PEMIKIRAN POLITIK AMIEN RAIS TENTANG FEDERALISME UNTUK INDONESIA La Ode Gantara Izhar Malim (Dosen Ilmu Administrasi Negara Universitas Dayanu Ikhsanuddin Bau-Bau) ABSTRACT The consept of federalism by Amien Rais was sharply criticezed from many circles especially academician and politician, how ever none of them had tried to bring completely this concept up on the surface including the article concerning the firts issue of Indonesian federalism written by Amien Rais. Started from this opinion, this research was done with the aim to know in detail concerning the reality of federalism concept painted by Amien Rais. The result of this research indicates that Amien Rais’ political concept has just in a kind of concept. PENDAHULUAN Wacana federalisme Indonesia hampir redup setelah terkubur hampir tujuh tahun lamanya, namun wacana federal kini kembali muncul, menyusul penandatanganan nota kesepahaman antara Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Beberapa butir dalam nota kesepahaman tersebut, khususnya bidang pemerintahan, ekonomi dan politik, ditengarai dalam jangka panjang akan mendorong Aceh menjadi sebuah "Negara Federal". Wacana negara federal untuk Indonesia di era orde baru itu sendiri pertama kali dikemukakan oleh Amien Rais. Ide yang dilontarkan tersebut ternyata menuai kritik yang sangat tajam dari berbagai kalangan, utamanya dari akademisi dan politisi. Meskipun Ide Federalisme Indonesia yang dilontarkan Amien Rais telah bergulir tidak
kurang dari sepuluh tahun, namun tidak ada satu tulisan pun yang secara lengkap mengangkat kepermukaan tentang konsep federalisme yang diusung Amien Rais secara utuh, termasuk tulisan yang ditulis oleh beliau selaku pengusung perdana isu federalisme Indonesia. Jadi bisa ditebak bahwa penentangan terhadap ide federalisme Amien Rais adalah murni penentangan terhadap judul/kulit ide dan bukan isi ataupun kandungan ide yang Amien Rais miliki. Berangkat dari pemikiran tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara lebih detail dan utuh mengenai hakikat gagasan federalisme Amien Rais untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sangat penting mengingat pilihan bentuk negara dan bentuk pemerintahan adalah pilihan yang tidak pernah final.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah historis – faktual, karena yang diteliti adalah pemikiran seseorang, dan adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriptis analisis. Untuk pengumpulan data dan informasi penulis medapatkannya melalui wawancara langsung tidak terstruktur dengan nara sumber Amien Rais, disamping itu penulis tetap akan melakukan studi pustaka dari berbagai sumber tertulis seperti buku, majalah, makalah, surat kabar, jurnal berita,
internet dan catatan-catatan lainnya sebagai data sekunder, yang berisi pemikiran Amien Rais tentang federalisme Indonesia. Wawancara tidak terstruktur kami pilih karena dalam penelitian yang menyangkut pemikiran seseorang, peneliti harus mengikuti alur pikir dan kondisi/keberadaan nara sumber yang terkadang tidak ingin memaparkan apa yang akan diteliti oleh peneliti. Data-data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif.
1
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Pemikiran Politik Amien Rais Tentang Federalisme Indonesia Pemikiran Amien Rais, tentang kemungkinan pada masa yang akan datang negara Indonesia menjadi negara federasi muncul setelah melihat adanya ancaman disintegrasi yang terjadi akibat dari sistem pemerintahan negara kesatuan yang sentralistis. Selanjutnya dikatakan bahwa dialog negara federasi sebagai alternatif negara kesatuan menunjukkan bahwa sesungguhnya nasionalisme suatu bangsa tidak harus terpecah hanya kerena negara berganti wajah. Untuk menghentikan sentralisasi yang berlebihan, Amien Rais mengajukan sistem federal karena didasarkan pertimbangan bahwa banyak negara demokrasi justru maju adil dan makmur karena sistem federal seperti Malaysia, Kanada, Jerman, Australia bahkan Amerika. Menurut Amien Rais, untuk mewujudkan negara federal pemerintahan baru harus mempunyai kemauan politik (political will) dalam mewujudkan hal tersebut. Namun demikian, wacana federasi ini masih belum luas serta membutuhkan waktu yang cukup untuk mewujudkannya. Adanya negara federasi sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah fundamental, yaitu ketimpangan dalam bidang sosial, ekonomi, politik serta budaya. Untuk itu wacana negara federasi diperlukan dalam kerangka pemulihan Hak Asasi Manusia (HAM) serta membangun perimbangan antara pusat dan daerah. Pembagian hasil (revenue sharing) antara pusat dan daerah sangat timpang. Kekayaan alam daerah sangat sedikit dirasakan oleh daerah penghasil. Dengan Kolusi Korupsi dan Nepotismenya, daerah Jawa mendapatkan bagian yang terlalu besar dari hasil tersebut’’. Mengenai pembagian kekuasaan, Amien Rais menghendaki kedaulatan diberikan pada tingkat provinsi. Adapun dalam negara federal nantinya tetap ada perimbangan keuangan antara negara bagian dan negara federal namun untuk secara detailnya harus dirumuskan dengan musyawarah bersama
antara pemerintah federal dengan negaranegara bagian. Amien Rais mengajukan tiga fundamentals yang harus ditegakkan untuk membagun negara federal. Yaitu keadilan (al‘adalah), (as-syuro) dalam arti negara harus dibangun dan dikembangkan dengan mekanisme musyawarah, dan yang ketiga adalah penegakkan prinsip persamaan (almusaawah ) sebagaimana Islam dan agamaagama samawi tidak pernah membedabedakan manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sex), warna kulit (race), status sosial (class) suku bangsa dan lain-lain. Begitu pula dengan prinsip otonomi harus memiliki ketiga aspek itu. Federalisme untuk Indonesia masih relevan namun sudah “kebablasan” yaitu otonomi yang melibihi federalisme. Karena desentralisasi saat ini memberikan otonomi sampai ketingkat kabupaten/kota bukan pada provinsi. Jadi merupakan suatu hal yang kuno membicarakan federal jika ditempatkan dalam konteks saat ini di Indonesia, karena jika berbicara federal berarti yang mendapatkan otonomi hanya sampai propinsi. Saat ini sudah tidak relevan membicarakan bentuk negara federal, karena sudah tidak ada gunanya, ini didasarkan karena di dalam undang – undang dasar sudah dikunci tepatnya dalam pasal 37 ayat 5 yang menyatakan bahwa ”Tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”. Untuk mewujudkan penerapan otonomi daerah yang baik diperlukan adalah penegakkan hukum atau the rule of law atau dalam bahasa yang juga umum itu adalah etablishment of in abholding of the rule of law. Jadi dalam hal gagalnya imlementasi undang – undang itu karena pelanggaran the rule of law. Jadi kalau berbicara secara normatif bahwa undang-undang seperti apapun baiknya kalau the man behind the undang-undang itu masih “sontoloyo” tentu tidak sampai kemana-mana. Jadi sambil membangun moralitas penyelenggara negara memang harus ada keharusan yang tidak bisa dihindarkan yaitu tegaknya the rule of law agar tidak tercipta kesenjangan antara formulasi dan implementasi.
2
Analisis Kritis Terhadap Pemikiran Amien Rais Tentang Federalisme Indonesia 1. Momen dan Motivasi Pelontaran Gagasan Federalisme Indonesia Konteks pelontaran gagasan federalisme Indonesia di saat Amien Rais masih menduduki jabatan sebagai ketua Partai Amanat Nasional (PAN). Ada kemungkinan bahwa itu hanya merupakan ”jualan” dari partai yang dipimpinnya untuk meraih dukungan konstituen yang mayoritas berada di luar jawa sebagai daerah yang merupakan korban sentralisasi sebelum reformasi 1998. Tetapi kemungkinan itu akan terlihat sangat kecil bila dilihat dalam kapasitas beliau sebagai ilmuan politik yang tahu pasti estimasi dukungan masyarakat jawa dan luar jawa dalam menggulirkan ide tersebut dimana saat itu dan sampai saat ini gagasan federalisme bagaikan jualan yang kurang laku di pasaran konstituen. Namun, meskipun gagasan itu kurang mendapatkan dukungan tetapi bisa jadi substansi yang ingin dicapai Amien Rais telah tercapai, antara lain: Pertama, keinginan Amien Rais tentang bangunan yang harus ada dalam suatu negara yaitu; keadilan (al-adalah), persamaan (almusawah), dan (As-Syuro) musyawarah, sudah terakomodasi dalam bentuk otonomi. Kedua, gagasan federal sudah menjadi pendidikan politik bangsa saat ini. Penciptaan kerangka pikir masyarakat/opini publik dimaksudkan untuk dimatangkan dalam jangka panjang yang akan bermuara pada keberterimaan terhadap pergantian bentuk negara ataupun bentuk pemerintahan kedepan. Yang penulis maksudkan disini adalah, pengenalan ide federalisme bisa jadi merupakan investasi jangka panjang dalam mendekatkan dan mengkayakan masyarakat Indonesia pada pengetahuan bentuk negara sehingga jika masyarakat sudah bertambah dewasa dan kaya akan pengetahuan politik maka pilihan terhadap bentuk negara akan bisa lebih objektif. 2. Kelemahan Gagasan Federalisme Amien Rais a. Pernyataan bahwa kewenangan dari otonomi saat ini melampaui gagasan
federalnya adalah tidak rasional, karena jika berfederal maka power sharing akan bersifat bottom-up dimana sebagian kekuasaan diberikan dari pemerintah negara bagian kepada negara federal atas inisiatif dari negara bagian dan bukan dari negara federal, tidak seperti otonomi yang top-down dimana pemerintah daerah pada hakekatnya hanya menjalankan atau menerima bagian kewenangan yang dilimpahkan dari pemerintah pusat. Jadi pemerintah federal tidak bisa memaksakan urusan yang tidak diinginkan oleh pemerintah negara bagian. Jadi secara substansial daerah akan memiliki kewenangan yang luar biasa melebihi otonomi. b. Proses pembentukannya akan bermasalah. Pemberian kedaulatan kepada propinsi berarti harus dengan cara pemerdekaan masing-masing propinsi (kalau berkaca dari konsep Amien Rais yang ingin memberikan kedaulatan pada tingkat propinsi). Yang menjadi masalah kemudian adalah; pertama; tidak ada jaminan pembubaran negara tersebut dapat berlangsung secara damai, kedua; tidak ada jaminan setelah propinsipropinsi yang dimerdekakan tadi akan kembali bergabung atau berfederasi dengan Negara Serikat Indonesia. Menurut hemat penulis, dua alasan yang kedua ini adalah alasan yang sangat “mutlak tidak bisa dipastikan”. Perbedaan idiologi, cita-cita bernegara, berbedaan ras, transmigrasi dalam skala besar yang tidak diikhlaskan oleh penduduk asli, dendam sejarah eksploitasi kekayaan alam, penjajahan kultural, serta disparitas potensi kekayaan alam yang sangat mencolok tentunya sangat memungkinkan ketidakinginan beberapa daerah untuk kembali bergabung atau berfederal dengan Indonesia. Selain itu jika mengkiaskan pada alasan Yusril Ihza Mahendra, yakni jika sekiranya propinsi yang sekarang ini secara simplisik dijadikan negara bagian,
3
maka akan cenderung berubah menjadi negara suku. Indonesia berbeda dalam hal ini dengan negaranegara lain. Di Jerman dimanapun orang Jerman dari ujung ke ujung semua menyebut dirinya Jerman. Amerika pun demikian. Bapak ibunya orang Chicago kemudian pindah kenegara bagian Kansas, anaknya lahir di Kansas, setelah dewasa si anak akan mengatakan bahwa dirinya orang Kansas bukan orang Chicago. Indonesia tidak demikian halnya, meskipun Adnan Buyung Nasution lahir di Jakarta dan besar di Jogya namun tetap saja orang mengenalnya sebagai orang Batak. Kalau propinsi – propinsi sekarang itu dirubah, misalnya Sumatera Barat menjadi negara sendiri, Yusril yakin akan menjadi negara Minangkabau. Lalu Jawa Barat akan menjadi negara Sunda dan Sulawesi Selatan akan menjadi negara Bugis Makassar. Dan menurut beliau transmigran-
transmigran yang ada di Sumatera Barat akan diusir pulang ke Jawa. Analisis Yusril ini perlu diperhitungkan, mengingat masalah besarnya dendam antar suku (khususnya luar Jawa terhadap Jawa) yang merambat dari masalah pemelaratan bangsa oleh rezim otoriter Suharto khususnya pada daerah yang terlalu tereksploitasi. Dibeberapa daerah belum memiliki kesiapan secara sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan dan tingkat kesadaran berpolitik negara-negara yang disebutkan Amien Rais di atas akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan negara Indonesia. Banyaknya negara menjadi maju setelah berfederal seperti yang menjadi landasan pikir Amien Rais untuk membentuk negara federal Indonsia, tidak bisa dijadikan acuan tanpa studi yang sangat mendalam, karena perbedaan kultur dan historis keberadaan dan perjalanan suatu negara akan sangat menentukan kemajuan tersebut.
KESIMPULAN Gagasan federalisme Amien Rais baru sampai pada tataran gagasan dan belum sampai pada wilayah konsep yang utuh. Gagasan negara federal Amien Rais muncul setelah melihat adanya ancaman disintegrasi yang terjadi akibat dari sistem pemerintahan negara kesatuan yang sentralistis. Menurut Amien Rais, dalam membangun negara federal, setidaknya ada tiga unsur yang harus menjadi bangunannya yakni; keadilan (al-‘adalah), persamaan (almusawah), dan musyawarah (as-syuro). Mengenai pembagian kekuasaan, Amien Rais menginginkan bentuk yang tidak lebih luas
daripada otonomi saat ini yaitu kedaulatan hanya diberikan pada propinsi-propinsi untuk menjadi bagian negara federal, namun untuk mewujudkan negara federal, pemerintahan baru harus mempunyai kemauan politik (political will) dalam mewujudkan hal tersebut. Adapun untuk pembagian keuangan, menurut Amien Rais dalam negara federal masih tetap ada perimbangan keuangan antara negara bagian dengan pemerintah federal, namun mengenai komposisinya/detailnya, harus melalui proses musyawarah antara pemerintah negara federal dengan negaranegara bagian.
4
DAFTAR PUSTAKA Amien Rais dkk., dalam Amien Rais Berjuang Menuntut Perubahan, Pena Cendikia, Jogyakarta, 1998 Anton
Bakker, Metode-Metode Filsafat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.
Bagir Manan, HubunganAntara Pusat dan Daerah Menurut Undang – Undang Dasar 1945, Sinar Harapan, Jakarta, 1994 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Mediasarana Indonesia, Jakarta, 2001 Nasution, Adnan Buyung, dkk., Federalisme Untuk Indonesia, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 1999 Ni’matul Huda, Otonoimi daerah, Filosofi, Sejarah, Perkembangan dan Problematikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005 Strong, C.F, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Modern; Kajian Tentang Sejarah Dan Bentuk – Bentuk Konstitusi Dunia, Penerbit Nuansa dan Penerbit Nusamedia, Bandung, 2004 Sulardi dan Cekli S Pratiwi, Mengukuhkan Negara Kesatuan, Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang, 2002 Umaruddin Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999
5
6