PEMANFAATAN MEDIA MAKET LANSEKAP BERKONTUR UNTUK KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA TANAH LONGSOR
SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Geografi
Oleh : Gita Aprilia Hidayat NIM 3201411185
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada: Hari
:
Tanggal
:
Penguji I
Dr. Ir. Ananto Aji, MS
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO Hidup bagaikan roda, jika tidak ingin selalu di bawah, maka bergeraklah untuk sampai dan bertahan di puncak tertinggi (Penulis). Keajaiban hanya mengikuti orang-orang yang mau berusaha keras dan pantang menyerah (Penulis).
PERSEMBAHAN Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan untuk, 1. Kedua orang tua yang sangat saya cintai, Bapak Rohmat dan Ibu Rusmini terima kasih atas segala doa, dukungan, motivasi, dan semangatnya selama ini. 2. Adik-adikku terkasih, Febby Desriyanti H, Moch. Adhy Satrio H, dan Moch. Achnan H untuk segala motivasinya. 3. Nurfian Hady A, Eggy Kristianto, Saekhul Ecak, Prasetyo Hutomo dan Erwin Kharisma untuk segala bantuan dan waktunya. 4. Sahabat seperjuanganku Pendidikan Geografi 2011 terima kasih atas waktu, motivasi dan bantuannya.
vi
SARI
Hidayat, Gita Aprilia. 2015. Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor. Skripsi. Jurusan Geografi FIS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG. Pembimbing : Dr. Juhadi, M.Si. 160 halaman.
Kata Kunci : Maket Lansekap Berkontur, Kesiapsiagaan, Tanah Longsor Bencana tanah longsor merupakan kejadian yang umum terjadi di daerah berlereng terjal, struktur tanah yang labil, dan wilayah yang memiliki curah hujan tahunan tinggi seperti di Desa Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Namun, kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tersebut masih rendah. Perlu adanya pembelajaran dan sosialisasi tentang bencana longsor dan kesiapsiagaannya. Salah satunya adalah pengenalan zona risiko dan kerentanan tanah longsor menggunakan media maket lansekap berkontur. Tujuan penelitian adalah untuk melakukan pembuatan media maket lansekap berkontur, mengetahui kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor, dan mengetahui efektifitas media maket lansekap berkontur sebagai media pembelajaran kebencananan. Responden penelitian adalah perangkat desa dan anggota karangtaruna di Desa Wonodoyo. Teknik pengumpulan data yaitu: observasi, dokumentasi, angket, dan tes. Teknik analisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan statistik. Hasil penelitian menunjukkan (1) bahan utama pembuatan media maket lansekap berkontur yaitu sterefoam dan gypsum sehingga ringan dan mempersingkat waktu pengeringan. Maket dibuat sederhana, menggambarkan zonasi risiko dan kerentanan tanah longsor Kecamatan Cepogo. (2) efektifitas pemanfaatan media maket lansekap berkontur diukur dengan 4 tahap evaluasi Kirkpatrick, hasilnya bahwa tingkat kepuasan (reaction) responden kategori “baik” 60% dan “sangat baik” 40%, tingkat pengetahuan (learning) meningkat sebesar 6,30 atau 0,18 berdasarkan uji gain termasuk dalam kategori rendah. Perubahan perilaku (behavior) sebagian besar pada kategori “sangat baik” 78% dan “baik” 22%, sementara sikap kesiapsiagaan (result) kategori “sangat baik” sebesar 52%, “baik” meningkat menjadi 44%, dan “cukup” menurun menjadi 4%. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan kesiapsiagaan bencana tanah longsor pada responden dengan memanfaatkan media maket lansekap berkontur. (3) rendahnya pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan masyarakat daerah penelitian dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan. Saran, perlu adanya sosialisasi dan pembelajaran tentang kebencanaan oleh berbagai pihak dengan menggunakan media yang lebih atraktif dan terfokus di daerah yang rawan bencana agar masyarakat paham apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi. Hal tersebut dapat mengurangi dan mencegah jatuhnya korban jiwa maupun material.
vii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor” dengan lancar. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi tidak lepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, maka pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dengan tulus hati kepada : 1. Prof Dr Fathur Rokhman, M.Hum selaku Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di kampus tercinta ini. 2. Dr. Subagyo, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, atas ijin yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si, Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan ijin penelitian sekaligus sebagai Dosen Penguji 2 yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis. 4. Dr. Juhadi, M.Si selaku penguji 3 dan dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.
viii
5. Dr. Ananto Aji, M.S selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan banyak kritik dan masukan yang sangat membangun bagi perbaikan skripsi ini. 6. Ariyani Indrayati, M.Si, M.Sc selaku dosen wali yang telah memberikan saran dan masukan. 7. Seluruh dosen jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. 8. Seluruh masyarakat Desa Wonodoyo yang bersedia membantu dalam penelitian. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia pendidikan pada umumnya dan pembaca khususnya.
Semarang, 5 Juni 2015
Gita Aprilia H 3201411185
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................................iii PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iv PERNYATAAN ................................................................................................... .v MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi SARI
...........................................................................................................vii
PRAKATA .........................................................................................................viii DAFTAR ISI ........................................................................................................ .x DAFTAR TABEL ..............................................................................................xii DAFTAR GAMBAR/PETA .............................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xv BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................ .1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
BAB II
Latar Belakang.............................................................................. .1 Rumusan Masalah ........................................................................ .5 Tujuan Penelitian .......................................................................... .5 Manfaat Penelitian ........................................................................ .5 Batasan Istilah .............................................................................. .6
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................10 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
Efektifitas .....................................................................................10 Model Evaluasi Kirkpatrick .........................................................11 Media Pembelajaran .....................................................................17 Maket ............................................................................................19 Kesiapsiagaan ...............................................................................26
x
2.6. Pendidikan Berbasis Masyarakat .................................................30 2.7. Bencana .......................................................................................33 2.8. Mitigasi Bencana .........................................................................35 2.9. Tanah Longsor .............................................................................36 2.10. Mitigasi Bencana Tanah Longsor ..............................................39 2.11. Kerangka Berfikir.......................................................................42 2.12. Batasan Operasional ...................................................................45 BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................46 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9. 3.10.
Desain Penelitian ........................................................................46 Jenis Penelitian ...........................................................................47 Populasi dan Sampel ..................................................................47 Variabel Penelitian .....................................................................49 Instrumen Penelitian...................................................................50 Validitas dan Reliabilitas ...........................................................51 Tingkat Kesukaran dan Daya Beda ............................................54 Metode Pengumpulan Data ........................................................56 Tahapan Penelitian .....................................................................58 Teknik Analisis Data ..................................................................59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................64 4.1. Hasil ...........................................................................................64 4.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...............................64 4.1.2. Kerentanan Bencana Tanah Longsor di Kec. Cepogo .....88 4.1.3. Risiko Tanah Longsor di Kec. Cepogo............................93 4.1.4. Pembuatan Media dan Desain Maket Lansekap Berkontur ..........................................................................98 4.1.5. Efektifitas Media Maket Lansekap Berkontur ............ ..104 4.1.6. Kesiapsiagaan Masyarakat........................................... ..110 4.2. Pembahasan ............................................................................ ..112 4.2.1. Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur ........ ..116 4.2.2. Efektifitas Media Maket Lansekap Berkontur ............. ..117 BAB V
PENUTUP ...................................................................................... ..119 5.1. Kesimpulan ............................................................................ ..119 5.2. Saran ....................................................................................... ..119
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ..120 LAMPIRAN
....................................................................................... ..123
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1.
Karakteristik Dasar Evaluasi Tahap 1-4 Kirkpatrick ................................16
3.1.
Hasil Analisis Taraf Kesukaran Soal ........................................................55
3.2.
Hasil Analisis Daya Pembeda Soal ...........................................................56
3.3.
Hasil Uji Normalitas Data .........................................................................60
3.4.
Kriteria Nilai Angket Sampel....................................................................62
3.5.
Kriteria N-Gain Ternormalisasi ................................................................63
4.1.
Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan Menurut Bulan di Kecamatan Ceopogo ....................................................................................................68
4.2.
Satuan Kemiringan Lereng .......................................................................71
4.3.
Jumlah, Kepadatan, dan Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Cepogo Tahun 2013 ................................................................................................83
4.4.
Pendidikan Tertinggi Penduduk Kecamatan Cepogo Tahun 2013 ...........84
4.5.
Pembagian Zona Risiko Bencana Tanah Longsor Kecamatan Cepogo ....94
4.6.
Tabel Kriteria N-Gain .......................................................................... ...106
4.7.
Hasil Penghitungan Kesiapsiagaan ...................................................... ...110
4.8.
Hasil Penghitungan Kesiapsiagaan Post test ....................................... ...112
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1. Bagan Kerangka Berfikir ..........................................................................44 3.1.
Bagan Desain Penelitian ...........................................................................46
4.1.
Peta Administrasi Kecamatan Cepogo ......................................................66
4.2.
Longsoran yang Menimpa Rumah Salah Satu Warga dan Jalan ..............67
4.3.
Grafik Jumlah Curah Hujan di Kecamatan Cepogo Tahun 2004-2013 ....69
4.4.
Grafik Rerata Curah Hujan di Kecamatan Cepogo Tahun 2004-2013 .....70
4.5.
Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Cepogo ...........................................73
4.6.
Peta Geologi Kecamatan Cepogo..............................................................79
4.7.
Macam-macam Penggunaan Lahan ..........................................................86
4.8.
Peta Tataguna Lahan Kecamatan Cepogo.................................................87
4.9.
Peta Kerentanan Tanah Longsor di Kecamatan Cepogo...........................92
4.10. Peta Risiko Tanah Longsor di Kecamatan Cepogo...................................97 4.11. Maket Lansekap Berkontur Kerentanan dan Risiko Longsor Tampak Atas....................................................................................................... ..100 4.12. Maket Lansekap Berkontur Kerentanan Tanah Longsor Kecamatan Cepogo Tampak Samping Kanan ............................................................101 4.13. Maket Lansekap Berkontur Kerentanan Tanah Longsor Kecamatan Cepogo Tampak Samping Kiri ................................................................101 4.14. Maket Lansekap Berkontur Kerentanan Tanah Longsor Kecamatan Cepogo dilihat dari Depan.......................................................................102 4.15. Maket Lansekap Berkontur Risiko Tanah Longsor Kecamatan Cepogo Tampak Samping Kanan .........................................................................103 4.16. Maket Lansekap Berkontur Risiko Tanah Longsor Kecamatan Cepogo Tampak Samping Kiri .............................................................................103 4.17. Maket Lansekap Berkontur Risiko Tanah Longsor Kecamatan Cepogo Tampak Depan ........................................................................................104 4.18. Grafik Tingkat Kepuasan Responden terhadap Pembelajaran Menggunakan Media Maket Lansekap Berkontur ..................................105 4.19. Grafik Behavior Responden Setelah Dilakukan Pembelajaran Menggunakan Media Maket Lansekap Berkontur ..................................108
xiii
4.20. Grafik Result (Kesiapsiagaan) Responden Sebelum dan Sesudah Melakukan Pembelajaran Menggunakan Media Maket Lansekap Berkontur .................................................................................................109 4.21. Suasana saat Peneliti Menyampaikan Materi dalam Pembelajaran Kesiapsiagaan Berlangsung.....................................................................115 4.22. Peneliti Menjawab Pertanyaan dari Responden Saat Diskusi Umum.....115
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Angket Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor .................... ..124 2. Kisi-kisi Soal .............................................................................................. ..130 3. Instrumen Penelitian Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor ..................................................................................................... ..133 4. Uji Validitas, Daya Beda, Taraf Kesukaran dan Reliabilitas Soal Uji ...... ..141 5. Tabel Analisis Data Penghitungan Validitas dan Reliabilitas Soal Uji Data Instrumen .......................................................................................... ..142 6. Nilai Reaction (Tingkat Kepuasan) Responden ......................................... ..143 7. Penghitungan Statistik Hasil Pre test dan Post test Pengetahuan .............. ..145 8. Uji Normalitas Data Pre test ...................................................................... ..148 9. Uji Normalitas Data Post test..................................................................... ..150 10. Penghitungan Nilai Behavior (Perilaku) .................................................... ..152 11. Penghitungan Sikap Kesiapsiagaan ........................................................... ..154 12. Daftar Hadir Responden ............................................................................. ..156 13. Surat Keterangan Penelitian ....................................................................... ..160 14. Lain-lain ..................................................................................................... ..161
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana cukup tinggi, mulai dari bencana yang berasal dari tenaga endogen misalnya gempa tektonikvulkanik, letusan gunung api, tsunami, dan bencana yang berasal dari tenaga eksogen seperti abrasi, banjir, dan longsor. Hal ini berkaitan dengan posisi Indonesia yang secara astronomis terletak pada 6° LU- 11°LS dan 95° BT- 141° BT sehingga menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis. Salah satu karakteristik iklim tropis adalah curah hujan yang tinggi sehingga rawan terjadi banjir dan longsor. Secara geologis Indonesia terletak pada lempeng IndoAustralia, Pasifik, serta lempeng Eurasia, dan merupakan wilayah yang dilalui jalur pegunungan aktif yang sering disebut dengan istilah ring of fire. Keadaan demikian membentuk permukaan Indonesia menjadi tidak rata, banyak terdapat pegunungan-pegunungan maupun bukit yang sebagian besar memiliki kemiringan lereng yang curam sehingga sangat berpotensi terjadi bencana tanah longsor ketika musim hujan tiba, ditambah lagi dengan kondisi vegetasi penutup yang semakin tergantikan oleh pembangunan sarana dan prasarana di masyarakat sehingga pengikat tanah berkurang dan menyebabkan potensi longsor semakin besar. Di Indonesia sudah banyak terjadi bencana longsor di berbagai wilayah yang memakan korban jiwa maupun materi yang tidak sedikit. Pada bulan November
1
2
2003 longsoran terjadi di Sungai Bohorok Sumatera Utara yang menelan korban jiwa 151 orang dan 100 orang hilang, sedang di Desa Plipir Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, 7 orang tewas tertimbun tanah longsor. Pada musim hujan tahun 2004, bencana tanah longsor terjadi di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, dan menelan korban jiwa 86 orang (Karnawati (2005) dalam Hardiyatmo (2006)). Tanah longsor yang terjadi pada musim hujan tanggal 4 Januari 2006, sekitar jam 5.00 WIB, di Desa Sijeruk Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah, mengakibatkan korban jiwa 58 orang dan 102 rumah tertimbun tanah longsor (Hardiyatmo, 2006). Peristiwa terbaru terjadi di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 12 Desember 2014 sekitar pukul 17.30 WIB dan menjadi bencana longsor besar dengan jumlah korban meninggal sebanyak 79 jiwa, 29 orang belum ditemukan, 5 orang luka berat, 9 orang luka ringan, dan 1.308 jiwa mengungsi di 10 titik pos pengungsian (BNPB, 17/12). Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa bencana tanah longsor merupakan bencana alam yang tidak dapat dipandang sebelah mata dan harus ditangani dengan serius. Banyaknya korban jiwa dalam setiap peristiwa longsor ini menandakan bahwa adanya ketidak-siapan masyarakat dalam menghadapi bencana ini terlebih lagi bagi masyarakat yang memang bermukim di daerah rawan longsor. Untuk itu, pendidikan masyarakat mengenai kebencanaan longsor perlu digalakkan agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah bencana itu terjadi. Selain itu, dengan adanya pendidikan
3
kebencanaan longsor di harapkan korban jiwa maupun materi bisa ditekan dari tahun ke tahun. Salah satu wilayah di Jawa Tengah yang memiliki potensi bencana tanah longsor adalah Kabupaten Boyolali. Boyolali merupakan wilayah yang memiliki beragam topografi, mulai dari pegunungan, bukit, serta dataran. Bahkan di wilayah tertentu merupakan dataran tinggi yang memiliki lereng curam dan berpotensi terjadi longsor saat musim hujan tiba seperti di Kecamatan Cepogo. Namun, kerentanan dan risiko bencana longsor tersebut tidak dibarengi dengan bekal pengetahuan tentang mitigasi yang tepat sehingga berpengaruh terhadap rendahnya kesiapsiagaan masyarakat. Maka dari itu, pendidikan mitigasi bencana perlu disosialisasikan agar kelak bila terjadi bencana tersebut, masyarakat sudah tahu apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah longsor terjadi. Selain itu, dengan adanya pendidikan mitigasi bencana, diharapkan dapat mengubah perilaku
masyarakat
dalam
mengolah
lingkungannya
sehingga
dapat
meminimalisir kemungkinan bencana terjadi. Pendidikan masyarakat yang dilaksanakan merupakan bagian dari proses pendidikan orang dewasa. Pendidikan orang dewasa merupakan bagian pendidikan non-formal, tidak ada jam-jam khusus dalam pembelajaran dan peserta tidak dibatasi oleh usia, pekerjaan, status sosial, dan sebagainya. Selain itu, dalam pendidikan orang dewasa memiliki prinsip belajar seumur hidup yang berarti belajar tidak hanya dilakukan saat usia-usia sekolah tetapi dilakukan dari dini hingga tutuk usia. Pembelajarannya dilakukan semenarik mungkin agar tercipta
4
kondisi belajar yang santai dan nyaman namun tetap menekankan tujuan dan isi dari pembelajaran tersebut. Dalam proses pendidikan masyarakat tentu saja tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan buku-buku ataupun brosur-brosur semata. Perlu sebuah media yang menarik dan dapat dilihat secara tiga dimensi serta dapat menggambarkan bentuk wilayahnya secara nyata bahkan terjadinya bencana tanah longsor tersebut walaupun hanya simulasi sederhana. Diharapkan dengan media tersebut, masyarakat tidak hanya membayangkan tetapi mendapat gambaran mengenai bagaimana longsor itu terjadi dan mengakibatkan efek apa pada lingkungan serta kehidupan mereka, sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat ter-transfer dengan mudah kepada masyarakat. Media pendidikan dalam penelitian ini termasuk dalam media tiga dimensi yang disebut dengan maket. Maket merupakan miniatur, model, atau bentuk tiruan dari suatu obyek yang telah diubah menjadi kecil dengan skala tertentu (Madjid, 2003). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Sunaryo (2009) mengenai “Pengaruh Penggunaan Media Maket terhadap Prestasi Belajar Siswa Tunagrahita Ringan pada Mata Pelajaran IPA” didapatkan hasil bahwa media maket berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Media maket dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menunjang keberhasilan belajar. Maka dari itu, penulis berinisiatif untuk menerapkan media maket dalam pembelajaran kesiapsiagaan bencana tanah longsor di masyarakat. Untuk mengetahui seberapa besar sebuah media berperan dalam proses keberhasilan pendidikan kebencanaan di masyarakat, penulis membuat skripsi dengan judul
5
“Pemanfaatan
Media
Maket
Lansekap
Berkontur
untuk
Kesiapsiagaan
Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah pemanfaatan media maket lansekap berkontur efektif untuk pembelajaran kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor?”
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk: 1.3.1. Melakukan pembuatan media maket lansekap berkontur Kecamatan Cepogo. 1.3.2. Mengetahui
efektifitas
media
maket
lansekap
berkontur
untuk
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor. 1.3.3. Mengetahui
kesiapsiagaan
masyarakat
Kecamatan
Cepogo
dalam
menghadapi risiko bencana tanah longsor.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Diharapkan penelitian ini mampu memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca dan masyarakat luas mengenai tindakan-tindakan kesiapsiagaan
6
dalam menghadapi bencana tanah longsor, sehingga masyarakat dapat melakukan antisipasi dalam menekan korban jiwa maupun materi.
1.4.2. Manfaat Praktis Diharapkan media maket lansekap berkontur dapat digunakan secara umum dalam kegiatan mitigasi bencana, karena maket lansekap berkontur dapat diimplementasikan hampir pada semua jenis bencana dan mudah dalam pembuatannya.
1.5. Batasan Istilah 1.5.1. Efektifitas Menurut Etzioni (1964), efektifitas adalah tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya (dalam Daryanto, 2010). Dalam penelitian ini efektifitas diukur menggunakan teori evaluasi dari Kirkpatrick yang mencakup empat tahap, yaitu: reaction, learning, behavior, dan result.
1.5.2. Media Pembelajaran Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar (Daryanto, 2010). Dalam penelitian ini, media yang digunakan termasuk dalam media tiga dimensi. Media tiga dimensi adalah sekelompok media tanpa proyeksi yang penyajiannya secara visual tiga dimensional. Kelompok media ini dapat berwujud
7
sebagai benda asli baik hidup maupun mati, dan dapat pula berwujud sebagai tiruan yang mewakili aslinya (Daryanto, 2010).
1.5.3. Maket Menurut bahasa, model atau yang biasa kita sebut dengan maket adalah bentuk tiruan dari suatu objek yang telah diubah menjadi kecil dengan skala tertentu. Dalam bahasa Indonesia, maket disebut dengan istilah miniatur... Sebuah maket dapat menampilkan dalam bentuk tiga dimensi, dan ini sangat menarik untuk ditampilkan atau dipresentasikan ... (Madjid, 2003)
1.5.4. Lansekap Berkontur Lansekap berkontur atau menonjol dibuat jika keadaan lahan suatu proyek berada pada puncak atau lembah di suatu gunung atau bukit, maket yang dibuat juga akan membutuhkan lansekap yang sesuai dengan keadaan lahannya (Madjid, 2003).
1.5.5. Maket Lansekap Berkontur Maket lansekap berkontur merupakan media pembelajaran tiga dimensi yang menggambarkan suatu bentuk wilayah beserta kenampakan yang dimaksud oleh pembuat, dalam penelitian ini adalah miniatur cakupan wilayah yang masuk dalam zona kerentanan dan risiko bencana tanah longsor Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali.
8
1.5.6. Kesiapsiagaan Masyarakat Berdasasarkan Indian institute of Disaster Management, 2007; et.al.,2007; Moe,et.al.,2007; Moe & Pathranarakul, 2006: Shaluf, 2008 menyatakan bahwa proses dari kesiapsiagaan adalah meningkatkan kesadaran tentang potensi risiko bencana dan kerentanan di kalangan masyarakat melalui jaringan komunikasi yang efektif untuk memberikan peringatan dini dengan akurasi dan waktu tinggi. Sementara tujuan dari kesiapsiagaan adalah: 1) untuk memberikan peringatan dini dengan akurasi dan waktu tunggu, 2) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan 3) untuk mendidik masyarakat tentang cara bertahan saat bencana. Output dari kesiapsiagaan adalah 1) laporan peringatan dan 2) program pendidikan bencana (Kusumasari, 2014). Dalam penelitian ini tujuan kesiapsiagaan dikhususkan pada peningkatan pengetahuan kaitannya dengan peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bahaya bencana tanah longsor.
1.5.7. Bencana BNPB menyatakan bahwa: “bencana dalam pandangan sosial menganggap bahwa bencana disebabkan oleh ketidakmampuan manusia dalam melakukan kesiapsiagaan dan merespon terhadap ancaman alam. Kerentanan masyarakat, baik sosial, ekonomi, dan politik, menjadi kunci bagi besar kecilnya bencana. Penguatan masyarakat dilakukan, sehingga dampak bencana bisa dikurangi.” (BNPB, 2012).
9
1.5.8. Tanah Longsor Tanah longsor atau gerakan tanah adalah proses massa tanah secara alami dari tempat tinggi ke tempat rendah. Pergerakan ini terjadi karena perubahan keseimbangan daya dukung tanah dan akan berhenti setelah mencapai keseimbangan baru. Tanah longsor terjadi apabila tanah sudah tidak mampu mendukung berat lapisan tanah di atasnya karena ada penambahan beban di permukaan lereng, berkurangnya daya ikat antar butiran tanah dan perubahan lereng menjadi lebih terjal (Majid, 2008). Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) menyebutkan bahwa banyaknya tanah retak akibat kekeringan yang tiba-tiba terkena hujan lebat, maka tanah tersebut longsor. Ada dua hal penyebab tanah longsor yang berkaitan dengan hujan, yakni hujan berintensitas tinggi dalam waktu singkat dan menerpa daerah yang kondisi tanahnya labil. Tanah yang kering ini menjadi labil dan mudah longsor saat terjadi hujan. Kondisi lain adalah akumulasi curah hujan di musim hujan pada tebing terjal yang menyebabkannya runtuh (Majid, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Efektifitas Efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektifitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely) (Mardiasmo:2009, dalam Sumenge:2013). Efektifitas pelatihan menurut Newby berkaitan dengan sejauh mana program pelatihan yang diselenggarakan mampu mencapai apa yang memang telah diputuskan sebagai tujuan yang harus dicapai (Irianto:2011, dalam Sopacua dan Budijanto, 2007). Menurut Etzioni (1964), efektifitas adalah tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya. Efektifitas ini sesungguhya merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor didalam maupun di luar diri seseorang. Dengan demikian efektifitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, tetapi juga dapat pula dilihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya. Sementara Robbins (1997), efektifitas juga dapat dilihat dari bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (dalam Daryanto, 2010). Menurut Daryanto (2010), dalam mengukur tingkat keefektifan digunakan indikator-indikator yaitu: peningkatan pengetahuan, peningkatan ketrampilan,
10
11
perubahan sikap, perubahan perilaku, kemampuan adaptasi, peningkatan integrasi, peningkatan partisipasi, dan peningkatan interaksi kultural. Sementara Syaiful Bahri dalam bukunya yang berjudul Strategi Belajar Mengajar mengungkapan bahwa keefektifan berkaitan dengan hasil yang dicapai (dalam Sopacua dan Budijanto, 2007). Menurut Fauziarti dan Soedarsono (2014) keefektifan pelatihan yakni tercapainya tujuan pelatihan dapat diketahui melalui evaluasi. Sementara Mulyatiningsih dan Suprihatin
(2005) mengungkapkan
bahwa pendekatan Kirkpatrick sering digunakan dalam program pelatihan tetapi kemudian dimodifikasi untuk diterapkan dalam evaluasi kegiatan belajar mengajar mulok PKK. Maka dari itu, dalam penelitian ini digunakan teori evaluasi untuk pengukuran efektifitas yang dikenal dengan Kirkpatrick’s Four Levels of Evaluation.
2.2. Model Evaluasi Kirkpatrick Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick telah mengalami beberapa penyempurnaan, terakhir diperbarui dan redefinisikan pada 1998 dalam bukunya Kirkpatrick yang disebut dengan “Evaluating Training Programs: The Four Levels”. Kirkpatrick four levels evaluations model sekarang menjadi salah satu rujukan dan standar bagi berbagai perusahaan besar dalam program training bagi pengembangan sumber daya manusia seperti: Kemper National Insurance Companies, Motorola Corporation, Intel Corporation, Midwest Electric, Inc. Arthur Andersen & Company dan sebagainya (Widoyoko, 2014).
12
Menurut Kickpatrick dalam evaluasi terhadap program training mencakup empat level (dalam Widoyoko, 2014) yaitu: 2.2.1. Evaluasi Reaksi (Reaction Evaluation), Evaluasi ini mengukur kepuasan peserta. Program training ini dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan peserta training sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Menurut Center Partner dalam artikelnya yang berjudul Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus mengatakan bahwa: “the interest, attention and motivation of the participants are critical to the success of any training program. People learn better when they react positively to the learning environment” (http://www.coe.wayne.edu/eval.pdf). Hal ini dapat dimaknai bahwa keberhasilan proses kegiatan training tidak terlepas dari minat, perhatian dan motivasi peserta training dalam mengikuti jalannya kegiatan training. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar. Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
13
2.2.2. Evaluasi Belajar (Learning Evaluation) Menurut Kirkpatrick (1988:20) :“learning can be defined as the extend to which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the program”. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, dan atau kenaikan ketrampilan peserta setelah selesai mengikuti program. Menurut Kirkpatrick (1988:40) penilaian terhadap hasil belajar dapat dilakukan dengan: “a control group if pratical, evaluate knowledge, skill and/or attitudes both before and after the program, a paper-andpencil test to measure knowledge and attitudes, and performance test to measure skills”. Dengan demikian untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya dalam waktu tertentu. Dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil pre test dengan post test, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test).
2.2.3. Evaluasi Perilaku (Behavior Evaluation) Penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ketempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti training juga akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja, sehingga penilaan tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah mengikuti training dan kembali ketempat kerja? Bagaimana peserta dapat
14
mentransfer pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperoleh selama training untuk diimplementasikan di tempat kerjanya. Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok kontrol dengan perilaku peserta training, atau dengan membandingkan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti training maupun dengan mengadakan survei dan atau interview dengan pelatih, atasan maupun bawahan peserta training setelah kembali ketempat kerja (Kirkpatrick, 1988:49).
2.2.4. Evaluasi Hasil (Result Evaluation) Evaluasi hasil dalam level ke-4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program training adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan. Evaluasi hasil akhir dapat dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok peserta training, mengukur kinerja sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan, serta dengan melihat perbandingan antara biaya dan keuntungan antara sebelum dan sesudah adanya kegiatan pelatihan, apakah ada peningkatan atau tidak (Kirkpatrick, 1988:61). Pada awal perkembangannya, model evaluasi 4 tahap dari Kirkpatrick ini digunakan oleh perusahan besar dalam penelitian serta evaluasi terhadap kinerja karyawannya, setelah adanya penyempurnaan teori ini, sekarang model Evaluasi program Kirkpatrick dapat digunakan untuk mengevaluasi program pembelajaran,
15
namun perlu adanya modifikasi terutama pada indikator-indikator yang cocok digunakan dalam dunia pendidikan karena evaluasi pada bidang ekonomi berbeda dengan pendidikan. Dibandingkan dengan model evaluasi lain, model Kirkpatrick memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1) lebih komprehensif, karena mencakup hard skills dan juga soft skills, 2) objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata, tetapi juga mencakup proses, output maupun outcomes, 3) lebih mudah diterapkan (applicable) untuk level kelas karena tidak terlalu banyak melibatkan pihak lain dalam evaluasi. Adapun kekurangan dari evaluasi empat tahap Kirpatrick meliputi: 1) kurang memperhatikan input, padahal keberhasilan output dalam proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh input, 2) untuk mengukur impact sulit dilakukan karena selain sulit tolak ukurnya (intangible) juga sudah di luar jangkauan guru maupun sekolah sehingga variabel-variabel yang tidak dikehendaki dapat ikut berpengaruh terhadap hasil uji yang diperoleh. Secara garis besar, tahapan evaluasi dari Kirkpatrick yang mencakup tentang tujuan setiap tahapan, indikator pencapaian, teknik pengambilan data, serta lama pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
16
Tabel 2.1. Karakteristik dasar evaluasi tahap 1-4 dari Kirkpatrick Level Reaction
It Measure Feelings/ Perceptions
Regarding
Learning
Skills, Knowledge, attitudes
Using Assesment Techniques
Program content and materials Logistic & training environment Instructor’s delivery & organization Expectation for job transfer Gains as related to learning objectives Specific knowledge Skills developed Attitudes changed
Behavior
Transfer & Retention
Result
Productivity gains, Impact
On-the-job behavior changes New knowledge & skills applied Opinions & attitudes expressed in job setting Environment changes to facilitate the application of new learning
Less waste More output Less inputs Improved quality More efficient processes Cost/benefit or cost/effectiveness
Timing
Questionnaires Smile sheet Reactionnaires
Paper-based test Observation Structured check list Interview Structured, semi structured Artifactstangible outputs
Immadiateas part of program Delayed a short time-to give time to reflect
Preinstruction baseline Part of instruction End of instruction Delayed
Interview-face to face, telephone, structured, semistructured, unstructured Direct observation Artifactsdocument analysis Performancebased assessment.
Efficiency measure Monetary measure Effectiveness-non monetary measure Utility-value along a set of criteria Optimal changes Growth Market share
Post program Must give enough time to embed learning into practice.
Short term⁄ to 1 year Long term-2 to 10 years
Sumber: Clementz A Rae (2002)( dalam Sopacua dan Budijanto, 2007)
17
2.3. Media Pembelajaran 2.3.1. Definisi Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin medium yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1997) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Apabila media membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran (Heinich, et.al.,1982 dalam Arsyad, 2011). Sementara itu secara implisit Gagne dan Briggs 1975 (dalam Arsyad, 2011) mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Menurut Daryanto (2010), media secara umum memiliki kegunaan antara lain: 1) memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, 2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera, 3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dan sumber belajar, 4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya, 5) memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama, serta 6) proses pembelajaran mengandung lima komponen: komunikasi, guru (komunikator), bahan pembelajaran, siswa (komunikan), dan tujuan pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran),
18
sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.
2.3.2. Fungsi Media Pembelajaran Secara rinci, fungsi media dalam proses pembelajaran menurut Daryanto (2010) adalah: 1) menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau, 2) mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang, 3) memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu kecil atau terlalu besar, 4) mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk dikunjungi, dan 5) dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu objek secara serempak.
2.3.3. Karakteristik Media Pembelajaran Tiga Dimensi Media tiga dimensi ialah sekelompok media tanpa proyeksi yang penyajiannya secara visual tiga dimensional. Kelompok media ini dapat berwujud sebagai benda asli baik hidup maupun mati, dan dapat pula berwujud sebagai tiruan yang mewakili aslinya. Media tiga dimensi yang dapat diproduksi dengan mudah, adalah tergolong sederhana dalam penggunaan dan pemanfaatannya, karena tanpa harus memerlukan keahlian khusus, dapat dibuat sendiri oleh guru, bahannya diperoleh di lingkungan sekitar (Daryanto, 2010).
19
Moedjiono 1992 (dalam Daryanto, 2010) mengatakan bahwa media sederhana tiga dimensi memiliki kelebihan-kelebihan: memberikan pengalaman secara langsung, penyajian secara kongkrit dan menghindari verbalisme, dapat menunjukkan objek secara utuh baik konstruksi maupun cara kerjanya, dapat memperlihatkan struktur organisasi secara jelas, dapat menunjukkan alur suatu proses secara jelas. Sedangkan kelemahan-kelemahannya adalah: tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, penyimpanannya memerlukan ruang yang besar dan perawatannya rumit.
2.4. Maket Menurut bahasa, model atau yang biasa disebut dengan maket adalah bentuk tiruan dari suatu objek yang telah diubah menjadi kecil dengan skala tertentu. Dalam bahasa Indonesia, maket disebut juga dengan istilah “miniatur”. Memang tidak ada sesuatu yang bagus dan indah dalam mengilustrasikan suatu karya desain selain dalam bentuk gambar, akan tetapi hal ini masih dalam bentuk dua dimensi, padahal di sisi lain sebuah maket dapat menampilkan dalam bentuk tiga dimensi, dan ini sangat menarik untuk ditampilkan atau dipresentasikan dalam suatu pameran (Madjid, 2003). Selain itu, maket bisa diartikan dalam berbagai macam cara, dan istilahnya bisa saja digunakan bergantian dalam setting yang berbeda. Meskipun tidak ada standar, definisi-definisi ini biasanya digunakan. Seluruh tipe maket yang didiskusikan (maket sketsa, maket massa, maket pengembangan, dan lain-lain) dianggap sebagai maket studi, termasuk yang digunakan untuk presentasi formal.
20
Maket-maket tersebut bertujuan untuk memunculkan ide-ide desain dan berfungsi sebagai wahana untuk penyempurnaan desain. Maket-maket ini dapat berupa maket singkat berkonstruksi kasar, hingga yang mendetail. Apapun jenisnya, istilah maket studi mengisyaratkan bahwa maket-maket tersebut terbuka untuk diinvestigasi dan disempurnakan (Mills, 2008). Menurut Mills, maket-maket studi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: maket primer dan maket sekunder. Maket primer berkaitan dengan tahap evolusi desain, sementara maket sekunder lebih berkaitan dengan unit bagian atau aspek-aspek proyek yang sedang diberi fokus. 2.4.1. Maket-maket Primer, Memiliki konsep yang abstrak dan digunakan untuk mengeksplorasi berbagai tahap fokus investigasi yang berbeda-beda. Macamnya meliputi : 2.4.1.1. Maket Sketsa Merupakan tahap awal dari maket-maket studi. Maket-maket ini seperti sketsa dan gambar tiga dimensi. Maket ini umumnya tidak mengutamakan segi kerapihan detailnya, namun lebih ke visualisasi ruang secara cepat. Maket ini dimaksudkan untuk dipotong dan dimodifikasi sebagaimana proses eksplorasi berlanjut. Maket sketsa umumnya disusun dalam skala kecil dan dari material yang tidak mahal seperti karton chipboard atau karton poster. 2.4.1.2. Maket Diagram Maket jenis ini berkaitan dengan maket sketsa dan maket konseptual, namun seperti gambar dua dimensinya, maket ini mengetengahkan isu-isu abstrak seperti program, sirkulasi, dan keterkaitan tapak
21
2.4.1.3. Maket Konsep Disusun pada tahap-tahap awal sebuah proyek untuk mengeksplorasi kualitas-kualitas abstrak seperti material, keterkaitan tapak, dan tema-tema interpretif. Maket ini dapat dianggap sebagai sebuah bentuk khusus dari maketmaket
sketsa
dan
digunakan
sebagai
“pengkodean
genetik”
untuk
menginformasikan arahan-arahan arsitektural. Penerjemahan dapat dilakukan dengan berbagai macam sarana, seperti menganalisis unit-unit bagian maket tersebut dengan gambar, menggunakan geometri-geometri yang disarankan, menghasilkan pembacaan berdasarkan kualitas formal, atau menginterpretasikan tema-tema. 2.4.1.4. Maket Massa Merupakan maket sederhana yang menampilkan volume dan biasanya tidak mensimulasikan bukaan-bukaan. Maket jenis ini dapat dibangun dalam skala kecil karena tidak perlu detail yang banyak, dan akan dengan cepat merefleksikan ukuran dan proporsi bangunan pada tahap awal. 2.4.1.5. Maket Solid/Void Dapat disusun sebagai maket sketsa atau maket pengembangan, tapi tidak seperti maket massa, maket ini menampilkan keterkaitan antara area terbuka dan area tertutup dari bangunannya. Umumnya, maket ini lebih berguna untuk memahami karakter bangunan dari pada maket massa yang sederhana. 2.4.1.6. Maket Pengembangan Digunakannya maket pengembangan mengimplikasikan bahwa beberapa keputusan awal telah ditetapkan dan dieksplorasi tahap dua atau tiga tengah
22
dilakukan. Maket ini juga mengimplikasikan bahwa keseluruhan geometri sudah tetap, dan paling tidak satu tahap eksplorasi akan dilakukan sebelum melanjutkan ke maket presentasi. Maket ini juga merupakan representasi abstrak keterkaitan bangunan dan masih terbuka untuk modifikasi dan penyempurnaan. 2.4.1.7. Maket Finishing/Presentasi Merupakan maket yang mempresentasikan sebuah desain yang lengkap dan disusun dengan memperhatikan kerapihan pengerjaannya. Maket ini digunakan untuk
mengkonfirmasikan
keputusan-keputusan
desain
dan
mengkomunikasikannya dengan klien yang mungkin tidak sepenuhnya dapat mengapresiasi implikasi-implikasi studi yang lebih kasar. Maket ini biasanya disusun sebagai konstruksi monokromatik yang terbuat dari satu jenis material saja, misalnya sterefoam.
2.4.2. Maket-maket Sekunder Digunakan untuk menelaah komponen-komponen tertentu dari suatu bangunan atau tapak. Macamnya meliputi: 2.4.2.1. Maket Kontur Tapak, atau Maket Kontur Disusun untuk mempelajari topografi dan keterkaitan bangunan dengan tapak. Maket ini biasanya memproduksi kemiringan atau tinggi rendah tapak, dengan
menerapkan
serangkaian
lembaran-lembaran
berskala
yang
mempresentasikan kenaikan tinggi rendah lansekap lahan yang bertahap. Untuk mempelajari konstruksi, maket ini dapat dimodifikasi untuk menempatkan
23
bangunan pada tapaknya, mengontrol air, dan mengimplementasikan desain lansekap. 2.4.2.2. Maket Konteks dan Perkotaan adalah maket yang menunjukkan lingkungan sekitar bangunan-bangunan. Maket ini disusun untuk mempelajari keterkaitan bangunan dengan karakter dan massa arsitektur yang sudah ada. Penyatuan maket konteks dengan maket kontur dapat memungkinkan eksplorasi keterkaitan antara isu ketinggian tanah, desain lansekap dengan bangunan. Maket-maket perkotaan bisa meliputi keseluruhan kondisi perkotaan mulai dari sektor di pusat kota hingga ke seluruh kawasan pinggir kota. Maket ini digunakan seperti maket studi lainnya untuk mengeksplorasi keterkaitan-keterkaitan, hanya saja dalam skala yang jauh lebih besar. Umumnya maket ini menampilkan seluruh elemen bangunan dalam bentuk blok-blok massa. 2.4.2.3. Fitur dan Vegetasi Tapak merujuk pada pemodelan manusia, pepohonan, dan perlengkapan tapak. Fitur-fitur berskala dimodelkan selama tahap investigasi untuk memberikan persepsi skala pada bangunan. Untuk studi desain dan maket sederhana, sebaiknya vitur dan vegetasi dibuat secara sederhana dan abstrak. 2.4.2.4. Maket Interior umumnya berfungsi sebagai maket pengembangan dan dibuat untuk mempelajari arsitektur ruang-ruang interior dan perabotan.
24
2.4.2.5. Maket Unit Bagian disusun untuk mempelajari keterkaitan antar ruang-ruang vertikal. Maket ini dibuat dengan cara mengiris bangunan pada lokasi yang hendak diperlihatkan. Irisan biasanya dibuat pada titik di mana sejumlah keterkaitan yang kompleks berinteraksi dan irisan dapat dibuat membelok atau membentuk sudut. Penggunaan maket ini dapat sangat efektif dalam menyelidiki kompleksitas keterkaitan, yang seringkali sulit divisualisasikan dalam dua dimensi. 2.4.2.6. Maket Fasad disusun ketika elevasi-elevasi yang terisolasi diperlukan untuk studi dan penyempurnaan desain. Situasi ini biasanya didapati pada struktur pengisi antar gedung di mana elevasi-elevasi jalan merupakan citra yang utama. 2.4.2.7. Maket Struktural/Rangka adalah sebuah maket detail yang kegunaan utamanya adalah untuk memvisualisasikan hubungan antara rangka dan sistem struktural dalam ruang. Maket ini juga dapat digunakan untuk mengeksplorasi desain-desain struktur yang kreatif seperti jembatan dan truss, untuk mengkomunikasikan detail ke pihak kontraktor pembangun, dan untuk menguji karakteristik pembebanan. 2.4.2.8. Maket Detail/Koneksi Disusun untuk mengembangkan detail-detail eksterior dan interior. Maket ini serupa dengan maket bangunan lengkap, tapi disusun dengan skala yang jauh lebih besar untuk memungkinkan pembacaan yang lebih detail atas artikulasi bentuk dan koneksi-koneksi.
25
Sementara menurut Madjid (2003), maket dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu: a. Maket Blok Plan, merupakan maket yang hanya menampilkan blok-blok (kotak-kotak) dari suatu bangunan saja, tanpa harus berbentuk menyerupai keadaan aslinya. Biasanya maket demikian, dibuat jika lahannya luas dan terdapat banyak bangunan. b. Maket biasa, merupakan maket yang dibuat hanya sesuai dengan bentuk suatu bangunan yang ada. Keadaan alamnya yang juga menyesuaikan dengan kondisi aslinya dan jumlah bangunan tidak terlalu banyak. Contoh: suatu kawasan perumahan. c. Maket detail, merupakan maket yang sengaja dibuat secara detail, dengan tujuan untuk memperlihatkan keadaan bangunan baik interior maupun eksteriornya. Biasanya maket ini dibuat dengan menggunakan bahan yang tembus pandang agar memudahkan dalam melihat sisi ruang interiornya. d. Maket biasa dan detail, merupakan perpaduan antara maket biasa dan detail. Maket ini dibuat dalam dua jenis sekaligus pada sebuah maket. Biasanya terdiri atas berbagai massa bangunan dengan berbagai macam tipe.
Lansekap Pembuatan maket biasanya diawali dengan pembuatan lansekap. Lansekap terdiri dari dua jenis bentuk yaitu lansekap yang berkontur (menonjol) dan lansekap yang tidak berkontur (datar).
26
a. Lansekap berkontur Jika keadaan alam suatu proyek berada pada puncak atau lembah di suatu gunung atau bukit, maket yang dibuat juga akan membutuhkan lansekap yang sesuai dengan keadaan lahannya. Dalam pembuatan lansekap ini, akan banyak diperlukan karton dan lem sesuai dengan ketebalan yang dibutuhkan. Kita harus memperhatikan ukuran (notasi) lansekap pada gambar secara cermat agar tepat hasilnya. Jika bentuk lapisan sama tetapi ketinggian curam (tegak lurus) maka bahan yang digunakan harus tebal. Ada pula lansekap yang sengaja dibuat sesuai kehendak manusia yaitu dengan memotong atau menambahkan lapisan tanah yang ada atau yang dikenal dengan istilah cut and fill.
b. Lansekap tidak berkontur Biasanya digunakan untuk sebuah proyek yang berada pada lahan yang datar. Dalam pembuatannya hanya menyusun dan merekatkan lapisan bahan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
2.5. Kesiapsiagaan 2.5.1. Definisi Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan merupakan suatu tindakan yang akan diambil apabila terjadi suatu bencana. Menurut Godschalk (1991:134), kesiapsiagaan merupakan tindakan yang diambil sebelum kondisi darurat untuk mengembangkan
27
kemampuan operasional dan untuk memfasilitasi respon yang efektif jika keadaan darurat terjadi (dalam Kusumasari, 2014). Mileti (1991:127) menyatakan bahwa kesiapsiagaan mencakup kegiatankegiatan seperti berikut: merumuskan, menguji, dan melakukan latihan terhadap rencana bencana; memberikan pelatihan bagi responden bencana dan masyarakat umum, melakukan komunikasi dengan publik dan orang lain tentang kerentanan bencana, serta tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi hal tersebut (dalam Kusumasari, 2014). Para
ahli
meyebutkan
beberapa
alasan
penting
yang
menjadikan
kesiapsiagaan sebagai komponen penting dari keseluruhan manajemen bencana (Auf der Heide, 1989; Dyne, 1994; Kreps, 1991; Mileti, 1991). Pertama, kegiatan respons dan kesiapsiagaan yang efektif dapat membantu menyelamatkan nyawa, mengurangi cedera, membatasi kerusakan harta benda, dan meminimalkan segala macam gangguan yang disebabkan oleh bencana. Kedua, kesiapsiagaan membantu melindungi nilai-nilai masyarakat dan mengurangi kondisi yang tidak diinginkan saat bencana. Ketiga, kesiapsiagaan meningkatkan koordinasi dan komunikasi antarorganisasi serta menetapkan tanggung jawab bagi pemain utama, seperti pejabat masyarakat, pejabat negara, pejabat daerah, dan rumah sakit. Keempat, kesiapsiagaan membantu mengidentifikasi sumber daya (personil, waktu, keuangan, peralatan, perlengkapan, atau fasilitas) yang mungkin diperlukan masyarakat untuk langkah-langkah kegiatan respons dan pemulihan. Terakhir, kesiapsiagaan mengidentifikasi beberapa fungsi penting yang perlu
28
dilakukan pada saat bencana, seperti manajemen sumber daya, evakuasi, dan penilaian kerusakan (Kusumasari, 2014). Secara lebih mendalam, kesiapsiagaan terdiri dari tiga kata (BNPB, 2012), yaitu: 2.5.1.1. Kesiapan (Preparedness) Masa kesiapan terjadi jika disadari adanya potensi ancaman bahaya sampai masa munculnya tanda-tanda ancaman bahaya tersebut. Fokus utama pada masa ini adalah pembuatan “Rencana untuk menghadapi Ancaman Bahaya (Bencana)”. Adapun rencana (plan) yang dibuat adalah : a. Rencana persiapan untuk menghadapi ancaman bahaya/bencana (PLAN A) b. Rencana saat ancaman bahaya/bencana terjadi (PLAN B) 2.5.1.2. Kesiagaan (Readiness) Merupakan masa yang relatif pendek, dimulai ketika muncul tanda-tanda awal akan adanya ancaman bahaya. Rencana B (PLAN B) mulai direncanakan dan semua orang diajak untuk siap sedia melakukan perannya masing-masing. 2.5.1.3. Kewaspadaan (Alertness) Masa ini terjadi ketika sebuah ancaman bahaya pasti dan segera terjadi. Pada masa inilah semua hal yang berhubungan dengan kesiapsiagaan akan diuji. Masa ini tidak bisa direncanakan, karena semua yang terjadi pada masa ini sifatnya sangat darurat.
29
2.5.2. Prinsip Dasar Kesiapsiagaan Berikut ini adalah beberapa prinsip dasar kesiapsiagaan menurut Drabek & Hoetmar, 1991 (dalam Kusumasari, 2014) : a. Kesiapsiagaan merupakan proses yang berkesinambungan. Hal ini berarti rencana yang dibuat harus selalu up-to-date serta harus mengantisipasi adanya kondisi dan kebutuhan baru yang muncul dalam perkembangan. b. Kesiapsiagaan mengurangi ketidaktahuan selama bencana karena tujuan dari kesiapsiagaan adalah mengantisipasi masalah dan memproyeksi solusi yang memungkinkan. c. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan pendidikan. Hal ini bermakna bahwa kesiapsiagaan harus dilatih dan disosialisasikan kepada individu, kelompok, dan organisasi sehingga semua lapisan masyarakat mengetahui tindakan yang harus mereka lakukan pada saat dan setelah bencana terjadi. d. Kesiapsiagaan berdasarkan pada pengetahuan. Mengantisispasi masalah dan merancang solusi kaitannya dengan bencana memerlukan pengetahuan karena berhubungan dengan nyawa manusia dalam situasi krisis. e. Kesiapsiagaan menyebabkan timbulnya tindakan yang tepat. Hal ini guna meningkatkan kecepatan respon ketika bencana terjadi. f. Resistensi terhadap kesiapsiagaan bencana diberikan. g. Perencanaan yang sederhana merupakan sebuah tujuan yang jelas. Sebuah rencana kesiapsiagaan yang sederhana harus disiapkan terlebih dulu karena situasi dapat berubah secara terus menerus.
30
Namun penelitian tentang bencana menunjukkan bahwa sikap apatis dan kurangnya pengalaman dalam mengelola bencana adalah dua masalah utama yang dihadapi pada tahap kesiapsiagaan (Auf der Heide, 1989; McEntire & Myers, 2004; Kusumasari, 2014).
2.6. Pendidikan Berbasis Masyarakat 2.6.1. Definisi Pendidikan Berbasis Masyarakat Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari demokratisasi pendidikan
melalui
perluasan
pelayanan
pendidikan
untuk
kepentingan
masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi tantangan kehidupan yang berubah-ubah dan semakin berat (Zubaedim, 2012). Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat merupakan model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subjek /pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada kontek ini masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat ikut serta dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan mereka (Zubaedim, 2012). Menurut Michael W.Galbraith (dalam Zubaedim, 2012), pendidikan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai proses pendidikan dimana individu-individu
31
atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten menangani ketrampilan, sikap, dan konsep mereka dalam hidup di dalam dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi demokrasi.
2.6.2. Prinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat Michael W.Galbraith (dalam Zubaedim, 2012) menjelaskan bahwa pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: 2.6.2.1. Self determination (menentukan sendiri) Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut. 2.6.2.2. Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri terdorong dan dikembangkan. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri. 2.6.2.3. Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.
32
2.6.2.4. Localization (lokalisasi) Potensi terbesar untuk tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup. 2.6.2.5. Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik yang lebih baik. 2.6.2.6. Reduce duplication of service (mengurangi duplikasi pelayanan) Masyarakat harusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumberdaya manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan. 2.6.2.7. Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Termasuk perwakilan warga masyarakat seluas mungkin dituntut dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program, pelayanan dan aktivitas-aktivitas kemasyarakatan. 2.6.2.8. Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat.
33
2.6.2.9. Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.
2.6.3. Tujuan Pendidikan Berbasis Masyarakat Tujuan pendidikan berbasis masyarakat biasanya mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, konsumerisme, perhatian terhadap lingkungan, pendidikan dasar, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, penanganan masalah kesehatan seperti AIDS, korban narkotika, dan seterusnya. Sementara lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakatan bisa dari kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani, organisasi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisasi buruh, perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial, lembaga-lembaga keagamaan dan lain-lain. (Zubaedim, 2012).
2.7.Bencana 2.7.1. Definisi Bencana Wisner 2003 (dalam Indiyanto dan Kuswanjono, 2012) mengemukakan bahwa bencana merupakan suatu kegagalan pembangunan yang dilakukan oleh manusia. Sementara itu, Cutter 1996 dan Douglas 1999 (dalam Indiyanto dan Kuswanjono, 2012) menegaskan bahwa setiap satuan unit ruang memiliki tingkat risiko bencana yang beragam karena terdiri dari elemen-elemen pendukung yang
34
beragam. Hal ini menunjukkan bahwa faktor manusia bukan faktor tunggal untuk mengurangi dampak bencana. Faktor non-manusia, seperti faktor lingkungan alami dan lingkungan buatan, membentuk risiko bencana bersama faktor manusia. Mengingat setiap unit wilayah unik, maka jelas kiranya bahwa ketahanan masyarakatnya
terhadap
bencana
pun
beragam,
seperti
halnya
tingkat
kerentanannya. Bencana adalah suatu kejadian alam, buatan manusia, atau perpaduan antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak negatif yang dahsyat bagi kelangsungan kehidupan. Dalam kejadian tersebut, unsur yang terkait langsung atau terpengaruh harus merespon dengan melakukan tindakan luar biasa guna menyesuaikan sekaligus memulihkan kondisi seperti semula atau menjadi lebih baik. Kejadian bencana sering kali saling berkaitan. Dengan kata lain, suatu bencana dapat menjadi penyebab utama bencana lainnya yang potensial terjadi dalam jangkauan wilayah tertentu (Priambodo, 2009).
2.7.2. Kategori Bencana Bencana
merupakan
suatu
kejadian
alam
maupun
non-alam
yang
mengakibatkan kerugian bagi manusia, baik nyawa maupun harta, sehingga bencana harus ditangani secara tepat, baik sebelum atau pencegahan, saat, dan sesudah terjadinya bencana atau rehabilitasi. Secara garis besar ada tiga kategori bencana (Priambodo, 2009), sebagai berikut:
35
2.7.2.1. Bencana alam yakni bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta (angin: topan, badai, puting beliung; tanah: erosi, sedimentasi, longsor, ambles, gempa bumi; air: banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; api: kebakaran, letusan gunung api). 2.7.2.2. Bencana sosial yakni bencana yang disebabkan oleh ulah manusia sebagai komponen sosial (instabilitas sosial, politik, dan ekonomi; perang; kerusuhan massal; teror bom; kelaparan; pengungsian; dll). 2.7.2.3. Bencana kompleks yakni perpaduan antara bencana alam dan sosial sehingga menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan (kebakaran; epidemi penyakit; kerusakan ekosistem; polusi lingkungan, dll).
2.8. Mitigasi Bencana Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruhpengaruh dari suatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik, seperti membangun bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan (Coburn, et.al., 1994 dalam Setyowati, 2010).
36
lewat tindakan mitigasi, kita bisa mencegah, membatasi, atau memperlambat tingkat perubahan atau kerusakan. Melakukan tindakan-tindakan mitigasi sangatlah masuk akal; perasaan-kerepotan yang diperlukan untuk mencegah bencana jauh lebih sedikit dibandingkan dengan konsekuensi-konsekuensi yang kita derita jika saja bencana tersebut benar-benar terjadi (Wilches, 1995 dalam Setyowati, 2010). Menurut Unesco 2007 (dalam Indiyanto dan Kuswanjono, 2012), ada beberapa alasan mengapa perlu melibatkan masyarakat lokal di kawasan rawan bencana dalam program aksi pengurangan risiko bencana (tidak hanya pada fase tanggap darurat,namun juga pada fase kesiapsiagaan), antara lain: 1) tidak ada yang lebih mengerti tentang kesempatan dan hambatan serta permasalahan lokal selain masyarakat itu sendiri, 2) tidak ada yang lebih tertarik untuk memahami bagaimana bertahan hidup dalam kondisi yang terancam daripada masyarakat itu sendiri, 3) masyarakat akan mengalami banyak kerugian apabila mereka tidak dapat merumuskan keterbatasan mereka dan mengatasinya, namun masyarakat juga akan banyak memperoleh keuntungan apabila mereka dapat mengurangi dampak bencana, 4) masyarakat yang tangguh dan mandiri dapat membantu pemerintah dalam mengatasi bencana di daerah.
2.9. Tanah Longsor 2.9.1. Definisi Tanah Longsor Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor (landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah
37
perbukitan di daerah tropis basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan massa tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian, ataupun adanya korban manusia, akan tetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan aktivitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya. Bencana gerakan massa tersebut cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia (Hardiyatmo, 2006). Tanah longsor atau gerakan tanah adalah proses massa tanah secara alami dari tempat tinggi ke tempat rendah. Pergerakan ini terjadi karena perubahan keseimbangan
daya dukung tanah dan akan berhenti setelah mencapai
keseimbangan baru. Tanah longsor terjadi apabila tanah sudah tidak mampu mendukung berat lapisan tanah diatasnya karena ada penambahan beban dipermukaan lereng, berkurangnya daya ikat antarbutiran tanah dan perubahan lereng menjadi lebih terjal (Majid, 2008). Tanah longsor adalah suatu jenis gerakan tanah, umumnya gerakan tanah yang terjadi adalah longsor bahan rombakan (debris avalanches) dan rembesan (slumps/rotational slides). Gaya-gaya gravitasi dan rembesan (seepage) merupakan penyebab utama ketidakstabilan pada lereng alami maupun lereng buatan yang dibentuk dengan cara penggalian atau penimbunan (Majid, 2008). Menurut Majid, fenomena tanah longsor merupakan hal biasa ketika terjadi peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) menyebutkan bahwa banyaknya tanah retak akibat kekeringan yang tiba-tiba terkena hujan lebat, maka tanah tersebut longsor.
38
Ada dua hal penyebab tanah longsor yang kaitannya dengan hujan, yakni hujan berintensitas tinggi dalam waktu singkat dan menerpa daerah yang kondisi tanahnya labil. Tanah yang kering ini menjadi labil dan mudah longsor saat terjadi hujan. Kondisi lain adalah akumulasi curah hujan di musim hujan pada tebing terjal yang menyebabkannya runtuh. Tanah longsor ini cukup berbahaya dan dapat mengakibatkan korban jiwa tidak sedikit. Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor (Majid, 2008) antara lain: 1) Kondisi geologi (Geostruktur): batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi, dan gunung api, 2) Iklim: curah hujan yang tinggi, 3) Keadaan topografi: lereng yang curam, 4) Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatistika, 5) Tutupan lahan yang mengurangi lahan geser, misal tanah kritis. Menurut Agus Setyawan dan Wahyu Wilopo, bencana adalah sesuatu yang tidak kita harapkan, oleh karena itu pemahaman terhadap proses terjadinya gerakan tanah berikut faktor penyebabnya menjadi sangat penting bagi pemerintah maupun masyarakat. Alternatif penanggulangan bencana baik dari aspek pencegahan (preventif), pengurangan
(mitigasi) maupun penanggulangan
(rehabilitasi) perlu dikaji secara mendalam (Majid, 2008).
2.9.2. Dampak Bahaya Tanah Longsor Peristiwa longsor (landslide) yaitu melorotnya/meluncurnya suatu benda ke bawah merupakan fenomena alam. Hal itu bisa saja di inginkan oleh manusia, dan
39
bisa saja tidak di inginkan oleh manusia. Maksud dari peristiwa longsor yang di inginkan manusia adalah peristiwa longsor memang disengaja karena membantu pekerjaan manusia, misalnya pada waktu pengerjaan pengeprasan bukit terjal berisi ilalang yang akan diubah (dikonversi) menjadi kebun teh, pekerjaannya memang menghendaki longsor-longsor kecil untuk membantu pemerataan tanah tersebut (Majid, 2008). Adapun peristiwa longsor yang tidak di inginkan manusia adalah peristiwa longsor yang justru mengganggu kenyamanan hidup manusia. Biasanya terjadi tidak sengaja dan tidak lazimnya disebut sebagai bencana. Adapun bahaya dari bencana tanah longsor (Majid, 2008) antara lain: 1) kerusakan alam dan lahan pertanian, 2) kehancuran pemukiman penduduk, 3) memakan korban manusia terpendam, dan 4) rusaknya sarana dan prasarana umum.
2.10. Mitigasi Bencana Tanah Longsor Mitigasi bencana tanah longsor berarti segala usaha untuk meminimalisasi akibat
terjadinya
tanah
longsor.
Mitigasi
adalah
segala
usaha
untuk
meminimalisasi akibat terjadinya suatu bencana sebelum terjadinya bencana, saat bencana terjadi maupun pasca bencana, yang dalam hal ini dilakukan baik dalam skala lokal, nasional, maupun regional. Beberapa instansi yang menangani hal ini antara lain Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Alam, LAPAN, BPPT, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi, Dinas Pertambangan dan Energi, Perguruan Tinggi, Bakornas, Kimpraswil, dan Lembaga-lembaga penelitian lainnya.
40
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menekan bahaya tanah longsor (Majid, 2008), yaitu: 2.10.1. Mitigasi Tahap Awal (Preventif) a. Identifikasi daerah rawan dan pemetaan. Dari evaluasi terhadap lokasi gerakan tanah yang telah terjadi selama ini ternyata lokasi-lokasi kejadian gerakan tanah merupakan daerah yang telah teridentifikasi sebagai daerah yang memiliki kerentanan menengah hingga tinggi. b. Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan bencana alam gerakan tanah dengan memberikan informasi mengenai bagaimana dan kenapa tanah longsor,
gejala
gerakan
tanah
dan
upaya
pencegahan
serta
penanggulangannya. c. Pemantauan daerah longsor dan dilakukan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui mekanisme gerakan tanah dan penyebabnya serta mengamati gejala kemungkinan akan terjadinya longsoran. d. Pengembangan dan penyempurnaan manajemen mitigasi gerakan tanah baik dalam skala nasional, regional maupun lokal secara berkelanjutan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan menggalang kebersamaan segenap lapisan masyarakat. e. Perencanaan pengembangan sistem peringatan dini di daerah rawan bencana. f. Pola pengelolaan lahan untuk budidaya tanaman pertanian, perkebunan yang sesuai dengan asas pelestarian lingkungan dan kestabilan lereng. g. Hindari bermukim atau mendirikan bangunan di tepi lembah sungai terjal.
41
h. Hindari melakukan penggalian pada daerah bawah lereng terjal yang akan mengganggu kestabilan lereng sehingga mudah longsor. i. Hindari membuat pencetakan sawah baru atau kolam pada lereng yang terjal karena air yang digunakan akan mempengaruhi sifat fisik dan keteknikan yaitu tanah menjadi lembek dan gembur sehingga kehilangan kuat gesernya yang mengakibatkan tanah mudah bergerak. j. Penyebarluasan informasi bencana gerakan tanah melalui berbagai media dan cara sehingga masyarakat, baik formal maupun non formal.
2.10.2. Mitigasi Tahap Bencana a. Menyelamatkan warga yang tertimpa musibah. b. Pembentukan pusat pengendalian (Crisis Center). c. Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman. d. Pendirian dapur umum, pos-pos kesehatan dan penyediaan air bersih. e. Pendistribusian air bersih, jalur transportasi, tikar, dan selimut. f. Pencegahan berjangkitnya wabah penyakit. g. Evaluasi, konsultasi, dan penyuluhan.
2.10.3. Mitigasi Tahap Pasca Bencana a. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan tata ruang dalam upaya mempertahankan fungsi daerah resapan air. b. Mengupayakan semaksimal mungkin pengembalian fungsi kawasan hutan lindung.
42
c. Mengevaluasi dan memperketat studi AMDAL pada kawasan vital yang berpotensi menyebabkan bencana. d. Mengevaluasi kebijakan Instansi/Dinas yang berpengaruh terhadap terganggunya ekosistem. e. Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah bencana, sabuk hijau dan disepanjang bantaran sungai.
2.11. Kerangka Berfikir Indonesia merupakan negara yang memiliki topografi atau relief yang sangat beragam akibat dari adanya tenaga pembentuk muka bumi baik endogen maupun eksogen. Secara geologis, wilayah Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar dunia, yaitu: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Pertemuan ketiga lempeng ini menimbulkan penunjaman maupun pengangkatan kenampakan alam berupa dataran tinggi dan gununggunung api aktif yang umumnya memiliki tingkat kemiringan lereng yang cukup terjal dan tanah yang tidak stabil akibat proses alam maupun manusia. Kondisi yang demikian memiliki potensi dan ancaman bencana tinggi berupa tanah longsor. Secara astronomis, Indonesia terletak pada lintang 6° LU - 11° LS dan 95° BT - 141°BT sehingga Indonesia termasuk negara beriklim tropis dengan jumlah curah hujan cukup tinggi. Maka dari itu, saat musim-musim penghujan tiba antara bulan oktober hingga april masyarakat perlu waspada terutama yang bermukim di lereng gunung, dekat lereng, tebing, serta bertempat tinggal di lahan yang kondisi
43
tanahnya tidak stabil. Salah satu wilayah yang tingkat potensi risiko dan kerentanannya tinggi adalah di Kabupaten Boyolali tepatnya di Kecamatan Cepogo. Cepogo merupakan wilayah yang sebagian berada pada lereng merapi sehingga memiliki kemiringan lereng hingga lebih dari 70%. Jenis tanah berupa endapan longsoran lama, serta endapan dari material Gunungapi Merapi dan Gunungapi Merbabu yang labil. Berdasarkan hasil penelitian dari BAPPEDA Kabupaten Boyolali tahun 2007 menunjukkan bahwa Kecamatan Cepogo hampir sebagian besar wilayahnya masuk dalam zona potensi tanah longsor, terutama desa yang berada pada lereng Gunung Merapi. Salah satunya adalah Desa Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Namun, tingginya potensi tanah longsor yang mengancam wilayah penelitian tidak sebanding dengan tingkat pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tersebut. Selain itu, kurangnya vegetasi yang dapat mengikat tanah ditambah pola tanam serta jenis tanaman yang dibudidayakan warga disekitarnya, memperbesar kemungkinan potensi longsor. Jika tanah longsor terjadi maka bukan tidak mungkin akan banyak korban jiwa maupun materi yang diderita. Untuk mengurangi potensi dan bahaya longsor di Kecamatan Cepogo, maka perlu dilakukan pembelajaran dan sosialisasi mengenai bencana longsor kaitannya dalam kesiapsiagaan masyarakat sebagai usaha peningkatan kapasitas dalam menghadapi bencana longsor. Pembelajaran sedianya harus menarik dan dapat meninggalkan kesan yang mendalam, salah satunya melalui penggunaan media
44
maket lansekap berkontur. Untuk menguji keefektifan media tersebut digunakan teknik evaluasi Four Levels Evaluation Models dari Kirkpatrick Adapun kerangka berfikir dalam penelitian seperti dalam Gambar 2.1 sebagai berikut: Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan Masyarakat
Profil Kecamatan Cepogo Ancaman Longsor Pendidikan Kesiapsiagaan
Media Maket efektifitas
Reaction
Learning
Behavior
Result
Tingkat Kepuasan
Tingkat Pemahaman Materi
Perubahan Perilaku
Kesiapsiagaan
Kuesioner
Tes
Kuesioner
Tes
Analisis
Hasil
Gamabar 2.1. Bagan Kerangka Berfikir Penelitian
45
2.12. Batasan Operasional Dalam batasan operasional ini dijabarkan mengenai batas-batas yang digunakan dalam penelitian, meliputi: 2.12.1. Pemanfaatan Media Dalam penelitian ini, pemanfaatan media mengacu pada fungsinya sebagai media display yang menggambarkan daerah potensi longsor meliputi kerentanan dan risiko bencana longsor Kecamatan Cepogo. 2.12.2. Maket Lansekap Berkontur Maket yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bentuk tiga dimensi dari Kecamatan Cepogo yang menggambarkan kerentanan dan risiko bencana longsor. Pembuatan maket menggunakan bahan yang tahan lama, murah dan ringan yaitu sterefoam dan gypsum. 2.12.3. Kesiapsiagaan Tahap kesiapsiagaan yang menjadi sasaran utama penelitian ini adalah pengetahuan masyarakat tentang bencana tanah longsor, apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi dan tidak merujuk pada pelatihanpelatihan atau simulasi kebencanaan.
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian Dalam penelitian ini, digunakan disain atau alur penelitian seperti pada Gambar 3.1 di bawah ini: Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur
Tahap Pra penelitian
Survei Awal
Proposal Instrumen
Tahap Hasil Penelitian
Tahap Proses
Merancang Produk Maket Lansekap Berkontur
Pembuatan Maket Lansekap Berkontur
Pendidikan kesiapsiagaan (tanpa media)
Pendidikan Kesiapsiagaan (dengan media)
Analisis hasil uji tes dan kuesioner
Tingkat kepuasan yang baik Tingkat pemahaman terhadap materi Adanya perubahan perilaku Pengetahuan kesiapsiagaan yang lebih baik
Hasil Gambar 3.1. Bagan Desain Penelitian 46
47
3.2. Jenis Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksperimen
untuk
mengukur
pemanfaatan media maket lansekap berkontur terhadap kesiapsiagaan masyarakat. Menurut Azwar (2010), kesimpulan mengenai hubungan sebab-akibat atau mengenai pengaruh suatu variabel independen terhadap perilaku subyek sebagai variabel dependen hanya dapat diperoleh melalui prosedur eksperimen. Maka dari itu, eksperimen dipilih dalam penelitian ini karena mengukur pengaruh penggunaan media maket lansekap berkontur terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor. Desain penelitian tanpa menggunakan kelas kontrol atau disebut dengan Pre-Experimental Designs (Nondesigns) OneGroup Pretest-Posttest Design.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perangkat pemerintahan serta pemuda-pemudi karang taruna usia SMP-SMA di Kecamatan Cepogo. Perangkat pemerintahan digunakan sebagai populasi karena merupakan kepala dari aturan dan kebijakan pemerintahan serta memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pengelolaan wilayah. Sementara pemuda-pemudi karang taruna usia SMP-SMA diambil sebagai populasi karena mereka merupakan penerus dari pemerintahan wilayah
48
penelitian. Selain itu, dengan dipilihnya pemuda-pemudi karang taruna dapat menjadi tonggak baru dalam pengelolaan lingkungan potensi longsor
di
Kecamatan Cepogo. Pemilihan kedua populasi tersebut di harapkan dapat membuat benang merah antara pemerintah dan masyarakat yang di wakili oleh pemuda-pemudi karang taruna dalam menanggapi kondisi wilayah yang berpotensi longsor sehingga dapat timbul kerja sama yang lebih baik dalam pengelolaan lingkungan rawan longsor.
3.3.2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010). Sampel penelitian diambil dengan metode purposive sampling yaitu 10 anggota perangkat pemerintahan serta 40 anggota pemudapemudi karang taruna usia SMP-SMA di Desa Wonodoyo. Jumlah tersebut dipilih karena keterbatasan jumlah anggota perangkat desa dan anggota karangtaruna sehingga seluruhnya dijadikan sampel. Desa Wonodoyo merupakan desa paling barat di Kecamatan Cepogo yang letaknya dilereng gunung merapi bagian timur. Sebagian besar wilayahnya memiliki lereng yang kasar dan digunakan sebagai hutan, pemukiman, dan tegalan. Desa Wonodoyo digunakan sebagai sampel karena beberapa wilayahnya pernah mengalami longsor diantaranya di Dusun Kujon pada koordinat 7ᵒ 34‟ 18.7” LS dan 110ᵒ 28‟ 48.4” BT dan Dusun Taring pada koordinat 7ᵒ 31‟ 48.9” LS dan 110ᵒ 29‟ 3.2” BT (Bappeda, 2007). Selain itu, Desa Wonodoyo juga merupakan tempat tinggal sanak saudara serta teman-teman
49
sehingga peneliti ingin memberikan kontribusi bagi sanak saudara serta temanteman di Desa Wonodoyo.
3.4. Variabel Penelitian Menurut Nazir (2003:123)
variabel adalah konsep yang mempunyai
bermacam-macam nilai. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian ini, maka variabel meliputi: 3.4.1. Desain Maket Lansekap Berkontur Pada variabel ini membahas mengenai proses pembuatan media maket lansekap berkontur sebagai media pendidikan kesiapsiagaan bencana tanah longsor, mencakup desain, alat, bahan, serta tahap pembuatannya. Maket ini dibagi menjadi 2 yaitu : 1) maket lensekap berkontur yang menunjukkan tingkat kerentanan longsor Kecamatan Cepogo, dan 2) maket lansekap berkontur yang menunjukkan tingkat risiko longsor di Kecamatan Cepogo. 3.4.2. Efektifitas Media Maket Efektifitas media maket diukur dengan menggunakan model Kirkpatrick Four Levels Evaluations Models, pada setiap tahapannya menekankan pada aspek penilaian yang berbeda sesuai dengan kriteria yang ada. Tahapan tersebut meliputi: 1) Reaction, mengukur tingkat kepuasan sampel selama proses pembelajaran berlangsung dan kepuasan terhadap media maket. 2) Learning, mengukur tingkat pemahaman sampel penelitian terhadap materi kebencanaan longsor dan kesiapsiagaan.
50
3) Behavior,
mengukur
tingkat
perubahan
perilaku
sampel
setelah
dilakukannya pendidikan kesiapsiagaan bencana longsor menggunakan media maket lansekap berkontur. 4) Result, mengukur efektifitas media maket lansekap berkontur dalam kesiapsiagaan bencana tanah longsor. 3.4.3. Kesiapsiagaan Pada variabel ini mengukur sejauh mana sikap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor.
3.5. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2010: 148). Adapun instrumen penelitian dalam penelitian ini meliputi: 3.5.1. Instrumen Tes Menurut Djemari (2008:67) tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan (dalam Widoyoko, 2014). Instrumen tes disini untuk mengukur tingkat pemahaman materi kebencanaan tanah longsor (tahap Learning), dan kesiapsiagaan. Instrumen tes berupa pilihan ganda (Multiple Choice Test) untuk memudahkan sampel penelitian menjawab pertanyaan, analisis data, serta mengefektifkan waktu dalam mengisi instrumen.
51
3.5.2. Instrumen Non-Tes Instrumen non-tes berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati daripada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan indera (Widoyoko, 2014). Instrumen non-tes berupa angket yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan (tahap Reaction), sikap kesiapsiagaan dan perubahan perilaku (tahap Behavior). Pada penelitian ini menggunakan skala Likert. Menurut Riduwan (2010) skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial.
3.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 3.6.1. Validitas Instrumen Instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur dengan tepat apa yang ingin diukur. Penelitian ini menggunakan validitas konstruk karena pada setiap butir soal yang telah dibuat berdasarkan tujuan atau sesuai dengan suatu teori tertentu, disini mengacu pada teori Kirkpatrick. Validitas diujikan kepada nonsampel yaitu perangkat desa serta pemuda-pemudi karang taruna usia SMP-SMA di lain desa namun termasuk wilayah administrasi dan pemerintahan Kecamatan Cepogo. Rumus dalam mengukur validitas instrumen dalam penelitian ini (Arikunto, 2010) sebagai berikut:
√* ∑
∑ (∑ )(∑ ) (∑ ) +* ∑ (∑ ) +
52
Keterangan: : koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N
: jumlah subyek
X
: skor soal yang dicari validitasnya
Y
: skor total
XY
: hasil perkalian antara skor soal dengan skor total
Taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5%. Apabila hasil rxy lebih besar dari r tabel, maka instrumen dinyatakan valid, namun apabila rxy lebih kecil dari pada r tabel, maka instrumen dinyatakan tidak valid. Perhitungan ini juga berlaku pada penentuan validitas butir instrumen. Hasil analisis uji coba soal pengetahuan terdapat 22 soal valid yaitu soal nomor: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 22, 23, 24, 28, 29. Sejumlah 22 soal valid tersebut digunakan dalam pre test dan post test sementara 8 soal yang tidak valid diperbaiki lagi. Hasil analisis uji coba soal angket terdapat 28 soal valid yaitu soal nomor: 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 34, 35, 36, 38, 41. Sejumlah 28 soal valid tersebut digunakan sementara 14 soal yang tidak valid diperbaiki. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.6.2. Reliabilitas Instrumen Menurut Arikunto (2010) reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
53
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Terdapat berbagai cara untuk menghitung reliabilitas, dalam penelitian ini, cara yang digunakan adalah dengan rumus K-R20 (Arikunto, 2010), sebagai berikut: (
)(
∑
)
Keterangan: = reliabilitas instrument = varians total k
= banyaknya butir pertanyaan
p
= proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1).
P
=
q
=
Kemudian harga
(
)
di distribusikan ke r tabel dengan taraf signifikansi
sebesar 5%. Jika hasil
lebih besar dari pada r tabel, maka instrumen
dinyatakan reliabel. Jika
lebih kecil dari r tabel, maka instrumen dinyatakan
tidak reliabel. Dari hasil penghitungan instrumen pilihan ganda didapatkan bahwa sebesar 0,9879 dan
sebesar 0,632, sementara hasil penghitungan
instrumen angket didapatkan bahwa
sebesar 1,0012 dan
sebesar 0,361.
54
Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa
>
sehingga instrumen tes dan
angket tersebut reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.7. Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda 3.7.1. Taraf Kesukaran Taraf kesukaran merupakan derajat yang menunjukkan mudah-sukarnya suatu soal dalam suatu uji. Menurut Arikunto (2008), rumus taraf kesukaran yaitu:
𝐼𝐾 =
𝐽𝐵𝐴 + 𝐽𝐵𝐵 𝐽𝑆𝐴 + 𝐽𝑆𝐵
Keterangan : IK
= Indeks Kesukaran = Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal pada kelompok atas = Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal pada kelompok bawah = Banyaknya siswa pada kelompok atas = Banyaknya siswa pada kelompok bawah
Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : 0,10 ≤ p ≤ 0,30 butir soal sukar
55
0,30 ≤ p ≤ 0,70 butir soal sedang 0,70 ≤ p ≤ 1,00 butir soal mudah
Hasil uji coba soal dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut: Tabel 3.1. Hasil Analisis Taraf Kesukaran Soal Kategori No Nomor Soal Kesukaran 1. Sukar 14, 25, 26 2. Sedang 1,2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 27, 29, 30 3. Mudah 3, 8, 12, 13, 17, 22, 23, 24, 28 Sumber: Hasil Lapangan (Gita, 2015). Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil analisis taraf kesukaran soal yang tertera dalam tabel diatas seluruhnya digunakan dalam pre test dan post test. 3.7.2. Daya Pembeda Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan antara yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan yang bodoh (berkemampuan rendah). Seluruh peserta tes dibagi menjadi dua yaitu kelompok pandai (upper group) dan kelompok bodoh (lower group). Rumus daya pembeda (Arikunto, 2008) sebagai berikut: =
Keterangan : DP
= Daya pembeda = Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal pada kelompok atas
56
= Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal pada kelompok bawah = Banyaknya siswa pada kelompok atas
Kemudian hasil penghitungan diklasifikasikan kedalam kategori berikut : 0,00 ≤ D ≤ 0,20 daya beda jelek 0,20 ≤ D ≤ 0,40 daya beda cukup 0,40 ≤ D ≤ 0,70 daya beda baik 0,70 ≤ D ≤ 1,00 daya beda baik sekali
Tabel 3.2. Hasil Analisis Daya Pembeda Soal No 1.
Kategori Pembeda Soal Jelek
Nomor Soal
1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 16, 19, 21, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30 2. Cukup 3, 11, 15, 17, 22, 29 3. Baik 10, 18, 20, Sumber: Hasil Lapangan (Gita,2015). Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil analisis daya pembeda soal terdapat 21 soal yang memiliki daya beda jelek sehingga soal tersebut diperbaiki dan digunakan dalam pre test dan post test. Soal yang memiliki daya pembeda cukup dan baik tetap digunakan.
3.8. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2010). Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
57
3.8.1. Observasi atau pengamatan Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Rinduwan, 2010). Adapun dalam penelitian ini data yang dikumpulkan melalui observasi adalah profil Kecamatan Cepogo yang meliputi fisiografis, demografis, dan sosial-budaya. 3.8.2. Dokumentasi Menurut Rinduwan (2010) dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturanperaturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, dan data-data yang relevan dengan penelitian. 3.8.3. Questionnaire atau Angket Menurut Larry Cristensen, 2004(dalam Sugiyono, 2014) menyatakan bahwa: a questionnaire is a self-report data colletion instrument that each research participant fills out as part of a research study. Researchers use questionnaires so that they can obtain inormation about the thoughts, feeling, attitudes, beliefs, values, perceptions, personality, and behavioral intentions of research participant. In other words, researchers attempt to measure many different kinds of characteristic using questionnaires. Kuesioner merupakan instrumen untuk pengumpulan data, dimana partisipan atau responden mengisi pertanyaan atau pernyataan yang diberikan oleh peneliti. Peneliti dapat menggunakan kuesioner untuk memperoleh data yang terkait dengan pemikiran, perasaan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi, kepribadian dan perilaku dari responden (Sugiyono, 2014).
Adapun metode kuesioner pada penelitian ini digunakan untuk mengukur tingkat kepuasaan (Reaction), sikap kesiapsiagaan dan perubahan perilaku (Behavior).
58
3.8.4. Test atau Tes Tes sebagai instrumen pengumpulan data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan pengetahuan, inteligensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Rinduwan, 2010). Metode tes digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman materi kebencanaan tanah longsor (Learning) dan kesiapsiagaan melalui hasil pre test dan post test.
3.9. Tahapan Penelitian Adapun tahapan dalam penelitian ini meliputi: 3.9.1. Tahap Pra Lapangan Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data berupa profil Kecamatan Cepogo mencakup fisiografis, demografis, sosial-budaya, dan data lainnya yang mendukung melalui observasi dan dokumentasi. Setelah itu dilakukan pembuatan proposal penelitian, instrumen penelitian, serta media maket lansekap berkontur yang akan digunakan dalam penelitian lapangan. 3.9.2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan ini merupakan tahapan untuk mengetahui efektifitas media maket lansekap berkontur menggunakan teori Kirkpatrick. 1) Memberikan uji pre test kepada peserta tentang materi kebencanaan longsor dan kesiapsiagaan. 2) Memberikan kuesioner kepada peserta tentang kesiapsiagaan.
59
3) Memberikan materi mengenai bencana longsor dan kesiapsiagaan menggunakan media maket lansekap berkontur. 4) Memberikan uji post test kepada peserta untuk menguji pemahaman materi serta tingkat kesiapsiagaan. 5) Memberikan kuesioner kepada peserta tentang tingkat kepuasan serta perubahan perilaku setelah mengikuti pembelajaran menggunakan media maket lansekap berkontur. 3.9.3. Tahap Pasca Lapangan Pada tahap ini, peneliti melakukan pengolahan data hasil uji tes maupun nontes dan membandingkan hasilnya sebelum menggunakan media dan setelah menggunakan media (pre test dan post test).
3.10. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis data Deskriptif Kuantitatif dimana seluruh hasil penghitungan yang ada termasuk hasil akhir penghitungan pre test dan post test di jabarkan berdasarkan patokan kriteria dalam penelitian dan sesuai dengan rumus yang digunakan. Analisis ini dipilih karena pada hasil penelitian yang dikumpulkan melalui instrumen penelitian masih berupa angkaangka. Angka- angka yang belum terbaca tersebut, dijelaskan dan dijabarkan melalui kriteria-kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian diolah kedalam rumus yang ada sehingga hasil akhirnya dapat dideskripsikan sebagai analisa hasil penelitian. Adapun analisis data dalam penelitian ini meliputi:
60
3.10.1. Uji Normalitas Data Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui data yang telah diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Rumus yang digunakan (Sudjana, 1996) yaitu: =∑
(
)
=
Keterangan : = Chi Kuadrat = frekuensi yang diperoleh dari sampel = frekuensi yang diharapkan dari sampel k
= banyaknya kelas interval
Jika hasil Chi kuadrat hitung lebih kecil dari pada hasil Chi tabel, maka data yang telah diperoleh memiliki distribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3. Hasil uji normalitas data Kelas Hitung Tabel Pre test 10,304 12,59 Post test 10,376 Sumber : hasil uji lapangan 1 Februari 2015 (Gita,2015)
Karena
Hitung <
Kriteria Normal Normal
Tabel maka dapat disimpulkan bahwa data pre test
berdistribusi normal. Hasil tersebut digunakan sebagai pertimbangan untuk melakukan penghitungan tahap selanjutnya dengan menggunakan uji t.
61
3.10.2. Uji t Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan media maket lansekap berkontur terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor dianalisis menggunakan rumus t. Rumus penghitungan pre test dan post test: Untuk hasil pre test dan post test dilakukan analisis data dengan rumus pretest dan post-test one group design sebagai berikut: 𝑀𝑑
𝑡=
∑ 𝑋2𝑑 𝑁(𝑁 )
Dengan keterangan: Md
= mean dari perbedaan pre test dengan post test (pretest-posttest)
Xd
= deviasi masing-masing subjek (d-Md)
∑
d
= jumlah kuadrat deviasi
N
= subjek pada sampel
d.b
= ditentukan dengan N-1
Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% dengan kriteria pengujian sebagai berikut: a) Terima
jika
<
(
⁄
)(
+
)
, hal ini berarti tidak ada perbedaan
antara hasil pre test dan post test. b) Terima
jika
>
(
⁄
antara hasil pre test dan post test.
)(
+
)
, hal ini berarti ada perbedaan
62
3.10.3. Analisis Kelayakan Produk Analisis kelayakan produk dilakukan oleh dosen pembimbing dalam penelitian skripsi ini yaitu Dr. Juhadi, M.Si dan dianggap layak digunakan dalam pembelajaran kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tanah longsor di Desa Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Penilaian kelayakan produk menggunakan prinsip-prinsip dsasar media pembelajaran menurut Daryanto (2010). 3.10.4. Analisis Angket Sikap Analisis ini untuk mengetahui kepuasan, kesiapsiagaan dan perubahan perilaku sampel dalam pendidikan kesiapsiagaan menggunakan media maket lansekap berkontur. Rumus yang digunakan yaitu (Arikunto & Cepi, 2009):
=
Kriteria nilai angket disesuaikan dengan tabel nilai dibawah ini:
Tabel 3.4. Kriteria Nilai Angket Sampel Persentase 81%-100% 61%-80% 41%-61% 21%-40% Keterangan skor: skor 4 jika sangat setuju, skor setuju, skor 1 jika sangat tidak setuju.
Kriteria Sangat Baik Baik Cukup Baik Tidak Baik 3 jika setuju, skor 2 jika kurang
63
3.10.5. Analisis Efektifitas Media Menghitung N-Gain berdasarkan nilai pre test dan nilai post test sampel secara keseluruhan, dengan menggunakan rumus:
=
Menginterpretasikan
normalisasi
gain
untuk
menyatakan
efektifitas
penggunaan media maket lansekap berkontur dengan kriteria yang diadopsi dari Meltzer (2002) sebagai berikut:
Tabel 3.5. Kriteria N-Gain Ternormalisasi Tingkat
Nilai N-Gain
Efektifitas Tinggi
g > 0,7
Efektifitas Sedang
0,3 ≤ g ˂ 0,7
Efektifitas Rendah
g ˂ 0,3
Sumber: Meltzer 2002
BAB V PENUTUP
2.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Wonodoyo Kecamatan Cepogo maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembuatan media maket lansekap berkontur menggunakan bahan yang murah, ringan dan mudah didapatkan yaitu sterefoam dan gypsum. Desain media dibuat sederhana tapi menarik. Maket lansekap berkontur menggambarkan zonasi kerentanan dan risiko tanah longsor. Pembelajaran menggunakan media maket lansekap berkontur sangat bermanfaat untuk meningkatkan semangat belajar, pengetahuan tentang bencana longsor, dan peningkatan sikap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tanah longsor. Berdasarkan hasil uji gain bahwa media maket lansekap berkontur berefektifitas rendah dalam tingkat pengetahuan, namun peningkatan tinggi pada nilai sikap.
2.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, penulis menyarankan bahwa perlu adanya relokasi dan sosialisasi tentang kebencanaan serta mitigasi bencana bagi masyarakat yang bermukim di daerah dengan risiko tanah longsor tinggi. Hal tersebut guna mengurangi ancaman dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.
119
120
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2007. Laporan Akhir Pekerjaan Survei dan Pemetaan (Informasi Tentang Daerah Rentan terhadap Gerakan Tanah) Kecamatan Selo, Ampel, dan Cepogo Kabupaten Boyolali. Boyolali: BAPPEDA. BNPB. 2015. Update: 79 Tewas Tertimbun Longsor di Banjarnegara. http://www.google.com/bnpb/berita.htm. (10 Januari 2015). Daryanto. 2010. Media Pembelajaran: Peranannya sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media. Fauziarti, Benni Farida dan FX Soedarsono. 2014. „Efektivitas Pelatihan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini di Kecamatan Grabag‟. Dalam Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Masyarakat. Vol.1. No. 2. Hardiyatmo, Christady Harry. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Hariyanto. Erni Suharini. 2009. „Preferensi Permukiman dan Antisipasi Penduduk yang Tinggal di Daerah Rawan Longsor di Kota Semarang‟. Jurnal: Volume 6 Nomor 2 Juli 2009. Indiyanto, Agus dan Arqom Kuswanjono. 2012. Konstruksi Masyarakat Tangguh Bencana. Bandung: PT Mizan Pustaka. Kusumasari, Bevaola. 2014. Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal. Yogyakarta: Gava Media. Madjid. 2003. Teknik Singkat Membuat Maket. Yogyakarta: Kanisius. Majid, Alvin Kusnoto. 2008. Tanah Longsor dan Antisipasinya. Semarang: Aneka Ilmu.
121
Manan, Kamaruzzaman Abdul. dkk. „Model Penilaian Kirkpatrick: Mengkaji Pengaruh Komunikasi terhadap Keberkesanan Latihan‟. Dalam Malaysian Journal of Communication. Jilid 29(2). Hal.31-50. Meltzer, D. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. Electronic Journal Iowa State University, 1(1): 3. Tersedia di Physic education.net. [diakses 10-01-2015] Mills, B Criss. 2008. Merancang dengan Maket: Panduan Studio untuk Membuat dan Menggunakan Maket Perancangan Arsitektural. Jakarta: Erlangga. Mulyatiningsih, Endang dan Sri Emy Yuli Suprihatin. 2005. „Efektivitas Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pencapaian Kompetensi Dasar Mulok PKK pada Siswa SLTP‟. Dalam Laporan Penelitian No. 035/SPPP/PP/DP3M/IV/2005. Yogyakarta: Fakultas Teknik UNY. Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nugroho, Kharisma.dkk. 2012. Modul Pelatihan Dasar Penanggulangan Bencana. Jakarta Pusat: BNPB. Priambodo, Arie S. 2009. Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta: Kanisius. Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sartohadi, Junun. Dkk. 2014. Pengantar Geografi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Belajar Setiana, Lucie. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor: Ghalia Indonesia. Setyowati, Liesnoor Dewi. 2010. Buku Ajar Erosi dan Mitigasi Bencana. Semarang: Sanggar Krida Aditama. Sopacua, Evie dan Didik Budijanto. 2007. „Evaluasi 4 Tahap dari Kirkpatrick sebagai Alat Evaluasi Pasca Pelatihan‟. Dalam Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol.10. No.4. Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2007. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo Bandung. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. ------------- 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
122
------------- 2014. Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung: Alfabeta. Suharsimi, A. 2002. Dasar-dasar Evalausi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Widoyoko,Eko Putro. 2014. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zubaedim. 2012.Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
123
LAMPIRAN - LAMPIRAN
124
Lampiran 1 ANGKET PEMANFAATAN MEDIA MAKET LANSEKAP BERKONTUR UNTUK KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA TANAH LONGSOR
Pengantar: Angket ini merupakan angket untuk menilai tanggapan perangkat pemerintahan dan pemuda-pemudi karang taruna usia SMP-SMA terhadap pendidikan kesiapsiagaan bencana tanah longsor menggunakan media maket lansekap berkontur. Tujuan pembuatan instrumen angket ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan, kesiapsiagaan, dan perubahan perilaku peserta dalam pembelajaran. Angket ini berupa pernyataan berjumlah 40 item yang di isi oleh peserta. Instrumen angket ini dibuat untuk melengkapi salah satu syarat kelengkapan penelitian dan tidak ada maksud tertentu kecuali untuk penelitian pendidikan. Petunjuk Pengisian: 1. Bacalah beberapa aspek pernyataan pada kolom dibawah ini, kemudian isilah tanda check list (√) pada kolom skor 1, 2, 3, atau 4 yang telah disediakan. 2. Silahkan pilih angka 4 jika sangat setuju, 3 jika setuju, 2 jika kurang setuju, dan 1 jika tidak setuju. 3. Berikanlah masukan atau saran untuk perbaikan media maket lansekap berkontur jika diperlukan.
125
IDENTITAS PESERTA Nama
:
Usia
:
Jenis Kelamin: Pekerjaan
:
No. Telpn
:
Alamat
:
A. Respon (Tingkat Kepuasan) Responden
No.
Skor
Pernyataan
1
A. Cara Penyampaian Materi 1.
Pembelajaran menggunakan media maket lansekap berkontur membuat saya semangat dalam mempelajari kesiapsiagaan longsor
2.
Saya benar-benar senang dalam mengikuti sesi pendidikan kesiapsiagaan bencana tanah longsor ini.
3.
Instruktur
menyampaikan
materi
dengan
bahasa yang mudah dipahami 4.
Instruktur dalam penyampaian materi tidak membosankan
B. Isi Materi 5.
Saya memahami isi materi pembelajaran kesiapsiagaan bencana tanah longsor
6.
Materi
kesiapsiagaan
yang
disampaikan
sesuai dengan kebutuhan saya sebagai bagian masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor 7.
Saya dapat memperoleh pengetahuan baru
2
3
4
126
dengan
mengikuti
kegiatan
kesiapsiagaan
bencana
menggunakan
media
tanah maket
pendidikan longsor lansekap
berkontur C. Sarana dan Prasarana yang Disediakan 8.
Ruang pembelajaran yang digunakan nyaman
9.
Jumlah tempat duduk yang tersedia cukup sesuai jumlah peserta
10.
Jumlah meja yang tersedia tidak kurang
11.
Penyediaan alat tulis sesuai dengan jumlah peserta
D. Jadwal Kegiatan 12.
Jadwal kegiatan tidak berbenturan dengan kegiatan saya yang lain
13.
Jadwal kegiatan tidak berbenturan dengan acara adat desa saya
E. Tempat Pembelajaran 14.
Tempat pembelajaran yang digunakan sudah bersih
15.
Penerangan di tempat pembelajaran sudah cukup untuk saya
F. Media yang digunakan dalam Pendidikan Kesiapsiagaan 16.
Gaya
penyajian
media
maket
lansekap
berkontur membosankan. 17.
Pada
maket
lansekap
berkontur
menggambarkan sebaran daerah yang masuk rawan longsor. 18.
Pada maket lansekap berkontur memberikan arahan jalur evakuasi yang mudah dimengerti.
19.
Maket simulasi memberikan gambaran yang
127
jelas bagaimana proses longsor terjadi. 20.
Maket
lansekap
berkontur
memberikan
arahan pos-pos pengungsia bila bencana longsor terjadi dengan jelas.
B. Sikap Kesiapsiagaan
No.
Pernyataan
21
Menurut saya perlu adanya antisipasi bencana tanah longsor dari pihak pemerintah kota dan masyarakat
22.
Menurut saya daerah ini rawan bencana tanah longsor
23.
Menurut saudara apakah perlu menyimpan nomor telephone PLN, PDAM, dan petugas kesehatan terdekat
24.
Menurut saudara apakah perlu pemantauan kondisi curah hujan dan tanah oleh pemerintah
25.
Menurut saudara perlu penyimpanan suratsurat penting agar tidak terkena bencana tanah longsor
26.
Menurut saudara apakah perlu tentang pentingnya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor
27.
Menurut saudara apakah perlu kesepakatan dalam masyarakat mengenai tempat evakuasi dalam situasi darurat
Skor 1
2
3
4
128
28.
Menurut saudara apakah perlu kesepakatan masyarakat berpartisipasi dalam simulasi evakuasi
29.
Menurut saudara apakah perlu listrik dipadamkan saat pembersihan rumah pasca bencana longsor
30.
Menurut saudara apakah perlu pelatihan pertolongan pertama untuk anggota masyarakat
31.
Menurut saudara apakah perlu masyarakat sebaiknya tidak boleh mendirikan rumah di tanah yang masuk kawasan longsor
32.
Menurut saudara apakah perlu membawa kotak P3K dan obat pribadi ketika mengungsi
33.
Menurut saudara apakah perlu tentang harus mengungsi bila ada rekahan pada tanah yang tiba-tiba muncul disertai aliran air yang muncul dari dalamnya saat hujan deras terjadi
C. Perubahan Perilaku
No.
Pernyataan
34.
Kegiatan pembelajaran kesiapsiagaan bencana longsor yang telah dilaksanakan membantu saya memahami masalah lingkungan di Desa Cepogo
35.
Kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan menurut saya untuk mengaitkan permasalah lingkungan dengan aktivitas
Skor 1
2
3
4
129
masyarakat. 36.
Saya yakin dapat menerapkan kesiapsiagaan bencana tanah longsor dengan baik
37.
Isi dari materi kesiapsiagaan bencana tanah longsor membantu saya untuk memperbaiki kebiasaan yang dapat merusak lingkungan
38.
Dengan mempelajari ini saya merasa mudah dalam menentukan tindakan apa yang harus dilakukan dalam mengelola lingkungan
39.
Saya menjadi lebih waspada terhadap keadaan tanah di lingkungan sekitar.
40.
Saya menghindari aktivitas di tepi lembah sungai terjal maupun di bawah lereng terjal.
41.
Saya menghindari penggalian pada daerah bawah lereng terjal.
42.
Saya menyebarluaskan informasi ini ketempat kerja saya.
Saran:
Cepogo,
2015
Responden,
(
)
130
Lampiran 2 KISI-KISI SOAL
Tema
: Bencana Longsor
Alokasi Waktu
: 20 menit
Jumlah Butir
: 30 butir
Bentuk Soal
: Pilihan Ganda
Kompetensi Dasar : Memahami konsep bencana, pemcegahan dan mitigasi,serta kesiapsiagaan mengahdapi bencana tanah longsor.
Indikator: No.
1.
Indikator
Nomor Soal
Kunci
Kompetensi
Jawaban
Kognitif
Memahami konsep bencana
1, 2, 3, 4, 5,
b, c, b, b, d,
C1, C1,
secara umum:
6, 7, 8, 9
b, d, d, d
C2,C1, C2 ,
a. Pengertian bencana
C2, C1, C2,
b. Jenis bencana
C2
c. Faktor penyebab d. Contoh bencana alam e. Konsep bencana longsor
2.
Memahami karakteristik
10, 11, 12,
bencana:
13, 14
a. Karakteristik ancaman bencana b. Karakteristik bencana longsor c. Upaya penyelamatan diri
c, b, c, c, d
C4, C4, C6, C2, C2
131
dari longsor d. Upaya pemerintah terhadap bencana e. Penyebab bencana longsor 3.
Prinsip dasar penanggulangan
15, 16, 17,
bencana:
18, 19
b, d, a, d, c
C6, C5, C4, C1, C4
a. Tahap penanggulangan bencana b. Upaya mempersiapkan masyarakat terhadap ancaman bencana c. Tindakan akibat bencana d. Kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana oleh pemerintah e. Upaya penanggulangan bencana longsor 4.
Pencegahan dan mitigasi
20, 21, 22,
bencana:
23
b, b, b, b
C3, C4, C3, C3
a. Sistem peringatan dini longsor b. Upaya pencegahan dan mitigasi c. Informasi bencana d. Penyuluhan terhadap bencana alam 5.
Kesiapsiagaan Bencana: a. Alat untuk peringatan bila terjadi bencana b. Langkah kesiapsiagaan
24, 25, 26,
b, d, b, c, b,
27, 28, 29, 30 b, d
C1, C3, C4, C3, C3, C4, C3
132
c. Rencana kesiapsiagaan d. Kegiatan kesiapsiagaan
Keterangan : C1
: Mengingat
C2
: Memahami
C3
: Menerapkan
C4
: Menganalisa
C5
: Mengevaluasi
C6
: Mencipta
Sumber: Taksonomi Bloom Ranah Kognitif
133
Lampiran 3 INSTRUMEN PENELITIAN
Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor
Tema
: Bencana Tanah Longsor
Waktu
: 20 menit
Jumlah Soal
: 30 butir
Petunjuk mengerjakan soal: 1. Tuliskan nama dan identitas dibawah ini dengan benar dan lengkap 2. Bacalah soal yang tersedia dengan cermat, kemudian pilihlah jawaban yang menurut anda paling tepat 3. Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap benar dengan memberi tanda (X) pada pilihan a, b, c, atau d 4. Apabila terdapat jawaban yang salah dan ingin dperbaiki, silahkan coret dengan garis lurus mendatar pada jawaban yang salah (X) dan silang jawaban yang benar (X) Contoh: a
b
c
d
a
b
c
d
5. Periksalah kembali pekerjaan anda sebelum dikumpulkan 6. Selamat mengerjakan!
134
Identitas Responden: Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin No telfn
:
Alamat
:
:
Pengetahuan Kebencanaan Longsor dan Kesiapsiagaan 1. Peristiwa yang mengancam dan menyebabkan kerugian bagi manusia, yang disebabkan oleh interaksi antara faktor alam dan manusia disebut ... a. Bahaya b. Bencana c. Ancaman d. Kerentanan 2. Berdasarkan UU No. 24/2007, jenis-jenis bencana dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a. Bencana Gempa Bumi, SARA, dan Bencana Sosial b. Bencana Sosial, Bencana Alam, dan Bencana Tsunami c. Bencana Non-Alam, Bencana Alam, dan Bencana Sosial d. Bencana Alam, Bencana Longsor, dan Bencana Penyakit Ebola 3. Longsor merupakan suatu peristiwa gerakan massa tanah dari daerah terjal akibat penurunan jumlah tanaman dan pohon karena penebangan yang asalasalan. Pernyataan tersebut merupakan pemicu longsor yang disebabkan oleh ... a. SARA b. Perilaku Manusia c. Kehendak Yang Maha Esa d. Kurangnya infrastruktur dan prasarana 4. Perhatikan jenis-jenis bencana berikut! 1) Gempa bumi
135
2) Konflik masyarakat 3) Kekeringan 4) Angin topan 5) Wabah penyakit 6) Tanah longsor Yang termasuk bencana alam adalah nomor ….. a. 1), 2), dan 3) b. 1), 4), dan 6) c. 2), 3), dan 4) d. 3), 4), dan 5) 5. Pernyataan dibawah ini sesuai dengan pemahaman tentang bencana, KECUALI ... a. Ancaman
adalah
suatu
kejadian
atau
kondisi
yang
berpotensi
menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan nyawa manusia b. Besarnya risiko bencana dipengaruhi oleh besarnya ancaman, kerentanan dan kapasitas c. Tidak semua ancaman selalu menjadi bencana d. Semua ancaman tidak bisa kita cegah 6. Sesuai konsep bencana, manusia dianggap rentan, KECUALI: a. Berada dikondisi ekonomi yang miskin b. Tidak mendapatkan dukungan pemerintah atau LSM c. Berada dilokasi yang berpotensi terpapar oleh bencana d. Kurang memiliki pengetahuan untuk mencegah bencana 7. Gerakan tanah dan bebatuan pada lereng sebuah gunung yang meluncur kebawah disebut ... a. Erosi b. Abrasi c. Gempa bumi d. Tanah longsor 8. Yang bukan daerah rawan longsor adalah ... a. Daerah aliran air hujan dan sungai
136
b. Daerah yang terjal dan gundul c. Daerah pertambangan d. Daerah hijau 9. Berikut ini faktor-faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya lereng-lereng curam sehingga berpotensi terjadinya longsor, KECUALI ... a. Erosi yang disebabkan sungai-sungai atau gelombang laut yang menciptakan lereng-lereng yang terlalu curam b. Gempa bumi menyebabkan tekanan yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng yang lemah c. Lereng bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan lebat d. Melakukan penanaman pada daerah-daerah yang gundul 10. Untuk mengetahui karakteristik berbagai ancaman, biasanya digunakan berberapa ciri-ciri berikut ini, KECUALI ... a. Pemicu ancaman b. Tanda-tanda ancaman c. Tingkat sosial ekonomi masyarakat d. Tipe, kecepatan, dan jarak ancaman 11. Apabila seseorang berada dalam ruangan gedung kemudian terdengar suara gemuruh longsor, upaya penyelamatan yang tepat adalah ... a. Berpegang pada benda yang kokoh b. Mencari jalan keluar bangunan c. Berdiam diri didalam ruangan d. Berteriak minta tolong 12. Saat terdengar suara gemuruh diikuti dengan jatuhnya atau longsornya tanah yang ada di permukaan lebih tinggi yang menandakan tanah longsor, langkah penyelamatan yang paling tepat adalah ... a. Berlari masuk kedalam rumah b. Mengumpulkan barang berharga c. Segera berlari sejauh mungkin dari lokasi d. Segera memanjat pohon untuk meghindari longsoran
137
13. Yang bukan langkah-langkah pemerintah untuk menanggulangi bencana tanah longsor adalah ... a. Penyebarluasan informasi bencana longsor melalui berbagai media dan cara. b. Pemerintah melakukan penyuluhan di daerah potensi longsor c. Perizinan pembangunan pemukiman di bawah lereng terjal d. Menanam kembali tanah yang telah gundul 14. Berikut ini yang menunjukkan tanda-tanda akan terjadinya longsor adalah ... a. Curah hujan rendah b. Terdapat genangan pada tanah c. Angin kencang dan cuaca gelap d. Curah hujan tinggi disertai munculnya rekahan-rekahan pada tanah 15. Urutan yang benar tahap-tahap Penanggulangan Bencana adalah ... a. Keisapsiagaan - Tanggap Darurat - Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pencegahan dan Mitigasi b. Pencegahan dan Mitigasi – Kesiapsiagaan - Tanggap Darurat Rehabilitasi dan Rekonstruksi c. Pencegahan dan Mitigasi - Tanggap Darurat - Rehabilitasi dan Rekonstruksi - Kesiapsiagaan d. Rehabilitasi dan Rekonstruksi – Kesiapsiagaan – Pencegahan dan Mitigasi – Tanggap Darurat 16. Suatu perencanaan, identifikasi sumber daya, sistem peringatan, pelatihan simulasi, dan tindakan perencanaan lainnya yang diambil untuk tujuan utama meningkatkan keamanan dan efektivitas respons masyarakat selama bencana disebut ... a. Rehabilitasi dan Rekonstruksi b. Pencegahan dan Mitigasi c. Tanggap Darurat d. Kesiapsiagaan
138
17. Tindakan yang dilakukan terhadap korban luka – luka akibat bencana adalah … a. Mengevakuasi ke rumah sakit b. Menghitung jumlah korban c. Mendirikan tenda darurat d. Membiarkan saja 18. Kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana berupa pemberian peringatan dini merupakan tugas dan tanggung jawab ... a. PMI b. LSM c. BNPB d. BMKG 19. Salah satu upaya menanggulangi bencana longsor adalah ... a. Menebangi pohon yang ada diatas lereng b. Membuang sampah pada tempatnya c. Melakukan penghijauan d. Membakar hutan 20. Yang bukan alat-alat yang dapat digunakan dalam menginformasikan datangnya bencana longsor kepada masyarakat adalah ... a. Sirine b. Pamflet c. Kentongan d. Segala benda yang berbunyi keras 21. Upaya pencegahan dan mitigasi mempunyai beberapa nilai positif, kecuali ... a. Melanggengkan pembangunan secara berkelanjutan b. Menambah pengeluaran untuk pemulihan pasca bencana c. Mencegah atau mengurangi banyak nyawa, harta benda, dan kerusakan hasil pembangunan d. Mengurangi stres dan beban psikologi kegiatan tanggap darurat dan pemulihannya
139
22. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana perlu diberikan … yang benar tentang bencana alam. a. Perkiraan cuaca b. Informasi c. Perkiraan d. Dana 23. Pemberian informasi dan penyuluhan tentang bencana alam kepada masyarakat di daerah yang rawan bencana, dilakukan agar masyarakat dapat melakukan usaha penyelamatan diri dan keluarga. Berikut yang merupakan bentuk penyuluhan kepada masyarakat yang tinggal di daerah longsor adalah ... a. Mengenakan masker apabila keluar rumah, untuk mencegah gangguan pernafasan b. Segera berlari sejauh mungkin dari tempat jangkauan longsor c. Lari keluar rumah dan mencari tempat yang lapang d. Segera berlari menuju tempat yang lebih tinggi 24. Apabila terdengar suara gemuruh disertai gerakan tanah dari daerah yang lebih tinggi, masyarakat yang tahu akan segera membunyikan ... a. Bel b. Sirine c. Bedug d. Lonceng 25. Dalam pengurangan risiko bencana, meskipun kita sudah melakukan langkah pencegahan dan mitigasi, kita tetap perlu melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan. Salah satu alasannya adalah ... a. Karena kita tidak pernah benar-benar tahu skala dari ancaman bencana yang akan terjadi b. Karena tidak semua ancaman bisa dicegah dan dimitigasi c. Karena tidak tahu ancaman akan terjadi atau tidak d. Karena risiko bencana tiap tempat berbeda-beda
140
26. Membuat rencana untuk menghadapi bencana, baik rencana sebelum ancaman bencana terjadi ataupun saat ancaman terjadi, adalah salah satu bagian kesiapsiagaan yang dilaksanakan pada ... a. Mitigasi b. Kesiapan c. Kesiagaan d. Kewaspadaan 27. Salah satu dari kegiatan berikut ini yang termasuk dalam kesiapsiagaan adalah ... a. Membuka dapur umum di pengungsian korban longsor b. Membawa korban luka ke rumah sakit terdekat c. Melakukan simulasi evakuasi bahaya longsor di sekolah maupun masyarakat d. Melaksanakan operasi pencarian korban yang hilang saat bencana longsor terjadi 28. Tanah longsor bisa diantisipasi dengan cara ... a. Membangun rumah dibukit b. Mengadakan penghijauan c. Menggali kaki bukit d. Menggunduli bukit 29. Pemetaan kawasan longsor akan bermanfaat untuk ... a. Mempermudah evakuasi pada saat terjadi longsor b. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat c. Memprediksi terjadinya longsor d. Mencegah bahaya longsor 30. Pembuatan lahan berundak ditebing-tebing pegunungan bertujuan untuk mencegah ... a. Badai b. Banjir c. Gempa d. Tanah Longsor
Lampiran 4
141
Lampiran 5 Tabel Analisis Data Perhitungan Validitas, Reliabilitas Soal Ujicoba Instrumen
VALIDITAS
Kode Butir soal No 2 Responden 1 4 4 1 UC 1 3 4 2 UC 2 2 3 3 UC 3 2 2 4 UC 4 4 4 5 UC 5 3 3 6 UC 6 3 3 7 UC 7 3 4 8 UC 8 2 4 9 UC 9 3 4 10 UC 10 SX 23 35 SX² 69 127 p 0,000 0,000 q 1,000 1,000 SXY 3119 4670 rxy 0,702 0,760 rtabel 0,632 0,632 Kriteria valid valid KRITERIA SOAL Dipakai Dipakai 1
2
3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4
4 2 4 3 3 4 2 4 4 2 2
5 2 4 2 3 4 2 2 2 3 4
34 30 28 118 98 86 0,000 0,000 0,000 1,000 1,000 1,000 4530 3991 3760 0,905 0,383 0,687 0,632 0,632 0,632 valid TIDAK valid Dipakai Dibuang Dipakai 3
4
5
6 2 4 3 3 4 3 2 3 3 3
7 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3
8 4 4 3 2 4 3 3 4 4 3
30 37 34 94 139 120 0,000 0,000 0,000 1,000 1,000 1,000 4001 4888 4530 0,668 0,327 0,668 0,632 0,632 0,632 valid TIDAK valid Dipakai Dibuang Dipakai 6
7
8
9 4 4 3 2 4 3 3 4 3 3
10 4 4 2 2 4 3 3 3 3 3
11 4 4 2 2 4 3 3 3 4 3
12 3 4 3 1 4 3 3 4 4 4
13 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4
14 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4
33 113 0,000 1,000 4404 0,762 0,632 valid Dipakai
31 101 0,000 1,000 4146 0,756 0,632 valid Dipakai
32 108 0,000 1,000 4272 0,648 0,632 valid Dipakai
33 117 0,100 0,900 4424 0,719 0,632 valid Dipakai
34 118 0,000 1,000 4521 0,758 0,632 valid Dipakai
36 132 0,000 1,000 4779 0,673 0,632 valid Dipakai
9
10
11
12
13
14
15 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3
16 1 1 2 2 1 1 2 3 2 3
17 2 4 2 3 4 3 3 3 2 3
33 18 29 111 38 89 0,000 0,400 0,000 1,000 0,600 1,000 4381 2355 3876 0,664 -0,147 0,679 0,632 0,632 0,632 valid TIDAK valid Dipakai Dibuang Dipakai 15
16
17
18 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4
19 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4
33 111 0,000 1,000 4391 0,838 0,632 valid Dipakai
34 118 0,000 1,000 4514 0,644 0,632 valid Dipakai
18
19
20 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4
21 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4
22 4 2 3 3 4 1 3 2 1 2
23 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3
24 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4
35 37 25 32 36 125 139 73 104 132 0,000 0,000 0,200 0,000 0,000 1,000 1,000 0,800 1,000 1,000 4647 4896 3306 4232 4783 0,654 0,466 0,124 0,414 0,739 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 valid TIDAK TIDAK TIDAK valid Dipakai Dibuang Dibuang Dibuang Dipakai 20
21
22
23
24
25 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4
26 4 4 3 3 4 3 4 4 3 4
27 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4
34 118 0,000 1,000 4521 0,758 0,632 valid Dipakai
36 132 0,000 1,000 4780 0,690 0,632 valid Dipakai
36 132 0,000 1,000 4786 0,787 0,632 valid Dipakai
25
26
27
28 4 4 3 3 4 3 3 4 3 4
29 4 4 3 4 2 4 3 4 4 4
30 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4
31 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3
32 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3
33 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3
34 4 4 3 2 4 3 3 3 3 4
35 36 36 35 33 36 33 125 134 132 125 111 132 113 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 4660 4717 4783 4565 4337 4725 4405 0,861 -0,248 0,739 -0,654 -0,101 -0,205 0,774 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 valid TIDAK valid TIDAK TIDAK TIDAK valid Dipakai Dibuang Dipakai Dibuang Dibuang Dibuang Dipakai 28
29
30
31
32
33
34
35 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4
34 118 0,000 1,000 4530 0,905 0,632 valid Dipakai 35
36 4 4 2 3 4 3 2 4 4 3
37 1 3 3 3 4 3 3 3 2 3
38 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4
39 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4
40 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4
41 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4
42 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3
Y
130 149 119 116 154 123 120 139 126 140 33 28 35 37 37 37 34 1316 115 84 125 139 141 139 118 k = 0,000 0,100 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Spq 1,000 0,900 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 S2 = 4407 3716 4646 4882 4884 4909 4460 r11 = 0,655 0,332 0,638 0,223 0,184 0,692 -0,234 M 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 valid TIDAK valid TIDAK TIDAK valid TIDAK Dipakai Dibuang Dipakai Dibuang Dibuang Dipakai Dibuang 36
37
38
39
40
40
40
0,4107 0,5 0,2667 0,8889 0,8444 0,4444 0,2333 0,4889 0,4556 0,5444 0,6222 0,9 0,2667 0,2667 0,2333 0,6222 0,5444 0,2333 0,2667 0,2778 0,2333 1,1667 0,1778 0,2667 0,2667 0,2667 0,2667 0,2778 0,4889 0,2667 0,2778 0,2333 0,2667 0,4556 0,2667 0,6778 0,6222 0,2778 0,2333 0,4556 0,2333 0,2667 17,255 jumlah varian item varian total 174,93 r_Tabel 0,361 reabilitas 1,0012 kesimpulan Reliabel varian item
142
Y2 16900 22201 14161 13456 23716 15129 14400 19321 15876 19600 2E+06 30 0,49 174,93 1,032 131,6 27
143
Lampiran 6 NILAI REACTION (KEPUASAN) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
NAMA Agung Setiawan Agus Maryono Andri Purwoko Anik Cahyanti Ari Yanto Bakdi Yanto Beni Susanto Budiyono Darsianto Dewi Apriliyani Dwy Lestari Edi Eka Fitriani Eny Fajar Giyanto Haryanti Heri Susanto Isnanto Iswanto Joko Priyanto Joko Sutopo Margiyanti Margono Marjani Marsudi Maryadi Molyanto Molyoto Ngateno Novita Dwi Lestari Riyadi Riyanto Riyanto
1 1 5 1 2 4 1 2 1 1 3 4 3 3 4 3 1 2 1 1 3 1 2 5 1 3 1 5 1 3 1 3 1 3 2
HASIL 2 3 10 4 1 12 4 2 4 3 10 3 2 10 1 3 3 1 5 2 4 3 5 9 3 1 2 10 2 10 1 8 1 8 14 5 3 6 4 13 2 14 2 10 4 6 2 9 14 4 9 4 1 1 12
4 9 11 6 12 9 9 13 9 15 13 11 11 14 2 13 7 6 10 10 3 14 9 11 6 1 7 11 13 6 5 13 10 12 5
NILAI *1 *2 *3 1 0 30 5 8 0 1 2 36 2 8 6 4 8 9 1 0 30 2 6 6 1 0 30 1 2 9 3 6 3 4 10 0 3 4 12 3 6 0 4 10 27 3 6 3 1 4 30 2 4 30 1 2 24 1 2 24 3 0 42 1 0 15 2 6 18 5 8 0 1 0 39 3 4 42 1 4 30 5 8 0 1 0 18 3 4 27 1 0 42 3 8 0 1 0 27 3 8 3 2 2 36
*4 36 44 24 48 36 36 52 36 60 52 44 44 56 8 52 28 24 40 40 12 56 36 44 24 4 28 44 52 24 20 52 40 48 20
JUMLAH
%
Kategori
67 57 63 64 57 67 66 67 72 64 58 63 65 49 64 63 60 67 67 57 72 62 57 64 53 63 57 71 58 63 63 68 62 60
84% 71% 79% 80% 71% 84% 83% 84% 90% 80% 73% 79% 81% 61% 80% 79% 75% 84% 84% 71% 90% 78% 71% 80% 66% 79% 71% 89% 73% 79% 79% 85% 78% 75%
Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Baik Baik
144
NO 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
NAMA Romadi Sigit Tri Wibowo Sihhono Sri Marwiyah Sri Maryanti Sri Yami Sriyono Suci Handayani Supriyadi Supriyono Surono Suyit Tri Wahyuningsih Wigati Winardi Wiyono
Jumlah
HASIL 2 3
NILAI 1 4 1* 2* 3* 4* 1 19 1 0 0 76 3 2 14 1 3 4 42 4 2 13 5 2 0 39 20 3 4 1 12 3 8 3 48 1 6 13 1 0 18 52 1 2 1 16 1 4 3 64 1 1 10 8 1 2 30 32 2 1 5 12 2 2 15 48 1 10 9 1 0 30 36 1 1 12 6 1 2 36 24 2 16 2 2 0 48 8 2 10 8 2 0 30 32 2 5 8 5 2 10 24 20 1 3 6 10 1 6 18 40 3 3 14 3 6 0 56 2 6 12 2 0 18 48 106 92 334 468 Rata-rata Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik
JUMLAH
%
KATEGORI
77 53 61 62 71 72 65 67 67 63 58 64 56 65 65 68 63,28 0 0 30 20
96% 66% 76% 78% 89% 90% 81% 84% 84% 79% 73% 80% 70% 81% 81% 85% 79% 0,00% 0,00% 60,00% 40,00%
Sangat Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik
145
Lampiran 7
Tabel Perhitungan Statistika Terhadap Hasil Pre-Test dan Post Test
Hipotesis Ho
:
m1
<
m2
Ha :
m1
>
m2
Uji Hipotesis Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan rumus:
Ho diterima apabila t < t(1-1/2a)(n1+n2-2) No
Resp
Xe1
Xe2
D
d
d2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
R-01 R-02 R-03 R-04 R-05 R-06 R-07 R-08 R-09 R-10 R-11 R-12 R-13 R-14 R-15 R-16 R-17
58,00 58,00 67,00 73,00 67,00 61,00 58,00 67,00 70,00 73,00 64,00 55,00 73,00 40,00 55,00 61,00 67,00
67,00 64,00 76,00 76,00 67,00 67,00 70,00 76,00 73,00 76,00 70,00 67,00 76,00 55,00 64,00 67,00 79,00
-9,00 -6,00 -9,00 -3,00 0,00 -6,00 -12,00 -9,00 -3,00 -3,00 -6,00 -12,00 -3,00 -15,00 -9,00 -6,00 -12,00
-2,70 0,30 -2,70 3,30 6,30 0,30 -5,70 -2,70 3,30 3,30 0,30 -5,70 3,30 -8,70 -2,70 0,30 -5,70
7,2900 0,0900 7,2900 10,8900 39,6900 0,0900 32,4900 7,2900 10,8900 10,8900 0,0900 32,4900 10,8900 75,6900 7,2900 0,0900 32,4900
146
No
Resp
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
R-18 R-19 R-20 R-21 R-22 R-23 R-24 R-25 R-26 R-27 R-28 R-29 R-30 R-31 R-32 R-33 R-34 R-35 R-36 R-37 R-38 R-39 R-40 R-41 R-42 R-43 R-44 R-45 R-46 R-47 R-48 R-49 R-50 Jumlah Rata-rata
Xe1
Xe2
D
d
d2
61,00 58,00 73,00 73,00 58,00 64,00 82,00 64,00 67,00 67,00 70,00 67,00 58,00 76,00 61,00 76,00 61,00 64,00 82,00 64,00 73,00 70,00 46,00 64,00 73,00 52,00 85,00 73,00 64,00 70,00 61,00 70,00 58,00 3272,00 65,44
64,00 61,00 79,00 73,00 64,00 73,00 88,00 70,00 73,00 70,00 82,00 70,00 67,00 79,00 70,00 79,00 67,00 73,00 91,00 70,00 73,00 73,00 64,00 70,00 73,00 61,00 91,00 76,00 67,00 76,00 70,00 73,00 67,00 3587,00 71,74
-3,00 -3,00 -6,00 0,00 -6,00 -9,00 -6,00 -6,00 -6,00 -3,00 -12,00 -3,00 -9,00 -3,00 -9,00 -3,00 -6,00 -9,00 -9,00 -6,00 0,00 -3,00 -18,00 -6,00 0,00 -9,00 -6,00 -3,00 -3,00 -6,00 -9,00 -3,00 -9,00 -315,00 -6,30
3,30 3,30 0,30 6,30 0,30 -2,70 0,30 0,30 0,30 3,30 -5,70 3,30 -2,70 3,30 -2,70 3,30 0,30 -2,70 -2,70 0,30 6,30 3,30 -11,70 0,30 6,30 -2,70 0,30 3,30 3,30 0,30 -2,70 3,30 -2,70 0,00
10,8900 10,8900 0,0900 39,6900 0,0900 7,2900 0,0900 0,0900 0,0900 10,8900 32,4900 10,8900 7,2900 10,8900 7,2900 10,8900 0,0900 7,2900 7,2900 0,0900 39,6900 10,8900 136,8900 0,0900 39,6900 7,2900 0,0900 10,8900 10,8900 0,0900 7,2900 10,8900 7,2900 742,5000
147
MD
=
t
=
SD N
=
315,00 50
6,30
= 6,30
= 11,44
742,5000 50 - 1 50
Pada a = 5% dengan db = 50 -1 = 49 diperoleh t(0.95)(49) =
2,010
Daerah penerimaan Ho
-2,01
2,01
11,44
Karena t berada pada daerah penolakan Ho, maka dapat disimpulkan ada perbedaan hasil pre test dan post-test hasil pengetahuan kesiapsiagaan bencana alam
148
Lampiran 8
UJI NORMALITAS DATA PRE TEST Hipotesis Ho Ha
: Data berdistribusi normal : Data tidak berdistribusi normal
Pengujian Hipotesis: Rumus yang digunakan:
Kriteria yang digunakan Ho diterima jika χ2 < χ2 tabel Daerah penerimaan Ho
Daerah penolakan Ho
χ2(α)(k-3)
Pengujian Hipotesis Nilai maksimal
= 85,00
Panjang Kelas = 6,4
Nilai minimal
= 40,00
Rata-rata ( X ) = 65,4
Rentang
= 45,00
S
= 8,7
Banyak kelas
= 7,0
N
= 50
Kemudian dari hasil diatas, dimasukkan kedalam tabel penghitungan seperti dibawah ini:
149
Kelas Interval
Batas Kelas
Z untuk batas kls.
Peluang untuk Z
(Oi-Ei)²
Luas Kls. Untuk Z
Ei
Oi Ei
40,00
-
46,00
39,50
-2,99
0,4986
0,0130
0,651
2
2,799
47,00
-
53,00
46,50
-2,19
0,4856
0,0696
3,482
1
1,769
54,00
-
60,00
53,50
-1,38
0,4160
0,2002
10,010
9
0,102
61,00
-
67,00
60,50
-0,57
0,2158
0,3098
15,488
20
1,314
68,00
-
74,00
67,50
0,24
0,0940
0,2582
12,911
13
0,001
75,00
-
81,00
74,50
1,05
0,3522
0,1159
5,796
2
2,486
82,00
-
88,00
81,50
1,85
0,4681
0,0280
1,399
3
1,832
88,50
2,66
0,4961
50 χ²
Untuk a = 5%, dengan dk = 7 - 1 = 6 diperoleh χ² tabel =
10,304
12,59
Daerah penolakan Ho
Daerah penerimaan Ho
10,304
=
12,59
Karena χ² berada pada daerah penerimaan Ho, maka data tersebut berdistribusi normal
150
Lampiran 9 UJI NORMALITAS DATA POST TEST Hipotesis Ho : Data berdistribusi normal Ha : Data tidak berdistribusi normal Pengujian Hipotesis: Rumus yang digunakan:
Kriteria yang digunakan Ho diterima jika c2 < c2 tabel Daerah penolakan Ho
Daerah penerimaan Ho
2 ()(k-3)
Pengujian Hipotesis Nilai maksimal
=
91,00
Panjang Kelas
=
5,1
Nilai minimal
=
55,00
Rata-rata ( X )
=
71,7
Rentang
=
36,00
S
=
7,1
Banyak kelas
=
7,0
N
=
50
Kemudian hasil penghitungan dimasukkan kedalam tabel berikut:
151
Kelas Interval
Batas Kelas
Z untuk batas kls.
Peluang untuk Z
Luas Kls. Untuk Z
Ei
Oi
(Oi-Ei)² Ei
55,00
-
59,00
54,50
-2,41
0,4921
0,0355
1,774
1
0,338
60,00
-
64,00
59,50
-1,71
0,4566
0,1121
5,607
7
0,346
65,00
-
69,00
64,50
-1,01
0,3444
0,2214
11,072
9
0,388
70,00
-
74,00
69,50
-0,31
0,1230
0,2733
13,665
18
1,375
75,00
-
80,00
74,50
0,39
0,1503
0,2395
11,976
11
0,079
81,00
-
86,00
80,50
1,23
0,3898
0,0907
4,536
1
2,757
87,00
-
92,00
86,50
2,06
0,4805
0,0176
0,881
3
5,094
92,50
2,90
0,4982
50 χ²
=
10,376
Untuk a = 5%, dengan dk = 7 - 1 = 6 diperoleh χ² tabel = 12,59
Daerah penolakan Ho
Daerah penerimaan Ho
10,376
12,59
Karena χ² berada pada daerah penerimaan Ho, maka data tersebut berdistribusi normal
152
Lampiran 10
BEHAVIOR (PERILAKU) NO
NAMA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Agung Setiawan Agus Maryono Andri Purwoko Anik Cahyanti Ari Yanto Bakdi Yanto Beni Susanto Budiyono Darsianto Dewi Apriliyani Dwy Lestari Edi Eka Fitriani Eny Fajar Giyanto Haryanti Heri Susanto Isnanto Iswanto Joko Priyanto Joko Sutopo Margiyanti Margono Marjani Marsudi Maryadi Molyanto Molyoto Ngateno Novita Dwi Lestari Riyadi
31 32
1
HASIL 2 3 3 6 6 1 1 3 1 2 4 3 2 2 1 5 3 2 1 2
1
1 1
3 6 4
NILAI *1 *2 *3 0 0 9 0 0 18 0 0 18 0 0 3 0 0 3 0 0 9 0 2 6 0 0 12 0 0 9 0 0 6 0 0 6 0 2 15 0 0 9 0 0 6 0 0 0 0 2 12 0 0 12 0 4 15 0 0 24 0 0 24 0 2 18 0 0 27 0 0 6 0 0 27 0 0 9 0 0 6 0 2 24 0 2 15 0 0 9 0 0 15
*4 24 12 12 32 32 24 24 20 24 28 28 12 24 28 36 16 20 8 4 4 8 0 28 0 24 28 0 12 24 16
2
7
0
0
6
4
5
0
0
4 4 5 8 8 6 9 2 9 3 2 8 5 3 5
4 6 3 3 8 8 6 6 5 6 7 7 3 6 7 9 4 5 2 1 1 2 7 6 7
JUMLAH
%
Kategori
33 30 30 35 35 33 32 32 33 34 34 29 33 34 36 30 32 27 28 28 28 27 34 27 33 34 26 29 33 31
92% 83% 83% 97% 97% 92% 89% 89% 92% 94% 94% 81% 92% 94% 100% 83% 89% 75% 78% 78% 78% 75% 94% 75% 92% 94% 72% 81% 92% 86%
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
28
34
94%
Sangat Baik
12 20
32
89%
Sangat Baik
153
NO
NAMA
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Riyanto Riyanto Romadi Sigit Tri Wibowo Sihhono Sri Marwiyah Sri Maryanti Sri Yami Sriyono Suci Handayani Supriyadi Supriyono Surono Suyit Tri Wahyuningsih Wigati Winardi Wiyono
47 48 49 50
Jumlah Max Min
1
HASIL 2 3 6 1
1
1
1
9 6 2 1 2 4 5 5 8 2
3 7 8 7 4 9 4 3 1 9
NILAI 1* 2* 3* 0 0 18 0 0 3 1 0 0 0 0 27 0 0 18 0 0 6 0 0 3 0 0 6 0 2 12 0 0 0 0 0 15 1 0 15 0 0 24 0 0 0
4* 12 32 32 0 12 28 32 28 16 36 16 12 4 36
7
0
28
4 3 8 8
3 6 2 7 2 6 1 2 11 192 245
0 0 0
0
6
0 9 24 0 6 28 4 18 4 Rata-rata Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik
JUMLAH
%
KATEGORI
30 35 33 27 30 34 35 34 30 36 31 28 28 36
83% 97% 92% 75% 83% 94% 97% 94% 83% 100% 86% 78% 78% 100%
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik
34
94%
Sangat Baik
33 34 26 31,6 0 0 11 39
92% 94% 72% 40% 0,00% 0,00% 22,00% 78,00%
Sangat Baik Sangat Baik Baik Tidak Baik
154
SIKAP KESIAPSIAGAAN KESIAPSIAGAAN NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NAMA Agung Setiawan Agus Maryono Andri Purwoko Anik Cahyanti Ari Yanto Bakdi Yanto Beni Susanto Budiyono Darsianto Dewi Apriliyani Dwy Lestari Edi Eka Fitriani Eny Fajar Giyanto Haryanti Heri Susanto Isnanto Iswanto Joko Priyanto Joko Sutopo Margiyanti Margono Marjani Marsudi Maryadi Molyanto Molyoto Ngateno
1 2 1 1 2 4 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 1 3 3 3 2 1 2 3 5 4 1 1 3 2
PRE TEST 2 3 4 5 3 6 6 6 1 10 4 3 5 6 5 6 6 5 5 7 1 10 5 7 6 6 1 10 6 6 3 5 9 2 6 6 2 4 5 3 2 8 1 10 2 5 4 7 10 3 4 5 4 5 7 3 9 7 2 3 7
4 1 3
2
1
4
4 2
5
1
1 1
*1 2 1 1 2 4 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 1 3 3 3 2 1 2 3 5 4 1 1 3 2
*2 8 6 12 2 8 10 10 12 10 2 10 12 2 12 6 18 12 4 10 4 2 4 8 20 6 10 10 6 14 6
*3 15 18 18 30 9 18 18 15 21 30 21 18 30 18 15 6 18 12 9 24 30 15 21 0 12 12 21 27 6 21
*4 4 12 0 0 8 0 0 0 4 0 0 0 0 0 16 0 0 16 8 0 0 20 0 0 4 0 0 0 4 4
NILAI ∑ 29 37 31 34 29 30 30 29 37 34 32 31 34 31 38 26 31 35 30 31 34 40 31 23 27 26 32 34 27 33
% 56% 71% 60% 65% 56% 58% 58% 56% 71% 65% 62% 60% 65% 60% 73% 50% 60% 67% 58% 60% 65% 77% 60% 44% 52% 50% 62% 65% 52% 63%
Kategori Cukup Baik Cukup Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Baik Baik Baik Cukup Baik Cukup Baik Cukup Cukup Baik Cukup Cukup Baik Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Baik Baik Cukup Baik
POST TEST 2 3 4 4 8 1 4 8 7 6 3 10 1 5 7 5 8 1 1 11 5 8 1 3 9 3 10 5 8 2 11 3 10 3 10 1 1 11 6 7 6 7 2 6 5 1 9 3 6 7 1 12 1 4 8 1 4 8 1 12 9 4 1 8 4 4 9 3 10 1 8 4 1 8 4 1 1
*1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
*2 8 2 14 6 10 10 2 10 2 0 10 4 0 6 2 0 0 4 2 0 0 2 2 2 0 2 0 0 2 2
NILAI *3 24 12 18 30 21 24 33 24 9 9 24 33 9 30 3 18 18 18 27 18 3 12 12 36 27 24 12 9 24 24
*4 0 32 0 0 0 0 0 0 36 40 0 0 40 0 44 28 28 20 12 28 48 32 32 0 16 16 36 40 16 16
∑ 33 46 32 36 32 34 36 34 47 49 34 37 49 36 49 46 46 42 41 46 51 46 46 38 43 42 48 49 42 42
%
Kategori
63% 88% 62% 69% 62% 65% 69% 65% 90% 94% 65% 71% 94% 69% 94% 88% 88% 81% 79% 88% 98% 88% 88% 73% 83% 81% 92% 94% 81% 81%
Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
155
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Marjani Marsudi Maryadi Molyanto Molyoto Ngateno Novita Dwi Lestari Riyadi Riyanto Riyanto Romadi Sigit Tri Wibowo Sihhono Sri Marwiyah Sri Maryanti Sri Yami Sriyono Suci Handayani Supriyadi Supriyono Surono Suyit Tri Wahyuningsih Wigati Winardi Wiyono
5 4 1 1 3 2 2 2 5 1 5 3 1 3 3 3 1 3 3 2 2 2 3 2 3
3 5 5 3 7 3 2 7 6 10 3 8 6 3 3 3 5 7 5 5 7 4 7 2 6 4
4 4 7 9 2 7 9 4 1 1 4 1 6 7 7 4 5 3 5 8 5 6 4 8 5 5
1
1 1
1 1 1 1
3 2
1
1
5 4 1 1 3 2 2 2 5 1 5 3 1 3 3 3 1 3 3 0 2 2 2 3 2 3
6 12 10 12 10 21 6 27 14 6 6 21 4 27 14 12 12 3 20 3 6 12 16 3 12 18 6 21 6 21 6 12 10 15 14 9 10 15 10 24 14 15 8 18 14 12 4 24 12 15 8 15 Rata-rata Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik
4 0 0 0 4 4 0 0 4 4 4 4 0 0 0 12 8 0 0 0 0 4 0 0 0 4
27 52% 26 50% 32 62% 34 65% 27 52% 33 63% 33 63% 28 54% 24 46% 28 54% 27 52% 26 50% 31 60% 30 58% 30 58% 33 63% 34 65% 26 50% 28 54% 34 65% 31 60% 32 62% 28 54% 31 60% 29 56% 30 58% 30,78 59% 0 0,00% 32 64,00% 18 36,00% 0 0,00%
Cukup Cukup Baik Baik Cukup Baik Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Baik Baik Cukup Cukup Baik Cukup Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup
1
1 1
1 1 1 3 7 1
9 8 4 3 8 8 12 9 5 8
3 1 1
2 1
5 4 1 1 2 2 3 3 7 1 3 1
12 9 7 9 3 6 11 7 2 10 8 5 12 10 1
4 4 9 10 4 4
4 10 4
9 6 6 9
11
0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 3 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0
0 27 2 24 0 12 0 9 2 24 2 24 2 36 6 27 14 15 2 24 0 0 2 36 0 27 10 21 8 27 2 9 2 18 4 33 0 21 4 6 6 30 6 24 14 15 2 36 6 30 2 3 Rata-rata Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik
16 16 36 40 16 16 0 0 0 16 40 0 16 0 0 36 24 0 24 36 0 0 0 0 0 44
43 42 48 49 42 42 38 34 30 42 43 38 43 32 35 47 44 37 45 46 36 32 30 38 36 49 40,5 0 2 22 26
83% 81% 92% 94% 81% 81% 73% 65% 58% 81% 83% 73% 83% 62% 67% 90% 85% 71% 87% 88% 69% 62% 58% 73% 69% 94% 78% 0,00% 4,00% 44,00% 52,00%
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Cukup Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik Baik
156
Lampiran 12
157
158
159
160
Lampiran 7