PEMBAHASAN UMUM
Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sifat fisis, mekanis serta keragaan kayu yang telah mengalami densifikasi parsial pada umumnya meningkat. Untuk tujuan sebagai bahan baku furniture, proses densifikasi tersebut tidak perlu dilakukan terlalu tinggi karena dengan tingkat pemadatan yang hanya 20% pada kompresi dan tingkatan polimer yang hanya quarter load ternyata sudah cukup memberikan hasil yang memadai. Peningkatan sifat-sifat kayu yang terdensifikasi parsial tersebut disebabkan karena adanya gradasi kerapatan, kristalinitas, sudut mikrofibril dan relokasi lignin dari bagian dalam ke bagian permukaan kayu. Secara teoritis, saat dikering-anginkan (conditioning), kayu yang telah dikempa akan mengembang (spring back) akibat adanya perubahan suhu dan kelembaban udara sekitar. Namun, fenomena ini tidak berlaku pada penelitian ini dimana spring back yang terjadi khususnya pada kayu Agatis sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Hal ini terkait dengan perlakuan awal yang diberikan sebelum kayu dikempa, yaitu dipanaskan pada suhu di atas 120°C. Perlakuan awal ini mengakibatkan lumen dan rongga sel penyusun kayu menjadi elastis sehingga lebih mudah dipadatkan.
Suhu yang tinggi juga
menyebabkan terjadinya pengurangan molekul air, karena rusaknya ikatan H antar molekul-molekul air yang dapat mencapai daerah kristalit. Itulah sebabnya papan Agatis lebih stabil dimensinya (tidak mudah mengembang atau menyusut pada kondisi kering udara). Hal ini berbeda dengan kayu Agatis terpadatkan tanpa melalui proses plastisasi (perlakuan awal sebelum pemadatan) sebagaimana Sulistyono (2001). Menurut Stamm (1964), hemiselulosa akan terdegradasi saat kayu dipanaskan pada suhu 180°C. Akibatnya, terjadi pelepasan (release) tegangan yang tersimpan dalam mikrofibril dan perombakan polimer-polimer dinding sel (Dwianto, 1999). Pengempaan suhu tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi berikatan silang didalam polimer-polimer dinding sel. Dengan adanya 113
pengguntingan dan pengikatan silang antar molekul-molekul yang terjadi selama pengempaan memungkinkan mantapnya deformasi yang terjadi. Menurut Mitsui et al., (2008), pemanasan pada suhu 140oC selama 100 jam pada kayu akan mendegradasi kelompok-kelompok hidroksil selulosa. Degradasi ini diawali dari daerah amorphous, berlanjut ke semikristalin dan diakhiri di daerah kristalin. Perubahan dari amorphous menjadi kristalin akan mengakibatkan penurunan daya serap air sehingga kayu akan lebih stabil. Perubahan ini juga ada hubungannya dengan penurunan berat pada kayu yang dipanaskan. Lamanya pemanasan yang diberikan akan mempengaruhi besarnya pengurangan berat kayu. Semakin lama kayu dipanaskan, semakin tinggi pula penurunan beratnya (Dwianto et al., 1998). Kekuatan kayu dipengaruhi oleh kerapatan kayu. Semakin tinggi nilai kerapatannya,
maka
kekuatan
kayu
akan
meningkat.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa kerapatan kayu yang terdensifikasi ternyata lebih tinggi dibandingkan kerapatan kayu kontrol sehingga kayu yang terdensifikasi akan lebih kuat dibandingkan kayu kontrolnya. Peningkatan ini akibat terjadinya kristalisasi molekul selulosa di daerah amorf ataupun parakristalin dari mikrofibril yang direkat oleh lignin yang mengalir akibat pemanasan (plastisasi). Hasil ini sesuai dengan Dwianto et al. (1996). Perlakuan pendahuluan dengan pemanasan memperlihatkan pengaruhnya terhadap peningkatan kekerasan kayu baik arah tangensial maupun radial. Waktu pemanasan yang dapat meningkatkan nilai kekerasan kayu pada arah tangensial dan radial adalah 60 menit. Peningkatan nilai kekerasan pada arah tangensial lebih tinggi dibandingkan peningkatan kekerasan arah radial. Secara umum hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa kekerasan kayu yang terdensifikasi juga lebih tinggi dibandingkan kekerasan kayu kontrolnya. Hal ini mendukung hasil penelitian terdahulu (Hwang 1997; Tomme et al., 1998). Rongga sel kayu yang menyempit, rata dan saling merapat akibat pemadatan merupakan penyebabnya. Menurut Iida and Norimoto (1987), berkurangnya porsi rongga sel akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kekerasan kayu. Fenomena yang terjadi pada penelitian ini seperti adanya relokasi lignin serta terdegradasinya selulosa, hemiselulosa dan zat ekstraktif merupakan faktor-
114
faktor yang mengakibatkan terjadinya perubahan fisik pada kayu yang terpadatkan. Kayu yang terpadatkan berwarna lebih gelap, tekstur lebih halus dan permukaannya terasa lebih licin dibandingkan kayu kontrol. Perubahan warna kayu terpadatkan terjadi secara berangsur-angsur mulai dari suhu pemanasan 170ºC, 180ºC dan 190ºC. Pemanasan akan mengakibatkan terjadinya relokasi lignin dari bagian dalam ke bagian permukaan dan terdegradasinya komponen kimia penyusun kayu. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kerapatan rata-rata bagian permukaan kayu lebih tinggi daripada kerapatan di bagian tengah untuk semua jenis kayu baik arah tangensial maupun radial. Hal ini terkait dengan pemadatan yang diterapkan yaitu pemadataan parsial atau bukan menyeluruh yaitu hanya dengan persentase kempa 20% dari tebal kayu. Tomme et al., (1998) menyatakan bahwa pemadatan kayu dengan suhu tinggi dapat meningkatkan berat jenis (BJ) kayu. Peningkatan nilai BJ pada kayu terpadatkan ada kaitannya dengan pemadatan dinding sel dan perubahan bentuk sel-sel penyusunnya. Sel-sel pada kayu terpadatkan cenderung memipih sehingga mengurangi volume rongga, yang sekaligus mengurangi volume kayunya, sementara beratnya tetap. Peningkatan BJ kayu Mangium terpadatkan relatif lebih tinggi dibandingkan pada kayu Agatis. Fenomena ini terkait dengan perbedaan macam sel penyusun dan ketebalan dinding selnya. Pada proses impregnasi meningkatnya kerapatan disebabkan oleh meningkatnya kandungan polimer dalam kayu. Peningkatan kerapatan berhubungan erat dengan kandungan monomer setelah dipolimerisasi yang berikatan silang satu sama lain dan mengeras didalam kayu.
Pada kayu terimpregnasi terjadi
peningkatan berat dari contoh kayu, sedangkan volume kayu tertahan akibat adanya polimer sehingga kerapatan kayu impregnasi bertambah. Monomer mampu menurunkan sifat hidrofilik kayu sehingga kayu menjadi lebih hidrofobik, karena monomer yang bersifat hidrofobik terimpregnasi ke dalam kayu yang menyebabkan berinteraksi dengan materi-materi fibril antara lapisan kayu sehingga kestabilan struktur kayu meningkat. Peningkatan MOE dan MOR terjadi karena telah terbentuk rantai uretan yang terjadi melalui kayu yang mengandung gugus OH dengan monomer yang
115
mengandung gugus NCO. Rantai uretan yang bersifat elastomer dapat meningkatkan sifat elastisitas dan kekuatan patah. Kekuatan sangat erat hubungannya dengan pembentukan jaringan (crosslink) didalam kayu yang diimpregnasi. Jaringan yang terbentuk kemungkinan ikatan selulosa dari kayu dengan poliuretan dimana jaringan yang terbentuk bisa menjadi kristalin sehingga dapat meningkatkan sifat mekanis. Disamping itu peningkatan sifat mekanis disebabkan terbentuknya ikatan hidrogen antara selulosa dan lignin karena ikatan hidrogen membentuk ikatan fisik yang rapat diantara selulosa dan lignin dengan rantai uretan. Hasil penelitian membuktikan bahwa nilai kekerasan tertinggi terjadi pada tingkatan polimer half load baik untuk kayu Agatis maupun kayu Mangium. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemadatan maksimum belum tentu akan menghasilkan kekerasan kayu yang lebih tinggi. Tingkatan polimer full load bahkan dapat mengakibatkan kayu menjadi mudah patah dan regas. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kayu Agatis dan Mangium hasil densifikasi parsial cocok digunakan sebagai bahan baku furniture karena lebih stabil, lebih mengkilap, lebih licin, lebih keras, peningkatan nilai kerapatan dan BJ kayu yang terjadi tidak terlalu tinggi, dan lebih tahan serangan rayap kayu kering. Permukaan yang mengkilap dan tekstur yang lebih licin akan mengurangi proses pengerjaan terutama dalam penyerutan dan penghalusan. Kayu yang lebih keras akan lebih mampu menerima beban dan kuat memegang paku. Furniture kayu yang terlalu berat umumnya kurang disukai karena sulit untuk dipindahkan serta dapat menyebabkan penumpulan pada pisau pemotong.
Perubahan Struktur Seluler dan Komponen Penyusun Kayu Terdensifikasi secara Parsial Akibat terdensifikasi secara parsial, hasil penelitian memperlihatkan bahwa perubahan struktur seluler hanya berupa perubahan bentuk rongga sel penyusun kayu. Perubahan tersebut hanya terjadi di bagian permukaan. Bentuk rongga sel di bagian dalam relatif tetap, sama seperti bentuk rongga sel pada kayu kontrolnya. Hal tersebut membuktikan bahwa pemadatan parsial dengan tingkat pemadatan 20% hanya memadatkan kayu di bagian permukaan sedangkan bagian dalam tidak terpengaruh sehingga bentuk sel-selnya tidak berubah. 116
Hasil pengamatan terhadap sudut mikrofibrilnya memperlihatkan bahwa sudut mikrofibril pada kayu terdensifikasi lebih kecil daripada kontrol, sehingga dapat dikatakan bahwa kayu terpadatkan lebih stabil dan lebih kuat. Densifikasi parsial ini juga menghasilkan gradasi peningkatan sifat fisis maupun sifat mekanis kayu dimana di bagian permukaan akan lebih tinggi, dan semakin ke dalam akan semakin berkurang. Hal ini sekali lagi membuktikan bahwa tingkat pemadatan 20% berpengaruh sangat besar pada bagian permukaan, dan kurang berpengaruh pada bagian dalam. Suhu yang tinggi selama proses kompresi mengakibatkan terjadinya pelunakan komponen lignin dan berkurangnya molekul air karena rusaknya ikatan H antar molekul-molekul yang dapat mencapai daerah kristalit. Menurut Stamm (1964), apabila kayu dipanaskan pada suhu 150-250oC, akan terjadi perubahan besar pada komponen-komponen kimia penyusun kayu. Adanya relokasi lignin serta terdegradasinya selulosa, hemiselulosa dan zat ekstraktif akibat suhu tinggi mengakibatkan terjadinya perubahan fisik pada kayu terpadatkan seperti warna menjadi lebih gelap, tekstur lebih halus dan permukaan yang lebih licin. Perubahan komponen kimia penyusun kayu pada kayu terpadatkan juga menyebabkan kayu menjadi lebih tahan terhadap serangan rayap kayu kering, karena komponen kimia tidak mudah dicerna oleh rayap, disamping akibat meningkatnya nilai kerapatan dan kekerasan kayu. Tingkatan polimer yang diberikan juga berpengaruh terhadap kualitas pemadatan pada kayu. Semakin tinggi (full load) tingkatan polimer, kayu akan semakin padat karena rongga sel terisi oleh monomer yang kemudian akan berpolimerisasi
dan menjadi keras di dalam kayu. Karena untuk beberapa
parameter seperti stabilitas dimensi, kadar air keseimbangan, laju penurunan kadar air, tingkat perubahan dimensi, MOE dan kekerasan, tingkatan polimer half load dan quarter load ternyata lebih baik dibanding full load, maka pemadatan parsial pada impregnasi dengan half load atau quarter load merupakan tingkatan polimer yang optimal. Tingkatan polimer full load selain mengakibatkan kayu menjadi lebih berat, ternyata juga mengakibatkan kayu menjadi lebih mudah patah dan regas.
117
Analisis sudut mikrofibril, kristalinitas dan perubahan gugus fungsi memberikan gambaran tentang komponen kayu yang berperan dalam peningkatan stabilitas dimensi pada kayu Agatis dan Mangium yang terpadatkan. Lignin ternyata lebih berperan daripada selulosa dalam peningkatan stabilitas dimensi. Peningkatan stabilitas dimensi melalui impregnasi pada kayu terjadi karena perubahan struktur tingkat molekul, yang ditandai dengan bergantinya gugus –OH komponen kayu dengan gugus asetil yang lebih besar yang menyebabkan daerah amorf bertambah. Bertambahnya daerah amorf memungkinkan terjadinya pengembangan volume kayu. Namun adanya substitusi gugus –OH oleh gugus yang lebih besar menimbulkan halangan sterik yang mengurangi kemudahan gerak molekul komponen kayu. Dengan demikian, kembang susut volume dinding sel kayu menjadi lebih sukar, sehingga pengembangan volume kayu terimpregnasi lebih kecil atau stabilitas dimensi kayu meningkat. Impregnasi mengakibatkan berkurangnya jumlah kristalinitas dinding sel baik untuk kayu agatis maupun mangium pada semua tingkatan polimer, meski kekuatan kayu meningkat. Hal ini terjadi karena gugus penyusun polimer memiliki banyak atom –H sehingga mampu berinteraksi dengan gugus OH kayu dan menempati ruang yang lebih besar dalam kayu. Penempatan ruang yang lebih besar oleh gugus polimer berarti mengisi ruang kosong yang ada diantara molekul kayu. Ruang kosong yang besar menyebabkan terjadinya perubahan dan perombakan terhadap susunan fibril-fibril penyusun dinding sel kayu. Perombakan tersebut menyebabkan terjadinya pengurangan kristalinitas dan mengakibatkan fibril-fibril menjadi lebih kaku. Fleksibilitas kayu menjadi berkurang sehingga volume ruang kayu menjadi stabil. Inilah yang menjadikan kayu menjadi lebih kuat setelah impregnasi. Pengaruh impregnasi terhadap daya tahan terhadap rayap sangat besar. Adanya bahan monomer yang dimasukkan ke dalam kayu menjadikan perubahan struktur kimia yang disukai rayap. Akibat terjadinya relokasi lignin dan terdegradasinya komponen kimia (selulosa dan hemiselulosa) saat diimpregnasi, maka rayap tidak lagi menyukai kayu.
118