PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’SPALSYDEXTRA
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi
Disusun oleh : IDIAL FITRIAN RAFANDI J100141116
PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’SPALSY DEXTRA Idial Fitrian Rafandi Program Studi D III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura Surakarta
ABSTRAK Latar Belakang: Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi bermotor untuk berpergian jarak jauh, karena kendaraan bermotor dianggap lebih efisien untuk memanfaatkan waktu secara optimal, namun tanpa disadari berpergian jauh dengan kendaran bermotor membuat kita sering terpapar radikal bebas dan cuaca termasuk juga udara dingin, sehingga apabila hal tersebut terjadi secara terus-menerus tentu dapat berpotensi menyebabkan berbagai macam gangguan kesehatan salah satunya adalah bell’s palsy yang merupakan gangguan saraf pusat VII (n. Fasialis) yang menyebabkan asimetris pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), sehingga wajah terlihat merot. Untuk mengurangi masalahmasalah yang terjadi pada bell’s palsy dibutuhkan peran fisioterapi. Metode : Dalam karya tulis ilmiah ini metode yang digunakan berupa Infra Red, Electrical Stimulation dengan arus faradik, Massage, dan Terapi Latihan dengan Mirror Exercise. Tujuan : Untuk mengetahui manfaat pemberian teknologi fisioterapi berupa infra red, electrical stimulation, massage, dan miror exercise dalam meningkatkan kekuatan otot-otot wajah.yang akan diukur dengan MMT dan meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah yang akan diukur dengan skala ugo fish. Hasil: Setelah dilakukan terapi dengan modalitas fisioterapi berupa Inra Red, Arus Faradik, Massage, dan Mirror Exercise sebanyak 6 kali dalam seminggu didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan kekuatan otot wajah dan peningkatan kemampuan fungsional pada wajah. Kesimpulan: Modalitas fisioterapi yang berupa Infra Red, Electrical Stimulation dengan arus faradik, Massage, dan Terapi Latihan dengan Mirror Exercise dapat meningkatkan kekuatan otot-otot wajah dan meningkatkan kemampuan fungsional wajah pada kasus bell’s palsy. Kata Kunci: Bell’s Palsy, Infra Red, Faradik, Massage, Mirror Exercise.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi bermotor untuk berpergian jarak jauh, karena kendaraan bermotor dianggap lebih efisien untuk memanfaatkan waktu secara optimal, namun tanpa disadari berpergian jauh dengan kendaran bermotor membuat kita sering terpapar radikal bebas dan cuaca termasuk juga udara dingin, sehingga apabila hal tersebut terjadi secara terus-menerus tentu dapat berpotensi menyebabkan berbagai macam gangguan kesehatan salah satunya adalah bell’s palsy yang merupakan gangguan saraf pusat VII (n. Fasialis) yang menyebabkan asimetris pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), sehingga wajah terlihat merot. Bell’s palsy ialah suatu kelumpuhan facialis perifer akibat proses non supuratif, non neoplasmatik, non degeneratif primer tetapi sangat dimungkinkan akibat dari adanya oedema jinak pada bagian nervus facialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramenstilomastoideus, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta, 2000). Istilah Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa (Lumbantobing, 2007). Banyak sekali teknologi intervensi yang digunakan pada kasus bells’s palsy diantaranya adalah Infra Red, Electrical Stimulation (Faradik), Terapi Latihan dengan menggunakan cermin (Miror Exercise), dan massage. Adapun untuk pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Untuk dapat menyelesaikan berbagai macam problematik yang muncul pada kondisi Bell’s palsy, fisioterapis mempunyai peranan penting di dalamnya, antara lain fisioterapis dapat membantu mengatasi permasalahan kapasitas fisik pada pasien, mengembalikan kamampuan fungsional pasien serta memberi motivasi dan edukasi pada pasien untuk menunjang keberhasilan terapi pasien. B. Rumusan Masalah Apakah pemberian teknologi fisioterapi berupa infra red, electrical stimulation, massage, dan mirror exercise dapat meningkatkan kekuatan otot wajah yang diukur dengan MMT dan dapat meningkatkan kemampuan fungsional otot wajah pasien yang diukur dengan skala ugo fish? C. Tujuan Karya Tulis Ilmiah Untuk mengetahui manfaat pemberian teknologi fisioterapi berupa infra red, electrical stimulation, massage, dan miror exercise dalam meningkatkan kekuatan otot-otot wajah dan meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah.
D. Manfaat Karya Tulis Ilmiah Untuk dapat menambah wawasan mengenai bidang fisioterapi dalam pemberian infra red, electrical stimulation dengan arus faradik, massage dan miror exercise pada kasus bell’s palsy dextra.
TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Anatomi dan Fisiologi Nervus Facialis a. Anatomi Saraf Facialis Anatomi nervus facialis terdiri dari dua nucleus batang otak, yang terdiri dari: 1) Nucleus Motorik Superior, 2) Nucleus Motorik Inferior. Serabut-serabut nervus facialis di dalam batang otak berjalan melingkari nucleus nervus abducen sehingga lesi di daerah ini juga diikuti kelumpuhan nervus abducens. Setelah keluar dari batang otak, nervus facialis akan berjalan bersama nervus intermedius yang bersifat sensoris dan sekretorik. b. Perjalanan Saraf Facialis Nervus facialis sebenarnya terdiri dari serabut motorik, tetapi dalam perjalananya ke tepi nervuls intermedius menggabungkan padanya. Nervus intermedius tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian deran lidah (Japardi, 2004). 2. Bell’s Palsy a. Definisi Bell’s Palsy Bell’s palsy ialah suatu kelumpuhan dari fasialis tipe lower motorneuron akibat dari paralisis nervusfasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak dkiketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya (Thamrinsyam, 2002). b. Etiologi Ada beberapa teori yang mengatakan tentang penyebab Bell’s palsy antara lain sebagai berikut: 1) Teori infeksi virus herpes zoster, 2) Teori iskemia vaskuler, 3) Teori Herediter, 4) Pengaruh Udara Dingin c. Patofisiologis Menyangkut dengan sebab akibat dan sifat penyakit. Patologi yang di bicarakan adalah tentang pengaruh udara dingin yang menyebabkan Bell’s palsy (Weiner, 2001) . d. Gejala Klinis Berdasarkan letak lesi, Gejala klinis Bell’s palsy dapat berbeda. Bila lesi di foramen stylomastoid, dapat terjadi gangguan komplit yang menyebabkan paralisis semua otot ekspresi wajah. Saat menutup kelopak mata, kedua mata rotasi ke atas (bell’s phenomenom).
3. Teknologi Intervensi Fisioterapi a. Infra Red Adapun tujuan pemberian infra red pada kasus bell’s palsy adalah: (1) meningkatkan proses metabolisme, (2) Vasodilatasi pembuluh darah, (3) Memperbaiki jaringan otot (Annsilva, 2010). b. Electrical Stimulation dengan Arus Faradik Adapun tujuan pemberian arus faradik pada kasus bell’s palsy yaitu untuk menstimulasi otot yang dapat mencegah atau memperlambat terjadinya atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, dan melatih fungsi otot baru (Sujatno, 1993). c. Massage Pemberian massage wajah pada kondisi Bell’s Palsy bertujuan untuk mencegah terjadinya perlengketan jaringan dengan cara memberikan penguluran pada jaringan yang superfisial yakni otot-otot wajah (Reyes, 1992). . d. Miror Exercise Mirror exercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan yang menggunakan cermin yang pelaksanaannya menggunakan latihan gerakan –gerakan pada wajah baik secara aktif maupun pasif (Widowati, 2000).
PENATALAKSANAAN STUDI KASUS A. Deskripsi Problematika Fisioterapi 1) Impairment a. Kelemahan pada otot wajah sisi kanan b. Penurunan sensibilitas pada wajah sisi kanan 2) Functional Limitation a. Adanya gangguan saat minum dan berkumur karena air keluar dari sisi yang lesi. b. Adanya gangguan saat makan, karena makanan terkumpul pada sisi yang sehat. c. Adanya gangguan ekspresi, seperti mengerutkan dahi, mengangkat alis, menutup mata, tersenyum dan bersiul. 3) Disability a. Adanya penurunan rasa percaya diri saat bergaul di lingkungan masyarakat karena gangguan ekspresi wajah. b. Adanya gangguan kemampuan fungsional pasien, seperti berkumur, makan, minum dan lain – lain. B. Tujuan Fisioterapi 1) Tujuan Jangka Pendek a. Meningkat kekuatan otot wajah
b. Mengembalikan kemampuan fungsional wajah seperti saat minum dan makan, gangguan ekspresi seperti saat mengangkat alis, mengerutkan dahi, tersenyum dan menutup mata. 2) Tujuan Jangka Panjang Meningkatkan aktifitas fungsional secara optimal C. Pelaksanaan Fisioterapi 1. Infra Red Posisi pasien semyaman mungkin ( comfortable ) mungkin disesuaikan dengan daerah yang diobati. Posisinya bisa tidur telentang dengan kepala menoleh ke sebelah kanan. Pasien menggunakan penutup mata. Daerah yang diobati bebas dari pakaian serta perlu dilakukan tes sensibilitas terhadap panas dan dingin. Tes ini bisa dilakukan dengan menggunakan tabung yang berisi air hangat dan air dingin. Bila terjadi gangguan sensibilitas panas dan dingin pada daerah tersebut, maka pengobatan dengan infra merah perlu dihindarkan tetapi bila pengobatan dengan sinar infra merah sangat diperlukan maka perlu metode secara khusus. Daerah yang diobati sebaiknya dibersihkan dengan air sabun dan dikeringkan dengan handuk. Perlu pemberitahuan mengenai efek hangat yang dirasakan saat penyinaran dengan infra merah. Bila ternyata ada rasa panas yang menyengat, pasien diminta untuk segera memberitahukan pada terapis ( Sujatno, dkk 1993 ). Penyinaran dengan sinar infra merah diusahakan tegak lurus dengan daerah yang diobati dengan jarak lampu antara 45 – 60 cm. Lama waktu penyinaran antara 10 – 30 menit / disesuaikan dengan kondisi penyakitnya (Sujatno, dkk 1993 ). 2. Electrical Stimulation dengan Arus Faradik Posisi pasien telentang senyaman mungkin dan kepala dialasi bantal, kepala diposisikan dekat dengan alat dan terapis, wajah yang akan diterapi dibersihkan dahulu dengan air dan sabun, lalu dikeringkan dengan handuk/tissue. Sebelum dilakukan terapi perlu dilakukan tes sensibilitas tajam tumpul pada area yang akan diterapi dan dijelaskan tujuan terapi pada pasien. Indeferent electrode yang dilapisi pad lembab dipasang di daerah leher dan difiksasi dengan tekanan berat badan dari pasien. Sedangkan untuk active electrode berupa disk electrode kecil dilapisi pad yang lembab juga, dipegang terapis dan diberikan sesuai distribusi motor point pada wajah sehingga didapatkan kontraksi otot. Durasi pulsa yang digunakan 100 ms, frekuensi 60 Hz, dan interval pulse 1000, intensitas diatas 6 Ma sampai timbul kontraksi 30x tiap motor point, pindah dan diulangi sampai 3x. 3. Massage Pemberian massage ini diberikan pada seluruh permukaan wajah. Posisi terapis di sebelah atas kepala pasien. Sebelum massage dimulai, pelicin dituangkan ke telapak tangan terapist terlebih dahulu. Massage dapat dimulai dengan pemberian efflurage ke segala arah untuk meratakan pelicin, dilanjutkan dimulai dari dagu menuju ke arah telinga. Dilanjutkan dengan finger kneading pada sisi otot wajah yang sehat dengan arah
gerakan menuju ke arah telinga dimulai dari dagu sampai dahi. Dan diberikan tappotement dengan teknik tapping dengan tepukan ringan dari ujung – ujung jari yang dilakukan secara cepat dan berirama. Tapping diberikan pada sisi yang sakit. Setiap penggantian teknik diselingi efflurage. Massage diberikan selama 10 – 15 menit, dengan pengulangan 7 – 10 kali untuk setiap teknik. 4. Miror Exercise Pasien diminta melakukan gerakan – gerakan dari wajah seperti: mengangkat alis dan dahi ke atas, menutup mata, tersenyum, menarik sudut mulut ke samping kanan atau kiri, bersiul dan mencucu, menutup mata dengan rapat, memperlihatkan gigi seri dan mengangkat bibir ke atas, mengembang kempiskan cuping hidung, mengucap kata – kata labial : l, m, n. Latihan dilakukan selama 10 – 20 menit dengan pengulangan 4 – 5 kali setiap latihan, dan dilakukan 2 – 3 kali sehari.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dilihat dari hasil yang telah didapatkan setelah dilakukan terapi selama 6 kali dari T0 sampai T6 dengan modalitas pilihan fisioterapi yang berupa infrared, electrical stimulation, dan terapi latihan yang berupa miror exercise, dan massage telah diporelah suatu peningkatan hasil yang lebih baik sesuai dengan evaluasi akhir pada tanggal 27 Februari 2014 yaitu ada peningkatan kekuatan otot pada grup otot facial sisi dextra, adanya peningkatan kemampuan fungsional pada wajah sisi dextra. Hal ini dapat dilihat mengenai hasil evaluasi terapi yang telah didapatkan yang akan dijabarkan dalam bentuk tabel. Evaluasi yang digunakan dalam kasus Bell’s Palsy ini yaitu: 1) peningkatan kekuatan otot-otot facial dengan menggunakan MMT, 2) Peningkatan kemampuan fungsional pada wajah dengan skala ugo fish. Adapun hasil pemeriksaan yang dilakukan pada kasus bell’s palsy dapat dilihat dari hasil evaluasi sebagai berikut : 1. Hasil Evaluasi Kekuatan Otot Facial dengan MMT Tabel 4. 1 Hasil Evaluasi Kekuatan Otot Facial dengan MMT Nama Otot T1 T2 T3 T4 T5 T6 M. Frontalis 1 2 3 3 4 4 M. Orbicularis Okuli 1 2 3 3 4 4 M. Zygomatikus 1 2 3 3 4 4 M. Orbicularis Oris 1 2 3 3 4 4 M. Risorius 1 2 3 3 4 4 M. Bucinator 1 2 3 3 4 4
2.
Hasil Evaluasi Kemapuan Fungsional dengan Skala Ugo Fish Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Kemampuan Fungsional dengan Skala Ugo Fish Gerakan Wajah T1 T2 T3 T4 T5 T6 Diam 0 0 0 0 6 10 Mengerutkan Dahi 3 3 3 5 5 7 Menutup Mata 21 21 30 30 7 30 Tersenyum 9 9 9 9 30 15 Bersiul 3 3 3 3 3 5 Jumlah 36 36 46 47 53 67
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Seorang pasien laki-laki dengan umur 42 tahun dengan kondisi Bell’s Palsy Dextra yang menimbulkan masalah adalah adanya penurunan kekuatan otot, penurunan sensibilitas, dan penurunan kemampuan fungional. Setelah mendapatkan penanganan fisioterapis dengan menggunakan micro Infra Red, Faradik, Mirror Exercise dan Massage sebanyak 6 kali selama 2 minggu diperoleh satu perkembangan positif sebagai berikt : 1. Adanya peningkatan kekuatan otot-otot wajah 2. Adanya peningkatan kemampuan fungsional pada daerah wajah. B. Saran Untuk mengoptimalkan hasil terapi yang diberikan akan diberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Pasien Bagi penderita diharapkan kerja sama yang baik dengan terapis selama proses terapi berlangsung. Pasien diharapkan tetap selalu rutin menjalani program-program terapi yang telah diberikan dan ditentukan serta tetap menjalani home program seperti yang telah diedukasikan oleh fisioterapis. 2. Bagi Keluarga Kepada keluarga hendaknya selalu memberikan motivasi kepada pasien untuk latihan dan mebantu dalam proses latihan.dengan kerjasama yang baik antara terapis, pasien dan keluarga pasien diharapkan akan dapat tercapai keberhasilan terapi. 3. Bagi Fisioterapis Fisioterapis hendaknya sebelum melakukan terapi kepada pasien diawali dengan pemeriksaan dengan mencatat perasalahan pasien, melakuan evaluasi dan memberikan edukasi pada pasien sehingga memperoleh hasil yang optimal. 4. Bagi Masyarakat Hendaknya masyarakat tetap memperhatikan keehatannya demi meningkatkan derajat kehidupan serta untk egera melakkan pengobatandan pencegahan jika terjadi gejala seperti yang penderita alami.
DAFTAR PUSTAKA Annsilva. 2010. Bell’s Palsy. Diunduh dari http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell’s-palsy-casereport/” (diakses tanggal 13 April 2014) Japardi, Iskandar. 2004. Nervus Facialis. Bagian Bedah FK Universitas Sumatera Utara Lumbantobing. 2007. Neurologi Klinik. Jakarta: FK Universitas Indonesia. Reyes T, Reyes OBL. 1992. Hydrotherapy, Massage, Manipulation and Traction. Volume 2. Philippines. Sujatno, dkk. 2002. Sumber Fisis. Surakarta: Politeknik Kesehatan Jurusan Fisioterapi Surakarta Sidharta, P. 2000. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan VIII. Jakarta: Dian Rakyat. Thamrinsyam. 2002. Beberapa Kontroversial Bells Palsy dikutip dalam Tharinsyam, dkk. Bells Palsy. Surabaya: Unit Rehabilitasi edik RSUD Dr. Soetomo/ FK UNAIR Weiner HL, Levitt LP. 2001. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi.Ed 5. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Widowati. 2000. Paralisis Bell, dikutip dalam: Harsono, ed. Kapita Selekta Neuroloi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada