PEMBAHASAN
I.
Definisi
Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Sedangkan definisi gel menurut Formularium Kosmetika Indonesia (1985), adalah sediaan dasar berupa sistem dispersi yang terdiri dari partikel anorganik submikroskopik atau organik makromolekul yang terdispersi atau terbungkus dan terendam dalam cairan. Gel merupakan bentuk sediaan padat dan mengandung banyak air. Penampilan gel transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi (Hidayatussa’adah, 2008).
II.
Teori Pembentukan
Menurut Fardiaz (1989) sifat pembentukan gel bervariasi dari satu jenis hidrokoloid ke hidrokoloid yang lainnya tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung 99,9% air tetapi mempunyai sifat lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastisitas (elasticity) dan kekakuan (rigidity). Gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks, namun sampai saat ini masih banyak hal-hal yang belum diketahui tentang mekanismenya. Pada prinsipnya pembentukan gel hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya.Terjadi ikatan silang pada polimer-polimer yang terdiri dari molekul rantai panjang dalam jumlah yang cukup maka akan terbentuk bangunan tiga dimensi yang kontinyu sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya, terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu. Gelasi merupakan fenomena yang melibatkan penggabungan, atau terjadinya ikatan silang antar arantai-rantai polimer. Ada tiga teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan pembentukan gel dan mendapat banyak dukungan dari para ahli kimia koloid, yaitu : a. Teori adsorpsi pelarut Teori ini menyatakan bahwa gel terjadi sebagai akibat adsorpsi molekul pelarut olehpartikel terlarut selama pendinginan yaitu dalam bentuk pembesaran molekul akibat pelapisan zat terlarut oleh molekul-molekul pelarut. Pembesaran partikel terjadi terus menerus sehingga molekul zat telarut yang telah membesar bersinggungan dan tumpang tindih melingkari satu sama lain sehingga seluruh system menjadi tetap dan kaku. Adsorpsi zat pelarut akan meningkat dengan makin rendahnya suhu.
b. Teori jaringan tiga dimensi Teori ini hampir sama dengan teori yang dikemukakan oleh Oakenfull dan Tobolsky. Teori ini menyatakan bahwa kemampuan senyawa-senyawa untuk mengadakan gelasi disebabkan oleh terbentuknya struktur berserat atau terjadinya reaksi di dalam molekul itu sendiri membentuk serat. Selama pendinginan serat tersebut membentuk jaringan tiga dimensi. Ikatan yang menentukan dalam jaringan tiga dimensi kemungkinan merupakan ikatan primer dari gugusan fungsional danikatan sekunder yang terdiri dari ikatan hydrogen atau dapat juga terjadi antara gugus alkil. Tipe ikatan yang terdapat dalam jaringan tiga dimensi akan menentukan tipe gel yang dihasilkan. c. Teori orientasi partikel Teori ini menyatakan bahwa pada sisi tertentu terdapat kecenderungan bagi partikel terlarut dan solven untuk berorientasi dalam konfigurasi yang tertentu melalui pengaruh gaya dengan jangkauan yang panjang, seperti yang terjadi pada kristal. Mekanisme pembentukan gel dapat berbeda-beda tergantung pada jenis bahan pembentuknya. Diantaranya yang paling berbeda dalam hal jenis dan sifat-sifatnya adalah gel yang dibentuk oleh gelatin, suatu jenis protein dan gel yang dibentuk oleh polisakarida. Kebanyakan hidrokoloid adalah polisakarida. Polisakarida yang memiliki empat tipe struktur yang berbeda yaitu linear, bercabang tunggal, linier berselang, dan tipe semak akan menghasilkan viskositas larutan yang tergantung pada ukuran molekul, bentuk molekul, dan muatannya. Jika molekul memiliki muatan yang dihasilkan dari ionisasi gugus tertentu seperti karboksil, maka pengaruh muatan sangat besar. Gaya tolak menolak Coulomb dari muatan-muatan negatif yang tersebar sepanjang molekul polisakarida cenderung meluruskan molekul (polimer), yang menghasilkan larutan dengan viskositas tinggi. Polisakarida linier dengan berat molekul yang sama dengan polisakarida tipe semak, akan mempunyai viskositas yang lebih besar dalam larutannya sebab girasi atau perputaran gerak polimer struktur linier meliputi daerah yang lebih luas dan volume yang lebih besar. Hal ini akan menyebabkan gesekan antar molekul lebih mudah terjadi sehingga lebih meningkatkan gaya gesek dan viskositas larutan, dibandingkan dengan polimer yang memiliki tingkat percabangan yang tinggi. Namun hal ini tidak terjadi pada polimer linier yang tidak bermuatan yang cenderung membentuk larutan yang tidak stabil. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gel Ada banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan gel hidrokoloid, faktor-faktor ini dapat berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain sehingga memberikan pengaruh yang sangat kompleks. Diantara faktor-faktor tersebut yang paling menonjol adalah konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau komponen aktif lainnya.
a. Pengaruh konsentrasi Konsentrasi hidrokoloid sangat berpengaruh terhadap kekentalan larutannya. Pada konsentrasi yang rendah larutan hidrokoloid biasanya akan bersifat sebagai aliran Newtonian dengan meningkatnya kosentrasi maka sifat alirannya akan berugah menjadi non Newtonian. Hampir semua hidrokoloid memiliki kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangat rendah antara 1-5% kecuali pada gum arab yang sifat Newtoniannya tetap dipertahankan sampai dengan onsentrasi 40% . b. Pengaruh suhu Pada beberapa hidrokoloid suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan, karena itu kenaikan suhu dapat mengubah sifat aliran yang semula non Newtonian menjadi Newtonian. c. Pengaruh pH Hidrokoloid pada umumnya akan membentuk gel dengan baik pada kisaran pH tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan kekentalan dengan meningkatnya pH hingga mencapai titik tertentu dan kemudian akan makin menurun bila pH terus ditingkatkan. d. Pengaruh ion Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk membentuk gelnya, karena pembentukan gel tersebut melibatkan pembentukan jembatan melalui ion-ion selektif. e. Pengaruh komponen Aktif lainnya Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh adanya hidrokoloid lain. Pengaruh ini dapat bersifat negatif dalam arti sifat fungsional makin berkurang dengan adanya hidrokoloid lain ataupun bersifat positif karena adanya pengaruh sinergis antara hidrokoloid-hidrokoloid yang bergabung.
III.
Teori Preparasi
Menurut Khristantyo (2010), pada prinsipnya metode pembuatan sediaan semisolid dibagi menjadi dua 1. Metode pelehan (fusion), disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. Dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan. 2. Trirurasi, zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan basis. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.
Proses pembuatan 1.
Timbang sejumlah gelling agent sesuai dengan yang dibutuhkan
2.
Gelling agent dikembangkan sesuai dengan caranya masing-masing
3.
Timbang zat aktif dan zat tambahan lainnya
4.
Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut atau
sebaliknya sambil diaduk terus-menerus hingga homogen tapi jangan terlalu kuat karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung udara dalam sediaan yang nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan. 5.
Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam tube
sebanyak yang dibutuhkan 6.
Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wa dah ynag dilengkapi brosur
dan etiket
IV.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan Dalam Formulasi Gel
Penampilan gel : transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi.
Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi atau pengendapan zat kationik tersebut).
Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam formulasi.
Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat rentan terhadap mikroba.
Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan topikal.
Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan viskositas saat disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.
Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis (air mengambang diatas permukaan gel)
Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.
V.
Cara Pemakaian
Sejumlah cukup gel, sesuai dengan luas area yang sakit, dioleskan pada sendi yang sakit. Diberikan pijatan secara perlahan untuk memastikan pemakaian gel merata pada seluruh sendi yang sakit. Daerah yang baru dioleskan sediaan didiamkan selama 10 menit sebelum ditutupi dengan pakaian dan 60 menit sebelum mandi. Tangan harus segera dicuci setelah dioleskan gel Na-diklofenak, kecuali bila tangan tersebut adalah daerah yang diobati. VI.
Cara Penyimpanan
Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan
Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.
Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.
Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.
KESIMPULAN
Gel merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Dalam pembentukaqn gel terdapat 3 teori yaitu teori adsorpsi pelarut, teori jaringan tiga dimensi, teori orientasi partikel Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan gel adalah konsentrasi, suhu , pH, ion, dan komponen aktif lainnya Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionic Wadah untuk penyimpanan gel harus steril, terisi cukup penuh, dan kedap udara untuk mencegah terjadinya penguapan