PENDAHULUAN
Latar Belakang Manusia hidup ingin memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya sehingga ia dapat mencapai suatu kepuasan dan kemakmuran. Kebutuhan manusia berjenis-jenis jumlahnya, sedangkan kemampuan manusia terbatas adanya. Keterbatasan manusia disebabkan oleh keadaan fisik, kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang serba terbatas, serta keadaan potensi lingkungan daerah yang amat rendah. Kebutuhan yang bermacam-macam itu, hanya dapat dipenuhi oleh manusia dalam suatu pertemuan dan dalam masyarakat. Manusia hidup selalu dibatasi oleh ruang dan waktu yang relatif. Untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan, manusia yang memiliki uang dan mengatasi kesulitannya dengan gigih, memanfaatkan alam, memanfaatkan segala tenaga dan pikiran yang ada padanya, menggunakan organisasi dan modal yang ada pada dirinya dan lingkungannya. Adapun salah satu wadah yang bisa menjawab segala sesuatu terutama kebutuhan yang bersifat ekonomi adalah pasar (Ikram.dkk,1990). Secara umum, pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya penawaran dan permintaan, yang kemudian terwujud dalam aktivitas jual-beli. Setidaknya terdapat dua jenis pasar, yakni pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional, selain menggunakan sarana dan fasilitas yang relatif sederhana, juga menerapkan sistem jual-beli interaktif. Pemilik modal umumnya memegang langsung barang dagangannya dan tawar-menawar dimungkinkan. Sebaliknya, pasar modern menggunakan sistem jual-beli searah. Harga ditetapkan oleh pemilik atau penjual secara sepihak dan pembeli tidak diberi kesempatan untuk
Universitas Sumatera Utara
turut menentukan harga. Sistem ini umumnya tidak melibatkan pemilik modal secara langsung dalam aktivitas jual-beli (Listiani,2009). Di Indonesia banyak sekali kita temukan pasar tradisional, baik yang berskala besar maupun kecil. Pasar tradisional ini juga bukan hanya ada di desa tetapi di pinggiran –pinggiran kota. Barang atau produk yang di jual di pasar tradisional sangat beragam mulai dari kebutuhan rumahtangga seperti beras, ikan, sayur pakaian hasil kerajinan maupun kebutuhan lainya. Meskipun latar belakang komunitas yang ada di pasar tradisional berasal dari berbagai kalangan tidak tampak terlihat perbedaan yang jauh antara kaya atau miskin, pejabat atau petani,dosen atau pedagang semua pada posisi seperti dua sisi mata uang yaitu penjual dan pembeli.Selain memiliki persamaan simbol untuk saling beinteraksi seperti bahasa atau dialek yang sama,cara bertegur sapa sesuai budaya mereka,masyarakat pasar tradisional memiliki kesamaan tujuan ekonomi yakni kebutuhan membeli atau kebutuhan menjual barang yang sama. Mereka umumnya datang dari daerah sekitar pasar atau masyarakat yang tinggal di sekitar pasar tersebut sehingga sangat muda bagi mereka untuk berkomunikasi satu sama lain. Akan tetapi tidak jarang pula yang datang dari luar daerah, baik sebagai pedagang maupun pembeli yang memiliki kultur,bahasa berbeda namun satu tujuan yakni melakukan transaksi jual beli. Dan pada hakikatnya semua yang terlibat di pasar tradisional sepakat menjalankan kultur budaya yang ada meski ada produk impor namun tetap tindakan mereka lokal. Artinya tidak mentang-mentang barang impor si penjual seenaknya menawarkan harga tinggi. Sehingga keragaman,suasana dan lingkungan social di pasar tradisional sangat indah dan perlu di lestarikan keberadaanya di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Peristiwa yang terjadi di pasar tradisional sangat berbeda seperti di pasar modern (supermarket, mall, hypermarket) dimana peristiwa peristiwa social sangat jarang terjadi interaksi antara pembeli (masyarakat konsumen) dan penjual. Seolah-olah para pembeli tidak lagi memiliki kesempatan untuk melakukan penawaran.
Interaksi
yang
terjadi
justru
hanya
sebatas
melakukan
pembayaran,karena pembeli tinggal mencari barang atau produk yang sudah tersedia di toko dan kemudian membayarnya di kasir sesuai harga yang telah tercantum di barang atau produk yang di jual (Tewu,2007). Konsumen di pasar tradisional yang dikelola Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan lambat laun tersedot ke pasar modern alias mal. Kondisi itu mengakibatkan berkurangnya sebagian pedagang di pasar tradisional. Pedagang di pasar tradisional tersebut ada yang pindah ke mal terdekat tetapi ada juga yang bangkrut karena kalah bersaing dengan pedagang lain baik yang di pasar tradisional maupun yang di pasar modern. Keberadaan pasar modern itu mengambil alih konsumen pasar tradisional. Empat pasar tradisional yang ada di Kota Medan misalnya Pusat Pasar, Pasar Petisah, Pasar Sukaramai, dan Pasar Aksara berdekatan dengan pasar modern. Pasar modern mencari konsumen dengan cara memilih lokasi usaha yang berdampingan dengan pasar tradisional. Sebagai contoh, di Pasar Petisah sebelum mal Medan Fair berdiri, konsumen yang datang lebih banyak daripada sesudahnya. Pengelola pasar modern lebih banyak mempunyai modal untuk mengembangkan pusat perbelanjaan. Untuk bersaing, pasar tradisional lama-lama bisa kalah. Pengurangan konsumen pasar tradisional terjadi karena mereka ingin mencari produk lain. Salah satu barang yang mereka cari adalah tekstil yang lebih banyak tersedia di pasar modern. Apalagi, lokasi
Universitas Sumatera Utara
pasar tradisional berdekatan dengan pasar modern. Buruknya penataan kota memperburuk perkembangan kedua pasar itu. Sebaliknya penataan kota yang baik akan menciptakan persaingan usaha yang lebih sehat antara pasar tradisional dan modern, maupun sesama pasar modern (Hidayat,2008). Perkembangan dan globalisasi saat ini sudah sampai pada sendi-sendi masyarakat kita. Tidak terkecuali produk-produk impor kebutuhan sehari-hari masyarakat pun banyak yang berasal dari impor. Mencari produk impor saat ini bukan saja di pasar modern akan tetapi di pasar tradisional di seluruh pelosok negeripun sering ditemukan produk impor tersebut (Tewu,2007). Globalisasi memang luar biasa. Bukan hanya informasi saja yang kini tak lagi bisa disaring, tapi juga membanjirkan produk konsumsi dari luar ini. Ini memang luar biasa. Bahkan menurut hasil pengamatan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majeli Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), hampir semua supermarket kini ramai menjajakan produk penganan dari luar negeri. Jenisnya beragam, mulai dari biskuit, coklat, permen, agar-agar, wafer, mie instant sampai makanan kaleng. Begitu pula negara asal produk yang merambah ke pasar konsumen Indonesia, tak kalah beragamnya. Mulai dari tetangga terdekat kita, Malaysia, Singapura, dan Thailand, sampai Taiwan, Cina, dan negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan negaranegara Eropa. Label ML merupakan label resmi yang diberikan pada produk impor yang diizinkan masuk dan dipasarkan di Indonesia alias masuk ke Indonesia. Sehingga bila produk impor tersebut tak menggunakan label ML, maka bisa dipastikan bahwa produk tersebut masuk ke Indonesia secara ilegal. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
membanjirnya produk impor tersebut, tentu punya implikasi langsung terhadap produk dalam negeri. Pukulan minimal yang langsung bisa membuat produk lokal agak kedodoran adalah soal harga jual. Kebanyakan produk impor umumnya dijual bisa dengan harga lebih murah, padahal dari sisi kualitas produk tersebut relatif sama dengan produk lokal. Implikasi lain yang juga amat penting adalah soal kehalalan produk tersebut untuk dikonsumsi (Republika,2009). Peningkatan angka impor barang jadi (end product) pada paruh pertama 2006 sudah sangat mengkhawatirkan dan mengancam perekonomian nasional. Kenaikan itu disebabkan produksi dalam negeri semakin kalah bersaing dengan barang jadi yang datang dari luar negeri. Produk barang jadi tersebut umumnya dari China, Taiwan, dan negara lainnya. Barang jadi dari luar negeri beberapa waktu terakhir memang semakin mendominasi pasar-pasar di dalam negeri, baik pasar modern maupun pasar tradisional. Contohnya produk pakaian jadi, sepatu, tas, dan produk-produk massal lainnya yang membanjiri pasar domestik. Produk barang jadi paling banyak dari China dan Taiwan. Apalagi konsumen dapat memiliki barang tersebut dengan harga yang sangat murah di banding produk dalam negeri (Murdono,2007). Kalangan industri dan pemasok nasional tidak mempunyai opsi atau alternatif pemasaran lain, misalnyas ke pasar tradisional. Hal ini dikarenakan, sebagian besar konsumen cenderung berbelanja ke pasar modern, mulai dari minimarket, supermarket hingga hipermarket. Sementara, bila tidak menjual ke pasar dan toko modern, industri dan kalangan pemasok nasional dipastikan akan tenggelam. Ini karena pasar dan toko modern tersebut bisa seenaknya menjual barang-barang impor. Ini diperparah dengan kenyataan bahwa nilai transaksi di
Universitas Sumatera Utara
pasar-pasar tradisional terus menurun, karena barang dagangannya juga dijual di pasar modern (Andrian,2006). Menurut Silitonga (2006), Departemen Perdagangan membatasi penjualan produk impor di pasar modern, dengan mewajibkan pasokan produk lokal di gerai modern minimal 30% dari total barang yang dijual. Hal ini dilakukan agar produk lokal bisa dipasarkan di pasar modern. Persentase produk impor yang dijual di pasar modern tertera pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Persentase pembatasan produk impor yang dijual di pasar modern. Kelas pasar modern
Menengah atas Menengah Bawah
Persentase produk impor
>60% 30%-40% <20%
Sumber: Silitonga, 2006
Jenis barang dagangan yang membanjiri pasar modern saat ini terutama untuk produk tekstil dan mainan anak-anak yang dijual dengan harga jauh lebih murah dari produk lokal. Asal produk itu terutama dari China. Di samping serbuan produk China, APGAI juga melihat produk dari Bangkok dan Vietnam juga terus mengejar produk dari China dari segi volume, untuk katagori garmen. Sebagai contohnya, Pasar Tanah Abang di Jakarta, hampir setengah dari barang yang dijual di pusat grosir terbesar di Tanah Air itu berasal dari buatan luar negeri yang mayoritas datang dari Cina. Khusus di Pasar Tanah Abang, komposisi produk yang dipasarkan sampai saat ini adalah 53 persen buatan lokal dan 47 persen buatan impor (sebagian besar Cina) (Bataviase,2009). Dinegara-negara yang telah maju seperti Amerika, Jepang, dan negaranegara Eropa, kegitan impor masih tetap berlangsung, yaitu impor bahan-bahan baku dan bahan-bahan penunjang yang tidak dihasilkan dinegaranya. Di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, perdagangan impor tetap berlangsung terus, tetapi terbatas pada barang-barang (baku dan penunjang) yang belum dihasilkan atau tidak dapat dihasilkan di negara kita, kita ambil sebagai contoh yaitu buah kourma yang tidak dapat dihasilkan di Indonesia. Meskipun kita tidak melakukan impor sandang misalnya, tetapi kita masih tetap memerlukan impor kapas, onderdil mesin-mesin dan
lainnya
alat
penunjang
yang
belum
dihasilkan
di
Indonesia
(Kartasapoetra,1992). Rata-rata setiap tahun Indonesia mengimpor gula sejumlah 1,6 juta ton. Hal ini menjadikan negara kita sebagai importir gula terbesar kedua di dunia. Padahal semasa penjajahan, Indonesia merupakan eksportir gula terbesar kedua. Pada tahun 2000, impor komoditas pangan seperti gandum, jagung, beras, kedelai, kacang tanah, gula pasir dan bawang putih mencapai nilai Rp 16,62 trilyun. Nilai impor buah segar seperti apel, jeruk, jeruk mandarin dan impor sayuran seperti bawang dan kentang mencapai hampir Rp. 1 trilyun. Impor pangan besar-besaran tersebut dipicu oleh kebutuhan dalam negeri yang juga semakin besar, sementara produksinya tidak lagi mencukupi. Harga internasional yang rendah karena produk yang dijual, di negara asalnya tidak laku atau jumlahnya melimpah, misalnya paha ayam dari Amerika Serikat dan jerohan ternak dari Australia, gula dari Australia dan India, beras Vietnam dan Thailand, tembakau dan jeruk dari Cina dan lain-lain negara, juga telah ikut menghancurkan pertanian Indonesia. (Waridin,2008). Tutup tahun 2008 ditandai dengan prestasi menggembirakan di sektor pertanian yakni swasembada beras berhasil digapai kembali oleh Indonesia. Capaian itu bisa dikatakan cukup membanggakan karena swasembada beras
Universitas Sumatera Utara
terakhir kali diraih pada tahun 1984 atau hampir 24 tahun lalu. Terjadinya krisis ekonomi di negara-negara barat (negara maju) bisa dijadikan momentum untuk lebih mengagresifkan pembangunan pertanian secara umum dan merebut kembali pasar domestik untuk produk pertanian nonberas yang telah merajalela di negeri ini. Krisis ekonomi sebenarnya juga mempengaruhi sektor pertanian Indonesia, khususnya pada komoditas berorientasi ekspor di antaranya minyak sawit, karet dan kakao. Karena itulah Departemen Pertanian mengoreksi target pertumbuhan sektor pertanian 2009 dari 4,6-4,8 persen menjadi 4,2 persen. Namun demikian krisis juga membuka peluang pasar domestik khususnya untuk komoditas pangan (komoditas lokal) yang bertumpu pada impor (Ismantoro,2009). Produk pertanian segar Indonesia mempunyai prospek yang baik untuk diekspor ke negara-negara Eropa, Amerika, Jepang
dan Timur Tengah.
Permintaan dari negara-negara tersebut terhadap buah-buahan dan sayuran Indonesia seperti mangga, manggis, rambutan dan produk-produk eksotik lainnya termasuk produk-produk hasil perikanan cukup tinggi (Deptan,2007). Peningkatan produk-produk tidak akan mempunyai arti, kalau produkproduk yang berlebihan itu tidak dipasarkan dengan baik dan memperoleh nilai pemasaran yang wajar. Produk-produk yang berlebihan itu dapat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan hidup para pedagang dan keluarganya jika produk itu dapat menghasilkan pendapatan-pendapatan yang meningkat sebagai hasil penjualannya dipasaran. Pedagang dan keluarganya dapat membeli barang-barang yang dibutuhkan baik itu barang-barang untuk kepentingan usaha maupun untuk kepentingan hidup bersama keluarganya (Kartasapoetra,1992).
Universitas Sumatera Utara
Dari teori-teori yang telah dipaparkan diatas,kita dapat mengetahui banyaknya pasaran untuk produk-produk lokal di Indonesia terutama produk pertanian, baik itu pasar tradisional maupun pasar modern. Tetapi, mengapa produk impor yang hampir mengusai pasar Indonesia? Tidak hanya di pasar modern, bahkan di pasar tradisional kita dapat menemukan produk impor. Dari data yang telah dipaparkan ternyata Indonesia lebih dominan mengimpor daripada mengekspor. Sebagai contohnya pada produk buah-buahan, buah-buah impor sudah mulai masuk ke pasaran pasar tradisional seperti apel fuji, pier, anggur, yang tadinya hanya berada pada pasar-pasar modern saja. Produk perikanan, seperti di daerah Jawa Timur yang sudah mulai mengimpor jenis ikan Dori dari Vietnam, ikan Patin dari Vietnam,Thailand dan India, Udang,ikan Salmon,ikan Tuna dari China. Selain buah-buahan dan ikan, produk-produk impor yang mulai menjamur di Indonesia juga ada pada produk sayuran, garmen dan sepatu, mainan anak-anak serta alat-alat elektronik, sehingga terjadi penumpukan produk impor di pasaran Indonesia. Jika hal ini terus menerus terjadi, bagaimana pertumbuhan ekonomi domestik di wilayah-wilayah Indonesia. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti bagaimana komposisi produk domestik dan produk impor yang dijual dipasar tradisional maupun pasar modern di kota Medan. Apakah keberadaan produk-produk impor sudah sangat menjamur di pasar tradisional dan pasar modern di Kota Medan? Dengan mengetahui komposisi kedua jenis produk tersebut, penulis dapat menentukan produk mana yang dominan dijual di pasar tradisional dan pasar modern. Apakah keberadaan produk lokal/domestik masih banyak ditemukan di pasar tradisional di kota Medan? Jika
Universitas Sumatera Utara
hal tersebut memang benar setelah dilakukan penelitian, maka ekonomi domestik kota Medan masih bisa dipertahankan.
Identifikasi Masalah Untuk mengetahui bagaimana komposisi barang domestik dan barang impor yang biasanya di jual di pasar tradisional dan pasar modern di kota Medan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana komposisi (komposisi jenis) produk domestik dan produk impor yang dijual di pasar tradisional di kota Medan ? 2. Bagaimana komposisi (komposisi jumlah) produk domestik dan produk impor yang dijual di pasar modern di kota Medan? 3. Produk mana yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan pedagang di pasar tradisional di kota Medan? 4. Faktor-faktor apa yang berpengaruh positif terhadap keputusan pedagang untuk menjual produk domestik atau impor?
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui komposisi (komposisi jenis) produk domestik dan produk impor yang dijual di pasar tradisional di kota Medan. 2. Untuk mengetahui komposisi (komposisi jumlah) produk domestik dan produk impor yang dijual di pasar modern di kota Medan. 3. Untuk mengetahui
produk mana yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap pendapatan pedagang di pasar tradisional di kota Medan. 4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruhn positif terhadap keputusan pedagang untuk menjual produk domestik atau produk impor.
Universitas Sumatera Utara
Kegunaan Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswa yang melaksanakan penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian ini. 2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi para pembaca yang memiliki ketertarikan terhadap masalah pasar tradisional dan pasar modern di kota Medan terutama dari segi produk yang dijual.
Universitas Sumatera Utara