PEMEKARAN DAERAH DI KABUPATEN BINTAN (STUDI KASUS PEMEKARAN KABUPATEN BINTAN TIMUR) Dian Trisnawati*), Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Umrah, Tanjungpinang Abstrak Pemekaran daerah merupakan aspirasi masyarakat untuk kemajuan daerah sendiri dan bagaimana daerah otonom baru mempunyai kewenangannya sendiri untuk mengurus pemerintahan agar rentang kendali dapat mempercepat proses pembangunan di daerah yang dimekarkan, secara otomatis pemekaran tersebut adalah semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganaslisis penyebab keinginan pemekaran di Kabupaten Bintan serta hambatan-hambatan dan pendukung proses pemekaran Bintan Timur. Pada penelitian ini konsep teori yang digunakan merupakan kajian Syafarudin untuk melihat sejauh mana makna politik yang terjadi tentang pemekaran daerah: Politik Percepatan Pembangunan, Politik Kontestasi Elite Lokal dan Politik Mencari Popularitas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan purposive sampling, dan menggunakan analisis deskriptif sebagai teknik analisa data. Dalam penelitian ini dapat digambarkan bahwa proses pemekaran daerah Bintan memunculkan polemik serta pro dan kontra, baik ditingkatan masyarakat ataupun ditingkatan para elite lokal. Karena dalam proses pemekaran hanya sedikit wacana tersebut berasal dari tataran masyarakat bawah, kecendrungan wacana tersebut muncul dari beberapa elite dengan alasan untuk mensejahterakan rakyat. Saran yang dapat penulis sampaikan yaitu agar pemerintah daerah kabupaten Bintan dalam mewacanakan pemekaran Bintan Timur (Bintan Kepulauan) harusnya mutlak demi kepentingan masyarakat baik dari segi kesejahteraan, lapangan pekerjaan, ekonomi dan kehidupan sosial bukan demi kepentingan popularitas dan pencitraan para kelompok elit politik. Kata Kunci : Pemekaran Daerah, Otonomi Daerah. Abstract Expansion of the area is the community's aspirations for the advancement of his own area and how the new autonomous regions have their own authority to take care of the span of control of government in order to accelerate the process of development in the expanded area, automatically splitting is solely for the welfare of society. This study aims to determine the cause of desire expansion in Bintan and the obstacles and support the process of expansion east of Bintan. In this study used a theoretical concept study Syafarudin to see the extent to which the political significance of regional expansion: acceleration of political development, political contestation and political elite seeking popularity. This research is the use purpossive sampling and using descriptive analysis as data analysis techniques. In this research can be described that the process of regional expansion raises polemic Bintan and the pros and cons, good community or local elites, because in the process of expansion only slightly discourse comes from the grassroots level, trends are emerging discourse of some elite with reasons for welfare of the people. Tips who writer can pass on which is that Bintan's regency local government in discourse Bintan'sunfoldment East (Bintan is archipelago) ought to absolute for the benefit good society of welfare facet, field talks shop, economy and social life is not for the benefit popularitas agglomerate politics elite. Keywords: Expansion Area, Regional Autonomy.
PENDAHULUAN Indonesia secara konstitusional telah ditetapkan sebagai suatu negara kesatuan yang berdesentralisasi. Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan disegala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Pada dasarnya pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ini dilaksanakan secara berkelanjutan dan berencana untuk mendapatkan kondisi masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. Wilayah Negara Indonesia yang sangat besar dengan rentang geografis yang luas berupa kepulauan, kondisi sosial-budaya yang beragam, jumlah penduduk yang besar, hal ini berpengaruh terhadap proses pengalokasian pembangunan itu dan proses pelaksanaan pemerintahan Negara Indonesia. Kondisi seperti ini menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Maka untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan diperlukan adanya suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap terawasi dari pusat. Saat ini dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, alokasi kewajiban negara kepada rakyat secara merata, namun tetap berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut diperlukan agar tidak terjadi lagi ancaman-ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang akan menimbulkan integrasi bangsa, dan pada akhirnya akan menyebabkan terpecah belahnya kesatuan Indonesia. Sumber daya alam di Indonesia yang tidak merata, juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Alasan dianutnya desentralisasi menurut Josef Riwu Kaho terdiri dari 2, yaitu: demi
tercapainya efektivitas pemerintahan dan demi terlaksananya demokrasi dari bawah. Pelaksanaan desentralisasi akan membawa efektivitas dalam pemerintahan, karena wilayah Indonesia yang begitu luas ditambah berbentuk kepulauan yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri baik itu keadaan geografis, adat istiadat, kehidupan ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Pelaksanaan pemerintahan akan lebih efektif jika masingmasing daerah tersebut diberikan suatu kewenangan untuk mengurus urusan pemerintahannya sesuai keadaan dan kemampuan daerahnya. Karena pemerintahan dapat efektif kalau sesuai dan cocok dengan keadaan riil dalam negara. Desentralisasi memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk ikut serta dalam pemerintahan, hal ini demi terlaksananya demokrasi dari bawah, di dalam wilayah Negara terdapat masyarakat-masyarakat yang memiliki kebutuhan/kepentingan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Mengusahakan, menyelenggarakan kepentingan masyarakat setempat (urusan rumah tangga daerah) diserahkan kepada rakyat daerah itu sendiri, sehingga dalam pelaksanaan desentralisasi, maka pemerintah akan menjadi lebih demokratis. Ditinjau dari aspek penyelenggaraan otonomi luas, maka pemerintahan wilayah beserta masyarakatnya akan semakin memainkan peran yang besar dalam membangun kemakmuran dan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di wilayah daerah yang bersangkutan. Semakin pentingnya kedudukan wilayah dalam menentukan daya saing wilayah dalam era ekonomi global ini, menunjukkan semakin penting dan mendesaknya pelaksanaan kebijaksanaan desentralisasi dalam administrasi pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Serta semakin nyata tuntutan perbaikan mutu dan keterpaduan perencanaan pembangunan daerah sebagai jembatan untuk mengkatalisasi kepentingan lokal maupun kepentingan nasional dalam pembangunan. Semua ini merupakan peluang sekaligus tantangan dalam mewujudkan otonomi luas (J.Kaloh, 2007: 46). Otonomi luas dimaksudkan bahwa kepala daerah diberikan tugas, wewenang, hak
dan kewajiban, untuk menangani urusan pemerintahan yang tidak ditangani oleh pemerintah pusat sehingga isi otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah memiliki banyak ragam dan jenisnya, disamping itu daerah diberikan keleluasaan untuk menangani urusan pemerintahan yang diserahkan itu, dalam rangka mewujudkan tujuan dibentuknya suatu daerah, dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah (Rozali Abdullah, 2005: 5). Menjadi topik utama yang tidak mungkin ada habisnya adalah permasalahan otonomi daerah, perdebatan panjang dimana ada sebuah proses aspirasi dari masyarakat untuk mendapatakan otonomi penuh bagi daerah pemerintahannya. Ini merupakan dimensi ketatanegaraan yang sering dibahas dan diperdebatkan, ia mengacu kepada urusanurusan pemerintahan, apakah sebaiknya diselenggarakan secara terpusat “atau” terdistribusi, (HAW. Widjaja, 2003 : 3). Desentralisasi di Indonesia adalah sebuah peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan wacana politik lokal, selain itu desentralisasi telah memberikan ruang bagi suatu daerah untuk pembentukan daerah baru. Sepertinya, pemekaran daerah telah menghasilkan trend baru dalam struktur kewilayahan di Indonesia. Dalam data BAPPENAS sejak tahun 1999-2008 pemekaran daerah telah menghasilkan 173 daerah otonom, terdiri dari 7 Provinsi, 135 Kabupaten, dan 31 Kota (Edy Priyono dkk. dalam jurnal Ilmu Pemerintahan 2010:45). Fenomena pemekaran daerah yang begitu cepat ini pastilah memiliki dampak yang sangat besar dalam konteks ekonomi, sosial, politik, dan pemerintahan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, maka syarat yang harus dipenuhi dalam pemekaran Kabupaten meliputi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Adapun syarat administratif tersebut meliputi: 1. Keputusan DPRD Kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;
2. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; 3. Keputusan gubernur tentang persetujuan calon kabupaten/kota; 4. Rekomendasi menteri. Kemudian syarat teknisnya meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.Sedangkan syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Persetujuan DPRD dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk Keputusan DPRD, yang diproses berdasarkan pernyataan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat, sedangkan persetujuan gubernur didasarkan pada hasil kajian tim yang khusus dibentuk oleh pemerintah provinsi yang bersangkutan. Tim dimaksud mengikutsertakan tanaga ahli sesuai kebutuhan (Rozali Abdullah, 2005: 11). Berbagai syarat dan kriteria tersebut menunjukkan bahwa optimalisasi dalam bentuk komulatif pendapatan asli daerah menjadi salah satu syarat dalam memekarkan kabupaten, kemampuan tersebut berimbas dengan potensi daerah baik dalam bentuk material maupun bentuk non material termasuk pengembangan infra struktur lainnya, termasuk bentuk non material (Khasan Effendy, 2009:75). Pada dasarnya pembentukan daerah otonom adalah untuk kemandirian suatu daerah, oleh sebab itu daerah dituntut untuk memenuhi persyaratan tersebut. Secara geografis, wilayah Kabupaten Bintan terletak antara 0° 06’17”- 1° 34’52” Lintang Utara dan 104°12’47” Bujur Timur di sebelah Barat – 108° 02’27” Bujur Timur di sebelah Timur, dengan batas-batas sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : Kabupaten Anambas 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga 3. Sebelah Barat : Kota Batam dan Kota Tanjungpinang 4. Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Barat
Kabupaten Bintan dahulunya merupakan Kabupaten Kepulauan Riau sebelum terbentuk Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1983, telah dibentuk Kota Administratif Tanjungpinang yang membawahi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat dan Kecamatan Tanjungpinang Timur. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2000, Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 (tiga) kabupaten yang terdiri dari Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kota Batam. Kabupaten Kepulauan Riau berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001, kembali dimekarkan dengan berubahnya status Kota Administratif Tanjungpinang menjadi Kota Tanjungpinang yang statusnya sama dengan Kabupaten. Statusnya saat itu masih bergabung dengan Provinsi Riau. Kemudian setelah terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Bintan dimekarkan kembali, sehingga terbentuk Kabupaten Lingga berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Lingga. Maka dengan demikian wilayah Kabupaten Bintan meliputi 6 (enam) Kecamatan yaitu Bintan Utara, Bintan Timur, Teluk Bintan, Gunung Kijang, Teluk Sebong dan Tambelan. Pemekaran Kecamatan juga dilakukan melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Seri Kuala Lobam. Terjadinya pemekaran wilayah ini maka jumlah Kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Bintan bertambah dari 6 (enam) Kecamatan menjadi 10 (sepuluh) kecamatan, yaitu Kecamatan Teluk Bintan, Seri Kuala Lobam, Bintan Utara, Teluk Sebong, Bintan Timur, Bintan Pesisir, Mantang, Gunung Kijang, Toapaya, dan Tambelan. Kabupaten Bintan berdasarkan sejarah pemekaran di atas merupakan kabupaten yang sering melakukan pemekaran di Provinsi Kepulauan Riau yaitu sebanyak lima kali pemekaran. Tiga kabupaten/kota (Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kota Batam) pada tahun 1999, kemudian Kota Tanjungpinang di tahun 2001, serta di tahun 2003 Kabupaten
Lingga, dan saat ini ada Kabupaten Bintan yang akan dimekarkan kembali menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Bintan Utara dan Kabupaten Bintan Kepulauan. Rencana awalnya Kabupaten Bintan Utara akan dijadikan sebagai kabupaten pemekaran, namun dalam perjalanannya skenario ini berubah, karena dari hasil kajian akademis terlihat bahwa dari aspek PAD 70% Kabupaten Bintan berasal dari daerah yang tergabung dalam Bintan Utara yaitu Lagoi. Sehingga dalam perjalanannya Kabupaten Bintan Utara dijadikan Kabupaten induk dan Kabupaten Bintan Timur sebagai Kabupaten pemekaran.Penambahan daerah otonom memang layak untuk dikaji, sebab pemekaran atau penambahan daerah otonom yang banyak terjadi di Indonesia sekarang ini tidak didukung oleh sumber daya yang baik. Harus diakui Pemekaran daerah di Indonesia sebagian besar lebih bernuansa politik, hal ini terjadi karena beberapa alasan, sebagian berpendapat sebagai ekspansif kekuatan politik saja, sebagai perluasan karir politik, jika dapat diibaratkan hal inilah justru yang menghambat proses pemekaran daerah itu sendiri, layak atau tidak layaknya sebuah calon daerah otonom, ditenggarai masuknya para elite politik yang menjadi konsultan pemekaran daerah dalam dewan pertimbangan daerah otonom, sehingga besar kemungkinan terjadi daerah otonom yang sebenarnya tidak layak untuk menjadi wilayah pemekaran otonom baru. Profesionalisme dan independensi tim pemekaran daerah diharapkan mampu memberikan rekomendasi kepada DPR ataupun Presiden tentang layak atau tidaknya calon daerah baru disahkan, proses ini juga untuk menghindari dijadikan isu pemekaran daerah sebagai alat kepentingan untuk bagi bagi kekuasaan (M. Zaid Wahyudi dan Susie Berindra dalam menata ulang pemekaran daerah kompas.com 07 januari 2010). Kabupaten Bintan Utara secara administratif sudah lengkap dan sudah memiliki ibu kota yaitu Bintan Buyu yang menjadi pusat pemerintahan Bintan saat ini dan ditunjang dengan PAD yang besar, hal ini tidak memungkinkan untuk dilakukan sebagai daerah pemekaran. Sedangkan Bintan Timur masih bisa memanfaatkan aset yang ada dan dirasakan masih layak untuk dijadikan daerah
pemekaran, ditambah PAD-nya yang dapat dikembangkan setelah pemekaran dilakukan. Pemekaran daerah Bintan menjadi Kabupaten Bintan Kepulauan dan Bintan Utara pada dasarnya dilandasi dengan niat untuk mensejahterakan masyarakat, serta membenahi pelayanan publik yang ada di kabupaten induk saat ini. Menurut saya dana yang akan dikucurkan untuk pemekaran di Kabupaten Bintan agar ditujukan untuk pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penghambur-hamburan dana yang dikucurkan dari pemerintah, selain itu dengan adanya pemekaran belum tentu daerah yang dimekarkan akan berkembang sesuai dengan rencana awal. Pro kontra tentang pemekaran daerah Kabupaten Bintan dari beberapa tanggapan dimana masih banyaknya wacana yang muncul dari masyarakat terkait pemekaran ini, Sekeretaris MUI Bintan (Syafrizal : dikutip dari haluankepri.com) mengungkapkan bahwa jika dilihat dari kondisi geografis dengan rentang kendali yang jauh ini mungkin lebih baik dipisahkan (Utara dan Timur) namun dari sisi ekonomi mungkin perlu dikaji apakah pemisahan tersebut sudah memungkinkan daerah yang nantinya dapat berkembang dengan potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Pengkajian secara ilmiah diharapkan dapat menghasilkan analisis yang obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai rencana pembentukan calon Kabupaten Bintan Timur pada khususnya, dan penataan wilayah Kabupaten Bintan pada umumnya. Bintan saat ini sudah memiliki 10 kecamatan, dinilai sudah memenuhi syarat untuk dimekarkan. Karena dalam cakupan wilayah menurut syarat fisik kewilayahan pembentukan kabupaten paling sedikit harus memiliki 5 (lima) kecamatan. Bintan merupakan kabupaten yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat terutama pada sektor pariwisata, industri, perikanan dan pertambangan. Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bintan selama ini terutama berpusat di Lagoi dan sekitarnya yang berada di wilayah Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan. Sebagai kawasan industri dan
pariwisata, kawasan Bintan Utara telah memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bintan, namun kontribusi besar tersebut dirasakan tidak sebanding dengan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. Ditambah daerah Bintan Timur yang PAD-nya tidak begitu besar dikhawatirkan daerah iniakan tertinggal nantinya, inilah yang harus kita fikirkan bagaimana nasib Bintan Timur nantinya jika terpisah dengan Bintan Utara. Melihat kondisi wilayah yang ada, potensi PAD Kabupaten Bintan saat ini dominan berada di wilayah Bintan bagian Utara, sehingga ada kecendrungan pembangunan ekonomi timpang antara Bintan utara dengan Bintan Timur namun belakangan, Bupati Bintan Ansar Ahmad mengungkapkan pihaknya akan mempertimbangkan secara matang aspek-aspek tersebut. Menurutnya sebagian wilayah dengan potensi PAD akan dibagi, misalnya Lagoi akan dibagi dua, satu masuk Utara dan sebagian lainnya masuk Timur. Wacana pemekaran daerah ini kemudian menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, ada kelompok yang mendukung dan ada pula yang menolak, yang menjadi alasan kenapa masyarakat menolak dikarenakan terindikasi adanya unsur kepentingan kelompok dan golongan. Sedangkan konsep dari pemekaran tersebut didasari oleh alasan yang kuat karena masyarakat menilai masih tidak maksimalnya layanan publik yang selama ini dilaksanakan pemerintah daerah Kabupatan Bintan terhadap masyarakat. Menurut Bupati Kabupaten Bintan Ansar Ahmad, pihaknya telah mengucurkan dana anggaran sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta) untuk melakukan pengkajian kelayakan Bintan Utara, sedangkan tim yang melakukan pengkajian wilayah ini didatangkan langsung dari Yogyakarta. Tidak hanya bupati yang menyetujui dan mendukung pemekaran ini, namun seluruh anggota DPRD menyetujui dan berharap dapat terealisasi dan tanpa hambatan. Karena hal ini sangat baik demi berkembangnya wilayah Kabupaten Bintan nantinya. Selain dukungan untuk memekarkan Bintan, ada juga beberapa masyarakat yang masih enggan dalam proses pemekaran tersebut, Ketua Pemuda Desa Kangboi, Agus Riyanto
mengungkapkan masyarakat Kangboi tidak menginginkan bergabung dengan Bintan Utara, jika memang dimekarkan lebih baik mereka memilih bergabung dengan Kabupaten Induk saja. Beberapa dari masyarakat ini menyatakan Bintan tidak perlu dimekarkan, masyarakat sudah merasa ada kemajuan dengan kondisi saat ini (Tanjungpinang Pos, Juli 2013). Sebenarnya dengan adanya pemekaran daerah ini, maka proses pelayanan akan semakin mudah karena dekatnya pusat pemerintahan. Selain itu APBD yang dihasilkan kepada daerah yang dimekarkan akan meningkat sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, serta dengan adanya pemekaran wilayah ini otomatis akan membangun infrastuktur serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat sehingga dapat mempermudah akses terhadap kebutuhan masyarakat, yang pada akhirnya dapat menarik investor baik dari dalam maupun luar negeri sehingga berdampak pada luasnya peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PT. Sinergi Visi Utama sebagai konsultan yang digunakan untuk melakukan kelayakan Kabupaten Bintan Kepulauan yang menyimpulkan dari hasil perhitungan menurut PP No. 78 Tahun 2007, skor total calon Kabupaten Bintan Kepulauan berdasarkan data yang diperoleh adalah sebesar 461 (sangat mampu), dengan perolehan total nilai indikator faktor kependudukan sebesar 85, faktor ekonomi 75, faktor potensi daerah 70 dan faktor kemampuan keuangan 75. Sementara skor total Kabupaten Bintan Induk, berdasarkan data yang diperoleh adalah sebesar 441 (sangat mampu), dengan perolehan total nilai indikator faktor kependudukan sebesar 85, faktor ekonomi 75, faktor potensi daerah 65 dan faktor kemampuan keuangan 70 (Kajian Pemekaran Kabupaten Bintan berdasarkan PP 78 tahun 2007). Kabupaten Bintan (induk) maupun calon Kabupaten Bintan Kepulauan, secara total nilai keseluruhan faktor masuk kategori sangat mampu untuk dijadikan daerah otonom. Selanjutnya, secara normatif berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007, juga dinyatakan bahwa apabila ada salah satu faktor dari empat faktor penentu pembentukan daerah otonom baru (faktor kependudukan kurang dari 80 atau faktor
kemampuan ekonomi kurang dari 60, atau faktor potensi daerah kurang dari 60, atau faktor kemampuan keuangan kurang dari 60), baik untuk daerah otonom induk dan/atau calon daerah otonom baru, maka proses pembentukan daerah otonom baru belum dapat dilanjutkan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa seluruh komponen penilaian baik untuk calon Kabupaten Bintan Kepulauan maupun Kabupaten Bintan Induk mencapai batas minimal skor yang ditentukan. Maka dari itu, prosedur pembentukan daerah baru melalui kebijakan pemekaran wilayah di Kabupaten Bintan ini dapat dinyatakan layak dan dapat dilanjutkan. Pemekaran Kabupaten Bintan dalam hal ini memang dinyatakan layak, namun dari dalam rapat pansus terjadi perdebatan soal Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bintan Utara sebesar 77 persen dan Bintan Timur hanya 23 persen. Kemudian posisi ibu kota pemekaran, nama ibu kota pemekaran dan batas wilayah (Bismar Ariantodan Afrizal,2013: 77). Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan yang berjudul “Pemekaran Daerah Di Kabupaten Bintan (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Bintan Timur).” TINJAUAN LITERATUR 2.1.1 Otonomi Daerah Secara etimologis, istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri) dan nomos (pemerintahan) atau UndangUndang. Jadi dapat diartikan bahwa otonomi adalah mengurus peraturan sendiri. Dengan demikian pengertian secara istilah “Otonomi daerah” adalah “wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri”. Sementara itu, pengertian lain tentang otonomi ialah sebagai hak mengatur dan memerintah diri sendiri atas insiatif dan kemauan sendiri, hak tersebut diperoleh dan berasal dari pemerintah pusat. Menurut Murtir Jeddawi (2009 : 113), adanya dampak positif dan negatif dari proses pemekaran daerah yang lebih menunjukkan kebhinekaan ini memang merupakan konsekuensi logis yang akan muncul sebagai implikasi dari adanya suatu kebijakan.
Persoalannya adalah, bagaimana usaha yang perlu dilakukan untuk mengurangi sebanyak mungkin kemungkinan dampak negatif dan mendorong semaksimal mungkin munculnya dampak positif. Adapun tugas dan kewajiban dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, penegakkan keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antardaerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka menjalankan tugas dan kewajiban tersebut, esensi mendasar dalam kebijakan pelaksanaan otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang ditetapkan batasan kewenangan yang dimiliki oleh daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Adanya pemberian kewenangan ini tentu merupakan esensi dasar dalam pelaksanaan otonomi daerah di mana daerah mempunyai cukup keleluasaan gerak dalam potensinya, baik yang berasal dari daerah sendiri maupun dari pemberian pemerintah pusat sesuai dengan kebutuhan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya (Hari Sabarno, 2008 : 7). Ermaya Suradinata (2000 : 10), mengungkapkan keberadaan otonomi daerah dalam upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan layanan pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas penyelanggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan. Perjalanan otonomi daerah di Indonesia sudah dimulai sejak bangsa ini merdeka tahun 1945, hal ini tertuang dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1945, tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah, didalam Undang-undang ini mengamanatkan ada pembentukan Komite Nasional Daerahdi berbagai daerah di Indonesia.Jika ditelusuri lebih jauh Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1903 telah mempelopori Undang-undang tentang Desentralisasi (B.N Marbun, 2010).
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa : Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Andi Malarangeng yang dikutip oleh HAW.Widjaja dalam Otonomi Daerah dan Daerah Otonom(2011: 117), otonomi daerah jangan membebani masyarakat, tetapi bagaimana memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.Bila dampaknya justru mengakibatkan biaya ekonomi tinggiyang membebani masyarakat, hal itu bertentangan dengan semangat otonomi daerah. Diharapkan dengan berjalannya otonomi daerah dapat memacu pemerataan pembangunan yang hasilnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, otonomi daerah lebih diperuntukkan agar masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun daerahnya masingmasing, sehingga potensi daerah tersebut dapat tergali secara optimal. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah menurut Josef Riwu Kaho, antara lain sebagai berikut: 1. Manusia pelaksanaannya harus baik Manusia merupakan pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan, oleh sebab itu agar mekanisme pemerintahan tersebut berjalan dengan sebaik-baiknya, yakni sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek atau pelakunya harus pula baik. 2. Keuangan harus cukup dan baik
Setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang, antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku. 3. Peralatanya harus cukup dan baik; Setiap benda atau alat yang dapat dipergunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan Pemerintah Daerah. Peralatan yang baik (praktis, efisien, dan efektif) dalam hal ini jelas diperlukan bagi terciptanya suatu Pemerintah Daerah yang baik seperti alat-alat kantor, alat-alat komunikasi dan transportasi, dan sebagainya. 4. Organisasi dan manajemennya harus baik. Organisasi yaitu susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugasnya dan hubungannya satu sama lain, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan tertentu. Sedangkan manajemen adalah proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerja sama, sehingga tujuan yang telah ditentukan benar-benar tercapai. Dapat diasumsikan bahwa pada dasarnya unsur terpenting dalam proses pemekaran bukanlah hanya sebatas tentang percepatan pembangunan. Secara mikro harus dikaji paling tidak potensi-potensi yang ada di daerah yang akan dimekarkan, misalnya bagaimana potensi ekonominya, bagaimana sumber daya dan yang paling penting adalah bagaimana sumber daya tersebut dapat mengelola secara baik dan mengacu kepada sistem yang transparan serta akuntabel. B.N Marbun (2010 : 9), prinsip otonomi daerah berarti daerah telah memiliki potensi untuk merealisasikan isi dan jenis otonomi yang dilimpahkan, dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.adapun arti otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi. Maka dari itu Kabupaten Bintan harus mempersiapkan ke 4 (empat) hal di atas terutama organisasi dan manajemen
Pemerintahan Daerah yang baik, ini semua tergantung kepada Kepala Daerah beserta jajaranya dalam menggerakkan pemerintahan seefektif dan seefesien mungkin dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan Undang-Undang. Hal ini bertujuan agar pemekaran wilayah yang nantinya sudah terbentuk akan dapat berjalan dengan baik, dan pada akhirnya pemekaran wilayah ini tidak akan sia-sia setelah menelan dana besar dan merugikan banyak pihak. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah merupakan suatu hak yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menjalankan urusan rumah tangga daerahnya sendiri disertai pengawasan dari pusat. Dalam hal ini masyarakat diharapkan berperan aktif dengan tujuan adanya kemandirian untuk mengelola daerahnya sesuai dengan potensi daerah masing-masing, serta adanya kesiapan daerah dalam menyambut otonomi daerah ini. Dimana pihak yang bertanggungjawab untuk menjalankan proses pembagunan daerah adalah pemerintah daerah tersebut. Harapan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah adalah lebih meningkatkan pelayanan dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Bagi masyarakat keberhasilan otonomi daerah adalah terwujudnya kehidupan yang lebih baik, lebih adil serta lebih terlindung dari kriminalitas dan lingkungan hidup yang lebih nyaman. Salah satu aspek yang penting otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, serta memberikan pelayanan yang prima kepada publik (HAW. Widjaja, 2005 : 35). 2.1.2 Pemekaran Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, Pemekaran Daerah merupakan pemecahan Provinsi atau Kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Dalam hal pemekaran ini dapat berupa pembentukan daerah yaitu pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi atau daerah Kabupaten/kota. Penghapusan daerah yaitu
pencabutan status sebagai daerah Provinsi atau daerah Kabupaten/kotadan penggabungan daerah yang merupakan penyatuan daerah yang dihapus ke dalam daerah lain yang bersandingan. Kebijakan untuk melakukan pemekaran daerah merupakan suatu tuntutan masyarakat yang merasa daerahnya dieksplorasi dan dieksploitasi pusat secara berlebihan, oleh karena itu hal inilah yang melatarbelakangi dan juga bisa dikatakan memaksa masyarakat dan pemerintah daerah untuk segera melakukan dan meyelenggarakan pemekaran wilayah, dengan segera mengajukan proposal dan berkas-berkas yang berkaitan dengan pemekaran daerahnya (Wendra Yunaldi, analisis pemekaran wilayah 15 Februari 2010). Pemekaran daerah sebagai proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah merupakan semacam fenomena yang terus berkembang di Indonesia, baik itu pemekaran Provinsi, maupun pemekaran Kabupaten/kota, H.R Makagansa (2008 : 35), pasca tahun 1999 sampai tahun 2008, tercatat pertambahan jumlah Kabupaten/kota di Indonesia sudah bertambah dengan 183 daerah mekaran, yang terdiri dari 151 kabupaten, 32 Kota. Ini super lonjakan, artinya pertumbuhan jumlah daerah Kabupaten/kota terjadi rata-rata 20 daerah, sedangkan jumlahnya naik 40% hanya dalam waktu 9 tahun, hal ini berkaitan dengan dampak positif era reformasi, dimana setiap daerah dituntut untuk memajukan daerahnya sendiri dengan melihat potensi yang ada pada daerah tersebut. Berbicara tentang pemekaran daerah tidak terlepas dari teori desentralisasi, sebagai wujud dari tuntutan akan penerapan prinsipprinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara. Namun jika dilihat lebih jauh apakah prinsip tersebut merupakan prinsip yang berasal dari partisipasi masyarakat, yang menjadi pertanyaan penulis dalam skripsi ini adalah apa yang membuat masyarakat dan pemerintah lokal ingin memekarkan diri sebagai daerah baru, apakah ini semacam euphoria reformasi yang mengakibtakan membanjirnya draf usulan pemekaran wilayah di DPR, jika dilihat masyarakat yang akan terkena imbasnya, dimana seharusnya pemerintah induklah yang
seharusnya lebih memiliki kontrol terhadap daerahnya. 2.1.3 Mekanisme Pemekaran Daerah Adapun tata cara pembentukan daerah Kabupaten/kotasebagaimana dimaksud dalam PP No. 78 Tahun 2007 Pasal 16 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah adalah sebagai berikut: 1. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan diwilayah yang menjadi calon cakupan wilayah Kabupaten/kota yang akan dimekarkan; 2. DPRD Kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi tersebut dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain; 3. Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi dalam bentuk Keputusan Bupati/Walikota berdasarkan hasil kajian daerah; 4. Bupati/Walikota mengusulkan pembentukan kabupaten/kotakepada Gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan: a. Dokumen aspirasi masyarakat calon Kabupaten/kota; b. Hasil kajian daerah; c. Peta wilayah calon Kabupaten/kota; dan d. Keputusan DPRD Kabupaten/kota dan Keputusan Bupati/Walikota (syarat administratif). 5. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah 6. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon Kabupaten/kota kepada DPRD Provinsi; 7. DPRD memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/kota; dan
8. Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan Kabupaten/kota, Gubernur mengusulkan pembentukan Kabupaten/kota kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan: a. Dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/kota; b. Hasil kajian daerah; c. Peta wilayah calon Kabupaten/kota; d. Keputusan DPRD Kabupaten/kotadan keputusan Bupati/Walikota (syarat administratif); dan e. Keputusan DPRD Provinsi dan Keputusan Gubernur (syarat administratif). Menteri membentuk Suatu tim untuk melakukan penelitian terhadap usulan pembentukan Kabupaten, kemudian berdasarkan hasil penelitian, Menteri menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah kepada DPOD (Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah). Berdasarkan rekomendasi usulan pembentukan daerah, Menteri meminta tanggapan tertulis para Anggota DPOD pada sidang DPOD. Dalam hal DPOD memandang perlu dilakukan klarifikasi dan penelitian kembali terhadap usulan pembentukan daerah, DPOD menugaskan Tim Teknis DPOD untuk melakukan klarifikasi dan penelitian. Berdasarkan hasil klarifikasi dan penelitian tersebut, DPOD bersidang untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai usulan pembentukan daerah. Selanjutnya Menteri menyampaikan usulan pembentukan suatu daerah Kepada Presiden berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD. Dalam hal Presiden menyetujui usulan pembentukan daerah, Menteri menyiapkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang pembentukan daerah. Setelah Undang-undang pembentukan daerah diundangkan, Pemerintah melaksanakan peresmian daerah dan melantik pejabat kepala daerah.Peresmian daerah tersebut dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan sejak dilaksanakannya Undang-undang tentang pembentukan daerah. Pemerintah melakukan pembinaan melalui fasilitas terhadap daerah otonom baru sejak peresmian daerah dan pelantikan pejabat kepala daerah berupa: a. Penyusunan perangkat daerah
b. c. d. e.
Pengisian personil Pengisian keanggotaan DPRD Penyusunan APBD Pemberian hibah dari daerah induk dan pemberian bantuan dari provinsi f. Pemindahan personil, pengalihan asset, pembiayaan dan dokumen g. Penyusunan rencana umum tata ruang daerah h. Dukungan bantuan teknis infrastruktur penguatan investasi daerah Pemberian fasilitas tersebut pada huruf a, hurufb, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan 3 tahun berturut-turut sejak peresmian dilaksanakan oleh Gubernur bersama Bupati kabupaten induk. Kemudian pada huruf g dan huruf h dilaksanakan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-departemen secara bertahap dan terpadu. Adapun dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan Kabupaten/kota dibebankan pada APBD Kabupaten/kota induk dan APBD Provinsi. Hasil studi dari Bank Dunia menyimpulkan, adanya empat indikator utama pendorong pemekaran daerah di masa reformasi : 1. Motif efektifitas/efisiensi administrasi pemerintahan, mengingat wilayah daerah yang begitu luas, penduduk yang menyebar, dan ketertinggalan pembangunan; 2. Kepentingan homogenitas (etnis, agama, tingkat pendapatan); 3. Adanya kemanjaan fisikal yang dijamin oleh Undang-Undang (disediakannya dana alokasi umum, bagi hasil dari sumber daya alam); 4. Motif pemburu rente para elite, atau yang lebih dikenal dengan motif tersembunyi dari pemekaran, untuk kepentingan Parpol tertentu. Pemekaran daerah di Indonesia serta problematik yang dihadapinya dari tahun ketahun mengalami perubahan-perubahan, dimana problem disetiap satu daerah yang dimekarkan akan berbeda dengan daerah lainnya, banyaknya pemekaran daerah tersebut mengindikasi telah terjadinya semacam bisnis atau industri pemekaran yang tidak lagi melihat kaidah-kaidah normatife tentang yang tersurat
dalam Undang-Undang pemekaran (Tri Ratnawati, 2009 : 15). Dapat disimpulkan oleh penulis, dalam perjalanan pemekaran daerah, kepentingan politik dan elitnya ikut dipertaruhkan dalam proses pemekaran, selain faktor ketidakadilan ekonomi, politik juga motif yang sangat terlihat jelas dimana akan terjadi peluang perekrutan jabatan bagi elite lokal. Menurut H.R Makagansa (2008 : 171), mengatakan ; “Pemekaran daerah saat terwujud memang selalu akan ditindaklanjuti dengan struktur kekuasaan pemerintahan daerah, yang garis besarnya terdiri dari cabang kekausaaan eksekutif dan legislatif. Pembentukan daerah baru itu tak pula akan melahirkan peluang perekrutan Kepala Daerah dan Wakil serta minimal belasan Kepala Dinas, Badan dan Lembaga Teknis Daerah. Belum terhitung posisi-posisi birokrasi pemerintahan lain dalam lingkup pemerintahan kabupaten/kota pemekaran, ratusan hingga ribuan orang akan direkrut dan bekerja diberbagai posisi dan formasi pemerintahan daerah baru yang dibentuk Makna politik dalam pemekaran ibarat “Sayur tanpa garam”, dalam artian setiap ada pemekaran daerah tersirat makna untuk menjadi berkuasa di daerah baru yang dimekarkan, motif-motif yang mendorong daerah untuk dimekarkan antara lain poltik percepatan pembangunan, politik Kontestasi Elite Lokal, dan politik mencari popularitas. Percepatan pembangunan adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdayasumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tertentu. Sehingga hal ini lah yang menjadi motif pemekaran daerah baru, tidak meratanya pembangunan di daerah, sehingga dijadikan acuan agar kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik, dikarenakan rentang kendali yang nantinya dilakukan oleh pemerintah akan efesien dan efektif, dengan misi meningkatkan pelayanan publik yang tidak dapat disediakan oleh organisasi lain dan diperlukannya keberadaan pemerintah dalam hal ini untuk
mencapai tujuan bersama (Sadu Warsisitiono 2007 : 2). Master plane percepatan pembangunan di Indonesia adalah sebuah pola induk perencanaan ambisius dari pemerintah Indonesia untuk dapat mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi dan pemerataan kemakmuran agar dapat dinikmati secara merata di kalangan masyarakat, dan ini akan didukung berdasarkan potensi demografi dan kekayaan sumber daya alam, dan dengan keuntungan geografis masing-masing daerah (Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, id.m.wikipedia.org/wiki/masterplanepercepatan-dan-perluasaan-pembangunanekonomi-indonesia, diakses 10 Juli, pukul 8.00 WIB). Hal ini lah yang menjadikan kuat, bahwa aspirasi ini harus berasal dari masyarakat dimana dalam hal pemekaran apakah pemekaran nantinya dapat digambarkan sebagai daerah yang baru dengan masyarakat yang sejahtera, bagaimana potensi-potensi tersebut dapat direalisasikan dengan situasi dan kondisi calon daerah pemekaran, apakah pengkajian layak atau tidak layaknya daerah dimekarkan sudah melihat hal tersebut, dikarenakan sekian banyak pemekaran wilayah yang ada di Indonesia, dari data evaluasi internal yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri 70 % dari 205 daerah otonom baru (DOB) telah gagal. Gamawan Faudzi menilai, pemekaan wilayah yang terjadi hingga kini belum memuaskan bagi kesejahteraan rakyat (Bernardo J, m.liputan6.com/news/read/586239. Diakses tanggal 10 Juli 2014, jam 9.00 Wib). Gagasan otonomi daerah memiliki kaitan sangat erat dengan demokratisasi kehidupan politik dan pemerintah di tingkat lokal, premis dasarnya, agar demokrasi terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang luas dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sebagai suatu sistem Negara kesatuan (Murtir Jeddawi, 2009 : 3). Pro kontra pemekaran dapat dijadikan ajang bagi setiap orang untuk memberikan ideide tentang kesejahteraan, tidak jarang dalam pelaksanaan proses pemekaran banyak elite-elite yang ikut dalam proses tersebut (baik yang pro maupun yang kontra), dan yang menjadi
permasalahan adalah objek dari wacana-wacana serta ide-ide gagasan tersebut adalah masyarakat, pertaruhan kesejahteraan masyarakat. Menurut Syarif Hidayat dalam Buku Murtir Jeddawi (2009 :126) sebagian besar daerah pemekaran dibentuk oleh elite politik daerah, buan atas usul masyarakat, kelompok elite dimaksud, umumnya adalah pejabat yang ingin kembali berperan dalam panggung politik, yang berada dalam lingkungan kekuasaan masa lalu. Kajian tentang pemaknaan pemekaran daerah pernah dilakukan Syafarudin pada tahun 2009, dalam kajian tersebut dikumpulkan berbagai makna politik tentang pemekaran daerah yang dilakukan oleh berbagai peneliti sebelumnya, makna politik dari berbagai kajian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Maka makna politik yang dominan mengenai pemekaran daerah adalah: (1) politik percepatan pembangunan; (2) politik identitas etnis/agama; (3) politik kontestasi elite lokal. Sedangkan makna politik yang minoritas mengenai pemekaran adalah: (1) politik integrasi; (2) politik uang; (3) politik partai memenangkan pemilu. Beberapa faktor penyebab terjadinya pemekaran di antaranya adalah (a) faktor-faktor pendorong seperti (1) faktor kesejarahan, (2) faktor tidak meratanya pembangunan, (3) rentang kendali pelayanan publik yang jauh, dan (4) tidak terakomodasinya representasi politik, dan (b) faktor penarik, yaitu kucuran dana (fiskal) dari pusat. Sedangkan faktor yang memfasilitasi munculnya pemekaran di antaranya adalah: (1) Proses persiapan untuk mekar; (2) Political crafiting oleh paraelite; (3) Kondisi perpolitikan nasional; dan (4) faktor tuntutan keamanan daerah perbatasan (Murtir Jeddawi, 116: 2009).
METODE 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penulis berupaya mencari faktafakta sesuai dengan ruang lingkup judul penelitian, kemudian menggambarkan suatu fenomena yang diteliti secara apa adanya di lapangan. Menurut Sugiyono (2005:11)
“Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variabel mandiri, baik satu variabel maupun lebihtanpa membuat perbandingan atau menghubungkan satu variabel dengan variabel yang lain.” Dalam kaitannya dengan penelitian ini, untuk mendapatkan berbagai gambaran dan permasalahan dalam analisa penyebab pemekaran Kabupaten Bintan Timur. 2. Subjek Penelitian Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pemerintah Kabupaten Bintan, dalam hal ini BAPPEDA (Badan Perencanaan Pengembangan Daerah) Bintan. 3. Objek Penelitian Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah daerah Kabupaten Bintan Timur, karena daerah ini direncanakan sebagai daerah pemekaran. 4. Informan Informan merupakan orang yang berada di lokasi penelitian, yang berhubungan dengan penelitian ini sehingga penulis mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari informan tersebut. Kemudian Ketua BAPPEDA Bintan serta salah satu staff yang berada di BAPPEDA Kabupaten Bintan sebagai Key informan, adapun yang menjadi alasan penulis memilih mereka sebagai informan karena menurut penulis bahwa instansi merekalah yang bertanggungjawab dalam melaksanakan pemekaran daerah di Kabupaten Bintan. Adapun yang dipilih penulis sebagai informan adalah: 1. Bupati, Wakil Bupati, atau Sekretaris Daerah (Sekda) Bintan, selaku pembuat kebijakan di daerah Kabupaten Bintan. 2. Kepala BAPPEDA Kabupaten Bintan, selaku pelaksana pembangunan daerah di Kabupaten Bintan. 3. DPRD Bintan, selaku lembaga yang mewakili aspirasi masyarakat di daerah Bintan serta berpengaruh terhadap keputusan anggaran. 4. Tokoh pemekaran, selaku yang mengetahui tentang seluk beluk wilayah Kabupaten Bintan. 5. Masyarakat setempat atau tokoh masyarakat, karena pemekaran daerah ini berkaitan langsung dengan pendapat atau aspirasi dari mereka.
5. Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data yang dipergunakan yaitu: a. Data primer Data primer yaitu data pokok yang didapat langsung dari lokasi penelitian, diproses dari responden yang menjadi sasaran penelitian yang meliputi data tentang pemekaran,dan dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bintan khususnya penyebab keinginan masyarakat Bintan Utara untuk memekarkan daerahnya. b. Data sekunder Menurut Mayer dan Green Wood, terjemahan (1984:361), yang dimaksud dengan data sekunder adalah “data yang dikumpulkan untuk suatu maksud yang lain tetapi digunakan kembali oleh analisis dalam suatu desain riset yang baru.” Dari teori di atas maka dapat diartikan bahwa data sekunder adalah data-data yang terdokumentasi dan memiliki kebutuhan dalam melakukan penelitian.Ini diperoleh langsung dari kantor BAPPEDA Bintan seperti buku-buku, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 6. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penulis menggunakan beberapa teknik, sebagai berikut: a. Observasi Observasi adalah penulis melakukan pengamatan langsung ke lapangan kemudian mencatat semua kejadian-kejadian, perilaku, obyek yang dilihat berdasarkan fakta-fakta yang terdapat di lokasi penelitian tersebut. b. Wawancara Wawancara adalah penulis melakukan tanya jawab secara langsung untuk mendapatkan informasi kepada kepala BAPPEDA Bintan dengan alat yang digunakan adalah pedoman wawancara yang disusun terlebih dahulu, dan penulis menggunakan teknik wawancara terbuka.
c. Dokumentasi Dokumentasi adalah segala jenis dokumentasi yang berada di kantor BAPPEDA Bintan yang berhubungan dengan penelitian ini. 7. Teknik Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini adalah menggunakan secara deskriptif kualitatif, di mana penulis mengulas atau menggambarkan sesuai dengan kenyataan dan fenomena yang terjadi pada saat keluarnya isu pemekaran daerah Kabupaten Bintan sampai proses pemekaran Kabupaten Bintan berkembang menjadi Kabupaten Bintan Kepulauan dan Kabupaten Bintan Utara. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Faktor Penyebab Pemekaran Daerah Bintan a. Faktor Politis, Kecendrungan yang dipertimbangkan untuk pemekaran daerah Bintan Timur adalah terkait dengan pertimbangan pemerataan dan terlalu luasnya daerah bintan, namun kepentingan yang sangat penting haruslah dikaji lebih mendalam dan di anlisis secara kualitas, satu sisi diharapkan pemekaran Bintan Timur akan mampu menjalankan bagaimana roda pemerintahan kedepan, baik itu eksekutif maupun legislatif apakah eksekutif telah memadai, bagaimana situasi sarana dan prasaran pemerintahan yang akan dijadikan sebagai daerah otonom baru, indikasi lobi-lobi dikalangan elite sebagai suatu proses administrasi sebagai salah satu contoh yang dijadikan syarat yang sangat mendasar untuk melakukan pemekaran kepada dewan pertimbangan otonomi baru (DPOB), sehingga analisis kajian-kajian yang lain cendrung tidak dipertimbangkan secara kualitas, hanya mengandalkan angka-angka yang bersifat kuantitas atau tercapai atau tidak dicapai, dan hal ini lah yang menjadikan para elite untuk mencari popularitas b. Faktor efektivitas dan efisiensi, Esensi pemekaran adalah untuk memperpendek rentang kendali serta menciptakan pemerataan pembangunan yang berkeadilan dan kesejahteraan, konsentrasi pembangunan yang tidak merata sehingga masyarakat beranggapan pemerintah induk tidak mampu menjawab persoalan-persoalan rakyat secara konsisten, jauhnya jarak pelayanan publik kepada masyarakat dan kurangnya konsentrasi pembangunan yang tidak merata yang dilakukan oleh pemerintah induk harusnya dijadikan tantangan oleh pemerintah induk untuk dicarikan solusinya, dan diharapkan upaya-upaya bagi-
bagi kekuasaan semestinya tidak menjadi alasan yang selama ini dijadikan kekuatan sebagai bentuk aspirasi rakyat c. Faktor Aspirasi Masyarakat, Aspirasi rakyat Bintan Timur bisa lebih terdengar, dimana keinginan pemekaran ini berasal dari tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh adat bersatu dalam mengawal pemekaran daerah Bintan Timur, selain itu pemerintah juga mengapresiasi keinginan pemekaran daerah Bintan Timur, hal ini berkaitan dengan terpenuhi aspirasi rakyat sebagai dasar pendidikan politik dan bebas mengeluarkan pendapat bagi setiap masyarakat untuk memajukan daerahnya. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa prospek pemekaran daerah bintan Timur haruslah dilihat secara jelas, apakah penduduk cukup prospektif, bagimana persyaratan administrasi dapat terpenuhi serta kemampuan daerah nantinya dalam hal finansial, kelemahankelemahan SDM yang belum kuat harusnya dapat dikaji, agar kerawanan politik dan konflik elite tidak menjadikan rakyat sebagai objek saja. 2. Hambatan dan Dukungan Proses Pemekaran Bintan Timur a. Pembangunan Ekonomi Masyarakat Bintan, Kabupaten Bintan Kepulauan atau yang lebih kita kenal Bintan Timur rencananya akan dijadikan sebagai daerah pemekaran, daerah ini akan dikembangkan berdasarkan potensi yang dimilikinya dan diperkirakan akan lebih maju dibandingkan daerah induknya. Diantaranya potensi-potensi yang akan digali dari Kabupaten Bintan Kepulauan ini antara lain industri perikanan, perkebunan, pelabuhan baik nasional maupun internasional, pembangunan smelter yang rencananya akan dibangun di daerah Kalang Batang. Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu harus dimurnikan pada smelter. Smelter itu sendiri adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar
sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut telah meliputi pembersihan mineral logam dari pengotor dan pemurnian. Dengan dibangunnya smelter di daerah Bintan akan menyerap tenaga kerja bagi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Bintan. Selain itu, nilai jual bauksit akan lebih mahal atau sekitar 10 kali lipat dibandingkan hanya dijual mentahnya saja, sehingga akan berdampak pada pendapatan bagi daerah Bintan Potensi-potensi yang dapat dilihat dari calon Kabupaten Bintan Timur adalah potensi pertanian yang di dalamnya mencakup sektor pangan dan hortikultura, dan ini juga sejalan dengan program pusat untuk peningkatan sarana produksi pertanian, jika dilihat dari data terkait dengan potensi pertanian di daerah Bintan Timur, potensi pengembangan menurut kecamatan yang nantinya merupakan wilayah administrasi Bintan Timur b. Polemik Pemekaran Kabupaten Bintan Timur, Dinamika pembentukan Bintan Timur, tidak terlepas dari beberapa kiprah elit lokal yang sangat mendukung pembentukan tersebut, jika dilihat dari sejarah pembentukan Bintan Timur, sebelum BP2KBT menjadi wadah aspirasi untuk pemekaran Bintan Timur, maka BP2KBU adalah wadah yang sebelumnya dikatakan gagal, menjadi pertanyaan penulis terkait dengan hal ini. Pemekaran daerah merupakan dampak kontestasi elite lokal. Elite lokal yang kalah bersaing di pilkada, tidak mendapat kursi di DPRD, dan birokrasi biasanya mempelopori urusan pemekaran daerah. Daerah induk kadang menentang, namun tak jarang kabupaten induk mengalah (mendukung pemekaran) asalkan dirinya tidak diganggu selama menjabat. Dalam beberapa kasus, ada juga karena kalangan intelektual kalah bersaing di kampus, maka mengusulkan pemekaran di daerah asalnya (Syafarudin). Maka dalam hal ini sesuai dengan salah satu variabel yaitu Politik Kontestasi Elit Lokal. Dari gambaran diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa perebutan kekuasaan masih cenderung menjadi motif dasar pemekaran, kepentingan politik bisa saja menjadi alasan dasar untuk memikirkan percepatan, melihat dari sumber daya yang dimiliki, beberapa dari SDM pelaku pemekaran adalah pejabat-pejabat yang dulu pernah
menjabat di pemerintahan maupun legislatif. Dukungan pemerintah yang responsif, menjadi kekuatan besar bagi BP2KBT untuk mengawal proses pemekaran. c. Potensi Elite Lokal, Ajang bagi pejabat publik, anggota DPRD, anggota DPR, DPD, dan Presiden mencari popularitas. Alasannya the power of elite itu saling berlomba-lomba mendengarkan dan mewujudkan aspirasi rakyat dengan harapan rakyat mengetahui peran mereka dipilih kembali. Dengan mewujudkan pembentukan daerah seolah-olah aspirasi masyarakat diwujudkan dan ini merupakan bagian dari pencitraan politik (Syafarudin). Dorongan untuk memisahkan Kabupaten Bintan Timur dari Kabupaten Bintan Utara tidak hanya dijadikan sebagai komoditas politik semata dari segelintir orang-orang yang punya kepentingan. Jika memang keinginan itu serius dan murni dari warga Bintan, akan lebih terbuka peluang jika ditempuh melalui jalurjalur resmi secara konstitusional tanpa perlu memanfaatkan momentum jelang pesta demokrasi. Dari pengamatan dan pandangan penulis dari beberapa elite yang mencari popularitas dalam hal pembentukan daerah otonom baru Bintan Timur, pro kontra dalam berdemokrasi sangat di wajarkan, namun dengan adanya proses pemekaran Bintan Timur, masih banyak dijadikan sebagai ajang untuk mencari popularitas semata, hal ini dapat dilihat dari tokoh-tokoh pembentukan, hampir dari segian banyak adalah wajah-wajah lama yang tidak lagi menjadi legislatif. Jika dilihat dari struktur kepengurusan BP2KBT setelah pemekaran nantinya disahkan dalam Undang-Undang akan ada beberapa contoh permasalahan yang mungkin saja terjadi, jika dibandingkan dengan beberapa daerah yang telah mekar, masalah yang sering terjadi adalah : 1. Konflik dengan kekerasan (Provinsi Irian Jaya Barat); 2. Menurunnya jumlah penduduk dan PAD Secara drastis (Kabupaten Aceh); 3. Menyempitnya luas wilayah dan beban daerah Induk (Halmahera Selatan); 4. Perebutan wilayah dan masalah ibukota pemekaran (Sulawesi Tengah); 5. Perebutan Aset (Kabupaten Bulungan).
Pemekaran daerah merupakan ajang pejabat publik politisi, anggota DPRD, anggota DPR, DPD, dan Presiden mencari popularitas. Alasannya the power of elite itu saling berlomba-lomba mendengarkan dan mewujudkan aspirasi rakyat dengan harapan rakyat mengetahui peran mereka dipilih kembali. Dapat disimpulkan betapa menjadi tugas berat masyarakat Bintan Timur untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan masyarakat melalui BP2KBT, dengan melihat kepada proses yang ada, dimana kekuatan-kekuatan politik dan aspirasi politik dari masyarakat Bintan untuk dimekarkan adalah hak setiap daerah, namun harus dipikirkan, kekuasaan yang telah diamanahkan rakyat nantinya harus berkiblat untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau golongan, agar jika proses tersebut terjadi, Bintan akan menjadi slah satu daerah yang sukses dalam tujuan percepatan pembangunan. Kesimpulan Berangkat dari permasalahan yang diangkat oleh penulis, ada beberapa kesimpulan yang ditemukan oleh penulis, permasalahan pemekaran wilayah sudah ada sejak masa orde baru, namun dalam perjalanannya baru di era reformasi menggunakan konsep-konsep yang baru, pada masa orde baru eksploitasi sumber daya daerah banyak digunakan untuk pembangunan yang terpusat, di era saat ini melalui undang-undang yang telah ada daerah dituntut untuk lebih maju dan mampu bersaing dengan daerah lainnya sehingga diharapkan terjadi pemerataan kesejahteraan didaerahnya. Forum kesatuan adat istiadat beserta hak-hak tradisonalnya dijadikan langkah untuk mencerminkan ke-bhinekaan, oleh itu pemekaran selain sebagai meningkatkan kesejahteraan, pemekaran menjadi sangat penting jika konsep dan perkembangannya menjaga keanekaragaman adat istiadat yang nantinya menjadi keanekaragaman dalam budaya nasional. Prosedural pemekaran harus sesuai dengan Undang-undang, yang menjadi syarat sah berupa syarat administrasi, teknis, dan fisik kewilayaan, dan hal ini juga lah yang menjadi dasar pemikiran sadar bahwa pelayanan publik
pemerintah Bintan tidak bisa maksimal, karena terlalu luasnya daerah Kabupaten Bintan, dan muncullah inisiatif dari sebagian masyarakat untuk mendirikan serta mengawal proses pemekaran. Dalam banyak kasus pemekaran daerah di Indonesia, ide dan gerakan pemekaran tersebut muncul dari sekelompok elite politik yang memiliki tendensi poltik yang melatarbelakangi munculnya ide dan gerakan pemekaran daerah. Seperti para mantan kepala daerah yang kalah dalam pemilukada sebelumnya, atau sekelompok orang yang hanya menginginkan potensi sumber daya yang ada di daerah tersebut. Akan tetapi di Bintan Timur, menegaskan bahwa wacana ini adalah sah dari aspirasi masyarakat, jajaran pemerintahan Bintan pun mendukung aspirasi tersebut dengan dikawal oleh Badan Perjuangan Pembentukan Kabupaten Bintan timur (BP2KBT), walaupun pada hakikatnya para elit politiklah yang memang menegaskan wacana ini untuk segera terjadinya proses pemekaran. Adanya perubahan proses pemekaran di Kabupaten Bintan merupakan suatu kesimpulan dari penelitian ini, yaitu dari Kabupaten Bintan Timur sebagai Kabupaten induk dan Kabupaten Bintan Utara sebagai kabupaten pemekaran, dalam perjalanannya berubah menjadi Kabupaten induk dan Kabupaten Bintan Timur menjadi kabupaten pemekaran. Serta adanya pro dan kontra dalam proses pemekaran ini, hal ini harus dikelola dengan baik untuk menghindari perpecahan di masyarakat, walaupun pada kenyataannya tidak begitu membesar kontra yang ada.
Bandung:
Hendrayady, Agus, dkk. Pedoman Teknik Penulisan Usulan Penelitian dan Skripsi Sarjana FISIP UMRAH. 2011 Hidayat, Syarif. 2009. Pro Kontra Pemekaran Daerah (Analisis Empiris). Yogyakarta: Total Media Jeddawi, Murtir. 2009. Pro Kontra Pemekaran Daerah (Analisis Empiris). Yogyakarta: Total Media Kaloh, J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineka Cipta Makagansa H.R. 2008. Tantanagan Pemekaran Daerah. Yogyakarta: Fuspad Marbun, B.N. 2010. Otonomi Daerah 19452010, Proses dan Realita. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Ratnawati, Tri. 2009, Pemekaran daerah Politik Lokal dan Beberapa isu terseleksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Riwu Kaho, Josef. Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada Sabarno, Hari. 2008. Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa. Jakarta: Sinar Grafika Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kualitatif dan kuantitatif. Bandung: Alfabeta
Daftar Pustaka Buku-buku: Abdullah, Rozali. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta: RajaGrafindo Persada Bungin, Burhan. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo Persada Effendy, Khasan. Organisasi:
Morbidtarium Pemekaran. CV. Indra Prahasta
2009. Pengembangan Moratorium dan
Suradinata, Ermaya. 2000. Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Kerangka Untuk Meningkatkan Integritas Bangsa, Lembanga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Kursus Singkat Angkatan (KSA)8. Lembaga Ketahanan Nasional, Departemen Pertahanan Tim Redaksi. 2010. Perundang-undangan Tentang Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pustaka Yustisia
Warsisitiono, Sadu. 2007. Studi Kelayakan Pemekaran Wilayah Tangerang Selatan, Tinjauan Terhadap 36 Kecamatan dan Kondisi Batas Alam. Bandung, Jatinangor Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta: RajaGrafindo Persada . 2003. Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II. Jakarta: RajaGrafindo Persada . 2005. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada Undang-undang: Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Seri Kuala Lobam Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Jurnal: Jurnal Ilmu Pemerintahan. 2010 edisi 33. Jurnal Pencerahan Untuk Memajukan Pemerintahan, Reposisi Daerah Otonom. Jakarta: Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia Arianto, Bismar, dan Afrizal. 2013. Laporan Tahunan/Akhir Penelitian Dosen Pemula: Fenomena Pemekaran Daerah di Provinsi Kepri (Studi Pemekaran Daerah di Kabupaten Bintan). Umrah Pusat Studi Politik Lokal dan Pembangunan FISP Umrah, Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur
Jurnal Perbatasan Volume 3, Nomor 3. 2012. Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur Provinsi Kepulauan Riau Internet: http://mip.umy.ac.id/index.php?option=com_con tent&view=article&id=48:studi- kelayakanpemekaran-bintan-utara&catid=6:beritamip&Itemid=18 http://www.batamtoday.com/berita23576-IlusiKesejahteraan-PemekaranKabupatenBintan.html http://www.kemendagri.go.id/pages/profil/daera h/kabupaten/id/21/name/kepulauanriau/detail/2101/bintan http://wwwtanjungpinangpos.co.id/2013/06/714 90/pansus-serahkan-pemekaran- kepadarakyat.html (Facebook I Love Tanjungpinang) 14 Mei 2013 (http://butontengah.blogspot.com/2009/09/opinipemekaran-daerah-ambisi-elit-atau.html Wendra Yunaldi, SH., MH., Analisis Pemekaran Daerah, dimuat pada tanggal 15 Februari 2010, artikel ini (batamtoday.com/berita/37367pengurus-BP2KBU-minta-ketua-umum-bp2kbtmundur.html, diakses 5 Juli 2014, 07.06 Wib) (www.tanjungpinangpost.co.id/2014/02/90418/e nam-fraksi-setutu-pemekaran/html (www.tanjungpinangpost.co.id/2013/12/85780/p ekan-ini-ansar-bahas-bersamaskpd/html, diakses 7 Juli 2014, 13.30 WIB) (www.haluankepri.com/bintan/63518Pemekaran-Kabupaten-Bintan-Mintaditelaah.html, diakses 7 Juli 2014, 14.10 WIB) (Praharsee.blogspot.com) (http://nasional.sindonews.com/read/828 844/12/dilema-pemekaran-daerah). (haluankepri.com/bintan/60145-bp2kbtserahkan-berkas-pemekaran-bintan-kegubernur.html)
(posmetrobatam.com/2013/11/-pemekaranbintan-timur-ditolak/http (www.tanjungpinangpos.co.id/2013/06/70356/ke butuhan-rakyat-bintan/http (www.tanjungpinangpos.co.id/2013/06/71460/pa nsus-serahkan-pemekarankepadarakyat/html (www.batamtoday.com/berita43191-pengurus bp2kbu-pertanyakan-pencatutan-nama/ www.tanjungpinangpost.co.id/2014/05/96274/ko misi-i-dprd-kepri-temui-pengurus-bp2kbt/