HUKUM MASUK PARLEMEN STUDI KOMPARATIF ANTARA ABŪ MUḤAMMAD AL-MAQDISῙY DAN YŪSUF AL-QARḌAWῙY
RISALAH Diajukan Kepada Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Kelulusan
Oleh: Lina Normayanti NIM. 09060130
PENDIDIKAN ULAMA TARJIH MUHAMMADIYAH (PUTM) PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012
HUKUM MASUK PARLEMEN STUDI KOMPARATIF ANTARA ABŪ MUḤAMMAD AL-MAQDISῙY DAN YŪSUF AL-QARḌAWῙY
RISALAH Diajukan Kepada Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Kelulusan
Oleh: Lina Normayanti NIM. 09060130
PENDIDIKAN ULAMA TARJIH MUHAMMADIYAH (PUTM) PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012
i
NOTA DINAS PEMBIMBING
Yogyakarta, 15 Juli 2012
Kepada Yth. Mudir PUTM (Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah) di Yogyakarta
Assalamu’alaikum wr. wb. Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan baik dari segi isi, bahasa, maupun teknik penulisan, dan setelah membaca risalah mahasiswa tersebut di bawah ini: Nama NIM Judul Risalah
: Lina Normayanti : 09060130 : Hukum Masuk Parlemen ‘Studi komparatif antara Abū Muḥammad al-Maqdisīy dan Yūsuf al-Qarḍawīy’
Maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa risalah tersebut sudah layak diajukan untuk dimunaqosahkan. Wassalamu’alaikum wb. wb.
Pembimbing,
Dra. Hj. Akif Khilmiyah, M. Ag. NBM. 558 603
ii
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH PENDIDIKAN ULAMA TARJIH MUHAMMADIYAH Kampus I : Jln. Kaliurang Km. 23,3 Ngipiksari, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta Telp/Fax. (0274) 895457. Kampus II : Tundan, Ngrame, Tamantirto Utara, Kasihan, Bantul, Yogyakarta Telp. (0274) 6528545.
PENGESAHAN NOMOR: IN/I/PUTM/PPM/2012 Risalah dengan judul: Hukum Masuk Parlemen ‘Studi komparatif antara Abū Muḥammad al-Maqdisīy Maqdisīy dan Yūsuf al-Qarḍawīy’ Diajukan oleh: 1. Nama : Lina Normayanti 2. NIM : 09060130 Telah dimunaqosahkan kan pada hari: sabtu, sabtu tanggal 23 Juni 2012 dan telah dinyatakan sah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan. PANITIA UJIAN MUNAQOSAH Ketua Sidang
Sekretaris Sidang/Penguji I
Dr. Muhammad Ichsan, Lc., MA NBM. 1201-6506 6506-981116
Ghoffar Ismail, S. Ag., M. Ag NBM. 1201-7296 7296-796137
Penguji II
Drs. Waharjani, M.Ag. NBM. 541 546 Yogyakarta, 25 Sya’ Sya’ban 1433 H 15 Jul Juli 2012 M Mudir
Prof. Drs. H. Sa’ad Abdul Wahid NBM. 548 443
iii
MOTTO
ِ ِ ُ َﺧَﺮ َﺟﻪُ اَﻟﺪ {ﲏ ْ اَِْﻹ ْﺳ َﻼ ُم ﻳَـ ْﻌﻠُ ْﻮ َوَﻻ ﻳـُ ْﻌﻠَﻰ َﻋﻠَْﻴﻪ } أ ّ ْﱠارﻗُﻄ “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.” {HR. Dzar Quthni}
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Risalah ini penulis persembahkan kepada:
Bapak, Ibu dan kakak tercinta yang telah mencurahkan segala kasih sayangnya, memberikan supportnya hingga penulis bisa menyelesaikan Risalah ini, Kedua pamong asrama PUTM Putri selama penulis berada di Asrama, Orang-orang yang telah banyak berjasa; dosen-dosen Pendidikan Ulama Tarjih
Muhammadiyah Putri, Thalabah dan Thalibah Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta
v
ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ KATA PENGANTAR
ِ ﺎﷲ ِﻣﻦ ُﺷﺮوِر أَﻧْـ ُﻔ ِﺴﻨَﺎ وِﻣﻦ ﺳﻴﱢﺌﺎ ِ ِاﳊﻤ َﺪ ﻟِﻠﱠ ِﻪ َْﳓﻤ ُﺪﻩ وﻧَﺴﺘَﻌِﻴﻨُﻪ وﻧَﺴﺘَـ ْﻐ ِﻔﺮﻩ وﻧـَﻌﻮذُ ﺑ ت أ َْﻋ َﻤﺎﻟِﻨَﺎ َﻣ ْﻦ ﻳـَ ْﻬ ِﺪ ََ ْ َ ُ َ ُُ ْ َ ُ ْ َ ُ َ ْ َْ إ ﱠن ُ ْ ِ ﻀ ﱠﻞ ﻟَﻪ وﻣﻦ ﻳ ِ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ﱠن، ُﻳﻚ ﻟَﻪ ْ ُ ْ َ َ ُ ِ اﷲُ ﻓَ َﻼ ُﻣ َ أَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن َﻻ إﻟَ َﻪ ﱠإﻻ اﷲُ َو ْﺣ َﺪﻩُ َﻻ َﺷ ِﺮ, ُي ﻟَﻪ َ ﻀﻠ ْﻞ ﻓَ َﻼ َﻫﺎد .ُُﳏَ ﱠﻤ ًﺪا َﻋْﺒ ُﺪﻩُ َوَر ُﺳﻮﻟُﻪ Segala puji hanya bagi Allah swt, penguasa alam semesta, yang telah menurunkan petunjuk untuk manusia sehingga manusia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada utusan Allah swt, Nabi Muhammad saw, yang telah menghibahkan hidupnya di jalan Allah swt, dan juga kepada orang-orang yang senantiasa berjuang di jalan-Nya hingga akhir zaman. Syukur alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan risalah yang berjudul Hukum Masuk Parlemen ‘Studi komparatif antara Abū Muḥammad al-Maqdisīy dan Yūsuf al-Qarḍawīy, guna memenuhi salah satu syarat kelulusan di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Yogyakarta. Selesainya risalah ini tentunya tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak yang memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis. Oleh karena itu dengan rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada:
vi
1.
Bapak Prof. H. Drs. Sa’ad Abdul Wahid, selaku Mudir Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah dan bapak Muhajir, Lc. MA selaku wakil Mudir Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah.
2.
Ibu Dra. Hj. Akif Khilmiyah, M. Ag. Selaku pembimbing penulis dalam penulisan risalah ini.
3.
Bapak Humaidi dan Ibu Duroh, yang telah banyak membimbing dan mengurus kami selama di asrama PUTM Putri.
4.
Kedua orang tua dan kakak tercinta yang senantiasa mendo’akan dan sebagai motivasi utama bagi kehidupan penulis.
5.
Ibu Farida selaku TU yang telah banyak membimbing dan memberi kami ilmu dan Musyrifah PUTM Putri, ustadzah Fitria Sari yang telah membantu penulis dalam mengoreksi dan memperbaiki risalah ini.
6.
Seluruh dosen dan staf karyawan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah yang senantiasa membimbing dan membantu selama penulis belajar.
7.
Teman-teman seperjuangan yang senantiasa memberi dukungan dan inspirasi pada penulis, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Teriring do’a semoga jasa-jasa dan kebaikan mereka mendapatkan imbalan
yang lebih baik dari Allah swt. Amiin. Dengan segala keterbatasan ilmu dan pengalaman, penulis menyadari jika masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan risalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan risalah ini.
vii
Yogyakarta, 25 Sya’ban 1433 H 15 Juni 2012 M
Penulis
Lina Normayanti NIM. 09060130
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN Transliterasi yang digunakan dalam risalah ini adalah transliterasi yang telah menjadi keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 158 tahun 1987, yang ringkasnya sebagai berikut: 1. Konsonan
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
أ
alif
-
Tidak dilambangkan
ب
ba
b
be
ت
ta
t
te
ث
ṡa
ṡ
es (dengan titik di atas)
ج
Jim
J
Je
ح
ḥa
ḥ
ha (dengan titik di bawah)
خ
kha
kh
ka dan ha
د
dal
d
de
ذ
żal
ż
zet (dengan titik di atas)
ر
ra
r
Er
ix
ز
zai
z
zet
س
sin
s
es
ش
syin
sy
es dan ye
ص
ṣad
ṣ
es (dengan titik di bawah)
ض
ḍad
ḍ
de (dengan titik di bawah)
ط
ṭa
ṭ
te (dengan titik di bawah)
ظ
ẓa
ẓ
zet (dengan titik di bawah)
ع
‘ain
‘...
koma tebalik di atas
غ
gain
g
ge
ف
fa
f
ef
ق
qaf
q
ki
ك
kaf
k
ka
ل
lam
l
el
م
mim
m
em
ن
nun
n
en
و
wau
w
we
ه
ha
h
ha
x
ء
hamzah
...
apostrof
ي
ya
y
ye
2. Vokal
a. Vokal Tunggal Tanda
Nama
Huruf Latin
Nama
__َ___
fathah
A
a
__ِ___
kasrah
I
i
__ُ___
ḍammah
U
u
Tanda dan Huruf
Nama
Huruf Latin
Nama
ي.َ...
fathah
Ai
a dan i
و.َ...
kasrah
au
a dan u
b. Vokal Rangkap
Contoh:
ﺐ َ ََﻛﺘ
Ditulis
xi
Kataba
ﻓَـ َﻌ َﻞ
Ditulis
fa’ala
ذُﻛَِﺮ
Ditulis
żukira
ﺐ ُ ﻳَ ْﺬ َﻫ
Ditulis
yażhabu
Ditulis
su’ila
ُﺳﺌِ َﻞ
3. Maddah Harakat dan huruf
ى. َ....
ا. َ...
Nama
Huruf dan tanda
Nama
fathah dan alif
Ā
a dan garis di atas
Ī
i dan garis di
atau ya
ى. ِ....
Kasrah dan ya
bawah
و. ُ....
ḍammah
dan
Ū
u dan garis di atas
wau
Contoh:
ﺎل َ َﻗ
Ditulis
qāla
َرَﻣﻰ
Ditulis
Ramā
xii
ﻗِْﻴ َﻞ
Ditulis
Qīla
ﻳـَ ُﻘ ْﻮ ُل
Ditulis
Yaqūlu
4. Ta Marbutah Transliterasi untuk ta marbutah ada dua yaitu: 1. Ta marbutah hidup 2. Ta marbutah yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah, dan dammah, transliterasinya adalah /t/ 3. Ta marbutah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah /h/ Jika pada kata yang terakhir dengan ta marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbutah itu transliterasinya ha. Contoh:
ﺿﺔُ اْﻷَﻃْ َﻔﺎل َ َرْو
ditulis
rauḍah al-aṭfāl
اْﳌ ِﺪﻳْـﻨَﺔُ اْﳌﻨَـ َﻮَرة ُ َ
ditulis
al-madīnah al-munawwarah
ﻃَْﻠ َﺤﺔ
ditulis
ṭalḥah
xiii
5. Syaddah (tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam system tulisan arab dilambangkan dengan sebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid, dalam transliterasi tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf sama dengan huruf yang diberi tanda tasydid. Contoh:
َرﺑـﱠﻨَﺎ
Ditulis
Rabbanā
ﻧـَﱠﺰَل
Ditulis
Nazzala
اْ ِﻟﱪﱡ
Ditulis
al-birru
اْﳊَ ﱡﺞ
Ditulis
al-ḥajju
ﻧـُ ﱢﻌ َﻢ
Ditulis
nu’’ima
6. Kata sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf alif lam ()ال. Namun dalam transliterasi ini kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah
dan kata sandang yang diikuti oleh huruf
qamariyyah.
xiv
1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai bunyinya, yaitu huruf /1/ diganti dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. 2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikuti oleh huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sandang. Contoh:
اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ
Ditulis
ar-rajulu
ُاﻟ ﱠﺴﻴﱢ َﺪة
Ditulis
as-sayyidatu
ﱠﻤﺲ ُ اﻟﺸ
Ditulis
asy-syamsu
اْﻟ َﻘ َﻤُﺮ
Ditulis
al-qamaru
اْﻟﺒَ ِﺪﻳْ ُﻊ
Ditulis
al-badī’u
اْﳉَﻼَ ُل
Ditulis
al-jalālu
7. Hamzah Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof. Namun hanya berlaku bagi hamzah yang terletak ditengah dan diakhir kata. Bila hamzah
xv
itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh:
ُاﻟﻨﱠﻮء
Ditulis
an-nau’u
ٌَﺷ ْﻲء
Ditulis
syai’un
إِ ﱠن
Ditulis
Inna
ِ ت ُ أُﻣ ْﺮ
Ditulis
Umirtu
أَ َﻛ َﻞ
Ditulis
Akala
8. Penulisan kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun harf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harkat yang dihilangkan, maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata yang lain yang mengikutinya. Contoh:
ِ ﲔ َ ْ َوإِ ﱠن اﷲَ َﳍَُﻮ َﺧْﻴـُﺮ اﻟﱠﺮا ِزﻗ
ditulis
-Wa innallāha lahuwa khair arrāziqīna.
xvi
-Wa
innallāha
lahuwa
khairur-
rāziqīna.
ﻓَﺄ َْوﻓُـ ْﻮا اﻟْ َﻜْﻴ َﻞ واﻟْ ِﻤْﻴـَﺰا َن
ditulis
-Fa aufū al-kaila wa al-mīzāna. -Fa auful-kaila wal-mīzān.
ﺑِ ْﺴ ِﻢ اﷲِ َْﳎ ِﺮﻫﺎَ َوُﻣ ْﺮ َﺳ َﻬﺎ
ditulis
Bismillāhi majrēhā wa mursāhā
ِ ِ وﷲِ ﻋﻠَﻰ اﻟﻨ ِ ﺎع َ َاﺳﺘَﻄ َ َ ْ ﱠﺎس ﺣ ﱡﺞ اﻟْﺒَـْﻴﺖ َﻣ ِﻦ
ditulis
-Wa lillāhi ‘alan-nāsi hijju al-baiti man-istaṭā’a ilaihi sabīlā.
إِﻟَْﻴ ِﻪ َﺳﺒِْﻴ َﻼ
-Wa lillāhi ‘alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā’a ilaihi sabīlā.
9. Huruf kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital dikenal, namun dalam transliterasi ini huruf tersebut dipergunakan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: Huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf yang nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.
Contoh:
xvii
َوَﻣﺎ ُﳏَ َﻤ ٌﺪ إِﱠﻻ َر ُﺳ ْﻮٌل
ditulis
Wa mā Muhammadun illā rasūlun
ٍ إِ ﱠن أَﱠو َل ﺑـﻴ ِ ﺖ ﱡو ِﺿ َﻊ ﻟِﻠﻨ َﱠﺎس ﻟَﻠﱠ ِﺬ ْي ﺑِﺒَ َﻜﺔ َْ
ditulis
Inna awwala baitin wuḍi’a linnāsi lallażi bi Bakkata mubārakan
ُﻣﺒَ َﺎرًﻛﺎ ﻀﺎ َن اﻟﱠ ِﺬ ْي أٌﻧْ ِﺰَل ﻓِْﻴ ِﻪ اﻟْ ُﻘ ْﺮأَ ُن َ َﺷ ْﻬُﺮ َرَﻣ
ditulis
-Syahru Ramaḍāna al-lazī unzila fīh al-Qur’ānu -Syahru Ramaḍānal-lazī unzila fīhilQur’ānu
ِ ْ ِوﻟَﻘ ْﺪ رءاﻩُ ﺑِ ْﺎﻷُﻓُ ِﻖ اﻟْﻤﺒ ﲔ ُ ََ َ
ditulis
-Wa laqad ra’āhu bi al-ufuq almubīni -Wa laqad ra’āhu bil-ufuqil-mubīni.
ِ اَ ْﳊﻤ ُﺪ ﻟِﻠّ ِﻪ ر ﱢ ﲔ َ ْ ب اﻟْ َﻌﺎﻟَﻤ َْ َ
ditulis
Alḥamdulillāhi rabbi al-‘ālamīna Alḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīna
xviii
ABSTRAK Islam adalah agama yang lengkap dan mencakup semua aspek kehidupan. Allah swt tidak menjadikan urusan agama ini sebagai sebuah etika internal khusus untuk orang-orang suci yang hanya berada di dalam sebuah tempat ibadah dan terputus dengan dunia luar, bahkan ayat-ayat al-Qur’an al-Karīm sangat banyak berbicara mengenai aturan hidup manusia dan syarī’at yang harus ditegakkan. Dan mustahil untuk menegakkan ajaran Islam secara kāffah bila tidak menguasai dunia politik. Duduknya seorang Muslim di parlemen adalah sebuah upaya untuk meresmikan hukum Allah swt agar bisa diakui oleh masyarakat sebagai hukum positif. Misi seorang Muslim adalah bagaimana menjadikan ayat-ayat al-Quran dan as-Sunnah resmi diakui sebagai undang-undang negara. Bila belum bisa semua secara sekaligus, tentu harus satu persatu. Hal ini mengingat bahwa negara Indonesia ini secara resmi tidak mengakui hukum Islam secara total, kecuali hanya beberapa bagian kecil saja. Oleh karena itu pentingnya ada seorang Muslim atau jama’ah Islam yang komitmen bergabung di dalamnya. Namun, dalam perjalanannya terdapat beberapa pendapat yang menginterpretasikan berbeda, ada yang mengharamkan dan ada yang pula yang membolehkan. Mengkaji pendapat Abū Muḥammad al-Maqdisīy dan Yūsuf al-Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen sangat menarik karena keduanya sama-sama mengalami pergolakan politik pada masanya. Oleh karena itu, penulis bermaksud menuliskan risalah mengenai hukum masuk parlemen untuk mengetahui hukumnya dan menggambarkan pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy agar dapat mengetahui pendapat keduanya dan juga mengetahui persamaan dan perbedaan pendapat di antara keduanya. Metode yang digunakan dalam penulisan risalah ini adalah metode pustaka (library research). Sumber data terbagi menjadi sumber primer dan sekunder. Diantara sumber primer adalah buku-buku dan makalah karya Maqdisīy dan Qarḍawīy, sedangkan sumber sekunder adalah buku-buku pendukung yang berkaitan dengan risalah ini. Jika data telah terkumpul, dilakukan analisis data dengan cara menghimpun lalu menganalisa data yang sudah ada (content analysis). Risalah ini berkesimpulan, Abū Muḥammad al-Maqdisīy berpendapat bahwa hukum masuk parlemen ialah haram berdasarkan dalil-dalil yang qath’īy, sedangkan Yūsuf al-Qarḍawīy menggabungkan antara mengharamkan dan membolehkan masuk parlemen. Persamaan antara pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy ialah keduanya sama-sama berpendapat tidak membolehkan masuk parlemen, namun Qarḍawīy menggabungkan antara melarang dan membolehkan, dan Qarḍawīy membolehkannya dengan beberapa syarat. Dan tidak terdapat perbedaan di antara pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen, keduanya hanya berbeda dalam hal pergerakan, yang mana Qarḍawīy ikut terlibat dalam pergerakan Ikhwānul Muslimin sedangkan Maqdisīy dalam pergerakan Salafi Jihadīy yang lebih meruju’ pada menjahrkan dakwah para Nabi dan Rasul.
xix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................................i NOTA DINAS PEMBIMBING.....................................................................................ii PENGESAHAN RISALAH..........................................................................................iii MOTTO ........................................................................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................................vi PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .........................................................ix ABSTRAK..................................................................................................................xix DAFTAR ISI................................................................................................................ xx BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.............................................................................................. 4 C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ............................................................................ 4 D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 5 E. Metode Penulisan .............................................................................................. 6 F. Sistematika Pembahasan .......................................................................................... 8 BAB II BIOGRAFI KEDUA ULAMA ..................................................................... 9 A. Biografi Abū Muḥammad al-Maqdisīy ............................................................. 9 1. Latar belakang ............................................................................................. 9
xx
2. Riwayat pendidikan .................................................................................... 9 3. Kondisi sosial .............................................................................................. 9 4. Karya tulis Maqdisīy ........................................................................................ 10 B. Biografi Yūsuf Qarḍawīy ................................................................................ 11 1. Latar belakang .......................................................................................... 11 2. Riwayat pendidikan ........................................................................................ 11 3. Kondisi sosial ........................................................................................... 12 4. Karya tulis Qarḍawīy ............................................................................... 12 BAB III PENDAPAT MAQDISῙY DAN QARḌAWῙY MENGENAI HUKUM MASUK PARLEMEN................................................................................................. 15
A. Pendapat Abū Muḥammad al-Maqdisīy .......................................................... 15 B. Pendapat Yūsuf al-Qardhawīy ......................................................................... 19 C. Perbandingan Pendapat antara Maqdisīy dan Qarḍawīy ................................... 30 1. Persamaan Pendapat ................................................................................. 34 2. Perbedaan Pendapat ................................................................................. 35 3. Bagan Persamaan dan Perbedaan Pendapat Kedua Ulama....................... 36 BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 37 A. Kesimpulan ..................................................................................................... 37 B. Saran ............................................................................................................... 38 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 39 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... 40
xxi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang lengkap dan mencakup semua aspek kehidupan. Allah swt tidak menjadikan urusan agama ini sebagai sebuah etika internal khusus untuk orang-orang suci yang hanya berada di dalam sebuah tempat ibadah dan terputus dengan dunia luar, bahkan ayat-ayat al-Qur’an al-Karīm sangat banyak berbicara mengenai aturan hidup manusia dan syarī’at yang harus ditegakkan. Dan mustahil untuk menegakkan ajaran Islam secara kāffah bila tidak menguasai dunia politik.1 Karena hakikat Islam itu adalah memimpin peradaban manusia, baik bagi yang beriman kepada Allah swt maupun yang tidak. Sebagaimana firman Allah swt:
ِ ِ ِِ ﺻﻰ ﺑِِﻪ ﻧُﻮﺣﺎ واﻟﱠ ِﺬي أَوﺣﻴـﻨﺎ إِﻟَﻴﻚ وﻣﺎ و ﱠ ِ ﻴﺴﻰ أَ ْن ع ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ َﻣﺎ َو ﱠ َ َﺷَﺮ َ ﻴﻢ َوُﻣ َ َ َ َ ْ َْ َ ْ َ ً َ ﺻْﻴـﻨَﺎ ﺑﻪ إﺑْـَﺮاﻫ َ ﻮﺳﻰ َوﻋ ِ ...ﱢﻳﻦ َوَﻻ ﺗَـﺘَـ َﻔﱠﺮﻗُﻮا ﻓِ ِﻴﻪ ُ أَﻗ َ ﻴﻤﻮا اﻟﺪ “Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu, “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya….2
1
Harmen Hadi, Implementasi Hukum Islam pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten 50 kota ‘Studi atas Peran Parlemen Nagari atau BPAN’, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga) hlm. 23. 2
Asy-Syūra (42) : 13.
1
2
Duduknya jama’ah Islam atau seorang Muslim di parlemen adalah sebuah upaya untuk meresmikan hukum Allah swt agar bisa diakui oleh masyarakat sebagai hukum positif. Misi seorang Muslim adalah bagaimana menjadikan ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah menjadi resmi diakui sebagai undang-undang negara. Bila belum bisa semua secara sekaligus, tentu harus satu persatu. Semua itu adalah sunnatullah dan ciri khas dakwah para nabi dan Rasul, serta contoh nyata perjuangan para salafush-shalih, yang tidak pernah meninggalkan perjuangan untuk menerapkan syarī’at Islam hanya karena umatnya belum mau menerima langsung sepenuhnya. Hal ini mengingat bahwa negara Indonesia ini secara resmi tidak mengakui hukum Islam secara total, kecuali hanya beberapa bagian kecil saja. Jika kita masih mengakui eksistensi negara ini, maka kewajiban kita adalah memperjuangkan secara resmi dan penuh dengan legitimasi agar lebih banyak lagi hukum Islam yang bisa diakui dan berlaku di negara ini. Namun sebaliknya, bila kita beranggapan tidak boleh memperjuangkan tegaknya hukum Islam di dalam konstitusi negara, konsekuensinya kita pun tidak boleh mengakui keberadaan negara ini.3 Sebuah sikap yang tidak konsekuen dengan realita yang ada. Sebab Rasulullah saw pun bisa melihat realitas bahwa di sekelilingnya ada banyak negara besar yang tidak menjalankan hukum Allah. Bahkan secara resmi
3
Z. A. Ahmad, Islam dan Parlementarisme, (Jakarta: Pustaka Aida, 1952) hlm. 66.
3
Rasulullah saw berkirim surat kepada para penguasa dunia lengkap dengan stempel resmi kenabian. Artinya, beliau saw mengakui keberadaan negara-negara kafir itu. Sementara, negara kita sebenarnya tidak seratus persen kafir, sebab mayoritas penduduknya muslim dan para pemegang tampuk kekuasaannya pun orang-orang Islam. Bahkan tidak semua hukum Islam ditolak, meski yang tertampung di dalam hukum positif negeri ini terlalu sedikit.4 Kalau pun terdapat seorang muslim yang belum mampu berjuang menegakkan Islam lewat kesempatan masuk parlemen, minimal orang tersebut tidak boleh menghalangi niat orang lain yang sudah mempunyai kesempatan. Sebaliknya, orang tersebut justru harus mendo’akan perjuangan seorang muslim yang ikut terlibat di dalamnya agar berhasil berdiplomasi untuk semakin banyak memasukkan syarī’at Islam di negeri ini. Mengkaji pendapat Abū Muḥammad al-Maqdisīy dan Yūsuf al-Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen sangat menarik karena keduanya sama-sama mengalami pergolakan politik pada masanya. Karena itulah di dalam risalah ini penulis akan mendeskripsikan pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy dan menganalisa latar
belakang
pemikirannya
dengan
pendekatan
sosio-politik.
Kemudian
mendeskripsikan secara analitik bagaimana pandangan Maqdisīy dan Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen.
4
Abdul Rahman, “Kuota Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen di Indonesia Perspektif Hukum Islam”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga) hlm. 16.
4
Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengangkat pembahasan mengenai hukum masuk parlemen yaitu karena ketidaktahuan umat tentang hakikat hukum tersebut, serta adanya perbedaan pendapat mengenai hukum masuk parlemen.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi pokok masalah dalam penulisan ini, antara lain: 1. Bagaimana pendapat Abū Muḥammad al-Maqdisīy dan Yūsuf al-Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen ? 2. Apa persamaan dan perbedaan pendapat antara Maqdisīy dan Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan penulisan Tujuan dalam penulisan ini adalah: a.
Menggambarkan pendapat Abū Muḥammad al-Maqdisīy dan Yūsuf alQarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen.
b.
Menemukan persamaan dan perbedaan antara pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen.
2. Kegunaan Penulisan Manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini adalah: a.
Secara teoritis
5
Penulisan ini diharapkan dapat menjadi kontribusi tentang penentuan sikap-sikap yang harus dimiliki oleh seorang Muslim mengenai masuk ke dalam parlemen. b.
Secara Praktis Penulisan ini diharapkan dapat menjadi manfaat bagi seorang Muslim yang akan masuk parlemen, khususnya bagi orang Islam yang telah terlibat di dalamnya.
D. Tinjauan Pustaka Pembahasan mengenai Parlemen telah banyak dibahas dan dikaji, di antara buku dan skripsi yang membahas tentang masuk parlemen, ialah: Buku yang berjudul “Islam dan Parlementarisme” yang ditulis oleh Z. A. Ahmad, dalam buku ini membahas tentang pentingnya prinsip-prinsip Islam diterapkan dalam pemerintahan non Islam. Dalam buku ini berkesimpulan bahwa hendaklah umat Islam mengejar ketinggalan yang sudah 1000 tahun lamanya. Mengenang “Islam-glory” semata-mata tidak akan ada gunanya jika kita sendiri yang hidup di dalam zaman yang serba modern ini tidak bersungguh-sungguh untuk mengobar-ngobarkan kembali pengajaran musyawarah yaitu memperjuangkan Ulil Amri dan menerapkan syari’at Islam ke dalam Parlemen.5 Skripsi yang ditulis oleh Harmen Hadi yang berjudul “Implementasi Hukum Islam pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten 50 kota ‘Studi atas Peran Parlemen
5
Z. A. Ahmad, Islam dan Parlementarisme, (Jakarta: Pustaka Aida, 1952) hlm. 112.
6
Nagari atau BPAN’”. Skripsi ini membicarakan tentang mencermati perkembangan penerapan hukum Islam dalam Parlemen.6 Skripsi yang berjudul “Kuota Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen di Indonesia Perspektif Hukum Islam”, dalam skripsi ini membahas tentang bolehnya masuk parlemen termasuk di dalamnya wanita.7 Perbedaannya dengan risalah yang penulis susun, dalam skripsi yang telah disebutkan di atas hanya menjelaskan tentang bolehnya masuk parlemen saja tanpa menyebutkan pendapat ulama dan mengkomparasikannya, sedangkan tulisan ini mengungkapkan pendapat antara Abū Muḥammad al-Maqdisīy dan Yūsuf alQarḍawīy dan mengkomparasikan antara pendapat keduanya.
E. Metode Penulisan 1.
Jenis dan Sifat Penulisan Penulisan ini termasuk jenis penulisan pustaka (library research), yaitu penulisan yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya. Sedangkan sifat penulisan ini adalah deskriptif studi perbandingan.8
6
Harmen Hadi, Implementasi Hukum Islam pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten 50 kota ‘Studi atas Peran Parlemen Nagari atau BPAN’, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga) hlm. 80. 7
Imam Abdul Rahman, “Kuota Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen di Indonesia Perspektif Hukum Islam”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga) hlm. 118.
7
2.
Pengumpulan Data Karena kajian ini adalah kajian kepustakaan, maka sumber datanya adalah karya yang dihasilkan oleh Maqdisīy dan Qarḍawīy, atau disebut juga dengan data utama (primer). Adapun karya-karya dalam kategori tersebut adalah buku yang berjudul Millah Ibrāhim Dakwah Para Nabi dan Rasul9 dan buku yang berjudul Min Fiqh ad-Daulah fil Islam10, sedangkan sumber bantuan atau tambahan (sekunder) adalah Buku yang berjudul “Islam dan Parlementarisme”11 skripsi yang berjudul Implementasi Hukum Islam pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten 50 kota ‘Studi atas Peran Parlemen Nagari atau BPAN’12 dan skripsi yang berjudul Kuota Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen di Indonesia Perspektif Hukum Islam.13
3.
Analisis Data
8
Deskriptif studi komparatif merupakan bentuk penelitian deskriptif yang mengkomparatifkan antara dua atau lebih dari dua situasi, kejadian, kegiatan, program atau lainnya yang sejenis atau hampir sama. 9
Abū Muḥammad al-Maqdisīy, Millah Ibrahim Dakwah Para Nabi dan Rasul, (Tangerang: Ar Rahmah Media, 2007) hlm. 1. 10
Dr. Yūsuf al-Qarḍawīy, Fiqh ad-Daulah fil Islam, (Kairo: Dzar asy-Syurūq) hlm. 1.
11
A. Ahmad, Islam dan Parlementarisme, (Jakarta: Pustaka Aida, 1952) hlm. 1.
12
Harmen Hadi, Implementasi Hukum Islam pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten 50 kota ‘Studi atas Peran Parlemen Nagari atau BPAN’, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga) hlm. 1. 13
Imam Abdul Rahman, “Kuota Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen di Indonesia Perspektif Hukum Islam”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga) hlm. 1.
8
Jika data telah terkumpul, dilakukan analisis data dengan cara menghimpun lalu menganalisa data yang sudah ada (content analysis).14 4.
Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan sosiohistoris, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui latar belakang sosiokultural seorang ulama dan sosio-politik seorang ulama, karena pendapat seorang ulama merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya itu.15 Metode sosio-historis dimaksudkan sebagai suatu metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan, agama atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai kesatuan mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan lingkungan dimana kepercayaan, ajaran dan kejadian tersebut muncul.
F. Sistematika Pembahasan Penulisan risalah ini disusun dengan menggunakan uraian yang sistematis untuk memudahkan pengkajian dan pemahaman terhadap persoalan yang ada. Adapun sistematika dalam penulisan risalah ini sebagai berikut:
14
Sukmadinata, Nana Syaodih, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Rosda, cetakan ke 2, Juli 2006) hlm. 9. 15
Atho Muzdhar, Membaca Gelombang Ijtihad antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998) hal 105.
9
Bab I adalah pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah yang akan dianalisis, tujuan dan kegunaan penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan serta sistematika pembahasan untuk mengarahkan pembaca kepada substansi penulisan ini. Bab II berisi tentang biografi ulama, meliputi sketsa biografi, kondisi sosial, latar belakang keluarga dan pendidikan Abū Muḥammad al-Maqdisīy dan Yūsuf alQarḍawīy. Bab III berisi tentang pendapat Abū Muḥammad al-Maqdisīy dan Yūsuf alQarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen. Dan Penulis menganalisis dan mengkomparasikan antara pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen. BAB IV merupakan penutup yang mencakup kesimpulan dan saran. Pada bagian akhir disertakan daftar pustaka.
BAB II BIOGRAFI KEDUA ULAMA
A. Biografi Abū Muḥammad al-Maqdisīy 1.
Latar belakang Nama lengkap Abū Muḥammad al-Maqdisīy adalah Abū Muḥammad ‘Ashīm bin Muhammad bin Ṭahir al-Barqawīy, masyhurnya Maqdisīy, nasabnya al ‘Utaibīy, dari desa Barqa wilayah Nahlas di Yordania, Maqdisīy dilahirkan di desa tersebut tahun 1378 H.1
2.
Riwayat Pendidikan Maqdisīy meninggalkan daerahnya setelah tiga atau empat tahun bersama keluarganya menuju ke Kuwait, di sana Maqdisîy menetap dan menyelesaikan studi SMU-nya di sana, kemudian ia studi keilmuan di universitas Mosul di utara Irak atas dasar keinginan ayahnya. Dan di sana Maqdisîy berhubungan dengan banyak jama’at dan harakat Islamiyyah yaitu pergerakan Salafi Jihadīy.2
3.
Kondisi Sosial Pada tahun 1994 M Maqdisīy ditangkap bersama sejumlah ikhwan muwahhidin yang telah diberi fatwa oleh Maqdisīy akan kebolehan melakukan
1
Abu, Biografi syeikh Abu Muḥammad Al Maqdisi,
diakses pada tanggal 15 Mei 2012. 2
Ibid.
9
10
operasi (jihad) melawan penjajahan zionis di Palestina dengan bahan-bahan peledak. Maqdisīy melanjutkan dakwahnya di dalam penjara, dan menulis banyak risalah-risalahnya di sana. Dan di antara yang paling pertama ditulis di penjara adalah silsilah “Yā Shāhibay as-Sijn, Arbābun Mutafarriqūna Khairun am Allah al-Wahīd al-Qahhār” dan dimuatlah di dalamnya materi-materi yang beraneka ragam seputar Tauhid, Millah Ibrāhim, Ibadah serta Syirik sehingga dakwah ini tersebar di kalangan orang-orang yang ditahan dengan karunia Allah. Maqdisīy mendekam beberapa tahun di penjara-penjara Yordania, kemudian dibebaskan setelah itu, walaupun Maqdisīy tetap terus dipersempit geraknya. Dan Maqdisīy melanjutkan tulisan-tulisan dan dakwahnya kemudian diciduk kembali setelah itu oleh pihak dinas intelijen Yordania berkali-kali dalam waktu-waktu yang terbatas setiap setelah kegiatan di negeri ini.3 Karya tulis Maqdisīy
4.
Abū Muḥammad al-Maqdisīy memiliki kurang lebih 154 karya, diantara karya-karyanya adalah:
3
a.
Millah Ibrāhim wa Dakwah al-Anbiyā’ wa al-Mursalīn
b.
Ar-Risālah ats-Tsalātsiniyyah fī at-Tahdzīr min Ghulluw fī at-Takfīr
c.
Al-Qaul an-Nafīs fī at-Tahdzīr min Khādī‘ati Iblis
d.
Ad-Dimuqrāthiyyah Dīn
Ibid.
11
e.
Kasyfu Syubuhāt al-Mujādilin ‘an Asākir asy-Syirk
f.
Lā Tahzan Inna Allah Ma’anā
g.
Masyrū’ asy-Syarqīy al-Ausath al-Kabīr
h.
Al-Kawāsyif al-Jaliyyah fī Kufri Daulah as-Su‘udiyyah
i.
Imta‘un Nazhar fī Kasyf Syubuhat Murji‘ah al-‘Ashri
j.
Tabṣarul ‘Uqula bi Talbisat Ahli Tajahhumi wal Irja’.4
B. Biografi Yūsuf Qarḍawīy 1.
Latar belakang Di berbagai negara di dunia, nama Dr. Yūsuf Qarḍawīy sangat populer. Qarḍawīy dikenal sebagai ulama yang berani dan kritis. Pandangannya sangat luas dan tajam. Karena itu, banyak pihak yang merasa 'gerah' dengan berbagai pemikirannya yang seringkali dianggap menyudutkan pihak tertentu, termasuk pemerintah Mesir.5
2. Riwayat Pendidikan Qarḍawīy menyelesaikan pendidikannya di Ma'hād Thantha dan Ma'hād Tsanawīy. Setelah itu, Qarḍawīy kemudian melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin, dan lulus tahun 1952.6
4
Ibid.
5
Hidayatullah, Biografi Dr. Yusuf Qardhawi, diakses pada tanggal 15 Mei 2012. 6
Ibid.
12
3. Kondisi Sosial Saat berusia 23 tahun, Qarḍawīy muda harus mendekam di penjara akibat keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwānul Muslimīn saat Presiden Mesir masih dijabat Raja Faruk tahun 1949. Setelah bebas dari penjara, Qarḍawīy kembali menyuarakan kebebasan. Karena khutbah-khutbahnya yang keras, dan mengecam ketidakadilan yang dilakukan rezim berkuasa, Qarḍawīy harus berurusan dengan pihak berwajib. Bahkan Qarḍawīy sempat dilarang untuk memberikan khutbah di sebuah Masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidakadilan rezim saat itu. Akibatnya, pada bulan april tahun 1956 Qarḍawīy kembali ditangkap saat terjadi Revolusi di Mesir. Setelah beberapa bulan, pada Oktober 1956, Qarḍawīy kembali mendekam di penjara militer selama dua tahun. Setelah berkali-kali mendekam dibalik jeruji besi, Qarḍawīy akhirnya meninggalkan Mesir tahun 1961 menuju Qatar. Di Qatar ini, Qarḍawīy lebih leluasa mengungkapkan pemikiran-pemikirannya.7 4. Karya tulis Qarḍawīy a. Dalam bidang Fiqh dan Usul Fiqh Sebagai seorang ahli fiqh, Qarḍawīy telah menulis sedikitnya 14 buah buku, baik Fiqh maupun Ushūl Fiqh. Antara lain, al-Halāl wa al-Harām fī al-Islam, al-
7
Ibid.
13
Ijtihād fī al-Sharī'at al-Islamiyyah, Fiqh al-Siyām, Fiqh al-Tahārah, Fiqh al-Ghina' wa al-Musiqā. b. Ekonomi Islam Dalam
bidang
ekonomi
Islam,
buku
karya
Qarḍawīy
antara
lain, Fiqh Zakat, Bay'u al-Murābahah li al-Amri bi al-Shirā (Sistem jual beli
al-Murābah),
Fawā'id
al-Bunuk
Hiya
al-Riba
al-Harām
(Manfaat
Diharamkannya Bunga Bank), Dawr al-Qiyām wa al-Akhlāq fī al-Iqtishād al-Islāmi (Peranan nilai dan akhlak dalam ekonomi Islam), serta Dur al-Zakāt fī alaj al-Musykilāt al-Iqtiṣādiyyah (Peranan zakat dalam Mengatasi Masalah ekonomi). c. Pengetahuan tentang al-Qur’an dan as-Sunnah. Qarḍawīy menulis sejumlah buku dan kajian mendalam terhadap metodologi mempelajari al-Qur’an, cara berinteraksi dan pemahaman terhadap al-Qur’an maupun as-Sunnah. Buku-bukunya antara lain al-Aql wa al-Ilm fi al-Qur’an (Akal dan Ilmu dalam al-Quran), al-Sabru fi al-Quran (Sabar dalam al-Qur’an), Tafsir Surah al-Ra'd dan Kayfa Nata'āmal ma'a al-Sunnah al-Nabawiyyah (Bagaimana berinteraksi dengan sunnah).
14
d. Akidah Islam Dalam
bidang
ini
Qarḍawīy
menulis
sekitar
empat
buku,
antara lain Wujud Allah (Adanya Allah), Haqiqat at-Tauhīd (Hakikat Tauhid), Iman bi Qadr (Keimanan kepada Qadar). Selain karya diatas, Qarḍawīy juga banyak menulis buku tentang Tokohtokoh Islam seperti al-Ghazali, Para Wanita Beriman dan Abū Hasan al-Nadwi. Qarḍawīy juga menulis buku Akhlak berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, Kebangkitan Islam, Sastra dan Syair serta banyak lagi yang lainnya. 8
8
Ibid.
BAB III PENDAPAT MAQDISῙY DAN QARḌAWῙY MENGENAI HUKUM MASUK PARLEMEN
A. Pendapat Abū Muḥammad al-Maqdisīy Dalam pandangan Abū Muḥammad al-Maqdisīy, setiap negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah swt dan juga tidak mengamalkan hukum-hukumNya, maka tidak boleh bagi seorang muslim ikut serta menjadi anggota pada majelis negara tersebut ataupun parlemennya. Dan Maqdisīy menyebutkan bahwa parlemen merupakan jalan kekafiran, karena seandainya seorang Muslim bergabung di dalamnya dan ikut serta dalam membuat undang-undang maka hal itu tidak akan menjadi hukum Allah, akan tetapi hal itu adalah hukum undang-undang, hukum rakyat, dan hukum mayoritas. Tidak akan menjadi hukum Allah kecuali saat adanya berserah diri dan menerima sepenuhnya firman Allah, lapang dada untuk menerima syari'at-Nya dan untuk menghambakan diri kepada-Nya swt.1 Dalam bukunya Demokrasi sesuai ajaran Islam?2, Maqdisīy juga menjelaskan bahwa saat menerima penuh ajaran demokrasi, syari'at undang-undang, dan hukum rakyat serta hukum mayoritas, maka itu adalah hukum thaghut meskipun pada saat yang bersamaan sesuai dengan hukum Allah dalam beberapa bentuknya, karena Allah swt telah berfirman: 1
Abū Muḥammad al-Maqdisīy, Millah Ibrāhim Dakwah Para Nabi dan Rasul, (Tangerang: ArRahmah Media, 2007) hlm. 154. 2
Abū Muḥammad al-Maqdisīy, Demokrasi Sesuai dengan Ajaran Islam?, (Tangerang: ArRahmah Media, 2007) hlm. 89.
15
16
“Keputusan (hukum) itu hanyalah milik Allah.”3
ْﻢ إِﻻﱠ ﻟِﻠﱠ ِﻪ ْ إِ ِن ُ اﳊُﻜ
Allah tidak mengatakan: “Keputusan itu hanyalah milik manusia," dan Allah swt juga berfirman:
ِ ِ ْ َوأَن ُاﺣ ُﻜ ْﻢ ﺑَـْﻴـﻨَـ ُﻬ ْﻢ ﲟَﺎ أَﻧْـَﺰَل اﻟﻠﱠﻪ
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.”4
Allah tidak berfirman: “menurut seperti apa yang Allah turunkan," atau "dan hendaklah putuskan di antara mereka menurut apa yang ditegaskan oleh hukum dan undang-undang buatan," justru itu adalah ucapan kaum musyrikin dari kalangan budak-budak demokrasi dan para penyembah undang-undang bumi.5 Oleh karena itu Maqdisīy berpendapat bahwa tidak ada manfaatnya bagi kaum muslimin untuk ikut serta dalam hukum yang tidak diturunkan oleh Allah, karena dampak keikutsertaan ini tidak memberikan manfaat secara konkrit, karena menurut Maqdisīy biasanya kelompok kecil yang ingin menegakkan syariat ini suaranya dikalahkan oleh kelompok lain yang pada akhirnya orang Islam tidak memperoleh apa-apa kecuali fitnah bagi dirinya sendiri.6 Maqdisīy dengan tegas menyatakan “apa yang telah diisyaratkan kepadanya, yaitu lembaga-lembaga yang didirikan oleh para thaghut, seperti parlemen (MPR/DPR/DPRD) majelis-majelis umat (MPR) dan yang serupa dengannya. Supaya di dalamnya mereka mengumpulkan lawan-lawan mereka dari kalangan para du’at dan yang lainnya, mereka duduk bersama-sama, berdampingan serta berbaur dengannya sehingga mereka membancikan (mengaburkan/memandulkan) permasalahan itu di antara mereka, akhirnya masalah itu tidak lagi menjadi masalah
3
Yūsuf (12) : 40.
4
Al-Mā’idah (5) :49.
5
Abū Muḥammad al-Maqdisīy, Demokrasi Sesuai dengan Ajaran Islam?, (Tangerang: ArRahmah Media, 2007) hlm. 107. 6
Abū Muḥammad al-Maqdisīy, Millah Ibrāhim Dakwah Para Nabi dan Rasul, (Tangerang: ArRahmah Media, 2007) hlm. 154.
17
baru dari mereka atau kufur terhadap UU dan UUD mereka atau mencabut diri dari kebatilan mereka seluruhnya, namun yang terjadi adalah ta’awun, saling bergandeng tangan, saling menasehati, duduk di meja rembukan dalam rangka kepentingan negeri, ekonominya, keamanannya dan demi kepentingan tanah air yang dikendalikan oleh thaghut dan diatur berdasarkan keinginan-keinginannya dan kekafiran-kekafirannya. Ini adalah penyimpangan fatal yang mana kami mengetahui orang-orangnya dan kami melihat mayoritas mereka itu dari kalangan yang mengaku bermanhaj salaf atau orang-orang yang sering merujuk perkataan Sayyid Quthub dan yang semisalnya, namun demikian setelah mereka itu jatuh di dalam penyimpangan ini, mereka sekarang bertepuk tangan untuk para thaghut, berdiri untuk mereka sebagai bentuk pengagungan dan penghormatan.”7 Maqdisīy menggunakan dasar dalam firman Allah swt mengenai strategi-strategi orang kafir bahwa Allah memberikan kepada kaum muslimin solusi dan obat dan membimbing kepada jalan yang benar, sebagaimana firman Allah swt:
َوﱡدوا ﻟَ ْﻮ ﺗُ ْﺪ ِﻫ ُﻦ ﻓَـﻴُ ْﺪ ِﻫﻨُﻮ َن “Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).”8
ِ ﲔ َ ِﻓَ َﻼ ﺗُﻄ ِﻊ اﻟْ ُﻤ َﻜ ﱢﺬﺑ
“Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).”9 Dan semisal hal itu adalah firman-Nya swt:
ِ ِ ِ ِ (24) ﻮرا َ ﺎﺻِ ْﱪ ﳊُ ْﻜ ِﻢ َرﺑﱢ َ إِﻧﱠﺎ َْﳓ ُﻦ ﻧَـﱠﺰﻟْﻨَﺎ َﻋﻠَْﻴ ْ َ( ﻓ23) ﻚ اﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن ﺗَـْﻨ ِﺰ ًﻳﻼ ً ﻚ َوَﻻ ﺗُﻄ ْﻊ ﻣ ْﻨـ ُﻬ ْﻢ آﲦًﺎ أ َْو َﻛ ُﻔ “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan
7
Ibid, hlm. 154.
8
Al-Qalam (68) : 9.
9
Ibid : 7.
18
Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.”10 Maqdisīy juga mengatakan dalam penyebutan al-Qur’an dan karunia Allah swt atas Nabinya dengan diturunkannya kepadanya sebelum larangan dari mena’ati orang-orang kafir yang banyak dosa, di dalamnya terdapat penjelasan akan jalan dakwah yang shahih, sesungguhnya jalan ini tidaklah dipilih oleh seorang Muslim dari dirinya sendiri, dan mereka tidak memiliki hak untuk menggariskannya atau menentukan batasan-batasannya sesuai keinginan atau pilihannya, namun itu adalah Millah Ibrahim dan dakwah para Nabi dan Rasul yang disebutkan dengan terperinci dalam al-Qur’an ini. Setelah itu Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengatakan kepada kaum kafirin:
ﻟَﻨَﺎ أ َْﻋ َﻤﺎﻟُﻨَﺎ َوﻟَ ُﻜ ْﻢ أ َْﻋ َﻤﺎﻟُ ُﻜ ْﻢ “Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu.”11 Dan seperti itu pula firman-Nya kepada Nabi-Nya :
ِﱠ ٍِ ِ ِ ِ ِ ﻚ َ َﰒُﱠ َﺟ َﻌ ْﻠﻨ َ ﱠﻬ ْﻢ ﻟَ ْﻦ ﻳـُ ْﻐﻨُﻮا َﻋْﻨ ُ ( إِﻧـ18) ﻳﻦ َﻻ ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻤﻮ َن َ ﺎك َﻋﻠَﻰ َﺷﺮ َﻳﻌﺔ ﻣ َﻦ ْاﻷ َْﻣﺮ ﻓَﺎﺗﱠﺒ ْﻌ َﻬﺎ َوَﻻ ﺗَـﺘﱠﺒ ْﻊ أ َْﻫ َﻮاءَ اﻟﺬ ِ ِ ﺾ واﻟﻠﱠﻪ وِ ﱡ ِ ِ ِِ (19) ﲔ ُ ﲔ ﺑَـ ْﻌ َ ﱄ اﻟْ ُﻤﺘﱠﻘ َ ﻣ َﻦ اﻟﻠﱠﻪ َﺷْﻴﺌًﺎ َوإِ ﱠن اﻟﻈﱠﺎﻟﻤ َ ُ َ ٍ ﻀ ُﻬ ْﻢ أ َْوﻟﻴَﺎءُ ﺑَـ ْﻌ ”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah. Dan Sesungguhnya orang-
10
Al-Insān (76) :23-24.
11
Asy-Syūra (42) :15.
19
orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.”12 Menurut Maqdisīy, sesungguhnya ayat-ayat ini menentukan jalan aktivitas dakwah dan membatasinya, serta di dalamnya sudah mencukupi lagi tidak membutuhkan ucapan, komentar atau perincian, sesungguhnya ini adalah syarī’at yang satu, dan yang selainnya adalah hawa nafsu yang bersumber dari kejahilan. Wajib atas pembawa panji dakwah untuk mengikuti syarī’at saja dan meninggalkan hawa nafsu seluruhnya.
B. Pendapat Yūsuf al-Qarḍawīy Yūsuf al-Qarḍawīy mengatakan, hukum dasar masuk parlemen ialah larangan bagi orang Muslim untuk bergabung kecuali dalam pemerintahan yang membuatnya sanggup menerapkan syarī’at-syarī’at Allah, dengan menduduki jabatan pemimpin atau menteri, tidak menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya, harus tunduk kepadaNya sesuai dengan tuntutan imannya.13 Sebagaimana firman Allah swt:
ٍِ ِ ِ ِ اﳋِﻴَـَﺮةُ ِﻣ ْﻦ أ َْﻣ ِﺮِﻫ ْﻢ َوَﻣ ْﻦ ﻳَـ ْﻌ ْ ﻀﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َوَر ُﺳﻮﻟُﻪُ أ َْﻣًﺮا أَ ْن ﻳَ ُﻜﻮ َن َﳍُ ُﻢ َ ََوَﻣﺎ َﻛﺎ َن ﻟ ُﻤ ْﺆﻣ ٍﻦ َوَﻻ ُﻣ ْﺆﻣﻨَﺔ إِ َذا ﻗ َﺺ اﻟﻠﱠﻪ ﺿ َﻼًﻻ ُﻣﺒِﻴﻨًﺎ َ ﺿ ﱠﻞ َ َوَر ُﺳﻮﻟَﻪُ ﻓَـ َﻘ ْﺪ “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.”14
12
Al-Jātsiyah (45) : 18-19.
13
Dr. Yūsuf al-Qarḍawīy, Fiqh ad-Daulah fil Islam, (Kairo: Dzar asy-Syurūq) hlm. 178.
14
Al-Aḥzāb (33) : 36.
20
ِﱠ ِ ِ ِ َﻻ َْﲡﻌﻠُﻮا ُد َﻋﺎء اﻟﱠﺮﺳ ﻳﻦ ﻳَـﺘَ َﺴﻠﱠﻠُﻮ َن ِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ ﻟَِﻮا ًذا ﻓَـ ْﻠﻴَ ْﺤ َﺬ ِر ً ﻮل ﺑـَْﻴـﻨَ ُﻜ ْﻢ َﻛ ُﺪ َﻋﺎء ﺑَـ ْﻌﻀ ُﻜ ْﻢ ﺑـَ ْﻌ َ ُ َ َ ﻀﺎ ﻗَ ْﺪ ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻢ اﻟﻠﱠﻪُ اﻟﺬ ِ ِ ِ ِﱠ ِ ِ ﻴﻢ ٌ ﻳﻦ ُﳜَﺎﻟ ُﻔﻮ َن َﻋ ْﻦ أ َْﻣ ِﺮِﻩ أَ ْن ﺗُﺼﻴﺒَـ ُﻬ ْﻢ ﻓْﺘـﻨَﺔٌ أ َْو ﻳُﺼﻴﺒَـ ُﻬ ْﻢ َﻋ َﺬ ٌ اب أَﻟ َ اﻟﺬ “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.”15
Dalam hal ini Qarḍawīy sependapat dengan Maqdisīy yaitu jika pemerintahan itu bukan Islam, dengan pengertian tidak mempunyai komitmen untuk menetapkan syarī’at Islam dan hukum-hukumnya dalam segala sektor kehidupan, baik perundangundangan, pendidikan, peradaban, media massa, ekonomi, politik, administrasi atau pun pemerintahan, tetapi merujuk kepada sumber-sumber selain Islam, mengimpor dari Barat atau dari Timur, dari kiri atau kanan, dari filsafat liberalis atau Marxis, atau pun lainnya, atau merujuk kepada Islam dan menggabungnya dengan sumber-sumber selain Islam, yang terkadang justru lebih mementingkan selain Islam dari pada Islam sendiri, maka semua ini ditolak dalam pandangan Islam. Sebab Islam mengharuskan orang-orang Muslim untuk berhukum kepada apa yang diturunkan Allah, tidak boleh mengambil sebagian dan meniggalkan sebagian yang lain, sebagaimana firman Allah kepada Rasul-Nya:
15
An-Nūr (24) : 63.
21
ِ ِ ِ ﻮك َﻋ ْﻦ ﺑـَ ْﻌ ﻚ ﻓَِﺈ ْن َ ُاﺣ َﺬ ْرُﻫ ْﻢ أَ ْن ﻳَـ ْﻔﺘِﻨ َ ﺾ َﻣﺎ أَﻧْـَﺰَل اﻟﻠﱠﻪُ إِﻟَْﻴ ْ اﺣ ُﻜ ْﻢ ﺑَـْﻴـﻨَـ ُﻬ ْﻢ ﲟَﺎ أَﻧْـَﺰَل اﻟﻠﱠﻪُ َوَﻻ ﺗَـﺘﱠﺒِ ْﻊ أ َْﻫ َﻮاءَ ُﻫ ْﻢ َو ْ َوأَن ÊǨÈÈ ÊÊǻÉ ċÊ َنȂǬÉLJƢ dz²ÊƢċǼdz¦ǺÈǷʦŚÅÊ ưǯÈÀ ¤  ¯ǒÊ ǠÌºÈ ƦÊ ƥǶÌȀÉºÈ ƦȈǐÊÉ ȇÀ ¢É ǾċǴdz¦ƾȇ ȇƢÈ ŶċÈ ¢ǶÌÈ ǴǟƢ ǧ¦ȂÌċdzȂÈºÈ ƫ ÌÈ ÉǂÊÉ ÌÈ ÈǶÌđȂÉ “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhatihatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”16
Qarḍawīy mengambil contoh dalam al-Qur’an ketika mencela kaum Fir’aun:
ِْ َوﺗَـ َﻌ َﺎوﻧُﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟِْ ﱢﱪ َواﻟﺘﱠـ ْﻘﻮى َوَﻻ ﺗَـ َﻌ َﺎوﻧُﻮا َﻋﻠَﻰ... ...اﻹ ِْﰒ َواﻟْ ُﻌ ْﺪ َو ِان َ “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..”17
Tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa ada tingkatantingkatannya, yang satu tidak sama dengan yang lain. Allah swt berfirman:
ِ ِِ ِ ِ ِِ ﱠ ﺼُﺮو َن َ ﻳﻦ ﻇَﻠَ ُﻤﻮا ﻓَـﺘَ َﻤ ﱠﺴ ُﻜ ُﻢ اﻟﻨﱠ ُﺎر َوَﻣﺎ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻣ ْﻦ ُدون اﻟﻠﱠﻪ ﻣ ْﻦ أ َْوﻟﻴَﺎءَ ﰒُﱠ َﻻ ﺗـُْﻨ َ َوَﻻ ﺗَـ ْﺮَﻛﻨُﻮا إ َﱃ اﻟﺬ “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai
16
Al-Mā’idah (5) : 49.
17
Al-Mā’idah (5) : 2.
22
seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.”18
Jadi menurut Qarḍawīy tidak diperkenankan bagi orang Muslim untuk cenderung kepada orang-orang yang zhalim, agar dia tidak disentuh api neraka pada hari kiamat, hingga dia tidak mendapat pertolongan dari Allah.19
1.
Dasar Pertimbangan Penentuan Hukum Menurut Yusuf al-Qarḍawīy apa yang telah disebutkan tentang pengharaman tolong menolong dengan orang-orang yang berbuat zhalim ini merupakan hukum dasar atau kaidah yang umum. Pengertian lebih jauh, di sana ada kondisi-kondisi tertentu yang membuatnya keluar dari hukum dasar ini karena beberapa pertimbangan yang masih diakui syarī’at20, di antara pertimbangan-pertimbangan menurut Qarḍawīy adalah:
a. Tuntutan meminimalkan kejahatan kezhaliman menurut kesanggupan.
Bagi yang sanggup meminimalkan kezhaliman, keburukan dan kejahatan dengan cara apa pun, maka seorang Muslim harus melakukannya. Seorang Muslim harus menolong orang yang tertindas, membantu orang yang dizhalimi,
18
Hūd (11) : 113.
19
Dr. Yūsuf al-Qarḍawīy, Fiqh ad-Daulah fil Islam, (Kairo: Dzar asy-Syurūq) hlm. 180.
20
Dr. Yūsuf al-Qarḍawīy, Fiqh ad-Daulah fil Islam, (Kairo: Dzar asy-Syurūq) hlm. 181.
23
menguatkan orang yang lemah, mempersempit kawasan dosa dan kejahatan. Allah swt telah berfirman:
ِ ِِ ِ ﻓَﺎﺗﱠـ ُﻘﻮا اﻟﻠﱠﻪ ﻣﺎ اﺳﺘَﻄَﻌﺘُﻢ و ْاﲰﻌﻮا وأ ﻚ ُﻫ ُﻢ َ َُﻃ ُﻴﻌﻮا َوأَﻧِْﻔ ُﻘﻮا َﺧْﻴـًﺮا ِﻷَﻧْـ ُﻔ ِﺴ ُﻜ ْﻢ َوَﻣ ْﻦ ﻳ َ ﻮق ُﺷ ﱠﺢ ﻧَـ ْﻔﺴﻪ ﻓَﺄُوﻟَﺌ َ َُ َ ْ ْ ْ َ َ اﻟْ ُﻤ ْﻔﻠِ ُﺤﻮ َن “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu[1480]. dan Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”21
Rasulullah saw bersabda:
ِ اﺳﺘَﻄَ ْﻌﺘُ ْﻢ ْ إِذَا أ ََﻣ ْﺮﺗُ ُﻜ ْﻢ ﺑِﺄ َْﻣ ٍﺮ ﻓَﺄْﺗُـ ْﻮا ﻣْﻨﻪُ َﻣﺎ “Jika aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah, maka laksanakanlah perintah itu menurut kesanggupan kalian.”22
b. Melakukan madharat yang paling ringan. Ada kaidah yang diakui syarī’at, yaitu melakukan mudharat yang paling ringan dan keburukan yang paling remeh untuk menyingkirkan mudharat dan
21 22
At-Thagābun (64) : 16.
Abū Bakar Ahmad bin Husain bin ‘Ali al-Baihaqīy ,edisi Muhammad ‘Alīy Baidun (Dzar Kutubil ‘Alamiyah, tth), 4:253, hadits nomor 8474.
24
keburukan yang paling besar, atau meninggalkan kemaslahatan yang terendah untuk mendapatkan kemaslahatan yang tertinggi. Oleh karena itu para fuqahā’ memperbolehkan mendiamkan kemungkaran. Sebab jika tidak, bisa menyeret kepada kemungkaran yang lebih besar lagi. Rasulullah saw meninggalkan sesuatu yang dilihatnya sebagai suatu kewajiban, karena dikhawatirkan bisa memicu cobaan dengan adanya perubahan dalam pembangunan Ka’bah dan mereka tidak berpijak secara mantap di atas Islam di kemudan hari.
c. Melepaskan nilai yang paling tinggi lalu turun ke kenyataan yang terendah Di sana ada nilai-nilai luhur yang telah dipancangkan syarī’at untuk insan Muslim, supaya kedua mata tertuju kepadanya, hatinya terpaut kepadanya, dan supaya semua aktifitasnya terararah kepadanya. Tetapi kehidupan praktis seringkali mengalahkan nilai luhur ini, sehingga tidak bisa dicapai olehnya dan terpaksa melepasnya untuk beralih ke yang lain. Hal ini bisa terjadi karena tekanan keterpaksaan dan mencari kemungkinan yang paling mudah, setelah tidak sanggup naik ke nilai yang sulit dicapainya. Dari sinilah Qarḍawīy menetapkan kaidah-kaidah yang terkenal, seperti:
1) ات َ ُ ات ﺗُﺒِْﻴ ُﺢ اﻟْ َﻤ ْﺤﻈُْﻮَر ُ اﻟﻀُﺮْوَر “Keadaan yang memaksa memperbolehkan apa yang dilarang.”
25
ِ 2) ﺐ اﻟﺘﱠـْﻴ ِﺴْﻴـُﺮ َ ُ اﳌﺸ ﱠﻘﺔُ َْﲡﻠ “Kesulitan bisa mendatangkan pilihan yang mudah.”
3) ﺿَﺮَر َوَﻻ ِﺿَﺮ َار َ َﻻ “Tidak ada bahaya bagi diri sendiri dan bagi orang lain.”
4) َرﻓﻊ اﳊﺮج “Kesalahan yang dimaafkan.”
Bagi yang membaca al-Qur’an dan menelaah as-Sunnah, tentu akan mendapatkan kejelasan mengenai hal ini. al-Qur’an telah menjelaskan bahwa Allah menegakkan hukum-hukum syarī’at-Nya pada asas kemudahan dan bukan pada kesulitan, pada asas keringanan dan bukan pada keberatan, pada asas kepedulian terhadap kondisi-kondisi yang meringankan, keterpaksaan yang tidak bisa dihindari dan kebutuhan yang amat mendesak. Allah swt berfirman:
...ﻳﺪ ﺑِ ُﻜ ُﻢ اﻟْ ُﻌ ْﺴَﺮ ُ ﻳﺪ اﻟﻠﱠﻪُ ﺑِ ُﻜ ُﻢ اﻟْﻴُ ْﺴَﺮ َوَﻻ ﻳُِﺮ ُ ﻳُِﺮ
26
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...”23
ِْ ﱢﻒ َﻋْﻨ ُﻜ ْﻢ َو ُﺧﻠِ َﻖ ﺿﻌِﻴ ًﻔﺎ ُ ﻳُِﺮ َ اﻹﻧْ َﺴﺎ ُن َ ﻳﺪ اﻟﻠﱠﻪُ أَ ْن ُﳜَﻔ “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.”24
Dalam hadits shahih disebutkan:
ﻳَ ﱢﺴُﺮْوا َوَﻻ ﺗُـ َﻌ ﱢﺴُﺮْوا َوﺑَﺸُﱢﺮْوا َوَﻻ ﺗُـﻨَـﻔُﱢﺮْوا “Permudahlah dan janganlah mempersulit, sampaikanlah kabar gembira dan jangan buat mereka lari.”25
إِﱠﳕَﺎ ﺑُﻌﺜْﺘُﻢ ُﻣﻴَ ﱢﺴ ِﺮﻳْ َﻦ َوَﱂْ ﺗُـْﺒـ َﻌﺜُـ ْﻮا ُﻣ َﻌ ﱢﺴ ِﺮﻳْ َﻦ “Sesungguhnya kalian diutus menjadi orang-orang yang membuat kemudahan dan tidak diutus menjadi orang-orang yang menjadi orang-orang yang membuat kesulitan.”26
23
Al-Baqarah (2) : 185.
24
An-Nisā’ (4) : 28.
25
Shahīh Bukhāri, Kutubu as-Sittah, edisi Raid ibnu Shabarī ibnu Abī ‘Ulfah (Riyād: Maktabah ar-Rusydi, 1426/2005), 1: 24, hadis no. 69. 26
Sunan Tirmidzi, Kutubu as-Sittah, edisi Raid ibnu Shabarī ibnu Abī ‘Ulfah (Riyād: Maktabah ar-Rusydi, 1426/2005), 1: 1771, hadis no. 147.
27
d.
Penahapan
Sesungguhnya Allah swt mempunyai sunnah yang berlaku di kalangan makhluk-Nya dan kita tidak bisa melalaikannya begitu saja, yaitu sunnah penahapan.
Segala sesuatu berangkat dari yang kecil kemudian menjadi besar, dari lemah menjadi kuat. Menggapai tujuan penerapan hukum Islam secara menyeluruh merupakan tujuan yang besar. Hal ini tidak perlu disangsikan lagi, dan harus menjadi sasaran pokok. Tetapi untuk mencapai tujuan ini bukanlah perkara yang mudah, dapat dicapai dengan sekali tepuk. Tidak ada salahnya seseorang menggapai sebagian di antaranya selagi memiliki kesanggupan, agar orang tersebut bisa memberikan contoh kepada orang lain dan memungkinkan baginya untuk menegakkan kebenaran, menyebarkan keadilan dan kebaikan, lalu dapat membuka pintu bagi orang lain dan mendorongnya untuk berbuat seperti apa yang diperbuatnya.
2.
Beberapa Syarat Masuk Parlemen Menurut Qarḍawīy ada beberapa syarat yang harus dipenuhi tatkala bergabung dengan kekuasaan bukan Islam. Jika syarat-syarat ini tidak dipenuhi,
28
maka hukumnya kembali kepada hukum dasar, yaitu larangan untuk bergabung.27 Syarat-syarat itu ialah:
a.
Gabungan itu harus dilakukan secara nyata, bukan sekedar isapan jempol dan bualan. Orang yang bergabung tidak hanya menjadi alat di tangan orang lain yang bisa memanfaatkan dirinya menurut kemauannya sendiri. Sementara seorang Muslim juga tidak berusaha untuk melakukan perbaikan dan perlawanan secara rasional, yang memungkinkan baginya untuk menegakkan keadilan, menyingkirkan kezhaliman, membenarkan yang benar dan membatilkan yang batil, sebatas lingkup yang ditanganinya, sekalipun hanya berupa gambaran parsial. Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka tidak ada artinya penggabungan itu.
b.
Kekuasaan itu tidak boleh menjadi simbol kezhaliman dan kesewenangwenangan, dikenal suka menginjak-injak hak manusia. Yang dituntut dari orang Muslim dan merubahnya dengan cara-cara yang memungkinkan, dengan menggunakan tangan atau lidahnya, minimal menggunakan hatinya, sekalipun ini merupakan gambaran iman yang paling lemah. Keterlibatannya dalam kekuasaan ini bukan untuk mendukung dan bersekutu di dalamnya. Maka menurut Qarḍawīy, orang Muslim atau jama’ah Islam yang komitmen tidak boleh bergabung dalam kekuasaan diktator, yang suka menjerat leher rakyat, entah kekuasaan itu secara mutlak berada di tangan
27
Dr. Yūsuf al-Qarḍawīy, Fiqh ad-Daulah fil Islam, (Kairo: Dzar asy-Syurūq) hlm. 187.
29
seseorang atau pun merupakan kekuasaan militer yang merata. Keterlibatan seorang Muslim dalam kekuasaan boleh dilakukan hanya dalam kekuasaan yang demokratis dan menghormati hak-hak manusia.
c.
Dia harus mempunyai hak agar bisa menentang apa-apa yang secara jelas bertentangan dengan Islam, atau minimal menjaga Islam. Bisa saja seorang menteri menegakkan keadilan di lingkup kementeriannya. Tetapi di Majlis Kementerian, yang salah seorang anggotanya adalah dia, maka dia dituntut untuk menunjukkan penentangan terhadap ketetapan hukum yang tidak sesuai dengan syariat Islam, atau minimal bisa menjaga Islam.
Jika di sana banyak perkara yang kontroversial dan harus ditentang, besar pengaruhnya dan bisa fatal akibatnya, maka tidak cukup hanya dengan berjaga-jaga diri dan menunjukkan penentangan, tapi harus keluar dari sistem kekuasaan itu. Sebab sejarah kita tidak pernah menuturkan adanya orang Muslim atau Jama’ah Islam yang melibatkan diri dalam dosa yang terlihat nyata.
Gambaran yang paling jelas pada zaman sekarang adalah bekerja sama dengan Israel, mengakui pencaplokan mereka terhadap tanah Palestina, membiarkan Jerussalam dikuasai Israel, lalu menyatakan di mana-mana bahwa Jerussalam adalah ibukota negara Israel, tanpa mempedulikan nasib sekian juta anak-anak Palestina yang terusir dari kampung halamannya,
30
sementara pada saat yang sama dia membiarkan orang-orang Israel yang datang dan menduduki beberapa wilayah Palestina.
d.
Harus meluruskan orang-orang yang ikut terlibat dalam kekuasaan itu, meminta mereka untuk memilih atau mundur serta mencari kejelasan kepada mereka.28
C. Perbandingan Pendapat Antara Maqdisīy dan Qarḍawīy Penulis memandang bahwa keharaman masuk parlemen adalah azīmah (hukum asal) dan dibolehkannya masuk perlemen adalah rukhshah (hukum pengecualian) dalam kondisi-kondisi tertentu, karena ikrāh (terpaksa) sebagaimana firman Allah swt:
ِ ِ ِْ ِﻣﻦ َﻛ َﻔﺮ ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ ِﻣﻦ ﺑـﻌ ِﺪ إِﳝَﺎﻧِِﻪ إِﱠﻻ ﻣﻦ أُ ْﻛ ِﺮﻩ وﻗَـ ْﻠﺒﻪ ﻣﻄْﻤﺌِ ﱞﻦ ﺑ ِ ﺻ ْﺪ ًرا ﻓَـ َﻌﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ َْ ْ َ ﺎﻹﳝَﺎن َوﻟَﻜ ْﻦ َﻣ ْﻦ َﺷَﺮ َح ﺑﺎﻟْ ُﻜ ْﻔ ِﺮ َ ُ ُُ َ َ ْ َ َ َْ ِ ِ َﻏﻀ ِ ﻴﻢ ٌ ﺐ ﻣ َﻦ اﻟﻠﱠﻪ َوَﳍُ ْﻢ َﻋ َﺬ ٌ َ ٌ اب َﻋﻈ “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.”29
28
Ibid, 185.
29
An-Naḥl (16) : 106.
31
Mengenai batasan Ikrāh (terpaksa) dalam ayat tersebut adalah masalah ijtihadiyah karena para fuqahā’ (Ahli Fiqh) masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut, di antara pendapat mereka adalah ancaman yang menakutkan termasuk ikrāh (terpaksa). Allah swt memberikan informasi untuk umat Islam tentang bahayanya orang-orang kafir jika mengisi wilayah kekuasaan, sebagaimana firman Allah swt:
Ê ƦºÉ Ê ȏÈÂȏčÊ ÊÊ ƘÊ ﺑـُ ُﻬ ْﻢ َوأَ ْﻛﺜَـُﺮُﻫ ْﻢȂÉ ǴºÉ ǫĹÈÌƘÈ ƫ ƥǶÌǰÉÈ ǻȂǓÉǂÌÉ ºȇÅ ƨǷċ¯ ǫǂÌºÈ ȇȏ Ǵǟ¦ ȇÀ ¤  ÈǶÌǰÉȈÌÈ ÌÊ È ÂǂÉȀÈÌǜÈ ÈǶÌȀǿ¦ȂȺÌǧÈ È ¤ǶÌǰÉȈǧ¦ȂÉ ÈǦÈȈÌǯÈ ِ َﻓ ﺎﺳ ُﻘﻮ َن “Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian).”30
Jadi masuk perlemen yang tidak membuat undang-undang berdasarkan alQur’an dan as-Sunnah termasuk dalam kategori Ikrāh karena parlemen adalah salah satu wilayah kekuasaan, jika wilayah ini diisi oleh orang-orang kafir pasti akan membahayakan umat Islam sebagaimana yang telah disebutkan di dalam firman Allah swt dalam Qs. At-Taubah ayat 8 tersebut.
30
At-Taubah (9) : 8.
32
Fakta-fakta yang sama ketika gerakan Islam mendapat suara mayoritas dalam pemilu, mereka diboikot dan diperangi oleh orang Kafir sebagaimana yang terjadi pada FIS di al-Jazair, Hamas di Palestina, Ikhwānul Muslimin di Mesir dan kebencian partai-partai sekuler ketika perda-perda syarī’ah disahkan, kemudian kebencian orang-orang Sekuler Liberal terhadap semua pergerakan Islam termasuk PKS dalam buku “Ilusi Negara Islam”. Ini merupakan bukti bahwa yang dilakukan gerakan-gerakan Islam itu bukanlah Mudāhanah31, sebagaimana firman Allah swt:
َوﱡدوا ﻟَ ْﻮ ﺗُ ْﺪ ِﻫ ُﻦ ﻓَـﻴُ ْﺪ ِﻫﻨُﻮ َن “Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).”32
Dan firman Allah swt:
ِ ِ ِ َ ﻚ َﻋ ِﻦ اﻟﱠ ِﺬي أ َْو َﺣْﻴـﻨَﺎ إِﻟَْﻴ ( َوﻟَ ْﻮَﻻ أَ ْن73) وك َﺧﻠِ ًﻴﻼ َ ي َﻋﻠَْﻴـﻨَﺎ َﻏْﻴـَﺮﻩُ َوإِ ًذا َﻻ ﱠﲣَ ُﺬ َ َﺎدوا ﻟَﻴَـ ْﻔﺘﻨُﻮﻧ ُ َوإِ ْن َﻛ َ ﻚ ﻟﺘَـ ْﻔ َﱰ ِ اﳊﻴ ِﺎة و ِﺿﻌﻒ اﻟْﻤﻤ ِ َ َ( إِذًا َﻷَذَﻗْـﻨ74) ﺎك ﻟََﻘ ْﺪ ﻛِ ْﺪت ﺗَـﺮَﻛﻦ إِﻟَﻴ ِﻬﻢ َﺷﻴﺌﺎ ﻗَﻠِ ًﻴﻼ ﺎت ﰒُﱠ َﻻ َِﲡ ُﺪ َ َﺛـَﺒﱠْﺘـﻨ ًْ ْ ْ ُ ْ َ َ ﺎك ﺿ ْﻌ َ َ َ ْ َ ََْ ﻒ ِ َﻚ ﻋﻠَﻴـﻨَﺎ ﻧ .(75) ﺼ ًﲑا ْ َ َ َﻟ “Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami;
31
Mudāhanah ialah berbaik hati, bermurah hati atau berteman dengan ahli maksiat ketika mereka berada dalam kemaksiatannya, sementara ia tidak melakukan pengingkaran padahal ia mampu melakukannya. 32
Al-Qalam (68) : 9.
33
dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia (73) Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka (74) kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami.”33
Ayat di atas menunjukkan bahwa hal tersebut bukan Mudāhanah, seandainya hal itu adalah Mudāhanah tidak mungkin mereka dibenci dan pasti mereka disukai.
Jika memang ada kemaslahatan yang dihasilkan bagi kaum muslimin dan memiliki tujuan untuk memperbaiki parlemen ini agar berubah kepada Islam, maka ini adalah suatu yang baik, atau paling tidak bertujuan untuk mengurangi kejahatan terhadap kaum muslimin dan menghasilkan sebagian kemaslahatan, jika tidak memungkinkan kemaslahatan seluruhnya meskipun hanya sedikit. Jadi bila masuknya itu melahirkan sesuatu yang baik, maka diperbolehkan untuk bergabung di dalamnya, akan tetapi jika hanya sekedar menyerahkan diri dan ridho terhadap hukum yang ada maka tidak boleh. Demikian juga bila tidak mendatangkan maslahat bagi umat Islam, maka masuknya tidak dibenarkan. Para ulama berkata, "Mendatangkan manfaat dan menyempurnakannya, meski tidak seluruh manfaat, tidak boleh diiringi dengan mafsadah yang lebih besar." Islam itu datang dengan visi menarik maslahah dan menyempurnakannya serta menolak mafsadah dan menguranginya. maksudnya bila tidak bisa menghilangkan semua mafsadah maka dikurangi, mendapatkan yang terkecil dari dua dharār, itu 33
Al-Isrā’ (17) : 73-75.
34
yang diperintahkan. Jadi tergantung dari niat dan maksud seseorang dan hasil yang diperolehnya. Bila masuknya lantaran haus kekuasaan dan uang lalu diam atas segala penyelewengan yang ada, maka tidak boleh, akan tetapi jika masuknya demi kemaslahatan kaum muslimin dan dakwah kepada jalan Allah, maka itulah yang dituntut. Dan jika dia harus mengakui hukum kafir maka tidak boleh, meski tujuannya mulia. Jalan keluarnya adalah jika memang di dalamnya ada maslahah bagi kaum muslimin dan tidak menghasilkan madharat bagi dirinya, maka hal tersebut tidak bertentangan. Adapun jika tidak ada kemaslahatan di dalamnya bagi kaum muslimin atau hal tersebut mengakibatkan adanya kemadharatan yaitu pengakuan akan kekufuran, maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Apabila pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy dirinci terdapat persamaan sebagai berikut:
1.
Persamaan Pendapat Dengan menganalisa sosio historis Maqdisīy dan Qarḍawīy maka penulis temukan latar belakang yang hampir tidak jauh berbeda, karena Maqdisīy dan Qarḍawīy tersebut mengalami pergolakan politik yang memojokkan keduanya pada ranah yang tertindas, sehingga kedua ulama tersebut harus mengalami kehidupan di penjara berulang kali, namun hal ini bukan merupakan faktor yang mempengaruhi karya yang mereka tulis mengenai hukum berdakwah melalui parlemen. Selama di penjara banyak karya yang mereka tulis, terutama Maqdisīy
35
yang kurang lebih terdapat 159 buah buku yang telah ditulisnya. Di antara persamaan pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen pada masa sekarang ini, ialah:
a.
Bila pemerintahan itu bukan Islam, dengan pengertian tidak mempunyai komitmen untuk menerapkan syarī’at Islam dan hukum-hukumnya dalam segala sektor kehidupan, baik perundang-undangan, pendidikan, peradaban dan lain-lain, maka semua ini ditolak dalam pandangan Islam. Sebab Islam mengharuskan orang-orang Muslim untuk berhukum kepada aturan yang diturunkan Allah, tidak boleh mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain.
b.
Bahwa Maqdisīy dan Qarḍawīy sama-sama tidak membolehkan masuk parlemen,
namun
Qarḍawīy
menggabungkan
antara
melarang
dan
membolehkan, Qarḍawīy membolehkan dengan beberapa syarat di antaranya gabungan itu harus dilakukan secara nyata, bukan sekedar mendapatkan hasil yang tidak benar dan kekuasaan itu tidak boleh menjadi simbol kezhaliman dan kesewenang-wenangan, dikenal suka menginjak-injak hak manusia.
2.
Perbedaan Pendapat Berdasarkan sosio historis, tidak terdapat perbedaan di antara Maqdisīy dan Qarḍawīy, sekalipun mereka sama-sama mengalami pergolakan politik namun
36
mereka berbeda dalam hal pergerakan, yang mana Qarḍawīy ikut terlibat dalam pergerakan Ikhwānul Muslimin sedangkan Maqdisīy dalam pergerakan Salafi Jihadīy yang lebih meruju’ pada menjahrkan dakwah para Nabi dan Rasul melalui jihad. Alasan Maqdisīy mengharamkan masuk parlemen adalah karena di dalam parlemen terdapat budak-budak demokrasi dan penyembah undang-undang bumi, sedangkan Qarḍawīy mengharamkan karena bergabung dalam suatu negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah kecuali yang sanggup menerapkan syari’atsyari’at Islam.
3.
Bagan Persamaan dan Perbedaan Pendapat Kedua Ulama Maqdisīy
No 1.
Bergerak
di
dalam
Salafi Jihadīy 2.
Qarḍawīy pergerakan Bergerak
di
dalam
pergerakan
Ikhwanul Muslimin
Mengharamkan masuk parlemen Mengharamkan
masuk
parlemen
karena di dalamnya terdapat budak- karena bergabung dalam suatu negara budak demokrasi dan penyembah yang tidak berhukum dengan hukum undang-undang bumi
Allah
kecuali
yang
sanggup
menerapkan syari’at-syari’at Islam 3.
Mengharamkan masuk parlemen Mengharamkan namun diperbolehkan secara muthlak
dengan beberapa syarat
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1.
Abū Muḥammad al-Maqdisīy berpendapat bahwa hukum masuk parlemen ialah haram berdasarkan dalil-dalil yang qath’īy yang menunjukkan bahwa negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah swt dan juga tidak mengamalkan hukum-hukum-Nya, maka tidak boleh bagi seorang muslim ikut serta menjadi anggota pada majelis negara tersebut ataupun parlemennya. Yūsuf al-Qarḍawīy menggabungkan antara mengharamkan dan membolehkan masuk parlemen yaitu bahwa hukum dasar dalam masalah ini ialah larangan bagi orang Muslim untuk bergabung kecuali dalam pemerintahan yang membuatnya sanggup menerapkan syarī’at-syarī’at Allah, namun Qarḍawīy membolehkan berdakwah melalui Parlemen dengan beberapa syarat di antaranya gabungan itu harus dilakukan secara nyata, bukan sekedar mendapatkan hasil yang tidak benar dan kekuasaan itu tidak boleh menjadi simbol kezhaliman dan kesewenang-wenangan, yang dikenal suka menginjakinjak hak manusia.
2.
Persamaan antara pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy ialah keduanya sama-sama berpendapat
tidak
menggabungkan
membolehkan
antara
melarang
masuk
parlemen,
namun
dan
membolehkan,
dan
Qarḍawīy Qarḍawīy
membolehkannya dengan beberapa syarat. Dan tidak terdapat perbedaan di antara pendapat Maqdisīy dan Qarḍawīy mengenai hukum masuk parlemen, keduanya hanya berbeda dalam hal pergerakan, yang mana Qarḍawīy ikut 37
38
terlibat dalam pergerakan Ikhwānul Muslimin sedangkan Maqdisīy dalam harakat Islāmiyyah yaitu pergerakan Salafīy Jihadi yang lebih meruju’ pada menjahrkan dakwah para Nabi dan Rasul.
B. Saran 1.
Hendaklah ada jama’ah Islam atau seorang Muslim yang komitmen bergabung dalam pemerintahan bukan Islam dengan tujuan untuk memperjuangkan secara resmi dan penuh dengan legitimasi agar lebih banyak lagi hukum Islam yang bisa diakui dan berlaku di negara ini.
2.
Bagi seorang muslim yang belum mampu berjuang menegakkan Islam lewat kesempatan masuk parlemen, minimal orang tersebut tidak boleh menghalangi niat orang lain yang sudah mempunyai kesempatan.
39
DAFTAR PUSTAKA Abdul Rahman, Imam, “Kuota Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen di Indonesia Perspektif Hukum Islam”. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Al-Baihaqīy, Abū Bakar Aḥmad bin Ḥusain bin ‘Alīy, Sunan al-Kubra. Beirut: Dzar Kutub al-‘alamiyyah. Abu, Biografi Syekh Abu Muḥammad Al Maqdisi, diakses pada tanggal 15 Mei 2012. Ahmad, Z. A. Islam dan Parlementarisme. Jakarta: Pustaka Aida. Al-Maqdisīy, Abū Muḥammad. 2007. Millah Ibrāhim Dakwah Para Nabi dan Rasûl. Jakarta: Ar-Rahmah Media. Al-Qarḍawīy, Yūsuf. 1997. Fiqh ad-Daulah fil Islam. Kairo: Dzar asy-Syurūq. Bukhāri, Shaḥīh. 2005. Kutubu as-Sittah. Riyād: Maktabah ar-Rusydi. Hadi, Harmen. Implementasi Hukum Islam pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten 50 kota ‘Studi atas Peran Parlemen Nagari atau BPAN’. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Hidayatullah, Biografi Yusuf Qardhawi, diakses pada tanggal 15 Mei 2012. Muzdhar, Atho. 1998. Membaca Gelombang Ijtihad Antara Tradisi dan Liberasi. Yogyakarta: Titian Ilahi Press. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tirmidzīy, Sunan. 2005. Kutubu as-Sittah. Riyād: Maktabah ar-Rusydi.
40
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Lina Normayanti
Tempat tanggal lahir
: Probolinggo, 15 Juli 1990
Alamat
: Dusun Tesnan RT/RW 003/003 No. 87 Desa Tegalrejo Kec. Dringu Kab. Probolinggo-Jawa Timur 67271
Telp
: Hp 085746812164
E-mail
: [email protected]
Blog
: www.liensgirls.blogspot.com
Pendidikan
: TK Harapan 1 (1996) SDN Tegalrejo 1 (1997-2002) MTS PERSIS II Bangil (2003-2006) MA PERSIS II Bangil (2006-2009) Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (2009-2012)
Pengalaman Organisasi
: P4P PERSIS Bangil IMM Komisariat PUTM Putri Yogyakarta