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan koralkoral koloni. Lapisan tipis konglomerat terdapat dalam batu lempung di K. Kripik dan di dalam batupasir. Batu gamping umumnya berlapis, kristallin dan pasiran, mempunyai ketebalan total lebih dari 400 m Berdasarkan struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas tiga bagian yaitu struktur joint (kekar), patahan (fault), dan lipatan. Daerah patahan tanah bersifat erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang diskontinyu (tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Pada daerah sekitar aliran Kali Garang merupakan patahan Kali Garang, yang membujur arah utara sampai selatan, di sepanjang Kaligarang yang berbatasan dengan Bukit Gombel. Patahan ini bermula dari Ondorante, ke arah utara hingga Bendan Duwur. Patahan ini merupakan patahan geser, yang memotong formasi Notopuro, ditandai adanya zona sesar, tebing terjal di Ondorante, dan pelurusan Kali Garang serta beberapa
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
mata air di Bendan Duwur. Daerah patahan lainnya adalah Meteseh, Perumahan Bukit Kencana Jaya, dengan arah patahan melintas dari utara ke selatan. Metodologi Dalam penentuan daerah potensi gerakan tanah dilakukan berdasarkan beberapa aspek, diantaranya Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Gunung Pati, Peta Curah Hujan Kota Semarang, Peta DEM (Digital Elevation Model), dan Peta Geologi Lembar Magelang-Semarang. Keempat peta tersebut kemudian dilakukan skoring berdasarkan tingkat kerentanannya terhadap gerakan tanah. Setelah itu dilakukan overlay terhadap peta-peta tersebut menggunakan software ArcGIS sehingga dihasilkan satu peta kerentanan bencana gerakan tanah di daerah tersebut. Untuk mendukung akurasi data dilakukan pemetaan geologi di daerah tersebut, khususnya pada daerah yang pernah mengalami tanah longsor.Data pemetaan geologi yang diambil berupa deskripsi litologi foto singkapan, dan identifikasi struktur geologi di daerah tersebut. Diskusi Dalam penelitian ini akan dibuat peta kerentanan gerakan tanah pada Kecamatan GunungpatiKota Semarang yang meliputi Desa Sadeng, Sukorejo, Sekaran, Kalisegoro, dan Pongangan. Daerah tersebut dipilih karena memiliki potensi yang cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Karena berdasarkan riwayat bencana tanah longsor yang ada di Kota Semarang daerah tersebut yang paling sering mengalami tanah longsor. Dalam pembuatan peta kerentanan gerakan tanah ini perlu adanya variabel-variabel yang dapat mengontrol gerakan tanah tersebut. Variabel tersebut meliputi besar kelerengan (slope), jenis batuan, curah hujan, dan tatagunalahan. Dari keempat variabel tersebut akan dibuat ranking yaitu dari variabel yang memiliki ranking tertinggi dalam mengontrol
gerakan tanah hingga variabel yang memiliki ranking lebih rendah.Selanjutnya dari keempat variabel tersebut akan dibuat sistem skoring. Dalam skoring tersebut akan dibuat lima skor, dengan skor tertinggi merupakanvariabel yang paling rentan terhadap gerakan tanah. Sehingga dari masing-masing variabel akan memiliki bobot yang berbeda terkait dengan gerakan tanah yang ada di Kecamatan Gunungpati ini. 1. Peta Kelerengan Tingkat kemiringan suatu lereng (slope) merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya tanah longsor. Semakin besar nilai kemiringan suatu daerah maka semakin besar pula peluang terjadinya longsor. Namun pengontrol gerakan tanah tidak hanya dilihat dari tingkat kelerengan suatu daerah, masih banyak faktor yang ikut serta berpengaruh kaitannya dengan proses gerakan tanah. Sehingga tingkat kelerangan ini memiliki rangking tertinggi kaitannya dengan suatu gerankan tanah. Peta kelerangan ini dibuat untuk mengetahui tingkat kemiringan lereng yang ada di daerah penelitian. Besarnya nilai kelerengan dari setiap lokasi dikelompokkan berdasarkan klasifikasi Van Zuidam 1985 dalam satuan derajat. Pada lokasi penelitian didapatkan besar kelerengan mulai 0°-35° (landai-curam). Diman besarnya kelerengan tersebut masih dikelompokkan dalam interval sesuai klasifikasi Van Zuidam 1985 yaitu, kelerengan 0°-2° dengan kondisi lahan datarhampir datar, tidak terdapat erosi, serta dapat diolah dalam kondisi kering, simbol warna yang disarankan yaitu warna hijau, skor yang diberikan dari kelerengan tersebut adalah 1. Kelerengan 2°-4° dengan kondisi lahan memiliki kemiringan lereng landai, bila terjadi longsor bergerak dengan kecepatan rendah, erosi akan meninggalkan bekas yang cukup dalam, simbol warna yang disarankan yaitu warna hijau muda, skor yang diberikan untuk kelerengan ini adalah 2. Kelerengan 4°8° dengan kondisi lahan memiliki kemiringan lereng landai-curam, bila terjadi longsor bergerak dengan kecepatan rendah, sangat
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
rawan terhadap erosi, simbol warna yang diberikan yaitu kuning, skor yang diberikan untuk kelerengan ini adalah 3. Kelerengan 8°16° dengan kondisi lahan memiliki kemiringan lereng yang curam, rawan terhadap bahaya longsor, erosi permukaan dan erosi alur, simbol warna yang diberikan yaitu orange, skor yang diberikan untuk kelerengan tersebut adalah 4. Kelerengan 16°-35° dengan kondisi lahan memiliki kemiringan lereng yang curam sampai terjal, sering terjadi erosi dan gerakan tanah, simbol warna yang diberikan yaitu merah, skor yang diberikan pada . Daerah yang memiliki nilai kelerengan yang cukup tinggi berada pada Desa Sekarang dan Desa Sadeng.
Gambar 1. Peta Kelerengan Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang
2. Peta Litologi Terjadinya suatu gerakan tanah juga dipengaruhi oleh jenis litologi pada suatu daerah. Litologi yang sifatnya kurang kompak/resisten akan mudah terjadinya suatu gerakan tanah. Selain itu juga litologi yang memiliki sifat khusus seperti batulempung yang memiliki sifat kembang susut tinggi akan sangat berpengaruh terhadap terjadinya gerakan tanah. Litologi yang kompak kecil kemungkinan terjadinya suatu gerakan tanah, litologi ini akan resisten terhadap prosesproses erosi. Pengaruh jenis litologi terhadap gerakan tanah tetap mengacu dengan tingkat kelerengan suatu daerah. Sehingga jenis litologi ini memiliki ranking kedua kaitannya terhadap suatu gerakan tanah. Peta jenis litologi ini dibuat berdasarkan jenis litologi yang ada di daerah penelitian. Litologi
pertama berupa breksi volkanik, dimana persebarannya meliputi bagian selatan Desa Sekaran, Kalisegoro, dan Pungangan. Litologi tersebut tersusun atas fragmen-fragmen andesit, sehingga litologi tersebut memiliki tingkat resistensi paling tinggi, skor yang diberikan pada litologi breksi volkanik adalah 1. Litologi kedua berupa batupasir kerakalan, dimana persebarannya meliputi sebagian besar Desa Sadeng dan bagian selatan Desa Sukorejo. Litologi tersebut tersusun atas fragmen-fragmen berukuran pasir dan kerakal, tingkat kompaksi dari litologi ini berada di bawah breksi volkanik, namun batuan tersebut masih cukup resisten terhadap proses eksogenik, skor yang diberikan pada litologi batupasir kerakalan adalah 2. Litologi ketiga berupa batugamping klastik, dimana persebarannya meliputi sebagian besar Desa Sukorejo dan bagian utara Desa Sadeng. Litologi tersebut tersusun atas fragmenfragmen karbonatan (CaCO3) berupa fragmen molusca, tingkat kompaksi dari litologi tersebut masih tergolong cukup tinggi, namun sifat dari batuan tersebut yang rentan terhadap proses pelarutan oleh air permukaan, sehingga skor yang diberikan pada litologi batugamping klastik adalah 3. Litologi keempat tersusun alluvium, dimana persebarannya meliputi bagian barat dan utara Desa Sukorejo. Litologi tersebut tersusun atas fragmen-fragmen berukuran pasir hingga kerakal, namun fragmen tersebut masih berupa material lepasan dari batuan yang terdapat di hulu, dimanan tingkat kompaksi dari litologi ini sangat rendah, sehingga alluvium ini memiliki resistensi yang cukup rendah terhadap proses eksogenik, skor yang diberikan pada litologi alluvium adalah 4. Litologi terakhir berupa batulempung, dimana persebarannya meliputi sebagian Desa Sekaran, Kalisegoro, Pungangan, serta sebagian kecil Desa Sadeng dan Desa Sukorejo. Litologi tersebut tersusun atas material berukuran lempung, tingkat kompaksi dari litologi tersebut rendah, batulempung ini memiliki sifat kembang susut
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan nilai permeabilitas dari batulempung yang sangat rendah, namun porositasnya cukup baik, dimana pada musim penghujan litologi tersebut akan menyimpan banyak air akan tetapi tidak dapat mengalirkannya, sehingga batulempung ini akan mengembang. Pada musim kemarau air yang ada pada batulempung akan hilang sehingga batulempung ini akan menyusut, sehingga banyak menghasilkan retakan-retakan pada batuan yang akan mempermudah terjadinya gerakan tanah. Selain itu, sifat dari batulempung ini licin apabila terkena suatu fluida (air), sehingga litologi tersebut dapat berperan sebagai bidang gelincir bagi batuan yang berada di atas batulempung ini, kaitannya dengan gerakan tanah. Dimana batulempung ini merupakan litologi yang paling rentan terhadap gerakan tanah. skor yang diberikan pada litologi batulempung adalah 5.
Hujan tahunan berkisar antara 2.000 mm sampai 3.000 mm. Suhu udara relatif konstan sepanjang tahun, dengan rata-rata harian berkisar antara 21°C sampai 35°C. Kelembaban udara relatif tinggi, berkisar antara 70% sampai 85%.. Kecepatan angin rata-rata tahunan adalah 9,84 km/jam (2,73 m/detik), dimana kecepatan rata-rata bulanan minimum terjadi pada bulan Mei sebesar 8,12 km/jam (2,25 m/detik) dan kecepatan maksimum terjadi pada bulan Januari sebesar 12,84 km/jam (3,57 m/detik) (sumber : Stasium Klimatologi Semarang).
Gambar 3. Grafik Curah Hujan (mm) dan Hari Hujan (hari) rata-rata bulanan pada Kecamatan Gunungpati (1998 – 2007) (Sumber : Stasiun Klimatologi Semarang dalam Sucipto)
Gambar 2. Peta Litologi Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang
3. Peta Curah Hujan Variabel yang ketiga adalah curah hujan. Secara umum Kecamatan Gunungpati dan sekitarnya seperti wilayah lain di Jawa Tengah merupakan daerah tropis basah yang dipengaruhi oleh angin muson dengan curah hujan yang cukup tinggi. Angin muson barat yang bertiup pada bulan Oktober sampai Maret membawa banyak uap air dan menyebabkan terjadinya musim hujan. Sedangkan pada bulan April sampai Agustus bertiup angin timur atau tenggara yang relatif kering, dan menimbulkan musim kering..
Berdasarkan data curah hujan dari Stasiun Klimatologi Semarang pada stasiun pengamatan Gunungpati-Kota Semarang menunjukkan bahwa hujan rata-rata (19982007) setiap tahunnya rata-rata sebesar 2026 mm, sedangkan jumlah hari hujan tiap tahunnya rata-rata 70 hari hujan atau ± 6 hari setiap bulannya. Berdasarkan datadata tersebut terlihat bahwa hujan yang terjadi pada bulan Nopember – Maret rata-rata diatas 200 mm dan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 390 mm dengan hari hujan sebanyak 10-15 hari hujan. Sedangkan pada bulan Juli dan Agustus hujan terjadi rata-rata sebesar 25 mm. Untuk jumlah hari hujan yang paling sedikit terjadi pada bulanbulan Juni, Juli dan Agustus yaitu sebesar 1 hari hujan (sumber : Stasiun Klimatologi Kota Semarang). Dengan melihat tingginya curah
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
hujan yang ada pada Kecamatan Gunungpati ini yaitu 27,7 – 34,8 mm/tahun, maka skor yang diberikan pada variabel curah hujan adalah 4. 4. Peta Tata Guna Lahan Variabel keempat adalah Tata Guna Lahan, dimana variabel ini memiliki ranking keempat dari semua variabel yang ada. Hal ini dikarenakan Tata Guna Lahan memiliki pengaruh paling kecil dari empat variabel yang ada. Tataguna lahan yang terdapat pada lokasi penelitian berupa tanah kosong dengan skor 1, Perairan dengan skor 2, persawahan dengan skor 3, pemukiman dengan skor 4, dan perkebunan dengan skor 5.
untuk daerah dengan kerentanan menengah, warna orange untuk daerah dengan kerentanan tinggi, dan warna merah untuk daerah dengan kerentanan sangat tinggi. Sehingga dari penggabungan masing-masing peta, diperoleh suatu peta kerentanan gerakan tanah Kecamatan Gunungpati.
Gambar 5. Peta Kerentanan Gerakan Tanah Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang
Gambar 4. Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang
Dari keempat peta tersebut, selanjutnya dilakukan overlay dengan menggunakan software ArcGIS. Yaitu dengan melakukan raster calculator dari selruh peta yang telah diubah kedalam bentuk raster. Dari hasil overlay tersebut diperoleh suatu peta Kerentanan gerakan tanah Kecamatan Gunungpati. Dimana dari penggabungan masing-masing peta akan menunjukkan nilai kerentanan tersendiri, sesuai dengan besar skor masing-masing peta. Skor kecil menunjukkan nilai kerentanan rendah sedangkan skor besar menunjukkan nilai kerentanan tinggi. Dari peta kerentanan gerakan tanah Kecamatan Gunungpati ini dikelompokkan ke dalam 5 kelas, ditunjukkan dengan warna peta sesuai Standar Nasional Indonesia yaitu, warna hijau tua untuk daerah dengan kerentanan sangat rendah, warna hijau muda untuk kerentanan rendah, warna kuning
Berdasarkan Peta Kerentanan Gerakan Tanah Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang yang telah dibuat (Gambar 2), dapat dilihat bahwa beberapa daerah yaitu Desa Sekaran, Sadeng, Sukorejo, Pongangan, dan Kalisegoro memiliki tingkat kerentanan dari yang paling rendah hingga paling tinggi. Pada peta tersebut terlihat bahwa daerah dengan kerentanan rendah terhadap gerakan tanah sebagian besar terdapat pada daerah dengan kontur renggang yang menandakan bahwa daerah tersebut cukup landai.Kemudian untuk daerah yang cukup rentan hingga sangat rentan terhadap gerakan tanah ditunjukkan dengan warna merah sebagian besar terdapat pada daerah dengan kontur rapat yang menandakan daerah terjal atau kelerengan curam.Selain itu daerah yang memiliki kerentanan tinggi juga dipengaruhi oleh batuan penyusunnya, yang memiliki resistensi rendah sehingga mudah mengalami pelapukan dan terjadi erosi. Karena proses erosi sangat mendorong terjadinya tanah longsor. Daerah dengan kerentanan tinggi sangat mengancam rumah penduduk sekitar,
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
terlebih apabila rumah penduduk terdapat pada bagian warna merah peta. Resiko tanah longsor akan semakin besar apabila sedang mengalami musim hujan. Karena pada saat musim hujan erosi pada batuan akan semakin intens sehingga membuat lapisan batuan tererosi dan mengalami pergerakan masa batuan atau pergerakan tanah. Setelah mengetahui daerah mana saja yang memiliki kerentanan tinggi terhadap gerakan tanah dan daerah yang aman maka dapat diberikan rekomendasi mengenai mitigasi bencana apabila terjadi tanah longsor. Daerah yang dapat digunakan sebagai tempat evakuasi atau daerah aman terdapat dibeberapa desa diantaranya Desa Sekaran dibagian selatan, bagian utara Desa Sukorejo, bagian selatan Desa Pugangan, dan bagian selatan Desa Kalisegoro. Daerah tersebut termasuk kedalam daerah landai yang aman dari tanah longsor.Untuk menanggulangi permasalahan tanah longsor yang sering terjadi di daerah tersebut terdapat beberapa rekomendasi Geoteknik yang dapat dilakukan.Salah satunya adalah dilakukan rekayasa grouting. Grouting merupakan metode penginjeksian larutan semen ke dalam pori pori batuan. Fungsi semen ini untuk mengikat antar butir batuan agar kuat dan dalam kondisi stabil saat pori batuan mengandung air. Jadi batuan tidak akan mengalami kembang susut saat terdapat air di dalam porinya. Batuan yang biasanya dilakukan proses grouting biasanya batulempung. Karena batulempung memiliki sifat kembang susut yang cukup tinggi yang disebabkan oleh kandungan air.Metode Grouting ini sebaiknya juga dilakukan pada daerah rentan yang terdapat banyak aktivitas manusia seperti jalan raya, dan perumahan penduduk. Karena apabila dilakukan pada tanah kosong yang tidak ada aktivitas manusia akan membuat fungsi grouting
menjadi kurang bermanfaat atau kurang efektif. Cara lain yang dapat dilakukan ialah dengan membuat tembok penahan pada daerah lereng, atau membuat angkur pada lereng batuan. Kesimpulan Peristiwa gerakan tanah seperti tanah longsor di Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang terjadi hampir setiap tahun khsusunya pada saat musim hujan tiba. Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Gunung Pati pada Desa Sadeng, Sekaran, Kalisegoro, Pugangan, dan Sukorejo menghasilkan data bahwa tanah longsor dipengaruhi oleh aspek kelerengan, kondisi batuan, curah hujan, dan tata guna lahan di daerah tersebut. Berdasarkan aspek aspek yang telah disusun dihasilkan informasi daerah mana saja yang memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap gerakan tanah dan daerah aman dari gerakan tanah.Maka dapat disimpulkan bahwa daerah yang mengalami kerawanan tinggi terhadap gerakan tanah didominasi pada daerah dengan kontur rapat atau kelerengan curam yang ditunjukkan dengan warna merah pada peta.Sedangkan pada daerah yang aman terletak pada daerah dengan kelerengan rendah atau landai yang ditunjukkan dengan warna hijau pada peta.Dengan mengetahui zona zona berbahaya tersebut maka apabila pada saat musim hujan telah tiba maka diharapkan masyarakat disekitar daerah rawan untuk waspada dan berhati hati terhadap potensi tanah longsor yang dapat terjadi.Apabila terjadi peristiwa tanah longsor maka masyarakat dapat mengevakuasi diri menuju daerah aman yang ditunjukkan dengan warna hijau pada peta.Disarankan juga kepada masyarakat yang ingin membangun rumah atau bangunan di Kecamata Gunung Pati untuk tidak mendirikan bangunan di lereng yang curam atau zona kerentanan tinggi agar terhindar
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
dari bencana tanah longsor.Selain itu untuk menanggulangi bencana tanah longsor yang terjadi hampir setiap taun dapat dilakukan beberapa metode geoteknik seperti grouting, dinding penahan ataupun angkur pada lereng batuan. Pustaka Badan Geologi. 23 April 2015. Gerakan Tanah. Bandung. Kementrian Energi dan Sumber Daya Minreral Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Fahrudin. 2014. Geologi Struktur Bahan Ajar Mata Kuliah Geologi Struktur dan Tektonika Edisi 1. Semarang. Undip Press Karnawati, D., 2005, Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penaggulangannya, Penerbit Jurusan Teknik Geologi FT Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta. http://semarangkota.go.id/portal/uploads/pdf/ 2012_07_30_13_48_59.pdf(Diakses pada 3 April 2016 pukul 10.30 WIB)
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
LAMPIRAN
Gambar 1. Longsor di Desa Sukorejo
Gambar 2. Longsor di Desa Kalisegoro
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 3. Longsor di Desa Pungangan
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 4. Jalan Rusak Akibat Gerakan Tanah di Desa Sekaran
Gambar 5. Jalan Rusak Akibat Gerakan Tanah di Desa Sekaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”