Luluk Mawardah,et.al/e-Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (eJETU). ISSN: 2301-850X. Vol. I, Issue 2, Oktober 2013 pp. 19-27
Penataan Ruang Terbuka Hijau sebagai Cara Optimalisasi Pembentukan Karakter Kota Studi Kasus Ruang Terbuka Hijau di Pusat Kota Pacitan 1)Luluk Mawardah ; 2)Ririn Dina Mutfianti 1)FTSP-Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Jl. Arief Rahman Hakim 100, Surabaya Email :
[email protected] 2)FT-Jurusan Arsitektur, Universitas Widya Kartika ; Jl. Sutorejo Prima Utara II/1, Surabaya 60113 Email:
[email protected] ABSTRAK Dewasa ini pembangunan tidak lagi dapat dilaksanakan tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekologi, terutama dalam hal penataan Kota. Pemerintah bahkan telah memberikan regulasi yang jelas yang menjadi panduan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan fisik kota. Dalam amanat UU no. 26/2007 tentang Penataan Ruang, luas RTH minimal telah ditetapkan sebesar 30% dari luas kawasan yang dibagi menjadi 20% RTH Publik dan 10% RTH Privat [5]. Pacitan merupakan kota dengan kondisi topografi dan geografi sebagai hutan tropis. Dalam perhitungan kebutuhan oksigen, Kota Pacitan telah memenuhi standart RTH. Sehingga peran RTH dalam pengembangan penataan Kota Pacitan adalah sebagai fungsi sosial, fungsi ekonomi dan fungsi estetika. Peran estetika dalam penataan RTH merupakan cara optimalisasi pembentukan karakter kota, terutama pusat kota. Melalui metode deskriptif kualitatif, penataan RTH di pusat kota mampu membentuk karakter kota lebih baik. Hasil analisis dipergunakan untuk optimalisasi RTH pusat kota. Penataan RTH disesuaikan dengan peruntukan dan tataguna lahan, yaitu perumahan, industri, bisnis dan perdagangan, taman kota, jaringan jalan dan sempadan sungai. Kondisi penataan RTH disesuaikan dengan kondisi peruntukannya. Kata kunci : Optimalisasi, Karakter Kota, RTH ABSTRACT Nowadays development plan cannot be implemented without considering the ecological balance , especially to in terms of Urban planning. The government has even given clear regulations to guide physical development of the city. In the mandate of act no. 26/2007 on Spatial Planning , green open space has been set at a minimum of 30 % of the total area, and divided into 20 % public and 10 % of Private green open space [ 5 ] . Pacitan is a city with topography and geography open spae conditions tropical forest. of the tropical forest. In calculating of oxygen demand , Pacitan City has met the standard of green open space . the roles of green open space in the development of Pacitan City concist of is a social function , economic function and aesthetic function . Aesthetic role in the green open space is a way of optimizing the urban character, especially the city center. Through a qualitative descriptive method green space in the city ceit is found that planning, green open space in the city center was able to shape better character of the city . The results of the analysis are used to find the optimization criteria of green open space for the city center. Planning green open space has to concider zoning and land use, in example ., residential , industrial , business and commerce , parks , roads and river banks . the conditions of green open space should adapt . Key words : Character of the city, Optimizing, Green Open Space
[19]
Hak Cipta oleh eJETU © 2013. Open Access at http://www.jurnal.widyakartika.ac.id/index.php/ejetu
Pendahuluan Penyediaan RTH merupakan amanat dari UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dimana disyaratkan luas RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH Publik minimal 20% dan RTH Privat minimal 10% [5]. Pada kenyataannya, terjadi penurunan kuantitas Ruang Terbuka Hijau yang sangat signifikan di kawasan perkotaan yang menyebabkan menurunnya kualitas ruang terbuka publik perkotaan. Ruang Terbuka Hijau Kota menjadi lebih terabaikan terutama bila kawasan kota merupakan daerah berbukuit-bukit dengan hutan yang masih produktif. Pemenuhan prosentase minimum kebutuhan RTH telah dengan sendirinya terpenuhi. Sehingga RTH sebagai pembentuk karakter kota seperti yang diutarakan oleh Simonds, yaitu RTH sebagai penjaga kualitas lingkungan, penyumbang runag bernafas yang segar dan indah, paru-paru kota, penyangga sumber air bersih, pencegah erosi telah terpenuhi [4]. Pada dasarnya RTH memiliki fungsi utama sebagai fungsi ekologis, pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen sekaligus penyerap polusi, penyerap dan penyimpan air hujan, pelindung habitat satwa dan sekaligus sebagai pelindung terhadap angin. Sedangkan fungsi RTH sebagai fungsi sosial, fungsi ekonomi dan fungsi estetika, merupakan fungsi tambahan [1]. Dalam ranah perancangan kota, RTH dapat disisipkan di setiap space di setiap elemen penataan kawasan dimana menurut Hamid shirvani meliputi elemen yang terdiri dari permassaan (building form and massing), sirkulasi dan parkir (circulation and parking area), ruang terbuka (open space), area pedistrian (pedistrian area) dan pertandaan (signage)[3]. Sepemikiran dengan Shirvani, Pemerintah telah mengatur melalui Peraturan mentri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, menyebutkan bahwa RTH dikelompokkan menjadi 4 jenis RTH yaitu RTH pekarangan, RTH Taman dan hutan kota, RTH jalur hijau jalan, dan RTH untuk fungsi tertentu seperti sempadan badan air (sungai dan telaga) serta pemakaman (2]. Kabupaten Pacitan terletak di sebelah Barat Daya Propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Geografis Kabupaten Pacitan berada pada koordinat 7º 55'- 8º 17' Lintang Selatan dan 110º 55'-111º 25' Bujur Timur dengan batasan administrasi sebagai berikut : Sebelah Barat : Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) Sebelah Timur : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur) Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur) dan Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) Sebelah Selatan : Samudra Indonesia Administrasi Kabupaten Pacitan terdiri dari 12 Kecamatan dengan 19 Kota dan 152 Desa. Luas wilayahnya adalah 1.388,87 Km2 dengan luas tanah sawah sebesar 130,15 Km2 atau sekitar 9,36 persen dan luas tanah kering adalah 1.259,72 Km2 atau sekitar 90,64 persen. Diantara luas tersebut sebagian besar berupa perbukitan yaitu kurang lebih 85 %, gunung-gunung kecil lebih kurang 300 buah menyebar diseluruh wilayah Kabupaten Pacitan dan jurang terjal yang termasuk dalam deretan Pegunungan Seribu yang membujur sepanjang selatan Pulau Jawa, sedang selebihnya merupakan dataran rendah. RTH eksisting Kecamatan Pacitan meliputi Hutan seluas 189.368,02 km2, Kebun seluas 19.215.978,19 km2, RTH Permukiman 13.163.721,84 km2, Sungai buffer 296.063,78 km2, Jalan buffer 1.833.977.12 km2, dari luasan Kecamatan sebesar 97.748.646,45 km2. Hasil analisis yang telah dilakukan di dapat gambaran bahwa pada dasarnya Kecamatan karakteristik geografi yang berbukitbukit dan dengan kondisi tanah yang cukup baik untuk pengembangan dan penanaman pohon, sehingga tanaman dan pepohonan telah mendominasi hutan dan bukit-bukit yang ada. Dari kondisi fisik berbukit-bukit dan fungsi hutan rakyat serta hutan lindung masih baik, maka dapat disimpulkan kebutuhan Ruang terbuka hijau untuk memenuhi standart pemenuhan oksigen tidak perlu dianalisis lagi. Kebutuhan RTH lebih banyak dikonsentrasikan untuk keindahan kota, keamanan lingkungan serta wadah komunitas masyarakat dalam bersosialisasi seperti taman-taman kota dan tempat-tempat Olah raga. Gambaran tentang luasan RTH eksisting dan rencana perluasan RTh tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
[20]
Luluk Mawardah,et.al/e-Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (eJETU). ISSN: 2301-850X. Vol. I, Issue 2, Oktober 2013 pp. 19-27
Tabel1. RTH Eksisting
Jenis RTH
Luasan Eksisting 2
Hutan
189,368.02 km
Kebun
19,215,978.19 km
Permukiman
13,163,721.84 km
Sungai Buffer
296,063.78 km
2 2 2 2
Jalan buffer
1,220,968.57 km
2
Jalan buffer2 Luas daerah
613,008.55 km
2
79,748,646.45 km
Dan gambar sebaran RTH yang direncanakan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. RTH Rencana di Kecamatan Pacitan Peran RTH dalam membentuk karakter kota sangat besar, begitu juga halnya yang terjadi di kawasan Perkotaan Kabupaten Pacitan. Namun, untuk Kabupaten Pacitan kebutuhan RTH untuk membentuk karakter kota ini sangat terbatas dan hanya dapat dialokasikan di beberapa lokasi tertentu seperti sepanjang jalan, sempadan sungai, sempadan pantai dan perlindungan sempadan mata air. Meski keterbatasan pengembangan RTH terkendala faktor geografis, namun beberapa alokasi pengembangan RTH dapat disesuaikan dengan karakter kondisi fisik melalui pemilihan jenis vegetasi yang spesifik dan design yang sesuai dengan kontur/ketinggian tanahnya sehingga keberadaan RTH dapat dioptimalkan dari aspek fungsi estetis dan ekologis sesuai potensi dan permasalahan penempatan RTH sebagai RTH pekarangan, RTH Taman dan hutan kota, RTH jalur hijau jalan, dan RTH untuk fungsi tertentu seperti sempadan badan air (sungai dan telaga) serta pemakaman.
Metode Pembahasan Pembahasan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Di awali dengan pengamatan dan analisis baik data primer dan sekunder berupa buku-buku catatan tentang penelitian-penelitian sebelumnya. Survey lapangan dilakukan sebagai bahan utama dalam menganalisis kondisi dan situasi untuk kemudian dapat menjadi konsep dasar dalam membuat desain penataan ruang terbuka hijau.
Hasil dan Pembahasan Dilihat dari aspek topografi menunjukkan bentang daratan yang bervariasi dan tersebar di seluruh lokasi kecamatan yang ada, dengan rincian kemiringan sebagai berikut : 1. Datar (0-5%) dengan luas 55,59 km2 atau 4% dari luas wilayah. 2. Berombak (6-10%) dengan luas 138,99 km2 atau 10% dari luas wilayah. 3. Bergelombang (11-30%) dengan luas 333,57 km2 atau 24% dari luas wilayah.
[21]
Hak Cipta oleh eJETU © 2013. Open Access at http://www.jurnal.widyakartika.ac.id/index.php/ejetu
4. Berbukit (31-50%) dengan luas 722,73 km2 atau 52% dari luas wilayah. 5. Bergunung (>52%) dengan luas 138,99 km2 atau 10% dari luas wilayah. Dilihat dari ketinggiannya diukur dari permukaan laut, maka profil Kab.Pacitan menunjukkan ketinggian yang bervariasi dan tersebar di seluruh lokasi kecamatan yang ada, dengan rincian sebagai berikut : 1. Ketinggian 0-25 m : seluas 37,76 km atau 2,62 % luas wilayah. 2. Ketinggian 25-100 m : seluas 38 km atau 2,67 % luas wilayah. 3. Ketinggian 100-500 m : seluas 747,75 km atau 52,68 % luas wilayah. 4. Ketinggian 500-1000 m : seluas 517,13 km atau 36,43 % luas wilayah. 5. Ketinggian >1000 m : seluas 79,40 km atau 5,59 % luas wilayah. Bila ditinjau dari struktur dan jenis tanah, wilayah Pacitan terdiri dari Assosiasi Litosol Mediteran Merah, Aluvial kelabu endapan liat, Litosol campuran Tuf dengan Vulkan serta komplek Litosol Kemerahan yang ternyata di dalamnya banyak mengandung potensi bahan galian mineral. Pacitan disamping merupakan daerah pegunungan yang terletak pada ujung timur Pegunungan Seribu, juga berada pada bagian selatan Pulau Jawa dengan rentangan sekitar 80 km dan lebar 25 km. Tanah Pegunungan Seribu memiliki ciri khas yang tanahnya didominasi oleh endapan gamping bercampur koral dari kala Milosen (dimulai sekitar 21.000.000 – 10.000.000 tahun silam). Endapan itu kemudian mengalami pengangkatan pada kala Holosen, yaitu lapisan geologi yang paling muda dan paling singkat (sekitar 500.000 tahun silam – sekarang) Dilihat dari kondisi hidrologinya melalui 3 (tiga) sungai besar dan tingkat pemanfaatan serta keberlanjutannya di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Pacitan cukup potensial dengan didukung beberapa embung/telaga. Dari beberapa kondisi fisik dasar diatas, menunjukkan bahwa seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pacitan mempunyai karakter fisik dominasi luasan kemiringan bergelombang hingga bergunung dengan ketinggian dominan berada di ketinggian diatas 100 m- 1000m serta jenis tanah yang sebagian besar kurang subur. Dengan demikian, dari segi aspek kondisi fisik dasar di Kecamatan Pacitan mempunyai peluang atau potensi pengembangan RTH yang mendukung pemehunan penghijauan kawasan dan pelestarian sumber air. Arah Pengembangan RTH Pasa dasarnya arah pengembangan dan pembangunan RTH Pacitan adalah dengan menganut pola intensifikasi dan ekstensifikasi serta mitigasi. Intensifikasi adalah pola pengembangan dan pembangunan dengan mengoptimalkan pemanfaatan ruang terbuka yang sudah ada. pelaksanaan intensifikasi adalah pada daerah-daerah yang sekarang sudah ada dan dimiliki seperti lapangan bola, sempadan jalan, sempadan sungai, sempadan pantai, taman kota, RTH privat. Ekstensifikasi adalah pola pengembangan dan pembangunan dengan menambah / memperluas ruang terbuka pada ruang-ruang terbuka yang sudah ada dan membangun RTH baru. Mitigasi, adalah pola pengembangan dan pembangunan kawasan dengan mengurangi dampakdampak yang timbul akibat kondisi yang rawan, akibat kondisi alam secara fisik atau akibat perubahan cuaca / iklim. Pelaksanaan mitigasi adalah pada daerah / kawasan rawan banjir, rawan kering, rawan longsor. Pengembangan RTH Kebutuhan RTH ini akan terus meningkat/bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Oleh karena itu usaha pengembangan RTH tidak hanya dapat dilakukan pada usaha pengadaan lapangan olahraga taman kota, jalur hijau dan sempadan jalan serta sempadan sungai seperti yang selama ini dilaksanakan/ ditemui pada kondisi existing tetapi perlu usaha pengembangan di daerah-daerah yang mempunyai potensi tata hijau seperti pada kawasan industri, halaman /pekarangan rumah penduduk, kawasan bisnis dan perdagangan maupun kawasan lainnya. Usaha pengembangan ruang terbuka hijau dapat dilaksanakan dengan cara intensifikasi dan cara ekstensifikasi.
[22]
Luluk Mawardah,et.al/e-Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (eJETU). ISSN: 2301-850X. Vol. I, Issue 2, Oktober 2013 pp. 19-27
Cara yang pertama (intensifikasi) adalah usaha penanaman tanaman untuk memperbaiki mutu tata hijau pada wilayah-wilayah yang sebelumnya sudah merupakan daerah tata hijau. Penanggulangan ruang terbuka hijau ini dapat dilakukan dengan mengoptimal kan pemanfaatan ruang terbuka. Optimalisasi ruang terbuka hijau yang telah ada dapat dilakukan dengan melakukan penanaman vegetasi dari jenis-jenis yang berbeda untuk menciptakan struktur berlapis. Kondisi ini akan menyebabkan kemampuan RTH akan bertambah besar dan optimal dalam menetralisir CO2 karena dengan pengaturan jenis dan komposisi tanaman yang ada dalam suatu lahan ruang terbuka hijau yang sebelumnya memiliki kemampuan yang rendah maka kemampuan tata hijau tersebut juga semakin tinggi dengan komposisi berlapis dari strata semak, perdu dan pohon. Cara intensifikasi dapat dilakukan pada daerah-daerah yang tidak dimungkinkan lagi untuk dilaksanakan penambahan luas ruang terbuka hijau karena keterbatasan lahan. Kondisi seperti ini dapat ditemukan didaerah pusat Ibu Kota Kecamatan khususnya pada wilayah padat pemukiman yang KDB – nya 60% - 100%. Intensifikasi juga dapat dilakukan dengan melakukan upaya peningkatan fungsi ruang terbuka hijau yang telah tersedia dengan cara sebagai berikut : 1. Pembangunan/perbaikan serta pemeliharaan taman-taman kota yang telah ada sehingga dapat difungsikan sebagaimana mestinya. 2. Penanaman tanaman perdu dan pohon pada halaman rumah penduduk dan halaman perkantoran atau instansi-instansi baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta serta institusi pendidikan yang ada . 3. Penanaman tanaman dengan mempergunakan pot sebagai tempat penanamannya dan mempergunakan sistem roof garden untuk daerah-daerah pemukiman padat, fasilitas bisnis seperti pertokoan, pasar, dan hotel/wisma serta toko/ruko yang bertingkat. 4. Perbaikan lapangan olah raga sebagai fasilitas pemerintah dan masyarakat. 5. Pengembangan ruang terbuka hijau pada jalur kanan kiri jalan, jalur tengah/median. 6. Pengembangan ruang terbuka hijau pada daerah-daerah sempadan sungai, pinggirpinggir kanal dan pesisir pantai. Cara yang kedua adalah dengan system ekstensifikasi untuk pengembangan ruang terbuka hijau yaitu upaya pemenambahan luasan/pengadaan luasan baru daerah tata hijau. Ekstensifikasi dapat dilakukan pada wilayah-wilayah yang masih cukup memuingkinkan seperti pada kawasan pengembangan industri, seluruh daerah-daerah cadangan pemukiman yang tersedia disetiap kecamatan dan pengembangannya harus mempertimbangkan antara jumlah pemukiman/ penduduk dengan ruang terbuka hijau dalam pembangunannya. Pembangunan kawasan industri di dekat pemukiman berpotensi menimbulkan ancaman terhadap kelestarian lingkungan dan penghuninya sehingga sangat perlu dibangun hutan kota yang berfungsi sebagai zonasi atau upaya isolasi polutan dari kawasan industri tersebut. Tipe hutan kota industri berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari limbah industri, baik berbentuk cair maupun padat yang bukan hanya dapat mengganggu karyawan-karyawan pabrik disekitar wilayah industri namun juga dapat mengancam penduduk disekitarnya melalui aliran sungai maupun yang terbawa oleh angin. Selain itu ruang terbuka hijau tipe industri juga dapat berperan sebagai tempat istirahat bagi para karyawan pabrik. Kecenderungan lain yang terjadi adalah semakin meningkatnya kebutuhan penduduk untuk menikmati suasana alami dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak masyarakat keluar kota untuk mencari dan menikmati keindahan alam terbuka baik diwaktu libur maupun diwaktu senggang. Sehingga perlu dibangun lagi kawasan ruang terbuka hijau dalam bentuk hutan kota wisata/rekreasi maupun hutan konservasi untuk melindungi jenis-jenis yang langkah yang sekaligus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara umum. Penataan RTH Kawasan yang merupakan daerah potensi tata hijau untuk pengembangan penataan ruang terbuka hijau adalah :
[23]
Hak Cipta oleh eJETU © 2013. Open Access at http://www.jurnal.widyakartika.ac.id/index.php/ejetu
1.
Penataan RTH Perumahan / Pemukiman Penghijauan pada kawasan perumahan adalah penataan ruang terbuka hijau pada halaman/pekarangan rumah. Kawasan ini merupakan lahan milik perorangan maka dalam penetapan kriteria bentuk ruang terbuka hijau sepenuhnya tergantung pada pemiliknya. Namun demikian pemilihan tanaman sebaiknya disesuaikan dengan lingkungan disekitarnya dan tipe RTH permukiman serta tidak mengganggu jaringan utilitas umum disekitarnya. Penataan tata hijau pada kompleks perumahan bertujuan untuk pengelolaan lingkungan pemukiman sehingga yang harus dibangun adalah ruang terbuka hijau tipe pemukiman. Tipe Penataan tata hijau pemukiman dititik beratkan pada keindahan, penyejukan, tempat bermain, dan santai. Jenis-jenis tanaman yang dapat ditanam pada tipe pemukiman ini adalah Nangka (Arthocarpus integra), Kenanga (Canangium odoratum), Sirsak (Annona muricata), Rambutan (Nephelium lappaceum), Asam Keranji (Ptecelubium dulce), dan lain-lain.
Gambar 4. Tampak Atas RTH Privat di Permukiman 2.
Penataan RTH Kawasan Bisnis dan Perdagangan Penghijauan pada kawasan bisnis dan perdagangan mencakup usaha penataan areal parkir dan halaman dengan maksud memberikan batas terhadap suasana dan kegiatan yang ditimbulkan oleh lingkungan sekitar, memberikan kesan keteduhan dan keindahan serta memperkecil / mengurangi tingkat polusi. Jenis tanaman yang dapat ditanam dalam kawasan ini adalah Beringin (Ficus benjamina), Pinus (Pinus merkusii), Bambu Kuning (Bambusa vulgaris), dan Boungenvil (Boungainvillea spectabilis). (progres Desain dan paparan yang mengikutinya masih berjalan dan sedang dikerjakan)
3.
Penataan RTH Kawasan Industri Pengembangan RTH kawasan industri dikonsentrasikan di zona tepi yang berarti daerah yang mempunyai kepadatan penduduk rendah. Pembangunan ruang terbuka hijau kawasan industri mempunyai fungsi sebagai penyerap dan penjerat polutan, tempat istirahat para pekerja dan tempat parkir kendaraan. Pengembangan RTH kawasan industri bukan hanya bermanfaat bagi pekerja/karyawan tetapi juga bermanfaat bagi penduduk yang bermukim disekitar kawasan industri tersebut. Pemilihan jenis tanaman dikawasan ini juga perlu diperhatikan. Pemilihan jenis tanaman untuk kawasan industri haruslah tanaman yang mampu menyerap polutan yang dihasilkan oleh aktivitas industri. Karena itu pemilihan tanaman pada kawasan industri nilai keindahannnya bukan menjadi tujuan utama tetapi lebih berorientasi kepada pola penghijauan yang dapat memberi kesan kenyamanan. Untuk itu tanaman yang dipilih memiliki sifat-sifat antara lain : a. Berbentuk pohon b. Mempunyai bentuk tajuk yang tinggi c. Mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan kawasan industri d. Percabangan pohon yang tinggi
[24]
Luluk Mawardah,et.al/e-Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (eJETU). ISSN: 2301-850X. Vol. I, Issue 2, Oktober 2013 pp. 19-27
e. Tidak menghasilkan buah atau kotoran yang lambat terurai f. Intensitas pemeliharaan minim g. Dominan berwarna hijau h. Struktur daun berbulu/kasar. Anternatif tanaman yang dapat ditanam disekitar kawasan industri adalah Damar (Agathis alba), Bungur (Lagestromia speciosa), Tanjung (Mimusops elengi), Kirai Payung (Filicium decipiens).
Gambar 5. Tampak Atas Penempatan RTH untuk Areal Industri 4.
Penataan RTH Taman Kota Taman yang dimaksud disini adalah taman yang bersifat public facility dan tidak ada pungutan untuk menikmatinya. Taman yang bersifat dekoratif merupakan ruang terbuka yang tidak boleh dibangun kecuali beberapa fasilitas penunjang. Penanaman tanaman ini didasarkan atas fungsi yang diembannya yaitu fungsi estetika, fungsi ekologis, dan fungsi sosial. Aspek manfaat merupakan prinsip utama sebuah taman kota. Kelegaan taman menjadi prioritas utama agar dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak. Taman yang penataannya kurang teratur tidak akan dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga tak jarang ditemui taman-taman kota yang akhirnya terbengkalai karena tidak pernah digunakan oleh masyarakat. beberapa tanaman yang cocok untuk taman kota ialah Palem Raja (Oerodoxa regia), Puspa (Schima wallichii), Flamboyan (Delonix regia) dan Cemara Angin (Casuarina mountana).
Gambar5.12 Perspektif Taman Kota 5.
Penataan RTH Jaringan Jalan Penataan RTH ini dilakukan berupa penghijauan sepanjang jalur jalan, baik merupakan jalur tepi kanan kiri jalan maupun jalur tengah (median). Fungsi unsur hijau disini adalah sebagai pengaman, pelindung, pemberi arah serta memberi pandangan visual pada pengemudi dan mengurangi pencemaran udara serta bunyi bising dari kendaraan bermotor. Yang harus diperhatikan dalam pengembangan RTH pada jaringan jalan ini adalah : a. Jarak penanaman antar pohon dan hirarki jalan yang akan menentukan karakteristik pergerakan. b. Penempatan pohon dan lampu harus diperhitungkan antara bentuk/ ukuran tajuk pohon dengan atribut jalan.
[25]
Hak Cipta oleh eJETU © 2013. Open Access at http://www.jurnal.widyakartika.ac.id/index.php/ejetu
c. d.
Agar tidak terkesan monoton dan menghindari tajuk pohon saling bertemu maka pohon ditanam selang-seling . Selain kriteria keamanan pada daerah tikungan jalan, diperhatikan pula kenampakan visual yang memberikan kesan estetika. A. Jalur Hijau Pengembangan RTH dijalur tepi jalan untuk memenuhi fungsi : 1. Peneduh Tanaman yang akan dijadikan sebagai peneduh harus memiliki syarat percabangan tidak merunduk, struktur daunnya padat, sistem perakaran tidak muncul keatas permukaan tanah karena dapat merusak konstruksi jalan. Tanaman yang cocok untuk peneduh adalah Mahoni (Switenia macrophylla), Pohon Sapu Tangan (Amhersti nobilis). Tanjung (Mimusops elengii) dan lain-lain. 2. Penyerap Polusi Udara Penyebab pencemaran udara terbesar adalah berasal dari mesin kendaraan bermotor. Bahan pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor tersebut diantaranya NO2, SO2, debu dan timbal (Pb). Debu dan timbal merupakan pencemar terbesar. Syarat tanaman yang dapat digunakan sebagai penyerap polusi udara adalah memiliki ketahanan tinggi terhadap pengaruh udara struktur daunnya padat dengan jarak tanam yang rapat. Jenis-jenis tanaman yang dapat ditanam sebagai penyerap polusi udara adalah Kirai Payung (Filicium decipiens), Kenari (Canarium commune), dan Mahoni (Switenia macrophylla). Pohon-pohon tersebut dapat mengurangi polusi udara 47 % sampai 69 %. B. Jalur Tengah (Median) Jalur tengah (median) sangat berpotensi menjadi taman yang berfungsi dekoratif jika perencanaan dan perancangannya dilakukan dengan baik. Pemeliharaan taman dan, tanaman yang ditanaman juga harus memperhatikan kerapatan jenis sehingga terkadang saling tumpang tindih. Penggunaan jenis pohon yang bercabang pada jalur tengah (median) harus dihindari karena menimbulkan efek bayangan sehingga mengundang pejalan kaki untuk berjalan disekitar jalur tersebut. Pohon yang bercabang rendah dapat digunakan pada jalur tengah ini namun harus dilaksanakan pemangkasan secara rutin. Jenis pohon yang dapat dipergunakan pada jalur tengah ini adalah Glodokan Tiang (Polyathia longifolia Pendula).
Gambar 6. RTH Sempadan jalan 6.
Penataan RTH Kawasan Sempadan Sungai Pembangunan RTH kawasan sempadan sungai dilakukan dengan memilih jenis tanaman yang dapat mengikat struktur tanah sehingga dapat berfungsi sebagai zona penyangga dan konservasi. Kriteria umum pemilihan tanaman untuk kawasan ini adalah : Sistem perakaran tanaman mampu mengikat struktur tanah.
[26]
Luluk Mawardah,et.al/e-Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (eJETU). ISSN: 2301-850X. Vol. I, Issue 2, Oktober 2013 pp. 19-27
Tidak memerlukan perawatan yang intensif. Batang kuat dan elastis. Jenis tanaman yang dapat dipilih adalah Akasia (Acacia auriculiformis), Angsana (Pterocarpus indicus) dan Ketapang (Terminalia catappa).
Gambar 7. RTH Sempadan Sungai
Simpulan Keunikan topografi yang dimiliki kota Pacitan merupakan potensi yang perlu dikembangkan untuk memunculkan karakter kotanya. Sebagai kawasan yang berada di lembah, dekat panti sekaligus dikelilingi oleh bukit-bukit, identik dengan kota yang sudah hijau. Tidak ada masalah dengan kecukupan oksigen oleh luas kawasan dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Kondisi pebukitan dengan hutan tropisnya telah mencukupi suplai oksigen dalam kota. Permasalahan lebih pada kondisi kota yang tidak mencerminkan kecukupan oksigen tersebut. maka karakter kota dapat diarahkan melalui optimalisasi ruang terbuka dengan penataan ruang terbuka hijau yang sebanyak-banyaknya dan dengan jenis tanaman yang sesuai.
Daftar Pustaka [1]. Purnomohadi, Ning, Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum, 2006 [2]. PP PU No.05/PRT/M/2008, [3]. Shirvani, Hamid, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York. 1985 [4]. Simmonds, John Ormsbee, Landscape Architecture An Ecological Approach to Enviromental Planning, Mc Graw Hill Book Company, New York, 1961 [5]. UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang
[27]