PEMODELAN DAN TRANSMISI VOLATILITAS RETURN SAHAM UTAMA DUNIA TERHADAP INDONESIA
LINDA KARLINA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan dan Transmisi Volatilitas Return Saham Utama Dunia terhadap Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2017 Linda Karlina Sari NIM H151150471
RINGKASAN LINDA KARLINA SARI. Pemodelan dan Transmisi Volatilitas Return Saham Utama Dunia terhadap Indonesia. Dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI dan BAGUS SARTONO. Volatilitas pada pasar keuangan, khususnya pada pasar saham, merupakan salah satu fenomena yang sangat menarik karena dampaknya terhadap eksistensi pasar keuangan global. Keberadaan volatilitas berhubungan dengan resiko dari sebuah saham. Dalam era globalisasi sekarang ini, keuangan internasional menjadi semakin terintegrasi dan terbuka, yang pada gilirannya akan menyebabkan mobilitas modal dari salah satu negara di dalamnya terhadap negara lain juga semakin besar. Pasar keuangan dunia yang tanpa batas memungkinkan adanya peningkatan resiko melalui guncangan yang terjadi pada pasar tertentu menjadi semakin sulit diisolir dari pasar-pasar lainnya. Dampak dari terjadinya guncangan di sebuah negara dapat menular (spill over) ke pasar negara lainnya melalui mekanisme transmisi, sehingga untuk pasar-pasar terkait akan mengalami ketidakstabilan keuangan. Akibatnya, analisis mengenai keberadaan volatilitas dalam suatu pasar saja sering kali tidak cukup bagi pelaku pasar. Sehingga, perlu dilakukan kajian lanjutan terkait transmisi volatilitas antar pasar. Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama fokus pada proses pemilihan model terbaik dalam menggambarkan volatilitas return saham serta mengidentifikasi adanya efek asimetris yang merujuk pada perbedaan respon saat terjadi good news dan bad news pada suatu pasar. Selanjutnya, bagian kedua menganalisis speed of response dan dekomposisi keragaman volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap volatilitas return pasar saham asing, di antaranya Singapura, Hong Kong, Jepang, Australia, Amerika Serikat, dan Inggris. Selain itu, bagian kedua penelitian ini juga mengidentifikasi adanya perubahan struktur interaksi dinamis pasar saham Indonesia setelah krisis 2007. Data yang digunakan adalah data harian indeks harga saham dari tujuh pasar saham selama periode 19902016. Proses pemodelan volatilitas return saham dengan menggunakan model simetris GARCH dan berbagai macam model asimetris GARCH, yakni EGARCH, GJR-GARCH, TGARCH, IGARCH, APARCH, dan CGARCH. Sedangkan, untuk analisis transmisi volatilitas return saham menggunakan sistem Vector Autoregression (VAR). Hasil yang ditemukan dari bagian pertama penelitian ini yakni secara keseluruhan model asimetris GARCH menunjukkan estimasi yang lebih baik dalam menggambarkan volatilitas return saham dibandingkan model simetris GARCH. Hal ini dapat dilihat dari nilai AIC model asimetris GARCH terbaik masing-masing pasar saham lebih kecil dibandingkan AIC model simetris untuk masing-masing pasar saham. Lebih jauh lagi, model asimetris GARCH terbaik tersebut mengungkapkan keberadaan efek asimetris dan signifikan secara statistik pada ketujuh pasar saham yang diamati. Keberadaan efek asimetris ini, mengindikasikan bahwa saat bad news pada satu periode sebelumnya (t-1) akan meningkatkan volatilitas return saham pada saat ini (t). Selain itu, hasil model yang didapatkan untuk masing-masing negara berbeda-beda. Volatilitas return dari pasar saham Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Singapura, dan Australia digambarkan oleh
model asimetris TGARCH. Sementara itu, gambaran volatilitas return saham pada pasar saham Indonesia dan Hong Kong diwakilkan oleh model asimetris APARCH. Bagian kedua penelitian ini menemukan beberapa hal mengenai transmisi volatilitas return pasar saham asing yang digunakan dalam penelitian ini terhadap volatilitas return pasar saham Indonesia. Hasil dari analisis impulse response menemukan bahwa transmisi volatilitas terbesar baik pada periode sebelum maupun setelah krisis 2007 berasal dari guncangan pasar saham Hong Kong dan disusul oleh pasar saham Singapura. Hasil lain yang didapatkan dari analisis tersebut, yakni adanya peningkatan secara substansial derajat interdependensi pada pasar saham Indonesia terhadap pasar saham asing pada periode setelah krisis 2007. Sementara itu, hasil analisis variance decomposition menunjukkan bahwa dekomposisi keragaman dalam volatilitas return pasar saham Indonesia, secara dominan dipengaruhi oleh volatilitas return saham dirinya sendiri baik pada periode sebelum krisis maupun setelah krisis 2007. Pada periode setelah krisis 2007, pengaruh volatilitas return pasar saham AS dan Inggris mengalami peningkatan yang drastis dalam mempengaruhi volatilitas return pasar saham Indonesia. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, hal yang dapat disarankan bagi pelaku otoritas kebijakan yakni perlunya menjaga kondisi pasar dari munculnya sentimen-sentimen negatif. Hal ini perlu dilakukan karena para pelaku pasar sangat sensitif terhadap sentimen negatif yang ada di suatu pasar. Kata kunci: asimetris GARCH, pasar saham, pemodelan, transmisi volatilitas, volatilitas return
SUMMARY LINDA KARLINA SARI. Volatility Modelling and Transmission of Global Main Stock Return to Indonesia. Supervised by NOER AZAM ACHSANI and BAGUS SARTONO. Volatility in financial market, especially in stock market, is one of the interesting phenomenons because of its effect to the existence of global financial market. The existence of volatility closely related to the risk in stock market. In this globalization era nowadays, international finance become increasingly integrated and open, which in turn will make the greater financial mobility from one country to another. Borderless world financial market makes the possibility of the increase in risk through shocks that happened in a certain market become more difficult to be isolated from the other markets. The impact of a shock in a country can be spilled over into another country through mechanism of transmission, and this will result in financial instability in the related markets. As a result, the analysis regarding the existence of volatility alone in a market is not enough for market players. Therefore, an advanced research about volatility transmission among markets is necessary. This research is divided into two sections. The first section is focused on choosing the right model to illustrate the volatility of stock return and to identify the existence of asymmetric effect which refer to the difference in the response of a good news and a bad news situations in a certain market. The second section is analyzing the speed of response and the variance decomposition of stock return volatility in Indonesia towards the stock return volatility in foreign markets, i.e. Singapore, Hong Kong, Japan, Australia, United States, and United Kingdom. Other than that, there is also an attempt to identify the change in dynamic interaction structure of Indonesia’s stock market after the crisis in 2007. The data used in this research is the index of stock prices from seven stock markets between 1990-2016 periods. The modelling process of the stock return volatility use GARCH symmetric model and many variations of GARCH asymmetric model, such as EGARCH, GIR-GARCH, TGARCH, IGARCH, APARCH, and CGARCH. Meanwhile Vector Autoregression (VAR) is used to analyse the transmission of stock return volatility. The result found in the first section of this research is that in overall, GARCH asymmetric models show the better estimation in illustrating the stock return volatility compared to GARCH symmetric model. This can be seen from the value of AIC in GARCH asymmetric models which is smaller compared to the value obtained from AIC in GARCH symmetric model in each stock market. Furthermore, the best GARCH asymmetric model revealed the existence of asymmetric effect and are statistically significant in the seven stock markets. The existence of this asymmetric effect indicates that the bad news situation in previous period (t-l) will increase the stock return volatility in current period (t). Other than that, the model obtained for each country is different. The stock return volatility in United States, United Kingdom, Japan, Singapore and Australia is illustrated by TGARCH model, while the stock return volatility in Indonesia and Hong Kong is illustrated by APARCH model. The second section of this research found several things regarding the transmission of stock return volatility of foreign markets towards the stock return
volatility in Indonesia. The result from impulse response analysis showed that the biggest volatility transmission, both previous and after crisis in 2007, come from the shocks of volatility in Hong Kong’s stock market and then followed by Singapore’s stock market. The other finding is the degree of interdependence between Indonesia’s stock market and foreign’s stock market has incrased substantially after the 2007 crisis. Meanwhile, the results of analysis variance decomposition shows that the decomposition of variance in the volatility of Indonesia’s stock market return mainly influenced by the stock return volatility itself, both previous and after crisis in 2007. In the period after crisis of 2007, the effect of return volatility of US and UK stock market experienced a drastic increase in affecting return volatility of Indonesia stock market. Based on the results obtained from this study, the most suited recommendation for policy authority is to maintain the market conditions of the emergence of negative sentiments. This is necessary because market’s performer is very sensitive to negative sentiment in the market. Key words: GARCH asymmetric, modelling, stock market, volatility return, volatility transmission.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMODELAN DAN TRANSMISI VOLATILITAS RETURN SAHAM UTAMA DUNIA TERHADAP INDONESIA
LINDA KARLINA SARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya-lah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pemodelan dan Transmisi Volatilitas Return Saham Utama Dunia terhadap Indonesia. Penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari dukungan, motivasi, kerjasama, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof Dr Ir Noer Azam Achsani, MS dan Bapak Dr Bagus Sartono, MSi selaku komisi pembimbing yang telah mendampingi dan terus memberikan ilmu-ilmu baru hingga terselesaikannya karya ilmiah ini. 2. Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi dan Dr Tony Irawan, SE, MAppEc yang telah mendorong dan terus memberikan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini. 3. Bapak, Ibu, Arif RF, serta seluruh keluarga yang terus memberikan doa, kekuatan, semangat, dan mendampingi penulis hingga titik ini. 4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang telah mensponsori studi penulis melalui beasiswa PMDSU. 5. Seluruh staff dosen dan sekretariat Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu penulis hingga tercapainya gelar master. 6. Feriansyah dan Mela Yunita rekan seperjuangan dalam PMDSU yang selalu membantu dan mendorong penulis hingga saat ini. 7. Mahasiswa pasca IE Reguler angkatan 10 dan fast track angkatan 4 yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama ini. Demi penyempurnaan karya ilmiah ini, penulis sangat mengharapkan saran, kritik, dan masukan dari para pembaca. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2017 Linda Karlina Sari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 4 6 6 6
2 TINJAUAN PUSTAKA Pemodelan Volatilitas Pasar Saham Transmisi Volatilitas Pasar Saham Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian
7 7 10 12 13
3 METODE Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data
14 14 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Return Saham Uji Stasioneritas Return Saham Model Simetris GARCH Model Asimetris GARCH Analisis Volatilitas Return Saham Analisis Sistem Vector Autoregressive (VAR) Uji Stasioneritas Volatilitas Return Saham Uji Lag Optimal Uji Stabilitas VAR Analisis Impulse Response Function (IRF) Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
20 20 23 24 26 31 31 32 33 33 34 37
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
39 39 40
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
44
RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL Periode indeks pasar saham Statistika desktiptif dari return saham Uji stasioneritas return saham pada level Kandidat model return saham terbaik berdasarkan dua jenis pengoptimalan 5 Koefisien dugaan parameter ARCH-GARCH pada model simetris GARCH terbaik 6 Koefisien dugaan parameter untuk model asimetrik terbaik dari masingmasing return saham 7 Nilai AIC dari model simetris dan asimetris GARCH terbaik 8 Uji stasioneritas volatilitas return pada level 9 Pemilihan lag optimum berdasarkan nilai Schwarz Criterion 10 Nilai modulus dari akar-akar pada VAR(2) 11 Dekomposisi keragaman (%) volatilitas return pasar saham Indonesia
1 2 3 4
15 21 24 25 26 27 29 32 33 33 38
DAFTAR GAMBAR Plot deret waktu indeks harga saham Januari 2006 - Desember 2011 Diagram alir kerangka pemikiran Plot deret waktu return saham JKSE, Nikkei 225, dan HSI Plot deret waktu return saham AS30, FTSE, S&P 500, dan STI Plot deret waktu volatilitas return Impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas pasar saham asing setelah dan sebelum krisis 2007
1 2 3 4 5 6
3 14 22 23 31
35
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uji stasioneritas return saham Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan secara simultan Spesifikasi model asimetris GARCH Model asimetris GARCH terbaik Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode sebelum krisis 2007 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode setelah krisis 2007 Uji lag optimal Impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan
46 51 58 65 72 79 84 89 90
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia telah menguat selama satu setengah dasawarsa setelah krisis Asia (OECD 2015). Publikasi informasi dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia menyebutkan bahwa Indonesia naik empat peringkat dalam Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index / GCI) 2014 - 2015 dari World Economic Forum (Kemenkeu 2015). Indeks daya saing menentukan level produktivitas sebuah negara yang pada gilirannya menjadi pendorong fundamental dari tingkat pertumbuhannya. Dengan kata lain, negara yang lebih kompetitif adalah negara yang mungkin bertumbuh lebih cepat. Di tengah membaiknya perekonomian Indonesia, Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan akan tumbuh sebesar 5.3% pada tahun 2017, naik dari perkiraan 5.0% pada tahun 2016 (IDX 2016). Prospek yang cerah ini telah menarik modal asing yang cukup banyak, baik dalam investasi pada aset riil maupun investasi pada aset keuangan melalui investasi portofolio di bursa efek. Hal ini terlihat pada performa Bursa Efek Indonesia yang menjadi salah satu bursa efek terbesar di Asia dengan menempati peringkat ke-9 bursa efek Asia dengan indikator ukuran kapitalisasi pasar (Pratiwi 2015). Peningkatan performa pasar modal Indonesia menjadi faktor pendukung ketertarikan dan optimisme investor baik asing maupun domestik dalam memilih Indonesia sebagai negara tujuan investasi saat ini, maupun dalam masa-masa mendatang. Seiring dengan meningkatnya arus globalisasi, keuangan internasional menjadi semakin terintegrasi, terbuka, dan pasar saham pada beberapa negara yang berbeda saling berhubungan (King dan Wadhwani 1990). Semakin erat tingkat integrasi antar perkonomian negara maka mobilitas modal dari salah satu negara di dalamnya terhadap negara lain juga semakin besar. Kebanyakan negara-negara industri kini tidak terdapat batasan dalam menguasai aset di luar negeri (Dornbusch et al. 2011). Kondisi ini terjadi pada Bursa Efek Indonesia sebagai dampak dari arus globalisasi tersebut, yakni sekitar 65% dari saham publik dimiliki oleh investor asing (Tim Studi Volatilitas dan Perekonomian Dunia 2010). Integrasi dan interpendensi pasar keuangan yang semakin meningkat, mendukung teori portofolio yang menyatakan bahwa seorang investor sebaiknya mendiversifikasikan portofolionya. Hal ini dilakukan agar dapat meminimalisir resiko dengan mendistribusikan resiko yang dapat timbul akibat hanya berinvestasi pada satu jenis portofolio tertentu atau dalam konteks pasar terintegrasi, dapat menghindarkan diri dari resiko yang timbul pada pasar tertentu saja. Kepemilikan suatu aset lintas negara akan membuat investor lebih terlindungi dari resiko sistemik yang secara spesifik timbul dan terisolir dalam pasar suatu negara tertentu saja (Ajireswara 2014). Kenyataan lain yang harus dihadapi terkait dampak dari meningkatnya arus globalisasi adalah pasar keuangan dunia tanpa batas yang memungkinkan adanya peningkatan resiko melalui guncangan yang terjadi pada pasar tertentu menjadi semakin sulit diisolir dari pasar-pasar lainnya. Dampak dari terjadinya guncangan di sebuah negara dapat menular (spill over) ke pasar negara lainnya melalui mekanisme transmisi, sehingga untuk pasar-pasar terkait akan mengalami
2 ketidakstabilan keuangan serta membuat diversifikasi aset lintas negara sebagai upaya meminimalisir resiko investasi menjadi kurang efektif (Dewiyanti 2009). Pada gilirannya proses transmisi resiko dapat melemahkan stabilitas pasar keuangan. Globalisasi keuangan juga turut andil pada terjadinya krisis keuangan. Hampir keseluruhan pasar keuangan dunia, khususnya emerging market mengalami trauma sejak terjadinya krisis keuangan global yang mencapai puncaknya pada tahun 2008, krisis ini dipicu oleh ledakan subprime mortgage di Amerika Serikat. Perkembangan krisis keuangan berdampak pada investasi, perbankan komersial, industri asuransi, yang ditransmisikan melalui negara-negara Eropa, Jepang, dan akhirnya menyebar hampir ke semua negara berkembang. Harga saham dunia berjatuhan mencapai level yang sangat rendah. Gambar 1 menunjukkan bahwa peristiwa subprime mortgage pada 2008, menyebabkan hampir seluruh pasar saham jatuh (indeks harga saham turun) secara bersamaan walaupun secara umum mempunyai keadaan ekonomi yang berbeda-beda. Hal ini memperlihatkan bahwa secara kasat mata pasar-pasar dunia saling terkorelasi satu dengan yang lainnya. Guncangan yang dimulai di Amerika Serikat yang membuat jatuhnya harga indeks saham, nyatanya efek tersebut menyebar ke harga indeks saham negara lainnya, seperti Indonesia, Inggris, Jepang, Singapura, Hong Kong, dan Australia. Berkaitan dengan uraian di atas, resiko pasar merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh para pelaku pasar seperti perusahaan maupun investor dalam hal membuat keputusan investasi. Indeks harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka return saham juga bergerak naik turun dalam hitungan waktu yang cepat pula, pergerakan ini dikenal dengan volatilitas return saham. Adanya volatilitas akan menyebabkan resiko dan ketidakpastian yang dihadapi investor semakin besar sehingga minat investor untuk berinvestasi menjadi tidak stabil. Volatilitas yang tinggi mencerminkan karakteristik penawaran dan permintaan yang tidak biasa. Pasar yang volatile akan menyulitkan perusahaan untuk menaikkan modalnya di pasar modal karena mempunyai tingkat ketidakpastian yang semakin tinggi dari return saham yang diperoleh (Kartika 2010). Volatilitas merupakan salah satu hal yang menarik untuk dikaji dalam pasar keuangan, baik untuk peneliti maupun publik umum yang dihubungkan dengan gagasan mengenai resiko. Volatilitas pasar keuangan telah memainkan peranan penting dalam pembuatan keputusan dan bahwa peramalan volatilitas mempunyai fungsi yang sangat penting pada beberapa hal, seperti option pricing, strategi hedging, alokasi portofolio, dan juga peramalan Value-at-Risk (VaR). Peramalan volatilitas yang lebih baik akan membuat pricing yang lebih baik pula dari aset keuangan (Gokbulut dan Pekkaya 2014). Pelaku pasar dapat mengontrol dan mengurangi resiko pasar dari aset-aset yang diperdagangkan seperti saham, dengan cara mengestimasi volatilitas melalui proses pemodelan. Pemodelan volatilitas dapat dilakukan dengan generasi awal model GARCH, seperti model ARCH dari Engle (1982) dan model GARCH dari Bollerslev (1986) yang dapat mengungkapkan adanya volatility clustering, yaitu guncangan yang besar diikuti oleh guncangan yang besar pula. Tetapi, generasi awal model GARCH tidak dapat mengungkapkan efek asimetris yang merujuk pada fakta bahwa bad news lebih meningkatkan volatilitas dibandingkan good news. Salah satu penjelasan terkait fakta tersebut, pertama kalinya ditekankan oleh Black
3 (1976) yang menyatakan bahwa jatuhnya nilai saham (return negatif) meningkatkan financial leverage, hal ini membuat saham lebih beresiko dan pada gilirannya meningkatkan volatilitas. Seringkali volatilitas asimetris disebut juga dengan efek leverage. Awartani dan Corradi (2005) dalam penelitiannya mengatakan bahwa model asimetris memainkan peran yang krusial dalam memprediksi volatilitas serta dapat memberikan prediksi yang lebih akurat dibandingkan model simetris GARCH. Perlu diketahui bahwa satu negara terhadap negara lainnya mempunyai perbedaan performa dalam menangkap efek leverage, maka berbagai macam spesifikasi model asimetris GARCH perlu dipilih untuk memodelkan volatilitas secara lebih akurat (Yalama dan Sevil 2008).
Indonesia (JKSE)
Inggris (FTSE)
5000 4000 3000 2000 1000 0
8000 6000 4000 2000 2006:1 2006:7 2007:1 2007:7 2008:1 2008:7 2009:1 2009:7 2010:1 2010:7 2011:1 2011:7
2011:7
Jepang (Nikkei 225)
Singapura (STI)
15000
3000
10000
2000
5000
1000
0
0 2006:1 2006:7 2007:1 2007:7 2008:1 2008:7 2009:1 2009:7 2010:1 2010:7 2011:1 2011:7
4000
2006:1 2006:7 2007:1 2007:7 2008:1 2008:7 2009:1 2009:7 2010:1 2010:7 2011:1 2011:7
20000
Hong Kong (HSI)
Autralia (AS30) 8000
30000
6000
20000
4000
10000
2000
0
0
2006:1 2006:7 2007:1 2007:7 2008:1 2008:7 2009:1 2009:7 2010:1 2010:7 2011:1 2011:7
40000
2006:1 2006:7 2007:1 2007:7 2008:1 2008:7 2009:1 2009:7 2010:1 2010:7 2011:1 2011:7
2011:1
2010:7
2010:1
2009:7
2009:1
2008:7
2008:1
2007:7
2007:1
2006:7
2006:1
0
Gambar 1 Plot deret waktu indeks harga saham Januari 2006 - Desember 2011 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini fokus untuk menduga nilai volatilitas serta karakteristik return saham melalui pemodelan volatilitas return indeks saham dan transmisi volatilitas saham utama dunia terhadap Indonesia. Karakteristik return yang difokuskan di sini adalah mengenai keberadaan efek asimetris pada 7 negara di antaranya Indonesia, Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang, Hong Kong, dan Singapura. Negara-negara ini
4 merepresentasikan beberapa perbedaan dalam hal pertumbuhan ekonomi, ukuran modal, serta ukuran dalam hal perdagangan. Sementara itu, transmisi volatilitas juga menarik untuk diamati pada pasar saham Indonesia yang memiliki pertumbuhan yang relatif baik, namun juga memiliki volatilitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu, transmisi volatilitas ini difokuskan dalam mengamati bagaimana guncangan dan sentimen pasar internasional terhadap pasar saham Indonesia. Perumusan Masalah Penelitian yang mengangkat topik mengenai analisis pasar modal umumnya mengangkat topik mengenai harga serta return saham karena berdampak langsung pada kegiatan investasi pelaku pasar. Akan tetapi, selain analisis mengenai harga dan return, salah satu fenomena yang sangat menarik dan erat hubungannya dengan harga dan return adalah volatilitas dari sebuah saham. Volatilitas ini berdampak pada munculnya risiko dan ketidakpastian yang dihadapi investor, sehingga akan mempengaruhi minat investor untuk berinvestasi. Keberadaan volatilitas juga berdampak terhadap eksistensi pasar finansial global, regional, maupun secara spesifik mengenai pasar saham suatu negara tertentu. Pengetahuan mengenai keberadaan volatilitas dari suatu pasar dapat menjadi faktor utama yang menentukan keberhasilan atau kegagalan seorang investor. Oleh karena itu, analisis mengenai keberadaan volatilitas dalam suatu pasar perlu dilakukan. Secara umum, volatilitas dalam pasar-pasar keuangan dapat dimodelkan dan diprediksi keberadaannya, akan tetapi pada kenyataannya masih sering terjadi perdebatan mengenai pemilihan model terbaik yang digunakan untuk menggambarkan volatilitas tersebut (Engle dan Ng 1993). Hasil studi empiris berbeda-beda tergantung pada pilihan negara, pilihan periode sampel, frekuensi data (harian, bulanan, dan mingguan), serta metodologi dalam konteks estimasi dan spesifikasi model, sehingga menjadikan topik ini tetap menarik untuk diteliti (Lestano dan Sucito 2010). Permasalahan yang muncul dari proses pemodelan volatilitas suatu pasar adalah setiap pasar mempunyai performa, ukuran, serta karakteristik yang berbedabeda, sehingga spesifikasi model estimasi perlu dilakukan untuk mendapatkan model terbaik (Yalama dan Sevil 2008). Pemilihan model terbaik ini dilakukan agar nilai dugaan volatilitas return saham dapat diperoleh secara tepat dan akurat. Semakin tepat model yang kita gunakan dalam menggambarkan volatilitas return saham, akan semakin membuat perusahaan dan investor tepat dalam mengambil keputusan karena peramalan resiko dari sebuah investasi akan mendekati nilai aktualnya. Pada gilirannya, informasi tersebut akan dimanfaatkan oleh seorang investor dalam mengambil langkah antisipasi yang tepat dalam berinvestasi, seperti apakah seorang investor harus mepertahankan atau melepas investasinya pada suatu keadaan tertentu. Oleh karena itu, bagian pertama dalam penelitian ini berfokus pada pemilihan model terbaik dalam menggambarkan volatilitas return saham. Fenomena lain yang akan ditangkap dari proses pemodelan volatilitas return saham adalah keberadaan efek asimetris dari volatilitas. Efek asimetris merujuk pada fenomena dimana respons volatilitas pasar berbeda terhadap peristiwa negatif (bad news) dan positif (good news). Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu kasus volatilitas pasar saham yang belum banyak dieksplorasi adalah kasus mengenai bagaimana bentuk kesimetrisan volatilitas dari suatu pasar. Sehingga,
5 bagian kedua dari penelitian ini menganalisis bentuk kesimetrisan dari volatilitas return saham. Perkembangan globalisasi dari pasar keuangan telah dibarengi oleh perkembangan dari studi empiris dalam menggambarkan interaksi antar negara dalam pasar keuangan. Hubungan inter-dependen antar negara, berkembang dari waktu ke waktu, hal ini mengindikasikan bahwa pasar keuangan menjadi lebih terintegrasi dari sebelumnya. Berkaitan dengan teori portofolio, inter-dependensi antar pasar keuangan yang semakin berkembang mengakibatkan keuntungan dari diversifikasi sebuah investasi internasional mungkin telah berkurang secara signifikan karena terdapat proses transmisi resiko yang dapat melemahkan stabilitas pasar keuangan (Liu et al. 1998). Pada waktu yang sama liberalisasi dari pergerakan kapital dan sekuritas pada pasar saham mempunyai peningkatan yang sangat tajam, sehingga pasar saham nasional dapat bereaksi secara cepat terhadap informasi baru dari pasar internasional (Lestano dan Sucito 2010). Pergerakan kapital dan sekuritas pada pasar saham juga memungkinkan adanya sebuah transmisi volatilitas antar pasar. Adanya transmisi ini menjadikan suatu pasar saham lebih terpapar pada guncangan yang terjadi pada pasar saham lainnya. Seperti yang terjadi dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir ini, adanya krisis subprime mortgage yang melanda pasar keuangan Amerika Serikat (AS) pada awal tahun 2007 dan puncaknya pada tahun 2008, memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pasar-pasar saham lainnya di dunia, termasuk pasar saham Indonesia. Memburuknya kondisi pasar keuangan AS, sebagai salah satu kiblat perekonomian dunia, kemudian berdampak pada perlemahan perekonomian negara-negara lain di dunia. Sehingga, kondisi yang buruk pada suatu negara ataupun kegagalan suatu pasar dapat ditransmisikan pada negara atau pasar lainnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan volatilitas (King dan Wadhwani 1990). Hal lain yang perlu dicermati sebagai dampak terjadinya krisis, yakni transmisi internasional dalam pasar saham dapat berubah setelah terjadi turbulensi pada pasar saham dunia. Oleh karena itu, perilaku pasar-pasar saham pada periode sebelum krisis dan setelah krisis menjadi menarik untuk diamati. Bagian akhir dari penelitian ini yakni menguji struktur interaksi dinamis antara pasar saham Indonesia dan pasar saham asing lain pada periode sebelum krisis 2007 (atau krisis subprime mortgage) dan setelah krisis 2007. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitan ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah model estimasi volatilitas dengan menggunakan model asimetris dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan model simetris dalam memperkirakan volatilitas return pasar saham dunia? 2. Apakah volatilitas return saham dari pasar saham dunia mengandung efek asimetris? 3. Bagaimana speed of response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas return pasar saham lainnya pada periode sebelum krisis 2007 dan setelah krisis 2007? 4. Bagaimana dekomposisi keragaman volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap volatilitas return saham pasar lainnya pada periode sebelum krisis 2007 dan setelah krisis 2007?
6 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan model terbaik dalam menggambarkan volatilitas return suatu pasar saham. 2. Mengidentifikasi adanya efek asimetris pada volatilitas return saham dari pasar saham dunia. 3. Menganalisis speed of response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas return pasar saham lainnya pada periode sebelum krisis 2007 dan setelah krisis 2007. 4. Menganalisis dekomposisi keragaman volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap volatilitas return saham pasar lainnya pada periode sebelum krisis 2007 dan setelah krisis 2007. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan dan informasi bagi otoritas pasar saham khususnya Indonesia serta kalangan stakeholder pasar saham baik Indonesia maupun pasar saham asing lainnya. Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu alternatif rujukan yang relevan terkait informasi mengenai karakteristik return saham serta keberadaan dan bentuk kesimetrisan volatilitas return dalam beberapa indeks pasar saham dunia, serta transmisi volatilitas antar pasar saham, khususnya dari pasar-pasar saham internasional terhadap pasar modal Indonesia secara keseluruhan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kalangan stakeholder pasar saham dalam menentukan langkah investasi dari sebuah aset. Berkaitan dengan hasil penelitian yang mengungkapkan adanya perubahan struktur interaksi dinamis pasar saham Indonesia setelah krisis 2007, diharapkan dapat menjadi referensi dalam menyusun kebijakan serta regulasi pasar yang tepat bagi kalangan otoritas pasar saham. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi masukan dan rujukan bagi peneliti lain dalam rangka mengembangkan objek penelitian di pasarpasar saham internasional lainnya sebagai dampak dari meningkatnya arus globalisasi keuangan. Ruang Lingkup Penelitian Fokus penelitian ini adalah memodelkan dan mengkaji keberadaan serta transmisi volatilitas return dari pasar-pasar saham internasional terhadap pasar saham Indonesia, yang diwakili oleh JKSE dari tahun 1990 hingga tahun 2016. Pasar saham internasional yang menjadi sampel penelitian ini adalah pasar-pasar saham yang berdasarkan hasil penelitian terdahulu memiliki pengaruh signifikan terhadap pasar keuangan global secara keseluruhan, maupun pengaruh spesifik terhadap pasar saham Indonesia saja. Sampel pasar saham internasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Amerika Serikat (Dimpfl dan Jung 2011), Inggris (Veiga dan McAleer 2004), Jepang (Miyakoshi 2003). Hong Kong (Chuang et al. 2007), Singapura (Lestano dan Sucito 2010), dan Australia sengaja dipilih juga untuk dilihat pengaruhnya. Selain itu, pada proses mendapatkan model terbaik untuk menggambarkan volatilitas return saham digunakan model simetris GARCH dan beberapa
7 spesifikasi model asimetris GARCH. Spesifikasi model asimetris GARCH yang digunakan pada penelitian ini adalah Exponential-GARCH (EGARCH) diusulkan oleh Nelson (1991), Threshold-GARCH (TGARCH) diusulkan oleh Zakoian (1994), Glosten, Jagannathan, and Runkle-GARCH (GJR-GARCH) diusulkan oleh Glosten et al. (1993), Integrated-GARCH (IGARCH) oleh Engle dan Bollerslev (1986), Component-GARCH oleh Engle dan Lee (1993), dan Assymetric power ARCH (APARCH) oleh Ding et al. (1993).
2 TINJAUAN PUSTAKA Pemodelan Volatilitas Pasar Saham Volatilitas dalam pasar keuangan menggambarkan fluktuasi nilai suatu instrumen dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam ilmu statistika, volatilitas diartikan sebagai perubahan nilai fluktuasi terhadap rata-rata dari sebuah deret waktu keuangan. Adanya volatilitas akan menyebabkan resiko dan ketidakpastian yang dihadapi pelaku pasar semakin besar sehingga minat pelaku pasar untuk berinvestasi menjadi tidak stabil. Selain itu, keberadaan volatilitas juga berdampak terhadap eksistensi pasar finansial global karena berkaitan dengan gagasan mengenai resiko. Jenis volatilitas yang sering diamati pada pasar saham adalah volatilitas harga saham serta volatilitas return saham. Volatilitas harga saham menggambarkan perubahan harga penutupan sebuah saham atau suatu indeks saham yang terjadi selama kurun waktu pengamatan tertentu. Harga penutupan saham yang berubahubah dapat terjadi karena faktor internal dan faktor eksternal (Ajireswara 2014). Faktor internal penyebab fluktuasi harga penutupan yaitu berhubungan dengan perusahaan emiten saham yang bersangkutan, misalnya adanya perubahan tingkat keuntungan perusahaan tersebut. Selain itu, jika dilihat dari faktor eksternal yang terjadi seperti guncangan yang terjadi pada pasar saham asing, faktor-faktor makroekonomi seperti nilai tukar dan suku bunga, serta adanya isu-isu yang sedang berkembang di dalam pasar saham itu sendiri. Volatilitas harga saham sangat penting untuk diamati bagi investor, karena menjadi dasar untuk menghitung volatilitas return saham. Volatilitas return saham menggambarkan fluktuasi selisih harga pengamatan harian dalam suatu periode pengamatan tertentu. Fluktuasi nilai suatu instrumen dalam pasar saham salah satunya dapat disebabkan karena adanya pengaruh faktor irasional yang mempengaruhi permintaan dan penawaran suatu pasar (Maskur 2009). Faktor irasional ini dapat berupa rumor yang sedang berkembang di suatu pasar, mengikuti mimpi, bisikan teman, ataupun adanya permainan harga. Pasar yang efisien adalah pasar yang stabil dimana fluktuasi karena tindakan irasional disingkirkan. Pengukuran volatilitas harga saham berguna untuk menunjukkan apakah aset tersebut adalah excessive movement dari pelaku irasional para pelaku pasar, di mana para spekulator bersama frenzy (emosional) investor mengatur atau mempengaruhi harga saham sehingga pergerakan saham tersebut bukan terjadi karena alasan yang fundamental. Volatilitas yang tinggi dan berlangsung terus menerus pada suatu pasar mengindikasikan bahwa pasar saham tersebut dipengaruhi oleh spekulator dan frenzy investor.
8 Keberadaan volatilitas ini memunculkan permasalahan heteroskedastisitas pada ragam sisaan. Model tren linier, exponential smoother, atau pun model ARIMA telah gagal melihat fenomena adanya volatilitas tinggi (peningkatan ragam), sebab model model tersebut mengasumsikan ragam sisaan konstan (Montgomery et al. 2007). Selama tiga dekade terakhir, banyak penelitian yang dilakukan untuk memodelkan volatilitas khususnya pada pasar keuangan. Engle (1982) memodelkan conditional variance dengan model ARCH dengan fungsi linier dari lag kuadrat sisaan. Model ARCH (l) ditunjukkan sebagai berikut (Montgomery et al. 2007), 𝑙
𝑒𝑡2
2 = 𝛼0 + ∑ 𝛼𝑖 𝑒𝑡−𝑖 + 𝑎𝑡 𝑖=1
𝑎𝑡 adalah white noise dengan rataan nol dan ragam konstan 𝜎𝑎2 . Lebih jauh lagi, generalisasi model ARCH akan mempertimbangkan gambaran alternatif diusulkan oleh Engle (1982), asumsikan bahwa sisaan dapat direpresentasikan sebagai, 𝑒𝑡 = 𝜎𝑡 𝑤𝑡 𝑤𝑡 adalah bebas stokastik identik (bsi) dengan rataan nol dan ragam sama dengan 1, dan 𝑙
2 𝜎𝑡2 = 𝛽0 + ∑ 𝛽𝑖 𝑒𝑡−𝑖 𝑖=1
𝛽0 adalah rataan, 𝜎𝑡2 adalah conditional volatility, 𝑒𝑡 adalah white noise merepresentasikan sisaan dari deret waktu. Bollerslev (1986) mengusulkan sebuah model generalized autogressive conditional heteroscedasticity dengan order k dan l; GARCH (l, k). Model GARCH merepresentasikan bahwa current conditional variance juga bergantung pada previous conditional variances dan lag kuadrat sisaan. Model GARCH mengindikasikan bahwa volatilitas dari return aset menggambarkan clustering volatilitas yang dilihat dari lagged variances. Model klasik ARCH dan GARCH bekerja untuk asumsi bahwa semua efek guncangan pada volatilitas mempunyai distribusi yang simetris. Namun faktanya return aset tak selamanya memiliki distribusi yang simetris tapi juga distribusi yang asimetris yang direpresentasikan model asimetris GARCH. Karakteristik yang sering muncul pada pengamatan volatilitas data-data di sektor keuangan adalah keberadaan volatilitas asimetris. Model klasik GARCH mengabaikan fenomena volatilitas asimetris yang lebih sesuai untuk pemodelan volatilitas return saham, karena menangkap adanya leverage effect, yakni korelasi negatif antara volatilitas dan return periode lalu. Kondisi asimetris ini umunya muncul di mana pasar saham sedang dalam kondisi crash, yakni pada saat penurunan yang besar pada harga saham akan memberikan efek lanjutan pada peningkatan yang signifikan pada volatilitas saham (Wu 2001). Sehingga, menyebabkan efek kejadian negatif lebih besar dibandingkan kejadian positif terhadap volatilitas aset. Engle dan Ng (1993) juga menjelaskan bahwa informasi positif dan negatif memiliki dampak yang berbeda terhadap volatilitas, dimana bad news cenderung memiliki dampak volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan good news.
9 Perlu diketahui bahwa satu negara terhadap negara lainnya mempunyai perbedaan performa dalam mengangkap efek leverage, maka berbagai macam spesifikasi model asimetris GARCH perlu dipilih untuk memodelkan volatilitas secara lebih akurat (Yalama dan Sevil 2008). Spesifikasi model untuk asimetris GARCH di antaranya Exponential-GARCH (EGARCH) diusulkan oleh Nelson (1991), Threshold-GARCH (TGARCH) diusulkan oleh Zakoian (1994), GJR diusulkan oleh Glosten et al. (1993), Integrated-GARCH (IGARCH) oleh Engle dan Bollerslev (1986), Component-GARCH oleh Engle dan Lee (1993), Assymetric power ARCH (APARCH) oleh Ding et al. (1993), dan lain sebagainya. Penelitian terhadap data-data yang mengandung efek volatilitas asimetris telah banyak dilakukan, seperti Engle dan Ng (1993), Nelson (1991), Zakoian (1994), Glosten et al. (1993), Engle dan Bollerslev (1986), Ding et al. (1993), Engle dan Lee (1993), dan beberapa penelitian terkait lainnya. Kenyataan mengenai keberadaan volatilitas dalam pasar saham, baik pada level perusahaan, lokal, maupun global antara lain dilakukan oleh Gokbulut dan Pekkaya (2014), Wu (2001), Awartani dan Corradi (2005), Yalama dan Sevil (2008), Mishra et al. (2007), Booth et al. (1997), Lestano dan Sucito (2010), serta Miran dan Tudor (2010). Gokbulut dan Pekkaya (2014) dalam penelitiannya memodelkan volatilitas dari pasar saham, nilai tukar (exchange rate), dan suku bunga pada pasar keuangan Turki dengan mengaplikasikan model simetris dan asimetris GARCH. Hasil utama yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat efek asimetris pada masing-masing pasar. Model asimetris GARCH saat digunakan dalam pendugaan dan forecasting data deret waktu dari pasar keuangan menunjukkan performa yang lebih baik dalam menggambarkan volatilitas dibandingkan model klasik. Penelitian yang dilakukan oleh Awartani dan Corradi (2005) menggunakan indeks saham S&P-500 untuk menguji kemampuan prediksi contoh dari 10 model GARCH berbeda. Hasilnya menunjukkan terdapat sebuah fakta bahwa model asimetris GARCH memainkan peran yang krusial dalam memprediksi volatilitas. Model GARCH lemah jika dibandingkan dengan asimetris GARCH dalam memodelkan volatilitas. Selain itu return saham menggabungkan efek pengungkit (leverage effect), sehingga perilaku asimetris dari volatilitas dapat memberikan prediksi yang lebih akurat. Yalama dan Sevil (2008) juga mempelajari 7 perbedaan model GARCH untuk melakukan forecasting pada contoh dari data harian volatilitas pasar saham pada 10 negara berbeda. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa model GARCH mempunyai perbedaan performa dari satu negara terhadap negara lain dan performa dari EGARCH, PARCH, TARCH, IGARCH, GARCH, dan GARCH-M merupakan model yang lebih baik. Mishra et al. (2007) melakukan pengujian terhadapa transmisi volatilitas dari pasar valuta asing terhadap indeks-indeks pasar saham India. Hasil empiris yang diperoleh yaitu investor dapat memprediksi perilaku salah satu pasar saham berdasarkan informasi pada pasar instrumen keuangan lainnya. Selain itu memodelkan volatilitas pasar saham dengan menggunakan model asimetris GARCH lebih tepat dibandingkan simetris GARCH. Pada pasar saham India terdapat efek asimetris yang menyatakan bahwa guncangan negatif akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap volatilitas return dibandingkan guncangan positif.
10 Engle dan Ng (1993) dalam penelitiannya mendefinisikan news impact curve yang mengukur bagaimana informasi baru digabungkan ke dalam estimasi volatilitas. Spesifikasi model yang digunakan untuk memodelkan unpredictable return (sisaan), antara lain: model GARCH, EGARCH, Asymmetric-GARCH, VGARCH, Nonlinier-Asymmetric-GARCH, GJR-GARCH, dan Partial nonparametric (PNP) ARCH. Pemilihan model dilakukan untuk menemukan model yang pas dalam memodelkan return saham harian Jepang dari tahun 1980 hingga 1988. Hasil dari pengujian model tersebut menunjukkan bahwa terdapat tipe efek asimetris dari news pada volatilitas. Semua model yang diuji menemukan hasil bahwa guncangan negatif lebih bervolatilitas dibandingkan guncangan positif. Transmisi Volatilitas Pasar Saham Integrasi dan adanya hubungan ketergantungan pasar keuangan internasional yang semakin meningkat, menyebabkan transmisi volatilitas pasar keuangan antar negara menjadi menarik untuk diamati. Transmisi volatilitas mendorong adanya mekanisme transmisi resiko yang dapat melemahkan stabilitas pasar keuangan. Media yang berperan dalam transmisi volatilitas, di antaranya adanya liberalisasi pergerakan kapital di seluruh dunia, diversivikasi produksi antar negara oleh perusahaan multinasional, deregulasi dalam pasar dan institusi keuangan, serta turunnya biaya transaksi keuangan internasional akibat teknologi informasi yang semakin mutakhir (Lau dan Ivaschenko 2003; Chuang et al. 2007 dalam Lestano dan Sucito 2010). Beberapa alasan yang mendukung adanya transmisi guncangan pada suatu pasar dapat mempengaruhi pasar saham lainnya di antaranya: a) Dominant economic power: pada periode setelah perang dunia, Amerika Serikat menjadi negara paling berpengaruh dalam perekonomian, karena mata uang AS (dolar AS) telah dominan dalam perdagangan internasional. Achsani dan Strohe (2005) juga menemukan bahwa pasar saham AS mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada semua pasar saham, diantaranya pasar saham kawasan Eropa dan Asia. b) Common investor groups: negara-negara yang berdekatan secara geografis, normalnya mempunyai grup tujuan investasi yang sama. Sehingga pada gilirannya, pasar-pasar tersebut akan saling mempengaruhi. c) Multiple stock listing: saat sebuah saham diperdagangkan di beberapa pasar, maka guncangan pada suatu pasar dapat ditransmisikan ke pasar lainnya. Teknologi yang semakin mutakhir dan meningkatnya proses informasi di seluruh dunia membuat transaksi internasional terutama dalam bidang keuangan lebih mudah serta murah dibandingkan sebelumnya. Pada waktu yang sama liberalisasi dari pergerakan kapital dan sekuritas pada pasar saham mempunyai peningkatan yang sangat tajam, sehingga pasar saham nasional dapat bereaksi secara cepat terhadap informasi baru dari pasar internasional. Pergerakan dalam pasar saham memungkinkan adanya sebuah transmisi volatilitas antar pasar. King dan Wadhwani (1990) menginvestigasi mengenai apa yang terjadi pada Oktober 1987, yaitu hampir semua pasar saham jatuh secara bersamaan dan secara luas, meskipun berada pada keadaan ekonomi yang bebeda-beda. Investigasi tersebut mengkonstruksikan sebuah model yang “contagion” antar pasar sebagai hasil dari usaha agen rasional terhadap perubahan harga pada pasar lain. Hal ini memberikan
11 sinyal bahwa “kesalahan” pada suatu pasar dapat ditransmisikan ke pasar yang lain atau disebut juga dengan contagion effect. Liu dan Pan (1997) menginvestigasi mean return dan efek spillovers volatilitas dari Amerika Serikat dan Jepang terhadap 4 pasar saham Asia, termasuk Hong Kong, Singapura, Taiwan, dan Thailand. Penelitian ini menggunakan model GARCH untuk menguji mean return dan spillovers volatilitas. Hasilnya adalah ARMA(1,1)-GARCH(1,1) merupakan model yang fit dalam menggambarkan data. Selain itu terdapat sebuah fakta mengenai ketidakstabilan pada international mean return dan transmisi volatilitas setelah terjadi krisis pada pasar saham Oktober 1987. Pasar Amerika Serikat menjadi lebih berpengaruh dibandingkan Jepang dalam mentrasmisi return dan volatilitas ke pasar Asia. Liu et al. (1998) kembali melakukan penelitian yaitu menguji struktur dari transmisi internasional pada return harian 6 pasar saham nasional, di antaranya Amerika Serikat, Jepang, Hong Kong, Singapura, Taiwan, dan Thailand. Analisis struktur interaksi diantara 6 pasar saham didasarkan pada vector-autoregressive analysis (VAR) yang diperkenalkan oleh Sims (1980). VAR digunakan untuk menguji dynamic structure dari transmisi internasional pada pasar saham untuk 6 negara tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat fakta pasar Amerika Serikat memainkan peran dominan dalam memengaruhi pasar Pacific-Basin, Jepang serta Singapura mempunyai pengaruh signifikan secara persisten pada pasar Asia. Veiga dan McAleer (2004) dalam penelitiannya menguji pengaruh volatilitas antar pasar-pasar saham mature di dunia serta menguji keterkaitan antara pasar saham Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. Hasil dari penelitian tersebut menemukan bahwa ketiga pasar tersebut saling memberikan pengaruh volatilitas antara satu dengan yang lainnya. Pasar saham Amerika Serikat merupakan pasar saham yang memberikan pengaruh terbesar dalam transmisi volatilitas dari ketiga pasar tersebut. Relevansi penelitian ini terhadap penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai justifikasi pemilihan pasar saham AS, Inggris, dan Jepang sebagai pasar saham yang dijadikan sample pasar saham internasional yang memengaruhi pasar saham sample lainnya. Selain itu Jepang, Hong Kong, serta Singapura yang mana dalam penelitian Liu et al. (1998) menyatakan bahwa ketiga negara tersebut dan AS juga saling memberikan pengaruh, serta secara signifikan memberikan pengaruhnya pada pasar Asia. Sehingga berdasarkan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pasar-pasar saham yang memiliki pengaruh baik secara global maupun regional, maka dalam penelitian ini digunakan 7 sample pasar saham, di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Hong Kong, Singapura, Australia, dan Indonesia. Miyakoshi (2003) menggunakan metode bivariate EGARCH untuk melihat pengaruh pasar saham Amerika Serikat dan Jepang terhadap pasar saham Asia, termasuk Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasar saham Amerika Serikat memiliki pengaruh dominan terhadap return saham beberapa pasar saham Asia. Namun berbeda halnya dalam kasus volatilitas, pasar saham Jepang lebih memberikan pengaruh dominan. Selain itu, penelitian tersebut juga menemukan bahwa pasar saham Jepang dengan pasar-pasar Asia saling memberikan volatilitas. Spillover volatilitas return aset pada pasar saham Asia mendapat perhatian utama dalam literatur ekonomi sejak krisis keuangan Asia 1997-1998. In et al. (2001) menginvestigasi transmisi volatilitas return pada tiga pasar saham Asia,
12 yaitu Hong Kong, Korea Selatan, dan Thailand dengan menggunakan model multivariat GARCH dan VAR. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa Hong Kong memegang peranan penting dalam proses transmisi volatilitas dengan arah resiprokal bagi pasar saham Asia lainnya, sementara transmisi volatilitas dari Korea Selatan ke Thailand menjadi satu arah. Penelitan mengenai efek spillover volatilitas pada return aset juga dilakukan oleh Lee (2009) yang mengkaji efek tersebut pada 6 negara Asia, yaitu India, Hong Kong, Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan Taiwan dengan menggunakan model VAR-GARCH dan menyimpulkan bahwa efek spillover volatilitas antara pasar saham di enam negara tersebut eksis secara signifikan. Penelitian Koutmos (1996) menginvestigasi dinamika interaksi diantara pasar saham UK, Perancis, Jerman, dan Italia. Interaksi volatilitas didiskipsikan oleh model multivariat VAR-EGARCH. Hasil eksplisit yang diperoleh pada penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat potensial asimetris pada mekanisme transmisi volatilitas, seperti bad news memberikan pengaruh yang lebih besar pada volatilitas dibandingkan good news, atau dalam kasus penelitian Koutmos (1996), negative innovations pada suatu pasar meningkatkan volatilitas pada pasar yang lain sangat besar dibandingkan positive innovations. Pasar saham Eropa merupakan pasar saham yang terintegrasi, sehingga reaksi terhadap volatilitas tidak hanya disebabkan oleh local news, tetapi juga merupakan hasil reaksi dari pasar lain. Kerangka Pemikiran Indeks harga saham seringkali digunakan sebagai indikator saham yang digunakan para investor untuk menjual dan membeli saham. Tujuan seorang investor menanamkan kekayaannya ke dalam saham adalah agar mendapat keuntungan yang tinggi. Tetapi, keuntungan yang tinggi pada pasar saham akan dihadapkan pada resiko yang tinggi pula, atau sering disebut dengan high risk high return. Berinvestasi pada pasar saham sering dihadapkan dengan resiko yang tinggi karena harga saham bersifat fluktuatif dan stokastik. Indeks harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit sehingga mempunyai fluktuasi yang sangat tinggi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya masalah heteroskedastisitas dimana ragam sisaan tidak konstan. Pergerakan saham yang sangat cepat disebut dengan volatilitas saham. Volatilitas dalam pasar saham umumnya diamati dengan melihat return saham yang merupakan tingkat pengembalian yang diberikan oleh saham-saham dalam pasar. Adanya volatilitas akan menyebabkan resiko dan ketidakpastian yang dihadapi investor semakin besar sehingga minat investor untuk berinvestasi menjadi tidak stabil. Oleh karena itu dibutuhkan pemodelan volatilitas return saham yang tepat agar peramalannya pun mendekati volatilitas return aktual. Bagi para investor, pemodelan sangat dibutuhkan untuk meminimumkan resiko yang dihadapi dalam pengambilan keputusan serta untuk mengetahui fluktuasi indeks saham di waktu yang akan datang. Fenomena lain yang akan ditangkap dari proses pemodelan volatilitas return indeks saham adalah efek simetris dari volatilitas. Efek asimetris merujuk pada fenomena dimana respons volatilitas suatu saham berbeda terhadap peristiwa negatif dan positif. Integrasi dan interdependensi pasar keuangan internasional yang semakin meningkat mendorong interaksi antar negara dalam pasar keuangan, yang pada gilirannya juga mempengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi. Sementara
13 itu, liberalisasi dari pergerakan kapital dan sekuritas pada pasar saham juga mempunyai peningkatan yang sangat tajam, sehingga pasar saham nasional dapat bereaksi secara cepat terhadap informasi baru dari pasar internasional. Pergerakan dalam pasar saham juga memungkinkan adanya sebuah transmisi volatilitas antar pasar. Adanya transmisi ini menjadikan suatu pasar saham lebih terpapar pada guncangan yang terjadi pada pasar saham lainnya. Kondisi ini membuat diversifikasi portofolio lintas negara menjadi kurang efektif untuk mendiversifikasi resiko investasi, dan pada gilirannya akan semakin memperbesar kerugian yang dapat dialami oleh seorang investor akibat faktor transmisi dari pasar saham lainnya. Oleh karena itu, resiko yang dihadapi oleh para investor tidak hanya berasal dari volatilitas berlebih dalam pasar, tetapi juga berasal dari adanya faktor transmisi resiko. Sehingga, adanya informasi mengenai bagaimana transmisi volatilitas, struktur interaksi, serta dekomposisi keragaman volatilitas menjadi informasi yang sangat menarik untuk diketahui serta dapat menjadi bahan rujukan dalam proses pengambilan keputusan investasi, khususnya dalam penelitian ini adalah pasar saham Indonesia. Berdasarkan pemikiran tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memodelkan dan menganalisis transmisi volatilitas return saham beberapa pasar saham dunia (Gambar 2). Tahap pertama penelitian ini berfokus pada pemilihan model terbaik dalam memodelkan volatilitas return indeks harga saham. Tahap kedua dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik dari volatilitas return saham dari model terbaik yang telah didapatkan pada tahap pertama penelitian ini, kemudian tahap akhirnya adalah mengkaji transmisi nilai volatilitas return saham pasar saham asing terhadap Indonesia dalam dua periode, yakni periode sebelum krisis 2007 dan setelah krisis 2007. Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori-teori, studi terdahulu, serta kerangka pemikiran, dapat diajukan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Setiap pasar saham mempunyai karakteristik return yang berbeda-beda sehingga diduga mempunyai spesifikasi model terbaik yang berbeda-beda pula bergantung pada keadaan pasar saham masing-masing. 2. Setiap pasar saham diduga mengandung efek asimetris yang merujuk pada fakta bahwa bad news lebih meningkatkan volatilitas dibandingkan saat terjadi good news. 3. Pasar saham Indonesia diduga dipengaruhi oleh pasar saham lainnya karena adanya transmisi resiko saat terjadi guncangan di pasar tertentu. 4. Pasar saham Indonesia diduga mengalami perubahan struktur interaksi dinamis setelah terjadi krisis 2007.
14
Investasi pasar saham Dunia
Return saham Berfluktuasi
Volatilitas return saham
Perlu
Model fit yang menggambarkan volatilitas
Model simetris Model asimetris
Guncangan
Transmisi Volatilitas saham dunia terhadap Indonesia
Perubahan struktur interaksi
Sebelum Krisis 2007
Setelah Krisis 2007
Keputusan Investasi Gambar 2 Diagram alir kerangka pemikiran
3 METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data harian deret waktu keuangan. Data-data yang digunakan pada penelitian ini adalah data indeks harga saham (daily stock price index) 7 negara, di antaranya Indonesia, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jepang, Hong Kong, dan Singapura. Pengambilan data bersumber dari Otoritas Jasa Keuangan. Tabel 1 menunjukkan indeks pasar saham serta periode data yang digunakan pada masing-masing pasar.
15
Negara Indonesia Amerika Serikat Australia Inggris Jepang Hong Kong Singapura
Tabel 1 Periode indeks pasar saham Indeks Pasar Saham Periode Data Jakarta Stock Exchange Composite 03/01/1990 – 15/06/2016 Index (JKSE) Standard and Poors 500 Index (S&P 02/01/1990 – 15/06/2016 500) Australian Stock Exchange All 02/01/1990 – 15/06/2016 Ordinaries Index (AS30) Financial Times Stock Exchange 02/01/1990 – 15/06/2016 100 Index (FTSE) Nikkei 225 Index (Nikkei 225) 04/01/1990 – 15/06/2016 Hang Seng Index (HSI) 02/01/1990 – 15/06/2016 Strait Times Index (STI) 31/08/1999 – 15/06/2016 Metode Analisis Data
Tahapan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Analisis return harga saham Return harga saham merupakan tingkat pengembalian yang diberikan oleh saham-saham dalam pasar. Pengamatan pada volatilitas dalam pasar saham tidak lagi dilakukan dengan mengamati indeks harga saham, melainkan nilai return saham tersebut. 2 Identifikasi model ekonometrika melalui model simetris dan asimetris Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) Identifikasi model perlu dilakukan untuk mengetahui model mana yang cocok (fitting model) sehingga akan ada beberapa model tentative. Model-model tentative ini nantinya akan dipilih satu model terbaik yang paling cocok menggambarkan data berdasarkan kriteria model terbaik. 3 Transmisi volatilitas return saham dengan menggunakan model Vector Autoregressive (VAR) VAR digunakan untuk menganalisis transmisi volatilitas return saham asing terhadap volatilitas return saham Indonesia, baik pada periode sebelum krisis maupun setelah krisis 2007. Analisis Return Harga Saham Volatilitas susah untuk diamati, sehingga dibutuhkan sebuah proxy untuk mengukur volatilitas. Jika conditional mean adalah nol dan return kuadrat memberikan sebuah penduga tak bias yang benar mendasari proses volatilitas. Oleh karena itu, volatilitas dalam pasar saham seringkali diamati dengan melihat variasi return dari harga saham. Penelitian ini tidak menggunakan indeks harga saham pada variabel input yang menyusun model ekonometrika, melainkan menggantinya dengan nilai return harga saham. Awartani dan Corradi (2005) mendefinisikan return harga saham sebagai berikut: 𝑆𝑡 ) (1) 𝑟𝑡 = ln ( 𝑆𝑡−1
16 dengan 𝑟𝑡 = return saham pada harga ke-t ; continously compounded return 𝑆𝑡 = harga saham pembukaan hari t 𝑆𝑡−1 = harga saham penutupan hari t-1 Identifikasi Model Ekonometrika Identifikasi model ekonometrika dilakukan untuk menentukan model terbaik dalam menggambarkan volatilitas return suatu pasar saham. Model terbaik yang didapatkan pada proses ini antara lain: model simetris terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA, model simetris terbaik dengan pengoptimalan secara simultan, dan model asimetris terbaik. Melalui estimasi model asimetris terbaik dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya efek asimetris pada volatilitas return saham. Sehingga, hasil model terbaik yang didapatkan pada proses identifikasi model dapat memberikan informasi mengenai keberadaan dan bentuk kesimetrisan volatilitas return saham. Spesifikasi model ekonometrika yang digunakan pada penelitian ini adalah model GARCH, EGARCH, GJR-GARCH, TGARCH, IGARCH, APARCH, dan CGARCH. Model GARCH (l, k) yang diusulkan oleh Bollerslev (1986) ditunjukkan sebagai berikut (Montgomery et al. 2007), 𝑘
𝑙
2 2 = 𝛽0 + ∑ 𝛽𝑖 𝜎𝑡−𝑖 + ∑ 𝛼𝑗 𝑒𝑡−𝑗 𝑖=1 𝑗=1 2 conditional variance, 𝑒𝑡−𝑗 adalah lag
𝜎𝑡2
(2)
2 kuadrat sisaan, dan 𝜎𝑡−𝑖 𝜎𝑡2 adalah adalah lag conditional variance yang membedakan antara model GARCH dan 2 2 ARCH. Kemudian, 𝛼𝑗 dan 𝑒𝑡−𝑗 merupakan komponen ARCH, 𝛽𝑖 dan 𝜎𝑡−𝑖 merupakan komponen GARCH dan 𝛽0 , 𝛽𝑖 , serta 𝛼𝑗 bernilai positif. Nelson (1991) mengenalkan satu dari beberapa model asimetris GARCH, yakni EGARCH dengan menyusun exponential ARCH. Model EGARCH dapat diekspresikan pada Persamaan (2) sebagai berikut (Awartani dan Corradi 2005): 𝑘
𝑙
2 𝑙𝑜𝑔 𝜎𝑡2 = 𝜔 + ∑ 𝛽𝑖 𝑙𝑜𝑔𝜎𝑡−𝑖 + ∑ {𝛼𝑗 𝑖=1
𝑗=1
𝑒𝑡−𝑗 𝑒𝑡−𝑗 𝑒𝑡−𝑗 + 𝛾𝑗 (| |−𝐸| |)} 𝜎𝑡−𝑗 𝜎𝑡−𝑗 𝜎𝑡−𝑗
(3)
Keberadaan leverage effect dapat dilihat dari nilai 𝛾𝑗 . Jika 𝛾𝑗 ≠ 0 maka terdapat pengaruh asimetris, jika 𝛾𝑗 = 0 maka tidak terdapat pengaruh asimetris. Nilai parameter suku ARCH pada Persamaan (2) terdiri dari 2 bagian, yaitu sign 𝑒
𝑒
effect (𝜎𝑡−𝑗 ) dan magnitude effect (|𝜎𝑡−𝑗 |) . Sign effect menunjukkan adanya 𝑡−𝑗
𝑡−𝑗
perbedaan pengaruh antara guncangan positif dengan guncangan negatif pada periode t-j terhadap keragaman saat ini. Magnitude effect menunjukkan besarnya pengaruh volatilitas pada periode t-j terhadap keragaman saat ini. Model GJR-GARCH diusulkan oleh Glosten et al. (1993) seperti yang dikutip oleh (Lee 2009) pada Persamaan (3) berikut: 𝑘
𝜎𝑡2
=𝜔+
𝑙
2 ∑ 𝛽𝑖 𝜎𝑡−𝑖 𝑖=1
2 + ∑ [𝛼𝑗 + 𝛾𝑗 𝐼𝑒𝑡−𝑗 <0 ] 𝑒𝑡−𝑗 𝑗=1
1; 𝑒𝑡−𝑗 ≤ 0 𝐼𝑒𝑡−𝑗 { } 0; 𝑒𝑡−𝑗 > 0
(4)
17 Saat 𝑒𝑡−𝑗 bernilai positif, pengaruh total dari conditional variance sama 2 dengan 𝛼𝑗 𝑒𝑡−𝑗 ; saat 𝑒𝑡−𝑗 bernilai negatif, pengaruh total dari conditional variance 2 sama dengan [𝛼𝑗 + 𝛾𝑗 ]𝑒𝑡−𝑗 . TGARCH hampir sama dengan GJR pada penggunaan variabel dummy tetapi model TGARCH yang diusulkan oleh Zakoian (1994) menggunakan standard deviation, diekspresikan pada Persamaan (4) berikut (Gokbulut dan Pekkaya 2014): 𝑘
𝑙
𝜎𝑡 = 𝜔 + ∑ 𝛽𝑖 𝜎𝑡−𝑖 + ∑ [𝛼𝑗 |𝑒𝑡−𝑗 | + 𝛾𝑗 𝐼𝑒𝑡−𝑗 <0 𝑒𝑡−𝑗 ] 𝑖=1
(5)
𝑗=1
Model IGARCH diusulkan oleh Engle dan Bollerslev (1986). Model ini hampir sama dengan model GARCH pada Persamaan (1), perbedaannya adalah pada model IGARCH terdapat restriksi yakni total nilai dugaan parameternya sama dengan satu. Model IGARCH diekspresikan pada Persamaan (5) berikut (Awartani dan Corradi 2005): 𝑘
𝜎𝑡2
=𝜔+
𝑘
𝑙
2 ∑ 𝛽𝑖 𝜎𝑡−𝑖 𝑖=1
+
2 ∑ 𝛼𝑗 𝑒𝑡−𝑗 𝑗=1
𝑙
; 1 − ∑ 𝛽𝑖 − ∑ 𝛼𝑖 = 0 𝑖>1
(6)
𝑖=1
APARCH dimodelkan oleh Ding et al. (1993), model tersebut diekspresikan dalam Persamaan (6). 𝑘
(𝜎𝑡
)𝛿
= 𝜔 + ∑ 𝛽𝑖 (𝜎𝑡−𝑖 𝑖=1
𝑙
)𝛿
+ ∑ 𝛼𝑗 (|𝑒𝑡−𝑗 | − 𝛾𝑗 𝑒𝑡−𝑗 )
𝛿
(7)
𝑗=1
Model APARCH merupakan model kunci dan dapat diadopsi oleh beberapa model ARCH lainnya, seperti ARCH saat 𝛿=2, 𝛽𝑖 =0, dan 𝛾𝑗 =0, GARCH saat 𝛿=2 dan 𝛾𝑗 =0, GJR saat 𝛿=2, TARCH saat 𝛿=1, Taylor Schwert’s GARCH saat 𝛿=1 dan 𝛾𝑗 =0, dan lain sebagainya (Peters 2001). CGARCH dimodelkan oleh Engle dan Lee (1993) untuk mendekomposisi keragaman menjadi sebuah komponen yang sementara atau komponen yang sifatnya permanen. Model CGARCH dituliskan dalam Persamaan (7). 𝑘
2 = 𝑞𝑡 + ∑ 𝛽𝑖 (𝜎𝑡−𝑖 − 𝑖=1 2 𝑞𝑡 = 𝜔 + 𝜌𝑞𝑡−1 + ∅(𝑒𝑡−1
𝜎𝑡2
𝑙
2 𝑞𝑡−𝑗 ) + ∑ 𝛼𝑗 (𝑒𝑡−𝑗 − 𝑞𝑡−𝑗 ) 𝑗=1
(8)
dengan − 𝑣𝑡−1 ) Keterangan: qt merupakan komponen permanen dari conditional variance. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengidentifikasi model ekonometrika dalam penelitian ini adalah R 3.1.2. Tahapan yang harus dilakukan dalam identifikasi model ekonometrika adalah sebagai berikut: 1. Uji Kestasioneran Data Data dikatakan stasioner jika kondisi data yang diamati tidak memiliki pola pergerakan tertentu, dengan kata lain data yang digunakan tidak mengandung pola trend. Suatu deret dikatakan stasioner apabila deret tersebut mempunyai konstan mean, ragam konstan, dan konstan kovarian untuk masing-masing lag yang berbeda. Pengujian Augmented Dickey Fuller (ADF) unit root diaplikasikan untuk mengidentifikasi apakah deret stasioner atau tidak. Kestasioneran dari deret diuji dengan menggunakan ADF (Gujarati 2003). Hipotesis statistik yang digunakan adalah:
18 𝐻0 : data mengandung unit root (data tidak stasioner) 𝐻1 : data tidak mengandung unit root (data stasioner) Kriteria penolakan hipotesis null yaitu saat absolut nilai uji ADF lebih besar daripada nilai kritis MacKinnon atau secara sederhana dapat dilihat dari nilai-p kurang dari taraf nyata. 2. Model GARCH (Persamaan (2)) Pemilihan model simetris terbaik dalam menggambarkan volatilitas return saham pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua jenis pengoptimalan, yakni pengoptimalan pada proses ARIMA dan pengoptimalan secara simultan. Kriteria model simetris terbaik yang akan dipilih adalah model yang semua variabel bebasnya signifikan (berpengaruh nyata terhadap respons) baik koefisien pada mean model maupun koefisien ARCH-GARCH kemudian dilanjutkan dengan pemilihan nilai Akaike Information Criterion (AIC) terkecil. Secara detail akan dijelaskan sebagai berikut: a. Pengoptimalan pada proses ARIMA Langkah pertama dalam proses pengoptimalan ini yaitu melakukan pengoptimalan pada proses ARIMA sebagai mean model. Identifikasi model ARIMA yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kombinasi ordo p= 0, 1, 2, dan 3 dan q= 0, 1, 2, dan 3. Sehingga melalui kombinasi ordo p dan q, diperoleh 15 pilihan model ARIMA, yang pada gilirannya akan dipilih satu model ARIMA terbaik (ARIMA dengan ordo p* dan q*) dengan kriteria yang telah ditentukan. Langkah selanjutnya model ARIMA terbaik ini akan digunakan sebagai mean model pada pemilihan model simetris GARCH terbaik. Identifikasi model GARCH adalah kombinasi ordo k= 0, 1, 2, dan 3 untuk lag GARCH dan l= 0, 1, 2, dan 3 untuk lag ARCH. Pada akhirnya, akan didapatkan 15 pilihan model simetris GARCH dengan mean model yang sama yakni model ARIMA dengan ordo p* dan q*. Kandidat-kandidat model simetris GARCH ini akan dipilih satu model terbaik dengan kriteria yang telah ditentukan, maka hasil akhir dari proses ini akan diperoleh satu model simetris GARCH terbaik (mean model dengan ordo p* dan q* serta model simetris GARCH dengan ordo k* dan l*). Proses pengoptimalan ini juga dilakukan dalam penelitian Gokbulut dan Pekkaya (2014). b. Pengoptimalan secara simultan Berbeda dengan jenis pengoptimalan pada proses ARIMA, pengoptimalan secara simultan dilakukan secara keseluruhan, artinya setiap model ARIMA digunakan sebagai mean model pada proses GARCH tanpa melalui proses pengoptimalan ARIMA terlebih dahulu. Proses pemilihan model terbaik dilakukan pada bagian akhir simulasi kombinasi ordo-ordo yang telah ditentukan, baik ordo untuk model ARIMA dan ordo untuk model simetris GARCH. Sehingga pada setiap model ARIMA dengan ordo tertentu didapatkan 15 pilihan model simetris GARCH. Sedangkan banyaknya kombinasi ordo untuk model ARIMA yakni 15 pilihan, sehingga untuk memodelkan return saham suatu pasar saham akan didapatkan 225 pilihan model. Seluruh kandidat model ini akan dipilih satu model terbaik dengan kriteria tertentu. 3. Model Asimetris GARCH Model GARCH standar mengasumsikan bahwa gejolak terhadap volatilitas adalah simetris. Terdapat indikasi bahwa return indeks saham mempunyai
19 gejolak terhadap volatilitas yang bersifat asimetris. Sehingga untuk mendeteksi adanya efek asimetris pada perilaku volatilitas return saham, pada penelitian ini akan dicobakan beberapa spesifikasi model asimetris GARCH. Spesifikasi model untuk asimetris GARCH di antaranya Exponential-GARCH (EGARCH) ditunjukkan pada Persamaan (3), GJR-GARCH ditunjukkan pada Persamaan (4), Threshold-GARCH (TGARCH) ditunjukkan pada Persamaan (5), IntegratedGARCH (IGARCH) ditunjukkan pada Persamaan (6), Assymetric power ARCH (APARCH) ditunjukkan pada Persamaan (7), dan Component-GARCH (CGARCH) ditunjukkan pada Persamaan (8). Kriteria model asimetris terbaik yang akan dipilih adalah model yang semua variabel bebasnya signifikan baik koefisien pada mean model maupun koefisien ARCH-GARCH kemudian dilanjutkan dengan pemilihan nilai AIC terkecil. Model Vector Autoregressive (VAR) Vector Autoregressive (VAR) adalah model yang umum digunakan untuk memproyeksikan suatu sistem variabel dan untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat dalam sistem variabel tersebut. Model ini dikembangkan oleh Christoper Sims pada tahun 1980 dan merupakan pengembangan dari sistem persamaan simultan. Stock dan Watson (2001) menyatakan bahwa jika sebelumnya univariate autoregressive merupakan sebuah persamaan tunggal dengan model linier variabel tunggal, dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan dengan n-variabel, dimana masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, serta nilai saat ini dan masa lampaunya. Model VAR dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji transmisi volatilitas return saham Indonesia terhadap guncangan yang berasal dari beberapa pasar saham dunia, baik pada periode sebelum krisis 2007 dan setelah krisis 2007. Perangkat lunak yang digunakan dalam mengidentifikasi model VAR adalah EViews 6. Tahapan yang dilakukan saat mengestimasi data dengan VAR, di antaranya: 1. Uji kestasioneran data Uji kestasioneran data diperlukan untuk menentukan bentuk model VAR yang akan digunakan dalam penelitian. Keberadaan variabel yang tidak stasioner pada sistem VAR penting untuk diamati karena dapat meningkatkan kemungkinan terdapatnya hubungan kointegrasi. Misalnya, jika variabel-variabel yang digunakan dalam sistem VAR telah stasioner pada level, maka bentuk model VAR yang cocok digunakan adalah unrestricted VAR. 2. Uji penentuan lag optimal Hal penting lainnya dalam estimasi model VAR adalah penentuan lag dalam sistem VAR. Lag yang optimal diperlukan dalam rangka menangkap pengaruh dari setiap variabel terhadap variabel lainnya dalam sistem VAR. Metode penetuan lag optimal dilakukan dengan mengamati Schwarz Criterion (SC) terkecil. 3. Hubungan dinamis volatilitas return saham Model yang digunakan dalam penelitian ini memodifikasi model yang ditulis oleh Veiga dan McAleer (2004). Adapun spesifikasi model selengkapnya adalah sebagai berikut:
20 𝑽𝒕 = 𝑨𝟎 + 𝐴1 𝑽𝒕−𝟏 + 𝐴2 𝑽𝒕−𝟐 + 𝐴3 𝑽𝒕−𝟑 + ⋯ + 𝐴𝑝 𝑽𝒕−𝒑 + 𝒆𝒕 (9) dengan 𝑉𝑡 = vektor berukuran (7×1) yang berisikan 7 variabel, yakni volatilitas return saham negara j; j=1, 2, 3,...,7 p = panjang lag (ordo) VAR 𝐴0 = vektor intersep berukuran (7×1) 𝐴𝑖 = matriks koefisien atau parameter berukuran (7× 7) untuk setiap i=1,2,...,p 𝑒𝑡 = vektor eror berukuran (7×1) 4. Analisis Impulse Response terhadap guncangan Speed of response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas return pasar saham lainnya akan dilihat dengan menggunakan analisis impulse response function (IRF). Transmisi ini di-proxy dengan mengamati cepat atau lambatnya respon volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas pasar saham lain. 5. Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Analisis mengenai seberapa besar peran volatilitas return suatu pasar saham asing dalam mempengaruhi volatilitas pasar saham Indonesia akan dilihat dengan melakukan peramalan dekomposisi keragaman dengan metode FEVD. Dengan demikian, dapat diketahui volatilitas pada pasar saham mana sajakah yang paling mempengaruhi volatilitas return pada pasar saham Indonesia.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Return Saham Volatilitas dalam pasar modal umumnya diamati dengan melihat variasi return dari suatu pasar modal tertentu. Return saham merupakan tingkat pengembalian yang diberikan oleh suatu saham dalam pasar terkait. Dalam pengamatan harian, istilah return saham diartikan sebagai selisih antara harga pembukaan (awal) dengan harga penutupan (akhir). Oleh karena itu, variabel input yang akan digunakan dalam proses pemodelan volatilitas suatu saham pada penelitian ini bukan lagi harga penutupan saham, melainkan return saham. Dengan demikian, sebelum proses pemodelan dilakukan, terlebih dahulu mentransformasi informasi harga penutupan saham ke dalam bentuk return dengan menggunakan metode continuous return (Awartani dan Corradi 2005). Analisis deskriptif return saham digunakan untuk menganalisis karakteristik return saham-saham dunia termasuk saham Indonesia. Tabel 2 merangkum informasi nilai statistika deskriptif dari return saham. Berdasarkan informasi tersebut, dapat ditunjukkan bahwa nilai rataan return saham yang diamati memperlihatkan hasil yang relatif sama. Meskipun begitu, ternyata JKSE menunjukkan nilai rataan return tertinggi serta Nikkei 225 menunjukkan rataan return yang bernilai negatif dan terendah dibandingkan pasar saham lainnya. Hasil analisis deskriptif sebagaimana tersaji pada Tabel 2 juga menangkap informasi mengenai kecondongan dan distribusi data return saham. Hasilnya menunjukkan bahwa return saham dari semua pasar saham yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai nilai kurtosis lebih dari 3, hal ini mengindikasikan bahwa distribusi dari return memiliki bentuk leptokurtic (Gokbulut dan Pekkaya 2014).
21 Leptokurtic merupakan bentuk bagian tengah distribusi data yang mempunyai puncak lebih runcing. Nilai skewness menunjukkan kecondongan data, jika nilai skewness bernilai positif, artinya daret cenderung memiliki kecondongan ke kanan (long right tail), sebaliknya jika nilai skewness bernilai positif, artinya deret cenderung memiliki kecenderungan ke kiri (long left tail). Tabel 2 memperlihatkan bahwa skewness semua return saham bernilai negatif yang berarti return saham cenderung memiliki kecondongan ke kiri (long left tail). Hal ini menggambarkan adanya ketidaksimetrisan dari distribusi normal. Hasil tersebut didukung oleh hasil uji Kolmogorov-Smirnov, yang digunakan untuk mendeteksi normalitas distribusi data. Hasil pengujian tersebut untuk semua return saham menunjukkan nilai-p kurang dari 5%, artinya hipotesis nol ditolak dengan kata lain data return saham tidak berdistribusi normal pada taraf nyata 5%. Tabel 2 Statistika desktiptif dari return saham Nilai statistik
JKSE
Rataan 0.0004 Median 0.0000 Maks. 0.1313 Min. -0.1273 Std. Dev. 0.0144 Skewness -0.0700 Kurtosis 10.0900 Kolmogorov- 0.1000* Smirnov Observasi 6900
S&P 500 0.0003 0.0002 0.1096 -0.0947 0.0111 -0.2400 9.0100 0.0890* 6901
Return Nikkei FTSE 225 0.0001 -0.0001 0.0000 0.0000 0.0938 0.1323 -0.0927 -0.1211 0.0110 0.0150 -0.1300 -0.1200 6.1900 5.6600 0.0650* 0.0630* 6901
6899
HSI
STI
AS30
0.0003 0.0000 0.1725 -0.1473 0.0157 -0.0100 9.9900 0.0860*
0.0001 0.0000 0.0753 -0.0870 0.0116 -0.2600 5.3200 0.0740*
0.0002 0.0001 0.0607 -0.0855 0.0091 -0.5000 6.0400 0.0590*
6901
4381
6901
*
Nilai-p kurang dari 5%
Gambar 3 dan Gambar 4 menyajikan grafik pola return untuk indeks pasar saham. Pasar-pasar saham tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok pasar dengan deviasi yang relatif tinggi, serta kelompok pasar dengan deviasi yang relatif rendah. Pembagian kelompok ini didasarkan pada nilai standar deviasi return suatu saham, jika nilai standar deviasi lebih dari nilai rata-rata standar deviasi pasar (0.0126), maka pasar tersebut dikategorikan sebagai pasar dengan fluktuasi yang relatif tinggi, sementara jika return suatu saham dengan nilai deviasi kurang dari nilai rata-rata standar deviasi pasar, maka pasar tersebut dikategorikan sebagai pasar dengan fluktuasi yang relatif rendah. Gambar 3 menunjukkan pergerakan return saham dari tiga negara, yaitu Indonesia (JKSE), Jepang (Nikkei 225), dan Hong Kong (HSI). Ketiga pasar tersebut mempunyai fluktuasi return yang relatif lebih tinggi dibandingkan sampel negara lainnya. Pengamatan nilai standar deviasi untuk data harian return ketiga pasar tersebut selama kurun waktu 26 tahun pengamatan menunjukkan pasar saham Indonesia (0.0144) mempunyai fluktuasi return saham terendah, diikuti pasar saham Jepang (0.0150), dan pasar saham Hong Kong (0.0157) mempunyai fluktuasi return saham tertinggi pada kelompoknya.
22 0,2 Return JKSE
0,15
Return Nikkei 225
0,2 0,15
0,1
0,1
0,05
0,05
0
0
-0,05
-0,05 -0,15
-0,2
-0,2
Std. Dev.= 0.0144
1990:1 1991:10 1993:7 1995:4 1997:1 1998:10 2000:8 2002:5 2004:2 2005:11 2007:8 2009:5 2011:3 2012:12 2014:9
-0,1
-0,15 1990:1 1991:10 1993:7 1995:4 1997:1 1998:10 2000:8 2002:5 2004:2 2005:11 2007:8 2009:5 2011:3 2012:12 2014:9
-0,1
Std. Dev.= 0.0150 0,2
Return HSI
0,15 0,1 0,05 0 -0,05 -0,1 -0,15 1990:1 1991:10 1993:7 1995:4 1997:1 1998:11 2000:8 2002:5 2004:2 2005:11 2007:9 2009:6 2011:3 2012:12 2014:9
-0,2
Std. Dev.= 0.0157 Gambar 3 Plot deret waktu return saham JKSE, Nikkei 225, dan HSI Pergerakan return saham negara Australia (AS30), Inggris (FTSE), Amerika Serikat (S&P 500), dan Singapura (STI) tergolong ke dalam kelompok return saham dengan fluktuasi relatif rendah jika dibandingkan dengan kelompok sebelumnya (Gambar 4). Pengamatan nilai standar deviasi untuk negara Inggris dan Amerika Serikat selama kurun waktu 26 tahun serta Singapura selama kurun waktu 16 tahun. Perbandingan dilakukan untuk pasar Australia, Inggris, dan Amerika Serikat karena ketiga negara tersebut diamati dalam kurun waktu yang sama, hasilnya menunjukkan bahwa pasar saham Australia (0.0091) mempunyai fluktuasi return saham terendah, diikuti pasar saham Inggris (0.0110), dan pasar saham Amerika Serikat (0.0111) mempunyai fluktuasi return saham tertinggi pada kelompoknya. Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa pergerakan return berubah-ubah seiring dengan perubahan waktu. Kedua gambar tersebut juga memperlihatkan adanya positive serial correlation atau volatility clustering. Hal ini dapat diartikan bahwa perubahan yang besar cenderung akan diikuti oleh perubahan besar dan perubahan kecil juga cenderung diikuti dengan perubahan kecil, yang berarti volatility clustering diobservasi pada data return saham
23 0,15
0,15
Return AS30
Return FTSE
0,05
0,05
0
0
-0,05
-0,05
-0,1
-0,1
-0,15
-0,15
0,15
Std. Dev.= 0.0110 Return S&P 500
0,15 0,1
0,05
0,05
0
0
-0,05
-0,05
-0,1
-0,1
-0,15
-0,15 1990:1 1991:10 1993:7 1995:4 1997:1 1998:11 2000:8 2002:5 2004:2 2005:11 2007:9 2009:6 2011:3 2012:12 2014:9
0,1
Return STI
1999:9 2000:11 2002:1 2003:4 2004:6 2005:8 2006:11 2008:1 2009:4 2010:6 2011:8 2012:11 2014:1 2015:4
Std. Dev.= 0.0091
1990:1 1991:11 1993:10 1995:9 1997:7 1999:6 2001:5 2003:3 2005:2 2007:1 2008:11 2010:10 2012:9 2014:7
0,1
1990:1 1991:10 1993:7 1995:4 1997:1 1998:11 2000:8 2002:5 2004:2 2005:11 2007:9 2009:6 2011:3 2012:12 2014:9
0,1
Std. Dev.= 0.0114 Std. Dev.= 0.0116 Gambar 4 Plot deret waktu return saham AS30, FTSE, S&P 500, dan STI Uji Stasioneritas Return Saham Uji stasioneritas merupakan langkah awal dalam mengestimasi model untuk data time series. Data yang tidak stasioner akan menyebabkan hasil estimasi model menjadi semu (spurious), dengan kata lain hasil estimasi menjadi tidak tepat, sehingga uji stasioneritas data perlu dilakukan untuk memastikan bahwa data yang digunakan dalam mengestimasi model telah stasioner. Data dikatakan stasioner jika kondisi data yang diamati tidak memiliki pola pergerakan tertentu, dengan kata lain data yang digunakan tidak mengandung pola trend. Suatu deret dikatakan stasioner apabila deret tersebut mempunyai rataan konstan, ragam konstan, dan kovarian konstan untuk masing-masing lag yang berbeda. Penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) unit root dalam mengidentifikasi kestasioneran data. Apabila hasil dari pengujian menunjukkan nilai mutlak uji ADF lebih besar dari nilai kritis McKinnon pada taraf nyata tertentu, maka data tersebut stasioner atau tidak mengandung akar unit. Stasioneritas juga dapat dilihat dari nilai probabilitasnya, jika nilai probabilitasnya kurang dari taraf nyata 5%, maka data tersebut stasioner. Hasil pengujian ADF unit root menyatakan bahwa return saham dari semua pasar adalah stasioner pada level dengan taraf nyata 5%, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas dari masing masing pengamatan (Tabel 3). Selain itu jika dilihat berdasarkan nilai kritis McKinnon, return saham dari semua pasar saham yang
24 diamati dalam penelitian ini adalah stasioner pada level dengan taraf nyata 1%, 5%, dan 10%. Tabel 3 Uji stasioneritas return saham pada level Return
Pengujian menggunakan
Konstanta Konstanta dan tren linier Konstanta S&P 500 Konstanta dan tren linier Konstanta FTSE Konstanta dan tren linier Nikkei 225 Konstanta Konstanta dan tren linier Konstanta HSI Konstanta dan tren linier Konstanta STI Konstanta dan tren linier Konstanta AS30 Konstanta dan tren linier JKSE
ADF statistik -71.0719 -71.0739 -62.5813 -62.5798 -39.7049 -39.7128 -61.8198 -61.8448 -82.6335 -82.6494 -64.2990 -64.2918 -81.9526 -81.9486
Prob* 0.0001 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0000 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0001 0.0001
Nilai kritis 1% 5% -3.4311 -2.8618 -3.9594 -3.4105 -3.4311 -2.8618 -3.9594 -3.4105 -3.4311 -2.8618 -3.9594 -3.4105 -3.4311 -2.8618 -3.9594 -3.4105 -3.4311 -2.8618 -3.9594 -3.4105 -3.4317 -2.8620 -3.9601 -3.4108 -3.4311 -2.8618 -3.9594 -3.4105
10% -2.5669 -3.1270 -2.5669 -3.1270 -2.5669 -3.1270 -2.5669 -3.1270 -2.5669 -3.1270 -2.5671 -3.1272 -2.5669 -3.1270
Keterangan: *Prob < 5%, artinya signifikan pada taraf nyata 5% Hasil olahan secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 1
Model Simetris GARCH Setelah return semua pasar saham yang digunakan telah dipastikan stasioner, langkah selanjutnya adalah melakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan variabel return saham sebagai variabel input. Fitting model terbaik perlu dilakukan untuk menggambarkan volatilitas pada ketujuh return indeks saham yang diamati. Fitting model dari deret return saham tidak cocok jika menggunakan proses ARIMA. Hal ini dikarenakan data yang bervolatilitas mempunyai ragam dari sisaan yang tidak konstan sehingga mengalami heteroskedastisitas. Sehingga, volatilitas return saham dimodelkan dengan menggunakan proses GARCH. Tahap ini berfokus pada pemilihan model terbaik untuk menggambarkan volatilitas dari masing-masing pasar saham dengan menggunakan model simetris GARCH. Kriteria model terbaik yang akan dipilih adalah model dengan semua koefisien yang diestimasi signifikan (berpengaruh nyata terhadap respons) baik koefisien pada mean model maupun koefisien ARCH-GARCH kemudian dilanjutkan dengan pemilihan nilai AIC terkecil. Proses pemilihan model simetris GARCH terbaik pada penelitian ini terbagi menjadi dua jenis pengoptimalan, yakni: a. Pengoptimalan pada proses ARIMA Pengoptimalan jenis ini diadopsi dari penelitian Gokbulut dan Pekkaya (2014). Penelitian tersebut memodelkan return saham dengan melakukan pengoptimalan pada proses ARIMA, hingga didapatkan model ARIMA terbaik dengan kriteria tertentu dan kemudian dilanjutkan dengan pemilihan model
25 GARCH terbaik dengan mean model yang telah didapatkan pada proses pengoptimalan ARIMA sebelumnya. b. Pengoptimalan secara simultan Pengoptimalan secara simultan dilakukan secara keseluruhan, artinya setiap model ARIMA yang digunakan sebagai mean model pada proses GARCH tanpa melalui proses pengoptimalan ARIMA terlebih dahulu. Proses pemilihan model terbaik dilakukan pada bagian akhir simulasi kombinasi ordo-ordo yang telah ditentukan, baik ordo untuk model ARIMA dan ordo untuk model simetris GARCH. Seluruh kandidat model ini akan dipilih satu model terbaik dengan kriteria tertentu. Pengoptimalan secara simultan dilakukan dengan maksud agar diperoleh tingkat pengoptimalan secara global. Tabel 4
Kandidat model return saham terbaik berdasarkan dua jenis pengoptimalan Ordo No Return Jenis AIC ARIMA GARCH 1 JKSE a (2,3) (1,2) -6.0475 b (3,2) (1,2) -6.0510 2 S&P 500 a (1,1) (2,2) -6.5656 b (2,3) (2,2) -6.5658 3 FTSE a (3,2) (0,2) -6.1819 b (3,3) (1,1) -6.5196 4 Nikkei 225 a (0,1) (0,1) -5.5619 b (3,3) (2,1) -5.7767 5 HSI a (2,2) (3,0) -5.6936 b (2,3) (1,1) -5.8201 6 STI a (3,2) (2,2) -6.4345 b (3,2) (2,2) -6.4345 7 AS30 a (3,3) (1,2) -6.8050 b (3,2) (1,1) -6.8057 Keterangan: a Pengoptimalan pada proses ARIMA b Pengoptimalan secara simultan
Tabel 4 menunjukkan hasil dua kandidat model terbaik yang diperoleh dari hasil model terbaik dari masing-masing proses pengoptimalan, yakni jenis pengoptimalan pada proses ARIMA dan jenis pengoptimalan secara simultan. Kedua kandidat model ini akan dipilih satu model terbaik dalam menggambarkan volatilitas pada ketujuh pasar saham yang diamati. Kriteria pemilihan model terbaik yang digunakan adalah model dengan nilai AIC terkecil. Hasil olahan untuk model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA ditampilkan pada Lampiran 2. Sedangkan, hasil olahan untuk model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan secara simultan ditampilkan pada Lampiran 3. Hasil seleksi model-model terbaik untuk menggambarkan volatilitas ketujuh pasar saham yang diamati sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4, secara keseluruhan menunjukkan bahwa jenis pengoptimalan secara simultan membentuk model yang lebih baik dibandingkan jenis pengoptimalan pada proses ARIMA. Hal ini dilihat dari nilai AIC dari kandidat model terbaik yang dihasilkan dari pengoptimalan secara simultan lebih kecil dibandingkan kandidat model terbaik yang dihasilkan dari pengoptimalan pada proses ARIMA. Hasil koefisien model-model terbaik untuk
26 menggambarkan volatilitas pada ketujuh pasar saham ditunjukkan pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5
Koefisien dugaan parameter ARCH-GARCH pada model simetris GARCH terbaik
ARMA (p, q) GARCH (l, k) 𝛼1 𝛼2 𝛽1 𝛽2
JKSE
S&P 500
FTSE
(3,2) (2,3) (3,3) (1,2) (2,2) (1,1) 0.1572 0.0356 0.0892 (0.0000) (0.0011) (0.0003) 0.0936 (0.0000) 0.4516 0.3595 0.8994 (0.0000) (0.0288) (0.0000) 0.3895 0.4929 (0.0000) (0.0007)
Nikkei HSI 225 (3,3) (2,3) (2,1) (1,1) 0.0706 0.0742 (0.0000) (0.0000) 0.0344 (0.0140) 0.8704 0.9131 (0.0000) (0.0000)
STI
AS30
(3,2) (2,2) 0.0579 (0.0001) 0.0569 (0.0000) 0.6886 (0.0000) 0.1933 (0.0001)
(3,2) (1,1) 0.0850 (0.0000)
0.8976 (0.0000)
Keterangan: Angka dalam tanda kurung menunjukkan nilai-p Hasil olahan secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 3
Tabel 5 menunjukkan nilai dugaan parameter ARCH (𝛼) dan GARCH (𝛽) pada ketujuh pasar saham bernilai positif. Jika dilihat berdasarkan nilai-p yang menunjukkan hasil kurang dari 5%, artinya mengindikasikan adanya efek ARCH dan GARCH secara signifikan dengan taraf nyata 5% pada return saham dalam pasar saham Indonesia (JKSE), Amerika Serikat (S&P 500), Inggris (FTSE), Jepang (Nikkei 225), Hong Kong (HSI), Singapura (STI), dan Australia (AS30). Nilai ARCH yang positif dan signifikan secara statistik dapat diartikan bahwa artinya efek dari setiap guncangan pada saat ini (𝑒𝑡 ) tergantung pada ukuran dari guncangan masa lalunya. Dengan demikian, guncangan yang besar pada periode sekarang (t) akan meningkatkan pengaruh guncangan pada periode selanjutnya (t+1, t+2, dan seterusnya). Sementara itu, nilai GARCH yang positif dan signifikan secara statistik dapat diartikan bahwa artinya volatilitas pada saat ini tergantung dari volatilitas beberapa periode sebelumnya. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa volatilitas return dari suatu pasar saham tidak hanya dipengaruhi oleh guncangan dan volatilitas pada saat ini saja, melainkan juga dipengaruhi oleh guncangan dan volatilitas pada waktu sebelumnya. Sehingga, para investor perlu mengamati fluktuasi (volatilitas) dari return saham dan guncangan yang terjadi pada periode-periode sebelumnya, sebelum mengambil langkah investasi saat ini. Hal ini diperlukan agar para investor mampu mengontrol dan mengurangi resiko pasar dari aset yang diperdagangkan. Dengan demikian, para investor dapat lebih berhati-hati dalam menentukan langkah investasi, seperti apakah seorang investor harus melepas atau menahan aset yang dimilikinya. Model Asimetris GARCH Model simetris GARCH mengasumsikan bahwa gejolak terhadap volatilitas adalah simetris, artinya tidak ada perbedaan pengaruh terhadap volatilitas saat terjadi gejolak yang bersifat negatif ataupun positif. Terdapat indikasi bahwa return saham mempunyai gejolak terhadap volatilitas yang bersifat asimetris. Sehingga untuk mendeteksi adanya efek asimetris pada perilaku volatilitas return saham,
27 pada penelitian ini akan dispesifikasikan beberapa model asimetris GARCH dengan ordo model terbaik yang telah didapatkan pada model simetris. Model-model tersebut adalah model EGARCH, model GJR-GARCH, model TGARCH, model IGARCH, dan model APARCH. Kandidat-kandidat model asimetris tersebut akan dipilih satu model asimetris GARCH terbaik dengan kriteria model ragam dengan semua koefisiennya signifikan pada taraf nyata 5%, baik koefisien pada mean model maupun koefisien ARCH-GARCH, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan nilai AIC terkecil. Hasil spesifikasi model asimetris GARCH dalam menggambarkan volatilitas return pasar saham Indonesia, AS, Inggris, Jepang, Hong Kong, Singapura, dan Australia ditampilkan pada Lampiran 4. Tabel 6 Koefisien dugaan parameter untuk model asimetrik terbaik dari masingmasing return saham
Model ARMA GARCH
𝜔 𝛼1
JKSE
S&P 500
FTSE
Nikkei 225
HSI
APARCH
TGARCH
TGARCH
TGARCH
APARCH
(3,2) (1,2) 0.0000* (0.0000) 0.1577* (0.0000)
𝛼2 𝛽1 𝛽2 𝛾1
0.4144* (0.0000) 0.4369* (0.0000) 0.1106* (0.0000)
𝛾2 𝛿 AIC
1.7212* (0.0000) -6.0550
(2,3) (2,2) 0.0002* (0.0000) 0.0641* (0.0000) 0.0229* (0.0006) 0.8336* (0.0000) 0.0757* (0.0000) 1.0000* (0.0000) -0.1149 (0.7615)
-6.6011
(3,3) (1,1) 0.0002* (0.0000) 0.0632* (0.0000) 0.9350* (0.0000) 0.8130* (0.0000)
-6.5460
(3,3) (2,1) 0.0005* (0.0000) 0.0574* (0.0000) 0.0709* (0.0000) 0.8862* (0.0000)
(2,3) (1,1) 0.0001* (0.0310) 0.0761* (0.0000)
1.0000* (0.0000) -0.6093* (0.0000)
0.4367* (0.0000)
-5.8088
0.9210* (0.0000)
1.2139* (0.0000) -5.8413
STI
AS30
TGARCH TGARCH
(3,2) (2,2) 0.0002* (0.0000) 0.0545* (0.0000) 0.0718* (0.0000) 0.7500* (0.0000) 0.1482* (0.0000) 0.7987* (0.0197) -0.5427* (0.0000)
(3,2) (1,1) 0.0002* (0.0000) 0.0668* (0.0000) 0.9258* (0.0000) 0.8455* (0.0000)
-6.4440 -6.8332
Keterangan: *Signifikan pada taraf nyata 5% Hasil olahan secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 5
Tabel 6 menunjukkan hasil estimasi model asimetris terbaik dalam menggambarkan volatilitas return saham dari ketujuh pasar saham, yakni: pasar saham Indonesia (JKSE), Amerika Serikat (S&P 500), Inggris (FTSE), Jepang (Nikkei 225), Hong Kong (HSI), Singapura (STI), dan Australia (AS30). Volatilitas return pasar saham Indonesia saat ini (t) dipengaruhi secara positif oleh guncangan pada satu periode sebelumnya (t-1) serta volatilitas pada satu periode sebelumnya (t-1) dan dua periode sebelumnya (t-2), sebagaimana ditunjukkan oleh koefisien ARCH (𝛼) dan GARCH (𝛽) pada Tabel 6. Sebaliknya, volatilitas return saham Jepang pada saat ini dipengaruhi oleh guncangan yang terjadi pada satu periode sebelumnya (t-1) dan dua periode sebelumnya (t-2), serta dipengaruhi juga oleh volatilitas pada satu periode sebelumnya (t-1) secara positif. Sementara itu, volatilitas return saham AS dan Singapura pada saat ini (t) dipengaruhi oleh guncangan dan volatilitas pada satu periode sebelumnya (t-1) serta dua periode
28 sebelumnya (t-2) secara positif. Sedangkan, volatilitas return saham Inggris dan Australia pada saat ini hanya dipengaruhi oleh guncangan pada satu periode sebelumnya (t-1) dan volatilitas pada satu periode sebelumnya (t-1). Koefisien 𝛾𝑖,𝑖=1,2 menunjukkan keberadaan efek asimetris pada ketujuh pasar saham. Jika nilai estimasi 𝛾𝑖,𝑖=1,2 ≠ 0, maka terdapat efek asimetris pada suatu pasar saham, artinya terdapat perbedaan pengaruh antara bad news ataupun good news terhadap volatilitas return suatu pasar saham saat ini. Tabel 6 menunjukkan bahwa koefisien 𝛾1 ≠ 0 dan bernilai positif serta signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini berarti pada volatilitas return pasar saham Indonesia, AS, Inggris, Jepang, Hong Kong, Singapura, dan Australia mempunyai efek asimetris, yang berarti bad news yang terjadi pada satu periode sebelumnya (t-1) akan lebih meningkatkan volatilitas return pada periode saat ini (t) dibandingkan saat terjadi good news pada satu periode sebelumnya (t-1). Sedangkan, koefisien 𝛾2 bernilai negatif dan signifikan pada taraf nyata 5%, berarti pengaruh bad news pada saat ini (t) terhadap volatilitas return, akan dikoreksi efeknya pada dua hari setelahnya (t+2). Dengan kata lain, pada t+2 volatilitas akan mulai mengalami penurunan. Penurunan volatilitas ini terjadi sebagai hasil koreksi dari kesalahan overreaction atau mispriced pada bad news pada periode sebelumnya. Overreaction terjadi karena terlalu pesimistis dalam menanggapi bad news pada periode sebelumnya. Sikap tersebut mepercepat peningkatan volatilitas sehingga ada unsur mispriced, akibatnya akan terjadi arus balik untuk mengoreksi mispriced tersebut. Hasil dari model terbaik setiap pasar saham secara keseluruhan menunjukkan bahwa efek dari bad news terhadap volatilitas return lebih besar dibandingkan good news karena adanya leverage effect. Fenomena ini pada kenyataannya memang terjadi pada pasar keuangan. Saat terjadi bad news akan mengakibatkan penurunan yang besar pada harga saham. Penurunan ini pada gilirannya akan meningkatkan debt equity to ratio, yakni rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. Peningkatan debt equity to ratio menyebabkan naiknya resiko kepemilikan aset, sehingga mengindikasikan kenaikan volatilitas aset. Oleh karena itu, keberadaan efek asimetris muncul pada kondisi pasar saham sedang mengalami crash (Wu 2001). Dengan demikian, saat terjadi bad news pada saat ini akan lebih meningkatkan volatilitas return pada hari berikutnya (t+1) dibandingkan saat terjadi good news pada saat ini. Ketujuh pasar saham yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat efek asimetris dan signifikan secara statistik pada taraf nyata 5%. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan efek asimetris pada pasar saham memang benar adanya. Model asimetris TGARCH mampu menggambarkan volatilitas return saham pada pasar saham AS, Inggris, Jepang, Singapura, dan Australia. Melalui model asimetris terbaik pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kelima pasar tersebut mempunyai nilai koefisien GARCH1 (𝛽1) > 0.7, yang berarti old news mempunyai efek cukup persisten, atau dengan kata lain old news mempunyai pengaruh yang terus menerus dan bersifat menetap pada volatilitas return saham dari kelima pasar saham tersebut. Sehingga, pasar-pasar tersebut sulit untuk dilakukan peramalan karena mempunyai resiko ketidakpastian tinggi. Selain itu, gambaran volatilitas return saham pada pasar saham Indonesia dan Hong Kong diwakilkan oleh model asimetris APARCH. Hasil model yang didapatkan untuk masing-masing negara berbeda, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yalama dan Sevil (2008), yang menyatakan bahwa performa dan ukuran dari satu negara terhadap
29 negara lain berbeda-beda, sehingga model yang diperoleh dalam menggambarkan volatilitas return saham juga berbeda-beda. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, secara keseluruhan model asimetris GARCH mempresentasikan model yang lebih baik dibandingkan model simetris GARCH. Hal ini dapat dilihat dari nilai AIC model asimetris GARCH terbaik masing-masing pasar saham lebih kecil dibandingkan AIC model simetris untuk masing-masing pasar saham, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7. Sehingga mengindikasikan bahwa, hasil estimasi pada model asimetris GARCH untuk masing-masing pasar saham merupakan model estimasi volatilitas return saham dengan hasil estimasi yang cukup baik. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Awartani dan Corradi (2005) yang menyatakan bahwa model asimetris GARCH memainkan peranan yang penting dalam memprediksi volatilitas. Model GARCH lemah jika dibandingkan dengan model asimetris GARCH dalam menggambarkan volatilitas return suatu pasar saham. Tabel 7 Nilai AIC dari model simetris dan asimetris GARCH terbaik AIC Jenis No Return model Model yang terpilih model terbaik Simetris 1 JKSE -6.0510 Model asimetris: APARCH (1,2) Asimetris -6.0550 Simetris 2 S&P 500 -6.5658 Model asimetris: TGARCH (2,2) Asimetris -6.6011 Simetris 3 FTSE -6.5196 Model asimetris: TGARCH (1,1) Asimetris -6.5460 4 Nikkei 225 Simetris -5.7767 Model asimetris: TGARCH (2,1) Asimetris -5.8088 Simetris 5 HSI -5.8201 Model asimetris: APARCH (1,1) Asimetris -5.8413 Simetris 6 STI -6.4345 Model asimetris: TGARCH (2,2) Asimetris -6.4440 Simetris 7 AS30 -6.8057 Model asimetris: TGARCH (1,1) Asimetris -6.8332 Keterangan : Cetak tebal menunjukkan nilai AIC terkecil dalam kelompoknya
Berkaitan dengan fakta bahwa volatilitas return pada suatu pasar saham menunjukkan respon yang berbeda saat terjadi bad news dan good news, maka pemodelan volatilitas return saham dengan menggunakan model simetris GARCH menjadi kurang relevan dalam menggambarkan keadaan pasar saham yang sebenarnya. Jika model simetris GARCH tetap digunakan dalam menggambarkan volatilitas return saham, maka akan menghasilkan peramalan resiko dari sebuah investasi yang kurang tepat. Pada gilirannya, akan membuat para pelaku pasar, dalam hal ini adalah perusahaan dan investor salah mengambil keputusan dalam menyikapi keadaan pasar.
1999:9 2000:11 2002:1 2003:4 2004:6 2005:8 2006:11 2008:1 2009:4 2010:6 2011:8 2012:11 2014:1 2015:4
0,07 Volatilitas FTSE
0,06 0,06
0,05 0,05
0,04 0,04
0,03 0,03
0,02 0,02
0,01 0,01
0 0
0,07 Volatilitas HSI
0,07 1990:1 1991:11 1993:10 1995:9 1997:7 1999:6 2001:5 2003:3 2005:2 2007:1 2008:11 2010:10 2012:9 2014:7
1990:1 1991:11 1993:10 1995:9 1997:7 1999:6 2001:5 2003:3 2005:2 2007:1 2008:11 2010:10 2012:9 2014:7
1990:1 1991:11 1993:10 1995:9 1997:7 1999:6 2001:5 2003:3 2005:2 2007:1 2008:11 2010:10 2012:9 2014:7
1990:1 1991:11 1993:10 1995:9 1997:7 1999:6 2001:5 2003:3 2005:2 2007:1 2008:11 2010:10 2012:9 2014:7
0,07 Volatilitas JKSE 0,07
0,06 0,06
0,05 0,05
0,04 0,04
0,03 0,03
0,02 0,02
0,01 0,01
0 0
0,06 0,06
0,05 0,05
0,04 0,04
0,03 0,03
0,02 0,02
0,01 0,01
0 0 1990:1 1991:11 1993:10 1995:9 1997:7 1999:6 2001:5 2003:3 2005:2 2007:1 2008:11 2010:10 2012:9 2014:7
1990:1 1991:11 1993:10 1995:9 1997:7 1999:6 2001:5 2003:3 2005:2 2007:1 2008:11 2010:10 2012:9 2014:7
30
Volatilitas S&P 500
0,07 Volatilitas Nikkei 225
0,07 Volatilitas AS30
0,06
Volatilitas STI
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
Gambar 5 Plot deret waktu volatilitas return
31 Analisis Volatilitas Return Saham Model asimetris terbaik yang telah didapatkan pada proses sebelumnya merupakan model estimasi terbaik dalam menggambarkan volatilitas return saham. Melalui model terbaik tersebut akan diperoleh nilai dugaan volatilitas (simpangan baku) return saham. Gambar 5 menunjukkan pergerakan nilai dugaan volatilitas return yang merupakan hasil model asimetris terbaik setiap pasar saham. Secara visual terlihat bahwa saat return saham mengalami fluktuasi yang tinggi, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4, maka volatilitas return pada periode yang sama pula mengalami simpangan yang besar. Hal ini berarti, saat return saham mengalami guncangan maka volatilitas return pada periode tersebut seketika juga mengalami kenaikan. Guncangan yang besar pada return saham, pada gilirannya akan meningkatkan resiko dari sebuah saham akibat pasar berada dalam kondisi lebih volatile. Bagi para investor, hal ini menjadi informasi yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan, apakah seorang investor harus menjual atau membeli suatu aset. Pengamatan nilai rata-rata dari volatilitas return saham akan digunakan untuk mengamati keberadaan volatilitas retrun saham dari ketujuh pasar yang digunakan. Urutan nilai rata-rata volatilitas return untuk ketujuh pasar saham dari yang terbesar hingga terkecil, yakni volatilitas return pasar saham Hong Kong (0.0140), Jepang (0.0139), Indonesia (0.0130), Singapura (0.0105), Inggris (0.0098), AS (0.0097), dan Australia (0.0084). Pasar saham Hong Kong, Jepang, dan Indonesia menempati posisi tiga teratas dengan nilai rata-rata volatilitas return terbesar. Dengan demikian, para investor yang ingin menjadikan Hong Kong, Jepang, dan Indonesia sebagai tujuan investasi harus berhati-hati karena kaitannya dengan return yang akan didapatkan dari penanaman sebuah saham. Analisis Sistem Vector Autoregressive (VAR) Periode sample data harian yang digunakan dalam menganalisis sistem VAR, yakni dari 1 September 1999 sampai 15 Juni 2016. Alasan pemilihan periode sample ini yaitu periode data tersebut merupakan hasil irisan periode data yang digunakan dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan agar dalam proses pemilihan lag optimal semua kriteria dapat dibandingkan untuk berbagai lag, sehingga banyaknya amatan yang digunakan dalam sistem model VAR yang dibandingkan haruslah sama (Juanda dan Junaidi 2012). Selain itu, periode sample data tersebut terbagi menjadi dua sub-periode, yaitu periode sebelum krisis 2007 (1 September 1999 sampai 29 Desember 2006) dan periode setelah krisis 2007 (1 Januari 2007 sampai 15 Juni 2016). Variabel input yang digunakan dalam analisis sistem VAR adalah volatilitas return saham dari pasar saham Indonesia, AS, Inggris, Jepang, Hong Kong, Singapura, dan Australia. Volatilitas return saham dari masing-masing pasar saham diperoleh dari hasil estimasi model terbaik yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Analisis sistem VAR ini bertujuan untuk mengeksplorasi apakah struktur transmisi berubah setelah krisis 2007 (krisis subprime mortgage), karena transmisi internasional pada volatilitas return bisa saja berubah setelah suatu turbulensi dalam pasar dunia (King dan Wadhwani 1990). Hasil analisis VAR yang digunakan adalah analisis impulse response (IRF) dan analisis forecast error variance
32 decomposition (FEVD). Perlu diketahui, sebelum melakukan analisis VAR, perlu dilakukan tahapan pre-estimasi, di antaranya uji stasioneritas data, pemilihan lag optimal, dan uji stabilitas VAR. Uji Stasioneritas Volatilitas Return Saham Pengujian stasioneritas volatilitas return dari ketujuh pasar saham dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Sebagaimana dijelaskan pada Tabel 8, nilai mutlak uji ADF untuk ketujuh pasar saham baik pada periode sebeluk krisis dan setelah krisis, lebih besar dari nilai kritis McKinnon pada taraf nyata lima persen, artinya maka volatilitas return ketujuh pasar saham pada periode sebelum dan setelah krisis tersebut stasioner atau tidak mengandung akar unit pada level dengan taraf nyata 5%. Tabel 8 Uji stasioneritas volatilitas return pada level Volatilitas return JKSE S&P 500 FTSE Nikkei 225 HSI STI AS30
Pengujian menggunakan Konstanta Konstanta dan tren linier Konstanta Konstanta dan tren linier Konstanta Konstanta dan tren linier Konstanta Konstanta dan tren linier Konstanta Konstanta dan tren linier Konstanta Konstanta dan tren linier Konstanta Konstanta dan tren linier
Uji ADF Sebelum Setelah Krisis Krisis * -6.6560 -5.6651* -7.0806* -6.2968* -4.7580* -4.0450* -5.9710* -4.3695* -3.5426* -4.1467* -4.0520* -4.3963* -6.2022* -5.8987* -6.8306* -5.9931* -4.5950* -3.6853* -6.4677* -4.1271* -4.8071* -3.6030* -6.4446* -4.2186* -5.7440* -4.8328* -5.8690* -5.1779*
Keterangan: *Signifikan pada taraf nyata 5% Hasil olahan secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7
Uji Lag Optimal Langkah selanjutnya setelah dipastikan semua variabel stasioner pada level adalah uji lag optimal. Kriteria pemilihan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini adalah lag yang menghasilkan informasi Schwarz Criterion (SC) yang paling kecil, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 9. Hasilnya yaitu lag ke-2 mempunyai nilai SC terkecil baik pada periode sebelum krisis maupun setelah krisis adalah lag ke-2. Oleh karena itu, lag optimal yang digunakan pada analisis sistem VAR baik untuk periode sebelum krisis maupun setelah krisis, didasarkan pada model VAR dengan interval lag ke-2.
33 Tabel 9 Pemilihan lag optimum berdasarkan nilai Schwarz Criterion SC Lag 0 1 2 3 4 5 6 7
Sebelum Krisis -63.5137 -79.9587 -80.3675 -80.2159 -80.0929 -79.9388 -79.7753 -79.6136
Setelah Krisis -62.6356 -78.4311 -79.0350 -78.9480 -78.8400 -78.7375 -78.6356 -78.5263
Keterangan: Cetak tebal menunjukkan nilai SC terkecil Hasil olahan secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 8
Uji Stabilitas VAR Hasil proses sebelumnya telah didapatkan lag optimal, yaitu pada lag ke-2. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian stabilitas VAR, hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui model VAR dengan lag optimal tersebut telah stabil. Apabila hasil pengujian menunjukkan nilai modulusnya lebih kecil dari satu, maka model VAR tersebut stabil, sehingga analisis IRF dan FEVD yang dihasilkan valid. Akar-akar pada model VAR(2) baik untuk model VAR dengan periode data sebelum krisis maupun periode data setelah krisis, menunjukkan nilai modulus lebih kecil dari satu, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 10. Hal ini berarti, sistem VAR dengan lag 2 merupakan sistem VAR yang stabil. Tabel 10 Nilai modulus dari akar-akar pada VAR(2) Modulus Sebelum Setelah Krisis Krisis 0.9855 0.9904 0.9775 0.9555 0.9638 0.9523 0.9547 0.9523 0.9393 0.9464 0.9393 0.9316 0.9097 0.9204 0.4236 0.4824 0.1768 0.1955 0.1508 0.1605 0.1508 0.1605 0.1247 0.1073 0.1247 0.1073 0.0863 0.0284
34 Analisis Impulse Response Function (IRF) Analisis IRF bertujuan untuk menguji respon volatilitas return pada pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas return pada pasar saham negara lain, yakni pasar saham AS, Inggris, Jepang, Hong Kong, Singapura, dan Australia. Dinamika respon volatilitas return saham Indonesia terhadap dinamika pada pasarpasar internasional dibagi menjadi dua periode, yakni periode sebelum krisis dan setelah krisis 2007.
AS
Inggris
0,0007 0,0006 0,0005 0,0004 0,0003 0,0002 0,0001 0,0000
0,0007 0,0006 0,0005 0,0004 0,0003 0,0002 0,0001 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sebelum Krisis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Setelah Krisis
Sebelum Krisis
Singapura 0,0007 0,0006 0,0005 0,0004 0,0003 0,0002 0,0001 0
Setelah Krisis
Hong Kong 0,0007 0,0006 0,0005 0,0004 0,0003 0,0002 0,0001 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sebelum Krisis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Setelah Krisis
Sebelum Krisis
Australia
Setelah Krisis
Jepang
0,0007 0,0006 0,0005 0,0004 0,0003 0,0002 0,0001 0
0,0007 0,0006 0,0005 0,0004 0,0003 0,0002 0,0001 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sebelum Krisis
Setelah Krisis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sebelum Krisis
Setelah Krisis
Gambar 6 Impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas pasar saham asing setelah dan sebelum krisis 2007
35 1. Periode sebelum krisis 2007 (1 September 1999 sampai 29 Desember 2006) Gambar 6 menunjukkan perilaku impulse response volatilitas return pasar Indonesia terhadap guncangan volatilitas return pasar saham lainnya pada periode sebelum krisis 2007. Jika diperhatikan pada 15 hari pertama (setara dengan tiga minggu) saat dimulainya suatu guncangan dari suatu pasar saham yang diamati terhadap pasar saham Indonesia, menunjukkan bahwa guncangan volatilitas yang berasal dari pasar Hong Kong relatif memberikan pengaruh paling besar terhadap volatilitas pasar Indonesia. Pengaruh guncangan tersebut dirasakan sejak hari pertama dan masih berfluktuasi hingga hari kelima, setelah periode tersebut, pengaruh guncangan mulai menurun secara pelan menuju titik kestabilan. Guncangan volatilitas yang berasal dari pasar Singapura juga memberikan pengaruh yang relatif besar terhadap volatilitas pasar Indonesia pada awal periode pengamatan, meskipun tidak sebesar transmisi volatilitas akibat guncangan pada pasar saham Hong Kong. Pengaruh guncangan yang berasal dari pasar Singapura mulai mengalami penurunan sejak hari ketiga menuju titik keseimbangan baru. Selain itu, guncangan pasar saham yang memberikan pengaruh relatif besar setalah besarnya pengaruh guncangan yang berasal dari Singapura adalah pasar Australia. Pengaruh guncangan ini dirasakan oleh Indonesia hingga periode kelima dan setelah itu mengalami penurunan secara pelan menuju titik kestabilan. Sedangkan, guncangan yang memberikan pengaruh yang relatif paling kecil dari pasar negaranegara lainnya adalah guncangan yang berasal dari pasar Jepang. Pengaruh guncangan ini mulai mengalami penurunan secara pelan dimulai pada periode kelima. Berbeda hal nya dengan pengaruh guncangan volatilitas yang berasal dari pasar AS dan Inggris. Keduanya memberikan pengaruh yang relatif besar pada hari kedua setelah terjadi guncangan dan selanjutnya, bukan pada hari pertama terjadinya guncangan, seperti pengaruh guncangan volatilitas yang berasal dari Hong Kong, Singapura, Australia, dan Jepang. Hal ini dapat dipahami sebagai dampak dari perbedaan waktu transaksi. Pasar AS dan Inggris memiliki perbedaan waktu yang relatif besar (dalam hitungan jam) terhadap Indonesia, sehingga memunculkan adanya perbedaan jam operasional bursa. Dengan demikian, guncangan yang berasal dari Hong Kong, Singapura, Australia, dan Jepang akan lebih cepat direspon oleh pasar saham Indonesia karena mempunyai lag waktu yang relatif kecil dibandingkan dengan pasar AS dan Inggris. Hal ini pula yang menyababkan guncangan volatilitas yang berasal dari pasar AS dan Inggris dapat bertahan lebih lama. 2. Periode setelah krisis 2007 (1 Januari 2007 sampai 15 Juni 2016) Gambar 6 juga menunjukkan perilaku impulse response volatilitas return pasar Indonesia terhadap guncangan volatilitas return pasar saham lainnya pada periode setelah krisis 2007. Pada periode setelah krisis 2007, dilihat dari besarnya pengaruh guncangan volatilitas, pasar saham asing yang memberikan pengaruh relatif paling besar hingga paling kecil pada hari pertama pengamatan secara berturut-turut yakni adalah pasar saham Hong Kong, Singapura, Inggris, Jepang, dan terakhir AS. Pengaruh guncangan volatilitas yang berasal dari pasar saham Singapura pada hari kedua dan selanjutnya lebih besar dibandingkan pasar saham lainnya. Impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas yang berasal dari pasar saham Hong Kong, Singapura, Australia, dan Jepang dirasakan paling tinggi saat pada periode pertama terjadinya
36 guncangan, kemudian menurun pada periode-periode berikutnya. Sedangkan, pengaruh guncangan volatilitas yang berasal dari AS pada hari kedua ditransmisikan ke pasar Indonesia lebih besar dibandingkan pengaruhnya pada hari pertama, hal ini terlihat dari peningkatan koefisien impulse response Indonesia terhadap guncangan AS pada hari kedua. Sementara itu, transmisi volatilitas yang berasal dari pasar saham Inggris, mengalami lonjakan pada hari ketiga dan mulai stabil pada periode kesepuluh. Transmisi volatilitas yang berasal dari pasar saham AS dan Inggris berlangsung secara terus menerus atau bersifat menetap. Hal ini terlihat dari besarnya nilai impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia yang relatif tidak mengalami penurunan pada periode amatan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6. Berbeda halnya dengan transmisi volatilitas return saham yang berasal dari pasar saham Hong Kong dan Jepang, pada periode setelah krisis pengaruh guncangan volatilitas dari kedua pasar tersebut mengalami penurunan yang sangat cepat dibandingkan dengan transmisi volatilitas dari pasar-pasar lainnya. 3. Perbandingan periode sebelum krisis dan setelah krisis Secara keseluruhan, Gambar 6 menunjukkan perilaku impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas yang berasal dari pasar saham AS, Inggris, Singapura, Hong Kong, Australia, dan Jepang, baik pada periode sebelum krisis maupun setelah krisis 2007. Nilai impulse response volatilitas pasar saham Indonesia terhadap guncangan volatilitas pasar saham asing secara detail ditampilkan pada Lampiran 9. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk periode setelah krisis menunjukkan bahawa terjadi pengingkatan secara substansial pada interaksi pasar saham asing yang diamati dengan pasar saham Indonesia. Peningkatan ini ditandai dengan meningkatnya besarnya impulse response pasar saham Indonesia setelah krisis terhadap guncangan yang berasal dari pasar saham asing. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (1998), menyatakan bahwa derajat interdependensi dari pasar saham nasional meningkat secara substansial setelah terjadinya krisis. Hal ini menyebabkan adanya peningkatan transmisi antar pasar saham, yang pada gilirannya dapat memperbesar pengaruh volatilitas return pada suatu pasar terhadap volatilitas return pasar lainnya, atau dalam konteks penelitian ini adalah pasar Indonesia (Trihadmini 2011). Transmisi volatilitas dapat dipicu oleh liberalisasi pergerakan kapital internasional, diversifikasi portofolio antar negara, serta meningkatnya transaksi akibat perkembangan dalam sistem telekomunikasi elektronik (Lau dan Ivaschenko 2003). Liberalisasi dari pasar keuangan internasional terutama hubungannya terhadap aliran investasi asing terhadap emerging market akan membuat pasar tersebut lebih volatile dalam merespon perubahan kondisi perekonomian (Santis dan Imrohoroglu 1997). Konsekuensi dari aliran investasi yang ber-volatile akan berdampak pada tingginya volatilitas pada harga saham, khususnya pada emerging market. Gambar 6 menunjukkan bahwa pasar Indonesia lebih terpapar dampak dari transmisi volatilitas terhadap pasar-pasar saham lainnya pada periode setelah krisis. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar saham Indonesia mengalami peningkatan hubungan interdependensi pasar keuangan akibat pengaruh globalisasi. Seperti yang dikemukakan oleh Santis dan Imrohoroglu (1997), peningkatan hubungan interdependensi pasar pada pasar saham Indonesia yang notabene tergolong dalam emerging market, akan menyebabkan pasar Indonesia semakin volatile sebagai respon adanya perubahaan keadaan perekonomian. Sehingga, pada gilirannya akan
37 meningkatkan dampak transmisi volatilitas pasar saham asing terhadap volatilitas pasar saham Indonesia, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6. Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Analisis FEVD digunakan untuk menganalisis kontribusi volatilitas dari pasar saham asing yang diamati dalam penelitian terhadap keragaman volatilitas return di Indonesia. Berdasarkan hasil dekomposisi keragaman yang ditunjukkan Tabel 11, dapat diidentifikasi seberapa besar pengaruh volatilitas pasar saham yang diamati dalam penelitian terhadap volatilitas pasar saham Indonesia baik pada sebelum krisis maupun setelah krisis. Tabel 11 memperlihatkan bahwa sumber penting dari keragaman volatilitas return pasar saham Indonesia adalah volatilitas dari pasar saham Indonesia sendiri. Tetapi, jika dibandingkan antara periode sebelum krisis dan setelah krisis, kontribusi pasar saham Indonesia pada periode setelah krisis relatif lebih kecil dibandingkan periode sebelum krisis pada 15 hari pengamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat interaksi yang lebih kuat antar pasar saham pada periode setelah krisis. Secara lebih detail, dapat dilihat bahwa pada periode sebelum krisis volatilitas return pasar saham Indonesia yang diamati dalam kurun waktu 15 hari pengamatan dipengaruhi oleh volatilitas return saham dirinya sendiri dengan nilai rata-rata sebesar 88.40%. Sisanya merupakan pengaruh dari volatilitas return pasar saham asing yakni volatilitas return pasar Hong Kong (HSI; 4.69%), AS (S&P 500; 2.66%), Australia (AS30; 1.91%), Inggris (FTSE; 1.41%), Singapura (STI; 0.81%), serta Jepang (Nikkei 225; 0.31%). Berdasarkan hasil estimasi dekomposisi keragaman tersebut, volatilitas return pasar saham Hong Kong ternyata mempunyai kontribusi yang paling besar terhadap volatilitas return pasar saham Indonesia dibandingkan volatilitas pasar saham lainnya. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chuang et al. (2007) yang menyatakan bahwa pasar saham Hong Kong merupakan pasar saham yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap pasar-pasar saham regional Asia, khususnya pasar saham Indonesia. Tabel 11 Dekomposisi keragaman (%) volatilitas return pasar saham Indonesia Volatilitas Return Periode Nikkei JKSE FTSE S&P 500 STI HSI AS30 225 Sebelum Krisis 1 91.8431 0.3494 0.2026 1.0562 4.6212 1.7925 0.1351 2 90.3885 1.1114 0.9754 1.1696 4.3596 1.8411 0.1545 5 89.2492 1.2946 2.0044 0.9674 4.4467 1.8947 0.1429 10 87.6422 1.5851 3.2640 0.6629 4.7876 1.9414 0.1169 15 86.0744 1.8131 4.3734 0.5795 5.1109 1.9485 0.1001 Setelah Krisis 1 84.5767 4.3349 0.6716 8.4980 0.0000 1.9188 0.0000 2 80.7807 4.0527 3.8920 9.3377 0.0168 1.8795 0.0407 5 75.8722 5.7491 5.9981 10.2490 0.2625 1.8297 0.0393 10 69.1925 8.2096 8.4197 10.9915 1.0706 1.8674 0.2487 15 63.2820 10.3072 10.4221 11.3302 2.0744 1.9162 0.6679
38 Pada periode setelah krisis, persentase dekomposisi keragaman terhadap volatilitas return pasar saham Indonesia dalam kurun waktu 15 hari pengamatan dipengaruhi oleh volatilitas return saham dirinya sendiri dengan nilai rata-rata sebesar 72.30%. Sisanya merupakan pengaruh dari volatilitas return pasar saham asing yakni volatilitas return pasar Singapura (10.50%), Inggris (7.19%), AS (7.08%), Australia (1.87%), Hong Kong (0.83%), dan Jepang (0.22%). Volatilitas return pasar saham Singapura mempunyai pengaruh yang dominan pada periode setelah krisis. Ajireswara (2014) juga menemukan bahwa pasar saham Singapura mempunyai pengaruh dekomposisi yang dominan terhadap volatilitas pasar saham Indonesia dibandingkan pengaruh dekomposisi pasar saham Hong Kong, Jepang, AS, dan Inggris. Singapura memainkan peran dominan dalam menyusun volatilitas pasar saham Indonesia pada periode setelah krisis, sedangkan Hong Kong juga memainkan peranan dominan dalam menyusun volatilitas pasar saham Indonesia pada periode sebaliknya, yakni periode sebelum krisis. Hal ini sejalan dengan penelitian Lau dan Ivaschenko (2003) yang menyatakan bahwa pasar saham Singapura dan Hong Kong mempunyai pengaruh dominan dalam memengaruhi pasar saham dalam kawasan Asia-Pasifik. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, rata-rata persentase kontribusi volatilitas return pasar saham asing terhadap volatilitas return pasar Indonesia meningkat pada periode setelah krisis 2007. Rata-rata kontribusi volatilitas pasar saham Singapura terhadap volatilitas pasar saham Indonesia mengalami kenaikan secara drastis setelah periode krisis 2007. Selain itu, pengaruh mature market yakni AS dan Inggris, juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada periode setelah krisis 2007, terlihat dari hasil rata-rata pengaruh dalam kurun 15 hari waktu pengamatan. Sehingga semakin kuat menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang lebih besar pada periode setelah krisis 2007. Hasil FEVD ini mendukung hasil dari analisis IRF yang telah dikemukakan sebelumnya (Gambar 6). Secara umum, peran mature market yang diproksikan oleh volatilitas return pasar AS dan Inggris, mengalami peningkatan pengaruh yang drastis terhadap volatilitas return pasar saham Indonesia pada periode setelah krisis. Hal ini menunjukkan adanya transmisi volatilitas return karena peran dominant economic power, seperti pasar AS dan Inggris. Pasar AS dan Inggris merupakan negara yang mempunyai pengaruh besar dalam perekonomian, karena mata uang keduanya telah banyak digunakan dalam perdagangan internasional. Sedangkan, peningkatan pengaruh volatilitas return pasar saham Singapura terhadap volatilitas return pasar saham Indonesia pada periode setelah krisis, menunjukkan bahwa adanya transmisi volatilitas return karena alasan common investor groups. Hal ini merujuk pada fakta bahwa negara-negara yang berdekatan secara geografis normalnya mempunyai grup tujuan investasi yang sama (Achsani dan Strohe 2005). Kartika et al. (2012) juga menyatakan bahwa negara-negara yang mempunyai perekonomian dan secara geografis dekat akan menunjukkan hubungan yang kuat. Sehingga pada gilirannya, pasar-pasar tersebut akan saling mempengaruhi. Dengan demikian, interaksi antara Indonesia dengan mature market dan pasar saham yang secara geografis dekat dengan Indonesia patut dicermati sebagai acuan kewaspadaan stabilitas keuangan.
39
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model terbaik dalam menggambarkan volatilitas return saham serta mengidentifikasi adanya efek asimetris pada return saham pada beberapa pasar saham dunia termasuk di dalamnya pasar saham Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengeksplorasi respon dan dekomposisi keragaman volatilitas return saham Indonesia yang diwakili oleh JKSE terhadap pengaruh guncangan pada volatilitas return saham-saham lainnya. Lebih jauh lagi, hasil eksplorasi ini akan digunakan dalam menganalisis struktur transmisi volatilitas return saham Indonesia pada periode sebelum dan setelah krisis 2007. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat diringkas pada beberapa poin sebagai berikut: 1. Model asimetris GARCH mempresentasikan estimasi volatilitas return lebih baik dibandingkan model simetris GARCH untuk seluruh pasar saham yang digunakan dalam penelitian. Volatilitas return dari pasar saham Indonesia dan Hong Kong digambarkan oleh model APARCH. Selain itu, volatilitas return pasar saham Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Singapura, dan Australia digambarkan oleh model TGARCH. Setiap negara mempunyai karakteristik volatilitas yang berbeda-beda, sehingga hasil model yang dibentuk pun berbedabeda. 2. Seluruh pasar yang diamati menunjukkan keberadaan efek asimetris pada return saham serta signifikan secara statistik. Hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh antara bad news ataupun good news terhadap volatilitas return saat ini. Sehingga, pemodelan volatilitas return saham dengan menggunakan model simetris GARCH menjadi kurang relevan dalam menggambarkan keadaan pasar keuangan sebenarnya. 3. Hasil analisis dari impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan pasar saham lainnya menunjukkan bahwa transmisi volatilitas terbesar baik pada periode sebelum maupun setelah krisis 2007 berasal dari pasar saham Hong Kong dan disusul oleh pasar saham Singapura. Pengaruh guncangan volatilitas ini dirasakan mulai dari periode pertama terjadinya guncangan dan selanjutnya. Berbeda halnya dengan Amerika Serikat dan Inggris, pengaruh guncangan volatilitas ditransmisikan ke pasar saham Indonesia relatif lebih besar mulai dari periode kedua setelah terjadi guncangan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh guncangan volatilitas yang berasal dari kedua pasar tersebut dapat bertahan lebih lama. 4. Jika dibandingkan hasil impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia sebelum dan setelah krisis, menunjukkan bahwa pasar saham Indonesia lebih terpapar guncangan pada periode setelah krisis. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar saham Indonesia mengalami peningkatan hubungan interdependensi pasar keuangan sebagai dampak dari globalisasi. 5. Hasil dari dekomposisi keragaman volatilitas return pasar saham Indonesia menunjukkan bahwa pada periode sebelum dan setelah krisis 2007, volatilitas return saham Indonesia dominan dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Sedangkan untuk pengaruh eksternal, pasar saham Hong Kong memiliki pengaruh yang
40 paling besar pada periode sebelum krisis. Pada periode setelah krisis, pasar saham Singapura memiliki pengaruh paling besar. Pengujian variance decomposition ini juga menunjukkan bahwa pengaruh pasar saham dari mature market yang diproksikan melalui pasar saham Amerika Serikat dan Inggris mengalami peningkatan yang drastis dalam mempengaruhi volatilitas return pasar saham Indonesia pada periode setelah krisis 2007. Saran Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini, beberapa hal yang dapat disarankan bagi pelaku otoritas kebijakan, pelaku investasi, serta bagi akademisi di bidang pasar saham antara lain: 1. Bagi pelaku investasi, khususnya bagi para investor perlu mengamati fluktuasi dari return saham dan guncangan yang terjadi pada periode-periode sebelumnya, sebelum mengambil langkah investasi saat ini. Hal ini diperlukan agar para investor mampu mengontrol dan mengurangi resiko pasar dari aset yang diperdagangkan. Dengan demikian, para investor dapat lebih berhati-hati dalam menentukan langkah investasi, seperti apakah seorang investor harus melepas atau menahan aset yang dimilikinya. 2. Bagi pelaku otoritas kebijakan, setelah diketahui bahwa para pelaku investasi sangat mudah terpengaruh oleh sentimen negatif yang ada di pasar, implikasinya terhadap pelaku otoritas kebijakan adalah perlunya menjaga kondisi pasar dari sentimen-sentimen negatif, misalnya: faktor-faktor makroekonomi seperti nilai tukar dan suku bunga, serta adanya isu-isu negatif yang sedang berkembang di dalam pasar. Hal ini perlu dilakukan karena sentimen negatif dapat menyebabkan fluktuasi return saham yang berlebihan yang pada gilirannya akan mempengaruhi minat investor dalam berinvestasi. 3. Bagi pelaku otoritas kebijakan, setelah diketahui adanya peningkatan transmisi volatilitas return saham asing terhadap pasar Indonesia pada periode setelah krisis 2007, implikasinya terhadap pelaku otoritas kebijakan adalah perlunya kewaspadaan dalam menyikapi volatilitas pasar saham asing, sehingga dampak dari pembalikan arus modal keluar secara drastis dapat diantisipasi. 4. Bagi akademisi, penulis menyarankan untuk mengamati performa negara-negara lain sebagai bahan rujukan. Selain itu, penelitian ini juga menyarankan untuk dilakukan analisis serupa sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian ini terhadap indeks sektoral pada setiap pasar saham. Hal ini dimaksudkan agar kesimpulan yang diperoleh lebih general dan informasi yang didapatkan lebih banyak terkait karakteristik suatu pasar saham.
41
DAFTAR PUSTAKA Achsani NA, Strohe HG. 2005. Asymmetric stock market interdependencies: US dominance and spillover effects into Asia and Europe. Di dalam: Welfens PJJ. Integration in Asia and Europe: Historical Dynamics, Political Issues, and Economic Perspective; with 30 Tables; 2005; Berlin, Jerman. Berlin (u.a): Springer. Hlm 145-164. Ajireswara A. 2014. Transmisi volatilitas saham utama dunia terhadap IHSG dan Indeks Sektoral Indonesia [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Awartani BMA, Corradi V. 2005. Predicting the volatility of the S&P-500 stock index via GARCH Models: The role of asymmetries. International Journal of Forecasting. 21: 167-183. Black F. 1976. Studies in stock price volatility changes: proceedings of the 1976 business meeting of business and economic section. American Statistical Association. 177-181. Bollerslev T . 1986. Generalized autoregressive conditional heteroskedasticity. Journal of Econometrics. 31(3): 307-327. Booth GG, Martikainen T, Tse Y. 1997. Price and volatility spillovers in Scandinavian stock markets. Journal Banking & Finance. 21: 811-823. Chuang IY, Lu JR, Tswei K. 2007. Interdependence of international equity variances: evidence from East Asian markets. Emerging Market Reviews. 8(4): 311-327. Dewiyanti G. 2009. Global melt down contagion atau interdependence; Analisis dampak kejatuhan bursa Amerika dan bursa Hongkong terhadap bursa Indonesia di tahun 2008 dengan pendekatan volatility spillover [tesis]. Depok (ID). Universitas Indonesia. Dimpfl T, Jung R. 2011. Financial market spillovers around the globe. Working Papers on Global Financial Market. 20:1-28. Ding Z, Granger C, Angle RF. 1993. A long memory property of stocks market returns and a new model. Jornal of Empirical Finance. 1(1): 83-106. Dornbusch R, Fischer S, Startz R. 2011. Macroeconomics, 11th Edition. New York: McGraww-Hill. Engle RF. 1982. Autoregressive conditional heteroscedasticity with estimates of the variance of UK inflation. Econometrica. 50: 987-1000. Engle RF, Bollerslev T. 1986. Modelling the persistence of conditional variances. Econometric Review. 5(1): 1-50. Engle RF, Lee GJ. 1993. A permanent and transitory component model of stock return volatility. Discussion Paper 92-44R, University of California, San Diego. Engle RF, Ng VK. 1993. Measuring and testing the impact of news on volatility. The journal of Finance. 48(5): 1749-1778. Glosten LR, Jagannathan R, Runkle DE. 1993. On the relation between expected value and the volatility of the nominal excess return on stocks. Journal of Finance. 48(5): 1779-1801. Gokbulut RI, Pekkaya M. 2014. Estimating and forecasting volatility of financial markets using asymmetris GARCH models: An application on Turkish
42 Financial Markets. International Journal of Economics and Finance. 6(4): 23-35. Gujarati DN. 2003. Basic Econometrics Fourth Edition. United States: McGrawHill. [IDX] The Indonesia Stock Exchange. 2016. Indonesia stock exchange announces 2017 targets. Indonesia Investments [Internet]. [diunduh 2016 Okt 23]. Tersedia pada: http://www.indonesia-investments.com/id/news/todaysheadlines/indonesia-stock-exchange-announces-2017-targets/item7288. In F, Kim S, Yoon JH, Viney C. 2001. Dynamic interdependence and volatility transmission of Asian stock markets Evidence from the Asian crisis. International Review of Financial Analysis. 10(1): 87-96. Juanda B, Junaidi. 2012. Ekonometrika Deret Waktu. Bogor: IPB Press. Kartika A. 2010. Volatilitas Harga Saham di Indonesia dan Malaysia. Aset. 12(1): 17-26. Kartika TR, Achsani NA, Manurung AH, Nuryartono N. 2012. Transmission of stock return volatility in Indonesia (IHSG) towards USA (DJIA), Hongkong (HSII), and Singapore (STI). Jurnal Keuangan dan Perbankan. 14(1): 16-29. [Kemenkeu] Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2015. Indeks Daya Saing Global Indonesia Duduki Peringkat 37 dari 140 Negara [Internet]. [diunduh 2016 Okt 23]. Tersedia pada: http://www.kemenkeu.go.id/Berita/indeks-daya-saing-global-indonesiaduduki-peringkat-37-dari-140-negara. King MA, Wadhwani S. 1990. Transmission of volatility between stock markets. The Review of Financial Studies. 3(1): 5-33. Koutmos G. 1996. Modeling the dynamic interdependence of major European stock markets. Journal of Business Finance & Accounting. 23(7). Lau JC, Ivaschenko I. 2003. Asian flu or wall street virus? Tech and nontech spillovers in the United States and Asia. Journal of Multinational Financial Management. 13(4-5); 303-322. Lee HS. 2001. International transmission of stocks market movements: a wavelet analysis on MENA stock markets dipresentasikan pada ERF’s 8th Annual Conference, Bahrain. Lee JS. 2009. Volatility spillover effects among six Asian countries. Applied Economic Letters. 16(5): 501-508. Lestano, Sucito J. 2010. Spillover volatilitas pasar saham Indonesia dan singapura periode 2001-2005. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 12(1): 17-25. Liu YA, Pan MS. 1997. Mean volatility spillover effects in the U.S. and PacificBasin Stock Markets. Multinational Finance Journal. 1(1): 47-62. Liu YA, Pan MS, Shieh JCP. 1998. International transmission of stock price movements: Evidence from the US and five Asian-Pacific markets. Journal of Economics and Finance. 22(1): 59-69. Maskur A. 2009. Volatilitas harga saham antara saham konvensional dan syariah. Dinamika Keuangan dan Perbankan. 1(2): 82-94. Miron D, Tudor C. 2010. Asymmetric conditional volatility models: Empirical estimation and comparison of forecasting accuracy. Romanian Journal of Economic Forecasting. 3: 74-93.
43 Mishra AK, Swain N, Malhotra DK. 2007. Measuring stock market volatility in an emerging economy. International Journal of Business. 12(3): 343-359. Miyakoshi T. 2003. Spillovers of stock return volatility to Asian equity markets from Japan and the US. Journal of International Financial Markets, Institutions, and Money. 13: 389-399. Montgomery DC, Jennings CL, Kulahci M. 2007. Introduction to Time Series Analysis and Forecasting. Toronto: Wiley. Nelson DB. 1991. Conditional heteroskedasticity in asset returns: A new approach. Econometrica. 59(2): 347-370. [OECD] Organisation for Economic Co-operation and Development. 2015. Survei ekonomi OECD Indonesia. OECD [Internet]. [diunduh 2016 Okt 23]; Maret 2015. Tersedia pada: https://www.oecd.org/economy/OverviewIndonesia-2015-Bahasa.pdf. Pratiwi DA. 2015. Daftar bursa terbesar di Asia, Indonesia no 9 [Internet]. [diunduh 2016 Okt 23]; November 2015. Tersedia pada: http://economy.okezone.com/read/2015/11/29/278/1257862/daftarbursa-terbesar-di-asia-indonesia-no-9?page=1. Peters JP. 2001. Estimating and forecasting volatility of stock indices using asymmetric GARCH models and (skewed) student-T densities. Working Paper, EAA Business School, University of Leige. Santis GD, Imrohoroglu S. 1997. Stock returns and volatility in emerging financial markets. Journal of International Money and Finance. 16(4): 561-579. Stock JH, Watson MV. 2001. Vector autoregressions. Journal of Economic Perspectives. 15(4): 101-115. Tim Studi Volatilitas dan Perekonomian Dunia. 2010. Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian Dunia. Jakarta (ID): Bapepam-LK. Trihadmini N. 2011. Contagion dan spillover effect pasar keuangan global sebagai early warning system. Finance and Banking Journal. 13(1): 47-61.f Veiga B, McAleer M. 2004. Multivariate volatility and spillover effects in financial markets. International Enviromrntal Modeling and Software Society. Wu G. 2001. The determinants of asymmetric volatility. The Review of Financial Studies. 14: 837-859. Yalama A, Sevil G. 2008. Forecasting world stock market volatility. International Research Journal of Finance and Economics. 15: 159-174. Zakoian JM. 1994. Treshold heteroskedasticity models. Journal of Economic Dynamics and Control. 18(5): 931-955.
LAMPIRAN
45 Lampiran 1 Uji stasioneritas return saham 1.A. Uji stasioneritas return JKSE Null Hypothesis: Return JKSE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-71.07190 -3.431120 -2.861765 -2.566932
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Return JKSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-71.07386 -3.959366 -3.410455 -3.126990
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 1.B. Uji stasioneritas return S&P 500 Null Hypothesis: Return S&P 500 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-62.58129 -3.431120 -2.861765 -2.566932
0.0001
46 Lampiran 1 Uji stasioneritas return saham (lanjutan) Null Hypothesis: Return S&P 500 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-62.57978 -3.959366 -3.410455 -3.126990
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 1.C. Uji stasioneritas return FTSE Null Hypothesis: Return FTSE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-39.70491 -3.431120 -2.861765 -2.566932
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Return FTSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-39.71284 -3.959367 -3.410455 -3.126990
0.0000
47 Lampiran 1 Uji stasioneritas return saham (lanjutan) 1.D. Uji stasioneritas return NIkkei 225 Null Hypothesis: Return Nikkei 225 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-61.81977 -3.431120 -2.861765 -2.566932
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Return Nikkei 225 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-61.84482 -3.959367 -3.410455 -3.126990
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 1.E. Uji stasioneritas return HSI Null Hypothesis: Return HSI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-82.63348 -3.431120 -2.861765 -2.566932
0.0001
48 Lampiran 1 Uji stasioneritas return saham (lanjutan) Null Hypothesis: Return HSI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-82.64941 -3.959366 -3.410455 -3.126990
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 1.F. Uji stasioneritas return STI Null Hypothesis: Return STI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=30)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-64.29903 -3.431659 -2.862004 -2.567060
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Return STI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=30)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-64.29179 -3.960134 -3.410831 -3.127213
0.0000
49 Lampiran 1 Uji stasioneritas return saham (lanjutan) 1.G. Uji stasioneritas return AS30 Null Hypothesis: Return AS30 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-81.95256 -3.431120 -2.861765 -2.566932
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Return AS30 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=34)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-81.94859 -3.959366 -3.410455 -3.126990
0.0001
50 Lampiran 2 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA 2.A. Model simetris terbaik untuk return JKSE Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(1,2) Mean Model : ARFIMA(2,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error mu 0.0005 0.0001 ar1 1.5793 0.0191 ar2 -0.9588 0.0095 ma1 -1.4230 0.0178 ma2 0.7282 0.0032 ma3 0.1365 0.0026 omega 0.0000 0.0000 alpha1 0.1529 0.0132 beta1 0.4787 0.0731 beta2 0.3668 0.0652 LogLikelihood : 20873.86 Information Criteria -----------------------------------Akaike: -6.0475 Bayes: -6.0376 Shibata: -6.0475 Hannan-Quinn: -6.0441
t value Pr(>|t|) 3.8814 0.0001 82.6329 0.0000 -100.7073 0.0000 -80.0138 0.0000 227.9521 0.0000 52.1163 0.0000 3.0773 0.0021 11.5581 0.0000 6.5463 0.0000 5.6269 0.0000
51 Lampiran 2 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA (lanjutan) 2.B. Model simetris terbaik untuk return S&P 500 Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(2,2) Mean Model : ARFIMA(1,0,1) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value Pr(>|t|) mu 0.0005 0.0001 7.1056 0.0000 ar1 0.8915 0.0104 85.4157 0.0000 ma1 -0.9166 0.0106 -86.6104 0.0000 omega 0.0000 0.0000 1.7919 0.0732 alpha1 0.0360 0.0110 3.2829 0.0010 alpha2 0.0938 0.0178 5.2769 0.0000 beta1 0.3483 0.1642 2.1215 0.0339 beta2 0.5036 0.1451 3.4717 0.0005 LogLikelihood : 22662.58 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.5656 Bayes : -6.5577 Shibata : -6.5656 Hannan-Quinn : -6.5629
52 Lampiran 2 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA (lanjutan) 2.C. Model simetris terbaik untuk return FTSE Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(0,1) Mean Model : ARFIMA(3,0,2) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value Pr(>|t|) mu 0.0002 0.0001 2.9079 0.0036 ar1 -0.5576 0.0952 -5.8561 0.0000 ar2 -0.4338 0.0973 -4.4603 0.0000 ar3 -0.1256 0.0130 -9.6671 0.0000 ma1 0.5269 0.0935 5.6358 0.0000 ma2 0.3490 0.0952 3.6642 0.0002 omega 0.0000 0.0000 598.5352 0.0000 beta1 0.9978 0.0000 31778.3561 0.0000 LogLikelihood : 21334.29 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.1806 Bayes : -6.1727 Shibata : -6.1806 Hannan-Quinn : -6.1779
53 Lampiran 2 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA (lanjutan) 2.D. Model simetris terbaik untuk return Nikkei 225 Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(0,1) Mean Model : ARFIMA(0,0,1) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error mu -0.0001 0.0001 ma1 -0.0249 0.0014 omega 0.0000 0.0000 beta1 0.9956 0.0000 LogLikelihood : 19189.69 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -5.5619 Bayes : -5.5579 Shibata : -5.5619 Hannan-Quinn : -5.5605
t value -0.58417 -17.47781 371.93277 27039.61093
Pr(>|t|) 0.5591 0.0000 0.0000 0.0000
54 Lampiran 2 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA (lanjutan) 2.E. Model simetris terbaik untuk return HSI Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(3,0) Mean Model : ARFIMA(2,0,2) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value mu 0.0011 0.0001 12.2300 ar1 0.0191 0.0001 214.1900 ar2 0.9816 0.0001 8667.5000 ma1 -0.0192 0.0001 -163.0900 ma2 -0.9812 0.0000 -332300.0000 omega 0.0001 0.0000 34.1700 alpha1 0.1458 0.0159 9.1869 alpha2 0.1552 0.0159 9.7869 alpha3 0.1982 0.0172 11.5270 LogLikelihood : 19654.89 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -5.6936 Bayes : -5.6847 Shibata : -5.6936 Hannan-Quinn : -5.6906
Pr(>|t|) 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
55 Lampiran 2 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA (lanjutan) 2.F Model simetris terbaik untuk return STI Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(2,2) Mean Model : ARFIMA(3,0,2) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value mu 0.0003 0.0001 2.4183 ar1 0.5667 0.0893 6.3444 ar2 -0.8890 0.0544 -16.3539 ar3 0.0496 0.0162 3.0691 ma1 -0.5453 0.0884 -6.1687 ma2 0.8623 0.0595 14.4860 omega 0.0000 0.0000 2.7470 alpha1 0.0579 0.0149 3.8895 alpha2 0.0569 0.0099 5.7299 beta1 0.6886 0.0711 9.6921 beta2 0.1933 0.0487 3.9674 LogLikelihood : 14105.81 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.4345 Bayes : -6.4185 Shibata : -6.4345 Hannan-Quinn : -6.4289
Pr(>|t|) 0.0156 0.0000 0.0000 0.0021 0.0000 0.0000 0.0060 0.0001 0.0000 0.0000 0.0001
56 Lampiran 2 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan pada proses ARIMA (lanjutan) 2.G. Model simetris terbaik untuk return AS30 Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(1,2) Mean Model : ARFIMA(3,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value mu 0.0004 0.0001 4.6383 ar1 0.5663 0.0081 70.1326 ar2 0.7047 0.0643 10.9515 ar3 -0.7705 0.0055 -139.0347 ma1 -0.5423 0.0020 -271.1775 ma2 -0.7152 0.0622 -11.5026 ma3 0.7588 0.0024 311.2251 omega 0.0000 0.0000 2.3569 alpha1 0.0956 0.0135 7.0623 beta1 0.7149 0.0913 7.8272 beta2 0.1702 0.0686 2.4807 LogLikelihood : 23491.68 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.8050 Bayes : -6.7941 Shibata : -6.8050 Hannan-Quinn : -6.8012
Pr(>|t|) 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0184 0.0000 0.0000 0.0131
57 Lampiran 3 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan secara simultan 3.A. Model simetris terbaik untuk return JKSE Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(1,2) Mean Model : ARFIMA(3,0,2) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value mu 0.0010 0.0003 3.1566 ar1 1.8184 0.0004 4390.8000 ar2 -0.9183 0.0004 -2084.3000 ar3 0.0988 0.0005 203.8500 ma1 -1.6587 0.0000 -806880.0000 ma2 0.6612 0.0000 71978.0000 omega 0.0000 0.0000 3.8195 alpha1 0.1572 0.0091 17.3030 beta1 0.4516 0.0720 6.2729 beta2 0.3895 0.0638 6.1017 LogLikelihood : 20886.01 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.0510 Bayes : -6.0411 Shibata : -6.0510 Hannan-Quinn : -6.0476
Pr(>|t|) 0.0016 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000
58 Lampiran 3 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan secara simultan (lanjutan) 3.B. Model simetris terbaik untuk return S&P 500 Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(2,2) Mean Model : ARFIMA(2,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value Pr(>|t|) mu 0.0005 0.0001 6.2266 0.0000 ar1 1.5052 0.0104 144.0537 0.0000 ar2 -0.6815 0.0349 -19.5367 0.0000 ma1 -1.5280 0.0007 -2099.1927 0.0000 ma2 0.7053 0.0284 24.8732 0.0000 ma3 -0.0255 0.0010 -26.7393 0.0000 omega 0.0000 0.0000 1.7969 0.0724 alpha1 0.0356 0.0109 3.2756 0.0011 alpha2 0.0936 0.0179 5.2340 0.0000 beta1 0.3595 0.1645 2.1856 0.0288 beta2 0.4929 0.1453 3.3936 0.0007 LogLikelihood : 22666.34 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.5658 Bayes : -6.5549 Shibata : -6.5658 Hannan-Quinn : -6.5621
59 Lampiran 3 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan secara simultan (lanjutan) 3.C. Model simetris terbaik untuk return FTSE Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(1,1) Mean Model : ARFIMA(3,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value Pr(>|t|) mu 0.0004 0.0001 5.2271 0.0000 ar1 -0.7856 0.0106 -74.3623 0.0000 ar2 0.6839 0.0114 59.8898 0.0000 ar3 0.9048 0.0054 168.3607 0.0000 ma1 0.7787 0.0068 114.3470 0.0000 ma2 -0.7047 0.0074 -95.8799 0.0000 ma3 -0.9298 0.0002 -5984.0897 0.0000 omega 0.0000 0.0000 0.8719 0.3832 alpha1 0.0892 0.0245 3.6467 0.0003 beta1 0.8994 0.0255 35.2153 0.0000 LogLikelihood : 22505.86 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.5196 Bayes : -6.5097 Shibata : -6.5196 Hannan-Quinn : -6.5162
60 Lampiran 3 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan secara simultan (lanjutan) 3.D. Model simetris terbaik untuk return Nikkei 225 Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(2,1) Mean Model : ARFIMA(3,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value Pr(>|t|) mu 0.0003 0.0001 2.4536 0.0141 ar1 0.5865 0.0061 95.4762 0.0000 ar2 -0.6676 0.0027 -246.9863 0.0000 ar3 0.9265 0.0054 171.5493 0.0000 ma1 -0.5977 0.0001 -7405.7341 0.0000 ma2 0.6711 0.0001 8577.5971 0.0000 ma3 -0.9382 0.0000 -30782.3214 0.0000 omega 0.0000 0.0000 3.3239 0.0009 alpha1 0.0706 0.0110 6.4129 0.0000 alpha2 0.0344 0.0140 2.4584 0.0140 beta1 0.8704 0.0039 220.7861 0.0000 LogLikelihood : 19937.8 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -5.7767 Bayes : -5.7658 Shibata : -5.7767 Hannan-Quinn : -5.7730
61 Lampiran 3 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan secara simultan (lanjutan) 3.E. Model simetris terbaik untuk return HSI Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(1,1) Mean Model : ARFIMA(2,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value Pr(>|t|) mu 0.0007 0.0002 4.3151 0.0000 ar1 0.6276 0.0360 17.4197 0.0000 ar2 -0.9041 0.0088 -102.5721 0.0000 ma1 -0.5748 0.0354 -16.2463 0.0000 ma2 0.8800 0.0048 183.6530 0.0000 ma3 0.0617 0.0045 13.6960 0.0000 omega 0.0000 0.0000 3.2138 0.0013 alpha1 0.0742 0.0067 11.1245 0.0000 beta1 0.9131 0.0076 120.0362 0.0000 LogLikelihood : 20091.13 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -5.8201 Bayes : -5.8111 Shibata : -5.8201 Hannan-Quinn : -5.8170
62 Lampiran 3 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan secara simultan (lanjutan) 3.F. Model simetris terbaik untuk return STI Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(2,2) Mean Model : ARFIMA(3,0,2) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value mu 0.0003 0.0001 2.4183 ar1 0.5667 0.0893 6.3444 ar2 -0.8890 0.0544 -16.3539 ar3 0.0496 0.0162 3.0691 ma1 -0.5453 0.0884 -6.1687 ma2 0.8623 0.0595 14.4860 omega 0.0000 0.0000 2.7470 alpha1 0.0579 0.0149 3.8895 alpha2 0.0569 0.0099 5.7299 beta1 0.6886 0.0711 9.6921 beta2 0.1933 0.0487 3.9674 LogLikelihood : 14105.81 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.4345 Bayes : -6.4185 Shibata : -6.4345 Hannan-Quinn : -6.4289
Pr(>|t|) 0.0156 0.0000 0.0000 0.0021 0.0000 0.0000 0.0060 0.0001 0.0000 0.0000 0.0001
63 Lampiran 3 Model simetris GARCH terbaik dengan pengoptimalan secara simultan (lanjutan) 3.G. Model simetris terbaik untuk return AS30 Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : sGARCH(1,1) Mean Model : ARFIMA(3,0,2) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value Pr(>|t|) mu 0.0004 0.0001 4.9537 0.0000 ar1 0.0524 0.0117 4.4698 0.0000 ar2 0.9720 0.0029 338.0300 0.0000 ar3 -0.0290 0.0117 -2.4753 0.0133 ma1 -0.0180 0.0001 -127.4100 0.0000 ma2 -0.9794 0.0000 -1282400.0000 0.0000 omega 0.0000 0.0000 1.2389 0.2154 alpha1 0.0850 0.0183 4.6577 0.0000 beta1 0.8976 0.0201 44.6480 0.0000 LogLikelihood : 23491.98 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.8057 Bayes : -6.7968 Shibata : -6.8057 Hannan-Quinn : -6.8026
64 Lampiran 4 Spesifikasi model asimetris GARCH 4.A. Spesifikasi model asimetris ARMA (3,2)-GARCH (1,2) dari return JKSE GJRKoef. EGARCH TGARCH IGARCH APARCH CGARCH GARCH -0.1643 0.0000* 0.0002* 0.0000* 0.0000* 0.0000* 𝜔 (0.2406) (0.0021) (0.0000) (0.1399) (0.0135) (0.0000) * * * * * -0.0445 0.1256 0.1474 0.1525 0.1577 0.1453* 𝛼1 (0.0001) (0.0000) (0.0000) (0.0000) (0.0000) (0.0000) * * * * * 0.5719 0.4326 0.4012 0.4705 0.4144 0.5454* 𝛽1 (0.0000) (0.0000) (0.0000) (0.0000) (0.0000) (0.0000) * * * * * 0.4070 0.4091 0.4738 0.3770 0.4369 0.0000 𝛽2 (0.0000) (0.0000) (0.0000) (0.9919) (0.0000) * * * * 0.2865 0.0564 0.2353 0.1106 𝛾1 (0.0000) (0.0000) (0.0000) (0.0000) 1.7212* 𝛿 (0.0000) 0.9970* 𝜌 (0.0000) 0.0736* ∅ (0.0000) AIC -6.0527 -6.0537 -6.0411 -6.0493 -6.0619 -6.0550 Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai-p * Signifikan pada taraf nyata 5%
65 Lampiran 4 Spesifikasi model asimetris GARCH (lanjutan) 4.B. Spesifikasi model asimetris ARMA (2,3)-GARCH (2,2) dari return S&P 500 Koef. 𝜔 𝛼1 𝛼2 𝛽1 𝛽2 𝛾1 𝛾2
EGARCH
-0.1885* (0.0000) -0.2197 (0.0000) 0.1160* (0.0000) 1.0000* (0.0000) -0.0206* (0.0000) -0.0580* (0.0193) 0.1882* (0.0000)
GJRGARCH
0.0000* (0.0000) 0.0000 (1.0000) 0.0092 (0.6248) 0.3261* (0.0017) 0.5327* (0.0000) 0.0849* (0.0000) 0.1234* (0.0000)
TGARCH
IGARCH
0.0002* (0.0000) 0.0641* (0.0000) 0.0229* (0.0006) 0.8336* (0.0000) 0.0757* (0.0000) 1.0000* (0.0000) -0.1149 (0.7615)
0.0000* (0.0377) 0.0402* (0.0000) 0.1001* (0.0000) 0.3568* (0.0000) 0.5029
𝛿
APARCH CGARCH
0.0000 (0.9967) 0.0236 (0.6732) 0.0401 (0.9800) 0.4843 (0.9852) 0.3777 (0.9870) 0.5209 (0.8992) 0.4170 (0.2128) 2.5892 (0.1411)
𝜌 ∅
AIC
-6.6063
-6.5971
-6.6011
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai-p * Signifikan pada taraf nyata 5%
-6.5635
-6.5888
0.0000 (0.4198) 0.0085 (0.3749) 0.0901* (0.0000) 0.3574* (0.0034) 0.4499* (0.0001)
0.9957* (0.0000) 0.0289* (0.0000) -6.5696
66 Lampiran 4 Spesifikasi model asimetris GARCH (lanjutan) 4.C. Spesifikasi model asimetris ARMA (3,3)-GARCH (1,1) dari return FTSE Koef. EGARCH 𝜔 𝛼1 𝛽1 𝛾1
-0.1450* (0.0000) -0.0893* (0.0000) 0.9842* (0.0000) 0.1208* (0.0000)
GJRTGARCH IGARCH APARCH CGARCH GARCH 0.0000* (0.0317) 0.0138* (0.0264) 0.9170* (0.0000) 0.1079* (0.0000)
0.0002* (0.0000) 0.0632* (0.0000) 0.9350* (0.0000) 0.8130* (0.0000)
0.0000 (0.3229) 0.0952* (0.0000) 0.9048
𝛿
0.0000 (0.8625) 0.0441* (0.0004) 0.9138* (0.0000) 0.3918* (0.0000) 2.5441* (0.0000)
𝜌 ∅
AIC
-6.5443
-6.5420
-6.5460
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai-p * Signifikan pada taraf nyata 5%
-6.5179
-6.5358
0.0000 (0.0908) 0.0717* (0.0000) 0.8660* (0.0000)
0.9961* (0.0000) 0.0319* (0.0000) -6.5234
67 Lampiran 4 Spesifikasi model asimetris GARCH (lanjutan) 4.D. Spesifikasi model asimetris ARMA (3,3)-GARCH (2,1) dari return Nikkei 225 Koef. 𝜔 𝛼1 𝛼2 𝛽1 𝛾1 𝛾2
EGARCH
GJRGARCH
TGARCH
IGARCH
APARCH
CGARCH
-0.2614* (0.0000) -0.1531* (0.0038) 0.0649 (0.1857) 0.9688* (0.0000) 0.0474 (0.6532) 0.1203* (0.0283)
0.0000* (0.0000) 0.0000* (0.0000) 0.0370* (0.0131) 0.8800* (0.0000) 0.1351* (0.0000) -0.0193 (0.4480)
0.0005* (0.0000) 0.0574* (0.0000) 0.0709* (0.0000) 0.8862* (0.0000) 1.0000* (0.0000) -0.6093* (0.0000)
0.0000* (0.0056) 0.0894* (0.0000) 0.0286 (0.1658) 0.8821
0.0001 (0.0514) 0.0554* (0.0000) 0.0273* (0.0379) 0.8946* (0.0000) 1.0000* (0.0000) -0.3371 (0.4506) 1.3087* (0.0000)
0.0000* (0.0001) 0.0470* (0.0001) 0.0403* (0.0032) 0.8600* (0.0000)
𝛿 𝜌 ∅
AIC
-5.8039
-5.7992
-5.8088
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai-p * Signifikan pada taraf nyata 5%
-5.7715
-5.8026
0.9929* (0.0000) 0.0264* (0.0000) -5.7759
68 Lampiran 4 Spesifikasi model asimetris GARCH (lanjutan) 4.E. Spesifikasi model asimetris ARMA (2,3)-GARCH (1,1) dari return HSI Koef. 𝜔 𝛼1 𝛽1 𝛾1
EGARCH
GJRGARCH
TGARCH
IGARCH
-0.1491* (0.0000) -0.0608* (0.0000) 0.9819* (0.0000) 0.1433* (0.0000)
0.0000* (0.0018) 0.0294* (0.0000) 0.9084* (0.0000) 0.0874* (0.0000)
0.0002* (0.0000) 0.0723* (0.0000) 0.9295* (0.0000) 0.5754* (0.0000)
0.0000 (0.2402) 0.0818* (0.0000) 0.9182
𝛿
APARCH CGARCH 0.0001* (0.0310) 0.0761* (0.0000) 0.9210* (0.0000) 0.4367* (0.0000) 1.2139* (0.0000)
𝜌 ∅
AIC
-5.8382
-5.8362
-5.8408
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai-p * Signifikan pada taraf nyata 5%
-5.8170
-5.8413
0.0000* (0.0000) 0.0629* (0.0000) 0.8886* (0.0000)
0.9962* (0.0000) 0.0184* (0.0000) -5.8228
69 Lampiran 4 Spesifikasi model asimetris GARCH (lanjutan) 4.F. Spesifikasi model asimetris ARMA (3,2)-GARCH (2,2) dari return STI Koef. 𝜔 𝛼1 𝛼2 𝛽1 𝛽2 𝛾1 𝛾2
EGARCH -0.0944* (0.0000) -0.1241* (0.0000) 0.0593* (0.0018) 0.9998* (0.0000) -0.0106* (0.0000) 0.0557* (0.0203) 0.0977* (0.0007)
GJRTGARCH IGARCH APARCH CGARCH GARCH 0.0000 (0.3016) 0.0000 (0.9999) 0.0435* (0.0009) 0.9132* (0.0000) 0.0001 (0.9877) 0.1205* (0.0000) -0.0418 (0.1229)
0.0002* (0.0000) 0.0545* (0.0000) 0.0718* (0.0000) 0.7500* (0.0000) 0.1482* (0.0000) 0.7987* (0.0197) -0.5427* (0.0000)
0.0000* (0.0026) 0.0601* (0.0001) 0.0579* (0.0000) 0.6869* (0.0000) 0.1951
𝛿
0.0000* (0.0000) 0.0349* (0.0000) 0.0125* (0.0000) 0.9153* (0.0000) 0.0000 (1.0000) 0.9987* (0.0000) -1.0000* (0.0000) 1.8434* (0.0000)
𝜌 ∅
AIC
-6.4443
-6.4466
-6.4440
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai-p * Signifikan pada taraf nyata 5%
-6.4348
-6.4463
0.0000 (0.4594) 0.0191 (0.1921) 0.0561* (0.0003) 0.6842* (0.0000) 0.1852* (0.0000)
0.9990* (0.0000) 0.0397* (0.0000) -6.4372
70 Lampiran 4 Spesifikasi model asimetris GARCH (lanjutan) 4.G. Spesifikasi model asimetris ARMA (3,2)-GARCH (1,1) dari return AS30 Koef. EGARCH 𝜔 𝛼1 𝛽1 𝛾1
-0.2459 (0.0000) -0.0926 (0.0000) 0.9741 (0.0000) 0.1359 (0.0000)
GJRGARCH 0.0000 (0.0199) 0.0145 (0.0180) 0.9051 (0.0000) 0.1145 (0.0000)
TGARCH IGARCH
APARCH
CGARCH
0.0000 (0.1992) 0.0898 (0.0000) 0.9102 (0.0000)
0.0000 (0.7407) 0.0525 (0.0000) 0.8961 (0.0000) 0.3428 (0.0000) 2.5966 (0.0000)
0.0000 (0.6088) 0.0838 (0.0000) 0.8334 (0.0000)
0.0002 (0.0000) 0.0668 (0.0000) 0.9258 (0.0000) 0.8455 (0.0000)
𝛿 𝜌 ∅
AIC
-6.8316
-6.8263
-6.8332
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai-p * Signifikan pada taraf nyata 5%
-6.8021
-6.8181
0.9969 (0.0000) 0.0217 (0.0000) -6.8095
71 Lampiran 5 Model asimetris GARCH terbaik 5.A. Model asimetris terbaik untuk return JKSE Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : apARCH(1,2) Mean Model : ARFIMA(3,0,2) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error mu 0.0005 0.0002 ar1 2.0367 0.0003 ar2 -1.1620 0.0003 ar3 0.1243 0.0002 ma1 -1.8805 0.0001 ma2 0.8828 0.0000 omega 0.0000 0.0000 alpha1 0.1577 0.0108 beta1 0.4144 0.0640 beta2 0.4369 0.0580 gamma1 0.1106 0.0209 delta 1.7212 0.0046 LogLikelihood : 20901.61 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.0550 Bayes : -6.0431 Shibata : -6.0550 Hannan-Quinn : -6.0509
t value 2.1088 7428.6000 -4654.3000 586.1600 -17615.0000 2941000.0000 7.6080 14.6330 6.4808 7.5344 5.3036 371.7200
Pr(>|t|) 0.0350 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
72 Lampiran 5 Model asimetris GARCH terbaik (lanjutan) 5.B. Model asimetris terbaik untuk return S&P 500 Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : fGARCH(2,2) fGARCH Sub-Model : TGARCH Mean Model : ARFIMA(2,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error mu -0.0001 0.0002 ar1 0.1874 0.0070 ar2 0.7799 0.0075 ma1 -0.1959 0.0037 ma2 -0.7615 0.0016 ma3 0.0089 0.0060 omega 0.0002 0.0000 alpha1 0.0641 0.0085 alpha2 0.0229 0.0067 beta1 0.8336 0.0059 beta2 0.0757 0.0067 eta11 1.0000 0.1200 eta12 -0.1149 0.3788 LogLikelihood : 22790.08 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.6011 Bayes : -6.5882 Shibata : -6.6011 Hannan-Quinn : -6.5967
t value -0.4926 26.7158 103.6638 -52.8922 -466.4883 1.4882 6.9031 7.5562 3.4351 142.0282 11.2784 8.3338 -0.3035
Pr(>|t|) 0.6223 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.1367 0.0000 0.0000 0.0006 0.0000 0.0000 0.0000 0.7615
73 Lampiran 5 Model asimetris GARCH terbaik (lanjutan) 5.C. Model asimetris terbaik untuk return FTSE Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : fGARCH(1,1) fGARCH Sub-Model : TGARCH Mean Model : ARFIMA(3,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value mu 0.0001 0.0001 0.6097 ar1 0.0898 0.0014 66.3170 ar2 -0.9939 0.0014 -710.4400 ar3 0.0630 0.0025 25.4910 ma1 -0.0856 0.0016 -52.0140 ma2 0.9891 0.0000 115800.0000 ma3 -0.0614 0.0012 -53.2790 omega 0.0002 0.0000 5.7426 alpha1 0.0632 0.0084 7.5135 beta1 0.9350 0.0088 106.4400 eta11 0.8130 0.0915 8.8817 LogLikelihood : 22597.88 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.5460 Bayes : -6.5351 Shibata : -6.5460 Hannan-Quinn : -6.5422
Pr(>|t|) 0.5421 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
74 Lampiran 5 Model asimetris GARCH terbaik (lanjutan) 5.D. Model asimetris terbaik untuk return Nikkei 225 Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : fGARCH(2,1) fGARCH Sub-Model : TGARCH Mean Model : ARFIMA(3,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error mu -0.0003 0.0001 ar1 1.5827 0.0025 ar2 -1.5872 0.0021 ar3 0.9563 0.0015 ma1 -1.5817 0.0000 ma2 1.5867 0.0000 ma3 -0.9508 0.0001 omega 0.0005 0.0001 alpha1 0.0574 0.0008 alpha2 0.0709 0.0053 beta1 0.8862 0.0013 eta11 1.0000 0.0722 eta12 -0.6093 0.1297 LogLikelihood : 20050.45 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -5.8088 Bayes : -5.7959 Shibata : -5.8088 Hannan-Quinn : -5.8044
t value -2.0029 636.4587 -763.2970 630.5055 -35188.9605 46500.1573 -14374.9957 6.9635 71.4020 13.3957 671.9912 13.8549 -4.6990
Pr(>|t|) 0.0452 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
75 Lampiran 5 Model asimetris GARCH terbaik (lanjutan) 5.E. Model asimetris terbaik untuk return HSI Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : apARCH(1,1) Mean Model : ARFIMA(2,0,3) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error mu 0.0003 0.0002 ar1 0.6311 0.0286 ar2 -0.8657 0.0165 ma1 -0.5706 0.0332 ma2 0.8397 0.0165 ma3 0.0701 0.0187 omega 0.0001 0.0000 alpha1 0.0761 0.0063 beta1 0.9210 0.0078 gamma1 0.4367 0.0497 delta 1.2139 0.1153 LogLikelihood : 22166.42 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -5.8413 Bayes : -5.8304 Shibata : -5.8413 Hannan-Quinn : -5.8375
t value 2.2105 22.0495 -52.3480 -17.1831 50.8523 3.7533 2.1575 12.0781 118.7724 8.7949 10.5259
Pr(>|t|) 0.0271 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002 0.0310 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
76 Lampiran 5 Model asimetris GARCH terbaik (lanjutan) 5.F. Model asimetris terbaik untuk return STI Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : fGARCH(2,2) fGARCH Sub-Model : TGARCH Mean Model : ARFIMA(3,0,2) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error mu 0.0000 0.0001 ar1 0.9718 0.0796 ar2 -0.4953 0.1109 ar3 0.0482 0.0176 ma1 -0.9437 0.0819 ma2 0.4739 0.1003 omega 0.0002 0.0000 alpha1 0.0545 0.0108 alpha2 0.0718 0.0080 beta1 0.7500 0.0082 beta2 0.1482 0.0095 eta11 0.7987 0.3424 eta12 -0.5427 0.0626 LogLikelihood : 14128.63 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.4440 Bayes : -6.4251 Shibata : -6.4440 Hannan-Quinn : -6.4373
t value -0.1022 12.2037 -4.4675 2.7364 -11.5182 4.7275 6.5132 5.0545 9.0122 91.6061 15.5419 2.3323 -8.6644
Pr(>|t|) 0.9186 0.0000 0.0000 0.0062 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0197 0.0000
77 Lampiran 5 Model asimetris GARCH terbaik (lanjutan) 5.G. Model asimetris terbaik untuk return AS30 Conditional Variance Dynamics ----------------------------------GARCH Model : fGARCH(1,1) fGARCH Sub-Model : TGARCH Mean Model : ARFIMA(3,0,2) Distribution : norm Optimal Parameters -----------------------------------Std. Estimate Error t value mu 0.0001 0.0000 2.9962 ar1 1.9676 0.0001 19810.0000 ar2 -0.9787 0.0001 -7096.7000 ar3 0.0100 0.0001 79.8160 ma1 -1.9435 0.0004 -5490.1000 ma2 0.9448 0.0000 32633000.0000 omega 0.0002 0.0000 4.0721 alpha1 0.0668 0.0060 11.1240 beta1 0.9258 0.0100 92.8730 eta11 0.8455 0.0154 55.0490 LogLikelihood : 23587.94 Information Criteria -----------------------------------Akaike : -6.8332 Bayes : -6.8233 Shibata : -6.8332 Hannan-Quinn : -6.8298
Pr(>|t|) 0.0027 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
78 Lampiran 6 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode sebelum krisis 2007 6.A. Uji stasioneritas volatilitas return JKSE Null Hypothesis: Volatilitas return JKSE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.656029 -3.433575 -2.862851 -2.567515
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return JKSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.080572 -3.962856 -3.412164 -3.128004
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 6.B. Uji stasioneritas volatilitas return S&P 500 Null Hypothesis: Volatilitas return S&P 500 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.757967 -3.433572 -2.862849 -2.567514
0.0001
79 Lampiran 6 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode sebelum krisis 2007 (lanjutan) Null Hypothesis: Volatilitas return S&P 500 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.970924 -3.962851 -3.412161 -3.128002
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 6.C. Uji stasioneritas volatilitas return FTSE Null Hypothesis: Volatilitas return FTSE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.542574 -3.433570 -2.862849 -2.567513
0.0071
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return FTSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.052046 -3.962849 -3.412160 -3.128002
0.0075
80 Lampiran 6 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode sebelum krisis 2007 (lanjutan) 6.D. Uji stasioneritas volatilitas return Nikkei 225 Null Hypothesis: Volatilitas return Nikkei 225 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.202173 -3.433572 -2.862849 -2.567514
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return Nikkei 225 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.830579 -3.962851 -3.412161 -3.128002
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 6.E. Uji stasioneritas volatilitas return HSI Null Hypothesis: Volatilitas return HSI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.594989 -3.433570 -2.862849 -2.567513
0.0001
81 Lampiran 6 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode sebelum krisis 2007 (lanjutan) Null Hypothesis: Volatilitas return HSI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.467679 -3.962849 -3.412160 -3.128002
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 6.F. Uji stasioneritas volatilitas return STI Null Hypothesis: Volatilitas return STI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.807139 -3.433572 -2.862849 -2.567514
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return STI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-6.444647 -3.962851 -3.412161 -3.128002
0.0000
82 Lampiran 6 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode sebelum krisis 2007 (lanjutan) 6.G. Uji stasioneritas volatilitas return AS30 Null Hypothesis: Volatilitas return AS30 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.744013 -3.433570 -2.862849 -2.567513
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return AS30 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=25)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-5.869000 -3.962849 -3.412160 -3.128002
0.0000
83 Lampiran 7 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode setelah krisis 2007 7.A. Uji stasioneritas volatilitas return JKSE Null Hypothesis: Volatilitas return JKSE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.665083 -3.432810 -2.862513 -2.567333
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return JKSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.296758 -3.961769 -3.411632 -3.127688
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 7.B. Uji stasioneritas volatilitas return S&P 500 Null Hypothesis: Volatilitas return S&P 500 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.049986 -3.432807 -2.862511 -2.567332
0.0012
84 Lampiran 7 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode setelah krisis 2007 (lanjutan) Null Hypothesis: Volatilitas return S&P 500 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.369519 -3.961764 -3.411629 -3.127687
0.0024
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 7.C. Uji stasioneritas volatilitas return FTSE Null Hypothesis: Volatilitas return FTSE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.146695 -3.432807 -2.862511 -2.567332
0.0008
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return FTSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.396292 -3.961764 -3.411629 -3.127687
0.0022
85 Lampiran 7 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode setelah krisis 2007 (lanjutan) 7.D. Uji stasioneritas volatilitas return Nikkei 225 Null Hypothesis: Volatilitas return Nikkei 225 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.898671 -3.432808 -2.862512 -2.567332
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return Nikkei 225 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.993139 -3.961766 -3.411630 -3.127687
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 7.E. Uji stasioneritas volatilitas return HSI Null Hypothesis: Volatilitas return HSI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-3.685295 -3.432807 -2.862511 -2.567332
0.0044
86 Lampiran 7 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode setelah krisis 2007 (lanjutan) Null Hypothesis: Volatilitas return HSI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.127076 -3.961764 -3.411629 -3.127687
0.0058
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 7.F. Uji stasioneritas volatilitas return STI Null Hypothesis: Volatilitas return STI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.603043 -3.432808 -2.862512 -2.567332
0.0058
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return STI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.218589 -3.961766 -3.411630 -3.127687
0.0042
87 Lampiran 7 Uji stasioneritas volatilitas return saham pada periode setelah krisis 2007 (lanjutan) 7.G. Uji stasioneritas volatilitas return AS30 Null Hypothesis: Volatilitas Return AS30 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.832770 -3.432807 -2.862511 -2.567332
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: Volatilitas return AS30 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=26)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-5.177909 -3.961764 -3.411629 -3.127687
0.0001
88 Lampiran 8 Uji lag optimal 8.A. Uji lag optimal sebelum krisis 2007 VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: AS30 HIS JKSE NIKKEI 225 S&P 500 STI FTSE Exogenous variables: C Sample: 9/01/1999 12/29/2006 Included observations: 1903 Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LogL 60459.73 76292.17 76866.11 76906.86 76974.82 77013.20 77042.63 77073.76 77110.33 77160.32 77182.08
LR
FPE
AIC
SC
HQ
NA 6.03e-37 -63.53414 -63.51372 -63.52662 31531.76 3.77e-44 -80.12209 -79.95873 -80.06196 1138.829 2.17e-44 -80.67378 -80.36749* -80.56104* 80.57397 2.19e-44 -80.66512 -80.21589 -80.49976 133.8370 2.15e-44* -80.68504* -80.09288 -80.46707 75.32067 2.17e-44 -80.67389 -79.93879 -80.40330 57.52309 2.22e-44 -80.65332 -79.77528 -80.33011 60.62088 2.26e-44 -80.63453 -79.61356 -80.25871 70.95369 2.29e-44 -80.62147 -79.45756 -80.19303 96.62034* 2.28e-44 -80.62252 -79.31567 -80.14146 41.88081 2.35e-44 -80.59388 -79.14409 -80.06021
* indicates lag order selected by the criterion 8.B. Uji lag optimal setelah krisis 2007 VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: AS30 HSI JKSE NIKKEI 225 S&P 500 STI FTSE Exogenous variables: C Sample: 1/01/2007 6/15/2016 Included observations: 2458 Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LogL
LR
77006.53 96610.41 97543.88 97628.18 97686.83 97752.05 97818.13 97875.06 97935.18 97969.91 98017.46
NA 39080.14 1855.551 167.0895 115.9195 128.5405 129.8472 111.5348 117.4604 67.63652 92.36885*
FPE
AIC
1.46e-36 -62.65218 1.79e-43 -78.56339 8.72e-44 -79.28306 8.47e-44 -79.31178 8.41e-44 -79.31963 8.30e-44 -79.33284 8.18e-44 -79.34673 8.13e-44 -79.35318 8.06e-44* -79.36223* 8.15e-44 -79.35062 8.16e-44 -79.34944
* indicates lag order selected by the criterion
SC
HQ
-62.63564 -78.43109 -79.03499* -78.94795 -78.84004 -78.73748 -78.63561 -78.52630 -78.41958 -78.29220 -78.17526
-62.64617 -78.51532 -79.19292* -79.17958 -79.14537 -79.11651 -79.08834 -79.05272 -79.01971 -78.96603 -78.92279
89 Lampiran 9 Impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan 9.A. Impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan sebelum krisis 2007 Periode
JKSE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
0.0017 0.0009 0.0012 0.0010 0.0010 0.0009 0.0009 0.0009 0.0008 0.0008 0.0008 0.0007 0.0007 0.0007 0.0006
S&P 500 0.0001 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002
FTSE 0.0001 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002
Nikkei 225 0.0002 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
HSI
STI
AS30
0.0004 0.0002 0.0003 0.0002 0.0003 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002
0.0004 0.0002 0.0003 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
0.0003 0.0002 0.0003 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002
9.B. Impulse response volatilitas return pasar saham Indonesia terhadap guncangan setelah krisis 2007 Periode
JKSE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
0.0017 0.0009 0.0012 0.0010 0.0010 0.0010 0.0009 0.0009 0.0009 0.0008 0.0008 0.0008 0.0007 0.0007 0.0007
S&P 500 0.0001 0.0004 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004
FTSE 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005
Nikkei 225 0.0004 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0001 0.0001 0.0001
HSI
STI
AS30
0.0006 0.0004 0.0005 0.0004 0.0004 0.0004 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0002 0.0002 0.0002
0.0006 0.0004 0.0006 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005
0.0005 0.0003 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004 0.0004
90
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 7 Mei 1993 dari Bapak Jumain dan Ibu Nurul Huda. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor lulus pada tahun 2015. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa pasca sarjana Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa Program Magister dan Doktor Sarjana Unggul (PMDSU) Batch 2 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Karya ilmiah berjudul Pemodelan Volatilitas Return Saham: Studi Kasus Pasar Saham Asia diajukan untuk diterbitkan pada Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (JEPI). Selama perkuliahan program magister, penulis pernah menjadi asisten praktikum Ekonomi Umum pada semester ganjil (2015).