i
PEMETAAN GUNUNG BAWAH LAUT MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN IDENTIFIKASI ADANYA HYDROTHEMAL VENT
SUNNY APRIYANI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Gunung Bawah Laut Menggunakan Multibeam Echosounder dan Identifikasi Adanya Hydrothemal Vent adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014 Sunny Apriyani NIM C54100008
iv
ABSTRAK Sunny Apriyani. Pemetaan Gunung Bawah Laut Menggunakan Multibeam Echosounder dan Identifikasi Adanya Hydrothemal Vent. Dibimbing oleh Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T. Hydrothermal vent merupakan fenomena dasar laut yang sangat menarik. Terbentuknya cerobong, tempat keluarnya mineral yang berasal dari perut bumi yang naik ke lapisan dasar sehingga terbentuknya hydrothermal vent. Tujuan dalam penelitian ini adalah pemetaan batimetri di lokasi gunung bawah laut, Kawio Barat provinsi Sulawesi Utara menggunakan data multibeam echosounder dan verifikasi adanya hydrothermal vent menggunakan data Conductivity, Temperature and Depth (CTD). Data ini dapat dari hasil exspedisi INDEXSATAL 2010. Pengolahan data multibeam echosounder menggunakan MBSystem dan komputasinya menggunakan Generic Mapping Tool (GMT) untuk menghasilkan gambaran topografi dasar laut serta sebaran nilai amplitudo. Puncak gunung berada pada kedalaman ±1870 m dan kaki gunung berada pada kedalaman ±5000 m. Hasil amplitudo didapatkan nilai yang berkisar pada -23,60 hingga 4,02 dB. Anomali dilihat pada kedalaman 1610 - 1820 m, dimana terjadi perubahan Ligth Scattering Sensor (LSS) dan Oxidation Reduction Potential (ORP). Kata kunci: Hydrothermal Vent, Multibeam, Gunung Bawah laut, Kawio Barat , Anomali LSS dan ORP
ABSTRACT Sunny Apriyani. Seamount Mapping Using Multibeam Echosounder and IdentifyingHydrothemal Vent. Supervised by Dr. Henry M. Manik, S. Pi, M.T Hydrothermal vent is an interesting phenomenon at seabed. Hydrothermal vent was formed, when mineral discharged from the earth and rise to the surface of chimney. The aim of this research is to map bathymetry at the site of seamount at West Kawio, North Celebes using multibeam echosounder and verification hydrothermal vent using Conductivity, Temperature and Depth (CTD). Data from INDEX-SATAL 2010 Expedition was used in this research. Data Processing multibeam use MB-System and computed using the Generic Mapping Tool (GMT) to get seafloor topography visually and distribution of amplitude values. The peak of seamount lies in depth of ±1870 m and foothills in depth of ±5000 m. The results shows, amplitude range at -23,60 to -4,02 dB. Anomalies can be found in range from 1610 - 1820 m of depth, where there was a change in Ligth Scattering Sensor (LSS) dan Oxidation Reduction Potential (ORP) voltage. Keywords: Hydrothermal Vent, Multibeam, Seamounts, Kawio Barat, LSS and ORP Anomaly
v
PEMETAAN GUNUNG BAWAH LAUT MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN IDENTIFIKASI ADANYA HYDROTHEMAL VENT
SUNNY APRIYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
vii
Judul Skripsi : Pemetaan Gunung Bawah Laut Menggunakan Multibeam Echosounder dan Identifikasi Adanya Hydrothemal Vent Nama : Sunny Apriyani NIM : C54100008
Disetujui oleh
Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr. Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juni 2014 ini ialah Pemetaan Gunung Bawah Laut Menggunakan Multibeam Echosounder Dan Identifikasi Adanya Hydrothemal Vent. Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasi kepada: 1. Pembimbing I (Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T) dan Pembimbing Teknis di lapangan (Dwi Haryanto, ST) yang telah membimbing dan memberi saran selama penulis melakukan penyusunan skripsi ini. 2. Seluruh Dosen Pengajar yang telah memberi ilmu dan membimbing penulis selama masa studi penulis dan Staf Tata Usaha Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan yang telah membantu dalam memenuhi kewajiban administratif. 3. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) sebagai sumber data Indonesia Expedition – Sangihe Talaud (INDEX –SATAL) 2010. 4. Kepala serta Staf Teknologi Servei Kelautan (TEKSULA) yang telah memberikan izin menggunakan data Expedisi INDEX-SATAL 2010. 5. Penyedia Software Poseidon Linux, SBE DataProcessing dan SeasaveV7. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik serta saran yang membangun sangat penulis nantikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2014 Sunny Apriyani
ix
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang
x x x 1 1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE Waktu dan Tempat
2 2
Bahan
2
Alat
4
Prosedur dan Pengolahan Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Gunung Bawah Laut Menggunakan MB-System Conductivity, Temperature and Depth (CTD) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
8 8 13 18 18 18 18 24
x
DAFTAR GAMBAR 1. Posisi penempatan akusisi data selama Exspedisi INDEX-SATAL 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
9. 10. 11. 12. 13.
2014 Peta Navigasi Pengambilan Data Multibeam Langkah kerja pengolahan dan analisis data di MB-System Langkah kerja ekstraksi data posisi pengambilan data CTD Langkah kerja pengolahan data Konduktifitas menggunakan SeaSaveV7 Peta Topografi Gunung Bawah Laut (a) dan Peta Topografi Gunung Bawah Laut di Area 4°35’00”- 4°47’00” LU dan 125°00’-125°10’ BT (b) Peta Kontur kedalaman di sekitar Hydrothermal Vent (a) dan Peta Kontur Kedalaman di Hydrothermal Vent pada Area 4°35’00”4°47’00” LU dan 125°00’-125°10’ BT (b) Peta Amplitude di daerah sekitar gunung bawah laut (a) dan Peta Amplitude di Area 4°35’00”- 4°47’00” LU dan 125°00’-125°10’ BT (b). Bentuk Seamount Hasil pengolahan MB-System dari beberapa Posisi dan Elevasi Standar Defiasi Kedalaman dari Data 3D Gambar 9a Posisi Penempatan Pengambilan Data CTD Grafik Sebaran Suhu dan Salinitas pada 4 titik yang berbeda Grafik perubahan nilai LSS (magenta) dan ORP (biru) pada 4 titik yang berbeda
3 4 5 6 7
8
9
11 12 13 14 15 16
DAFTAR TABEL 1. Posisi Pengambilan Data Conductivity, Temperature and Depth
(CTD)
7
DAFTAR LAMPIRAN 2. 3. 4. 5.
Format data yang bisa digunakan di MB-System Script Pengolahan data Multibeam Tahapan pengolahan di GMT untuk visualisasi batimetri Kecepatan Suara dari hasil exstrak data multibeam menggunakan MB-System
20 20 22 23
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanfaatan pemetaan dasar laut sudah mulai berkembang di bidang kelautan. Pemetaan ini berfungsi untuk memberikan informasi kepada pengguna untuk dapat memahami dan memanfaatkan informasi dari objek yang telah di petakan. Sebagai contoh peta tematik jalur pelayaran Nusantara, peta tematik pembangunan pelabuhan perikanan, peta tematik penyebaran hiu paus di wilayah Papua serta masih banyak lainnya.Untuk membuat suatu peta dasar laut yang rinci dibutuhkan data yang mampu mengkaver wilayah yang menjadi target. Multibeam Sonar merupakan instrumen akustik yang memiliki kemampuan untuk melakukan pemetaan tiga dimensi terhadap dasar laut (Medwin dan Clay, 1998). Keakuratan yang tinggi dalam mengukur titik-titik kedalaman yang rapat adalah kelebihan dari multibeam sonar. Berbagai penelitian yang telah dilakukan, sangatlah bermanfaat untuk keberlanjutan informasi dibidang ilmu hidroakustik, seperti deteksi keberadaan gunung bawah laut (seamount) dan dimensinya menggunakan echosounder multibeam di perairan Bengkulu (Fahrulian, 2012), aplikasi multibeam dan side scan sonar untuk mendeteksi target runtuhnya jembatan kartanegara di Kutai Kalimantan Timur (Rohman S., 2012) dan masih banyak lainnya. Tema batimetri yang dilakukan dalam penelitian ini adalah fenomena gunung bawah laut yang diindikasi adanya hydrothermal vent di Utara pulau Sulawesi, Kepulauan Sangihe. Hydrothermal vent merupakan suatu fenomena alam di dasar laut, dimana air di panaskan oleh aktivitas gunung berapi yang menyembur keluar, sehingga terbentuklah cerobong/ lubang. Pentingnya penelitian hydrothermal vent didasari oleh informasi mengenai keberadaanya yang masih sedikit diketahui serta biaya untuk melalukan survei masih tergolong mahal. Fenomena hydrothermal vent sangat menarik karena ekosistem ini merupakan ekosistem yang kompleks pada organisme eksotis yang telah mengembangkan adaptasi biokimia yang unik untuk suhu tinggi dan kondisi lingkungan yang dipertimbangkan beracun. Belajar tentang organisme ini dapat mengajar kita tentang evolusi kehidupan di bumi dan kemungkinan kehidupan di tempat lain di tata surya dan alam semesta. Dengan mengetahui keberadaannya kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga bisa dilakukan pengamatan lainnya. Banyak proses metabolisme yang sebelumnya tidak diketahui dan senyawa yang ditemukan dalam organisme ventilasi juga bisa memiliki kegunaan komersial pada satu hari nanti. Selain itu, pemanfaatan sumberdaya panas sebagai energi terbaharukan perlu dikaji untuk menyiapkan potensi energi di masa depan. Deteksi dan verifikasi hydrothermal vent membutuhkan suatu kombinasi dari data hidro-oseanogafi, geofisika dan biologis. Dalam penelitian ini, penulis hanya memfokuskan penggunaan data hidro-oseanografi yaitu data hasil akuisisi multibeam untuk pemetaan gunung bawah laut dan penggunaan data Conductivity, Temperature and Depth (CTD) untuk mendeteksi dan verifikasi keberadaan hydrothermal vent.
2
Perumusan Masalah Indonesia merupakan bagian dari “Ring of Fire”. Berbagai keunikan fenomena alam dapat ditemukan disini. Selain itu hal ini dapat memberikan prospek yang tinggi dibidang pengelolaan Sumber Kekayaan Alam (SKA). Indikasi adanya hydrothermal vent di perairan Indonesia ditemukan di perairan Sulawesi Utara, Selat Sunda dan perairan Wetar (gunung api bawah laut Komba, Abang Komba, dan Ibu Komba). Penemuan ini menggunakan instrumen multibeam dimana pengambilan data batimetri akan memiliki resolusi yang tinggi walaupun pada kedalaman yang sangat dalam. Karena pentingnya informasi ini untuk masa yang akan datang, maka pemetaan hydrothermal vent di wilayah Kawio Barat, Sulawesi Utara di ajukan sebagai tema dari penelitian ini. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah 1) Memetakan topografi gunung bawah laut menggunakan data multibeam sonar. 2) Verifikasi adanya hydrothermal vent dengan tambahan data Conductivity, Temperature and Depth (CTD). Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu untuk menyediakan informasi awal mengenai posisi dan bentuk dari keberadaan gunung bawah laut serta membuktikan keberadaan hydrothermal vent sehingga bisa dimanfaatkan lebih lanjut dalam penelitian selanjutnya. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini adalah penulis dapat mempelajari bagaimana teknik pengolahan data multibeam sonar, interpretasi data hasil pengolahan, dimana hasil penelitian dapat dijadikan informasi awal mengenai posisi, bentuk, dan verifikasi hydrothermal vent sehingga informasi ini dapat ditindak lanjuti untuk pemanfaatan energi terbaharukan menggunakan panas bumi sebagai cadangan energi.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan sejak Juli-September 2014 bertempat di Laboratorium Balai Teknologi Survei Kelautan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bahan
3
(Sumber: Mapping Data Report NOAA Okeanos Explorer Program)
Gambar 1. Posisi penempatan akusisi data selama Exspedisi INDEX-SATAL 2010 Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari kerjasama Indonesia – Amerika Serikat dalam Indonesia Exploration Sangihe Talaud (INDEX-SATAL) 2010. Data yang diberikan terdiri dari raw data multibeam dalam format data *.mb58 serta data Conductivity, Temperature and Depth (CTD). Raw data multibeam yang digunakan adalah raw data Leg II dari empat Leg yang tersedia. Permintaan data bisa melalui website NOAA dengan mengisi form di alamat ini: https://docs.google.com/spreadsheet/viewform?fromEmail=true&formkey= dHAycC1MYndJb0hTdGRaYXAzVTVBdWc6MA. Pengambilan data dilakukan mulai 24 Juni-14 Juli 2010 di perairan Sangihe Talaud, bagian Utara dari Pulau Sulawesi. Pada gambar 1 menunjukkan secara menyeluruh ekspedisi ini dimulai dari 2° N - 6° 24’ N dan 124° 45’ E - 128° E dengan area cakupan 31.000 m2. Lokasi Leg II di tandai dengan kotak warna kuning bagian barat. Peralatan yang digunakan selama akusisi dan pemprosesan data multibeam adalah multibeam Echo sounder EM 302, yang di khususkan untuk pemetaan laut dalam dengan frekuensi 30 kHz. Multibeam EM 302 diproduksi oleh Kongsberg di Horten, Norwegia. Multibeam EM 302 mampu mendeteksi fitur di dasar laut pada ukuran relatif jauh lebih kecil. Data multibeam yang digunakan dalam penelitian merupakan data yang telah mengalami koreksi terhadap pengaruh pergerakan kapal seperti pitch, yaw, heave dan roll. Pengambilan data survey/navigasi menggunakan bentuk line transect. Lintasan kapal survei dipantau setiap saat melalui layar monitor atau diplot pada kertas dari atas anjungan. Sistim komputer navigasi memberikan
4
Gambar 2. Peta Navigasi Pengambilan Data Multibeam informasi satelit Global Positioning System (GPS), sehingga menjamin tidak adanya keraguan atas posisi yang dihasilkan. Gambar 2 menunjukkan plot navigasi berdasarkan data yang digunakan. Raw data yang digunakan ini tidaklah urut, dikarenakan penulis mengambil data yang hanya melewati gunung bawah laut Kawio Barat. Alat Peralatan yang digunakan selama penelitian ini adalah computer notebook dan Software. Software yang digunakan terdiri dari MB-System dan Generic Mapping Tool (GMT) yang dijalankan dengan sistem operasi (flatform) Poseidon 5.0 berbasis linux Ubuntu. Software Poseidon Linux digunakan untuk pengolahan data Multibeam dan Side Scan Sonar. Sistem operasi Poseidon Linux dirancang sebagai desktop yang ramah dan lengkap yang didasarkan pada perangkat lunak open source, sehingga dapat digunakan secara legal tanpa berbayar. Sistem operasi ini telah dilengkapi dengan Software scientific seperti MBSystem, geostatistik, GIS, dan Generic Mapping Tools (GMT). Selanjutnya untuk pengolahan data CTD menggunakan Software SeaSaveV7 dan SBE Data Processing. SeaSaveV7 untuk menampilkan perubahan parameter oseanografi yang di ambil dan SBE Data Processing digunakan untuk mendapatkan data koordinat.
5
Prosedur dan Pengolahan Analisis Data Prosedur yang dilakukan dalam tahapan pengolahan terdiri dari, pengolahan raw data multibeam di MB-System dan pengolahan data CTD. Pengolahan raw menggunakan MB-System akan menghasilkan gambaran gunung bawah laut (seamount) secara 3 dimensi. Pengolahan raw data di MB-System dapat dilihat dari diagram alir pada Gambar 3.
Gambar 3. Langkah kerja pengolahan dan analisis data di MB-System
6
Langkah pertama adalah menjadikan sekian banyak raw data menjadi satu kesatuan data dengan menggunakan MBDATALIST. MBDATALIST adalah perintah yang digunakan untuk menggabungkan dan mendefinisikan raw data yang kemudian di olah sesuai format raw data agar dapat diproses di MB-system. Format data mengacu pada lampiran 1. Dalam penelitian ini menggunakan format .mb58. Pemrosesan selanjutnya dengan mengeluarkan data back angel menggunakan perintah MBBACKANGEL. Selanjutnya dengan mengedit kecepatan suara menggunakan MBVELOCITY. Hal ini dilakukan supaya pancaran beam yang ada sesuai dengan kecepatan suara di lokasi survey saat akusisi raw data. Proses selanjutnya adalah koreksi secara manual masing-masing beam menggunakan MBNAVEDIT. Melalui MBNAVEDIT data yang tidak dengan kondisi topografi lokasi survei (data spike) dapat di hapus dan dapat membantu dalam menampilkan hasil sementara secara instan. Setelah itu data di proses menggunakan fasilitas MBPROCESS untuk menggabungkan semua hasil koreksi, menghitung ulang dan menerapkan hasil menuju tahap selanjutnya. Data hasil prosessing oleh MBPROSES dapat di visualisasi secara cepat menggunakan MBPLOT. Data yang divisualisasikan adalah data batimetri dasar laut dan navigasi dari jalur survei yang dilalui kapal. MBPLOT adalah fasilitas yang digunakan untuk membaca dan menampilkan hasil batimetri secara sederhana. Selain menggunakan fasilitas MBPLOT, data juga bisa di plotkan menggunakan GMT. Data XYZ akan menjadi input dalam memvisualisaskan data batimetri dengan GMT. Pengolahan data 2D di GMT dapat menggunakan script dari Haryanto (2013). Langkahnya dapat dilihat dari lampiran 3. Untuk langkah mengkonvet datalist multibean menjadi file.txt dapat menggunakan MBLIST. MBLIST digunakan untuk menjabarkan swath data multibeam. Perintah tersebut akan menghasilkan data yang terdiri dari waktu, lintang bujur, dimensi beam dan kedalaman. Pengolahan selanjutnya adalah mengekstrak data CTD. Software yang
Gambar 4. Langkah kerja ekstraksi data posisi pengambilan data CTD
7
digunakan adalah SBE Data Processing dan SeaSaveV7. SBE Data Processing digunakan untuk menghasilkan data koordinat, langkah kerja pada gambar 4. Langkah pertama, raw data CTD di registasi menggunakan Data Convertion. Kemudian open File pada tab Instrument Configuration (*.xmicon/ *.con). Berikan nama pada file tersebut (*.cnv). Setelah selesai, gunakan Sea Plot untuk melihat grafik. Untuk melihat hasil koordinat, buka file dalam .Txt. Data posisi bisa dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Posisi Pengambilan Data Conductivity, Temperature and Depth (CTD) File Name EX1004L2-01 EX1004L2-02 EX1004L2-03 EX1004L2-04 EX1004L2-05 EX1004L2-06
System UpLoad Time Jun 27 2010 00:18:11 Jun 29 2010 09:51:48 Jun 29 2010 11:23:57 Jun 29 2010 12:01:02 Jul 02 2010 11:00:08 Jul 02 2010 11:46:55
Latitude 04 40.57 N 04 40.34 N 04 40.56 N 04 40.67 N 03 46.68 N 03 46.54 N
Longitude 125 05.11 E 125 05.21 E 125 05.22 E 125 05.25 E 125 22.23 E 125 22.31 E
Station Kawio Barat 1 Kawio Barat 2 Kawio Barat 3 Kawio Barat 4 Target x Target x
Proses pengolahan selanjutnya, SeasaveV7 digunakan untuk menampilkan data CTD maupun sensor tambahan. Berikut diagram alir pengolahannya:
Gambar 5. Langkah kerja pengolahan data Konduktifitas menggunakan SeaSaveV7 Pengolahan dimulai dengan Configure Input. Configure input digunakan untuk menginput format data yang digunakan. Pada bagian ini akan diperlihatkan informasi mengenai peralatan. Setelah itu adalah Archived Data, dimana data di running dan akan muncul Fixed Display 1 yang berisi informasi data. Tampilan grafik bisa di ubah menggunakan modify graphic, setelah itu simpan dalam *.PNG.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Gunung Bawah Laut Menggunakan MB-System Kegiatan survei dan pemetaan telah mengalami perkembangan sejalan dengan teknologi komputer (software dan hardware), akustik sonar (multibeam sonar), dan penentuan posisi berbasis Global Navigation Satellite System (GNSS). Dengan menggunakan ketiga teknologi tersebut, produk yang dihasilkan akan semakin baik. Kajian untuk mengetahui keberadaan gunung bawah laut (seamount) dapat dibantu menggunakan multibeam untuk mendapatkan visualisasi dasar perairan. Gambar 6 akan menunjukkan peta topografi hasil pengolahan data multibeam menggunakan MB-System. Dari gambar tersebut dapat dilihat terdapat gunung bawah laut yang diasumsikan sebagai suatu objek yang berbentuk kerucut dengan alas yang berbentuk elips.
(a) (b) Gambar 6. Peta Topografi Gunung Bawah Laut (a) dan Peta Topografi Gunung Bawah Laut di Area 4°35’00”- 4°47’00” LU dan 125°00’-125°10’ BT (b)
9
Peta topografi merupakan peta yang menggambarkan permukaan bumi lengkap dengan reliefnya. Gambar 6a menunjukkan peta topografi dasar laut di daerah sekitar gunung bawah laut secara keseluruhan. Gambar ini menunjukkan bentuk permukaan di perairan bagian Barat Kepulauan Sangihe yaitu gunung bawah laut Kawio Barat yang diindikasikan terdapat hydrothermal vent. Dari gambar tersebut dapat dilihat adanya bentuk seperti gunung dan terdapat puncak dari gunung pada kedalaman laut diantara 1250-2500 m dan kakinya pada kedalaman diantara 5000-5625 m. Pada gambar 6b adalah hasil perbesaran wilayah gunung bawah laut pada gambar 6a. Dapat dilihat bahwa setelah diperbesar puncaknya berada pada kisaran ±1500 m (warna orange muda) dengan kaki gunung berada pada kedalaman ±5000 m yang ditandai dengan warna cyan.
(a)
(b)
Gambar 7. Peta Kontur kedalaman di sekitar Hydrothermal Vent (a) dan Peta Kontur Kedalaman di Hydrothermal Vent pada Area 4°35’00”- 4°47’00” LU dan 125°00’-125°10’ BT (b)
10
Peta kontur adalah peta yang menggambarkan ketinggian tempat dengan menggunakan garis kontur. Pada gambar 7a menunjukkan peta kontur kedalaman di lokasi penelitian pada bagian puncak gunung berada di kedalaman ±2250 m, sedangkan pada bagian kaki berada pada kedalaman ±5500 m. Gambar 6b menunjukkan peta kontur kedalaman pada koordinat 4°35’00”- 4°47’00” LU dan 125°00’-125°10’ BT. Kontur pada bahian atas berada pada kedalaman ±2250 m, sedangkan untuk kontur paling bawah dari gunung tersebut adalah ±5000 m. Garis kontur ini ditampilkan untuk dapat menunjukkan naik turunnya topografi dasar perairan, dengan menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian atau kedalaman yang sama. Amplitudo adalah energi akustik yang ditransmisikan dalam gelombang. Secara matematis, energi gelombang suara per satuan waktu (disebut daya) adalah sebanding dengan kuadrat dari amplitudo (L-3 CSI, 2000). Gelombang suara akan mengalami penyerapan (absorption), sebagian energi akan terserap sehingga energi akan mengalami pelemahan. Jumlah energi yang dilemahkan tergantung dengan frekuensi, sehingga frekuensi yang lebih besar menunjukkan pelemahan yang jauh lebih besar. Berapa banyak energi yang ditransmisikan tergantung pada substrat dasar. Pasir dan lumpur menyerap energi cukup mudah. Di sisi lain, batu dan logam menyerap energi akustik rendah. Sebagian besar energi yang tidak dapat diserap oleh target akan dicerminkan atau tersebar kembali ke air. Untuk mengetahui informasi mengenai amplitudo dapat menggunakan Multibeam Input/Output (MBIO). MBIO merupakan suatu program yang memberikan penjelasan untuk membaca dan menulis pemetaan sonar menggunakan MB-System. MBIO sangat membantu dalam pengolahan data backscatter, amplitudo dan side scan sonar. Untuk pengolahan data backscatter strength dapat menggunakan data dari amplitudo dan data akuisisi dari side scan sonar maupun multibeam sonar. MBIO mengasumsikan bahwa nilai batimetri terdapat pada setiap nilai amplitudo. Sedangkan untuk side scan sonar, nilainya terbentuk dari hasil resolusi spatial tertinggi dari batimetri dan parameter lainnya dilokasi tersebut. Dalam penggambaran di MB-System, nilai-nilai diskrit dari batimetri dan amplitudo disebut “beams” dan nilai diskrit dari side scan sonar disebut “pixels” (Caress, David W & Chayes, Dale N. , 2013). Data yang diterima sudah dalam format MBIO ID 58. Dalam hidroakustik, decibel merupakan satuan pengukuran logaritmik dari nisbah (rasio) voltase, Vterukur dan Vacuan: 𝑉
𝑑𝐵 = 20log𝑉𝑜 …………. (1) Gambar 8a menunjukkan peta amplitudo di daerah sekitar gunung bawah laut. Data amplitudo tesebut sudah di linearkan sehingga satuannya sudah dalam bentuk decibel (dB). Warna yang muncul didominasi warna biru dan orange. Nilai amplitude yang berkisar pada -23.600 hingga -4.021 dB. Gambar 8b menunjukkan peta amplitudo di Area 4°35’00”- 4°47’00” LU dan 125°00’-125°10’ BT. Nilai sama yang ditunjukkan berada pada kisaran -23.600 hingga -4.021. Dengan menganalisis amplitudo gelombang suara kembali adalah mungkin untuk mengekstrak informasi tentang bottom struktur dan kekerasan, memungkinkan untuk identifikasi jenis bawah (Kågesten G., 2008). Bagian bawah reflektifitas properti tergantung pada kekerasan dan kekasaran permukaan dasar laut. Dalam istilah yang sederhana sinyal kembali kuat menunjukkan permukaan yang keras
11
(a) (b) Gambar 8. Peta Amplitude di daerah sekitar gunung bawah laut (a) dan Peta Amplitude di Area 4°35’00”- 4°47’00” LU dan 125°00’-125°10’ BT (b). (batu, kerikil) dan sinyal lemah kembali menunjukkan permukaan yang lembut (debu, lumpur). Backscatter dari semburan hidrotermal dapat dikaitkan dengan hamburan yang berasal dari partikel logam mineral, pengadukkan/fluktuasi konsentrasi partikel dan suhu. Menurut Díaz (1991), ada tiga hal yang mempengaruhi nilai hambur balik yaitu koefisien refleksi yang dipengaruhi oleh impedansi akustik, tingkat kekasaran permukaan yang merupakan fungsi dari panjang gelombang akustik, dan tingkat reverberasi yang juga merupakan fungsi panjang gelombang akustik. Sehingga dari selang nilai -23,600 hingga -4,021 dB dapat di asumsikan sinyal yang kembali kuat menunjukkan permukaan yang keras. Gambar 9 menunjukkan dari gunung bawah laut Kawio Barat menggunakan MB-System. Dari keempat gambar tersebut merupakan penggambaran empat arah
12
mata angin. Dimana gambar 9a menujukkan posisi gunung dilihat dari arah Selatan. Gambar 9b menujukkan posisi gunung dilihat dari arah Utara. Gambar 9c menujukkan posisi gunung dilihat dari arah Timur. Gambar 9d menujukkan posisi gunung dilihat dari arah Barat. Hasil ini dapat menujukkan puncak yang berada pada kedalaman ±1870 m dengan kaki gunung berada pada kedalaman ±5000 m. Menurut Menard (1964), gunung bawah laut dapat didefinisikan sebagai material yang membentuk sebuah ketinggian yang berada di dasar laut dengan bentuk yang bulat atau elips dengan ketinggian minimum1 kilometer dan memiliki kemiringan (slope) tertentu serta terdapat puncak yang berukuran kecil. Tinggi gunung bawah laut secara umum mencapai ± 3 km. Nilai ini diperoleh dari hasil pengurangan atau selisih antara tinggi puncak maksimum gunung di bawah permukaan laut dan kedalaman disekitar kaki gunung.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 9. Bentuk Seamount Hasil pengolahan MB-System dari beberapa Posisi dan Elevasi (a) Bagian Selatan, (b) Bagian Utara, (c) Bagian Timur, dan (d) Bagian Barat.
13
Gambar 10. Standar Defiasi Kedalaman dari Data 3D Gambar 9a Identifikasi otomatis outlier dapat dilakukan dengan bantuan metode statistik dan teknik visualisasi. Banyak algoritma otomatis telah dikembangkan, di mana semua algoritma ini tergantung pada dua langkah dasar, pertama dalah neighbor selection dan yang kedua adalah desain algoritma. Neighbor selection dipilih berdasarkan balok sudut (sepanjang jalur), petak (di trek), radius neighbor selection dan berdasarkan parameter sonar yang digunakan. Desain algoritma biasanya didasarkan pada nilai rata-rata, standar deviasi semua neighbor selection dan menggunakan metode pembobotan yang berbeda. Metode pembersihan data ini tidak dapat membersihkan semua data secara otomatis, tetapi dapat dibantu dengan dukungan teknik visualisasi. Metode yang populer digunakan untuk memvisualisasikan data menggunakan 3D untuk memperbesar serta melihat bagaimana setiap individu hasil perekaman. Gambar 10 menunjukkan nilai peaks dari Gambar 10a. Peaks merupakan puncak perubahan nilai. Peaks ini merupakan data yang salah akibat overlay data. Peaks tersebut memiliki nilai kesalahan dengan skala 1000-5000 m, warna magenta merupakan data dengan nilai kesalahan rendah. Conductivity, Temperature and Depth (CTD) Fenomena hydrothermal vent yang menarik terdapat di Indonesia bagian Timur. Tepatnya di kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Kepulauan Sangihe memiliki luas mencapai 11.863,58 km2 terdiri dari lautan 11.126.61 km2 dan daratan 736.97 km2. Secara geografis wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe terletak antara 2° 4’ 13” – 4° 44’ 22” LU dan 125° 9' 28” - 125° 56' 57” BT dan posisinya terletak di antara Kabupaten Kepulauan Sitaro, propinsi Sulawesi Utara dengan Pulau Mindanao (Republik Filipina). Daerah perbatasan kabupaten Sangihe sebelah Utara adalah Negara Philipina, sebelah Timur adalah Kabupaten Talaud dan Laut Maluku, Sebelah Selatan adalah Kabupaten Siau Tagulandang
14
Biaro dan sebelah Barat adalah Laut Sulawesi. Gambar 11 menunjukkan pengambilan data CTD. Posisi pengambilan data CTD sangatlah rapat dengan pusat titik berada di tengah gunung Kawio Barat.
Gambar 11. Posisi Penempatan Pengambilan Data CTD Gunung bawah laut Kawio Barat termasuk gunung api yang masih aktif yang terletak dekat Pulau Mahengetang, sedangkan yang lainnya yaitu Gunung Awu di Pulau Sangihe. Wilayah tersebut merupakan batas antara Lempeng Laut Filipina, Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Lokasi ini menjadi sangat unik dan perlu di kaji lebih lanjut dikarenakan ketiga lempeng besar ini dapat menyebabkan terbentuknya sesaran. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data CTD adalah SBE 9 Plus CTD. SBE 9 Plus CTD sangat ideal digunakan di air tawar dan air laut hingga kedalaman 6800 m. Software SeaSaveV7 digunakan untuk memproses dan memplot data CTD di Windows XP atau Windows 7. SeaSaveV2 terdiri dari modul pengoprasian, menu untuk akuisisi, display, pengolahan dan pengarsipan data oseanografi yang diperoleh dengan peralatan Sea-Bird (SBE, 2014). Dengan menggunakan Software ini kita dapat memplotkan hasil penggukuran langsung maupun hanya untuk menampilkan kembali data CTD yang kita inginkan. Gambar 12 menunjukkan grafik sebaran suhu dan salinitas. Garis warna merah adalah data suhu dalam satuan celcius, garis warna hijau merupakan data salinitas dalam satuan PSU.
15
(s s
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 12. Grafik Sebaran Suhu dan Salinitas pada 4 titik yang berbeda Gambar 12a menunjukkan beberapa nilai suhu, ini dikarnakan terjadi pengulangan data sebanyak tujuh kali , dimana kisaran suhu pada kedalaman 1820 m sebesar 3,696 ˚C serta nilai salinitasnya 34,435 PSU. Gambar 12b
16
menunjukkan kisaran suhu pada kedalaman 1820 m sebesar 3,689 ˚C serta nilai salinitasnya 34,784 PSU. Gambar 12c menunjukkan kisaran suhu pada kedalaman 1820 m sebesar 3,656 ˚C dan terus mengalami peningkatan suhu hingga 3,728 ˚C sedangkan nilai salinitasnya 34,560 PSU. Gambar 12d menunjukkan kisaran suhu pada kedalaman 1820 m sebesar 3,656 ˚C dengan salinitas 34,560 PSU. Dari keempat titik tersebut dapat dilihat nilai suhu ± 3°C. Perubahan suhu tidak menunjukkan perbedaan anomali. Karena suhu mengalami penurunan sesuai dengan bertambahnya kedalaman. Pada kedalaman melebihi 100 m, suhu air laut relatif konstan berkisar antara 2-4 °C (King, 1966 dan Nontji, 1993), namun pada penelitian Edmonds et al, 2003 mengenai Hydrothermal vent di Gakkel Ridge, Samudra Arktik anomali suhu yang dideteksi hanya 0,018 °C. maka dari itu diperlukan data lainnya untuk membuktikan adanya hydrothermal vent.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 13. Grafik perubahan nilai LSS (magenta) dan ORP (biru) pada 4 titik yang berbeda (Sumber: Deep Sea Exploration INDEX-SATAL 2010)
17
Pada kedalaman 1.625-1909 m nilai konduktifitasnya ±3,25 (S/m). Konduktivitas atau daya hantar listrik merupakan suatu ukuran untuk menggambarkan kelarutan garam-garam atau ion-ion dalam air untuk meneruskan arus listrik. Konduktivitas dapat dipengaruhi oleh suhu dimana nilai konduktivitas dalam perairan dapat bertambah seiring dengan meningkatnya suhu, (Golterman, 1971). Reaktivitas, bilangan valensi dan konsentrasi ion-ion terlarut dapat mempengaruhi nilai DHL. Konduktifitas dinyatakan dalam satuan mhos/cm atau Siemens/cm. Kedua satuan tersebut setara (Mackereth et al., 1989). Ligth Scattering Sensor (LSS) dan Oxidation Reduction Potential (ORP) adalah sensor pendukung yang digunakan untuk mendeteksi adanya hydrothermal vent. Sinyal LSS kurang sensitif dalam penyerapan cahaya, jumlah partikel klorofil di permukaan air, tapi LSS sangat sensitif terhadap perubahan ukuran partikel. Maka anomali ini ditafsirkan sebagai akibat dari perubahan fisika air laut yang telah bercampur dengan material dari hydrothermal vent. ORP Meter adalah alat yang biasa digunakan untuk mengukur potensi oksidasi reduksi dan konsentrasi pada suatu bahan kimia. Untuk mengoksidasi, bahan kimia akan bereaksi terhadap oksigen. ORP meter akan mengukur potensi reaksi tersebut. Dengan menggunakan ORP meter ini kita dapat mengukur kandungan klorin bebas dan pH. Gambar 13 menunjukkan anomali dari sensor LSS (v) warna magenta dan ORP (mv) warna biru. Sensor LSS dan ORP menggambil data pada bagian puncak. Berdasarkan hasil 3D, puncak berada pada kedalaman ±1870 m. Gambar 13a menunjukkan nilai LSS sangat mengalami perubahan mulai dari kedalaman 1600 -1900 m, dimana terjadi Anomali nilai LSS berkisar dari 0,01-1,6v dan nilai ORP mengalami peningkatan dari 27,8 menuju 29 mv. Gambar 13b menunjukkan dari kedalaman 1625 -1950 m, nilai LSS tertinggi mencapai 0,1 v pada kedalaman 1885 m sedangkan nilai ORP mengalami penurunan dari 27,9 mv menurun ke 24,3 mv. Gambar 13c menunjukkan pada kedalaman 1600 -1950 m, nilai LSS tertinggi mencapai 0,10v pada kedalaman 1700 m, sedangkan nilai ORP mengalami peningkatan dari 25,2 mv menuju 25,6 mv. Gambar 13d menunjukkan pada kedalaman 1600 -1880 m, nilai LSS tertinggi mencapai 0,10v sedangkan nilai ORP mengalami penurunan nilai voltase saat kedalaman 1850 -1878 sebesar 4,2 mv dari 26,2-22 mv. Hal ini disebabkan oleh aktifitas reduksi dari senyawa H2S dan Fe (Makarim, et all, 2010;KKP, 2012). Reaksi yang terjadi pada kondisi aerob memiliki nilai ORP>200 mV sedangkan reaksi pada kondisi anaerob memiliki nilai ORP<50 mV (Tebbut, 1992). Aktifitas hydrothermal vent di Knipovich Ridge, menunjukan anomali ORP berkisar 10-15 mv dengan suhu yang tinggi (Connelly et. al., 2007). Selain dari identifikasi suhu, kandungan dari air yang mengandung metana juga dapat digunakan untuk analisis hydrothermal vent (Jean-Baptiste et al., 2004). Peningkatan suhu sebesar 1°C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Brown, 1987), sehingga dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut sehingga bisa mencapai angka nol (anaerob).
18
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian ini dapat memetakan topografi dasar perairan dari data multibeam sonar sehingga dapat mengidentifikasi adanya Hydrothermal vent dengan tambahan data Conductivity, Temperature and Depth (CTD). Data Multibeam dapat juga di visualisasikan menggunakan Software yang open source seperti MB-System. Puncak hydrothermal vent berada pada ketinggian ±1870 meter dan kaki gunung berada pada kedalaman ±5000 m. Hal ini dilihat dari data tiga dimensinya. Dari hasil amplitudonya didapatkan nilai yang berkisar pada -23,6 hingga -4,021 dB, sehingga dasar perairan diasumsikan bersedimen keras, hal ini dilihat dari hambur balik yang kuat. Hydrothermal vent ini tidak memiliki anomali dari suhu, karena memiliki kisaran suhu yaitu ±3°C. Maka dari itu diperlukan data penunjang lainnya seperti pengukuran Ligth Scattering Sensor (LSS) dan Oxidation Reduction Potential (ORP). Dari hasil pengamatan dapat dilihat terjadi peningkatan voltase dari sensor ini dari kedalaman 1600 -1900 m di keempat titik pengambilan data Conductivity, Temperature and Depth (CTD). Saran Penelitian selanjutkan, perlu dilakukan survei seismic laut lanjutan guna mendapatkan informasi lapisan dasar laut di sekitar hydrothermal vent sehingga diperoleh infromasi fenomena geologi akibat aktifitas gunung bawah laut, Kawio Barat.
DAFTAR PUSTAKA Brown, A. L. (1987). Freshwater Ecology. Heinimann Educational Books, London. p. 163. ISBN 0435606220. Caress, David W & Chayes, Dale N. 2013. MB_System Unix Manual Page Multibeam Input/Output (MBIO).New York (US): Columbia University. Connelly, D. P., C. R. German, M. Asada, K. Okino, A. Egorov, T. Naganuma, N. Pimenov, G. Cherkashev, and K. Tamaki. 2007.Hydrothermal activity on the ultra-slow spreading southern Knipovich Ridge, Geochem. Geophys. Geosyst., 8, Q08013, doi:10.1029/2007GC001652. Díaz JVM. 1991. Analysis of Multibeam Sonar Data for the Characterization of Seafloor Habitats. The University Of New Brunswick. Edmonds, HN., et al. Discovery of abundant hydrothermal venting on the ultraslow-spreading Gakkel ridge in the Arctic Ocean.Nature. Vol 421. Fahrulian. 2012. Deteksi Keberadaan Gunung Bawah Laut (Seamount) Dan Dimensinya Menggunakan Echosounder Multibeam Di Perairan Bengkulu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
19
Golterman, H. L. 1971. Methods for Chemical analysis of Fresh Water. Blackwell Scient. Publ. Oxford and Edinburg. P: 1-166 Haryanto, D. 2013. Cara Membuat Peta Batimetri Dengan GMT [Techical Note]. Hamilton, W.1979. Tectonic of the Indonesia Region, USGS. Prof. Paper 1078. Jean-Baptiste, P., E. Fourre´, J. L. Charlou, C. German, and J. Radford-Knoery. 2004. Helium isotopes at the Rainbow Hydrothermal site (Mid-Atlantic Ridge, 36°14°N), Earth Planet. Sci. Lett., 221, 325–335. Kågesten, G. 2008. Geological seafloor mapping with backscatter data from a multibeam echo sounder [Tesis]. Institutionen för Geovetenskaper, Göteborgs Universite. King, C. A., 1966. An Introduction To Oceanography. McGraw Hill Book Co. Inc. New York. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Eksplorasi Sangihe Talaud: Index-Satal 2010. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. [L-3 CSI] L-3 Communications Seabeam Instrumen.2000. Multibeam Sonar: Teori Operasi. 141 Washington Street, East Walpole, MA 02032-1155. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Edisi Kedua. Djambatan. Mackereth, F.J.H., Heron, J., and Talling, J.F. 1989. Water Analysis: Some Revised Methods for Limnologists. Titus Wilson and Son Ltd: Kendal. Makarim, S. et.al. 2010. Plume indications from hydrothermal activity on Kawio Barat Submarine Volcano, Sangihe Talaud Sea, North Sulawesi, Indonesia. American Geophysical Union, Fall Meeting 2010, abstract #OS13C-1232 Medwin, H. C. S. Clay. 1998. Fundamentals of Acoustical Oceanography. Academic Press. London. Menard, H.W. 1964. Marine Geology of the Pacific, New York: McGraw-Hill. Pujiyati, S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik Untuk Analisis KeterkaitanAntara Tipe Substrat Dasar Perairan Dengan Komunitas Ikan Demersa [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rohman, S. 2012.Aplikasi Multibeam dan Side Scan Sonar Untuk Mendeteksi Target Runtuhnya Jembatan Kartanegara Di Kutai Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ragan, D. M. 1973. Structural Geology (2nd edition). Wiley & Sons, New York. [SBE] Sea-Bird Electronics. 2014. User’s Manual Seasoft V2: Seasave V7. Washington (US) Siwabessy, P. J. W. 2001. An Investigation of Relationship between Seabed Type and Benthic and Bentho-pelagic Biota Using Acoustic Techniques [Tesis]. Australia (AU): Curtin University of Technology Tebbut, T.H.Y. 1992. Principles of Water Quality Control. Fourth edition. Pergamon Press, Oxford.
20
Lampiran 1. Format data yang bisa digunakan di MB-System Setiap pemetaan sonar memiliki keluaran dengan beberapa nilai atau parameter. Ada beberapa format data yang berbeda sesuai masing-masing sistem sonar. Untuk mengolah data menggunakan MB-System harus disesuaikan dengan format yang ada, berikut sonar yang didukung oleh MB-System: · · · ·
Hydrosweep DS multibeam sonar Hydrosweep DS2 multibeam sonar Hydrosweep MD multibeam sonar Sea Beam 2000 multibeam sonar
· · · · ·
Sea Beam 2112 and 2136 multibeam sonars Sea Beam 2120 multibeam sonars Simrad EM12, EM121, EM950, and EM1000 multibeam sonars Simrad EM120, EM300, and EM3000 multibeam sonars Simrad EM122, EM302, EM710, and EM3002 multibeam sonars
· · · · ·
Simrad Mesotech SM2000 multibeam sonar Hawaii MR-1 shallow tow interferometric sonar ELAC Bottomchart and Bottomchart MkII shallow water multibeam sonars Reson Seabat multibeam sonars (e.g. 9001, 8081, 7125) WHOI DSL AMS-120 deep tow interferometric sonar
· Sea Scan sidescan sonar · Furuno HS-1 multibeam sonar · Edgetech sidescan and subbottom profiler sonars · Imagenex DeltaT multibeam sonars · Odom ES3 multibeam sonar Sumber: http://www.mbari.org/data/mbsystem/html/mbsystem_formats.html Lampiran 2. Script Pengolahan data Multibeam menggunakan MB-System #1 make a datalist (gabung data) /bin/ls -1 *.mb58 > datalist.mb-1 #2 MBDATALIST= parses recursive datalist files and outputs the complete list of data files, formats, and file weights. mbdatalist -o -v -z #3 MBBACKANGLE= Generates tables of the average amplitude or sidescan values in swath sonar data as a function of the grazing angle with the seafloor. mbbackangle -A1 -V #4 MBSVPLIST= for List water sound velocity profiles in swath sonar data mbsvplist -V #5 MBVELOCITYTOOL= Interactive water sound velocity profile editor mbvelocitytool #6 MBPROCESS= this program performs a variety of swath Data Processing functions in a single step (producing a single output swath data file) mbprocess
21
############################################################################## #mbm_plot Turns on color fill swath plot and sets the style of the plot. #7 Color shaded relief bathymetry with dafault color style (ok) mbm_plot -I datalistp.mb-1 -G2 -S1/0 -V -L"Color Shaded Relief Bathymetry - Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth (meter)" -Oshadedrelief #8 Color shaded relief bathymetry with high Intensity colors (W2) mbm_plot -I datalistp.mb-1 -G2 -D -W2 -V -L"Color Shaded Relief Bathymetry - Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth (meter)" -Oshadedreliefw2 #9 Color fill of bathymetry data (ok) mbm_plot -I datalistp.mb-1 -G1 -V -L"Color Fill Of Bathymetry - Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth (meter)" -OColor_fill_of_bathymetry #10 NAVIGASI WITH Color fill of bathymetry data mbm_plot -I datalistp.mb-1 -G1 -Z5 -N -MNAP -L"Navigation - Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth (meter)" -ONavigasi #11 Plot contour lines mbm_plot -I datalistp.mb-1 -C -V -L"Contour Line - Hydrothermal vent At Kawio Barat" OContourline ############################################################################## # HYDROTHERMAL IN FOKUS #12 Color shaded relief bathymetry with dafault color style (ok) mbm_plot -I datalistp.mb-1 -R124:58/125:15/04:35/04:50 -G2 -S1/0 -V -L"Color Shaded Relief Bathymetry - Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth (meter)" -OshadedreliefF #13 Color shaded relief bathymetry with high Intensity colors (W2) mbm_plot -I datalistp.mb-1 -R124:58/125:15/04:35/04:50 -G2 -D -W2 -V -L"Color Shaded Relief Bathymetry - Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth (meter)" -Oshadedreliefw2F #14 Color fill of bathymetry data (ok) mbm_plot -I datalistp.mb-1 -R124:58/125:15/04:35/04:50 -G1 -V -L"Color Fill Of Bathymetry Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth (meter)" -OColor_fill_of_bathymetryF #15 plot contour lines mbm_plot -I datalistp.mb-1 -R124:58/125:15/04:35/04:50 -C -V -L"Contour Line - Hydrothermal vent At Kawio Barat" -OContourlineF ############################################################################# # FOKUS MENDAPATKAN AMPLITUDE # 16 GRID DENGAN RESOLUSI 50 M dan filter Gaussian Weighted Mean mbgrid -I datalistp.mb-1 -E50/0m! -f1 -N -V -C5 -A1 -OGrid_Bathymetry # 17 amplitude data will be mosaiced(A3) FULL mbmosaic -I datalistp.mb-1 -E50/0m! -N -A3 -Y7 -W4 -C5 -V -OMosaik # 18 amplitude data will be mosaiced(A3) mbmosaic -I datalistp.mb-1 -R124:58/125:15/04:35/04:50 -E0/0m! -N -A3 -F0.05 -Y7 -C5 OMosaik_Amplitude_Hydrothermal_vent # 19 amplitude data FULL mbm_grdplot -I Mosaik.grd -G1 -D -W1 -S -L"AMPLITUDE HYDROTHERMAL VENT AT KAWIO BARAT" -OAmplitude # 20 amplitude data mbm_grdplot -I Mosaik.grd -R124:58/125:15/04:35/04:50 -G1 -D -W1 -S -L"AMPLITUDE HYDROTHERMAL VENT AT KAWIO BARAT" -OAmplitude_Hydrothermal_Vent ############################################################################### # PLOT 3 DIMENSI #21 Grid data mbgrid -Idatalistp.mb-1 -E150/150/m -R124:58/125:12/04:35/04:50 -OZgrdbath -A1 -N -C2 -M V #22 Grid plot mbm_grdplot -IZgrdbath.grd -G2 -A0.4/45 -D -MGQ72 -V -L"Grid Batimetri Hydrithermal Vent di Kawio Barat":"Depth(meter)" -OHgrddata #23 Plot 3d #mbm_grd3dplot -IZgrdbath.grd -G2 -A0.4/45 -E200/40 -V -Z/-4000/6000 -MGS-1 -MGU/-0.01/1.5/"C54100008" -L"Peta 3D Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth(meter)" -OPLOT3D
22
#mbm_grd3dplot -IZgrdbath.grd -G2 -A0.4/45 -E290/40 -V -Z/-4000/6000 -MGS-1 -MGU/-0.01/1.5/"C54100008" -L"Peta 3D Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth(meter)" -OPLOT3D1 #mbm_grd3dplot -IZgrdbath.grd -G2 -A0.4/45 -E20/40 -V -Z/-4000/6000 -MGS-1 -MGU/-0.01/1.5/"C54100008" -L"Peta 3D Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth(meter)" -OPLOT3D2 #mbm_grd3dplot -IZgrdbath.grd -G2 -A0.4/45 -E110/40 -V -Z/-4000/6000 -MGS-1 -MGU/-0.01/1.5/"C54100008" -L"Peta 3D Hydrothermal vent At Kawio Barat":"Depth(meter)" -OPLOT3D3 ############################################################################## # 24Ekstrak Data png ps2raster -A -P -Tg *.ps #25 ekstrak data region mblist -I datalistp.mb-1 -R124:58/125:15/04:35/04:50 -OXYz -XdataXYZ.txt
Lampiran 3. Tahapan pengolahan di GMT untuk visualisasi batimetri
Sumber: Haryanto, D. 2013
Tahapan diatas adalah tahapan visualisai data batimetri menggunakan GMT. Semua tahapan diatas dilakukan menggunakan terminal untuk menjalankan perintah maka dari itu diperlukan script. Pembuatan script digunakan fasilitas gedit yang tersedia di sistem operasi Poseidon. Pembuatan script dilakukan untuk memudahkan dalam identifikasi perintah yang kita buat untuk memvisualisaikan data dalam GMT. Data awal yang diperlukan dalam visualisasi data menggunakan GMT adalah data XYZ hasil pengolahan data batimetri menggunakan MBSystem dan koordinat dari CTD. Tahap pertama adalah membuat CPT. CPT adalah perintah untuk membuat pewarnaan (gradasi warna) pada peta. Tahap kedua adalah membuat XYZ2GRID. XYZ2GRID adalah perintah untuk meng-griding data XYZ batimetri menjadi data grid. Tahap ketiga adalah GRD IMAGE. Perintah ini untuk mengubah data grid menjadi image atau gambar. Hasil GRDIMAGE peta batrimetri dengan gradasi warna sesuai kedalaman akan terlihat dengan jelas. Tahap keempat adalah GRD CONTOUR. Perintah ini adalah perintah untuk menambahkan kontur pada peta batimetri. Tahap kelima adalah perintah PSBASEMAP, yaitu perintah untuk menampilkan batas peta (lintang/bujur), frame peta, sistem proyeksi peta yang digunakan, dan judul peta. Tahap keenam
23
adalah perintah pstext dan psxy, yaitu perintah untuk menampilkan posisi pengambilan data CTD dan menampilkan nama lokasinya. Tahap terakhir adalah membuat scale bar dengan perintah Ps Scale. Hasil keluaran dari GMT berupa file post script dengan ektensi *.ps Lampiran 4. Kecepatan Suara dari hasil exstrak data multibeam menggunakan MB-System
Data kecepatan suara diatas di plotkan menggunakan MATLAB. Sumbu x menggambarkan kecepatan suara (m/s) sedangkan sumbu y menggambarkan kedalaman (m). Kecepatan suara di permukaan sebesar 1545 m/s. Pada kedalaman 1000 meter terjadi penurunan dari 1487 m/s hingga 1509,5 m/s pada kedalaman 2700 meter. Pada kedalaman 1800 m kecepatan suara menjadi 1495 m/s.
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 03 Maret 1993 dari ayah yang bernama Drs. Jainal lestaluhu, M.Si dan ibu yang bernama Nuryani, S.Pd. penulis merupakan anak tunggal. Pada tahun 2007, penulis masuk Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah 3 Jakarta hingga tamat di tahun 2010. Melalui jalur Undangan Saringan masuk IPB (USMI) penulis melanjutkan pendidikan Sarjana pada bidang Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis secara aktif mengikuti kegiatan dan organisasi mahasiswa. Penulis aktif di pengurusan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) IPB periode 2011-2012 sebagai bendahara Hubungan Luar dan Komunikasi (HUBLUKOM), Bendahara Marine Instrumentation and Telemetry (MIT) 2013-2014, Ketua Acara Coffee Break HIMITEKA 2013, Anggota KADJAK HIMITEKA 2013-2014. Penulis juga pernah mengikuti Lomba Kontes Kapal Cepat Tanpa Awak di Semarang tahun 2012 dan Lomba Kontes Muatan Roket Indonesia 2014 di Bantul. Selain itu penulis juga mempunyai pengalaman menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Instrumentasi Kelautan 2014, Akustik Kelautan 2014, Instrumentasi Kelautan 2013 dan Ekologi Perairan 2013. Pengalaman magang di IBRC Bali dan LAPAN Pasar Rebo juga telah penulis lakukan dengan baik. Dalam rangka penyelesaian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan penulis melaksanakan Penelitian dengan judul “PEMETAAN GUNUNG BAWAH LAUT MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN IDENTIFIKASI ADANYA HYDROTHEMAL VENT”.